Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian tentang sintesis hidroksiapatit berpori dengan menggunakan porogen kitosan. Hidroksiapatit disintesis menggunakan metode sol gel dari ekstrak kalsium dari cangkang telur ayam dan asam fosfat teknis. Kitosan digunakan sebagai porogen karena sifat biokompatibel dan biodegradasinya. Hasil analisis menunjukkan terbentuknya hidroksiapatit murni dengan
Dr.Ir.Gatot Trimulyadi Rekso
gatot2811@yahoo.com
PENGARUH DOSIS IRADIASI PADA KHITIN TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIKA TURUNANNYA KHITOSAN
Gatot Trimulyadi Rekso
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi
Jl. Cinere, Ps Jumat, PO Box 7002 JKSL, Jakarta 12070
Fax 021-7691607,751327, E-mail ; gatot2811@yahoo.com
The influence of irradiation dose of chitin affected on chemical and physical properties of its derivative chitosan. The influence of irradiation dose of chitin affected on chemical and physical properties of its derivative chitosan was investigate.
Pada pembuatan Nano Zeolit perlu dilakukan adanya preparasi dan aktivasi, pada hasil karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) menunjukan bahwa nano zeolite memiliki kristalinitas yang tinggi, pada karakterisasi dengan Spektrometer Infrared menunjukan bahwa nano zeolit menghasilkan spektra pada kisaran bilangan gelombang sekitar 1220, 1110, 800, 550, dan 450 cm-1 . dan hasil karakterisasi Nano zeolite menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukan bahwa ukuran partikel nano zeolit kecil dan jumlahnya yang banyak. Nano zeolite dapat digunakan sebagai penyaring molekuler, penukar ion, penyerap bahan ( adsorben), dan katalisator.
Dr.Ir.Gatot Trimulyadi Rekso
gatot2811@yahoo.com
PENGARUH DOSIS IRADIASI PADA KHITIN TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIKA TURUNANNYA KHITOSAN
Gatot Trimulyadi Rekso
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi
Jl. Cinere, Ps Jumat, PO Box 7002 JKSL, Jakarta 12070
Fax 021-7691607,751327, E-mail ; gatot2811@yahoo.com
The influence of irradiation dose of chitin affected on chemical and physical properties of its derivative chitosan. The influence of irradiation dose of chitin affected on chemical and physical properties of its derivative chitosan was investigate.
Pada pembuatan Nano Zeolit perlu dilakukan adanya preparasi dan aktivasi, pada hasil karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) menunjukan bahwa nano zeolite memiliki kristalinitas yang tinggi, pada karakterisasi dengan Spektrometer Infrared menunjukan bahwa nano zeolit menghasilkan spektra pada kisaran bilangan gelombang sekitar 1220, 1110, 800, 550, dan 450 cm-1 . dan hasil karakterisasi Nano zeolite menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukan bahwa ukuran partikel nano zeolit kecil dan jumlahnya yang banyak. Nano zeolite dapat digunakan sebagai penyaring molekuler, penukar ion, penyerap bahan ( adsorben), dan katalisator.
Pengaruh penambahan NaOH, HCl, dan logam berat pada albumin terhadap nilai pH dan pengaruh NaOH, HCl, dan logam berat pada albumin terhadap nilai absorbansi.
Graft copolymerization of acrylic acid into cellulose sheet by irradiation technique was examined. The irradiation of samples cellulose sheet was carried out using 60Co gamma irradiation source. The cellulose sheet was irradiated in presence of atmospheric oxygen at room temperature. An acrylic acid monomer solution then introduced into irradiated cellulose sheet and the graft copolymerization was carried out in a nitrogen atmosphere at a certain time of reaction. The percentage of grafting has been determined as a variation of monomer concentration and temperature as a function of time of reaction. The results showed the percentage of grafting increases as increasing acrylic acid concentration and temperature. The optimal conditions were total dose of 12 kGy, acrylic acid concentration of 30%, temperature of 70°C and reaction period of 3 hours. The yield of grafting was found 45.8%. The presence of acrylic acid on cellulose was demonstrated by FTIR spectrum. Thermal properties were measured by DSC the melting point decrease 2.3°C and new peak appeared at 343.5 °C.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi hasil kopolimerisasi cangkok lembaran selulosa dengan asam akrilat yang diiradiasi sinar gamma Co-60. Lembaran selulosa diiradiasi pada kondisi atmosfer udara dan suhu kamar. Selanjutnya lembaran selulosa dimasukkan dalam larutan monomer asam akrilat pada variasi konsentrasi 10% (v/v), 20% (v/v), 30% (v/v), dan 40% (v/v) dengan waktu reaksi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam serta temperatur 50°C, 60°C, 70°C, dan 80°C. Reaksi kopolimerisasi cangkok dilakukan dalam aliran nitrogen. Lembar selulosa yang dikopolimerisasi cangkok dipisahkan dari homopolimer yang terbentuk kemudian dicuci dan dikeringkan dalam oven vakum dan hasil kopolimerisasi cangkok serta homopolimer yang terbentuk ditentukan dengan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil kopolimerisasi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi monomer asam akrilat dan suhu reaksi. Kondisi optimal kopolimerisasi adalah pada dosis total radiasi 12 kGy dengan konsentrasi asam akrilat 30% dan suhu reaksi 70°C serta waktu reaksi selama 3 jam. Hasil kopolimerisasi cangkok yang diperoleh sebesar 45,8%. Telah terjadinya kopolimerisasi cangkok pada lembaran selulosa ditunjukkan dengan adanya perubahan pada spektrum infra merah dengan munculnya gugus karbonil yang diukur dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Sifat termalnya yang ditentukan dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) menunjukkan bahwa terjadi perubahan titik leleh sebesar 2,3°C dan muncul puncak baru pada 343,5°C.
PENGARUH PENAMBAHAN MONOMER ASAM AKRILAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIKA FILM KHITOSAN-AKRILAT
Gatot Trimulyadi Rekso
Pusat AplikasiTeknologi Isotop dan Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jl. Cinere, Ps Jumat PO Box 7002 JKSL, Jakarta 12070
Fax : 021 7513270. E-mail : gatot2811@yahoo.com
In the purpose to increase the added value of the quality marine natural polymer, modification of chitosan has been carried out by copolymerization radiation with acrylic acid to prepare a new material.
1. Uji Unsur-Unsur Protein
Setelah dilakukan pengujian unsur-unsur protein, dapat disimpulkan bahwa albumin mengandung unsur protein, yaitu nitrogen dan oksigen. Susu mengandung nitrogen, hidrogen, dan oksigen. Tempe mengandung nitrogen, hidrogen, oksigen, dan karbon. Seadngkan kuning telur mengandung nitrogen, oksigen, dan karbon.
2. Uji Kelarutan Albumin
Protein albumin dapat larut pada air (H2O), asam (HCl), basa (NaOH), dan garam encer (NaCO3). Karena semua campuran tidak menghasilkan endapan. Namun kelarutan protein akan berkurang jika ditambahkan garam anorganik, karena terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air.
3. Uji Biuret
Pada uji biuret yang menghasilkan warna soft ungu adalah albumin. Albumin mengandung dua atau lebih ikatan peptida, sehingga ikatan peptidanya panjang. Namun pada kuning telur, susu, dan tempe menghasilkan warna biru dikarenakan kadar protein setiap bahan berbeda, sehingga jumlah ikatan peptidanya berbeda. Hal ini mengakibatkan warna yang dihasilkan akan berbeda juga.
4. Uji Nnhidrin
Albumin, susu, tempe, dan kuning telur menunjukkan adanya warna ungu yang menunjukkan kadar protein tinggi karena ikatan peptidanya panjang. Warna ungu juga berarti protein tersebut mempunyai gugus asam amino bebas. Sedangkan pada arginin, warna yang dihasilkan bening artinya tidak menunjukkan adanya asam amino bebas.
Pengaruh penambahan NaOH, HCl, dan logam berat pada albumin terhadap nilai pH dan pengaruh NaOH, HCl, dan logam berat pada albumin terhadap nilai absorbansi.
Graft copolymerization of acrylic acid into cellulose sheet by irradiation technique was examined. The irradiation of samples cellulose sheet was carried out using 60Co gamma irradiation source. The cellulose sheet was irradiated in presence of atmospheric oxygen at room temperature. An acrylic acid monomer solution then introduced into irradiated cellulose sheet and the graft copolymerization was carried out in a nitrogen atmosphere at a certain time of reaction. The percentage of grafting has been determined as a variation of monomer concentration and temperature as a function of time of reaction. The results showed the percentage of grafting increases as increasing acrylic acid concentration and temperature. The optimal conditions were total dose of 12 kGy, acrylic acid concentration of 30%, temperature of 70°C and reaction period of 3 hours. The yield of grafting was found 45.8%. The presence of acrylic acid on cellulose was demonstrated by FTIR spectrum. Thermal properties were measured by DSC the melting point decrease 2.3°C and new peak appeared at 343.5 °C.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi hasil kopolimerisasi cangkok lembaran selulosa dengan asam akrilat yang diiradiasi sinar gamma Co-60. Lembaran selulosa diiradiasi pada kondisi atmosfer udara dan suhu kamar. Selanjutnya lembaran selulosa dimasukkan dalam larutan monomer asam akrilat pada variasi konsentrasi 10% (v/v), 20% (v/v), 30% (v/v), dan 40% (v/v) dengan waktu reaksi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam serta temperatur 50°C, 60°C, 70°C, dan 80°C. Reaksi kopolimerisasi cangkok dilakukan dalam aliran nitrogen. Lembar selulosa yang dikopolimerisasi cangkok dipisahkan dari homopolimer yang terbentuk kemudian dicuci dan dikeringkan dalam oven vakum dan hasil kopolimerisasi cangkok serta homopolimer yang terbentuk ditentukan dengan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil kopolimerisasi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi monomer asam akrilat dan suhu reaksi. Kondisi optimal kopolimerisasi adalah pada dosis total radiasi 12 kGy dengan konsentrasi asam akrilat 30% dan suhu reaksi 70°C serta waktu reaksi selama 3 jam. Hasil kopolimerisasi cangkok yang diperoleh sebesar 45,8%. Telah terjadinya kopolimerisasi cangkok pada lembaran selulosa ditunjukkan dengan adanya perubahan pada spektrum infra merah dengan munculnya gugus karbonil yang diukur dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Sifat termalnya yang ditentukan dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) menunjukkan bahwa terjadi perubahan titik leleh sebesar 2,3°C dan muncul puncak baru pada 343,5°C.
PENGARUH PENAMBAHAN MONOMER ASAM AKRILAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIKA FILM KHITOSAN-AKRILAT
Gatot Trimulyadi Rekso
Pusat AplikasiTeknologi Isotop dan Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jl. Cinere, Ps Jumat PO Box 7002 JKSL, Jakarta 12070
Fax : 021 7513270. E-mail : gatot2811@yahoo.com
In the purpose to increase the added value of the quality marine natural polymer, modification of chitosan has been carried out by copolymerization radiation with acrylic acid to prepare a new material.
1. Uji Unsur-Unsur Protein
Setelah dilakukan pengujian unsur-unsur protein, dapat disimpulkan bahwa albumin mengandung unsur protein, yaitu nitrogen dan oksigen. Susu mengandung nitrogen, hidrogen, dan oksigen. Tempe mengandung nitrogen, hidrogen, oksigen, dan karbon. Seadngkan kuning telur mengandung nitrogen, oksigen, dan karbon.
2. Uji Kelarutan Albumin
Protein albumin dapat larut pada air (H2O), asam (HCl), basa (NaOH), dan garam encer (NaCO3). Karena semua campuran tidak menghasilkan endapan. Namun kelarutan protein akan berkurang jika ditambahkan garam anorganik, karena terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air.
3. Uji Biuret
Pada uji biuret yang menghasilkan warna soft ungu adalah albumin. Albumin mengandung dua atau lebih ikatan peptida, sehingga ikatan peptidanya panjang. Namun pada kuning telur, susu, dan tempe menghasilkan warna biru dikarenakan kadar protein setiap bahan berbeda, sehingga jumlah ikatan peptidanya berbeda. Hal ini mengakibatkan warna yang dihasilkan akan berbeda juga.
4. Uji Nnhidrin
Albumin, susu, tempe, dan kuning telur menunjukkan adanya warna ungu yang menunjukkan kadar protein tinggi karena ikatan peptidanya panjang. Warna ungu juga berarti protein tersebut mempunyai gugus asam amino bebas. Sedangkan pada arginin, warna yang dihasilkan bening artinya tidak menunjukkan adanya asam amino bebas.
karakterisai dari suatu morfologi dan bakteri laut yang merupakan cabang ilmu dalam biokimia yang telah banyak dipelajari dalam ilmu kimia terkini. Prof Dal telah berhasil mengkarakterisasi suatu sampel yang berasal dari laut
SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DENGAN POROGEN KITOSAN DAN KARAKTERISASINY A
1. ISSN 2088 - 026X
of Chemical and Packaging
Vol. 34 No.1 April 2012
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLlM DAN MUTU INDUSTRI
BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN
J. Kimia
Kemasan
Vol. 34 No.1
Hal.
187·236
Jakarta
April 2012
ISSN
2088-026X
Terakreditasi B No : 325/Akred-LlPI/P2MBI/04/2011
2. SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DENGAN POROGEN
KITOSAN DAN KARAKTERISASINYA
(S YNTHESIS OF HYDROXYAPATlTE POROUS WITH CHITOSAN POROGEN AND ITS
CHARACTERIZA TlON)
Sulistioso GS
1
, Deswita1
, Armi WUlanawati2
, dan Ayu Romawati2
1) Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN
Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan
2) Dept. Kimia - FMIPA IPB
E-mail:
Received 27 Januari 2012; accepted 11 April 2012
ABSTRAK
-?ah dilakukan sintesis hidroksiapatit (HAp) berpori dengan porogen kitosan, menggunakan metode
5 = gel. HAp disintesis dari kalsium yang direaksikan dengan asam fosfat. Kalsium yang digunakan
: ekstrak dari cangkang telur ayam dan asam fosfat teknis. Kitosan sebagai porogen merupakan
~.aterlal yang biokompatibel, sehingga aman bagi tubuh manusia, karena hidroksiapatit digunakan
~ ntuk merekonstruksi tulang yang rusak. Analisis sampel dilakukan dengan menggunakan X-ray
01ffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), dan Simulated Body Fluid (SBF). Pola
Jlfraksi hidroksiapatit menunjukkan terbentuknya HAp dengan kemurnian tinggi dengan seluruh
::u neak yang muncul adalah puncak HAp. Dari foto-foto SEM menunjukkan telah terbentuk pori-pori
~engan ukuran 1 sampai 2 mikrometer, uji pelepasan Ca pada SBF menunjukkan kondisi negatif
setelah pengamatan selama 21 hari.
- ata kunci . Hidroksiapatit, Porogen kitosan, Sol-gel, Cangkang telur.
ABSTRACT
.3ynthesis of hydroxyapatite (HAp) porous with chffosan porogen, using sol gel method was carried
,'ur HAp is synthesized from calcium reacted with phosphoric acid while calcium used was extracted
:"Jrn chicken eggshell. Chitosan was selected as a porogen which being as a biocompatible material,
;;nd safe for the human body, because the application of hydroxyapaUte is to reconstruct the
::amaged bone. Sample analysis was performed by using X-ray Diffraction (XRD), Scanning Electron
"h~roscope (SEM), dan Simulated Body Fluid (SBF). Characterization by XRD shows the diffraction
~'attern of hydroxyapatite formed with high purity HAp with a peak that appears entirely is the
,'.Jimination HAp. SEM photos show pores with a size of 1 until 2 micrometers are formed, the release
~: ~a test in SBF showed a negative condition after observation for 21 days
• =-, .',ords Hydroxyapatite, Chitosan porogen, Sol-gel, Eggshell.
PENDAHULUAN
Pemiliha n biomaterial yang tepat sangat bagian tubuh lainnya dalam satu individu),
=::eriukan dalam proses pengganti tulang, allograf (penggantian tulang manusia dengan
,,~:a ra lain mudah diperoleh, biokompatibel, tulang yang berasal dari manusia lain), xenograf
:: :: aktif. dan tidak toksik (Riyani 2005). Material (penggantian tulang manusia dengan tulang
:: =.- ~ganti tulang yang umum digunakan adalah yang berasal dari hewan). Namun, material
~ ~:::: graf (penggantian satu bagian tu buh denga n
SI'1tesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit ........................ Sulistioso GS dkk
219
3. ,
pengganti tulang ini biasanya tersedia dalam
jumlah terbatas (Ratih et al. 2003).
Adanya keterbatasan dalam setiap
material, memicu perkembangan riset dibidang
biomaterial. Hingga saat ini studi mengenai
biomaterial terus berkembang, terutama material
hidroksiapatit (HA.p) yang merupakan senyawa
mineral dan bagian dari kelompok mineral apatit,
dengan rumus kimia Ca10(P04MOH)2 Sebagai
suatu bahan keramik yang memiliki kesamaan
komposisi kimia dengan jaringan tulang
(Bahrololoom et al. 2009). HAp dapat diperoleh
dari sumber alam; atau melalui sintesis kjmja.
Material HAp dapat disintesis dengan
menggabungkan sumber Ca dan P dengan
nisbah Ca/P sebesar 1,67 (Prabakaran et at.
2005). HAp memiliki sifat biokompatibel dan
bioaktif.
Akhir-akhir ini, berkembang penelitian
pada morfologi HAp berpori dan HAp berpori
telah digunakan dalam aplikasi biomedis
khususnya regenerasi jaringan tulang, pada
seminar sehari Biomaterial yang diadakan oleh
PTBIN - BATAN pada tanggal 12 Oktober 2011
DR. Fauzi Kamal spesialis orthopedi dari RSCM
mengatakan bahwa hidroksiapatit berpori sangat
efektif untuk merekonstruksi tulang yang rusak,
karena pori-pori dari HAp akan menjadi pemicu
tumbuhnya sel-sel tulang baru, saat 1m
hidroksiapatit berpon masih impor dan harganya
mencapai 10 juta rupiah untuk 5 gram.
Pembentukan HAp berpori dapat dilaku
kan menggunakan bahan porogen yang akan
menghilang selama proses kalsinasi. Bahan
bahan yang dapat digunakan sebagai porogen
antara lain parafrn, naftalena, pati atau beberapa
polimer seperti polylactic acid (PLA), polyglycolic
acid (PGA), gelatin, alginat, dan kitosan (Sopyan
2007). Pada penelitian ini digunakan kitosan
sebagai porogen karena kitosan adalah polimer
alam yang memiliki sifat biodegradabel, tidak
beracun, dan biokompatibel (Kim et al 2007).
Kitosan dapat diperoleh dan deasetilasi kitin dan
tersusun atas unit berulang 2-amino-2-deoksi-D
glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan 13-1,4
glikosida.
Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan
dengan 2 metode, yaitu metode kering dan
basah (Aoki 1991). Metode yang digunakan
dalam penelitian inj adalah metode basah yaitu
metode sol get Menurut Madhavi et al. (2005),
keuntungan menggunakan metode sol gel dalam
prosesnya akan menghasilkan HAp yang
memiliki kemurnian yang cukup tinggi. Proses
sol gel diawali dengan pembentukan koloid yang
memiliki padatan tersuspensi di dalam
larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini
kemudian akan mengalami perubahan fasa
menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki traksi
solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini akan
mengalami perubahan fasa padat menjadi keras,
dan selanjunya dipanaskan untuk membenuk
keramik (Dawnay 1997).
BAHAN DAN METODE
Preparasi Larutan Kitosan
Larutan kitosan dibuat melalui modifrkasi
metode Kim (2007). Larutan kitosan 4% dibuat
dengan melarutkan 4 gram serbuk kitosan ke
dalam larutan asam asetat 2% sebanyak
100 mL. Larutan ini diaduk dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm pada sullu kamar selama
3 jam kemudian didiamkan selama 24 jam untuk
melarutkan kitosan.
Preparasi Cangkang Telur
Tahap pertama, cangkang telur ayam
dicuci, untuk menghilangkan kotoran di
permukaan, kemudian lapisan membran di
bagian dalam cangkang telur ayam dihilangkan.
Tahap selanjutnya cangkang telur yang sudah
bersih dipanaskan di dalam furnace pada
temperatur 1OOO°C, selama 6 ja m (Pankaew
2010).
Sintesis HAp Berpori
Serbuk cangkang telur yang ditambahkan
50 mL etanol 96% kemudian dicampurkan
dengan 3 mL H3P04 80% yang dilarutkan dafam
50 mL etanol 96% dilakukan dengan penetesan
dari buret sambil diaduk dengan magnetic stirrer.
Kemudian ke dalam campuran tersebut
ditambahkan larutan kitosan dengan cara
diteteskan dengan menggunakan buret.
Campuran tersebut kemudian diaduk
dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada
suhu 3rC selama 4 jam untuk mendapatkan
campuran larutan yang homogen kemudian
dipanaskan dalam media air bersuhu 60°C
selama 1 jam. Setelah itu larutan diendapkan
dalam suhu kamar selama 24 jam, kemudian
diaduk pada suhu 60°C sampai larutan berubah
menjadi gel. Gel yang diperoleh dipanaskan
dalam fumace pada suhu 1000°C selama 5 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mekanisme Teljadinya Pori
Larutan kitosan dicampurkan ke dalam
campuran CaO dan H3P04, kemudian
dipanaskan, pada saat suhu mencapai diatas
Jurnal Kimia dan Kemasan, Vo/.34 No.1 April 2012 : 219-224 220
4. ---
100°C, campuran CaO dan H3P04 membentuk
cluster, karena kitosan tidak larut di dalam
campuran CaO dan H3P04, maka larutan kitosan
terjebak di dalam cluster-cluster tersebut
(Gambar 1a dan Gambar 1b). Selama proses
pemanasan campuran CaO dan H3P04 akan
bereaksi membentuk fasa stabil hidroksiapatit
(Ca10(P04)6(OHh. dan kitosan yang terjerab
akan terurai.
Reaksi lengkap pembentukan hidroksiapatit :
Kitosan akan terbakar pada suhu 600°C dan
terurai menjadi unsur-unsurnya pada suhu
1000°C. Sehingga pada pemanasan 1000°C,
kitosan akan menghilang dan akan meninggal
kan pori-pori pada HAp (Gambar 1b) (Ramli et
.a/2011 ).
Karakterisasi
Kitosan yang digunakan berasal dari
Departemen Biokimia IPB, yang dibuat dari kulit
udang. Gambar struktur molekul kitosan dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Mekanisme terjadinya pori
I! /'"
Z',
,. .'. ~
Gambar 2. Struktur molekul kitosan (Hale 1986)
Pola Difraksi dari Kitosan
Gambar pola difraksi dari kitosan pada
Gambar 3 adalah sama dengan gambar pola
difraksi selulosa pada umumnya, kitosan yang
digunakan pada penelitian In! mempunyai
derajat kristalinitas 68%, yang dihitung dari luas
puncak area kristal dibandingkan luas area
amort.
Pola Difraksi dari Cangkang Telur Ayam
Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan
pola difraksi dari cangkang telur ayam sebelum
dan setelah dipanaskan. Sebelum dipanaskan
tampak bahwa fasa dari cangkang telur ayam
adalah CaC03 dan Ca3(P04h dan setelah
dipanaskan pada suhu 1000°C, selama 6 jam,
fasanya berubah menjadi CaO saja.
Pola difraksi dari hidroksiapatit yang
disintesis dari CaO yang diekstrak dari cangkang
telur ayam dan direaksikan dengan H3P04teknis
ditunjukkan pada Gambar 6. Kedua bahan
tersebut di atas mudah didapat dan relatif
murah, dan hasil yang didapat sudah murni.
Pada umumnya hasil hidroksiapatit yang
disintesis dari CaO dan H3P04, masih
menyisakan fasa CaO atau fasa apatit yang lain,
tapi dari pola difraksi di bawah ini, tidak tampak
fasa CaO ataupun fasa-fasa apatit yang lain.
Keberadaaan dari fasa-fasa lain tetap masih
mungkin, tapi ordenya dibawah 1%, karena
difraksi sinar X yang ada di BBIN, tidak dapat
mendeteksi fasa-fasa yang ordenya kecil.
Pola difraksi pada Gambar 6 adalah pola
difraksi dari hidroksiapatit yang sudah berpori,
dengan porogen kitosan, ternyata keberadaan
kitosan selama proses terjadinya pori, sampai
seluruh kitosan hilang tidak mempengaruhi
terjadinya fasa hidroksiapatit yang murni.
Pola Difraksi Hidroksiapatit
Analisis terjadinya pori pada hidroksiapatit
diamati dengan Scanning Electron Microscopy.
350
300
250
~
:::
~
200
150
100
50
a
a 20 40
2 tetha
60 80
Gambar 3. Pola difraksi kitosan
Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit ........................ Sulistioso GS dkk
221
5. •2-L... :'
I ,. "
".,iv..;lf ~'.,Ii '~a ............ i-'Nt/~
Gambar 4. Pola dlfraksi cangkang telur sebelum
dipanaskan
600
500
400
VI
~
VI 300r::
:s
G>
200
100
0
Mekanisme terjadinya pori seperti pada
penjelasan di atas, maka ju mlah poragen aka n
rnempengaruhi jumlah pori dan ukuran pori, tapi
metode pembuatan HAp berpori yang dilakukan
pada penelitian ini, penambahan jumlah poragen
kitosan cenderung menambah jumlah pori,
dibandingkan perbesaran ukuran pori. Atau
dengan kata lain penambahan jumlah poragen
kitosan, akan cenderung berpengaruh terhadap
kuantitas pori dibandingkan kualitas pori. Karena
semakin banyak jumlah poragen kitosan akan
sernakin banyak terjadi "cluster" penjerab
kitosan, tapi tidak menambah volume kitosan
yang terjerab.
Gambar 7 menunjukkan hidroksiapatit
berpori dengan porogen kitosan. Tampak bahwa
ukuran pori masih bervariasi, tapi hanya berkisar
antara 1 sampai 2 !-1m.
Gambar 5. Pola difraksl cangkang telur setelah
dipanaskan
0 10 20 30 40 50 00 70 80 90
2 theta
Gambar 6. Difraksi hldroksiapatit berpon
Analisa Kandungan Ca
Sampel direndam dalam larutan
Simulated Body Fluid yang pada penelitian ini
digunakan larutan infuse 0,9 NaCI dari pabrik
Otsuka, setelah 6 hari perendaman didapat
konsentrasi kalsium yang lebih besar dari
konsentrasi kalsium dalam larutan SBF awal.
Peningkatan konsentrasi kalsium dikarenakan
adanya sampel yang direndam dalam larutan
SBF, dirnana ion Ca<+ yang terkandung dalam
sampel dapat mempengaruhi konsentrasi
kalsium dalam larutan SBF. Dalam hal ini, terjadi
pelepasan ion Ca2
+ dan sampel dan larut dalam
pelarut SBF.
Penuru'nan konsentrasi kalsium terkait
dengan pertumbuhan lapisan apatit pada
sampel. Setelah 7 hari perendaman terjadi
pengendapan kalsium 'pada sampel yang
Jurnal Kimia dan Kemasan, Vol.34 No.1 April 2012 : 219·224 222
6. (a). Hidroksiapatit tanpa porogen
(b). Hidroksiapatit berpori
(c) Hidroksiapatit berpori
Gambar 7. Foto-foto hidroksiapatit berpori
merupakan langkah awal dalam pertumbuhan
apatit (Vijayalakshmi and Rajeswari 2006). HAp
berpori menunjukkan potensi yang sangat baik
untuk membentuk lapisan apatit di permukaan
nya. Karena adanya pori rnaka akan
memudahkan pertukaran ion dari sampel
dengan larutan SBF.
Gambar 8. Variasi konsentrasi kalsium larutan SBF
terhadap lamanya waktu perendaman
Gambar 8 memperlihatkan bahwa pada
sampel yang memiliki porositas, konsentrasi Ca
setelah perendaman 6 hari tercatat 8,3146 ppm,
setelah 13 hari perendaman tercatat
7,3932 ppm, dan turun dengan drastis setelah
perendaman 21 hari yaitu menjadi 0,8483 ppm.
Hal ini menjelaskan bahwa pembentukan
lapisan apatit pada permukaan HAp berpori
berlangsung sangat cepat. Sedangkan pada
HAp kontrol yang tidak memiliki porositas, terjadi
penurunan konsentrasi kalsium yang tidak
signifikan setelah 6 hari, 13 hari, dan 20 hari
perendaman.
KESIMPULAN
Sintesis hidroksiapatit berpori dengan
bahan baku CaO yang diekstrak dari cangkang
kulit telur dan H3P04 teknis, dengan porogen
kitosan berhasil dibuat dengan metode sol gel.
Karakterisasi dengan XRD menunjukkan bahwa
HAp berpori yang diperoleh sudah terbentuk
fasa HAp murni. Analisis morfologi dengan SEM
memperlihatkan HAp berpori dengan ukuran pori
1 sampai 2 jJm. Uji in vitro menunjukkan bahwa
telah terjadi pembentukkan lapisan apatit setelah
21 hari perendaman dalam larutan SBF.
DAFTAR PUSTAKA
Aoki, H. 1991. Science and medical application
of hydroxyapatite. JAAS: Tokyo,
Japan.
Bahrololoom ME, Javidi M, Javadpour S, Ma J.
2009. Characterisation of natural
hydroxyapatite extracted from bovin
cortical bone ash. Journal of Ceramic
Processing Research 10(2): 129-138.
Dawnay EJC. 1997. Growth and characterization
of semiconductor nanoparlicles in
Sintesis dan Karakterisasi Hidrokslapatit ........................ Sulistioso GS dkk
223
7. porous sol-gel film. England:
Departement of Elecrical and
Electronic Engineering, Imperial
College.
Hale A.J. 1986. Chitin as a raw material for
product development. Applied
biotechnology. World Biotech Report 1,
London.
Hong Sun Kim, Jong Tae Kim, Young Jin Jung.
2007. Preparation of a porous chitosan
lfibrola-hyd roxyapatite composite
matrix for tissue engineering.
Macromolecular Research 15(1): 65
73.
Madhavi, S., Ferraris. C, White. T. 2005.
Synthesis and crystallization of
macroporous hydroxyapatite. J. Solid
State Chem: 178-264.
Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P,
Naemchanthara K. 2010. Temperature
effect on calcium phosphate
synthesized from chicken eggshells
and ammonium phosphate. Journal of
Applied Sciences 10(24): 3337-3342.
Prabakaran K, Balamurugan A. Rajeswari S.
2005. Development of calcium
phosphate based apatite from Hen's
eggshell. Bull Mater Sci 28(2): 115
119.
Ratih, Ngatijo, Widjaksana, Latief A. Bambang.
2003. Aplikasi hidroksiapatit di bidang
medis. Yogyakarta: Proc.
Riyani E. 2005. Karakterisasi senyawa kalsium
fosfat karbonat hasil presipitasi
menggunakan XRD, SEM, dan EDXA
pengaruh perubahan ion F dan Mg.
Skripsi Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan IImu Pengetahuan
Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rozita Ahmad Ramli, Rohana Adnan,
Mohammad Abu Bakar and Sam'an
Malik Masudi. 2011. Synthesis and
characterization of pure nanoporous
hydroxyapatite. Journal of Physical
Science 22(1): 25-37.
Septiarini S. 2009. Pelapisan apatit pada baja
tahan karat lokal dan ternitridasi
dengan metode sol-gel. Skripsi
Fakultas Matematika dan IImu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Sopyan I, Mel M, Ramesh S, Khalid KA. 2007.
Porous hidroxyapatite for artificial bone
application. Science and Technology of
Advanced Materials 8: 116-123.
Vijayalakshmi U and Rajeswari S. 2006.
Preparation and characterization of
microcrystalline hydroxyapatite using
sol gel method. Trends Biomaterial
Artificial Organs 19(2): 57-62.
Jurnal Kimia dan Kemasan, Vol.34 No.1 April 2012 : 219-224