Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
1. Page | 0
PENGEMBANGAN ECO-TOURISM UNTUK KONSERVASI SUMBER DAYA
ALAMIAH DI NEGARA SEDANG BERKEMBANG
(Analisis Tourist Area Life Cycle, Index of Irritation, dan SWOT)
Oleh
I Gusti Bagus Rai Utama
Program S3 (Doktor) Pariwisata Universitas Udayana
Abstract
Tourism development in three case studies has got a rejection from the local
community due to lack of information regarding the intent and purpose of an
alternative offer. Tourist Area Analysis lifecyle, Indext of Irritation, and SWOT is used to
analize each of the destinations. Wildlife tourism destinations in Zimbabwe put on
involment or engagement phase and phase antagonism when using the analytical index
of irritation. While the development of alternative Photo Safari Tourism in Kenya, put
the destination on the development phase and the antagonism phase because of an
open rejection by the local community so that the government may be harder to
negotiate an alternative tourism in order to be accepted by local communities and
nature conservation purposes can be implemented. SWOT Analysis is used to describe
the strengths and weaknesses of each destination, in the three destinations that have
the power of nature resources. The weaknessess occurred almost evenly on the
weakness of local human resources, especially human well educated. While the
challenge and the biggest threat happening is nature-based tourism development itself
can destroy itself if not managed according to carrying capacity.
Keyword: Tourist Area lifecyle, Indext of Irritation, SWOT, antagonism, wildlife tourism
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
1
Pembangunan ekonomi pada negara-negara berkembang saat ini cenderung
menimbulkan terjadinya kerusakan sumber daya alamiah dan di beberapa, tempat
hutan-hutan ditebang tanpa terkendali, batubara diexploitasi tanpa mempertimbangkan
kebutuhan masa depan, binatang liar diburu untuk keperluan bisnis sehingga terjadi
kepunahan. Hutan-hutan tropis berkurang sangat drastis sehingga fungsi hutan sebagai
vegetasi yang dapat meresap air hujan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan
1
Magnitude of the problem
2. Page | 1
semestinya dan akibatnya terjadilah banjir diberbagai tempat khususnya pada negara
berkembang seperti Indonesia, Brazil, Banglades, dan sementara di beberapa negara di
Afrika terjadi kekeringan yang berkepanjangan.
2
Akibat kerusakan sumberdaya alamiah tersebut telah berdampak pada
penduduk yang bermukim di kawasan perdesaan dan sebagian besar mereka adalah
penduduk yang tergolong miskin. Terjadinya kerusakan alam, punahnya beberapa jenis
binatang telah berimplikasi pada sulitnya penduduk perdesaan untuk mempertahankan
hidupnya karena mereka masih sangat tergantung pada alam di sekitarnya dan sebagian
besar mereka masih melakukan aktivitas berburu khususnya pada negara-negara di
Afrika.
Pertanian Ladang berpindah 3
(Nomadic Farm) juga menimbulkan berbagai
permasalahan tersendiri bagi kerusakan hutan, dan ditambah lagi dengan penebangan
hutan secara komersial 4
(illegal logging) ditengarai sebagai menyebab utama rusaknya
hutan-hutan pada kawasan tropis. Implikasi berikutnya adalah rusaknya habitat
beberapa jenis binatang (Fauna) tertentu sehingga menimbulkan kepunahan. Praktek
perdagangan binatang langka juga berakibat maraknya perburuan illegal yang memicu
kepunahan.
Untuk keluar dari permasahan besar tersebut, ditawarkanlah pariwisata
sebagai sektor pembangunan alternatif untuk mengurangi perusakan sumber daya
alamiah (Flora dan Fauna) khususnya pembangunan pada negara-negara yang sedang
berkembang. Pariwisata sebagai alternatif disebabkan oleh beberapa alasan yang
rasional, menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) yang
dikutip oleh Spillane (1993), 5
pariwisata dikembangkan karena: (1)Pariwisata dapat
sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun international.
(2)Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi,
jasa-jasa pelayanan lainnya. (3)Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai
2
Predominantly Poor people living in rural or in forested areas
3
Nomadic Farm
4
illegal logging
5
IUOTO (International Union of Official Travel Organization)
3. Page | 2
sosial agar bernilai ekonomi. (4)Pemerataan kesejahtraan yang diakibatkan oleh adanya
konsumsi wisatawan pada sebuah destinnasi. (5)Penghasil devisa. (6)Pemicu
perdagangan international. (7)Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga
pendidikan profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk jiwa
hospitality yang handal dan santun, dan (8)Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga
aneka-ragam produk terus berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah
suatu destinasi. Dan yang lebih penting lagi, pariwisata dapat berfungsi sebagai
pelestari sumberdaya alamiah karena sektor pariwisata pada hakekatnya adalah sebuah
sektor jasa yang memerlukan sedikit sumberdaya alamiah dalam proses produksinya.
1.2. Pariwisata Dunia
Saat ini pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi
atau penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, tanpa terkecuali di
Afrika. Namun pada kenyataannya, pariwisata memiliki spektrum fundamental
pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. 6
Pariwisata internasional pada tahun
2004 mencapai kondisi tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai 763 juta orang dan
menghasilkan pengeluaran sebesar US$ 623 miliar. Kondisi tersebut meningkat 11% dari
jumlah perjalanan tahun 2003 yang mencapai 690 juta orang dengan jumlah
pengeluaran US$ 524 miliar. Seiring dengan hal tersebut, diperkirakan jumlah
perjalanan wisata dunia di tahun 2020 akan menembus angka 1,6 miliar orang per tahun
(UN-WTO, 2005) seperti nampak pada grafik.1 di bawah ini:
6
Tourism Highlight 2005, UN-WTO, Madrid
4. Page | 3
Grafik 1, 7
Tourism Vision 2020 – UNWTO.
Melihat trend positif dari pertumbuhan pariwisata global, optimisasi
pembangunan pariwisata sebagai sebuah alternatif pembangunan untuk pengganti sektor
agraris dan industri yang cenderung merusak sumber daya alamiah semakin mendapat
sambutan yang lebih meyakinkan. Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia (2005, dalam Sapta, 2011:1) menjelaskan bahwa pembangunan
kepariwisataan pada dasarnya ditujukan untuk beberapa tujuan pokok yang sangat mulia
dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Tujuan pemersatu dan mempererat kesatuan Bangsa karena pariwisata dianggap
mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh
penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Dampak yang diharapkan, dengan
banyaknya warganegara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah
selain tempat tinggalnya akan menimbulkan rasa persaudaraan dan pengertian
terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan
meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional.
7
Tourism Vision 2020 – UNWTO.
5. Page | 4
b) Tujuan penghapusan kemiskinan 8
(Poverty Alleviation) karena pembangunan
pariwisata diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat
Indonesia untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah
diharapkan mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Harapannya adalah bahwa pariwisata harusnya mampu
memberi andil besar dalam penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang
miskin potensi ekonomi lain selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan
pariwisata.9
c) Tujuan pembangunan berkesinambungan (Sustainable Development) karena
dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan
budaya dan keramah tamahan dan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis
digunakan untuk menyokong kegiatan ini. Artinya penggunaan sumberdaya yang
habis pakai cenderung sangat kecil sehingga jika dilihat dari aspek keberlanjutan
pembangunan akan mudah untuk dikelola dalam waktu yang relative lama.
d) Tujuan pelestarian budaya 10
(Culture Preservation) dengan pembangunan
kepariwisataan diharapkan mampu berkontribusi nyata dalam upaya-upaya
pelestarian budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan,
pengembangan dan pemanfaatan budaya negara ataudaerah. UNESCO dan UN-
WTO dalam resolusi bersama mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa
kegiatan pariwisata merupakan alat utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks
tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan pembangunan
kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan diberbagai daerah.
e) Tujuan pemenuhan 11
Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia: Pariwisata pada
masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada
beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata
8
Poverty Alleviation
9
Sustainable Development
10
Culture Preservation
11
Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia
6. Page | 5
bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian
waktu libur yang lebih panjang dan skema paid holidays.
f) Tujuan Peningkatan Ekonomi dan Industri; Pengelolaan kepariwisataan yang baik
dan berkelanjutan diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya
ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam
proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan kepada
industri lokal untuk berperan dalam penyediaan barang dan jasa.
g) Tujuan Pengembangan Teknologi; Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat
persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan
teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi pariwisata
mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini mereka. Pada daerah-
daerah tersebut akan terjadi pengembangan teknologi maju dan tepat guna yang
akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya.
Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi
masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan bersifat
fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan
suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat.
1.3. Paradox Pembangunan Ekonomi
Pariwisata ditawarkan sebagai alternatif untuk keluar dari pembangunan ekonomi
yang cenderung membenarkan exploitasi alam dalam meningkatkan kapasitas produksinya
karena pariwisata dianggap sebagai sector pembangunan yang menganut prinsif
pembangunan berkesinambungan ( 12
Sustainable Development), dan sifat kegiatan
pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan keramah tamahan
serta pelayanan, sehingga sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk
menyokong kegiatan ini, artinya penggunaan sumberdaya yang habis pakai (13
Un-
12
Sustainable Development
13
Un-renewable resources
7. Page | 6
renewable resources) cenderung sangat kecil sehingga jika dilihat dari aspek keberlanjutan
pembangunan akan mudah untuk dikelola dalam waktu yang relatif lama.
1.4.Tujuan dari penelitian ini adalah:
(1) Melakukan Explorasi Informasi terhadap potensi masing-masing kawasan dengan
menggunakan 14
Analisis Tourist Area Life Cycle.
(2) Melakukan 15
Analisis Irritation Index untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan-
kemungkinan gesekan yang akan timbuk jika pariwisata dikembangkan pada
masing-masing kawasan tersebut.
(3) Melakukan Analisis SWOT untuk setiap potensi utama yang akan dikembangkan
pada wilayah tersebut dengan cara menganalisis data dan informasi yang telah
tersedia.
(4) Melakukan Analisis secara general terhadap hambatan-hambatan terhadap
pembangunan pariwisata dan penciptaan peluang usaha untuk mendapatkan
solusi yang tepat.
(5) Membuat Kesimpulan dan Rekomendasi secara terintegrasi dari hasil analisis
yang telah dilakukan.
2. Kajian Teoritis
Dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata khususnya pengembangan
kawasan wisata atau obyek wisata pada umumnya mengikuti alur atau siklus kehidupan
pariwisata yang lebih dikenal dengan Tourist Area Life Cycle (TLC) sehingga posisi pariwisata
yang akan dikembangkan dapat diketahui dengan baik dan selanjutnya dapat ditentukan
program pembangunan, pemasaran, dan sasaran dari pembangunan pariwisata tersebut dapat
ditentukan dengan tepat.
14
Tourist Area Life Cycle
15
Irritation Index
8. Page | 7
2.1.Tourist Area Lifecycle
Siklus hidup pariwisata pada umumnya mengacu pada konsep 16
TLC (Butler’s 80,
Tourist Area Lifecycle) yang dapat dijabarkan pada Grafik 2. (Hypothetical Evolution of
a Tourist Area) sebagai berikut :
17
Grafik 2. Hypothetical Evolution of a TouristArea.
Source: Butler,R.W. 1980. "The Concept of a TourismArea Life Cycle of
Evolution: Implications for Management ofResources." The Canadian
Geographer 24(1), p. 8.
Tahap 1. Penemuan (Exploration)
Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung
oleh keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi
lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat
bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup
untuk dijadikan alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya
tarik wisata.
16
TouristAreaLifeCycle(TLC)
17
Butler,R.W.1980."TheConceptofaTourismAreaLife Cycleof Evolution: ImplicationsforManagementof
Resources."TheCanadianGeographer24(1),p.8.
9. Page | 8
Tahap 2. Pelibatan(Involvement)
Pada tahap pelibatan, masyarakat lokal mengambil inisiatif dengan menyediakan
berbagai pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda
peningkatan dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai
melakukan sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-
hari tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar,
dalam kondisi ini pemerintah local mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur
pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas.
Tahap 3. Pengembangan (Development)
Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan
pemerintah sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk
menanamkan modal di kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC)
Multinational company18
) telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang
telah ada, artinya usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi
karena adanya tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik.
Organisasi pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif
yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan
memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya.
Tahap. 4 Konsolidasi (consolidation)
Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada
suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat
memegang peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan
masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga
diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan
pemerintah local mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan
18
Multinationalcompany:HotelChain,Franchising,Tour agency,etc
10. Page | 9
re-organisasional,dan balancingperan dan tugas antara sector pemerintah dan swasta.
Tahap. 5 Stagnasi (Stagnation)
Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode
menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih
relative tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan.
Wisatawan yang masih datang adalah mereka yang termasuk 19
repeater guest atau
mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program
promosi dilakukan dengan sangat intensif namun usaha untuk mendatangkan
wisatawan atau pelanggan baru sangat sulit terjadi. Pengelolaan destinasi melampui
daya dukung sehingga terjadi hal-hal negative tentang destinasi seperti kerusakan
lingkungan, maraknya tindakan kriminal, persaingan harga yang tidak sehat pada
industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi budaya masyarakat lokal.
Tahapan. 6 Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation)
Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan
sebuah destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar
kemungkinan destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi
lainnya yang dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan
domestik saja itupun hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak
fasilitas wisata berubah fungsi menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan
pariwisata?, perlu dilakukan pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi,
mencoba menyasar pasar baru, mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih
menarik. Jika Manajemen Destinasi memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta
yang tertarik untuk melakukan penyehatan seperti membangun atraksi man-made,
usaha seperti itu dapat dilakukan, namun semua usaha belum menjamin terjadinya
peremajaan.
19
repeater guest adalah mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan
11. Page | 10
2.2. Index of Irritation
Ada teknik lain yang dapat digunakan untuk menentukan perkembangan
sebuah destinasi yakni 20
Index of Irritation yang terdiri dari empat tahapan atau fase
yakni: Euphoria, Apathy, annoyance, dan antagonism. Metode ini lebih mengarah pada
analisis social yang mengukur dampak pariwisata dari sisi social. Hasil dari analisis ini
dapat mengukur perubahan perilaku masyarakat lokal terhadap kehadiran pariwisata di
daerahnya.
(1) Phase Euphoria ditandai dengan temukannya potensi pariwisata kemudian
pembangunan dilakukan, para investor datang menanamkan modal dengan
membangun berbagai fasilitas bisnis pendukung pariwisata, sementara wisatawan
mulai berdatangan ke sebuah destinasi yang sedang dibangun, namun perencanaan
dan kontrol belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
(2) Phase Apathy dintandai dengan adanya perencanaan terhadap destinasi khususnya
berhubungan dengan aspek pemasaran termasuk promosi pariwisata. Terjadinya
hubungan antara penduduk local dengan penduduk luar dengan tujuan bisnis,
sementara wisatawan yang datang berusaha menemukan keistimewaan yang dimiki
oleh destinasi namun tidak menemukannya.
(3) Phase berikutnya adalah Phase Annoyance dengan ditandai terjadinya kelesuan
pada pengelolaan destinasi mulai terasa atau dapat dikatakan mendekati titik jenuh.
Para pemegang kebijakan mencari solusi dengan meningkatkan pembangunan
infrastruktur tanpa berusaha mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke
destinasi sehingga kedatangan wisatawan dianggap sudah mengganggu masyarakat
local.
(4) Phase yang terakhir dalam analisis Index of Irriatation adalah Antagonism dimana
masyarakat local merasa telah terjadi gesekan social secara terbuka akibat
kehadiran para wisatawan dan wisatawan dianggap sebagai penyebab dari segala
permasalahan yang terjadi pada sebuah destinasi. Perencanaan pada destinasi
20
Index of Irritation: Euphoria, Apathy, annoyance, dan antagonism
12. Page | 11
dilakukan dengan melakukan promosi untuk mengimbangi menurunnya citra
destinasi.
2.3. Teknik SWOT
Sedangkan Teknik yang umum dilakukan pada tahap awal pembangunan
sebuah destinasi adalah 21
SWOT: Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats
sebuah analisis yang didasarkan pada evaluasi terhadap factor internal untuk melakukan
identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sebuah destinasi,
kemudian analisis dilanjutkan pada evaluasi terhadap factor external untuk menentukan
peluang dan ancaman yang mungkin terjadi saat ini dan saat yang akan datang. Dan
sebuah Destinasi sudah berkembang, analisis SWOT dilakukan untuk merumuskan
strategi baru khususnya yang berhubungan dengan strategi bersaing.
3. Metode Analisis
Data sekunder yang tersedia di sejumlah publikasi dan laporan penelitian, menjadi
sumber data utama yang akan dianalisis. Sedangkan data dan informasi yang telah
dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan 3 (tiga) alat analisis yakni TLC (Tourist
Area Life Cycle), Irritation Index, dan SWOT. Hasil analisis selanjutnya dibandingkan
dengan teori pendukung dan hasil penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan dan
kemiripan.
4. Hasil Analisis dan Pembahasan
Pembahasan pada analisis ini menggunakan tiga sample destinasi dimana
ketiganya termasuk dalam jenis eco-tourism. Dua diantaranya berada di Afrika yakni di
Zimbabwe dan di Kenya. Sementara sebuah destinasi yang terletak di Tamil, India
disertakan dalam pembahasan karena memiliki kemiripan maksud tujuan ditawarkannya
sebagai sebuah Alternatif terbaik untuk pembangunan ke depan yakni pariwisata.
21
SWOT: Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats
13. Page | 12
4.1. National Park in Zimbabwe
Pengeloaan Taman Nasional di Zimbabwe didasarkan atas pertimbangan untuk
mengindari perburuan liar yang belebihan dan tak terkontrol. Zimbabwe telah
mengalami sejarah kekerasan dan intimidasi politik. Namun demikian, ada daerah yang
berhasil mengembangkan inisiatif ekonomi yang menguntungkan. Orang-orang
Mahenye misalnya, merupakan contoh dari komunitas yang telah memetik manfaat dari
Program Pengelolaan Sumber Daya untuk pemberdayaan masyarakat adat. Proyek
pengelolaan satwa liar (Wildlife Management) melibatkan masyarakat setempat dalam
pengelolaannya.
Gambar 1. Taman Nasional CAMPFIRE, Zimbabwe
Sumber: TED Case Studies CAMPFIRE pada
http://www1.american.edu/ted/campfire.htm
Zimbabwe adalah sebuah negara yang dikelilingi oleh daratan di Afrika bagian
selatan, berbatasan dengan Mozambik dan Afrika Selatan, dengan populasi sekitar 13
juta orang. Negara ini memiliki sector manufaktur yang relatif berkembang dengan baik
diversifikasi pertanian, sumber daya mineral yang bervariasi dan potensi wisata alam.
Meskipun kondisi ekonomi memburuk dengan cepat selama dekade terakhir (s) dengan
PDB tumbuh dengan hanya 1,1%, antara 1990 dan 2003 dan PDB per kapita hanya 471
US $. Lebih dari 36% dari penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dengan
pendapatan $/1US. Meskipun Pemerintah Presiden Mugabe sejak tahun 1990 memulai
reformasi ekonomi, mereka gagal untuk menghentikan keterpurukan ekonomi terutama
14. Page | 13
sebagai akibat dari pengeluaran pemerintah yang berlebihan dan korupsi yang
meningkat.
22
The CAMPFIRE project merupakan contoh pengelolaan satwa liar berbasis
masyarakat. Proyek ini diimplementasikan di bangsal Mahenye, sebuah komunitas kecil
yang meliputi 210 kilometer persegi di selatan-timur distrik Chipinge. The ward adalah
tanah dataran sempit antara Taman Nasional Gonarezhou dan perbatasan internasional
dengan Mozambik. Mahenye memiliki dua loge wisata. Daerah ini dihuni oleh sekitar
3,700 orang Shangaan. Kepadatan penduduk rendah, dengan 20 orang per kilometer
persegi. Mopane dan hutan combretum menutupi sebagian besar dari dataran tersebut,
dan di kelilingi Sungai, hutan lebat, bunga-bunga liar, ikan dan spesies burung.
Penduduk setempat hidup dari peternakan yang dikelola secara intensif dan budidaya
tanaman seperti jagung, millet sorgum, dan kacang tanah. Satwa liar merupakan aset
alam penting yang menghasilkan pendapatan bagi masyarakat Mahenye. Secara politis,
The ward dikelola oleh pemerintahan kabupaten dan dikelola secara mandiri pada
tingkat desa. Wilayah tersebut memiliki pemerintahan sendiri yang memungkinkan
orang untuk secara kolektif mengelola aset alami mereka.
Sejak di deklarasikannya Wildlife Management pada tahun 1966 oleh
pemerintah kolonial, sejarah nenek moyang orang Shangaan terhapus dan digantikan
sejarah taman nasional yang mereka sendiri tidak pernah mereka bayangkan. Negara
pada saat ini, mengeluarkan larangan bahwa perburuan dan kepemilikan satwa liar oleh
penduduk lokal adalah sebuah kejahatan, dan segala bentuk kepemilikan dan perburuan
dikelola oleh Negara. Negara melarang masyarakat setempat untuk memanfaatkan
satwa liar sebagai asset mata pencaharian mereka. Akibat dari intervensi pemerintah
inilah yang menyebabkan terjadi konflik yang berkepanjangan. Penduduk setempat
menganggap bahwa pemerintah telah merampok hak-hak mereka untuk mengelola
alam mereka di mana mereka telah hidup berabad-abad sejak dari nenek moyang
mereka.
22
Wildlife management in Zimbabwe pada
http://povertyenvironment.net/files/CASE%20Zimbabwe.pdf
15. Page | 14
Namun karena pemerintah secara terus menerus melakukan pendekatan pada
penduduk local dengan bantuan Yayasan/NGO dan komite tentang pentingnya
konservasi dan mensosialisasikan keuntungan-keuntungan pengelolaan satwa liar, maka
saat ini pengelolaan satwa liar dapat berjalan dengan baik, dengan rincian keuntungan
sebagai berikut:
Periode tahun 1991 sampai dengan 1997, komite menerima pendapatan dari
pengeloaan satwa liar yang dikelola oleh perusahaan (tabel 1). Dengan perjanjian
dengan perusahaan swasta menyatakan bahwa 15% dari pendapatan kotor perusahaan
diperuntukkan bagi masyarakat. Penciptaan Kesempatan kerja baru bagi penduduk
setempat di sector pariwisata.
Kurun waktu 1997 sebanyak 11 dari total 18 staf di Mahenye yang direkrut
secara lokal. Secara keseluruhan, kemitraan dengan perusahaan pariwisata telah
menyediakan 70 jenis pekerjaan. Komite satwa liar juga mempekerjakan staf lapangan
lokal yang memantau satwa liar, perburuan dan kegiatan safari.
Pengelolaan satwa liar juga mampu mengurangi angka kemiskinan, pariwisata
mampu menggerakkan masyarakat lokal keluar dari garis kemiskinan. Distribusi
pendatan dari sector pariwisata telah meningkatkan pendapatan secara positif sehingga
perilaku penduduk local mulau berubah secara positif untuk menerima hadirnya dunia
pariwisata di wilayahnya. Berikut rincian pendapatan yang diterima rumah tangga dari
sector pariwisata pada table 2,
16. Page | 15
Dari beberapa paparan data sekunder di atas, maka dapat diuraikan kondisi
pengelolaan satwa liar sebagai daya tarik wisata di Zimbabwe adalah sebagai berikut:
Menurut Analisis Index of Irritation, pada awalnya masyarakat menolak kehadiran
pariwisata dan teridentifikasi pada Phase yang terakhir dalam analisis Index of
Irriatation adalah Antagonism dimana masyarakat local merasa telah terjadi gesekan
social secara terbuka akibat kehadiran pariwisata dan tawaran pemerintah tentang
konservasi alam dianggap dapat menyebabkan timbulnya permasalahan bagi
masyarakat local. hal ini terjadi karena belum dilakukannya sosialisasi yang menyeluruh
dan pola pendekatan yang digunakan pada tahap awal terkesan menggunakan unsur
pemaksaan. Setelah dilakukan Perencanaan pada destinasi dilakukan dengan melakukan
sosialiasi untuk mengimbangi persepsi negative penduduk local tentang kehadiran
pariwisata maka pariwisata dapat membuktikan dirinya sebagai factor penggerak
perekonomian penduduk local dan mereka keluar dari garis kemiskinan.
Masyarakat lokal di Zimbabwe kini justru menikmati Phase Euphoria yang
ditandai dengan dikembangkannya potensi pariwisata lainnya kemudian pembangunan
dapat dilakukan, para investor datang menanamkan modal dengan membangun
berbagai fasilitas bisnis pendukung pariwisata seperti mobil safari, tour agency dan
fasilitas lainnya, sementara wisatawan mulai berdatangan ke sebuah taman nasional
tersebut namun perencanaan dan kontrol belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
Jika dilihat dari analisis Tourist Area Life Cycle, dapat diklasifikasikan bahwa
pengembangan daya tarik wisata Satwa Liar di Zimbabwe telah berada pada phase
Pelibatan (Involvement) dimana Pada tahap pelibatan, masyarakat local mengambil
inisiatif mau bekerja pada berbagai pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai
menunjukkan tanda-tanda peningkatan dalam beberapa periode. Masyarakat dan
17. Page | 16
pemerintah lokal sudah mulai melakukan sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas,
padalam kondisi ini pemerintah lokal bekerjasama dengan perusahaan swasta dan
yayasan pecinta alam mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata
namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas. Paparan data deskriptif di atas juga
memaparkan bahwa pariwisata telah mampu menggerakkan perekonomian bagi
penduduk local dengan memberikan kontribusi pendapatan yang diterima langsung tiap
rumah tangga dan penduduk local dilibatkan sebagai pekerja pariwisata seperti guide
safari dan sebagainya.
Jika dilihat dari 23
Analisis SWOT, Zimbabwe memiliki kekuatan yang masih dapat
diandalkan sebagai kekuatan pariwisata alam liar, seperti landscape dan padang gurun
yang begitu luasnya dengan berbagai satwa liar yang masih hidup di dalamnya.
Walaupun demikian, Zimbabwe juga memiliki kelemahan yang cukup berarti seperti
ketidakstabilan politik dalam negeri, musim hujan yang tidak menentu bahkan diperiode
tertentu terjadi kemarau yang berkepanjangan sehingga berpotensi matinya satwa liar
karena kekurangan air seperti tampak pada Gambar
Gambar 2. Kematian Bintang Gajah pada Musim Kemarau
Sumber: TED Case Studies CAMPFIRE pada
http://www1.american.edu/ted/campfire.htm
Lemahnya sumberdaya manusia pendukung pariwisata khususnya tenaga
supervisor dan manajerial. Sedangkan tantangan yang dihadapi adalah semakin banyak
Negara-negara dibelahan bumi yang lainnya termasuk juga di beberapa Negara di
kawasan Afrika mulai sadar akan pentingnya konservasi dan memilih pariwisata sebagai
23
TED Case Studies CAMPFIRE pada http://www1.american.edu/ted/campfire.htm
18. Page | 17
alternative terbaik untuk melakukan konservasi dan sekaligus sebagai generator
pemberdayaan masyarakat keluar dari kubangan kemiskinan, hal ini akan menjadi
pesaing baru bagi Zimbabwe. Sedangkan Ancaman akan muncul berupa konflik wilayah,
konflik sektoral, termasuk juga konflik pengeloaan alam liar sebagai daya tarik wisata
jika tidak dikelola sesuai Carrying Capacity justru akan merusak alam dan habitatnya
secara luas.
4.2. Photo Safaris in Kenya
Untuk dapat mempromosikan bentuk pariwisata Photo Safari di Kenya,
diperlukan stabilitas politik termasuk didalamnya kesetabilan nilai mata uang Kenya
terhadap mata uang asing seperti Dollar Amerika. Keharusan berikutnya adalah
ketersediaan infrastruktur pariwisata, keahlian atau ketrampilan khusus bagi para
pemandu wisata. Pembangunan infrastruktur pariwisata, pembangunan penginapan,
rumah sakit, pengelolaan taman nasional dalam luasan yang besar juga menjadi
pertimbangan yang sangat penting untuk wisata photo safari.
Gambar 3. wisata photo safari
Sumber: http://www.safaripics.co.uk/safaris/Kenyan-safaris-handbook.pdf24
Kenya merdeka dari Inggris pada tahun 1963, Kenya terletak di garis khatulistiwa
di kawasan Afrika dan dikelilingi oleh Somalia pada sebelah Timur, Ethiopia pada bagian
tenggara, Sudan di bagian Utara, Uganda untuk Barat Daya, Tanzania untuk Barat dan
Barat Laut dan Samudera Hindia pada bagian Selatan.
24
Safari Handbook from http://www.safaripics.co.uk/safaris/Kenyan-safaris-handbook.pdf
19. Page | 18
Penduduk Kenya adalah sebuah "group etnis" yang kaya terdiri dari 42 suku adat,
mereka hidup bersama-sama dengan keturunan Arab, Asia dan Kaukasia. Ada dua
bahasa resmi, Bahasa Inggris dan Kiswahili yang masih kebanyakan orang di Kenya
berbicara dalam bahasa suku mereka khsusunya untuk komunikasi sehari-hari di rumah
mereka. Pariwisata Margasatwa “Safari” adalah industri paling penting di Kenya dan
tidak ada negara Afrika lainnya, yang melibatkan banyak usaha dan sumber daya dalam
melestarikan flora dan fauna.
Lahirnya Wisata Safari di Kenya terinspirasi oleh adanya perdagangan gading
gajah afrika yang melibatkan jaringan pemburu internasional dan sindikat perdagangan.
Pariwisata dijadikan sebuah alternative untuk mengimbangi adanya larangan terhadap
aktivitas perburuan komersil dan perdagangan gading gajah. Inisiatif ini diwujudkan
dengan terbentuknya Kenya Wildlife Service yang beroperasi pada Taman Nasional
Kenya dan Game Reserves dan Rangers 25
KWS berada di garis depan perang melawan
perburuan di seluruh Kenya. Sejak KWS dibentuk pada tahun 1990, lebih dari lima puluh
Rangers telah kehilangan nyawa mereka melindungi satwa liar, flora dan geologi negeri
indah ini. Memilih alternative wisata safari di Kenya tidak hanya akan mengubah hidup
masyarakat, juga akan menyediakan dana untuk memungkinkan KWS untuk
melanjutkan pekerjaannya dalam usaha melestarikan alam untuk masa depan
kehidupan satwa, flora dan fauna.
25
KWS is Kenya Wildlife Service dibentuk pada tahun 1990 untuk melindungi satwa liar,
flora dan geologi negeri Kenya.
20. Page | 19
Gambar 3. Kawanan Gajah pada photo safari Sumber:
http://www.safaripics.co.uk/safaris/Kenyan-safaris-handbook.pdf
Menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh para wisatawan dari Inggris
(www.safaripics.co.uk), terdapat kelebihan dan kekurangan dari aktivitas wisata safari di
Kenya yang dapat ditampilkan pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Wisata Safari di Kenya
Kelebihan
Wisatawan dapat melihat satwa dari jarak dekat, berkemah di dalam hutan
sambil menderang suara raungan bintang liar secara langsung.
Biaya yang relative murah dimana 3 minggu safari di Kenya setara dengan 1
minggu safari mewah di tempat lainnya.
Belum terlalu banyak adanya intervensi dari non photographer sehingga para
wisatawan dapat mengambil photo safari secara leluasa.
Wisatawan dapat melihat Kenya secara nyata dan bertemu dengan masyarakat
asli di sana.
Wisatawan dapat mengunjungi beberapa sumber daya alam safari yang memilki
kelangkaan dan keunikan yang tidak ditemukan di taman nasional ditempat
lainnya.
Perusahaan tour mempekerjakan team pemandu, yang dapat berkomunikasi satu
sama lain dengan radio gelombang pendek, sehingga memungkinkan bagi mereka
untuk mempercepat obyek ke Photo safari.
Perusahaan tour menyediakan porter untuk membawa barang-barang
wisatawan, sehingga wisatawan tidak dibebani dengan barang bawaan.
21. Page | 20
Kekurangan
Perusahaan tour hanya menyediakan akomodasi dalam bentuk tenda statis
Wisata Safari adalah self-drive dan menghabiskan banyak cadangan makanan dan
energy yang diperlukan untuk perjalanan panjang di jalan kurang sempurna.
Fasilitas toilet sangat minim ketika berkemah di alam liar di Afrika/Kenya.
Sumber: http://www.safaripics.co.uk/safaris/Kenyan-safaris-handbook.pdf
Jika di lihat dari karakteristik wisata safari seperti hasil investigasi oleh para
wisatawan/photographer safari dari Inggris, dapat diterangkan bahwa wisata safari
termasuk niche market yang lebih cenderung hanya diminati oleh wisatawan tertentu
“specific interest tourist”. Wisatawan minat khusus biasanya tergolong pada
allowcentris yang cenderung menerima keberadaan destinasi apa adanya, seperti
tampak pada gambar 4, mereka rela tinggal di sebuah tenda.
Gambar 4. Kawanan Gajah pada photo safari Sumber:
http://www.safaripics.co.uk/safaris/Kenyan-safaris-handbook.pdf
Jika dilihat dari analisis Tourist Area Life Cycle, dapat diklasifikasikan bahwa
pengembangan daya tarik wisata Safari di Kenya telah berada pada phase
Pengembangan (Development) dimana Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan
dalam jumlah besar untuk ukuran wisatawan minat khusus “eco-tourist” dan pemerintah
sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di
kawasan wisata yang akan dikembangkan. Alternatif pengembangan daya tarik wisata Photo
safari agak berbeda dengan pengembangan daya tarik wisata satwa liar seperti yang
22. Page | 21
dikembangkan di Zimbabwe. Daya tarik wisata Photo Safari lebih khusus bagi mereka “tourist”
yang benar-benar tertarik dengan dunia photografi khususnya tentang kehidupan binatang liar
di Kenya dengan tujuan untuk mendapatkan photo atau gambar bahkan video secara langsung.
Sementara wisata satwa liar tidak terbatas untuk tourist photografi saja tetapi bagi siapa saja
yang tertarikuntuk melihatbinatang liar.
Dampak utama dari inisiatif konservasi satwa liar pada lembaga-lembaga lokal di
Eselenkei Kenya telah meningkatkan ketegangan dalam masyarakat, terutama antara anggota
kelompok Peternakan dan berbagai kelompok lainnya seperti Kelompok Peternakan Komite,
para tua-tua, orang berpendidikan, dan lainnya. Kegiatan konservasi, dianggap membatasi
ruang gerak masyarakat dalam melakukan aktivitas peternatakan dan pertanian karena luasan
lahan peternakan mereka menjadi berkurang karena dicaplok menjadi lahan konservasi oleh
pemerintah.
Menurut Analisis Index of Irritation, pada awalnya masyarakat menolak
kehadiran pariwisata dan teridentifikasi pada Phase yang terakhir dalam analisis Index
of Irriatation adalah Antagonism dimana masyarakat lokal merasa telah terjadi gesekan
sosial secara terbuka akibat kehadiran pariwisata dan tawaran pemerintah tentang
konservasi alam dianggap dapat menyebabkan timbulnya permasalahan bagi
masyarakat local, Shift of Paradigm yang tiba-tiba juga menimbulkan gesekan. Pola
pembangunan dilakukan tanpa melibatkan penduduk lokal secara maksimal sehingga
dari awal pengembangan wildlife tourism di Kenya telah mengalami penolakan oleh
sebagian besar masyarakat local. Pemerintah dalam hal ini Tourism sector dan
departemen konservasi (KWS Kenya Wildlife Services) belum mampu memberikan
lahan pencaharian baru bagi penduduk local dan pengembangan wildlife tourism
“photo safari” hanya melibatkan sedikit tenaga kerja local hal ini terjadi karena
karakteristik dari jenis wisata ini memerlukan tenaga kerja yang memiliki keahlian
khusus dan orang Kenya tidak banyak yang kompeten di bidang photografi dan
pemanduan wildlife tourism.
23. Page | 22
Jika dilihat dari 26
Analisis SWOT, Kenya memiliki kekuatan pariwisata alam liar
berupa gajah dan binatang buas lainnya yang telah popular di dunia. Kenya juga memiki
padang gurun dan hutan tropis yang luasnya dengan berbagai satwa liar yang masih
hidup di dalamnya. Walaupun demikian, Kenya juga memiliki kelemahan yang cukup
berarti seperti musim hujan yang tidak menentu bahkan musim tertentu terjadi
kekeringan yang berkepanjangan sehingga berpotensi mematikan satwa liar karena
kekurangan air. Lemahnya sumberdaya manusia pendukung pariwisata khususnya
tenaga supervisor dan manajerial. Sedangkan tantangan yang dihadapi adalah semakin
banyak Negara-negara dibelahan bumi yang lainnya termasuk juga di beberapa Negara
di kawasan Afrika mulai sadar akan pentingnya konservasi dan memilih pariwisata
sebagai alternative terbaik untuk melakukan konservasi dan sekaligus sebagai generator
pemberdayaan masyarakat keluar dari kubangan kemiskinan, hal ini akan menjadi
pesaing baru bagi Kenya. Sedangkan Ancaman saat ini adalah masih terjadinya konflik
dalam masyarakat karena mereka memilki banyak kelompok yang berbeda kepentingan,
dan ancaman lainnya akan muncul berupa konflik wilayah, konflik sektoral, termasuk
juga konflik pengeloaan alam liar sebagai daya tarik wisata jika tidak dikelola sesuai
Carrying Capacity justru akan merusak alam dan habitatnya secara luas.
4.3. Ecotourism in The Gulf Of Mannar, Tamil Nadu, India
Teluk Mannar (GOM) seperti terlihat pada Gambar 5, terletak di sepanjang
pantai timur negara bagian Tamil Nadu India antara pantai selatan Pulau Pamban
(tempat kota suci Rameshwaram) dan Thuthukodi (Tuticorin) adalah situs dari Laut
Biosphere Reserve, yang memilki 21 pulau karang dan sebuah pelabuhan yang semakin
terancam keanekaragaman hayatinya, yang telah menjadi subjek penelitian ekologi
selama bertahun-tahun.
26
TED Case Studies CAMPFIRE pada http://www1.american.edu/ted/campfire.htm
24. Page | 23
Gambar 5. The Gulf of Mannar
Sumber: http://salamlanka.blogspot.com/2010/06/mannar-pearl-bank-and-
muslims.html
Sejak penggunaan perahu mekanik yang menggunakan metode penangkapan
ikan pukat harimau diperkenalkan sekitar 50 tahun yang lalu dan karena populasi
masyarakat yang tergantung pada penangkapan ikan untuk mata pencaharian mereka,
dan intensitasnya telah semakin meningkat, sedangkan sumber daya laut di cagar
biosfer GOM semakin di bawah tekanan. Ikan, karang, teripang, chanks (cangkang
Keong suci), sapi laut, penyu laut dan sumber daya lainnya sekarang semakin menurun
jumlah dan keragamannya, bahkan semakin beresiko atas kepunahan spesies.
Berhubungan dengan hal di atas, dianggap sangat mendesak untuk mencari
sebuah pilihan baru sebagai alternative agar penduduk tidak terlalu tergantung pada
aktifitas penangkapan kekayaan hayati laut khususnya masyarakat di sepanjang pantai
teluk Mannar. Ekowisata dan Usaha-eko adalah sebuah pilihan yang dapat
dikembangkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah "untuk mengidentifikasi produk ekowisata apa
yang sesuai dan usaha-eko yang akan menyediakan peluang pendapatan bagi nelayan
local?". Data primer yang dikumpulkan selama kunjungan 7 hari ke GOM daerah oleh
25. Page | 24
interaksi dengan banyak para pemangku kepentingan yang berpotensi terlibat dan
pengamatan dari beberapa bidang primer yang mungkin dikembangkan.
Data sekunder yang tersedia di sejumlah publikasi dan laporan internal,
terutama yang dihasilkan oleh M.S. Swaminathan Research Foundation (MSSRF) dan
Teluk Benggala Program (BOBP). Dalam konteks ini ekowisata yang dikembangkannya
mengacu pada pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin (yaitu yang
menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, budaya atau lingkungan bersih untuk orang
miskin), pro-alam (misalnya menjamin pemanfaatan berkelanjutan sumber daya alam),
partisipatif dan melibatkan pengalaman belajar/pertukaran budaya bagi pengunjung
dan host.
Ekowisata ini melibatkan tiga (3) macam jenis pariwisata lainnya, yaitu wisata
pendidikan, wisata keagamaan (yang ada pasar sektor penting) dan wisata alam/rekreasi
dan menggunakan istilah 'ecotourism' untuk jenis produk wisata yang dihasilkan. Selain
itu hasil penelitian ini mengidentifikasi peluang usaha-usaha tertentu yang dapat
dikembangkan oleh masyarkat setempat yang berkaitan langsung dengan pariwisata,
dan berorientasi pada mengurangi dampak negatif dari pariwisata atau mungkin pilihan
mata pencaharian alternatif yang tidak terkait dengan pariwisata.Permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini telah diidentifikasi terlebih dahulu dan telah dilakukan
observasi terhadap aktifitas masyarakat setempat khususnya berhubungan dengan
aktifitas penangkapan ikan oleh nelayan local maupun oleh nelayan professional yang
menggunakan bantuan kapal bermotor.
Kajian yang dilakukan menggunakan pendekatan pembangunan ekonomi yang
berbasis pemberdayaan masyarakat miskin yakni pro-poor, community base tourim,
dengan mengkolaborasikan dengan bentuk dan jenis pariwisata yang pro konservasi
alam yakni pendekatan ecotourism. Penulis artikel juga menawarkan beberapa jenis
usaha atau bisnis kecil yang dapat dilakukan oleh penduduk local dalam mendukung
pembangunan ekowisata sehingga ketergantungan penduduk terhadap eksploitasi alam
dan sumberdaya hayati dapat dikurangi.
26. Page | 25
Metode dan teknik penelitian juga telah menggabungkan beberapa metode
yakni metode partisipatif atau peneliti terlibat langsung, konfirmatif yakni dengan
melakukan FGD atau focus group discussion sehingga mendapatkan feedback secara
langsung dari para stakeholder yang dilibatkan pada penelitian tersebut. Sementara
teknik analisis yang digunakan juga telah dapat menggambarkan hasil penelitian secara
komprehensif walaupun masih dalam kategori deskriptif namun telah mampu
mengidentifikasikan dan menentukan factor kekuatan dan kelembahan internal dari
kawasan Teluk Mannar jika dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Selain
menemukan factor kekuatan dan kelemahan internal, penelitian ini juga telah
menemukan factor eksternal dengan mengidentifikasi dan menentukan peluang
khususnya adanya perbaikan ekonomi masyarakat setempat dan differensiasi atau
menciptaan usaha baru bagi masyarakat local dan ancaman yang mungkin akan terjadi
jika ekowisata dikembangkan.
Selain melakukan analisis SWOT, penelitian ini juga melakukan analisis
kelayakan wilayah dan sekaligus melakukan prediksi terhadap beberapa kelompok pulau
(21 pulau) yang tersebar di wilayah pesisir teluk Mannar, dan hasil analisis disajikan
dalam bentuk tabular dan matrik yang cukup lengkap dan dapat dijadikan informasi
yang sangat penting bagi pelaksana pembangunan ekowisata Teluk Mannar.
Hasil Analisis SWOT pembangunan ekowisata secara umum pada 21 pulau di kawasan
Teluk Mannar
Kekuatan/Strengths, yang meliputi:
Keindahan Alam yang mampu menarik minat wisatawan
Daya Tarik Agama
Nilai keilmuan tentang studi biologi
Keberadaan Usaha kecil yang telah berkembang secara informal
Fasilitas sebelumnya yang masih sangat mudah untuk direnovasi
Kelemahan/Weaknesses yang meliputi:
Sulitnya melibatkan masyarakat miskin
Tinggi biaya untuk melibatkan beberapa usaha kecil.
Kurangnya jaminan keamanan terhadap para wisatawan
Kurangnya fasilitas pendukung seperti jalan raya, air bersih, system pembungan
sampah, dan sebagainya.
27. Page | 26
Kurangnya akan pengetahuan pemasaran
Peluang/Opportunities umumnya meliputi:
Peningkatan pengetahuan tentang kehidupan biota laut untuk masyarakat
setempat
Mempetahankan ketrampilan dan pengehatuan yang telah dimiliki oleh
masyarakat setempat khususnya tentang kehidupan laut.
Mobilitas Sosial yang semakin dinamis
Fasilitas Kredit untuk usaha kecil
Ketersediaan tenaga pendukung yang ahli.
Ancaman/Threats meliputi:
Berpotensi berdampak negative terhadap kerusakan lingkungan khususnya
berhubungan dengan karang laut, polusi, dan sampah dan sebagainya
Berpotensi adanya kurangnya perijinan pemerintah yang berwenang untuk
peluang pembangunan wilayah.
Berpotensi terjadinya Pemanfaatan kaum miskin
Berpotensi mendatangkan banyak wisatawan sehingga akan melebih daya
dukung wilayah.
Ditemukan ada tiga jenis pariwisata yang mungkin dapat dikembangkan di
kawasan Teluk Manar, yakni wisata pendidikan, wisata religious, dan wisata alam atau
wisata leisure. Ketiga jenis wisata tersebut dapat dikemas dalam beberapa bentuk
yakni:
Wisata pendidikan yang menawarkan CD atau website interaktif, Pusat
interpretasi, studi lapangan di pulau Krusadai, oceanarium (aquarium for
showing marine life), student conservation volunteer holidays, improvements in
CMFRI's aquarium and museum, snronelling and diving school.
Wisata Religius yang menawarkan package tour of religious site, Yoga ashram
development with village tourism, pilgrimage to Muniya Swami shrine on
Nallathanni island, renovation of temples and tanks.
Wisata Alam atau Leisure Tourism yang menawarkan boat trips for snorkelling,
diving or viewing through glass-bottomed boat; ecobeach resorts for village
tourism.
Sementara Usaha pendukung pariwisata yang mungkin dikembangkan dalah
sebagai berikut: Fasilitas Warnet atau Internet, Penyewaan Sepeda dan bengkelnya,
pramuwisata perempuan khususnya bagi wisatawan bepergian seorang diri, koperasi
nelayan yang menangani dan menampung ikan kering, kerajinan untuk souvenir,
penjualan sesajen, keranjang palma, tas, dan produk lain yang terkait pariwisata.
28. Page | 27
Walaupun penelitian ini sudah dapat memberikan gambaran dan informasi
cukup lengkap namun masih menyisakan beberapa kelemahan yang sangat mungkin
menjadi permasalahan baru bagi pengembangan ekowisata di masa yang akan datang.
Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya adalah; penelitian ini belum didukung oleh
data sekunder tentang dampak aktifitas para nelayan terhadap kerusakan biota laut dan
sumber daya alam di wilayah tersebut. Penelitian ini juga belum didukung informasi
tentang kelompok nelayan dari luar GOM teluk Mannar yang juga ikut menangkap ikan
di wilayah tersebut sehingga hipotesis yang dibangun oleh peneliti sangat mungkin tidak
benar. Adapun hipotesis yang dibangun adalah kerusakan biota laut dan sumberdaya
hayati pada cagar alam “marine” Teluk Mannar diakibatkan oleh aktifitas nelayan local
baik yang tradisional dan yang bermotor sehingga masyarakat harus diberdayakan.
Sementara jenis pariwisata yang ditawarkan yakni ekowisata juga sangat
rentan terhadap perusakan alam yang lebih luas, khususnya yang berhubungan
kapasitas wilayah dan daya dukung lainnya. Hipotesis tentang tawaran ekowisata dan
usaha-eko mungkin akan paradox dengan idealisme konservasi alam dan pembangunan
berkelanjutan yang dicita-citakan.
5. Simpulan dan Saran
Pembangunan ekonomi di beberapa kasus menimbulkan paradok terhadap
kelestarian sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun
yang tak dapat diperbaharui. Pembangunan ekonomi tanpa kendali hanya melahirkan
hasrat exploitasi yang pastinya akan menguras sumberdaya alam khususnya yang tak
dapat diperbaharui dan merusak sumberdaya hayati seperti hutan, binatang, dan biota
laut. Dari tiga studi kasus yang ditampilkan dalam laporan ini, nampak bahwa eco-
tourism adalah pilihan terakhir yang dianggap dapat menyelamatkan perusakan
sumberdaya hayati yang berupa satwa liar, kehidupan alam liar wildlife, biota laut, flora
fauna dan sumberdaya hayati lain.
29. Page | 28
Pada awalnya, penawaran eco-tourism sebagai alternatif pada ketiga kasus
tersebut, mendapat penolakan dari masyarakat lokal karena kurangnya informasi
tentang maksud dan tujuan alternatif ditawarkan. Penolakan juga dapat dipicu karena
masyarakat belum siap untuk terlibat dalam sektor pariwisata yang biasanya
mengharuskan seseorang memiliki ketrampilan khusus.
Analisis Tourist Area lifecyle, Indext of Irritation, dan SWOT digunakan untuk
menempatkan posisi masing-masing destinasi pada phase daur hidup destinasi, dimana
penawaran wildlife tourism di Zimbabwe menempatkan destinasi tersebut pada phase
involment atau pelibatan dan phase antagonism jika menggunakan analisis index of
irritation. Sedangkan pengembangan alternative Photo Safari Tourism di Kenya,
menempatkan destinasi tersebut pada phase Development atau pengembangan, dan
pada phase antagonism karena mengalami penolakan secara terbuka oleh masyarakat
lokal sehingga pemerintah mungkin harus lebih keras melakukan negosiasi agar
alternative tourism dapat diterima oleh masyarakat lokal dan tujuan konservasi alam
dapat dilaksanakan tanpa harus mengabaikan jeritan masyarakat lokal yang hidup di
sekitarnya.
Analisis SWOT digunakan untuk menguraikan kekuatan dan kelemahan masing-
masing destinasi, dan ketiga destinasi tersebut memiliki kekuatan berupa alam dan
sumberdaya yang tersimpan didalamnya, sementara kelemahannya hampir merata
terjadi pada kelemahan sumberdaya manusia khususnya SDM local. Sedangkan
tantangan dan ancaman terbesar terjadi justru pengembangan pariwisata berbasis alam
itu sendiri dapat menghancurkan dirinya sendiri jika tidak dikelola sesuai carrying
capacity.
30. Page | 29
Daftar Pusaka
A Door is Reopened to the Ivory Trade. (2011) U.S. News and World Report. 122: June
30, 1997 p4.
Alder, Joseph. (2011) "Should Heads Keep Rolling in Africa?." Science 255/6 March,
p1206-1207.
Butler,R. W. 1980. "The Concept ofa Tourism Area Life Cycle of Evolution: Implications for
ManagementofResources." The Canadian Geographer 24(1), p. 8.
MSSRF 1998. Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve Programme. In: "Biodiversity of
Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve." pp. 1- 22. MSSRF Proceeding no. 24.
MSSRF 1999. Gulf of Mannar: Project for promotion of alternative livelihood options for
the poor in `the vicinity of the biosphere reserve. Project document submitted to
Ministry of Rural Development, Govt. of India and UNDP.
Panoramic photo of elephants is courtesy of Paul MacKenzie's webcite: Elephant
Information Repository
Photo of ivory tusks is copyright of World Wide Fund for Nature published in
"Conserving Africa's Elephants: Current Issues and Priorities for Action"
Sapta Nirwandar (2011) Pembangunan Sektor Pariwisata: Di Era Otonomi Daerah, di
unduh pada 21 Maret 2011 pada http://www.scribd.com/doc/35092726/440-
1257-PEMBANGUNANSEKTORPARIWISATA1
Still in Business: The Ivory Trade in Asia, Seven Years After the CITES Ban (2011)
http://www.trafic.org/publications/summaries/summary_ivorytrade.htm
Sugal, Cheri, "Elephants of southern Africa must now pay their way." (2011)
WorldWatch. Vol. 10, (September 1997) pp. 9.
Tourism Vision 2020 – UNWTO: pada http://pandeputusetiawan.wordpress.com
United Nation-World Tourism Organization (2005), Tourism Highlight 2005, UN-WTO,
Madrid