SlideShare a Scribd company logo
1
ISI
BANGSA INDONESIA BANGSA BESAR
Hajriyanto Y Thohari 5
PUASA, RADIKALISME, DAN INTOLERANSI
M Bambang Pranowo 8
SIMBOLISME
Sarlito Wirawan Sarwono 12
SYUKURAN DAN SELAMATAN NASIONAL
Mohamad Sobary 15
MENDUKUNG PALESTINA
Ella Devianti 17
MENGETUK NURANI
Mashuri NS 21
BELANDA, BRASIL, DAN LEUSER
Hadi S Alikodra 24
SIAPKAH KITA MENGHADAPI PERUBAHAN?
2
Sarlito Wirawan Sarwono 27
MENGATASI RUMOR KERUSUHAN
Triyono Lukmantoro 30
MUDIK, KERINDUAN, & KEMATIAN
Faisal Ismail 33
BERPUASA LAHIR BATIN
Mohamad Sobary 36
PUASA DAN PURIFIKASI BANGSA
Achmad M Akung 39
BERPUASA DI MEKKAH AL-MUKARRAMAH
Hajriyanto Y Thohari 43
THR
Sarlito Wirawan Sarwono 47
MENEMPUH MUDIK BATIN
Ahmad Sahidah 50
PARSEL DAN MAKANAN KEDALUWARSA
Posman Sibuea 53
3
GAUDEAMUS IGITUR
Sarlito Wirawan Sarwono 57
ALAM DIOLAH, BUAT SIAPA?
Mohamad Sobary 60
PRESIDEN BARU DAN PEMBANGUNAN PEMUDA
Muhammad Arief Rosyid Hasan 63
LUBANG DALAM TATA KELOLA PSDA
Hariadi Kartodihardjo 65
SUSILA
Sarlito Wirawan Sarwono 68
ISIS, SUNNI, DAN SYIAH
Ahmad Syafi’ Mufid 71
MENGONVERSI CPO MENJADI PRODUK PANGAN BARU
Posman Sibuea 74
CAHAYA LILIN DALAM GELAP
Mohamad Sobary 77
KOMODIFIKASI PESAN DALAM PILPRES
4
Umaimah Wahid 80
OVER-EXPOSE ISIS
Danang Songgo Buwono 83
PEMIMPIN YANG NEGARAWAN
Jannus TH Siahaan 86
RELIGIOSITAS RENUNGAN SUCI PADA HARI PROKLAMASI
Hajriyanto Y Thohari 89
MEMERDEKAKAN RAKYAT DARI KEMISKINAN
Posman Sibuea 92
LOH, KITA SUDAH MERDEKA, TO?
Mohamad Sobary 96
IDEOLOGI PEMBANGUNAN
Ivan Hadar 99
ISIS DAN TANTANGAN KEUTUHAN BANGSA
RN Bayu Aji 102
MEREKA YANG PUNYA KUASA
Dicky Pelupessy 105
5
Bangsa Indonesia Bangsa Besar
Koran SINDO
Kamis, 10 Juli 2014
KOLOM ini dimulai dengan pertanyaan mengapa bangsa-bangsa jajahan tertinggal dan
bangsa-bangsa pewaris imperium besar tetap saja menjadi bangsa yang paling maju dan
berkuasa di dunia baik politik, militer, ekonomi, maupun peradaban?
Bangsa-bangsa Barat de facto tetap menjadi penguasa dunia sampai sekarang ini. Dulu
mereka menguasai dunia dengan kolonialisme dan imperialisme, sekarang tetap juga
"menguasai” dunia melalui modus lain yang lebih canggih. Penguasaan tentu hanya bisa
dilakukan oleh bangsa-bangsa yang kuat (strong nation), percaya diri, dan selalu punya
pemimpin dengan mental penakluk (conqueror).
Jika tidak dengan kualifikasi demikian, rasanya mustahil mereka berhasil memosisikan
negara-negara lain di bawah kendali kekuasaannya selama berabad-abad. Bangsa-bangsa
jajahan sebaliknya dikenal, meminjam istilah Gunnar Myrdal dalam Asian Drama, sebagai
soft nation, bangsa yang lembek! Sebagai bangsa yang mengalami penjajahan -mitos atau
realitas- 350 tahun, bangsa Indonesia ditengarai oleh banyak pihak sebagai mengidap
mentalitas inlander.
Novel-novel Pramudya Ananta Toer rasanya banyak mengangkat tema-tema ini: bangsa yang
dituding -dan menuding dirinya– sebagai bangsa yang tanpa rasa kepercayaan diri yang kuat,
inlander, dan bermental kalah. Anehnya, setelah satu setengah dasawarsa reformasi pun
ternyata kita masih berjalan di tempat. Rasa percaya diri kita sebagai bangsa terus merosot.
Buktinya, kita malah semakin suka memperolok diri sendiri ketika bicara tentang kemajuan
bangsa lain.
Kita Mestinya Bisa
Tetapi, apakah benar kita tidak bisa menjadi bangsa yang besar? Dulu kita memang negara
jajahan dan menjadi bangsa pecundang. Tetapi, kini kita meyakini bahwa negara kita ini
benar-benar negara besar alias gede banget. Karena itu, kita mestinya bisa menjadi bangsa
yang maju dan kuat. Bangsa ini hanya memerlukan pemimpin yang hebat dengan mentalitas
conqueror.
Pemimpin yang percaya diri dan mampu membuat bangsa ini percaya diri pula. Quails rex
talis grex, demikian rajanya atau pemimpinnya, demikian pula rakyatnya! Jika pemimpinnya
6
lembek, madek mangu, dan pecundang, demikianlah pula rakyatnya. Regis ed exemplar,
melalui teladan pemimpin masyarakat diarahkan!
Para founding fathers kita mewariskan marwah bangsa yang kuat dan bermartabat.
Mereka mewarisi darma cinta, ilmu pengetahuan, dan militansi–tiga darma yang oleh Alain
Badiou disebut sebagai syarat mutlak bagi setiap individu dalam memajukan sebuah
peradaban. Mereka adalah figur-figur saleh yang penuh cinta terhadap bangsa, ilmu
pengetahuan, dan militansi demi tegaknya Merah Putih di Kepulauan Nusantara. Mereka
mengenal bangsa ini, sebagaimana mereka mengenal dan mencintai diri mereka sendiri.
Dengan pengetahuan, mereka merasa sederajat dengan bangsa lain, pun dengan seorang
kolonial! Spirit mereka bagaikan pasukan Sparta yang berperang melawan tentara Persia.
Militansi yang tak lekang oleh zaman. Sikap mental begitu penting bagi republik ini sehingga
proyek kebangsaan pertama yang digemakan oleh Presiden Soekarno adalah nation and
character building.
Soekarno jeli melihat, kemerdekaan politik dan ekonomi hanyalah prasyarat penting bagi
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Tetapi, dua hal itu tidak akan berarti jika bangsa
Indonesia yang tergerus mentalitas jajahan selama tiga setengah abad tidak memiliki karakter
dan jati diri bangsa yang kuat. Kecemasan Soekarno dan para pendahulu bangsa ini mengenai
perlunya karakter dan jati diri bangsa juga kita rasakan.
Kita sesungguhnya adalah bangsa besar yang mempunya watak kuat. Kita mempunyai tradisi
politik, ekonomi, dan sosial yang besar. Kita pernah mempunyai sejarah kerajaan dan
kesultanan di Nusantara yang disegani dan dikagumi dunia karena memiliki peran strategis
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, agama, dan keamanan. Kita juga mewarisi peradaban
Atlantis jika kita bersetuju dengan tesis dan temuan Prof Aryos Santos dari Brasil itu. Singkat
kata, kita tak boleh merasa rendah diri, minder, malu, dan merasa tak sederajat dengan
bangsa-bangsa lain.
Kita tak boleh mengutuk diri dalam kesendirian dan kebodohan. Kita adalah bangsa
berperadaban besar dan berkemajuan. Nenek moyang kita mewariskan keteladanan berupa
rasa percaya diri (self confidence) dan percaya pada orang lain (trust) yang notabene adalah
dua karakter dasar bagi suatu bangsa untuk menuju kejayaan peradaban. Dua hal inilah yang
harus kita raih dan miliki kembali.
Sejarah modern bangsa Indonesia sebenarnya juga bergelimang prestasi. Kita tengok anak-
anak SMA kita yang meraih penghargaan dan medali internasional dalam bidang sains dan
teknologi, menyabet emas olimpiade fisika mengalahkan Amerika Serikat, Jepang, Inggris,
Prancis, dan negara-negara maju lain. Anak-anak Indonesia banyak pula yang berprestasi di
kampus-kampus bergengsi di seluruh dunia. Mereka membuktikan bahwa bangsa kita bangsa
besar yang mempunyai prestasi.
Hidupkan Cahaya Peradaban
7
Kita harus melawan stigma yang tertempel di jidat kita bahwa bangsa Indonesia berkelas
sudra yang tak piawai mencapai peradaban dan keadaban tinggi. Kishore Mahbubani dalam
bukunya Can Asians Think? secara tegas mengatakan bahwa bangsa Asia termasuk Indonesia
memiliki asian values yang membantah mitos jika bangsa Asia itu pemalas.
Kita ini, sebaliknya, adalah bangsa yang giat dan rajin bekerja, biasa berkorban untuk sebuah
mimpi dan cita-cita, tak pernah putus asa meski kegagalan kadang menyapa. Selain itu,
bangsa Indonesia juga bangsa muslim terbesar di dunia yang dipengaruhi etos kerja Islam
yang rasional, menghargai waktu, dan berkeinginan untuk maju. Etos Islam pada dasarnya
mirip dengan spirit Protestantisme dan Calvinisme yang menjadi spirit kemajuan bangsa
Barat.
Pada dasarnya agama (Islam) mengajarkan kepada umatnya untuk menggapai ”kampung
dunia" dan ”kampung akhirat” secara bersamaan. Islam mengajarkan tauhid, keyakinan pada
satu Tuhan, sekaligus amal saleh. Seorang muslim yang beriman adalah seseorang yang
menerjemahkan keyakinannya pada pencapaian amal saleh melalui sedekah, zakat, dan infak.
Itulah etos Islam yang berkemajuan dan itulah subkultur sebagian besar rakyat Indonesia
yang bersifat dinamis dan gandrung pada kemajuan dunia untuk meraih surga di akhirat
kelak.
Penelitian Clifford Geertz di Mojokuto (Pare, Kediri) membuktikan bahwa spirit dan etos
kerja muslim pada hakikatnya adalah etos berkemajuan mirip temuan Max Weber tentang
etika Protestan di Eropa Barat. Dalam konteks dan perspektif ini, yang mendesak untuk
dilakukan adalah perubahan mentalitas budaya masyarakat Indonesia yang tampaknya masih
jauh dari –meminjam istilah Plato– cahaya peradaban.
Bangsa Indonesia pada sejatinya memiliki semua prasyarat untuk maju dan berkemajuan:
pengalaman yang sangat kaya, sejarah bangsa yang besar, dan berkali-kali jatuh bangun
melakukan perubahan sistem politik dan ekonomi. Ini semua seharusnya cukup untuk
mendorong bangsa ini bergerak maju dengan dinamis.
Hambatan kemajuan adalah dan hanyalah mentalitas feodalistik, minder, serta hilangnya
konfidensi dan trust. Ini harus segera dipungkasi. Kita berharap demokrasi yang kini tengah
mekar dan memasuki era konsolidasi dapat mentransformasi mentalitas kebudayaan bangsa
yang kokoh dan berkarakter kuat yakni mentalitas rasional, tekun, dan giat bekerja dalam
mencapai kemajuan yang dilandasi prinsip cinta bangsa.
Kita selalu berdoa semoga presiden baru yang janji-janjinya luar biasa hebat itu akan benar-
benar mampu membawa bangsa Indonesia yang tengah berubah ini menuju sebuah perubahan
transformatif, berkemajuan, dan berkeadaban. Semoga!
HAJRIYANTO Y THOHARI
Wakil Ketua MPR RI
8
Puasa, Radikalisme, dan Intoleransi
”Islam” tengah mempertontonkan radikalisme dan intoleransi di Afrika dan Timur Tengah.
Boko Haram, organisasi radikal Islam di Nigeria, telah membantai ribuan orang dan menculik
ratusan murid-murid perempuan sebuah sekolah di Kota Chibok.
Sampai hari ini nasib ratusan siswi sekolah tersebut tidak jelas. Dunia pun marah kepada
Boko Haram. Tapi, ia tak peduli. Bahkan, pimpinan Boko Haram Abu Bakar Shekau
menyatakan, "Aku menikmati pembunuhan-pembunuhan itu, sama seperti menikmati
penyembelihan ayam dan kambing jantan." Na’udzubillah!
Jika di Nigeria ada Boko Haram, di Irak dan Suriah ada ISIL (Islamic State of Iraq in the
Levant). ISIL yang biasa disebut Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) ini beroperasi lintas
negara di Timur Tengah. Kini ISIL sudah menguasai perbatasan Irak dan Suriah dan
mengklaim telah mendirikan negara di wilayah perbatasan itu. Ke depan ISIL berencana
mendirikan negara Islam yang wilayahnya meliputi Irak, Suriah, dan Libanon.
Ketika menyerbu Mosul dan menguasai ibu kota Provinsi Nineveh, Irak, ISIL membantai
ribuan warga sipil. Di Suriah, ISIL juga terkenal kekejamannya. Ribuan wanita dan anak-
anak dibantai. ISIL berencana mendirikan negara Islam dengan hukum-hukum syariahnya
yang ketat. Di samping Boko Haram dan ISIL, organisasi Islam radikal lain seperti Al-Qaeda,
Taliban, masih terus mengancam umat manusia.
Banyak orang bertanya-tanya, kenapa organisasi super-radikal Boko Haram bisa muncul di
negeri seperti Nigeria yang 60% penduduknya beragama Islam? Jawabnya sangat kompleks.
Ada tali-temali antara kekerasan, ekstremitas, kesenjangan sosial-ekonomi antarwarga,
ekstremitas akidah, dan lemahnya negara dalam mengantisipasi gerakan radikal. Menurut
Wikipedia, awalnya gerakan Islam yang dibidani Muhamad Yusuf tahun 2002 bertujuan
untuk mendirikan negara Islam dengan menegakkan syariah sesuai pandangan mereka.
Di samping hendak mendirikan negara Islam, mereka juga akan menyingkirkan Barat dan
umat Kristen keduanya dianggap sebagai penjajah dan penghancur Islam di Nigeria. Dr
Ahmad Murtada dari Islamic Studies Departement, Unversitas Bayero, Nigeria, menyatakan
bahwa ideologi Mohamad Yusuf dan Boko Haram adalah hakimiyyah yaitu sebuah ideologi
yang menekankan kedaulatan hukum Allah.
Prinsip ideologi ini adalah Laa hukma illaa Allah (tidak ada hukum kecuali hukum Allah)
persis seperti ideologi kaum Khawarij, cikal bakal gerakan Islam radikal yang membunuh Ali
bin Abi Thalib. Landasan ilmiahnya merujuk kepada kitab-kitab karya Ibnu Taimiyah dan
mereka bersekutu dengan pandangan kelompok Jihadi dan Takfiri. Boko Haram, tulis
Ahmad, berhubungan dekat dengan sayap Al-Qaeda di wilayah Maghribi (Afrika Utara).
9
Namun di Nigeria, Boko Haram ditolak para pengikut setia tradisi Salafi. Dalam
perkembangannya, Boko Haram tak hanya membunuh orang Kristen, tapi juga orang Islam
moderat yang pandangannya berseberangan dengannya. Ulama moderat yang sangat
dihormati di Nigeria yang pernah mengkritik sepak terjang Boko Haram, Imam Ibrahim
Ahmad Abdullah, misalnya, dibunuh. Ibrahim Birkuti, ulama yang bersikap kritis terhadap
Boko Haram juga ditembak mati.
Dan, masih banyak lagi tokoh Islam yang tak sepaham dengan Boko Haram diculik dan
kemudian dibunuh. Itulah sebabnya mayoritas umat Islam di Afrika menolak aktivitas Boko
Haram. Namun karena sudah telanjur kuat, mayoritas muslim sulit mencegah radikalisme
kelompok ini. Menurut pengamat terorisme, Bloom M, merebaknya kekerasan dan
radikalisme oleh Boko Haram di Nigeria adalah akibat lemahnya penegakan hukum dan
ketidakberanian pemerintah memotong akar gerakan tersebut.
Akibatnya, Boko Haram makin berani melanggar hukum dan berhasil memperkuat jaringan-
jaringannya di masyarakat akar rumput dengan mengusung isu kesenjangan sosial ekonomi di
Nigeria. Boko Haram mengusung isu ketidakpuasan rakyat kepada pemerintah dan disparitas
sosial-ekonomi yang tajam antara umat Islam dan Kristen di Nigeria untuk menarik kaum
muda ke dalam organisasinya.
Dengan tempaan ideologi radikal yang dikampanyekan Al-Qaeda, Boko Haram pun makin
hari makin memperkuat ”senjata” radikalismenya. Hasilnya, negara pun tidak berdaya
menghadapi aksi-aksi Boko Haram.
***
Yang menjadi perhatian, apakah organisasi semacam Boko Haram bisa tumbuh dan
berkembang di Indonesia? Inilah yang perlu kita cermati. Sebab, bukan tidak mungkin
gerakan semacam Boko Haram tumbuh di Indonesia karena kondisi sosial-ekonomi Indonesia
dan Nigeria "nyaris" sama. Keduanya, negara kaya karena tanahnya mengandung minyak
bumi dan gas (migas).
Keduanya adalah negara yang mayoritas penduduknya muslim (60% populasi Nigeria Islam).
Keduanya negara korup dan menyimpan bom waktu akibat tingginya kesenjangan sosial-
ekonomi. Jika kita amati ceramah dan buku-buku tulisan Imam Samudera (IS) dan Abu Bakar
Ba’asyir (ABB), misalnya, jelas terlihat bagaimana mereka mengidolakan negara berideologi
hakimiyya seperti ditunjukkan Boko Haram.
Baik IS dan ABB menganggap radikalisme dan terorisme adalah sebuah keniscayaan untuk
membentuk daulah Islamiah. Denny JA, penggagas ”Indonesia Tanpa Diskriminasi”, dalam
diskusi tentang perkembangan kelompok Takfiri di Indonesia, di Ciputat School, Tangerang
(30/4/2014) lalu, menyatakan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ruang publik di Indonesia
makin tidak nyaman akibat berkembangnya kelompok-kelompok yang mengusung ideologi
10
diskriminasi.
LSI, kata Denny, pernah membuat survei dengan pertanyaan, apakah orang Islam
memperbolehkan membunuh orang kafir (non-Islam), jawabnya makin lama makin banyak
yang menjawab boleh. Di tahun 2009 orang Islam yang membolehkan membunuh orang kafir
masih di bawah 10%-tapi pada 2013 jumlahnya sudah melebihi 10%. Kondisi ini, kata
Denny, sangat mengkhawatirkan masa depan Indonesia yang bhinneka dan plural ini.
Dr Haedar Bagir, dosen Fakultas Filsafat Universitas Indonesia, menyatakan bahwa umat
Islam di Indonesia mulai banyak yang terjerat ideologi takfiri. Ideologi takfiri, tulis Haidar
dalam makalahnya pada diskusi di Ciputat School tadi, adalah sebuah doktrin pengkafiran
terhadap siapa pun dan kelompok mana pun yang perilakunya dianggap tidak sesuai Alquran
(seperti yang mereka pahami).
Doktrin ini mengafirkan bahkan menghalalkan darah umat Islam yang pandangannya tidak
sesuai dengan ideologi mereka, meski orang yang dikafirkan itu mengikuti rukun Iman dan
Islam. Dalam berbagai kesempatan, doktrin ini gencar mengampanyekan kekafiran mazhab
Syiah, sufisme, tarekat, dan lain-lain. NU, misalnya, menurut kelompok ini, adalah kafir
karena dianggap menyembah kuburan. Mereka menjuluki orang-orang NU sebagai ‘mazhab
kuburiyyun’.
Sufisme juga dianggap sesat karena dianggap tidak sesuai dengan sunah Rasul. Di Facebook
dan Twitter, kelompok takfiri ini sangat aktif mengunggah status anti-Syiah, anti
”kuburiyyun”, dan anti nyanyian. Yang terakhir ini, menurut kelompok takfiri, akan
melemahkan iman dan menjerumuskan orang pada kekafiran. Di Indonesia, ideologi
takfirisme, mulai meluas.
Dengan dukungan dana yang amat besar dari negara-negara petrodolar tertentu di Timur
Tengah, gerakan takfiri membangun media massa, baik cetak maupun elektronik di berbagai
kota di Indonesia. Mereka mengaku sebagai pewaris ahli sunah yang paling autentik, mirip
dengan Boko Haram yang menamakan dirinya Jamii'at ahl as-sunnah lid- da'wa wa-l-jihaad.
Di Bandung, Ahad (20/4/2014) lalu, kelompok takfiri ini berhasil menggalang massa untuk
mendeklarasikan gerakan anti-Syiah.
Sedangkan di Gunung Kidul, Provinsi DIY, kelompok ini berusaha mengerahkan massa
untuk menghalangi perayaan Natal dan Paskah beberapa waktu lalu. Di Sleman, Yogyakarta,
beberapa waktu lalu rumah seorang warga Kristiani dihancurkan hanya karena di rumah itu
diselenggarakan doa bersama. Semua gambaran itu menjelaskan bahwa Indonesia bisa
terancam gerakan radikal seperti Nigeria dan Irak (Pranowo, 2014). Intoleransi makin
merusak kehidupan bangsa yang terkenal ramah ini.
Di Bulan Puasa, umat Islam seluruh dunia sedang berlatih untuk mengendalikan diri.
Mengendalikan nafsu amarah, nafsu serakah, nafsu kuasa, dan lain-lain. Dalam pengendalian
diri itu, umat Islam dituntut untuk bisa merasakan kehidupan orang-orang miskin, orang-
11
orang teraniaya, dan orang terpinggirkan.
Dengan merasakan lapar dan melapangkan hati untuk merasakan orang-orang teraniaya, umat
Islam sudah seharusnya bersikap toleran dan mengembangkan kasih sayang. Puasa Ramadan
adalah sarana untuk mengembangkan ajaran paling dasariah dalam Islam: bersikap rahman
dan rahim kepada semua manusia tanpa membedakan suku, ras, dan agama. ●
M BAMBANG PRANOWO
Guru Besar UIN Jakarta/Rektor Universitas Mathla’ul Anwar, Banten
12
Simbolisme
Pada waktu saya kuliah tingkat II di Psikologi UI, ada mata kuliah yang berjudul ”Simbolik”,
yaitu kuliah tentang simbol-simbol.
Mata kuliah itu sekarang tidak ada lagi di fakultas-fakultas psikologi, adanya (mungkin, saya
juga tidak tahu pasti) di Fakultas Ilmu Budaya, khususnya sebagai bagian dari mata kuliah
Semiotika, yaitu kuliah tentang makna, yang di dalamnya dibahas juga tentang simbol-
simbol. Tentunya saya tidak berniat untuk membahas definisi, apalagi teori-teori tentang
Simbolisme di rubrik yang terbatas ini. Terlalu bertele-tele dan terlalu akademik.
Tetapi saya ingin berbagi pengalaman tentang apa yang diajarkan oleh almarhum Profesor
Slamet Iman Santoso (beliau adalah seorang dokter spesialis psikiatri, bukan guru besar
filsafat) ketika itu.
***
Dosen saya yang lain, yaitu psikolog yang mengajar Filsafat, Prof Dr Fuad Hassan (beliau
pernah menjadi dubes RI di Mesir dan pernah menjadi mendikbud), pernah mengajarkan
kepada kami (mahasiswanya) bahwa menurut filsuf Ernst Cassirer, manusia adalah makhluk
simbol (man is an animal symbolicum), artinya manusia tidak dapat dilepaskan dari simbol-
simbol. Itulah bedanya manusia dengan hewan.
Kita, manusia, menggunakan simbol-simbol setiap hari dalam kehidupan sehari-hari. Orang
ngobrol melalui simbol bahasa lisan. SMS adalah simbol-simbol bahasa tulisan. Bendera
merah-putih adalah simbol NKRI. Di Indonesia, di masjid tidak boleh dipasang ornamen
binatang atau manusia (haram). Tetapi di atap masjid di Beijing ada patung ular naganya. Di
Beijing, walaupun masjid, tetap tidak jauh-jauh dari ular naga.
Lain lagi dengan beduk. Perkusi raksasa yang biasa ditabuh setiap sebelum azan itu, selalu
ada di masjid-masjid Pulau Jawa, tetapi absen di Sumatera Barat, atau di Arab. Padahal sama-
sama Islam. Lain lagi dengan simbol Kristen yang menyimbolkan agamanya dengan kayu
salib. Tetapi jangan salah. Walaupun sama-sama bernabikan Yesus, buat umat Katolik, di
salib harus ada patung Yesusnya, sedangkan buat orang Kristen Protestan justru cukup
dengan salib polos, tidak boleh ada patung apa pun di atas salib itu.
Ternyata hebat betul pengaruh simbol itu. Belum seminggu yang lalu, kita melaksanakan
pemilu di Indonesia. Ajaib sekali, minggu-minggu menjelang hari pencoblosan, angka ”1”
dan angka ”2” jadi bermusuhan. Para pengikut ”1” tiba-tiba tidak mau lagi berfoto dengan
mengacungkan dua jari, yang sebelumnya selalu mereka lakukan, sambil mengucapkan
”peace ” (karena dua jari menyimbolkan perdamaian, atau bisa kemenangan juga) dan tangan
yang satunya memegang kamera HP untuk berfoto selfie.
13
Orang-orang ”2” yang iseng, sengaja mengedit foto teman-temannya yang ”1”, yang sedang
action dengan dua jarinya (pasti foto jadul, sebelum pilpres), terus di-upload di Facebook
atau media sosial lainnya. Akibatnya si korban marah serius kepada pelaku, padahal
sebelumnya teman baik.
***
Menurut Prof Slamet Iman Santoso, simbol itu penting sekali buat memahami manusia (itu
pekerjaan kami sebagai kami mahasiswa psikologi). Beliau memberikan contoh simbolik
pada cerita wayang. Dalam wayang Purwa versi Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Barat), ada
tokoh Semar dan anak-anaknya (di versi India tidak ada).
Semar ini, selain pengasuh para ksatria yang luhur budinya, juga merupakan penasihat
spiritual mereka, karena sejatinya Semar adalah titisan Batara Ismaya, kakak dari Batara
Guru, yaitu rajanya para dewa di Swargaloka.
Karena itu, ketika ada Dewa Narada datang untuk menemui sang ksatria (misalnya: Arjuna)
yang telah lulus ujian bertapa, maka Semar yang biasanya duduk menyembah pada Arjuna,
tiba-tiba berdiri dan berbicara dalam bahasa Jawa ngoko (rendah) pada Narada yang
juniornya. Sementara itu, Arjuna duduk menyembah dan berbahasa Jawa kromo (halus,
tinggi, hormat) kepada Narada yang seorang dewa.
Buat orang yang tidak memahami cara berpikir orang Jawa, tentu saja pembolak-balikan
kedudukan atau status ini sangat membingungkan. Tetapi buat yang paham filsafat Timur,
tidak masalah karena buat orang di Timur, dari India sampai Cina, logika itu tidak hitam-
putih seperti cara berpikir orang Barat. Buat orang Barat, manusia ya manusia, dewa (angel)
ya dewa, tidak bisa ditukar-tukar. Tetapi buat orang Timur, biasa. Dalam lambang Yin dan
Yang, di dalam putih ada hitam, dan di dalam hitam ada putih.
Buat orang Jawa, Nyai Roro Kidul (makhluk halus) dipercaya sebagai istrinya Sultan Yogya
(manusia biasa). Bahkan, ada orang kaya raya yang punya kesaktian ”babi ngepet”, kalau
siang jadi bos, kalau malam jadi babi. Bos beneran, yang orang dari Benua Eropa, tambah
bingung, ”Babi ya babi, orang ya orang, dong,” pikir dia.
Namun, bos Eropa yang kebetulan berbangsa Prancis ini tambah bingung lagi ketika mau
menikahi pacarnya yang orang Jawa. Orangnya sangat modern, tinggi semampai, dan cantik
karena mantan finalis Miss Indonesia. Tetapi ketika menikah, kok banyak sekali simbol-
simbol yang dia nggak ngerti.
Ada malam midodareni, di rumah pengantin perempuan, di mana ia harus hadir tetapi tidak
boleh masuk rumah dan dilarang bertemu dengan pengantin perempuan. Terus ada siraman,
yaitu memandikan pengantin dengan air dari tujuh sumber, yang ditaburi tujuh macam
bunga? Kenapa harus tujuh? Kenapa tidak satu saja? ”Heran saya,” katanya dalam hati.
14
Tetapi jangan salah, sesudah menikah dan bermukim di Prancis beberapa saat, sang istri
justru heran melihat suaminya yang suka menangis. Di Indonesia hampir nggak ada cowok
menangis, tetapi di Prancis konon laki-laki memang lebih cengeng daripada laki-laki bangsa-
bangsa lain.
Jadi benarlah kata pepatah: lain ladang lain belalang, yang artinya bahwa setiap masyarakat
atau budaya mempunyai makna-makna sendiri, yang diwujudkan dalam simbol-simbol yang
berbeda-beda. Karena itu, jangan gegabah menilai orang lain kalau kita belum mengenali
budaya mereka.
15
Syukuran dan Selamatan Nasional
Syukuran dan selamatan itu sebetulnya bisa diringkas menjadi satu: alhamdulillah. Ketika
suatu pekerjaan penting selesai dengan baik ucapan apa yang paling tepat, cepat, dan spontan,
selain alhamdulillah? Apa lagi yang harus dikatakan begitu melihat semua dalam keadaan
selamat, selain alhamdulillah? Kenyataan bahwa kita bisa bersyukur pun tak ada sambutan
lebih baik selain alhamdulillah.
Di sini, jadinya kita bersyukur karena kita bisa bersyukur. Bisa bersyukur itu sendiri sebuah
berkah. Betapa ”menyimpang” tingkah laku kita bila kita tak mampu sekadar bersyukur.
Bersyukur tidak selalu mahal dan memang tidak mahal. Asal kita punya hati, niscaya kita
bisa bersyukur.
Syukuran, dan dalam konteks lain kita namakan selamatan, memang lebih mahal. Syukuran
yang dalam arti tertentu juga selamatan itu wujud syukur yang dibikin lebih sosial dan lebih
dari sekadar urusan pribadi. Adapun wujud dan pelaksanaan syukuran yang juga berarti
selamatan tadi berbeda dan banyak variasinya antara satu masyarakat dan masyarakat lain.
Kita juga bisa mengatakan itu berbeda antara satu jenis kebudayaan dan jenis kebudayaan
lain.
Syukuran atau selamatan itu dilaksanakan di dalam bingkai yang sifatnya lebih umum, lebih
merangkum, lebih akomodatif: kendurian. Kita tahu, kendurian itu bisa kecil, hanya
menampung beberapa keluarga, tetapi bisa juga kendurian mengundang satu dusun atau
kampung, satu desa, satu kecamatan, satu kabupaten, dan seterusnya, hingga kita pun
mengenal ungkapan ”kenduri nasional”.
***
Kita ini ibaratnya hidup dalam bingkai syukur.
Ada yang punya anak laki-laki, yang diberi nama Syukur atau Syakir untuk tanda bahwa dia
bersyukur atau berharap si anak kelak menjadi anak saleh yang pandai bersyukur. Kalau kita
dicermati dengan baik, akan tampak jelas bahwa hidup ini rangkaian syukur demi syukur
yang begitu panjang dan kita bikin mapan, kokoh, tapi fleksibel dan rutin di dalam tradisi.
Syukur itu kita tradisikan. Kita membangun rumah, syukuran. Memasuki rumah, syukuran.
Pindah dari rumah itu, syukuran. Tiba di rumah berikutnya, kita juga syukuran. Pendek kata,
kita ini bangsa yang sangat pandai menyelenggarakan syukuran.
Kita merasakan bahwa syukuran itu bukan lagi unsur luar dari hidup kita. Dia sudah lama
menjadi unsur dalam karena syukuran sudah menjadi kebudayaan kita. Mungkin kita ini
memang si Syukur atau si Syakir.
16
Sebetulnya syukuran atau selamatan itu konsep yang hidup di dalam alam kesadaran kita. Dia
ada di wilayah psikologi. Tapi, kenduri atau kendurian lain lagi. Dia menghuni wilayah sosial
kita. Kenduri menjadi wujud organisasi untuk terselenggarakannya gagasan syukuran atau
selamatan tadi. Syukuran atau selamatan tanpa kenduri atau tanpa kendurian, si Syukur dan si
Slamet akan kelihatan bisu, sunyi, tanpa bunyi tanpa suara, dan tanpa rupa.
Soalnya, bisa saja syukuran dilaksanakan di dalam hati. Bisa pula suatu jenis selamatan yang
dibingkai secara personal, sunyi dalam kesendiriannya, bahkan dalam kesendiriannya tadi
bisa tanpa kata-kata.
***
Ada antropolog terkemuka Amerika, almarhum Clifford Geertz, yang mencatat fenomena
yang kita bicarakan ini dengan sedikit rasa heran: ”Di pusat seluruh sistem keagamaan orang
Jawa terdapat suatu upacara yang sederhana, formal, tidak dramatik, dan hampir-hampir
mengandung rahasia: selamatan .” Ini dapat dibaca di dalam bukunya klasiknya, The Religion
of Java, atau dalam versi terjemahan bahasa Indonesianya, yang diterbitkan Pustaka Jaya
pada 1980-an yang lalu.
Sesudah menyampaikan pernyataan itu Geertz bingung, ketika menambahkan: kadang-
kadang disebut juga dengan kenduren. Bukan. Kenduren bukan sinonim, bukan kata lain, pun
bukan sebutan lain dari selamatan tadi. Kenduren, bahasa Indonesianya ”kenduri” atau
”kendurian”, merupakan wadah, organisasi, wujud, dan bentuk event dari selamatan tadi agar
selamatan punya dimensi sosial dan tampil ke dalam wilayah sosial kita.
Saat ini kita berada dalam suatu momentum ”kosong” ketika pemilu baru saja selesai. Kita
menunggu pengumuman resmi KPU. Memang, dengan begitu, kita tahu pemilu belum selesai
secara tuntas, semata karena masih menunggu formalitas pengumuman. Tapi, pemilu lewat
dan segalanya berjalan lancar dan selamat, tak terjadi suatu gangguan apa pun. Apa anugerah
sebesar ini tak layak kita sambut dengan agak sedikit meriah, boleh ada musik ”jreng”
”jreng”, ”jring” ”jring ”, boleh saja dengan suara-suara yang lebih membahana, seolah
menggedor- gedor pintu langit, apa salahnya asal kita khusyuk? Juga tulus hingga ke dasar
hati yang terdalam? Kita layak syukuran atau selamatan karena bukankah hajat nasional itu
telah berlangsung slamet?
Syukuran dan selamatan itu layak kita selenggarakan dalam suatu kenduri atau kendurian
nasional. Semua pihak kita undang. Bahwa tak semua bisa hadir itu soal lain dan tak kita
sebut sebagai ”soal”. Biarlah yang tak hadir itu tak hadir secara fisik, tapi semoga hatinya,
jiwanya, bersama kita.
KPU-lah yang paling layak. Kalau budget KPU sudah mendekati kering, bisalah bergabung
dengan lembaga lain, terserah, bahkan tidak memakai biaya pun kenduri nasional itu bisa
diselenggarakan. Tanya saja pada relawan. Mereka ahli mengelola suatu event besar tanpa
biaya. Apa yang dibicarakan dalam kenduri yang akan kita adakan itu? Tidak ada.
17
Ini bukan saat ketika kita harus berbicara. Sudah kelewat banyak yang kita bicarakan. Sudah
banyak kata-kata kita hamburkan ke langit dan entah sekarang menempel di mana. Sejak
kampanye, debat capres dan cawapres itu, kita bicara melulu. Bahkan banyak unsur dalam
pembicaraan kita tadi yang bisa di golongan ”omong kosong” karena bicara akan berhenti
pada bicara. Jadi bakal tak terlaksana. Lebih baik, kenduri nasional yang tak perlu memakai
biaya negara itu diselenggarakan dengan uang rakyat yaitu orang-orang yang sudah luluh
dengan ikhlas menjadi sukarelawan itu. Bukankah kalau biaya itu dikeluarkan dari anggaran
pemerintah, artinya itu biaya rakyat juga? Tanpa rakyat, pemerintah tak pernah punya uang.
Di tempat di mana kendurian diselenggarakan, tak perlu pidato, tak perlu sambutan, tak perlu
pertanggungjawaban keuangan, karena bukankah tak tersedia uang apa pun dan berapa pun?
Yang terjadi ialah kebisuan yang menggapai langit. Dalam bisu, Tuhan Mahatahu apa
maksud yang disampaikan. Kita memuji syukur, dan syukur yang dalam, dan ikhlas yang
tinggi, karena kita bisa menyelenggarakan pemilu yang bagus dan kita semua selamat.
Syukur. Alhamdulillah. Puji Tuhan Yang Maha Terpuji, yang memberi kita keselamatan. Di
sini bangsa kita bersyukur. Kita kenduri. Kita selamatan. Kita syukuran.
MOHAMAD SOBARY
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi,
dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.
Email: dandanggula@hotmail.com
18
Mendukung Palestina
Pecahnya konflik antara Israel dan Palestina pada Ramadan ini menambah daftar panjang
konflik yang memakan ratusan korban jiwa di Gaza, Palestina. Israel dengan dalih operasi
jaga perbatasan melakukan serangan-serangan brutal yang memakan korban sipil, termasuk
perempuan, anak-anak, hingga kaum difabel.
Meski begitu, masih saja ada kalangan yang menanggapi konflik ini dengan kacamata
sinisme. Menganggap organisasi politik Hamas (Harakat Al Muqawwama Al Islamiyyah)
pemicu konflik dengan melakukan penculikan terhadap tiga warga Israel meski belum ada
bukti terkait keterlibatan Hamas.
Terlepas dari konflik terbaru, dunia tidak seharusnya alpa dengan kondisi Palestina selama
ini. Hingga detik ini Palestina masih terjajah di negeri sendiri. Masuknya Palestina sebagai
negara peninjau di PBB pada 2012 tampaknya tak berpengaruh banyak terhadap kebijakan
luar negeri Israel.
Tidak terhitung berapa perjanjian dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilanggar Israel,
termasuk penggusuran paksa wilayah Palestina di Tepi Barat. Israel juga terbukti mencederai
demokrasi tepat setelah terpilih organisasi politik Hamas pada pemilu 2006. Alih-alih
mengakui kemenangan Hamas, Israel malah memberlakukan blokade ekonomi terhadap Gaza
pada 2007.
***
Saya berkesempatan mengunjungi Gaza pada Oktober 2012. Situasi di Gaza saat itu memang
memprihatinkan. Sepanjang perjalanan dari perbatasan Rafah menuju Gaza Utara beberapa
bangunan hancur terbengkalai. Hanya satu dua mobil tua terlihat melintas. Sesekali tampak
gerobak sayur yang ditarik keledai berjalan lambat di jalanan yang lengang.
Geliat ekonomi Gaza baru terasa di tengah kota. Warung internet yang merangkap pusat
pembelian sim card telepon didatangi beberapa wartawan dan mahasiswa. Yang menarik,
saat saya mengaktifkan sim card lokal, data wilayah yang terbaca bukanlah Jalur Gaza,
melainkan Israel. Seorang rekan jurnalis malah tidak bisa mengaktifkan handycam- nya. Tiap
kali dinyalakan, layar handycam bertuliskan kalimat pemberitahuan bahwa posisi handycam
bisa dilacak melalui satelit. Insiden handycam tak membuat kami jeri.
Hari itu juga kami putuskan mengitari pusat kota dan mampir ke Pasar Gaza. Sekilas aktivitas
jual beli tampak berjalan normal, tapi ternyata mayoritas produk yang dijual buatan Israel.
Sisanya berasal dari Tepi Barat Palestina, Turki, dan Mesir. Yang paling menarik adalah
penggunaan mata uang shekel, mata uang resmi Israel. Pemerintah di Gaza memang tidak
diperbolehkan memiliki mata uang sendiri. Ini artinya kendali ekonomi sepenuhnya di tangan
Israel.
19
Tak puas memegang tali kekang ekonomi Gaza, Israel juga berusaha memutus mata
pencaharian warga. Kebun kurma dan buah tin kerap hancur terkena serangan roket. Pabrik-
pabrik tutup akibat pelarangan ekspor. Masa depan nelayan juga di ambang krisis. Seorang
nelayan saat saya tanya mengenai hasil tangkapan menunjukkan ikan kecil di tangannya. ”Ini
bukanlah ikan. Kucing saja tidak akan mau makan!” Ucapnya menahan marah. Sejak blokade
diberlakukan, Israel memang melarang nelayan di Gaza melaut lebih dari 300 meter dari bibir
pantai. Padahal biasanya mereka menangkap ikan sampai 5 kilometer dari darat.
Jumlah nelayan akhirnya menyusut drastis dari lima ribu hingga tinggal ratusan saja. Jika
melanggar aturan, tentara patroli laut Israel akan memberi tembakan peringatan atau bahkan
memenjarakan mereka. Masuk penjara Israel adalah mimpi buruk. Hingga kini ada lima
ribuan warga Palestina yang meringkuk di balik penjara Israel. Dua ratus di antaranya ditahan
tanpa proses pengadilan. Seribuan lebih yang sakit tidak mendapat perawatan medis. Puluhan
lain mengalami sakit mental dan cacat fisik akibat penyiksaan tentara Israel.
Usaha Hamas membebaskan para tahanan tercatat dalam tinta sejarah. Tentara Israel, Gilad
Shalit, ditangkap Hamas pada 2006 dan ditahan selama lima tahun sebelum kemudian ditukar
dengan seribu lebih tahanan Palestina pada 2011. Pencapaian yang hampir mustahil terjadi
lewat jalur diplomasi. Warga Palestina pun menyambut haru kedatangan keluarga hasil
pertukaran tahanan. Namun, setelahnya Israel kembali menangkapi puluhan tahanan yang
bebas dengan alasan sumir.
Berbagai peristiwa semakin menunjukkan sikap permusuhan Israel terhadap seluruh warga
Palestina. Tidak cukup melumpuhkan ekonomi, kebutuhan pokok seperti air pun secara
semena-mena dibatasi. Menurut Badan Urusan Perairan Palestina (Palestinian Water
Authority), hingga kini Israel menguasai lebih dari 85% suplai air dari seluruh sumber air di
wilayah Palestina, dan menyalurkannya ke pemukim Israel. Sementara rakyat Palestina,
termasuk Gaza, hanya mendapatkan 15%. Ketidakadilan tersebut berlanjut dengan
pemberlakuan tarif air bagi warga Palestina dan gratis bagi warga Israel. Padahal pengelolaan
air yang adil sudah pernah dibicarakan dalam Perjanjian Oslo Pasal 40 Tahun 1995. Namun,
lagi-lagi, Israel mengkhianati perjanjian.
Saya merasakan sendiri bagaimana tidak nyamannya mandi di hotel dengan air yang asin dan
justru membuat kulit terasa lengket.
***
Sejarah panjang pengingkaran Israel akan berbagai perjanjian turut mencatatkan pesan bahwa
dunia tidak berdaya melawan arogansi Israel, bahkan PBB sekalipun. Perundingan demi
perundingan berakhir bagai omong kosong. Pada akhirnya Palestina tetap harus berjuang
sendiri demi makanan, air bersih, kesehatan, keamanan, dan yang paling penting
kemerdekaan negaranya. Jadi mestikah diherankan muncul brigade Al-Qassam saat janji
Israel tak lagi bisa dipegang?
Sayap militer partai Hamas itu bergerak secara gerilya. Tidak ada yang mengetahui identitas
20
mereka selain keluarganya. Beruntung, saya berhasil menemui satu peleton pasukan Al-
Qassam saat patroli malam. Stigma ganas yang melekat pada brigade ini sama sekali tidak
terasa saat berbincang dengan mereka. Kebanyakan dari mereka masih muda, bahkan ada
yang umurnya baru 16 tahun. Profesinya pun bermacam-macam, mulai dari mahasiswa,
dosen, hingga pekerja pabrik. Mereka secara sadar bergabung tanpa dibayar sepeser pun.
Meski antusiasme warga Palestina tinggi, ada seleksi ketat yang membuat tidak semua orang
bisa bergabung. Kriterianya antara lain kemampuan menghafal Alquran, menjalankan salat
berjamaah di masjid tiap waktu, hingga tidak memiliki tanggungan utang apa pun dan
diikhlaskan keluarganya. Meski berasal dari sipil, kemampuan pasukan Al-Qassam tidak
diragukan. Senjata seperti senapan dan granat dirakit sendiri. Beberapa ada yang
teknologinya diadopsi dari negara lain. November 2012, Al-Qassam menyentak Israel kala
roket Fajr 5 teknologi Iran berhasil menjangkau Tel Aviv.
Inilah pertama kalinya sirene peringatan menggaung keras di ibu kota Israel. Segera
setelahnya, Israel mau meneken perjanjian gencatan senjata. Gencatan senjata yang disambut
sukacita warga Gaza menunjukkan bahwa bukanlah perang yang diinginkan. Mereka hanya
ingin merebut kembali kemerdekaan yang dicerabut paksa. Ketidakadilan yang menimpa
bangsa Palestina kadang terlalu samar untuk terdengar ke seluruh penjuru dunia. Saat konflik
berkecamuk, barulah dunia teringat kembali bahwa masih ada satu negara di dunia ini yang
belum merasakan nikmat kemerdekaan. Maka itu, sudah sepantasnyalah kita mendudukkan
perkara Palestina bukan sekadar berteriak mengutuk atau mencari siapa yang lebih dulu
menyerang.
Ini juga bukan persoalan agama. Ada puluhan ribu umat Kristiani yang tinggal di Tepi Barat
maupun Gaza. Berbagai suku juga tinggal di sana, termasuk suku Arab Baduy yang hidup
nomaden. Mendukung Palestina adalah perkara mengejawantahkan konsistensi kita akan
perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan. Ia juga menjadi parameter penghargaan
kita terhadap hak untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan di muka bumi ini. Seperti
yang diucapkan Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, kemerdekaan kita semua
sejatinya tidak akan pernah lengkap tanpa kemerdekaan Palestina.
ELLA DEVIANTI
Jurnalis
21
Mengetuk Nurani
Empat tahun silam, tepat sepekan sebelum Ramadan, saya menginjakkan kaki di tanah Gaza,
Palestina bersama para relawan dari Tanah Air. Selama hampir dua pekan saya berada di
wilayah konflik yang berkepanjangan itu dan melihat langsung bencana kemanusiaan yang
menyesakkan hati.
Belakangan ini memori pilu kembali muncul tentang pengungsi yang berdesakan di Camp
Jabaliyah akibat zionis Israel membombardir kawasan Gaza, tepatnya di Beit Al Hanun, Beit
Lahiya (Gaza Utara) dan wilayah Khan Yunis. Kini kejadian serupa kembali terulang,
intensitas serangannya pun cukup gencar dan yang menewaskan ratusan korban sipil yang tak
berdosa serta ribuan orang terluka. Mempertahankan diri dijadikan argumen dalam aksi
genosida.
Waktu bergulir begitu cepat. Tidak ada perubahan yang mendasar yang tercipta di tanah
Palestina meski kita memang harus terus berdoa agar kemerdekaan Palestina benar-benar
terwujud, tidak terjadi lagi penjajahan terhadap warga negara Palestina.
***
Dunia seharusnya sadar bahwa penjajahan Israel atas Palestina merupakan aib terhadap
peradaban manusia modern yang harus segera dihapus. Pemberitaan soal kepiluan dan
penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza sudah sering menghiasi ruang publik. Berita itu
memang fakta yang perlu dipublikasikan agar kita sesama muslim mempunyai empati
terhadap saudara-saudara kita yang tengah berjuang membebaskan wilayahnya dari
cengkeraman kaum zionis.
Sebenarnya jika kita berkaca, bukan hanya rakyat Palestina yang tengah dalam ujian dari
Allah ini, melainkan kita sebagai pribadi muslim di seluruh dunia tengah diuji bagaimana
sikap dan kepedulian kita terhadap penderitaan mereka. Ini yang ditegaskan Allah dalam
firman-Nya bahwa sesama muslim adalah bersaudara (QS.49:10).
Konflik panjang yang terjadi dan merenggut ribuan nyawa tak berdosa ini memang tidak
lepas dari campur tangan asing yang bermain. Sementara negara-negara Islam maupun
organisasi yang menaunginya juga tidak berdaya jika sudah terjadi perang berkecamuk.
Beberapa negara Islam yang semestinya menjadi ujung tombak sejumlah bantuan untuk
rakyat di Palestina justru tengah dilanda konflik internal di negaranya serta ada dalam transisi
pucuk kekuasaan.
Kita menyaksikan ada dua negara Arab besar yang memboikot KTT darurat Liga Arab di
Doha, Qatar yang sedianya direncanakan menghasilkan keputusan yang ”keras” dan efektif
22
untuk menghentikan kebiadaban Israel. Mesir yang menjadi negara tetangga Palestina juga
tidak berkutik di bawah bayang-bayang Amerika Serikat dan sekutunya. Mesir sebagai
negara yang berbatasan langsung dengan Jalur Gaza seharusnya lebih kooperatif segera
membuka pintu perbatasannya melalui Raffah agar sejumlah bantuan yang akan masuk, baik
peralatan medis, obat-obatan, makanan, maupun relawan dari berbagai negara yang akan
masuk lewat Jalur Gaza tidak menemui kendala. Berbagai pihak menyesali kebijakan Mesir
yang melakukan buka-tutup gerbang Raffah seolah Mesir menganggap remeh penderitaan
para korban.
***
Kita memang harus menggelorakan hasrat kita untuk membantu perjuangan rakyat Palestina
yang tengah tertindas. Minimal doa yang bisa kita sampaikan bisa menjadi salah satu upaya
untuk memberi spirit warga Palestina yang tengah terluka. Bagaimanapun perang yang terjadi
adalah perang yang tidak seimbang. Jika kita menilik sejumlah peralatan perang yang
dimiliki kedua belah pihak, terlihat kejomplangan yang luar biasa. Selama ini sayap militer
Hamas yaitu Brigade Assyahid Izzuddin Al Qassam ini masih mengandalkan sejumlah
peralatan tempur seadanya walaupun sudah memiliki beberapa roket yang cukup canggih.
Sementara pasukan Israel memiliki berbagai senjata modern ditopang teknologi canggih.
Mereka memiliki tank Markava yang sudah terkenal hebat di dunia, pesawat tempur F16, heli
tempur Apache, serta ribuan ton bom canggih buatan Amerika Serikat. Namun, hasil
pertempuran selama ini tidak dapat diprediksi. Hingga kini negara penjajah tersebut
kehabisan cara untuk bagaimana menguasai Jalur Gaza sehingga menargetkan kalangan sipil
termasuk wanita dan anak-anak dalam setiap serangan. Namun, selalu saja muncul
pertolongan Allah yang datang mengiringi pasukan mujahidin yang digambarkan Allah: ”Jika
kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu sekaligus meneguhkan
kedudukanmu.”( QS 47:7)
***
Perdamaian di antara dua negara tersebut tampaknya tidak mungkin kita sandarkan kepada
Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Setiap upaya diplomasi yang dilakukan beberapa negara
dalam mencari solusi keamanan selalu menemui jalan buntu. DK PBB gagal menetapkan
resolusi dan mengkriminalisasikan pelaku kejahatan perang Israel. Selalu saja negara-negara
pembela keadilan bagi Palestina kalah oleh hak veto yang menjadi jurus kunci negara-negara
adidaya.
Kita juga tidak bisa menaruh kepercayaan kepada pihak-pihak yang tengah bertikai selama
ini. Sebut saja gagasan perdamaian yang digagas dua kubu berseteru yakni Hamas dan Fatah
di Palestina sendiri berakhir dengan antiklimaks, nihil. Entah harus berapa banyak lagi nyawa
harus melayang untuk menjadikan negara Palestina merdeka, berdaulat, berdiri di atas kaki
sendiri.
23
Kini saatnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim
terbesar di dunia dan beberapa negara Islam lain bersatu lakukan langkah konkret untuk
saudara-saudara kita yang teraniaya oleh zionis. Bukankah jauh sebelumnya pada 1962
presiden pertama kita Bung Karno di forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa sempat
berkata: ”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang
Palestina, selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang terhadap penjajahan Israel”.
Pemerintah Indonesia harus proaktif melakukan diplomasi menggalang negara-negara
nonblok dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk ikut peduli dan bertanggung jawab
terhadap penderitaan rakyat Palestina. Jangan merasa sudah cukup hanya melakukan
pengecaman terhadap aksi biadab Israel, tapi tidak melakukan langkah konkret dengan cara
diplomasi internasional yang akurat dan nyata. Negara-negara Islam yang selama ini tidur
juga harus menjadi garda terdepan mengambil langkah konkret dengan upaya menggalang
negara-negara nonblok untuk menerjunkan pasukan perdamaiannya menjaga bumi Palestina
agar Israel tidak senaknya meluncurkan roket perangnya ke wilayah Palestina.
MASHURI NS
Jurnalis SINDO TV
24
Belanda, Brasil, dan Leuser
Ketika tim Oranje, Belanda, mengalahkan tim Samba, Brasil, di Estadio Nacional, Kota
Brasilia, Sabtu (12/7/014) dengan skor 3-0, ingatan saya tiba-tiba tertuju pada kepedulian
kedua negara tersebut dalam mengelola lingkungan hidupnya.
Brasil adalah negara besar dengan luas lima kali Indonesia—mempunyai hutan tropis yang
amat terkenal di Lembah Amazon. Berbagai cerita menakjubkan tentang hutan belantara
Amazon ini sering kita lihat melalui film-film Hollywood. Bagi masyarakat dunia, Amazon
adalah sebuah ”tempat konservasi flora fauna terbesar di dunia dengan megadiversiti yang
luar biasa banyaknya. Sampai hari ini tiap tahun selalu ditemukan spesies baru di hutan
Amazon yang luas tersebut.
Di samping sebagai hutan konservasi yang menyimpan banyak kekayaan alam, Amazon juga
berfungsi sebagai ”paru-paru planet bumi” terbesar di jagat ini. Dengan segala kebesarannya,
Brasil dengan tim Samba adalah manifestasi dari sebuah negara yang punya tanggung jawab
besar untuk menyelamatkan dunia dari deraan global warming dan peningkatan kadar gas
karbon dioksida di atmosfer. Apakah ”manifesto” itu yang menyebabkan tim Samba menjadi
kesebelasan elite dunia dan Brasil menjadi ”gudang” pemain-pemain bola terbaik di dunia?
Wallahualam!
Tapi, apa yang terjadi pada Piala Dunia 2014 di Brasilia? Tim Samba dari negeri besar ini
ternyata dikalahkan oleh tim Oranje dari negeri liliput, Belanda. Luas negeri Belanda lebih
kecil dari Jawa Barat. Sedangkan luas Brasil lima kali Indonesia. Apakah kekalahan itu
terjadi karena Belanda lebih peduli pada alam, sedangkan Brasil tak memedulikannya?
Entahlah!
Inilah gambarannya: Kawasan hutan Amazon—hutan tropis terluas di dunia—kini
mengalami kerusakan yang parah. Tiap tahun kerusakan hutan di Amazon mencapai 26.130
km persegi atau sekitar enam lapangan bola setiap menit. Hampir separuh kerusakan hutan itu
terjadi di Negara Bagian Mato Grosso.
Di Mato Grosso inilah terdapat ladang-ladang kedelai yang amat luas untuk pabrik susu
(kedelai) dan produk lainnya. Di Mato Grosso industri kedelai telah merusak hutan secara
ilegal. Kondisi itu masih terus berlangsung hingga sekarang. Lebih dari 70% hutan Amazon
hilang pada 2004. Seterusnya luas hutan itu tiap tahun makin mengkeret.
Banyak pihak menyalahkan kebijakan Presiden Lula da Silva yang terlalu ambisius untuk
melaksanakan program perbaikan ekonomi. Atas nama mengurangi kemiskinan rakyat Brasil,
Presiden Lula membuka sawah besar-besaran dan imbasnya menghancurkan hutan tropis
Amazon.
25
Data-data terbaru menunjukkan kerusakan hutan hujan tropis Amazon meningkat hingga
enam kali lipat. Citra satelit terbaru yang dirilis Institut Riset Angkasa Luar Brasil
menunjukkan penggundulan hutan meningkat dari 103 km persegi di Maret dan April 2010
menjadi 593 km persegi dalam periode sama, 2011. Sebagian besar kerusakan hutan itu
terjadi di negara bagian Mato Grosso, pusat pertanian kedelai di Brasil.
Kini Brasil mengembangkan peternakan sapi besar-besaran, membuka lahan pertanian secara
masif dan hasilnya, hutan basah Amazon pun terdegradasi secara sangat memilukan. Akibat
itu, dunia menjerit. Paru-paru bumi Amazon yang kini porak-poranda jelas mengakibatkan
temperatur bumi naik. Padahal, kenaikan suhu bumi 2 derajat Celsius saja bisa menyebabkan
negara-negara pulau di Samudra Hindia dan Pasifik bisa tenggelam. Vanuatu, Karibati, dan
Seychelles misalnya kini terus meradang karena wilayahnya makin hari makin terendam air
laut.
Lain Brasil lain pula Belanda. Negeri ”seribu” polder untuk mengamankan diri dari luapan air
laut ini sekarang menyadari ”kesalahannya” dalam mengelola alam. Bendungan-bendungan
raksasa di sepanjang pantai Belanda kini menjadi saksi bisu betapa negeri yang sepertiga
wilayahnya berada di bawah permukaan air laut itu tak berdaya menghadapi alam.
Permukiman dan pertanian di lahan hasil reklamasi itu ternyata biayanya amat mahal dan
makin lama biayanya makin membumbung. Jika demikian, untuk apa bermukim dan bertani
bila biaya untuk mengolah lahan itu terus membumbung? Di bawah master plan for nature
yang berwawasan ke depan, pemerintah Negeri Kincir Angin itu membeli lahan hasil
reklamasi ratusan ribu hektare dari penduduk untuk menghentikan perusakan lanskap
Belanda. Saat ini sudah 240.000 hektare tanah pertanian hasil reklamasi disulap menjadi
hutan, rawa, dan danau. Kebijakan tersebut mendapat dukungan Masyarakat Eropa (ME).
ME menyaratkan setiap petani harus menyediakan 15% lahannya untuk mendukung
kelestarian lingkungan jika ingin produk pertaniannya berkualitas dan diterima pasar Eropa.
Belanda misalnya telah berhasil menghijaukan dan menghutankan wilayah Mijdrecht, 16 km
selatan Amsterdam—sebuah wilayah reklamasi yang berada 6 meter di bawah permukaan
laut. Wilayah Mijdrecht kini telah dikosongkan dan menjadi padang rumput, rawa, danau,
hutan, dan lain-lain yang mendukung keasrian lingkungan. Negeri Belanda yang petani dan
peternaknya menghasilkan produk pangan ”terbaik” di dunia kini mulai menyadari betapa
pentingnya mengembalikan sebagian lahan pertaniannya untuk mendukung pembangunan
ekosistem agar tidak merusak alam.
Belanda—negeri kecil yang menyimpan pemain-pemain bola terbaik di dunia—juga giat
”mengalamkan” lahan-lahan pertanian rekayasa hasil reklamasinya. Tujuannya satu:
sustainabilitas kehidupan rakyatnya terus berlangsung tanpa gangguan. Memang mahal, tapi
bila dilakukan secara terprogram dan serius, hasilnya sangat bagus. Rakyat sehat, negara
aman, dan bibit-bibit pemain bola mumpuni makin tumbuh karena makin banyak tanah
lapang untuk latihan sepak bola.
26
Lalu, bagaimana Indonesia? Indonesia disebut sebagai negeri perusak alam. Mau lihat
contohnya?
Datanglah ke hutan lindung, kawasan konservasi, dan taman nasional. Di sana kita akan
menemukan ”kerusakan alam” yang mengerikan. Hutan lindung sebagai penyelamat wilayah
di sekitarnya, sebagian besar hancur. Perkebunan sawit dan alih fungsi hutan telah merusak
hutan lindung yang amat berharga itu. Salah satu kawasan ”mahal” yang kini dirusak secara
sistematis adalah Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di punggung Pulau
Sumatera. Perusakan di kawasan ekosistem Leuser di wilayah Aceh misalnya diduga
dilakukan secara sistematis, bahkan dilegalkan pemerintah.
Status Leuser sebagai kawasan strategis nasional yang memiliki fungsi lindung diabaikan
demi mewadahi kepentingan perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur lain (Kompas,
13/6/014). Kawasan lindung ekosistem Leuser menjadi tempat berbagai satwa endemis
seperti badak sumatera, harimau sumatera, dan orangutan sumatera, dan lain-lain. Sementara
gajah yang selama ini hidup aman di kawasan Leuser kini mulai ”keluar” dari habitatnya.
Gajah-gajah itu kini sering ”perang” melawan manusia yang murka. Tentu saja, gajah kalah.
Puluhan gajah dibantai dan diracun manusia. Hutan di Leuser, tempat tinggal gajah itu, kini
rusak, bahkan hancur. Yang menghancurkannya adalah manusia yang mengatakan ingin
membangun perekonomian negara. Padahal apa yang disebutnya ”ekonomi” bila
menghancurkan alam sesungguhnya adalah ”degronomi”. Sebuah konsep ekonomi yang
mendegradasikan dan merusak masa depan!
HADI S ALIKODRA
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB
27
Siapkah Kita Menghadapi Perubahan?
Lebih dari 30 tahun yang lalu, para futurolog sudah meramalkan ihwal yang kita alami hari
ini. Alfin Toffler dengan Future Shock (1970) meramalkan bahwa di kemudian hari (yaitu:
sekarang) manusia akan bergeser dari ihwal yang tahan lama (awet), ke ihwal yang instan.
Mi instan adalah contohnya dalam bidang kuliner. Ada lagi ballpoint dan pembalut wanita
yang sekali pakai buang. Prinsipnya sama semua yaitu Bispak-wang (habis pakai dibuang).
Dalam bukunya yang lain, The Third Wave (1980), Toffler meramalkan revolusi teknologi
informasi yaitu pengetahuan yang berkembang sangat cepat sehingga kehidupan manusia
akan berubah bukan beberapa abad sekali (revolusi gelombang pertama: pertanian) atau
beberapa tahun sekali (gelombang kedua: industri), tetapi revolusi akan terjadi setiap hari,
padahal tidak ada revolusi yang tidak makan korban.
Sementara Schumacher dalam bukunya, Small is Beautiful (1973), mengatakan bahwa
preferensi manusia akan berubah dari yang serbabesar menjadi serbakecil. Perusahaan besar
ambruk, digantikan dengan perusahaan kecil-kecil. Rusia bubar, muncul negara-negara kecil.
Di Indonesia daerah-daerah terpecah-pecah menjadi lebih kecil-kecil. KB berubah artinya
dari Keluarga Besar menjadi Keluarga Berencana (maksudnya: keluarga kecil).
Futurolog lain, John Naisbitt dan istrinya, Patricia Abuderne, dalam buku mereka, Mega
Trend 2000 (1991), meramalkan bahwa peran wanita akan berubah secara signifikan,
manusia akan bertambah makmur, tetapi tidak bertambah bahagia (nepotisme, bunuh diri,
penyalahgunaan narkoba dan sebagainya makin banyak). Agama akan hidup kembali, tetapi
bukan menimbulkan kedamaian, melainkan justru menimbulkan eksklusivisme, radikalisme,
kekerasan, dan konflik sektarian.
Futurolog berikutnya (walaupun bukan yang terakhir) adalah Thomas L Freedman yang
menulis buku berjudul The World is Flat (2005). Dia mengatakan bahwa orang sekarang bisa
berhubungan dengan siapa saja di seluruh dunia secara langsung dengan real time dan data
yang akurat, tanpa harus melalui pihak mana pun (pemerintah, pemimpin, organisasi, dan
sebagainya). Cukup dengan Facebook atau Twitter dan sebuah handphone. Dengan begitu,
setiap orang punya kesempatan yang sama untuk maju.
***
Para futurolog tersebut bukan nabi atau rasul yang bisa meramal karena mendapat wahyu
Tuhan. Mereka orang biasa yang kebetulan berprofesi sebagai ilmuwan yang menggunakan
dalil-dalil dan perhitungan-perhitungan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Pada 1974 dalam bukunya, The Tao Physics, seorang sarjana fisika bernama Fritjof Capra,
28
mengklaim bahwa dunia fisika modern mempunyai hukum-hukum yang paralel dengan
mistik tradisional Timur Kuno. Yang dimaksud oleh Capra adalah temuan fisikawan Max
Planck (penerima Hadiah Nobel Tahun 1918) dan kawan-kawannya bahwa atom, sebagai
materi yang terkecil, masih bisa diuraikan lagi dalam bentuk energi yang dinamis sampai
sebesar 1/80.000 tipisnya rambut (jembatan Shirathal Mustaqim saja serambut dibelah
tujuh).
Jadi, benda dalam bentuknya yang terkecil bukan berbentuk materi yang masif dan kaku,
melainkan energi yang dinamis dan fleksibel. Ilmu fisika yang mempelajari energi-energi
terkecil ini disebut quantum physics. Pandangan Capra kemudian mendorong para fisikawan
untuk mengolah energi-energi itu sedemikian rupa sehingga bisa mengecilkan benda sampai
1/50.000 dengan mekanisme yang disebut sebagai teknologi nano (lebih kecil dari atom).
Teknologi nano inilah yang kemudian memungkinkan para pakar untuk mengembangkan
telepon cerdas (smartphone) yang hanya sebesar genggaman tangan, tetapi berisi berbagai
features seperti telepon, texting (SMS, WA, BBM), kamera film dan foto, komputer,
kalkulator, buku alamat, catatan-catatan, kalender, jam, dan masih banyak lagi, yang kalau
dikumpulkan dalam ukuran aslinya bisa memenuhi sebuah hanggar pesawat udara.
Revolusi teknologi lain adalah teknologi genome, yaitu teknologi genetika, yang
memungkinkan manusia (melalui ilmu kedokteran) melakukan pencangkokan anggota tubuh,
ovulasi dalam tabung (bayi tabung), memperpanjang usia harapan hidup, bahkan mungkin
juga kloning manusia. Di bidang rekayasa tanaman, kita sudah menyaksikan semangka yang
berbentuk kotak (agar lebih mudah dikemas dalam boks), jeruk tanpa biji, budi daya ikan,
unggas, dan ternak sehingga manusia tidak perlu lagi berburu di alam liar dan sebagainya.
Akhirnya terjadilah revolusi TI (teknologi informasi) yang memungkinkan hubungan
antarpribadi bisa cepat dan akurat, massal, dan real time.
Berdasarkan temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan itulah, para futurolog mengembangkan
ramalan-ramalannya tentang perubahan pada masa yang akan datang yang hari ini sudah
mulai kita rasakan. Siapa tahu pada masa depan kita bisa mudik Lebaran dengan
memasukkan semua oleh-oleh yang mau dibawa ke dalam flashdisc sehingga kita tidak perlu
bawa barang berat-berat.
***
Pertanyaan kita sekarang, siapkah kita mengalami perubahan?
Seperti telah diramalkan Nisbett dan Abuderne, manusia akan bertambah sejahtera, tetapi
tidak bertambah bahagia. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), incest, narkoba,
terorisme, bullying (sampai menyebabkan korban jiwa, termasuk anak sekolah dasar), dan
sebagainya masih terus saja terjadi. Orang kemudian menyalahkan pada kurangnya
pendidikan agama dan hilangnya pendidikan budi pekerti. Anggapan ini salah selama hanya
dilakukan pada tingkat pengetahuan dan hafalan seperti yang selama ini dilakukan di sekolah-
sekolah.
29
Apalagi agama. Kalau diajarkan secara rasional saja, justru akan menimbulkan fanatisme dan
radikalisme. Jadi, yang kita perlukan sekarang adalah kesiapan mental untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang drastis seperti yang disebutkan di atas. Tetapi, siapkah kita
menghadapi perubahan peran gender? Sebagai contoh, zaman sekarang kemajuan teknologi
memberi peluang yang sama besarnya kepada perempuan dan laki-laki.
Bahkan tidak jarang perempuan lebih sukses daripada laki-laki. Tetapi, pelajaran di sekolah
dasar masih mengajarkan: ”Ayah pergi ke kantor, ibu pergi ke ..... pasar”. Padahal zaman
sekarang ayah juga pergi ke pasar (maksudnya: pasar swalayan), tetapi masih banyak sekali
ayah yang tidak mengizinkan istrinya bekerja, dan kalau sang istri bekerja dan lebih sukses,
sang suami marah dan KDRT pada istrinya.
SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
30
Mengatasi Rumor Kerusuhan
Ada kabar menakutkan saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil
rekapitulasi Pemilihan Presiden pada 22 Juli 2014.
Kabar yang telanjur merebak itu menyebutkan kerusuhan besar bakal meletus di negeri ini.
Bayangan mengenai kekerasan massa yang terjadi pada pertengahan Mei 1998 pun mencuat
dalam ingatan. Pusat-pusat perbelanjaan dibakar. Penjarahan terjadi di mana-mana. Aparat
keamanan negara lenyap bagai ditelan kekacauan yang berjalan sistematis. Massa yang
bertindak anarki menyerang kelompok etnis minoritas. Ternyata kabar itu tidak terbukti.
Jakarta, dan kota-kota lain, aman-aman saja.
Kabar tentang kerusuhan yang tidak jelas sumber informasinya itu dinamakan rumor. Dalam
bahasa sehari-hari disebut isu. Namun, rumor politik yang serba menyeramkan sehingga
publik dicengkeram kecemasan itu, tidak gampang diredakan. Meskipun aparat negara telah
menyiagakan ribuan pasukan dan pejabat pemerintah melontarkan pernyataan yang berupaya
memadamkan kobaran kabar keliru tersebut, rumor itu justru menjalar semakin besar. Rumor
bergerak sebagaimana bola api salju yang siap menelan siapa pun yang diterjangnya.
Semakin bola api rumor itu berupaya dipadamkan, ironisnya, justru semakin berkobar-kobar.
Merebaknya rumor politik yang menciptakan ketakutan itu juga tidak terlepas dari hasil
hitung cepat (quick count) yang dijalankan lembaga survei. Ada lembaga survei yang
memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, ada pula lembaga survei
yang memenangkan Joko Widodo- Jusuf Kalla. Itulah peristiwa pertama dalam pemilihan
presiden yang memperlihatkan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei terbelah menjadi
dua kubu yang berlainan. Hasil hitung cepat lembaga survei itu dijadikan klaim menyatakan
kemenangan. Jika rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU bertentangan dengan hasil
hitung cepat yang dijadikan dasar pernyataan, ada potensi konflik politik dan hukum yang
memang dapat meletup.
Situasi Kerumunan
Rumor merupakan fenomena yang terjadi dalam suasana kolektivitas, yakni situasi
kerumunan manusia. Namun, kerumunan dalam konteks rumor bersifat sangat menyebar,
melampaui geografi yang demikian luas. Inilah perbedaan yang kuat antara rumor dan
demonstrasi yang berakhir anarki, misalnya. Demonstrasi terjadi dalam ruang geografis yang
spesifik. Sementara itu, rumor tidak bisa dipastikan aspek jangkauan geografisnya. Terlebih
lagi dengan kehadiran teknologi komunikasi dan informasi, rumor justru tidak gampang
dijinakkan.
Demonstrasi yang rusuh dapat dikendalikan oleh ratusan atau ribuan polisi terlatih. Namun,
31
rumor yang mengabarkan tentang kerusuhan tidak dapat dikendalikan oleh aparat negara
yang sama. Rumor tidak mudah dijinakkan bukan saja karena alasan geografis, melainkan
juga karena aspek psikologis yang ada di dalamnya. Seseorang akan mengingat dan
menyebarkan rumor, demikian Paul B Horton dan Chester L Hunt (Sociology, 1964),
menguraikan, apabila rumor itu mampu melepaskan, membenarkan, dan menjelaskan
ketegangan-ketegangan yang dialaminya. Jadi, rumor memang terkait demikian kuat dengan
tensi sosial yang terjadi.
Semakin tinggi ketegangan sosial yang menimpa masyarakat, maka merebaknya rumor bisa
diandaikan layaknya padang ilalang kering yang mulai terbakar pada sebuah bagian kecil.
Seiring angin bertiup kencang, dengan sendirinya bagian-bagian yang lebih luas dari padang
ilalang itu pun bakal hangus. Ketegangan akibat suhu politik yang terus memanas memang
tidaklah mudah diturunkan. Di sinilah tensi dari individu-individu yang mengidentifikasi diri
sebagai kelompok-kelompok sosial yang kemungkinan besar dijadikan sebagai objek dalam
kerusuhan semakin meningkat.
Merebak pula rumor bahwa kalangan etnis minoritas yang biasa menjadi sasaran amuk massa
telah menyiapkan evakuasi ke Singapura. Berbagai aset bisnis yang mereka miliki pun sudah
diasuransikan. Ini semua adalah langkah-langkah antisipasi yang sebenarnya rasional
dilakukan. Pasalnya, harkat hidup manusia tidak boleh dikorbankan oleh hasrat berkuasa
segelintir oknum. Namun pada sisi lain, kalau semua itu tersulut akibat rumor politik
merupakan hal yang irasional.
Suasana Ketidakpastian
Rumor, sebagai informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, mampu merebak
dengan kuat akibat suasana ketidakpastian yang terus merebak. Hasil hitung cepat yang
berlainan menjadikan ketidakpastian politik meninggi. Penghitungan suara yang ditingkahi
perilaku kecurangan juga memperkeruh suasana yang telah tidak pasti ini.
Terlebih lagi pernyataan-pernyataan dari kalangan elite politik yang terlibat dalam pemilihan
presiden makin menajamkan ketidakpastian karena masing-masing pihak telah menyatakan
klaim kemenangan. Perbedaan seakan-akan semakin ditajamkan. Akan tetapi, rumor jelas-
jelas bisa diredakan jika dikenali sejumlah karakteristiknya.
Ada tiga sifat dasar rumor, ungkap John J Macionis (Sociology: 14th Edition, 2012). Pertama,
rumor merebak dalam iklim sosial yang mengalami ketidak-pastian. Kedua, rumor bersifat
tidak stabil. Dan ketiga, rumor sulit dihentikan.
Pada sifat yang pertama ditunjukkan bahwa rumor terjadi karena masyarakat tidak memiliki
informasi yang jelas dan dijamin kebenarannya pada pokok persoalan tertentu. Pada sifat
kedua, rumor gampang sekali berganti-ganti karena setiap individu yang menerima rumor
akan melakukan pemelintiran sesuai dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Pada ciri ketiga,
rumor sulit diredam perluasannya karena setiap orang segera berkirim rumor dalam jejaring
32
sosial dengan menggunakan teknologi yang semakin canggih.
Rumor tentang kerusuhan, ternyata, mampu diatasi dengan sejumlah langkah. Pertama,
negara memberi jaminan keamanan bagi setiap warga. Bukan hanya melalui pernyataan,
melainkan juga langkah-langkah nyata. Kedua, aparat keamanan disiagakan dengan
melakukan gelar pasukan secara kontinu.
Ketiga, masing-masing calon presiden-wakil presiden selalu mengimbau kepada para
pendukungnya untuk tidak mengerahkan massa dan menerima keputusan politik apa pun
yang terjadi. Keempat, pihak media massa mampu menyajikan pemberitaan yang benar-benar
telah dikonfirmasi, sehingga masyarakat bisa mendapatkan kepastian informasi. ●
TRIYONO LUKMANTORO
Dosen Sosiologi Komunikasi, FISIP Universitas Diponegoro Semarang
33
Mudik, Kerinduan & Kematian
Jauh sebelum Lebaran tiba orang-orang yang akan mudik dari Jakarta dan kota-kota besar
lain di Indonesia dengan perasaan berbunga-bunga telah merencanakan pulang
kampung. Ada pijar-pijar nostalgia, binar-binar kerinduan, dan gebyar hasrat temu kangen
dengan ayah ibu, keluarga, dan kerabat di kampung halaman. Mereka akan saling lepas rindu,
bersilaturahmi, dan berlebaran di kampung halaman tercinta.
Untuk keperluan mudik sebagian mereka mulai menyervis mobil pribadi untuk membawa
istri dan anak tersayang ke kampung halaman. Sepeda motor pun dipersiapkan untuk mudik
dengan menempuh jarak yang jauh. Sebagian pergi ke tempat-tempat penyewaan mobil untuk
menyewa mobil. Sebagian lagi memesan tiket pesawat, kereta api, atau bus untuk dirinya
sendiri maupun untuk keluarga. Pelayanan pemesanan tiket pesawat dan kereta api
dipermudah karena dapat dilakukan melalui internet secara online.
Mudik Lebaran adalah siklus ritual tahunan. Mengapa harus mudik? Jawabannya sangat
simpel. Karena ia telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, dari generasi ke
generasi. Tradisi Lebaran (dengan segala kebiasaan mudiknya) sebenarnya merupakan tradisi
khas Melayu (Indonesia dan Malaysia). Di negara-negara Arab di Timur Tengah, Idul Fitri
tidak begitu meriah dirayakan. Yang dirayakan secara besar-besaran adalah Idul Adha karena
waktunya terkait dengan upacara pelaksanaan ibadah haji.
Di Indonesia, mudik Lebaran dilakukan karena banyak orang Islam ingin berlebaran di
kampung halaman, bersilaturahmi, bersyawalan, memohon maaf kepada orang tua,
bermaafan dengan keluarga, sanak saudara, dan kerabat. Tradisi mudik itu bagus.
Sebenarnya, ajaran bermaafan dalam Islam tidak harus dilakukan pada saat Lebaran. Segera
setelah seorang muslim membuat kesalahan, ia wajib minta maaf kepada orang yang terkena
kesalahan.
Untuk memberikan fasilitas, kelancaran, dan kenyamanan kepada para mudik, menjelang
Lebaran pemerintah memperbaiki jalan-jalan yang rusak dengan mengeluarkan dana
besar. Jalan-jalan di pantai utara Jawa, misalnya, diperbaiki agar para pengguna kendaraan
dapat mengendarai kendaraan mereka dengan enak, nyaman, dan aman. Disediakan pula pos-
pos pemberhentian dan peristirahatan agar para pengendara dapat beristirahat atau tidur
sekadarnya agar segar kembali untuk meneruskan perjalanan. Disediakan kereta api untuk
mengangkut kendaraan roda dua ke kota tujuan sebagai bentuk kepedulian pemerintah
kepada para pemudik.
Pelayanan kesehatan juga disediakan di tempat-tempat tertentu untuk memberikan bantuan
kepada orang-orang yang perlu mendapat bantuan medis. Biasanya, sejak H-7 Lebaran dan
beberapa hari sesudahnya, prosesi mudik menggeliat dan meningkat. Stasiun kereta api,
terminal bus, bandara, dan pelabuhan dipadati para pemudik dari pagi sampai malam hari.
34
Situasi menjadi rentan dan mudah menyulut emosi kemarahan yang dibalut perasaan kesal
dan kelelahan.
Terjadi penumpukan penumpang di bandara, stasiun kereta api, dan terminal bus. Para
penumpang berjubel di kapal laut sehingga ada orang tua dan anak kecil pingsan akibat saling
desak antarpenumpang. Jalur Nagrek dan Pantura, misalnya, dipenuhi kendaraan sehingga
lalu lintas terlihat padat merayap. Pemandangan yang sama terlihat pula ketika arus balik
terjadi pada beberapa hari setelah Lebaran. Situasi semacam ini dengan segala kompleksitas
permasalahannya berulang lagi setiap tahun pada saat arus mudik dan arus balik di musim
Lebaran.
Mudik Lebaran bisa dipandang sebagai obat yang bisa mengobati kerinduan seseorang atau
sekelompok orang terhadap orang tua, keluarga, sanak saudara, dan kerabat yang sudah
(cukup) lama tidak saling jumpa. Mudik dapat dipandang sebagai obat kerinduan seseorang
atau sekelompok orang terhadap kampung halaman itu sendiri, kampung halaman tempat
mereka dilahirkan dan dibesarkan, kampung halaman tempat mereka bermain dan bercanda
bersama saudara dan kawan di masa kecil.
Dewasa ini mudik Lebaran bukan lagi sekadar tradisi, tapi sudah menjadi nostalgi, obsesi,
dan bahkan ilusi yang mempertaruhkan segalanya. Tak jarang orang harus hutang dulu untuk
kebutuhan mudik. Tak jarang orang harus menyewa mobil untuk kepentingan mudik. Berapa
banyak uang yang harus dikeluarkan demi keperluan mudik, kurang diperhitungkan secara
ekonomis. Yang penting, mudik harus dilakukan dan bayar hutang kemudian. Berapa ratus
kilometer jarak yang harus ditempuh kadang-kadang tidak dipertimbangkan. Sadar atau tidak,
nyawa pun dipertaruhkan demi memenuhi obsesi dan ilusi mudik.
Tahun lalu (Lebaran 2013), Kabagpenum Mabes Polri Kompol Agus Rianto di Jakarta
memberikan data kecelakaan dan korban yang terjadi sejak dilakukannya Operasi Ketupat
pada H-7 sampai dengan H+7. Korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia dan luka-
luka adalah sebagai berikut: 719 orang tewas, 1.184 luka berat, dan 4.326 luka ringan.
Adapun kendaraan yang mengalami kecelakaan: mobil penumpang (858), mobil barang
(358), bus (194), kendaraan tidak bermotor (129), dan kendaraan khusus/pribadi (20).
Kabagpenum mencatat, bagian terbesar kecelakaan didominasi oleh sepeda motor (4.159).
Kecelakaan disebabkan oleh faktor kelelahan mental-fisikal (terutama pengendara sepeda
motor) yang menempuh jarak jauh (sampai ratusan kilometer), melanggar batas kecepatan,
dan tidak menjaga jarak. Kendaraan yang tidak laik pakai dan human error juga
menyumbang bagi terjadinya kasus kecelakaan. Kabagpenum Mabes Polri mengklaim,
tingkat kecelakaan dan jumlah korban pada Lebaran 2013 turun dibanding dengan jumlah
korban dan kecelakaan pada Lebaran 2012.
Tapi jelas jumlah kecelakaan pada musim Lebaran tahun 2013 di atas yang mengakibatkan
719 orang tewas, 1.184 orang luka berat, dan 4.326 orang luka ringan adalah angka yang
masih tinggi. Ini bukan korban konflik SARA, perang suku, atau perang saudara, tapi tragedi
35
pembunuhan dan kematian sia-sia di jalan raya saat arus mudik dan arus balik Lebaran.
Keceriaan Lebaran seharusnya identik dengan nuansa kegembiraan, bukan identik dengan
pembunuhan.
Semoga angka kecelakaan kendaraan, korban luka, dan kematian pada arus mudik dan arus
balik Lebaran 2014 jauh lebih menurun lagi. ●
FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
36
Berpuasa Lahir Batin
Berpuasa itu hidup dalam pencegahan dan pembatasan. Kita sibuk mencegah keinginan agar
kita yang menjadi ”raja” dan keinginan kita kendalikan.
Berpuasa juga berarti bahwa kita sibuk membuat pembatasan-pembatasan. Apa yang boleh
dilakukan pada bulan-bulan lain dilarang pada bulan puasa. Apa yang halal pada bulan-bulan
lain haram pada bulan puasa. Kita tak mengeluh menghadapi pembatasan. Kita sibuk
membuat batas-batas terhadap diri kita yang boleh jadi tak mengenal batas. Kemampuan
membatasi diri itu tanda bahwa kita berkuasa dan bahwa diri kita tak dikuasai keinginan dan
nafsu-nafsu yang cenderung tak pernah merasa cukup. Berpuasa mengajarkan apa yang
cukup itu betul-betul cukup.
Di dalam kebudayaan Jawa, terutama Jawa zaman dahulu, Jawa ortodoks, Jawa asli, dan tak
terpengaruh warna-warni kebudayaan lain, berpuasa itu menjadi kebajikan sosial, sekaligus
keutamaan moral, yang disepakati di dalam masyarakat, menjadi konsensus bersama tanpa
dipaksakan. Mereka yang tak pernah bisa melakukannya merasa malu secara sosial, malu
pada yang bisa melakukannya, dan malu pada orang banyak. Ada sejenis asketisme yang
berhubungan dengan dunia lain, mungkin seperti disebut Weber dengan nama ”other worldly
ascetism”, sejenis kesalehan langit, yang mengesankan bahwa warna religious dalam budaya
begitu kuat.
Tapi, sebutan kesalehan langit mungkin menjadi tidak terlalu tepat karena kesalehan-
kesalehan dan cara hidup yang penuh pembatasan diri itu–Ben Anderson menyebutnya usaha
”mengecilkan diri”–pada kenyataannya menjadi begitu jelas ditujukan untuk ”membesarkan
diri”. Puasa di dalam kebudayaan Jawa lebih berat dibandingkan dengan puasa yang kita
kenal dalam Islam. Makna ”cegah dahar lawan guling”, mencegah makan dan tidur, dalam
pelaksanaannya sungguh tidak mudah, tak semudah mengidungkannya ketika ajaran itu baru
berupa kidung ”kinanthi” yang enak dinyanyikan.
Mencegah atau membatasi makan mungkin tak menjadi masalah. Tetapi, mencegah tidur jauh
lebih berat. Apalagi bila harus dilakukan dalam tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh
malam, bahkan ada yang sampai mencapai empat puluh hari empat puluh malam,
sebagaimana dibakukan di dalam tradisi asketisme yang sekarang barangkali sudah punah
dan ditinggalkan orang.
***
Asketisme Jawa bukan hanya ”cegah dahar lawan guling” tadi. Dalam hidup sehari-hari,
asketisme mengajarkan agar kita selalu tampil bersahaja, hidup sederhana, menjauhi
37
kemewahan dan apa yang glamor. Kita diajarkan ”manganggoa sawatawis”, berpakaian
sederhana, yang mengesankan bersahabat, dan tidak sombong pada siapa pun. Kecuali itu
kita juga diminta ”ojo pijer sukan-sukan”, agar menjauhi hidup berfoya-foya, pesta-pesta
meriah, alasannya: ”olo wateke wong suko” senang-senang itu jelek karena ”nyudo
prayitnaning batin” batin menjadi lalai akan kewajiban mengabdi atau beribadat pada Tuhan.
Senang-senang tak memberi dukungan, bahkan menghalangi kehendak jiwa untuk hidup
dalam asketisme yang mulia itu. Bersenang-senang atau berfoya-foya itu bukan hanya
semata-mata pemborosan, melainkan juga merusak jiwa. Pemerintah Orde Baru pernah
menyadari bahwa korupsi sudah terlalu merajalela dan para pejabat hidup kelewat mewah.
Istri-istri mereka yang sombong itu menjadi lebih sombong karena ikut berkuasa. Para istri
itu juga kelewat sering belanja secara berlebihan di luar negeri dan minta tiket gratis pada
Garuda.
Selebihnya mereka menyelenggarakan pesta-pesta perkawinan buat anak mereka dengan
menghambur-hamburkan uang yang tak diragukan lagi uang negara ikut ”hanyut” ke
dalamnya. Pejabat yang berpesta itu sudah– setidaknya sebagian– menggunakan uang negara
dan para pejabat lain yang menyumbang pun tak mustahil menyumbang dengan
menggunakan dana negara, dari apa yang namanya dana taktis, dana tak terduga, dan sebutan
lain, yang mereka bikin sendiri untuk menghalalkan korupsi yang mereka tradisikan sebagai
sesuatu yang tak perlu dicela, apalagi dikutuk.
Bagaimana ajaran semulia itu tak bisa dilaksanakan dalam hidup untuk mewujudkan
kebajikan langit di bumi ini? Mengapa ada jarak begitu jauh antara ajaran dan tindakan?
Mengapa kemunafikan dipelihara dengan sebaik=baiknya, melalui anjuran-anjuran ”hidup
sederhana”, yang digembar-gemborkan pemerintah melalui media massa, tetapi diam-diam
dilanggar di dalam kehidupan dunia hitam yang terlindung dari pandangan hukum dan
penegak hukum?
Tokoh-tokoh dunia rohani berteriak-teriak dan mengutuk tindakan itu dari rumah ibadah.
Tapi, apa artinya teriakan dari sana, yang berhenti pada teriakan, tanpa tindakan hukum dan
penegakan hukum secara nyata? Dari dulu kemunafikan kita memang menonjol. Kita
berbicara agama, moral, kemanusiaan, dan keadilan, tapi tindakan kita melawan secara
frontal semua dalil rohaniah itu. Itu dahulu. Mungkin itu sudah menjadi bagian dari sejarah
moralitas sekaligus sejarah politik yang munafik dalam rezim Orde Baru yang otoriter.
Reformasi tampak terburu-buru ingin menutup semua itu dari ingatan dan tak hendak
menjadikannya kenangan. Ada pula yang sok bijaksana yang menyarankan biarlah yang lalu
berlalu. Jangan lagi kita melihat ke belakang. Kita diminta melihat hanya ke depan, membaca
prospek kehidupan kita yang begitu lama terkoyak-koyak kemunafikan dan keserakahan
manusia akan harta benda dan kekuasaan. Ada pula yang menambahkan unsur wanita di
dalam tiga ”ta” yang terkenal: harta, tahta, wanita. Ini pun buatan mereka sendiri, yang segera
mereka langgar dengan terang-terangan.
38
Reformasi, dengan segenap semangat, hendak membikin hancur luluh semua itu dalam masa
pendek. Apa hasilnya? Keadaan kita lebih baik karena ada bukti-bukti nyata bahwa saat ini
kehidupan politik didominasi oleh begitu banyak partai politik Islam? Kita lebih saleh dan
lebih mampu berpuasa secara khusyuk, tulus, dan ikhlas, hanya semata kepada Allah karena
tokoh-tokoh kita di parlemen, ”berapa” pun ”komisinya”, para tokoh Islam yang dahsyat itu
yang berkuasa, yang bicaranya bisa mengguncang tugu Monas, dan menggetarkan dinding-
dinding beton Istana.
Kita bangsa yang saleh? Kita tokoh-tokoh dan orang-orang beragama, yang mampu memberi
teladan mulia pada rakyat biasa? Kita tokoh-tokoh rohaniah, yang tak doyan harta yang
bukan milik kita? Kita politisi berbasis agama yang hidup lurus, semata mengabdi kebenaran,
demi kemuliaan Allah? Kita hidup damai, dan menjauhkan diri dari menyalahkan orang lain,
dan menganggap pihak lain kafir, dan hanya kita kekasih Allah?
Apakah berpuasa pada Ramadan tahun ini membuat kita menjadi orang muslim yang benar-
benar muslim, yang jauh dari kejahatan kemanusiaan terhadap sesama manusia? Apakah kita
sudah bisa berpuasa dengan niat semata untuk Allah, dengan puasa lahir maupun batin? ●
MOHAMAD SOBARY
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi,
dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email:
dandanggula@hotmail.com
39
Puasa dan Purifikasi Bangsa
Tidak terasa, umat Islam di Indonesia telah memasuki sepuluh hari terakhir pada Ramadan
1435 H. Bulan puasa yang penuh berkah, nikmat, dan ampunan terasa sangat cepat berlalu
hingga tinggal tersisa beberapa hari saja.
Padahal kita mungkin merasa belumlah beramal apa-apa. Sementara kita pun tak akan pernah
bisa menjamin bahwa ini bukan Ramadan terakhir kita. Saya selalu teringat, setiap kali bulan
puasa hadir kiai di kampung saya di Kebumen selalu bertutur tentang seorang Majusi yang
menghukum putranya. Apa pasal? Karena, putranya tersebut makan dan minum secara
terbuka di area publik. Kiai saya kembali bertutur, betapa seseorang yang menghormati,
gembira akan datangnya Ramadan, baginya pahala yang luar biasa besarnya.
Apalagi jika seseorang berkenan mengekang diri dalam lapar dan dahaga di teriknya siang
dan menenggelamkan diri dalam ibadah malam yang panjang. ”Ghufirolahu maa taqoddama
min dzanbih”, begitu jaminan Tuhan, diampuni dosanya yang telah lalu. Puasa sungguh
adalah sebuah anugerah teramat berharga bagi umat muslim. Begitu besarnya anugerah pada
bulan puasa itu sehingga banyak orang saleh yang berharap setiap bulan dalam rentang satu
tahun itu adalah bulan puasa. Puasa itu, sebagaimana Allah firmankan, disyariatkan bagi
orang beriman agar menjadi pribadi yang bertakwa.
Puasa adalah laku priyatin bagi umat Islam, laiknya kawah candradimuka yang menempa
kehidupan orang-orang beriman dan membakar segala gejolak nafsu yang rendah untuk
menjadi pribadi yang bertakwa (la’allakum tattaquun). Meminjam istilah biologi, puasa
laiknya sebuah proses metamorfosis. Kita dari ulat yang rakus menjadi kupu-kupu indah yang
mencerahkan.
Puasa mempurifikasi diri kita, menjernih-sucikan manusia dari syahwat dunia, menjadi sosok
hamba yang membawa rahmat bagi seluruh alam dengan cahaya iman dan takwa. Derajat
takwa yang sejati akan tampak dalam setiap desah nafas dan lelaku langkah kehidupan
seseorang. Tidak sekadar ketika ia beribadah, tapi juga ketika seseorang bekerja dan
beraktivitas keseharian. Ketakwaan akan memandunya untuk berlaku sesuai sistem nilai
agama yang dianutnya, termasuk dalam menjalani reriuh kehidupan berbangsa dan bernegara.
Puasa di Tengah Pesta
Puasa pada 1435 H ini, bagi bangsa Indonesia, sesungguhnya adalah puasa yang sangat
istimewa karena ditunaikan saat bangsa kita sedang berpesta demokrasi untuk memilih calon
RI 1. Di pundak putra terbaik bangsa inilah, Indonesia lima tahun ke depan diamanahkan.
Meskipun konon adalah sebuah pesta, pilpres yang menyandingkan dua pasang calon ini
laiknya ”kurusetra” yang tidak hanya melibatkan elite partai dan tim sukses pendukung
40
capres.
Simpatisan dan masyarakat luas pun ikut terimbas oleh tingginya tensi demokrasi ini sejak
masa kampanye dimulai. Meski akhirnya tahapan pemungutan suara telah terlaksana dengan
aman dan damai, ternyata ”kurusetra ” politik ini belum berakhir. Situasinya sangat tidak
sehat karena memaksa alam pikir masyarakat kita untuk mengalami apa yang disebut Leon
Festinger sebagai disonansi kognitif. Ruang batin publik pun seakan terganggu karena
informasi yang tidak sinkron, simpang siur, dan centang-perenangnya.
Celakanya, media massa, baik cetak maupun elektronik hingga media sosial, pun turut
memanaskan situasi ini. Kondisi ini, prognosisnya masih akan berlangsung setidaknya hingga
KPU menetapkan pemenang Pilpres 2014. Jika masih ada pihak yang merasa belum puas
karena memandang ada ketidakadilan dan kecurangan, sengketa pemilu ini mesti berakhir di
persidangan Mahkamah Konstitusi. Artinya bahwa situasi panas ini mungkin belum akan
berakhir.
Massa pendukung yang telah terpapar opini bahwa capres mereka adalah korban (victim) dari
kecurangan pemilu yang masif dan sistematis sehingga harus kalah dalam pemilu tentu tidak
begitu saja menerima kekalahan di ujung laga. Fanatisme buta dan ikrar berani mati membela
capres pujaan tentu bisa menjadi benih-benih kerusuhan. Hanya butuh tersulut dengan
provokasi ringan untuk bisa meletup membesar. Kita tentu sama sekali tidak berharap situasi
ini menyandung demokrasi kita. Situasi ini justru ujian bagi kedewasaan dan kesantunan
masyarakat Indonesia dalam berpolitik dan berdemokrasi.
Oase Ramadan
Adalah anugerah teramat besar ketika melalui tangan KPU, Allah mentakdirkan Pemilu 2014
ini terjadi pada Ramadan ketika sebagian besar rakyat Indonesia tengah menunaikan ibadah
puasa. Ramadan sungguh selaksa oase di tengah panasnya sahara perpolitikan di republik ini.
Tensi dan dinamika psikologi sosial yang cenderung meninggi semoga kembali bisa turun
tersebab mata air Ramadan yang menyejukkan. Betapa tidak? Karena sesungguhnya puasa
(ash-shiyaam) bisa dipahami dengan terminologi kunci al-imsaak.
Secara bahasa, ia berarti menahan diri dari melakukan suatu perbuatan seperti menahan tidur,
menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya. Sedangkan secara syar’i, shaum
bermakna menahan diri dari sesuatu yang membatalkan satu hari lamanya, mulai dari terbit
fajar sampai terbenam matahari, dengan niat dan syarat tertentu. Tentu saja kita tidak ingin
puasa kita terjerembab pada puasa yang Rasulullah kisahkan bahwa betapa banyak orang
yang berpuasa, namun tidak beroleh hikmah pahala, kecuali lapar dan dahaga belaka.
Apa pasal? Jikalau sekadar menahan lapar dan dahaga, barangkali itu soal biasa. Namun,
menahan dan mengontrol diri dari melakukan perbuatan tercela tentu bukan soal yang
sederhana. Meminjam Al-Ghazali, sekadar berpuasa dalam level awam (shaumul ‘am),
sekadar mengendalikan pancaindera dan organ tubuh dari perbuatan yang sia-sia, apalagi
41
perbuatan dosa, terkadang pun kita belum mampu. Tapi, justru inilah yang sedang dilatihkan
Tuhan melalui laku priyatin dalam super-training bernama puasa.
Dalam konteks pilpres, semua pihak yang sama-sama mendamba kemenangan semestinya
belajar menahan diri untuk tidak terjerumus dalam perbuatan bodoh yang mencederai
demokrasi. Dimulai dari setiap diri, baik itu massa pendukung, tim sukses, maupun kandidat
yang tengah berlaga. Tanggung jawab terbesar tentu akan berada di pundak para kandidat
capres dan cawapres karena sejatinya mereka figur yang suara dan titahnya paling didengar,
diikuti para pendukungnya. Ibarat salat, para jamaah dan makmum hanya akan sami’na
waatho’na (mendengar dan taat) kepada imam sahaja.
Sangat indah apabila putra terbaik bangsa tersebut memberikan pernyataan yang sejuk dan
meneduhkan sebagai panduan bijak para pendukungnya. Bukan sebaliknya, memberikan
pernyataan provokatif yang membakar para pendukung untuk memberlakukan hukum perang,
berbuat onar, rusuh, serta membela mereka mati-matian untuk beroleh tahta dan kuasa.
Sangat bijak apabila para kandidat memberi teladan positif kepada pendukungnya.
Menerima dengan legawa dan besar hati, apa pun kehendak rakyat yang tertuang dalam real
count KPU sebagai lembaga berwenang. Seandainya terjadi sengketa, izinkan instrumen
hukum bernama MK yang bekerja menjadi pengadil yang seadil-adilnya. Kawal, bantu, dan
doakan KPU dan MK jujur mengemban amanah konstitusi ini. Tentu para kandidat capres
dan cawapres adalah negarawan sejati yang tidak berkehendak melihat sesama anak bangsa
bertikai dan berseteru membela mereka.
Sesungguhnya kita sesama anak bangsa yang berharap Indonesia menjadi lebih baik meski
dengan ijtihad politik capres pilihan yang barangkali berbeda. Kita semua adalah saudara
yang dinaungi merah putih Indonesia yang sama, bukan musuh yang harus saling
mengalahkan dan menghancurkan. Semestinya kita terjaga bahwa seteru sejati kita adalah
sama, imperialisme modern yang berkehendak menjajah dan menguasai kekayaan alam
Indonesia.
Bukankah Indonesia adalah negeri teramat kaya yang diincar imperialis manapun dengan
cara apa pun dan bagaimana pun. Kita patut waspada bahwa musuh bersama (common
enemy) inilah yang sesungguhnya bermaksud melemahkan Indonesia, menebar ”jebakan
batman”, melakukan intervensi, mengadudomba, dan memecah belah kita. Saatnya kita
terjaga, bahu-membahu, dan membisik bangun kebersamaan untuk menjaga amanah besar
bernama Indonesia raya tercinta.
Puasa ini semoga men-tarbiyah (mendidik) kita untuk lebih bertakwa sehingga lebih
bijaksana menjaga negeri ini kini, esok, dan nanti. Izinkan puasa mengajari kita lebih
bijaksana menahan diri, mempurifikasi diri kita dari noda berbangsa, meliberasi kita dari
amarah, nafsu, dan keserakahan. Siapa pun yang menang, semoga bisa merangkul semua
elemen bangsa, tetap rendah hati, dan mampu menahan diri untuk tidak ‘umuk’ (omong
besar). Sementara yang kalah, semoga mampu bersabar dan berbesar hati, menahan diri untuk
42
tidak ngamuk, berbuat onar, maupun rusuh.
Sambutlah hasil pemilu dengan sukacita, laiknya menyambut hari raya Lebaran, sukacita
kemenangan dengan saling memaafkan, bukan ketakutan, hingga harus mengurung diri di
rumah. Siapa pun presiden yang menang sungguh adalah kemenangan bersama seluruh rakyat
Indonesia. Adalah tugas kita bersama untuk senantiasa mendukung dan ”menyengkuyung”
agar bisa menjaga amanah menyejahterakan Indonesia hingga menjadi negeri yang hebat
bermartabat. ●
ACHMAD M AKUNG
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang
43
Berpuasa di Mekkah Al-Mukarramah
Islam itu di mana pun dan kapan pun adalah agama rakyat. Ada sedikit protokoler, tetapi
tidak primer. Agama yang sangat populis dan bersemangat egaliter.
Coba pada Ramadan ini datang dan lihatlah suasana di Masjidilharam di Mekkah al-
Mukarramah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsha di Yerusalem. Masjid yang
terhampar sangat luas dan besar itu dari ujung ke ujung, dari sudut ke sudut, dipenuhi orang
dari seluruh penjuru dunia yang bisa tidur di dalam masjid seenaknya. Mereka hanya bangun
untuk salat dan setelah itu kembali tidur lagi. Pada Ramadan perilaku seperti itu dibiarkan
saja karena sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun dan dari abad ke abad.
Berpuasa Ramadan di Mekkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah memang sangat
mengesankan. Meski Masjidilharam sedang mengalami renovasi dan pembangunan besar-
besaran sejak dua tahun terakhir ini, kesemarakan bulan Ramadan di sana tetap terus
terpancar terpendar-pendar bagaikan mercusuar. Jamaah umrah dari seluruh dunia semakin
membeludak membanjiri Kota Suci (al-Haram), Mekkah dan Madinah. Beberapa orang
menyatakan kesaksiannya bahwa pada sepuluh ketiga pada Ramadan jumlah jamaah umrah
di Masjidilharam hampir menyamai jumlah jamaah haji di musim haji.
Tak heran jika harga sewa hotel di Mekkah pada sepuluh hari terakhir pada Ramadan
mahalnya berkali-kali lipat dibandingkan dari hari-hari biasa. Sebuah kamar kelas junior suite
sebuah hotel berbintang lima di samping Masjidilharam bahkan dipatok USD10.000
semalam. Harga kamar kelas eksekutif sedikit di bawah itu. Kamar-kamar hotel dan
penginapan-penginapan lain yang lebih sederhana habis dipesan dan full booked jauh-jauh
hari sebelumnya.
Tetapi unik dan hebatnya harga-harga makanan dan minuman yang sifatnya konsumsi tidak
mengalami kenaikan yang signifikan sebagaimana akomodasi. Sempitnya ruang (space)
Mekkah dengan pusatnya Masjidilharam barangkali yang menjadikan tingginya biaya
akomodasi di sana. Secara fisik suasana di Masjidilharam sekarang ini kurang nyaman.
Bukan hanya ada ribuan pekerja yang siang-malam melakukan pembangunan atau renovasi
Masjidilharam besar-besaran di sana, melainkan juga tampak terlihat ada ratusan alat-alat
berat yang ada di lantai dalam dan luar masjid.
Bahkan juga ada ratusan (bukan puluhan!) mesin jungkit di atap atap masjid yang terus
beroperasi siang-malam tanpa berhenti melakukan aktivitas pembangunan. Bisa diduga,
meski tidak kelihatan, debu beterbangan di mana-mana. Untung saja ribuan petugas
kebersihan selalu siap sedia di setiap sudut dan jengkal masjid untuk selalu mengepel
membersihkan debu di lantai dan sampah-sampah kotoran lainnya. Dalam soal yang satu ini
kita angkat topi dengan kesigapan pemerintah menjaga kebersihan demi keanggunan
44
Masjidilharam tersebut.
Demikian juga secara fisik. Pemerintah Arab Saudi memang all out untuk membangun
infrastruktur fisik dan sumber daya manusia untuk melayani jamaah haji dan umrah yang
sangat besar itu. Bangunan-bangunan lama di sekitar masjid diruntuhkan untuk menampung
dan menata bangunan-bangunan baru akibat dari gerak perluasan masjid. Jalan-jalan layang,
jalan-jalan bawah tanah, dan terowongan terus bertambah di segala jalan dan penjuru sekitar
masjid. Meski sedang ada renovasi besar-besaran, suasana Masjidilharam tetap khas.
Berbuka puasa bersama di masjid sungguh sangat nikmat. Ada banyak sekali dermawan yang
menyediakan buka puasa bagi seluruh jamaah yang mencapai ratusan ribu orang itu. Saya
tidak tahu pasti bagaimana mengorganisasi dan mengatur jadwal para dermawan memberikan
buka puasa sepanjang bulan Ramadan di Masjidilharam dan Masjid Nabawi. Yang pasti
setiap buka puasa makanan itu tersedia di masjid.
***
Mengapa menginjak sepuluh ketiga atau sepertiga terakhir Ramadan jumlah jamaah umrah
menjadi begitu sangat besar? Space Kota Mekkah menjadi sangat kecil untuk menampung
jamaah umrah pada akhir Ramadan. Tradisi semacam ini memang sudah berlangsung sejak
dulu kala, tetapi menjadi semakin dramatis beberapa puluh tahun terakhir. Tak heran jika
umrah pada akhir Ramadan ongkosnya beberapa kali lipat umrah hari biasa, bahkan tiga atau
empat kali lipat dengan ongkos umrah awal dan pertengahan Ramadan.
Umrah pada Ramadan, apalagi di sepertiga terakhir Ramadan, yang semula dimaksudkan
agar lebih serius dan khusyuk, kini dengan semakin ramainya para jamaah umrah semakin
sulit diwujudkan. Suasana Mekkah di sepertiga terakhir Ramadan terlalu penuh sesak, ramai,
dan mahal. Tetapi, tetap saja jamaah berdatangan ke Mekkah untuk berumrah, apalagi
diajarkan bahwa umrah pada Ramadan itu kebaikannya sama dengan haji.
Orang juga pergi umrah pada Ramadan sekalian berusaha mendapatkan anugerah
lailatulkadar yaitu malam pada Ramadan yang kebaikannya melebihi seribu bulan itu. Kapan
persisnya lailatulkadar itu diturunkan oleh Allah SWT? Tidak ada seorang pun yang bisa
memastikannya. Tetapi, Nabi Muhammad SAW memberikan beberapa petunjuk yang
bersifat indikatif, tanda-tanda, atau isyarat. Pertama, lailatulkadar diturunkan pada satu
malam di tanggal-tanggal sepuluh terakhir Ramadan. Maka itu, sepuluh malam terakhir itu
jangan dilewatkan untuk salat, berdoa, tadarus, itikaf, dan ibadah lain.
Jika dalam sepuluh malam itu seseorang beribadah secara intensif dan ekstensif, pastilah akan
mendapatkan lailatulqadar. Kedua, lailatulqadar diturunkan pada malam-malam ganjil di
sepuluh terakhir Ramadan. Mungkin malam 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadan. Ketiga, ada
dikatakan bahwa malam lailatulqadar itu jatuh pada malam tanggal 27 Ramadan. Ada juga
diriwayatkan bahwa tanda-tanda pada malam lailatulqadar antara lain malam itu suasana
sangat tenang dan hening, langit tampak jernih dan bening, bulan bersinar sangat terang,
45
angin bertiup sepoi-sepoi, pepohonan pun tenang dengan daun-daun yang tidak bergerak
banyak, dan lain-lain.
Di Masjidilharam (Mekkah al-Mukarramah) sebagaimana juga di Masjid Nabawi (Madinah
al-Munawwarah) dan Masjid al-Aqsha (Baitul Maqdis, al-Quds, Yerusalem) pada sepuluh
malam terakhir Ramadan itu diselenggarakan, sebut saja, salat qiyamullail di samping salat
tarawih. Tarawih diselenggarakan seusai salat isya sebanyak 20 rakaat dengan dua rakaat
salam. Pada malam-malam itu jamaah salat tarawih membeludak bukan hanya sampai
halaman masjid, melainkan sampai jalan-jalan raya di belakang Hotel Hilton, belakang Hotel
Intercontinental, dan jalan belakang hotel atau tower Jam Zaman! Bahkan jamaah salat
meluber sampai jembatan layang Misfalah. Mereka membentuk saf-saf sendiri di sepanjang
jalan itu.
Demikianlah juga di arah di luar bukit Shafa dan Marwah. Kira-kira dari titik pusat Kakbah
jamaah berlingkar-lingkar dan berkumpar-kumpar dalam radius 2 kilometer! Meskipun jauh
suara bacaan imam salat tetap saja terdengar jelas, jernih, dan lantang berkat teknologi sound
system yang sangat besar dan canggih. Salat tarawih di Masjidilharam dan Masjid Nabawi
memang sangat khusyuk, panjang, dan lama. Surat-surat yang dibaca imam salat sangatlah
panjang. Rukuk dan sujud pun panjang-panjang. Tak heran salat 20 rakaat itu berlangsung
hampir jam 24.00 malam.
Tetapi, jangan kaget, qiyamullail yang dimulai jam 01.00 dini hari berlangsung jauh lebih
panjang lagi. Salat yang hanya terdiri 10 rakaat dengan dua rakaat salam ditambah dengan
salat witir tiga rakaat (dibagi dua rakaat salam dan satu rakaat salam) bisa berlangsung
sampai jam 03.00 dini hari! Panjangnya qiyamullail bukan hanya karena rukuk dan sujudnya
panjang sekali, melainkan karena surat-surat Alquran yang dibaca memang surat-surat yang
sangat panjang dan lama. Tetapi, bukan hanya itu, doa qunut pada rakaat terakhir salat witir
sangat panjang dan mengharukan.
Imam selalu berdoa dengan suara serak dan parau menangis tersedu-sedu. Para jamaah yang
mencapai ratusan ribu, bahkan jutaan, itu selalu menyambut satu potong doa dari sang imam
dengan ucapan “amin” dengan sedu sedan penuh tangisan. Ada beberapa imam salat tarawih
(seusai isya) dan qiyamullail (dini hari sekitar jam 01.00) di Masjidilharam yang sering
menangis tersedu-sedan ketika membaca surat-surat Alquran dan doa dalam salat-salat itu.
Para jamaah pun terbawa suasana jiwa yang syahdu dan khusyuk itu sehingga tidak mampu
menahan tangis tersedu mengikuti tangisan sang imam.
Suasana betul-betul sangat religius dan emosional, bukan sentimentil. Ketika imam membaca
doa qunut yang amat sangat panjang, fasih, dan untaian kalimatnya indah sekali itu, jamaah
menyambutnya setiap potong doa dengan “amin”. Maka bisa dibayangkan betapa
membahananya ucapan “amin” dari ratusan ribu jamaah di satu tempat itu. Ketika imam
mulai berdoa sambil menangis, jamaah pun menyambut “amin” dengan tangisan pula.
Apalagi sang imam tahu betul memilih doa-doa yang menyentuh kalbu jamaah, terutama doa-
doa untuk mohon ampunan atas dosa-dosa kita. Sungguh sebuah pengalaman kerohanian
46
yang luar biasa menyejukkan hati.
Agama memang bukan hanya konsumsi akal dalam bentuk pemikiran-pemikiran filosofis
semata. Agama juga menyangkut soal kedalaman jiwa, perasaan atau intuisi, dan kehangatan
kerohanian. Agama yang terlalu rasional menjadikan kehidupan spiritual kita terasa kering.
Jiwa kita perlu kesejukan spiritual dan kehalusan mistis. Berumrah dan beribadah di
Masjidilharam di sepertiga terakhir Ramadan sangat menyentuh jiwa. Sayang, ongkosnya
mahal sekali. ●
HAJRIYANTO Y THOHARI
Wakil Ketua MPR RI
47
THR
Saya dan istri saya punya beberapa pegawai: dua PRT, dua sopir, dan saya punya staf pribadi
(spri). Semua mau Lebaran masing-masing (mau beli baju anak-anak, mau ke Kebun
Binatang sama keluarga, mau mudik, dan sebagainya), tetapi ongkosnya dibebankan ke kami,
bosnya.
Padahal mereka cuti sampai 2-3 minggu, kami harus bayar full gajinya plus THR (satu bulan
gaji full juga). Padahal di mana-mana, orang cuti melebihi jatah, dipotong gaji, minimal dapat
SP (surat peringatan), tetapi saya malah harus tambah satu bulan gaji. Tambah celaka lagi
spri saya yang nonmuslim pun ikut-ikutan minta THR. Alasannya keluarganya banyak yang
muslim. Lah, keluarganya yang muslim, kok saya yang menanggung Lebaran-nya? Ini dari
mana logikanya? Padahal dari uang pensiun PNS, saya enggak ada THR.
Saya kerja di PTS (perguruan tinggi swasta) juga enggak ada THR dalam kontrak saya.
Honor sebagai konsultan dan penasihat di sana-sini juga enggak ada THR-THR-an. Jadi tiap
Lebaran yang ada saya dan istri pusing saja berduaan urus RAPBRTR (Rencana Anggaran
dan Belanja Rumah Tangga Ramadan) yang awut-awutan. Untung, anak-anak semua sudah
mandiri, jadi enggak usah dipikirkan lagi. Tetapi, THR itu sudah telanjur jadi kebiasaan,
bahkan adat, bahkan sudah jadi budaya. Budaya yang salah kaprah. Artinya yang benar jadi
salah (enggak kasih THR) dan yang salah jadi benar (harus memberi THR).
***
Lebaran yang jor-joran hanya khas Indonesia. Di negara-negara lain orang Lebaran biasa-
biasa saja. Agama pun menganjurkan puasa dan Idul Fitri diisi dengan memperbanyak
ibadah, bukan dengan makan-makan, baju baru, Kebun Binatang, dan mudik. Kebiasaan ini
justru sering menimbulkan masalah bagi pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh seorang
kapolsek (kepala polisi sektor, setingkat kecamatan) mengeluh karena ia bersama rekan-rekan
kapolsek lain barusan menerima perintah dari kapolres (kepala kepolisian resor, setingkat
kabupaten) untuk memberi THR kepada anak buah masing-masing.
THR itu hanya Rp100.000 per anggota (relatif rendah dibandingkan dengan gaji polisi yang
minimal sekitar Rp2.500.000). Tetapi, karena di polseknya ada 60 anggota, kapolsek harus
menyiapkan dana sebesar Rp6.000.000. Padahal dana THR tidak disiapkan dalam anggaran
Polri, baik dalam PGPol (peraturan gaji polisi) maupun dalam dana operasional. Maka itu,
kapolsek yang rata-rata hanya berpangkat AKP (ajun komisaris polisi, setingkat kapten) atau
kompol (komisaris polisi, setingkat mayor) pusing sendiri karena perintah kapolres harus
ditanggungnya sendiri, padahal gaji penuhnya sendiri sebagai polisi lebih rendah dari dana
THR yang harus disiapkannya.
Maka itu, dibutuhkan kreativitas yang luar biasa tinggi dari kapolsek untuk keluar dari
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014

More Related Content

What's hot

Pip aliran aliran pendidikan-bab5
Pip aliran aliran pendidikan-bab5Pip aliran aliran pendidikan-bab5
Pip aliran aliran pendidikan-bab5
DwiAlfiani2000
 
Writer's week
Writer's weekWriter's week
Writer's week
Hafizh Suprihatna
 
Kelas intensif spm2016. tema 8
Kelas intensif spm2016. tema 8Kelas intensif spm2016. tema 8
Kelas intensif spm2016. tema 8
isharsmiaa
 
Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi
Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadiPendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi
Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi
STIT SIFA Bogor
 
Bab 2 Nilai-nilai universal tamadun islam
Bab 2   Nilai-nilai universal tamadun islamBab 2   Nilai-nilai universal tamadun islam
Bab 2 Nilai-nilai universal tamadun islam
UiTM Terengganu Kampus Rekreasi Bukit Besi
 

What's hot (7)

Pip aliran aliran pendidikan-bab5
Pip aliran aliran pendidikan-bab5Pip aliran aliran pendidikan-bab5
Pip aliran aliran pendidikan-bab5
 
Nota bab-2
Nota bab-2Nota bab-2
Nota bab-2
 
Writer's week
Writer's weekWriter's week
Writer's week
 
Kelas intensif spm2016. tema 8
Kelas intensif spm2016. tema 8Kelas intensif spm2016. tema 8
Kelas intensif spm2016. tema 8
 
Politik dalam islam
Politik dalam islamPolitik dalam islam
Politik dalam islam
 
Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi
Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadiPendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi
Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi
 
Bab 2 Nilai-nilai universal tamadun islam
Bab 2   Nilai-nilai universal tamadun islamBab 2   Nilai-nilai universal tamadun islam
Bab 2 Nilai-nilai universal tamadun islam
 

Viewers also liked

(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
ekho109
 
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015
ekho109
 
Daerah otonom di Indonesia
Daerah otonom di IndonesiaDaerah otonom di Indonesia
Daerah otonom di Indonesia
ekho109
 
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
ekho109
 
(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015
(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015
(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015
ekho109
 
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015
ekho109
 
Rekaman Piala Dunia 2014
Rekaman Piala Dunia 2014Rekaman Piala Dunia 2014
Rekaman Piala Dunia 2014
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015
ekho109
 
(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015
(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015
(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015
ekho109
 
Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)
Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)
Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015
ekho109
 
Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014
Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014
Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014
ekho109
 
Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)
Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)
Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014
(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014
(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014
ekho109
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
ekho109
 
Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015ekho109
 

Viewers also liked (19)

(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
 
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 24 april-5 juni 2015
 
Daerah otonom di Indonesia
Daerah otonom di IndonesiaDaerah otonom di Indonesia
Daerah otonom di Indonesia
 
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
 
(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015
(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015
(sindonews.com) Opini hukum-politik 10 april 2015-20 mei 2015
 
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 4-29 september 2015
 
Rekaman Piala Dunia 2014
Rekaman Piala Dunia 2014Rekaman Piala Dunia 2014
Rekaman Piala Dunia 2014
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 5 maret 2015-10 april 2015
 
(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015
(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015
(sindonews.com) opini sosial-budaya 29 september 2015-31 oktober 2015
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 9 september 2015-26 oktober 2015
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 maret 2015-22 april 2015
 
Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)
Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)
Daftar Caleg Terpilih DPR RI dalam Pemilu 2014 (SK KPU No. 416/2014)
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran Sindo 23 januari 2015-9 Maret 2015
 
Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014
Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014
Opini sosial budaya Koran SINDO 26 September 2014-7 November 2014
 
Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)
Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)
Cara penghitungan kursi legislatif pemilu 2014 (sumber: ijrsh.com)
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014
(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014
(Sindonews.com) Opini hukum-politik Koran Sindo 7 Juni 2014-5 Juli 2014
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
 
Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015
 

Similar to (Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014

Pancasila dalam sejarah indonesia
Pancasila dalam sejarah indonesiaPancasila dalam sejarah indonesia
Pancasila dalam sejarah indonesia
Rokhma Wahyuni
 
Memaknai Nilai-Nilai Keindonesiaan
Memaknai Nilai-Nilai KeindonesiaanMemaknai Nilai-Nilai Keindonesiaan
Memaknai Nilai-Nilai Keindonesiaan
Lestari Moerdijat
 
(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016
(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016
(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016
ekho109
 
Majalah Experience Salavie ED : xi 2013
Majalah Experience Salavie ED : xi 2013Majalah Experience Salavie ED : xi 2013
Majalah Experience Salavie ED : xi 2013
Roziq Bahtiar
 
Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2
Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2
Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2Firda Aurora Sweet
 
Makalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasiMakalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasi
Fany Mardiyanti
 
Hariyono (ppt) (1).pdf
Hariyono (ppt) (1).pdfHariyono (ppt) (1).pdf
Hariyono (ppt) (1).pdf
TaufiqnyaDiyah
 
Makalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraanMakalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraan
dinasep
 
Makalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Makalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsaMakalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Makalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Septian Muna Barakati
 
Revolusi mental
Revolusi mentalRevolusi mental
Revolusi mental
Satria Kusuma
 
Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...
Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...
Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...
lunch lunch
 
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Puja Lestari
 
Prinsip Kemajemukan.pptx
Prinsip Kemajemukan.pptxPrinsip Kemajemukan.pptx
Prinsip Kemajemukan.pptx
wakiah4
 
Makalah pancasila 16060484079
Makalah pancasila 16060484079Makalah pancasila 16060484079
Makalah pancasila 16060484079
keluin candra
 
Pluralitas
PluralitasPluralitas
Pluralitas
David Jones
 
Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"
Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"
Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"
hananmasdly
 
Character Education and Nation Building
Character Education and Nation BuildingCharacter Education and Nation Building
Character Education and Nation Building
Pristiadi Utomo
 
presentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptx
presentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptxpresentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptx
presentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptx
TiaZulita
 

Similar to (Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014 (20)

Pancasila dalam sejarah indonesia
Pancasila dalam sejarah indonesiaPancasila dalam sejarah indonesia
Pancasila dalam sejarah indonesia
 
Memaknai Nilai-Nilai Keindonesiaan
Memaknai Nilai-Nilai KeindonesiaanMemaknai Nilai-Nilai Keindonesiaan
Memaknai Nilai-Nilai Keindonesiaan
 
(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016
(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016
(sindonews.com) Opini sosial budaya 10 oktober 2016-18 november 2016
 
Buku mentoring 13
Buku mentoring  13Buku mentoring  13
Buku mentoring 13
 
Majalah Experience Salavie ED : xi 2013
Majalah Experience Salavie ED : xi 2013Majalah Experience Salavie ED : xi 2013
Majalah Experience Salavie ED : xi 2013
 
Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2
Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2
Eksiskah karakter bangsa_(indonesia)_-lukas_sugiarto-_2
 
Makalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasiMakalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasi
 
Hariyono (ppt) (1).pdf
Hariyono (ppt) (1).pdfHariyono (ppt) (1).pdf
Hariyono (ppt) (1).pdf
 
Makalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraanMakalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraan
 
Makalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Makalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsaMakalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Makalah pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
 
Revolusi mental
Revolusi mentalRevolusi mental
Revolusi mental
 
Sambutan harkitnas 2012
Sambutan harkitnas 2012Sambutan harkitnas 2012
Sambutan harkitnas 2012
 
Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...
Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...
Wawasan Kebangsaan Kita Tidak Boleh Hanyut dalam Perubahan Dunia, Tanpa Wawas...
 
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
 
Prinsip Kemajemukan.pptx
Prinsip Kemajemukan.pptxPrinsip Kemajemukan.pptx
Prinsip Kemajemukan.pptx
 
Makalah pancasila 16060484079
Makalah pancasila 16060484079Makalah pancasila 16060484079
Makalah pancasila 16060484079
 
Pluralitas
PluralitasPluralitas
Pluralitas
 
Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"
Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"
Pendidikan Pancasila "Pancasila sakti"
 
Character Education and Nation Building
Character Education and Nation BuildingCharacter Education and Nation Building
Character Education and Nation Building
 
presentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptx
presentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptxpresentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptx
presentasi pancasila tentang Pancasila dalam mengahadapi globalisasi.pptx
 

(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 10 juli 2014-22 agustus 2014

  • 1. 1 ISI BANGSA INDONESIA BANGSA BESAR Hajriyanto Y Thohari 5 PUASA, RADIKALISME, DAN INTOLERANSI M Bambang Pranowo 8 SIMBOLISME Sarlito Wirawan Sarwono 12 SYUKURAN DAN SELAMATAN NASIONAL Mohamad Sobary 15 MENDUKUNG PALESTINA Ella Devianti 17 MENGETUK NURANI Mashuri NS 21 BELANDA, BRASIL, DAN LEUSER Hadi S Alikodra 24 SIAPKAH KITA MENGHADAPI PERUBAHAN?
  • 2. 2 Sarlito Wirawan Sarwono 27 MENGATASI RUMOR KERUSUHAN Triyono Lukmantoro 30 MUDIK, KERINDUAN, & KEMATIAN Faisal Ismail 33 BERPUASA LAHIR BATIN Mohamad Sobary 36 PUASA DAN PURIFIKASI BANGSA Achmad M Akung 39 BERPUASA DI MEKKAH AL-MUKARRAMAH Hajriyanto Y Thohari 43 THR Sarlito Wirawan Sarwono 47 MENEMPUH MUDIK BATIN Ahmad Sahidah 50 PARSEL DAN MAKANAN KEDALUWARSA Posman Sibuea 53
  • 3. 3 GAUDEAMUS IGITUR Sarlito Wirawan Sarwono 57 ALAM DIOLAH, BUAT SIAPA? Mohamad Sobary 60 PRESIDEN BARU DAN PEMBANGUNAN PEMUDA Muhammad Arief Rosyid Hasan 63 LUBANG DALAM TATA KELOLA PSDA Hariadi Kartodihardjo 65 SUSILA Sarlito Wirawan Sarwono 68 ISIS, SUNNI, DAN SYIAH Ahmad Syafi’ Mufid 71 MENGONVERSI CPO MENJADI PRODUK PANGAN BARU Posman Sibuea 74 CAHAYA LILIN DALAM GELAP Mohamad Sobary 77 KOMODIFIKASI PESAN DALAM PILPRES
  • 4. 4 Umaimah Wahid 80 OVER-EXPOSE ISIS Danang Songgo Buwono 83 PEMIMPIN YANG NEGARAWAN Jannus TH Siahaan 86 RELIGIOSITAS RENUNGAN SUCI PADA HARI PROKLAMASI Hajriyanto Y Thohari 89 MEMERDEKAKAN RAKYAT DARI KEMISKINAN Posman Sibuea 92 LOH, KITA SUDAH MERDEKA, TO? Mohamad Sobary 96 IDEOLOGI PEMBANGUNAN Ivan Hadar 99 ISIS DAN TANTANGAN KEUTUHAN BANGSA RN Bayu Aji 102 MEREKA YANG PUNYA KUASA Dicky Pelupessy 105
  • 5. 5 Bangsa Indonesia Bangsa Besar Koran SINDO Kamis, 10 Juli 2014 KOLOM ini dimulai dengan pertanyaan mengapa bangsa-bangsa jajahan tertinggal dan bangsa-bangsa pewaris imperium besar tetap saja menjadi bangsa yang paling maju dan berkuasa di dunia baik politik, militer, ekonomi, maupun peradaban? Bangsa-bangsa Barat de facto tetap menjadi penguasa dunia sampai sekarang ini. Dulu mereka menguasai dunia dengan kolonialisme dan imperialisme, sekarang tetap juga "menguasai” dunia melalui modus lain yang lebih canggih. Penguasaan tentu hanya bisa dilakukan oleh bangsa-bangsa yang kuat (strong nation), percaya diri, dan selalu punya pemimpin dengan mental penakluk (conqueror). Jika tidak dengan kualifikasi demikian, rasanya mustahil mereka berhasil memosisikan negara-negara lain di bawah kendali kekuasaannya selama berabad-abad. Bangsa-bangsa jajahan sebaliknya dikenal, meminjam istilah Gunnar Myrdal dalam Asian Drama, sebagai soft nation, bangsa yang lembek! Sebagai bangsa yang mengalami penjajahan -mitos atau realitas- 350 tahun, bangsa Indonesia ditengarai oleh banyak pihak sebagai mengidap mentalitas inlander. Novel-novel Pramudya Ananta Toer rasanya banyak mengangkat tema-tema ini: bangsa yang dituding -dan menuding dirinya– sebagai bangsa yang tanpa rasa kepercayaan diri yang kuat, inlander, dan bermental kalah. Anehnya, setelah satu setengah dasawarsa reformasi pun ternyata kita masih berjalan di tempat. Rasa percaya diri kita sebagai bangsa terus merosot. Buktinya, kita malah semakin suka memperolok diri sendiri ketika bicara tentang kemajuan bangsa lain. Kita Mestinya Bisa Tetapi, apakah benar kita tidak bisa menjadi bangsa yang besar? Dulu kita memang negara jajahan dan menjadi bangsa pecundang. Tetapi, kini kita meyakini bahwa negara kita ini benar-benar negara besar alias gede banget. Karena itu, kita mestinya bisa menjadi bangsa yang maju dan kuat. Bangsa ini hanya memerlukan pemimpin yang hebat dengan mentalitas conqueror. Pemimpin yang percaya diri dan mampu membuat bangsa ini percaya diri pula. Quails rex talis grex, demikian rajanya atau pemimpinnya, demikian pula rakyatnya! Jika pemimpinnya
  • 6. 6 lembek, madek mangu, dan pecundang, demikianlah pula rakyatnya. Regis ed exemplar, melalui teladan pemimpin masyarakat diarahkan! Para founding fathers kita mewariskan marwah bangsa yang kuat dan bermartabat. Mereka mewarisi darma cinta, ilmu pengetahuan, dan militansi–tiga darma yang oleh Alain Badiou disebut sebagai syarat mutlak bagi setiap individu dalam memajukan sebuah peradaban. Mereka adalah figur-figur saleh yang penuh cinta terhadap bangsa, ilmu pengetahuan, dan militansi demi tegaknya Merah Putih di Kepulauan Nusantara. Mereka mengenal bangsa ini, sebagaimana mereka mengenal dan mencintai diri mereka sendiri. Dengan pengetahuan, mereka merasa sederajat dengan bangsa lain, pun dengan seorang kolonial! Spirit mereka bagaikan pasukan Sparta yang berperang melawan tentara Persia. Militansi yang tak lekang oleh zaman. Sikap mental begitu penting bagi republik ini sehingga proyek kebangsaan pertama yang digemakan oleh Presiden Soekarno adalah nation and character building. Soekarno jeli melihat, kemerdekaan politik dan ekonomi hanyalah prasyarat penting bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Tetapi, dua hal itu tidak akan berarti jika bangsa Indonesia yang tergerus mentalitas jajahan selama tiga setengah abad tidak memiliki karakter dan jati diri bangsa yang kuat. Kecemasan Soekarno dan para pendahulu bangsa ini mengenai perlunya karakter dan jati diri bangsa juga kita rasakan. Kita sesungguhnya adalah bangsa besar yang mempunya watak kuat. Kita mempunyai tradisi politik, ekonomi, dan sosial yang besar. Kita pernah mempunyai sejarah kerajaan dan kesultanan di Nusantara yang disegani dan dikagumi dunia karena memiliki peran strategis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, agama, dan keamanan. Kita juga mewarisi peradaban Atlantis jika kita bersetuju dengan tesis dan temuan Prof Aryos Santos dari Brasil itu. Singkat kata, kita tak boleh merasa rendah diri, minder, malu, dan merasa tak sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Kita tak boleh mengutuk diri dalam kesendirian dan kebodohan. Kita adalah bangsa berperadaban besar dan berkemajuan. Nenek moyang kita mewariskan keteladanan berupa rasa percaya diri (self confidence) dan percaya pada orang lain (trust) yang notabene adalah dua karakter dasar bagi suatu bangsa untuk menuju kejayaan peradaban. Dua hal inilah yang harus kita raih dan miliki kembali. Sejarah modern bangsa Indonesia sebenarnya juga bergelimang prestasi. Kita tengok anak- anak SMA kita yang meraih penghargaan dan medali internasional dalam bidang sains dan teknologi, menyabet emas olimpiade fisika mengalahkan Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Prancis, dan negara-negara maju lain. Anak-anak Indonesia banyak pula yang berprestasi di kampus-kampus bergengsi di seluruh dunia. Mereka membuktikan bahwa bangsa kita bangsa besar yang mempunyai prestasi. Hidupkan Cahaya Peradaban
  • 7. 7 Kita harus melawan stigma yang tertempel di jidat kita bahwa bangsa Indonesia berkelas sudra yang tak piawai mencapai peradaban dan keadaban tinggi. Kishore Mahbubani dalam bukunya Can Asians Think? secara tegas mengatakan bahwa bangsa Asia termasuk Indonesia memiliki asian values yang membantah mitos jika bangsa Asia itu pemalas. Kita ini, sebaliknya, adalah bangsa yang giat dan rajin bekerja, biasa berkorban untuk sebuah mimpi dan cita-cita, tak pernah putus asa meski kegagalan kadang menyapa. Selain itu, bangsa Indonesia juga bangsa muslim terbesar di dunia yang dipengaruhi etos kerja Islam yang rasional, menghargai waktu, dan berkeinginan untuk maju. Etos Islam pada dasarnya mirip dengan spirit Protestantisme dan Calvinisme yang menjadi spirit kemajuan bangsa Barat. Pada dasarnya agama (Islam) mengajarkan kepada umatnya untuk menggapai ”kampung dunia" dan ”kampung akhirat” secara bersamaan. Islam mengajarkan tauhid, keyakinan pada satu Tuhan, sekaligus amal saleh. Seorang muslim yang beriman adalah seseorang yang menerjemahkan keyakinannya pada pencapaian amal saleh melalui sedekah, zakat, dan infak. Itulah etos Islam yang berkemajuan dan itulah subkultur sebagian besar rakyat Indonesia yang bersifat dinamis dan gandrung pada kemajuan dunia untuk meraih surga di akhirat kelak. Penelitian Clifford Geertz di Mojokuto (Pare, Kediri) membuktikan bahwa spirit dan etos kerja muslim pada hakikatnya adalah etos berkemajuan mirip temuan Max Weber tentang etika Protestan di Eropa Barat. Dalam konteks dan perspektif ini, yang mendesak untuk dilakukan adalah perubahan mentalitas budaya masyarakat Indonesia yang tampaknya masih jauh dari –meminjam istilah Plato– cahaya peradaban. Bangsa Indonesia pada sejatinya memiliki semua prasyarat untuk maju dan berkemajuan: pengalaman yang sangat kaya, sejarah bangsa yang besar, dan berkali-kali jatuh bangun melakukan perubahan sistem politik dan ekonomi. Ini semua seharusnya cukup untuk mendorong bangsa ini bergerak maju dengan dinamis. Hambatan kemajuan adalah dan hanyalah mentalitas feodalistik, minder, serta hilangnya konfidensi dan trust. Ini harus segera dipungkasi. Kita berharap demokrasi yang kini tengah mekar dan memasuki era konsolidasi dapat mentransformasi mentalitas kebudayaan bangsa yang kokoh dan berkarakter kuat yakni mentalitas rasional, tekun, dan giat bekerja dalam mencapai kemajuan yang dilandasi prinsip cinta bangsa. Kita selalu berdoa semoga presiden baru yang janji-janjinya luar biasa hebat itu akan benar- benar mampu membawa bangsa Indonesia yang tengah berubah ini menuju sebuah perubahan transformatif, berkemajuan, dan berkeadaban. Semoga! HAJRIYANTO Y THOHARI Wakil Ketua MPR RI
  • 8. 8 Puasa, Radikalisme, dan Intoleransi ”Islam” tengah mempertontonkan radikalisme dan intoleransi di Afrika dan Timur Tengah. Boko Haram, organisasi radikal Islam di Nigeria, telah membantai ribuan orang dan menculik ratusan murid-murid perempuan sebuah sekolah di Kota Chibok. Sampai hari ini nasib ratusan siswi sekolah tersebut tidak jelas. Dunia pun marah kepada Boko Haram. Tapi, ia tak peduli. Bahkan, pimpinan Boko Haram Abu Bakar Shekau menyatakan, "Aku menikmati pembunuhan-pembunuhan itu, sama seperti menikmati penyembelihan ayam dan kambing jantan." Na’udzubillah! Jika di Nigeria ada Boko Haram, di Irak dan Suriah ada ISIL (Islamic State of Iraq in the Levant). ISIL yang biasa disebut Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) ini beroperasi lintas negara di Timur Tengah. Kini ISIL sudah menguasai perbatasan Irak dan Suriah dan mengklaim telah mendirikan negara di wilayah perbatasan itu. Ke depan ISIL berencana mendirikan negara Islam yang wilayahnya meliputi Irak, Suriah, dan Libanon. Ketika menyerbu Mosul dan menguasai ibu kota Provinsi Nineveh, Irak, ISIL membantai ribuan warga sipil. Di Suriah, ISIL juga terkenal kekejamannya. Ribuan wanita dan anak- anak dibantai. ISIL berencana mendirikan negara Islam dengan hukum-hukum syariahnya yang ketat. Di samping Boko Haram dan ISIL, organisasi Islam radikal lain seperti Al-Qaeda, Taliban, masih terus mengancam umat manusia. Banyak orang bertanya-tanya, kenapa organisasi super-radikal Boko Haram bisa muncul di negeri seperti Nigeria yang 60% penduduknya beragama Islam? Jawabnya sangat kompleks. Ada tali-temali antara kekerasan, ekstremitas, kesenjangan sosial-ekonomi antarwarga, ekstremitas akidah, dan lemahnya negara dalam mengantisipasi gerakan radikal. Menurut Wikipedia, awalnya gerakan Islam yang dibidani Muhamad Yusuf tahun 2002 bertujuan untuk mendirikan negara Islam dengan menegakkan syariah sesuai pandangan mereka. Di samping hendak mendirikan negara Islam, mereka juga akan menyingkirkan Barat dan umat Kristen keduanya dianggap sebagai penjajah dan penghancur Islam di Nigeria. Dr Ahmad Murtada dari Islamic Studies Departement, Unversitas Bayero, Nigeria, menyatakan bahwa ideologi Mohamad Yusuf dan Boko Haram adalah hakimiyyah yaitu sebuah ideologi yang menekankan kedaulatan hukum Allah. Prinsip ideologi ini adalah Laa hukma illaa Allah (tidak ada hukum kecuali hukum Allah) persis seperti ideologi kaum Khawarij, cikal bakal gerakan Islam radikal yang membunuh Ali bin Abi Thalib. Landasan ilmiahnya merujuk kepada kitab-kitab karya Ibnu Taimiyah dan mereka bersekutu dengan pandangan kelompok Jihadi dan Takfiri. Boko Haram, tulis Ahmad, berhubungan dekat dengan sayap Al-Qaeda di wilayah Maghribi (Afrika Utara).
  • 9. 9 Namun di Nigeria, Boko Haram ditolak para pengikut setia tradisi Salafi. Dalam perkembangannya, Boko Haram tak hanya membunuh orang Kristen, tapi juga orang Islam moderat yang pandangannya berseberangan dengannya. Ulama moderat yang sangat dihormati di Nigeria yang pernah mengkritik sepak terjang Boko Haram, Imam Ibrahim Ahmad Abdullah, misalnya, dibunuh. Ibrahim Birkuti, ulama yang bersikap kritis terhadap Boko Haram juga ditembak mati. Dan, masih banyak lagi tokoh Islam yang tak sepaham dengan Boko Haram diculik dan kemudian dibunuh. Itulah sebabnya mayoritas umat Islam di Afrika menolak aktivitas Boko Haram. Namun karena sudah telanjur kuat, mayoritas muslim sulit mencegah radikalisme kelompok ini. Menurut pengamat terorisme, Bloom M, merebaknya kekerasan dan radikalisme oleh Boko Haram di Nigeria adalah akibat lemahnya penegakan hukum dan ketidakberanian pemerintah memotong akar gerakan tersebut. Akibatnya, Boko Haram makin berani melanggar hukum dan berhasil memperkuat jaringan- jaringannya di masyarakat akar rumput dengan mengusung isu kesenjangan sosial ekonomi di Nigeria. Boko Haram mengusung isu ketidakpuasan rakyat kepada pemerintah dan disparitas sosial-ekonomi yang tajam antara umat Islam dan Kristen di Nigeria untuk menarik kaum muda ke dalam organisasinya. Dengan tempaan ideologi radikal yang dikampanyekan Al-Qaeda, Boko Haram pun makin hari makin memperkuat ”senjata” radikalismenya. Hasilnya, negara pun tidak berdaya menghadapi aksi-aksi Boko Haram. *** Yang menjadi perhatian, apakah organisasi semacam Boko Haram bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia? Inilah yang perlu kita cermati. Sebab, bukan tidak mungkin gerakan semacam Boko Haram tumbuh di Indonesia karena kondisi sosial-ekonomi Indonesia dan Nigeria "nyaris" sama. Keduanya, negara kaya karena tanahnya mengandung minyak bumi dan gas (migas). Keduanya adalah negara yang mayoritas penduduknya muslim (60% populasi Nigeria Islam). Keduanya negara korup dan menyimpan bom waktu akibat tingginya kesenjangan sosial- ekonomi. Jika kita amati ceramah dan buku-buku tulisan Imam Samudera (IS) dan Abu Bakar Ba’asyir (ABB), misalnya, jelas terlihat bagaimana mereka mengidolakan negara berideologi hakimiyya seperti ditunjukkan Boko Haram. Baik IS dan ABB menganggap radikalisme dan terorisme adalah sebuah keniscayaan untuk membentuk daulah Islamiah. Denny JA, penggagas ”Indonesia Tanpa Diskriminasi”, dalam diskusi tentang perkembangan kelompok Takfiri di Indonesia, di Ciputat School, Tangerang (30/4/2014) lalu, menyatakan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ruang publik di Indonesia makin tidak nyaman akibat berkembangnya kelompok-kelompok yang mengusung ideologi
  • 10. 10 diskriminasi. LSI, kata Denny, pernah membuat survei dengan pertanyaan, apakah orang Islam memperbolehkan membunuh orang kafir (non-Islam), jawabnya makin lama makin banyak yang menjawab boleh. Di tahun 2009 orang Islam yang membolehkan membunuh orang kafir masih di bawah 10%-tapi pada 2013 jumlahnya sudah melebihi 10%. Kondisi ini, kata Denny, sangat mengkhawatirkan masa depan Indonesia yang bhinneka dan plural ini. Dr Haedar Bagir, dosen Fakultas Filsafat Universitas Indonesia, menyatakan bahwa umat Islam di Indonesia mulai banyak yang terjerat ideologi takfiri. Ideologi takfiri, tulis Haidar dalam makalahnya pada diskusi di Ciputat School tadi, adalah sebuah doktrin pengkafiran terhadap siapa pun dan kelompok mana pun yang perilakunya dianggap tidak sesuai Alquran (seperti yang mereka pahami). Doktrin ini mengafirkan bahkan menghalalkan darah umat Islam yang pandangannya tidak sesuai dengan ideologi mereka, meski orang yang dikafirkan itu mengikuti rukun Iman dan Islam. Dalam berbagai kesempatan, doktrin ini gencar mengampanyekan kekafiran mazhab Syiah, sufisme, tarekat, dan lain-lain. NU, misalnya, menurut kelompok ini, adalah kafir karena dianggap menyembah kuburan. Mereka menjuluki orang-orang NU sebagai ‘mazhab kuburiyyun’. Sufisme juga dianggap sesat karena dianggap tidak sesuai dengan sunah Rasul. Di Facebook dan Twitter, kelompok takfiri ini sangat aktif mengunggah status anti-Syiah, anti ”kuburiyyun”, dan anti nyanyian. Yang terakhir ini, menurut kelompok takfiri, akan melemahkan iman dan menjerumuskan orang pada kekafiran. Di Indonesia, ideologi takfirisme, mulai meluas. Dengan dukungan dana yang amat besar dari negara-negara petrodolar tertentu di Timur Tengah, gerakan takfiri membangun media massa, baik cetak maupun elektronik di berbagai kota di Indonesia. Mereka mengaku sebagai pewaris ahli sunah yang paling autentik, mirip dengan Boko Haram yang menamakan dirinya Jamii'at ahl as-sunnah lid- da'wa wa-l-jihaad. Di Bandung, Ahad (20/4/2014) lalu, kelompok takfiri ini berhasil menggalang massa untuk mendeklarasikan gerakan anti-Syiah. Sedangkan di Gunung Kidul, Provinsi DIY, kelompok ini berusaha mengerahkan massa untuk menghalangi perayaan Natal dan Paskah beberapa waktu lalu. Di Sleman, Yogyakarta, beberapa waktu lalu rumah seorang warga Kristiani dihancurkan hanya karena di rumah itu diselenggarakan doa bersama. Semua gambaran itu menjelaskan bahwa Indonesia bisa terancam gerakan radikal seperti Nigeria dan Irak (Pranowo, 2014). Intoleransi makin merusak kehidupan bangsa yang terkenal ramah ini. Di Bulan Puasa, umat Islam seluruh dunia sedang berlatih untuk mengendalikan diri. Mengendalikan nafsu amarah, nafsu serakah, nafsu kuasa, dan lain-lain. Dalam pengendalian diri itu, umat Islam dituntut untuk bisa merasakan kehidupan orang-orang miskin, orang-
  • 11. 11 orang teraniaya, dan orang terpinggirkan. Dengan merasakan lapar dan melapangkan hati untuk merasakan orang-orang teraniaya, umat Islam sudah seharusnya bersikap toleran dan mengembangkan kasih sayang. Puasa Ramadan adalah sarana untuk mengembangkan ajaran paling dasariah dalam Islam: bersikap rahman dan rahim kepada semua manusia tanpa membedakan suku, ras, dan agama. ● M BAMBANG PRANOWO Guru Besar UIN Jakarta/Rektor Universitas Mathla’ul Anwar, Banten
  • 12. 12 Simbolisme Pada waktu saya kuliah tingkat II di Psikologi UI, ada mata kuliah yang berjudul ”Simbolik”, yaitu kuliah tentang simbol-simbol. Mata kuliah itu sekarang tidak ada lagi di fakultas-fakultas psikologi, adanya (mungkin, saya juga tidak tahu pasti) di Fakultas Ilmu Budaya, khususnya sebagai bagian dari mata kuliah Semiotika, yaitu kuliah tentang makna, yang di dalamnya dibahas juga tentang simbol- simbol. Tentunya saya tidak berniat untuk membahas definisi, apalagi teori-teori tentang Simbolisme di rubrik yang terbatas ini. Terlalu bertele-tele dan terlalu akademik. Tetapi saya ingin berbagi pengalaman tentang apa yang diajarkan oleh almarhum Profesor Slamet Iman Santoso (beliau adalah seorang dokter spesialis psikiatri, bukan guru besar filsafat) ketika itu. *** Dosen saya yang lain, yaitu psikolog yang mengajar Filsafat, Prof Dr Fuad Hassan (beliau pernah menjadi dubes RI di Mesir dan pernah menjadi mendikbud), pernah mengajarkan kepada kami (mahasiswanya) bahwa menurut filsuf Ernst Cassirer, manusia adalah makhluk simbol (man is an animal symbolicum), artinya manusia tidak dapat dilepaskan dari simbol- simbol. Itulah bedanya manusia dengan hewan. Kita, manusia, menggunakan simbol-simbol setiap hari dalam kehidupan sehari-hari. Orang ngobrol melalui simbol bahasa lisan. SMS adalah simbol-simbol bahasa tulisan. Bendera merah-putih adalah simbol NKRI. Di Indonesia, di masjid tidak boleh dipasang ornamen binatang atau manusia (haram). Tetapi di atap masjid di Beijing ada patung ular naganya. Di Beijing, walaupun masjid, tetap tidak jauh-jauh dari ular naga. Lain lagi dengan beduk. Perkusi raksasa yang biasa ditabuh setiap sebelum azan itu, selalu ada di masjid-masjid Pulau Jawa, tetapi absen di Sumatera Barat, atau di Arab. Padahal sama- sama Islam. Lain lagi dengan simbol Kristen yang menyimbolkan agamanya dengan kayu salib. Tetapi jangan salah. Walaupun sama-sama bernabikan Yesus, buat umat Katolik, di salib harus ada patung Yesusnya, sedangkan buat orang Kristen Protestan justru cukup dengan salib polos, tidak boleh ada patung apa pun di atas salib itu. Ternyata hebat betul pengaruh simbol itu. Belum seminggu yang lalu, kita melaksanakan pemilu di Indonesia. Ajaib sekali, minggu-minggu menjelang hari pencoblosan, angka ”1” dan angka ”2” jadi bermusuhan. Para pengikut ”1” tiba-tiba tidak mau lagi berfoto dengan mengacungkan dua jari, yang sebelumnya selalu mereka lakukan, sambil mengucapkan ”peace ” (karena dua jari menyimbolkan perdamaian, atau bisa kemenangan juga) dan tangan yang satunya memegang kamera HP untuk berfoto selfie.
  • 13. 13 Orang-orang ”2” yang iseng, sengaja mengedit foto teman-temannya yang ”1”, yang sedang action dengan dua jarinya (pasti foto jadul, sebelum pilpres), terus di-upload di Facebook atau media sosial lainnya. Akibatnya si korban marah serius kepada pelaku, padahal sebelumnya teman baik. *** Menurut Prof Slamet Iman Santoso, simbol itu penting sekali buat memahami manusia (itu pekerjaan kami sebagai kami mahasiswa psikologi). Beliau memberikan contoh simbolik pada cerita wayang. Dalam wayang Purwa versi Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Barat), ada tokoh Semar dan anak-anaknya (di versi India tidak ada). Semar ini, selain pengasuh para ksatria yang luhur budinya, juga merupakan penasihat spiritual mereka, karena sejatinya Semar adalah titisan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, yaitu rajanya para dewa di Swargaloka. Karena itu, ketika ada Dewa Narada datang untuk menemui sang ksatria (misalnya: Arjuna) yang telah lulus ujian bertapa, maka Semar yang biasanya duduk menyembah pada Arjuna, tiba-tiba berdiri dan berbicara dalam bahasa Jawa ngoko (rendah) pada Narada yang juniornya. Sementara itu, Arjuna duduk menyembah dan berbahasa Jawa kromo (halus, tinggi, hormat) kepada Narada yang seorang dewa. Buat orang yang tidak memahami cara berpikir orang Jawa, tentu saja pembolak-balikan kedudukan atau status ini sangat membingungkan. Tetapi buat yang paham filsafat Timur, tidak masalah karena buat orang di Timur, dari India sampai Cina, logika itu tidak hitam- putih seperti cara berpikir orang Barat. Buat orang Barat, manusia ya manusia, dewa (angel) ya dewa, tidak bisa ditukar-tukar. Tetapi buat orang Timur, biasa. Dalam lambang Yin dan Yang, di dalam putih ada hitam, dan di dalam hitam ada putih. Buat orang Jawa, Nyai Roro Kidul (makhluk halus) dipercaya sebagai istrinya Sultan Yogya (manusia biasa). Bahkan, ada orang kaya raya yang punya kesaktian ”babi ngepet”, kalau siang jadi bos, kalau malam jadi babi. Bos beneran, yang orang dari Benua Eropa, tambah bingung, ”Babi ya babi, orang ya orang, dong,” pikir dia. Namun, bos Eropa yang kebetulan berbangsa Prancis ini tambah bingung lagi ketika mau menikahi pacarnya yang orang Jawa. Orangnya sangat modern, tinggi semampai, dan cantik karena mantan finalis Miss Indonesia. Tetapi ketika menikah, kok banyak sekali simbol- simbol yang dia nggak ngerti. Ada malam midodareni, di rumah pengantin perempuan, di mana ia harus hadir tetapi tidak boleh masuk rumah dan dilarang bertemu dengan pengantin perempuan. Terus ada siraman, yaitu memandikan pengantin dengan air dari tujuh sumber, yang ditaburi tujuh macam bunga? Kenapa harus tujuh? Kenapa tidak satu saja? ”Heran saya,” katanya dalam hati.
  • 14. 14 Tetapi jangan salah, sesudah menikah dan bermukim di Prancis beberapa saat, sang istri justru heran melihat suaminya yang suka menangis. Di Indonesia hampir nggak ada cowok menangis, tetapi di Prancis konon laki-laki memang lebih cengeng daripada laki-laki bangsa- bangsa lain. Jadi benarlah kata pepatah: lain ladang lain belalang, yang artinya bahwa setiap masyarakat atau budaya mempunyai makna-makna sendiri, yang diwujudkan dalam simbol-simbol yang berbeda-beda. Karena itu, jangan gegabah menilai orang lain kalau kita belum mengenali budaya mereka.
  • 15. 15 Syukuran dan Selamatan Nasional Syukuran dan selamatan itu sebetulnya bisa diringkas menjadi satu: alhamdulillah. Ketika suatu pekerjaan penting selesai dengan baik ucapan apa yang paling tepat, cepat, dan spontan, selain alhamdulillah? Apa lagi yang harus dikatakan begitu melihat semua dalam keadaan selamat, selain alhamdulillah? Kenyataan bahwa kita bisa bersyukur pun tak ada sambutan lebih baik selain alhamdulillah. Di sini, jadinya kita bersyukur karena kita bisa bersyukur. Bisa bersyukur itu sendiri sebuah berkah. Betapa ”menyimpang” tingkah laku kita bila kita tak mampu sekadar bersyukur. Bersyukur tidak selalu mahal dan memang tidak mahal. Asal kita punya hati, niscaya kita bisa bersyukur. Syukuran, dan dalam konteks lain kita namakan selamatan, memang lebih mahal. Syukuran yang dalam arti tertentu juga selamatan itu wujud syukur yang dibikin lebih sosial dan lebih dari sekadar urusan pribadi. Adapun wujud dan pelaksanaan syukuran yang juga berarti selamatan tadi berbeda dan banyak variasinya antara satu masyarakat dan masyarakat lain. Kita juga bisa mengatakan itu berbeda antara satu jenis kebudayaan dan jenis kebudayaan lain. Syukuran atau selamatan itu dilaksanakan di dalam bingkai yang sifatnya lebih umum, lebih merangkum, lebih akomodatif: kendurian. Kita tahu, kendurian itu bisa kecil, hanya menampung beberapa keluarga, tetapi bisa juga kendurian mengundang satu dusun atau kampung, satu desa, satu kecamatan, satu kabupaten, dan seterusnya, hingga kita pun mengenal ungkapan ”kenduri nasional”. *** Kita ini ibaratnya hidup dalam bingkai syukur. Ada yang punya anak laki-laki, yang diberi nama Syukur atau Syakir untuk tanda bahwa dia bersyukur atau berharap si anak kelak menjadi anak saleh yang pandai bersyukur. Kalau kita dicermati dengan baik, akan tampak jelas bahwa hidup ini rangkaian syukur demi syukur yang begitu panjang dan kita bikin mapan, kokoh, tapi fleksibel dan rutin di dalam tradisi. Syukur itu kita tradisikan. Kita membangun rumah, syukuran. Memasuki rumah, syukuran. Pindah dari rumah itu, syukuran. Tiba di rumah berikutnya, kita juga syukuran. Pendek kata, kita ini bangsa yang sangat pandai menyelenggarakan syukuran. Kita merasakan bahwa syukuran itu bukan lagi unsur luar dari hidup kita. Dia sudah lama menjadi unsur dalam karena syukuran sudah menjadi kebudayaan kita. Mungkin kita ini memang si Syukur atau si Syakir.
  • 16. 16 Sebetulnya syukuran atau selamatan itu konsep yang hidup di dalam alam kesadaran kita. Dia ada di wilayah psikologi. Tapi, kenduri atau kendurian lain lagi. Dia menghuni wilayah sosial kita. Kenduri menjadi wujud organisasi untuk terselenggarakannya gagasan syukuran atau selamatan tadi. Syukuran atau selamatan tanpa kenduri atau tanpa kendurian, si Syukur dan si Slamet akan kelihatan bisu, sunyi, tanpa bunyi tanpa suara, dan tanpa rupa. Soalnya, bisa saja syukuran dilaksanakan di dalam hati. Bisa pula suatu jenis selamatan yang dibingkai secara personal, sunyi dalam kesendiriannya, bahkan dalam kesendiriannya tadi bisa tanpa kata-kata. *** Ada antropolog terkemuka Amerika, almarhum Clifford Geertz, yang mencatat fenomena yang kita bicarakan ini dengan sedikit rasa heran: ”Di pusat seluruh sistem keagamaan orang Jawa terdapat suatu upacara yang sederhana, formal, tidak dramatik, dan hampir-hampir mengandung rahasia: selamatan .” Ini dapat dibaca di dalam bukunya klasiknya, The Religion of Java, atau dalam versi terjemahan bahasa Indonesianya, yang diterbitkan Pustaka Jaya pada 1980-an yang lalu. Sesudah menyampaikan pernyataan itu Geertz bingung, ketika menambahkan: kadang- kadang disebut juga dengan kenduren. Bukan. Kenduren bukan sinonim, bukan kata lain, pun bukan sebutan lain dari selamatan tadi. Kenduren, bahasa Indonesianya ”kenduri” atau ”kendurian”, merupakan wadah, organisasi, wujud, dan bentuk event dari selamatan tadi agar selamatan punya dimensi sosial dan tampil ke dalam wilayah sosial kita. Saat ini kita berada dalam suatu momentum ”kosong” ketika pemilu baru saja selesai. Kita menunggu pengumuman resmi KPU. Memang, dengan begitu, kita tahu pemilu belum selesai secara tuntas, semata karena masih menunggu formalitas pengumuman. Tapi, pemilu lewat dan segalanya berjalan lancar dan selamat, tak terjadi suatu gangguan apa pun. Apa anugerah sebesar ini tak layak kita sambut dengan agak sedikit meriah, boleh ada musik ”jreng” ”jreng”, ”jring” ”jring ”, boleh saja dengan suara-suara yang lebih membahana, seolah menggedor- gedor pintu langit, apa salahnya asal kita khusyuk? Juga tulus hingga ke dasar hati yang terdalam? Kita layak syukuran atau selamatan karena bukankah hajat nasional itu telah berlangsung slamet? Syukuran dan selamatan itu layak kita selenggarakan dalam suatu kenduri atau kendurian nasional. Semua pihak kita undang. Bahwa tak semua bisa hadir itu soal lain dan tak kita sebut sebagai ”soal”. Biarlah yang tak hadir itu tak hadir secara fisik, tapi semoga hatinya, jiwanya, bersama kita. KPU-lah yang paling layak. Kalau budget KPU sudah mendekati kering, bisalah bergabung dengan lembaga lain, terserah, bahkan tidak memakai biaya pun kenduri nasional itu bisa diselenggarakan. Tanya saja pada relawan. Mereka ahli mengelola suatu event besar tanpa biaya. Apa yang dibicarakan dalam kenduri yang akan kita adakan itu? Tidak ada.
  • 17. 17 Ini bukan saat ketika kita harus berbicara. Sudah kelewat banyak yang kita bicarakan. Sudah banyak kata-kata kita hamburkan ke langit dan entah sekarang menempel di mana. Sejak kampanye, debat capres dan cawapres itu, kita bicara melulu. Bahkan banyak unsur dalam pembicaraan kita tadi yang bisa di golongan ”omong kosong” karena bicara akan berhenti pada bicara. Jadi bakal tak terlaksana. Lebih baik, kenduri nasional yang tak perlu memakai biaya negara itu diselenggarakan dengan uang rakyat yaitu orang-orang yang sudah luluh dengan ikhlas menjadi sukarelawan itu. Bukankah kalau biaya itu dikeluarkan dari anggaran pemerintah, artinya itu biaya rakyat juga? Tanpa rakyat, pemerintah tak pernah punya uang. Di tempat di mana kendurian diselenggarakan, tak perlu pidato, tak perlu sambutan, tak perlu pertanggungjawaban keuangan, karena bukankah tak tersedia uang apa pun dan berapa pun? Yang terjadi ialah kebisuan yang menggapai langit. Dalam bisu, Tuhan Mahatahu apa maksud yang disampaikan. Kita memuji syukur, dan syukur yang dalam, dan ikhlas yang tinggi, karena kita bisa menyelenggarakan pemilu yang bagus dan kita semua selamat. Syukur. Alhamdulillah. Puji Tuhan Yang Maha Terpuji, yang memberi kita keselamatan. Di sini bangsa kita bersyukur. Kita kenduri. Kita selamatan. Kita syukuran. MOHAMAD SOBARY Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email: dandanggula@hotmail.com
  • 18. 18 Mendukung Palestina Pecahnya konflik antara Israel dan Palestina pada Ramadan ini menambah daftar panjang konflik yang memakan ratusan korban jiwa di Gaza, Palestina. Israel dengan dalih operasi jaga perbatasan melakukan serangan-serangan brutal yang memakan korban sipil, termasuk perempuan, anak-anak, hingga kaum difabel. Meski begitu, masih saja ada kalangan yang menanggapi konflik ini dengan kacamata sinisme. Menganggap organisasi politik Hamas (Harakat Al Muqawwama Al Islamiyyah) pemicu konflik dengan melakukan penculikan terhadap tiga warga Israel meski belum ada bukti terkait keterlibatan Hamas. Terlepas dari konflik terbaru, dunia tidak seharusnya alpa dengan kondisi Palestina selama ini. Hingga detik ini Palestina masih terjajah di negeri sendiri. Masuknya Palestina sebagai negara peninjau di PBB pada 2012 tampaknya tak berpengaruh banyak terhadap kebijakan luar negeri Israel. Tidak terhitung berapa perjanjian dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilanggar Israel, termasuk penggusuran paksa wilayah Palestina di Tepi Barat. Israel juga terbukti mencederai demokrasi tepat setelah terpilih organisasi politik Hamas pada pemilu 2006. Alih-alih mengakui kemenangan Hamas, Israel malah memberlakukan blokade ekonomi terhadap Gaza pada 2007. *** Saya berkesempatan mengunjungi Gaza pada Oktober 2012. Situasi di Gaza saat itu memang memprihatinkan. Sepanjang perjalanan dari perbatasan Rafah menuju Gaza Utara beberapa bangunan hancur terbengkalai. Hanya satu dua mobil tua terlihat melintas. Sesekali tampak gerobak sayur yang ditarik keledai berjalan lambat di jalanan yang lengang. Geliat ekonomi Gaza baru terasa di tengah kota. Warung internet yang merangkap pusat pembelian sim card telepon didatangi beberapa wartawan dan mahasiswa. Yang menarik, saat saya mengaktifkan sim card lokal, data wilayah yang terbaca bukanlah Jalur Gaza, melainkan Israel. Seorang rekan jurnalis malah tidak bisa mengaktifkan handycam- nya. Tiap kali dinyalakan, layar handycam bertuliskan kalimat pemberitahuan bahwa posisi handycam bisa dilacak melalui satelit. Insiden handycam tak membuat kami jeri. Hari itu juga kami putuskan mengitari pusat kota dan mampir ke Pasar Gaza. Sekilas aktivitas jual beli tampak berjalan normal, tapi ternyata mayoritas produk yang dijual buatan Israel. Sisanya berasal dari Tepi Barat Palestina, Turki, dan Mesir. Yang paling menarik adalah penggunaan mata uang shekel, mata uang resmi Israel. Pemerintah di Gaza memang tidak diperbolehkan memiliki mata uang sendiri. Ini artinya kendali ekonomi sepenuhnya di tangan Israel.
  • 19. 19 Tak puas memegang tali kekang ekonomi Gaza, Israel juga berusaha memutus mata pencaharian warga. Kebun kurma dan buah tin kerap hancur terkena serangan roket. Pabrik- pabrik tutup akibat pelarangan ekspor. Masa depan nelayan juga di ambang krisis. Seorang nelayan saat saya tanya mengenai hasil tangkapan menunjukkan ikan kecil di tangannya. ”Ini bukanlah ikan. Kucing saja tidak akan mau makan!” Ucapnya menahan marah. Sejak blokade diberlakukan, Israel memang melarang nelayan di Gaza melaut lebih dari 300 meter dari bibir pantai. Padahal biasanya mereka menangkap ikan sampai 5 kilometer dari darat. Jumlah nelayan akhirnya menyusut drastis dari lima ribu hingga tinggal ratusan saja. Jika melanggar aturan, tentara patroli laut Israel akan memberi tembakan peringatan atau bahkan memenjarakan mereka. Masuk penjara Israel adalah mimpi buruk. Hingga kini ada lima ribuan warga Palestina yang meringkuk di balik penjara Israel. Dua ratus di antaranya ditahan tanpa proses pengadilan. Seribuan lebih yang sakit tidak mendapat perawatan medis. Puluhan lain mengalami sakit mental dan cacat fisik akibat penyiksaan tentara Israel. Usaha Hamas membebaskan para tahanan tercatat dalam tinta sejarah. Tentara Israel, Gilad Shalit, ditangkap Hamas pada 2006 dan ditahan selama lima tahun sebelum kemudian ditukar dengan seribu lebih tahanan Palestina pada 2011. Pencapaian yang hampir mustahil terjadi lewat jalur diplomasi. Warga Palestina pun menyambut haru kedatangan keluarga hasil pertukaran tahanan. Namun, setelahnya Israel kembali menangkapi puluhan tahanan yang bebas dengan alasan sumir. Berbagai peristiwa semakin menunjukkan sikap permusuhan Israel terhadap seluruh warga Palestina. Tidak cukup melumpuhkan ekonomi, kebutuhan pokok seperti air pun secara semena-mena dibatasi. Menurut Badan Urusan Perairan Palestina (Palestinian Water Authority), hingga kini Israel menguasai lebih dari 85% suplai air dari seluruh sumber air di wilayah Palestina, dan menyalurkannya ke pemukim Israel. Sementara rakyat Palestina, termasuk Gaza, hanya mendapatkan 15%. Ketidakadilan tersebut berlanjut dengan pemberlakuan tarif air bagi warga Palestina dan gratis bagi warga Israel. Padahal pengelolaan air yang adil sudah pernah dibicarakan dalam Perjanjian Oslo Pasal 40 Tahun 1995. Namun, lagi-lagi, Israel mengkhianati perjanjian. Saya merasakan sendiri bagaimana tidak nyamannya mandi di hotel dengan air yang asin dan justru membuat kulit terasa lengket. *** Sejarah panjang pengingkaran Israel akan berbagai perjanjian turut mencatatkan pesan bahwa dunia tidak berdaya melawan arogansi Israel, bahkan PBB sekalipun. Perundingan demi perundingan berakhir bagai omong kosong. Pada akhirnya Palestina tetap harus berjuang sendiri demi makanan, air bersih, kesehatan, keamanan, dan yang paling penting kemerdekaan negaranya. Jadi mestikah diherankan muncul brigade Al-Qassam saat janji Israel tak lagi bisa dipegang? Sayap militer partai Hamas itu bergerak secara gerilya. Tidak ada yang mengetahui identitas
  • 20. 20 mereka selain keluarganya. Beruntung, saya berhasil menemui satu peleton pasukan Al- Qassam saat patroli malam. Stigma ganas yang melekat pada brigade ini sama sekali tidak terasa saat berbincang dengan mereka. Kebanyakan dari mereka masih muda, bahkan ada yang umurnya baru 16 tahun. Profesinya pun bermacam-macam, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga pekerja pabrik. Mereka secara sadar bergabung tanpa dibayar sepeser pun. Meski antusiasme warga Palestina tinggi, ada seleksi ketat yang membuat tidak semua orang bisa bergabung. Kriterianya antara lain kemampuan menghafal Alquran, menjalankan salat berjamaah di masjid tiap waktu, hingga tidak memiliki tanggungan utang apa pun dan diikhlaskan keluarganya. Meski berasal dari sipil, kemampuan pasukan Al-Qassam tidak diragukan. Senjata seperti senapan dan granat dirakit sendiri. Beberapa ada yang teknologinya diadopsi dari negara lain. November 2012, Al-Qassam menyentak Israel kala roket Fajr 5 teknologi Iran berhasil menjangkau Tel Aviv. Inilah pertama kalinya sirene peringatan menggaung keras di ibu kota Israel. Segera setelahnya, Israel mau meneken perjanjian gencatan senjata. Gencatan senjata yang disambut sukacita warga Gaza menunjukkan bahwa bukanlah perang yang diinginkan. Mereka hanya ingin merebut kembali kemerdekaan yang dicerabut paksa. Ketidakadilan yang menimpa bangsa Palestina kadang terlalu samar untuk terdengar ke seluruh penjuru dunia. Saat konflik berkecamuk, barulah dunia teringat kembali bahwa masih ada satu negara di dunia ini yang belum merasakan nikmat kemerdekaan. Maka itu, sudah sepantasnyalah kita mendudukkan perkara Palestina bukan sekadar berteriak mengutuk atau mencari siapa yang lebih dulu menyerang. Ini juga bukan persoalan agama. Ada puluhan ribu umat Kristiani yang tinggal di Tepi Barat maupun Gaza. Berbagai suku juga tinggal di sana, termasuk suku Arab Baduy yang hidup nomaden. Mendukung Palestina adalah perkara mengejawantahkan konsistensi kita akan perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan. Ia juga menjadi parameter penghargaan kita terhadap hak untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan di muka bumi ini. Seperti yang diucapkan Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, kemerdekaan kita semua sejatinya tidak akan pernah lengkap tanpa kemerdekaan Palestina. ELLA DEVIANTI Jurnalis
  • 21. 21 Mengetuk Nurani Empat tahun silam, tepat sepekan sebelum Ramadan, saya menginjakkan kaki di tanah Gaza, Palestina bersama para relawan dari Tanah Air. Selama hampir dua pekan saya berada di wilayah konflik yang berkepanjangan itu dan melihat langsung bencana kemanusiaan yang menyesakkan hati. Belakangan ini memori pilu kembali muncul tentang pengungsi yang berdesakan di Camp Jabaliyah akibat zionis Israel membombardir kawasan Gaza, tepatnya di Beit Al Hanun, Beit Lahiya (Gaza Utara) dan wilayah Khan Yunis. Kini kejadian serupa kembali terulang, intensitas serangannya pun cukup gencar dan yang menewaskan ratusan korban sipil yang tak berdosa serta ribuan orang terluka. Mempertahankan diri dijadikan argumen dalam aksi genosida. Waktu bergulir begitu cepat. Tidak ada perubahan yang mendasar yang tercipta di tanah Palestina meski kita memang harus terus berdoa agar kemerdekaan Palestina benar-benar terwujud, tidak terjadi lagi penjajahan terhadap warga negara Palestina. *** Dunia seharusnya sadar bahwa penjajahan Israel atas Palestina merupakan aib terhadap peradaban manusia modern yang harus segera dihapus. Pemberitaan soal kepiluan dan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza sudah sering menghiasi ruang publik. Berita itu memang fakta yang perlu dipublikasikan agar kita sesama muslim mempunyai empati terhadap saudara-saudara kita yang tengah berjuang membebaskan wilayahnya dari cengkeraman kaum zionis. Sebenarnya jika kita berkaca, bukan hanya rakyat Palestina yang tengah dalam ujian dari Allah ini, melainkan kita sebagai pribadi muslim di seluruh dunia tengah diuji bagaimana sikap dan kepedulian kita terhadap penderitaan mereka. Ini yang ditegaskan Allah dalam firman-Nya bahwa sesama muslim adalah bersaudara (QS.49:10). Konflik panjang yang terjadi dan merenggut ribuan nyawa tak berdosa ini memang tidak lepas dari campur tangan asing yang bermain. Sementara negara-negara Islam maupun organisasi yang menaunginya juga tidak berdaya jika sudah terjadi perang berkecamuk. Beberapa negara Islam yang semestinya menjadi ujung tombak sejumlah bantuan untuk rakyat di Palestina justru tengah dilanda konflik internal di negaranya serta ada dalam transisi pucuk kekuasaan. Kita menyaksikan ada dua negara Arab besar yang memboikot KTT darurat Liga Arab di Doha, Qatar yang sedianya direncanakan menghasilkan keputusan yang ”keras” dan efektif
  • 22. 22 untuk menghentikan kebiadaban Israel. Mesir yang menjadi negara tetangga Palestina juga tidak berkutik di bawah bayang-bayang Amerika Serikat dan sekutunya. Mesir sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Jalur Gaza seharusnya lebih kooperatif segera membuka pintu perbatasannya melalui Raffah agar sejumlah bantuan yang akan masuk, baik peralatan medis, obat-obatan, makanan, maupun relawan dari berbagai negara yang akan masuk lewat Jalur Gaza tidak menemui kendala. Berbagai pihak menyesali kebijakan Mesir yang melakukan buka-tutup gerbang Raffah seolah Mesir menganggap remeh penderitaan para korban. *** Kita memang harus menggelorakan hasrat kita untuk membantu perjuangan rakyat Palestina yang tengah tertindas. Minimal doa yang bisa kita sampaikan bisa menjadi salah satu upaya untuk memberi spirit warga Palestina yang tengah terluka. Bagaimanapun perang yang terjadi adalah perang yang tidak seimbang. Jika kita menilik sejumlah peralatan perang yang dimiliki kedua belah pihak, terlihat kejomplangan yang luar biasa. Selama ini sayap militer Hamas yaitu Brigade Assyahid Izzuddin Al Qassam ini masih mengandalkan sejumlah peralatan tempur seadanya walaupun sudah memiliki beberapa roket yang cukup canggih. Sementara pasukan Israel memiliki berbagai senjata modern ditopang teknologi canggih. Mereka memiliki tank Markava yang sudah terkenal hebat di dunia, pesawat tempur F16, heli tempur Apache, serta ribuan ton bom canggih buatan Amerika Serikat. Namun, hasil pertempuran selama ini tidak dapat diprediksi. Hingga kini negara penjajah tersebut kehabisan cara untuk bagaimana menguasai Jalur Gaza sehingga menargetkan kalangan sipil termasuk wanita dan anak-anak dalam setiap serangan. Namun, selalu saja muncul pertolongan Allah yang datang mengiringi pasukan mujahidin yang digambarkan Allah: ”Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu sekaligus meneguhkan kedudukanmu.”( QS 47:7) *** Perdamaian di antara dua negara tersebut tampaknya tidak mungkin kita sandarkan kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Setiap upaya diplomasi yang dilakukan beberapa negara dalam mencari solusi keamanan selalu menemui jalan buntu. DK PBB gagal menetapkan resolusi dan mengkriminalisasikan pelaku kejahatan perang Israel. Selalu saja negara-negara pembela keadilan bagi Palestina kalah oleh hak veto yang menjadi jurus kunci negara-negara adidaya. Kita juga tidak bisa menaruh kepercayaan kepada pihak-pihak yang tengah bertikai selama ini. Sebut saja gagasan perdamaian yang digagas dua kubu berseteru yakni Hamas dan Fatah di Palestina sendiri berakhir dengan antiklimaks, nihil. Entah harus berapa banyak lagi nyawa harus melayang untuk menjadikan negara Palestina merdeka, berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri.
  • 23. 23 Kini saatnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dan beberapa negara Islam lain bersatu lakukan langkah konkret untuk saudara-saudara kita yang teraniaya oleh zionis. Bukankah jauh sebelumnya pada 1962 presiden pertama kita Bung Karno di forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa sempat berkata: ”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang terhadap penjajahan Israel”. Pemerintah Indonesia harus proaktif melakukan diplomasi menggalang negara-negara nonblok dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk ikut peduli dan bertanggung jawab terhadap penderitaan rakyat Palestina. Jangan merasa sudah cukup hanya melakukan pengecaman terhadap aksi biadab Israel, tapi tidak melakukan langkah konkret dengan cara diplomasi internasional yang akurat dan nyata. Negara-negara Islam yang selama ini tidur juga harus menjadi garda terdepan mengambil langkah konkret dengan upaya menggalang negara-negara nonblok untuk menerjunkan pasukan perdamaiannya menjaga bumi Palestina agar Israel tidak senaknya meluncurkan roket perangnya ke wilayah Palestina. MASHURI NS Jurnalis SINDO TV
  • 24. 24 Belanda, Brasil, dan Leuser Ketika tim Oranje, Belanda, mengalahkan tim Samba, Brasil, di Estadio Nacional, Kota Brasilia, Sabtu (12/7/014) dengan skor 3-0, ingatan saya tiba-tiba tertuju pada kepedulian kedua negara tersebut dalam mengelola lingkungan hidupnya. Brasil adalah negara besar dengan luas lima kali Indonesia—mempunyai hutan tropis yang amat terkenal di Lembah Amazon. Berbagai cerita menakjubkan tentang hutan belantara Amazon ini sering kita lihat melalui film-film Hollywood. Bagi masyarakat dunia, Amazon adalah sebuah ”tempat konservasi flora fauna terbesar di dunia dengan megadiversiti yang luar biasa banyaknya. Sampai hari ini tiap tahun selalu ditemukan spesies baru di hutan Amazon yang luas tersebut. Di samping sebagai hutan konservasi yang menyimpan banyak kekayaan alam, Amazon juga berfungsi sebagai ”paru-paru planet bumi” terbesar di jagat ini. Dengan segala kebesarannya, Brasil dengan tim Samba adalah manifestasi dari sebuah negara yang punya tanggung jawab besar untuk menyelamatkan dunia dari deraan global warming dan peningkatan kadar gas karbon dioksida di atmosfer. Apakah ”manifesto” itu yang menyebabkan tim Samba menjadi kesebelasan elite dunia dan Brasil menjadi ”gudang” pemain-pemain bola terbaik di dunia? Wallahualam! Tapi, apa yang terjadi pada Piala Dunia 2014 di Brasilia? Tim Samba dari negeri besar ini ternyata dikalahkan oleh tim Oranje dari negeri liliput, Belanda. Luas negeri Belanda lebih kecil dari Jawa Barat. Sedangkan luas Brasil lima kali Indonesia. Apakah kekalahan itu terjadi karena Belanda lebih peduli pada alam, sedangkan Brasil tak memedulikannya? Entahlah! Inilah gambarannya: Kawasan hutan Amazon—hutan tropis terluas di dunia—kini mengalami kerusakan yang parah. Tiap tahun kerusakan hutan di Amazon mencapai 26.130 km persegi atau sekitar enam lapangan bola setiap menit. Hampir separuh kerusakan hutan itu terjadi di Negara Bagian Mato Grosso. Di Mato Grosso inilah terdapat ladang-ladang kedelai yang amat luas untuk pabrik susu (kedelai) dan produk lainnya. Di Mato Grosso industri kedelai telah merusak hutan secara ilegal. Kondisi itu masih terus berlangsung hingga sekarang. Lebih dari 70% hutan Amazon hilang pada 2004. Seterusnya luas hutan itu tiap tahun makin mengkeret. Banyak pihak menyalahkan kebijakan Presiden Lula da Silva yang terlalu ambisius untuk melaksanakan program perbaikan ekonomi. Atas nama mengurangi kemiskinan rakyat Brasil, Presiden Lula membuka sawah besar-besaran dan imbasnya menghancurkan hutan tropis Amazon.
  • 25. 25 Data-data terbaru menunjukkan kerusakan hutan hujan tropis Amazon meningkat hingga enam kali lipat. Citra satelit terbaru yang dirilis Institut Riset Angkasa Luar Brasil menunjukkan penggundulan hutan meningkat dari 103 km persegi di Maret dan April 2010 menjadi 593 km persegi dalam periode sama, 2011. Sebagian besar kerusakan hutan itu terjadi di negara bagian Mato Grosso, pusat pertanian kedelai di Brasil. Kini Brasil mengembangkan peternakan sapi besar-besaran, membuka lahan pertanian secara masif dan hasilnya, hutan basah Amazon pun terdegradasi secara sangat memilukan. Akibat itu, dunia menjerit. Paru-paru bumi Amazon yang kini porak-poranda jelas mengakibatkan temperatur bumi naik. Padahal, kenaikan suhu bumi 2 derajat Celsius saja bisa menyebabkan negara-negara pulau di Samudra Hindia dan Pasifik bisa tenggelam. Vanuatu, Karibati, dan Seychelles misalnya kini terus meradang karena wilayahnya makin hari makin terendam air laut. Lain Brasil lain pula Belanda. Negeri ”seribu” polder untuk mengamankan diri dari luapan air laut ini sekarang menyadari ”kesalahannya” dalam mengelola alam. Bendungan-bendungan raksasa di sepanjang pantai Belanda kini menjadi saksi bisu betapa negeri yang sepertiga wilayahnya berada di bawah permukaan air laut itu tak berdaya menghadapi alam. Permukiman dan pertanian di lahan hasil reklamasi itu ternyata biayanya amat mahal dan makin lama biayanya makin membumbung. Jika demikian, untuk apa bermukim dan bertani bila biaya untuk mengolah lahan itu terus membumbung? Di bawah master plan for nature yang berwawasan ke depan, pemerintah Negeri Kincir Angin itu membeli lahan hasil reklamasi ratusan ribu hektare dari penduduk untuk menghentikan perusakan lanskap Belanda. Saat ini sudah 240.000 hektare tanah pertanian hasil reklamasi disulap menjadi hutan, rawa, dan danau. Kebijakan tersebut mendapat dukungan Masyarakat Eropa (ME). ME menyaratkan setiap petani harus menyediakan 15% lahannya untuk mendukung kelestarian lingkungan jika ingin produk pertaniannya berkualitas dan diterima pasar Eropa. Belanda misalnya telah berhasil menghijaukan dan menghutankan wilayah Mijdrecht, 16 km selatan Amsterdam—sebuah wilayah reklamasi yang berada 6 meter di bawah permukaan laut. Wilayah Mijdrecht kini telah dikosongkan dan menjadi padang rumput, rawa, danau, hutan, dan lain-lain yang mendukung keasrian lingkungan. Negeri Belanda yang petani dan peternaknya menghasilkan produk pangan ”terbaik” di dunia kini mulai menyadari betapa pentingnya mengembalikan sebagian lahan pertaniannya untuk mendukung pembangunan ekosistem agar tidak merusak alam. Belanda—negeri kecil yang menyimpan pemain-pemain bola terbaik di dunia—juga giat ”mengalamkan” lahan-lahan pertanian rekayasa hasil reklamasinya. Tujuannya satu: sustainabilitas kehidupan rakyatnya terus berlangsung tanpa gangguan. Memang mahal, tapi bila dilakukan secara terprogram dan serius, hasilnya sangat bagus. Rakyat sehat, negara aman, dan bibit-bibit pemain bola mumpuni makin tumbuh karena makin banyak tanah lapang untuk latihan sepak bola.
  • 26. 26 Lalu, bagaimana Indonesia? Indonesia disebut sebagai negeri perusak alam. Mau lihat contohnya? Datanglah ke hutan lindung, kawasan konservasi, dan taman nasional. Di sana kita akan menemukan ”kerusakan alam” yang mengerikan. Hutan lindung sebagai penyelamat wilayah di sekitarnya, sebagian besar hancur. Perkebunan sawit dan alih fungsi hutan telah merusak hutan lindung yang amat berharga itu. Salah satu kawasan ”mahal” yang kini dirusak secara sistematis adalah Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di punggung Pulau Sumatera. Perusakan di kawasan ekosistem Leuser di wilayah Aceh misalnya diduga dilakukan secara sistematis, bahkan dilegalkan pemerintah. Status Leuser sebagai kawasan strategis nasional yang memiliki fungsi lindung diabaikan demi mewadahi kepentingan perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur lain (Kompas, 13/6/014). Kawasan lindung ekosistem Leuser menjadi tempat berbagai satwa endemis seperti badak sumatera, harimau sumatera, dan orangutan sumatera, dan lain-lain. Sementara gajah yang selama ini hidup aman di kawasan Leuser kini mulai ”keluar” dari habitatnya. Gajah-gajah itu kini sering ”perang” melawan manusia yang murka. Tentu saja, gajah kalah. Puluhan gajah dibantai dan diracun manusia. Hutan di Leuser, tempat tinggal gajah itu, kini rusak, bahkan hancur. Yang menghancurkannya adalah manusia yang mengatakan ingin membangun perekonomian negara. Padahal apa yang disebutnya ”ekonomi” bila menghancurkan alam sesungguhnya adalah ”degronomi”. Sebuah konsep ekonomi yang mendegradasikan dan merusak masa depan! HADI S ALIKODRA Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB
  • 27. 27 Siapkah Kita Menghadapi Perubahan? Lebih dari 30 tahun yang lalu, para futurolog sudah meramalkan ihwal yang kita alami hari ini. Alfin Toffler dengan Future Shock (1970) meramalkan bahwa di kemudian hari (yaitu: sekarang) manusia akan bergeser dari ihwal yang tahan lama (awet), ke ihwal yang instan. Mi instan adalah contohnya dalam bidang kuliner. Ada lagi ballpoint dan pembalut wanita yang sekali pakai buang. Prinsipnya sama semua yaitu Bispak-wang (habis pakai dibuang). Dalam bukunya yang lain, The Third Wave (1980), Toffler meramalkan revolusi teknologi informasi yaitu pengetahuan yang berkembang sangat cepat sehingga kehidupan manusia akan berubah bukan beberapa abad sekali (revolusi gelombang pertama: pertanian) atau beberapa tahun sekali (gelombang kedua: industri), tetapi revolusi akan terjadi setiap hari, padahal tidak ada revolusi yang tidak makan korban. Sementara Schumacher dalam bukunya, Small is Beautiful (1973), mengatakan bahwa preferensi manusia akan berubah dari yang serbabesar menjadi serbakecil. Perusahaan besar ambruk, digantikan dengan perusahaan kecil-kecil. Rusia bubar, muncul negara-negara kecil. Di Indonesia daerah-daerah terpecah-pecah menjadi lebih kecil-kecil. KB berubah artinya dari Keluarga Besar menjadi Keluarga Berencana (maksudnya: keluarga kecil). Futurolog lain, John Naisbitt dan istrinya, Patricia Abuderne, dalam buku mereka, Mega Trend 2000 (1991), meramalkan bahwa peran wanita akan berubah secara signifikan, manusia akan bertambah makmur, tetapi tidak bertambah bahagia (nepotisme, bunuh diri, penyalahgunaan narkoba dan sebagainya makin banyak). Agama akan hidup kembali, tetapi bukan menimbulkan kedamaian, melainkan justru menimbulkan eksklusivisme, radikalisme, kekerasan, dan konflik sektarian. Futurolog berikutnya (walaupun bukan yang terakhir) adalah Thomas L Freedman yang menulis buku berjudul The World is Flat (2005). Dia mengatakan bahwa orang sekarang bisa berhubungan dengan siapa saja di seluruh dunia secara langsung dengan real time dan data yang akurat, tanpa harus melalui pihak mana pun (pemerintah, pemimpin, organisasi, dan sebagainya). Cukup dengan Facebook atau Twitter dan sebuah handphone. Dengan begitu, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk maju. *** Para futurolog tersebut bukan nabi atau rasul yang bisa meramal karena mendapat wahyu Tuhan. Mereka orang biasa yang kebetulan berprofesi sebagai ilmuwan yang menggunakan dalil-dalil dan perhitungan-perhitungan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Pada 1974 dalam bukunya, The Tao Physics, seorang sarjana fisika bernama Fritjof Capra,
  • 28. 28 mengklaim bahwa dunia fisika modern mempunyai hukum-hukum yang paralel dengan mistik tradisional Timur Kuno. Yang dimaksud oleh Capra adalah temuan fisikawan Max Planck (penerima Hadiah Nobel Tahun 1918) dan kawan-kawannya bahwa atom, sebagai materi yang terkecil, masih bisa diuraikan lagi dalam bentuk energi yang dinamis sampai sebesar 1/80.000 tipisnya rambut (jembatan Shirathal Mustaqim saja serambut dibelah tujuh). Jadi, benda dalam bentuknya yang terkecil bukan berbentuk materi yang masif dan kaku, melainkan energi yang dinamis dan fleksibel. Ilmu fisika yang mempelajari energi-energi terkecil ini disebut quantum physics. Pandangan Capra kemudian mendorong para fisikawan untuk mengolah energi-energi itu sedemikian rupa sehingga bisa mengecilkan benda sampai 1/50.000 dengan mekanisme yang disebut sebagai teknologi nano (lebih kecil dari atom). Teknologi nano inilah yang kemudian memungkinkan para pakar untuk mengembangkan telepon cerdas (smartphone) yang hanya sebesar genggaman tangan, tetapi berisi berbagai features seperti telepon, texting (SMS, WA, BBM), kamera film dan foto, komputer, kalkulator, buku alamat, catatan-catatan, kalender, jam, dan masih banyak lagi, yang kalau dikumpulkan dalam ukuran aslinya bisa memenuhi sebuah hanggar pesawat udara. Revolusi teknologi lain adalah teknologi genome, yaitu teknologi genetika, yang memungkinkan manusia (melalui ilmu kedokteran) melakukan pencangkokan anggota tubuh, ovulasi dalam tabung (bayi tabung), memperpanjang usia harapan hidup, bahkan mungkin juga kloning manusia. Di bidang rekayasa tanaman, kita sudah menyaksikan semangka yang berbentuk kotak (agar lebih mudah dikemas dalam boks), jeruk tanpa biji, budi daya ikan, unggas, dan ternak sehingga manusia tidak perlu lagi berburu di alam liar dan sebagainya. Akhirnya terjadilah revolusi TI (teknologi informasi) yang memungkinkan hubungan antarpribadi bisa cepat dan akurat, massal, dan real time. Berdasarkan temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan itulah, para futurolog mengembangkan ramalan-ramalannya tentang perubahan pada masa yang akan datang yang hari ini sudah mulai kita rasakan. Siapa tahu pada masa depan kita bisa mudik Lebaran dengan memasukkan semua oleh-oleh yang mau dibawa ke dalam flashdisc sehingga kita tidak perlu bawa barang berat-berat. *** Pertanyaan kita sekarang, siapkah kita mengalami perubahan? Seperti telah diramalkan Nisbett dan Abuderne, manusia akan bertambah sejahtera, tetapi tidak bertambah bahagia. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), incest, narkoba, terorisme, bullying (sampai menyebabkan korban jiwa, termasuk anak sekolah dasar), dan sebagainya masih terus saja terjadi. Orang kemudian menyalahkan pada kurangnya pendidikan agama dan hilangnya pendidikan budi pekerti. Anggapan ini salah selama hanya dilakukan pada tingkat pengetahuan dan hafalan seperti yang selama ini dilakukan di sekolah- sekolah.
  • 29. 29 Apalagi agama. Kalau diajarkan secara rasional saja, justru akan menimbulkan fanatisme dan radikalisme. Jadi, yang kita perlukan sekarang adalah kesiapan mental untuk menghadapi perubahan-perubahan yang drastis seperti yang disebutkan di atas. Tetapi, siapkah kita menghadapi perubahan peran gender? Sebagai contoh, zaman sekarang kemajuan teknologi memberi peluang yang sama besarnya kepada perempuan dan laki-laki. Bahkan tidak jarang perempuan lebih sukses daripada laki-laki. Tetapi, pelajaran di sekolah dasar masih mengajarkan: ”Ayah pergi ke kantor, ibu pergi ke ..... pasar”. Padahal zaman sekarang ayah juga pergi ke pasar (maksudnya: pasar swalayan), tetapi masih banyak sekali ayah yang tidak mengizinkan istrinya bekerja, dan kalau sang istri bekerja dan lebih sukses, sang suami marah dan KDRT pada istrinya. SARLITO WIRAWAN SARWONO Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
  • 30. 30 Mengatasi Rumor Kerusuhan Ada kabar menakutkan saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilihan Presiden pada 22 Juli 2014. Kabar yang telanjur merebak itu menyebutkan kerusuhan besar bakal meletus di negeri ini. Bayangan mengenai kekerasan massa yang terjadi pada pertengahan Mei 1998 pun mencuat dalam ingatan. Pusat-pusat perbelanjaan dibakar. Penjarahan terjadi di mana-mana. Aparat keamanan negara lenyap bagai ditelan kekacauan yang berjalan sistematis. Massa yang bertindak anarki menyerang kelompok etnis minoritas. Ternyata kabar itu tidak terbukti. Jakarta, dan kota-kota lain, aman-aman saja. Kabar tentang kerusuhan yang tidak jelas sumber informasinya itu dinamakan rumor. Dalam bahasa sehari-hari disebut isu. Namun, rumor politik yang serba menyeramkan sehingga publik dicengkeram kecemasan itu, tidak gampang diredakan. Meskipun aparat negara telah menyiagakan ribuan pasukan dan pejabat pemerintah melontarkan pernyataan yang berupaya memadamkan kobaran kabar keliru tersebut, rumor itu justru menjalar semakin besar. Rumor bergerak sebagaimana bola api salju yang siap menelan siapa pun yang diterjangnya. Semakin bola api rumor itu berupaya dipadamkan, ironisnya, justru semakin berkobar-kobar. Merebaknya rumor politik yang menciptakan ketakutan itu juga tidak terlepas dari hasil hitung cepat (quick count) yang dijalankan lembaga survei. Ada lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, ada pula lembaga survei yang memenangkan Joko Widodo- Jusuf Kalla. Itulah peristiwa pertama dalam pemilihan presiden yang memperlihatkan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei terbelah menjadi dua kubu yang berlainan. Hasil hitung cepat lembaga survei itu dijadikan klaim menyatakan kemenangan. Jika rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU bertentangan dengan hasil hitung cepat yang dijadikan dasar pernyataan, ada potensi konflik politik dan hukum yang memang dapat meletup. Situasi Kerumunan Rumor merupakan fenomena yang terjadi dalam suasana kolektivitas, yakni situasi kerumunan manusia. Namun, kerumunan dalam konteks rumor bersifat sangat menyebar, melampaui geografi yang demikian luas. Inilah perbedaan yang kuat antara rumor dan demonstrasi yang berakhir anarki, misalnya. Demonstrasi terjadi dalam ruang geografis yang spesifik. Sementara itu, rumor tidak bisa dipastikan aspek jangkauan geografisnya. Terlebih lagi dengan kehadiran teknologi komunikasi dan informasi, rumor justru tidak gampang dijinakkan. Demonstrasi yang rusuh dapat dikendalikan oleh ratusan atau ribuan polisi terlatih. Namun,
  • 31. 31 rumor yang mengabarkan tentang kerusuhan tidak dapat dikendalikan oleh aparat negara yang sama. Rumor tidak mudah dijinakkan bukan saja karena alasan geografis, melainkan juga karena aspek psikologis yang ada di dalamnya. Seseorang akan mengingat dan menyebarkan rumor, demikian Paul B Horton dan Chester L Hunt (Sociology, 1964), menguraikan, apabila rumor itu mampu melepaskan, membenarkan, dan menjelaskan ketegangan-ketegangan yang dialaminya. Jadi, rumor memang terkait demikian kuat dengan tensi sosial yang terjadi. Semakin tinggi ketegangan sosial yang menimpa masyarakat, maka merebaknya rumor bisa diandaikan layaknya padang ilalang kering yang mulai terbakar pada sebuah bagian kecil. Seiring angin bertiup kencang, dengan sendirinya bagian-bagian yang lebih luas dari padang ilalang itu pun bakal hangus. Ketegangan akibat suhu politik yang terus memanas memang tidaklah mudah diturunkan. Di sinilah tensi dari individu-individu yang mengidentifikasi diri sebagai kelompok-kelompok sosial yang kemungkinan besar dijadikan sebagai objek dalam kerusuhan semakin meningkat. Merebak pula rumor bahwa kalangan etnis minoritas yang biasa menjadi sasaran amuk massa telah menyiapkan evakuasi ke Singapura. Berbagai aset bisnis yang mereka miliki pun sudah diasuransikan. Ini semua adalah langkah-langkah antisipasi yang sebenarnya rasional dilakukan. Pasalnya, harkat hidup manusia tidak boleh dikorbankan oleh hasrat berkuasa segelintir oknum. Namun pada sisi lain, kalau semua itu tersulut akibat rumor politik merupakan hal yang irasional. Suasana Ketidakpastian Rumor, sebagai informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, mampu merebak dengan kuat akibat suasana ketidakpastian yang terus merebak. Hasil hitung cepat yang berlainan menjadikan ketidakpastian politik meninggi. Penghitungan suara yang ditingkahi perilaku kecurangan juga memperkeruh suasana yang telah tidak pasti ini. Terlebih lagi pernyataan-pernyataan dari kalangan elite politik yang terlibat dalam pemilihan presiden makin menajamkan ketidakpastian karena masing-masing pihak telah menyatakan klaim kemenangan. Perbedaan seakan-akan semakin ditajamkan. Akan tetapi, rumor jelas- jelas bisa diredakan jika dikenali sejumlah karakteristiknya. Ada tiga sifat dasar rumor, ungkap John J Macionis (Sociology: 14th Edition, 2012). Pertama, rumor merebak dalam iklim sosial yang mengalami ketidak-pastian. Kedua, rumor bersifat tidak stabil. Dan ketiga, rumor sulit dihentikan. Pada sifat yang pertama ditunjukkan bahwa rumor terjadi karena masyarakat tidak memiliki informasi yang jelas dan dijamin kebenarannya pada pokok persoalan tertentu. Pada sifat kedua, rumor gampang sekali berganti-ganti karena setiap individu yang menerima rumor akan melakukan pemelintiran sesuai dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Pada ciri ketiga, rumor sulit diredam perluasannya karena setiap orang segera berkirim rumor dalam jejaring
  • 32. 32 sosial dengan menggunakan teknologi yang semakin canggih. Rumor tentang kerusuhan, ternyata, mampu diatasi dengan sejumlah langkah. Pertama, negara memberi jaminan keamanan bagi setiap warga. Bukan hanya melalui pernyataan, melainkan juga langkah-langkah nyata. Kedua, aparat keamanan disiagakan dengan melakukan gelar pasukan secara kontinu. Ketiga, masing-masing calon presiden-wakil presiden selalu mengimbau kepada para pendukungnya untuk tidak mengerahkan massa dan menerima keputusan politik apa pun yang terjadi. Keempat, pihak media massa mampu menyajikan pemberitaan yang benar-benar telah dikonfirmasi, sehingga masyarakat bisa mendapatkan kepastian informasi. ● TRIYONO LUKMANTORO Dosen Sosiologi Komunikasi, FISIP Universitas Diponegoro Semarang
  • 33. 33 Mudik, Kerinduan & Kematian Jauh sebelum Lebaran tiba orang-orang yang akan mudik dari Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia dengan perasaan berbunga-bunga telah merencanakan pulang kampung. Ada pijar-pijar nostalgia, binar-binar kerinduan, dan gebyar hasrat temu kangen dengan ayah ibu, keluarga, dan kerabat di kampung halaman. Mereka akan saling lepas rindu, bersilaturahmi, dan berlebaran di kampung halaman tercinta. Untuk keperluan mudik sebagian mereka mulai menyervis mobil pribadi untuk membawa istri dan anak tersayang ke kampung halaman. Sepeda motor pun dipersiapkan untuk mudik dengan menempuh jarak yang jauh. Sebagian pergi ke tempat-tempat penyewaan mobil untuk menyewa mobil. Sebagian lagi memesan tiket pesawat, kereta api, atau bus untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga. Pelayanan pemesanan tiket pesawat dan kereta api dipermudah karena dapat dilakukan melalui internet secara online. Mudik Lebaran adalah siklus ritual tahunan. Mengapa harus mudik? Jawabannya sangat simpel. Karena ia telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Tradisi Lebaran (dengan segala kebiasaan mudiknya) sebenarnya merupakan tradisi khas Melayu (Indonesia dan Malaysia). Di negara-negara Arab di Timur Tengah, Idul Fitri tidak begitu meriah dirayakan. Yang dirayakan secara besar-besaran adalah Idul Adha karena waktunya terkait dengan upacara pelaksanaan ibadah haji. Di Indonesia, mudik Lebaran dilakukan karena banyak orang Islam ingin berlebaran di kampung halaman, bersilaturahmi, bersyawalan, memohon maaf kepada orang tua, bermaafan dengan keluarga, sanak saudara, dan kerabat. Tradisi mudik itu bagus. Sebenarnya, ajaran bermaafan dalam Islam tidak harus dilakukan pada saat Lebaran. Segera setelah seorang muslim membuat kesalahan, ia wajib minta maaf kepada orang yang terkena kesalahan. Untuk memberikan fasilitas, kelancaran, dan kenyamanan kepada para mudik, menjelang Lebaran pemerintah memperbaiki jalan-jalan yang rusak dengan mengeluarkan dana besar. Jalan-jalan di pantai utara Jawa, misalnya, diperbaiki agar para pengguna kendaraan dapat mengendarai kendaraan mereka dengan enak, nyaman, dan aman. Disediakan pula pos- pos pemberhentian dan peristirahatan agar para pengendara dapat beristirahat atau tidur sekadarnya agar segar kembali untuk meneruskan perjalanan. Disediakan kereta api untuk mengangkut kendaraan roda dua ke kota tujuan sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada para pemudik. Pelayanan kesehatan juga disediakan di tempat-tempat tertentu untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang perlu mendapat bantuan medis. Biasanya, sejak H-7 Lebaran dan beberapa hari sesudahnya, prosesi mudik menggeliat dan meningkat. Stasiun kereta api, terminal bus, bandara, dan pelabuhan dipadati para pemudik dari pagi sampai malam hari.
  • 34. 34 Situasi menjadi rentan dan mudah menyulut emosi kemarahan yang dibalut perasaan kesal dan kelelahan. Terjadi penumpukan penumpang di bandara, stasiun kereta api, dan terminal bus. Para penumpang berjubel di kapal laut sehingga ada orang tua dan anak kecil pingsan akibat saling desak antarpenumpang. Jalur Nagrek dan Pantura, misalnya, dipenuhi kendaraan sehingga lalu lintas terlihat padat merayap. Pemandangan yang sama terlihat pula ketika arus balik terjadi pada beberapa hari setelah Lebaran. Situasi semacam ini dengan segala kompleksitas permasalahannya berulang lagi setiap tahun pada saat arus mudik dan arus balik di musim Lebaran. Mudik Lebaran bisa dipandang sebagai obat yang bisa mengobati kerinduan seseorang atau sekelompok orang terhadap orang tua, keluarga, sanak saudara, dan kerabat yang sudah (cukup) lama tidak saling jumpa. Mudik dapat dipandang sebagai obat kerinduan seseorang atau sekelompok orang terhadap kampung halaman itu sendiri, kampung halaman tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, kampung halaman tempat mereka bermain dan bercanda bersama saudara dan kawan di masa kecil. Dewasa ini mudik Lebaran bukan lagi sekadar tradisi, tapi sudah menjadi nostalgi, obsesi, dan bahkan ilusi yang mempertaruhkan segalanya. Tak jarang orang harus hutang dulu untuk kebutuhan mudik. Tak jarang orang harus menyewa mobil untuk kepentingan mudik. Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan demi keperluan mudik, kurang diperhitungkan secara ekonomis. Yang penting, mudik harus dilakukan dan bayar hutang kemudian. Berapa ratus kilometer jarak yang harus ditempuh kadang-kadang tidak dipertimbangkan. Sadar atau tidak, nyawa pun dipertaruhkan demi memenuhi obsesi dan ilusi mudik. Tahun lalu (Lebaran 2013), Kabagpenum Mabes Polri Kompol Agus Rianto di Jakarta memberikan data kecelakaan dan korban yang terjadi sejak dilakukannya Operasi Ketupat pada H-7 sampai dengan H+7. Korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia dan luka- luka adalah sebagai berikut: 719 orang tewas, 1.184 luka berat, dan 4.326 luka ringan. Adapun kendaraan yang mengalami kecelakaan: mobil penumpang (858), mobil barang (358), bus (194), kendaraan tidak bermotor (129), dan kendaraan khusus/pribadi (20). Kabagpenum mencatat, bagian terbesar kecelakaan didominasi oleh sepeda motor (4.159). Kecelakaan disebabkan oleh faktor kelelahan mental-fisikal (terutama pengendara sepeda motor) yang menempuh jarak jauh (sampai ratusan kilometer), melanggar batas kecepatan, dan tidak menjaga jarak. Kendaraan yang tidak laik pakai dan human error juga menyumbang bagi terjadinya kasus kecelakaan. Kabagpenum Mabes Polri mengklaim, tingkat kecelakaan dan jumlah korban pada Lebaran 2013 turun dibanding dengan jumlah korban dan kecelakaan pada Lebaran 2012. Tapi jelas jumlah kecelakaan pada musim Lebaran tahun 2013 di atas yang mengakibatkan 719 orang tewas, 1.184 orang luka berat, dan 4.326 orang luka ringan adalah angka yang masih tinggi. Ini bukan korban konflik SARA, perang suku, atau perang saudara, tapi tragedi
  • 35. 35 pembunuhan dan kematian sia-sia di jalan raya saat arus mudik dan arus balik Lebaran. Keceriaan Lebaran seharusnya identik dengan nuansa kegembiraan, bukan identik dengan pembunuhan. Semoga angka kecelakaan kendaraan, korban luka, dan kematian pada arus mudik dan arus balik Lebaran 2014 jauh lebih menurun lagi. ● FAISAL ISMAIL Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • 36. 36 Berpuasa Lahir Batin Berpuasa itu hidup dalam pencegahan dan pembatasan. Kita sibuk mencegah keinginan agar kita yang menjadi ”raja” dan keinginan kita kendalikan. Berpuasa juga berarti bahwa kita sibuk membuat pembatasan-pembatasan. Apa yang boleh dilakukan pada bulan-bulan lain dilarang pada bulan puasa. Apa yang halal pada bulan-bulan lain haram pada bulan puasa. Kita tak mengeluh menghadapi pembatasan. Kita sibuk membuat batas-batas terhadap diri kita yang boleh jadi tak mengenal batas. Kemampuan membatasi diri itu tanda bahwa kita berkuasa dan bahwa diri kita tak dikuasai keinginan dan nafsu-nafsu yang cenderung tak pernah merasa cukup. Berpuasa mengajarkan apa yang cukup itu betul-betul cukup. Di dalam kebudayaan Jawa, terutama Jawa zaman dahulu, Jawa ortodoks, Jawa asli, dan tak terpengaruh warna-warni kebudayaan lain, berpuasa itu menjadi kebajikan sosial, sekaligus keutamaan moral, yang disepakati di dalam masyarakat, menjadi konsensus bersama tanpa dipaksakan. Mereka yang tak pernah bisa melakukannya merasa malu secara sosial, malu pada yang bisa melakukannya, dan malu pada orang banyak. Ada sejenis asketisme yang berhubungan dengan dunia lain, mungkin seperti disebut Weber dengan nama ”other worldly ascetism”, sejenis kesalehan langit, yang mengesankan bahwa warna religious dalam budaya begitu kuat. Tapi, sebutan kesalehan langit mungkin menjadi tidak terlalu tepat karena kesalehan- kesalehan dan cara hidup yang penuh pembatasan diri itu–Ben Anderson menyebutnya usaha ”mengecilkan diri”–pada kenyataannya menjadi begitu jelas ditujukan untuk ”membesarkan diri”. Puasa di dalam kebudayaan Jawa lebih berat dibandingkan dengan puasa yang kita kenal dalam Islam. Makna ”cegah dahar lawan guling”, mencegah makan dan tidur, dalam pelaksanaannya sungguh tidak mudah, tak semudah mengidungkannya ketika ajaran itu baru berupa kidung ”kinanthi” yang enak dinyanyikan. Mencegah atau membatasi makan mungkin tak menjadi masalah. Tetapi, mencegah tidur jauh lebih berat. Apalagi bila harus dilakukan dalam tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam, bahkan ada yang sampai mencapai empat puluh hari empat puluh malam, sebagaimana dibakukan di dalam tradisi asketisme yang sekarang barangkali sudah punah dan ditinggalkan orang. *** Asketisme Jawa bukan hanya ”cegah dahar lawan guling” tadi. Dalam hidup sehari-hari, asketisme mengajarkan agar kita selalu tampil bersahaja, hidup sederhana, menjauhi
  • 37. 37 kemewahan dan apa yang glamor. Kita diajarkan ”manganggoa sawatawis”, berpakaian sederhana, yang mengesankan bersahabat, dan tidak sombong pada siapa pun. Kecuali itu kita juga diminta ”ojo pijer sukan-sukan”, agar menjauhi hidup berfoya-foya, pesta-pesta meriah, alasannya: ”olo wateke wong suko” senang-senang itu jelek karena ”nyudo prayitnaning batin” batin menjadi lalai akan kewajiban mengabdi atau beribadat pada Tuhan. Senang-senang tak memberi dukungan, bahkan menghalangi kehendak jiwa untuk hidup dalam asketisme yang mulia itu. Bersenang-senang atau berfoya-foya itu bukan hanya semata-mata pemborosan, melainkan juga merusak jiwa. Pemerintah Orde Baru pernah menyadari bahwa korupsi sudah terlalu merajalela dan para pejabat hidup kelewat mewah. Istri-istri mereka yang sombong itu menjadi lebih sombong karena ikut berkuasa. Para istri itu juga kelewat sering belanja secara berlebihan di luar negeri dan minta tiket gratis pada Garuda. Selebihnya mereka menyelenggarakan pesta-pesta perkawinan buat anak mereka dengan menghambur-hamburkan uang yang tak diragukan lagi uang negara ikut ”hanyut” ke dalamnya. Pejabat yang berpesta itu sudah– setidaknya sebagian– menggunakan uang negara dan para pejabat lain yang menyumbang pun tak mustahil menyumbang dengan menggunakan dana negara, dari apa yang namanya dana taktis, dana tak terduga, dan sebutan lain, yang mereka bikin sendiri untuk menghalalkan korupsi yang mereka tradisikan sebagai sesuatu yang tak perlu dicela, apalagi dikutuk. Bagaimana ajaran semulia itu tak bisa dilaksanakan dalam hidup untuk mewujudkan kebajikan langit di bumi ini? Mengapa ada jarak begitu jauh antara ajaran dan tindakan? Mengapa kemunafikan dipelihara dengan sebaik=baiknya, melalui anjuran-anjuran ”hidup sederhana”, yang digembar-gemborkan pemerintah melalui media massa, tetapi diam-diam dilanggar di dalam kehidupan dunia hitam yang terlindung dari pandangan hukum dan penegak hukum? Tokoh-tokoh dunia rohani berteriak-teriak dan mengutuk tindakan itu dari rumah ibadah. Tapi, apa artinya teriakan dari sana, yang berhenti pada teriakan, tanpa tindakan hukum dan penegakan hukum secara nyata? Dari dulu kemunafikan kita memang menonjol. Kita berbicara agama, moral, kemanusiaan, dan keadilan, tapi tindakan kita melawan secara frontal semua dalil rohaniah itu. Itu dahulu. Mungkin itu sudah menjadi bagian dari sejarah moralitas sekaligus sejarah politik yang munafik dalam rezim Orde Baru yang otoriter. Reformasi tampak terburu-buru ingin menutup semua itu dari ingatan dan tak hendak menjadikannya kenangan. Ada pula yang sok bijaksana yang menyarankan biarlah yang lalu berlalu. Jangan lagi kita melihat ke belakang. Kita diminta melihat hanya ke depan, membaca prospek kehidupan kita yang begitu lama terkoyak-koyak kemunafikan dan keserakahan manusia akan harta benda dan kekuasaan. Ada pula yang menambahkan unsur wanita di dalam tiga ”ta” yang terkenal: harta, tahta, wanita. Ini pun buatan mereka sendiri, yang segera mereka langgar dengan terang-terangan.
  • 38. 38 Reformasi, dengan segenap semangat, hendak membikin hancur luluh semua itu dalam masa pendek. Apa hasilnya? Keadaan kita lebih baik karena ada bukti-bukti nyata bahwa saat ini kehidupan politik didominasi oleh begitu banyak partai politik Islam? Kita lebih saleh dan lebih mampu berpuasa secara khusyuk, tulus, dan ikhlas, hanya semata kepada Allah karena tokoh-tokoh kita di parlemen, ”berapa” pun ”komisinya”, para tokoh Islam yang dahsyat itu yang berkuasa, yang bicaranya bisa mengguncang tugu Monas, dan menggetarkan dinding- dinding beton Istana. Kita bangsa yang saleh? Kita tokoh-tokoh dan orang-orang beragama, yang mampu memberi teladan mulia pada rakyat biasa? Kita tokoh-tokoh rohaniah, yang tak doyan harta yang bukan milik kita? Kita politisi berbasis agama yang hidup lurus, semata mengabdi kebenaran, demi kemuliaan Allah? Kita hidup damai, dan menjauhkan diri dari menyalahkan orang lain, dan menganggap pihak lain kafir, dan hanya kita kekasih Allah? Apakah berpuasa pada Ramadan tahun ini membuat kita menjadi orang muslim yang benar- benar muslim, yang jauh dari kejahatan kemanusiaan terhadap sesama manusia? Apakah kita sudah bisa berpuasa dengan niat semata untuk Allah, dengan puasa lahir maupun batin? ● MOHAMAD SOBARY Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email: dandanggula@hotmail.com
  • 39. 39 Puasa dan Purifikasi Bangsa Tidak terasa, umat Islam di Indonesia telah memasuki sepuluh hari terakhir pada Ramadan 1435 H. Bulan puasa yang penuh berkah, nikmat, dan ampunan terasa sangat cepat berlalu hingga tinggal tersisa beberapa hari saja. Padahal kita mungkin merasa belumlah beramal apa-apa. Sementara kita pun tak akan pernah bisa menjamin bahwa ini bukan Ramadan terakhir kita. Saya selalu teringat, setiap kali bulan puasa hadir kiai di kampung saya di Kebumen selalu bertutur tentang seorang Majusi yang menghukum putranya. Apa pasal? Karena, putranya tersebut makan dan minum secara terbuka di area publik. Kiai saya kembali bertutur, betapa seseorang yang menghormati, gembira akan datangnya Ramadan, baginya pahala yang luar biasa besarnya. Apalagi jika seseorang berkenan mengekang diri dalam lapar dan dahaga di teriknya siang dan menenggelamkan diri dalam ibadah malam yang panjang. ”Ghufirolahu maa taqoddama min dzanbih”, begitu jaminan Tuhan, diampuni dosanya yang telah lalu. Puasa sungguh adalah sebuah anugerah teramat berharga bagi umat muslim. Begitu besarnya anugerah pada bulan puasa itu sehingga banyak orang saleh yang berharap setiap bulan dalam rentang satu tahun itu adalah bulan puasa. Puasa itu, sebagaimana Allah firmankan, disyariatkan bagi orang beriman agar menjadi pribadi yang bertakwa. Puasa adalah laku priyatin bagi umat Islam, laiknya kawah candradimuka yang menempa kehidupan orang-orang beriman dan membakar segala gejolak nafsu yang rendah untuk menjadi pribadi yang bertakwa (la’allakum tattaquun). Meminjam istilah biologi, puasa laiknya sebuah proses metamorfosis. Kita dari ulat yang rakus menjadi kupu-kupu indah yang mencerahkan. Puasa mempurifikasi diri kita, menjernih-sucikan manusia dari syahwat dunia, menjadi sosok hamba yang membawa rahmat bagi seluruh alam dengan cahaya iman dan takwa. Derajat takwa yang sejati akan tampak dalam setiap desah nafas dan lelaku langkah kehidupan seseorang. Tidak sekadar ketika ia beribadah, tapi juga ketika seseorang bekerja dan beraktivitas keseharian. Ketakwaan akan memandunya untuk berlaku sesuai sistem nilai agama yang dianutnya, termasuk dalam menjalani reriuh kehidupan berbangsa dan bernegara. Puasa di Tengah Pesta Puasa pada 1435 H ini, bagi bangsa Indonesia, sesungguhnya adalah puasa yang sangat istimewa karena ditunaikan saat bangsa kita sedang berpesta demokrasi untuk memilih calon RI 1. Di pundak putra terbaik bangsa inilah, Indonesia lima tahun ke depan diamanahkan. Meskipun konon adalah sebuah pesta, pilpres yang menyandingkan dua pasang calon ini laiknya ”kurusetra” yang tidak hanya melibatkan elite partai dan tim sukses pendukung
  • 40. 40 capres. Simpatisan dan masyarakat luas pun ikut terimbas oleh tingginya tensi demokrasi ini sejak masa kampanye dimulai. Meski akhirnya tahapan pemungutan suara telah terlaksana dengan aman dan damai, ternyata ”kurusetra ” politik ini belum berakhir. Situasinya sangat tidak sehat karena memaksa alam pikir masyarakat kita untuk mengalami apa yang disebut Leon Festinger sebagai disonansi kognitif. Ruang batin publik pun seakan terganggu karena informasi yang tidak sinkron, simpang siur, dan centang-perenangnya. Celakanya, media massa, baik cetak maupun elektronik hingga media sosial, pun turut memanaskan situasi ini. Kondisi ini, prognosisnya masih akan berlangsung setidaknya hingga KPU menetapkan pemenang Pilpres 2014. Jika masih ada pihak yang merasa belum puas karena memandang ada ketidakadilan dan kecurangan, sengketa pemilu ini mesti berakhir di persidangan Mahkamah Konstitusi. Artinya bahwa situasi panas ini mungkin belum akan berakhir. Massa pendukung yang telah terpapar opini bahwa capres mereka adalah korban (victim) dari kecurangan pemilu yang masif dan sistematis sehingga harus kalah dalam pemilu tentu tidak begitu saja menerima kekalahan di ujung laga. Fanatisme buta dan ikrar berani mati membela capres pujaan tentu bisa menjadi benih-benih kerusuhan. Hanya butuh tersulut dengan provokasi ringan untuk bisa meletup membesar. Kita tentu sama sekali tidak berharap situasi ini menyandung demokrasi kita. Situasi ini justru ujian bagi kedewasaan dan kesantunan masyarakat Indonesia dalam berpolitik dan berdemokrasi. Oase Ramadan Adalah anugerah teramat besar ketika melalui tangan KPU, Allah mentakdirkan Pemilu 2014 ini terjadi pada Ramadan ketika sebagian besar rakyat Indonesia tengah menunaikan ibadah puasa. Ramadan sungguh selaksa oase di tengah panasnya sahara perpolitikan di republik ini. Tensi dan dinamika psikologi sosial yang cenderung meninggi semoga kembali bisa turun tersebab mata air Ramadan yang menyejukkan. Betapa tidak? Karena sesungguhnya puasa (ash-shiyaam) bisa dipahami dengan terminologi kunci al-imsaak. Secara bahasa, ia berarti menahan diri dari melakukan suatu perbuatan seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya. Sedangkan secara syar’i, shaum bermakna menahan diri dari sesuatu yang membatalkan satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan niat dan syarat tertentu. Tentu saja kita tidak ingin puasa kita terjerembab pada puasa yang Rasulullah kisahkan bahwa betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak beroleh hikmah pahala, kecuali lapar dan dahaga belaka. Apa pasal? Jikalau sekadar menahan lapar dan dahaga, barangkali itu soal biasa. Namun, menahan dan mengontrol diri dari melakukan perbuatan tercela tentu bukan soal yang sederhana. Meminjam Al-Ghazali, sekadar berpuasa dalam level awam (shaumul ‘am), sekadar mengendalikan pancaindera dan organ tubuh dari perbuatan yang sia-sia, apalagi
  • 41. 41 perbuatan dosa, terkadang pun kita belum mampu. Tapi, justru inilah yang sedang dilatihkan Tuhan melalui laku priyatin dalam super-training bernama puasa. Dalam konteks pilpres, semua pihak yang sama-sama mendamba kemenangan semestinya belajar menahan diri untuk tidak terjerumus dalam perbuatan bodoh yang mencederai demokrasi. Dimulai dari setiap diri, baik itu massa pendukung, tim sukses, maupun kandidat yang tengah berlaga. Tanggung jawab terbesar tentu akan berada di pundak para kandidat capres dan cawapres karena sejatinya mereka figur yang suara dan titahnya paling didengar, diikuti para pendukungnya. Ibarat salat, para jamaah dan makmum hanya akan sami’na waatho’na (mendengar dan taat) kepada imam sahaja. Sangat indah apabila putra terbaik bangsa tersebut memberikan pernyataan yang sejuk dan meneduhkan sebagai panduan bijak para pendukungnya. Bukan sebaliknya, memberikan pernyataan provokatif yang membakar para pendukung untuk memberlakukan hukum perang, berbuat onar, rusuh, serta membela mereka mati-matian untuk beroleh tahta dan kuasa. Sangat bijak apabila para kandidat memberi teladan positif kepada pendukungnya. Menerima dengan legawa dan besar hati, apa pun kehendak rakyat yang tertuang dalam real count KPU sebagai lembaga berwenang. Seandainya terjadi sengketa, izinkan instrumen hukum bernama MK yang bekerja menjadi pengadil yang seadil-adilnya. Kawal, bantu, dan doakan KPU dan MK jujur mengemban amanah konstitusi ini. Tentu para kandidat capres dan cawapres adalah negarawan sejati yang tidak berkehendak melihat sesama anak bangsa bertikai dan berseteru membela mereka. Sesungguhnya kita sesama anak bangsa yang berharap Indonesia menjadi lebih baik meski dengan ijtihad politik capres pilihan yang barangkali berbeda. Kita semua adalah saudara yang dinaungi merah putih Indonesia yang sama, bukan musuh yang harus saling mengalahkan dan menghancurkan. Semestinya kita terjaga bahwa seteru sejati kita adalah sama, imperialisme modern yang berkehendak menjajah dan menguasai kekayaan alam Indonesia. Bukankah Indonesia adalah negeri teramat kaya yang diincar imperialis manapun dengan cara apa pun dan bagaimana pun. Kita patut waspada bahwa musuh bersama (common enemy) inilah yang sesungguhnya bermaksud melemahkan Indonesia, menebar ”jebakan batman”, melakukan intervensi, mengadudomba, dan memecah belah kita. Saatnya kita terjaga, bahu-membahu, dan membisik bangun kebersamaan untuk menjaga amanah besar bernama Indonesia raya tercinta. Puasa ini semoga men-tarbiyah (mendidik) kita untuk lebih bertakwa sehingga lebih bijaksana menjaga negeri ini kini, esok, dan nanti. Izinkan puasa mengajari kita lebih bijaksana menahan diri, mempurifikasi diri kita dari noda berbangsa, meliberasi kita dari amarah, nafsu, dan keserakahan. Siapa pun yang menang, semoga bisa merangkul semua elemen bangsa, tetap rendah hati, dan mampu menahan diri untuk tidak ‘umuk’ (omong besar). Sementara yang kalah, semoga mampu bersabar dan berbesar hati, menahan diri untuk
  • 42. 42 tidak ngamuk, berbuat onar, maupun rusuh. Sambutlah hasil pemilu dengan sukacita, laiknya menyambut hari raya Lebaran, sukacita kemenangan dengan saling memaafkan, bukan ketakutan, hingga harus mengurung diri di rumah. Siapa pun presiden yang menang sungguh adalah kemenangan bersama seluruh rakyat Indonesia. Adalah tugas kita bersama untuk senantiasa mendukung dan ”menyengkuyung” agar bisa menjaga amanah menyejahterakan Indonesia hingga menjadi negeri yang hebat bermartabat. ● ACHMAD M AKUNG Dosen Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang
  • 43. 43 Berpuasa di Mekkah Al-Mukarramah Islam itu di mana pun dan kapan pun adalah agama rakyat. Ada sedikit protokoler, tetapi tidak primer. Agama yang sangat populis dan bersemangat egaliter. Coba pada Ramadan ini datang dan lihatlah suasana di Masjidilharam di Mekkah al- Mukarramah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsha di Yerusalem. Masjid yang terhampar sangat luas dan besar itu dari ujung ke ujung, dari sudut ke sudut, dipenuhi orang dari seluruh penjuru dunia yang bisa tidur di dalam masjid seenaknya. Mereka hanya bangun untuk salat dan setelah itu kembali tidur lagi. Pada Ramadan perilaku seperti itu dibiarkan saja karena sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun dan dari abad ke abad. Berpuasa Ramadan di Mekkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah memang sangat mengesankan. Meski Masjidilharam sedang mengalami renovasi dan pembangunan besar- besaran sejak dua tahun terakhir ini, kesemarakan bulan Ramadan di sana tetap terus terpancar terpendar-pendar bagaikan mercusuar. Jamaah umrah dari seluruh dunia semakin membeludak membanjiri Kota Suci (al-Haram), Mekkah dan Madinah. Beberapa orang menyatakan kesaksiannya bahwa pada sepuluh ketiga pada Ramadan jumlah jamaah umrah di Masjidilharam hampir menyamai jumlah jamaah haji di musim haji. Tak heran jika harga sewa hotel di Mekkah pada sepuluh hari terakhir pada Ramadan mahalnya berkali-kali lipat dibandingkan dari hari-hari biasa. Sebuah kamar kelas junior suite sebuah hotel berbintang lima di samping Masjidilharam bahkan dipatok USD10.000 semalam. Harga kamar kelas eksekutif sedikit di bawah itu. Kamar-kamar hotel dan penginapan-penginapan lain yang lebih sederhana habis dipesan dan full booked jauh-jauh hari sebelumnya. Tetapi unik dan hebatnya harga-harga makanan dan minuman yang sifatnya konsumsi tidak mengalami kenaikan yang signifikan sebagaimana akomodasi. Sempitnya ruang (space) Mekkah dengan pusatnya Masjidilharam barangkali yang menjadikan tingginya biaya akomodasi di sana. Secara fisik suasana di Masjidilharam sekarang ini kurang nyaman. Bukan hanya ada ribuan pekerja yang siang-malam melakukan pembangunan atau renovasi Masjidilharam besar-besaran di sana, melainkan juga tampak terlihat ada ratusan alat-alat berat yang ada di lantai dalam dan luar masjid. Bahkan juga ada ratusan (bukan puluhan!) mesin jungkit di atap atap masjid yang terus beroperasi siang-malam tanpa berhenti melakukan aktivitas pembangunan. Bisa diduga, meski tidak kelihatan, debu beterbangan di mana-mana. Untung saja ribuan petugas kebersihan selalu siap sedia di setiap sudut dan jengkal masjid untuk selalu mengepel membersihkan debu di lantai dan sampah-sampah kotoran lainnya. Dalam soal yang satu ini kita angkat topi dengan kesigapan pemerintah menjaga kebersihan demi keanggunan
  • 44. 44 Masjidilharam tersebut. Demikian juga secara fisik. Pemerintah Arab Saudi memang all out untuk membangun infrastruktur fisik dan sumber daya manusia untuk melayani jamaah haji dan umrah yang sangat besar itu. Bangunan-bangunan lama di sekitar masjid diruntuhkan untuk menampung dan menata bangunan-bangunan baru akibat dari gerak perluasan masjid. Jalan-jalan layang, jalan-jalan bawah tanah, dan terowongan terus bertambah di segala jalan dan penjuru sekitar masjid. Meski sedang ada renovasi besar-besaran, suasana Masjidilharam tetap khas. Berbuka puasa bersama di masjid sungguh sangat nikmat. Ada banyak sekali dermawan yang menyediakan buka puasa bagi seluruh jamaah yang mencapai ratusan ribu orang itu. Saya tidak tahu pasti bagaimana mengorganisasi dan mengatur jadwal para dermawan memberikan buka puasa sepanjang bulan Ramadan di Masjidilharam dan Masjid Nabawi. Yang pasti setiap buka puasa makanan itu tersedia di masjid. *** Mengapa menginjak sepuluh ketiga atau sepertiga terakhir Ramadan jumlah jamaah umrah menjadi begitu sangat besar? Space Kota Mekkah menjadi sangat kecil untuk menampung jamaah umrah pada akhir Ramadan. Tradisi semacam ini memang sudah berlangsung sejak dulu kala, tetapi menjadi semakin dramatis beberapa puluh tahun terakhir. Tak heran jika umrah pada akhir Ramadan ongkosnya beberapa kali lipat umrah hari biasa, bahkan tiga atau empat kali lipat dengan ongkos umrah awal dan pertengahan Ramadan. Umrah pada Ramadan, apalagi di sepertiga terakhir Ramadan, yang semula dimaksudkan agar lebih serius dan khusyuk, kini dengan semakin ramainya para jamaah umrah semakin sulit diwujudkan. Suasana Mekkah di sepertiga terakhir Ramadan terlalu penuh sesak, ramai, dan mahal. Tetapi, tetap saja jamaah berdatangan ke Mekkah untuk berumrah, apalagi diajarkan bahwa umrah pada Ramadan itu kebaikannya sama dengan haji. Orang juga pergi umrah pada Ramadan sekalian berusaha mendapatkan anugerah lailatulkadar yaitu malam pada Ramadan yang kebaikannya melebihi seribu bulan itu. Kapan persisnya lailatulkadar itu diturunkan oleh Allah SWT? Tidak ada seorang pun yang bisa memastikannya. Tetapi, Nabi Muhammad SAW memberikan beberapa petunjuk yang bersifat indikatif, tanda-tanda, atau isyarat. Pertama, lailatulkadar diturunkan pada satu malam di tanggal-tanggal sepuluh terakhir Ramadan. Maka itu, sepuluh malam terakhir itu jangan dilewatkan untuk salat, berdoa, tadarus, itikaf, dan ibadah lain. Jika dalam sepuluh malam itu seseorang beribadah secara intensif dan ekstensif, pastilah akan mendapatkan lailatulqadar. Kedua, lailatulqadar diturunkan pada malam-malam ganjil di sepuluh terakhir Ramadan. Mungkin malam 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadan. Ketiga, ada dikatakan bahwa malam lailatulqadar itu jatuh pada malam tanggal 27 Ramadan. Ada juga diriwayatkan bahwa tanda-tanda pada malam lailatulqadar antara lain malam itu suasana sangat tenang dan hening, langit tampak jernih dan bening, bulan bersinar sangat terang,
  • 45. 45 angin bertiup sepoi-sepoi, pepohonan pun tenang dengan daun-daun yang tidak bergerak banyak, dan lain-lain. Di Masjidilharam (Mekkah al-Mukarramah) sebagaimana juga di Masjid Nabawi (Madinah al-Munawwarah) dan Masjid al-Aqsha (Baitul Maqdis, al-Quds, Yerusalem) pada sepuluh malam terakhir Ramadan itu diselenggarakan, sebut saja, salat qiyamullail di samping salat tarawih. Tarawih diselenggarakan seusai salat isya sebanyak 20 rakaat dengan dua rakaat salam. Pada malam-malam itu jamaah salat tarawih membeludak bukan hanya sampai halaman masjid, melainkan sampai jalan-jalan raya di belakang Hotel Hilton, belakang Hotel Intercontinental, dan jalan belakang hotel atau tower Jam Zaman! Bahkan jamaah salat meluber sampai jembatan layang Misfalah. Mereka membentuk saf-saf sendiri di sepanjang jalan itu. Demikianlah juga di arah di luar bukit Shafa dan Marwah. Kira-kira dari titik pusat Kakbah jamaah berlingkar-lingkar dan berkumpar-kumpar dalam radius 2 kilometer! Meskipun jauh suara bacaan imam salat tetap saja terdengar jelas, jernih, dan lantang berkat teknologi sound system yang sangat besar dan canggih. Salat tarawih di Masjidilharam dan Masjid Nabawi memang sangat khusyuk, panjang, dan lama. Surat-surat yang dibaca imam salat sangatlah panjang. Rukuk dan sujud pun panjang-panjang. Tak heran salat 20 rakaat itu berlangsung hampir jam 24.00 malam. Tetapi, jangan kaget, qiyamullail yang dimulai jam 01.00 dini hari berlangsung jauh lebih panjang lagi. Salat yang hanya terdiri 10 rakaat dengan dua rakaat salam ditambah dengan salat witir tiga rakaat (dibagi dua rakaat salam dan satu rakaat salam) bisa berlangsung sampai jam 03.00 dini hari! Panjangnya qiyamullail bukan hanya karena rukuk dan sujudnya panjang sekali, melainkan karena surat-surat Alquran yang dibaca memang surat-surat yang sangat panjang dan lama. Tetapi, bukan hanya itu, doa qunut pada rakaat terakhir salat witir sangat panjang dan mengharukan. Imam selalu berdoa dengan suara serak dan parau menangis tersedu-sedu. Para jamaah yang mencapai ratusan ribu, bahkan jutaan, itu selalu menyambut satu potong doa dari sang imam dengan ucapan “amin” dengan sedu sedan penuh tangisan. Ada beberapa imam salat tarawih (seusai isya) dan qiyamullail (dini hari sekitar jam 01.00) di Masjidilharam yang sering menangis tersedu-sedan ketika membaca surat-surat Alquran dan doa dalam salat-salat itu. Para jamaah pun terbawa suasana jiwa yang syahdu dan khusyuk itu sehingga tidak mampu menahan tangis tersedu mengikuti tangisan sang imam. Suasana betul-betul sangat religius dan emosional, bukan sentimentil. Ketika imam membaca doa qunut yang amat sangat panjang, fasih, dan untaian kalimatnya indah sekali itu, jamaah menyambutnya setiap potong doa dengan “amin”. Maka bisa dibayangkan betapa membahananya ucapan “amin” dari ratusan ribu jamaah di satu tempat itu. Ketika imam mulai berdoa sambil menangis, jamaah pun menyambut “amin” dengan tangisan pula. Apalagi sang imam tahu betul memilih doa-doa yang menyentuh kalbu jamaah, terutama doa- doa untuk mohon ampunan atas dosa-dosa kita. Sungguh sebuah pengalaman kerohanian
  • 46. 46 yang luar biasa menyejukkan hati. Agama memang bukan hanya konsumsi akal dalam bentuk pemikiran-pemikiran filosofis semata. Agama juga menyangkut soal kedalaman jiwa, perasaan atau intuisi, dan kehangatan kerohanian. Agama yang terlalu rasional menjadikan kehidupan spiritual kita terasa kering. Jiwa kita perlu kesejukan spiritual dan kehalusan mistis. Berumrah dan beribadah di Masjidilharam di sepertiga terakhir Ramadan sangat menyentuh jiwa. Sayang, ongkosnya mahal sekali. ● HAJRIYANTO Y THOHARI Wakil Ketua MPR RI
  • 47. 47 THR Saya dan istri saya punya beberapa pegawai: dua PRT, dua sopir, dan saya punya staf pribadi (spri). Semua mau Lebaran masing-masing (mau beli baju anak-anak, mau ke Kebun Binatang sama keluarga, mau mudik, dan sebagainya), tetapi ongkosnya dibebankan ke kami, bosnya. Padahal mereka cuti sampai 2-3 minggu, kami harus bayar full gajinya plus THR (satu bulan gaji full juga). Padahal di mana-mana, orang cuti melebihi jatah, dipotong gaji, minimal dapat SP (surat peringatan), tetapi saya malah harus tambah satu bulan gaji. Tambah celaka lagi spri saya yang nonmuslim pun ikut-ikutan minta THR. Alasannya keluarganya banyak yang muslim. Lah, keluarganya yang muslim, kok saya yang menanggung Lebaran-nya? Ini dari mana logikanya? Padahal dari uang pensiun PNS, saya enggak ada THR. Saya kerja di PTS (perguruan tinggi swasta) juga enggak ada THR dalam kontrak saya. Honor sebagai konsultan dan penasihat di sana-sini juga enggak ada THR-THR-an. Jadi tiap Lebaran yang ada saya dan istri pusing saja berduaan urus RAPBRTR (Rencana Anggaran dan Belanja Rumah Tangga Ramadan) yang awut-awutan. Untung, anak-anak semua sudah mandiri, jadi enggak usah dipikirkan lagi. Tetapi, THR itu sudah telanjur jadi kebiasaan, bahkan adat, bahkan sudah jadi budaya. Budaya yang salah kaprah. Artinya yang benar jadi salah (enggak kasih THR) dan yang salah jadi benar (harus memberi THR). *** Lebaran yang jor-joran hanya khas Indonesia. Di negara-negara lain orang Lebaran biasa- biasa saja. Agama pun menganjurkan puasa dan Idul Fitri diisi dengan memperbanyak ibadah, bukan dengan makan-makan, baju baru, Kebun Binatang, dan mudik. Kebiasaan ini justru sering menimbulkan masalah bagi pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh seorang kapolsek (kepala polisi sektor, setingkat kecamatan) mengeluh karena ia bersama rekan-rekan kapolsek lain barusan menerima perintah dari kapolres (kepala kepolisian resor, setingkat kabupaten) untuk memberi THR kepada anak buah masing-masing. THR itu hanya Rp100.000 per anggota (relatif rendah dibandingkan dengan gaji polisi yang minimal sekitar Rp2.500.000). Tetapi, karena di polseknya ada 60 anggota, kapolsek harus menyiapkan dana sebesar Rp6.000.000. Padahal dana THR tidak disiapkan dalam anggaran Polri, baik dalam PGPol (peraturan gaji polisi) maupun dalam dana operasional. Maka itu, kapolsek yang rata-rata hanya berpangkat AKP (ajun komisaris polisi, setingkat kapten) atau kompol (komisaris polisi, setingkat mayor) pusing sendiri karena perintah kapolres harus ditanggungnya sendiri, padahal gaji penuhnya sendiri sebagai polisi lebih rendah dari dana THR yang harus disiapkannya. Maka itu, dibutuhkan kreativitas yang luar biasa tinggi dari kapolsek untuk keluar dari