Tulisan ini membahas tentang khabar shadiq sebagai metode transmisi ilmu pengetahuan dalam Islam yang diragukan oleh para orientalis. Epistemologi Islam memiliki empat sumber kebenaran yaitu indra, akal, khabar shadiq, dan wahyu. Khabar shadiq merupakan sumber ilmu pengetahuan utama dalam Islam seperti al-Quran dan hadis."
Dokumen tersebut membahas konsep epistemologi dalam tradisi Islam, termasuk definisi epistemologi, hubungannya dengan falsafah, dan cabang-cabang utama falsafah seperti ontologi dan aksiologi. Epistemologi Islam mempertimbangkan pengetahuan sebagai sesuatu yang mungkin dan menolak pandangan skeptis bahwa pengetahuan adalah mustahil.
Makalah ini membahas pengertian dan model-model penelitian filsafat Islam. Pertama, pengertian filsafat Islam dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai ilmu yang mencakup ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu. Kedua, beberapa model penelitian filsafat Islam diidentifikasi, seperti model M. Amin Abdullah yang menggunakan pendekatan studi tokoh dan komparatif, serta model lainnya yang menggunakan pendek
Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...Fatihunnada
Penelitian ini membahas metodologi yang digunakan dalam meneliti otentisitas karya ulama, khususnya dalam menganalisis pemikiran hadis mukhtalif. Beberapa peneliti sebelumnya telah membandingkan karya-karya tokoh utama seperti al-Syafi'i dan Ibn Qutaybah dengan menggunakan pendekatan sejarah dan metode komparatif untuk menentukan siapa yang mempengaruhi siapa. Namun demikian, masih
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pendekatan sejarah dalam studi Islam dan karakteristiknya sebagai salah satu pendekatan.
2. Studi Islam dapat dilihat dari dua sisi, yaitu normatif sebagai agama dan historis sebagai disiplin ilmu.
3. Pertumbuhan studi Islam terjadi di berbagai pusat seperti Mekkah, Madinah, Baghdad, dan Spanyol.
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Dokumen tersebut membahas konsep epistemologi dalam tradisi Islam, termasuk definisi epistemologi, hubungannya dengan falsafah, dan cabang-cabang utama falsafah seperti ontologi dan aksiologi. Epistemologi Islam mempertimbangkan pengetahuan sebagai sesuatu yang mungkin dan menolak pandangan skeptis bahwa pengetahuan adalah mustahil.
Makalah ini membahas pengertian dan model-model penelitian filsafat Islam. Pertama, pengertian filsafat Islam dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai ilmu yang mencakup ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu. Kedua, beberapa model penelitian filsafat Islam diidentifikasi, seperti model M. Amin Abdullah yang menggunakan pendekatan studi tokoh dan komparatif, serta model lainnya yang menggunakan pendek
Metodologi Penelitian Studi Islam - Otentisitas Karya Ulama - Perdebatan Meto...Fatihunnada
Penelitian ini membahas metodologi yang digunakan dalam meneliti otentisitas karya ulama, khususnya dalam menganalisis pemikiran hadis mukhtalif. Beberapa peneliti sebelumnya telah membandingkan karya-karya tokoh utama seperti al-Syafi'i dan Ibn Qutaybah dengan menggunakan pendekatan sejarah dan metode komparatif untuk menentukan siapa yang mempengaruhi siapa. Namun demikian, masih
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pendekatan sejarah dalam studi Islam dan karakteristiknya sebagai salah satu pendekatan.
2. Studi Islam dapat dilihat dari dua sisi, yaitu normatif sebagai agama dan historis sebagai disiplin ilmu.
3. Pertumbuhan studi Islam terjadi di berbagai pusat seperti Mekkah, Madinah, Baghdad, dan Spanyol.
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Epistemologi Irfani adalah cabang filsafat Islam yang mempelajari cara memperoleh pengetahuan melalui intuisi dan pengalaman batin. Perkembangannya melalui lima fase: pembibitan, kelahiran, pertumbuhan, puncak, dan spesialisasi. Metode utamanya adalah olah ruhani untuk mendapatkan pengetahuan langsung dari Tuhan tanpa proses deduksi atau pembuktian.
Metodologi Studi Islam merupakan salah satu mata kuliah wajib yang diajarkan di perguruan tinggi Islam untuk memberikan pemahaman tentang cara mempelajari Islam secara sistematis dan metodologis. Mata kuliah ini penting untuk memberikan dasar bagi mahasiswa dalam mempelajari berbagai aspek Islam secara komprehensif dan menghindari kesalahpahaman. Metodologi Studi Islam mencakup pengertian metode, tujuan mempelajari
Pendekatan bayani, irfani dan burhani dalam metodologi studi islamPhuji Maisaroh
Agama Islam adalah agama yang perlu dipahami dengan berbagai pendekatan-pendekatan atau metode supaya didapat pengetahuan yang sempurna mengenai Agama Islam. 3 diantara pendekatan itu adalah pendekatan Bayani, Irfani dan Burhani yang saling berkaitan
Teks tersebut membahas tentang Islam normatif dan historis. Islam normatif merujuk pada aturan-aturan Islam secara ideal seperti yang tercantum dalam al-Quran dan Hadis, sedangkan Islam historis merujuk pada penerapan Islam dalam konteks kehidupan manusia yang terpengaruh oleh faktor sejarah, budaya, dan zaman. Keduanya saling berkaitan namun memiliki karakteristik tersendiri.
Makalah ini membahas hubungan antara etika dan ilmu dalam 3 kalimat:
1. Etika dan ilmu seharusnya tidak dipisahkan karena etika melekat pada ilmu dan berperan mengendalikan penggunaan ilmu.
2. Ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, sedangkan etika membahas hal-hal seperti baik dan buruk serta kewajiban moral.
3. Sejarah menunjukkan bahwa
1) Filsafat Islam memiliki berbagai aliran seperti filsafat rasional (parepatetik), filsafat iluminasi (iluminasionis), tasawuf, dan filsafat transenden (hikmah muta'aliyah).
2) Parepatetik berfokus pada akal dan berpegang teguh pada ajaran Aristoteles. Iluminasionis menekankan pengalaman intuitif spiritual. Tasawuf menganut pengetahuan langsung dari Tuhan tanpa logika. Hikmah muta'aliyah
Teks tersebut membahas pendekatan-pendekatan dalam pengkajian Islam, terutama pendekatan normatif dan deskriptif. Pendekatan normatif meliputi pendekatan misionaris tradisional, apologetik, dan irenik. Sedangkan pendekatan deskriptif meliputi pendekatan filologis dan sejarah, ilmu-ilmu sosial, serta fenomenologis. Teks ini juga membahas pengertian istilah kunci dan disiplin utama studi hukum dalam kaitannya dengan pen
Makalah ini membahas tentang pemikiran filsafat Al-Kindi dengan menjelaskan biografi singkat, pandangannya tentang filsafat, filsafat pengetahuan, dan etika."
Dokumen ini membahas pengertian filsafat menurut pemikiran klasik. Filsafat didefinisikan sebagai ilmu yang mencari kebenaran dengan berpikir mendalam. Aristoteles membagi filsafat menjadi empat cabang yaitu logika, teoretis, praktis dan poetika. Terdapat berbagai aliran dalam filsafat seperti metafisika, etika dan teori pengetahuan. Filsafat berbeda dengan ilmu lain karena melihat kesatuan alam
Berbagai pendekatan konteks studi Islam membahas beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi Islam, yaitu pendekatan teologis, yuridis, psikologis, historis, antropologis, sosiologis, filosofis, dan fenomenologis. Pendekatan teologis berfokus pada pemahaman agama melalui iman dan wahyu, sedangkan pendekatan yuridis berfokus pada pemahaman agama Islam secara hukum berdasarkan Al-Quran dan hadis.
Dokumen tersebut membahas beberapa pendekatan dalam studi Islam, yaitu pendekatan normatif yang menilai masalah secara hukum dan ajaran, pendekatan misi yang bertujuan menyebarkan agama, pendekatan apologetik yang berusaha menyesuaikan Islam dengan ilmu pengetahuan, dan pendekatan simpati yang bertujuan menciptakan dialog antaragama. Tujuan akhir dari berbagai pendekatan tersebut adalah terciptanya sikap terbuka d
Asep sobari (sejarah dan pemikiran khawarij)Edi Awaludin
1. Khawarij bermula dari kasus Dzul Khuwaishirah yang menuduh Rasulullah tidak adil dalam pembagian harta. 2. Mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah dan yang mendukung tahkim. 3. Ciri utama mereka adalah mengkafirkan orang bermaksiat dan memberontak kepada pemimpin.
Buku ini membahas tentang Islam dan perbankan syariah. Ia menjelaskan bahwa fungsi-fungsi dasar bank seperti menerima simpanan, memberi pinjaman, dan transfer uang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Buku ini juga membahas fatwa MUI dan Muhammadiyah yang menyatakan bahwa bunga bank haram. Sistem perbankan syariah diperkenalkan sebagai alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Epistemologi Irfani adalah cabang filsafat Islam yang mempelajari cara memperoleh pengetahuan melalui intuisi dan pengalaman batin. Perkembangannya melalui lima fase: pembibitan, kelahiran, pertumbuhan, puncak, dan spesialisasi. Metode utamanya adalah olah ruhani untuk mendapatkan pengetahuan langsung dari Tuhan tanpa proses deduksi atau pembuktian.
Metodologi Studi Islam merupakan salah satu mata kuliah wajib yang diajarkan di perguruan tinggi Islam untuk memberikan pemahaman tentang cara mempelajari Islam secara sistematis dan metodologis. Mata kuliah ini penting untuk memberikan dasar bagi mahasiswa dalam mempelajari berbagai aspek Islam secara komprehensif dan menghindari kesalahpahaman. Metodologi Studi Islam mencakup pengertian metode, tujuan mempelajari
Pendekatan bayani, irfani dan burhani dalam metodologi studi islamPhuji Maisaroh
Agama Islam adalah agama yang perlu dipahami dengan berbagai pendekatan-pendekatan atau metode supaya didapat pengetahuan yang sempurna mengenai Agama Islam. 3 diantara pendekatan itu adalah pendekatan Bayani, Irfani dan Burhani yang saling berkaitan
Teks tersebut membahas tentang Islam normatif dan historis. Islam normatif merujuk pada aturan-aturan Islam secara ideal seperti yang tercantum dalam al-Quran dan Hadis, sedangkan Islam historis merujuk pada penerapan Islam dalam konteks kehidupan manusia yang terpengaruh oleh faktor sejarah, budaya, dan zaman. Keduanya saling berkaitan namun memiliki karakteristik tersendiri.
Makalah ini membahas hubungan antara etika dan ilmu dalam 3 kalimat:
1. Etika dan ilmu seharusnya tidak dipisahkan karena etika melekat pada ilmu dan berperan mengendalikan penggunaan ilmu.
2. Ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, sedangkan etika membahas hal-hal seperti baik dan buruk serta kewajiban moral.
3. Sejarah menunjukkan bahwa
1) Filsafat Islam memiliki berbagai aliran seperti filsafat rasional (parepatetik), filsafat iluminasi (iluminasionis), tasawuf, dan filsafat transenden (hikmah muta'aliyah).
2) Parepatetik berfokus pada akal dan berpegang teguh pada ajaran Aristoteles. Iluminasionis menekankan pengalaman intuitif spiritual. Tasawuf menganut pengetahuan langsung dari Tuhan tanpa logika. Hikmah muta'aliyah
Teks tersebut membahas pendekatan-pendekatan dalam pengkajian Islam, terutama pendekatan normatif dan deskriptif. Pendekatan normatif meliputi pendekatan misionaris tradisional, apologetik, dan irenik. Sedangkan pendekatan deskriptif meliputi pendekatan filologis dan sejarah, ilmu-ilmu sosial, serta fenomenologis. Teks ini juga membahas pengertian istilah kunci dan disiplin utama studi hukum dalam kaitannya dengan pen
Makalah ini membahas tentang pemikiran filsafat Al-Kindi dengan menjelaskan biografi singkat, pandangannya tentang filsafat, filsafat pengetahuan, dan etika."
Dokumen ini membahas pengertian filsafat menurut pemikiran klasik. Filsafat didefinisikan sebagai ilmu yang mencari kebenaran dengan berpikir mendalam. Aristoteles membagi filsafat menjadi empat cabang yaitu logika, teoretis, praktis dan poetika. Terdapat berbagai aliran dalam filsafat seperti metafisika, etika dan teori pengetahuan. Filsafat berbeda dengan ilmu lain karena melihat kesatuan alam
Berbagai pendekatan konteks studi Islam membahas beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi Islam, yaitu pendekatan teologis, yuridis, psikologis, historis, antropologis, sosiologis, filosofis, dan fenomenologis. Pendekatan teologis berfokus pada pemahaman agama melalui iman dan wahyu, sedangkan pendekatan yuridis berfokus pada pemahaman agama Islam secara hukum berdasarkan Al-Quran dan hadis.
Dokumen tersebut membahas beberapa pendekatan dalam studi Islam, yaitu pendekatan normatif yang menilai masalah secara hukum dan ajaran, pendekatan misi yang bertujuan menyebarkan agama, pendekatan apologetik yang berusaha menyesuaikan Islam dengan ilmu pengetahuan, dan pendekatan simpati yang bertujuan menciptakan dialog antaragama. Tujuan akhir dari berbagai pendekatan tersebut adalah terciptanya sikap terbuka d
Asep sobari (sejarah dan pemikiran khawarij)Edi Awaludin
1. Khawarij bermula dari kasus Dzul Khuwaishirah yang menuduh Rasulullah tidak adil dalam pembagian harta. 2. Mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah dan yang mendukung tahkim. 3. Ciri utama mereka adalah mengkafirkan orang bermaksiat dan memberontak kepada pemimpin.
Buku ini membahas tentang Islam dan perbankan syariah. Ia menjelaskan bahwa fungsi-fungsi dasar bank seperti menerima simpanan, memberi pinjaman, dan transfer uang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Buku ini juga membahas fatwa MUI dan Muhammadiyah yang menyatakan bahwa bunga bank haram. Sistem perbankan syariah diperkenalkan sebagai alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa nomor 1 tahun 2004 yang menyatakan bahwa bunga (interest/fa'idah) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman atau utang piutang, baik oleh lembaga keuangan maupun individu, adalah haram secara syariat."
Akmal sjafril (perkembangan aktual islam liberal)Edi Awaludin
Islam liberal telah berkembang di Indonesia sejak tahun 2000-an melalui tulisan-tulisan tokoh seperti Ulil Abshar Abdalla. Pemikiran Islam liberal dianggap sebagai kelanjutan dari gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid. Islam liberal mempromosikan pluralisme agama, feminisme, dan LGBT melalui berbagai lembaga, media, dan kampus. Namun, metode dan gagasan mereka telah banyak mendapat kritik dari cendekiawan Muslim k
Dr. budi handrianto (kritik terhadap sains barat modern perspektif nasr)Edi Awaludin
Teks tersebut membahas kritik Seyyed Hossein Nasr terhadap sains Barat modern. Nasr menyatakan bahwa sains Barat didasarkan pada pandangan dunia sekuler yang hanya mengakui realitas yang dapat diamati secara empiris, sehingga mengeluarkan aspek spiritual. Hal ini berdampak pada implementasi sains yang tidak lagi berorientasi manusiawi."
Buku ini membahas tentang perbankan syariah yang meliputi tiga poin utama. Pertama, fungsi-fungsi perbankan seperti menerima simpanan, pinjaman, dan transfer uang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Kedua, beberapa sahabat Rasulullah SAW seperti Ali, Zubair, dan Ibnu Abbas telah melakukan aktivitas seperti menerima simpanan, pinjaman, dan transfer uang. Ketiga, pemberian modal kerja berbasis bagi hasil seperti mudhar
Tiga kalimat:
Dokumen tersebut membahas pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan, termasuk epistemologi Islam yang terdiri dari pendekatan bayani, 'irfani, dan burhani dalam memperoleh pengetahuan.
artikel ilmiah falsafah kesatuan ilmu Wanda Hamidah (5).docxWandaWanda37
1. Dokumen ini membahas falsafah kesatuan ilmu pengetahuan dari perspektif Islam, termasuk konsep ilmu dalam Islam, sumber-sumber ilmu, dan upaya menyatukan ilmu-ilmu secara keseluruhan.
Dokumen tersebut membahas tentang falsafah kesatuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu dan merupakan upaya memahami segala sesuatu secara mendalam dan menyeluruh. Dokumen ini juga membahas konsep wahdatul 'ulum atau kesatuan ilmu dalam Islam yang bertujuan menyatukan antara ilmu agama dan ilmu umum. Prinsip kesatuan ilmu dalam Islam
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)Erta Erta
Teks tersebut membahas tentang epistemologi sains modern dengan menjelaskan beberapa hal:
1) Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sumber, struktur, dan kebenaran pengetahuan.
2) Sumber pengetahuan sains meliputi alam, rasio, hati, sejarah, pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, dan wahyu.
3) Epistemologi sains berfokus pada cara memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar
Teks tersebut membahas tentang epistemologi sains modern dengan menjelaskan beberapa hal:
1) Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sumber, struktur, dan kebenaran pengetahuan.
2) Sumber pengetahuan sains meliputi alam, rasio, hati, sejarah, pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, dan wahyu.
3) Epistemologi sains berfokus pada cara memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar
Integrasi Ilmu Pengetahuan dan Islam Perspektif FilsafatEeLly Lunjani
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat ilmu dalam perspektif Islam. Islam melihat ilmu sebagai hal yang penting karena dapat mengenal Allah dan beribadah dengan benar. Islam juga memberi ruang bagi pengembangan ilmu pengetahuan asalkan tetap sejalan dengan nilai-nilai agama. Integrasi antara ilmu agama dan umum diperlukan agar ilmu pengetahuan dapat berkembang secara seimbang.
Dokumen tersebut membahas tentang sains dan teknologi dalam Islam. Ia menjelaskan pengertian sains dan teknologi, persepsi Islam terhadap sains dan teknologi, ciri-ciri sains dan teknologi Islam yang meliputi ciri-ciri keagamaan dan kesatuan ilmu, serta peranan sains dan teknologi Islam dalam masyarakat Islam.
Dokumen membahas perbandingan pandangan Barat dan Islam tentang sumber-sumber pengetahuan. Pandangan Barat meliputi empirisme, rasionalisme, kritisisme, dan intuisionisme yang menempatkan akal, pengalaman, atau intuisi sebagai sumber pengetahuan. Pandangan Islam menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari Tuhan dan diperoleh melalui indera, akal sehat, berita benar, dan intuisi. Pandangan Islam juga memberikan per
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas empat sumber pengetahuan menurut filsafat ilmu modern yaitu otoritas, indra, akal, dan intuisi.
2. Masing-masing sumber pengetahuan dijelaskan peranannya dalam membentuk pengetahuan ilmiah secara singkat.
3. Dokumen ini memberikan gambaran tentang pandangan filsafat ilmu modern terhadap sumber-sumber pengetahuan.
Tulisan ini membahas metodologi studi hukum Islam. Ia menjelaskan pentingnya metodologi dalam memahami hukum Islam agar tidak sembarangan. Hukum Islam merupakan aturan agama yang mengatur kehidupan umat Islam dalam berbagai aspek. Fiqh adalah upaya memahami ajaran Islam termasuk hukum Islam. Tulisan ini juga membahas sejarah perkembangan pemikiran hukum Islam.
Tulisan ini membahas bagaimana masa depan seseorang masih bersih meskipun masa lalunya kelam, karena pemikiran dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan konsep diri yang dipelajari sepanjang hidup."
PKU ISID fuad m. zein (problem teori kedaulatan rakyat dalam demokrasi)Edi Awaludin
Teks tersebut membahas tentang konsep kedaulatan rakyat dalam demokrasi dan masalah yang muncul ketika ideologi tersebut dihadapkan pada pluralitas masyarakat. Disebutkan bahwa standar keadilan yang dapat diterima semua pihak menjadi penting, namun sulit dicapai karena berbagai ideologi yang berbeda. Teks tersebut juga menjelaskan konsep demokrasi secara historis dan perbedaan antara demokrasi langsung dan
PKU ISID anton ismunanto (tauhid dan ilmu)Edi Awaludin
1. Tulisan ini membahas relasi dan implikasi tauhid terhadap ilmu dalam tiga aspek. Pertama, tauhid berkaitan erat dengan ilmu sehingga iman tidak mungkin ada tanpa ilmu. Kedua, hal ini berimplikasi pada pengembangan objek ilmu. Ketiga, proses mengilmui menurut pandangan tauhid.
Dokumen tersebut merupakan ensiklopedia tentang jual beli dalam Islam. Ia menjelaskan definisi jual beli menurut perspektif Islam, dalil-dalil syarak yang mendasari bolehnya jual beli, dan anjuran agar melakukan usaha dan mencari kekayaan secara halal serta jujur dalam bertransaksi. Dokumen ini juga menganjurkan agar mempermudah dan bersikap toleran dalam berjual beli serta memberi tangguh kep
Dokumen tersebut membahas tentang ruqyah syar'iyyah sebagai cara pengobatan alternatif dengan menggunakan Al Quran, doa-doa Nabi, dan doa pribadi. Dibahas pula definisi ruqyah syar'iyyah, dalil-dalil yang mendukungnya dari Al Quran dan hadits, serta karakteristik penyakit yang dapat diobati dengan ruqyah. Tulisan ini mengajak pembaca untuk melakukan ruqyah mandiri dengan
Teks ini membahas pandangan Islam tentang politik. Islam melihat politik penting untuk menegakkan agama dan kesejahteraan umat, tetapi juga rawan fitnah. Politik harus didasarkan pada agama dan tujuannya untuk kemaslahatan umat.
Dokumen tersebut membahas konsep ilmu dalam Islam. Islam sangat menghargai ilmu dan mengajak umatnya untuk menuntut ilmu. Al-Quran dan hadis-hadis Nabi menyerukan umat Islam untuk mendalami ilmu pengetahuan. Para sahabat juga menyatakan pentingnya umat Islam memiliki ilmu.
Demokrasi sejarah makna dan respon muslimEdi Awaludin
Teks tersebut membahas tentang demokrasi dan respons Muslim terhadap demokrasi. Secara singkat, teks tersebut menjelaskan bahwa makna demokrasi masih diperdebatkan, meskipun umumnya mencakup partisipasi rakyat dan persaingan pemilihan. Teks tersebut juga mengkritik pendekatan Barat yang tidak selalu konsisten menerapkan prinsip-prinsip demokrasi.
1. Iblis termasuk golongan jin yang mendurhakai perintah Allah dengan menolak bersujud kepada Adam.
2. Syaithan berasal dari kata yang berarti jauh, dan digunakan untuk menyebut makhluk yang angkuh dan durhaka dari golongan jin atau manusia.
3. Kedua istilah tersebut mengandung makna sifat membangkang dan menyesatkan, meskipun syaithan lebih bersifat umum.
1. 1
KHABAR SHA>DIQ SEBUAH METODE TRANSMISI ILMU
PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Oleh: Mohammad Syam’u>n Sali>m
A. Pendahuluan
Diskursus mengenai al-Qur’an dan hadist Nabi hingga saat ini menarik untuk
dikaji. Sebab selain keduanya adalah sumber tertinggi dari ilmu pengetahuan,1
keduanya juga diriwayatkan dari berita yang benar (khabar shadiq) yang bersifat
absolut (absolute authority) 2
sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Namun banyak
dari sarjana barat (baca: orientalis) yang menuduhnya sebagai sumber yang palsu dan
tidak otentik. Ini tidak lepas dari asas dasar epistemologi3
mereka yang hanya
bersumber dari panca indra dan akal.4
Berbeda dengan barat, dalam epistemologi Islam
selain pancaindra dan akal, sumber ilmu pengetahuan juga melingkupi intuisi dan kabar
yang benar ‚khabar shadiq‛ (true report).5
Dengan kata lain, tradisi khabar shadiq
hanya terdapat pada epistemologi Islam. Dan tradisi inilah yang menjadikan al-Qur’an
dan hadist tetap otentik, terjaga keasliannya hingga saat ini.
Bukan tanpa alasan para orientalis bersikap ragu-ragu kepada al-Qur’an dan
hadist. Mereka berasumsi bahwa ilmu pengetahuan yang bersumber dari khabar ini
tidak bisa dipertanggung jawabkan. Arthur jeffery misalnya, yang menganggap bahwa
sejarah kodifikasi al-Qur’an adalah fiktif serta meragukan keabsahan mushaf Utsmani.6
Atau William muir yang yang menganggap bahwa dalam literatur hadist nama Nabi
Muhammad SAW sengaja dikutip untuk menutupi kebohongan serta berbagai
keganjilan.7
Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh seorang orientalis
Peserta Program Kaderisasi Ulama angkatan ke VII Institut Studi Islam Darussalam, Pondok
Modern Darussalam Gontor Ponorogo
1
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an Exposition
of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (ISTAC: Kuala Lumpur, 2001), p.121
2
Adi Setia ‚Epistemologi Islam Menurut al-Attas Satu Uraian Singkat‛ dalam ISLAMIA:
Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, Tahun II (Nomor.6, Juli-September 2005), p.54
3
Epistemologi berasal dari Istilah Yunani Episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang
berarti ilmu. Lihat, Abdul Mun’im al Hanafi, Mu’jam al Sya>mil al Mustalaha>t al Falsafah: fi al Arabiyah
wa al injli>ziyah, wa al Faransiyah, al Ma>niyah, wa al Ita>liyah, wa al Ru>siyah, Cetakan ke 3 (Maktabah
Madbuli: Kairo, 2000), p.18. lihat juga, Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar
Paradigma dan kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Cetakan ke 5 (Belukar: Yogyakarta, 2008), p.28
4
Adnin Armas, Krisis Epistemologi dan Islamisai Ilmu, (CIOS ISID: Ponorogo, 2007), p.1-2.
lihat juga, Adian Husaini dkk, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Gema Insani: Jakarta, 2013),
p.7
5
Lihat, penjelasan Sa’ad al-Di>n al Tafta>zani> dari buku Najm al-Di>n al-Nasa>fi>, dalam A
Commentary on the Creed of Islam, translated and notes, Earl Edgar Elder, (Columbia University: New
York, 1950), p.19
6
Teks aslinya berbunyi ‚…the text which Uthman canonized was only one out of many rival
texts, and we need to investigate what went before the canonical text.‛ Arthur Jeffery, Materials for the
History of the Text of the Qur’an: the Old Codices, (E.J. Brill: Leiden, 1937), p.x
7
Teks asli berbunyi ‚…the name of Mahomet was abused to support all possible lies and
absurdities.‛ William Muir, The Life of Mahomet and the History of Islam to the Era of Hegira , Jilid 4
(t.p London, 1861), p.1
2. 2
kebangsaan inggris Alfred Guillaume. Ia mengatakan bahwa sangat sulit untuk
mempercayai literature hadist secara keseluruhan sebagai sebuah rekaman yang otentik
dari semua perbuatan serta perkataan Rasulullah SAW.8
lebih jauh lagi Joseph Schacht
mengemukakan bahwa tidak ada hadist yang benar-benar terbukti asli dari Nabi
Muhammad.9
Ia juga berasumsi bahwa hadist baru muncul pada abad kedua hijriah10
serta meragukan keaslian hadist-hadist yang tertulis dalam (al-kutub as-sittah).11
Artinya, para orientalis ini meragukan bahkan tidak percaya akan keaslian al-Qur’an
dan hadist, yang diriwayatkan oleh kabar yang benar (khabar shadiq).
Untuk itu tulisan ini akan menjawab asumsi para orientalis diatas yang
menafikan berita yang benar (khabar shadiq) sebagai metode transmisi ilmu
pengetahuan dalam Islam. Juga membuktikan bahwa khabar shadiq merupakan sumber
ilmu pengetahuan –dalam hal ini al-Qur’an dan hadist-- yang dapat dipertanggung
jawabkan.
B. Sumber kebenaran dalam epistemologi Islam
Dalam Islam, kebenaran (haq) dan realitas (haqi>qah) memiliki kedudukan yang
penting. Keduanya adalah hal yang paling signifikan untuk memahami hubungan
antara filsafat Islam dan sumber wahyu dalam Islam. Menurut Syeed Hossein Nasr,
pada saat yang sama, al-haqi>qah merupakan kenyataan yang berasal dari al Qur'an.12
Artinya, kebenaran dan realitas dalam Islam adalah satu kesatuan yang utuh (tauhidi)
tak terpisah antara satu dengan lainya.
Dilihat dari sumbernya, kebenaran dalam Islam dapat diraih melalui empat
sumber.13
Pertama, Persepsi indra (idra>k al-hawa>ss).14
Persepsi indra atau pancaindra
8
Teks asli berbunyi ‚it is difficult to regard the hadith literature as a whole as an accurate and
trustworthy record of the sayings and doings of Muhammad‛. Lihat Alfred Guillaume, The Traditions of
Islam: An Introduction to the Study of Hadith Literature, (Clarendon Press: Oxford, 1924), p.12
9
Teks aslinya berbunyi ‚we shall not meet any legal tradition from the Prophet which can be
considered authentic‛ lihat Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, cetakan kedua,
(Clarendon Press: Oxford, 1959), p.149
10
Aslinya berbunyi ‚a great many traditions in the classical and other collectionswere put into
circulation only after shafi’i’s time. The first considerable body of legal traditions from the Prophet
originated toward the middle of the second century‛ Ibid, p.4
11
aslinya berbunyi ‚even the classical corpus contains a great many traditions which cannot possibly be
authentic‛ Ibid, p.4
12
Dalam hal ini al-Attas memiliki pendapat yang sama, bahwa seluruh ilmu dalam islam
dikembangkan melalui al-Qur’an. Lihat, Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, trj
Kasidjo Djojosuwarno, (Penerbit Pustaka: Bandung, 1981), p.257. lihat juga, Syeed Hossein Nasr,
Encyclopedia of Islamic Philosophy, part I, (Suhail Academy: Lahore Pakistan, 2002) p.29
13
Namun ada pula yang menyebutkan bahwa sumber Ilmu pengetahuan ini terdiri dari tiga
sumber ‚wa asba>bul ilmi tsala>tsun, al hawa>ss al khamsah, al aql al Sali>m, al khabar sha>diq‛ lihat Ugi
Suharto, ‚Epistemologi Islam‛ dalam buku ‚on Islamic Civilization‛ (Unissula Press: Semarang, 2010),
p.139
14
lihat juga, Adi Setia ‚Epistemologi Islam Menurut al-Attas Satu Uraian Singkat‛ dalam
ISLAMIA: Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, Tahun II (Nomor.6, Juli-September 2005), p.54
3. 3
ini terbagi menjadi dua, Pancaindra eksternal dan Pancaindra internal. Pancaindra
eksternal terdiri dari indra peraba (touch), perasa (taste), pencium (smell), pendengaran
(hearing) dan penglihatan (sight). Dari indra inilah manusia dapat mencium, dan
membedakan berdasarkan bau, dapat melihat indahnya dunia dan alam semesta, serta
dapat melihat mana yang gelap dan mana yang terang, juga mampu merasakan manis
ataupun asin, pahit, kecut, hambar, juga mampu mendengar suara-suara disekitarnya.
Begitu pentingnya kelima indra ini, hingga Aristoteles mengatakan ‚barang siapa yang
hilang darinya indra, maka telah hilanglah ilmu darinya.‛ 15
Dalam hal ini, Imam al-
Ghazali pun sependapat dengan pendapat Aristoteles, bahwa kelima indra tersebut
(tufīdu mabda' al ilmi).16
lebih jelasnya, ia mengilustrasikan tubuh manusia sebagai
sebuah kerajaan. akal sebagai raja dan kelima indra tersebut adalah pasukannya.17
Sedangkan Pancaindra internal terdiri dari, indra bersama (common sense),
representasi (the representative power), estimiasi (estimative power), rekoleksi
(retentive power or power of recollection), dan imajinasi (Imaginative power).18
Al-Attas menjabarkan bahwa proses tahapan manusia memperoleh ilmu
pengetahuan adalah melalui tahapan presepsi, abstraksi, dan inteleksi yang bersifat
intuitif. Objek ilmu pengetahuan diawali dengan melalui tahap persepsi oleh
pancaindra eksternal dan kemudian disalurkan kepada pancaindra internal pertama,
yaitu indra bersama (common sense). Indra bersama ini akan mengabstraksi bentuk
dari objek ilmu tersebut menjadi sebuah gambaran (image). Yang mana tadi disebut
kemampuan representative (the representative power). lalu ketika objek ilmu tersebut
telah hilang dari indra eksternal. Gambaran objek tersebut ditangkap makna non
indrawinya oleh fakultas estimasi (estimative power), dan membentuk putusan serta
pendapat melalui jalan imajinatif, seperti benar atau salah, baik atau buruk dst. Makna
non indrawi tersebut akan direkam dan disimpan oleh fakultas rekolektif (retentive
power or power of recollection) hingga sampai pada fakultas imajinasi.19
Fakultas imajinasi ini bertugas memadukan dan memisahkan makna-makna
particular yang telah tersimpan oleh fakultas retentif yang didasari oleh rasio praktis
maupun rasio teoritis. fakultas ini memiliki dua aspek, yaitu sebagai sensitif dari
bentuk-bentuk indrawi, juga sebagai penerima rasional dari bentuk-bentuk yang
15
Ayatullah Murtadha Muthahhari, Pengantar Epistemologi Islam, trj M. Jawad Bafaqih,
(Jakarta: Shadra Press, 2010), p. 38
16
Imam Ghazali, Ihyā’ Ulūm al Dīn, vol. 2... p. 300
17
Ibid, p. 10
18
Hamid Fahmy Zarkasyi, al-Ghaza>li’s concept of Causality: with Reference to his
interpretations of Reality and Knowledge, (IIUM: Kuala Lumpur, 2010), p.163
19
Dalam pandangan Chittick, Ibnu Arabi menyebut ‚nalar‛ (aql) sebagai fakultas untuk
memahami bahwa Tuhan itu jauh, sedangkan ‚imajinasi‛ (khayal) sebagai fakultas untuk melihat Tuhan
itu dekat. Lihat, William C. Chittick, Kosmologi Islam dan Dunia Modern: Relevansi Ilmu-Ilmu
Intelektualisme Islam, terj Arif Mulyani, cetakan pertama, (Mizan: Bandung, 2007), p.93
4. 4
nampak.20
Proses tahapan ini berarti, bahwa Presepsi Indra (idra>k al-hawa>ss) atau (al-
hawa>ssul khamsah) memberikan sumber informasi dan juga sumber ilmu kepada
manusia. Seperti yang termaktub dalam al-Qur’a>n:
يْماَميََل ماوَكَمفي ري ِفْضي ريِفي اموريََِيْمَلَمفَأي ممَوَْمَمَيْيَالماريهَفمَيَ
ريَيََل اَْموََِيِفَلَنيا َأمَيَ
ريَيََل مالريَِْمَيٌ مالامق
يريض ادُِّفلصي ريي ريِتاللِفياٌ الاِِفلي َوَْمَينريوَلَياَضَصِفْب21
يي
‚Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan
itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada‛
Kedua, proses akal sehat (ta’aqul). Islam menempatkan akal sehat sebagai
sarana mendapatkan ilmu pengetahuan. Ia pun menjadi faktor pembeda antara manusia
dengan hewan. Ia juga berfungsi menutupi kelemahan pancaindra, yang mana panca
indra tidak mampu melakukannnya. seperti yang diungkapkan Iman al-Ghazali, bahwa
akal lebih patut disebut ‘cahaya’ ketimbang indra.22
Lebih jelasnya lagi, akal pikiran
manusia lah yang akan mengatur serta menemukan hubungan-hubungan yang sesuai
dalam setiap wilayah ilmu pengetahuan antara satu dengan yang lainya.23
Sebagai
contoh ketika indra mata melihat bulan, maka yang terlihat adalah bulan yang
berbentuk kecil, sekecil koin logam, padahal sejatinya bulan tersebut memimiliki
ukuran yang besar.24
Walaupun manusia yang belum pernah ke bulan sekalipun,
manusia akan menolak bahwa bulan itu kecil, sebab otak manusia tidak akan mau
menerima.
Lebih dari itu, akal juga memiliki kemampuan bertanya secara kritis tentang
segala hal. bertanya sebuah kejadian atau peristiwa misalnya, kapan terjadi, apa
kejadiannya, oleh siapa, dengan apa dan lain sebagainya. Dengan kata lain, akal bukan
hanya sebuah rasio, ia adalah fakultas mental yang mensistematisasikan dan
menafsirkan fakta-fakta empiris menurut kerangka logika, yang memungkinkan
pengalaman menjadi sesuatu yang dapat dipahami, serta memberi informasi baru
dimana pengalaman empiris tidak dapat menerimanya dengan benar. Jadi bisa
20
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an Exposition
of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (ISTAC: Kuala Lumpur, 2001), p. 151-155.
Lihat juga, Hamid Fahmy Zarkasyi, al-Ghazali’s concept of Causality: with Reference to his
interpretations of Reality and Knowledge,(IIUM: Kuala Lumpur, 2010), p.168-170
21
QS (al-Ha>jj: 46) lihat juga, QS (al-Qa>f:37), QS (al-A’ra>f:179), QS (ali ‘Imra>n:138) dan QS
(al-Maidah:15)
22
Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirani Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, (Mizan:
Bandung, 2005), p.21
23
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib
al-Attas, (Mizan: Bandung, 1998), p.159
24
Imam Ghazali, Misykāt… p. 33
5. 5
disimpulkan bahwa akal-lah yang menutupi kelemahan pancaindra.25
Singkatnya, akal
sebagai sumber ilmu, menyempurnakan kerja indra dari sesuatu yang tidak bisa
dipahami, menjadi sesuatu yang bisa dipahami.26
Ketiga, intuisi kalbu. Dalam Islam intuisi menjadi salah satu diterimanya
sebuah ilmu dan kebenaran. Menurut seorang cendikiawan berkebangsaan Pakistan Sir
Muhammad Iqbal, intuisi menjadi pengalaman unik serta memiliki kedudukan lebih
tinggi dari alam pikiran, maka ia pun yang menghasilkan pengetahuan tertinggi.27
Bukan hanya Iqbal, al-Attas berpendapat serupa, bahwa intuisi memiliki peran sebagai
salah satu elemen mendasar dalam pencarian kebenaran.28
Dengan intuisi kalbu ini,
manusia mampu menangkap pesan-pesan ghaib, isyarat-isyarat Tuhan, serta menerima
ilha>m, fath, kasb,29
dan lain sebagainya. Contohnya, ketika seseorang dengan tiba-tiba
percaya tanpa harus berpikir panjang siapa dia, dari mana asalnya. Namun langsung
disimpulkan bahwa ia adalah orang yang dapat dipercaya, inilah intuisi yang berperan
dalam menilai sesuatu. Intuisi sebagai sumber pengetahuan bukanlah hasil dari pikiran
sadar atau persepsi langsung.30
Namun hal tersebut merupakan respon langsung dari
iman, respon total dari sebuah situasi.
Al-Attas meneruskan, bahwa meskipun pengetahuan intuitif ini tidak dapat
dikomunikasikan, namun pemahaman mengenai kandungannya atau ilmu pengetahuan
yang berasal dari intuisi ini bisa ditransformasikan. Ia membagi intuisi ini menjadi
berbagai jenis dan tingkatan, intuisi yang terendah dialami oleh ilmuan dan sarjana
dalam penemuan-penemuan mereka, sedangkan intuisi yang tertinggi dialami oleh para
nabi.31
lanjutnya, ia berpandangan bahwa intuisi merupakan pengenalan langsung dan
cepat terhadap kebenaran religius, yaitu berupa realitas dan eksistensi Tuhan.
Pengenalan tersebut diperoleh melalui intuisi tingkat tinggi yang disebut intuisi akan
eksistensi (intuition of existence). Dan menurut al-Attas Intuisi ini adalah pekerjaan
hati (qalb).32
Selain itu al-Attas menekankan bahwa proses presepsi dan inteleksi yang
25
Dalam hal ini al-Attas menambahkan kata sifat ‚sehat‛ dalam terma akal (menjadi akal
sehat), sebab bukan saja dikarenakan pikiran manusia sering tidak betul dan berangkat dari sebuah
premis yang salah, atau kesimpulan yang keliru meskipun berdasarkan premis yang betul, namun juga
lebih kepada seringnya manusia terpengaruh oleh estimasi dan imajinasi, yang bisa saja salah ketika akal
menegasikan kemampuan untuk memahami realitas spiritual melalui intuisi. Ibid, p.159
26
Bagaimanapun sempurnanya akal, ia masih memiliki kemampuan terbatas. untuk mengetahui
ruh misalnya, akal tidak mampu sampai kepada ruh tersebut. Dikarenakan keterbatasan inilah, Allah
SWT mengutus Rasul untuk menyampaikan wahyu kepada Manusia. Lihat, Ismail Fajrie Alatas, Sungai
Tak bermuara Risalah Konsep Ilmu Dalam Islam: Sebuah Tinjauan Insani, (Diwan: Jakarta, 2006), p.150
27
Allama Mohammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Tanpa tahun,
dan penerbit, pdf, p.10
28
Ibid, p.160
29
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme……. p.206
30
Harold H. Titus, Persoalan-Persoalan filsafat, Terj, H. M. Rosjidi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1984), p. 203-204
31
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam ….. p.160
32
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam…., p.119
6. 6
bersifat intuitif. Sehingga kedua hal tersebut menegaskan bahwa proses memperoleh
ilmu pengetahuan adalah aktifitas spiritual.
Selaras dengan ini Alparslan menyebutkan bahwa tugas (qalb) sebagai pusat
pengalaman wahyu, adalah memproyeksikan kebenaran yang tak terlihat gaib. Ia pun
menafsirkan qalb dalam surat al-Qa>f ayat 3733
sebagai fakultas pengalaman‚faculty of
experience‛menurutnya hal ini disebabkan karena pada kenyataannya apa yang
dirasakan qalb berlawanan dengan apa yang didengar sebagai sebuah fakultas
pengalaman indrawi. Oleh sebab itulah Allah berfirman dalam al-Qur’an ‚Qulu>bun
ya’qilu>na biha>‛ 34
‚heart is implied as the center of experience while the revelation projects
the unseen truth , namely the truth of gaib. we can interpret qalb in this verse as a
faculty of experience, because it is contrasted with ear, a faculty of sense-
experience . in fact, we see that in the same manner, (heart) is contrasted with
other faculties of experience‛35
Dalam hal ini Imam al-Ghazali pun merumuskan bahwa intuisi terbagi menjadi
dua, intuisi pertama didapatkan tanpa pelatihan apapun, atau tanpa kesengajaan,
sedangkan intuisi yang kedua adalah, intuisi yang dapat dilatih untuk mendapakannya.
Seperti contoh sebuah inspirasi ilahi dalam bentuk mukasyafah bagi para ulama>’ dan
hukama’. Oleh sebab itu al-Ghazali menjelaskannya dengan terminologi berbeda dalam
hal intuisi kalbu ini. Yang pertama untuk hal-hal yang lembut. Yang kedua untuk hal-
hal yang nyata.36
Maka tak salah bila Iqbal menyebut intuisi kalbu ini sebagai sarana
mengenal dirinya serta mengenal lebih jauh mengenai sesuatu yang ada diluar dirinya
yang bermuara pada pengalaman intuisi mengenai Allah SWT.37
Hal ini pun selaras
dengan hadist Nabi ‚man ‘arafa nafsahu faqod ‘arafa rabbah‛ 38
33
يد ريمَ يَماَِيََموالِِفلي مََِلأي َأيْملَمقياَمَليََلَمَريمنَوريليلَىرريمكَليََمريلَني رييالَلريإ artinya, Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.
34
ممَوَْمَمَيْيمَالماريهَفمَيمَ
ريَيََل اَْمومََِيِفَلَنيا َأمَيمَ
ريَيََل ممالريَِْمَيٌ ممالامقيْمماَميََل مماوَكَمفي ري ِفْضي ريِفي امومريََِيْممَلَمفَأييمنمريوَلَيامَضمَصِفْب
يريض ادُِّفلصي ريي ريِتاللِفياٌ الاِِفلي َوَْمَ (QS al-Ha>jj : 46)
35
Alparslan Acikgenc, Islamic Science: Toward a Definition, (ISTAC: Kuala Lumpur, 1996),
p.47
36
Imam Ghazali, Kimiyā’ Sa’ādah in Majmū’ Rasāil Ghazali... p. 135-139
37
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam ….. p.160
38
Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa yang dimaksud dari perkataan ‚diri‛ diatas bukanlah
diri dalam artian fisik, melainkan diri dalam konteks spiritual yang mengenal serta mengakui Tuhan
sebagai penciptanya. Lihat, Allama Mohammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in
Islam, Tanpa tahun, dan penerbit, pdf, p.17-26, lihat juga, Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan
Praktik Pendidikan Islam ….. p.160. juga QS al-A’Ra>f:172
7. 7
Keempat, informasi yang benar (khabar sha>diq), ia merupakan sumber
kebenaran yang tak kalah penting dalam Islam. Dalam bahasa inggris, khabar shadiq
sering disebut dengan ‘true report’39
atau ‘true narrative.’40
Sumber kebenaran yang
berasal dari khabar sha>diq bersandar kepada otoritas yang diterima dan diteruskan
(ruwiya wa nuqila) hingga akhir zaman, di mana sumber utamanya adalah wahyu, baik
kalam Allah maupun sunnah Rasulullah.41
Untuk lebih jelasnya, sumber kebenaran
keempat ini akan dijabarkan lebih luas pada sub bab berikutnya.
C. Pengertian Khabar sha>diq dalam epistemologi Islam
Bila ditelaah lebih dalam, khabar secara etimologi berarti berita (an-naba>’)42
dan ia adalah sekumpulan dari berita-berita atau kabar-kabar.43
Khabar bermakna pula,
cerita, riwayat, pernyataan, ucapan (talfana li>, kallama, ra>sala) 44
atau (to contact,
communicate with). Ibnu Taimiyyah mendefinisikan khabar dengan lebih rinci lagi
yakni sebuah berita atau kabar, baik yang benar maupun yang keliru atau bohong.45
Secara terminologi khabar berarti berita yang mengabarkan tentang sesuatu kejadian,
yang ditransfer dan dibicarakan melalui perkataan, tulisan atau gambaran dari
kejadian-kejadian yang baru.46
Ada pula yang menyebut bahwa khabar secara bahasa,
memiliki makna sama dengan hadist, yaitu segala berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada seseorang.47
Namun hadist memiliki makna yang lebih umum dari
khabar, sehingga tiap hadist bisa disebut sebagai khabar, tapi tidak semua khabar dapat
disebut hadist.48
Sedangkan sha>diq secara etimologi berarti benar ‚ghoiru ka>dzib‛ atau ‚shari>kh‛
(true truthful).49
Dilihat dari makna terminologisnya, sha>diq50
berarti sesuatu fakta
yang sesuai dengan realita. Lawan katanya adalah bohong (kadzb). Pelakunya disebut
39
Lihat Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam….,p.14
40
Lihat, penjelasan Sa’ad al-Di>n al Tafta>zani> dari buku Najm al-Di>n al-Nasa>fi>, dalam A
Commentary on the Creed of Islam, translated and notes, Earl Edgar Elder, (Columbia University: New
York, 1950), p.19 lihat juga, Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran,(Gema Insani:
Jakarta, 2008), p.205
41
Ibid, p.206
42
Muhammad abu laits khoiru abadi, ‘Ulu>mul Hadi>st asi>luha wa mu’a>shiluha>, (Darul Sya>kir:
Malaysia, 2011), p.26-27
43
Abu Abdurrahma>n al Kholi>l Ibnu Ahmad, Kita>bu al Aini, Jilid 8 (Daru Maktabah al Hila>l,
t.t), p.258
44
Rohi Baalbaki, al Maurid, Edisi ke 7,(Da>r el ilm lilmabyi>n: Beirut Lebanon, 1995), p.498
45
Ibnu Taimiyyah, ‘Ilmu al Hadi>st, (Da>r al Kutu>b al ‘A<lamiyyah: lebanon, 1985), p.36
46
Ahmad Mukhtar ‘Abdul Hami>d Uma>r, Mu’jamu al Lugha>h al ‘Arabiah al Mu’a>shirah, Jilid 1,
cetakan pertama (‘Alim al Kitab, t.t), p.608
47
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Rajawali Press: Jakarta, 2002), p.15
48
Ibid, p.15
49
Rohi Baalbaki, al Maurid,……. , p.684
50
‚Sadi>q‛ berakar dengan kata ‚al Sha>diq‛ . kata al Sha>diq adalah salah satu dari Nama Allah
SWT. Lihat, Ahmad Mukhta>r ‘Abdul Hami>d Uma>r, Mu’jamu al Lugha>h al ‘Arabiah al Mu’a>shirah, Jilid
2…, p.1283
8. 8
‚sha>diqu>n‛ (true man). Orangnya disebut ‚siddi>q‛( man of truth).51
Kebalikannya
disebut dengan berita palsu (khabar kadzi>b). Menurut al-Attas khabar sha>diq atau
berita yang benar haruslah didasari oleh sifat-sifat dasar santifik atau agama, yang
mana diriwayatkan oleh otoritas agama yang otentik. Artinya, khabar inipun benar-
benar diriwayatkan oleh ulama yang otoritatif dalam bidang agama, bukan
diriwayatkan oleh sembarang orang. Dalam bukunya ia berpendapat,
‚Islam affirms the possibility of knowledge; that knowledge of realities of
things and their ultimate nature can be established with certainty by means of our
external internal sense and faculties, reason and intuition, and the true report of
scientific or religion nature, transmitted by their authentic authorities‛ 52
D. Khabar Sha>diq Pembagiannya dan validitasnya
As Syawkani memilah khabar menjadi tiga jenis. Pertama, khabar yang sudah
pasti benar (al maqthu>’ bi shidqihi) baik yang kebenarannya bernilai pasti dan mutlak,
yang bersumber dari khabar mutawatir dan pengetahuan a priori (awwaliya>t), maupun
yang diyakini benar, setelah dilakukannya penelitian, serta dibuktikan dan diuji secara
ilmiah. Bila merujuk kepada yang sudah pasti benarnya, disini Al-Qur’an memiliki
derajat tertinggi, setelahnya adalah hadist Rasulullah SAW, dan diterima secara
universal.53
Kedua, khabar yang palsu, keliru atau dusta (al Maqthu>’ bi kidzbihi), hal
ini berlaku pada segala hal yang diketahui salahnya secara pasti dan langsung, ataupun
yang diketahui dengan cara pembuktian. Ketiga, khabar yang tidak dapat dipastikan
benar atau salahnya (ma> la> yuqtha>’ bi shidqihi wa la> kidzbihi), hal ini berupa khabar
yang sumbernya sama sekali tidak diketahui, atau sumbernya pun tidak jelas, termasuk
didalamnya khabar yang belum tentu atau kemungkinan benar, namun kedudukannya
belum pasti, maupun sebaliknya yaitu, khabar yang kemungkinan salah, palsu atau
keliru, walaupun belum pasti demikian.54
Namun, bila dilihat dari otoritasnya, khabar sha>diq ini terbagi menjadi dua.
Pertama, otoritas mutlak (absolute authority) yang terdiri dari, otoritas ketuhanan yaitu
al-Qur’an. dan otoritas kenabian, yaitu hadist Rasulullah. Kedua, Otoritas nisbi
(relative authority) yang terdiri dari, kesepakatan alim ulama (tawatur) dan khabar
51
Ali Muhammad al Khu>li, a Dictonary of Islamic Terms, (tanpa tahun, pdf), p.63-64
52
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam….,p.14. lihat
juga Dinar Dewi Kania, Epistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas, makalah, p.4
53
Adian Husaini dkk, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Gema Insani: Jakarta, 2013),
p.xvii
54
Imam Muhammad ibn Muhammad as Syawkani, Irsya>d al Fuhu>l ila at Tahqi>q al Ha>qq min
‘Ilmi l-Ushu>l, (Da>r al Kutu>b al Islamiyyah: Beirut, 1994), p.71,2. Dikutip dalam Syamsuddin Arif,
Orientalis dan Diabolisme Pemikiran,(Gema Insani: Jakarta, 2008), p.207-208
9. 9
yang berasal dari orang terpecaya secara umum.55
Khabar inipun diperjelas lagi dengan
dua kriteria. Pertama, (lidza>tihi atau binafsihi) maksudnya, berita benar ini benar
dengan sendirinya tanpa diperkuat oleh sumber lain. Sedangkan kedua, (bi ghairihi),
yakni berita benar yang masih didukung dan diperkuat oleh sumber yang lain,56
yang
mana akal kita akan menolak bahwa mereka bersekongkol untuk berdusta. Sehingga
secara umum bahwa khabar sha>diq dapat dipahami sebagai sebuah berita benar, yang
mengabarkan tentang segala sesuatu, dibicarakan melalui perkataan, tulisan maupun
gambaran yang mana disampaikan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Merujuk dari argumentasi diatas, al-Qur’an menepati kedudukan tertinggi
dalam sumber kebenaran, ia bersifat qhat}’i al tsubu>t wa qhat}’i al dala>lah,57
yaitu dari
makna maupun maksudnya telah jelas otentisitasnya. Ia juga bersifat tsabit tetap
secara qhat’i, sebab telah diakui, dibuktikan serta dipastikan ketawaturannya oleh
seluruh umat manusia dan tidak terdapat perbedaan sedikitpun dengan yang diterima
oleh Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an turun dalam rentang waktu 23 tahun,
diturunkan dalam satu malam ke langit terbawah (bait izzah) yang kemudian
diturunkan ke bumi secara bertahap58
kepada Nabi Muhammad SAW dengan
perantara Malaikat Jibril, disampaikan pada sahabat dari generasi hingga kegenerasi
melalui mata rantai (talaqqy>-musya>fahah) tradisi lisan yang jelas.59
Dalam
penyampaiannya Nabi Muhammad menghafalnya, namun secara silih berganti
membaca al-Qur’an bersama Malaikat Jibril. Untuk menjaga hafalan Rasulullah,
Malaikat Jibril mengunjunginya setiap tahun untuk memantapkan hafalannya.60
Setelah dihafal, Rasulullah menyampaikan al-Qur’an ini dengan diajarkan serta
dijelaskan kepada para sahabat. Ini terlihat begitu Nabi sampai di Madinah Ia membuat
sebuah kelompok belajar (suffah) di dalam masjid.61
Nabi sampai menyediakan
55
Adi Setia ‚Epistemologi Islam Menurut al-Attas Satu Uraian Singkat‛ dalam ISLAMIA:
Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, Tahun II (Nomor.6, Juli-September 2005), p.54
56
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme……. p.207
57
Ibid, p. 210
58
Dalam masalah ini lebih jelasnya silahkan baca, Jalaluddi>n as Suyuti, al Itqa>n fi ‘Ulu>m-l
Qur’a>n, (al Maktabah al ‘Ashri, 2003)
59
M. Mustafa al-A’Za>mi, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Hingga Kompilasi: Kajian
Perbandingan dengan Perjanjian lama dan Perjanjian Baru……., p. 43-128. Untuk lebih jelasnya baca,
al-Sayyid Ahmad bin Abd Rahma>n, Asa>ni>d Al-Qurra>’ al-Asyarah al-Bara>rah wa Ruwwa>tihim al-
Bara>rah, (Dar al Shaha>bah: Kairo, 1424)
60
Lihat hadist yang diriwayatkan oleh Fatimah RA. Fatimah berkata, Nabi Muhammad
memberitahukan kepadaku secara rahasia, Malaikat Jibril hadir dan membacakan al-Qur’an kepadaku
dan saya membacaknnya sekali dalam setahun. Hanya tahun ini ia membacakan seluruh isi kandungan
al-Qur’an selama dua kali. Saya tidak berfikir lain kecuali, rasanya, masa kematian semakin dekat. Lihat
Shahih Bukhari, Fadhail al-Qur’an, : 7
61
Perlu dicatat, hal ini disebabkan karena konsep-konsep dalam al-Qur’an yang begitu banyak
dan kaya. kemudian dipahami, ditafsirkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’i>n hingga para ulama
saat ini. Pada akhirnya hal ini berakumulasi kepada pemahaman wahyu yang masuk ke dalam berbagai
bidang kehidupan dan membentuk sebuah sebuah peradaban yang kokoh. Dengan kata lain wahyu dalam
tradisi Islam melahirkan sebuah budaya Ilmu atau tradisi intelektual yang berujung pada terciptanya
sebuah peradaban. Selain itu, dari wahyu ini pula Islam memiliki sebuah medium transformasi dalam
bentuk sebuah institusi pendidikan disebut al-Suffah. Lihat, Alparslan Acikgenc, Islamic Science:
10. 10
makanan dan tempat tinggal.62
Dengan kata lain, tradisi pengkajian al-Qur’an begitu
sistematis sedemikian rupa lewat kelompok-kelompok belajar. selain itu al-Qur’an
tidak hanya berupa sebuah naskah teks tertulis (rasm), ia juga merupakan bacaan
(qira’ah) yang dihafalkan, sehingga al-Qur’an dapat terus dijaga.
Setelah disampaikan kepada para sahabat, al-Qur’an ini pun dicatat dan ditulis
oleh kurang lebih 65 sahabat Rasulullah, yang berperan sebagai penulis wahyu.63
Selain
menulis, para sahabat juga menghafalnya. Dua hal ini secara langsung diawasi oleh
Rasulullah SAW secara rutin. Biasanya Nabi memanggil para penulis untuk menulis
ayat al-Qur’an setiap kali ayat al-Qur’an turun. Setelah selesai para sahabat membaca
ulang dihadapan Nabi agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks.
Setelah Rasulullah wafat tradisi ini pun terus berlanjut. Hingga pada zaman Abu Bakar
diputuskan untuk dikumpulkan menjadi satu kitab utuh, disebabkan banyak dari para
huffa>z (penghafal al-Qur’an) meninggal dalam peperangan Yamama. Perlu dicatat,
bahwa al-Qur’an telah ditulis secara utuh sejak zaman Nabi Muhammad, hanya saja
belum disatukan menjadi satu dan surah-surah yang ada pun belum tersusun.64
Penyusunannya pun tidak sembarang, sahabat diharapkan menyerahkan catatan mereka
serta menyetor hafalan mereka dibarengi dua saksi yang mendampingi. Ia juga
diharuskan bersumpah bahwa ia telah mendapatkan langsung dari Rasulullah SAW.65
Selain itu, penunjukan ‚Zaid bin Thabit‛ sebagai ketua pengumpul al-Qur’an
pun bukan tanpa alasan. Sejak usia dua puluhan ia sudah tinggal bersama Rasulullah
dan bertindak sebagai ‚kutta>b al wahyi‛ atau penulis wahyu yang amat cemerlang.
Karena itu Abu Bakr as-Siddiq memberikan kualifikasi kepada Zaid. Pertama, pada
masa muda, Zaid terkenal dengan kekuatan energinya serta menunjukkan vitalitas yang
luar biasa. Kedua, akhlaknya pun tidak pernah tercemar dengan perbuatan yang buruk.
Ketiga, zaid memiliki kompetensi serta kecerdasan yang tinggi. Keempat, ia pun
memiliki pengalaman sebagai penulis wahyu. Kelima, ia juga sebagai salah satu
sahabat yang sempat mendengar bacaan al-Qur’an Malaikat Jibril bersama Nabi
Muhammad secara langsung.66
Keenam, Zaid bukan seorang sahabat yang memiliki
Toward a Definition, (ISTAC: Kuala Lumpur, 1996), p.82-83. Juga, hamid Fahmy Zarkasyi, ‚Ikhtiar
Membangun Kembali Peradaban Islam yang Bermartabat‛ dalam ‚On Islamic Civilization‛ (ed) Laode
Kamaluddin, (Unissula Press: Semarang, 2010), p. 25-26. Juga Hamid Fahmy Zarkasyi, Peradaban Islam:
Makna dan Strategi pembangunannya, (CIOS ISID: Ponorogo, 2010), p.17
62
M. Mustafa al-A’Za>mi, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Hingga Kompilasi: Kajian
Perbandingan dengan Perjanjian lama dan Perjanjian Baru……., p.46-66
63
Para sahabat.. kuttabs ini diantaranya, Abba>n bin Sa’i>d, Abu Umama, Abu Ayyu>b al Ansari,
Abu Bakr as-Siddi>q, Abu Hudhaifa, Abu Sufya>n, Abu Salama, Abu Abba>s, Ubayy bin Kaa>b, al Arqa>m,
Usaid bi Sa’a>d, Suhai>m, Hati>b, Hudhaifa, Husei>n, Hanzala, Huwaiti>b, Kha>lid bin sa’id, Kha>lid bin
Wali>d, Az-Zubei>r bin Awwa>m, Zubai>r bin Arqa>m. Untuk lebih lengkapnya, lihat al-A’Za>mi, Kutta>b an
Nabi>, (t.p, Riya>d, 1981)
64
Jalaluddin as Suyuti, al Itqa>n fi ‘Ulu>m-l Qur’a>n, (al Maktabah al ‘Ashri, 2003), p.163-165
65
Ibnu Abi> Daud, al-Masha>hif, Cetakan ke 6, (Maktabah al-Islami>: Beirut, 2003), p.209
66
M. Mustafa al-A’Za>mi, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Hingga Kompilasi: Kajian
Perbandingan dengan Perjanjian lama dan Perjanjian Baru……., p.46-92
11. 11
tipe fanatik, ia sangat mudah mendengarkan pendapat orang lain.67
Ketujuh, Zaid juga
menguasai belajar serta menguasai berbagai bahasa.68
Artinya, penunjukkan Zaid bin
Thabit bukan secara kebetulan. Semua telah diperhitungkan begitu matang. Ini pun
menunjukkan bahwa al-Qur’an bersumber dari khabar shadiq yang terjaga
kebenarannya dan bahkan dijamin sendiri oleh Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah
yang berbunyi, ‚inna> nahnu nazzalna> al dhikra wa inna> lahu lah{a>fiz{u>n‛ 69
Tidak berbeda dari al-Qur’an. sumber periwayatan hadist pun tergolong khabar
shadiq yang dapat dipertanggung jawabkan. Ia juga berperan sebagai tafsir dan penjelas
al-Qur’an yang paling otentik.70
Di dalam ilmu Hadist, terdapat empat syarat, kriteria
bagaimana sebuah khabar masuk pada tataran khabar mutawatir. Syarat pertama
adalah, diriwayatkan oleh rawi-rawi dalam jumlah yang banyak secara berturut-turut.71
Ini berarti khabar tersebut haruslah diriwayatkan secara orang perorangan dengan
jumlah yang banyak secara beruntun atau estafet, tanpa terputus. Yang kedua,
periwayatan yang banyak dan berturut-turut ini terdapat dalam setiap tingkatan sanad.
Artinya tidak hanya diriwayatkan secara berturut-turut, namun perawinya pun harus
merata, ada disetiap generasi. Syarat selanjutnya adalah, perawi yang meriwayatkan
harus terpercaya serta terbebas dari kebohongan.72
dengan kata lain, selain khabar
tersebut diriwayatkan secara terus-menerus tanpa terputus dan perawinya berasal dari
beberapa tingkatan sanad, perawinya pun harus terpercaya dan terbebas dari
kebohongan. Sedangkan yang terakhir adalah, perawi harus menjadikan panca indra
sebagai landasan periwayatannya,73
dalam artian ia pernah melihat, menyaksikan,
megalami, mendengar kabar tersebut secara langsung, ‚al-Musya>hadah wa s-sama>’ la
‘ala> sabi>l al-ghala>t}‛, tanpa disertai ilusi ataupun praduga.74
Maka tidak mengherankan
bila khabar mutawatir ini tidak diragukan kebenarannya, mengingat begitu ketatnya
kriteria sebuah khabar hingga dapat diterima menjadi sumber yang benar-benar
mutawatir.
Bila pada hadist yang derajatnya mutawatir para ulama telah menetapkan
persyaratan yang begitu ketat, maka khabar ahad atau hadist ahad 75
ini juga demikian.
67
Muhammad Husein Haekal, Abu Bakr al-Shiddi>q, (Litera Antar Nusa: Bogor, 2010), p.335
68
Ibnu Abi Daud, al-Masha>hif, Cetakan ke 6, (Maktabah al-Islami>: Beirut, 2003), p.143
69
QS al Hijr: 9 yang artinya, ‚Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya‛
70
M. Mustafa al-A’Zami, Studies In Hadith Methodology and Literature, revised edition,
(Islamic Book Trust: Kuala Lumpur, 2002), p.9
71
Adapun jumlah perawinya, Ulama berbeda pendapat. Namun, Imam al Suyuti (911 H)
memaparkan bahwa pendapat yang terpilih adalah sepuluh orang. Lihat, Jalaludin al Suyuti, Tadri>b al-
Rawi fi Syarh Taqri>b al-Nawa>wi, (Dar al-Kutu>b al-Hadi>tsah: Cairo, 1966), p.177. lihat juga, Ali Mustafa
Yaqub, Kritik Hadist……, p.132
72
M. Mustafa al-A’Za>mi, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Hingga Kompilasi: Kajian
Perbandingan dengan Perjanjian lama dan Perjanjian Baru, (Gema Insani: Jakarta, 2005), p.190
73
Muhammad abu laits khoiru abadi, ‘Ulu>mul Hadi>st asi>luha> wa mu’a>shiluha>,……, p.135
74
Mahmud Tahhan, Taisi>ru Mustalah al Hadi>st, Cetakan ke 5 (t.p, Saudi Arabia, 2000), p.19
75
12. 12
Menurut Syamsuddin Arif, khabar ahad pun harus diklasifikasi kualitas sumbernya,
siapa yang meriwayatkan, begitu pun siapa yang menyampaikannya dan yang
mengatakannya, serta bagaimana kualifikasi serta otoritas sanad dan isnadnya.76
Persyaratan yang begitu ketat ini pun tidak hanya berlaku pada narasumber atau
perawinya namun juga isi pesannya (matan) beserta penyampainnya. Dengan kata lain
bahwa khabar ahad tidak serta merta ditolak, ataupun diterima, ia juga melalui proses
panjang hingga pada akhirnya dapat diterima sebagai khabar benar.
As-Syawkani menegaskan, sebuah khabar ahad baru dapat diterima sebagai
sumber kebenaran, bila memenuhi beberapa syarat. Pertama, sumber berita/khabar
harus berasal dari seseorang yang ‚mukallaf‛ dalam artian seseorang tersebut telah
terkena kewajiban melaksanakan perintah agama serta mampu mempertanggung
jawabkannya. Oleh sebab itu hanya orang ‚baligh‛ cukup umur saja yang beritanya
dapat diterima, anak kecil, orang gila tidak diterima khabarnya. Kedua, sumber khabar
pun harus berasal dari yang beragama Islam. Hal ini pun ditegaskan pula oleh Imam
Ibnu Hibban (354 H-965 M) bahwa orang yang secara dzahir seorang Muslim namun
batinnya kafir ‚zindi>q‛. Mereka ini adalah seorang sophis, agnostic, skeptic, relativis
bahkan atheis, mengaku sebagai ulama, yang dengan sengaja menimbulkan keragu-
raguan (li yuqi>’u s-syakk wa r-rayb) pada masyarakat serta menyesatkan orang lain.77
Maka kabar, cerita ataupun pernyataan yang berasal dari seorang nasrani, kafir dalam
hal ajaran Islam tidak dapat diterima.
Ketiga, perawi haruslah seorang yang memiliki intergritas moral yang tinggi
(‘ada>lah), sehingga menunjukkan bahwa ia seorang yang dapat dipercaya karena
kerwibawaannya (muru>’ah), ketaqwaannya dan Jauh dari dosa-dosa besar maupun
dosa-dosa kecil. Ini berarti, orang yang fasiq, kabarnya tidak dapat diterima, sebab ia
bukan termasuk lagi dalam golongan orang yang adil (‘ada>lah).78
sedangkan yang
keempat, as-Asyawkani menjelaskan bahwa perawi haruslah seorang yang ‚dhabt‛
yang memiliki ketelitian serta kecermatan. Ibn Hibban memasukkan didalamnya, orang
yang tidak teliti, orang yang bukan pakar atau ahli dalam bidangnya,79
sehingga kabar
76
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme……. p, 209
77
Muhammad Ibn Hibba>n, Kitab al Majru>hi>n mi al Muhaditsi>n wa d Dhuafa>’ wa l Matru>ki>n,
(Dar al Wa’y: Aleppo, 1396 H), p.62-88
78
Ima>m Muhammad ibn Muhammad as Syawka>ni, Irsya>d al Fuhu>l ila at Tahqi>q al Haqq min
‘Ilmi l-Ushu>l, (Dar al Kutu>b al Isla>miyyah: Beirut, 1994), p.78-85
79
Selain yang telah disebutkan, Ibnu Hibban menambahkan, orang yang sengaja berdusta atas
nama Rasulullah SAW dengan menyebutkan alasan sebagai amal ma’ruf nahi mungkar, seseorang yang
secara terang-terangan berdusta disebabkan karena ia menganggap bahwa hal tersebut adalah boleh,
berdusta untuk kepentingan duniawi, seseorang yang telah lanjut usia, ‚al Mukhtalithu>n‛, seseorang
yang mengajar dari buku karangan tanpa pernah belajar langsung dari kepada pengarang tersebut,
‚yuhadditsu bi al-kutubin ‘an syu>khi>n lam yara>hum‛, seseorang yang suka memutarbalikkan fakta serta
mengeneralisir otoritas semua perawi, seseorang yang mengajarkan sesuatu dimana hal tersebut tidak
pernah diajarkan oleh gurunya, orang mengajarkan apa yang didapat hanya dari dalam buku saja,
seseorang yang jujur namun sering keliru, seseorang yang sering dimanfaatkan, seseorang yang tidak
tahu bahwa karya tulisnya telah dimanipulasi, seseorang yang pernah berbuat salah secara tidak sengaja
setelah itu menyadari kesalahan tersebut akan tetapi membiarkannya, seorang yang sering mengabaikan
13. 13
yang berasal dari seseorang yang tidak otoritatif tidak dapat diterima. Dalam hal ini
Imam Malik pun sependapat, bahwa orang bodoh yang sudah dikenal kebodohannya
ucapannya tidak perlu dicatat.80
Kelima, seorang perawi pun haruslah terbebas dari
sifat ‚mudallis‛ yakni tidak menyembunyikan sumber kabar serta senantiasa berkata
jujur dan berterus terang. Dengan kata lain, perawi yang memiliki kepribadian suka
berbohong,81
walaupun sedikit secara prosedural tidak dapat diterima khabarnya.
Mudahnya didalam epistemologi Islam kebenaran bisa didapatkan atau diraih dengan
menggunakan Khabar berita. Namun, khabar disini bukan sembarang khabar, khabar
disini adalah ‚khabar sha>diq‛ berita benar. Ia harus bener-benar terverifikasi, serta
teruji validitasnya dengan kriteria yang begitu ketat.
Khabar ini selanjutnya diklasifikasikan, berdasarkan derajat validitasnya serta
sifat yang mengikatnya menjadi, (qhat}’i) yakni yang bersifat pasti jelas atau gamblang,
dan (dzanni>) berupa kemungkinan atau sebuah dugaan. Kemudian masing-masing dari
dua hal ini terbagi lagi berdasarkan kebenaran sumbernya (tsubu>t) dan maksud,
implikasinya (dala>lah). Dengan kriteria ini khabar tersebut dapat diklasifikasi menjadi
3.82
Pertama, (qat}’i al tsubu>t wa qat}h’i dala>lah). yaitu khabar yang orsinil dan sudah
jelas otentisitasnya, tidak diragukan serta dipersoalkan kebenaran sumbernya dari segi
maksudnya maupun maknanya. Contohnya, ayat-ayat al-Qur’an dan hadist mutawatir83
yang bersifat muhkama>t baik yang membicarakan masalah hukum maupun keimanan.
Kedua, (qat}h’i al tsubu>t zhanni> al dala>lah). yaitu khabar yang yang telah dibuktikan
keasliannya serta kebenaran sumbernya akan tetapi belum diketahui secara pasti
makna ataupun maksud yang terkandung didalam ayat tersebut. Misalnya, ayat-ayat
al-Qur’an yang mutasyabihat berbicara mengenai hal-hal yang samar-samar, ataupun
khabar mutawatir yang memiliki makna dua atau lebih.84
Ketiga, (zhanni> ats tsubu>t wa
zhanni> al dala>lah).85
yaitu khabar yang kebenaran sumbernya, otensititasnya serta
perintah agama secara terang-terangan (fasiq), seseorang yang tidak menyebutkan sumber asal
disebabkan tidak pernah menemuinya, seseorang yang menyebarkan ajaran sesat, dan seseorang yang
berdusta untuk menarik perhatian orang banyak dengan ceramahnya serta nasehatnya. Lihat,
Muhammad Ibn Hibba>n, Kitab al Majru>hi>n mi al…….., p.62-88
80
Ibid, p.80 lihat juga ‘Ali Khatib al Baghdadi, al Kifayah fi ‘Ilmi r-Riwayah, (Jam’iyyah
Da’irat al Ma’arif al ‘Utsmaniyyah, 1357 H), p. 115-134
81
Ima>m Muhammad ibn Muhammad as Syawka>ni, Irsya>d al Fuhu>l ila…,p.78-85
82
Ada pula yang membaginya menjadi 4, ditambah dengan (zhanni> al tsubu>t wa qat}h’i al
dala>lah). Contohnya, Hadist Rasulullah yang berbunyi (َة ِفإلبليييرليمخسيمن ). Hadist ini memiliki arti
makna yang jelas, tidak mengundang banyak arti, namun kebenaran sumbernya masih belum mutawatir.
Lihat, ‘Abdul Kari>m ibn ‘Ali ibn Muhammad al Namlah, al Madha>b fi Usu>l al Fiqh al Muqa>rin, Cetakan
1, Jilid 5 (Maktabah al Rasyid: Riyadh, 1999), p.2320-2321
83
Muhammad ‘Abdul Adzi>m al Zarqa>ni, Mana>hil al Furqa>n fi al ‘Ulu>m al Qur’a>n, Cetakan ke
2, Juz 2 (Matba’ah ‘Isa al Babhi al Ja>li wa Shirkah, t.t), p.247
84
seperti ayat al-Qur’an surah al-Baqarah 228 (ءنيثالثةيقى ِِفملطلَِتيَرتبصنيبأاف ). Kata (quru>’)
masih terdapat makna ganda, dapat diartikan sebagai ‚haid‛ namun bisa juga diartikan sebagai
‚bersih/suci‛. Lihat ‘Abdul Karim ibn ‘Ali ibn Muhammad al Namlah, al Madha>b fi Usu>l al Fiqh al
Muqa>rin…, p. 2320-2321
85
Abd Wahha>b Khalla>f, ‘Ilmu Ushu>l al-Fiqh, (Da>r al Kuwaitiyyah: Kuwait, 1968), p.35
14. 14
maksud dan maknanya pun masih diperdebatkan. Contohnya, semua khabar ilmu yang
selain yang disebutkan diatas, seperti hadist ahad ataupun khabar secara umum.86
Dengan kata lain, secara epistemologis, al-Qur’an, hadist baik yang mutawatir maupun
yang ahad bersifat mengikat. Sebab validitasnya dan otoritasnya begitu tinggi. Namun
perlu pula ditelaah lebih dalam mengenai kedudukannya, bersifat qat}h’i atau zhanni>.
E. Kesimpulan
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa manusia dapat mengetahui ilmu,
dengan menyatukan sumber kebenaran –pancaindra, akal, intuisi, khabar shadiq- dalam
satu kesatuan utuh, tidak dikotomis dan parsial. Selain itu, kebenaran dalam al-Qur’an
dan hadist bersifat absolut dan pasti. Validitasnya pun tidak diragukan. Oleh sebab itu,
dugaan serta asumsi para orientalis terhadap al-Qur’an dan hadist adalah keliru serta
terkesan mengada-ngada dan tanpa dasar. Hingga saat ini al-Qur’an dan hadist dapat
terjaga keasliannya berkat periwayatan melalui khabar shadiq secara turun temurun.
benar-benar terverifikasi dan tidak sembarangan. Dengan kata lain, kabar yang
diterima haruslah benar-benar melalui proses penyaringan yang begitu ketat baik isi
maupun narasumber yang meriwayatkannya. maka hanya kabar yang benar sajalah
yang dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dalam Islam. Ini berarti, khabar shadiq
sebagai sebuah metode transmisi ilmu pengetahuan dalam Islam dapat dipertanggung
jawabkan. Wallahu a’lam bi assawab.
86
Seperti sebuah hadist yang berbunyi (ٌَمكِفلويمةاأيبفَثىمَِمنيييملمالةيصْ), hadist ini tergolong
hadist yang periwatannya masih belum mutawatir. Selain itu hadist ini mengandung maksud ganda.
Pertama dalil tentang shalat yang benar di mulai dengan membaca surah al-Fatihah. Kedua, tidaklah
lengkap shalat, tanpa membaca surat al-fatihah hanya sebagai. Lihat, ‘Abdul Karim ibn ‘Ali ibn
Muhammad al Namlah, al Madha>b fi Usu>l al Fiqh al Muqa>rin…, p. 2320-2321
15. 15
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdul Hami>d Uma>r, Ahmad Mukhtar. Mu’jamu al Lugha>h al ‘Arabiah al Mu’a>shirah,
Jilid 1, cetakan pertama (‘Alim al Kitab, t.t)
Abd Rahma>n, al-Sayyid Ahmad bin. Asa>ni>d Al-Qurra>’ al-Asyarah al-Bara>rah wa
Ruwwa>tihim al-Bara>rah, (Dar al Shaha>bah: Kairo, 1424)
Abi> Daud, Ibnu. al-Masha>hif, Cetakan ke 6, (Maktabah al-Islami>: Beirut, 2003)
Acikgenc, Alparslan. Islamic Science: Toward a Definition, (ISTAC: Kuala Lumpur,
1996)
Adi Setia ‚Epistemologi Islam Menurut al-Attas Satu Uraian Singkat‛ dalam
ISLAMIA: Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, Tahun II (Nomor.6, Juli-
September 2005)
Al Baghdadi, ‘Ali Khatib. al Kifayah fi ‘Ilmi r-Riwayah, (Jam’iyyah Da’irat al Ma’arif
al ‘Utsmaniyyah, 1357 H)
Al Hanafi, Abdul Mun’im. Mu’jam al Sya>mil al Mustalaha>t al Falsafah: fi al Arabiyah
wa al injli>ziyah, wa al Faransiyah, al Ma>niyah, wa al Ita>liyah, wa al Ru>siyah,
Cetakan ke 3 (Maktabah Madbuli: Kairo, 2000)
Al Kholi>l Ibnu Ahmad, Abu Abdurrahma>n. Kita>bu al Aini, Jilid 8 (Daru Maktabah al
Hila>l, t.t)
Al Khu>li, Ali Muhammad. a Dictonary of Islamic Terms, (tanpa tahun, pdf)
Al Tafta>zani>, Sa’ad al-Di>n. dari buku Najm al-Di>n al-Nasa>fi>, dalam A Commentary on
the Creed of Islam, translated and notes, Earl Edgar Elder, (Columbia
University: New York, 1950)
Al Zarqa>ni, Muhammad ‘Abdul Adzi>m. Mana>hil al Furqa>n fi al ‘Ulu>m al Qur’a>n,
Cetakan ke 2, Juz 2 (Matba’ah ‘Isa al Babhi al Ja>li wa Shirkah, t.t)
Al-A’Zami, M. Mustafa. Studies In Hadith Methodology and Literature, revised
edition, (Islamic Book Trust: Kuala Lumpur, 2002)
______________. Kutta>b an Nabi>, (t.p, Riya>d, 1981)
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Sekularisme, trj Kasidjo Djojosuwarno,
(Penerbit Pustaka: Bandung, 1981).
______________. Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an Exposition of the
Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (ISTAC: Kuala Lumpur,
2001)
Arif, Syamsuddin. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran,(Gema Insani: Jakarta, 2008)
Armas, Adnin. Krisis Epistemologi dan Islamisai Ilmu, (CIOS ISID: Ponorogo, 2007)
As Suyuti, Jalaluddin. al Itqa>n fi ‘Ulu>m-l Qur’a>n, (al Maktabah al ‘Ashri, 2003)
______________. Tadri>b al-Rawi fi Syarh Taqri>b al-Nawa>wi, (Dar al-Kutu>b al-
Hadi>tsah: Cairo, 1966)
as Syawkani, Imam Muhammad ibn Muhammad. Irsya>d al Fuhu>l ila at Tahqi>q al Ha>qq
min ‘Ilmi l-Ushu>l, (Da>r al Kutu>b al Islamiyyah: Beirut, 1994)
Baalbaki, Rohi. al Maurid, Edisi ke 7,(Da>r el ilm lilmabyi>n: Beirut Lebanon, 1995)
Chittick, William C. Kosmologi Islam dan Dunia Modern: Relevansi Ilmu-Ilmu
Intelektualisme Islam, terj Arif Mulyani, cetakan pertama, (Mizan: Bandung,
2007)
Dewi Kania, Dinar. Epistemologi Syed Muhammad Naquib al-Attas, makalah.
16. 16
Fajrie Alatas, Ismail. Sungai Tak bermuara Risalah Konsep Ilmu Dalam Islam: Sebuah
Tinjauan Insani, (Diwan: Jakarta, 2006)
Guillaume, Alfred. The Traditions of Islam: An Introduction to the Study of Hadith
Literature, (Clarendon Press: Oxford, 1924)
Husaini, Adian. dkk, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Gema Insani: Jakarta,
2013)
Husein Haekal, Muhammad. Abu Bakr al-Shiddi>q, (Litera Antar Nusa: Bogor, 2010)
Ibn Hibba>n, Muhammad. Kitab al Majru>hi>n mi al Muhaditsi>n wa d Dhuafa>’ wa l
Matru>ki>n, (Dar al Wa’y: Aleppo, 1396 H)
Imam al-Ghazali. Mi’ya>r al ‘ilm, tahqi>q bi Sulayma>n Dunya>, (Dar al-Ma’arif: Kairo,
1961)
______________. Ihyā’ Ulūm al Dīn, Juz 1, (Dar Qolam: Beirut, t.t)
______________. Kimiyā’ Sa’ādah in Majmū’ Rasāil Ghazali...
______________. Misykat al Anwar, (Dar Qutaibah: Beirut, 1990)
Jeffery, Arthur. Materials for the History of the Text of the Qur’an: the Old Codices,
(E.J. Brill: Leiden, 1937)
Kartanegara, Mulyadhi. Menyibak Tirani Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam,
(Mizan: Bandung, 2005)
Khalla>f, Abd Wahha>b. ‘Ilmu Ushu>l al-Fiqh, (Da>r al Kuwaitiyyah: Kuwait, 1968)
khoiru abadi, Muhammad abu laits.‘Ulu>mul Hadi>st asi>luha wa mu’a>shiluha>, (Darul
Sya>kir: Malaysia, 2011)
Mohammad Iqbal, Allama. The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Tanpa
tahun, dan penerbit, pdf
Muhammad al Namlah, Abdul Kari>m ibn ‘Ali ibn. al Madha>b fi Usu>l al Fiqh al
Muqa>rin, Cetakan 1, Jilid 5 (Maktabah al Rasyid: Riyadh, 1999)
Muir, William. The Life of Mahomet and the History of Islam to the Era of Hegira ,
Jilid 4 (t.p London, 1861)
Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, Cetakan ke 5 (Belukar: Yogyakarta, 2008)
Mustafa Yaqub, Ali, Kritik Hadist……,
Muthahhari, Ayatullah Murtadha. Pengantar Epistemologi Islam, trj M. Jawad
Bafaqih, (Jakarta: Shadra Press, 2010)
Nasr, Syeed Hossein. Encyclopedia of Islamic Philosophy, part I, (Suhail Academy:
Lahore Pakistan, 2002)
Schacht, Joseph. The Origins of Muhammadan Jurisprudence, cetakan kedua,
(Clarendon Press: Oxford, 1959)
Suharto, Ugi. ‚Epistemologi Islam‛ dalam buku ‚on Islamic Civilization‛ (Unissula
Press: Semarang, 2010)
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis, (Rajawali Press: Jakarta, 2002)
Tahhan, Mahmud. Taisi>ru Mustalah al Hadi>st, Cetakan ke 5 (t.p, Saudi Arabia, 2000)
Taimiyyah, Ibnu. ‘Ilmu al Hadi>st, (Da>r al Kutu>b al ‘A<lamiyyah: lebanon, 1985)
Titus, Harold H. Persoalan-Persoalan filsafat, Terj, H. M. Rosjidi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984)
Wan Daud, Wan Mohd Nor. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib al-Attas, (Mizan: Bandung, 1998)
17. 17
Zarkasyi, Hamid Fahmy. ‚Ikhtiar Membangun Kembali Peradaban Islam yang
Bermartabat‛ dalam ‚On Islamic Civilization‛ (ed) Laode Kamaluddin,
(Unissula Press: Semarang, 2010)
______________. al-Ghaza>li’s concept of Causality: with Reference to his
interpretations of Reality and Knowledge, (IIUM: Kuala Lumpur, 2010)
______________. Peradaban Islam: Makna dan Strategi pembangunannya, (CIOS
ISID: Ponorogo, 2010)