Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang kenaikan tarif BPJS Kesehatan dan dampak sosialnya terhadap masyarakat berdasarkan perspektif akuntansi sosial 2) Kenaikan tarif BPJS dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat menurunkan partisipasi masyarakat 3) Pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terkait dampak sosial kebijakan
Strategi kebijakan pelayanan kesehatan perlu memperhatikan kondisi daerah dan sumber daya yang ada serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan akses pelayanan kesehatan yang merata bagi masyarakat. Kebijakan pelayanan mencakup layanan primer, rujukan, tradisional, serta promotif dan preventif.
Dokumen ini merupakan rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan provinsi DIY untuk periode 2005-2025. Rencana ini membahas visi, misi, tujuan, strategi, dan target pembangunan kesehatan untuk empat periode lima tahun. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat DIY dengan peningkatan ketersediaan layanan kesehatan yang merata, bermutu, dan terjangkau.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem kesehatan nasional Indonesia dan pelayanan kesehatan, mencakup tujuan pembelajaran, pokok bahasan tentang sistem kesehatan nasional dan subsistemnya, pengembangan SDM kesehatan, serta pelayanan kesehatan di Indonesia yang dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Kajian Pengaruh Kebijakan Desentralisasi Pada Peningkatan Kesejahteraan Masya...Krismiyati Tasrin
Studi ini menganalisis pengaruh kebijakan desentralisasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di 25 kabupaten/kota di Jawa Barat selama 2004-2010. Hasilnya menunjukkan bahwa desentralisasi fungsional dan personil berpengaruh positif terhadap pendidikan dan rasio tempat tidur rumah sakit, namun tidak terhadap ekonomi, jalan, dan rasio dokter. Hal ini mengindikasikan bahwa saluran utama pengaruh de
Strategi kebijakan pelayanan kesehatan perlu memperhatikan kondisi daerah dan sumber daya yang ada serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan akses pelayanan kesehatan yang merata bagi masyarakat. Kebijakan pelayanan mencakup layanan primer, rujukan, tradisional, serta promotif dan preventif.
Dokumen ini merupakan rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan provinsi DIY untuk periode 2005-2025. Rencana ini membahas visi, misi, tujuan, strategi, dan target pembangunan kesehatan untuk empat periode lima tahun. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat DIY dengan peningkatan ketersediaan layanan kesehatan yang merata, bermutu, dan terjangkau.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem kesehatan nasional Indonesia dan pelayanan kesehatan, mencakup tujuan pembelajaran, pokok bahasan tentang sistem kesehatan nasional dan subsistemnya, pengembangan SDM kesehatan, serta pelayanan kesehatan di Indonesia yang dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Kajian Pengaruh Kebijakan Desentralisasi Pada Peningkatan Kesejahteraan Masya...Krismiyati Tasrin
Studi ini menganalisis pengaruh kebijakan desentralisasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di 25 kabupaten/kota di Jawa Barat selama 2004-2010. Hasilnya menunjukkan bahwa desentralisasi fungsional dan personil berpengaruh positif terhadap pendidikan dan rasio tempat tidur rumah sakit, namun tidak terhadap ekonomi, jalan, dan rasio dokter. Hal ini mengindikasikan bahwa saluran utama pengaruh de
Prospek Restrukturisasi Pemerintah dalam rangka Pengembangan Kemitrausahaan d...Tri Widodo W. UTOMO
Dokumen tersebut membahas prospek restrukturisasi pemerintah daerah dalam rangka pengembangan kemitraan dengan sektor swasta. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan masyarakat dengan melibatkan sumber daya masyarakat. Dokumen ini menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan, dan metodologi penelitian terkait restrukturisasi tersebut.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Ekonomi kesehatan adalah ilmu ekonomi yang diterapkan pada topik-topik kesehatan dan berhubungan dengan alokasi sumber daya kesehatan, biaya, organisasi, dan efisiensi pelayanan kesehatan; (2) Ekonomi kesehatan membahas konsumen, penyedia, dan pemerintah dalam konteks pelayanan kesehatan serta manfaat investasi kesehatan; (3) Penerapan
Dokumen tersebut membahas latar belakang penelitian tentang pelayanan pemerintah kepada masyarakat di dua kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat. Ia mengidentifikasi masalah motivasi kerja aparat dan kualitas layanan KTP, lalu menetapkan tujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kualitas layanan dan manfaat hasil penelitian.
Chapter 5 Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance...Nasiatul Salim
Sasaran evaluasi sistem kesehatan meliputi status kesehatan populasi, kepuasan warga terhadap pelayanan kesehatan, dan tingkat perlindungan terhadap risiko finansial akibat penyakit. Tiga sasaran ini dipilih karena relevan secara politik dan filosofis serta dipengaruhi oleh kebijakan kesehatan. Pengukuran ketiga sasaran memerlukan pertimbangan metodologis dan etis.
Sistem Pembiayaan Kesehatan di Korea Selatan - Health Financing System in Sou...Ella Banurea
Analisis Sistem Pembiayaan Kesehatan di Korea Selatan. Korea Selatan adalah salah satu negara dengan sistem pembiayaan paling maju di dunia dan sudah mencapai universal coverage.
Laporan ini menganalisis peraturan perundangan terkait upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Beberapa temuan awal adalah banyaknya jumlah undang-undang yang dihasilkan dapat menurunkan kualitasnya dan menimbulkan ketidakselarasan antar undang-undang. Laporan ini bertujuan mengidentifikasi undang-undang mana yang mendukung pemenuhan hak dasar rakyat miskin dan yang menghadapi hambatan pelaksanaan.
Dokumen tersebut membahas kondisi umum penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Indonesia. Ada beberapa tantangan yang dihadapi seperti jangkauan pelayanan yang terbatas, tumpang tindih program, dan sumber daya manusia yang kurang. Dokumen ini juga menjelaskan kondisi pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk berbagai kelompok sasaran seperti anak, penyandang cacat, lanjut usia, dan korban napza.
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiSyahyuti Si-Buyuang
UU No 16 tahun 2006 telah mengamanatkan mobilisasi terhadap penyuluhan pertanian swasta. Namun, sampai saat ini belum jelas pemahaman pemerintah, apalagi rencana mobilisasinya. Kurang perhatian.
Riset kesehatan dasar 2010 (penggunaan tembakau dan rokokindonesiaheart
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 memberikan informasi tentang status kesehatan masyarakat Indonesia khususnya indikator Millenium Development Goals (MDGs) kesehatan. Riskesdas 2010 mengumpulkan data dari sampel rumah tangga di seluruh Indonesia untuk menganalisis indikator MDGs seperti gizi, konsumsi gizi, dan kesehatan ibu dan anak. Hasilnya menunjukkan perbaikan pada beberapa indikator gizi anak namun masih ada kesen
BPJS Kesehatan beroperasi dengan baik untuk seluruh penduduk Indonesia dengan paket manfaat medis dan non medis yang sama untuk semua peserta. Sasaran program JKN adalah memastikan distribusi fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang merata dan memadai untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Kebijakan pemerataan dan redistribusi peserta JKN di fasilitas kesehatan tingkat pertama diharapkan dapat mendorong p
Prospek Restrukturisasi Pemerintah dalam rangka Pengembangan Kemitrausahaan d...Tri Widodo W. UTOMO
Dokumen tersebut membahas prospek restrukturisasi pemerintah daerah dalam rangka pengembangan kemitraan dengan sektor swasta. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan masyarakat dengan melibatkan sumber daya masyarakat. Dokumen ini menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan, dan metodologi penelitian terkait restrukturisasi tersebut.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Ekonomi kesehatan adalah ilmu ekonomi yang diterapkan pada topik-topik kesehatan dan berhubungan dengan alokasi sumber daya kesehatan, biaya, organisasi, dan efisiensi pelayanan kesehatan; (2) Ekonomi kesehatan membahas konsumen, penyedia, dan pemerintah dalam konteks pelayanan kesehatan serta manfaat investasi kesehatan; (3) Penerapan
Dokumen tersebut membahas latar belakang penelitian tentang pelayanan pemerintah kepada masyarakat di dua kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat. Ia mengidentifikasi masalah motivasi kerja aparat dan kualitas layanan KTP, lalu menetapkan tujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kualitas layanan dan manfaat hasil penelitian.
Chapter 5 Buku Getting Health Reform Right : A Guide to Improving Performance...Nasiatul Salim
Sasaran evaluasi sistem kesehatan meliputi status kesehatan populasi, kepuasan warga terhadap pelayanan kesehatan, dan tingkat perlindungan terhadap risiko finansial akibat penyakit. Tiga sasaran ini dipilih karena relevan secara politik dan filosofis serta dipengaruhi oleh kebijakan kesehatan. Pengukuran ketiga sasaran memerlukan pertimbangan metodologis dan etis.
Sistem Pembiayaan Kesehatan di Korea Selatan - Health Financing System in Sou...Ella Banurea
Analisis Sistem Pembiayaan Kesehatan di Korea Selatan. Korea Selatan adalah salah satu negara dengan sistem pembiayaan paling maju di dunia dan sudah mencapai universal coverage.
Laporan ini menganalisis peraturan perundangan terkait upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Beberapa temuan awal adalah banyaknya jumlah undang-undang yang dihasilkan dapat menurunkan kualitasnya dan menimbulkan ketidakselarasan antar undang-undang. Laporan ini bertujuan mengidentifikasi undang-undang mana yang mendukung pemenuhan hak dasar rakyat miskin dan yang menghadapi hambatan pelaksanaan.
Dokumen tersebut membahas kondisi umum penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Indonesia. Ada beberapa tantangan yang dihadapi seperti jangkauan pelayanan yang terbatas, tumpang tindih program, dan sumber daya manusia yang kurang. Dokumen ini juga menjelaskan kondisi pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk berbagai kelompok sasaran seperti anak, penyandang cacat, lanjut usia, dan korban napza.
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiSyahyuti Si-Buyuang
UU No 16 tahun 2006 telah mengamanatkan mobilisasi terhadap penyuluhan pertanian swasta. Namun, sampai saat ini belum jelas pemahaman pemerintah, apalagi rencana mobilisasinya. Kurang perhatian.
Riset kesehatan dasar 2010 (penggunaan tembakau dan rokokindonesiaheart
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 memberikan informasi tentang status kesehatan masyarakat Indonesia khususnya indikator Millenium Development Goals (MDGs) kesehatan. Riskesdas 2010 mengumpulkan data dari sampel rumah tangga di seluruh Indonesia untuk menganalisis indikator MDGs seperti gizi, konsumsi gizi, dan kesehatan ibu dan anak. Hasilnya menunjukkan perbaikan pada beberapa indikator gizi anak namun masih ada kesen
BPJS Kesehatan beroperasi dengan baik untuk seluruh penduduk Indonesia dengan paket manfaat medis dan non medis yang sama untuk semua peserta. Sasaran program JKN adalah memastikan distribusi fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang merata dan memadai untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Kebijakan pemerataan dan redistribusi peserta JKN di fasilitas kesehatan tingkat pertama diharapkan dapat mendorong p
Pelayanan Kelas Rawat Inap Standar oleh BPJS.pptxPieceofnooKim
BPJS Kesehatan merupakan badan hukum untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah berencana menghapus penggolongan BPJS berdasarkan kelas menjadi kelas tunggal atau standar. Penelitian menunjukkan respon masyarakat Desa Bandar Selamat terhadap kebijakan ini campur aduk, dengan sebagian terbantu oleh BPJS tapi lebih memilih sistem kelas sebelumnya.
Proposal Pendahuluan PENGARUH KEPUASAN PEGAWAI MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PE...Excruciate Limited
a Fallibility of property is tought of the greatest illustration on how the lowest marginal of the society catches your mind set to the precious time to buy the world and the obsoloscence network lobbying
Teks tersebut membahas tentang analisis spasial lokasi fasilitas kesehatan tingkat pertama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di Provinsi Banten. Teks menjelaskan latar belakang program Jaminan Kesehatan Nasional, peran dan jenis-jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama, serta teori-teori terkait penentuan lokasi fasilitas seperti teori tempat sentral dan teori lokasi industri.
Dokumen tersebut membahas latar belakang sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia sebelum JKN dan masalah yang mungkin muncul dalam pelaksanaan JKN seperti ketimpangan layanan antar daerah akibat perbedaan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM serta kemungkinan tidak terpenuhinya tujuan JKN untuk memberikan layanan kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health careNasiatul Salim
1. Terdapat perbedaan yang besar dalam hasil kesehatan antara negara berpenghasilan tinggi dan rendah. Faktor selain pendapatan per kapita seperti kebijakan dan sistem kesehatan juga berpengaruh.
2. Tujuan PBB untuk menutup jurang kesehatan melalui MDG dan bantuan internasional telah mencapai kemajuan, meski masih ada tantangan seperti peningkatan mortalitas di beberapa negara Afrika.
3. Peningk
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang program logika, teori program, dan standar penulisan laporan evaluasi realistik.
2. Metode evaluasi realistik digunakan untuk mengevaluasi program kesehatan dengan menjelaskan apa yang berhasil, untuk siapa, dan dalam konteks apa.
3. Dokumen tersebut memberikan contoh program logika dan teori program untuk mencapai sasaran Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2019.
01. Kebijakan dan manajemen kesehatan.pptxsunardi21
mengembangkan kajian tentang :
hubungan antara pemerintah dan swasta,
distribusi kewenangan dan tanggung jawab antar berbagai level pemerintah,
hubungan antara penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya,
ideologi kebijakan
makna reformasi kesehatan.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan, teori dan konsep manajemen tidak dapat diabaikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, beberapa poin analisis kebijakan UKM yang dapat diambil antara lain:
1. Kesesuaian kebijakan UKM dengan peraturan perundang-undangan terkait seperti Perpres 72/2012 dan UU No. 23/2014 tentang pembagian kerja UKM antara pemerintah pusat, propinsi, dan daerah.
2. Efektivitas pelaksanaan UKM di tingkat primer oleh puskesmas dengan mengutamakan upaya promotif-prevent
Dokumen tersebut membahas potensi kesenjangan akses dan manfaat pelayanan kesehatan di Indonesia melalui program JKN. Ada kemungkinan perbedaan yang besar antara daerah maju dan daerah sulit. Hal ini disebabkan oleh kekurangan investasi di daerah sulit, peningkatan fasilitas kesehatan lebih banyak di daerah maju, serta adanya koordinasi manfaat antara BPJS dengan asuransi swasta yang dapat meningkatkan penggunaan klaim
Similar to Social Accounting; Tendensi Kemaslahatan Publik dibalik Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan di Indonesia (20)
Digital Literacy is an important instrument to strengthen customer strength to avoid risky credit behaviour. Apart from Digital Literacy, Financial Self Efficacy is also an important instrument to avoid this. Therefore, this research aims to analyze the influence of digital literacy and financial self-efficacy on risky credit behaviour. This research is quantitative research with an explanatory approach, namely research that uses previous research as a stepping stone for finding new findings. The data used in this research uses primary data collected using the 1-5 questionnaire method which contains agree, strongly agree, disagree and strongly disagree. The data used was analyzed via PLS 3.0. The research results show that the Digital Literacy and Financial Self Efficacy variables each have a positive relationship and a significant influence on Risky Credit Behavior. As Digital Literacy improves and Confidence in managing finances increases, it will further strengthen the potential of employees to avoid Risky Credit Behavior
The creative economy has become a driving force for economic growth
and cultural development in Indonesia, with the Minister of Tourism
and Creative Economy at the forefront of shaping policies and
initiatives to support this sector. This research employs a mixedmethods approach, combining quantitative survey data and qualitative
insights from in-depth interviews, to explore the Minister's role in
encouraging innovation and entrepreneurial networks in the creative
economy. The findings reveal a generally positive perception of the
Minister's policies, with stakeholders acknowledging their
effectiveness in promoting innovation and entrepreneurial networks.
Networking and collaboration initiatives facilitated by the Minister are
seen as instrumental in fostering connections within the sector. While
challenges exist, including the need for enhanced funding accessibility
and intellectual property protection, they present opportunities for
policy improvement. The study contributes to a nuanced
understanding of the Minister's impact and offers policy
recommendations to further enhance the growth and sustainability of
the creative economy in Indonesia.
This study aims to determine whether the simultaneous use of finance, business training, and e-commerce has a favorable
and significant impact on microbusiness revenue. Multiple linear regression is being used in this quantitative research
approach. The people who participate in microbusinesses and have received business training make up the population of
this study. Purposive sampling, a non-probability sample technique, and a total of 100 respondents make up the approach
employed in this study. The questions for this study were made available and directly completed by respondents using
Google Forms. The Likert scale was employed by the author as a measurement in this study. The usage of e-commerce has
a good and considerable impact on microbusiness income, according to the research findings. Microbusiness income is
significantly and favorably impacted by capital. Microbusiness income is significantly and favorably affected by enterprise
training. Microbusiness revenue benefits significantly and positively from the usage of e-commerce, financing, and business
training all at once. 52% of microbusiness income is impacted by the usage of e-commerce, financing, and enterprise
training. The other 48%, meanwhile, was affected by things unrelated to this study
This study aims to analyze the effect of the human development
index and financial performance on accountability through
transparency of the Indonesian government. The main theory
used in this research is Institutional Theory, supported by
Stakeholder Theory, and Agency Theory. A purposive sampling
technique was used in this study, then the final sample was 330
from the number of provinces in Indonesia for the category
Indonesian open budget transparency within 10 years, data was
obtained by grouping through a method of Internet search from
government websites and the Central Bureau of Statistics in
Indonesia. Collected data were processed with the use of tool
analysis descriptive quantitatively using the SEM method. The
results of this study found that Human Development Index and
General Allocation Fund had a significant effect, while Original
Local Government Revenue did not have a significant effect on
accountability through transparency, this research became a
reference for further researchers, and as a reference material for
provincial governments in determining policy
Tourism has an important role in the economy with significant contributions to
sustainable development. Based on World Travel & Tourism Council WTTC (2016) and World
Bank (2016) that tourists contribute 10 % to national Gross domestic product (GDP), the highest
in ASEAN in which tourism GDP national grew 4.8 % with an upward trend up to 6.9%, more
than other sectors such as industrial agriculture, manufacturing automotive and mining. In
addition, tourism contributed to foreign exchange by about US $ 1 Million, produced GDP
US$ 1.7 Million or 170%, and is still the highest compared to other industries.
Economics and Digital Business Review / Volume 5 Issue 1 (2024)
48
The Implementation of Halal Tourism Ecosystem in Bantimurung....
Halal tourism has become a new phenomenon in tourism industries. In several years,
amount of tourists from halal tourism experienced significant improvement. Based on
Thomson Reuters and Dinar Standard (2013) that sector of Halal tourism is worth US$137
billion in 2013 and reached US$181 billion in the year 2018.
While, some countries try to build and create halal tourism ecosystem such as
Malaysia, Thailand, Japan and South Korea. Malaysia declared as center of world halal
products and promoted through the Malaysia International Halal Showcase (MIHAS) each
year since 2013. Besides, Thailand also declared as center last halal food followed Japan and
South Korea, even though the Muslim population in Japan only 100.000 persons and South
Korea only 150,000 persons. However, they are interested to muslim traveler in order to get
the business opportunity in halal tourism.
Dokumen tersebut merupakan curriculum vitae dari Dr. Jamaluddin Majid yang berisi ringkasan singkat tentang identitas diri, riwayat pendidikan, pengalaman kerja, organisasi, penghargaan, dan karya tulisnya.
his research aims to reveal goal congruence for the financial statement fraud- based behavioral audit.
financial statement fraud. The agency relationship theory is a contract between the auditor (agent) and the principal (principal). Agency relationships arise when one or more principals employ another person
(agent) to provide a service and then delegate authority to decision making to the agent. This study was
conducted at KAP Benny and colleagues using qualitative research using phenomenology approach using
secondary data and primary data analyzed using interview and interview method using tools in the form
of recorder and manuscript aid and tested its validity. The result of this research is shown by case from
from 2015 to 2017. In 2015 there was 86.3% of cases, in 2016 there was 86.7% and down in 2017 by
3.68%. Auditors' perception of goal congruence can help in achieving the goal of information that is not synchronized with other information. For that in building a good goal congruence then we need to build the ethics of an auditor
Application of internal control system and accounting information system in management of coffee shopis a very
important thing. This financial statements must meet the following characteristics : relevant, reliable, comparable,
and understandable. The purpose this study: (1) to find out whether the use of accounting information system and
internal controls effect the quality of financial statements.(2) to find out whether intelligence quotient moderates
the effect of accounting information system and internal controls on the quality of financial statements. The
population in this study are all Cofee Shop in The City Of Makassar. The sample in this study is manager or
employees of the financial part of the respondents were 12 respondents. The samples were selected by using a
purposive sampling method. Data was collected by distributing questionnaires to the respondents directly
concerned. Technical analysis of the data used is multiple regression with SPSS 24. The result showed that: (1)
the accounting information system has a positive significant effect on the quality of government financial
statements and the internal control system has a significant effect on the quality of financial
statements.(2)Intelligence quotient is able to moderate the financial information system towards the quality of
financial statements. While intelligence quotient variable is not able to moderate internal controls on the quality
of financial statements.
This document discusses a study examining the effect of human resource competence, information technology utilization, and accountability on the quality of regional financial statements in Gowa Regency, Indonesia. The study found that human resource competence, information technology utilization, and accountability all had a positive effect on the quality of financial statements. However, the internal control system was not found to moderate the relationship between human resource competence or information technology utilization and financial statement quality, but did moderate the relationship between accountability and financial statement quality. The document provides background on regional financial reporting standards in Indonesia and reviews prior related research studies.
This study aims to determine the effect of financial distress and disclosure to the going concern of banking
companies listing on Indonesia Stock Exchange. Population of this research is all banking companies
listed in Indonesian Stock Exchange. Sample in this research is 6 banking companies. The analysis method
is logistic regression. The result of the research shows that financial distress has a negative effect on
going-concern opinion, while disclosure negatively affect of going concern opinion on banking company
listing in Indonesian Stock Exchange.
A public accountant as a profession that provides assurance services about historical
financial report information to the public is required to have adequate accounting knowledge and
accounting skills as well as personal qualities. Such personal qualities will be reflected in his
professional behavior. Professional behavior of public accountant one of them embodied in the
form of avoid dysfunctional behavior of accountant. dysfunctional behavior is related to time
budget pressure and turnoer intention. A high level of time budget pressure will encourage
auditors to perform dysfunctional behaviors. The desire to quit working is also judged to affect the
irregularities of auditor behavior. There is a significant positive correlation between intention
turnover and dysfunctional audit behavior due to decreased fears of possible sanctions if such
behavior is detected.
This study aims to examine the greedy effect of greed, opportunity, need and disclosure on the behavior of APBD corruption with parliamentary behavior as a moderating variable. This research is a quantitative research using a descriptive approach. The method of data collection is by handing out questionnaires. That Data analysis is done by applying multiple linear regression analysis and regression moderating analysis with residual test approach. The results of the study with multiple linear regression analysis indicate that greedy, opportunity, and disclosure have a positive impact on the behavior of APBD corruption, while need does not affect the behavior of APBD corruption actions. The analysis of the moderating variable with the residual approach shows that parliamentary behavior can moderate greed, opportunity, need and disclosure on the behavior of APBD corruption. This means that the greater the greed, the greater the opportunity and disclosure, the higher the behavior of the APBD corruption, but if the individual has good parliamentary behavior, it will reduce the behavior of the APBD corruption.
The aim of this study was to examine the effect of financial distress, rewards and company performance using return on assets (ROA), managerial ownership, ownership concentration, directors' composition and leverage on directors' remuneration with company size, leverage and company age as control variables. The study population comprised manufacturing companies in the food and beverage sector listed on the ASEAN state stock exchange. The study used a purposive sampling method. The sample number consisted of 68 manufacturing companies. The data used are secondary data obtained from ASEAN state stock exchanges. Data analysis used multiple linear regression. The results indicate that ROA, managerial ownership, ownership concentration, firm size and leverage have a significant effect on directors' remuneration, while financial distress, reward, company age and state have no significant effect on directors' remuneration. The implications of study mean that boards of directors can conduct a comprehensive evaluation of the directors' remuneration system by establishing a team that has the authority to provide input and formulation of a remuneration system that meets the principle of fairness.
More from State Islamic University Alauddin Makassar (15)
BAB 3 PROFESI, PELUANG KERJA, DAN PELUANG USAHA BIDANG AKL.pptxanselmusl280
Jurusan akuntansi merupakan salah satu jurusan yang cukup populer di Indonesia. Banyak mahasiswa yang memilih jurusan ini karena prospek kerja yang menjanjikan. Namun, sebelum memilih jurusan ini, sebaiknya Anda mengetahui terlebih dahulu apa itu jurusan akuntansi.
Akuntansi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, dan pelaporan transaksi keuangan. Jurusan akuntansi sendiri merupakan suatu program studi yang mengajarkan ilmu akuntansi, mulai dari dasar-dasar akuntansi hingga akuntansi lanjutan.
Dalam jurusan akuntansi, Anda akan mempelajari berbagai materi, seperti dasar-dasar akuntansi, teori akuntansi, analisis laporan keuangan, audit, pajak, hingga manajemen keuangan. Selain itu, Anda juga akan belajar menggunakan software akuntansi, seperti Microsoft Excel dan SAP.
Gelar akademik yang akan didapatkan oleh para lulusan S-1 jurusan akuntansi adalah Sarjana Akuntansi (S.Ak.). Memiliki gelar sarjana akuntansi merupakan salah satu syarat penting untuk menjadi seorang akuntan profesional.
Dengan memperoleh gelar sarjana akuntansi, seseorang dianggap memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai akuntansi, audit, pajak, dan manajemen keuangan.
Setelah lulus dari jurusan akuntansi, Anda memiliki peluang kerja yang sangat luas. Anda bisa bekerja di berbagai bidang, seperti akuntan publik, auditor, konsultan pajak, pegawai bank, pegawai asuransi, broker saham, hingga dosen akuntansi. Bahkan, jika Anda memiliki kemampuan untuk memulai bisnis, Anda juga bisa membuka usaha konsultan akuntansi.
Anda juga bisa memperoleh gaji yang cukup tinggi jika bekerja di bidang akuntansi. Gaji rata-rata untuk lulusan akuntansi di Indonesia bervariasi, tergantung dari posisi dan pengalaman kerja. Namun, umumnya gaji untuk lulusan akuntansi di Indonesia berkisar antara 4 hingga 10 juta rupiah per bulan.
Secara keseluruhan, jurusan akuntansi memiliki prospek kerja yang menjanjikan dan peluang karier yang luas. Namun, sebelum memilih jurusan ini, pastikan Anda memiliki minat dan bakat dalam bidang akuntansi. Selain itu, perlu juga memiliki kemampuan analisis yang baik, teliti, dan detail-oriented.
Salah satu prospek kerja yang menarik bagi lulusan akuntansi adalah menjadi broker saham.
Sebagai broker saham, tugas utama adalah membantu investor dalam membeli dan menjual saham di pasar saham. Selain itu, seorang broker saham juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data dan memprediksi pergerakan harga saham.
Meskipun menjadi broker saham terdengar menarik dan menjanjikan, tetapi tidak semua lulusan akuntansi bisa menjadi broker saham dengan mudah. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi broker saham, antara lain harus memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan harus memiliki lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, bagi lulusan akuntansi yang memiliki sertifikasi dan lisensi tersebut, prospek kerja sebagai broker saham di Indonesia
MATERI AKUNTANSI IJARAH POWER POINT (PPT)ritaseptia16
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek
sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek
sewa yang di sewakannya.
Social Accounting; Tendensi Kemaslahatan Publik dibalik Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan di Indonesia
1. 1
Social Accounting; Tendensi Kemaslahatan Publik dibalik Kenaikan
Tarif BPJS Kesehatan di Indonesia
Jamaluddin Majid
(Jamalmajid75@gmail.com)
Reza Eka Saputra
(mreza32@gmail.com)
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
ABSTRAK
Kemaslahatan masyarakat terkait dengan pemenuhan hak-hak kesehatan kerap kali
diabaikan dengan hadirnya berbagai kebijakan yang sejatinya tidak pro rakyat. Salah satunya
adalah kenaikan tarif BPJS Kesehatan sebesar dua kali lipat yang secara tidak langsung akan
memberikan dampak sosial bagi kehidupan masyarakat. Olehnya itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas program BPJS Kesehatan dan tendensi dari kenaikan tarif BPJS
tersebut terkait dengan kemaslahatan masyarakat.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretif
yang mengkaji suatu problematika atau isu-isu sosial secara rinci dan mendalam. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan studi literatur. Untuk menjamin
keabsahan data penelitian digunakan metode triangulasi sumber data dan teori dalam analisis
data penelitian, lalu kemudian menarik kesimpulan akhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif BPJS memberikan dua dampak
terhadap masyarakat sesuai dengan tinjauan akuntansi sosial, yakni cost and benefit.
Kenaikan tarif BPJS Kesehatan akan menurunkan partisipasi masyarakat terkait dengan
pembayaran iuran yang disebabkan oleh kurangnya manfaat sosial yang mereka terima dari
adanya program BPJS Kesehatan. Akibatnya, masyarakat secara legitimasi akan cenderung
untuk tidak percaya lagi kepada pemerintah karena kebijakan terkait kenaikan tarif BPJS
Kesehatan dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kajian
mendalam perlu dilakukan oleh pemerintah terkait kebijakan ini agar tendensi positif terkait
kemaslahatan masyarakat dalam bidang kesehatan dapat dipenuhi secara maksimal.
Kata Kunci: Akuntansi Sosial, BPJS Kesehatan, Masyarakat, Pemerintah, Pelayanan.
ABSTRACT
Public needs about healthness rights has been usually ignored by the regulation that’s
truly not being pro of people. Doubled rate increase of BPJS-Kesehatan is the one that
properly will given a social effort for the people. According to the case, this study aims to
know the tendention of rate increase of BPJS Kesehatan related to public needs.
This article is a qualitative research with interpretive approach that try to study about
problem or social issues with indepth-detail purpose. Literatur study have applied to collate
the data and information. To keep the quality of data, source of data and theory of
triangulation used in this study before make final results.
The result show that rate increased of BPJS Kesehatan has been given a social effort
like economic problem because the increase not following by income growth of peoples. In
the other side, this regulary will broke the public rights if there is noy following by a prime
2. 2
service. Government have to make a good analysis with social accounting points as the
relevance and reliable policys purpose.
Keywords: BPJS Kesehatan, Government, People, Service, Social Accounting.
PENDAHULUAN
Permasalahan dibidang kesehatan kerap kali timbul dalam suatu Negara yang sedang
berkembang. Negara dan pemerintah dituntut untuk menyediakan dan meningkatkan
kebutuhan masyarakat khususnya dibidang kesehatan (Syukur, 2018). Perlu adanya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sehingga mampu menanggulangi permasalahan
kesehatan yang terjadi di masyarakat (Siswati, 2015; Oesman, 2017; Sutinah dan Simamora,
2018). Kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan yang tidak dapat terpenuhi akan
berdampak pada menurunnya taraf hidup masyarakat yang berakibat pada terjangkitnya
penyakit dan permasalahan kesehatan lainnya (Hazfiarini dan Ernawaty, 2016; Nuraini dkk.,
2018). Masalah kesehatan merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun
masyarakat (Sopyan, 2014). Gangguan kesehatan yang terjadi pada masyarakat akan
berpengaruh terhadap pembangunan suatu negara dan akan menimbulkan kerugian di bidang
ekonomi. Pemerintah dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem pelayanan kesehatan
yang bermutu dan berkualitas. Kesehatan mempunyai peranan penting dalamhidup
masyarakat, karena kesehatan merupakan aset kesejahteraan badan, jiwa, dan sosial bagi
setiap individu (Itang, 2016). Oleh karena itu pemerintah melalui regulasinya menghadirkan
BPJS yang meski pada perkembangannya masih jauh dari kata maksimal (Suryani dan
Suharyanto, 2016).
Kondisi pelaksanaan program BPJS makin runyam dengan hadirnya rencana
pemerintah untuk menaikkan tarif BPJS Kesehatan menjadi dua kali lipat menuai ragam
protes dari berbagai lapisan masyarakat. Bukan tanpa alasan mengingat pelayanan kesehatan
prima yang ditawarkan oleh BPJS ini masih jauh dari kata efektif (Dewi, 2016; Angriani,
2016; Rahman, 2017; Londo dkk., 2018). Hal ini dibuktikan dalam berbagai kasus yang telah
marak kita lihat diberbagai media. Adanya pelayanan yang terkesan pilih kasih, sistem
pembayaran yang menurut masyarakat sangat menyusahkan, ditambah lagi dengan denda
yang lumayan signifikan menjadi beberapa temuan yang membuktikan bahwa tujuan
pemerintah dalam BPJS Kesehatan belum terealisasi dengan baik (Prakoso, 2016; Pertiwi
dan Nurcahyanto, 2017).
Keresahan masyarakat terkait efektivitas program BPJS Kesehatan ini merupakan
buntut dari pembayaran iuran yang tidak selaras dengan apa yang seharusnya mereka terima
(Basuki dkk., 2016). Belum lagi dengan isu kenaikan tarif dua kali lipat yang dicanangkan
pemerintah menjadikan masalah ini semakin rumit. Hal ini lantas menimbulkan banyak
persepsi negatif dari berbagai kalangan masyarakat. Tidak sedikit yang menganggap bahwa
rencana tersebut adalah jawaban dari ketidakmampuan pemerintah untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan keuangan yang terjadi di dalam negeri.
3. 3
Berbicara mengenai keuangan sendiri, hal ini dapat saja dikaitkan dengan liabilitas
Negara yang makin meningkat ataupun terkait dengan pendanaan pemindahan Ibu Kota
Negara yang butuh biaya besar . Terkait dengan hal tersebut, akuntansi sebagai suatu ilmu
terapan tentu punya sudut pandang tersendiri. Akuntansi dapat memberikan informasi kepada
pemerintah terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan dengan tarif BPJS Kesehatan
sebelum mengambil keputusan untuk menaikkan hal tersebut. Dalam hal ini akuntansi akan
memberikan data perimbangan sebagai dasar penentuan keputusan. Fungsi ini adalah esensi
sosial dari akuntansi itu sendiri (Wauran, 2017; Rifandi dan Shofiani, 2019). Tendensi
hadirnya BPJS Kesehatan menjadi bahan ulasan menarik yang dapat dikaji dengan perspektif
akuntansi sosial. Akuntansi sosial secara umum merupakan hasil pergeseran akuntansi ke
arah disiplin ilmu multiparadigma yang sangat kompleks. Merujuk pada hal tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana akuntansi sosial meninjau tendensi
kenaikan tarif BPJS Kesehatan terkait dengan kemaslahatan public.
KERANGKA TEORETIS
Teori Kesesuaian Korten
Mencapai efektivitas program tentunya harus ada konsep dalam pelaksanaan program
tersebut. Program merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan. Dalam teori ini
menjelaskan bahwa pelaksanaan program perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas
agar program kerja dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Adanya
pelaksanaan program yang baik, maka efektivitas program akan dapat tercapai. Korten
(1998) dalam konsep kontrak sosialnya menggambarkan model ini berintikan tiga elemen
yang ada dalam pelaksa naan program yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program, dan
kelompok sasaran program.
Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa
yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran
(pemanfaat). Dalam hal ini, program yang dibuat oleh suatu organisasi harus bisa
memberikan pelayanan secara maksimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedua,
kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang
disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Terkait dengan hal ini
adalah bagaimana penyedia program benar-benar memfasilitasi pelaksana program agar
dapat bekerja maksimal. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi
pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat
memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran
program. Hal ini berkenaan dengan pelayanan yang diberikan oleh pelaksana program
kepada masyarakat selaku pemanfaat.
Ketiga elemen yang telah disebutkan harus senantiasa diberikan atensi agar
pengambilan keputusan yang ada dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jika kemudian
disinkronkan dengan bahasan mengenai naiknya tarif BPJS Kesehatan, maka ketiga elemen
4. 4
ini harus menjadi pertimbangan. Harus ada relevansi antara pemerintah selaku penyedia
program, rumah sakit/puskesman selaku pelaksana program, dan masyarakat selaku subjek
pengguna program agar efektivitas program dapat dicapai. Level efektivitas harus senantiasa
dikaji mengingat banyak kasus yang telah terjadi dan masih banyak keluh-kesah masyarakat
terkait dengan program BPJS Kesehatan itu sendiri. Dalam hal ini, harus ada pembenahan
nyata ini agar kenaikan tarif yang telah ditetapkan linear dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat terkait dengan pelayanan kesehatan.
Legitimacy Theory
Teori legitimasi berasal dari konsep legitimasi organisasi yang dikemukakan oleh
Dowing dan Peffer pada tahun 1975. Legitimasi digambarkan sebagai sebuah kesesuaian
tindakan instansi dengan keinginan masyarakat. Pengertian lain didefeniskan oleh Suchman
pada tahun 1995 sebagai suatu keharusan bagi instansi untuk berkegiatan atau berkebijakan
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Dengan kata lain, segala bentuk
sesuatu yang dilakukan oleh instansi harus bisa diterima oleh pihak luar (masyarakat) agar
instansi dinilai baik keberadaan bagi lingkungan tersebut.
Teori legitimasi menekankan agar organisasi senantiasa memperhatikan dengan
sangat rinci segala jenis tindakan maupun kebijakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku dimasyarakat. Keharusan merupakan sebuah hal mutlak demi
menjaga eksistensi organisasi dalam sebuah lingkungan, terutama jika hal ini disinkronkan
ke dalam pemerintahan yang pada dasarnya beorientasi sosial dalam peranannya sebagai
pelayan masyarakat. Hanifah (2015) menggambarkan legitimasi sebagai sebuah kontrak
sosial antara masyarakat dengan instansi, baik itu secara tersirat maupun tertulis. Terkait
dengan kebijakan naiknya tariff BPJS sendiri, dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu
mendapatkan legitimasi dari masyarakat melalui pertimbangan-pertimbangan rasional dan
strategis. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan yang pemerintah keluarkan dapat sejalan
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat secara luas, apalagi BPJS Kesehatan ini
merupakan program yang menjadikan masyarakat peserta yang harus dijamin hak-haknya
secara maksimal.
Teori legitimasi ini dipilih karena memiliki relevansi yang nyata terkait dengan
kebijakan pemerintah dan hubungannya dengan masyarakat. Bukti konkrit yang dapat kita
lihat dari defenisi teori legitimasi ini adalah kerasnya gelombang protes menyoal kenaikan
tarif BPJS Kesehatan ini. Bukti tersebut menggambarkan secara nyata bahwa masyarakat
pemilik legitimasi tertinggi dalam sebuah Negara, khususnya Indonesia yang kental dengan
trilogi demokrasi; dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Social Accounting
Ramanathan (1976) dalam konsep kontrak sosialnya mengartikan akuntansi sosial
sebagai sebuah alat evaluasi kinerja sosial suatu organisasi dalam sebuah lingkungan.
5. 5
Menurut Gray et. al. (1987:9) akuntansi sosial adalah proses mengkomunikasikan dampak
sosial dan lingkungan dari tindakan organisasi terkait dengan kepentingan masyarakat luas.
Crowther (2000:20) mendefenisikan akuntansi sosial sebagai suatu pendekatan untuk
mengidentifikasikan perilaku sosial yang relevan dengan eksistensi suatu organisasi dalam
sebuah lingkungan. Merujuk kepada tiga defenisi yang sebelumnya,konsep akuntansi sosial
dapat dimaknai sebagai penataan, pengukuran, dan analisis terhadap konsekuensi-
konsekuensi sosial yang ada dalam suatu kegiatan organisasi, baik itu pemerintah ataupun
bisnis. Hal ini dimaksudkan agar kiranya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sebuah
instansi dapat memberikan effort positif bagi masyarakat.
Akuntansi sosial sejatinya bukan merupakan konsep yang baku, namun
keberadaannya merupakan suatu bentuk reaksi atas tendensi yang dimiliki oleh instansi.
Integrasi akuntansi sosial sendiri lahir dari sektor privat yang hanya mengedepankan aktivitas
ekonomi dan kini telah merambah ke dalam lingkup pemerintahan. Perkembangan ini
merupakan jawaban dari keluh-kesah masyarakat terkait dengan pelayanan publik itu sendiri.
Tujuan utama dari akuntansi sosial sendiri adalah menghadirkan bahan evaluasi bagi instansi
terkait dengan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Amalia (2018) dalam penelitiannya
sosialnya telah menguraikan tujuan akuntansi sosial ke dalam tiga bahasan, yaitu
mengidentifikasikan dan mengukur kontribusi sosial instansi, membantu menentukan apakah
strategi yang digunakan oleh instansi adalah konsisten dengan prioritas sosial, dan
optimalisasi terkait distribusi informasi yang relevean tentang tujuan, kebijakan, program,
strategi, dan kontribusi sosial perusahaan.
Selanjutnya terkait dengan pengukuran dan pengungkapan dalam akuntansi sosial itu
sendiri, ada beberapa argumen yang dapat menjelaskannya. Pertama, terkait dengan kontrak
sosial di mana organisasi harus betindak sesuai dengan konsep kesejahteraan sosial demi
mendapatkan legitimasi masyarakat. Kedua, terkait dengan konsep keadilan sebagaimana
yang dibahas oleh Raws (1978) dalam bukunya yang berjudul A Theory of Justice dan
Gerwith (1981) dalam bukunya Reason and Morality menekankan kejujuran sebagai pondasi
utama akuntansi sosial. Ketiga, terkait dengan kebutuhan masyarakat di mana organisasi
harus paham terkait apa yang menjadi kebutuhan utama lingkungan tempatnya bereksistensi.
Dengan demikian, kehadiran akuntansi sosial diharapkan mampu memberikan dampak yang
signifikan dalam mengembangkan tendensi kegiatan instansi yang memihak kepada publik
secara maksimal dan bertanggung jawab. Tendensi yang dimaksud adalah sesuai dengan
bunyi sila kelima pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
BPJS Kesehatan merupakan Badan Hukum Publik yang ditugaskan khusus oleh
pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri
Sipil, Anggota TNI/POLRI, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis
Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya (BPJS Kesehatan, 2016).
Namun, peruntukan tersebut dianggap diskriminatif karena dikhususkan untuk kalangan
6. 6
tertentu. Oleh karena itu, BPJS yang awalnya bernama ASKES (Asuransi Kesehatan) ini
kemudian mengalami banyak perubahan.
Tahun 2011 Terkait UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
di tahun 2011, PT Askes (Persero) resmi ditunjuk menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) yang meng-cover jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia yang tertuang
dalam UU BPJS Nomor 24 tahun 2011. Kemudian Tahun 2014 Mulai tanggal 1 Januari 2014,
PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan
Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS. Perubahan ini dimaksudkan agar program
layanan kesehatan ini dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Demi mencapai
tujuan itu, BPJS Kesehatan memiliki visi yaitu ”cakupan semesta 2019”. Paling lambat
tanggal 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional
untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS. Untuk mensukseskan visi
tersebut, BPJS Kesehatan memiliki misi membangun kemitraan strategis dengan berbagai
lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Misi tersebut kemudian dibagi ke dalam lima bagian sebagai
berikut:
1. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif,
efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas
kesehatan.
2. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan
secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan
program.
3. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola
organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja
unggul.
4. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi,
kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS
Kesehatan.
5. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.
BPJS-Kesehatan sebagai lembaga non-kementerian memiliki landasan hukum yang kuat
demi menguatkan pencapaian tujuannya. Landasan hukum tersebut sebagai adalah Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Presiden
RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam landasan hukum tersebut berisi
berbagai aturan mengenai BPJS Kesehatan seperti hak, kewajiban, fungsi, dan tugas BPJS
7. 7
Kesehatan. Dalam undang-undang nomor 24 Tahun 2011 Bab IV Bagian Keempat di
jelaskan mengenai hak dan kewajiban BPJS, yakni:
1. Hak
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, BPJS
berhak untuk:
a) memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber
dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b) memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan
Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.
2. Kewajiban
a) Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
b) Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan Peserta;
c) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai
kinerja,
d) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai
kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
e) Memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
f) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
g) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan
hak dan memenuhi kewajibannya;
h) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
i) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun;
j) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim
berlaku umum;
k) Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan
l) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara
berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Undang-Undang BPJS juga telah menentukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas,
dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
8. 8
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dalam melaksanakan fungsi
sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas melakukan dan/atau menerima pendaftaran
peserta, memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, menerima
bantuan iuran dari Pemerintah, mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta,
mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial, memmbayarkan manfaat
dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial,
dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada
peserta dan masyarakat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan interpretif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang mengkaji sebuah objek secara mendalam demi mendapatkan
informasi dan data-data yang terperinci (Sugiyono, 2014). Penelitian kualitatif digambarkan
sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain lain, secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Bungin,
2003:41), sedangkan pendekatan interpretif merupakan pendekatan yang bertujuan untuk
mengetahui makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial, mengembangkan teori,
memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan (Atmadja, 2013; Azmi dkk.,
2018). Penelitian kualitatif-interpretif ini dipilih karena sesuai dengan tema penelitian
mengenai tendensi kemaslahatan publik terkait dengan kenaikan tarif BPJS Kesehatan.
Penelitian ini mengumpulkan data-data penelitian dengan metode studi literature.
Studi literatur sendiri merupakan metode penelitian yang berusahan mensitesa berbagai hasil
penelitian sebelumnya untuk kemudian dikaji dan dijadikan sebagai bahan pembuatan hasil
dan kesimpulan penelitian. Untuk menjamin keabsahan data penelitian digunakan triangulasi
sumber data dan teori (Afiyanti, 2008). Untuk analisis data sendiri dilakukan dalam tiga tahap
yaitu dengan pengumpulan literatur penelitian, tranksrip data, dan kesimpulan akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Problematika Pelaksanaan Program BPJS Kesehatan
Program BPJS Kesehatan sejatinya merupakan realisasi niat baik pemerintah dalam
mengupayakan hak-hak kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Namun, hal ini bukannya
tanpa celah. Adanya berbagai masalah ataupun kekurangan yang ditemukan dalam
pelaksanaan program BPJS Kesehatan membuat niat baik pemerintah terkait pemenuhan
hak-hak kesehatan masyarakat belum bisa terealisasi secara maksimal (Rarasati, 2017).
Terkait hal tersebut, Sari (2015) dalam penelitiannya menyebutkan setidaknya ada tiga faktor
yang mempengaruhi efektivitas program BPJS Kesehatan yaitu kurangnya tenaga medis,
kurangnya fasilitas kerja, dan kejelasan obat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Abidin
(2016) dan Novrialdi (2017) dalam penelitiannya juga mengungkapkan dua faktor yang
masih harus dibenahi dari program BPJS ini, yaitu ketepatwaktuan pelayanan dan akurasi
9. 9
pelayanan yang diberikan. Widada dkk. (2017) dalam penelitiannya terkait dengan peran
BPJS dan implikasinya terhadap ketahanan masyarakat juga beberapa faktor yang
mempengaruhi tidak efektifnya program BPJS. Faktor tesebut berupa kurangnya alat
laboratorium dan tidak digunakannya alat hemodialisa (cuci darah). Hal ini mengakibatkan
pelayanan kepada masyarakat menjadi tidak maksimal dan berpengaruh terhadap persepsi
masyarakat terhadap program BPJS itu sendiri. Kelengkapan alat dan fasilitas tentu akan
mempengaruhi efektivitas program, sebagaimana penelitian Marhenta dkk. (2018)
menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan dengan salah satu indikatornya adalah kelengkapan
alat dan fasilitas kesehatan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan pasien. Pertiwi
dan Nurcahyanto (2016) serta Kusuma dan Farid (2016) dalam penelitannya juga
mengemukakan beberapa faktor lain yang mempengaruhi efektivitas program BPJS
Kesehatan seperti sosialisasi program, pelayanan, dan iuran/tarif yang harus dibayarkan.
Pertiwi (2016) serta Listiana dan Rustiyana (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa
ada perbedaan yang signifikan terkait pelayanan antara pasien BPJS dan pasien umum.
Temuan penelitiannya menyimpulkan bahwa pasien BPJS cenderung tidak dilayani dengan
maksimal dibanding dengan pasien umum. Berbagai temuan terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas program BPJS Kesehatan ini tentunya harus dikaji oleh
pemerintah agar kiranya tujuan dari program ini dapat dicapai secara maksimal.
Menyikapi berbagai temuan terkait dengan kekurangan dan masalah yang ada dalam
pelaksanaan program BPJS Kesehatan yang telah disebutkan, Korten (1976) dalam
penelitiannya telah menggambarkan tiga elemen yang harus diperhatikan dalam sebuah
program. Ketiga elemen tersebut adalah kesesuaian antara penyedia program dengan
pemanfaat, kesesuaian antara penyedia program dengan pelaksana program, dan kesesuaian
program dengan pemanfaat. Ketiga elemen ini belum sepenuhnya diperhatikan, terbukti
dengan adanya ketidaksesuaian antara pemerintah selaku penyedia program, rumah
sakit/puskesmas sebagai penyedia jasa layanan, dan masyarakat sebagai peserta. Hal ini
sesuai dengan temuan penelitian Bey dan Dewi (2018) yang mengungkapkan bahwa BPJS
Kesehatan tidak memberikan dana dan bantuan yang cukup kepada penyedia jasa layanan
kesehatan sehingga yang menerima imbasnya adalah masyarakat.
Evaluasi menjadi hal penting yang harus dilakukan pemerintah terkait dengan
efektivitas program BPJS Kesehatan ini, apalagi tarif BPJS Kesehatan akan dinaikkan
menjadi dua kali lipat. Kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini harus mempertimbangkan semua
sisi termasuk kekurangan-kekurangan, permasalahan serta dampak yang akan ditimbulkan
bagi masyarakat. Urgensi ini sesuai dengan pernyataan Mardiasmo yang dikutip dari laman
katadata.co.id per tanggal 8 September 2019, “Iuran Jaminan Kesehatan Nasional naik,
layanan kesehatan juga harus lebih baik.” Apa yang dikatakan oleh Mardiasmo tersebut
selaras dengan teori legitimasi yang menempatkan kepentingan masyarakat di atas segala-
galanya (Arifin dkk., 2012). Teori legitimasi menjelaskan bahwa jika pemerintah ingin
dinilai sukses, maka perlu ada relevansi antara niat baik dan tindakan yang dilakukan agar
10. 10
tendensi kemaslahatan publik dapat dicapai sesuai dengan bunyi sila kedua pancasila;
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tendensi Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan bagi Masyarakat
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hadir untuk memberikan
jaminan sosial secara nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
seluruh lapisan masyarakat berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan. BPJS
Kesehatan merupakan sebuah lembaga yang menyediakan pelayanan asuransi kesehatan
dengan menggunakan sistem premi asuransi (Kurnia dan Nurwahyuni, 2015; Oktoriani dkk,,
2018). Sistem premi asuransi mewajibkan setiap pesertanya untuk membayarkan iuran sesuai
dengan kelas yang dipilih. Terkait dengan iuran atau tarif BPJS Kesehatan itu sendiri,
pemerintah telah beberapa kali melakukan perubahan yang dapat dilihat pada tabel 1.1
berikut.
Tabel 1.1 Perubahan Tarif BPJS Kesehatan
Peraturan Presiden
Nomor 13 Tahun 2013
Peraturan Presiden
Nomor 19 Tahun 2016
Peraturan Presiden
Nomor 28 Tahun 2016
Kelas I: Rp 59.500 Kelas I: Rp 80.000 Kelas I: Rp 80.000
Kelas II: Rp 42.500 Kelas II: Rp 51.000 Kelas II: Rp 51.000
Kelas III: Rp 25.500 Kelas III: Rp 30.000 Kelas III: Rp 25.500
Sumber: BPJS Kesehatan 2018 (diolah)
Berdasarkan BPJS Kesehatan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa tarif BPJS Kesehatan
telah dua kali mengalami kenaikan Kenaikan tersebut masing-masing sebesar 34,4% untuk
tarif Kelas I, 20% untuk tarif Kelas II, dan 17,6% untuk Kelas III. Kebijakan kenaikan tarif
pada tahun 2016 tersebut, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016,
dimaksudkan untuk menutupi defisit keuangan BPJS. Khusus untuk penurunan tarif BPJS
Kesehatan kelas III berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016, keputusan ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa tarif sebesar Rp 25.500 telah dapat menutupi defisit
keuangan BPJS Kesehatan. Pada tahun 2020, pemerintah akan kembali menaikkan tarif BPJS
Kesehatan meskipun DPR telah menolak sebagian besar usulan pemerintah terkait hal ini.
Kepastian kenaikan tarif ini dijelaskan oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko,
sebagaimana dikutip dari katadata.co.id per 4 september 2019. Pemerintah melalui
Kementerian Keuangan telah mengusulkan kenaikan tarif BPJS Kelas I sebesar 100% dari
Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, Kelas II sebesar 100% dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000,
dan Kelas III sebesar 65% dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Alasan dibalik kebijakan ini
masih sama dengan persoalan sebelumnya, yakni untuk mengatasi masalah keuangan BPJS
Kesehatan yang tiap tahun mengalami defisit.
11. 11
Kebijakan terkait naiknya tarif BPJS Kesehatan ini telah dikaji oleh Kementerian
Keuangan. Dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menjelaskan empat faktor
yang membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan tiap tahunnya. Keempat faktor
tersebut adalah tarif yang memang masing rendah karena tidak sesuai kajian aktuaria, peserta
BPJS yang indisipliner, rendahnya tingkat keaktifan peserta dalam membayar iuran, dan
beban pembiayaan penyakit katastropik (penyakit berat) yang ditanggung BPJS Kesehatan
sangat besar. Merujuk kepada apa yang telah disampaikan oleh Menteri Keuangan tersebut,
kebijakan kenaikan tarif ini menjadi kedengaran logis, namun pada hakikatnya akan semakin
menekan masyarakat selaku peserta BPJS Kesehatan dari segi biaya. Kita dapat
memperhatikan faktor kedua dan ketiga yang telah disebutkan oleh Menteri Keuangan, di
mana indisipliner yang dimaksud adalah banyak masyarakat yang baru mendaftar saat sakit
dan setelah itu tidak aktif lagi (tidak membayar iuran). Kenyataan tersebut menjadi sebuah
sinyal bahwa dengan besaran tarif yang berlaku saat ini saja masih banyak masyarakat yang
tidak aktif, apalagi jika tarifnya kembali dinaikkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Basuki
dkk. (2016) dan Simanjuntak dan Darmawan (2016) menemukan bahwa perubahan
kebijakan, termasuk perubahan tarif ini juga sangat berpengaruh terhadap minat masyarakat
untuk kemudian menjadi peserta atau berpartisipasi dalam program kesehatan ini. Pada
dasarnya, kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kemaslahatan masyarakat. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani,
sebagaimana dikutip dari kata data.co.id per tanggal 10 september 2019, mengungkapkan
bahwa subsidi kesehatan juga akan naik nyaris dua kali lipat. Sebuah pernyataan yang
sejatinya ditujukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa kenaikan tarif BPJS Kesehatan
benar-benar diperuntukkan untuk kemaslahatan.
Tendensi yang hadir seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif
BPJS Kesehatan dapat dilihat dari dua sisi berdasarkan tinjauan konsep akuntansi sosial,
yaitu sisi biaya dan manfaat sosial. Pertama, terkait dengan biaya. Kenaikan tarif BPJS
Kesehatan akan mempengaruhi kemampuan membayar masyarakat sebab pendapatan
masyarakat memiliki kecenderungan kenaikan yang tidak signifikan (Tampi dkk., 2016).
Partisipasi masyarakat dalam membayar iuran akan semakin menurun dengan adanya
kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini. Hal ini akan tetap menempatkan posisi keuangan BPJS
Kesehatan berada dalam posisi defisit (Almari dkk., 2015). Kedua, terkait dengan manfaat
sosial. Masyarakat tentu menyadari bahwa manfaat sosial berupa pelayanan kesehatan yang
mereka terima masih jauh dari kata maksimal. Hal ini otomatis akan menurunkan minat
masyarakat untuk berpartisipasi dalam program BPJS Kesehatan. Tinjauan cost and benefit
akuntansi sosial ini menyimpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan dengan adanya
kenaikan tarif ini adalah semakin berkurangnya minat masyarakat untuk berperan aktif dalam
mensukseskan program BPJS Kesehatan ini ). (Pratiwi dan Ramadlan, 2016). Dampak ini
sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam teori legitimasi bahwa ketika kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan apa yang dinginkan dan dibutuhkan
12. 12
masyarakat, maka pemerintah akan kehilangan legitimasi (penghargaan) di mata masyarakat.
Oleh karena itu, kebijakan untuk mempertahankan tarif tetap seperti saat ini dengan
menekankan pada perbaikan layanan kesehatan dianggap lebih relevan demi meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam program BPJS Kesehatan. Urgensi ini sesuai dengan
pernyataan Mardiasmo yang dikutip dari laman katadata.co.id per tanggal 8 September 2019,
“Iuran Jaminan Kesehatan Nasional naik, layanan kesehatan juga harus lebih baik.”
Pernyataan ini cukup beralasan mengingat telah banyak temuan terkait dengan tidak
maksimalnya pelayanan yang diterima oleh masyarakat selaku peserta BPJS Kesehatan. Oleh
karena itu, pemerintah diharapkan lebih cermat lagi dalam menentukan kebijakan dengan
memperhatikan berbagai aspek dan dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat.
Hal ini dalam rangka mencapai tendensi positif dari tujuan kemaslahatan yang terkandung
dalam tujuan BJPS Kesehatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kebijakan pemerintah terkait dengan kenaikan tarif BPJS Kesehatan sebesar dua kali
lipat harus dikaji ulang dengan mempertimbangkan dampak sosial yang akan ditimbulkan
bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan masyakat merupakan peserta yang akan menanggung
beban iuran yang tinggi di mana hal ini tidak diikuti dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat secara signifikan. Pelayanan yang masih kurang terhadap masyarakat juga perlu
ditingkatkan dan dipertegas mengingat telah banyak kasus yang terjadi di mana program ini
terkesan pilih kasih dan tidak profesional. Akuntansi sosial telah memberikan tinjauan dalam
konsep social cost and benefit yang dapat menjadi solusi dalam menyajikan informasi-
informasi yang pemerintah butuhkan sebagai bahan pertimbangan yang berkualitas terkait
dengan penentuan kenaikan tarif ini sesuai dengan teori kesesuaian Korten dan teori
legitimasi.
Kenaikan tarif ini membutuhkana banyak pertimbangan yang sesuai, maka dari itu
saran peneliti adalah bagaimana pemerintah harus melibatkan berbagai elemen untuk
membahas ini, terutama masyarakat. Partisipasi masyarakat diharapkan mampu membuka
fikiran para pemangku kepentingan agar mau berfikir dinamis dan strategis. Pun demikian
dengan civitas akademika dan para penyedia jasa layanan BPJS agar bisa bersinergi aktif
dalam membantu pemerintah dalam menghadirkan kebijakan yang pro-rakyat. Pengawalan
terhadap kebijakan ini juga harus terus dilakukan karena terkait dengan kepentingan
masyarakat secara luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien di
Puskesmas Cempae Kota Parepare. Jurnal MKMI, 12(2): 70-75.
Afiyanti, Y. 2008. Validitas dan Realibilitas dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 12(2): 137-141.
13. 13
Alamri, A. M., A. A, Rumayar, dan F. K. Kolibu. 2015. Hubungan Antara Mutu Pelayanan
Perawat dan Tingkat Pendidikan dengan Kepuasan Pasien Peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Ruang Rawat Inap Rumas
Sakit Islam (RSI) Sitti Maryam Kota Manado. PHARMACON Jurnal Ilmiah
Farmasi, 4(4): 241-251.
Amalia, T. H. 2018. Akuntansi Sosial dan Pengukuran Kinerja Sosial. Jurnal Akuntansi
UNG, 1(1): 1-5.
Angriani, S. W. 2016. Kualitas Pelayanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan dan Non BPJS
Kesehatan. JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 5(2): 79-84.
Arifin, B., Y. Januarsi, dan F. Ulfa. 2012. Perbedaan Kecenderungan Pengungkapan
Corporate Social Responsibility terhadap Manipulasi Akrual dan Manipulasi Real.
SIMPOSIUM Nasional Akuntans XV Banjarmasin, 1-35.
Atmadja, A. T. 2013. Pergulatan Metodologi dan Penelitian Kualitatif dalam Ranah Ilmu
Akuntansi. Jurnal Akuntansi Profesi, 3(2): 122-141.
Azmi, Zul., Abdillah Arif N. dan Wardayani. 2018. Memahami Penelitian Kualitatif dalam
Akuntansi. Akuntabilitas: Jurnal Ilmu Aluntansi, 11(1): 159-168.
Basuki, E. W., Sulistyowati, dan N. R. Herawati. 2016. Implementasi Kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan di Kota Semarang. Diponegoro Journal
of Social and Political Of Science, 1(1): 1-11.
Bey, M. T. dan R. C. K. Dewi. 2018. Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi
terhadap Kinerja Karyawan pada BPJS Kesehatan Kantor Cabang Jombang.
Jurnal Riset Manajemen dan Riset Dewantara, 1(1): 37-48.
BPJS Kesehatan. 2016. Sebuah Catatan 72 Tahun Kemerdekaan Indonesia : Kontribusi JKN-
KIS Bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Siaran Pers untuk Segera
Disebarluaskan.
Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif-Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam
Varian Kontemporer. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta
Crowther, D. 2000. Social and Environmental Accounting. Financial Times Prince Hall:
London, UK.
Dewi, Meutia. 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Pengguna
BPJS Kesehatan pada Rumah Sakit Rehabilitasi Medik Kabupaten Aceh Timur.
Jurnal Manajemen dan Keuangan, 5(2): 535-544.
Gray, R. H., D. L. Owen, dan K. T. Maunders. 1987. Corporate Social Reporting: Accounting
and Accountability. Hemel Hempstead Prentice Hall: London, UK.
Handy, I Putu D. K. dan Ni Luh Gde A. N. Yudha. 2018. Kemauan dan Kemampuan
Membayar (Ability – Willingness To Pay) dalam Kepesertaan Jaminan Kesehatan
Nasional pada Sektor Informal Pedagang Pasar Tradisional di Kota Denpasar
2017. Jurnal Kesehatan Terpadu, 2(2): 96-100.
14. 14
Hanifah, U. 2015. Aktualitas Carbon Emission Disclosure: Sebagai Dasar dan Arah
Pengembangan Triple Bottom Line. Syariah Paper Accounting, 1(1): 125-135.
Hazfiarini, A. dan Ernawaty. 2016. Indeks Kepuasan Pasien BPJS Kesehatan terhadap
Pelayanan Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia, 4(2): 77-96.
Hermowo, dan I. Wahyudi. 2018. Analisis Tarif Layanan Kesehatan BPJS Kesehatan (INA-
CBGS) dan Efisiensi Layanan Tahun 2017 (Studi Kasus pada RS. XXX). Jurnal
Riset Manajemen, Perbankan, dan Akuntansi, 2(1): 16-35.
Itang. 2016. BPJS Kesehatan dalam Perspektif Ekonomi Syariah. Ahkam, XV(2): 153-162.
Mardiasmo. 2019. http://www.katadata.co.id/berita/2019/09/10/iuran-bpjs-naik-subsidi-
kesehatan-orang-miskin-bertambah-jadi-rp-49-t. Diakses pada 11 September
2019.
Kurnia, A. N. dan A. Nurwahyuni. 2015. Analisis Perhitungan Kapitasi pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama yang Bekerja Sama dengan BPJS Kesehatan KCU
Kota Bogor Tahun 2015. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 2(1): 24-31.
Kusuma A. I. dan M,. Farid. 2016. Pemahaman Terhadap Informasi Program Jaminan
Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan dan Pemanfaatannya Dikalangan
Masyarakat di Kabupaten Maros. Jurnal Komunikasi KAREBA, 5(2): 310-318.
Listiyana, I. dan E. R. Rustiana. 2017. Analisis Kepuasan Jaminan Kesehatan Nasional pada
Pengguna BPJS Kesehatan di Kota Semarang. Unnes Journal of Public Health,
6(1): 53-58.
Londo, P. J., A. A. T. Tucunan, dan F. R. R. Maramis. 2018. Hubungan Antara Karaktersitik
Peserta BPJS Kesehatan dan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas di Wilayah Kerja
Puskesma Tahuna Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi, 1(1): 1-19.
Luhgiatno. 2007. Akuntansi Sosial Bentuk Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan.
Fokus Ekonomi, 2(2): 1-16.
Marhenta, Y. B., Satibi, dan C. Wiedyaningsih. 2018. Pengaruh Tingkat Kualitas Pelayanan
BPJS dan Karakteristik Pasien terhadap Kepuasan Pasien di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama. JMPF, 8(1): 18-23.
Murni, S. 2011. Akuntansi Sosial: Suatu Tinjauan Mengenai Pengakua, Pengukuran, dan
Pelaporan. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 2(1): 27-44.
Novrialdi. 2017. Pelayanan Kesehatan Bagi Pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Siak Tahun 2016. JOM FISIP,
4(2): 1-15.
Nuraini, N,, Gatot Suryo K. dan H. Yusmaini. 2016. Hubungan Faktor Demografi, Periode,
dan Lama Kerja Dokter terhadap Keterlambatan Pengisian Resume Medis Pasien
15. 15
BPJS di Ruang Rawat Inap RSAU Dr. Esnawan Antariksa. Jurnal Profesi Medika,
10(1): 14-20.
Oesman, H. 2017. Pola Pemakaian Kontrasepsi dan Pemanfaatan Kartu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Pelayanan Keluarga
Berencana di Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 8(1): 15-29.
Oktoriani, E. N., J. Sutrisno, E. Mayasari, dan M. A. Sodik. 2018. Analysis of Medical
Record Complete Flexibility to Complete Claims of Health BPJS RS Baptis Kota
Batu. Journal of Global Research in Public Health, 3(1): 46-53.
Pertiwi, A. A. N. 2016. Analisis Perbedaan Kualitas Pelayanan pada Pasien BPJS dan Pasien
Umum terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Jalan RSUD Kota Surakarta. Daya
Saing Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 18(2): 113-121.
Pertiwi, M. dan H. Nurcahyanto. 2016. Efektivitas Program BPJS Kesehatan di Kota
Semarang (Studi Kasus pada Pasien Pengguna Jasa BPJS Kesehatan di Puskesmas
Srondol. JOM FISIP UNDIP, 3(1): 1-14.
Prakoso, S. B. 2015. Efektivitas Pelayanan Kesehatan BPJS di Puskesmas Kecamatan
Batang. Economic Development Analysis Jurnal, 4(1): 73-81.
Pratiwi, R. dan L. Moh. S. Ramadlan. 2016. Analisis Kemapuan (ATP) dan Kemauan (WTP)
Membayar Premi BPJS Kesehatan Pekerja oleh Pemilik UKM di Pertokoan
Tekstil di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati, 1(2): 95-108.
Rahman, M. 2017. Kualitas Layanan Kesehatan Pasien Peserta Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin. Jurnal
Ilmiah Ilmu Administrasi Publik, 7(1): 30-37.
Rarasati, D. H. 2017. Dampak Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan
Kesehatan di Kota Malang. Jurnal Politik Muda, 6(1): 34-40.
Rifandi, M. dan P. Shofiani. 2019. Pengaruh Sistem Pembayaran Asuransi Kesehatan BPJS
terhadap Akuntansi Pendapatan Rumah Sakit (Studi pada RS PKU
Muhammadiyah Gamping). RELASI Jurnal Ekonomi, 15(1): 51-68.
Sari, F. P. 2015. Persepsi Masyarakat Pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan Mandiri dalam Pelayanan RSUD Lubuk Basung Kabupaten Agam.
JOM FISIP, 2(2): 1-15.
Semaun, S. dan Juneda. 2018. Sistem Pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan Mandiri Kota Parepare (Analisis Hukum Ekonomi Islam).
Diktum: Jurnal Syariah dan Hukum, 16(2): 284-306.
Simanjuntak, J. dan E. S. Darmawan. 2016. Analisis Perubahyan Peraturan Presiden No. 19
Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden No. 28 Tahun
2016 tentang Jaminan Kesehatan. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 5(4):
176-183.
16. 16
Siswati, Sri. 2015. Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien BPJS di Unit
Rawat Inap RSUD Kota Makassar. Jurnal MKMI, 1(1): 174-183.
Sopyan, Y. 2014. Corporate Social Reposition sebagai Implementasi Fikih Sosial dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ahkam, XIV(1): 53-61.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan ke-21.
Bandung: Alfabeta.
Suryani, A. I. dan A. Suharyanto. 2016. Implementasi Program Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) dalam Meningkatkan Pelayanan Administrasi
Kesehatan di Rumah Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas. Jurnal
Administrasi Publik, 4(1): 86-99.
Sutinah, E. dan O. R. Simamora. 2018. Metode Fuzzy Servqual dalam Mengukur Kepuasan
Pasien terhadap Kualitas Layanan BPJS Kesehatan. Jurnal Informatika, 5(1): 90-
101.
Syukur, C. R. M. 2018. Peran BPJS Kesehatan terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan
Masyarakat Perspektif Maqashid Al-Syariah. Jurnal Ekonomi Islam, 2(1): 1-17.
Tampi, A. G. Ch., E. J. R Kawung, dan J. W. Tumiwa. 2016. Dampak Pelayanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan terhadap Masyarakat Kelurahan
Tingkulu. E-jurnal “Acta Diurna”, V(1): 1-14.
Tule, R. A., S. Siyoto, M. S. Dwianngimawati, dan M. A. Sodik. 2018. The Analysis Factors
Affecting Interest in Medication of Receipt Help Aid BPJS Participants in
Balowerti Public Health Center Kediri City. Journal of Global Research in Publich
Health, 3(1): 68-75.
Wauran, A. L. V. 2016. Pentingnya Sistem Akuntansi terhadap Pertanggungjawaban Sosial
pada Suatu Perusahaan. Jurnal EMBA, 4(4): 1126-1131.
Widada, T., A. Pramusinto, dan L. Lazuardi. 2017. Peran Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan dan Implikasinya terhadap Ketahanan Masyarakat.
Jurnal Ketahanan Nasional, 23(2): 199-216.