Pertambangan merupakan opsi menarik untuk optimalisasi penggunaan lahan, menambah lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan penerimaan negara.
->Siphon adalah bangunan pembawa yang melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Siphon bersifat saluran bertekanan atau tertutup.
->Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan dapat berupa terjunan tegak atau terjunan miring.
-> Gorong-gorong dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya atau bawah jalan, serta jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
Universitas Ngegeri Semarang
Jurusan Teknik Sipil Prodi Pendidika Teknik bangunan
Pengertian Hauling dan alat alat Hauling
Dump Truck
Belt Conveyor
Scrapper
Underground Truck
Arif Wicaksono
Zainul Muqaddam
Ii
Disampaikan oleh Rudhy Hendarto, Inspektur Tambang dalam Penajam Desain Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Pertambangan merupakan opsi menarik untuk optimalisasi penggunaan lahan, menambah lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan penerimaan negara.
->Siphon adalah bangunan pembawa yang melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Siphon bersifat saluran bertekanan atau tertutup.
->Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan dapat berupa terjunan tegak atau terjunan miring.
-> Gorong-gorong dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya atau bawah jalan, serta jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
Universitas Ngegeri Semarang
Jurusan Teknik Sipil Prodi Pendidika Teknik bangunan
Pengertian Hauling dan alat alat Hauling
Dump Truck
Belt Conveyor
Scrapper
Underground Truck
Arif Wicaksono
Zainul Muqaddam
Ii
Disampaikan oleh Rudhy Hendarto, Inspektur Tambang dalam Penajam Desain Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Overall the top leadership of the FTSE 100 remains white and male, with just a dozen women amongst the 289 people occupying the Top 3 positions: chair, cEO or cFO. Just ten of the Top 3 posts are held by ethnic minority leaders.
• The next layer – the Top 20 – is more diverse, with about a fifth of positions occupied by women; but these are heavily skewed towards non-executive posts – about one in four nEDs are women, compared with about one in ten female executive directors.
• Strikingly, 53 companies show no minority presence at all amongst their Top 20 leaders. Discounting non-executive directors, we find 65 companies without an ethnic or cultural minority presence. In effect, two out of every three FTSE 100 companies have an all-white executive leadership.
Untuk mendukung keberhasilan produksi budidaya ikan laut, selain pengendalian hama dan penyakit ikan, kesehatan lingkungan juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dikelola dengan baik. Saat ini, kecenderungan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya ikan laut tidak hanya disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan industri, pertambangan hingga aktivitas rumah tangga. Pada kajian ini, objek penelitian lebih difokuskan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung terhadap dua gugatan Class action masyarakat akibat penambangan bauksit yang tidak bertanggung jawab di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor pendukung keberhasilan gugatan perdata class action akibat aktifitas pertambangan. Data dianalisis dengan studi pengamatan langsung dan pencermatan dokumen dengan membandingkan hasil keputusan dua gugatan class action yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Pulau Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor analisa parameter air laut pada laboratorium yang sudah terakreditasi dan kelengkapan administrasi usaha budidaya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan gugatan perdata class action. Hasil penelitian juga menunjukkan dampak penurunan produksi dan peningkatan angka pengangguran akibat menurunnya aktivitas produksi di dua lokasi yang terkena dampak cemaran limbah. Namun demikian, kondisi ini memberikan pemahaman positif di kalangan pembudidaya tentang tahapan audit lingkungan yang harus dilakukan berdasarkan standard dan acuan mutu yang memilki kekuatan hukum di muka pengadilan.
Indonesia's Green Industrial Estates and Best PracticesSolidiance
The rising trend of industrial estates in Indonesia coupled with a growing concern for environmental and social awareness have led industrial players in the adoption of green initiatives for their industrial estate. In the white paper, Solidiance mapped all 233 existing industrial estates in Indonesia, analyzes them using international best practices as a benchmark and our own framework that integrates three core pillars – economic, social, and environmental. The end result of assessment is the Best 5 Green Industrial Estates which can act as a guidelines for existing and new industrial players in shifting their business approach into a sustainable system. Although Indonesia’s industrial estates are still at a nascent stage, promising opportunities are visible in the marketplace.
Kabupaten Bintan merupakan salah satu daerah yang telah dtetapkan menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) melalui Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2007. Penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas wilayah Kabupaten Bintan tidak berlaku untuk seluruh wilayah Kabupaten Bintan melainkan hanya pada beberapa kawasan tertentu saja yaitu sebagian Pulau Bintan bagian Utara dengan luas 58.750,60 ha termasuk pulau Anak Lobam dengan luas 678,20 ha, Kawasan Industri Maritim Bintan Timur dengan luas 812,6 Ha dan Kawasan Industri Galang Batang dengan luas 1.777,8 Ha. Istilah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) juga dikenal sebagai Free Trade Zone (FTZ).
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun (BBK) merupakan salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan kandidat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
1. TA-3103 METODE PERHITUNGAN CADANGAN
TUGAS BESAR METODE ESTIMASI SUMBERDAYA
Komoditi Bauksit Laterit
Hermansyah 12113002
Yusef Pany 12113005
Rahmat Hidayat 12113036
Achmad Juanzah 12113043
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
2. 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, terutama bagi Bapak Dr.Eng., Syafrizal, S.T., M.T. yang telah
membimbing penulis dan selaku dosen pemangku mata kuliah Metode Perhitungan
Cadangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Saudara Fadlan Adit,
S.T selaku asisten mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing serta membantu proses pengerjaan makalah ini.
Makalah Estimasi Sumberdaya Mineral Bauksit Laterit disusun sebagai hasil dari
kegiatan belajar mata kuliah Metode Perhitungan Cadangan yang telah penulis lakukan.
Makalah ini berisi gambaran mengenai estimasi sumberdaya mineral bauksit laterit dan
top soil, mencakup peta topografi persebaran titik bor, penentuan horizon dari setiap bor
pada komoditi bauksit laterit, estimasi luas wilayah sumberdaya, serta estimasi volume
dari sumberdaya mineral bauksit laterit.
Demikian makalah ini penulis buat. Penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua.
Bandung, 30 Desember 2015
Penulis
3. 2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..………………….1
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... 4
DAFTAR GRAFIK......................................................................................................... 5
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 7
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 8
1.4 Metodologi ......................................................................................................... 8
1.4.1 Studi Literatur............................................................................................. 9
1.4.2 Pengumpulan Data...................................................................................... 9
1.4.3 Pengolahan Data ......................................................................................... 9
1.4.4 Analisis Data............................................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 11
2.1 Deskripsi Umum Endapan Bauksit Laterit ...................................................... 11
2.1.1 Pengertian Bauksit Laterit ........................................................................ 11
2.1.2 Mineral Penyusun Bauksit Laterit ............................................................ 11
2.2 Genesa Bauksit Laterit ..................................................................................... 12
2.2.1 Host Rock Bauksit Laterit......................................................................... 12
2.2.2 Paragenesa Pembentukan Bauksit Laterit................................................. 12
2.2.3 Sub-tipe Endapan Bauksit Laterit............................................................. 12
2.3 Bentuk Endapan Bauksit Laterit ...................................................................... 14
2.4 Zona Endapan Bauksit Laterit.......................................................................... 14
2.5 Basis Data dan Evaluasi Data .......................................................................... 15
2.5.1 Data Utama dan Rekapitulasi Data........................................................... 15
2.5.2 Teknik Komposit ...................................................................................... 15
2.5.3 Statistika Dasar ......................................................................................... 16
2.5.3.1 Statistika Univarian ..................................................................................... 16
2.5.3.2 Statistika Bivarian ....................................................................................... 18
2.6 Metode Estimasi Sumberdaya.......................................................................... 19
2.6.1 Metode Poligon......................................................................................... 19
2.6.2 Metode Penampang................................................................................... 20
2.7 Klasifikasi Sumberdaya Mineral...................................................................... 20
BAB III PENGOLAHAN DATA................................................................................. 22
3.1 Langkah Kerja.................................................................................................. 22
3.2 Data-data Statistik............................................................................................ 24
3.2.1 Data Borehole ........................................................................................... 24
4. 3
3.2.2 Statistik Data Univariat............................................................................. 25
3.2.3 Statistik Data Bivariat............................................................................... 29
3.2.4 Statistik Data Multivariat Terner Diagram (Al2O3 - Fe2O3 -SiO2)........... 32
3.3 Data Rekapitulasi ............................................................................................. 33
BAB IV PERHITUNGAN SUMBERDAYA METODE POLIGON ....................... 34
4.1 Konstruksi poligon........................................................................................... 34
4.2 Prosedur dan Asumsi Perhitungan ................................................................... 35
4.3 Hasil Perhitungan............................................................................................. 38
4.3.1 Jumlah Sumber Daya Top Soil………………………..…………………………38
4.3.2 Jumlah Sumber Daya Bauksit…………………………………………..38
BAB V PERHITUNGAN SUMBERDAYA METODE PENAMPANG.................. 39
5.1 Kontruksi penampang ...................................................................................... 39
5.2 Prosedur dan Asumsi Perhitungan ................................................................... 42
5.3 Hasil Perhitungan............................................................................................. 43
5.3.1 Jumlah Sumber Daya Top soil.................................................................. 43
5.3.2 Jumlah Sumber Daya Bauksit................................................................... 43
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 44
5.1 Ringkasan......................................................................................................... 44
5.2 Kesimpulan ...................................................................................................... 45
5.3 Saran................................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 47
LAMPIRAN .................................................................................................................. 48
5. 4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram Alir Estimasi Cadangan .................................................................. 10
Gambar 2 Zona Horizon atau Lapisan Endapan Bauksit laterit ..................................... 15
Gambar 3 Ilustrasi Perhitungan Kadar............................................................................ 16
Gambar 4 Skewness dari beberapa Kurva Histogram .................................................... 18
Gambar 5 Diagram pencar beberapa pasangan data yang menunjukkan hubungan
korelasi antar pasangannya ............................................................................................. 18
Gambar 6 Metode Poligon.............................................................................................. 19
Gambar 7 Hubungan umum antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan
bijih menurut JORC Code and Guidelines Resources and Reserves (Durham, 2000)... 21
Gambar 8 Horison Bauksit Laterit secara Umum........................................................... 22
Gambar 9 Kontruksi Metode Poligon............................................................................. 34
Gambar 10 Peta Persebaran Lubang Bor........................................................................ 35
Gambar 11 Penentuan Garis Pengaruh ........................................................................... 36
Gambar 12 Pembuatan Garis Batas Poligon................................................................... 37
Gambar 13 Gambar Hasil Proses Trim pada Auto CAD 2016 software......................... 37
Gambar 14 Hasil Kontruksi Metode Poligon ................................................................. 38
Gambar 15 Perhitungan Volume Menggunakan Satu Penampang................................. 39
Gambar 16 Perhitungan Volume Menggunakan Dua Penampang ................................. 40
Gambar 17 Perhitungan Volume Menggunakan Tiga Penampang ................................ 41
6. 5
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Histogram dan Data Statistik Al2O3 ................................................................. 25
Grafik 2 Histogram dan Data Statistik Fe2O3 ................................................................. 26
Grafik 3 Histogram dan Data Statistik SiO2 ................................................................... 27
Grafik 4 Kadar Al2O3 terhadap Fe2O3 ............................................................................ 29
Grafik 5 Kadar Al2O3 terhadap SiO2 .............................................................................. 30
Grafik 6 Kadar Fe2O3 terhadap SiO2 ............................................................................. 31
Grafik 7 Tri-Lateral Diagram Al2O3 vs Fe2O3 vs SiO2................................................... 32
7. 6
DAFTAR TABEL
Table 1 Klasifikasi endapan bauksit laterit Sumber: Ore Deposit Geology and its
Influence on Mineral Exploration (Richard, 1986) ........................................................ 13
Table 2 Data Borehole .................................................................................................... 24
Table 3 Data Rekapitulasi............................................................................................... 33
8. 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan penambangan bahan galian merupakan proses kegiatan yang berperan
penting dalam sektor pembangunan guna penyediaan bahan baku. Usaha pertambangan
tidak lepas akan pekerjaan-pekerjaan dalam mencari bahan tambang. Estimasi
sumberdaya merupakan suatu usaha penting dalam mengevaluasi suatu proyek
pertambangan yang diperlukan suatu taksiran keberadaan material galian yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal.
Estimasi sumberdaya berdasarkan pada metode-metode yang didasari pertimbangan
teoritis maupun empiris. Metode teoritis merupakan metode yang didasari oleh pendapat-
pendapat yang sudah ada sebelumnya dan telah disepakati bersama sedangkan empiris
merupakan metode yang didasari oleh penginderaan dan hasil dari proses simulasi
pengamatan dan percobaan. Estimasi sumberdaya akan menghasilkan jumlah tonase dan
kadar rata-rata dari suatu bahan galian tersebut.
Hasil estimasi sumberdaya merupakan kegiatan eksplorasi detail yang akan berlanjut
ke proses studi kelayakan untuk menjadi cadangan tertambang (mineable). Dari data
estimasi sumberdayaakan dikorelasikan dengan proses penambangan secara berkala baik
jangka pendek maupun jangka panjang dan disesuikan hasil perencanaan tambang. Selain
itu, estimasi sumberdaya berkaitan dengan modifying factor, faktor pengubah yang
diperhitungan jumlah cadangan dari sejumlah sumberdaya.
Dasar dari proses estimasi sumberdaya merupakan pengetahuan mengenai distribusi
spasial kadar dan penentuan lokasi material bahan galian yang bernialai diatas cut of
grade (cog). Estimasi sumberdaya juga berperan penting dalam menentukan daerah-
daerah yang ditambang beserta metode penambangan yang disarankan berdasarkan
keterdapatan sebaran endapan serta dapat memperkirakan seberapa lama umur
penambangan.
Bauksit laterit merupakan salah satu bahan galian yang saat ini digunakan dalam
berbagai bidang. Potensi terbesar komoditi bauksit laterit berada di Provinsi Kalimantan
Barat – Indonesia. Setiap tahun jumlah kebutuhan bauksit laterit meningkat dengan
signifikan di Indonesia. Bauksit laterit salah satu sumberdaya yang tak terbarukan
sehingga penggunaan harus dikelola dengan baik dan bijak dengan menerapkan good
mining practice.
Untuk menentukan estimasi sumberdaya diperlukan metode estimasi yang sesuai
dengan kondisi geologi, genesa dan mineralisasi komoditi bauksit laterit. Maka penulis
berusaha menyajikan data estimasi sumberdaya komoditi bauksit laterit dengan
membandingkan metode poligon menggunakan Auto CAD 2016 software dengan metode
penampang menggunakan Auto Land Desktop 2009 software.
9. 8
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan
Komoditi Bauksit’, antara lain:
1. Bagaimana menentukan letak titik bor dan topografi endapan bauksit laterit
menggunakan Surfer 12 software?
2. Bagaimana analisis statistik dari kandungan Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 tiap horizon
endapan bauksit laterit dari masing masing titik lubang bor secara bivariat dan
multivariat dari ketiga kandungan dengan RockWare 15 software?
3. Bagaimana menentukan komposit dari profil final endapan bauksit laterit dengan
menggunakan Microsoft Excel 2016 software?
4. Bagaimana menentukan perbandingan hasil estimasi sumberdaya dengan metode
poligon menggunakan Auto CAD 2016 software dan metode penampang
menggunakan Auto Land Desktop 2009 software?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan Komoditi
Bauksit’, antara lain:
1. Menentukan letak titik lubang bor dan topografi endapan bauksit laterit
menggunakan Surfer 12 software
2. Menganalisis statistik dari kandungan Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 tiap horizon
endapan bauksit laterit dari masing masing titik lubang bor secara bivariate dan
multivariate dari ketiga kandungan dengan RockWare 15 software
3. Menentukan komposit dari profil final endapan bauksit laterit dengan
menggunakan Microsoft Excel 2016 software
4. Menentukan luas cakupan lubang bor untuk mengestimasi total sumberdaya top
soil dan bauksit laterit menggunakan AutoCAD 2016 software
5. Menentukan penampang endapan bauksit laterit untuk mendapatkan total
sumberdaya top soil dan bauksit laterit menggunakan Autodesk Land Desktop
2009 software
1.4 Metodologi
Adapun prosedur dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan Komoditi
Bauksit’, antara lain:
1. Membuat distribusi letak titik lubang bor dan peta topografi endapan bauksit
laterit menggunakan Surfer 12 software.
2. Membuat analisis statistik deskriptif dari kandungan Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 tiap
horizon endapan bauksit laterit dari masing masing titik lubang bor dengan
Rockware 15 software
3. Membuat analisis statistik dari ketiga kandungan yang terkandung pada endapan
bauksit laterit (Al2O3, Fe2O3, dan SiO2) secara multivariat diplot dalam diagram
tri-lateral Al2O3 vs Fe2O3 vs SiO2 menggunakan RockWork 15 software
10. 9
4. Menentukan kadar rata-rata tertinggi bauksit laterit dengan memperhitungkan
kadar Fe2O3 dan SiO2 menggunakan teknik komposit, yaitu top soil (overburden)
(kadar Al2O3 < 32%), bauksit laterit (kadar Al2O3 > 32%), weathered bedrock
(kadar Al2O3 > 22% dan < 32%) dan bedrock (kadar Al2O3 < 22%)
5. Menentukan sumberdaya tertunjuk, terkira dan terukur menggunakan metode
poligon dan metode penampang secara komputasi dengan Auto CAD 2016
software dan Auto Land Desktop 2009 software.
1.4.1 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi
kepustakaan yang relavan untuk mendukung gambaran umum proses pengerjaan dan
pelaporan estimasi sumberdaya bauksit laterit. Studi kepustakaan diperoleh dari
bahan buku, ensiklopedia, jurnal, internet dan dokumentasi lainnya.
1.4.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari data-data sekunder berupa penyebaran titik
lubang bor (easting, northing, dan elevasi), kedalaman, data concression factor, data
kadar (Al2O3, Fe2O3 dan SiO2) tiap borehole.
1.4.3 Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pertama adalah proses verifikasi data
sekunder endapan bauksit laterit, dengan hasil keluaran berupa data yang siap
dilakukan teknik komposit. Data komposit didasarkan pada deskripsi penentuan
kadar dari kandungan material galian bauksit laterit untuk menentukan ketebalan
horizon dari endapan bauksit laterit. Selanjutnya dilakukan analisis statistika berupa
analisis deskriptif, bivariat dan multivariat menggunakan RockWork 15 software.
Analisis statistika digunakan untuk mengetahui persebaran kadar, hubungan kadar
satu dengan kadar lain, serta perilaku ketebalan terhadap peta topografi dan
morfologi. Tahapan selanjutnya, membuat peta topografi, peta persebaran titik
lubang bor, peta iso-kadar, peta iso-lapisan bauksit laterit untuk mengetahui letak
distribusi data. Tahapan akhir dalam pengerjaan yakni melakukan perbandingan dua
metode model estimasi sumberdaya dengan menggunakan metode poligon dan
metode penampang sehingga diperoleh hasil jumlah estimasi sumberdaya endapan
bauksit laterit dan top soil yang berguna dalam tahapan lanjut (feasibility study)
11. 10
Gambar 1 Diagram Alir Estimasi Cadangan
1.4.4 Analisis Data
Proses pengerjaan analisis data dilakukan dengan mengkuantitatifkan dan
mengkualitatifkan data kandungan endapan bauksit laterit berupa Al2O3, Fe2O3 dan
SiO2 terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku material endapan bauksit
laterit.
12. 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Endapan Bauksit Laterit
Bauksit laterit adalah endapan batuan yang berkadar aluminium oksida
(Al2O3) relative tinggi yang ditemukan di Les Baux dekat Avignon, Prancis Selatan
(Berthier, 1821). Bauksit laterit endapan batuan berkadar aluminium oksida (Al2O3)
relatif tinggi yang mengalami proses pengayaan karena pelapukan mineral gibsit
pada bataun basalt di Vogelsberg, Jerman (A. Liebrich, 1892).
Dalam perkembangan selanjutnya, bauksit laterit didefinisikan sebagai endapan
residual yang berkadar aluminium relatif tinggi, kadar besi rendah, dan sedikit atu tidak
mengandung kuarsa (SiO2) bebas. Sehingga, bauksit laterit adalah material heterogen
dengan komposisi mineral gibsit (Al(OH)3), boehmit (AlO(OH)), dan diaspore
(AlO(OH)). Sebagian besar bauksit laterit di dunia ditemukan dalam bentuk gibsit
yang merupakan bauksit laterit trihidrat, dan sebagian kecil dalam bentuk boehmit
ataupun diaspore yang disebut juga bauksit laterit monohidrat.
2.1.1 Pengertian Bauksit Laterit
Bauksit laterit merupakan laterit berkomposisi aluminium hidroksida
yang hampir murni. Bauksit laterit adalah bijih aluminium, logam yang sangat
banyak digunakan seperti sebagai bahan pembuatan kaleng maupun pesawat
terbang. Aluminium memiliki faktor konsentrasi yang kecil, dengan kata lain
sangat umum dijumpai di alam dan ekonomis. Hasil produksi bauksit laterit
kebanyakan diolah menjadi logam aluminium. Serta dapat juga digunakan
untuk keperluan operasi non-metalurgi, seperti pabrik refractory, ampelas,
alumina, dan pabrik semen.
2.1.2 Mineral Penyusun Bauksit Laterit
Bauksit laterit memiliki sistem oktahedral yang terdiri dari Al2O3(35-
65%), SiO2(2-10%), Fe2O3(2-20%), TiO2 (1-3%) dan H2O (10-30%). Secara
komersial, bauksit laterit terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: a) pissolitic atau oolitic
yang berukuran diameter beberapa sentimeter sebagai amorphous trihydrate, b)
sponge ore (Arkansas) yang berupa sisa dari batuan asal berkomposisi
utamagibsit danbersifatporous, dan c) amorphous atau bijih lempung.
13. 12
2.2 Genesa Bauksit Laterit
2.2.1 Host Rock Bauksit Laterit
Bauksit laterit dapat terbentuk dari berbagai macam batuan primer,
seperti pada batuan sedimen kaolinit (kandungan Al 30%-35%), batuan granit
(kandungan Al 10%-15%), dan batuan basalt (kandungan Al 10%-15%).
Kandungan unsur aluminium dari batuan asal bisa bermacam-macam bahkan di
bawah 15%. Batuan asal sendiri bukanlah faktor utama dari keterdapatan bauksit
laterit karena kontrol utamanya adalah proses leaching. Salah satu faktor
kontrol tersebut adalah perbandingan antara aluminium dan silika serta
kecepatan pelapukan (weathering) batuan dasar. Selain kandungan aluminium,
kandungan besi yang rendah juga merupakan salah satu faktor penting. Fe
dengan kadar tinggi dapat membentuk formasi laterit ferruginous yang dapat
mengurangi zona bauksit laterit.
2.2.2 Paragenesa Pembentukan Bauksit Laterit
Bauksit laterit dapat terjadi karena adanya bauksit lateritisasi. Bauksit
lateritisasi ini dikontrol oleh air meteorik atau air hujan, yang dapat
menyebabkan terjadinya pelindian (leaching) silika dan pengayaan aluminium
secara kuat. Biasanya, pelindian silika terjadi saat musim kemarau, dan
pengayaan aluminium terjadi di saat musim penghujan. Oleh karena itulah,
sebaran bauksit laterit berada di daerah yang beriklim subtropis hingga tropis.
Bauksit lateritisasi terjadi pada suhu ± 22o
C dengan curah hujan rata-rata 1200
mm (Bardossy dan Aleva, 1990). Paragenesis mineralogi dari bagian atas
profil pelapukan dikontrol oleh kelembaban atmosfer dalam jangka waktu yang
lama. Selain itu, bauksit lateritisasi juga dikontrol oleh: a) porositas efektif yang
membuat air mengalir secara bebas, b) drainase yang tinggi, c) relief topografi
rendah sampai moderat, d) adanya vegetasi. Adapun tiga proses pembentukan
bauksit laterit adalah a) pelapukan dan pelindian secara in situ dari batuan
asal, b) pengayaan aluminium dari batuan yang terlapukkan oleh air tanah,
c) erosi dan redepositasi material bauksit laterit. Proses pelapukan dan
pelindian merupakan proses yang umum terjadi dalam pembentukan bauksit
laterit.
2.2.3 Sub-tipe Endapan Bauksit Laterit
Endapan bauksit laterit dapat dikelompokkan menjadi 1) orthobauksit, 2)
metabauksit dan 3) kriptobauksit ;
Orthobauksit
Orthobauksit memiliki profil laterit yang normal yang terbentuk secara
kontinu pada daerah tropis dengan curah hujan lebih dari 1700 mm/tahun,
merupakan hasil evolusi dari protobauksit yang mengandung gibsit, goethit
dan hematit. Orthobauksit berkembang dari batuan asal yang cukup kaya besi
yang didominasi oleh mineral gibsit.
14. 13
Metabauksit
Metabauksit merupakan bauksit laterit yang terjadi secara in situ pada
batuan asal dengan kadar kuarsa rendah. Kandungan besi pada metabauksit
lebih rendah dari orthobauksit. Terbentuk pada dataran tinggi yang luas dan
memungkinkan terjadinya oksidasi secara kuat. Selain itu, perubahan kondisi
dari lembab menuju kering sangat membantu terjadinya formasi metabauksit.
Pada bagian atas profil, goethit dan gibsit melepaskan air dan berubah menjadi
hematit dan boehmit.
Kriptobauksit
Kriptobauksit merupakan endapan bauksit laterit yang tertutupi oleh
lapisan lempung tebal. Sangat jarang ditemui di daerah pelapukan tropis serta
jarang juga membentuk endapan yang ekonomis utuk ditambang.
Kriptobauksit dicirikan oleh fase mikro-agregat yang berkomposisi kaolinit yang
mengandung gibsit dan goethit. Kriptobauksit tersebar sangat banyak di daerah
Amazonia.
Table 1 Klasifikasi endapan bauksit laterit
Sumber: Ore Deposit Geology and its Influence on Mineral Exploration (Richard, 1986)
Pembagian sederhana dari Grubb didasarkan pada ketinggian topografi
dari deposit yang terbentuk. Hutchison menggabungkan dua kelas dari
klasifikasi Grubb ke dalam satu kelas yang diberi nama lateritic crust.
Pembahasan mineralogi dan geokimiadari bauksit laterit dapat ditemukan dalam
penjelasan dari Maynard (1983) yaitu sebagai berikut,
High level or upland bauksit
Bauksit ini biasanya terjadi pada batuan beku atau vulkanik yang
membentuk lapisan tebal dengan ketebalan mencapai 30 m. Lapisan ini menutup
zona plato di daerah iklim tropis dan subtropis. Contoh dari bauksit jenis
ini adalah di Deccan traps (India), Quessland, Ghana, dan Guinea. Bauksit
jenis ini memiliki kenampakan yang berpori dan rapuh menunjukkan tekstur
15. 14
batuan asal dan didominasi oleh gibbsitic. Pembentukan bauksit laterit sebagian
besar dikontrol oleh pola kekar pada batuan asal.
Low level peneplain-type bauksit
Bauksit jenis ini biasanya terjadi pada level yang rendah disepanjang garis
pantai tropis, misalnya di daerah Amerika Selatan, Australia dan Malaysia.
Mereka dibedakan oleh perkembangan dari tekstur pisolitic dan mempunyai
komposisi boehmitic. Deposit yang bertipe peneplain biasanya mempunyai
ketebalan kurang dari 9m dan biasanya dipisahkan oleh kaolinitic underclay
dari batuan asalnya. Mereka biasanya sering berasosiasi dengan detrital bauksit
horizon yang diproduksi oleh aktivitas sungai dan laut.
Karst bauksit
Jenis ini termasuk jenis bauksit laterit yang tertua yang pernah diketahui.
Ditemukan di daerah Mediterania, Jamaika, dan Hispaniola. Bauksit laterit jenis
ini berada pada permukaan karst batu gamping dan dolomit yang tidak teratur.
Tekstur karst bauksit laterit cukup bervariasi.
Transported or sedimentary bauksit
Bauksit jenis ini merupakan kelas yang kecil dari bauksit laterit non
residual yang dibentuk oleh erosi dan redeposit dari material bauksit.
2.3 Bentuk Endapan Bauksit Laterit
Bauksit laterit merupakan endapan sekunder berupa residual. Bauksit laterit
mengganti dan terakumulasi di atas batuan asalnya yang telah terlapukkan. Oleh
karena itu, endapan bauksit laterit terakumulasi relatif datar sesuai dengan relief batuan
asalnya yang berupa permukaan datar pada saat sebelum terjadi proses pelapukan dan
leaching. Dataran tinggi bauksit laterit yang ditemukan sekarang merupakan sisa dari
permukaan datar pada masa lampau yang memiliki kemiringan 1o
-5o
, sehingga secara
regional paleo-surface yang sama mungkin terbentuk pada ketinggian yang berbeda.
2.4 Zona Endapan Bauksit Laterit
Endapan bauksit laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona lapisan. Yaitu
tanah penutup, pisolitic, nodular ironstone dan zona lempung. Kadar alumina
terbanyak berada pada zona pisolitic yang kadar aluminanya di atas 45%. Zona
pisolitic inilah yang nantinya akan ditambang. Zona lain yang memiliki kadar
alumina rendah akan dibuang dan menjadi overburden dan waste.
16. 15
2.5 Basis Data dan Evaluasi Data
2.5.1 Data Utama dan Rekapitulasi Data
Pembuatan suatu model sumberdaya atau cadangan yang representatif dan
cukup detail membutuhkan tingkat ketelitian tinggi dan waktu pengerjaan yang
lama, sehingga perlu pemodelan endapan dengan komputerisasi. Adapun data
utama yang diperlukan antara lain, (a) lokasi data (x, y, z) berupa data singkapan
dan data pemboran, (b) data interval, (c) data kadar, (d) informasi geologi.
Tahapan selanjutnya, yakni dengan data yang telah diverifikasi dilanjutkan proses
rekapitulasi data. Penyusunan rekapitulasi data disusun dalam bentuk tabel.
2.5.2 Teknik Komposit
Teknik komposit digunakan untuk mereduksi jumlah data. Teknik ini
mereduksi adanya efek pencilan data (sangat tinggi maupun sangat rendah) dan
bersifat erratik sehingga dapat dikorelasikan untuk jenjang penambangan (bench
composite). Outline (batas bijih) dapat ditentukan secara vertikal dan secara
horizontal. Secara vertical untuk menentukan batas badan bijih berdasarkan data
komposit dalam satu lubang bor. Secara horizontal untuk menentukan batas badan
bijih dalam suatu areal pada suatu distribusi lubang bor.
Gambar 2 Zona Horizon atau Lapisan Endapan Bauksit laterit
17. 16
Gambar 3 Ilustrasi Perhitungan Kadar
2.5.3 Statistika Dasar
Statistika adalah suatu displin ilmu matematika yang digunakan untuk
merancang proses pengumpulan data, meringkas, menginterpretasikan, dan
menggambarkan data, serta menarik kesimpulan.
Dalam statistika terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:
1. Deskripsi univarian adalah deskripsi yang dapat digunakan untuk
melihat hubungan antar data dalam satu populasi, tanpa
mempertimbangkan faktor posisi dari data-data tersebut.
2. Deskripsi bivarian adalah deskripsi yang dapat digunakan untuk
melihat hubungan antara dua populasi data yang berbeda, pada posisi
yang sama,
3. Deskripsi ruang adalah deskripsi yang dapat digunkan untuk melihat
kumpulan data dengan mempertimbangkan faktor ruang (posisi) dari
data tersebut (geostatistik)
Tujuan dari analisis statistik adalah untuk melihat hubungan antara data
dalam populasi yang sama atau hubungan antara data-daya dalam satu populasi
dengan data dalam populasi lainnya. Dalam analisis statistik satu populasi data
dapat disajikan dalam bentuk histogram maupun deskripsi univarian.
2.5.3.1 Statistika Univarian
- Rata-rata sampel merupakan parameter lokasi dimana data terpusat,
dihitung dengan cara jumlah semua nilai data yang diamati dibagi
dengan banyaknya data yang diamati
18. 17
- Median (med) adalah niali tengan pada sekelompok data yang telah
diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar
- Modus (mod) adalah nilai dari sekelompok data yang memiliki
frekuensi tertinggi atau nilai yang sering muncul
- Quartil bawah, tengah, atas (25%, 50%, 75% percentiles). Jika
memiliki n buah data yang telah diurutkan, maka quartil bawah (25%
percentiles) adalah data yang terletak pada urutan (n/4), quartil tengah
adalah median, dan quartil atas adalah data yang terletak pada urutan
(3n/4).
- Nilai jarak (range), merupakan selisih anatara nilai data yang terbesar
dengan nilai data terkecil.
- Variansi adalah ukuran sebaran data
- Simpangan baku (standard deviation) adalah nilai yang mengukur
selisih indiovidi data terhadap nilai rata-rata hitung, dalam suatu
populasi.
- Histogram adalah suatu populasi data yang disajikan dalam bentuk
tabel frekuensi dan histogram. Dalam tabel frekuensi, populasi data
dibagi ke dalam beberapa kelas, yang kemudian ditentukan jumlah
data yang berada dalam tiap kelas (frekuensi). Hasil dari tabel
frekuensi digambarkan dalam suatu histogram
Lebar kelas umumnya ditentukan dengan:
Dimana k merupakan banyaknya kelas.
Banyaknya kelas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
K = 1 + 3.322 log n (H.A Sturgers, 1926)
- Ukuran kemiringan kurva (skewness) menyatakan simetris atau
tidaknya suatu kurva histogram.
Suatu histogram dikatakan negative skewness jika med > , dan
positive skewness jika med <
19. 18
Gambar 4 Skewness dari beberapa Kurva Histogram
- Ukuran keruncingan kurva (kurtosis), menggambarkan ukuran
keruncingan kurva histogram. Dari tingkat keruncingan, kurva dapat
dibedakan menjadi, leptokurtis (meruncing), platykurtis (mendatar),
dan mesokurtis (normal). Kurva distribusi dikatakan nomal jika nilai
kurtosisi mendekati 3.
- Pencilan (outlier) adalah suatu data yang jauh berbeda dibandingkan
terhadap keselurahan data. Data yang berbeda ini disebabkan oleh
kesalahan pada conto, analisis, atau terjadi pemfilteran. Terdapat
beberapa metode yang paling umum untuk menentukan batasan
pencilan dalam suatu analisis yakni mempergunakan nilai kuartil dan
jangkauan.
2.5.3.2 Statistika Bivarian
Metode statistik dapat juga untuk menganalisis distribusi dua buah
kumpulan peubah yang berbeda tetapi terletak pada lokasi yang sama. Metode
statistik bivarian yang biasa digunakan adalah diagram pencar (scatter plot), yaitu
penggambaran dua peubah dalam satu grafik X-Y. Kedua peubah mempunyai
hubungan positif jika kedua peubah tersebut cenderung menunjukkan nilai yang
berbanding terbalik, maka kedua peubah tersebut mempunyai hubungan negatif.
Apabila penyebaran data kedua peubah cenderung acak, maka kedua peubah
tersebut dikatakan tidak mempunyai hubungan
Gambar 5 Diagram pencar beberapa pasangan data yang menunjukkan hubungan korelasi antar pasangannya
20. 19
2.6 Metode Estimasi Sumberdaya
Perhitungan sumberdaya merupakan hal yang paling vital dalam kegiatan
eksplorasi. Perhitungan yang dimaksud di sini dimulai dari sumberdaya sampai pada
cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses eksplorasi.
Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan untuk mengevaluasi
apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan layak untuk di tambang atau
tidak.
Penaksiran perlu dilakukan untuk menentukan nilai data pada titik-titik lokasi
(grid) yang belum memiliki nilai, dengan menggunakan distribusi nilai pada titik-titik
data disekitarnya, melalui suatu pembobotan. Pembobotan ini pada umumnya didasarkan
pada :
1. Jarak antara grid yang akan ditaksir dengan grid penaksir
2. Kecenderungan penyebaran data
3. Posisi antara grid yang ditaksir dengan grid penaksir dalam ruang.
2.6.1 Metode Poligon
Metoda poligon merupakan metoda perhitungan yang konvensional.
Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan
mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon
ditaksir dengan nilai conto yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda
ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence).
Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan
satu garis sumbu.
Metoda poligon ini merupakan metoda perhitungan yang konvensional.
Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan
mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon
ditaksir dengan nilai conto yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda
ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence).
Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan
satu garis sumbu.
Gambar 6 Metode Poligon
21. 20
2.6.2 Metode Penampang
Metode penampang menggambarkan kondisi endapan, bijih, tanah
penutup (overburden) pada penampang-penampang vertikal. Perhitungan luas
masing-masing elemen tersebut dilakukan pada masing-masing penampang.
Perhitungan tonase dan volume dilakukan dengan rumus-rumus yang sesuai.
Metode penampang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Membuat irisan-irisan penampang melintang yang memotong endapan
bauksit laterit yang akan dihitung
b. Menghitung luas bauksit laterit dan overburden tiap penampang
c. Setelah luasan dihitung, maka volume dan tonase dihitung dengan
rumusan perhitungan. Perhitungan volume tersebut dilakukan
dilakukan dengan menggunakan satu penampang, dua penampang,
tiga penampang dan rangkaian banyak penampang.
2.7 Klasifikasi Sumberdaya Mineral
Ketentuan dan peraturan sumberdaya dan cadangan mineral pada industri
pertambangan memiliki batasan-batasan yang bervariasi di masing-masing perusahaan
maupun negara. Namun dewasa ini telah ada usaha-usaha penyeragaman pedoman
standar pelaporan sumberdaya mineral yang dipelopori oleh lembaga terkait dari
beberapa negara yang selama ini banyak menjadi acuan perkembangan ilmu geologi dan
pertambangan.
Menurut pedoman klasifikasi sumberdaya bijih yang dituangkan pada JORC
(Joint Ore Reserve Comitte) Code 1999, dimana pedoman ini mulai diterapkan di
Australia dan Selandia Baru serta banyak dijadikan pertimbangan oleh industri
pertambangan di seluruh dunia semenjak pertemuan CMMI 1999 di Geneva yang
menjadikannya sebagai acuan dalam penyusunan panduan-panduan yang dipakai
Amerika (SME 1999), UK (IMM 2001), Kanada (CIM 2000) maupun Afrika Selatan
(SAMREC 2000) yang merupakan negara-negara paling berpengaruh pada
perkembangan ilmu pertambangan , menyatakan bahwa beberapa pertimbangan penting
harus dimasukkan dalam menentukan klasifikasi sumberdaya ke dalam kategori terukur
(measured), terindikasi (indicated) dan tereka (inferred).
Suatu metode khusus telah dibuat berdasarkan pedoman ini pada tambang bijih
untuk membantu pengelompokan kategori sumberdaya mineral dengan beberapa
pertimbangan sehingga menghasilkan tingkat kepercayaan relatif yang dapat
dikorelasikan sepanjang badan bijih. Metode ini diteliti oleh para ahli yang berkompeten
(competent person) untuk membantu intuisi para geologist dalam penyelidikan/
eksplorasi badan bijih dengan pendekatan yang konsisten. Penelitian tersebut
menghasilkan garis besar klasifikasi sumberdaya bijih sebagai berikut:
1. Sumberdaya tereka (inferred resources), yaitu pada area-area yang telah dilakukan
pemboran/sampling dengan spasi yang lebih besar dari 50 m atau pada badan bijih
yang sulit dilakukan interpretasi antar section. Sumberdaya mineral yang dimana
tonase, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat keyakinan
22. 21
rendah. Pada tahapan ini dilakukan asumsi dari fakta-fakta geologi yang ada, dan
tidak ada verifikasi dari informasi geologi dan/atau kemenerusan kadar. Informasi-
informasinya disapat dari lokasi outcrop, puritan, test-pit, lubang bor dimana
informasi yang didapat terbatas dan kualitasnya tidak pasti dan masih diragukan.
2. Sumberdaya terindikasi (indicated resources), yaitu apabila pemboran/sampling
dilakukan dengan jarak spasi 25-50 m dan pada badan bijih yang cukup tebal/
strukturnya cukup jelas. Sumberdaya mineral dimana tonase, density, bentuk,
karateristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan range dari
reasonable sampai confidence. Estimasi didasarkan pada informasi eksplorasi,
sampling, dan hasil pengujian yang terkumpul melalui teknik-teknik tertentu yang
teruji dari lokasi pengambilan sample misalnya singkapan, trench (paritan), sumur uji
(test pit) atau lubang bor. Lokasi yang diteliti terlalu luas dibandingkan informasi-
informasi yang dikumpulkan sehingga tidak cukup untuk digunakan mengkonfirmasi
geologi dan/atau kemenerusan kadar tetapi cukup untuk melakukan asumsi
kemenerusannya.
3. Sumberdaya terukur (measured resources), yaitu apabila pemboran dilakukan pada
jarak spasi 12.5 – 25 meter. Sumberdaya mineral dimana tonase, kerapatan, bentuk,
karateristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat
keyakinan yang tinggi. Estimasi didasarkan pada informasi detail yang didapat dari
kegiatan eksplorasi, sampling, dan data data yang dikumpulkan dari lokasi-lokasi
singkapan, trench (paritan) ,sumur uji (test pit), lubang bukaan dan lubang bor dan
telah teruji dengan menggunakan teknik tertentu. Antar luas lokasi penelitian dengan
data-data yang dikumpulkan mempunyai relasi yang kuat sehingga cukup untuk
mengkonfirmasi kemenerusan geologi dan/atau kadar.
Secara sederhana, sumberdaya mineral merupakan hasil pemodelan cebakan dan
perhitungan nilai potensi mineral berharga berdasarkan interpretasi geologi setempat.
Sedangkan cadangan mineral adalah bagian lebih kecil dari sumberdaya yang dapat
dinyatakan layak dan bisa ditambang.
Gambar 7 Hubungan umum antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan bijih menurut JORC Code
and Guidelines Resources and Reserves (Durham, 2000)
23. 22
BAB III
PENGOLAHAN DATA
3.1 Langkah Kerja
Proses pengerjaan yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1. Persiapan Basis Data
Persiapan dimulai dengan mengolah data assay, yakni membagi profil-
profil laterit dari setiap lubang bor yang ada. Horizon 1 pada setiap lubang bor
ditentukan. Untuk profil dengan kadar yang lebih besar dari 35% termasuk sebagai
bauksit laterit. Hal ini disesuaikan dengan horizon bauksit laterit pada umumnya
yang dibagi atas top soil (overburden), zona bauksit, weathered bedrock dan
bedrock (batuan dasar/asal). Setelah itu membuat horizon 2. Kadar bauksit laterit
yang kadarnya jauh di atas 35% dibuat mendekati 35% dengan menjadikan top
soil dan bedrock sebagai bauksit laterit. Data kadar kadarAl2O3, Fe2O3, dan SiO2
dibagi menjadi ply-ply untuk setiap lubang bor. Pembagian tersebut umumnya
berdasarkan ketebalan per 0,5 m Serta melakukan reduksi data pencilan yang
tertinggi dan terendah sehingga akan dihasilkan tiga horizon yakni top soil
(overburden), zona bauksit dan bedrock (batuan dasar/asal).
Gambar 8 Horison Bauksit Laterit secara Umum
2. Membuat Rekapitulasi Data
Pada bagian rekapitulasi terdapat tebal dari lapisan. Ketebalan ini
ditentukan dengan mengurangi antara to dengan from. Setelah itu kadar Al2O3,
Fe2O3, dan SiO2 ditentukan dari horizon 2 (data akhir) yang dibuat sebelumnya
hingga mencapai keseluruhan data lubang bor yang diberikan
24. 23
3. Membuat Analisis Statistika
Pada proses ini menggunakan aplikasi ‘RockWorks 15’. Cakupan data analisis
meliputi kadar Al2O3, Fe2O3, dan SiO2, dengan analisis univarian, bivarian, dan
multivarian.
4. Plotting Lubang Bor
Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah melakukan plotting lubang bor
berdasarkan kordinat dari setiap titik bor. Proses ini menggunakan aplikasi “Surfer 12”.
Setelah itu membuat sebuah peta sebaran lubang bor dengan format standar.
5. Membuat Peta Topografi
Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah membuat peta topografi dengan
menggunakan data borehole. Proses ini menggunakan aplikasi “Surfer 12”. Setelah itu
membuat sebuah peta dasar dengan format standar (memuat judul peta, arah utara, skala
batang dan legenda).
6. Pembuatan Poligon dan Penampang Endapan Bauksit Laterit dan Top Soil
Lakukan perhitungan sumberdaya top soil dan bauksit laterit dengan
menggunakan metode poligon dan metode penampang. Daerah pengaruh sumberdaya
terukur, tertunjuk dan tereka secara berturut-turut diasumsikan sebesar 25 m; 45 m dan
65 m.
Kedua metode ini menggunakan aplikasi ‘AutoCAD 2016’ dan ‘Autodesk Land
Desktop 2009’ untuk metode penampang. Jika daerah pengaruh sumberdaya terukur
dibuat sebesar 25 m, maka didapatkan lingkaran-lingkaran yang tidak saling berpotongan
pada metode poligon. Sementara itu, pada metode penampang dengan adanya daerah
pengaruh sebesar 25 m, maka dibuat ekstrapolasi dari titik bor terluar sejauh 25 m serta
lakukan penggabungan antara area masing masing radius poligon yang telah dilakukan.
Hasil perolehan luas dari poligin akan dikalikan dengan tebal, specific gravity,
concression factor, geological losses 10% sedangkan hasil perolehan luas penampang
dikalikan jarak antar penampang, specific gravity, concression factor, geological losses
10%. Alhasil dari kedua perbandingan data tonnage (ton) kedua metode dilakukan
analisis. Serta perbedaan untuk perolehan tonnage (ton) tidak perlu dikalikan concression
factor dan geological losses 10%.
26. 25
Grafik 1 Histogram dan Data Statistik Al2O3
3.2.2 Statistik Data Univariat
1. Statistik Al2O3
Statistika Deskriptif Al2O3
Mean 39.02066167
Standard Error 0.367188151
Median 38.35
Mode 38.84
Standard Deviation 10.39213825
Sample Variance 107.9965374
Kurtosis 0.37254365
Skewness 0.303177111
Range 56.01
Minimum 11.87
Maximum 67.88
Sum 31255.55
Count 801
Confidence Level (95.0%) 0.720766009
Analisis:
Dari histogram Al2O3 yang berjumlah 801 data di atas dapat dilihat bahwa
histogram tersebut terdistribusi hampir normal dengan total jumah data 31255.55
yang merupakan populasi tunggal karena memiliki positive skewness
(kecondongan data kearah kanan) 0,303177111 (mendekati nol) dan nilai median
38,35 ≈ nilai mean 39,02006. Selain itu juga dibuktikan pernyataan positive
skewness dikarenakan nilai mean lebih besar daripada nilai median dan
berdasarkan dari histogram menjelasakan suatu distribusi memiliki ekor yang
27. 26
Grafik 2 Histogram dan Data Statistik Fe2O3
lebih memanjang ke kanan. Standar deviasi pada histogram Al2O3 adalah
10,39214, sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,26632 yang
menunjukan bahwa penyebaran data kadar Al2O3 cukup bervariasi, cenderung
tidak homogen dan menyebar. Range data memperlihatkan jangkauan yang cukup
jauh, yaitu 56,01 dengan kadar tertinggi 67,99 dan kadar terendah 11,87. Dari data
ini kita dapat menentukan jumlah sumberdaya bauksit laterit, karena data
terdistribusi secara normal dan kita mempunyai data persebaran spasial
kandungan endapan tersebut.
2. Statistik Fe2O3
Statistika Deskriptif Fe2O3
Mean 17.32706617
Standard Error 0.273809212
Median 15.7
Mode 18.64
Standard Deviation 7.74933281
Sample Variance 60.05215901
Kurtosis 0.530743971
Skewness 0.876249566
Range 44.03
Minimum 3.99
Maximum 48.02
Sum 13878.98
Count 801
Confidence Level (95.0%) 0.53746934
28. 27
Grafik 3 Histogram dan Data Statistik SiO2
Analisis:
Dari histogram Fe2O3 di atas yang berjumlah 801 dapat dilihat bahwa
histogram tersebut memiliki jumlah data sebanyak 13878.98 dengan arah
kemencengan ke kanan dan skewness positif 0,876249566 (mendekati satu)
dengan populasi tunggal. Data kurtosis pada tabel Fe2O3 menunjukkan
0.530743971. Serta nilai median 15,7 < nilai mean 17,32707. Dengan kata lain,
histogram menjelaskan suatu distribusi memiliki ekor yang lebih memanjang ke
kanan sebagai bukti data cenderung condong kanan. Standar deviasi pada
histogram Fe2O3 adalah7,7493281, sedangkan sample variasi mempunyai nilai
60.05215901yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar Fe2O3 cukup
bervariasi, cenderung tidak homogen dan menyebar. Adapun rincian kadar
tertinggi yakni 48.02, kadar terendah 3.99 dengan range (selisih data tertinggi
dengan terendah) sejumlah 44.03. Histogram ini memperlihatkan kadar yang
dominan adalah kadar yang rendah dibandingkan kadar yang tinggi.
3. Statistik SiO2
Statistika Deskriptif SiO2
Mean 22.17243446
Standard Error 0.275973697
Median 21.81
Mode 23.34
Standard Deviation 7.810591955
Sample Variance 61.00534669
Kurtosis -0.754217961
Skewness -0.017320907
Range 40.86
29. 28
Minimum 1.56
Maximum 42.42
Sum 17760.12
Count 801
Confidence Level (95.0%) 0.541718081
Analisis:
Dari histogram SiO2 di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut
terdistribusi hampir normal karena memiliki skewness -0,01322 (mendekati nol).
Jumlah data kadar SiO2 sebanyak 17760,12. Berdasarkan dari histogram pula
menunjukkan nilai modus lebih besar dari median yakni nilai median 22,345 ≈
nilai mean 22,68549. artinya kecondongan data ke arah kiri (negative skewness)
serta menjelaskan suatu distribusi memiliki ekor yang lebih memanjang ke kiri.
Namun terlihat bahwa histogram tersebut memiliki dua buah puncak (bimoidal).
Hal ini menunjukan bahwa data berasal dari dua buah populasi yang terdiri dari
puncak yang tinggi mewakili nilai background, sedangkan puncak yang lebih
rendah mewakili nilai anomali. Standar deviasi pada histogram SiO2 adalah
7,37873, sedangkan koefisien variasi mempunyai nilai 0,32526 yang menunjukan
bahwa penyebaran data kadar SiO2 cukup bervariasi, cenderung tidak homogen
dan menyebar. Histogram dengan skewness negatif, namun sangat mendekati nol
yang menunjukan bahwa dominasi kadar rendah dan kadar tinggi hampir sama.
30. 29
3.2.3 Statistik Data Bivariat
1. Statistik Al2O3 terhadap Fe2O3
Grafik 4 Kadar Al2O3 terhadap Fe2O3
Analisis:
Dari hasil scatterplot di atas menunjukan bahwa gradient dari garis yang
terbentuk memiliki nilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa perbandingan antara
kadar Al2O3 dan kadar Fe2O3 adalah berbanding terbalik, dengan nilai hasil
regresi R2
= 0,2911. Hal ini ditunjukkan dari persamaan pada hubungan grafik
Kadar Al2O3 terhadap Fe2O3 yakni y = -0.4023x + 33.025, nilai minus pada
variabel x didepan konstanta yang memperlihatkan hubungan berbanding
terbalik. Sehingga kadar yang tinggi pada Al2O3 dapat diamati pada kadar yang
rendah pada Fe2O3, dan sebaliknya. Hal ini bergantung pada proses
terbentuknya endapan bauksit laterit tersebut. Dimana pada saat proses
pelindian, dan kandungan Al2O3 akan tahan terhadap proses tersebut sehingga
mengakibatkan endapan bauksit laterit akan berada pada lapisan di atas lapisan
Fe2O3 yang mengalami proses perlindihan tersebut perlahan lapuk dan
kandungannya akan berkurang, berbanding dengan Al2O3 kandungannya akan
tetap, namun akibat supergene enrichment, maka mengakibatkan kandungan
Al2O3 akan cenderung naik.
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
0 20 40 60 80
kadarFe2O3
Kadar Al2O3
Al2O3 Vs Fe2O3
Y
Predicted Y
31. 30
2. Statistik Al2O3 terhadap SiO2
Grafik 5 Kadar Al2O3 terhadap SiO2
Analisis:
Dari hasil scatter plot di atas menunjukan bahwa gradien dari garis yang
terbentuk memiliki nilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa perbandingan antara
kadar Al2O3 dan kadar SiO2 adalah berbanding terbalik, dengan nilai hasil regresi
R2
= 0.4149. Sehubungan dengan hasil dari persamaan liner hubungan kadar
Al2O3 dan SiO2 yakni y = -0.4841x+ 41.063 dimana ditunjukkan hasil minus
didepan konstanta pada variabel x sehingga hubungan kadar berbanding terbalik.
Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Al2O3 yang tinggi dapat teramati SiO2
yang rendah dan sebaliknya. Hal ini dapat dikorelasikan dengan proses
terbentuknya endapan bauksit laterit tersebut sama seperti pada analisa, dimana
kandungan dalam tanah akan mengalami proses pelindihan, dan kandungan
Al2O3 akan tahan terhadap proses tersebut sehingga mengakibatkan endapan
bauksit laterit akan berada pada lapisan di atas. SiO2 yang mengalami proses
pelindihan dan pelapukan tersebut perlahan kandungannya akan berkurang,
berbanding dengan Al2O3 kandungannya akan tetap, namun akibat supergene
enrichment, maka mengakibatkan kandungan Al2O3 akan cenderung naik.
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
0 20 40 60 80
SiO2
Al2O3
Al2O3 Vs SiO2
SiO2
Predicted SiO2
32. 31
3. Statistik Fe2O3 terhadap SiO2
Grafik 6 Kadar Fe2O3 terhadap SiO2
Analisis:
Dari hasil scatter plot di atas menunjukan bahwa gradient dari garis yang
terbentuk cenderung datar, namun masih menunjukan kemiringan negatif yang
sangat kecil dengan nilai regresi yang diperoleh R2
= 0,0133. Hal ini ditunjukkan
dengan persamaan antara hubungan kadar keduanya yakni y = -0.1162x + 24.187.
Serta distribusi persebaran scatterplot yang sangat tersebar menunjukkan bahwa
kandungan Fe2O3 tidak memiliki hubungan dengan SiO2. Apabila kita lihat dalam
genesa terbentuknya endapan bauksit laterit Fe2O3 dan SiO2 merupakan mineral
yang tidak tahan pelapukan jadi keduanya tidak akan kita temukan banyak
bersama dalam suatu endapan bauksit laterit.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 20 40 60
SiO2
Fe2O3
Fe2O3 Vs SiO2
Y
Predicted Y
SiO2
Predicted SiO2
33. 32
3.2.4 Statistik Data Multivariat Terner Diagram (Al2O3 - Fe2O3 -SiO2)
Grafik 7 Tri-Lateral Diagram Al2O3 vs Fe2O3 vs SiO2
Analisis Multivariat:
Terlihat dari diagram di atas nilai terakumulasi membentuk menjadi sebuah
kontur data dengan rata-rata kandungan Al2O3 yang tinggi dibandingkan dengan
kadar Fe2O3 dan SiO2. Grafik tersebut mencapai jumlah maksimum pada kadar Al2O3
yaitu sekitar 42%, kadar Fe2O3 yaitu 23%, dan kadar SiO2 yaitu 35%, yang kemudian
terdistribusi merata pada daerah sekitar kadar tersebut.
35. 34
BAB IV
PERHITUNGAN SUMBERDAYA METODE POLIGON
4.1 Konstruksi poligon
Metode poligon ini merupakan metode yang sederhana dibandingkan
dengan metode lainnya, karena pada perhitungan sumberdaya endapannya tidak
memperhatikan struktur parsial daerah yang akan diobservasi dan tidak
memperhatikan data-data dari titik-titik bor disekitarnya. Sebelum melakukan
perhitungan dengan metode poligon terlebih dahulu diketahui variabel yang
mempengaruhi perhitungan, diantaranya:
Luas blok/poligon yang akan dihitung.
Ketebalan endapan batubara pada lubang bor yang terletak pada blok yang
akan dihitung cadangan endapan batubaranya.
SG (Spesific Gravity) batubara yang terletak pada blok yang akan dihitung
Metode penaksiran ini menggunakan titik data sebagai sentral data yang mewakili
suatu areal tertentu. Metode poligon pada umumnya digunakan dalam perhitungan
cadangan endapan yang relatif homogen dan geometri sederhana. Kadar pada suatu
luasan tertentu ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon.
Gambar 9 Kontruksi Metode Poligon
36. 35
4.2 Prosedur dan Asumsi Perhitungan
Prosedur pengerjaan menentukan luas hingga mendapatkan tonnage (ton)
sumberdaya bauksit dan top soil dengan metode poligon, yakni
1. Lakukan verifikasi data sekunder berupa data easting, northing dan elevasi
titik persebaran lubang bor dapat digunakan Microsoft Excel 2016.
2. Lakukan proses grid data dari Microsoft Excel 2016 data lalu di import ke
AutoCAD 2016 software dalam bentuk dxf.
Gambar 10 Peta Persebaran Lubang Bor
37. 36
3. Buat lingkaran terhadap tiap-tiap lubang bor yang telah dibuat sebelumnya
pada Surfer 12 software.
Gambar 11 Penentuan Garis Pengaruh
4. Untuk setiap lubang bor ditentukan suatu daerah pengaruh yang dibentuk
oleh garis-garis berat antara titik terdekat keduanya. Garis-garis tersebut
diekstensikan sejauh jarak dari titik yang membentuk titik daerah pengaruh.
5. Masing-masing daerah atau blok diperlukan sebagai poligon yang memiliki
kadar dengan ketebalan yang konstan yaitu sama dengan kadar dan lubang
titik bor dalam poligon tersebut.
38. 37
6. Taksir luasan dalam poligon dengan conto yang berada dalam tengah-tengah
lingkaran.
7. Bagi dua jarak terhadap daerah pengaruh antara dua titik conto dengan garis
sumbu.
8. Lakukan aplikasi trim yang berada di AutoCAD 2016 software untuk
menaksir luasan lubang bor sehingga membentuk poligon.
Gambar 12 Pembuatan Garis Batas Poligon
Gambar 13 Gambar Hasil Proses Trim pada Auto CAD 2016 software
39. 38
9. Hitung luas daerah atau blok dari poligon (m2
) yang telah terbentuk.
10. Hitung volume endapan bauksit laterit dalam (m3
) dengan cara mengalikan
luas (m2
) dengan ketebalan endapan bauksit laterit didaerah
Gambar 14 Hasil Kontruksi Metode Poligon
11. Hitung tonnage endapan bauksit laterit dalam (ton) dengan cara mengalikan
volume (m3
) dengan nilai specific gravity (SG) dan nilai concression factor
hanya untuk perhitungan sumberdaya bauksit laterit.
12. Demikian juga perhitungan sumberdaya bauksit laterit dan top soil pada
blok-blok lainnya sehingga didapat tonnage total sumberdaya endapan
bauksit laterit pada endapan tersebut. Hal ini dilakukan dengan pengerjaan
yang sama dengan radius yang berbeda-beda secara berturut-turut 25 m; 45
m dan 65 m.
4.3 Hasil Perhitungan
Adapun hasil perhitungan dalam menentukan sumberdaya top soil dan bauksit
laterit dengan radius secara berturut-turut 25 m, 45m dan 65 m terakumulasi sebagai
berikut:
4.3.1 Jumlah Sumber Daya Top soil
Jumlah Sumber Daya Top soil adalah 730,000 Ton (tabel perhitungan
terlampir).
4.3.2 Jumlah Sumber Daya Bauxite
Jumlah Sumber Daya Bauxite adalah 2,200,000 Ton (tabel perhitungan
terlampir).
40. 39
BAB V
PERHITUNGAN SUMBERDAYA METODE PENAMPANG
5.1 Kontruksi penampang
Pada prinsipnya, perhitungan sumberdayadengan menggunakan metoda
penampang ini adalah mengkuantifikasikan sumberdaya dan cadangan pada suatu
areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan dapat mewakili
model endapan pada daerah tersebut.
Pada masing-masing penampang akan diperoleh luas (m2
) dan luas
overburden (m2
). Volume dan overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas
terhadap jarak pengaruh penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3
(tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang.
a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang.
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai
daerah pengaruh hanya terhadap penampang yang dihitung saja
Gambar 15 Perhitungan Volume Menggunakan Satu Penampang
Volume = (A x d1) + (A x d2)
dimana :
A = luas overburden/ endapan bauksit laterit
d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh
penampang tersebut. Jika penampang tunggal tersebut merupakan
penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk
41. 40
poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah
pengaruh titik bor (poligon) tersebut.
b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada
areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah
variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. Jika tidak
terlalu berbeda (Gambar 5.2a), maka dapat digunakan rumus mean area &
rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar
5.2b) maka digunakan rumus obelisk.
Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
Rumus mean area :
Gambar 16 Perhitungan Volume Menggunakan Dua Penampang
42. 41
Rumus kerucut terpancung :
Rumus obelisk :
c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang
Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras)
pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara
untuk mereduksi kesalahan (Gambar 5). Untuk menghitungnya digunakan rumus
prismoida.
Gambar 17 Perhitungan Volume Menggunakan Tiga Penampang
43. 42
Rumus prismoida :
5.2 Prosedur dan Asumsi Perhitungan
Prosedur pengerjaan menentukan luas hingga mendapatkan tonnage (ton)
sumberdaya bauksit dan top soil dengan metode penampang, yakni
1. Menyimpan file peta kontur dari Surfer 12 dengan format dxf.
2. Buka file pada Auto CAD 2016 software, buat sepuluh buah penampang dalam
arah Utara-Selatan dengan interbal 65 meter antar penampang satu dengan
penampang lainnya.
3. Lakukan proses penamaan penampang berdasarkan urutan penampang yang
dibuat lalu simpan file dalam bentuk dwg.
4. Setelah itu, buka Auto Land Desktop 2009 untuk dilakukan proses pembuatan
peta penampang
5. Pisahkan 10 penampang untuk top soil dan 10 penampang untuk bauksit
6. Tahapan lanjutan, atur kedalaman dari litologi hubungan top soil dan bauksit
pada Auto CAD 2016 software.
7. Hitung luas masing-masing horizon (top soil dan bauksit) di tiap penampang
yang dihitung dengan aplikasi area pada Auto CAD 2016 software
44. 43
8. Hitung volume masing masing horizon yang didapat dari perkalian antara
luas, dan jarak antar penampang yang telah ditentukan sebelumnya dengan
metode mean area,
9. Hitung tonnage (ton) dari sumberdaya bauksit dan top soil dari hasil perkalian
antara volume, specific gravity, concression factor dan geological losses 10%
untuk estimasi bauksit sedangkan estimasi top soil hanya hasil perkalian dari
specific gravity dan volume
5.3 Hasil Perhitungan
5.3.1 Jumlah Sumber Daya Top soil
Jumlah Sumber Daya Top soil adalah 740,000 Ton (tabel perhitungan
terlampir).
5.3.2 Jumlah Sumber Daya Bauksit
Jumlah Sumber Daya Bauksit adalah 2,200,000 Ton (tabel perhitungan
terlampir).
45. 44
BAB V
PENUTUP
5.1 Ringkasan
Berdasarkan dari estimasi sumberdaya bauksit laterit dengan menggunakan dua
metode estimasi berupa metode poligon dan metode penampang diperoleh hasil yang
tidak terlalu signifikan perbedaan angka. Total sumberdaya top soil (overburden) dengan
menggunakan metode poligon diperoleh 732.419,94 ton atau sejumlah ±730.000 ton dan
total sumberdaya bauksit diperoleh 2.205.893,43 ton atau sejumlah ± 2,2 juta ton.
Sedangkan hasil estimasi sumberdaya top soil dengan menggunakan metode penampang
diperoleh 740.870,44 ton atau ± 740.000 ton dan total sumberdaya bauksit diperoleh
2.202.890,98 ton atau sejumlah ± 2,2 juta ton.
Perbedaan perbandingan data tonnage sumberdaya top soil menunjukkan aplikasi
estimasi sumberdaya dengan metode poligon kurang dari hasil estimasi dengan metode
penampang. Sedangkan data tonnage sumberdaya bauksit menunjukkan aplikasi estimasi
sumberdaya dengan menggunakan metode poligon lebih besar daripada hasil estimasi
dengan menggunakan metode penampang. Faktor-faktor variabel dari metode poligon
meliputi tebal, specific gravity, concression factor, dan geological losses 10% untuk
endapan bauksit sedangkan metode penampang meliputi jarak antar spasi penampang,
specific gravity, concression factor, dan geological losses 10%.
Selisih dari estimasi sumberdaya bauksit dengan menggunakan poligon dan
penampang sebesar ±3000 juta ton. Sedangkan untuk selisih estimasi top soil
(overburden) sejumlah ±8000 juta ton. Artinya terdapat galat dari hubungan kedua
metode estimasi tersebut. Metode poligon dan metode penampang memiliki kelebihan
dan kekurangan. Perbedaan mendasar dari hubungan tersebut dikarenakan pada metodee
poligon dianggap kondisi topografi pada daerah pengujian diasumsikan datar, sedangkan
pada metode penampang yang kondisi topografi sesuai dengan dari litologi dari endapan
di lapangan.
Dilihat dari aspek-aspek lain, metode estimasi sumberdaya dengan poligon
dikenal untuk kriteria endapan yang relatif homogen dan geometri yang sederhana.
Terlebih lagi, pada pengujian proyek ini memiliki persebaran titik lubang bor yang
cenderung teratur dan daerah pengujian endapan bauksit tidak terdapat bidang
diskontinuitas. Proses estimasi dari luasan (daerah pengaruh) memiliki pengaruh ke
segala arah dan faktor terpenting yakni ketebalan dari endapan yang berada ditengah
dengan menyesuaikan panjang radius. Sehingga metode poligon dinyatakan layak dalam
proses pengerjaan estimasi sumberdaya bauksit dengan mempertimbangkan kriteria-
kriteria pengaruh luasan.
Sementara itu, pengerjaan estimasi sumberdaya dengan metode penampang ini
merupakan hasil representatif yang mewakili model endapan pada daerah pengujian.
Metode ini cenderung sederhana apabila dilihat dari proses pengerjaan dibandingkan
dengan metode poligon. Proses estimasi penampang berdasarkan dari rekonstruksi
hubungan penampakan permukaan, geometri endapan dan faktor-faktor pembatas
lainnya. Berbeda dengan metode poligon, ketebalan horison diasumsikan bersifat kontinu
46. 45
sedangkan faktor terpenting yakni jarak antar penampang. Hal ini dikarenakan dapat
menentukan jumlah volume dari endapan tersebut.
Penentuan jumlah tonase sumberdaya yang representatif baik estimasi bauksit dan
to soil yang perlu diketahui untuk pengupasan tanah penutup merupakan perihal dasar
dalam eskplorasi detail. Apabila tahapan ini memiliki tingkat keyakinan yang rendah
maka tidak dapat beralih ke tahapan selanjutnya (feasibility study). Kesalahan-kesalahan
dalam estimasi dapat diminimalisir dengan memperoleh data-data yang lengkap dan
sebagai pelaksana pengujian diperlukan ketelitian dan bertanggung jawab atas metode
yang ditentukan dalam estimasi sumberdaya. Selain itu, pelaksana tugas dalam
pembuatan laporan estimasi sumberdaya akan semakin baik dalam mengolah data apabila
semakin banyak pengalaman untuk turut andil dalam proses awal hingga terbentuk suatu
laporan estimasi cadangan.
5.2 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ‘Tugas Besar Metode Estimasi Cadangan
Komoditi Bauksit’, antara lain:
1. Penentuan letak lubang bor dari drill hole (DH-01 hingga DH-44) (terlampir
dalam lampiran II)
2. Hasil analisis kadar Fe2O3, Al2O3, dan SiO2 pada endapan bauksit laterit,
kadar Al2O3 memiliki pengaruh paling besar dalam penentuan horison
bauksit laterit. Pengaruh hubungan tingkat kadar Al2O3 menentukan variasi
ketebalan dari horison bauksit sehingga berdampak pada besar atau kecil
nilai volume dan hasil tonase (ton) sumberdaya bauksit.
3. Hasil komposit dari profil endapan bauksit laterit (terlampir dalam lampiran
I)
4. Hasil total sumberdaya top soil dan bauksit dari kedua metode, sebagai
berikut:
Top soil
i. Jumlah sumberdaya top soil dengan menggunakan metode poligon adalah
5379.22 ton.
ii. Jumlah sumberdaya top soil dengan menggunakan metode penampang adalah
2904.93 ton.
Bauxite
i. Jumlah sumberdaya bauxite dengan menggunakan metode penampang adalah
814533.31 ton.
ii. Jumlah sumberdaya bauxite dengan menggunakan metode poligon adalah
863985.77 ton.
47. 46
5.3 Saran
Mengingat bentuk deposit dari bauksit adalah endapan residual, sistem
penambangan yang perlu diperhatikan adalah keakuratan dalam pengambilan sampe
serta tahapan ini, yakni estimasi cadangan. Dalam proses pengerjaan estimasi
sumberdaya bauksit dilakukan dengan sistematis dan memiliki progress (timeline)
yang jelas dan terarah. Proses pengerjaan dilakukan secara berurutan dari proses
mempersiapkan basis data, verifikasi data, komposit data, rekapitulasi, analisis data,
dan program basis komputerisasi. Dalam perhitungan penaksiran sumberdaya baik
untuk overburden dan endapan bauksit khususnya perlu adanya cross and check
setelah melakukan proses komputerisasi karena untuk proses pencegahan dalam
kesalahan input dan data yang tidak representatif. Besarnya nilai hasil estimasi
sumberdaya ini penting akan pendapatan yang akan diperoleh atau dengan kata lain
proyek ini layak dan ekonomis dan mempengaruhi tingakt kepercayaan geologi.
Sehingga untuk pengolahan dan proses analisis untuk mendapatkan hasil maksimal
memerlukan jam terbang tinggi atau orang yang berkompeten.
48. 47
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Notosiswoyo, Sudarto., Syafrizal Lilah, Mohamad Nur Heriawan, Agus Haris
Widayat.(2005).Diktat Mata Kuliah Metode Perhitungan Cadangan TE-3231.
Bandung : Teknik Pertambangan ITB
Syafrizal, 2015, Slide Kuliah Metode Perhitungan Cadangan TA-3103, Bandung :
Teknik Pertambangan ITB
International Alumunium Institute (IAI). 2008. Fourth Sustainable bauxite Mining
Report IV 2008
Noor. Pengetahuan Dasar Bijih Bauksit
Internet :
Anonim, http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/560/jbptitbpp-gdl-novritripr-27961-3-pagesfr-
2.pdf diakses tanggal 28 Desember 2015 pukul 10:09
Yonathan, Adrie. 2014. Perhitungan Penaksiran Cadangan.
http://dokumen.tips/documents/perhitungan-penaksiran-cadangan.html diakses
tanggal 28 Desember 2015 pukul 10:13
Suparny, Eny. 2015. Estimasi Cadangan Batu Gamping dengan Metode Cross Section
Dibandingkan dengan Metode Poligon di Areal Zona C Pulau Nusakambangan
Cilacap Jawa Tengah. http://repository.upnyk.ac.id/940/ diakses tanggal 28
Desember 2015 pukul 10:15