Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang sistem pendidikan nasional di Aceh yang diatur dalam peraturan daerah serta upaya pemerintah Aceh dalam mengembangkan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam dengan tetap mengacu pada sistem pendidikan nasional.
1. POTRET PENDIDIKAN ACEH
BERTAJUK PENDIDIKAN NASIONAL
OLEH
DRS. ABDUL MANAF, M.Pd
DOSEN STI TARBIYAH AL-HILAL SIGLI
A. Pendahuluan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi
daerah yang memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengembangkan
dirinya sendiri dalam upaya tetap memperkuat bingkai kebhinnekaan.
Menyangkut dengan pendidikan lebih dipertegas dalam pasal 11 ayat (2), bahwa
”bidang pendidikan merupakan bidang yang termasuk dalam garapan kewenangan
daerah otonom yang otoritas pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah yang bersangkutan”1
. Mengacu dari Undang-undang tersebut di atas,
bahwa kewenangan Pemerintah Aceh dalam mengelola pendidikan sebagaimana
yang termuat dalam Qanun povinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 23 tahun
2002, tentang penyelenggaraan pendidikan di Aceh sebagaimana yang tersebut
dalam Bab Satu pasal satu ayat 12 bahwa ”Sistem Pendidikan Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam adalah pendidikan yang dilaksanakan di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional yang disesuaikan
dengan nilai-nilai sosial budaya daerah serta tidak bertentangan dengan syariat
Islam” dan yang menjadi Landasan Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sebagaimana termuat dalam Bab Dua, Pasal dua bahwa “Pendidikan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan pada Al-Qur'an dan Al-Hadits,
Falsafah Negara Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 dan Kebudayaan Aceh”.2
Hal tersebut sudah sesuai dengan amanah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab
Dua, tentang dasar, fungsi dan tujuan sebagaimana termuat dalam Pasal Dua
bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan dalam Pasal 3 memberi
penekanan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3
Dengan lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut,
maka pemerintah Aceh sudah terbuka peluang untuk mengembangkan pendidikan
yang berbasis Islami, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Qanun Aceh
nomor 5 tahun 2008, tentang pendidikan di Aceh, pada Bab satu, Pasal satu ayat
1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah
2
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
1
2. 2
17 menyebutkan bahwa Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Pada Ayat 34 lebih mempertegas lagi bahwa ”Standar
pendidikan di Aceh adalah kriteria minimal berdasarkan standar nasional
pendidikan ditambah kekhususan dan keistimewaan Aceh.”Selanjutnya dipertegas
kembali dalam Bab Dua, Pasal Dua bahwa Asas penyelenggaraan pendidikan di
Aceh meliputi: (a) keislaman; (b) kebenaran; (c) kemanfaatan; (d) pengayoman;
(e) kemanusiaan; (f) kebangsaan; (g) kekeluargaan; (h) karakteristik Aceh; (i)
keanekaragaman; (j) keadilan; (k) nondiskriminasi; ((l) kesamaan kedudukan di
depan hukum; (m) ketertiban dan kepastian hukum; (n) keseimbangan, keserasian,
kesetaraan, dan keselarasan; (o) profesionalitas; (p) efektifitas; (q) transparansi;
(r) efisiensi; (s) keteladanan.4
Berdasarkan regulasi sebagaimana tersebut di atas, pemerintah Aceh
membuat acuan kerja (control) yang dituangkan dalam Renstra Pendidikan Aceh
(2007-2012). Dan itu sudah ditetapkan dengan Surat keputusan Gubernur Aceh,
Tahun 2007 lalu. Strategi yang paling pokok mencakup Pemerataan dan Perluasan
Kesempatan Pendidikan, Peningkatan Kualitas, Relevansi dan Efisiensi,
Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra, dan terakhir Pengembangan
Sistem Pendidikan Berbasis Nilai Islami.5
Dalam hal ini, Mendiknas menilai
bahwa Renstra Pendidikan Aceh itu sudah selaras dengan Renstra Pendidikan
Nasional dan memenuhi rekomendasi UNESCO untuk Education For All.
Mendiknas mengkritik Rastra tersebut yang diarahkan pada bagaimana rencana
strategis itu diimplementasikan secara efektif dan efisien, agar sasaran yang mau
dicapai dapat lebih optimal, memiliki out-put dan out-comes pendidikan Aceh
yang dapat dipertanggung-jawabkan. Hal tersebut Sejalan dengan surat keputusan
Gubernur tentang Strategy Pokok pengembangan pendidikan di Aceh,
B Pembahasana.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa pendidikan agama dan keagamaan menjadi bagian dari
pendidikan nasional. Pendidikan agama merupakan pendidikan yang bertujuan
memberikan bekal kemampuan yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor
kepada peserta didik sebagai warga belajar, khususnya agama Islam, dengan
memberikan kemampuan dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam sebagai seorang
muslim.6
Untuk menghindari kesalahan atau membiasnya dalam memahami
pengertian pendidikan, maka berikut ini penulis mengangkat pendapat ahli,
sebagaimana pendapar George bahwa Pendidikan berasal dari kata pedagogi
(paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogia
(paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani.
Paedagogia terdiri dari dua kata yaitu Paedos anak dan Agoge yang berarti saya
membimbing, memimpin anak. Sedangkan paedagogos ialah seorang pelayan
4
Qanun Aceh nomor 5 tahun 2008, tentang Pendidikan di Aceh
5
Renstra Pendidikan Aceh 2007-2012
6
An Nahlawi, Abdurrahman, (1996). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.
3. 3
atau bujang (pemuda) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar
dan menjemput anak-anak (siswa) ke dan dari sekolah.7
Sedangkan yang dimaksud dengan Pendidikan sebagaimana yang
dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal pengertian
pendidikan Ahmad Tafsir berpendapat bahwa pengertian pendidikan sangat luas
yaitu menyangkut seluruh pengalaman, dengan memberikan alasan bahwa
Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan
perkembangan manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan,
pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembangan Iman.
Perkembangan ini menuju kepada manusia menjadi lebih sempurna, membuat
manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan
bermoral.8
Namun demikian, Ramly Maha berpendapat bahwa faktanya, tidak
semua pengalaman dapat dikatakan pendidikan, misalnya Mencuri, mencopet,
korupsi dan membolos, bagi orang yang pernah melakukannya tentunya memiliki
sejumlah pengalaman, tetapi pengalaman itu tidak dapat dikatakan pendidikan,
karena pendidikan itu memiliki tujuan yang mulia, baik dihadapan manusia
maupun dihadapan Tuhan.” 9
Untuk mencapainya tujuan sebagaimana yang
dirumuskan oleh Ramly Maha di atas, Iskandar Budiman menawarkan bahwa di
Aceh perlu adanya kebijakan pendidikan yang bersistem Islam, karena sistem
pendidikan Islam merupakan media untuk merealisasikan tujuan yang terkandung
dalam Islam itu sendiri. Dengan adanya rumusan yang dapat dijadikan solusi
untuk membangun masyarakat Aceh yang berpendidikan dan mampu
melaksanakan syari`at Islam dengan pola modernisasi-konprehensif ditengah
lajunya arus globalisasi. “Grand design” pendidikan Aceh secara tegas harus
menggariskan bahwa semua mata pelajaran harus mengandung nilai-nilai akhlak
dan setiap pendidik harus berusaha keras untuk menyampaikan dengan berbagai
pendekatan/metode yang tepat kepada peserta didik.
Karena Sistem pendidikan Islam bersifat holistik dan memandang semua
disiplin ilmu milik Allah, Melalui pendekatan ilmiah (metodelogi saentifik) akan
meningkatkan martabat ilmuan sekaligus akan mempertebal keyakinan terhadap
Khaliq Rabb Izzati. Selanjutnya Iskandar menegaskan bahwa kebijakan
pendidikan di Aceh secara teknis memerlukan indepth reseach untuk melahirkan
out come yang konprehensif tentang peluang, tantangan, kekuatan dan kelemahan
(SWOT) yang sistematis, pastikan tujuannya apa dan bagaimana cara memperoleh
tujuan tersebut. Kemudian untuk mencapai tujuan tersebut dielaborasi menjadi
7
Kneller, George F., Introduction to the Philosophy of Education, John Willey Sons Inc, New York, 1971.
8
Ahmad Tafsir, (Rupert C. Lodge )“Philosophy of Education” (New York : Harer & Brothers. 1974
9
Ramly Maha (2002) Sari Kuliah Psikologi Pendidikan, Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry
4. 4
tiga komponen utama, yaitu:1) Kebijakan, 2) Program Kerja, dan 3) Action
(aktivitas yang mesti dilaksanakan segera).10
C. PendidikanIslam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan siswa dengan
sebegitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan
terhadap segala jenis pengetahuan dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat
sadar akan nilai etis Islam. Pendidikan Islam dapat mengantarkan manusia pada
perilaku dan perbuatan yang berpedoman pada syari’at Allah swt. Pendidikan
Islam membawa manusia untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Masyarakat
madani (civil society) adalah masyarakat yang kehidupannya diarahkan untuk
meneladani kehidupan masyarakat Madinah pada masa pemerintahan Rasulullah
saw.11
Struktur masyarakatnya dibangun atas pondasi ikatan iman dan akidah yang
tentu lebih tinggi dari solidaritas kesukuan maupun afiliasi lainnya, sehingga
masyarakat Madinah dapat hidup damai, tenteram dan sejahtera yang diliputi rasa
cinta yang dalam dan saling tolong menolong. Dari konsep masyarakat madani
yang dicita-citakan ini penulis mencoba melihat kesesuaian antara konsep
pembentukan masyarakat madani dengan konsep-konsep pendidikan Islam, antara
lain: pertama, menciptakan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.
Konsep ini sangat relevan dengan konsep pendidikan Islam terutama tentang
keimanan.Tujuan umum pendidikan Islam adalah untuk mendidik individu agar
tunduk, bertakwa dan beribadah dengan baik kepada Allah SWT sehingga
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal ini sesuai dengan Firman
Allah swt (Q.S. Adz-Dzariyaat:56) Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembahKu Kedua, bersikap demokratis dan
beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat. Dalam pendidikan Islam,
perbedaan pendapat bukanlah suatu yang harus dipertentangkan, namun Islam
mengajarkan untuk bermusyawarah apabila hal ini terjadi guna menghindari
perselisihan. Dalam ini Allah swt berfirman (Q.S. An-Nisaa : 59) Hai orang-
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulilamri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (SunnahNya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ketiga, mengakui hak-hak asasi manusia, dalam pendidikan Islam hak asasi
manusia sangat dihargai dan dihormati terutama sekali hak hidup. Allah SWT
menetapkan hukuman yang sangat berat bagi manusia yang menghilangkan nyawa
orang lain. Demikian pula pengakuan dan perlindungan terhadap pribadi, hak
mendapatkan kesejahteraan hidup, hak hidup damai dan tenteram, semuanya
berakar kuat dalam pendidikan Islam. Sebagaimana Sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hiban, “Dari Jabir, katanya, Saya dengar Rasulullah SAW
10
Dr. Iskandar Budiman, MCL . Makalah seminar Internasional “ Modernisasi Pendidikan Islam Nusantara “ di Anjong
Mon Mata Banda Aceh. 27 Des. 2011
11
Daliman, A. 1999. Reorientasi Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan Budaya Menuju Transformasi Masyarakat
Madani dan Integrasi Bangsa, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
5. 5
bersabda: tidak (dinilai) bersih suatu masyarakat dimana hak orang yang lemah
diambil oleh yang kuat.” (H.R. Ibnu Hiban). Keempat, tertib dan sadar hukum.
Ihsan merupakan salah satu nilai dalam pendidikan Islam yang mengajarkan
kepada manusia bahwa ia harus memiliki kesadaran yang sedalam-dalamnya
bahwa Allah SWT senantiasa hadir atau berada bersama-Nya dimanapun ia
berada. Kelima, percaya pada diri sendiri, memiliki kemandirian dan kreatif
terhadap pemecahanan masalah yang dihadapi serta memiliki orientasi yang kuat
pada penguasaan ilmu dan teknologi.Pendidikan Islam selalu mengajarkan dan
membangkitkan semangat untuk mencari dan menggali ilmu pengetahuan
terutama sekali yang bermanfaat bagi kehidupan.
.Keenam, menjunjung persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dan
semangat kemanusiaan secara universal. Pendidikan Islam sangat menghargai
nilai persaudaraan baik dengan sesama penganut Islam sendiri maupun dengan
sesama manusia lainnya tanpa membeda- bedakan warna kulit, suku, bahasa dan
sebagainya. Toleransi dengan pemeluk agama lain juga diajarkan dalam
pendidikan Islam. “Bagimu adalah agamamu dan bagiku adalah agamaku.´(Q.S.
Al-Kafirun: 6).” Ketujuh, berbudi pekerti luhur. Bagian terbesar dari isi
pendidikan Islam adalah penanaman nilai-nilai budi pekerti luhur atau Akhlakul
Karimah. Kedelapan, masyarakat belajar yang tumbuh dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam hal menuntut ilmu, Islam menganut
prinsip pendidikan seumur hidup (long life of education). Tuntutlah ilmu sejak
dari buaian hingga liang lahat. Pendidikan harus mencakup unsur jasmani, rohani,
dan kalbu, agar menghasilkan lulusan dengan nilai kemanusiaan yang tinggi,
dengan demikian terwujudlah masyarakat Aceh yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, berilmu amaliah dan beramal ilmiah, percaya diri, sehat
jasmani dan rohani serta mampu menempatkan dirinya dalam suatu tatanan
kehidupan yang Islami.12
Perkembangan dunia pendidikan Aceh hari ini
mengalami fase modernisasi, hal ini ditandai dengan banyaknya regulasi
pendidikan Aceh yang mengarah pada otonomi khusus dalam penyelenggaraan
sistem pendidikan. Nuansa nilai-nilai keIslaman menjadi coverage
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Oleh karena kemajuan sistem
pendidikan di Aceh merupan proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang
didasarkan pada konsep pendidikan Islam yang konprehensif (integreated of
knowledge).
D. PendidikandiIndonesia
Pendidikan Indonesia masih dipenuhi dengan berbagai kemunafikan. yang
dikejar hanya gelar dan angka. Orientasi pendidikan hanya sebagai sarana mencari
kerja, mereka yang dianggap sukses dalam pendidikan adalah yang dengan
sertifikat kelulusannya, sehingga berhasil menduduki posisi pekerjaan yang
menjanjikan penghasilan yang tinggi, sementara nilai-nilai akhlak dan budi
pekerti diabaikan begitu saja.13
Ada dua hal mendasar yang mengakibatkan
12
Steenbrink, Karel. A., (1986). Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES
13
Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia Jakarta: PT RinekaCipta.
6. 6
gagalnya pendidikan di Indonesia, yaitu terjadinya sekulerisasi dan dikotomisasi
dalam pengelolaan pendidikan. Sekulerisasi terlihat dari adanya pemisahan
pendidikan umum dari pendidikan agama yang sarat dengan pesan-pesan moral.
Orientasi belajar hanya diarahkan untuk mengejar kesuksesan secara fisikal dan
material, seperti karir, jabatan, kekuasaan, dan uang. Fenomena dikotomisasi
ditandai dengan adanya ´pendidikan umum´ di bawah naungan Kementerian
Pendidikan Nasional dan ´Pendidikan Agama´ di bawah naungan Kementerian
Agama RI. Jalur pendidikan agama sedikit dari muatan sains dan teknologi,
sementara jalur pendidikan umum berjalan tanpa kendali nilai-nilai keagamaan.
Ilmu pengetahuan umum diberikan kepada siswa tanpa pernah dikaitkan dengan
ilmu agama, bahkan dalam proses belajar mengajar seolah-olah ditanamkan
pengertian bahwa ilmu umum sama sekali tidak berhubungan dengan ilmu agama.
Akibatnya proses pendidikan selama ini telah menghasilkan kepribadian yang
tidak utuh (split personality). Yang membuat bangsa Indonesia secara menyeluruh
menjadi kekecewaan terhadap hasil pendidikan di Indonesia,
Ini dibuktikan dengan pendapat Staf Ahli Mendikbud bidang Kerjasama
Internasional Prof. Kacung Marijan, MA. Yang Juga Guru Besar Ilmu Politik di
UNAIR sebagai pembicara dalam seminar dan Lokakarya yang
bertajuk :”Teknologi dan perubahan Sosial” di pascasarja ITS Surabaya, selasa
10/10/2012, yang di ikuti oleh 259 orang pemangku ilmu homaniora dari sejumlah
kampus di Surabaya, mengatakan bahwa kurikulum perlu dilakukan perubahan
dari SD sampai Sekolah Lanjutan Atas, karena perubahan karakter harus dimulai
dari TK sampai SMA, kurikulum yang baru nanti akan merubah mindset
pendidikan yang bersifat akademik menjadi dua paradiqma yaitu Akademik dan
Karakter bahkan pendidikan Karakter lebih banyak di Tingkat TK dan SD, karena
karakter itu fondasi pendidikan, ia mencontohkan orang sukses itu bukan
ditentukan mata pelajaran bernilai A, tetapi prilakunya asusila. Seharusnya
Akademik dan karakter harus berimbang, orang sukses itu bukan hanya orang
pinter, tapi pinter dalam cara berkomunikasi dengan orang lain, kreatif dan
mempunyai ketrampilan soft skill lainnya yang juga baik. Menurutnya target dari
perubahan Kurikulum tersebut untuk mencetak sumberdaya manusia yang
profesional secara akademik dan tangguh atau kreatif secara karakter.14
Dengan
mulihat hasil lulusan pendidikan hari ini, banyak anak bangsa yang berpendidikan
melakukan korupsi, asusila, konsumsi narkoba, dan banyak prilaku-prilaku bejat
yang lainya, begitu pula kondisi sosial masyarakat saling melakukan penyerangan
antar gampong, tawuran antar warga belajar, sehingga sangat berdasar bahwa
pendidikan yang menggunakan kurikulum sebelumnya belum dapat mewujudkan
cita-cita bangsa.
Ini merupakan kekecewaan besar bangsa terhadap proses pelaksanaan
pendidikan di Indonesia, padahal undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional yang menjadi dasar berpijak dalam menyelenggarakan
lemabaga pendidikan di Indonesia, dan sebagai dasar dalam melakukan pengem-
bangan kurikulum pendidikan, para pemangku kepentingan dibidang pendidikan
14
Serambinews.com Selasa, 2 Oktober 2012, didounload pada tanggal 15 Okt. 2012
7. 7
belum serius menjalankan undang-undang pendidikan ini, konon staf ahli
Mendikbut membuka wacana perubahan Kurikulum yang menitik beratkan
kepada pendidikan yang berkarakter akan dilakukan pada tahun 2013, kurikulum
dan sistem pelaksanaan pendidikan tidak pernah melakukan kesalahan yang dapat
menyebabkan kekecewaan kepada bangsa, akan tetapi kekecewaan bangsa yang
disebabkan oleh pengambil kebijakan, pembuat sistem, kebijakan dan sistem yang
sudah dibuat tidak dijalankan secara serius malahan yang bersangkutan sendiri
yang merusakkan sistem dan kebijakan yang tidak bijak, ini lah yang
menyebabkan melahirkan kekecewaan anak bangsa, sehingga tidak ada lagi
pemimpinan yang ditauladani, tidak ada lagi tokoh yang disegani oleh
masyarakatnya, untuk perubahan kurikulum pendidikan itu kewenangan
pemerintah, kita sebagai anak bangsa hanya bisa berharap bahwa rencana
perubahan kurikulum tersebut disesuaikan dengan fungsi pendidikan
sebagaimana yang diamanahkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003,
pasal tiga.
Kita ketahui bersama bahwa setiap persoalan yang timbul ditengah
masyarakat selalu yang dipersalahkan kurikulum, sehingga kurikulum yang
mengalami perubahan, sementara sebahagian manusia semakin hari terus
membuat berbagai persoalan yang dapat menggangu ketengangan kehidupan
manusia yang lainnya, baik itu sebagai warga belajar yang melakukan tawuran di
jalana, antar sekolah, kampus, guru asusila, orangtua dan yang muda
mengkonsumsi dan mengedar narkoba, masyarakat komunitas tidak beretika,
tidak bermoral, tidak berprikemanusiaan, tidak berakhlaq mulia dan hal-hal yang
negative yang lainnya. Seharusnya pihak yang mempunyai kewenagan bidang
pendidikan dalam melakukan perancangan, pengembangan dan perubahan
kurikulum, bersinergis dengan pihak pemangku kepentingan pendidikan dan turut
dilibatkan secara serius dalam perencanaan, proses pelaksanaan dan evaluasi.
Dalam hal pemangku kepentingan pendidikan ada sebahagian yang kehidupannya
tidak kecukupan, kepada mereka yang ikut terlibat harus dipikirkan kopensasi
berbentuk insentif, sehingga mereka juga dapat mencurahkan tenaga, pikiran,
waktu secara maksimal untuk ikut peduli dalam pencapaian tujuan pendidikan
sebagaimana yang diharapkan.
E. PendidikandiAceh
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat
kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama
yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam,
mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran
tentang moral.(Musrifah,2005: 20).15
dalam kesempatan lain Wakil Gubernur
Aceh, Muhammad Nazar, mengatakan bahwa telah terjadi pemisahan pendidikan
di Aceh saat Belanda berkuasa di Aceh, salah satu topik yang di bahas dalam
15
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2005
8. 8
Seminar Pendidikan Islam Internasional se-Asia Tenggara adalah menyangkut
dengan pemisahan pendidikan umum dan pendidikan Agama, kegitan tersebut
berlangsung di Anjong Mon Mata, Banda Aceh. Senin (6/6).16
Senada dengan
pernyataan wakil Gubernur, Muhammad Nazar S.Ag di atas, Gubernur Aceh,
Irwandi Yusuf dalam kesempatan lain menyatakan bahwa “system pendidikan
Aceh untuk mewujudkan manusia tidak hanya mampu menguasai teknologi, tapi
juga beriman kepada Allah Swt dan berakhlaq mulia.17
Pendapat pemerintah Aceh sudah sesuai dengan amanah Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan, menyebutkan bahwa pendidikan Islam dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga bentuk, pertama, pendidikan agama diselenggarakan dalam bentuk
pendidikan agama Islam di satuan pendidikan pada semua jenjang dan jalur
pendidikan. Kedua, pendidikan umum berciri Islam pada satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada
jalur formal dan non formal, serta informal. Ketiga, pendidikan keagamaan Islam
pada berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren yang
diselenggarakan pada jalur formal, dan non formal, serta informal. 18
Mengacu dari peraturan pemerintah tersebut di atas, maka setiap guru pada
satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur, berkewajiban mengembangkan
materi ajar yang berbasis Islam dan dapat menyesuaikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, karena dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pola hidup masyarakat dan budaya yang dianut sebelumnya juga ikut
berubah, oleh karena itu, setiap guru pada setiap jenjang satuan pendidikan harus
mengembangkan keterkaitan pengetahuan antara satu desiplin ilmu dengan
desiplin ilmu yang lainnya sehingga warga belajar dapat mengetahui bahwa antara
satu desiplin ilmu dengan desiplin ilmu yang lainnya ada keterkaitan yang tak
terpisahkan, begitu pula desiplin ilmu yang dipelajari mempunyai keterkaitan
dengan situasi dan kondisi kehidupan warga belajar, dengan demikian warga
belajar dapat merasakan ilmu yang diperoleh di sekolah/madrasah ada manfaat
dalam kehidupannya.
Dalam melakukan pengembangan pendidikan agama Islam pada
sekolah/madrasah di Aceh mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) khususnya standar sarana
dan prasarana pendidikan. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan
dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan seperti penyediaan buku pedoman guru
pendidikan agama Islam, penyediakan buku teks atau buku pelajaran pendidikan
agama Islam, dan penyediaan alat peraga pendidikan agama Islam. 19
Sejalan
dengan maksud tersebut diatas bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa Standar Pendidikan tersebut
meliputi Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar
16
http://www1.harian-aceh.com/opini/85-opini/882-menata-pendidikan-aceh-.html
17
http://www.serambinews.com/news/view/29966/pernik-pendidikan-aceh
18
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan,
19
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
9. 9
Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Bahwa Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bertugas membantu Menteri
dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan Standar Nasional
Pendidikan. Dalam kaitan itu, pada tahun anggaran 2006, BSNP telah
mengembangkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dan telah menjadi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi.20
Pendidikan telah menjadi penopang dalam
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia secara menyeluruh, khusunya
sumber daya manusia di Aceh. Oleh karena itu, seharusnya kita dapat
meningkatkan sumber daya manusia yang tidak kalah saing dengan sumber daya
manusia di tingkat regional maupun ditingkat internasional. Apalagi besaran
anggaran pendidikan Nasional mencapai 20 persen dari dana APBN secara
keseluruhan, diharapkan dengan dana tersebut dapat mendorong dunia pendidikan
dalam meningkatkan kualitas lulusannya.
Banyaknya persoalan dalam sektor pendidikan di Aceh. Bahkan, beberapa
waktu lalu citra pendidikan sempat anjlok, mulai soal menukangi´ nilai ujian
nasional (UN) hingga terlibatnya sejumlah pejabat instansi tingkat provinsi dalam
beberapa kasus korupsi dana pendidikan. Dalam hal itu Plt Kadis Pendidikan
Aceh, Drs, H Bakhtiar Ishak yang ditemui Kontras, mengakui memang banyak hal
perlu diperbaiki dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Aceh.Selain mutu
yang belum sepenuhnya maksimal, terutama di wilayah pelosok Aceh
jugasumberdaya guru yang masih belum memadai, termasuk buruknya
manajemen. ³Fasilitassekolah seperti akses, kontruksi dan perlengkapan
laboratorium yang masih mempriha-tinkan,´katanya. Ke depan, jelas Bakhtiar,
sesuai regulasi yang dianjurkan pemerintah pusat, PemerintahAceh telah
menganggarkan sekira 20 persen dana APBA untuk pendidikan. Untuk tahun
2010 dianggarkan sebesar Rp 1,098 Triliun. ³Dana itu lebih difokuskan untuk
pembangunan mutu pendidikan,´ tegasnya. Dari jumlah dana yang dialokasi, sebut
Plt Kadis Pendidikan Aceh itu, sekitar Rp 500 miliar akn diplotkan langsung ke
semua Dinas Pendidikan di kabupaten/kota. Dana inidikosenrasikan ke
pembangunan fisik, seperti kontruksi sekolah maupun perlengkapan laboratorium
dan sebagainya. Sisanya akan diprogramkan untuk peningkatan mutu di
provinsiyang dituangkan ke sejumlah program, termasuk menyelesaikan program
tahun sebelumnya yang belum rampung. Dana anggaran pendidikan juga
diplotkan untuk pembayaran insentif guru honor, pembayaran untuk guru kontrak
pusat yang belum mencukupi, guru pengajian dan pembayaran bantuan untuk
siswa yatim. ³Untuk siswa yatim dianggarkan sekira 1,5 juta perorang, jumlah
siswa sekira 115 ribu anak. Sedangkan mengenai beasiswa lainnya sudah
dialihkan ke Komisi Beasiswa yang telah dibentuk Pemerintah Aceh. Demikian
juga dana untuk pesanteren/dayah akan diurus langsung oleh Badan Dayah,´ papar
Bakhtir Ishak.21
Pemerintah Aceh memberi perhatian penuh bagi peningkatan pendidikan,
sehingga pada program tahun 2010, telah menetapkan rencana strategi (renstra)
20
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
21
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia
10. 10
yang fokus utama untuk peningkatan mutu. Sedangkan pembangunan fisik
disesuaikan dengan kebutuhan, terutama disejumlah kabupaten/kota. Kita juga
akan mengevaluasi secara merata, lalu dana itu benar-benar dialokasi sesuai
kebutuhan, dan benar-benar untuk peningkatan mutu pendidikan. Untuk
peningkatan mutu, Dinas Pendidikan Aceh akan menyiasatinya lewat
sejumlah program, di antanya melatih para guru menyusul telah dibentuknya
Pusat Pelatihan Mutu Guru (PPMG) di Aceh yang membuka delapan lokasi.
Artinya, adanya penyebaran wilayah, maka program pelatihan guru tidak harus
diadakan di Banda Aceh seperti selama ini. Ini selain efektif karena guru tidak
terlalu lama meninggalkan tugas mengajar juga hemat dari segi biaya. Untuk
melatih guru, maka dilakukan pelatihan para tutor atau TOT (trainer of traning)
yang nantinya akan menjadi instruktur bagi guru-guru lainnya di seluruh
kabupaten/kota. Sekarang sejumlah guru sedang dilatih di Australia. Juga sedang
kita kirim ke Singapura. misi ini juga akan didukung sejumlah program nasional,´
Plt Kadis Pendidikan Aceh itu mengaku telah melakukan review mengenai
situasi pendukung pendidikan di Aceh. Hasilnya, untuk pembangunan fisik, dapat
dikatakan sudah 90 persen. Ke depan lebih difokuskan pada peningkatan
kapasatias atau kompetensi guru.Menurutnya, selama ini banyak guru di Aceh
dinilai masih rendah dalam kompetensi. Antara lain akibat manajemen sekolah
dan guru yang masih lemah. Saya baru saja ditempatkan didinas. Banyak yang
harus dibenahi, dan kita akan coba mengubah manajemen pendidikan,termasuk
memaksimalkan manajemen sekolah dan guru,´ ujarnya.22
Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPD) Dr. Warul Walidin MA, menilai
harus adanya kesungguhan pihak pengelola pendidikan agar menjadi kebutuhan
sehingga lembaga pendidikan menjadi investasi. Dikatakan pembangunan
pendidikan Aceh sebagaimana tertuang dalam RPJM Aceh2007-2012, ada empat
aspek untuk semua tingkat pendidikan, mencakup pemerataan dan perluasan akses
pendidikan peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing perbaikan tata
kelola,akuntabilitas, dan pencitraan publik penerapan sistem pendidikan
bernuansa Islami. Ini yangharus ditangani secara komprehensif dan konkrit.
dengan demikian, mutu pendidikan mencapai standar maksimum. Lebih lanjut
Ketua MPD Aceh mengemukakan bahwa Strategi yang dilakukan, memperkuat
sistem perencanaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi, meningkatkan sistem
manajemen kelembagaan dan sekolah, meningkatkan tata kelola yang akuntabel
dan transparan.
Renstra itu menjadi pedoman bagi semua pelaku pelayanan pendidikan di
Aceh,´ tegasnya. Pasal 6, Qanun Pendidikan Nomor 5 Tahun2008
mengamanahkan bahwa penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada Renstra
Pendidikan Aceh. Namun ada kesan tidak dijadikan rujukan oleh institusi
pendidikan. Maka dikhawatirkan tidak terdapat sinergi untuk mencapai
sasaran pendidikan dalam RPJM Aceh. Keraguan tersebut kini terwujud, sesuai
dengan hasil temuan bahwa mutu pendidikan di Aceh masih sangat rendah, sesuai
22
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia
11. 11
dengan hasil uji kompetensi guru tingkat Nasional, bahwa kualitas guru di Aceh
berada pada pringkat ke 28 Nasional dari 33 Provinsi, sementara kemampuan
lulusan SMA/SMK/MA yang bisa menembus Perguruan Tinggi Negeri berada di
peringkat 31 nasional untuk jurusan IPA dan peringkat 25 untuk jurusan IPS. 23
Sebenarnya, pendidikan Aceh akan lebih berjaya dengan sumber keuangan yang
signifikan juga kewenangan provinsi yang lebih besar. Sayangnya kesempatan ini
belum disinergikan. Maka sangat diperlukan suatu upaya koordinasi yang
terstruktur dan formal agar masa depan pendidikan Aceh lebih baik dari apa yang
telah dicapai sekarang.
Dibentuknya Tim Koordinasi Pembangunan Pendidikan Aceh (TK-PPA)
pada 28 Jauari 2010 lalu, menurut ketua MPD Aceh itu, peluang bagi upaya untuk
menghasilkan suatu mekanisme koordinasi pembangunan pendidikan Aceh yang
efektif. Artinya, kinerja pendidikan Aceh secara menyeluruh menjadi lebih
optimal dari pada apa yang sudah dicapai selama ini. Seperti bagaimana
mengintegrasikan program pembangunan pendidikan yang berbasis rencana
strategis pendidikan Aceh, dan merangkum semua rencana lintas pelaku kedalam
suatu rencana konseptual pembangunan pendidikan yang komprehensif;
menyusun rencana kegiatan dan anggaran bidang pendidikan yang terintegrasi,
terutama dalam pemanfaatan dana Otonomi Khusus dan Tambahan Dana Bagi
Hasil Migas. Ini penting koordinasi,´ imbuhnya.Dikatakan, perlunya regulasi
untuk mendukung kebijakan dan implementasi RenstraPendidikan Aceh, seperti
menyiapkan rancangan regulasi, juknis, dan model-modelimplementasi melalui
Kelompok Kerja antara lain bidang peningkatan mutu dan manajemenmutu Guru
lewat regulasi tentang rekrutmen. Begitu juga pendanaan pendidikan,
penguatanKelembagaan dan Tata Kelola Pendidikan, dan menyusun rencana kerja
dan jadwal Pokja.
Berkait pilar pencitraan publik penerapan sistem pendidikan bernuansa
Islami di Aceh, perlunya muatan lokal pendidikan Aceh yang bernuansa Islami.
Sesungguhnya ini ruang bagi reformasi menyeluruh terhadap pendidikan, yaitu
merekontruksi kembali pendidikanAceh yang berorientasi masa depan namun
tetap kontekstual dengan kebutuhan potensi daerah, kultur dan karakteristik Aceh.
Jadi, sebenarnya upaya mendongkrak mutu tidaklah begitu sulit. Tentu, apabila
semua stake holders memiliki visi dan misi seragam; bila saja dana pendidikan itu
dikelola dan digunakan sesuai porsinya. Tidaklah sulit dengan modal SDM Aceh
yang ada, meskipun sumber daya alam (SDA) khusunya minyak dan gas terus
mengalami kehabisan,´ timpal Drs.Anas M Adam, wakil ketua MPD Aceh yang
menurutnya, jika potensi yang ada dapat dioptimalkan24
F. MutuPendidikan DiAceh.
Terus merosotnya mutu pendidikan di Provinsi Aceh saat ini meskipun
memiliki dana yang berlimpah serta sarana dan fasilitas yang sangat memadai,
membuat Pemerintah Aceh merasa prihatin. Gubernur Irwandi Yusuf bahkan
23
Ir. Hamdani, (Bapeda Aceh) nara sumber pada rapat koordinasi TKPPA dengan Gubernur Aceh, DPRA, MPD, Disdik,
Perguruan Tinggi,NGO, Selasa 16/10/2012. More Sharing Services didounload pada hari Rabu, 17 Oktober 2012
24
http://www.serambinews.com/news/view/29966/pernik-pendidikan-aceh
12. 12
menyatakan pendidikan di Aceh saat ini berada dalam masalah besar akibat salah
urus. Pasti ada sesuatu yang salah dalam penanganan pendidikan di Aceh, kalau
tidak kenapa mutunya sampai hari ini kita masih tertinggal jauh dengan provinsi
lain meski telah dialokasikan dana triliunan rupiah, gedung sekolah yang megah
dimana-mana dan berbagai fasilitas pendidikan yang cukup,´ ujar Irwandi Yusuf.
Gubernur menyatakan hal itu dalam sambutannya yang dibacakan
Sekretaruis Daerah (Sekda) Aceh, Husni Bahri TOB ketika melantik Kepala
Dinas Pendidikan Aceh yang baru, Drs Bakhtiar Ishak, Senin (7/6) siang di Aula
Serba Guna Kantor Gubernur Aceh. Dikatakan, rasanya tidak ada lagi alasan bagi
untuk tidak merasa malu dengan mutu pendidikan di Aceh saat ini. Konflik sudah
tidak ada lagi, dana pun tidak lagi menjadi kendala, tetapi pendidikan tetap saja
belum mampu menunjukkan kualitas memuaskan. Perlu kita ingat bersama,
bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat, sudah menyatakan semangatnya
untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu lokasi pusat pendidikan diIndonesia.
Semangat saja tentu tidak cukup, harus diikuti dengan penataan sistem
dan peningkatan kualitas yang lebih baik. Karenanya, mari kita menjadikan semua
masalah inisebagai autokritik kepada Pemerintah Aceh, jelasnya. Untuk mengukur
kualitas pendidikan di suatu daerah, banyak parameter yang bisa dijadikan ukuran,
mulai dari sarana pendidikan, jumlah sekolah, kebijakan penerapan
kurikulum,kualitas dan ketersediaan guru, serta tingkat kelulusan para pelajar.Jika
paramater itu yang digunakan di Aceh, seharusnya tidak ada alasan untuk
mengatakan bahwa kualitas pendidikan di Aceh belum membaik. Setiap tahun,
rata-rata anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan di Aceh mencapai 20
persen dari APBA. Dana itu semakin bertambah lagi dengan adanya tambahan
dari Dana Otonomi Khusus (Otsus), Migas dan sebagainya. Berbagai LSM/NGO
pun ikut berkontribusi bagi kepentingan pendidikan di Aceh, utamanya
pascatsunami.25
G. CitraPendidikanDiAceh
Citra pendidikan Aceh dianggap belum meningkat. Ini bukan hanya soal
guru atau komitmen pemerintah, akan tetapi apresiasi masyarakat atas pendidikan
juga ikut memberi andil merosotnya mutu secara umum. Kesan selama ini ramai-
ramai bangun gedung sekolah, perlu aplikasi lapangan yang berimbang dengan
pengembangan dan pembinaan mutu belajar. Sebab meskipun ada kebijakan
mengirim sejumlah guru ke luar negeri, tidak bisa menjadi jaminan meningkatkan
mutu pendidikan. Apalagi sebenarnya, potensi daerah masih bisa
dioptimalkan, jika sekedar untuk melatih para guru. Mencari solusi atas berbagai
persoalan pendidikan Aceh, bukan hanya soal profesional para pengelola teknis
tapi juga bagaimana menjadi pendidikan memberi penyediaan lingkungan yang
kondusif untuk belajar. Semestinya sekolah harus dipahami bukan hanya sebagai
tempat mentransfer ilmu dari guru kepada murid, tetapi merupakan masyarakat
belajar, sehingga semua event, proses, dan komponen lingkungan baik berbentuk
manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan dapat menjadi kan sebagai sumber
belajar. Murid harus aktif mencari dan membentuk dirinya sendiri, bukan semata-
25
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia
13. 13
mata disiapkan orang lain.26
SIstem kurikulum yang sarat muatan, disadari atau
tidak, hanya menjadi beban murid, tetapi juga memberikan kontribusi yang besar
bagi guru untuk stres. Guru memberi banyak materi dan tugas kepada murid
karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan kurikulum yang dibebankan.
Memperbaiki citra pendidikan Aceh harus lewat komitmen yang jelas dan
ikhlas. Komitmen politik pemerintah untuk berbuat yang lebih baik dengan cara
memperkecil kebocoran penyimpangan-penyimpangan anggaran dan praktik yang
salah. Pemerintah harus serius tanpa ada kesan keraguan. Apalagi sektor
pendidikan sebagai lembaga investasi manusia. Di sini dibutuhkan konsep, visi
dan komitmen yang jelas, prinsip dasar dan skala prioritas dalam menangani
persoalan pendidikan. Di sinilah perlunya formula. Misal, melihat kualitas materi
ajar yang bisa ditakar lewat materi UAN setiap akhir tahun ajaran dan dilakukan
pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan
sebagai penunjang. Maka kurikulum sekolah hendaknya harus bisa menjawab
masalah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembangunan pendidikan harus memiliki grand design yang konsisten dan
mampumenyongsong masa depan yang dicita-citakan. Selama ini
pendidikan dinilai gagalkarena tidak memiliki sebuah grand design yang
jelas.
2. Pendidikan harus mencakup unsur jasmani, rohani, dan kalbu, agar
menghasilkan lulusandengan nilai kemanusiaan yang tinggi. Dengan
demikian terwujudlah masyarakat Acehyang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT, berilmu amaliah dan beramal ilmiah, percaya diri, sehat
jasmani dan rohani serta mampu menempatkan dirinya dalam suatutatanan
kehidupan yang Islami.
3. Pernak-pernik pendidikan Aceh hingga kini masih belum membanggakan.
Merombak paradigma untuk mengusung tekad pendidikan Aceh bermutu,
masih sebatas tataranwacana. Komitmen mencetak output yang life skill dan
siap saing´ belum berkorelasi ditataran aksi. Banyak hal telah membuat
realitas pendidikan di Aceh berada pada rating terendah secara nasional.
Mulai mutu belajar dan mutu guru, minimnya sarana, dana pendidikan yang
diselewengkan, manajemen tanpa visi, hingga political will pemerintahyang
belum memihak. Bahkan orientasi sektor pendidikan masih berkisar pada
proyek bukan profit.
4. Pada hakikatnya mutu pendidikan akan baik sangat tergantung pada
kebijakan pemerintah Aceh juga niat pengelola bidang pendidikan. Salah
26
Made Pidarta,. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia Jakarta: PT RinekaCipta.
14. 14
satunya meningkatkan kompetensi guru, terutama membangun citra kaum
guru yang selama ini mengalami degradasi.
B. DaftarPustaka
1. An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press. 1996
2. Daliman, A. 1999. Reorientasi Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan
Budaya Menuju Transformasi Masyarakat Madani dan Integrasi Bangsa,
Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
3. Kneller, George F., Introduction to the Philosophy of Education, John
Willey Sons Inc, New York, 1971.
4. Undang-undangnomor20tahun2003tentangsystempendidikannasional
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) khususnya standar sarana dan prasarana pendidikan.
6. Qanun Aceh nomor 5 tahun 2008 tentang pendidikan di aceh
7. http://www1.harian-aceh.com/opini/85-opini/882-menata-pendidikan-
aceh-.html
8. Made Pidarta,. Prof. Dr. Manajemen Pendidikan Indonesia Jakarta: PT
RinekaCipta. 2004.
9. sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia
10. http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-
pendidikan-di-indonesia/
11. http://www.serambinews.com/news/view/29966/pernik-pendidikan-aceh
12. Steenbrink, Karel. A., Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam
dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES. 1986
13. Iskandar Budiman, Dr., MCL Makalah “Modernisasi Pendidikan Islam
Nusantara” disampaikan dalam Seminar Pendidikan Internasional di
Banda Aceh 27 Desember 2011.
14. Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2005
15. Serambinews.com Selasa, 2 Oktober 2012, didounload pada tanggal 15
Okt. 2012