SlideShare a Scribd company logo
Definisi Mudharabah

with one comment

Secara bahasa mudharabah berasal dari akar kata dharaba – yadhribu – dharban yang
bermakna memukul. Dengan penambahan alif pada dho’, maka kata ini memiliki konotasi
“saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukoha
memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam
al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan
“al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi.

Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan
penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola perniagaan
yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal
memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari
labanya.

Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki
hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara
pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan. Dalam istilah
fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal
menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan
keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak
sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal.

Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-
Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas.

“Dan orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari keutamaan Allah” (Q.S.
Al-Muzammil : 20)

Ayat ini menjelaskan bahwa mudharabah ( berjalan di muka bumi) dengan tujuan
mendapatkan keutamaan dari Allah (rizki). Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
“Maka apabila shalat (jum’at) telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bumi
dan carilah keutamaan Allah” (Q.S al-Jum’ah : 10)

Dipandang secara umum, kandungan ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena
mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah
satu bentuk mencari keutamaan Allah.

Menurut Madzhab Hanafi rukun mudharabah itu ada dua yaitu Ijab dan Qobul.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun mudharabah ada tiga macam yaitu

   •   Adanya pemilik modal dan mudhorib,
   •   Adanya modal, kerja dan keuntungan,
   •   Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul.

Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

   1. Mudharabah                                                        muthlaqoh
       Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada
       pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang
       dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung
       jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha
       normal yang sehat (uruf)
   2. Mudharabah                                                     muqoyyadah.
       Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola
       dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan
       sebagainya




Definisi Musyarakah
with one comment

Pengertian secara bahasa

Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal
ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku
(fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar). Artinya menjadi sekutu
atau syarikat (kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti
mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian
dengan bagian lainnya, (An-Nabhani)

Pengertian secara fiqih

Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara 2 pihak atau
lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan memperoleh keuntungan.
(An-Nabhani)

Bentuk Musyarakah

Hukum Syirkah

Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap
syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada
masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw
membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah
‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah
selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku
keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari
meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , “Aku dan rekan kongsiku telah
membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.”

Lalu kami didatangi oleh Al Barra’ bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab,
” Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan kerja sama usaha.
Kemudian kami bertanya kepada Nabi saw. tentang tindakan kami. Baginda menjawab:
“Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan yang
(diperoleh) secara hutang, silakan kalian bayar“.

Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi adalah mubah. Imam Muslim pernah
meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah
memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil
tuaian buah dan tanaman”

Rukun Syirkah

Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu:

    1. Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah,
    2. Dua pihak yang berakad (’aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan
        pengelolaan harta,
    3. Objek aqad juga disebut ma’qud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau
        pekerjaan.

Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh
dikelola bersama atau boleh diwakilkan.

Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah

Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e yaitu syirkah inan,
abdan, mudharabah dan wujuh. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu)

Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah.

Mazhab Syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu inan dan
mudharabah.

Mazhab Hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah
inan,         abdan,         mudharabah,            wujuh     dan         mufawadhah.
Ada pun penjesalan Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi
Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang secara syari’e
sependapat dengan pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.

1.   Syirkah Inan

Syirkah Inan adalah Kerjasama antara 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan
modal dan menjalankan usaha atau bisnis.

Contoh bagi syirkah inan: Ibrahim dan Omar bekerjasama menjalankan perniagaan burger
bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal 1 juta rupiah. Kerja sama ini
diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang
dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda separti kereta/gerobak
harus diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep
perwakilan(wakalah)   dan    kepercayaan(amanah).     Sebab   masing-masing    pihak
memberi/berkongsi modal kepada rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan
dan mewakilkan usaha atau bisnisnya untuk dikelola.

Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerjasama, manakala
kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-
Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal,
sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”

2.   Syirkah Abdan

Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang hanya melibatkan tenaga(badan)
mereka tanpa kerjasama modal.

Sebagai contoh: Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan Rafi adalah Ahli elektrik yang
berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah rumah. Kerjasama ini tidak harus
mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.

Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah
berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash
mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara
aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadist ini
diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya.

3.    Syirkah Mudharabah

Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan. satu pihak
menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani,
1990: 152).

Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh.
(Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal
memberikan modalnya sebanyak 500 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai
pengelola modal dalam pasaraya ikan.

Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.

Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal
sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja.

Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus,
sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa
konstribusi kerja.

Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani,
1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian,
pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada
keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan
kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah
(perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian
dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola
turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemodal.

4.   Syirkah Wujuh

Disebut Syirkah Wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian
(wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak
(misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga
(misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh
masyarakat.

Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua
syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang
mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa
sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai
pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang
pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang
yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,
sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).

Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan
nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-
masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154).

Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud
dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata
ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh
(katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka
memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan
oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki
kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji
dalam urusan keuangan.

5.   Syirkah Mufawadhah

Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan
semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh).

Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab,
setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan
jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh
pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal
saja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan
peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang
sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga
sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah
syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan
konstribusi kerja sahaja.

Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud
syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola.
Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping
melakukan kerja, berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud
syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
Definisi Murabahah

with 2 comments

Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank/perbankan syariah dengan nasabah.
Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada
nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang
membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam
murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang
tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut.
Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.

Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa
memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga
mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah

   1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
   2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
   3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
       disepakati kualifikasinya.
   4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
       pembelian ini harus sah dan bebas riba.
   5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
       misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
   6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
       harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
       diperlukan.
   7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
       waktu tertentu yang telah disepaki.
   8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
       bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
   9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
       ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip
       menjadi milik bank.




Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:

   1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
   2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
   3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
       disepakati kualifikasinya.
   4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
       pembelian ini harus sah dan bebas riba.
   5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
       misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
   6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
       harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
       memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
       diperlukan.
   7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
       waktu tertentu yang telah disepakati.
   8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
       bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
       ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
       menjadi milik bank.

Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:

   1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau
       aset kepada bank.
   2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset
       yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
   3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
       menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya,
       karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak
       harus membuat kontrak jual beli.
   4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka
       saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
   5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus
       dibayar dari uang muka tersebut.
   6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank
       dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
   7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
           o   Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
               membayar sisa harga.
           o   Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal
               sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;
               dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
               kekurangannya.

Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:

   1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
   2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Hutang dalam Murabahah:

   1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak
       ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga
       atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan
       keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya
       kepada bank.
   2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak
       wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
   3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
       menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat
       pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:

   1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian
       hutangnya.
   2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
       pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
       Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus
menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan
kesepakatan.




www.KoperasiSyariah.com

Forum dan Komunitas Koperasi Syariah
Definisi Takaful atau Asuransi Syariah

with one comment

A. Definisi & Arti Kata Takaful

Arti                                       Kata                                            Takaful
Secara bahasa, takaful (‫ )تكاففل‬berasal dari akar kata (‫ )ك ف ل‬yang artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Kata (‫ ) تكافل‬merupakan bentuk
mashdar                       (infinitf)            dari                 kata                        :
َ‫ تَكَافَل‬Â-                                                                    ً‫يَتَكَافلُ – تَكَافُل‬
                                                                                              َ
Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata dasar
dari takaful adalah : pertanggungan yang berbalasan, hal saling menanggung.

Istilah kata ( ‫ ) تكافل‬ini merupakan istilah yang relatif baru, jika dilihat tidak satupun ayat-
ayat Al-Qur’an menggunakan istilah takaful ini. Bahkan dalam hadits pun, juga tidak
dijumpai kata yang menggunakan istilah takaful ini. Namun secara sistem keukhuwahan,
takaful sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya melalui
ukhuwah dalam kehidupan bermasyarakat di Madinah pada waktu itu sebagaimana yang
banyak digambarkan oleh hadits.

B. Kata ‘Takaful’ Dalam Al-QurÂ’an (‫)لفظ تكافل في القرآن الكريم‬

Dalam Al-QurÂ’an tidak dijumpai satu ayatpun yang secara tersurat menggunakan kata
Â’takafulÂ’. Demikian juga dalam hadits. Namun demikian, terdapat sejumlah kata
(delapan kata dalam delapan ayat) yang menggunakan kata yang seakar dengan kata
takaful, yaitu dari kata ( ‫.) كفل‬


Kata-kata yang berakar dari kata ( ‫ ) كف فل‬tersebut, secara umum keseluruhannya
                                    ‫ف‬
mengarah pada makna :

       •   Memelihara.
       •   Memikul (resiko)
Takaful dengan pegertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT (QS. Al-Maidah : 2) :

ِ‫وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرّ وَالتّقْوَى وَلَ تعَاوَنُوْا عَلَى اْلِثْففففففففففففففففففففففمِ وَالْعُدْوَانفففففففففففففففففففففف‬
                                                                                    َ
‘Â…Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhanÂ…’

C. Penyebutan Akar Kata Takaful Dalam Al-Qur’an (‫)ذكر لفظ كفل في القرآن الكريم‬

1)                Dalam                    QS.                  Ali                Imran/                   3                :               37
‫فَتقَبّلَهَ ففففففا رَبّهَ ففففففا بِقَبُولٍ حَ ففففففسَنٍ وَأَنْبَتَهَ ففففففا نَبَاتً ففففففا حَ ففففففسَنًا وَكَفّلَهَ ففففففا زَكَرِيّ ففففففا‬
      ‫ف‬                ‫ف‬                      ‫ف‬          ‫ف‬               ‫ف‬                       ‫ف‬                    ‫ف‬              ‫َ ف‬
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan
mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.”

Dalam ayat di atas, kata kafala bermakna ‘memelihara’. (lihat yang bergaris bawah). Dan
‘memelihara’ memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan sekedar
menjaga. Karena memilihara memiliki unsur adanya ‘rasa menyayangi’, sebagaimana
orang tua memilihara anak kandungnya.

Dengan demikian, maka ‘takaful’ adalah saling menjaga dan memelihara antara sesama
muslim dengan landasan saling sayang menyayangi diantara mereka.

2) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 44 :

َ‫وَمَا كُنْتَ لَدَيهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلمَهُمْ أَيّهمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُون‬
                                ْ                             ُ                                    ْ

“Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah
mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan
kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.”

3)                Dalam                    QS.                   Annisa/                    4                :               85                 :
‫وَمَفففنْ يَشْفَفففعْ شَفَاعَةً سفففَيّئَةً يَكُفففنْ لَفففهُ كِفلٌ مِنْهَفففا وَكَانفففَ اللّفففهُ عَلَى كلّ شَيْءٍ مقِيتًفففا‬
         ُ          ُ                                         ْ
Dan barangsiapa yang memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian
(dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4) Dalam QS. Al-Qashas/ 28 : 12

ُ‫وَحَرّمْنَفا عَلَيْفهِ الْمَرَاضِفعَ مِفنْ قَبْلُ فقَالَفتْ هَلْ أَدُلّكُفمْ عَلَى أَهْلِ بَيْفتٍ يَكْفُلُونَفهُ لَكُفمْ وَهُفمْ لَفه‬
                                                                                   َ
َ‫نَاصِحُون‬

“dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui
(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik
kepadanya?”.

5) Dalam QS. Shad/ 38 : 23

ِ‫إِنّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزّنِي فِي الْخِطَاب‬
                                             َ

“Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina
dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: “Serahkanlah kambingmu itu
kepadaku(untuk aku pelihara) dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan”.

6) Dalam QS. An-Nahl/ 16 : 91 :

ً‫وَأَوْفُوا بعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَ تَنْقُضُوا ْالَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيل‬
                                  َ                                                                                       ِ

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).”

7) Thaha/ 20 : 40 :

ُ‫إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلّكمْ عَلَى منْ يَكْفُلُه‬
             َ         ُ

“(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Fir’aun): ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?”

   Dalam QS. Al-Hadid/ 57 : 28
‫يَاأَيّهَفا الّذِينفَ ءَامَنُوا اتّقُوا اللّفهَ وَءَامِنُوا بِرَفسُولِهِ يُؤْتِكُفمْ كفْلَيْفنِ مِفنْ رَحْمَتِفهِ وَيَجْعَلْ لكُفمْ نُورًا‬
            َ                                       ِ                                                                           ‫ف‬
ٌ‫تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رحِيم‬
     َ

“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua
bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan
dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat di atas menunjukkan bahwa arti kata ( ‫ ) كفليفن‬adalah dua bagian. Artinya bahwa (
‫ ) كففل‬salah satu artinya adalah bagian. Dan dalam bertakaful, seseorang harus merasa
menjadi Â’bagianÂ’ dari orang lain. Sehingga terwujudlah kehidupan yang bertaawun satu
sama lainnya, seperti satu tubuh sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW
dalam salah satu haditsnya.

D. Pengertian Takaful Dalam Muamalah (‫)التعريف بالتكافل في المعاملت السلمية‬

Arti                Takaful                    Dalam                     Pengertian                      Muamalah                        :
Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar
saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana
kebajikan (baca ; tabarru’) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.

Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5 :
2:

ِ‫وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرّ وَالتّقْوَى وَل تَعَاوَنُوا عَلَى اْلِثْمِ وَالْعُدْوَان‬

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

Prinsip Bertakaful Sebagaimana Digambarkan Hadits (‫نظام التكاففل كمفا بينفه الحديفث‬
                                                    ‫ف‬       ‫ف ف‬        ‫ف‬
‫)الشريف‬
Dalam sebuah riwayat digambarkan:

ْ‫عَفنْ النّعْمَان ِف بْفنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَفسُولُ اللّفهِ ص َفلّى اللّفهُ عَلَيْفهِ وَفسَلّمَ مَثَلُ الْمؤْمِنِين َف فِفي تَوَادّهِفم‬
                             ُ
ِ‫وَتَرَاحُمِهِفمْ وَتَعَاطُفِهِفمْ مَثَلُ الْجَفسَدِ إِذَا اشْتَكَفى مِنْفهُ عُضْوٌ تَدَاعَفى لَفهُ سفَائِرُ الْجَفسَدِ بِالسفّهَر‬
                                       ‫ف‬                        ‫ف‬
‫)وَالْحُمّى )رواه مسلم‬

“Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan persaudaraan
kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu
tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.” (HR. Muslim)

Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat
Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota
masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan
menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima,
jumlahnya melebihi ‘biaya’ yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah
’surplus’, yang minimal dapat mengurangi ‘beban’ penderitaan orang yang terkena
musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.

E. Tiga Prinsip Tegaknya Sistem Takaful ( (‫المقومات الثلثة تقوم عليها النظام التكافل‬

Takaful                   Tegak                   Di                Atas                  Tiga                  Prinsip                   :
1)                                Saling                                    Bertanggung                                         Jawab.
Banyak hadits yang mengajarkan bahwa hubungan kaum muslimin dalam rasa cinta dan
kasih sayang satu sama lain adalah ibarat satu badan, yang apabila salah satu anggota
badannya               sakit,          maka            yang            lain          juga          akan            merasakannya.
2)             Saling                Bekerja                 Sama                 Dan               Saling                Membantu
Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong
menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Anugerah harta yang Allah berikan, hendaknya
digunakan              untuk            meringankan                 beban            penderitaan               yang            lainnya.
3)               Saling                  Melindungi                     Dari                 Berbagai                    Kesusahan
Hadits nabi mengajarkan bahwa tidak beriman seseorang yang dapat tidur nyenyak
dengan perut kenyang, sementara tetangganya tidak dapat tidur lantaran kemiskinan.

Dalil-Dalil Tentang Tiga Prinsip Tegaknya Takaful (‫الدلة عن المقومات الثلثة التى تقوم به‬
‫)النظام التكافلي‬

-                                 Saling                                      Bertanggung                                          Jawab
Rasulullah SAW bersabda :

ْ‫عَفنْ النّعْمَان ِف بْفنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَفسُولُ اللّفهِ ص َفلّى اللّفهُ عَلَيْفهِ وَفسَلّمَ مَثَلُ الْمؤْمِنِين َف فِفي تَوَادّهِفم‬
                             ُ
ِ‫وَتَرَاحُمِهِفمْ وَتَعَاطُفِهِفمْ مَثَلُ الْجَفسَدِ إِذَا اشْتَكَفى مِنْفهُ عُضْوٌ تَدَاعَفى لَفهُ سفَائِرُ الْجَفسَدِ بِالسفّهَر‬
                                       ‫ف‬                        ‫ف‬
‫)وَالْحُمّى )رواه مسلم‬

“Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan persaudaraan
kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu
tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain diriwayatkan :

ِ‫ع َنْ أَب ِي مُو سَى رَض ِيَ الل ّهُ عَن ْهُ ع َنْ النّبِي ّ صَلّى الل ّهُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ قَالَ الْمُؤْم ِنُ لِلْمؤْم ِنِ كَالْبُنْيَا ن‬
                       ُ
‫)يَشُدّ بعْضُهُ بعْضًا وَشَبّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ )رواه البخاري‬
                                               َ       َ

“Dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang mu’min dengan mu’min
lainnya (dalam satu masyarakat) adalah seumpama satu bangunan, dimana satu dengan
yang lainnya saling mengukuhkan.” (HR. Bukhari).

-            Saling                 Bekerja                  Sama                  Dan                Saling                 Membantu
Dalam sebuah hadits diriwiayatkan :

ِ‫عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ نفّسَ عَنْ مؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَب‬
                           ُ          َ
‫الدّنْيَا نَفّسَ اللّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ وَمَنْ يَسّرَ عَلَى معْسِرٍ يَسّرَ اللّهُ عَلَيْهِ ف ِي الدّنْيَا‬
                                            ُ                              ْ
‫وَاْلخِرَةِ وَم َنْ سَتَرَ م ُسْلِمًا سَتَرَهُ اللّهُ ف ِي الدّنْيَا وَالخِرَةِ وَالل ّهُ ف ِي عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ ف ِي‬
                               ْ
‫)عَوْنِ أَخِيهِ )رواه البخاري‬

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang melapangkan
kesempitan seorang muÂ’min berupa kesempitan dalam kehidupan dunia, maka Allah
akan melapangkannya pada kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang
memudahkan kesulitan seorang mu’min, maka Allah akan melapangkan urusannya di
dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutupi aib saudaranya orang yang beriman,
maka Allah pun akan menutupi aib dirinya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu
menolong hamba-Nya, jika hamba-Nya senantiasa menolong saudaranya.” (HR. Bukhari)

-              Saling                  Melindungi                    Dari                 Berbagai                    Kesusahan
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan :

ْ‫ع َنْ أَن َسٍ ب ْنِ مَال ِكٍ رَض ِيَ ا ُ عَن ْهُ قَالَ، قَالَ ر َسُوْلُ ا ِ صَلّى ا ُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ م َا آم َنَ ب ِيْ م َن‬
‫)بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائعٌ إِلىَ جَنْبِهِ وَهُوَ يعْلَمُ بِهِ )رواه الطبراني‬
                          َ                         ِ

“Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah beriman kepadaku
seseorang yang tidur pada malam hari dengan keadaan perut kenyang sementara
tetangganya kelaparan di sebelahnya dan dia mengetahui hal tersebut.” (HR. Thabrani).

Dalam hadits lain diriwayatkan :

ْ‫ع َنْ حُذَيْفَةَ ب ْنِ الْيَمَا نِ رَض ِيَ ا ُ عَن ْهُ قَالَ، قَالَ ر َسُوْلُ ا ِ صَلّى ا ُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ م َنْ لَ يهْت َم‬
       َ
‫)بِأمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ )رواه الطبراني‬
                                                     َ

“Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Â’Barang siapa yang
tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka.”
(HR. Thabrani).

Peranan Iman Dalam Tegaknya Prinsip Takaful (‫دور اليمان في إقامة المقومات )التكافلية‬
Tiga Prinsip Takaful di Atas, tidak mungkin terjabarkan atau terealisasikan dalam
kehidupan nyata, jika tidak dilandasi dengan kemantapan Iman dan Taqwa kepada Allah
SWT.

Niat ikhlas untuk membantu sesama manusia yang mengalami penderintaan karena
musibah, atau meringankan mereka dari berbagai resiko yang mengalami musibah,
merupakan landasan awal dalam prinsip takaful.

Dalam Al-QurÂ’an Allah SWT mengingatkan kaum muslimin :

ُ‫وَأَلّفَ بَيْنَ قُلُوبهِمْ لوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنّ اللّهَ أَلّفَ بَيْنَهُمْ إِنّه‬
                                                                                       ْ                       َ     ِ
ٌ‫عَزِيزٌ حَكِيم‬

“Dan (Allahlah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun
kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal/ 8 : 63)




Definisi Wadiah

with 3 comments

1. PENGERTIAN WADI’AH

Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang
seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia
meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga.

2. HUKUM WADI’AH
Apabila seseorang menitipkan barang kepada saudaranya, maka ia wajib menerima titipan
tersebut, bila ia merasa mampu menjaganya, hal ini termasuk dalam rangka tolong
menolong dalam ketakwaan dan kebajikan.

Pihak penerima barang titipan wajib mengembalikan titipan kepada pemiliknya kapan saja
ia memintanya.

Firman Allah swt:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.” (QS An-Nisaa’: 58).

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Rabbnya.” (QS Al-Baqarah: 283).

Dan sabda Rasulullah saw:

“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu.” (Shahih:
Shahihul Jami’us Shaghir no: 240, Tirmidzi II: 368 no: 1282 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 450 no:
3518).

3. MENANGGUNG RESIKO

Pihak yang menerima titipan tidak mesti mengganti kerusakan barang titipan, kecuali
karena sikap menggampangkannya.

Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ra, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang dititipi barang, maka ia tidak ada tanggungan atasnya.” (Hasan: Shahih
Ibnu Majah no: 1945, Irwa-ul Ghalil no: 1547 dan Ibnu Majah II: 802 no: 2401).

Darinya (sang kakek di atas) ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada tanggungan
atas orang yang diberi amanat.” (Hasan: Shahihul Jami’us Shagir no: 7518, Daruquthni III:
41 no: 167 dan Baihaqi VI: 289).
Dari Anas bin Malik ra bahwa Umar bin Khattab ra pernah menuntut tanggung jawabnya
terhadap barang titipan yang dicuri orang yang berada di antara harta bendanya. Imam
Baihaqi memberi komentar, “Barangkali karena Anas bin Malik lalai sehingga Umar
menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan itu karena kelalaiannya.” (Baihaqi VI:
289).

Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah
Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 705 – 706.

4. JENIS WADIAH

    •   Wadiah Yad Dhamanah – wadiah di mana si penerima titipan dapat
        memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin
        untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik
        menghendakinya.
    •   Wadiah Yad Amanah – wadiah di mana si penerima titipan tidak
        bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan
        selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan
        dalam memelihara titipan tersebut




Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang

without comments

Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang.
Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan
        dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return)
        tidak pasti dan tidak tetap.
    2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko
        karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.

Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong
seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang.
Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan
investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak
tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-
benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.

Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus
terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik
dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.

More Related Content

What's hot

H u ku m s y i r k a h
H u ku m  s y i r k a hH u ku m  s y i r k a h
H u ku m s y i r k a hRendra Visual
 
Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13
Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13
Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13
Hevliza Tiara
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10Marhamah Saleh
 
7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah
7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah
7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariahSEPTIANA RAHAYUNINGTIAS
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12Marhamah Saleh
 
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
fissilmikaffah1
 
fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)
fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)
fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)Marhamah Saleh
 
Prinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
Prinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islamPrinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
Prinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
Putri Aisyah
 
Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)
Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)
Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)
maghfiraputeri
 
Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)Marhamah Saleh
 
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
fissilmikaffah1
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Marhamah Saleh
 
07 HUKUM RAHN (GADAI)
07 HUKUM RAHN (GADAI)07 HUKUM RAHN (GADAI)
07 HUKUM RAHN (GADAI)
fissilmikaffah1
 
01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH
01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH
01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH
fissilmikaffah1
 
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
fissilmikaffah1
 
13 HUKUM 'ARIYAH
13 HUKUM 'ARIYAH13 HUKUM 'ARIYAH
13 HUKUM 'ARIYAH
fissilmikaffah1
 
10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH
10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH
10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH
fissilmikaffah1
 

What's hot (20)

07 mudharabah
07 mudharabah07 mudharabah
07 mudharabah
 
H u ku m s y i r k a h
H u ku m  s y i r k a hH u ku m  s y i r k a h
H u ku m s y i r k a h
 
Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13
Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13
Prinsip Dan Praktik Ekonomi Islam K13
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 10
 
7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah
7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah
7. prinsip dan landasan dasar produk bank syariah
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
 
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
 
fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)
fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)
fiqh muamalah kontemporer (wadi'ah rahn qardh)
 
Prinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
Prinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islamPrinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
Prinsip prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
 
Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)
Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)
Agama Islam - Muamalah (Kelas XI Seemester 2)
 
Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)
 
Muamalat
MuamalatMuamalat
Muamalat
 
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
 
07 HUKUM RAHN (GADAI)
07 HUKUM RAHN (GADAI)07 HUKUM RAHN (GADAI)
07 HUKUM RAHN (GADAI)
 
01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH
01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH
01.5 HUKUM ASURANSI SYARIAH
 
Presentasi Fiqh 9
Presentasi Fiqh 9Presentasi Fiqh 9
Presentasi Fiqh 9
 
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
 
13 HUKUM 'ARIYAH
13 HUKUM 'ARIYAH13 HUKUM 'ARIYAH
13 HUKUM 'ARIYAH
 
10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH
10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH
10.4 KOPERASI VS KOPERASI SYARIAH
 

Viewers also liked

Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahManajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Surya Suwarna
 
Syirkah
SyirkahSyirkah
Syirkah
Nidya Milano
 
Tugas makalah-bank-dalam-islam
Tugas makalah-bank-dalam-islamTugas makalah-bank-dalam-islam
Tugas makalah-bank-dalam-islamRizky Hernanda
 
Makalah Analisis Risiko Perbankan
Makalah Analisis Risiko PerbankanMakalah Analisis Risiko Perbankan
Makalah Analisis Risiko Perbankan
Ismi Islamia
 
power poin syirkah
power poin syirkahpower poin syirkah
power poin syirkah
panduazis
 

Viewers also liked (6)

Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahManajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
 
Syirkah
SyirkahSyirkah
Syirkah
 
Tugas makalah-bank-dalam-islam
Tugas makalah-bank-dalam-islamTugas makalah-bank-dalam-islam
Tugas makalah-bank-dalam-islam
 
Makalah Analisis Risiko Perbankan
Makalah Analisis Risiko PerbankanMakalah Analisis Risiko Perbankan
Makalah Analisis Risiko Perbankan
 
power poin syirkah
power poin syirkahpower poin syirkah
power poin syirkah
 
Presentasi ijarah
Presentasi ijarahPresentasi ijarah
Presentasi ijarah
 

Similar to Syariah 2

PPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptx
PPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptxPPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptx
PPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptx
CheciAlichia
 
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Trie Nakita Sabrina
 
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islamPresentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
ikarahma97
 
Syirkah dan Ji'alah
Syirkah dan Ji'alahSyirkah dan Ji'alah
Syirkah dan Ji'alah
ayusl268
 
Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan
Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan
Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan Ageng Asmara
 
perekonomian dalam islam.pptx
perekonomian dalam islam.pptxperekonomian dalam islam.pptx
perekonomian dalam islam.pptx
MadeLombok
 
7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx
7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx
7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx
Aceng Badruzzaman
 
Kerjasama Ekonomi dalam Agama Islam
Kerjasama Ekonomi dalam Agama IslamKerjasama Ekonomi dalam Agama Islam
Kerjasama Ekonomi dalam Agama Islam
rendrafauzi
 
Makalah fiqih muamalah
Makalah fiqih muamalahMakalah fiqih muamalah
Makalah fiqih muamalah
Winda nawangasari
 
Mu'amalah xi
Mu'amalah xiMu'amalah xi
Mu'amalah xi
farahfarahna
 
PRINSIP EKO ISLAM.pdf
PRINSIP EKO ISLAM.pdfPRINSIP EKO ISLAM.pdf
PRINSIP EKO ISLAM.pdf
FIKRI762089
 
Tugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptx
Tugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptxTugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptx
Tugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptx
StefannyAngelina
 
Ekonomi Syariah.pptx
Ekonomi Syariah.pptxEkonomi Syariah.pptx
Ekonomi Syariah.pptx
MaretaSofiahPutri
 
Mengenal konsep mudharabah
Mengenal konsep mudharabahMengenal konsep mudharabah
Mengenal konsep mudharabah
Abu Fathan Al Tampany
 
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Fkip Sda7
 
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupahMakalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
Robet Saputra
 
H U KU M S Y I R K A H.ppt
H U KU M  S Y I R K A H.pptH U KU M  S Y I R K A H.ppt
H U KU M S Y I R K A H.ppt
MUHAMMADFADDEL2
 
Fikih Syirkah
Fikih SyirkahFikih Syirkah
Fikih Syirkah
Imam Basrurrohman
 

Similar to Syariah 2 (20)

PPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptx
PPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptxPPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptx
PPT FIQIH MUAMALAH KEL 8.pptx
 
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
 
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islamPresentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
 
Syirkah dan Ji'alah
Syirkah dan Ji'alahSyirkah dan Ji'alah
Syirkah dan Ji'alah
 
Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan
Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan
Usaha pengelolahan modal yg disyariatkan
 
perekonomian dalam islam.pptx
perekonomian dalam islam.pptxperekonomian dalam islam.pptx
perekonomian dalam islam.pptx
 
7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx
7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx
7. Kerja Sama Bisnis Islami.pptx
 
Kerjasama Ekonomi dalam Agama Islam
Kerjasama Ekonomi dalam Agama IslamKerjasama Ekonomi dalam Agama Islam
Kerjasama Ekonomi dalam Agama Islam
 
Makalah fiqih muamalah
Makalah fiqih muamalahMakalah fiqih muamalah
Makalah fiqih muamalah
 
Mu'amalah xi
Mu'amalah xiMu'amalah xi
Mu'amalah xi
 
PRINSIP EKO ISLAM.pdf
PRINSIP EKO ISLAM.pdfPRINSIP EKO ISLAM.pdf
PRINSIP EKO ISLAM.pdf
 
Tugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptx
Tugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptxTugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptx
Tugas Kel 6 PPT AK Syariah.pptx
 
Ekonomi Syariah.pptx
Ekonomi Syariah.pptxEkonomi Syariah.pptx
Ekonomi Syariah.pptx
 
Mengenal konsep mudharabah
Mengenal konsep mudharabahMengenal konsep mudharabah
Mengenal konsep mudharabah
 
Bab_Syirkah.pptx
Bab_Syirkah.pptxBab_Syirkah.pptx
Bab_Syirkah.pptx
 
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
 
Makalah al islam
Makalah al islamMakalah al islam
Makalah al islam
 
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupahMakalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
 
H U KU M S Y I R K A H.ppt
H U KU M  S Y I R K A H.pptH U KU M  S Y I R K A H.ppt
H U KU M S Y I R K A H.ppt
 
Fikih Syirkah
Fikih SyirkahFikih Syirkah
Fikih Syirkah
 

More from Novi Tri Wahyuni (ophe)

Islamic fund2
Islamic fund2Islamic fund2
Islamic fund
Islamic fundIslamic fund
Islamic fund
Islamic fundIslamic fund
Bab 15 sei
Bab 15 seiBab 15 sei
Bab 14 sei
Bab 14 seiBab 14 sei
Bab 7 industri dan industrialisasi
Bab 7 industri dan industrialisasiBab 7 industri dan industrialisasi
Bab 7 industri dan industrialisasi
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Bab 6 kajian ilmiah sei
Bab 6 kajian ilmiah seiBab 6 kajian ilmiah sei
Bab 6 kajian ilmiah sei
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Bab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesia
Bab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesiaBab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesia
Bab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesia
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Bab 3 sistem perekonomian dunia
Bab 3 sistem perekonomian duniaBab 3 sistem perekonomian dunia
Bab 3 sistem perekonomian dunia
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluan
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Televisi komersial
Televisi komersialTelevisi komersial
Televisi komersial
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Proses pembuatan berita di stasiun
Proses pembuatan berita di stasiunProses pembuatan berita di stasiun
Proses pembuatan berita di stasiun
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Pelaksanaan produksi
Pelaksanaan produksiPelaksanaan produksi
Pelaksanaan produksi
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 
Eduart tv
Eduart tvEduart tv
Dasar - dasar Penyiaran 1
Dasar - dasar Penyiaran 1Dasar - dasar Penyiaran 1
Dasar - dasar Penyiaran 1
Novi Tri Wahyuni (ophe)
 

More from Novi Tri Wahyuni (ophe) (18)

Syariah
SyariahSyariah
Syariah
 
Syariah
SyariahSyariah
Syariah
 
Islamic fund2
Islamic fund2Islamic fund2
Islamic fund2
 
Islamic fund
Islamic fundIslamic fund
Islamic fund
 
Islamic fund
Islamic fundIslamic fund
Islamic fund
 
Bab 15 sei
Bab 15 seiBab 15 sei
Bab 15 sei
 
Bab 14 sei
Bab 14 seiBab 14 sei
Bab 14 sei
 
Bab 7 industri dan industrialisasi
Bab 7 industri dan industrialisasiBab 7 industri dan industrialisasi
Bab 7 industri dan industrialisasi
 
Bab 6 kajian ilmiah sei
Bab 6 kajian ilmiah seiBab 6 kajian ilmiah sei
Bab 6 kajian ilmiah sei
 
Bab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesia
Bab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesiaBab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesia
Bab 4 dan 5 sistem perekonomian indonesia
 
Bab 3 sistem perekonomian dunia
Bab 3 sistem perekonomian duniaBab 3 sistem perekonomian dunia
Bab 3 sistem perekonomian dunia
 
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluan
 
Televisi komersial
Televisi komersialTelevisi komersial
Televisi komersial
 
Proses pembuatan berita di stasiun
Proses pembuatan berita di stasiunProses pembuatan berita di stasiun
Proses pembuatan berita di stasiun
 
Pelaksanaan produksi
Pelaksanaan produksiPelaksanaan produksi
Pelaksanaan produksi
 
Eduart tv
Eduart tvEduart tv
Eduart tv
 
Dasar - dasar penyiaran 3
Dasar - dasar penyiaran 3Dasar - dasar penyiaran 3
Dasar - dasar penyiaran 3
 
Dasar - dasar Penyiaran 1
Dasar - dasar Penyiaran 1Dasar - dasar Penyiaran 1
Dasar - dasar Penyiaran 1
 

Syariah 2

  • 1. Definisi Mudharabah with one comment Secara bahasa mudharabah berasal dari akar kata dharaba – yadhribu – dharban yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif pada dho’, maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi. Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari labanya. Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan. Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal. Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al- Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas. “Dan orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari keutamaan Allah” (Q.S. Al-Muzammil : 20) Ayat ini menjelaskan bahwa mudharabah ( berjalan di muka bumi) dengan tujuan mendapatkan keutamaan dari Allah (rizki). Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
  • 2. “Maka apabila shalat (jum’at) telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah keutamaan Allah” (Q.S al-Jum’ah : 10) Dipandang secara umum, kandungan ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah. Menurut Madzhab Hanafi rukun mudharabah itu ada dua yaitu Ijab dan Qobul. Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun mudharabah ada tiga macam yaitu • Adanya pemilik modal dan mudhorib, • Adanya modal, kerja dan keuntungan, • Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul. Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu 1. Mudharabah muthlaqoh Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf) 2. Mudharabah muqoyyadah. Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya Definisi Musyarakah
  • 3. with one comment Pengertian secara bahasa Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar). Artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani) Pengertian secara fiqih Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani) Bentuk Musyarakah Hukum Syirkah Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , “Aku dan rekan kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’ bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, ” Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan kerja sama usaha.
  • 4. Kemudian kami bertanya kepada Nabi saw. tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silakan kalian bayar“. Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman” Rukun Syirkah Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu: 1. Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah, 2. Dua pihak yang berakad (’aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta, 3. Objek aqad juga disebut ma’qud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau pekerjaan. Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan. Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Mazhab Syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu inan dan mudharabah. Mazhab Hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
  • 5. Ada pun penjesalan Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang secara syari’e sependapat dengan pandangan mazhab hanafi dan zaidiah. 1. Syirkah Inan Syirkah Inan adalah Kerjasama antara 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan usaha atau bisnis. Contoh bagi syirkah inan: Ibrahim dan Omar bekerjasama menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal 1 juta rupiah. Kerja sama ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda separti kereta/gerobak harus diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak memberi/berkongsi modal kepada rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan usaha atau bisnisnya untuk dikelola. Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerjasama, manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al- Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati” 2. Syirkah Abdan Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang hanya melibatkan tenaga(badan) mereka tanpa kerjasama modal. Sebagai contoh: Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan Rafi adalah Ahli elektrik yang berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah rumah. Kerjasama ini tidak harus mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash
  • 6. mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadist ini diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya. 3. Syirkah Mudharabah Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan. satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak 500 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan. Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola
  • 7. turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. 4. Syirkah Wujuh Disebut Syirkah Wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing- masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154). Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki
  • 8. kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan. 5. Syirkah Mufawadhah Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
  • 9. Definisi Murabahah with 2 comments Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank/perbankan syariah dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase. Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
  • 10. memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank. Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
  • 11. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka o Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. o Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Ketiga : Jaminan dalam Murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
  • 12. Keempat : Hutang dalam Murabahah: 1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. 2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Keenam : Bangkrut dalam Murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. www.KoperasiSyariah.com Forum dan Komunitas Koperasi Syariah
  • 13. Definisi Takaful atau Asuransi Syariah with one comment A. Definisi & Arti Kata Takaful Arti Kata Takaful Secara bahasa, takaful (‫ )تكاففل‬berasal dari akar kata (‫ )ك ف ل‬yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Kata (‫ ) تكافل‬merupakan bentuk mashdar (infinitf) dari kata : َ‫ تَكَافَل‬Â- ً‫يَتَكَافلُ – تَكَافُل‬ َ Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata dasar dari takaful adalah : pertanggungan yang berbalasan, hal saling menanggung. Istilah kata ( ‫ ) تكافل‬ini merupakan istilah yang relatif baru, jika dilihat tidak satupun ayat- ayat Al-Qur’an menggunakan istilah takaful ini. Bahkan dalam hadits pun, juga tidak dijumpai kata yang menggunakan istilah takaful ini. Namun secara sistem keukhuwahan, takaful sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya melalui ukhuwah dalam kehidupan bermasyarakat di Madinah pada waktu itu sebagaimana yang banyak digambarkan oleh hadits. B. Kata ‘Takaful’ Dalam Al-QurÂ’an (‫)لفظ تكافل في القرآن الكريم‬ Dalam Al-QurÂ’an tidak dijumpai satu ayatpun yang secara tersurat menggunakan kata Â’takafulÂ’. Demikian juga dalam hadits. Namun demikian, terdapat sejumlah kata (delapan kata dalam delapan ayat) yang menggunakan kata yang seakar dengan kata takaful, yaitu dari kata ( ‫.) كفل‬ Kata-kata yang berakar dari kata ( ‫ ) كف فل‬tersebut, secara umum keseluruhannya ‫ف‬ mengarah pada makna : • Memelihara. • Memikul (resiko)
  • 14. Takaful dengan pegertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT (QS. Al-Maidah : 2) : ِ‫وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرّ وَالتّقْوَى وَلَ تعَاوَنُوْا عَلَى اْلِثْففففففففففففففففففففففمِ وَالْعُدْوَانفففففففففففففففففففففف‬ َ ‘Â…Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhanÂ…’ C. Penyebutan Akar Kata Takaful Dalam Al-Qur’an (‫)ذكر لفظ كفل في القرآن الكريم‬ 1) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 37 ‫فَتقَبّلَهَ ففففففا رَبّهَ ففففففا بِقَبُولٍ حَ ففففففسَنٍ وَأَنْبَتَهَ ففففففا نَبَاتً ففففففا حَ ففففففسَنًا وَكَفّلَهَ ففففففا زَكَرِيّ ففففففا‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫َ ف‬ “Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.” Dalam ayat di atas, kata kafala bermakna ‘memelihara’. (lihat yang bergaris bawah). Dan ‘memelihara’ memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan sekedar menjaga. Karena memilihara memiliki unsur adanya ‘rasa menyayangi’, sebagaimana orang tua memilihara anak kandungnya. Dengan demikian, maka ‘takaful’ adalah saling menjaga dan memelihara antara sesama muslim dengan landasan saling sayang menyayangi diantara mereka. 2) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 44 : َ‫وَمَا كُنْتَ لَدَيهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلمَهُمْ أَيّهمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُون‬ ْ ُ ْ “Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” 3) Dalam QS. Annisa/ 4 : 85 : ‫وَمَفففنْ يَشْفَفففعْ شَفَاعَةً سفففَيّئَةً يَكُفففنْ لَفففهُ كِفلٌ مِنْهَفففا وَكَانفففَ اللّفففهُ عَلَى كلّ شَيْءٍ مقِيتًفففا‬ ُ ُ ْ Dan barangsiapa yang memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
  • 15. 4) Dalam QS. Al-Qashas/ 28 : 12 ُ‫وَحَرّمْنَفا عَلَيْفهِ الْمَرَاضِفعَ مِفنْ قَبْلُ فقَالَفتْ هَلْ أَدُلّكُفمْ عَلَى أَهْلِ بَيْفتٍ يَكْفُلُونَفهُ لَكُفمْ وَهُفمْ لَفه‬ َ َ‫نَاصِحُون‬ “dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui (nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”. 5) Dalam QS. Shad/ 38 : 23 ِ‫إِنّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزّنِي فِي الْخِطَاب‬ َ “Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: “Serahkanlah kambingmu itu kepadaku(untuk aku pelihara) dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan”. 6) Dalam QS. An-Nahl/ 16 : 91 : ً‫وَأَوْفُوا بعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَ تَنْقُضُوا ْالَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيل‬ َ ِ “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” 7) Thaha/ 20 : 40 : ُ‫إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلّكمْ عَلَى منْ يَكْفُلُه‬ َ ُ “(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir’aun): ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?” Dalam QS. Al-Hadid/ 57 : 28
  • 16. ‫يَاأَيّهَفا الّذِينفَ ءَامَنُوا اتّقُوا اللّفهَ وَءَامِنُوا بِرَفسُولِهِ يُؤْتِكُفمْ كفْلَيْفنِ مِفنْ رَحْمَتِفهِ وَيَجْعَلْ لكُفمْ نُورًا‬ َ ِ ‫ف‬ ٌ‫تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رحِيم‬ َ “Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ayat di atas menunjukkan bahwa arti kata ( ‫ ) كفليفن‬adalah dua bagian. Artinya bahwa ( ‫ ) كففل‬salah satu artinya adalah bagian. Dan dalam bertakaful, seseorang harus merasa menjadi Â’bagianÂ’ dari orang lain. Sehingga terwujudlah kehidupan yang bertaawun satu sama lainnya, seperti satu tubuh sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya. D. Pengertian Takaful Dalam Muamalah (‫)التعريف بالتكافل في المعاملت السلمية‬ Arti Takaful Dalam Pengertian Muamalah : Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca ; tabarru’) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5 : 2: ِ‫وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرّ وَالتّقْوَى وَل تَعَاوَنُوا عَلَى اْلِثْمِ وَالْعُدْوَان‬ “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” Prinsip Bertakaful Sebagaimana Digambarkan Hadits (‫نظام التكاففل كمفا بينفه الحديفث‬ ‫ف‬ ‫ف ف‬ ‫ف‬ ‫)الشريف‬
  • 17. Dalam sebuah riwayat digambarkan: ْ‫عَفنْ النّعْمَان ِف بْفنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَفسُولُ اللّفهِ ص َفلّى اللّفهُ عَلَيْفهِ وَفسَلّمَ مَثَلُ الْمؤْمِنِين َف فِفي تَوَادّهِفم‬ ُ ِ‫وَتَرَاحُمِهِفمْ وَتَعَاطُفِهِفمْ مَثَلُ الْجَفسَدِ إِذَا اشْتَكَفى مِنْفهُ عُضْوٌ تَدَاعَفى لَفهُ سفَائِرُ الْجَفسَدِ بِالسفّهَر‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫)وَالْحُمّى )رواه مسلم‬ “Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.” (HR. Muslim) Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima, jumlahnya melebihi ‘biaya’ yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah ’surplus’, yang minimal dapat mengurangi ‘beban’ penderitaan orang yang terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah. E. Tiga Prinsip Tegaknya Sistem Takaful ( (‫المقومات الثلثة تقوم عليها النظام التكافل‬ Takaful Tegak Di Atas Tiga Prinsip : 1) Saling Bertanggung Jawab. Banyak hadits yang mengajarkan bahwa hubungan kaum muslimin dalam rasa cinta dan kasih sayang satu sama lain adalah ibarat satu badan, yang apabila salah satu anggota badannya sakit, maka yang lain juga akan merasakannya. 2) Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Anugerah harta yang Allah berikan, hendaknya digunakan untuk meringankan beban penderitaan yang lainnya. 3) Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
  • 18. Hadits nabi mengajarkan bahwa tidak beriman seseorang yang dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang, sementara tetangganya tidak dapat tidur lantaran kemiskinan. Dalil-Dalil Tentang Tiga Prinsip Tegaknya Takaful (‫الدلة عن المقومات الثلثة التى تقوم به‬ ‫)النظام التكافلي‬ - Saling Bertanggung Jawab Rasulullah SAW bersabda : ْ‫عَفنْ النّعْمَان ِف بْفنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَفسُولُ اللّفهِ ص َفلّى اللّفهُ عَلَيْفهِ وَفسَلّمَ مَثَلُ الْمؤْمِنِين َف فِفي تَوَادّهِفم‬ ُ ِ‫وَتَرَاحُمِهِفمْ وَتَعَاطُفِهِفمْ مَثَلُ الْجَفسَدِ إِذَا اشْتَكَفى مِنْفهُ عُضْوٌ تَدَاعَفى لَفهُ سفَائِرُ الْجَفسَدِ بِالسفّهَر‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫)وَالْحُمّى )رواه مسلم‬ “Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.” (HR. Muslim) Dalam hadits lain diriwayatkan : ِ‫ع َنْ أَب ِي مُو سَى رَض ِيَ الل ّهُ عَن ْهُ ع َنْ النّبِي ّ صَلّى الل ّهُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ قَالَ الْمُؤْم ِنُ لِلْمؤْم ِنِ كَالْبُنْيَا ن‬ ُ ‫)يَشُدّ بعْضُهُ بعْضًا وَشَبّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ )رواه البخاري‬ َ َ “Dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang mu’min dengan mu’min lainnya (dalam satu masyarakat) adalah seumpama satu bangunan, dimana satu dengan yang lainnya saling mengukuhkan.” (HR. Bukhari). - Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu Dalam sebuah hadits diriwiayatkan : ِ‫عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ نفّسَ عَنْ مؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَب‬ ُ َ ‫الدّنْيَا نَفّسَ اللّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ وَمَنْ يَسّرَ عَلَى معْسِرٍ يَسّرَ اللّهُ عَلَيْهِ ف ِي الدّنْيَا‬ ُ ْ
  • 19. ‫وَاْلخِرَةِ وَم َنْ سَتَرَ م ُسْلِمًا سَتَرَهُ اللّهُ ف ِي الدّنْيَا وَالخِرَةِ وَالل ّهُ ف ِي عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ ف ِي‬ ْ ‫)عَوْنِ أَخِيهِ )رواه البخاري‬ “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang melapangkan kesempitan seorang muÂ’min berupa kesempitan dalam kehidupan dunia, maka Allah akan melapangkannya pada kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan kesulitan seorang mu’min, maka Allah akan melapangkan urusannya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutupi aib saudaranya orang yang beriman, maka Allah pun akan menutupi aib dirinya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya, jika hamba-Nya senantiasa menolong saudaranya.” (HR. Bukhari) - Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan Dalam sebuah hadits, diriwayatkan : ْ‫ع َنْ أَن َسٍ ب ْنِ مَال ِكٍ رَض ِيَ ا ُ عَن ْهُ قَالَ، قَالَ ر َسُوْلُ ا ِ صَلّى ا ُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ م َا آم َنَ ب ِيْ م َن‬ ‫)بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائعٌ إِلىَ جَنْبِهِ وَهُوَ يعْلَمُ بِهِ )رواه الطبراني‬ َ ِ “Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang tidur pada malam hari dengan keadaan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan di sebelahnya dan dia mengetahui hal tersebut.” (HR. Thabrani). Dalam hadits lain diriwayatkan : ْ‫ع َنْ حُذَيْفَةَ ب ْنِ الْيَمَا نِ رَض ِيَ ا ُ عَن ْهُ قَالَ، قَالَ ر َسُوْلُ ا ِ صَلّى ا ُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ م َنْ لَ يهْت َم‬ َ ‫)بِأمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ )رواه الطبراني‬ َ “Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Â’Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka.” (HR. Thabrani). Peranan Iman Dalam Tegaknya Prinsip Takaful (‫دور اليمان في إقامة المقومات )التكافلية‬
  • 20. Tiga Prinsip Takaful di Atas, tidak mungkin terjabarkan atau terealisasikan dalam kehidupan nyata, jika tidak dilandasi dengan kemantapan Iman dan Taqwa kepada Allah SWT. Niat ikhlas untuk membantu sesama manusia yang mengalami penderintaan karena musibah, atau meringankan mereka dari berbagai resiko yang mengalami musibah, merupakan landasan awal dalam prinsip takaful. Dalam Al-QurÂ’an Allah SWT mengingatkan kaum muslimin : ُ‫وَأَلّفَ بَيْنَ قُلُوبهِمْ لوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنّ اللّهَ أَلّفَ بَيْنَهُمْ إِنّه‬ ْ َ ِ ٌ‫عَزِيزٌ حَكِيم‬ “Dan (Allahlah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal/ 8 : 63) Definisi Wadiah with 3 comments 1. PENGERTIAN WADI’AH Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. 2. HUKUM WADI’AH
  • 21. Apabila seseorang menitipkan barang kepada saudaranya, maka ia wajib menerima titipan tersebut, bila ia merasa mampu menjaganya, hal ini termasuk dalam rangka tolong menolong dalam ketakwaan dan kebajikan. Pihak penerima barang titipan wajib mengembalikan titipan kepada pemiliknya kapan saja ia memintanya. Firman Allah swt: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS An-Nisaa’: 58). “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya.” (QS Al-Baqarah: 283). Dan sabda Rasulullah saw: “Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 240, Tirmidzi II: 368 no: 1282 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 450 no: 3518). 3. MENANGGUNG RESIKO Pihak yang menerima titipan tidak mesti mengganti kerusakan barang titipan, kecuali karena sikap menggampangkannya. Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang dititipi barang, maka ia tidak ada tanggungan atasnya.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1945, Irwa-ul Ghalil no: 1547 dan Ibnu Majah II: 802 no: 2401). Darinya (sang kakek di atas) ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada tanggungan atas orang yang diberi amanat.” (Hasan: Shahihul Jami’us Shagir no: 7518, Daruquthni III: 41 no: 167 dan Baihaqi VI: 289).
  • 22. Dari Anas bin Malik ra bahwa Umar bin Khattab ra pernah menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan yang dicuri orang yang berada di antara harta bendanya. Imam Baihaqi memberi komentar, “Barangkali karena Anas bin Malik lalai sehingga Umar menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan itu karena kelalaiannya.” (Baihaqi VI: 289). Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 705 – 706. 4. JENIS WADIAH • Wadiah Yad Dhamanah – wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya. • Wadiah Yad Amanah – wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang without comments Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
  • 23. 1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. 2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar- benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.