Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahSurya Suwarna
Bentuk kegiatan organisasi bisnis seperti kemitraan didirikan dengan tujuan adanya pembagian keuntungan dengan partisipasi bersama. Seperti dibahas pada pembahasan diatas Mudharabah dan Musyarakah merupakan bagian dari kelompok Natural Uncertainy Contract dimana dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam. Metode profit and loss sharing inilah yang digunakan bank syariah dalam model pendanaan.
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahSurya Suwarna
Bentuk kegiatan organisasi bisnis seperti kemitraan didirikan dengan tujuan adanya pembagian keuntungan dengan partisipasi bersama. Seperti dibahas pada pembahasan diatas Mudharabah dan Musyarakah merupakan bagian dari kelompok Natural Uncertainy Contract dimana dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam. Metode profit and loss sharing inilah yang digunakan bank syariah dalam model pendanaan.
Konsep keadilan ekonomi dalam Islam mengharuskan setiap orang mendapatkan haknya dan tidak mengambil hak atau bagian orang lain. Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi.
1. Definisi Mudharabah
with one comment
Secara bahasa mudharabah berasal dari akar kata dharaba – yadhribu – dharban yang
bermakna memukul. Dengan penambahan alif pada dho’, maka kata ini memiliki konotasi
“saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukoha
memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam
al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan
“al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi.
Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan
penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola perniagaan
yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal
memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari
labanya.
Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki
hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara
pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan. Dalam istilah
fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal
menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan
keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak
sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal.
Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-
Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas.
“Dan orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari keutamaan Allah” (Q.S.
Al-Muzammil : 20)
Ayat ini menjelaskan bahwa mudharabah ( berjalan di muka bumi) dengan tujuan
mendapatkan keutamaan dari Allah (rizki). Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
2. “Maka apabila shalat (jum’at) telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bumi
dan carilah keutamaan Allah” (Q.S al-Jum’ah : 10)
Dipandang secara umum, kandungan ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena
mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah
satu bentuk mencari keutamaan Allah.
Menurut Madzhab Hanafi rukun mudharabah itu ada dua yaitu Ijab dan Qobul.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun mudharabah ada tiga macam yaitu
• Adanya pemilik modal dan mudhorib,
• Adanya modal, kerja dan keuntungan,
• Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul.
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
1. Mudharabah muthlaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada
pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang
dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung
jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha
normal yang sehat (uruf)
2. Mudharabah muqoyyadah.
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola
dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan
sebagainya
Definisi Musyarakah
3. with one comment
Pengertian secara bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal
ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku
(fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar). Artinya menjadi sekutu
atau syarikat (kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti
mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian
dengan bagian lainnya, (An-Nabhani)
Pengertian secara fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara 2 pihak atau
lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan memperoleh keuntungan.
(An-Nabhani)
Bentuk Musyarakah
Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap
syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada
masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw
membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah
‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah
selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku
keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari
meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , “Aku dan rekan kongsiku telah
membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.”
Lalu kami didatangi oleh Al Barra’ bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab,
” Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan kerja sama usaha.
4. Kemudian kami bertanya kepada Nabi saw. tentang tindakan kami. Baginda menjawab:
“Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan yang
(diperoleh) secara hutang, silakan kalian bayar“.
Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi adalah mubah. Imam Muslim pernah
meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah
memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil
tuaian buah dan tanaman”
Rukun Syirkah
Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu:
1. Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah,
2. Dua pihak yang berakad (’aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta,
3. Objek aqad juga disebut ma’qud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau
pekerjaan.
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh
dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah
Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e yaitu syirkah inan,
abdan, mudharabah dan wujuh. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu)
Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah.
Mazhab Syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu inan dan
mudharabah.
Mazhab Hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah
inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
5. Ada pun penjesalan Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi
Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang secara syari’e
sependapat dengan pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.
1. Syirkah Inan
Syirkah Inan adalah Kerjasama antara 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan
modal dan menjalankan usaha atau bisnis.
Contoh bagi syirkah inan: Ibrahim dan Omar bekerjasama menjalankan perniagaan burger
bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal 1 juta rupiah. Kerja sama ini
diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang
dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda separti kereta/gerobak
harus diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep
perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak
memberi/berkongsi modal kepada rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan
dan mewakilkan usaha atau bisnisnya untuk dikelola.
Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerjasama, manakala
kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-
Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal,
sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”
2. Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang hanya melibatkan tenaga(badan)
mereka tanpa kerjasama modal.
Sebagai contoh: Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan Rafi adalah Ahli elektrik yang
berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah rumah. Kerjasama ini tidak harus
mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.
Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah
berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash
6. mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara
aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadist ini
diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya.
3. Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan. satu pihak
menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani,
1990: 152).
Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh.
(Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal
memberikan modalnya sebanyak 500 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai
pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.
Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal
sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus,
sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa
konstribusi kerja.
Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani,
1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian,
pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada
keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan
kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah
(perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian
dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola
7. turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemodal.
4. Syirkah Wujuh
Disebut Syirkah Wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian
(wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak
(misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga
(misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh
masyarakat.
Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua
syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang
mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa
sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai
pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang
pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang
yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,
sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan
nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-
masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154).
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud
dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata
ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh
(katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka
memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan
oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki
8. kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji
dalam urusan keuangan.
5. Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan
semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh).
Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab,
setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan
jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh
pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal
saja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan
peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).
Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang
sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga
sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah
syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan
konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud
syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola.
Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping
melakukan kerja, berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud
syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
9. Definisi Murabahah
with 2 comments
Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank/perbankan syariah dengan nasabah.
Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada
nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang
membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam
murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang
tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut.
Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa
memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga
mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.
Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
10. memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepaki.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip
menjadi milik bank.
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
11. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau
aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset
yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya,
karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak
harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus
dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank
dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
o Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
o Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal
sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;
dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
12. Keempat : Hutang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak
ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga
atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan
keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya
kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak
wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat
pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian
hutangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus
menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan
kesepakatan.
www.KoperasiSyariah.com
Forum dan Komunitas Koperasi Syariah
13. Definisi Takaful atau Asuransi Syariah
with one comment
A. Definisi & Arti Kata Takaful
Arti Kata Takaful
Secara bahasa, takaful ( )تكاففلberasal dari akar kata ( )ك ف لyang artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Kata ( ) تكافلmerupakan bentuk
mashdar (infinitf) dari kata :
َ تَكَافَلÂ- ًيَتَكَافلُ – تَكَافُل
َ
Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata dasar
dari takaful adalah : pertanggungan yang berbalasan, hal saling menanggung.
Istilah kata ( ) تكافلini merupakan istilah yang relatif baru, jika dilihat tidak satupun ayat-
ayat Al-Qur’an menggunakan istilah takaful ini. Bahkan dalam hadits pun, juga tidak
dijumpai kata yang menggunakan istilah takaful ini. Namun secara sistem keukhuwahan,
takaful sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya melalui
ukhuwah dalam kehidupan bermasyarakat di Madinah pada waktu itu sebagaimana yang
banyak digambarkan oleh hadits.
B. Kata ‘Takaful’ Dalam Al-QurÂ’an ()لفظ تكافل في القرآن الكريم
Dalam Al-QurÂ’an tidak dijumpai satu ayatpun yang secara tersurat menggunakan kata
Â’takafulÂ’. Demikian juga dalam hadits. Namun demikian, terdapat sejumlah kata
(delapan kata dalam delapan ayat) yang menggunakan kata yang seakar dengan kata
takaful, yaitu dari kata ( .) كفل
Kata-kata yang berakar dari kata ( ) كف فلtersebut, secara umum keseluruhannya
ف
mengarah pada makna :
• Memelihara.
• Memikul (resiko)
14. Takaful dengan pegertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT (QS. Al-Maidah : 2) :
ِوَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرّ وَالتّقْوَى وَلَ تعَاوَنُوْا عَلَى اْلِثْففففففففففففففففففففففمِ وَالْعُدْوَانفففففففففففففففففففففف
َ
‘Â…Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhanÂ…’
C. Penyebutan Akar Kata Takaful Dalam Al-Qur’an ()ذكر لفظ كفل في القرآن الكريم
1) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 37
فَتقَبّلَهَ ففففففا رَبّهَ ففففففا بِقَبُولٍ حَ ففففففسَنٍ وَأَنْبَتَهَ ففففففا نَبَاتً ففففففا حَ ففففففسَنًا وَكَفّلَهَ ففففففا زَكَرِيّ ففففففا
ف ف ف ف ف ف ف َ ف
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan
mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.”
Dalam ayat di atas, kata kafala bermakna ‘memelihara’. (lihat yang bergaris bawah). Dan
‘memelihara’ memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan sekedar
menjaga. Karena memilihara memiliki unsur adanya ‘rasa menyayangi’, sebagaimana
orang tua memilihara anak kandungnya.
Dengan demikian, maka ‘takaful’ adalah saling menjaga dan memelihara antara sesama
muslim dengan landasan saling sayang menyayangi diantara mereka.
2) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 44 :
َوَمَا كُنْتَ لَدَيهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلمَهُمْ أَيّهمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُون
ْ ُ ْ
“Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah
mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan
kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.”
3) Dalam QS. Annisa/ 4 : 85 :
وَمَفففنْ يَشْفَفففعْ شَفَاعَةً سفففَيّئَةً يَكُفففنْ لَفففهُ كِفلٌ مِنْهَفففا وَكَانفففَ اللّفففهُ عَلَى كلّ شَيْءٍ مقِيتًفففا
ُ ُ ْ
Dan barangsiapa yang memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian
(dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
15. 4) Dalam QS. Al-Qashas/ 28 : 12
ُوَحَرّمْنَفا عَلَيْفهِ الْمَرَاضِفعَ مِفنْ قَبْلُ فقَالَفتْ هَلْ أَدُلّكُفمْ عَلَى أَهْلِ بَيْفتٍ يَكْفُلُونَفهُ لَكُفمْ وَهُفمْ لَفه
َ
َنَاصِحُون
“dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui
(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik
kepadanya?”.
5) Dalam QS. Shad/ 38 : 23
ِإِنّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزّنِي فِي الْخِطَاب
َ
“Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina
dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: “Serahkanlah kambingmu itu
kepadaku(untuk aku pelihara) dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan”.
6) Dalam QS. An-Nahl/ 16 : 91 :
ًوَأَوْفُوا بعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَ تَنْقُضُوا ْالَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيل
َ ِ
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).”
7) Thaha/ 20 : 40 :
ُإِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلّكمْ عَلَى منْ يَكْفُلُه
َ ُ
“(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Fir’aun): ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?”
Dalam QS. Al-Hadid/ 57 : 28
16. يَاأَيّهَفا الّذِينفَ ءَامَنُوا اتّقُوا اللّفهَ وَءَامِنُوا بِرَفسُولِهِ يُؤْتِكُفمْ كفْلَيْفنِ مِفنْ رَحْمَتِفهِ وَيَجْعَلْ لكُفمْ نُورًا
َ ِ ف
ٌتَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رحِيم
َ
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua
bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan
dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa arti kata ( ) كفليفنadalah dua bagian. Artinya bahwa (
) كففلsalah satu artinya adalah bagian. Dan dalam bertakaful, seseorang harus merasa
menjadi Â’bagianÂ’ dari orang lain. Sehingga terwujudlah kehidupan yang bertaawun satu
sama lainnya, seperti satu tubuh sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW
dalam salah satu haditsnya.
D. Pengertian Takaful Dalam Muamalah ()التعريف بالتكافل في المعاملت السلمية
Arti Takaful Dalam Pengertian Muamalah :
Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar
saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana
kebajikan (baca ; tabarru’) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5 :
2:
ِوَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرّ وَالتّقْوَى وَل تَعَاوَنُوا عَلَى اْلِثْمِ وَالْعُدْوَان
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Prinsip Bertakaful Sebagaimana Digambarkan Hadits (نظام التكاففل كمفا بينفه الحديفث
ف ف ف ف
)الشريف
17. Dalam sebuah riwayat digambarkan:
ْعَفنْ النّعْمَان ِف بْفنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَفسُولُ اللّفهِ ص َفلّى اللّفهُ عَلَيْفهِ وَفسَلّمَ مَثَلُ الْمؤْمِنِين َف فِفي تَوَادّهِفم
ُ
ِوَتَرَاحُمِهِفمْ وَتَعَاطُفِهِفمْ مَثَلُ الْجَفسَدِ إِذَا اشْتَكَفى مِنْفهُ عُضْوٌ تَدَاعَفى لَفهُ سفَائِرُ الْجَفسَدِ بِالسفّهَر
ف ف
)وَالْحُمّى )رواه مسلم
“Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan persaudaraan
kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu
tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.” (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat
Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota
masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan
menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima,
jumlahnya melebihi ‘biaya’ yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah
’surplus’, yang minimal dapat mengurangi ‘beban’ penderitaan orang yang terkena
musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.
E. Tiga Prinsip Tegaknya Sistem Takaful ( (المقومات الثلثة تقوم عليها النظام التكافل
Takaful Tegak Di Atas Tiga Prinsip :
1) Saling Bertanggung Jawab.
Banyak hadits yang mengajarkan bahwa hubungan kaum muslimin dalam rasa cinta dan
kasih sayang satu sama lain adalah ibarat satu badan, yang apabila salah satu anggota
badannya sakit, maka yang lain juga akan merasakannya.
2) Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong
menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Anugerah harta yang Allah berikan, hendaknya
digunakan untuk meringankan beban penderitaan yang lainnya.
3) Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
18. Hadits nabi mengajarkan bahwa tidak beriman seseorang yang dapat tidur nyenyak
dengan perut kenyang, sementara tetangganya tidak dapat tidur lantaran kemiskinan.
Dalil-Dalil Tentang Tiga Prinsip Tegaknya Takaful (الدلة عن المقومات الثلثة التى تقوم به
)النظام التكافلي
- Saling Bertanggung Jawab
Rasulullah SAW bersabda :
ْعَفنْ النّعْمَان ِف بْفنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَفسُولُ اللّفهِ ص َفلّى اللّفهُ عَلَيْفهِ وَفسَلّمَ مَثَلُ الْمؤْمِنِين َف فِفي تَوَادّهِفم
ُ
ِوَتَرَاحُمِهِفمْ وَتَعَاطُفِهِفمْ مَثَلُ الْجَفسَدِ إِذَا اشْتَكَفى مِنْفهُ عُضْوٌ تَدَاعَفى لَفهُ سفَائِرُ الْجَفسَدِ بِالسفّهَر
ف ف
)وَالْحُمّى )رواه مسلم
“Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan persaudaraan
kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu
tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain diriwayatkan :
ِع َنْ أَب ِي مُو سَى رَض ِيَ الل ّهُ عَن ْهُ ع َنْ النّبِي ّ صَلّى الل ّهُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ قَالَ الْمُؤْم ِنُ لِلْمؤْم ِنِ كَالْبُنْيَا ن
ُ
)يَشُدّ بعْضُهُ بعْضًا وَشَبّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ )رواه البخاري
َ َ
“Dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang mu’min dengan mu’min
lainnya (dalam satu masyarakat) adalah seumpama satu bangunan, dimana satu dengan
yang lainnya saling mengukuhkan.” (HR. Bukhari).
- Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Dalam sebuah hadits diriwiayatkan :
ِعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ نفّسَ عَنْ مؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَب
ُ َ
الدّنْيَا نَفّسَ اللّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ وَمَنْ يَسّرَ عَلَى معْسِرٍ يَسّرَ اللّهُ عَلَيْهِ ف ِي الدّنْيَا
ُ ْ
19. وَاْلخِرَةِ وَم َنْ سَتَرَ م ُسْلِمًا سَتَرَهُ اللّهُ ف ِي الدّنْيَا وَالخِرَةِ وَالل ّهُ ف ِي عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ ف ِي
ْ
)عَوْنِ أَخِيهِ )رواه البخاري
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang melapangkan
kesempitan seorang muÂ’min berupa kesempitan dalam kehidupan dunia, maka Allah
akan melapangkannya pada kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang
memudahkan kesulitan seorang mu’min, maka Allah akan melapangkan urusannya di
dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutupi aib saudaranya orang yang beriman,
maka Allah pun akan menutupi aib dirinya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu
menolong hamba-Nya, jika hamba-Nya senantiasa menolong saudaranya.” (HR. Bukhari)
- Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan :
ْع َنْ أَن َسٍ ب ْنِ مَال ِكٍ رَض ِيَ ا ُ عَن ْهُ قَالَ، قَالَ ر َسُوْلُ ا ِ صَلّى ا ُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ م َا آم َنَ ب ِيْ م َن
)بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائعٌ إِلىَ جَنْبِهِ وَهُوَ يعْلَمُ بِهِ )رواه الطبراني
َ ِ
“Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah beriman kepadaku
seseorang yang tidur pada malam hari dengan keadaan perut kenyang sementara
tetangganya kelaparan di sebelahnya dan dia mengetahui hal tersebut.” (HR. Thabrani).
Dalam hadits lain diriwayatkan :
ْع َنْ حُذَيْفَةَ ب ْنِ الْيَمَا نِ رَض ِيَ ا ُ عَن ْهُ قَالَ، قَالَ ر َسُوْلُ ا ِ صَلّى ا ُ عَلَي ْهِ و َسَلّمَ م َنْ لَ يهْت َم
َ
)بِأمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ )رواه الطبراني
َ
“Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Â’Barang siapa yang
tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka.”
(HR. Thabrani).
Peranan Iman Dalam Tegaknya Prinsip Takaful (دور اليمان في إقامة المقومات )التكافلية
20. Tiga Prinsip Takaful di Atas, tidak mungkin terjabarkan atau terealisasikan dalam
kehidupan nyata, jika tidak dilandasi dengan kemantapan Iman dan Taqwa kepada Allah
SWT.
Niat ikhlas untuk membantu sesama manusia yang mengalami penderintaan karena
musibah, atau meringankan mereka dari berbagai resiko yang mengalami musibah,
merupakan landasan awal dalam prinsip takaful.
Dalam Al-QurÂ’an Allah SWT mengingatkan kaum muslimin :
ُوَأَلّفَ بَيْنَ قُلُوبهِمْ لوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنّ اللّهَ أَلّفَ بَيْنَهُمْ إِنّه
ْ َ ِ
ٌعَزِيزٌ حَكِيم
“Dan (Allahlah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun
kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal/ 8 : 63)
Definisi Wadiah
with 3 comments
1. PENGERTIAN WADI’AH
Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang
seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia
meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga.
2. HUKUM WADI’AH
21. Apabila seseorang menitipkan barang kepada saudaranya, maka ia wajib menerima titipan
tersebut, bila ia merasa mampu menjaganya, hal ini termasuk dalam rangka tolong
menolong dalam ketakwaan dan kebajikan.
Pihak penerima barang titipan wajib mengembalikan titipan kepada pemiliknya kapan saja
ia memintanya.
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.” (QS An-Nisaa’: 58).
“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Rabbnya.” (QS Al-Baqarah: 283).
Dan sabda Rasulullah saw:
“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu.” (Shahih:
Shahihul Jami’us Shaghir no: 240, Tirmidzi II: 368 no: 1282 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 450 no:
3518).
3. MENANGGUNG RESIKO
Pihak yang menerima titipan tidak mesti mengganti kerusakan barang titipan, kecuali
karena sikap menggampangkannya.
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ra, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang dititipi barang, maka ia tidak ada tanggungan atasnya.” (Hasan: Shahih
Ibnu Majah no: 1945, Irwa-ul Ghalil no: 1547 dan Ibnu Majah II: 802 no: 2401).
Darinya (sang kakek di atas) ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada tanggungan
atas orang yang diberi amanat.” (Hasan: Shahihul Jami’us Shagir no: 7518, Daruquthni III:
41 no: 167 dan Baihaqi VI: 289).
22. Dari Anas bin Malik ra bahwa Umar bin Khattab ra pernah menuntut tanggung jawabnya
terhadap barang titipan yang dicuri orang yang berada di antara harta bendanya. Imam
Baihaqi memberi komentar, “Barangkali karena Anas bin Malik lalai sehingga Umar
menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan itu karena kelalaiannya.” (Baihaqi VI:
289).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah
Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 705 – 706.
4. JENIS WADIAH
• Wadiah Yad Dhamanah – wadiah di mana si penerima titipan dapat
memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin
untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik
menghendakinya.
• Wadiah Yad Amanah – wadiah di mana si penerima titipan tidak
bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan
selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan
dalam memelihara titipan tersebut
Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang
without comments
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang.
Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
23. 1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan
dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return)
tidak pasti dan tidak tetap.
2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko
karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong
seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang.
Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan
investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak
tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-
benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus
terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik
dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.