SlideShare a Scribd company logo
1
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA
BAJA LATERIT HASIL HOT ROLLING MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS
(QUENCHING DAN TEMPERING)
Muhammad Budiman dan Ir. Bintang Adjiantoro, MT
Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik PLN
Jakarta, 2017
ABSTRAK
Kemajuan teknologi membuat produksi baja nasional terus dikembangkan dengan bahan baku yang lebih
baik. Pada Penelitian yang di lakukan oleh Pusat Penelitian Metalurgi Dan Material – LIPI, dikembangkan baja
berkualitas unggul dari biji nikel (Limonit). Disebut bahwa, Limonit ini di produksi melalui endapan bijih besi
laterit yang merupakan lapisan atas dari saprolit (bijih nikel kadar tinggi). Dengan proses pengolahan kandungan
Limonit melalui inovasi tersendiri, pengembangan yang dilakukan LIPI ini menghasilkan sifat baja yang unggul.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keunggulan baja Laterit, dilakukan penelitian terhadap pengaruh unsur
didalam baja Laterit. Dengan meningkatkan sifat mekanik dan struktur mikro dengan proses heat treatment
(quenching dan tempering) dapat meningkatkan kekuatan uji tarik, uji impak dan uji kekerasan dan perubahan
struktur mikro. Kekuatan uji tarik tertinggi terjadi pada proses Quenching air dan tempering σy 1272 N/mm2
dan σu 1281 N/mm2
. Pada uji impak energi terbesar yang di serap normalizing dan hot rolling . Pada uji
kekerasan quenching air memiliki kekerasan tertinggi 50,26 HRC. Dan perubahan struktur mikro.
Kata Kunci: Baja, Heat Treatment, Struktur Mikro, Sifat Mekanis.
1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi di dunia, dan
khususnya di Indonesia telah menunjukkan
perkembangan yang sangat pesat sesuai
dengan kemajuan zaman. Hal ini dapat dilihat
dari salah satunya di bidang pembangunan
yang semakin meningkat, maka dari itu
kebutuhan akan bahan baku pun semakin
meningkat, khususnya untuk kebutuhan
terhadap bahan logam.
Di Indonesia merupakan salah satu
negara dengan cadangan bijih nikel berkadar
rendah (limonit) terbesar di dunia. Kandungan
nikel yang berasal dari limonit merupakan
salah satu bahan baku dalam industri baja.
Dilihat dari cadangan bahannya yang banyak,
bijih limonit yang sudah diolah menjadi baja
laterit memiliki keunggulan lebih dibanding
baja yang ada di pasaran. yaitu sifat baja
dengan kekuatan tinggi, tahan terhadap
korosi, baja tahan cuacah, baja tahan peluru
dan mempunyai sifat las yang baik karena
keberadaan nikel di dalamnya Oleh karena itu
baja laterit hasil dari pengolahan bijih limonit
ini bisa menjadi solusi pasar terhadap
pemenuhan baja nasional.
2.1 Baja
Baja adalah paduan logam yang
tersusun dari besi sebagai unsur utama dan
karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon
banyak berperan sebagai peningkatan
kekerasan. Baja dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis baja yaitu baja karbon
dan baja paduan (alloy steel). (Amstead,
1993)
2.2 Baja Karbon (carbon steel)
Baja karbon terdiri dari besi dan
karbon. Karbon merupakan unsur pengeras
besi yang efektif. Oleh karena itu, sebagian
besar baja hanya mengandung karbon dan
sedikit unsur paduan lainnya. (Smallman,
1985)
Baja karbon digolongkan menjadi 3 yaitu :
1. Baja karbon rendah.
Baja yang memiliki kandungan karbon
kurang dari 0,3%.
2. Baja karbon menengah.
Baja yang memiliki kandungan karbon
antara 0,3% sampai 0,7%.
3. Baja karbon tinggi.
Baja yang memiliki kandungan karbon
antara 0,7% sampai 1,4%.
2.2 Bijih Laterit
Laterit adalah nama umum untuk
mineral yang berupa tanah merah sebagai
akibat dari pelapukan batuan asal di daerah
2
tropik atau subtropik dengan bantuan adanya
hujan dan panas.
Secara kimia bijih laterit dicirikan
oleh adanya sisa-sisa besi, alumina, dan
pelarut dari silika. Sebagai akibatnya
aluminium akan banyak berupa bauksit dan
nikel akan banyak berupa garnierite. Maka
laterit akan mengandung kedua material itu
atau salah satu dari keduanya.
Secara umum nikel laterit diartikan
sebagai suatu material dengan kandungan besi
dan aluminium sekunder sebagai hasil proses
pelapukan yang terjadi pada iklim tropis
dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam
industri pertambangan nikel laterit atau proses
yang diakibatkan oleh adanya proses
lateritisasi sering disebut sebagai nikel
sekunder.
Baja laterit adalah baja dengan
kandungan nikel berkadar rendah yaitu antara
1 - 4.5 persen. Umumnya kadar nikel pada
baja laterit yang coba dikembangkan oleh
LIPI berkisar 1.5 – 4.5 persen. Jenis baja
laterit yang dikembangkan dari bijih laterit ini
adalah Ni – Hard, sejenis baja cor yang
memiliki nilai kekerasan yang tinggi serta
ketangguhan yang optimal. Bahan ini banyak
digunakan untuk material grinding balls atau
Hard-Liner untuk peralatan peremuk
(crusher) atau penggerus (grinder). Baja
laterit ini jika dikembangkan secara baik akan
menjadikan kemandirian bangsa Indonesia
dalam bidang industri baja, hal ini
dikarenakan cadangan bijih nikel berkadar
rendah ini berpuluh kali lebih banyak
dibandingkan dengan bijih nikel berkadar
tinggi. (Yusuf, 2002)
2.3 Diagram Fasa Fe-C
Diagram fasa adalah diagram yang
menghubungkan antara temperatur dengan
kadar karbon, dimana terjadi perubahan fasa
pada saat proses pemanasan atau pendinginan.
Diagram fasa Fe-C merupakan diagram yang
menjadi parameter untuk mengetahui segala
jenis fasa yang terjadi di dalam baja, serta
untuk mengetahui faktor – faktor apa saja
yang terjadi di dalam baja paduan dengan
berbagai jenis perlakuan. (sutrisno, 2012)
Gambar 2.1 Diagram fasa Fe-C.
(Callister, 2001)
2.4 Perlakuan Panas
Heat treatment dapat didefinisikan
sebagai proses pemanasan dan pendinginan
logam dalam keadaan padat untuk mengubah
sifat-sifat fisik dan mekanik logam tersebut.
Sifat-sifat fisik yang dimaksud adalah struktur
mikro (konfigurasi distribusi fasa untuk suatu
komposisi tertentu), dan dalam proses ini
tidak terjadi perubahan pada komposisi bahan.
Perubahan sifat fisik tersebut akan
mengakibatkan sifat mekanik bahan juga
berubah.
2.5 Pengertian Proses Pengilingan
Pengilingan diterapkan untuk
pembuatan benda setengah jadi dengan bentuk
penampang seragam (lembaran, batangan,
pipa, profil). Pembedaan dilakukan antara
pengilingan panas dalam keadaan pijar dan
pengilingan dingin pada suhu ruangan. Gruber,
Karl 2013.
a. Pengilingan Panas (Hot Rolling)
Pengilingan panas. Dua gilingan
yang ditumpu mendatar dan digerakan,
berputar saling berlawanan arah,
menangkap blok baja (lempengan,
bonggol, lembaran) yang didatangkan
dalam keadaan pijar putih di atas jalur
gelinding, dan menariknya melalui antara
keduanya. Selama perlaluan, maka benda
gilingan tersebut direntangkan pada arah
memanjang dengan tekanan gilingan,
strukturnya dimampatkan, penampangnya
diperkecil dan diberi bentuk dan ukuran.
Gruber, Karl 2013
b. Pengilingan Dingin (Cold Rolling)
Pengilingan dingin dilakukan
sebagai kelanjutan penggilingan panas jika
dikehendaki permukaan yang mengkilap
dan ukuran yang tepat. Kulit terak
disingkirkan sebelumnya melalui
pengetsaan. Pada pengilingan dingin,
kekuatan sangat ditingkatkan (penguatan
dingin) dan keuletan berkurang.
3
Gilingan-gilingan yang bergerak
oleh motor listrik yang kuat, diberi
dudukan pada sebuah perancah yang
berputar dan ditempatkan di depan dan
belakang perancah. Beberapa perancah
giling dan jalur gelinding yang tersusun
beruntun membentuk sebuah jalan giling.
Menurut tata susun giling, maka
dibedakan: instalasi giling dua (gambar
2a), instalasi giling dua ganda (gambar
2c), instalasi giling trio (gambar 2b), dan
instalasi giling kwarto (gambar 2d). Pada
instalasi giling kwarto, maka gilingan
kerja yang kecil dihindarikan dari
perlenturan oleh gilingan penopang yang
berada di atas. Gilingan kecil merentang
dan memampatkan lebih baik dari yang
besar. Gruber, Karl 2013
Gambar 2.3 Tata susun gilingan.
Gruber, Karl 2013
2.6 Uji Kekerasan
Pada pengukuran kekerasan menurut
Brinnel, Rockwell dan Vickers yang akan
diterangkan di bawah ini kekerasan bahan
ditentukan dari perlawanan terhadap
pengubahan bentuk tetapi dengan
pembekesan. Bekas ini sisebabkan oleh suatu
benda yang lebih keras dari pada bahan yang
akan diperiksa dan di kala pembekasan itu
sendiri hampir tidak mengalami pengubahan
bentuk. Beumer, B.J.M 1994
a. Uji Kekerasan Metode Rockwell
Pengujian kekerasan dengan
metode rockwell bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material
dalam bentuk daya tahan material terhadap
identor yang berupa bola baja ataupun
kerucut intan yang ditekankan pada
permukaan material uji.
Pengujian ini menggunakan
kedalaman lekukan pada beban yang
konstan sebagai ukuran kekerasan.
Terdapat dua kali pembebanan yang
disebut beban kecil (beban minor) dan
beban besar (beban mayor). Untuk awalan
pembebanan minor sebesar 10 kg untuk
menempatkan benda uji, kemudian
diterapkan pembebanan mayor
sebesar 60 sampai 140 kg.
b. Hubungan Antara Kekerasan dengan
Kekuatan Tarik
Diketahui bahwa dasar pengujian
kekerasan dan kekuatan tarik adalah sama
yaitu sebagai indikator pembebanan agar tidak
terjadi deformasi plastis. Nilai kekerasan juga
dapat dikonversikan kepada kekuatan tarik.
Untuk material yang dapat dikonversikan
yaitu besi tuang, baja, dan kuningan dari
pengujian kekerasan brinnel dengan satuan
HB kepada uji tarik. Rumus dari konversi
yang digunakan pada material baja adalah
sebagai berikut : (Callister, 2001)
Dimana :
: Koefisien, 3.45 untuk satuan MPa dan
500 untuk satuan Psi
HB : Hardness Brinnel
Dari rumus di atas juga dapat diketahui grafik
hubungan kekerasan dan kekuatan tarik
dari besi tuang, baja, dan kuningan
seperti di bawah ini :
Gambar 2.3 Hubungan kekerasan dan kekuatan tarik besi
tuang, baja, dan kuningan. (Callister, 2001)
2.6 Uji Tarik
Uji traik banyak dilakukan untuk
melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatanan suatu bahan dan sebagai data
pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji
tarik benda uji diberi beban gaya tarik
sesumber yang bertambah besar secara
kontinu, bersama dengan itu dilakukan
pengamatan mengenai perpanjangan yang
dialami benda uji, Kurva tegangan regangan
rekayasa dibuat dari pengukuran perpanjangan
benda uji. Tetangan tersebut diperoleh dengan
cara membagi beban dengan luas awal
4
penampang lintang benda uji.
s=
Regangan yang digunakan untuk kurva
tengan-rengangan rekayasa adalah regangan
linear rata-rata. Yang diperoleh dengan cara
membagi perpanjangan panjang ukuran (gage
length) benda uji, , dengan panjang awal.
e= = =
Karena regangan dan tegangan
diperoleh dengan cara membagi beban dan
perpanjangan dengan faktor yang konstan,
kurva beban-perpanjangan akan mempunyai
bentuk yang sama seperti kurva tengangan-
renganan teknik. E.Dieter.George, 1990
2.8 Uji Impak
Uji impak digunakan dalam
menentukan kecenderungan material untuk
rapuh atau ulet berdasarkan sifat
ketangguhannya. Uji ini akan mendeteksi
perbedaan yang tidak diperoleh dari
pengujian tegangan regangan. Hasil uji
impak juga tidak dapat membaca secara
langsung kondisi perpatahan batang uji,
sebab tidak dapat mengukur komponen
gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi
pada batang uji. Hasil yang diperoleh dari
pengujian impak ini, juga tidak ada
persetujuan secara umum mengenai
interpretasi atau pemanfaatannya.
Sejumlah uji impak batang uji
bertakik dengan berbagai desain telah
dilakukan dalam menentukan perpatahan
rapuh pada logam. Metode yang telah
menjadi standar untuk uji impak ini ada 2,
yaitu uji impak metode Charpy dan metode
Izod. Metode charpy banyak digunakan di
Amerika Serikat, sedangkan metode izod
lebih sering digunakan di sebagian besar
dataran Eropa. Batang uji metode charpy
memiliki spesifikasi, luas penampang 10 mm
x 10 mm, takik berbentuk V. Proses
pembebanan uji impak pada metode charpy
dan metode izod dengan sudut 45°,
kedalaman takik 2 mm dengan radius pusat
0.25 mm.
Batang uji charpy kemudian
diletakkan horizontal pada batang penumpu
dan diberi beban secara tiba-tiba di belakang
sisi takik oleh pendulum berat berayun
(kecepatan pembebanan ±5 m/s). Batang uji
diberi energi untuk melengkung sampai
kemudian patah pada laju regangan yang
tinggi hingga orde 103s-1. Batang uji izod,
lebih banyak dipergunakan saat ini, memiliki
luas penampang berbeda dan takik berbentuk
v yang lebih dekat pada ujung batang. Dua
metode ini juga memiliki perbedaan pada
proses pembebanan. Dieter, George E, 1986
Gambar 2.4 Kurva tegangan – regangan
E.Dieter.George, 1990
a. Pengujian Impak Metode Charpy
Pengujian impak metode charpy (charpy
v-notch) merupakan standar pengujian
untuk menentukan jumlah energi yang
diserap oleh bahan selama terjadi patahan.
Batang uji charpy memiliki standar ASTM
E23 dengan spesifikasi luas penampang 10
mm × 10 mm, dan takik berbentuk V yang
diletakkan secara horizontal pada batang
penumpu.
Gambar 3 Standar ukuran batang uji impak ASTM E23.
(ASTM E23, 1982)
2.7 Metalografi
Metalografi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang pemeriksaan logam
untuk mengetahui sifat, struktur, temperature,
dan persentase campuran logam tersebut.
Dalam metalografi, dikenal dengan dua jenis
pengujian yaitu pengujian makro (macroscope
test) dan pengujian mikro (microscope test).
a. Pengujian Makro (Macroscope Test)
Pengujian Makro (Macroscope Test)
adalah proses pengujian struktur bahan
dengan mata terbuka untuk memeriksa
celah dan lubang yang terdapat pada
permukaan bahan.
b. Pengujian Mikro (Microscope Test)
Pengujian Mikro (Microscope Test) adalah
proses pengujian struktur bahan yang
bentuk kristalnya tergolong sangat halus.
Karena sangat halus, sehingga pada
pengujian diperlukan lensa mikroskop
5
yang memiliki kualitas perbesaran antara
50 hingga 3000 kali.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.
3.2 Bahan dan Alat
Penelitian yang dilakukan di Pusat
Penelitian Metalurgi dan Material LIPI
menggunakan beberapa bahan dan alat, baik
dalam proses penempaan panas (hot forging)
atau proses pengujian sampel uji.
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Baja laterit
Baja laterit dengan komposisi sebagai
berikut :
Tabel 1.1 Komposisi kimia baja laterit.
b. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
 Mesin uji kekerasan
 Mesin uji impak
 Mesin uji tarik
 Alat metalografi
Gambar 3.2 Baja laterit hasil hot rolling
3.3 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat tahapan –
tahapan dalam proses pengambilan yang
terdiri dari uji kekerasan, uji impak, Uji Tarik
dan pengamatan struktur mikro
a. Pembuatan sepesimen/benda uji
1. Mesin Gergaji Pita
2. Mesin Milling
3. Mesin Bubut
4. Mesin Bor
Unsur Rata-rata Standar
Deviasi
Persentase
%
C 0.32475 0.00334 1.02948
Si 0.23563 0.00256 1.08635
S 0.0356 0.0016 4.4268
P 0.0364 0.0004 0.9745
Mn 0.77335 0.00403 0.52139
Ni 0.00756 0.00008 1.09318
Cr 0.01531 0.00002 0.12896
FE% 98.5363 0.0075 0.0076
6
Sedangkan peralatan utama untuk
pelaksanaan heat treatment dan pengujian
yaitu :
1. Heat Treatment
2. Bak Untuk Quenching
Adapun sampel pengujian berjumlah yang
dibutuhkan untuk penelitian di tunjukan
pada (tabel 3.2).
Tabel 3.2 Sampel Pengujian
b. Proses Pembuatan Sampel
Proses pemotongan sampel uji
komposisi, uji tarik dan uji impak
mengunakan mesin gergaji pita dengan
mengunakan standar pengujian masing-
masing. Untuk uji tarik mengunkan
standar Jis 2201 sedangkan untuk uji
impak mengunakan standar ASTM E23.
Gambar 3.3 Proses pemotongan sampel
c. Proses Pembubutan
Proses pembuatan uji tarik
mengunakan mesin bubut untuk membuat
permukaan silinder sehingga bisa dibentuk
untuk benda uji tarik sesuai dengan
standar uji tarik Jis 2201, seperti terilihat
pada (gambar 3.5)
Gambar 3.4 Proses pembubutan sampel uji tarik
Untuk benda uji tarik dibutuhkan
sempel sebanyak 7 sempel. satu sampel hot
rolling , dua sampel quenching, satu
sampel normalizing dan tiga sampel
tempering. Seperti pada gambar 3.6
Gambar 3.5 Sampel uji tarik
d. Proses Milling
Untuk pembuatan uji impak
mengunakan mesin milling untuk
membuat sempel dengan standar ASTM
E23 terlihat pada (gambar 3.8)
Gambar 3.6 Proses milling sampel uji impak
Setelah proses miling dengan
ukuran standar ASTM E23 dengan jumlah
sampel sebayak 7. Kemudian sampel di
proses untuk membuat takik seperti pada
gambar yang sudah diproses.
No Keterangan Jumlah
Sempel
1. Uji Kekerasan 7
2. Uji Tarik 7
3. Uji Impak 7
4. Struktur Mikro 5
7
Gambar 3.7 Sampel uji impak
e. Heat Treatment
Dalam prakteknya proses heat
treatment quenching dan tempering
dilaksanakan dengan tiga tahapan yaitu :
1. sampel uji tarik dan uji impak
masing-masing tiga sampel
dipanaskan di dalam furnace
sampai mencapai suhu austenite
950
o
C dan ditahan selama 1 jam
kemudian di quenching ke dalam
media oli, air dan normalizing
(udara)
2. Kemudian dari hasil heat treatment
dengan metode quenching
dilakukan uji kekerasan untuk
melihat kekerasan pada masing-
masing media quenching.
3. Setelah diketahui hasil uji
kekerasan dengan salah satu media
pendinginan kemudian tahap
berikutnya mengunakan media
pendingin yang memiliki kekerasan
paling tinggi kemudia di quenching
kembali dan kemudian di tempering
, , dan .
4. Analisis Hasil
4.1 Analisis Uji Tarik
Tabel 4.2 Hasil uji tarik
Grafik 4.1 Kekuatan uji tarik quenching
Hasil kekuatan uji tarik quenching
pada (grafik 4.1) menujukan adanya
peningkatkan kekuatan dari normalizing ke
quenching air. Tegangan luluh (yield strength)
quenching air memiliki nilai paling tinggi
1234 , sedangkan tegangan batas
putus (ultimate tensile strength) quenching
air memiliki nilai tertinggi juga yaitu 1345
.
Hasil tersebut jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sampel hasil hot rolling
yang memiliki tegangan luluh (yield
strength) 670 , tegangan batas
putus (ultimate tensile strength) memiliki
nilai 726 . Sehingga proses
quenching air menjadi media utama
pendinginan untuk proses tempering ,
dan
Grafik 4.2 Kekuatan uji tarik tempering dengan media
quenching air
Hasil Kekuatan uji tarik tempering
, dan dengan media
quenching air dapat dilihat pada (grafik 4.2).
Hasil kekuatan uji tarik menunjukan adanya
peningkatan pada suhu tempering
dengan tegangan batas putus (ultimate
tensile strength) 1281 , dan
tegangan luluh (yield strength) 1272
. Namun terjadi penurunan
kekuatan jika dibandingkan dengan hasil
quenching air.
8
Grafik 4.3 Elongasi uji tarik quenching
Pada grafik elongasi uji tarik
quenching pada (grafik 4.3) jika
dibandingkan pada hasil hot rolling
ada peningkatan elongasi sampel
normalizing 4% dengan hasil elongasi 26%.
Sedangkan elongasi pada hot rolling
hanya sebesar 22%. Tetapi untuk
sampel quenching oli dan air, terjadi
penurunan nilai elongasi, dimana elongasi
sampel quenching oli adalah 6 % dan
quencing air 4%. Dari grafik (grafik 4.3)
terlihat bahwa proses quenching, baik di oli
maupun di air, menurunkan nilai elongasi
jika, dibandingkan dengan proses hot rolling
dan normalizing.
Grafik 4.4 Elongasi uji tarik tempering dengan media
quenching air
Pada elongasi uji tarik tempering
dengan media quenching air jika dilihat dari
(grafik 4.4). diketahui bahwa elongasi pada
proses tempering memiliki nilai
paling tinggi. Pada quenching air nilai
elongasinya hanya 4%, sedangkan pada
tempering elongasi 12%, sehingga
proses tempering dapat
meningkatkan elongasi.
4.2 Analisis Uji Impak
Grafik 4.5 Uji impak quenching air, oli dan udara
Pada hasil uji impak (grafik 4.5)
dengan proses quenching, dapat dilihat
penurunan energi yang diserap jika
dibandingkan dengan hasil hot rolling
. Hasil uji impak hot rolling
menujukan energi yang diserap sebesar 116
Joule dan mengakibatkan sampel menjadi ulet
(duetile). Sedangkan sampel quenching air
memiliki nilai energi yang diserap paling
kecil yaitu 34 Joule. Sehinga sampel
quenching air memiliki kegetasan (brittleness)
paling tinggi.
Grafik 4.6 Uji impak dengan media quenching air
pada proses tempering
Hasil pengujian impak dengan media
quenching air pada proses tempering yang
dapat dilihat pada (grafik 4.6) menunjukan
adanya peningkatan. Jika dibandingkan
dengan quenching air, dimana energi yang
diserap 34 Joule, pada tempering
energi yang diserap 54 Joule. Dari (grafik
4.6), terlihat bahwa energi yang diserap pada
uji impak memiliki nilai tertinggi pada
proses tempering . Sehingga dapat
disimpulkan bahwa proses tempering
dapat meningkatkan energi yang diserap,
walaupun tidak membuat sampel menjadi
ulet tetapi getas.
9
4.3 Analisis Uji Kekerasan
tabel 4.4 Hasil uji kekerasan
Grafik 4.7 Uji Kekerasan proses quenching
Dari hasil uji kekerasan proses yang
dapat dilihat pada (grafik 4.7), terlihat
bahwa hasil tertinggi adalah pada proses
quenching air. Pada hasil hot rolling
nilai kekerasan rata-ratanya adalah
16,82 HRC. Sedangkan pada quenching air
nilai kekerasannya 50,26 HRC. Jadi proses
quenching air dapat meningkatkan nilai
kekerasan.
Grafik 4.8 Uji kekerasan hasil tempering dengan media
quenching air
Hasil uji kekerasan pada sampel
hasil tempering dengan media quenching air
dapat dilihat pada (grafik 4.8) yang
menujukan menurunnya nilai kekerasan
pada saat ditempering. Pada sampel dengan
quenching air nilai kekerasannya 50,26
HRC, sedangkan pada pada sampel
tempering c nilai kekerasan 38,08
HRC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
proses tempering menurunkan nilai
kekerasan, walau tidak terlalu signifikan.
Hal inilah yang menyebabkan sampel uji
impak untuk tempering c tetap patah
walaupun energi yang di serap tinggi.
4.5 Observasi Setruktur Mikro
Dari hasil pengamatan terhadap
struktur mikro pada heat treatment dengan
proses quenching dan tempering tedapat
perubahan dari proses normalizing sampai
proses tempering. Ketika di proses hot rolling
terjadi perubahan fasa dari ferit ke
bainit-ferit. Ketika hasil hot rolling
diproses heat treatment dengan proses
quenching terjadi perubahan fasa bainit-ferit
menjadi martensit. Kemudian melalui proses
quenching air lalu ditempering, terjadi
perubahan fasa dari martensit menjadi
martensit-temper pada tempering .
Grafik 4.9 Pengaruh kekuatan pada struktur mikro
dengan proses quenching
Pada (grafik 4.9) menujukan
perubahan nilai kekuatan terhadap
perubahan struktur mikro. Hasil normalizing
fasanya ferit. Pada normalizing terjadi
struktur mikro fasa ferit yang bersifat sangat
lunak, ulet dan memiliki konduktivitas yang
tinggi dilihat pada (gambar 4.1). Ferrite
adalah fase larutan padat yang memiliki
struktur BCC (Body Centered Cubic).
Ferrite terbentuk akibat proses pendinginan
yang lambat dari austenite (Dieter, E.,
George. 1988).
No Keterangan Rata-rata
(HRC)
1. Quenching Oli 25,7
2. Quenching Air 50,26
3. Normalizing 22,88
4. Temperature 38,56
5. Temperature 44,78
6. Temperature 38,08
7. Hot Rolling 16,82
10
Gambar 4.1 Struktur mikro ferit pada normalizing
Pada hasil hot rolling terjadi
perubahan struktur mikro dari ferit menjadi
bainit-ferit dilihat pada (grafik 4.9). Bainit
sendiri merupakan fase yang kurang stabil
yang diperoleh dari austenite pada temperatur
yang lebih rendah dari temperatur
transformasi ke pearlite dan lebih tinggi dari
transformasi ke martensite. Kekerasannya
bervariasi antara 45-55 HRC tergantung pada
temperatur transformasinya. (Dieter, E.,
George. 1988).
Gambar 4.2 Struktur mikro bainit-ferit pada hot rolling
Sedangkan pada quenching oli dan
air terjadi perubahan fasa dari bainit-ferit
menjadi martensit yang memiliki struktur
mikro tampak seperti jarum atau plat-plat
halus dilihat pada (gambar 4.4). Halus
kasarnya plat atau jarum tergantung pada
ukuran butir dari austenite. Jika butir
austenitenya besar maka martensite yang
akan diperoleh menjadi lebih kasar.
Gambar 4.3 Struktur mikro martensit pada quenching
oli
Penyebab tingginya martensite
adalah karena laju pendinginan yang sangat
cepat dari temperatur austenite ke
temperatur ruang, akan menyebabkan
terjadinya stransformasi fasa dari fasa
austenite menjadi fasa martensite.
Kekerasan martensite berkisar 20-65 HRC.
Sifatnya sangat keras dan diperoleh jika baja
dari temperatur austenite didinginkan
dengan laju pendinginan yang lebih besar
dari laju pendinginan kritisnya (Dieter, E.,
George. 1988).
Gambar 4.4 Struktur mikro martensit pada
quenching air
Terdapat perbedaan antara hasil
quenching air dengan quenching oli. Pada
quenching air terjadi fasa berupa martensit
dan austenit sisa dilihat (gambar 4.4). Akibat
austenit sisa karena didinginkan dengan
cepat sampai temperature ruang. Hal ini
menyebabkan pengerasan baja menjadi tidak
optimal. (Dieter, E., George. 1988).
500x
500x
500x
500x
11
Grafik 4.10 Pengaruh kekerasan pada struktur mikro
dengan proses quenching air dan
tempering
Pada (grapik 4.10) menujukan
perubahan struktur mikro terhadap kekerasan.
Pada quenching air, yang awalnya memiliki
fasa martensit terjadi perubahan menjadi
martensit-temper ketika ditempering
dilihat (gambar 4.5).
Penyebab tingginya kekerasan
martensite adalah karena karena laju
pendinginan yang sangat cepat dari
temperatur austenite ke temperatur ruang,
akan menyebabkan terjadinya stransformasi
fasa dari fasa austenite menjadi fasa
martensite. Kekerasan martensite berkisar 20-
65 HRC (Dieter, E., George. 1988).
Gambar 4.5 Struktur mikro martensit-temper pada
quenching air dengan proses tempering
5. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa pada sampel hot
rolling dengan besi (Fe) =
98,5363%, kadar karbon (C) = 0,32475%
dan kandungan nikel Ni = 0.00756%,
perlakuan panas atau heat treatment akan
mempengaruhi sifat mekanis dan struktur
mikro dari baja laterit tersebut. Hal itu
dibuktikan dengan rangkaian pengujian
yang dilakukan. Pengujian yang dilakukan
meliputi pengujian kekerasan, tarik, impak,
dan metalografi.
Dari proses quenching yang
dilakukan dengan media air, oli, dan
normalizing, diketahui bahwa media
quenching air memiliki laju pendinginan
yang paling tinggi di antara yang lainnya.
Hal itu dibuktikan dengan nilai hasil
pengujian kekerasan hasil hot rolling
pada quenching air yang tinggi,
yang mencapai rata-rata kekerasan 50,26
HRC pada temperatur 950 °C. Sedangkan
pada tempering, tempering 200 °C memiliki
kekerasan paling tinggi dari 100 °C, 200 °C
dan 300 °C sebesar 44,78 HRC.
Pada pengujian impak, untuk
mengetahui keuletan benda, maka diketahui
benda yang paling ulet yaitu pada
normalizing, dengan energi yang di serap
116 Joule pada temperature 950 °C, sama
nilainya dengan sampel hot rolling
sebesar 116 Joule. Sedangkan sampel yang
memiliki kegetasan tertinggi yaitu sampel
quenching air dengan energi yang diserap
34 Joule. Kemudian pada sampel tempering
200 °C memiliki kegetasan paling tinggi
sebesar 25 Joule.
Pada uji tarik, tegangan luluh (yield
strength) pada sampel quenching air
memiliki nilai paling tinggi 1345 ,
kemudian tegangan batas putus (ultimate
tensile strength) juga memiliki kekuatan
tinggi sebesar 1400 . Pada
tempering 200 °C juga memiliki tegagan
luluh paling tinggi 1281 ,
tegangan batas putus (ultimate tensile
strength) juga memiliki kekuatan tinggi
sebesar 1370 , yang merupakan
nilai tertinggi.
Proses quenching oli dan air
mengakibatkan terjadinya struktur mikro
martensit, yang memiliki penampakan
seperti jarum atau plat-plat halus. Pada hasil
normalizing terjadi struktur mikro fasa ferit
yang bersifat sangat lunak, ulet dan
memiliki konduktivitas yang tinggi. Pada
tempering 200 °C. Struktur mikro berupa
martensit. Sedangkan pada sample hot
rolling struktur mikro bainit-ferit.
Bainit sendiri merupakan fase yang kurang
stabil yang diperoleh dari austenite pada
temperatur yang lebih rendah dari
temperatur transformasi ke pearlite dan
lebih tinggi dari transformasi ke martensite.
Baja Laterit menurut Standar
ASTM A732 Pada hasil uji komposisi baja
laterit hasil hot rolling yang
memiliki kandungan komposisi kimia
termasuk kedalam standar ASTM A732
yang memiliki baja karbon menengah 2,5-
3,5%. Sehingga baja laterit hasil hot rolling
tergolong pada standar ASTM
500x
12
A732. Pada hasil uji kekerasan yang
dilakukan dalam penelitian memiliki nilai
kekerasan didapat menurut standar JIS
SCM4 nilai kekerasan termasuk kedalam
standar JIS SCM4 yang nilai maksimum
dalam satuan HRC. ASM international,
1993
DAFTAR PUSTAKA
ASTM E23.1982 Standard Test Method for
Notched Bar Impact Testing of
Metallic Materials. American Society
of Testing and Materials.
ASM Handbook. 2004. Metallography and
Microstructures. ASM International.
ASM Handbook. 1987. Fractography. ASM
International.
ASM Handbook. 1993. Worldwide Guide
To Equivalent Irons And Steels. ASM
International.
Amstead, B. H. 1993. Teknologi Mekanik.
Terjemahan Sriati Djaprie. Jilid I edisi
7. Jakarta : Erlangga.
Bohler. 1997. Bohler High Grade Steels
B.J.M Beumer 1994. Ilmu Bahan Logam
Jilid 1 Penerbit Bhratara – Jakarta
Callister D. William, Jr. Fundamentals of
Materials Science and Engineering 5th
edition. John Wiley & Sons, Inc.
Dieter, E., George. 1990. Metalurgi
Mekanik Edisi 3 Jilid 1. Jakarta.
Erlangga
Dieter, George E, 1986. Teknik Metalurgi
Mekanik published : Gadjah Mada
University Press 1986.
Ing.Alois Schonmetz. Karl Gruber. 2013
Pengetahuan Bahan dalam pengerjaan
logam.
Yusuf. 2002. Strategi Pengembangan
Sumberdaya Nikel-Besi Laterit
Indonesia. Pusat Penelitian Metalurgi
dan Material – LIPI.

More Related Content

What's hot

Pengenalan bahan peledak
Pengenalan bahan peledakPengenalan bahan peledak
Pengenalan bahan peledak
Ermanto Muchlis
 
Surface hardening
Surface hardeningSurface hardening
Surface hardening
Mn Hidayat
 
Ppt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logamPpt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logam
Lailatul Arofah
 
Deret bowen oke
Deret bowen okeDeret bowen oke
Deret bowen oke
'Oke Aflatun'
 
BENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITABENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
Bonita Susimah
 
2. analisis tenaga alat berat
2. analisis tenaga alat berat2. analisis tenaga alat berat
2. analisis tenaga alat beratAhmad Wiratama
 
Material teknik (2)
Material teknik (2)Material teknik (2)
Material teknik (2)
YOHANIS SAHABAT
 
Pengenalan Bahan Peledak
Pengenalan Bahan PeledakPengenalan Bahan Peledak
Pengenalan Bahan Peledak
Ermanto Muchlis
 
Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)
Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)
Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)galih
 
Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)
Mukhamad Suwardo
 
Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating
Yoga Firmansyah
 
Makalah perlakuan panas
Makalah perlakuan panas Makalah perlakuan panas
Makalah perlakuan panas
Seto aji Santoso
 
Proses pembuatan semen - bahan galian industri
Proses pembuatan semen - bahan galian industriProses pembuatan semen - bahan galian industri
Proses pembuatan semen - bahan galian industri
Bonita Susimah
 
laporan modul 1- kominusi - grinding
laporan modul 1- kominusi - grindinglaporan modul 1- kominusi - grinding
laporan modul 1- kominusi - grinding
Fathur Rozaq
 
laporan modul 1- kominusi - crushing
laporan modul 1- kominusi - crushinglaporan modul 1- kominusi - crushing
laporan modul 1- kominusi - crushing
Fathur Rozaq
 
Tugas pengujian material
Tugas pengujian materialTugas pengujian material
Tugas pengujian material
RachmadiAdy Hatedeui
 
Pert. 1 metalurgi
Pert. 1 metalurgiPert. 1 metalurgi
Pert. 1 metalurgijusnita
 

What's hot (20)

Pengenalan bahan peledak
Pengenalan bahan peledakPengenalan bahan peledak
Pengenalan bahan peledak
 
Surface hardening
Surface hardeningSurface hardening
Surface hardening
 
Ppt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logamPpt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logam
 
Deret bowen oke
Deret bowen okeDeret bowen oke
Deret bowen oke
 
Belt conveyor
Belt conveyorBelt conveyor
Belt conveyor
 
BENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITABENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BENTONITE - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
 
2. analisis tenaga alat berat
2. analisis tenaga alat berat2. analisis tenaga alat berat
2. analisis tenaga alat berat
 
Material teknik (2)
Material teknik (2)Material teknik (2)
Material teknik (2)
 
Pengenalan Bahan Peledak
Pengenalan Bahan PeledakPengenalan Bahan Peledak
Pengenalan Bahan Peledak
 
Materi 2
Materi 2Materi 2
Materi 2
 
Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)
Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)
Temperatur Bola Basah(Humidifikasi)
 
Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)
 
Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating Pengendalian korosi dengan coating
Pengendalian korosi dengan coating
 
Makalah perlakuan panas
Makalah perlakuan panas Makalah perlakuan panas
Makalah perlakuan panas
 
Proses pembuatan semen - bahan galian industri
Proses pembuatan semen - bahan galian industriProses pembuatan semen - bahan galian industri
Proses pembuatan semen - bahan galian industri
 
Asetilen
AsetilenAsetilen
Asetilen
 
laporan modul 1- kominusi - grinding
laporan modul 1- kominusi - grindinglaporan modul 1- kominusi - grinding
laporan modul 1- kominusi - grinding
 
laporan modul 1- kominusi - crushing
laporan modul 1- kominusi - crushinglaporan modul 1- kominusi - crushing
laporan modul 1- kominusi - crushing
 
Tugas pengujian material
Tugas pengujian materialTugas pengujian material
Tugas pengujian material
 
Pert. 1 metalurgi
Pert. 1 metalurgiPert. 1 metalurgi
Pert. 1 metalurgi
 

Similar to PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASIL HOT ROLLING MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS (QUENCHING DAN TEMPERING)

Material teknik
Material teknikMaterial teknik
Material teknik
Endang Hastutiningsih
 
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser
OsamaOsama30
 
Bab%20 ii
Bab%20 iiBab%20 ii
Bab%20 ii
Muhammad Ridwan
 
Penggunaament dan hardningn metode dengan heat treat
Penggunaament dan hardningn metode dengan heat treatPenggunaament dan hardningn metode dengan heat treat
Penggunaament dan hardningn metode dengan heat treatAlen Pepa
 
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logamBab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
yudhi prasetyo
 
Komposisi Material S35C
Komposisi Material S35CKomposisi Material S35C
Komposisi Material S35C
ade jalaludin
 
pengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptxpengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptx
imandarajat
 
Struktur Baja
Struktur BajaStruktur Baja
Struktur Baja
TianPs27
 
Baja dan klasifikasinya
Baja dan klasifikasinyaBaja dan klasifikasinya
Baja dan klasifikasinya
wizdan ozil
 
Baja (steel)
Baja (steel)Baja (steel)
Baja (steel)
Natalino Fonseca
 
A.c matrial ferrous metal
A.c matrial ferrous metalA.c matrial ferrous metal
A.c matrial ferrous metal
Katoning Wetan
 
A.c matrial. ferrous mtl genap
A.c matrial. ferrous mtl genapA.c matrial. ferrous mtl genap
A.c matrial. ferrous mtl genap
Katoning Wetan
 
Mpam.smk
Mpam.smkMpam.smk
Mpam.smk
Katoning Wetan
 
Mpam
MpamMpam
Tugas tengah semester
Tugas tengah semesterTugas tengah semester
Tugas tengah semester
Hengki Riswandi
 
Struktur baja-dasar
Struktur baja-dasarStruktur baja-dasar
Struktur baja-dasar
Umar Fathoni
 
Baja - Besi Tuang - Al
Baja - Besi Tuang - AlBaja - Besi Tuang - Al
Baja - Besi Tuang - Al
M. Rio Rizky Saputra
 
heat treatment
heat treatmentheat treatment
heat treatment
Kornelia Pakiding
 

Similar to PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASIL HOT ROLLING MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS (QUENCHING DAN TEMPERING) (20)

Material teknik
Material teknikMaterial teknik
Material teknik
 
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser
13.naskah jurnal upn sumiyanto & abdunnaser
 
Bab%20 ii
Bab%20 iiBab%20 ii
Bab%20 ii
 
Penggunaament dan hardningn metode dengan heat treat
Penggunaament dan hardningn metode dengan heat treatPenggunaament dan hardningn metode dengan heat treat
Penggunaament dan hardningn metode dengan heat treat
 
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logamBab 1 bahan pada pengecoran logam
Bab 1 bahan pada pengecoran logam
 
Komposisi Material S35C
Komposisi Material S35CKomposisi Material S35C
Komposisi Material S35C
 
pengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptxpengetahuan material jack.pptx
pengetahuan material jack.pptx
 
Struktur Baja
Struktur BajaStruktur Baja
Struktur Baja
 
Baja dan klasifikasinya
Baja dan klasifikasinyaBaja dan klasifikasinya
Baja dan klasifikasinya
 
Baja (steel)
Baja (steel)Baja (steel)
Baja (steel)
 
A.c matrial ferrous metal
A.c matrial ferrous metalA.c matrial ferrous metal
A.c matrial ferrous metal
 
A.c matrial. ferrous mtl genap
A.c matrial. ferrous mtl genapA.c matrial. ferrous mtl genap
A.c matrial. ferrous mtl genap
 
Mpam.smk
Mpam.smkMpam.smk
Mpam.smk
 
Mpam
MpamMpam
Mpam
 
Tugas tengah semester
Tugas tengah semesterTugas tengah semester
Tugas tengah semester
 
Pengecoran
PengecoranPengecoran
Pengecoran
 
Struktur baja-dasar
Struktur baja-dasarStruktur baja-dasar
Struktur baja-dasar
 
Makalah logam bukan besi
Makalah logam bukan besiMakalah logam bukan besi
Makalah logam bukan besi
 
Baja - Besi Tuang - Al
Baja - Besi Tuang - AlBaja - Besi Tuang - Al
Baja - Besi Tuang - Al
 
heat treatment
heat treatmentheat treatment
heat treatment
 

Recently uploaded

Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdfTahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
NathanielIbram
 
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docxASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
rms1987mom3anak
 
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdfmateri Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
SopiOktapiani
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
almiraulimaz2521988
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
ArumNovita
 
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdfFinal_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
FazaKhilwan1
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
LEESOKLENGMoe
 

Recently uploaded (7)

Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdfTahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
 
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docxASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
 
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdfmateri Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
 
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdfFinal_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
 

PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASIL HOT ROLLING MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS (QUENCHING DAN TEMPERING)

  • 1. 1 PENINGKATAN SIFAT MEKANIK DAN OBSERVASI STRUKTUR MIKRO PADA BAJA LATERIT HASIL HOT ROLLING MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS (QUENCHING DAN TEMPERING) Muhammad Budiman dan Ir. Bintang Adjiantoro, MT Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknik PLN Jakarta, 2017 ABSTRAK Kemajuan teknologi membuat produksi baja nasional terus dikembangkan dengan bahan baku yang lebih baik. Pada Penelitian yang di lakukan oleh Pusat Penelitian Metalurgi Dan Material – LIPI, dikembangkan baja berkualitas unggul dari biji nikel (Limonit). Disebut bahwa, Limonit ini di produksi melalui endapan bijih besi laterit yang merupakan lapisan atas dari saprolit (bijih nikel kadar tinggi). Dengan proses pengolahan kandungan Limonit melalui inovasi tersendiri, pengembangan yang dilakukan LIPI ini menghasilkan sifat baja yang unggul. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keunggulan baja Laterit, dilakukan penelitian terhadap pengaruh unsur didalam baja Laterit. Dengan meningkatkan sifat mekanik dan struktur mikro dengan proses heat treatment (quenching dan tempering) dapat meningkatkan kekuatan uji tarik, uji impak dan uji kekerasan dan perubahan struktur mikro. Kekuatan uji tarik tertinggi terjadi pada proses Quenching air dan tempering σy 1272 N/mm2 dan σu 1281 N/mm2 . Pada uji impak energi terbesar yang di serap normalizing dan hot rolling . Pada uji kekerasan quenching air memiliki kekerasan tertinggi 50,26 HRC. Dan perubahan struktur mikro. Kata Kunci: Baja, Heat Treatment, Struktur Mikro, Sifat Mekanis. 1. Latar Belakang Kemajuan teknologi di dunia, dan khususnya di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat sesuai dengan kemajuan zaman. Hal ini dapat dilihat dari salah satunya di bidang pembangunan yang semakin meningkat, maka dari itu kebutuhan akan bahan baku pun semakin meningkat, khususnya untuk kebutuhan terhadap bahan logam. Di Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan bijih nikel berkadar rendah (limonit) terbesar di dunia. Kandungan nikel yang berasal dari limonit merupakan salah satu bahan baku dalam industri baja. Dilihat dari cadangan bahannya yang banyak, bijih limonit yang sudah diolah menjadi baja laterit memiliki keunggulan lebih dibanding baja yang ada di pasaran. yaitu sifat baja dengan kekuatan tinggi, tahan terhadap korosi, baja tahan cuacah, baja tahan peluru dan mempunyai sifat las yang baik karena keberadaan nikel di dalamnya Oleh karena itu baja laterit hasil dari pengolahan bijih limonit ini bisa menjadi solusi pasar terhadap pemenuhan baja nasional. 2.1 Baja Baja adalah paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon banyak berperan sebagai peningkatan kekerasan. Baja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis baja yaitu baja karbon dan baja paduan (alloy steel). (Amstead, 1993) 2.2 Baja Karbon (carbon steel) Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif. Oleh karena itu, sebagian besar baja hanya mengandung karbon dan sedikit unsur paduan lainnya. (Smallman, 1985) Baja karbon digolongkan menjadi 3 yaitu : 1. Baja karbon rendah. Baja yang memiliki kandungan karbon kurang dari 0,3%. 2. Baja karbon menengah. Baja yang memiliki kandungan karbon antara 0,3% sampai 0,7%. 3. Baja karbon tinggi. Baja yang memiliki kandungan karbon antara 0,7% sampai 1,4%. 2.2 Bijih Laterit Laterit adalah nama umum untuk mineral yang berupa tanah merah sebagai akibat dari pelapukan batuan asal di daerah
  • 2. 2 tropik atau subtropik dengan bantuan adanya hujan dan panas. Secara kimia bijih laterit dicirikan oleh adanya sisa-sisa besi, alumina, dan pelarut dari silika. Sebagai akibatnya aluminium akan banyak berupa bauksit dan nikel akan banyak berupa garnierite. Maka laterit akan mengandung kedua material itu atau salah satu dari keduanya. Secara umum nikel laterit diartikan sebagai suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder. Baja laterit adalah baja dengan kandungan nikel berkadar rendah yaitu antara 1 - 4.5 persen. Umumnya kadar nikel pada baja laterit yang coba dikembangkan oleh LIPI berkisar 1.5 – 4.5 persen. Jenis baja laterit yang dikembangkan dari bijih laterit ini adalah Ni – Hard, sejenis baja cor yang memiliki nilai kekerasan yang tinggi serta ketangguhan yang optimal. Bahan ini banyak digunakan untuk material grinding balls atau Hard-Liner untuk peralatan peremuk (crusher) atau penggerus (grinder). Baja laterit ini jika dikembangkan secara baik akan menjadikan kemandirian bangsa Indonesia dalam bidang industri baja, hal ini dikarenakan cadangan bijih nikel berkadar rendah ini berpuluh kali lebih banyak dibandingkan dengan bijih nikel berkadar tinggi. (Yusuf, 2002) 2.3 Diagram Fasa Fe-C Diagram fasa adalah diagram yang menghubungkan antara temperatur dengan kadar karbon, dimana terjadi perubahan fasa pada saat proses pemanasan atau pendinginan. Diagram fasa Fe-C merupakan diagram yang menjadi parameter untuk mengetahui segala jenis fasa yang terjadi di dalam baja, serta untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang terjadi di dalam baja paduan dengan berbagai jenis perlakuan. (sutrisno, 2012) Gambar 2.1 Diagram fasa Fe-C. (Callister, 2001) 2.4 Perlakuan Panas Heat treatment dapat didefinisikan sebagai proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisik dan mekanik logam tersebut. Sifat-sifat fisik yang dimaksud adalah struktur mikro (konfigurasi distribusi fasa untuk suatu komposisi tertentu), dan dalam proses ini tidak terjadi perubahan pada komposisi bahan. Perubahan sifat fisik tersebut akan mengakibatkan sifat mekanik bahan juga berubah. 2.5 Pengertian Proses Pengilingan Pengilingan diterapkan untuk pembuatan benda setengah jadi dengan bentuk penampang seragam (lembaran, batangan, pipa, profil). Pembedaan dilakukan antara pengilingan panas dalam keadaan pijar dan pengilingan dingin pada suhu ruangan. Gruber, Karl 2013. a. Pengilingan Panas (Hot Rolling) Pengilingan panas. Dua gilingan yang ditumpu mendatar dan digerakan, berputar saling berlawanan arah, menangkap blok baja (lempengan, bonggol, lembaran) yang didatangkan dalam keadaan pijar putih di atas jalur gelinding, dan menariknya melalui antara keduanya. Selama perlaluan, maka benda gilingan tersebut direntangkan pada arah memanjang dengan tekanan gilingan, strukturnya dimampatkan, penampangnya diperkecil dan diberi bentuk dan ukuran. Gruber, Karl 2013 b. Pengilingan Dingin (Cold Rolling) Pengilingan dingin dilakukan sebagai kelanjutan penggilingan panas jika dikehendaki permukaan yang mengkilap dan ukuran yang tepat. Kulit terak disingkirkan sebelumnya melalui pengetsaan. Pada pengilingan dingin, kekuatan sangat ditingkatkan (penguatan dingin) dan keuletan berkurang.
  • 3. 3 Gilingan-gilingan yang bergerak oleh motor listrik yang kuat, diberi dudukan pada sebuah perancah yang berputar dan ditempatkan di depan dan belakang perancah. Beberapa perancah giling dan jalur gelinding yang tersusun beruntun membentuk sebuah jalan giling. Menurut tata susun giling, maka dibedakan: instalasi giling dua (gambar 2a), instalasi giling dua ganda (gambar 2c), instalasi giling trio (gambar 2b), dan instalasi giling kwarto (gambar 2d). Pada instalasi giling kwarto, maka gilingan kerja yang kecil dihindarikan dari perlenturan oleh gilingan penopang yang berada di atas. Gilingan kecil merentang dan memampatkan lebih baik dari yang besar. Gruber, Karl 2013 Gambar 2.3 Tata susun gilingan. Gruber, Karl 2013 2.6 Uji Kekerasan Pada pengukuran kekerasan menurut Brinnel, Rockwell dan Vickers yang akan diterangkan di bawah ini kekerasan bahan ditentukan dari perlawanan terhadap pengubahan bentuk tetapi dengan pembekesan. Bekas ini sisebabkan oleh suatu benda yang lebih keras dari pada bahan yang akan diperiksa dan di kala pembekasan itu sendiri hampir tidak mengalami pengubahan bentuk. Beumer, B.J.M 1994 a. Uji Kekerasan Metode Rockwell Pengujian kekerasan dengan metode rockwell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap identor yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji. Pengujian ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Terdapat dua kali pembebanan yang disebut beban kecil (beban minor) dan beban besar (beban mayor). Untuk awalan pembebanan minor sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji, kemudian diterapkan pembebanan mayor sebesar 60 sampai 140 kg. b. Hubungan Antara Kekerasan dengan Kekuatan Tarik Diketahui bahwa dasar pengujian kekerasan dan kekuatan tarik adalah sama yaitu sebagai indikator pembebanan agar tidak terjadi deformasi plastis. Nilai kekerasan juga dapat dikonversikan kepada kekuatan tarik. Untuk material yang dapat dikonversikan yaitu besi tuang, baja, dan kuningan dari pengujian kekerasan brinnel dengan satuan HB kepada uji tarik. Rumus dari konversi yang digunakan pada material baja adalah sebagai berikut : (Callister, 2001) Dimana : : Koefisien, 3.45 untuk satuan MPa dan 500 untuk satuan Psi HB : Hardness Brinnel Dari rumus di atas juga dapat diketahui grafik hubungan kekerasan dan kekuatan tarik dari besi tuang, baja, dan kuningan seperti di bawah ini : Gambar 2.3 Hubungan kekerasan dan kekuatan tarik besi tuang, baja, dan kuningan. (Callister, 2001) 2.6 Uji Tarik Uji traik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatanan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumber yang bertambah besar secara kontinu, bersama dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji, Kurva tegangan regangan rekayasa dibuat dari pengukuran perpanjangan benda uji. Tetangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal
  • 4. 4 penampang lintang benda uji. s= Regangan yang digunakan untuk kurva tengan-rengangan rekayasa adalah regangan linear rata-rata. Yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan panjang ukuran (gage length) benda uji, , dengan panjang awal. e= = = Karena regangan dan tegangan diperoleh dengan cara membagi beban dan perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban-perpanjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti kurva tengangan- renganan teknik. E.Dieter.George, 1990 2.8 Uji Impak Uji impak digunakan dalam menentukan kecenderungan material untuk rapuh atau ulet berdasarkan sifat ketangguhannya. Uji ini akan mendeteksi perbedaan yang tidak diperoleh dari pengujian tegangan regangan. Hasil uji impak juga tidak dapat membaca secara langsung kondisi perpatahan batang uji, sebab tidak dapat mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada batang uji. Hasil yang diperoleh dari pengujian impak ini, juga tidak ada persetujuan secara umum mengenai interpretasi atau pemanfaatannya. Sejumlah uji impak batang uji bertakik dengan berbagai desain telah dilakukan dalam menentukan perpatahan rapuh pada logam. Metode yang telah menjadi standar untuk uji impak ini ada 2, yaitu uji impak metode Charpy dan metode Izod. Metode charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, sedangkan metode izod lebih sering digunakan di sebagian besar dataran Eropa. Batang uji metode charpy memiliki spesifikasi, luas penampang 10 mm x 10 mm, takik berbentuk V. Proses pembebanan uji impak pada metode charpy dan metode izod dengan sudut 45°, kedalaman takik 2 mm dengan radius pusat 0.25 mm. Batang uji charpy kemudian diletakkan horizontal pada batang penumpu dan diberi beban secara tiba-tiba di belakang sisi takik oleh pendulum berat berayun (kecepatan pembebanan ±5 m/s). Batang uji diberi energi untuk melengkung sampai kemudian patah pada laju regangan yang tinggi hingga orde 103s-1. Batang uji izod, lebih banyak dipergunakan saat ini, memiliki luas penampang berbeda dan takik berbentuk v yang lebih dekat pada ujung batang. Dua metode ini juga memiliki perbedaan pada proses pembebanan. Dieter, George E, 1986 Gambar 2.4 Kurva tegangan – regangan E.Dieter.George, 1990 a. Pengujian Impak Metode Charpy Pengujian impak metode charpy (charpy v-notch) merupakan standar pengujian untuk menentukan jumlah energi yang diserap oleh bahan selama terjadi patahan. Batang uji charpy memiliki standar ASTM E23 dengan spesifikasi luas penampang 10 mm × 10 mm, dan takik berbentuk V yang diletakkan secara horizontal pada batang penumpu. Gambar 3 Standar ukuran batang uji impak ASTM E23. (ASTM E23, 1982) 2.7 Metalografi Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat, struktur, temperature, dan persentase campuran logam tersebut. Dalam metalografi, dikenal dengan dua jenis pengujian yaitu pengujian makro (macroscope test) dan pengujian mikro (microscope test). a. Pengujian Makro (Macroscope Test) Pengujian Makro (Macroscope Test) adalah proses pengujian struktur bahan dengan mata terbuka untuk memeriksa celah dan lubang yang terdapat pada permukaan bahan. b. Pengujian Mikro (Microscope Test) Pengujian Mikro (Microscope Test) adalah proses pengujian struktur bahan yang bentuk kristalnya tergolong sangat halus. Karena sangat halus, sehingga pada pengujian diperlukan lensa mikroskop
  • 5. 5 yang memiliki kualitas perbesaran antara 50 hingga 3000 kali. 3. Metodologi Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram alir penelitian. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian yang dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI menggunakan beberapa bahan dan alat, baik dalam proses penempaan panas (hot forging) atau proses pengujian sampel uji. a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baja laterit Baja laterit dengan komposisi sebagai berikut : Tabel 1.1 Komposisi kimia baja laterit. b. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :  Mesin uji kekerasan  Mesin uji impak  Mesin uji tarik  Alat metalografi Gambar 3.2 Baja laterit hasil hot rolling 3.3 Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat tahapan – tahapan dalam proses pengambilan yang terdiri dari uji kekerasan, uji impak, Uji Tarik dan pengamatan struktur mikro a. Pembuatan sepesimen/benda uji 1. Mesin Gergaji Pita 2. Mesin Milling 3. Mesin Bubut 4. Mesin Bor Unsur Rata-rata Standar Deviasi Persentase % C 0.32475 0.00334 1.02948 Si 0.23563 0.00256 1.08635 S 0.0356 0.0016 4.4268 P 0.0364 0.0004 0.9745 Mn 0.77335 0.00403 0.52139 Ni 0.00756 0.00008 1.09318 Cr 0.01531 0.00002 0.12896 FE% 98.5363 0.0075 0.0076
  • 6. 6 Sedangkan peralatan utama untuk pelaksanaan heat treatment dan pengujian yaitu : 1. Heat Treatment 2. Bak Untuk Quenching Adapun sampel pengujian berjumlah yang dibutuhkan untuk penelitian di tunjukan pada (tabel 3.2). Tabel 3.2 Sampel Pengujian b. Proses Pembuatan Sampel Proses pemotongan sampel uji komposisi, uji tarik dan uji impak mengunakan mesin gergaji pita dengan mengunakan standar pengujian masing- masing. Untuk uji tarik mengunkan standar Jis 2201 sedangkan untuk uji impak mengunakan standar ASTM E23. Gambar 3.3 Proses pemotongan sampel c. Proses Pembubutan Proses pembuatan uji tarik mengunakan mesin bubut untuk membuat permukaan silinder sehingga bisa dibentuk untuk benda uji tarik sesuai dengan standar uji tarik Jis 2201, seperti terilihat pada (gambar 3.5) Gambar 3.4 Proses pembubutan sampel uji tarik Untuk benda uji tarik dibutuhkan sempel sebanyak 7 sempel. satu sampel hot rolling , dua sampel quenching, satu sampel normalizing dan tiga sampel tempering. Seperti pada gambar 3.6 Gambar 3.5 Sampel uji tarik d. Proses Milling Untuk pembuatan uji impak mengunakan mesin milling untuk membuat sempel dengan standar ASTM E23 terlihat pada (gambar 3.8) Gambar 3.6 Proses milling sampel uji impak Setelah proses miling dengan ukuran standar ASTM E23 dengan jumlah sampel sebayak 7. Kemudian sampel di proses untuk membuat takik seperti pada gambar yang sudah diproses. No Keterangan Jumlah Sempel 1. Uji Kekerasan 7 2. Uji Tarik 7 3. Uji Impak 7 4. Struktur Mikro 5
  • 7. 7 Gambar 3.7 Sampel uji impak e. Heat Treatment Dalam prakteknya proses heat treatment quenching dan tempering dilaksanakan dengan tiga tahapan yaitu : 1. sampel uji tarik dan uji impak masing-masing tiga sampel dipanaskan di dalam furnace sampai mencapai suhu austenite 950 o C dan ditahan selama 1 jam kemudian di quenching ke dalam media oli, air dan normalizing (udara) 2. Kemudian dari hasil heat treatment dengan metode quenching dilakukan uji kekerasan untuk melihat kekerasan pada masing- masing media quenching. 3. Setelah diketahui hasil uji kekerasan dengan salah satu media pendinginan kemudian tahap berikutnya mengunakan media pendingin yang memiliki kekerasan paling tinggi kemudia di quenching kembali dan kemudian di tempering , , dan . 4. Analisis Hasil 4.1 Analisis Uji Tarik Tabel 4.2 Hasil uji tarik Grafik 4.1 Kekuatan uji tarik quenching Hasil kekuatan uji tarik quenching pada (grafik 4.1) menujukan adanya peningkatkan kekuatan dari normalizing ke quenching air. Tegangan luluh (yield strength) quenching air memiliki nilai paling tinggi 1234 , sedangkan tegangan batas putus (ultimate tensile strength) quenching air memiliki nilai tertinggi juga yaitu 1345 . Hasil tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel hasil hot rolling yang memiliki tegangan luluh (yield strength) 670 , tegangan batas putus (ultimate tensile strength) memiliki nilai 726 . Sehingga proses quenching air menjadi media utama pendinginan untuk proses tempering , dan Grafik 4.2 Kekuatan uji tarik tempering dengan media quenching air Hasil Kekuatan uji tarik tempering , dan dengan media quenching air dapat dilihat pada (grafik 4.2). Hasil kekuatan uji tarik menunjukan adanya peningkatan pada suhu tempering dengan tegangan batas putus (ultimate tensile strength) 1281 , dan tegangan luluh (yield strength) 1272 . Namun terjadi penurunan kekuatan jika dibandingkan dengan hasil quenching air.
  • 8. 8 Grafik 4.3 Elongasi uji tarik quenching Pada grafik elongasi uji tarik quenching pada (grafik 4.3) jika dibandingkan pada hasil hot rolling ada peningkatan elongasi sampel normalizing 4% dengan hasil elongasi 26%. Sedangkan elongasi pada hot rolling hanya sebesar 22%. Tetapi untuk sampel quenching oli dan air, terjadi penurunan nilai elongasi, dimana elongasi sampel quenching oli adalah 6 % dan quencing air 4%. Dari grafik (grafik 4.3) terlihat bahwa proses quenching, baik di oli maupun di air, menurunkan nilai elongasi jika, dibandingkan dengan proses hot rolling dan normalizing. Grafik 4.4 Elongasi uji tarik tempering dengan media quenching air Pada elongasi uji tarik tempering dengan media quenching air jika dilihat dari (grafik 4.4). diketahui bahwa elongasi pada proses tempering memiliki nilai paling tinggi. Pada quenching air nilai elongasinya hanya 4%, sedangkan pada tempering elongasi 12%, sehingga proses tempering dapat meningkatkan elongasi. 4.2 Analisis Uji Impak Grafik 4.5 Uji impak quenching air, oli dan udara Pada hasil uji impak (grafik 4.5) dengan proses quenching, dapat dilihat penurunan energi yang diserap jika dibandingkan dengan hasil hot rolling . Hasil uji impak hot rolling menujukan energi yang diserap sebesar 116 Joule dan mengakibatkan sampel menjadi ulet (duetile). Sedangkan sampel quenching air memiliki nilai energi yang diserap paling kecil yaitu 34 Joule. Sehinga sampel quenching air memiliki kegetasan (brittleness) paling tinggi. Grafik 4.6 Uji impak dengan media quenching air pada proses tempering Hasil pengujian impak dengan media quenching air pada proses tempering yang dapat dilihat pada (grafik 4.6) menunjukan adanya peningkatan. Jika dibandingkan dengan quenching air, dimana energi yang diserap 34 Joule, pada tempering energi yang diserap 54 Joule. Dari (grafik 4.6), terlihat bahwa energi yang diserap pada uji impak memiliki nilai tertinggi pada proses tempering . Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses tempering dapat meningkatkan energi yang diserap, walaupun tidak membuat sampel menjadi ulet tetapi getas.
  • 9. 9 4.3 Analisis Uji Kekerasan tabel 4.4 Hasil uji kekerasan Grafik 4.7 Uji Kekerasan proses quenching Dari hasil uji kekerasan proses yang dapat dilihat pada (grafik 4.7), terlihat bahwa hasil tertinggi adalah pada proses quenching air. Pada hasil hot rolling nilai kekerasan rata-ratanya adalah 16,82 HRC. Sedangkan pada quenching air nilai kekerasannya 50,26 HRC. Jadi proses quenching air dapat meningkatkan nilai kekerasan. Grafik 4.8 Uji kekerasan hasil tempering dengan media quenching air Hasil uji kekerasan pada sampel hasil tempering dengan media quenching air dapat dilihat pada (grafik 4.8) yang menujukan menurunnya nilai kekerasan pada saat ditempering. Pada sampel dengan quenching air nilai kekerasannya 50,26 HRC, sedangkan pada pada sampel tempering c nilai kekerasan 38,08 HRC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses tempering menurunkan nilai kekerasan, walau tidak terlalu signifikan. Hal inilah yang menyebabkan sampel uji impak untuk tempering c tetap patah walaupun energi yang di serap tinggi. 4.5 Observasi Setruktur Mikro Dari hasil pengamatan terhadap struktur mikro pada heat treatment dengan proses quenching dan tempering tedapat perubahan dari proses normalizing sampai proses tempering. Ketika di proses hot rolling terjadi perubahan fasa dari ferit ke bainit-ferit. Ketika hasil hot rolling diproses heat treatment dengan proses quenching terjadi perubahan fasa bainit-ferit menjadi martensit. Kemudian melalui proses quenching air lalu ditempering, terjadi perubahan fasa dari martensit menjadi martensit-temper pada tempering . Grafik 4.9 Pengaruh kekuatan pada struktur mikro dengan proses quenching Pada (grafik 4.9) menujukan perubahan nilai kekuatan terhadap perubahan struktur mikro. Hasil normalizing fasanya ferit. Pada normalizing terjadi struktur mikro fasa ferit yang bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki konduktivitas yang tinggi dilihat pada (gambar 4.1). Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (Body Centered Cubic). Ferrite terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenite (Dieter, E., George. 1988). No Keterangan Rata-rata (HRC) 1. Quenching Oli 25,7 2. Quenching Air 50,26 3. Normalizing 22,88 4. Temperature 38,56 5. Temperature 44,78 6. Temperature 38,08 7. Hot Rolling 16,82
  • 10. 10 Gambar 4.1 Struktur mikro ferit pada normalizing Pada hasil hot rolling terjadi perubahan struktur mikro dari ferit menjadi bainit-ferit dilihat pada (grafik 4.9). Bainit sendiri merupakan fase yang kurang stabil yang diperoleh dari austenite pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke pearlite dan lebih tinggi dari transformasi ke martensite. Kekerasannya bervariasi antara 45-55 HRC tergantung pada temperatur transformasinya. (Dieter, E., George. 1988). Gambar 4.2 Struktur mikro bainit-ferit pada hot rolling Sedangkan pada quenching oli dan air terjadi perubahan fasa dari bainit-ferit menjadi martensit yang memiliki struktur mikro tampak seperti jarum atau plat-plat halus dilihat pada (gambar 4.4). Halus kasarnya plat atau jarum tergantung pada ukuran butir dari austenite. Jika butir austenitenya besar maka martensite yang akan diperoleh menjadi lebih kasar. Gambar 4.3 Struktur mikro martensit pada quenching oli Penyebab tingginya martensite adalah karena laju pendinginan yang sangat cepat dari temperatur austenite ke temperatur ruang, akan menyebabkan terjadinya stransformasi fasa dari fasa austenite menjadi fasa martensite. Kekerasan martensite berkisar 20-65 HRC. Sifatnya sangat keras dan diperoleh jika baja dari temperatur austenite didinginkan dengan laju pendinginan yang lebih besar dari laju pendinginan kritisnya (Dieter, E., George. 1988). Gambar 4.4 Struktur mikro martensit pada quenching air Terdapat perbedaan antara hasil quenching air dengan quenching oli. Pada quenching air terjadi fasa berupa martensit dan austenit sisa dilihat (gambar 4.4). Akibat austenit sisa karena didinginkan dengan cepat sampai temperature ruang. Hal ini menyebabkan pengerasan baja menjadi tidak optimal. (Dieter, E., George. 1988). 500x 500x 500x 500x
  • 11. 11 Grafik 4.10 Pengaruh kekerasan pada struktur mikro dengan proses quenching air dan tempering Pada (grapik 4.10) menujukan perubahan struktur mikro terhadap kekerasan. Pada quenching air, yang awalnya memiliki fasa martensit terjadi perubahan menjadi martensit-temper ketika ditempering dilihat (gambar 4.5). Penyebab tingginya kekerasan martensite adalah karena karena laju pendinginan yang sangat cepat dari temperatur austenite ke temperatur ruang, akan menyebabkan terjadinya stransformasi fasa dari fasa austenite menjadi fasa martensite. Kekerasan martensite berkisar 20- 65 HRC (Dieter, E., George. 1988). Gambar 4.5 Struktur mikro martensit-temper pada quenching air dengan proses tempering 5. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada sampel hot rolling dengan besi (Fe) = 98,5363%, kadar karbon (C) = 0,32475% dan kandungan nikel Ni = 0.00756%, perlakuan panas atau heat treatment akan mempengaruhi sifat mekanis dan struktur mikro dari baja laterit tersebut. Hal itu dibuktikan dengan rangkaian pengujian yang dilakukan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kekerasan, tarik, impak, dan metalografi. Dari proses quenching yang dilakukan dengan media air, oli, dan normalizing, diketahui bahwa media quenching air memiliki laju pendinginan yang paling tinggi di antara yang lainnya. Hal itu dibuktikan dengan nilai hasil pengujian kekerasan hasil hot rolling pada quenching air yang tinggi, yang mencapai rata-rata kekerasan 50,26 HRC pada temperatur 950 °C. Sedangkan pada tempering, tempering 200 °C memiliki kekerasan paling tinggi dari 100 °C, 200 °C dan 300 °C sebesar 44,78 HRC. Pada pengujian impak, untuk mengetahui keuletan benda, maka diketahui benda yang paling ulet yaitu pada normalizing, dengan energi yang di serap 116 Joule pada temperature 950 °C, sama nilainya dengan sampel hot rolling sebesar 116 Joule. Sedangkan sampel yang memiliki kegetasan tertinggi yaitu sampel quenching air dengan energi yang diserap 34 Joule. Kemudian pada sampel tempering 200 °C memiliki kegetasan paling tinggi sebesar 25 Joule. Pada uji tarik, tegangan luluh (yield strength) pada sampel quenching air memiliki nilai paling tinggi 1345 , kemudian tegangan batas putus (ultimate tensile strength) juga memiliki kekuatan tinggi sebesar 1400 . Pada tempering 200 °C juga memiliki tegagan luluh paling tinggi 1281 , tegangan batas putus (ultimate tensile strength) juga memiliki kekuatan tinggi sebesar 1370 , yang merupakan nilai tertinggi. Proses quenching oli dan air mengakibatkan terjadinya struktur mikro martensit, yang memiliki penampakan seperti jarum atau plat-plat halus. Pada hasil normalizing terjadi struktur mikro fasa ferit yang bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki konduktivitas yang tinggi. Pada tempering 200 °C. Struktur mikro berupa martensit. Sedangkan pada sample hot rolling struktur mikro bainit-ferit. Bainit sendiri merupakan fase yang kurang stabil yang diperoleh dari austenite pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke pearlite dan lebih tinggi dari transformasi ke martensite. Baja Laterit menurut Standar ASTM A732 Pada hasil uji komposisi baja laterit hasil hot rolling yang memiliki kandungan komposisi kimia termasuk kedalam standar ASTM A732 yang memiliki baja karbon menengah 2,5- 3,5%. Sehingga baja laterit hasil hot rolling tergolong pada standar ASTM 500x
  • 12. 12 A732. Pada hasil uji kekerasan yang dilakukan dalam penelitian memiliki nilai kekerasan didapat menurut standar JIS SCM4 nilai kekerasan termasuk kedalam standar JIS SCM4 yang nilai maksimum dalam satuan HRC. ASM international, 1993 DAFTAR PUSTAKA ASTM E23.1982 Standard Test Method for Notched Bar Impact Testing of Metallic Materials. American Society of Testing and Materials. ASM Handbook. 2004. Metallography and Microstructures. ASM International. ASM Handbook. 1987. Fractography. ASM International. ASM Handbook. 1993. Worldwide Guide To Equivalent Irons And Steels. ASM International. Amstead, B. H. 1993. Teknologi Mekanik. Terjemahan Sriati Djaprie. Jilid I edisi 7. Jakarta : Erlangga. Bohler. 1997. Bohler High Grade Steels B.J.M Beumer 1994. Ilmu Bahan Logam Jilid 1 Penerbit Bhratara – Jakarta Callister D. William, Jr. Fundamentals of Materials Science and Engineering 5th edition. John Wiley & Sons, Inc. Dieter, E., George. 1990. Metalurgi Mekanik Edisi 3 Jilid 1. Jakarta. Erlangga Dieter, George E, 1986. Teknik Metalurgi Mekanik published : Gadjah Mada University Press 1986. Ing.Alois Schonmetz. Karl Gruber. 2013 Pengetahuan Bahan dalam pengerjaan logam. Yusuf. 2002. Strategi Pengembangan Sumberdaya Nikel-Besi Laterit Indonesia. Pusat Penelitian Metalurgi dan Material – LIPI.