Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan tradisi lisan di beberapa suku di Indonesia. Secara khusus membahas tentang tiga jenis folklor yaitu folklor lisan, setengah lisan, dan bukan lisan. Kemudian memberikan contoh tradisi lisan suku Tolaki seperti nyanyian rakyat, teka-teki, dan tarian tradisional. Dokumen ini juga menjelaskan proses hilangnya tradisi lisan di Kabupaten Konawe akibat pengaruh te
2. a) Folklor lisan yaitu folklor yang penyebarannya melalui lisan,
prosesnya secara turun-temurun dari generasi kegenerasi
sedikitnya dua generasi. Folklor lisan terdiri dari bahasa rakyat
(misalnya, logat, julukan, pangkat tradisional, dan gelar
kebangsawanan), ungkapan tradisional (contohnya peribahasa,
pepatah), pertanyaan tradisional (seperti teka-teki), puisi rakyat
(pantun, gurindam, dan syair), cerita rakyat, nyanyian rakyat.
b) Folklor setengah lisan yaitu folklor yang penyebarannya bukan saja
secara lisan, melainkan juga bukan lisan. Contohnya adalah
sesuatu yang dipercaya oleh rakyat biasanya bersifat tahayul dan
bermakna gaib. Selain kepercayaan rakyat, contoh folklor setengah
lisan juga meliputi permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat
istiadat, upacara, atau pesta rakyat.
c) Folklor bukan lisan yaitu folklor yang bentuknya bukan lisan,
meskipun cara pembuatannya menggunakan lisan. Terdapat dua
tipe folklor bukan lisan yaitu material dan bukan material, contoh
dari folklor yang termasuk material adalah arsitektur rakyat dan
sebagainya dan yang bukan material adalah gerak isyarat
tradisional, bunyi isyarat untuk berkomunikasi.
Jenis-jenis Tradisi
Lisan
3. Tradisi Lisan Suku
Tolaki
•Folklor lisan: Moanggo (nyanyian rakyat), Totado
(teka-teki), mobasa basa,
•Folklor setengah lisan: upacara adat mesokei,
upacara adat mowindahako, dan beberapa permainan
rakyat, serta tarian tradisional seperti tari
mondotambe
•Folklor bukan lisan: Sumandu (Proses pembuatan
sagu)
4. Deskripsi Proses Tradisi Lisan
Tari Mondotambe yang berasal dari bahasa Tolaki
yang berarti penyambutan atau
penjemputan. Tarian ini bermula sebagai tarian yang
menyambut para raja dan prajuritnya sehabis perang
membawa kemenangan. Saat ini meskipun sudah
tidak berada di zaman kerajaan tari mondotambe
masih di lakukan, selain dilakukan dalam acara acara
penyambuta pejabat tarian ini juga di gunakan dalam
berbagai pentas seni yang diadakan, hal ini juga
bertujuan untuk terus menjaga kelestarian dari tarian
ini agar tidak terkikis atau hilang oleh zaman.
Tradisi mengirim doa (Mobasa-basa) ini selalu
diiringi dengan sajian makanan dan bakar dupa.
Di zaman dahulu, kedatangan Islam di tanah
Tolaki menyebabkan tradisi mobasa-basa
mengalami transformasi, dimana mantra-mantra
dalam tutur lokal diganti dengan ayat-ayat suci Al
Qur'an. Penulis sendiri merasakan betul tradisi ini,
ketika dalam keluarga ini tak pernah bisa untuk
dilewatkan, sebab selain tradisi kegiatan mobasa-
basa ini juga merupakan turun temurun telah
dipraktekan. Bukan hanya sekedar tradisi,
mobasa-basa ini juga memiliki makna saling
mengeratkan silaturahmi, serta berbagai
kebahagiaan dengan sesama. Tidak hanya orang
Tolaki, suku lain di Sulawesi Tenggara seperti
Buton dan Muna, juga melaksanakan ritual ini
yang disebut dengan Haroa. Tradisi serupa juga
dapat dijumpai pada masyarakat Bone, yang
dikenal dengan Mappadekko.
5. Seiring berkembang teknologi pada saat ini, didaerah saya yaitu Kab.
Konawe tradisi lisan hampir mengalami kepunahan, bahkan bisa di
katakan sudah 85% tradisi lisan di daerah saya sudah hilang. Contohnya
adalah permainan rakyat tradisional, pada masa sekarang anak-anak
maupun orang dewasa dikampung saya perlahan-lahan mulai
melupakan permainan rakyat yang biasa dimainkan, hal ini tentunya
hadirnya berbagai jenis alat alat elektronik yang banyak menyediakan
berbagai fitur yang menarik dan canggih, sehingga hal ini menjadi salah
satu penyebab utama dari hilangnya permaian tradisional. Hal ini juga
terjadi pada tradisi tradisi lainnya, tinggal hanya beberapa tradisi saja
yang masih di pegang meskipun eksistensinya mulai hilang.