Post: http://verovera78.tumblr.com/post/127069331673/innovar-es-el-coraz%C3%B3n-de-agile
Presentación para una charla dada en el Agile Nights de agosto 18.
Whether you're a multi-national enterprise, a local deli or a mah-jong meetup, the proliferation of social network services like Twitter have created an expectation that you interact with your customers, users and followers. There's an expectation to connect rather than broadcast. We've been hearing this over and over this morning - you are a brand. And as a brand you are expected to interact with your audience like a person would interact with others. You need to engage in conversations, provide and receive feedback, network, create hype, and do all this in a timely manner.
But how can we be expected to interact with an ever growing and diverse group of people when we can't really "see" them?
This presentation highlights the latest research into the emotional intelligence differences between three direct patient care nurse groups, from different cultures - Saudi, Phillipino and Western.
Post: http://verovera78.tumblr.com/post/127069331673/innovar-es-el-coraz%C3%B3n-de-agile
Presentación para una charla dada en el Agile Nights de agosto 18.
Whether you're a multi-national enterprise, a local deli or a mah-jong meetup, the proliferation of social network services like Twitter have created an expectation that you interact with your customers, users and followers. There's an expectation to connect rather than broadcast. We've been hearing this over and over this morning - you are a brand. And as a brand you are expected to interact with your audience like a person would interact with others. You need to engage in conversations, provide and receive feedback, network, create hype, and do all this in a timely manner.
But how can we be expected to interact with an ever growing and diverse group of people when we can't really "see" them?
This presentation highlights the latest research into the emotional intelligence differences between three direct patient care nurse groups, from different cultures - Saudi, Phillipino and Western.
Design thinking: "Pensando con las manos"Verónica Vera
Presentación guía para el Taller que hicimos con https://twitter.com/Crilli8 y https://twitter.com/andresjcm sobre Design Thinking.
Ver blog post: http://verovera78.tumblr.com/post/89454337843/design-thinking-empatizar-idear-prototipar
Conferencia de Manuel Serrano Ortega, Gerente de Transformación Digital de Accenture, en el congreso de Talent For Tourism de Turibobs, hablando sobre la Transformación Digital en el Sector Turístico y descubriendo las últimas tendencias a través de la metodología del Coolhunting
Conferencia de Manuel Serrano Ortega, Gerente de Transformación Digital de Accenture, hablando sobre la Design Thinking aplicado a empresas de Salud, Tecnología, Banca, Telco,.... destacando que "La Transformación Digital no va de tecnología sino de personas".
El pasado 15 de Abril un devastador tornado destruyó casi el 40% de mi ciudad natal Dolores. 2200 casas derrumbadas, más de 7000 personas afectadas, 5 víctimas fatales y la economía de la ciudad paralizada. Según expertos de la ONU el destrozo podría haber dejado un saldo de 100 víctimas fatales, "Dolores tuvo suerte" mencionaron los expertos.
No podemos olvidar la causa, la recuperación llevará más de un año.
• 3 MESES - Situación de Emergencia. Base según la unión europea.
• 3 MESES - Fase de Reconstrucción verdadera
Con planificación de espacios, reconstrucción de pérdidas totales, apoyo psicológico, espacios amigables para niños y ancianos. Como continuar y cambiar la vida después de esto.
• 3 MESES - Fase de planificación
Plan de emergencia, plan de seguridad, elaboración de protocolo. Que la experiencia sirva para otras ciudades del Uruguay.
Ciudadanos de Dolores, hemos fundado una Asociación Civil abierta y sin fines de lucro para atravesar estas 3 etapas y pensar un nuevo Dolores, una ciudad aún mejor de la que teníamos.
Este es un proyecto de #Resiliencia donde necesitamos de tu colaboración para atravesar esta difícil situación y que esta experiencia sirva para minimizar los futuros desastres ambientales que provocarán el #CambioClimático
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Perspektif sosial dan psikologis dalam pengajaran bahasa juniato sidauruk
1. Perspektif Sosial dan Psikologis: Refleksi dan Manfaat
Dalam Pengajaran Bahasa
Makalah Akhir Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa Asing
Tahun Akademik 2010/2011
Dosen : Cornelius Sembiring, S.S., M.A.
Oleh
Juniato Sidauruk
NPM. 0906655282
PROGAM PASCASARJANA
PROGRAM LINGUISTIK
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
Desember 2010
1 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010
2. Perspektif Sosial dan Psikologis: Refleksi dan Manfaat
Dalam Pengajaran Bahasa
Profesi di bidang pengajaran bahasa dewasa ini semakin menjanjikan. Pandangan
bahwa profesi ini kurang menggiurkan pada masa-masa sebelumnya lambat laun berubah.
Ada beberapa faktor penyokong sehingga kegiatan di bidang ini sekarang banyak dilirik.
Namun, terlepas dari apakah profesi ini merupakan suatu bidang yang memiliki masa depan
yang cerah, ada hal yang fundamental yang mempengaruhi pengajaran bahasa.
Perkembangan metode-metode pengajaran tradisional hingga ancangan terkini
memiliki andil. Dari GTM, ke Communicative Language Teaching, hingga CLIL
(Communicative Language and Integrated Learning). Dari process oriented hingga product
oriented (lihat Kumaravadivelu, 2006). Bagaimanapun membicarakan pengajaran bahasa
yang product oriented perlu mempertimbangkan perspektif sosiologi dan psikologi.
Aturan-aturan dalam ranah sosiolinguistik perlu menjadi pertimbangan dalam
pengajaran bahasa. Penggunaan bahasa dalam suatu komunitas termasuk dalam lingkup
sosial. Artinya pengaruh faktor-faktor sosial berpengaruh pada perilaku tutur (speech
behavior) (Holmes, 2001: 366). Aspek yang berbeda dan beragam khasanah pengetahuan
diperoleh seorang individu pada suatu kelompok masyarakat yang berbeda diperoleh saat
mereka (individu) tersebut belajar menggunakan bahasa (tuturan) yang sesuai dalam
komunitasnya. Pengetahuan dan kemampuan inilah yang disebut kompetensi sosiolinguistik.
Dalam masyarakat yang multilingual, pemilihan variety atau kode bahasa untuk
digunakan dalam berkomunikasi melibatkan pemilihan akan menggunakan bahasa yang
berbeda, seperti style (gaya bahasa). Misalnya pada anak-anak umumnya pertama-tama akan
mempelajari bahasa pertama mereka – bahasa ibu, lalu ditambahkan dengan bahasa lain
karena satu dan lain hal. Sebutlah pemerolehan itu karena pendidikan, dan untuk dapat
berkomunikasi dengan lingkup masyarakat yang lebih luas. Jadi, secara bertahap anak-anak
mengembangkan “linguistic repertoire” yang sesuai untuk lingkup (domain) yang berbeda
dalam komunitasnya. Peralihan kode (bahasa) ini terlihat jelas dalam masyarakat
multilingual, karena inilah menjadi pembeda bahasa.
“Linguistic repertoire” (Holmes, 2001) pada generasi yang berbeda mungkin berbeda
pula. Ini terjadi pada masyarakat dimana language shift-nya sedang berkembang. Misalnya,
kompetensi linguistik seorang anak transmigran akan sangat berbeda dari kakeknya. Sangat
dimungkinkan dia akan mengalami kendala dengan bahasa ibunya, di lain sisi
2 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010
3. mengembangkan “style” yang lebih luas dalam komunitas barunya. Contoh lainnya, anak-
anak orang Batak yang berada di Jakarta, sejauh pengamatan saya, banyak mengalami
kendala dalam berbahasa Batak artinya tidak sebatas pada pemahaman saja tetapi selayaknya
dapat pula bercakap-cakap. Bagaimana “language shift” ini berubah secara cepat dipengaruhi
oleh banyak faktor.
Faktor status sangat berperan. Brown (2007: 215)menyebutnya dengan jarak sosial,
merujuk kepada kedekatan kognitif dan afektif dari dua budaya yang bertemu di dalam diri
seseorang. Maka ia harus memiliki standar berbahasa yang berlaku pada satu komunitas yang
dianggapnya lebih tinggi agar dia bisa masuk pada lingkup baru dimaksud. Bahasa
vernacular (daerah) memang tersirat pada umumnya, berbeda dengan bahasa yang dianggap
standar yang tersurat. Karena status ini pun mengharuskan seseorang untuk mau tidak mau
memaksa kompetensi sosiolinguistiknya harus dikembangkan.
Kompetensi linguistik dalam masyarakat monolingual mengharuskan seseorang untuk
mengunakan bahasa masyarakat itu dimana terdapat kelompok-kelompok sosial yang
beragam. Misalnya, kelompok yang dimasukinya dapat dikenal dari pengucapan, tata bahasa,
atau kosakata yang dipergunakan, atau bisa saja dari ketiga hal ini. Kita belajar bagaimana
bertutur sesuai dengan gender dan kelompok usia, agar kita berterima dalam kelompok
dimaksud. Juga etnis seseorang bisa diketahui (ditebak) dari cara dia bertutur. Memang,
sekarang ini umumnya masyarakat multilingual, yang tentu lebih kompleks dari monolingual.
Kita masuk pada satu kelompok sosial, etnis, dan wilayah geografis, serta gender dan usia.
Sehingga dalam bertutur, kita harus mempertimbangkan hal-hal di atas termasuk pula
mengenal lebih awal dengan siapa kita bertutur. Siapa saja yang sering berinteraksi dengan
kita, bahkan jaringan sosial berpotensi mempengaruhi cara bertutur. Artinya, disadari atau
tidak, telah terjadi perubahan bahasa.
Ini sebenarnya masih dalam ranah kompetensi sosiolinguistik. Sebagai individu dalam
komunitas yang lebih besar, bahkan lintas gender, usia, wilayah dan lain-lain; selain perlu
menyadari dengan siapa kita bertutur, juga perlu tahu apa fungsi bahasa yang kita kehendaki,
dan dalam konteks apa. Misalnya, jika seorang Batak bertemu dengan seorang Jawa (yang
masih kuat memegang sopan santun), norma-sorma sosiolinguistiknya sangat mungkin
berbenturan. Hasilnya, malu dan salah pengertian.
Bahasa akan membawa kita berada pada realitas sosial. Maka dari itu, belajar bahasa
membutuhkan suatu pandangan atas dunia sekeliling kita sehingga perlu memiliki
kompetensi komunikatif. Menurut para ahli sosiolinguistik, bahasa menyangkut pilihan. Jadi,
3 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010
4. kita harus memahami konteks dengan memperhatikan baik faktor linguistik maupun ekstra-
linguistik yang mempengaruhi pilihan bahasa. Istilah konteks sering didefinisikan dengan
acuan kepada situasi aktual dimana suatu peristiwa komunikasi berlangsung. Padahal jelas
tidak semua yang ada pada situasi tersebut akan mempengaruhi pilihan bahasa, hingga bagi
seorang sosiolinguis, 'konteks' terdiri dari aspek-aspek situasi yang mengaktifkan pilihan.
Kita harus mengenal bahwa 'situasi aktual' (lihat Lyons, 1977 dalam tulisan Lisnawati, 2010)
terdiri dari baik elemen linguistik maupun ekstralinguistik. Umumnya unsur linguistik
disebut konteks linguistik dan unsur ekstralinguistik disebut konteks situasional.
Menurut Gumperz (1971) kompetensi komunikatif berkaitan dengan hal menciptakan
kondisi yang memungkinkan interpretasi yang dipahami bersama (shared). Canale (1983b) di
dalam perspektif pedagogis dari kompetensi komunikatif mengakui bahwa kita tahu hanya
sedikit tentang aspek-aspek yang berbeda dari kompetensi berinteraksi. Namun, Canale dan
Swain (1980) serta Canale (1983b) dalam Ellis (ed., 1987) mengusulkan kerangka kerja bagi
kompetensi komunikatif yang dapat menolong di dalam mengkategorikan penggunaan bahasa
pemelajar untuk tujuan-tujuan assessment. Konteks terdiri dari apa yang diciptakan di dalam
interaksi dan apa yang dibawa ke dalamnya dengan cara presuposisi mengenai dunia,
pengetahuan interaksi dan pengetahuan mengenai kode linguistik. Pemakai bahasa perlu
mengembangkan baik pengetahuannya sendiri dan juga keterampilan untuk melaksanakan
interaksi dan mempertahankan keterlibatannya di dalam percakapan. Ini semua
dikembangkan secara interaksional.
Untuk tujuan interaksional tersebutlah kehadiran pengajaran bahasa diperlukan.
Metode dirancang, dibuat pendekatan yang sifatnya mempertimbangkan local exigencies
(Kumaravadivelu, 2006). Pengajaran bahasa yang learning centered oriented perlu
dikembangkan.
Dalam mengembangkan learning centered oriented ini, faktor pengajar dan pemelajar
memainkan peran yang sangat signifikan. Banyak faktor yang terlibat diantaranya mengenal
siapa pemelajar, latar belakangnya etnis, linguistik bahkan keagamaan mereka. Selain itu,
bahasa asli, tingkat pendidikan, hingga karakteristik sosioekonomi mereka. Pengalaman
hidup apa yang mungkin mempengaruhi pembelajaran mereka, kapasitas intelektualnya
bagaimana, mengenal kekuatan dan kelemaham pemelajar serta faktor usia pemelajar
(Brown 2007: 2). Ini perlu dikenal lebih dulu oleh pengajar sehingga dapat lebih mudah
membantu pemelajar dalam mencapai pemerolehan bahasa. Bantuan ini tentu tercermin
dalam wujud kurikulum yang diterapkan, dalam hal ini pasti melibatkan pihak eksternal
4 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010
5. misalnya pemerintah; juga dalam bentuk silabus dan metode serta ancangan yang sesuai
dengan kebutuhan dan kekhasan suatu kelompok pemelajar.
Perspektif psikologi pedagogikal yang mumpuni perlu dimiliki oleh pengajar bahkan
para pengambil keputusan dalam pengembangan dunia pendidikan umumnya dan pengajaran
bahasa pada khususnya. Terutama pengajar, dia harus berfungsi sebagai inisiator bagaimana
menciptakan suasana belajar yang baik, fasilitator pembelajaran, negosiator (Brown 2007:
104). Apabila ini terpenuhi, besar kemungkinan akan proses pembelajaran itu dapat dikatakan
berhasil. Tentu keberhasilan pembelajaran itu ditentukan oleh banyak komponen. Misalnya,
pengajar, pemelajar, tujuan pembelajaran, materi, metode dan teknik, evaluasi serta sarana
untuk mendukung proses pembelajaran.
Psikologis pemelajar perlu mendapat perhatian. Inilah yang menjadi ranah dari
psikolinguistik khususnya dalam pengajaran bahasa. Karena fokusnya adalah pemelajar
dengan semua perilaku berbahasanya, maka tepat kiranya saya mengutip pendapat Field
(2003: 2) bahwa psycholinguistics explores the relationship between the human mind and
language. Artinya, ada hubungan antara bahasa dan pikiran (lihat Aitchison, 2008:1; Yule,
2006: 137). Pemelajar sebelum menggunakan bahasa sebetulnya melakukan suatu proses
memahami ujaran dulu “acoustic image”, dan dia harus memiliki pengetahuan yang cukup
tentang ujaran itu (old and given topic) sehingga akan mudah dalam merespons (Stimulus –
Response – Stimulus – Response, dan seterusnya). Artinya terjadi proses mengubah pikiran
menjadi kode (S-R). Ini juga yang dinyatakan Osgood dan Sebeok (dalam Pateda: 1990)
“psycholinguistics deals directly with the processes of encoding and decoding as they relate
states of communicators”. Berarti ada proses “encoding” (sintesa) dan “decoding”
(rekognisi).
Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh pemelajar,
hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Semua keterampilan ini memiliki titik akhir untuk berkomunikasi dengan manusia
lain. Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi
(Pateda, 1990: 13). Field (2003: 2) mengemukakan psikolinguistik mencakup language
processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain,
language in exceptional circumstances, frst language acquisiton (pemrosesan bahasa,
penyimpanan dan akses bahasa, pemahaman, bahasa dan otak, bahasa lingkup tertentu, dan
pemerolehan bahasa). Pemelajar adalah subjek pembelajaran. Maka pemelajar merupakan
organisme yang beraktifitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif,
5 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010
6. maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan
membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi
(Lisnawati, 2010).
Dari paparan perspektif sosiologi dan psikologi di atas, kehadiran materi ini dalam
pembelajaran bahasa sangat penting. Kelompok pemelajar merupakan representasi diri
mereka, lingkungan dan sosio-kultural, sosio-ekonomi, sosio-edukasi, dan faktor lain yang
berperan dalam membentuk seseorang itu untuk berperilaku termasuk perilaku tutur. Faktor-
faktor yang sifatnya eksternal tadi tidak dapat dipisahkan dari pembentukan psikologi
pemelajar. Untuk dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikastif pemelajar tidak
hanya cukup memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan
kaidah bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri,
mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor
(lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian,
jelaslah bahwa betapa penting peranan psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.
Bagi para pengemban pendidikan di Indonesia, khususnya pengajaran bahasa,
mungkin ini juga perlu dipertimbangkan. Pengajaran bahasa yang product oriented dan
learning centered, dan ancangan yang aplikatif selaras dengan local exigencies perlu
dihasilkan. Yang pasti, ketika dalam pengajaran bahasa terdapat kendala yang sulit
dipecahkan, mungkin perspektif sosial dan psikologi dapat dijadikan alternatif pemecahan
masalah.
6 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010
7. Daftar Pustaka
Aitchison, Jean. 2008. The Articulate Mammals: An Introduction to Psycholinguistics. 5th
Ed. New York: Routledge.
Brown, H.D. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Pearson Education.
Canale, M. & Swain, M. 1980. Theoretical Bases of Communicative Approaches to Second
Language Teaching and Testing. Applied Linguistics, 1, 1-47.
Canale, M. 1983. From Communicative Competence to Communicative Language Pedagogy.
Dalam J. Richards & R. Schmidt (ed.), Language and Communication (h.227).
London: Longman Group. Ltd.
Ellis, Rod, ed. 1987. Second Language Acquisition in Context. London: Prentice Hall
International Ltd (UK).
Field, John. (2003). Psycholinguistics. London: Routledge.
Gumperz, John. J. 1971. Language in Social Groups. Stanford: Standford University Press.
Kumaravadivelu, B. TESOL Methods: Changing Tracks, Challenging Trends. TESOL
Quarterly Vol. 40. No. 1 March 2006.
Lisnawati, Iis. Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa. EDUCARE: Jurnal Pendidikan
dan Budaya. http://educare.e-fkipunla.net Generated: 23 December, 2010, 10:40
Pateda, Mansoer. (1990). Aspek-aspek Psikolinguistik. Ende Flores: Nusa Indah.
Yule, George. The Study of Language. New York: Cambridge University Press.
7 Juniato Sidauruk, 0906655282. Perspektif Sosial dan Psikologis Pengajaran Bahasa. UI. Des 2010