Teks tersebut membahas tentang kegemilangan peradaban maritim Indonesia pada masa lampau dan bagaimana kekuasaan bangsa Eropa, khususnya Belanda melalui VOC, telah mengubah Indonesia dari bangsa maritim menjadi bangsa agraris. Teks ini juga menjelaskan visi Indonesia untuk kembali menjadi bangsa maritim melalui program poros maritim.
Tugas sejarah kelas XI SMA Mahatma Gading Jakarta, tahun pelajaran 2017-2018. Dibuat oleh Andrew, Kimberly dan Valencia atas bimbingan Pak Richard Voorneman.
Sumber: serbasejarah.blogspot.com
Tugas sejarah kelas XI SMA Mahatma Gading Jakarta, tahun pelajaran 2017-2018. Dibuat oleh Andrew, Kimberly dan Valencia atas bimbingan Pak Richard Voorneman.
Sumber: serbasejarah.blogspot.com
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Resma Puspitasari
kolonialisme, imperialisme, VOC, bangsa belanda, imperialisme kuno, imperialisme modern, faktor pendorong kolonialisme dan imperialisme, jatuhnya konstantinopel, paham merkantilisme, revolusi industri, karangan marcopolo, penjelajahan samudra, penjelajahan bangsa portugis, penjelajahan bangsa spanyol, penjelajahan bangsa inggris, penjelajahan bangsa belanda, kolonialisasi dunia
Alasan kedatangan bangsa Asing ke Indonesia salah satunya adalah karena kekayaan alam yang sungguh luar biasa dimiliki bangsa. Namun, kesadaran akan hal itu nampaknya semakin berkurang, terbukti dari banyaknya budidaya buang sampah sembarangan, asal tebang pepohonan hingga pengerukan bumi oleh beberapa manusia yang kurang bertanggung jawab.
isi tersebut berupa para tokoh penjelajah dunia dan juga foto dan kapal para tokoh tersebut, para tokoh tersebut umumnya melakukan penjelajahan dengan jumlah awak yang besar dan dibutuhkan waktu yang cukup lama
tentang kerajaan Mataram Islam, kerajaan Makassar, kerajaan Ternate dan Tidore dan Pengaruh Penyebaran Agama Islam terhadap Sistem Sosial dan Budaya Masyarakat
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Resma Puspitasari
kolonialisme, imperialisme, VOC, bangsa belanda, imperialisme kuno, imperialisme modern, faktor pendorong kolonialisme dan imperialisme, jatuhnya konstantinopel, paham merkantilisme, revolusi industri, karangan marcopolo, penjelajahan samudra, penjelajahan bangsa portugis, penjelajahan bangsa spanyol, penjelajahan bangsa inggris, penjelajahan bangsa belanda, kolonialisasi dunia
Alasan kedatangan bangsa Asing ke Indonesia salah satunya adalah karena kekayaan alam yang sungguh luar biasa dimiliki bangsa. Namun, kesadaran akan hal itu nampaknya semakin berkurang, terbukti dari banyaknya budidaya buang sampah sembarangan, asal tebang pepohonan hingga pengerukan bumi oleh beberapa manusia yang kurang bertanggung jawab.
isi tersebut berupa para tokoh penjelajah dunia dan juga foto dan kapal para tokoh tersebut, para tokoh tersebut umumnya melakukan penjelajahan dengan jumlah awak yang besar dan dibutuhkan waktu yang cukup lama
tentang kerajaan Mataram Islam, kerajaan Makassar, kerajaan Ternate dan Tidore dan Pengaruh Penyebaran Agama Islam terhadap Sistem Sosial dan Budaya Masyarakat
APA CommNet Digital Webinar Series Part 2 - Elevating Awareness of Your Nonpr...America's Promise Alliance
Andrea Carlos, Project Manager at LinkedIn explored how you can use LinkedIn’s company pages and status updates to attract followers to learn more about your organization and consume important and relevant content.
Buku Ajar Sejarah imperialisme dan kolonialismeArmadira Enno
Bangsa Eropa datang ke Asia karena mereka ingin berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah, dan menyebarkan agama. Untuk itu bangsa-bangsa Eropa mencari jalan baru dengan mengarungi samudera. Pelopornya adalah bangsa Portugis dan Spanyol. Pelaut-pelaut terkenal dari Portugis adalah Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama. Sedangkan pelaut dari Spanyol adalah Columbus dan Magellan. Bakat kepeloporannya, Portugis dan Spanyol berhasil menguasai jalur berlayar terutama untuk mencari kekayaan. Indonesia sebagai daerah penghasil rempah-rempah menjadi rebutan. Dari situlah cikal bakal bangsa-bangsa Eropa mulai menjajah Indonesia.
Buku ini merupakan buku ajar yang dibuat oleh Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2015 Kelas A Universitas Lampung yang terkumpul dari Tugas Makalah Mata Kuliah Sejarah Imperialisme dan Kolonialisme. Buku ini Berisi Tentang :
- pelayaran bangsa portugis
- pelayaran bangsa spayol
- pelayaran bangsa inggris
- pelayaran bangsa belanda
- perlawanan rakyat maluku
- perlawanan rakyat banten
- perlawanan rakyat bali
- perlawanan rakyat aceh
Selain itu di dalam buku ini juga dilengkapi dengan soal-soal mengenai materi didalam buku beserta kunci jawabannya.
Semoga Buku Ajar ini dapat berguna dan membantu dalam pembelajaran Sejarah Indonesia. Buku Ajar ini juga dilengkapi dengan Power Point (PPT) untuk membantu pembelajaran. Kurang dan Lebihnya mohon dimaklumi. Terimakasih.....
Link PPT :
- https://www.slideshare.net/ennopangestika/ppt-pelayaran-portugis
- https://www.slideshare.net/ennopangestika/ppt-pelayaran-spanyol
- https://www.slideshare.net/ennopangestika/ppt-pelayaran-inggris
- https://www.slideshare.net/ennopangestika/ppt-pelayaran-belanda
masa penjajahan bangsa kolonial di indonesiaahmad arif
Power Point ini isinya tentang penjajahan belanda dan portugis ke indonesia. biasanya sih di pake saat pelajaran IPS ato PKN...
Perancangnya hapus aja kalo gak perlu, lumayan kan buat tugas.....
nb. maaf gan klo kepanjangan....
Datangnya Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia & Kebijakan Peme...Nadya Shafirah
materi Datangnya Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia & Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda dan Inggris, mata pelajaran Sejarah kelas XI. Meliputi :
-Kedatangan Portugis & Belanda di Indonesia
-VOC
-Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda dan Inggris di Indonesia.
1. 1
Poros Maritim dan Arus Balik Kebudayaan
Visi poros martitim yang digagas Presiden Jokowi menjadi pekerjaan besar bangsa ini.
Keinginan untuk “kembali ke luat”, setelah beribu-ribu tahun mengabaikannya, sudah barang
tentu bukan pekerjaan lima, sepuluh tahun. Visi untuk mengembalikan bangsa ini ke jati diri
sesungguhnya sebagai bangsa maritim adalah pekerjaan besar dan revolusioner, karena
menyangkut pemutarbalikan arus pemikiran, budaya, politik, pertahanan-militer dan sosial
secara lebih luas.
Keputusan nenek moyang bangsa ini untuk “mengungsi ke pedalaman”, tidak bisa dilepaskan
dari lepasnya penguasaan lautan yang sebelumnya mereka kuasai. Kedatangan bangsa-bangsa
Eropa yang menguasai laut nusantara menjadikan bangsa ini terpaksa masuk ke
wilayah lebih dalam. Dimulai dari Portugis, Spanyol dan kemudian Belanda, telah menggusur
kekuasaan laut kerajaan-kerajaan di nusantara. Mereka kemudian menyingkir lebih ke dalam
membangun peradaban baru yang berorientasi daratan (agraris). Kerajaan-kerajaan ini tidak
pernah mampu melampaui kebesaran nenek moyang mereka sewaktu masih menguasai
lautan. Tentu hal ini tidak mengherankan karena seperti disampaikan Pramoedya Ananta Toer
(Budayawan);
“Sejak VOC sampai pemerintah belanda berkuasa, laut tidak lagi menjadi penghubung,
tetapi laut menjadi pemisah antar pulau-pulau di nusantara, dan ini sejalan dengan misi
penaklukkan Belanda di Nusantara dengan politik devide at impera (politik pecah belah).”
Jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis yang dipimpin Afonso de Alburquerque ke Malaka
pada 1511, pelaut-pelaut nusantara telah dikenal sebagai pelaut yang tangguh. Pada abad 5
hingga 7 M kapal-kapal dagang nusantara telah menguasai Asia. Pada era itu pedagang Cina
banyak bergantung kepada pelaut-pelaut nusantara. Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa
Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat Samudera Hindia (Indonesia) hingga
Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.
Robert Dick-Read, seorang peneliti dari London University (penulis buku Penjelajah Bahari),
mengemukakan bahwa pelaut-pelaut nusantara yang telah menguasai perairan dan tampil
sebagai penjelajah samudera sejak 1.500 tahun lampau. Ini artinya penjelajahan pelaut-pelaut
nusantara itu dilakukan jauh sebelum Cheng Ho maupun Colombus mencatatkan
sejarah penjelajahan bahari yang fenomenal.
Anthony Reid, dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, mengutip catatan Diego de
Couto dalam buku Da Asia (terbit 1645), menuliskan pelaut Portugis yang menjelajahi
samudera pada pertengahan abad ke-16 itu menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar
sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar. Ia mendapati penduduk Tanjung
Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. "Mereka mengaku keturunan
Jawa," tutur Couto.
Sejarah peradaban maritim nusantara berikutnya ditandai dengan kemasyuran kerajaan
Sriwijaya di Palembang (abad ke-7), dan dilanjutkan kejayaan Majapahit di era kekuasaan
Hayam Wuruk (1350 – 1389). Kebesaran armada laut Majapahit tersebut bisa dirujuk pada
catatan Irawan Djoko Nugroho dalam bukunya Majapahit Peradaban Maritim (2011). Irwan
2. menulis armada laut Majapahit memiliki 400 Jung. Jumlah itu jauh lebih besar daripada
armada kapal yang dimiliki VOC (Belanda), EIC, Spanyol, dan Portugis pada tahun sesudahnya
(1674), yaitu 124 kapal. Irwan juga menulis, sejarah mencatat bahwa kemampuan teknologi
perkapalan Majapahit jauh lebih dahsyat dari bangsa lain. Bahkan ukuran kapal Majapahit
saat itu bisa memuat 600 penumpang, sementara kapal bangsa lain hanya 50 orang.
Semantara, kejayaan Sriwijaya ditandai dengan kedatangan berbagai orang dari berbagai
negeri. Banyak sarjana Budha Mahayana yang bermukin di ibukota Sriwijaya sebelum
melanjutkan studi di Universitas Nalada di India. Kesaksian atas kemasyuran Sriwijaya juga
dapat disaksikan pada catatan I Tsing, seorang bikshu dari Tiongkok. Maupun catatan Al
Masudi, seorang musafir sekaligus sarjana Arab, menulis catatan tentang Sriwijaya sebagai
kerajaan yang makmur dengan jumlah tentara banyak.
2
Lantas kemana hilangnya kegemilangan maritim nusantara itu?
Penguasaan bangsa-bangsa Eropa, yang dimulai dari Portugis hingga Belanda, atas perairan
nusantara disebabkan tidak adanya kerajaan maritim besar dan memiliki pengaruh kuat pada
masa itu. Setelah kejatuhan kerajaan maritim Sriwijaya (abad ke-7), dan kemudian Majapahit
(abad ke-15), praktis tidak ada lagi kerajaan maritim besar yang memiliki kekuatan angkatan
laut yang besar dan tangguh. Kerajaan-kerajaan maritim yang lahir kemudian di wilayah-wilayah
nusantara sibuk dengan konflik di antara mereka sendiri.
Sebelum Portugis, dan kemudian Belanda, berhasil menguasai lautan nusantara, terdapat
bandar-bandar besar dan berpengaruh di wilayah nusantara. Malaka, yang waktu itu masih
menjadi wilayah Majapahit, dan kemudian Demak, menjadi bandar yang strategis. Selain
Malaka, bandar lain yang tak kalah ramai adalah Makassar yang menjadi pusat kerajaan
Gowa. “Pusat kerajaan di Makassar pada awal abad ke-17 sudah menjadi kota pelabuhan
internasional lengkap dengan kantor perwakilan dagang Portugis, Belanda, Inggris, Spanyol,
Denmark dan Tiongkok,” papar sejarawan Hilmar Farid dalam pidato Kebudayaannya di
Taman Ismail Marzuki 11 November 2014 lalu.
Dan ketika Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Alburquerque sampai ke Malaka pada
tahun 1510, mereka dengan mudah menghancurkan kapal-kapal Jawa dan menguasai bandar
paling strategis di wilayah nusantara tersebut. Kedatangan bangsa Eropa ke nusantara dipicu
kejatuhan Konstantinopel (ibukota Romawi) ke tangan kesultanan Turki Utsmani (1453).
Pengusaan Konstantinopel oleh Turki membuat pasokan rempah-rempah dari wilayah timur
ke Eropa terputus. Kondisi ini membuat bangsa Eropa mencari sendiri sumber rempah-rempah
di belahan timur. Setelah menaklukan dan menguasai Malaka, Portugis menjadikan
Malaka sebagai pangkalan militer untuk menahan serangan orang-orang Melayu. Dari Malaka
mereka kemudian mengirimkan ekspedisi ke Maluku mencari rempah-rempah.
Kedatangan Portugis memicu kedatangan bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti Spanyol dan
Belanda. Tujuan mereka pun serupa mencari sumber rempah-rempah. Ekspedisi Spanyol ke
kepulauan nusantara tak semulus seperti Portugis. Armada Magella (1519) berlayar dari
Spanyol dengan membawa lima kapal dengan awak berjumlah 270 orang. Ekspedisi ini telah
menekan banyak korban jiwa dan materil. Selain kehilangan nyawa Magellan, ekspedisi ini
hanya menyisakan tiga kapal dari lima kapal yang berlayar. Mereka sampai di Filipina pada
3. tahun 1521. Dari Filipina mereka melanjutkan pelayaran sampai ke Kepulauan Maluku,
tepatnya di Kesultanan Tidore.
Cornellis de Houtman sampai di Banten pada 1596. Banten saat itu merupakan pelabuhan
lada terbesar di ujung Barat pulau Jawa. Sejak itu Belanda banyak mengirimkan armada
ekspedisi dari berbagai perusahaan berbeda untuk mencapai sumber rempah-rempah. Jacob
van Neck pada Maret 1599 tiba di Maluku, kapal-kapalnya kembali ke Belanda (1599-1600)
dengan membawa banyak rempah-rempah dan meraup keuntungan 400 persen.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa mencari rempah-rempah ke nusantara tak pelak
menimbulkan persaingan di antara mereka. Mereka masing-masing mencoba mendekati
penguasa-penguasa setempat. Seperti Portugis yang mendekati Kesultanan Ternate, dan
Spanyol yang mendekati Kesultanan Tidore. Konflik-konflik lokal antarkerajaan itu pada
akhirnya banyak menguntungkan bangsa Eropa. Keberhasilan mereka membantu dalam
menghadapi musuh-musuhnya membuat bangsa-bangsa Eropa itu mendapat previllage
sehingga akhirnya memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah itu.
Di Jawa setelah keruntuhan Majapahit (1478) akibat konflik dan perang saudara, dan tidak
adanya kerajaan besar, membuat Portugis, dan kemudian Belanda relatif mudah menguasai
Jawa. Usaha untuk menghancurkan Portugis dan merebut Malaka bukan tidak dilakukan raja-raja
Jawa pada masa itu. Pasukan Jepara dan Palembang (1513) yang menyerang Malaka
berhasil dipukul mundur. Begitupun dengan Pati Unus (1521) hingga Ratu Kalinyamat (1550,
dan 1556) yang mengerahkan armada tempurnya ke Malaka untuk mengusir Portugis
berakhir dengan kegagalan. Pati Unus bahkan terbunuh dalam pertempuran itu. Satu-satunya
keberhasilan kerajaan nusantara menghalau Portugis adalah ketika Fatahillah dari kerajaan
Demak berhasil mengalahkan Portugis di Teluk Jakarta, dan mengusasi kota Sunda Kelapa
(1527).
Kemunduran terbesar Indonesia sebagai bangsa maritim terjadi ketika meninggalnya Sultan
Agung 1645. Hilmar Farid dalam pidato kebudaayannya berjudul Arus Balik Kebudayaan:
Sejarah Sebagai Kritik, menuliskan kematian Sultan Agung pada tahun 1645 membuka ruang
intervensi VOC di pedalaman Mataran, dan jatuhnya Makassar pada 1669 membuka jalan
bagi VOC menguasai jalur perdagangan terpenting di nusantara. Sejak itu hanya ada kerajaan
maritim kecil dan hidup di bawah dominasi VOC yang secara efektif menggunakan
perpecahan dan persaingan di antara mereka untuk menguasai semuanya. Sultan Agung
pernah dua kali menyerang VOC di Batavia, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Keduanya
berakhir dengan kekalahan.
Dominasi dan kolonialisasi VOC di wilayah nusantara memaksa bangsa ini tidak bisa
mengakses lautnya, sebagai urat nadi budaya sekaligus sumber kehidupan mereka sebagai
bangsa maritim. Mereka dipaksa masuk lebih dalam membangun peradaban baru “di darat”
dengan mengingkari kodranya sebagai bangsa maritim.
3
Mengutip Pramoedya Ananta Toer dalam novel sejarah berjudul Arus Balik;
Semasa jayanya Majapahit, Nusantara merupakan kesatuan maritim dan
kerajaan luat terbesar di antara bangsa-bagnsa beradab di muka bumi. Arus
bergerak dari selatan ke utara, segalanya: kapal -kapalnya, manusianya, amal
4. 4
perbuatannya dan cita-citanya, semua bergerak dari Nusantra di selatan ke ‘Atas
Angin’ di utara. Tetapi zaman berubah... Arus berbalik – bukan lagi dari selatan
ke utara tetapi sebaliknya dari utara ke selatan. Utara kuasai selatan, menguasai
urat nadi kehidupan Nusantara...
Ilusi Bangsa Agraris
Bangsa Indonesia sebagai bangsa agraris merupakan sebuah ilusi yang telah tertanam
beratus-ratus tahun lamanya. Hal ini seriring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa,
terutama Belanda melalui VOC-nya. Sejarah tanam paksa pada waktu jaman Gubernur
Jenderal van Den Boch (1830-1834) kian membenamkan bangsa ini kepada kehidupan agraris
sebagai sebuah keniscayaan.
Laut tidak lagi dipandang sebagai urat nadi peradaban. Laut telah dijadikan penghambat,
tidak lagi dipandang sebagai sebuah penghubung yang mengintegrasikan dirinya sebagai
kesatuan utuh wilayah di nusantara.
Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau–pulau. Sambung menyanbung menjadi satu,
itulah Indonesia. Lirik lagu berjudul Dari Sabang Sampai Merauke ciptaan R. Sunaryo sejatinya
menegaskan Indonesia sebagai kesatuan bangsa maritim.
Ironisnya, ilusi bangsa ini sebagai bangsa agraris justru semakin ditanamkan oleh bangsa
Indonesia sendiri. Soeharto melalui kekuasaanya yang hegemonik mengarahkan bangsanya
untuk menjadi agraris. Programnya untuk melakukan swasembada beras memang berhasil
dilakukan pada tahun 1984. Tahun 1985 Soeharto mendapat penghargaaan dar FAO (Badan
Pangan Dunia). Namun lima tahun berikutnya Indonesia kembali menjadi pengimpor beras.
Padahal syarat sebagai negara agraris adalahsebagian besar masyarakatanya bermata
pencaharian sebagai petani, atau hidup dari sektor pertanian. Berbagai produk pertanian
diunggulkan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Sebagai sebuah negara yang 70
persen wilayahnya adalah lautan sangatlah mengherankan mengklaim dirinya sebagai negara
agraris. Padahal luas daratan itu masih harus dikurangi oleh keberadaan hutan, permukiman,
industri dan infrastruktur yang dari tahun ke tahun luasnya semakin meningkat. Akibatnya?
Indonesia dari tahun ke tahun menjadi negara pengimpor beras. Dan pengimpor sebagian
besar produk pertanian lainnya.
Anton Apriyantono mencatat bahwa alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis dengan laju yang
bisa mencapai 80.00 hektar pertahun. Sedangkan kemampuan cetak sawah nasional
maksimal masih di bawah laju alih fungsi. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta
jiwa, laju pertumbuhan 1,3 persen per tahun dan terkonsentrasi di Jawa mendorong laju alih
fungsi lahan semakin tinggi dan Jawa menjadi tereksploitasi berlebihan yang tercermin dari
luas pemilikan lahan rata-rata yang terus menciut.
Ilusi sebagai bangsa agraris yang tertanam selama berabad-abad lamanya, telah membawa
bangsa ini kepada keterikatan kepada tanah sebagai sumber kehidupan, sekaligus sebagai
sebagai inspirasi budaya. Kehidupan agraris identik dengan kehidupan masyarakat desa yang
memiliki keterikatan tinggi satu sama lain berdasarkan unsur kekeluargaan, berkelompok,
homogen seperti dalam mata pencaharian, adat istiadat dan agama.
5. Sekali lagi, ilusi sebagai bangsa agraris telah membawa bangsa ini melupakan lautnya. Dan,
sekaligus meninggalkan produk budaya yang melekat pada kemaritiman itu sendiri.
Keputusan untuk menyikir ke dalam telah membuat bangsa ini terputus dari pergaulan global
yang terjadi melalui interaksi jalur maritim.
5
Budaya Maritim
“Kita tidak bisa kuat, sentosa, dan sejahtera selama kita tidak kembali
menjadi bangsa bahari seperti masa dahulu.”
Kalimat itu disampaikan Bung Karno dalam pidatonya pada Munas Maritim 1963. Saat itu
Bung Karno menunjuk Ali Sadikin sebgai Menko Maritim. Bung Karno ingin menjadikan laut
nusantara sebagai pilar utama penggerak perekonomian nasional. Sesungguhnya Bung Karno
sudah lebih dulu memiliki kesadaran kemaritimannya ketika menunjuk Perdana Menteri
Djuanda untuk membuat deklarasi wawasan Nusantara pada 13 Desember 1957 dan
memperjuangkan di forum internasional asas archipelago Indonesia melalui United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1958. Namun baru pda tahun 1982 perjualan itu
dikabulkan melalui konferensi PBB tentang hukum laut UNCLOS III. Berdasarkan hal itu
Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas sumber kekayaan alam dan berbagai kepentingan
yang berada di atas, di bawah permukaan dan di lapisan bawah dasar laut Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km² .yang mengelilingi laut kedaulatan selebar 200 mil laut.
Adanya pengakuan atas ZEE menjadi modal bangsa Indonesia untuk kembali melihat laut
sebagai pusat aktifitas budaya seperti pada zaman keemasan Sriwijaya maupun Majapahit.
Tapi sayangnya hal itu tidak dilakukan. Persepsi bangsa ini sebagai bangsa agraris telah
menjadikan laut hanya dilihat sebatas sebagai potensi ekonomi sekunder. Laut hanya dilihat
sebagai produksi ikan tangkap dan budidaya ikan semata.
Visi pembangunan poros maritim seperti digagas Presiden Jokowi, seperti yang dijelaskan
Prof Dr Ir La Ode Masihu Kamaluddin,M.Eng, dalam mengembangkan ekonomi maritim ke
depan harus ada revolusi mental yakni dari cara pandang yang tidak lagi bicara soal produksi
ikan tangkap dan budidaya ikan, melainkan lebih berkosentrasi pada bisnis pengembangan
transportasi dan pelabuhan.
Jelas, revolusi mental berarti mengubah secara radikal cara pandang dan sikap bangsa ini
terhadap laut selama ini. Laut harus dilihat sebagai pusat aktifitas budaya, sehingga apapun
gagasan, tindakan serta karya yang dihasilkan selalu berorentasi kemaritiman. Perubahan ini
harus diikuti dengan perubahan pendekatan pertahanan maupun orientasi pembangunan,
industrialisasi, dari yang selama ini berorientasi kontinenal menjadi maritim. Dan sudah
barang tentu kita mesti berpikir ulang untuk terus menjadikan Jakarta sebagai ibu kota.
Rencana membangun tol laut yang akan menghubungkan Sabang sampai Merauke dan
pembangunan 20 pelabuhan di seluruh perairan Indonesia sudah barang tentu akan
menghidupkan kembali aktifitas kemaritiman Indonesia. Menggeliatnya kembali pelabuhan
atau bandar-bandar besar dan kecil, industri-industri perikanan tentu berimplikasi pada
dinamika kehidupan di daerah pesisir. Menghidupkan kembali laut berarti ke depannya
6. bangsa ini harus bertumpu pada perdagangan sebagai kegiatan utama perekonomian.
Aktifitas pertanian dan perkebunan diarahkan untuk menghasilkan produk-produk komoditas
jadi, bukan lagi perdagangan barang mentah atau setengah jadi. Kegiatan perekonomian
maritim diprediksi dapat menyerap 40 ribu tenaga kerja sehingga kita tidak perlu lagi
mengirim istri-istri kita, anak-anak perempuan kita untuk menjadi buruh di negeri orang.
6
Jalesveva Jayamahe!
Referensi Bacaan:
Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik (1995)
Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara (2004)
Van Puersen, Strategi Kebudayaan (1994)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung
http://pigipugu.blogspot.com/2011/01/angkatan-laut-majapahit.html
http://indonesiadalamsejarah.blogspot.com/2012/04/hukum-laut-indonesia.html
http://news.okezone.com/read/2014/11/11/65/1063717/budaya-maritim-indonesia-didominasi-
tiga-etnis
http://www.kaskus.co.id/thread/544a6b29a09a3962148b4567/budaya-maritim-keluhuran-nusantara
http://grelovejogja.wordpress.com/2007/08/07/kebudayaan-maritim-modern/
http://hilmarfarid.com/wp/?p=621
http://library.uinsby.ac.id/index.php/news-and-events/323-doktrin-maritim-ala-jokowi-jk