PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRAN TELUK KOLONO KABUPATEN KONAWE SELATAN
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui penentuan zona lokasi budidaya yang sesuai bagi budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii). Manfaat dari tulisan ini adalah kita dapat mengetahui penentuan zona lokasi budidaya yang sesuai bagi budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii).
Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional βKajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambutβ, 22 Desember 2020.
Untuk mendukung keberhasilan produksi budidaya ikan laut, selain pengendalian hama dan penyakit ikan, kesehatan lingkungan juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dikelola dengan baik. Saat ini, kecenderungan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya ikan laut tidak hanya disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan industri, pertambangan hingga aktivitas rumah tangga. Pada kajian ini, objek penelitian lebih difokuskan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung terhadap dua gugatan Class action masyarakat akibat penambangan bauksit yang tidak bertanggung jawab di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor pendukung keberhasilan gugatan perdata class action akibat aktifitas pertambangan. Data dianalisis dengan studi pengamatan langsung dan pencermatan dokumen dengan membandingkan hasil keputusan dua gugatan class action yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Pulau Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor analisa parameter air laut pada laboratorium yang sudah terakreditasi dan kelengkapan administrasi usaha budidaya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan gugatan perdata class action. Hasil penelitian juga menunjukkan dampak penurunan produksi dan peningkatan angka pengangguran akibat menurunnya aktivitas produksi di dua lokasi yang terkena dampak cemaran limbah. Namun demikian, kondisi ini memberikan pemahaman positif di kalangan pembudidaya tentang tahapan audit lingkungan yang harus dilakukan berdasarkan standard dan acuan mutu yang memilki kekuatan hukum di muka pengadilan.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 7,2 β 7,5, salinitas 0 β° dan Nitrit < <0.1 /><0.1 mg/L. Meanwhile Ammonia (NH3) ranged from 0,03 β 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged from 30,5 β 31,3 β°C and turbidity 16,27 β 39,85 NTU become a limited factor in order to support the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production
Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional βKajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambutβ, 22 Desember 2020.
Untuk mendukung keberhasilan produksi budidaya ikan laut, selain pengendalian hama dan penyakit ikan, kesehatan lingkungan juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dikelola dengan baik. Saat ini, kecenderungan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya ikan laut tidak hanya disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan industri, pertambangan hingga aktivitas rumah tangga. Pada kajian ini, objek penelitian lebih difokuskan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung terhadap dua gugatan Class action masyarakat akibat penambangan bauksit yang tidak bertanggung jawab di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor pendukung keberhasilan gugatan perdata class action akibat aktifitas pertambangan. Data dianalisis dengan studi pengamatan langsung dan pencermatan dokumen dengan membandingkan hasil keputusan dua gugatan class action yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Pulau Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor analisa parameter air laut pada laboratorium yang sudah terakreditasi dan kelengkapan administrasi usaha budidaya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan gugatan perdata class action. Hasil penelitian juga menunjukkan dampak penurunan produksi dan peningkatan angka pengangguran akibat menurunnya aktivitas produksi di dua lokasi yang terkena dampak cemaran limbah. Namun demikian, kondisi ini memberikan pemahaman positif di kalangan pembudidaya tentang tahapan audit lingkungan yang harus dilakukan berdasarkan standard dan acuan mutu yang memilki kekuatan hukum di muka pengadilan.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 7,2 β 7,5, salinitas 0 β° dan Nitrit < <0.1 /><0.1 mg/L. Meanwhile Ammonia (NH3) ranged from 0,03 β 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged from 30,5 β 31,3 β°C and turbidity 16,27 β 39,85 NTU become a limited factor in order to support the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production
Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRAN TELUK KOLONO KABUPATEN KONAWE SELATAN
1. Tugas Fainal Manajemen Akuakultur Laut
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus
alvarezii) DI PERAIRAN TELUK KOLONO KABUPATEN KONAWE
SELATAN
OLEH:
YUSLIANSYAH
I1A2 14 073
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
2. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sulawesi Tenggara yang memiliki luas perairan Β±110.000 km2 dengan
panjang garis pantai 1.740 km (BLH, 2000) menyimpan potensi kekayaan
sumberdaya alam laut yang cukup besar baik yang diketahui maupun yang belum
diketahui keberadaannya. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang sudah
di ketahui keberadaanya dan telah diupayakan untuk budidaya.
Kegiatan budidaya rumput laut merupakan sumber pendapatan bagi
masyarakat, selain itu rumput laut mempunyai banyak manfaat yang dapat
dikembangkan untuk berbagai produk, seperti bahan baku pembuatan kertas, agar-
agar, dodol rumput laut dan lain-lain. Kualitas air merupakan salah satu faktor
yang memegang peranan penting terhadap keberhasilan suatu usaha budidaya,
oleh sebab itu dalam penentuan lokasi budidaya rumput laut, persyaratan teknis
yang harus diperhatikan adalah kualitas air. Selain itu, teknologi dan sosial
ekonomi masyarakat merupakan salah satu faktor penentu dari budidaya rumput
laut.
Salah satu kegiatan budidaya yang berkembang di Perairan Teluk Kolono
adalah budidaya rumput laut. Menurut hasil survei umumnya masyarakat setempat
sudah melakukan budidaya skala besar, tetapi kendala yang sering dihadapi
adalah adanya penyakit atau kendala lainnya yang menyebabkan hasil panen
menjadi berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu perlu
dilakukannya survei lokasi terlebihdahulu yang dapat sesuai bagi organisme yang
akan di budidayakan baik itu dari kualitas air, letak lokasi, dll. Berdasarkan uraian
3. diatas, diperlukan kajian untuk menjawab permasalahan tersebut. Salah satu
faktor penting yang ingin dikaji adalah kesesuaian lokasi perairan budidaya yang
ada di Teluk Kolono bagi rumput laut.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui penentuan zona lokasi
budidaya yang sesuai bagi budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii).
Manfaat dari tulisan ini adalah kita dapat mengetahui penentuan zona lokasi
budidaya yang sesuai bagi budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii).
4. II. PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Data Kondisi Parameter Perairan
Data kondisi parameter perairan ditentukan dengan cara membanginya dalam
tiga stasiun yang berbeda. Penentuan stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan
karasteristik atau kondisi lingkungan disekitar areal budidaya. Stasiun
pengamatan yang dipilih adalah lokasi tempat yang akan dijadikan lokasi
budidaya rumput laut. Data hasil pengukuran dari tiga stasiun tersebut dapat
dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter pada Tiga Stasiun yang Berbeda
Stasiun
No. Parameter 1 2 3
1. Gelombang 1.78 1.57 1.65
2 Kecepatan Arus 0.099 0.096 0.042
3. Kedalaman 3.55 5.3 4.3
4. Kecerahan 3.55 5.1 3.14
5. Suhu 30.8 30.87 30.6
6. pH 88 8 8
7. Salinitas 22 30 22
8. Nitrat 0.0036 0.0045 0.0042
9. Fosfat 0.0095 0.0751 0.018
10. TSS 0.975 1.0447 0.8939
2. Kriteria Kesesuaian Lahan Bagi Rumpu Laut (Kappaphycus alvarezii)
Klasifikasi tingkat kesesuaian lahan dilakukan dengan menyusun matriks
kesesuaian untuk menilai kelayakan atas dasar pemberian skor pada parameter
pembatas kegiatan budidaya rumput laut. Dalam kasus ini setiap parameter dibagi
dalam tiga kelas yaitu kelas sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Kelas sesuai
diberi skor 3 (tiga), kelas kurang sesuai diberi 2 (dua), dan kelas tidak sesuai
5. diberi skor 1 (satu). Parameter yang dapat memberikan pengaruh lebih kuat diberi
bobot lebih tinggi dari pada parameter yang lebih lemah pengaruhnya. Adapun
kriteria kesesuaian lahan budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 2.
Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut
selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas.
πΌ = π ππππ β π πππ π
βk
dimana :
I = Interval kelas;
K = Jumlah kelas kesesuaian lahan yang Diinginkan;
N maks = Nilai akhir Maksimum;
N min = Nilai akhir Minimum;
Berdasarkan rumus dan perhitungan diatas diperoleh interval kelas dan nilai
kesesuaian lahan pada Tabel 3.
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Rumput Laut
No Kriteria Kelas Skor Bobot
1 Tinggi gelombang (m)
0 β 25
26 β 50
>50
3
2
1
2
2 Kecepatan arus ( cm/dt )
20 β 30
10 β 19 atau 31 β 40
<10 atau >40
3
2
1
2
3 Kedalaman
5 β 10
1 β 4 atau 11 β 15
<1 atau >15
3
2
1
2
4 Kecerahanair ( m)
>5
1,5 β 4
<1.5
3
2
1
2
5 Suhu (oC )
27 β 30
20 β 26 atau 31 β 36
<20 atau >36
3
2
1
1
6 pH
65 β 8.5
5 β 6.4 atau 8,6 β 9
<5 atau >9
3
2
1
1
6. 7 Salinitas
28 β 34
18 β 27 atau 35 β 37
<18 atau >37
3
2
1
1
9 Nitrat ( mg.I-1 )
0,1 β 0,7
0,01 β <0,1
<0,01
3
2
1
2
10 Fosfat ( mg.I-1 )
0,1 β 0,2
0,02 β 1.4 atau 2.6 β 3.5
<0,02 atau >3.5
3
2
1
1
11 TSS
< 25
25 β 400
> 400
3
2
1
1
Sumber: Kepmen No. 51/MENKLH/2004
Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan (Hasil analisis)
Nilai (Skor) Kriteria Kode
34 β 45 Sesuai S
23 β 32 Kurang Sesuai KS
<23 Tidak Sesuai TS
3. Nilai Bobot dan Kelas Kesesuaian Perairan Bagi Budidaya Rumpt Laut
Dari tabel 1. sebelumnya dapat dilihat rata-rata suhu yang diperoleh pada
semua stasiun pengamatan berkisar antara 30,60 - 30,87, dan nilai rata-rata
kecepatan arus pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 0,036 - 0,099,
sedangkan nilai rata-rata kedalaman perairan pada semua stasiun pengamatan
berkisar antara 3,55 - 5,30. Selanjutnya kecerahan perairan yang diperoleh
berkisar antara 3,14 - 5,10, dan tinggi gelombang yang diperoleh berkisar antara
0,0157 - 0,0178, pada parameter salinitas nilai yang diperoleh berkisar antara
22,03 - 23,81. dan nilai pH yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan
berkisar 8. Sedangkan nilai rata-rata nitrat yang diperoleh pada semua stasiun
pengamatan berkisar antara 0,0034 - 0,0045. Selanjutnya nilai fosfat yang
diperoleh berkisar antara 0,0085 - 0,0751, dan TSS yang diperoleh pada semua
7. stasiun pengamatan berkisar antara 0,8939 - 1,0447. Hasil analisis kesesuaian
lokasi budidaya pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada tabel.
Tabel 4. Hasil Analisis Keseuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut pada Stasiun 1
No. Parameter Satuan Hasil pengamatan Bobot Skor Nilai
1. Tinggi gelombang cm 1.780 3 2 6
2. Kecepatan Arus m/s 0.099 1 2 2
3. Kedalaman m 3.55 2 2 4
4. Kecerahan m 3.55 2 2 4
5. Suhu oC 30.80 3 1 3
6. pH 8 3 1 3
7. Salinitas ppt 22 2 1 2
8. Nitrat mg/l 0.0036 1 2 2
9. Fosfat mg/l 0.0095 1 1 1
10 TSS mg/l 0.957 3 1 3
Total 30
Tabel 5. Hasil Analisis Keseuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut pada Stasiun 2
No. Parameter Satuan Hasil pengamatan Bobot Skor Nilai
1. Tinggi gelombang cm 1.570 3 2 6
2. Kecepatan Arus m/s 0.096 1 2 2
3. Kedalaman m 5.30 3 2 6
4. Kecerahan m 5.10 3 2 6
5. Suhu oC 30.87 3 1 3
6. pH 8 3 1 3
7. Salinitas ppt 23,81 2 1 2
8. Nitrat mg/l 0.0045 1 2 2
9. Fosfat mg/l 0.0751 2 1 2
10 TSS mg/l 0.0447 3 1 3
Total 35
Tabel 6. Hasil Analisis Keseuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut pada Stasiun 2
No. Parameter Satuan Hasil pengamatan Bobot Skor Nilai
1. Tinggi gelombang cm 1.650 3 2 6
2. Kecepatan Arus m/s 0.042 1 2 2
3. Kedalaman m 4.30 2 2 4
4. Kecerahan m 3.14 2 2 4
5. Suhu oC 30.60 3 1 3
6. pH 8 3 1 3
7. Salinitas ppt 22 2 1 2
8. Nitrat mg/l 0.0042 1 2 2
9. Fosfat mg/l 0.0180 1 1 1
10 TSS mg/l 0.8939 3 1 3
Total 30
8. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut, pada
stasiun satu menunjukan nilai yang kurang sesuai (KS) untuk budidaya rumput
laut, yakni dengan nilai 30, sedangkan untuk memenuhi standar sesuai dalam
kriteria kesesuaian lahan adalah 34 - 45. Lain halnya dengan stasiun II yang
menunjukan nilai yang sesuai (S) untuk kegiatan budidaya rumput laut. yaitu total
nilai skoring yang diperoleh adalah 35. Sedangkan pada stasiun III nilai akhir
yang diperoleh dari hasil analisis skoring yaitu 30, yang berarti kurang sesuai
(KS) untuk kegiatan budidaya rumput laut.
9. III. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hasil analisis skoring pada Stasiun II diperoleh nilai 36 yang berarti sesuai untuk
budidaya rumput laut sementara pada Stasiun I dan III, diperoleh nilai 30 yang berarti
kurang sesuai. Beberapa parameter kualitas air yang mendukung untuk kegiatan budidaya
rumput laut meliputi tinggi gelombang, kedalaman, kecerahan, suhu, pH, salinitas, dan
TSS. Sementara parameter yang kurang mendukung adalah Kecepatan arus, nitrat, dan
fosfat. Faktor penyakit sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dilokasi
pemeliharaan.
B. Saran
Untuk melakukan budidaya sangat penting untuk memeriksa atau melakukan
survei lokasi yang akan digunakan sebagan lahan budidaya karena lokasi dapat
berpengaruh terhadap organisme yang akan dibudidaya karena tiap organisme memiliki
kemampuan untuk berkembang biak pada lokasi yang berbeda-beda tergantung jenis
organismenya.
10. DAFTAR PUSTAKA
Neksidin, Pangerang Untam K, dan Emiyarti. 2013. Studi Kualitas Air untuk
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycusalvarezii) di Perairan Teluk Kolono
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Minat Laut Indonesia Vol. 03 No. 12.
(147 β 155). Universitas Halu Oleo. Kendari.