Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB merupakan gabungan dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) dan Lembaga Penelitian (LP). Sebelumnya melalui SK Rektor IPB No. 016 Tahun 1979 dan SK Rektor IPB No. 020 Tahun 1979 telah dibentuk LPM dan LP, namun pada tanggal 6 Nopember 2003 melalui SK Rektor IPB No.180/K13/OT/2003 kedua lembaga tersebut digabung menjadi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Kemudian pada tanggal 6 Maret 2008 melalui SK Rektor IPB No. 020/I3/OT/2008 berganti nama menjadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (USU)WinnieKamson
PKM merupakan salah satu program yang dibuat oleh Dikti dan merupakan salah satu program yang bisa meningkatkan akreditas suatu jurusan di Universitas. Terdapat berbagai jenis PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) mulai dari PKM-Penelitian, PKM-Kewirausahaan, PKM-Pengabdian Masyarakat dan lain-lain. Untuk info lebih lanjutnya dapat dilihat diwebsite simbelmawa.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB merupakan gabungan dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) dan Lembaga Penelitian (LP). Sebelumnya melalui SK Rektor IPB No. 016 Tahun 1979 dan SK Rektor IPB No. 020 Tahun 1979 telah dibentuk LPM dan LP, namun pada tanggal 6 Nopember 2003 melalui SK Rektor IPB No.180/K13/OT/2003 kedua lembaga tersebut digabung menjadi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Kemudian pada tanggal 6 Maret 2008 melalui SK Rektor IPB No. 020/I3/OT/2008 berganti nama menjadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (USU)WinnieKamson
PKM merupakan salah satu program yang dibuat oleh Dikti dan merupakan salah satu program yang bisa meningkatkan akreditas suatu jurusan di Universitas. Terdapat berbagai jenis PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) mulai dari PKM-Penelitian, PKM-Kewirausahaan, PKM-Pengabdian Masyarakat dan lain-lain. Untuk info lebih lanjutnya dapat dilihat diwebsite simbelmawa.
Nata de Bankin adalah stula Nata yang dibuat dengan memafaatkan kandungan glukosa yang masih ada pada kulit pisang yang dibantu dengan bakteri Acetobacter xylinum
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Soliericeae, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah Dikultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
SKRIPSI HUBUNGAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI SAYUR...Ana Puja Prihatin
HUBUNGAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI SAYURAN
DI KECAMATAN KUMPEH ULU
KABUPATEN MUARO JAMBI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas kerja petani sayuran dan mengetahui hubungan penyuluhan pertanian dengan produktivitas kerja petani sayuran di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 8 Agustus sampai 8 September 2016 di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi terhadap 44 petani sayuran. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui produktivitas kerja petani sayuran. Untuk mengetahui hubungan penyuluhan pertanian dengan produktivitas kerja petani sayuran digunakan analisis statistika non parametrik melalui uji Chi Square (x²). Hasil penelitian menunjukkan Produktivitas kerja petani sayuran dilokasi penelitian masih tergolong rendah yaitu sebesar 43%. Tinggi rendahnya produktivitas kerja petani sayuran dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan petani dan besarnya penerimaan yang diterima oleh petani. Penerimaan yaitu produksi dikali harga. Seringkali harga yang berlaku di kalangan petani sayuran masih tergolong rendah dan berada dibawah harga pasar, harga yang rendah tentu akan mempengaruhi besar kecilnya penerimaan serta produktivitas kerja petani.Terdapat hubungan yang nyata antara penyuluhan pertanian dengan produktivitas kerja petani sayuran di kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi sebesar 67,83%, hal ini menunjukkan bahwa semakin sering petani mendapatkan kegiatan penyuluhan pertanian maka petani akan semakin terdorong untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dan terdapat delapan unsur yang mempengaruhi kegiatan penyuluhan pertanian tersebut yaitu penyuluh pertanian, sasaran penyuluhan, metoda penyuluhan, media penyuluhan, materi penyuluhan, waktu penyuluhan, dan tempat penyuluhan.
Kata Kunci : Penyuluhan, Produktivitas Kerja, Petani
Nata de Bankin adalah stula Nata yang dibuat dengan memafaatkan kandungan glukosa yang masih ada pada kulit pisang yang dibantu dengan bakteri Acetobacter xylinum
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Soliericeae, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah Dikultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
SKRIPSI HUBUNGAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI SAYUR...Ana Puja Prihatin
HUBUNGAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI SAYURAN
DI KECAMATAN KUMPEH ULU
KABUPATEN MUARO JAMBI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas kerja petani sayuran dan mengetahui hubungan penyuluhan pertanian dengan produktivitas kerja petani sayuran di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 8 Agustus sampai 8 September 2016 di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi terhadap 44 petani sayuran. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui produktivitas kerja petani sayuran. Untuk mengetahui hubungan penyuluhan pertanian dengan produktivitas kerja petani sayuran digunakan analisis statistika non parametrik melalui uji Chi Square (x²). Hasil penelitian menunjukkan Produktivitas kerja petani sayuran dilokasi penelitian masih tergolong rendah yaitu sebesar 43%. Tinggi rendahnya produktivitas kerja petani sayuran dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan petani dan besarnya penerimaan yang diterima oleh petani. Penerimaan yaitu produksi dikali harga. Seringkali harga yang berlaku di kalangan petani sayuran masih tergolong rendah dan berada dibawah harga pasar, harga yang rendah tentu akan mempengaruhi besar kecilnya penerimaan serta produktivitas kerja petani.Terdapat hubungan yang nyata antara penyuluhan pertanian dengan produktivitas kerja petani sayuran di kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi sebesar 67,83%, hal ini menunjukkan bahwa semakin sering petani mendapatkan kegiatan penyuluhan pertanian maka petani akan semakin terdorong untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dan terdapat delapan unsur yang mempengaruhi kegiatan penyuluhan pertanian tersebut yaitu penyuluh pertanian, sasaran penyuluhan, metoda penyuluhan, media penyuluhan, materi penyuluhan, waktu penyuluhan, dan tempat penyuluhan.
Kata Kunci : Penyuluhan, Produktivitas Kerja, Petani
1. PEMBUATAN SARANG SEMUT HITAM (Dolichoderus thoracicus)
SEBAGAI MUSUH ALAMI HAMA Helopeltis spp PADA TANAMAN
KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN MENGGUNAKAN JENIS
GULA YANG BERBEDA
Oleh :
ZULKIFLI.M.H
NIM. 100500126
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
2. PEMBUATAN SARANG SEMUT HITAM (Dolichoderus thoracicus)
SEBAGAI MUSUH ALAMI HAMA Helopeltis spp PADA TANAMAN
KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN MENGGUNAKAN JENIS
GULA YANG BERBEDA
Oleh
ZULKIFLI.M.H
NIM. 100500126
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Sambutan Ahli Madya Pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
3. PEMBUATAN SARANG SEMUT HITAM (Dolichoderus thoracicus)
SEBAGAI MUSUH ALAMI HAMA Helopeltis spp PADA TANAMAN
KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN MENGGUNAKAN JENIS
GULA YANG BERBEDA
Oleh :
ZULKIFLI.M.H
NIM. 100500126
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Sambutan Ahli Madya Pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
4. HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah : Pembuatan Sarang Semut Hitam (Dolichoderus
thoracicus)Sebagai Musuh Alami Hama Helopeltis
spp Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L)
Dengan Menggunakan Jenis Gula Yang Berbeda
Nama : Zulkifli.M.H
N I M : 100500126
Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan : Manajemen Pertanian
Dosen Pembimbing Dosen Penguji I Dosen Penguji II
F.Silvi Dwi Mentari, S.Hut, MP Nurlaila, SP, MP Daryono, SP
NIP. 197707232003122002 NIP. 197110302001122001 NIP. 198002022008121002
Lulus ujian pada tanggal : 27 Juli 2013
Menyetujui,
Ketua Program Studi
Budidaya Tanaman Perkebunan
Ir. Syarifuddin, MP
NIP. 19650702001121001
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP
NIP. 196308051989031005
5. ABSTRAK
ZULKIFLI.M.H. Pembuatan Sarang Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus)
Sebagai Musuh Alami Hama Helopeltis spp Pada Tanaman Kakao (Theobroma
cacao L) Dengan Menggunakan Jenis Gula Yang Berbeda (dibawah bimbingan
F. SILVI DWI MENTARI, S.Hut, MP).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gula yang paling baik
dipakai dalam sarang buatan berupa bumbungan bambu dan cara pemberian
yang paling tepat agar memancing semut hitam bersarang didalamnya, sehingga
nantinya dapat berperan sebagai pengendali hama Helopeltis spp secara alami
pada tanaman kakao.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percontohan Politeknik Pertanian
Negeri Samarinda, selama 7 (tujuh) bulan terhitung dari tanggal 1 Desember
2012 sampai 19 Juli 2013 meliputi persiapan alat sampai dengan pengambilan
data hingga penyusunan laporan. Penelitian ini menggunakan perlakuan faktor
tunggal dengan 5 (lima) taraf perlakuan terdiri dari kontrol/tanpa pemberian gula
(P0), menggunakan gula merah+240ml air dicairkan (P1), menggunakan gula
putih+240ml air dicairkan (P2), menggunakan gula merah padat (P3), dan
menggunakan gula putih padat (P4).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa persentase berat semut hitam
terbesar diperoleh pada perlakuan P1 dengan nilai 33,3%, diikuti oleh perlakuan
P3 dengan nilai 26,7%, perlakuan P2 dengan nilai 20,0%, perlakuan P4 dengan
nilai 13,3%, dan terendah adalah perlakuan P0 (kontrol) dengan nilai 6,7%.
6. RIWAYAT HIDUP
ZULKIFLI.M.H, lahir pada tanggal 15 Juli 1992 di Sungai
Pesab, Provinsi Kalimantan Timur merupakan anak ke 2
dari 5 bersaudara, pasangan Bapak Muhammad Hasan
dan Ibu Hafsah.
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 004 Suka Maju
Kabupaten Kutai Timur, lulus pada tanggal 18 Juni 2004. Kemudian melanjutkan
ketingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kongbeng Kabupaten
Kutai Timur, lulus pada tanggal 23 Juni 2007. Selanjutnya melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Loa Janan Kabupaten Kutai
Kartanegara, lulus pada tanggal 26 April 2010. Pendidikan tinggi dimulai pada
tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen
Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
Pada tanggal 1 maret sampai 30 April 2013 mengikuti kegiatan Praktek
Kerja Lapang di PT. Kutai Mitra Sejahtera, Kecamatan Muara Ancalong
Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.
8. KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Ilmiah ini.
Keberhasilan dan kelancaran dalam penelitian ini juga tidak terlepas dari
peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga yang telah banyak memberikan motifasi dan doa kepada penulis
selama ini
2. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Diretur Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda
3. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
4. Bapak Ir. Syarifuddin, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan
5. Ibu F. Silvi Dwi Mentari, S. Hut, MP selaku dosen pembimbing Karya Ilmiah
6. Ibu Nurlaila, SP, MP selaku dosen penguji I Karya Ilmiah
7. Bapak Daryono, SP selaku dosen penguji II Karya Ilmiah
8. Staf Pengajar dan Teknisi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan.
9. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian penelitian ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan ini, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak
sebagai informasi mengenai pembuatan sarang semut hitam.
Sei Keledang, 27 Juli 2013
Penulis
9. DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... v
I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hama Helopeltis spp .......................................... 4
B. Tinjauan Umum Semut Hitam ....................................................... 7
C. Tinjauan Umum Gula ............................................................... .. 11
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu ......................................................................... 13
B. Alat dan Bahan .............................................................................. 13
C. Rancangan Penelitian ................................................................... 13
D. Prosedur Penelitian ....................................................................... 14
E. Pengamatan dan Pengambilan data .............................................. 16
F. Analisis Data ................................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ....................................................................................... 18
B. Pembahasan .................................................................................. 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 24
LAMPIRAN ....................................................................................... 26
10. DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Penyuntikan racun oleh Helopeltis spp pada buah kakao ................. 4
2. Kerusakan yang terjadi pada buah kakao akibat hama
Helopeltis spp ..................................................................................... 5
3. Hama Helopeltis spp .......................................................................... 7
4. Semut hitam (Dolichoderus thoracicus ............................................... 9
5. Populasi semut hitam pada tanaman kakao ....................................... 10
11. DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Layout penelitian ................................................................................ 27
2. Data penelitian (berat awal dan berat akhir sarang semut hitam) ...... 28
3. Dokumentasi kegiatan penelitian ........................................................ 29
12. DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Komposisi dan kandungan gula merah dan gula putih ........................ 12
2. Berat semut hitam dalam satuan gram ................................................ 18
3. Persentase populasi semut hitam 4 minggu setelah perlakuan ........... 19
13. 1
I. PENDAHULUAN
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas
andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian di Indonesia.
Tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat
menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Luas
perkebunan kakao di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 1.587.136 ha dengan
hasil produksi 809.583 ton dan di ekspor sebanyak 535.236 ton
(Ditjenbun, 2009).
Permasalahan yang dihadapi petani kakao dalam budidaya tanaman kakao
adalah adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Serangga
merupakan jenis hama yang jumlahnya terbesar untuk tanaman kakao di
Indonesia (lebih dari 130 spesies). Namun, hanya beberapa spesies yang benar-
benar merupakan hama utama, yaitu penggerek buah kakao (Conopomorpha
cramella Snellen) atau PBK, kepik penghisap buah (Helopeltis antonii Sign),
ulat kilan (Hyposidra talaca Walker), dan penggerek batang atau cabang
(Zeuzera coffeae). Serangan hama PBK dapat menurunkan hasil produksi
sebesar 80%, setelah PBK hama yang berbahaya selanjutnya adalah hama
penghisap buah Helopeltis spp. Serangga hama ini merupakan hama yang
berbahaya kedua setelah PBK, hama ini umumnya menyerang buah kakao yang
masih muda dengan menusuk dan menghisap cairannya sehingga buah
berkembang tidak normal. Akibat serangan Helopeltis spp ini kualitas hasil
produksi kakao dapat menurun sampai 50-60 % (Ditjenbun, 2006).
Hama Helopeltis spp termasuk hama penting yang menyerang buah kakao
dan pucuk atau ranting muda. Helopeltis muda (nimfa) dan dewasa (imago)
14. 2
menyerang kakao dengan cara menusuk dan mengisap cairan sel. Akibatnya
timbul bercak-bercak cekung berwarna coklat-kehitaman. Gejalanya adalah
serangan pada buah muda dapat menimbulkan kematian, atau berkembang
terus tetapi permukaan kulitnya menjadi retak dan bentuknya tidak normal.
Sehingga menghambat pembentukan biji. Serangan pada ranting dan pucuk
menyebabkan layu dan mati. Pada serangan berat, daun-daun gugur dan ranting
meranggas. Serangan Helopetis spp dapat menurunkan produksi 36 % pada
tahun yang sama sejak penyerangan, sedangkan pada tahun berikutnya dapat
mencapai 61-75 %. Serangan yang berulang setiap tahun dapat menimbulkan
kerugian sangat besar, karena tanaman tidak tumbuh normal. Serangga dewasa
Helopeltis spp meletakkan telur pada permukaan buah kakao dan biasanya
diletakkan pada lekukan buah. Telur-telur tersebut diletakkan secara individu
maupun berkelompok antara 50–300 butir. Buah kakao yang paling disukai untuk
meletakkan telur adalah buah yang memiliki alur kulit yang dalam serta ukuran
panjang buah kurang lebih 9 cm pada umur 60-75 hari. Saat ini petani banyak
menanam kakao dari jenis Forastero yang memiliki kulit buah kasar dan alur
dalam sehingga disenangi oleh hama Helopeltis spp untuk meletakkan telur.
Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan
semut hitam. Semut hitam ini sudah merupakan bagian dari agroekosistem
perkebunan kakao di Indonesia dan sudah dikenal sejak dari 80 tahun yang lalu.
Aktivitas semut hitam yang selalu berada di permukaan buah menyebabkan
Helopetis tidak sempat menusukan styletnya atau bertelur pada buah kakao,
sehingga buah bebas dari serangan Helopeltis. Semut hitam dapat berfungsi
sebagai agen pengendali hayati jika populasi semut hitam berlimpah, perlu
15. 3
disediakan sarang agar dapat berkembang biak. Sarang yang dapat digunakan
berupa lipatan- lipatan daun kelapa atau daun kakao (Santoso, 1980).
Semut hitam mempunyai bahasa ilmiah Dolichoderus thoracicus termasuk
dalam subfamily Dolichoderus, family Formicidae dan ordo Hymenoptera. Semut
hitam dewasa berukuran 4-5 mm. Semut hitam hidup berkoloni, tiap koloni dapat
mencapai 20.000-50.000 ekor. Setiap satu ekor betina mempunyai 100-200 ekor
semut pekerja (jantan). Dalam satu tahun semut betina dapat menghasilkan
1.300-1.700 telur yang menetas dalam waktu 14 hari. Siklus hidup semut pekerja
berkisar antara 37-52 hari. Koloni-koloni semut hitam tidak bersifat saling
membatasi satu sama lain, sehingga dapat mencapai populasi yang sangat
padat dalam suatu kebun (Anonim, 2010).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gula yang paling baik
dipakai dalam sarang buatan berupa bumbungan bambu dan cara pemberian
yang paling tepat agar memancing semut hitam bersarang didalamnya, sehingga
nantinya dapat berperan sebagai pengendali hama Helopeltis spp secara alami
pada tanaman kakao.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para
pembaca tentang jenis gula dan cara pemberian yang paling tepat untuk
mengumpulkan semut hitam sebagai musuh alami hama Helopeltis spp pada
pohon kakao.
16. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hama Helopeltis spp
1. Gejala Serangan dan Kerusakan
Setelah hama Pengerek Buah Kakao (PBK), hama yang sangat
meresahkan petani kakao adalah Helopeltis spp. Lebih dari satu jenis
spesies Helopeltis yang menyerang tanaman kakao, di antaranya
Helopeltis antonii, Helopeltis teivora, dan Helopeltis claviver. Serangan
muda (nimfa) dan imago Helopeltis spp dapat menimbulkan kerusakan
tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stylet) ke
dalam jaringan untuk menghisap cairan sel-sel di dalamnya.
Bersamaan dengan tusukan stilet tersebut, Helopeltis akan
mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang
dapat mematikan di sekitar tusukan tadi. Akibatnya timbul bercak-
bercak cekung berwarna coklat yang dapat berubah menjadi kehitaman.
Adapun cara penyuntikan racun oleh hama Helopeltis spp dapat dilihat
pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Penyuntikan racun oleh Helopeltis spp pada buah kakao.
17. 5
Serangan pada buah kakao muda dapat menyebabkan kematian.
Serangan Helopeltis pada pucuk atau ranting menyebabkan bercak
cekung di tunas ranting. Bercak mula-mula bulat dan berwarna coklat
kehitaman, kemudian memanjang seiring dengan pertumbuhan tunas.
Akibatnya, ranting tanaman atau pucuk akan layu, kering, dan mati
(dieback). Pada serangan yang berat, daun kakao gugur dan ranting
tanaman akan tampak seperti lidi.
Sasaran serangan Helopeltis yang lain adalah buah, dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut ini :
Gambar 2. Kerusakan yang terjadi pada buah kakao akibat hama
Helopeltis spp.
Pucuk atau ranting biasanya diserang jika terdapat sedikit buah di
pohon. Akibat serangan hama ini dapat mengurangi produksi sebesar
50-60 %. Serangan yang berulang setiap tahun dapat menimbulkan
kerugian sangat besar karena tanaman tidak dapat tumbuh normal.
2. Daerah Penyebaran
Afrika, Ceylon, Malaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Papua, Sabah, Papua Nugini, Filipina (Pusat Penelitian Kopi dan
18. 6
Kakao Indonesia, 2010).
3. Biologi
Klasifikasi dari hama Helopeltis spp dalam Anonim (2012) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phillum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridae
Genus : Helopeltis
Spesies : Helopeltis spp
Bentuk Helopeltis spp dewasa mirip dengan walang sangit,
panjang tubuhnya sekitar 10 mm. Bagian tengah tubuhnya berwarna
jingga dan bagian belakang berwarna hitam atau kehijauan dengan
garis-garis putih. Pada bagian tengah tubuh terdapat embelan tegak
lurus berbentuk jarum pentul. Telur Helopeltis berwarna putih berbentuk
lonjong yang biasanya diletakkan di dalam jaringan kulit buah atau
tunas. Pada salah satu ujungnya terdapat dua embelan berbentuk
benang dengan panjang sekitar 0,5 mm yang menimbul keluar jaringan.
Lama periode telur 6-7 hari. Nimfa Helopeltis, berbentuk mirip dengan
Helopeltis dewasa tetapi tidak bersayap. Lama periode nimfa 10-11
hari. Perkembangan dari telur hingga menjadi serangga dewasa
memerlukan waktu antara 30-48 hari. Seekor serangga betina dewasa
selama hidupnya dapat meletakkan telur hingga 200 butir
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).
19. 7
Adapun bentuk dari hama Helopeltis spp lebih jelas dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Hama Helopeltis spp
B. Tinjauan Umum Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus)
1. Mengenal semut hitam (Dolichoderus thoracicus)
Menurut Hutauruk (1988), klasifikasi dari semut hitam sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Invertebrata
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Familia : Formicidae
Genus : Dolichoderus
Spesies : Dolichoderus thoracicus
Semut hitam dewasa berukuran 4-5 mm. Semut hitam hidup
berkoloni. Tiap koloni dapat mencapai 20.000-50.000 ekor. Setiap satu
ekor betina mempunyai 100-200 ekor semut pekerja (jantan). Dalam
20. 8
satu tahun semut betina dapat menghasilkan 1.300-1.700 telur yang
menetas dalam waktu 14 hari. Siklus hidup semut pekerja berkisar
antara 37-52 hari. Koloni-koloni semut hitam tidak bersifat saling
membatasi satu sama lain, sehingga dapat mencapai populasi yang
sangat padat dalam suatu kebun.
2. Potensi Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus)
Semut hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan salah satu
musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama
Helopeltis spp. Semut hitam adalah salah satu jenis semut yang
termasuk ke dalam bagian dari agroekosistem perkebunan kakao di
Indonesia dan telah dikenal berpuluh tahun yang lalu. Semut hitam
bersimbiosis dengan kutu putih (Planococcus spp), pasalnya sekresi
yang dikeluarkan oleh kutu putih tersebut rasanya manis dan sangat
disukai semut hitam. Sementara itu, semut hitam disengaja atau tidak
sengaja membantu menyebarkan nimfa kutu putih. Aktivitas semut
hitam yang selalu berada dipermukaan buah kakao menyebabkan
Helopeltis spp. tidak sempat menusukkan stylet atau bertelur di buah
kakao sehingga buah terhindar dari serangan Helopeltis spp
(Junianto dan Sulistyowati, 2000).
Koloni semut hitam banyak dijumpai di pohon rambutan, sirsak,
kelapa, dan pohon kakao, ciri khas spesies ini adalah apabila istirahat
seolah-olah seperti duduk dengan bagian perut (abdomen) berada
menempel pada bagian batang. Semut ini tidak menggigit, hanya
kadang-kadang mengeluarkan asam semut yang terasa pedas apabila
mengenai mata. Oleh karena itu jenis semut ini kurang berbahaya bagi
21. 9
pekerja kebun, semut hitam termasuk serangga yang hidup
berkelompok atau disebut juga serangga sosial. Serangga demikian
biasanya mendominasi lingkungan perkembangbiakannya, sehingga
apabila ada kelompok serangga lain atau jenis semut lain yang
mendiami tempat perkembangbiakannya pasti akan diusir atau akan
saling menyerang sehingga yang bertahan hanya satu jenis semut
saja. Hal ini perlu diperhatikan dalam memapankan semut hitam dalam
suatu ekosistem. Apabila dijumpai jenis semut lain dalam ekosistem
tersebut maka harus dihilangkan terlebih dahulu dengan cara
dikendalikan menggunakan bahan kimia atau insektisida. Misalnya,
yang sering dijumpai di pertanaman kakao adalah jenis semut angrang
(Oesophylla smaragdina), semut gramang (Anoplolepis longipes) dan
Crematogaster sp. (Wahyudi, 2011). Adapun bentuk dan populasi
semut hitam dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Semut hitam (Dolichoderus thoracicus)
22. 10
Gambar 5. Populasi semut hitam pada tanaman kakao
3. Cara Pemeliharaan Semut Hitam
Agar populasinya tetap tinggi dan berkembang meluas, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan semut hitam,
yaitu :
a) Tidak dilakukan penyemprotan pestisida pada lokasi
pengembangan semut hitam, karena penyemprotan pestisida
akan memiliki dampak negatif juga mematikan koloni semut
sehingga perkembangannya menjadi terhambat dan lambat laun
akan hilang.
b) Pembaharuan sarang, ini harus dikerjakan paling tidak setiap 6
bulan sekali apabila sarang semut hitam telah kelihatan lapuk.
c) Menghilangkan koloni jenis semut lain selain semut hitam,
misalnya semut gramang, semut angrang, semut Cremastogaster
sp dan sebagainya, yaitu dengan cara penyemprotan insektisida
yang efektif.
d) Inokulasi kutu putih secara terus menerus pada pohon-pohon
kakao yang populasi kutu putihnya kurang.
23. 11
e) Tidak mengubah ekosistem pertanaman kakao secara drastis,
misalnya dengan pemangkasan berat dan akan merubah
lingkungan mikro pada pertanaman kakao sehingga tidak sesuai
untuk perkembangan semut hitam. Pemangksan hendaknya
dilakukan secara ringan tetapi dengan frekuensi yang sering.
f) Pemapanan semut hitam akan menjadi mudah dan
perkembangan semut hitam dapat lebih dipertahankan apabila
tanaman kakao ditumpangsarikan dengan tanaman kelapa.
Karena tanaman kelapa banyak menyediakan makanan semut
hitam serta daunnya bisa digunakan sebagai sarang
(Anonim, 2010).
C. Tinjauan Umum Gula Merah dan Gula Putih
Gula merupakan bahan pangan yang tidak asing lagi bagi manusia
karena rasanya yang manis. Umumnya diproduksi dari tanaman tebu
atau nira. Beberapa jenis gula yang dikenal dalam perdagangan seperti
gula merah, gula putih (kristal), dan cair atau sirup. Bahan pemanis lain
selain gula adalah madu lebah. Gula juga sangat disukai semut karena
aroma dan rasa manisnya. Hasil penelusuran mengenai perkembangan
industri gula merah maupun gula putih dari media massa menunjukkan
bahwa pengembangan industri gula mulai dilakukan lagi pada tahun
2006 terutama di Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa
Timur, Pulau Muna di Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Timur. Pada tanggal 14 Januari 2007 dilakukan ekspor
perdana gula sebanyak 12,5 ton dari Tomohon, Sulawesi Utara, ke
Rotterdam, Belanda (Humas Kementerian Korbidkesra, 2007).
24. 12
Hal ini menunjukkan bahwa gula merah maupun gula putih
memiliki pasar yang luas, tidak hanya dalam negeri tetapi juga luar negeri
(ekspor). Gula merah memiliki perbedaan sifat fungsional dengan gula
putih (tebu) terutama pada rasa manis, warna, aroma, dan
keempukan. Karena kekhasan yang dimilikinya, gula merah banyak
digunakan sebagai ingredient (bahan tambahan pangan) dalam
berbagai jenis makanan dan minuman tradisional. Gula merah
dibedakan berdasarkan asal niranya. Gula kelapa, gula aren, dan gula
nipah masing-masing secara berturut-turut berasal dari nira kelapa,
nira aren, dan nira nipah, penggunaan gula merah di industri pangan
(kecap, dodol, dan tauco) lebih banyak menggunakan gula kelapa dan
gula aren (Anonim, 2011). Adapun komposisi dari gula merah dan gula
putih dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan gula merah dan gula pasir
Sumber : Lalujan (1995) dan Thrope (1974)
Komposisi Gula merah (Kelapa) Gula pasir (tebu)
Air 87,78 % 50 %
Sukrosa 10,88 % 97,10 %
Glukosa 0,21 % 1,24 %
Protein 0,17 % 3 %
Lemak 0,37 % 1 %
25. 13
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun percontohan Program studi
Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah selama 7 (tujuh) bulan
terhitung mulai dari tanggal 1 Desember 2012 sampai 1 Juli 2013 meliputi
persiapan alat sampai dengan pengambilan data hingga penyusunan
laporan.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah parang/arit, alat tulis, kamera, label,
timbangan, kompor, wajan, botol aqua, aqua gelas (fiesta) dan sendok
sayur.
Bahan yang digunakan adalah tanaman kakao, gula merah, gula putih,
bambu, daun kelapa kering, tali rafia.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini berupa pembuatan sarang semut hitam dengan cara
pemberian dua jenis gula yang berbeda menggunakan perlakuan faktor
tunggal dengan 5 (lima) taraf perlakuan yaitu :
P0 : Sarang semut tanpa pemberian gula/kontrol
P1 : Sarang semut menggunakan 400 gram gula merah+air 240 ml air
dicairkan.
P2 : Sarang semut menggunakan 400 gram gula putih+air 240 ml air
dicairkan.
P3 : Sarang semut menggunakan gula merah padat 100 gram.
P4 : Sarang semut menggunakan gula putih padat 100 gram.
26. 14
D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan alat dan bahan
a) Survey lokasi kakao
Terlebih dahulu menyiapkan alat berupa parang sebagai alat
merintis, kemudian memasuki lahan kakao dari arah selatan ke utara
agar penentuan pohon kakao yang akan digunakan untuk meletakan
sarang semut hitam buatan tidak salah dan pohon kakao yang dipilih
adalah pohon kakao yang sudah menghasilkan atau berbuah,
setelah pohon kakao yang akan digunakan telah ditentukan, pohon
kakao diberi tanda dengan membersihkan sedikit disekitar pohon
kakao tersebut.
b) Pembersihan kakao
Menyiapkan alat berupa parang untuk membersihkan sekitar
pohon kakao yang akan digunakan, setelah alat disiapkan kita
membersihkan gulma yang ada di sekeliling (piringan) pohon kakao
hingga bersih dan membuang buah-buah kakao yang rusak di pohon
kakao.
c) Merebus gula merah dan gula pasir
Prosedur ini dilaksanakan untuk pembuatan gula merah cair
dan gula putih cair. Terlebih dahulu menyiapkan wajan, kompor,
pisau dapur, botol, gelas (fiesta) untuk menakar gula dan sendok
sayur serta bahan yaitu gula merah 400 gram dan gula pasir 400
gram untuk dicairkan dan 100 gram gula merah dan gula pasir yang
padat, gula merah terlebih dahulu diiris-iris agar mempermudah pada
saat merebusnya, setelah alat dan bahan yang akan digunakan telah
27. 15
disiapkan, wajan diletakkan di atas kompor yang telah dihidupkan,
kemudian masukan 240 ml air liter air ke dalam wajan, setelah air
mendidih masukan gula ke dalam wajan 400 gram dan gula diaduk-
aduk hingga mencair, setelah gula yang direbus mencair, gula
didiamkan selama 2 menit agar lebih dingin dan mempermudah
proses pengisian cairan gula ke dalam botol. Setelah gula mulai
dingin, gula dimasukan ke dalam botol yang telah disiapkan.
d) Mengumpulkan bambu dan daun kelapa kering
Pertama terlebih dahulu menyiapkan alat yaitu parang yang
akan digunakan untuk memotong bambu dan daun kelapa, setelah
alat yang akan digunakan siap, kedua memilih bambu yang kering
agar beratnya nanti tidak berubah atau berbeda dengan panjang
sekitar 25 cm, bambu yang digunakan harus memiliki lubang dari
salah satu ujungnya, dan setelah bambu telah selesai
dipotong-potong, bambu siap digunakan. Setelah itu mencari daun
kelapa kering, dan jika terdapat daun kelapa yang masih menyatu
dengan pelepahnya harus dipotong atau dipisahkan dari pelepahnya,
setelah daun kelapa selesai dikumpulkan secukupnya, bambu dan
daun kelapa dibawa ke pohon kakao.
2. Pembuatan sarang semut hitam
Pertama siapkan gula cair dan padat, serta tali rafia di pohon kakao
yang telah dibersihkan, kemudian daun kelapa kering yang telah
disiapkan dilipat menjadi 2 (dua) bagian agar tidak terlalu panjang,
kemudian bambu yang telah dipersiapkan diisi dengan daun kelapa
kering yang telah dilipat, setelah bambu selesai diisi dengan daun kelapa,
28. 16
masing-masing bambu diisi dengan gula merah dan gula pasir yang padat
sebanyak 100 gram dan yang cair sebanyak 240 ml air untuk setiap
bambu yang telah terisi daun kelapa. Setelah semua bambu yang
berisikan daun kelapa kering dan cairan gula merah dan cairan gula putih
serta gula merah dan gula putih padat selanjutnya bambu tersebut diikat
di cabang yang terdapat banyak buah kakao yang telah dibersihkan
dengan menggunakan tali rafia dan lubang bambu menghadap keatas
agar gula dan daun kelapa yang ada di dalam bambu tidak tumpah.
E. Pengamatan dan Pengambilan Data
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah banyaknya semut
hitam yang dihasilkan dari setiap sarang yang dipasang dalam satuan berat
(gram). Pengambilan data dilakukan dua kali. Penimbangan pertama pada
saat sebelum dipasang ke pohon kakao yaitu dengan menimbang
bumbungan bambu awal yang masih belum terisi semut hitam dan
selanjutnya 4 (empat) minggu kemudian pada pukul 16.00 Wita ditimbang
kembali bumbungan bambu yang telah berisi semut hitam dari kelima
perlakuan yang diberikan.
F. Analisis Data
Untuk mengetahui berat semut hitam yang masuk ke dalam sarang
buatan pada masing-masing perlakuan pada penelitian ini dilakukan
perhitungan sebagai berikut :
29. 17
Berat Semut Hitam = B Akhir – B Awal
di mana :
B semut hitam : berat semut hitam yang diperoleh dari
masing-masing taraf perlakuan dalam satuan
gram
B Akhir : Berat akhir bumbungan bambu yang telah terisi
semut hitam dalam satuan gram
B Awal : Berat awal bumbungan bambu yang belum terisi
semut hitam dalam satuan gram
Nilai persentase berat semut hitam dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Kartasapoetra, 2004):
di mana :
P adalah persentase berat semut hitam.
Xi adalah berat semut hitam dalam tiap taraf perlakuan.
Xi adalah berat total semut hitam dari semua taraf perlakuan.
Xi
Xi
P = X 100%
30. 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, baik kontrol (tanpa perlakuan) maupun
perlakuan menggunakan dua jenis gula dan cara pemberian yang berbeda
pada saat 4 (empat) minggu setelah pemasangan sarang semut hitam
diperoleh nilai selisih berat (dalam gram) sebagai berikut :
Tabel 2. Berat semut hitam dalam satuan gram di akhir pengamatan
No Perlakuan berat semut hitam (gram)
1 Kontrol (P0) Xi 100
2 Gula merah cair (P1) X2 500
3 Gula putih cair (P2) X3 300
4 Gula merah padat (P3) X4 400
5 Gula putih padat (P4) X5 200
6 Total Xi 1500
Dari tabel diatas dapat dilihat nilai berat (gram) semut hitam terbesar
yang diperoleh berdasarkan hasil penimbangan pada penelitian ini ada pada
perlakuan P1 yaitu pembuatan sarang semut hitam menggunakan cairan
gula merah dengan berat 500 gram, diikuti oleh perlakuan P3 yaitu
pembuatan sarang semut hitam menggunakan gula merah padat dengan
berat 400 gram, selanjutnya perlakuan P2 yaitu pembuatan sarang semut
hitam menggunakan cairan gula putih dengan berat 300 gram, dan
perlakuan P4 yaitu pembuatan sarang semut hitam menggunakan gula putih
31. 19
padat dengan berat 200 gram. Terendah adalah pada perlakuan P0 (Kontrol)
dengan berat sebesar 100 gram.
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus persentase berat semut
hitam dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 3. Persentase populasi semut hitam 4 minggu setelah perlakuan.
No Perlakuan Persentase populasi semut hitam
(%)
1 Kontrol (P0) 6,7
2 Cairan gula merah (P1) 33,3
3 Cairan gula putih (P2) 20,0
4 Gula merah padat (P3) 26,7
5 Gula putih padat (P4) 13,3
Dari tabel diatas dapat dilihat persentase terbesar ada pada perlakuan
P1 yaitu pembuatan sarang semut hitam menggunakan cairan gula merah
dengan nilai 33,3%, diikuti oleh perlakuan P3 yaitu pembuatan sarang semut
hitam menggunakan gula merah padat dengan nilai 26,7%, selanjutnya
perlakuan P2 yaitu pembuatan sarang semut hitam menggunakan cairan
gula putih dengan nilai 20,0%, dan perlakuan P4 yaitu pembuatan sarang
semut hitam menggunakan gula putih padat dengan nilai 13,3%. Nilai
peluang terendah adalah pada perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai 6,7%.
B. Pembahasan
Dan hasil pembuatan sarang semut hitam dengan menggunakan jenis
gula yang berbeda dan dua perlakuan yang berbeda yaitu gula merah cair
dan padat maupun gula putih cair dan padat telah menunjukkan bahwa
32. 20
menggunakan gula merah cair dan gula merah padat lebih banyak
mendatangkan semut hitam ke pohon kakao. Hal ini dapat dilihat pada hasil
perhitungan persentase berat semut hitam yang menunjukan bahwa
populasi semut hitam pada sarang buatan yang menggunakan perlakuan
gula merah cair dan gula merah padat lebih banyak dibandingkan dengan
gula putih cair dan gula putih padat.
Jika dilihat dari kandungan gula tabel 1 (satu) menunjukan bahwa gula
putih memiliki kadar gula (sukrosa) yang tinggi dari gula merah, tetapi semut
hitam lebih menyukai gula merah. Diduga karena warna dari gula merah
mirip dengan sekresi dari kutu putih. Sedangkan gula putih warnanya
berbeda dengan sekresi kutu putih. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Anonim, 2011), bahwa semut hitam lebih menyukai gula merah karena
warnanya mirip dengan sekresi kutu putih, dan warna dari sekresi kutu putih
itu sendiri adalah hitam kecoklat-coklatan.
Salah satu cara untuk dapat mengumpulkan semut hitam adalah
dengan menggunakan gula yang diletakkan dalam sarang buatan. Gula
merupakan bahan pangan yang tidak asing lagi bagi manusia karena
rasanya yang manis, umumnya diproduksi dari tanaman tebu atau nira.
Beberapa jenis gula yang dikenal dalam perdagangan seperti gula merah,
gula putih (kristal), dan cair atau sirup. Bahan pemanis lain selain gula
adalah madu lebah. Gula juga sangat disukai semut karena aroma dan rasa
manisnya (Syarief dan Irawati, 1988).
Pengendalian hama dengan menggunakan sarang semut sangat
menguntungkan bagi petani kakao, selain biayanya murah, cara ini juga
mudah untuk dilaksanakan serta cocok untuk menerapkan sistem
33. 21
pengendalian hama terpadu yang dianjurkan oleh pemerintah saat ini.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistyowati (1988), bahwa semut hitam
berfungsi sebagai agen pengendali hayati jika populasi di ekosistem
tanaman kakao berlimpah. Agar mendapatkan populasi semut hitam yang
berlimpah, perlu disediakan sarang untuk semut agar dapat berkembang
biak.
Semut hitam pada tanaman kakao hidup bersimbiosis dengan kutu
putih (Planococcus sp) karena sekresi atau kotoran dari kutu putih tersebut
rasanya manis. Baik disengaja ataupun tidak disengaja semut hitam turut
membantu dalam menyebarkan nimfa kutu putih serta melindunginya dari
serangga lain karena adanya manfaat yang dirasakan oleh semut hitam,
dari aktifitas serta tingkah laku semut hitam inilah Helopetis spp tidak
sempat menusukkan setiletnya serta meletakkan telur pada permukaan
buah atau dahan tanaman kakao, sehingga tanaman kakao terhindar dari
serangan hama Helopeltis spp, apabila ada telur Helopeltis yang berada
dipermukaan buah maupun ranting, maka semut hitam akan segera
mempredasi telur tersebut, sehingga terputuslah satu siklus hidup Helopeltis,
apabila hal ini berlangsung terus-menerus maka bisa dipastikan populasi
Helopeltis spp akan berkurang (Wahid dan La’lang, 2004).
Keuntungan lainnya dari aktifitas semut hitam adalah tupai serta tikus
tidak suka dengan buah yang permukaannya banyak terdapat kutu putih
serta semut hitamnya. Dalam jumlah yang mencapai ribuan ekor pada tiap
pohon, semut hitam ini juga bermanfaat sebagai predator hama lain, seperti
penggerek buah kakao (Conophomorpa cramerrella). Dengan demikian nilai
ekonomis buah kakao pun akan tinggi, karena terhindar dari serangan hama.
34. 22
Untuk mencapai jumlah tersebut maka kenyamanan sarang semut pun perlu
diperhatikan, selain kenyamanan sarang, faktor yang mempengaruhi jumlah
populasi semut adalah ada atau tidaknya populasi kutu putih pada tanaman
kakao, sebab telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa semut hitam
ini bersimbiosis dengan kutu putih, maka perlu dilakukan tindakan inokulasi
kutu putih pada tanaman kakao (Pasaru, 2008).
35. 23
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan gula merah cair lebih
banyak mendatangkan semut hitam masuk ke dalam sarang buatan.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat
keberhasilan perlakuan sarang semut hitam pada tanaman kakao yang
terserang hama Helopeltis spp.
36. 24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Semut Hitam untuk Pengendalian Hayati Hama Utama Tanaman
Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember. Dikutip dari Tabloit Sinar
Tani Edisi 21-27 April 2010 no.3351 tahun XL.
Anonim. 2011. Semut Hitam untuk Pengendalian Hayati Hama Utama Tanaman
Kakao. Media Online Pest Cleaning Chemical Care.
http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=206&sub=4&view=news.
Diakses tgl 18 juni 2013.
Anonim. 2011. http//:www.gulamerah&gulaputih.pc7news.com. Diakses pada
tanggal 22 juli 2013.
Anonim. 2012. Status helopeltis sp sebagai hama pada beberapa tanaman
perkebunan dan pengendaliannya
https://armeinachevana.wordpress.com/2012/03/30/status-helopeltis-sp-
sebagai-hama-pada-beberapa-tanaman-perkebunan-dan-pengendaliannya/.
diakses pada 29 juni 2013.
Ditjenbun. 2006. Pedoman Teknis Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao
(PBK) pada Tanaman Kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen
Pertanian.Jakarta.
Ditjenbun. 2009. http://ditjenbun.deptan.go.id. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Diakses tgl 18 juni 2013.
Humas Kementerian Korbidkesra. 2007.
http://www.pdf.Institutpertanianbogor.com diakses pada tanggal 22juni 2013.
Hutauruk, C.H. 1988. Penggunaan semut hitam Dolichoderus thoracicus Mays
Hymenoptera; Formicidae) untuk mengendalikan hama pengisap buah
Helopeltis spp Signoret (Hemiptera; Miridae) pada kakao Linduk
(Theobrcona cacaoL.). Prosiding Komunikasi Teknis Kakao 1988. Balai
Penelitian Kopi dan Kakao Jember. him. 188211.
Junianto dan Sulistyowati. 2000. Produksi dan Aplikasi Agens Pengendali
Hayati Hama Utama Kopi dan Kakao. Pusat penelitian Kopi dan Kakao.
Kartasapoetra. 2004. Pengolahan Benih dan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta.
Lalujan. 1995. http://www.pdf.Institutpertanianbogor.com di akses pada tanggal
22 juni 2013.
Pasaru, F. 2008. Teknik Perbanyakan dan Aplikasi Dolichoderus thoracicus
(Smith) untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kakao di Perkebunan Kakao
Rakyat. J. Agroland. 15 (4):278-287.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budi Daya
Kakao, Agro Media Pustaka, Jakarta.
37. 25
Santoso,T. 1980. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Bagian Ilmu Hama
Tanaman). Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman. Faperta. IPB.
Sulistyowati, E. 1988. Uji Saring Ketahanan Beberapa Bahan Tanam Kakao
terhadap Penghisap Buah Helopeltis spp. Jember. Balai Penelitian
Perkebunan.
Syarief dan Irawati. 1988. http://www.pdf.Universitassumaterautara.com di
akses pada tanggal 22 juni 2013.
Thorpe. 1974. Theor's Dictionary of Applied chemistry.vol XI. Fourt Ed.
Longmans Green and company. London.
Wahid dan La’lang. 2004. Keragaman Fenotifik Spesies Semut (Hymenoptera:
Formicidae) Sebagai Predator Hama Penggerek Buah Kakao,
Conopomorpha cramerella (Snellen) (Lepidoptera: Gracillariidae). Laporan
Hasil Penelitian Program Penelitian Dasar, DP3M. Dikti. Lembaga Penelitian
Universitas Tadulako.
Wahyudi, T, dkk, 2011. Panduan Lengkap Kakao.
http://books.google.co.id/books?id=zo6a4YE-
5o0C&pg=PA144&lpg=PA144&dq=semut+hitam+kutu+putih+buah+kakao&s
ource=bl&ots=ailFa1eaA-&sig=lEB-
nhIDSAil8Wjny8v8yxq9OQU&hl=id&ei=s5ObTqb6LKaXiQf447GsAg&sa=X&
oi=book_result&ct=result&resnum=9&ved=0CEcQ6AEwCA#v=onepage&q=
semut%20hitam%20kutu%20putih%20buah%20kakao&f=true. Niaga
Swadaya. Diakses tgl 17 Oktober 2012.
39. 28
Lampiran 2. Data Penelitian (Berat awal dan berat akhir sarang semut)
Perlakuan Berat awal Berat akhir
Control (P0) 500 gram 600 gram
Gula merah cair (P1) 400 gram 900 gram
Gula putih cair (P2) 400 gram 700 gram
Gula merah padat (P3) 300 gram 700 gram
Gula putih padat (P4) 300 gram 500 gram
40. 29
Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan penelitian
Gambar 1. Pengirisan gula merah
Gambar 2. Perebusan gula merah