SlideShare a Scribd company logo
PRAGMATIK BAHASA
INDONESIA
Praktisi Mengajar : Dr.Rosliani, M.Hum.
Dosen Pengampu : Nanda Dwi
Astri,S.S.,S.Pd.,M.Si.
Pragmatika Linguistik
Pragmatik
Definisi
Perkembangan Pragmatik
Beberapa tema dalam pragmatik
Tradisi Filsafat
Tradisi etnometodologi
Kecenderungan sosial-kritis
Kecenderungan antisintaksisme
Tindak tutur Politenesss/Kesantunan Presuposisi
Ilokusi
Lokusi Perlokusi
Asertif Direktif Komisif Ekspresif Dieklaratif
K. Berbahasa
K. Berbuat
K. Berpakaian
•Teori Relevansi/Prinsip Teori
•Prinsip Sopan Santun
•Prinsip Kesantunan Rasional dan Muka
•Prinsip Kerjasama
•Prinsip Kesantunan Formal
Hubungan antara sesuatu
Yang Dikatakan dengan
sesuatu yang lain
Yang dikatakan itu
Definisi Pragmatik
Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek
informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan
melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang
diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan
tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara
konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk
tersaebut [penekanan ditambahkan] (Cruse, 2000:16).
Menurut Yule (1996:3) ada empat definisi
pragmatik yaitu
 Bidang yang mengkaji makna pembicara
 Bidang yang mengkaji makna menurut
konteksnya
 Bidang yang melebihi kajian tentang
makna yang diujarkan, mengkaji makna
yang dikomunikasikan atau
terkomunukasikan oleh pembicara
 Bidang yang mengkaji bentuk ekspresi
menurut jarak sosial yang membatasi
partisipan yang terlibat dalam percakapan
tertentu.
Secara sederhana, pragmatik merupakan cabang ilmu
bahasa yang membahas tentang penggunaan atau makna
suatu kata, frasa, bahkan kalimat, yang didasari atas
konteks-konteks tertentu. Konteks tersebut biasanya
berupa faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan dan
pemaknaan suatu kata.
a. Rumah Makan Padang.
Secara semantik, kalimat di atas akan dimaknai dengan
makna rumah memakan kota Padang.
Namun, secara pragmatik kalimat di atas mempunyai
makna rumah makan yang menyajikan masakan khas
Padang. Sebetulnya, bisa saja kalimat Rumah Makan
Padang ditulis secara lengkap menjadi rumah makan yang
menyajikan masakan khas Padang. Namun, supaya lebih
ringkas penulisannya, akhirnya penulisan rumah makan
yang menyajikan masakan khas Padang pun dipersingkat
menjadi rumah makan Padang.
B. Pak, Risty minta izin buang air kecil di belakang.
Secara denotatif, frasa buang air kecil mempunyai makna
“membuang air dalam jumlah yang kecil.” Namun, secara
pragmatik, frasa tersebut justru
bermakna kencing. Pemaknaan frasa buang air
kecil sebagai kencing sendiri didasari karena frasa ini jauh
lebih halus dan santun diucapkan seseorang dibanding
menyebut kata kencing secara langsung.
Kasus serupa juga dialami oleh kata belakang. Secara
denotatif, kata belakang mempunyai makna lawan dari arah
depan. Namun, dari segi pragmatik, kata tersebut ustru
bermakna toilet atau jamban. Kesantunan dan kehalusan
juga menjadi alasan mengapa kata belakang dipakai untuk
memaknai kata toilet atau jamban.
C. Bu, nasi kuningnya dua.
Kalimat di atas merupakan kalimat yang lazim dipakai
dalam ragam bahasa lisan. Secara tulisan, kalimat di atas
mungkin mempunyai makna yang kurang jelas, terutama
pada bagian kata dua (apakah dua bungkus, atau dua
kantong plastik?). Namun, secara pragmatik, kalimat di atas
justru mempunyai makna yang jelas di mana makna kalimat
di atas sendiri adalah Bu, saya pesan nasi kuningnya dua
bungkus.
Sama seperti pada contoh nomor 3, kalimat ini bisa saja
diucapkan dengan kalimat Bu, saya pesan nasi kuningnya
dua bungkus. Namun, demi keringkasan dalam
pengucapan, kalimat itu pun diringkas menjadi Bu, nasi
kuningnya dua.
Mey (1998) seperti dikutip oleh
Gunarwan(2004:5),mengungkap-
kan bahwa pragmatik tumbuh
dari empat kecenderungan
atau tradisi, yaitu
• Kecenderungan antisintaksisme
• Kecenderungan sosial-kritis
• Tradisi filsafat
• Tradisi etnometodologi
Pragmatik
Tindak Tutur Kesantunan Presuposisi
Relevansi
Deiksis
Implikatur
TINDAK TUTUR
 Di dalam bukunya How to Do Things with
Words, Austin (1962:1-11) membedakan tuturan
yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi
dua yaitu konstatif dan performatif. Tindak tutur
konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan
sesuatu yang kebenarannya dapat diuji –benar
atau salah—dengan menggunakan pengetahuan
tentang dunia. Sedangkan tindak tutur
performatif adalah tindak tutur yang
pengutaraannya digunakan untuk melakukan
sesuatu, pemakai bahasa tidak dapat
mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar,
tetapi sahih atau tidak.
Berkenaan dengan tuturan, Austin
membedakan tiga jenis tindakan:
 (1) tindak tutur lokusi, yaitu tindak
mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat
sesuai dengan makna di dalam kamus dan
menurut kaidah sintaksisnya.
 (2) tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang
mengandung maksud; berkaitan dengan siapa
bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana
tindak tutur itu dilakukan,dsb.
 (3) tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur
yang pengujarannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi mitra tutur.
Selanjutnya, Searle (dalam Rahardi, 2005:36) menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima
macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima macam bentuk
tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Asertif (Assertives),
yakni bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya
menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), menbual (boasting), mengeluh (complaining), dan
mengklaim (claiming).
2. Direktif (Directives),
yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur
melakukan tindakan, misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon
(requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending).
3. Ekspresif (Expressives)
adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur
terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating),
meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling).
4. Komisif (Commissives),
yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji
(promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering)
5. Deklarasi (Declarations),
Yaitu bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah
(resigning), memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat
(appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing).
Pencetus teori tindak tutur, Searle (1975:59-82)
membagi tindak tutur menjadi lima kategori:
1. Representative/asertif, yaitu tuturan yang mengikat
penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan
2. Direktif/impositif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan
penuturnya agar si pendengar melakukan tindakan yang
disebutkan di dalam tuturan itu
3. Ekspresif/evaluatif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan
penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi
tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu.
4. Komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya
untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam
tuturannya
5. Deklarasi/establisif/isbati, yaitu tindak tutur yang
dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status,
keadaan, dsb) yang baru.
Contoh:
“Bagaimana kalau kita…kita kawin!”
Tindak tutur di atas termasuk ke dalam beberapa kategori
sekaligus yaitu :
 tindak tutur perlokusi karena digunakan untuk membujuk mitra
tutur agar mau diajak kawin
 direktif karena mitra tutur diharapkan melakukan tindakan yang
disebutkan di dalam tuturan itu (kawin dengan penutur)
 komisif karena mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang
disebutkan di dalam tuturannya (kawin dengan mitra tutur)
 Isbati/deklaratif karena menciptakan status/keadaan yang baru
(perkawinan)
 tindak tutur taklangsung harfiah karena kata tanya ‘bagaimana’
tidak digunakan secara konvensional untuk menanyakan sesuatu,
melainkan untuk mengajak mitra tutur melakukan sesuatu
yang disebutkan dalam tindak tutur.
Implikatur
Implikatur percakapan mengacu kepada jenis
“kesepakatan bersama”antara penutur dan lawan
tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa
yang dibicarakan harus saling berhubungan.
Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak
terdapat pada masing-masing ujaran. Artinya,
makna keterkaitan itu tidak diungkapkan secara
harafiah pada ujaran itu.
Grice mengemukakan bahwa percakapan yang
terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi
oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja
sama. Kerja sama yang terjalin dalam
komunikasi ini terwujud dalam empat maksim,
yaitu (1) maksim kuantitas, memberi informasi
sesuai yang diminta; (2) maksim kualitas,
menyatakan hanya yang menurut kita benar
atau cukup bukti kebenarannya; (3) maksim
relasi, memberi sumbangan informasi yang
relevan; dan (4) maksim cara, menghindari
ketidakjelasan pengungkapan, menghindari
ketaksaan, mengungkap-kan secara singkat,
mengungkapkan secara beraturan.
Contoh:
A: “Kamu masih di sini.”
B: “Bus ke Muntilan baru saja lewat.”
Kalau hanya melihat kedua ujaran A dan B itu kita tidak memperoleh
keterkaitan, karena A berbicara (mungkin dengan keterkejutan atau
keheranan masih di sini, di Jogja) tentang B yang ada di depannya,
sedangkan B berbicara tentang bus yang ke Muntilan. B tidak perlu
heran, karena ada kebenaran bahwa “B ada di sini”. Meskipun A
berujar demikian. Mengapa? Karena B menyadari bahwa A tahu betul
seharusnya B sudah berangkat ke Muntilan (dan tidak “di sini”).
Sebaliknya, A juga tidak perlu heran karena B mengucapkan kalimat itu
karena kalimat B tadi merupakan alasan mengapa dia belum berangkat
(dan arena itu masih di sini). Jadi, implikatur percakapan itu dapat
dikatakan sejenis makna yang terkandung dalam cakapan yang
dipahami oleh masing-masing partisipan.
Teori Relevansi
Teori relevansi yang dikembangkan oleh Sperber
dan Wilson merupakan kritik terhadap empat
maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama
Grice. Menurut mereka, maksim yang terpenting
dalam teori Grice adalah maksim relevansi.
Dalam teori relevansi dipelajari bagaimana
sebuah muatan pesan dapat dipahami oleh
penerimanya.
DEIKSIS
Menurut Cahyono (1995: 217), deiksis
adalah suatu cara untuk mengacu ke
hakekat tertentu dengan menggunakan
bahasa yang hanya dapat ditafsirkan
menurut makna yang diacu oleh penutur
dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Menurut Nababan (1987)
 Deiksis orang, ditentikan menurut peran peserta dalam
peristiwa bahasa
 Deiksis tempat ialah pemberian tempat pada lokasi
menurut peserta dalam peristiwa bahasa
 Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang
waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam
peristiwa bahasa
 Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian
tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang
dikembangkan
 Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan
berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang
mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.
KESANTUNAN
Kesantunan (politiness), kesopansantunan,
atau etiket adalah tatacara, adat, atau
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Kesantunan merupakan aturan perilaku yang
ditetapkan dan disepakati bersama oleh
suatu masyarakat tertentu sehingg
kesantunan sekaligus menjadi prasyarat
yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh
karena itu, kesantunan ini biasa disebut
"tatakrama".
KESANTUNAN
Kesantunan
Berpakaian
Kesantunan
Berbuat
Kesantunan
Berbahasa
Berpakaianlah yang sopan
di tempat umum,
berpakaianlah yang rapi
sesuai dengan keadaan
Tatacara bertindak atau
gerak gerik ketika meng-
Hadapi sesuatu atau dalam
Situasi tertentu
Tatacara berkomunikasi
Lewat tanda verbal
Atau tatacara berbahasa
Kesantunan berbahasa (menurut Leech, 1986)
pada hakikatnya harus memperhatikan empat
prinsip.
Penerapan prinsip kesopanan dalam berbahasa
Penghindaran pemakaian kata tabu
Penggunaan eufemisme, yaitu ungkapan penghalus
Penggunaan pilihan kata honorifik
Kesantunan sebagai fenomena pragmatik
Konsep kesantunan ini kemudian berkembang
menjadi lima teori kesantunan berbahasa
Teori Relevansi
Prinsip sopan santun
P. kesantunan rasional dan muka
Prinsip kerjasama
Sperber dan Wlson (1989)
Leech memperkenalkan sejumlah
maksim: Principle Politeness
Brown dan Levinson membedakan
dua jenis muka: positive face
dan negative face
Grice (1975) memperkenalkan prinsip
Kerjasama yang memuat 4 maksim
PRESUPOSISI
Intuisi dasar di belakang konsep ‘presuposisi’
itu adalah hubungan antara sesuatu yang
dikatakan (atau bisa dikatakan) dan sesuatu yang
lain dari yang dikatakan itu. Untuk memahami
definisi ini perlu dipahami konsep yang terkait,
yaitu entailment (mengandung serta). Proposisi p
mengandung presuposisi q jika dan hanya jika p
mengandung q dan kenegatifan p juga
mengandung q.
Contoh susunan yang
mengandung presuposisi
Harold menyesal melukai Sandra.
Yang dipresuposisi: Harold melukai Sandra
Penyakit Hubert kambuh lagi.
Yang dipresuposisi: Hubert sebelumnya pernah sakit

More Related Content

Similar to Pragmatik l,mjnknjkmmmmmmmmmmmmmmmmmmmppp

08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
Laila Mohd Sarjan
 
08cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-308cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-3
Oh Jenny
 
DIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIADIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIA
Ltfltf
 
Semantik Pragmatis
Semantik PragmatisSemantik Pragmatis
Semantik Pragmatis
Muhammad Idris
 
Belajar makna
Belajar maknaBelajar makna
Belajar makna
parlin purba
 
The rhetoric theory
The rhetoric theoryThe rhetoric theory
The rhetoric theoryRonzzy Kevin
 
Implikatur shintia
Implikatur shintiaImplikatur shintia
Relasi makna
Relasi maknaRelasi makna
Relasi makna
ZulpadliRahim1
 
Semantik bahasa indonesia
Semantik bahasa indonesiaSemantik bahasa indonesia
Semantik bahasa indonesia
Tohir Haliwaza
 
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Danumuhammadrizki
 
Tugas power point
Tugas power pointTugas power point
Tugas power point
Makarina
 
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilakuMakalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
veni zaki
 
Diksi persentation
Diksi persentationDiksi persentation
Diksi persentation
Elyn Novta Restiasih
 
Makalah bahasa indonesia ugi
Makalah bahasa indonesia ugiMakalah bahasa indonesia ugi
Makalah bahasa indonesia ugi
pipit rantika
 
Buku penghubung 2018
Buku penghubung 2018Buku penghubung 2018
Buku penghubung 2018
Vania Aqil
 
ppt kel 3.pptx
ppt kel 3.pptxppt kel 3.pptx
ppt kel 3.pptx
LittleQueen9
 
Komunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbal
Komunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbalKomunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbal
Komunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbalUIN Surabaya
 

Similar to Pragmatik l,mjnknjkmmmmmmmmmmmmmmmmmmmppp (20)

08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
 
08cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-308cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-3
 
DIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIADIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIA
 
Semantik Pragmatis
Semantik PragmatisSemantik Pragmatis
Semantik Pragmatis
 
Belajar makna
Belajar maknaBelajar makna
Belajar makna
 
The rhetoric theory
The rhetoric theoryThe rhetoric theory
The rhetoric theory
 
Implikatur shintia
Implikatur shintiaImplikatur shintia
Implikatur shintia
 
Relasi makna
Relasi maknaRelasi makna
Relasi makna
 
Semantik bahasa indonesia
Semantik bahasa indonesiaSemantik bahasa indonesia
Semantik bahasa indonesia
 
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
 
Tugas power point
Tugas power pointTugas power point
Tugas power point
 
Forum semantik
Forum semantikForum semantik
Forum semantik
 
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilakuMakalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
 
Diksi persentation
Diksi persentationDiksi persentation
Diksi persentation
 
Makalah bahasa indonesia ugi
Makalah bahasa indonesia ugiMakalah bahasa indonesia ugi
Makalah bahasa indonesia ugi
 
Bm cik umar individu
Bm cik umar individuBm cik umar individu
Bm cik umar individu
 
Buku penghubung 2018
Buku penghubung 2018Buku penghubung 2018
Buku penghubung 2018
 
ppt kel 3.pptx
ppt kel 3.pptxppt kel 3.pptx
ppt kel 3.pptx
 
Komunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbal
Komunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbalKomunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbal
Komunikasi Antar Pribadi Prilaku Pesan nonverbal
 
Diksi dan arti
Diksi dan artiDiksi dan arti
Diksi dan arti
 

Recently uploaded

Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptxPemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
maulatamah
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawanpelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
EvaMirzaSyafitri
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
MashudiMashudi12
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
margagurifma2023
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Kanaidi ken
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
sitispd78
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Mutia Rini Siregar
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
ssuser4dafea
 
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
esmaducoklat
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
fildiausmayusuf1
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
inganahsholihahpangs
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
MildayantiMildayanti
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi KomunikasiMateri Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
AdePutraTunggali
 

Recently uploaded (20)

Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptxPemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawanpelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
 
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi KomunikasiMateri Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
 

Pragmatik l,mjnknjkmmmmmmmmmmmmmmmmmmmppp

  • 1. PRAGMATIK BAHASA INDONESIA Praktisi Mengajar : Dr.Rosliani, M.Hum. Dosen Pengampu : Nanda Dwi Astri,S.S.,S.Pd.,M.Si.
  • 2. Pragmatika Linguistik Pragmatik Definisi Perkembangan Pragmatik Beberapa tema dalam pragmatik Tradisi Filsafat Tradisi etnometodologi Kecenderungan sosial-kritis Kecenderungan antisintaksisme Tindak tutur Politenesss/Kesantunan Presuposisi Ilokusi Lokusi Perlokusi Asertif Direktif Komisif Ekspresif Dieklaratif K. Berbahasa K. Berbuat K. Berpakaian •Teori Relevansi/Prinsip Teori •Prinsip Sopan Santun •Prinsip Kesantunan Rasional dan Muka •Prinsip Kerjasama •Prinsip Kesantunan Formal Hubungan antara sesuatu Yang Dikatakan dengan sesuatu yang lain Yang dikatakan itu
  • 3. Definisi Pragmatik Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersaebut [penekanan ditambahkan] (Cruse, 2000:16).
  • 4. Menurut Yule (1996:3) ada empat definisi pragmatik yaitu  Bidang yang mengkaji makna pembicara  Bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya  Bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunukasikan oleh pembicara  Bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
  • 5. Secara sederhana, pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas tentang penggunaan atau makna suatu kata, frasa, bahkan kalimat, yang didasari atas konteks-konteks tertentu. Konteks tersebut biasanya berupa faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan dan pemaknaan suatu kata. a. Rumah Makan Padang. Secara semantik, kalimat di atas akan dimaknai dengan makna rumah memakan kota Padang. Namun, secara pragmatik kalimat di atas mempunyai makna rumah makan yang menyajikan masakan khas Padang. Sebetulnya, bisa saja kalimat Rumah Makan Padang ditulis secara lengkap menjadi rumah makan yang menyajikan masakan khas Padang. Namun, supaya lebih ringkas penulisannya, akhirnya penulisan rumah makan yang menyajikan masakan khas Padang pun dipersingkat menjadi rumah makan Padang.
  • 6. B. Pak, Risty minta izin buang air kecil di belakang. Secara denotatif, frasa buang air kecil mempunyai makna “membuang air dalam jumlah yang kecil.” Namun, secara pragmatik, frasa tersebut justru bermakna kencing. Pemaknaan frasa buang air kecil sebagai kencing sendiri didasari karena frasa ini jauh lebih halus dan santun diucapkan seseorang dibanding menyebut kata kencing secara langsung. Kasus serupa juga dialami oleh kata belakang. Secara denotatif, kata belakang mempunyai makna lawan dari arah depan. Namun, dari segi pragmatik, kata tersebut ustru bermakna toilet atau jamban. Kesantunan dan kehalusan juga menjadi alasan mengapa kata belakang dipakai untuk memaknai kata toilet atau jamban.
  • 7. C. Bu, nasi kuningnya dua. Kalimat di atas merupakan kalimat yang lazim dipakai dalam ragam bahasa lisan. Secara tulisan, kalimat di atas mungkin mempunyai makna yang kurang jelas, terutama pada bagian kata dua (apakah dua bungkus, atau dua kantong plastik?). Namun, secara pragmatik, kalimat di atas justru mempunyai makna yang jelas di mana makna kalimat di atas sendiri adalah Bu, saya pesan nasi kuningnya dua bungkus. Sama seperti pada contoh nomor 3, kalimat ini bisa saja diucapkan dengan kalimat Bu, saya pesan nasi kuningnya dua bungkus. Namun, demi keringkasan dalam pengucapan, kalimat itu pun diringkas menjadi Bu, nasi kuningnya dua.
  • 8. Mey (1998) seperti dikutip oleh Gunarwan(2004:5),mengungkap- kan bahwa pragmatik tumbuh dari empat kecenderungan atau tradisi, yaitu • Kecenderungan antisintaksisme • Kecenderungan sosial-kritis • Tradisi filsafat • Tradisi etnometodologi
  • 9. Pragmatik Tindak Tutur Kesantunan Presuposisi Relevansi Deiksis Implikatur
  • 10. TINDAK TUTUR  Di dalam bukunya How to Do Things with Words, Austin (1962:1-11) membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi dua yaitu konstatif dan performatif. Tindak tutur konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji –benar atau salah—dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia. Sedangkan tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu, pemakai bahasa tidak dapat mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar, tetapi sahih atau tidak.
  • 11. Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan:  (1) tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.  (2) tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan,dsb.  (3) tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.
  • 12. Selanjutnya, Searle (dalam Rahardi, 2005:36) menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Asertif (Assertives), yakni bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), menbual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming). 2. Direktif (Directives), yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending). 3. Ekspresif (Expressives) adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling). 4. Komisif (Commissives), yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering) 5. Deklarasi (Declarations), Yaitu bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing).
  • 13. Pencetus teori tindak tutur, Searle (1975:59-82) membagi tindak tutur menjadi lima kategori: 1. Representative/asertif, yaitu tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan 2. Direktif/impositif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu 3. Ekspresif/evaluatif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu. 4. Komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya 5. Deklarasi/establisif/isbati, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dsb) yang baru.
  • 14. Contoh: “Bagaimana kalau kita…kita kawin!” Tindak tutur di atas termasuk ke dalam beberapa kategori sekaligus yaitu :  tindak tutur perlokusi karena digunakan untuk membujuk mitra tutur agar mau diajak kawin  direktif karena mitra tutur diharapkan melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu (kawin dengan penutur)  komisif karena mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya (kawin dengan mitra tutur)  Isbati/deklaratif karena menciptakan status/keadaan yang baru (perkawinan)  tindak tutur taklangsung harfiah karena kata tanya ‘bagaimana’ tidak digunakan secara konvensional untuk menanyakan sesuatu, melainkan untuk mengajak mitra tutur melakukan sesuatu yang disebutkan dalam tindak tutur.
  • 15. Implikatur Implikatur percakapan mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama”antara penutur dan lawan tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus saling berhubungan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing ujaran. Artinya, makna keterkaitan itu tidak diungkapkan secara harafiah pada ujaran itu.
  • 16. Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama. Kerja sama yang terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat maksim, yaitu (1) maksim kuantitas, memberi informasi sesuai yang diminta; (2) maksim kualitas, menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya; (3) maksim relasi, memberi sumbangan informasi yang relevan; dan (4) maksim cara, menghindari ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkap-kan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan.
  • 17. Contoh: A: “Kamu masih di sini.” B: “Bus ke Muntilan baru saja lewat.” Kalau hanya melihat kedua ujaran A dan B itu kita tidak memperoleh keterkaitan, karena A berbicara (mungkin dengan keterkejutan atau keheranan masih di sini, di Jogja) tentang B yang ada di depannya, sedangkan B berbicara tentang bus yang ke Muntilan. B tidak perlu heran, karena ada kebenaran bahwa “B ada di sini”. Meskipun A berujar demikian. Mengapa? Karena B menyadari bahwa A tahu betul seharusnya B sudah berangkat ke Muntilan (dan tidak “di sini”). Sebaliknya, A juga tidak perlu heran karena B mengucapkan kalimat itu karena kalimat B tadi merupakan alasan mengapa dia belum berangkat (dan arena itu masih di sini). Jadi, implikatur percakapan itu dapat dikatakan sejenis makna yang terkandung dalam cakapan yang dipahami oleh masing-masing partisipan.
  • 18. Teori Relevansi Teori relevansi yang dikembangkan oleh Sperber dan Wilson merupakan kritik terhadap empat maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice. Menurut mereka, maksim yang terpenting dalam teori Grice adalah maksim relevansi. Dalam teori relevansi dipelajari bagaimana sebuah muatan pesan dapat dipahami oleh penerimanya.
  • 19. DEIKSIS Menurut Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
  • 20. Menurut Nababan (1987)  Deiksis orang, ditentikan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa  Deiksis tempat ialah pemberian tempat pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa  Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa  Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan  Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.
  • 21. KESANTUNAN Kesantunan (politiness), kesopansantunan, atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingg kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut "tatakrama".
  • 22. KESANTUNAN Kesantunan Berpakaian Kesantunan Berbuat Kesantunan Berbahasa Berpakaianlah yang sopan di tempat umum, berpakaianlah yang rapi sesuai dengan keadaan Tatacara bertindak atau gerak gerik ketika meng- Hadapi sesuatu atau dalam Situasi tertentu Tatacara berkomunikasi Lewat tanda verbal Atau tatacara berbahasa
  • 23. Kesantunan berbahasa (menurut Leech, 1986) pada hakikatnya harus memperhatikan empat prinsip. Penerapan prinsip kesopanan dalam berbahasa Penghindaran pemakaian kata tabu Penggunaan eufemisme, yaitu ungkapan penghalus Penggunaan pilihan kata honorifik
  • 24. Kesantunan sebagai fenomena pragmatik Konsep kesantunan ini kemudian berkembang menjadi lima teori kesantunan berbahasa Teori Relevansi Prinsip sopan santun P. kesantunan rasional dan muka Prinsip kerjasama Sperber dan Wlson (1989) Leech memperkenalkan sejumlah maksim: Principle Politeness Brown dan Levinson membedakan dua jenis muka: positive face dan negative face Grice (1975) memperkenalkan prinsip Kerjasama yang memuat 4 maksim
  • 25. PRESUPOSISI Intuisi dasar di belakang konsep ‘presuposisi’ itu adalah hubungan antara sesuatu yang dikatakan (atau bisa dikatakan) dan sesuatu yang lain dari yang dikatakan itu. Untuk memahami definisi ini perlu dipahami konsep yang terkait, yaitu entailment (mengandung serta). Proposisi p mengandung presuposisi q jika dan hanya jika p mengandung q dan kenegatifan p juga mengandung q.
  • 26. Contoh susunan yang mengandung presuposisi Harold menyesal melukai Sandra. Yang dipresuposisi: Harold melukai Sandra Penyakit Hubert kambuh lagi. Yang dipresuposisi: Hubert sebelumnya pernah sakit