1. Dokumen tersebut membahas mengenai perkembangan profesi akuntansi dan tantangan yang dihadapi, seperti kelangkaan tenaga akuntan publik di Indonesia dibandingkan negara lain sehingga peluang profesi ini masih terbuka.
2. Dokumen juga membahas mengenai pentingnya penerapan tata kelola yang baik (good governance) dalam pengelolaan anggaran, termasuk perlunya penguatan fungsi pengawasan internal dan mekanisme akuntabilitas.
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN KUALITAS TEKNOLOGI INFORMASI TERH...Imam Taufiq HA
The purpose of this study was to measure the effect of educational level, training and the quality of information technology to the implementation of Government Accounting Standards on the accrual basis of Musi Banyuasin Government. The theory that the writer used is the agency theory, stakeholders, New Public Management, Accrual Based Government Accounting Standards, level of education, training and the quality of information technology. The dependent variable in this research is the application of Accrual Based Government Accounting Standards. The independent variable is the level of education, training and the quality of information technology. Population and sample of this research is SKPD Musi Banyuasin about 29 SKPD and the number of respondents were 123 persons.
Data collection techniques was used is a field study consisted of interviews and questionnaires. This study used multiple linear regression analysis (Multiple Regression Analysis). This study found the level of education, training and the quality of information technology and give significant positive impact on the application of Accrual Based Government Accounting Standards.
Pesantren sebagai kebangkitan ekonomi umat 2019K-Tin Premium
Kebangkitan Ekonomi Umat – Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduk muslimnya terbesar di dunia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat kebangkitan ekonomi islam dunia.
Sebab selain didukung oleh besarnya penduduk muslim indonesia juga memiliki faktor pendukung yang lainnya yang sangata strategis bila dibandingkan dengan negara lain yaitu faktor adanya lembaga pendidikan islam yang tradisional yaitu pondok pesantren.
Menurut laporan data dari bank Indonesia tentang Data Statistik perbankan syariah bank Indonesia tahun 2013, akeselerasi pertumbuhan ekonomi khususnya pada lembaga – lembaga keuangan islam baik bank maupun non bank hanya mampu tumbuh sekitar 4,6 persen saja dari total pangsa pasar keuangan di Indonesia dengan total asset hanya sebesar 125 triliyun rupiah.
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatanWulandari Permatasari
Koperasi di provinsi Kalimantan Selatan bergerak pada beberapa jenis komoditas. Berbagai permasalahan pun dapat muncul dalam pengembangan koperasi sebagai salah satu gerakan ekonomi rakyat di provinsi tersebut. Perlu adanya alat formulasi pengambilan keputusan sebagai dasar pembuatan strategi. Pengurus koperasi harus mengklasifikasikan hal-hal yang merupakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada koperasi menjadi sebuah tabel. Pengurus koperasi juga harus mampu melakukan peramalan kondisi ke depan, untuk itu seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya. Dari pemetaan kondisi dan peramalan inilah kemudian dirumuskan analisis SWOT untuk perkoperasian. Dengan dilakukannya analisis SWOT ini dapat dimaksimalkan kekuatan dan peluang, kelemahan, dan ancaman pun dapat diminimalisasikan dalam usaha perkoperasian di Kalimantan Selatan.
Fungsi ojk sebagai lembaga pengawas perbankan nasionalcekkembali dotcom
Pasal 5 UU OJK menjelaskan mengenai fungsi OJK yakni menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Lebih lanjut ketentuan Pasal 6 UU OJK menyatakan bahwa, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensionalK-Tin Premium
Sumber : https://www.ktinpremium.id/6-perbedaan-ekonomi-syariah-dan-konvensional/
Ekonomi syariah hadir sebagai wujud dalam membantu perekonomian para nasabah untuk mendapatkan keuntungan sesuai ajaran Islam. Kekayaan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi dapat digunakan untuk zakat, infaq, dan shodaqah sesuai ajaran Islam.Memberikan Kebebasan sesuai Ajaran Islam.
Sumber : https://www.ktinpremium.id/6-perbedaan-ekonomi-syariah-dan-konvensional/
Ekonomi syariah ini memberikan kebebasan pada para pelaku ekonomi untuk bertindak sesuai hak dan kewajiban mereka dalam menjalankan dan mengelola perekonomian dan kegiatan yang dilakukan haruslah positif sesuai ajaran yang berlaku dan mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan.
Sumber : https://www.ktinpremium.id/6-perbedaan-ekonomi-syariah-dan-konvensional/
Teori akuntansi pada dasarnya digunakan sebagai kajian untuk memahami pelaporan keuangan dan bagaimana perusahaan atau lembaga menyampaikan laporan tersebut menggunakan cara dan strategi yang tepat. Laporan keuangan rumah sakit beserta teknik penyusunannya merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui guna meningkatkan kualitas penggunaan anggaran dan mengkhasilkan laporan yang berkualitas sesuai dengan prosedur.
Rumah sakit adalah salah satu tempat penyelenggaraan kegiatan yang dimanfaatkan untuk memberikan jasa pelayanan medis yang dibutuhkan. Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa yang dapat dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan demikian artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran teori akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan yang di kelola Rumah Sakit Pusdikkes Puskesad.
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN KUALITAS TEKNOLOGI INFORMASI TERH...Imam Taufiq HA
The purpose of this study was to measure the effect of educational level, training and the quality of information technology to the implementation of Government Accounting Standards on the accrual basis of Musi Banyuasin Government. The theory that the writer used is the agency theory, stakeholders, New Public Management, Accrual Based Government Accounting Standards, level of education, training and the quality of information technology. The dependent variable in this research is the application of Accrual Based Government Accounting Standards. The independent variable is the level of education, training and the quality of information technology. Population and sample of this research is SKPD Musi Banyuasin about 29 SKPD and the number of respondents were 123 persons.
Data collection techniques was used is a field study consisted of interviews and questionnaires. This study used multiple linear regression analysis (Multiple Regression Analysis). This study found the level of education, training and the quality of information technology and give significant positive impact on the application of Accrual Based Government Accounting Standards.
Pesantren sebagai kebangkitan ekonomi umat 2019K-Tin Premium
Kebangkitan Ekonomi Umat – Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduk muslimnya terbesar di dunia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat kebangkitan ekonomi islam dunia.
Sebab selain didukung oleh besarnya penduduk muslim indonesia juga memiliki faktor pendukung yang lainnya yang sangata strategis bila dibandingkan dengan negara lain yaitu faktor adanya lembaga pendidikan islam yang tradisional yaitu pondok pesantren.
Menurut laporan data dari bank Indonesia tentang Data Statistik perbankan syariah bank Indonesia tahun 2013, akeselerasi pertumbuhan ekonomi khususnya pada lembaga – lembaga keuangan islam baik bank maupun non bank hanya mampu tumbuh sekitar 4,6 persen saja dari total pangsa pasar keuangan di Indonesia dengan total asset hanya sebesar 125 triliyun rupiah.
Tugas makro 3se3_wulandaripermatasari_09.6171_koperasiprovinsikalimantanselatanWulandari Permatasari
Koperasi di provinsi Kalimantan Selatan bergerak pada beberapa jenis komoditas. Berbagai permasalahan pun dapat muncul dalam pengembangan koperasi sebagai salah satu gerakan ekonomi rakyat di provinsi tersebut. Perlu adanya alat formulasi pengambilan keputusan sebagai dasar pembuatan strategi. Pengurus koperasi harus mengklasifikasikan hal-hal yang merupakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada koperasi menjadi sebuah tabel. Pengurus koperasi juga harus mampu melakukan peramalan kondisi ke depan, untuk itu seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya. Dari pemetaan kondisi dan peramalan inilah kemudian dirumuskan analisis SWOT untuk perkoperasian. Dengan dilakukannya analisis SWOT ini dapat dimaksimalkan kekuatan dan peluang, kelemahan, dan ancaman pun dapat diminimalisasikan dalam usaha perkoperasian di Kalimantan Selatan.
Fungsi ojk sebagai lembaga pengawas perbankan nasionalcekkembali dotcom
Pasal 5 UU OJK menjelaskan mengenai fungsi OJK yakni menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Lebih lanjut ketentuan Pasal 6 UU OJK menyatakan bahwa, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensionalK-Tin Premium
Sumber : https://www.ktinpremium.id/6-perbedaan-ekonomi-syariah-dan-konvensional/
Ekonomi syariah hadir sebagai wujud dalam membantu perekonomian para nasabah untuk mendapatkan keuntungan sesuai ajaran Islam. Kekayaan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi dapat digunakan untuk zakat, infaq, dan shodaqah sesuai ajaran Islam.Memberikan Kebebasan sesuai Ajaran Islam.
Sumber : https://www.ktinpremium.id/6-perbedaan-ekonomi-syariah-dan-konvensional/
Ekonomi syariah ini memberikan kebebasan pada para pelaku ekonomi untuk bertindak sesuai hak dan kewajiban mereka dalam menjalankan dan mengelola perekonomian dan kegiatan yang dilakukan haruslah positif sesuai ajaran yang berlaku dan mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan.
Sumber : https://www.ktinpremium.id/6-perbedaan-ekonomi-syariah-dan-konvensional/
Teori akuntansi pada dasarnya digunakan sebagai kajian untuk memahami pelaporan keuangan dan bagaimana perusahaan atau lembaga menyampaikan laporan tersebut menggunakan cara dan strategi yang tepat. Laporan keuangan rumah sakit beserta teknik penyusunannya merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui guna meningkatkan kualitas penggunaan anggaran dan mengkhasilkan laporan yang berkualitas sesuai dengan prosedur.
Rumah sakit adalah salah satu tempat penyelenggaraan kegiatan yang dimanfaatkan untuk memberikan jasa pelayanan medis yang dibutuhkan. Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa yang dapat dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan demikian artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran teori akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan yang di kelola Rumah Sakit Pusdikkes Puskesad.
Accounting theory is basically used as a study to understand financial reporting and how companies or institutions submit these reports using appropriate methods and strategies. Hospital financial reports and their preparation techniques are very important things to know in order to improve the quality of budget use and produce quality reports in accordance with procedures.
A hospital is one of the places where activities are held which are used to provide needed medical services. A hospital is a service company that can be managed by the government or the private sector to provide health services for the community. Thus, this article aims to determine the role of accounting theory in preparing financial reports managed by the Puskesad Health Center Hospital.
Tulisan ini adalah bagian dari tugas Pengantar Audit dan Asuransi Program Vokasi UI dengan Program Studi Akuntansi yang diampu oleh Dr. Muhammad Razikun, CPA. Artikel ini memuat tulisan yang berisi tentang definisi audit, tipe-tipe audit, dan fungsi audit. Semoga artikel ini menjadi tulisan yang bermanfaat.
PEMAHAMAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN ISLAM DI INDONESIAAn Nisbah
Abstract: This study has the aim of providing an overview of the accounting profession of Islam in Indonesia and provide an explanation of the code of ethics of Islam accountant . Code of Conduct accountant Islam basically consists of aspects of Sharia as the basic principles of the code of ethics accountants, for accountants ethical principles, and ethical behavior for regulation of accountants. Islam has a system of accounting which refers to the Qur’an and Sunnah and has been practiced in the early days of Islam until the rise of the
Islamic Caliphate. This system has a lot in common with an accounting system that has been used at the present time, so when viewed from the historical side, many people in Europe learn from Islamic countries and have adopted knowledge including accounting. Code of Conduct by AAOIFI Islamic accountants includ: trustworthiness, legitimacy, objectivity, competence and diligent professi, behavior and behavior faith driven professional and technical standards.
Keywords: Principles of ethics for accountant , Regulation of ethical conduct for accountants and Code of Conduct
Produksi dalam pandangan islam dapat didefinisikan sebagai upaya manusia untuk
menghasilkkan barang dan jasa yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan masyarakat
secara umum, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dan melalui usaha
yang halal dan berkah. Dalam pandangan islam, tujuan produksi tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan materi manusia, tetapi juga untuk mencapai tujuan spiritual yang
lebih tinggi. Produksi yang dijalankan oleh umat islam harus mengarah pada kemaslahatan
bersama dan memperkuat tali persaudaraan antar sesama muslim.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam menekankan prinsip-prinsip berikut :
Keadilan
1.
Kemaslahatan Bersama
2.
Etika dan Moralitas
3.
Keterkaitan antara Produksi dan Ibadah
4.
2. KONSEP KONSUMSI DALAM ISLAM
Konsumsi dalam pandangan islam adalah suatu aktivitas mengeluarkan harta yang
dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsumsi dapat
dilakukan dengan cara yang halal maupun yang haram, oleh karena itu penting
bagi umat islam agar dapat memenuhi kebutuhannyha dengan cara yang halal
dan membawa berkah.
Konsumsi dalam Islam memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan
manusia. Dalam islam, konsumsi yang dilakukan dengan cara yang halal dan baik
akan membawa keberkahan dan mendatangkan rizki yang halal. Sebaliknya
konsumsi yang dilakukan dengan cara yang haram dan tidak baik akan membawa
malapetaka dan kehancuran. IInvestasi dalam pandangan Islam adalah upaya memanfaatkan harta dengan cara
menanamkan modal pada bidang-bidang usaha tertentu dengan harapan memperoleh
keuntungan dan berkembangnya usaha tersebut, sekaligus memberikan manfaat bagi
masyarakat.
Tujuan utama investasi dalam Islam adalah untuk memperoleh keuntungan yang halal
dan bermanfaat secara ekonomi serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Investasi dalam Islam juga diharapkan dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi kemiskinan serta ketimpangan sosial. Selain itu, investasi juga dianggap
sebagai cara untuk menghargai dan memanfaatkan sumber daya yang diberikan oleh Allah
SWT.
PERAN INVESTASI DALAM
MEININGKATKAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
Investasi memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Berikut adalah beberapa kontribusi investasi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat:
a. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Investasi
b. Kontribusi Investasi dalam Menurunkan Tingkat Kemiskinan
c. Peningkatan Kesejahteraan Umum melalui Investasi
4. POTENSI INDUSTRI HALAL
Industri halal memiliki potensi pasar yang besar, terutama di negara-negara mayoritas
Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah. Selain itu, produk halal juga diminati
oleh konsumen non-Muslim yang mencari produk yang berkualitas, aman dikonsumsi, dan
diproduksi dengan standar yang ketat. Beberapa faktor yang mempengaruhi potensi pasar
industri halal antara lain:
a. Ukuran Pasar Global Industri Halal.
b. Pertumbuhan Pasar Industri Halal.
c. permintaan Masyarakat akan Produk Halal.
Dana desa adalah sebuah program, pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk mengalokasikan dana kepada desa-desa di seluruh Indonesia guna mendukung pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan di tingkat desa.
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
Paper tantangan AEC 2015
1. Perkembangan Profesi Akuntansi
Data keuangan dan data ekonomi sangat diperlukan seiring dengan kemajuan
perekonomian saat ini. Para pemilik atau penanam modal sudah menyebar ke segala
pelosok daerah dan operasinya sudah tidak hanya di lingkungan dalam negeri namun
sudah meluas hingga ke luar negeri. Modal yang ditanamkan dalam perusahaan harus
mendapatkan pengawasan atau pengendalian. Oleh karena itu, mereka sangat
memerlukan laporan keuangan yang dapat dipercaya dari perusahaan dimana mereka
menanamkan modalnya.
Bank-bank melakukan pengawasan dalam pemberian kredit agar uang yang
dipinjamkan tersebut selamat dan menghasilkan bunga yang diharapkan. Sehingga
mereka sangat memerlukan laporan keuangan guna menilai kemampuan ekonomi
para nasabah atau calon nasabahnya. Dalam pasar modal juga sangat diperlukan
laporan keuangan bagi perusahaan yang akan go public. Demikian juga pemerintah
memerlukan laporan keuangan wajib pajak sebagai dasar penentuan pajak agar lebih
obyektif. Pihak-pihak lain seperti calon kreditur, calon investor, serikat buruh,
lembaga-lembaga keuangan serta industri lainnya juga sangat memerlukan laporan
keuangan. Oleh karena itu laporan keuangan yang disajikan harus mencerminkan
keadaan yang sebenarnya, sehingga para pengambil keputusan yang mendasarkan diri
pada laporan keuangan tersebut tidak tersesat. Hal itulah yang menjadikan peranan
akuntan sangat penting dalam penyajian laporan keuangan.
Peluang Profesi Akuntansi di Indonesia
Profesi Akuntan Publik Masih Langka
Profesi akuntan publik di Indonesia dinilai masih sangat langka, padahal
kebutuhan profesi tersebut bagi lembaga keuangan dan perusahaan sebagai tenaga
audit sangat tinggi. Akibat kelangkaan profesi itu, maka peluang menjadi akuntan
sangat terbuka lebar.
1
2. Demikian salah satu poin penting yang terungkap dalam seminar akuntansi
bertema „‟Perkembangan Terkini Praktik Akuntan Publik dan Dampaknya Program
Studi Akuntansi‟‟ di Hotel Beringin Salatiga. Seminar yang dimoderatori Dosen FE
UKSW itu, menghadirkan pembicara Ketua Umum IAPI dan Ketua Pengawas IAPI.
Ketua Umum IAPI mengatakan, dibandingkan Malaysia jumlah akuntan publik
di Indonesia masih sangat kurang. Berdasarkan data Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI), sampai saat ini akuntan publik yang memegang izin praktik
sebanyak 866 orang. Anggota tersebut tersebar di 517 kantor, termasuk kantor cabang.
„‟Sedangkan jumlah akuntan di Malaysia 14 ribu orang,‟‟ kata staf pengajar FE
Universitas Indonesia (UI) itu.
Pengawas IAPI mengungkapkan, kekurangan profesi itu tidak hanya terjadi di
Indonesia, tetapi negara tetangga lain, seperti Singapura. Sejumlah akuntan yang
bekerja di lembaganya pernah dibajak perusahaan di luar negeri dengan iming-iming
pendapatan lebih menjanjikan.
Etika Profesi Diakuinya, bila profesi akuntan publik itu berpotensi sebagai
penjahat „‟kerah putih‟‟ bila tidak dibarengi moral yang baik serta menjalankan etika
profesi yang benar. Dia mencontohkan kasus kejahatan „‟kerah putih‟‟ di luar negeri
yang melibatkan akuntan.
Lalu sejalan dengan tingginya kebutuhan profesi akuntan, harus sinergi dengan
universitas, seperti FE UKSW sebagai pencetak tenaga akuntan. Karena selama ini
perguruan tinggi seakan berjalan seadanya, tanpa lihat misi sebagai akuntan. Adapun
IAPI merupakan organisasi profesi akuntan publik di Indonesia yang telah diakui
pemerintah mulai Februari 2008 lalu.
Anak Muda Tak Mau Jadi Akuntan Publik
Dewan Kehormatan Ikatan Akuntansi Publik Indonesia (IAPI) Sukrisno Agoes
mengatakan, profesi akuntan publik tidak diminati kalangan muda dan fresh graduate
(sarjana baru).
2
3. "Dari 430 kantor akuntan publik (KAP) dan 2 koperasi jasa audit (KJA) di Indonesia,
sebagian besar personelnya didominasi kalangan orang tua," katanya pada seminar
yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Akuntansi Universitas Padjadjaran
(Unpad) di Bandung. Hadir pada kesempatan itu, Ketua IAPI Dra Tia Adityasih CPA
dan sejumlah dosen Akuntansi Unpad.
Kurangnya minat kalangan muda karena profesi akuntan publik sangat berisiko.
Namun, penghasilannya masih minim. Menurut dia, risiko yang dimaksud adalah
akuntan harus mampu menjaga independensi karena mengaudit laporan keuangan
BUMN. Ketua IAPI Tia Adityasih mengatakan, sampai sekarang, akuntan publik
masih diatur oleh pemerintah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan. Seharusnya,
jika akuntan publik terkena kasus hukum, Departemen Keuangan harus bertanggung
jawab.
Selain itu, kata dia, sekarang banyak "akuntan palsu" yang bebas membuka
praktik. Ini terjadi karena belum ada pengawasan dari pemerintah, sementara
"akuntan palsu" tidak bertanggung jawab kepada lembaga profesi. "Berbagai kasus
hukum yang dihadapi akuntan publik masih merupakan kasus pidana, dan maksimal
hukuman penjara lima tahun, padahal seharusnya menggunakan kitab undang-undang
hukum perdata," katanya.
Menurut Sukrisno, jumlah akuntan publik di Indonesia masih sangat sedikit,
dan tidak sebanding dengan banyaknya laporan keuangan yang harus diaudit. Sejak
disahkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), akuntan publik
harus mengaudit laporan keuangan semua perguruan tinggi negeri (PTN) dan
perguruan tinggi swasta (PTS). Sedikitnya ada 87 PTN dan 2.700 PTS yang laporan
keuangannya harus diaudit.
Meskipun penghasilan dari profesi ini sedikit. Namun, dari segi kualitas hasil
kerja, akuntan publik masih jauh di atas akuntan perusahaan. "Akuntan publik
berkesempatan mengaudit laporan keuangan dari berbagai bidang sehingga pada 10
tahun mendatang akan ada perbedaan kualitas antara akuntansi publik dan akuntansi
3
4. perusahaan," kata Ilya. Jadi sampai dengan hari ini peluang profesi akuntansi di
Indonesia masih sangat terbuka lebar.
Tantangan Profesi Auditor Internal dalam Penerapan Good Governance
Governance secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu cara atau metode
bagaimana membuat alokasi sumber daya organisasi secara efisien dan efektif dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa
Outcome Governance sebuah organisasi dapat dikatakan memberikan nilai tambah
berarti apabila organisasi tersebut menunjukkan peningkatan kinerja, konflik
kepentingan berhasil di tekan pada level yang minimal, dan harmonisasi para
pengambil keputusan berjalan dengan baik serta sumber daya organisasi dialokasikan
secara efisien dan efektif. Outcome governance diatas dapat dicapai apabila proses
governancenya memiliki pencapaian ukuran parameter yang kompetitif, yaitu:
kompetensi, keselarasan, komitmen, dan biaya (4C: competence, congruence,
commitment,
and
cost).
Disamping
ukuran
parameternya,
praktek-praktek
governance harus selalu bernafaskan jiwa transparansi, akuntabilitas, dan berkeadilan
serta memiliki struktur dan mekanisme governance yang handal.
Berdasarkan teori organisasi, governance akan berjalan sesuai dengan target
yang diinginkan apabila instrumen-instrumen governance proses terus di tumbuh
kembangkan sesuai dengan dinamika lingkungan demi mencapai tujuan yang
dinginkan. Pertama, Peraturan Perundang-undangan perlu terus diperkuat agar supaya
pemakaian sumber daya bisa secara terus menerus dikelola secara efisien dan efektif,
lingkungan organisasi bisa dikendalikan dan terkendali untuk memberikan nilai
tambah bagi pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu tujuan organisasi harus
ditentukan terlebih dahulu sehingga adanya kesamaan persepsi terhadap tujuan
bersama para pihak yang berkepentingan, alokasi sumber daya organisasi memiliki
arah yang jelas sehingga efesiensi dan efektifitas dapat terukur dan terkendali.
Kedua, dalam sebuah organisasi apakah sebuah organisasi publik ataupun
privat harus ada pemisahan fungsi yang tegas antara wewenang, tugas, dan
4
5. tanggungjawab antara pihak yang menjalankan dengan pihak yang mengawasi.
Fungsi kedua pihak ini harus selalu terjaga secara seimbang dan kuat serta efektif.
Pemisahan fungsi ini dimaksudkan agar supaya pengelolaan sumber daya organisasi
berjalan secara sehat. Ketiga, dalam sebuah organisasi akan selalu ada beraneka sikap,
tingkah laku, dan kepentingan individual atau kelompok dimana seringkali berbagai
tujuan ini tidak konsisten dengan tujuan bersama organisasi. Untuk itu,
pengembangan Praktek-Praktek Good Governance akan banyak menghadapi kendala
dan tantangan sehingga sistim dan prosedur, peraturan, dan kebijakan Organisasi
yang ada harus selalu disesuaikan dan disempurnakan agar supaya fit-in dengan
kondisi organisasi. Dengan kata lain, governance sistim itu bersifat dinamis, responsif,
dan adaptif. Perangkat Kebijakan Governance yang dikembangkan harus bisa
mengadopsi berbagai kepentingan tersebut dengan tetap mengedepankan tujuan
organisasi.
Dalam kontek Governance untuk Manajemen Pengeluaran Publik, payung
hukum Governancenya secara jelas telah memiliki peraturan perundang-undangan
yang kuat. Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan
memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
Pemerintahan. Dengan demikian maka Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
(eksekutif) memiliki dan memegang kekuasaan yang besar untuk „mengembangkan
dan menjaga‟ governance atas manajemen anggaran pengeluaran, bagaimana
membuat alokasi anggaran pengeluaran kepada publik secara efisien dan efektifitas.
Sistim Anggaran yang ada saat ini telah di dukung oleh berbagai peraturan baik
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun Peraturan
Menteri dan Surat Edaran Menteri.
Dewan Direksi sebagai Decision Management. Peraturan perundang-undangan
yang ada baik bagi Perusahaan Publik maupun BUMN secara konseptual telah
menyatakan bahwa rencana anggaran harus disusun berdasarkan rencana kerja.
Artinya adanya keterkaitan antara anggaran dengan strategic planning. Namun
5
6. demikian proses penyusunan anggaran sejak perencanaan sampai dengan pelaporan
masih memiliki berbagai kelemahan atas governancenya. Kelemahan utama dalam
sistim anggaran adalah masih belum bekerjanya mekanisme pengendalian internal
dan eksternal. Sebagai akibatnya, misalnya: (1) ketidak efisienan dan efektifan
anggaran masih relatif tinggi, dan (2) distorsi „mismatch‟ antara strategic planning
dengan program kerja dan anggaran masih relatif tinggi. Kedua hal ini merupakan
masalah klasik yang terus kita upayakan penyelesaiannya.
Apabila dicermati secara baik maka faktor-faktor penyebab kedua hal tersebut
diatas adalah sebagai berikut. Pertama, keterlibatan aparat pengawas internal untuk
menjaga akuntabilitas dan kredibilitas atas sistim anggaran masih belum berjalan
sebagaimana mestinya. Kedua, belum jelasnya siapa, apa, bagaimana, dan dimana
mekanisme pengendalian internal atas sistim anggaran ada „exist‟ demi menjaga
substansi anggaran berjalan sebagaimana mestinya. Ketiga, transparansi dalam sistim
anggaran masih sangat terbatas sekali dimana transparansi baru ada dalam tahapan
pelaporan yaitu laporan keuangan hasil audit Kantor Akuntan Publik. Keempat
parameter governance sistim anggaran seperti competence, congruence, commitment,
dan cost belum menjadi kebutuhan yang harus ditegakkan pada semua proses
pengendalian yang berkelanjutan „continious control‟ pada semua tahapan dalam
sistim anggaran dan adanya „feedback control‟.
Dewan Komisaris sebagai Decision Control. Pihak komisaris merupakan pihak
yang bertanggungjawab untuk memonitor sistim anggaran. Dewan Komisaris harus
menilai apakah program-program kerja yang diajukan oleh Dewan Direksi telah
sesuai/konsisten dengan Visi/Misi Perusahaan? Apakah alokasi anggaran yang
disusun telah sesuai dengan prioritas program dan apakah “cost‟ anggaran masingmasing prioritas program tersebut besarannya kompetitif. Namun pada kenyataannya,
dewan Komisaris cenderung mengedepankan pembahasan yang bersifat operasional
dibandingkan yang bersifat strategis untuk memonitor sistim anggaran agar supaya
menjadi anggaran yang kompetitif. Fakta yang ada sekarang formalitas pelaksanaan
6
7. dan monitoring sistim anggaran lebih menonjol dibandingkan dengan substansi
anggaran itu sendiri (form over substance).
Untuk mengatasi kendala-kendala sistim anggaran tersebut diatas Perusahaan
harus menguatkan mekanisme governance yang ada melalui penyempurnaan
Peraturan dan kebijakan Perusahaan yang berlaku dan mengeluarkan beberapa
Kebijakan Governance untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas atas sistim
anggaran yang handal. Pemberdayaan dan penguatan fungsi internal control adalah
merupakan aksi nyata yang harus diambil Perusahaan sebagai prasyarat penegakkan
good governance. Budaya disiplin atas konformiti terhadap semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku juga harus menjadi sebuah kebutuhan sehingga
terjadi transformasi dari „form over substance‟ menjadi „substance over form‟.
Governance dan Pengendalian Internal
Pertanyaan paling umum yang muncul di dalam praktik adalah; apa manfaat
yang dapat terlihat (tangible benefits) dari penerapan corporate governance di sebuah
perusahaan? Apakah dengan diterapkannya konsepsi corporate governance secara
“baik” akan dapat meningkatkan laba atau minimal meningkat kinerja keuangan
perusahaan. Jika esensi dari governance adalah; untuk meyakinkan seluruh pihak
yang berkepentingan bahwa aktivitas organisasi dijalankan secara profesional serta
“bebas” dari berbagai konflik kepentingan, maka seharusnya kinerja perusahaan
meningkat, minimal kinerja keuangan. Lebih lanjut jika governance memberikan
penekanan pada unsur pengendalian atas pihak yang membuat keputusan di dalam
sebuah organisasi; apakah penerapan governance juga diharapkan dapat mengurangi
terjadinya penyalahgunaan wewenang (kekuasaan)?
Disamping sebagai seorang akademisi, penulis juga berprofesi sebagai seorang
konsultan dimana penulis pernah mendapat sebuah pertanyaan aplikatif yang
mengarah pada esensi pertanyaan di atas. Salah satu Perusahaan perbankan yang telah
go-public di Indonesia telah mendapatkan peringkat (rating) sebagai perusahaan yang
telah menerapkan governance secara baik oleh sebuah lembaga pemeringkat. Namun
7
8. demikian, beberapa waktu kemudian diperoleh berita bahwa perusahaan tersebut
“telah dibobol” oleh sindikat yang juga melibatkan “orang dalam” dengan jumlah
uang yang fantastis. Pertanyaan yang muncul adalah; bukankah Perusahaan dimaksud
telah dianggap memiliki dan menerapkan governance secara baik? Kenapa masih
terjadi penyelewengan pada korporasi tersebut?
Dalam kaitan ini perlu dipisahkan antara isu corporate governance dan
pengendalian internal. Isu corporate governance lebih menekankan pada hubungan
berbagai pihak pada pengendalian di tingkatan “stratejik” atau di level korporasi,
sementara isu pengendalian internal lebih menitik beratkan pada upaya pengendalian
di tingkat operasional. Dengan demikian, walaupun fungsi keduanya berbeda dalam
tingkatan, keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam kaitan ini Root (1998, p.
8) menyatakan bahwa sudah saatnya konsepsi pengendalian internal disatukan
(merge) dengan tujuan dari corporate governance sehingga pada akhirnya akan
menghilangkan
keraguan
terhadap
fungsi
masing-masing
dalam
kerangka
pengendalian korporasi.
Di dalam konsepsi governance Board of Directors (dalam pola Anglo-Saxon)
mempunyai peranan yang krusial dalam penerapannya atau yang dikenal dengan
mekanisme board governance. Sementara itu di dalam pengendalian internal, peranan
Chief Executive Officers (manajemen) merupakan pihak yang memegang peranan
kunci di dalam melakukan tugasnya (internal control oversight) yang diharapkan
dapat memberikan nilai tambahan terbaik (add the best value) untuk korporasi.
Namun demikian menurut Root (1998) dalam melaksanakan fungsi oversight
dimaksud pihak manajemen harus mempunyai sikap (attitudes), tindakan (actions)
serta pertimbangan (judgments) yang sesuai dan koheren (compatible) dengan
berbagai prinsip good corporate governance. Jika hal ini dilakukan diharapkan kedua
konsepsi (governance dan pengendalian internal) dapat berjalan beriringan dan
memberikan sinergi di dalam pelaksanaan aktivitas korporasi, baik operasional
maupun stratejik, di dalam mencapai tujuan perusahaan secara lebih efektif.
8
9. Namun demikian mengharapkan manajemen untuk melakukan hal di atas relatif
tidak mudah karena posisi mereka dalam korporasi sarat dengan potensi munculnya
konflik kepentingan. Untuk itu dari sudut governance, secara simultan “harapan” ini
juga harus dilakukan pada tingkatan board (supervisory board – dewan pengawas)
agar dapat menghasilkan esensi pengendalian yang efektif . Dalam kaitan inilah
sebenarnya diperlukan adanya komite audit (audit committee) sebagai elemen penting
di dalam suatu kerangka board governance. Komite audit, seperti halnya berbagai
bentuk komite lainnya yang dikenal dalam governance , merupakan “perangkat” kerja
board governance sebagai organ penting di dalam sebuah korporasi. Dalam kaitan
fungsi komite audit inilah dianggap fungsi governance dan pengendalian internal
dapat dilihat hubungannya lugas.
Sesuai dengan cakupan tugas dan tanggung jawabnya, komite audit dipimpin
oleh komisaris independen yang merangkap sebagai ketua komite audit. Di dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, anggota komite ini dapat berasal dari pihak yang
berada di luar struktur perusahaan (misalnya profesional dan akademisi yang
memiliki latar belakang audit) yang mempunyai kualifikasi serta bebas dari hubungan
konflik dengan berbagai organ perusahaan lainnya (independen).
Komite audit berperan penting dalam proses pelaporan keuangan, sebagai
sebuah “financial monitor” dan berperan penting dalam proses laporan keuangan
(Abott, Parker, dan Peters, 2004). Komite audit akan berhubungan dengan
pengendalian keuangan perusahaan, termasuk melakukan telaah (review) terhadap
kehandalan pengendalian internal yang dimiliki perusahaan serta kepatuhan
(compliance) terhadap berbagai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Komite audit juga berfungsi untuk melakukan seleksi penunjukkan kantor akuntan
publik dan melakukan evaluasi atas kinerja kantor akuntan publik yang ada. Cakupan
tugas komite audit dengan melakukan “hubungan” tidak saja dengan internal auditor
perusahaan tetapi juga dengan auditor eksternal dalam upaya menghasilkan laporan
keuangan perusahaan yang dapat mencermin tingkat “good governance” (Abott,
Parker dan Peters, 2004; Raghunandan dan Rama, 2003; dan Asbaugh dan Warfield,
9
10. 2003).
Abott, Parker dan Peters (2004) menyatakan bahwa komite audit berperan
penting dalam menilai efektifitas kinerja fungsi internal audit dan eksternal audit. Hal
ini konsisten dengan pernyataan Raghunandan dan Rama (2003) yang menyatakan
bahwa komite audit memainkan peran kunci dalam proses pelaporan keuangan
dengan “overseeing and monitoring management” dan juga keterlibatannya dengan
eksternal auditor dalam proses pelaporan keuangan.
Uraian di atas mengindikasikan bahwa tingkatan mekanisme governance
(strategic level) dan pengendalian internal (operational level) adalah berbeda. Namun
demikian fungsi keduanya dapat “diselaraskan” di dalam rangka mempromosikan
(enhancing) praktik governance agar menjadi lebih baik melalui upaya kompatibilitas
fungsi keduanya. Diharapkan melalui proses ini keduanya akan bersinergi di dalam
efektifitas pencapaian tujuan korporasi.
Tantangan Profesi Internal Auditor: Road Map for Governance Policy
Period 2007-2030
Perkembangan implementasi CG diawali dengan adanya komitmen pemerintah
untuk menerapkan prinsip GCG diikuti dengan pembentukan Komite Nasional
Kebijakan Corporate Governance (KNKG). Hal tersebut dilakukan pada saat
Republik Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang melemahkan sendi-sendi
perekonomian negara. Melalui adopsi prinsip GCG tersebut diharapkan kegiatan
perekonomian Nasional dapat segera pulih dan mampu berakselerasi lebih cepat,
karena salah satu penyebab rentannya NKRI dalam menghadapi krisis adalah
lemahnya penerapan GCG (ADB, 2000). Namun demikian, pada awal periode
adaptasi prinsip CG tersebut di awal tahun 1997 tingkat awareness dari masayarakat
atau pelaku bisnis belum sampai pada tahapan substantif. Dengan kata lain praktekpraktek governance yang berjalan masih bersifat sebagai sebuah kewajiban
ketimbang kebutuhan.
10
11. Di dalam perjalanan penerapan prinsip CG hingga satu dekade berikutnya, fase
penerapan CG di Indonesia masih berada dalam tahap introduksi dan berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian (awareness)
terhadap berbagai aspek CG. Dalam periode ini, peranan pemerintah terlihat masih
sangat dominan, sementara para pelaku bisnis, terutama non-multinational companies
masih belum sepenuh hati di dalam menerapkan CG. Hal ini diduga disebabkan oleh
karena belum terdapat bukti dan manfaat nyata (tangible) dari penerapan CG yang
dilakukan. Namun demikian, dengan semakin gencarnya pemerintah untuk
mendorong penerapan CG, terutama setelah mewajibkan perusahaan Publik dan
BUMN sebagai lokomotif pengembangannya, maka telah dapat diamati terjadinya
peningkatan yang signifikan dari implementasi CG. Minimal hal ini tergambar dari
semakin banyaknya (kuantitas) perusahaan dan organsiasi lainnya yang mengadopsi
CG.
Dari sudut pemerintah dan berbagai pihak, perkembangan penerapan CG dalam
dekade pertama ini, juga ditandai dengan berbagai perubahan yang cukup signifikan
sebagai “daya ungkit” (leverage) dalam upaya implementasi CG secara substantif.
Disamping berbagai peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi
praktik CG (seperti untuk BUMN, perusahaan yang Go-publik, institusi perbankan),
maka telah dilakukan perbaikan terhadap lembaga KNKCG. Lembaga yang awalnya
menggunakan nama Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)
selanjutnya berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
Perubahan nama lembaga juga ini juga diikuti dengan perubahan paradigma
pendekatan implementasi governance secara sistematis. Hal ini terbukti dengan
memperhatikan governance untuk sektor publik (public sector governance), karena
secara sistem keberadaan institusi publik berhubungan dengan institusi privat seperti
perusahaan atau corporate.
Perkembangan institusi menjadi KNKG juga menandai perlunya perhatian yang
berimbang antara implementasi CG di dua sektor utama tersebut; institusi korporasi
11
12. yang bergerak di sektor riil dan institusi publik yang bergerak dan berhubungan
dengan penyediaan infrastruktur dan kebijakan (termasuk moneter) yang akan
mendorong berjalannya sektor korporasi secara lebih baik. Disamping perbaikan
institusi KNKG, perkembangan lainnya yang dominan selama periode awal ini adalah
dengan dikeluarkannya Pedoman CG baru (versi 2006) yang merupakan revisi dan
penyempurnaan dari pedoman CG (governance code) versi tahun 2000. Namun
demikian, terlepas dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, implementasi
CG di Indonesia belum mencapai tahap optimal yang diharapkan. Kurva PEM
Governance pada gambar 1 di atas, memperlihatkan pasang surut implementasi CG
selama periode tersebut, walaupun telah mengalami peningkatan yang berarti.
1. Tahap Introduction
Pada tahap sebelumnya (1997-2007) diasumsikan telah dilalui tahap
Awareness. Pada tahapan ini “aware” (peduli) berhubungan dengan pemahaman
terhadap keberadaan (apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana) terhadap berbagai
aspek CG. Hal ini telah dilakukan melalui “sosialisasi dan komunikasi” terhadap
stakeholders (internal and eksternal) dari setiap organisasi yang menerapkan
governance. Dalam jangka waktu satu dekade dan diikuti dengan berbagai upanya
nyata oleh berbagai pihak, maka tahapan ini dapat dianggap telah dilalui secara
baik. Dengan demikian, untuk periode berikutnya (2007-2016), diharapkan fase
implementasi CG di Indonesia telah dapat memasuki tahap berikutnya walaupun
masih dalam kualitas penerapan masih mengacu kepada “conformity”.
2. Tahap Conformance
Pada tahap conformance di periode 2007-2016, akan dilalui tiga tahapan
berikutnya yang dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, tahapan understanding
atau memahami isu CG melebihi prinsip-prinsip dasar yang ada (TARIF),
sehingga komunikasi menjadi lebih intensif karena memunculkan berbagai
pertanyaan substansial tentang CG dan penerapannya. Pada penerapan ini,
seharusnya para pelaku bisnis yang menerapkan CG sudah harus mempunyai
12
13. kreangka pikir “beyond compliance” sehingga esensi dari CG telah dapat dipahami
dengan baik. Namun demikian,pemahaman secara baik saja tidak cukup untuk
mencapai penerapan kualitas CG yang lebih baik. Untuk itu diperlukan tahapan
berikutnya berupa keinginan dari berbagai pihak untuk menerapkan CG secara
sadar dan substansial.
Tahapan willingness to adopt berhubungan dengan pemahaman terhadap isu
substantif CG, dengan pengertian bahwa CG tidak mempunyai arti jika tidak
diikuti oleh keinginan (willingness) dari seluruh perangkat organisasi terkait untuk
mengadopsi dan menerapkannya di dalam organisasi. Di dalam hal ini yang
diperlukan adalah kesediaan untuk merubah cara berpikir (mindset) melalui
change management yang terencana secara baik. Pada tahapan ini diasumsikan
bahwa keinginan menerapkan perlu dilakukan untuk dapat memasuki tahapan
substansial berupa komitmen untuk menerapkannya.
Pada tahapan commitment, pemahaman dan kesediaan menerima dan
menerapkan prinsip governance sangat ditentukan oleh komitmen seluruh
stakeholder di dalam mendukung implementasi CG (secara formal ditandai dengan
penandatanganan pakta integritas, governance charter dan sebagainya). Jika
dihubungkan dengan proses sekuensial penerapan CG sebelumnya, maka
komitmen menerapkan ini tidak akan dapat dilakukan jika para governance
stakeholders tidak peduli (aware) dengan keberadaan dan manfaat CG, tidak
memahami (understanding) fungsi dan peranan serta tujuan CG yang dilanjutkan
dengan adanya “niat” (willingness) untuk menerapkannya.
Upgrading posisi implementasi CG di Indonesia ke level medium
diperkirakan akan terjadi pada tahiun 2012 yang diperkirakan terjadi pada tahapan
“willingness to adopt”. Namun demikian hal ini hanya bisa di capai jika tahapan
dan proses sebelumnya dilalui dengan baik serta memperoleh hasil optimal.
Namun demikian tidak tertutup kemungkinan posisi ini baru dapat di up-grade
setelah memasuki tahapan committment. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
percepatan implementasi CG dan capaian (outcomes) dari hasil implementasi
13
14. tersebut sangat ditentukan oleh partisipasi dan dorongan semua pihak atau
stakeholders yang terlibat di dalam sistem governance.
3. Tahap Performance and Improvement
Diperkirakan, penerapan CG mencapai tahapan yang lebih baik (good)
setelah memasuki periode ke tiga (2016-2022). Hal ini hanya dapat terlaksana jika
semua proses sebelumnya dilalui secara baik. Pada tahapan ini esensi penerapan
CG diperkirakan sudah memasuki tahapan performance. Pada tahapan ini seluruh
perangkat organisasi (sub-system) telah menerapkan CG didukung perubahan
mindset yang ada, sehingga muncul slogan “from conformance to performance”.
Pada tahapan ini, dengan asumsi seluruh perangkat governance yang dibutuhkan
(governance structure dan governance system/termasuk governance mechanism)
telah berjalan secara baik , maka outcomes “awal” dari implementasi governance
seharusnya sudah dapat dirasakan (e.g. reduce of conflict of interests, improved
performance, efficient allocation of resources dll). Sesuai dengan sudut pandang
bahwa governance sebagai suatu system dan berada dalam suatu system yang lebih
besar (NKRI), maka pada tahapan ini juga diperlukan pemahaman dan jaminan
terhadap sustainability dari implementasi CG. Hal ini hanya dapat dicapai jika
organisasi bersifat “dinamis” terhadap perubahan lingkungan serta melakukan
berbagai “perubahan” secara “proaktif” (bukan reaktif). Pada tahapan lebih jauh,
implementasi governance seharusnya sudah menjadi “jiwa” (soul) dari setiap
individu dan elemen organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan.
Sehingga pada tahapan ini CG sudah menjadi “embedded culture” dalam setiap
organisasi. Pada tahap lanjutan yang perlu dilakukan adalah upaya untuk menjaga
sustainablity penerapan CG secara substansial.
4. Tahap Sustainable
Pada tahap ini, terlepas dari berbagai uraian di atas, perlu dicatat beberapa
hal berikut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi CG di
Indonesia sesuai dengan format yang telah direncanakan.(1) Setiap organisasi
dengan kondisi internal (walaupun berada dalam kondisi eksternal yang relatif
14
15. sama dan uncontrollable) adalah berbeda, dan pada akhirnya akan memperoleh
hasil penerapan CG secara berbeda pula. (2) diagnosis yang tepat terhadap kondisi
organisasi serta desain system CG yang sesuai (appropriate) sangat menentukan
tingkat kesuksesan implementasi CG. (3) Untuk kondisi Indonesia, tahap
conformance (stage 1) telah berjalan cukup lama (1997-2007), namun belum
mencapai/memasuki tahap performance (stage 2), diantaranya diduga karena tidak
dapat melalui tahapan dalam stage 1 secara baik dan gradual. (4) Faktor eksternal
terhadap kesuksesan implementasi CG (seperti rules and regulations, enforcement
& culture) belum mendukung sepenuhnya penerapan CG di Indonesia. Dengan
demikian diperlukan adanya dukungan dari seluruh elemen sub-sistem di dalam
memperkuat CG sistem yang ada di dalam menjamin implementasi dan
pencapaian CG outcomes.
15
16. Kesimpulan
Pada saat ini hasil penilaian atas good governance Negara Indonesia oleh
Transparansi Internasional masih menunjukkan capaian dibawah angka „phychologis‟
(4 dari skala 10). Sejak krisis ekonomi tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 hasil
penilaian good governance negara Indonesia masih berkisar angka + 2,5. Dalam
kacamata Governance, masih rendahnya capaian penilaian good governance ini
memberikan indikasi bahwa governance Indonesia masih dalam tahap pengenalan
„introduction‟ yaitu masih bersifat kepedulian „awareness. Pada tahapan ini praktekpraktek good governance masih mengejar untuk memenuhi formalitas dibandingkan
substansinya (forms over substance).
Ke depan praktek-praktek good governance atas sistim anggaran sudah harus
ditambah dengan spirit pemahaman „understanding‟, keinginan „willingness‟, dan
komitmen „commitment‟. Hijrah dari forms over substance menuju substance over
forms membutuhkan penyempurnaan mekanisme governance dengan aura ketiga
spirit tersebut. Mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
mekanisme governancenya, Insya Allah dalam waktu 5 (lima) tahun ke depan Negara
Indonesia sudah bisa melewati angka phychologis nilai 4. Tantangan Fungsi Internal
Auditor ke depan adalah bagaimana menilai praktek-praktek CG untuk mendapatkan
update mekanisme governance yang ada sehingga selalu terjadi continous and
feedback control dalam upaya selalu menciptakan better performance dan better
competition. Untuk itu profesi internal auditor harus selalu mengedepankan capaian
parameter governance yang handal (credible score for 4C).
16
17. DAFTAR PUSTAKA
Nanang Sasongko, Profesi Akuntansi : Masa Kini dan Tantangan Masa Depan,
ejurnal.stiedharmaputra-smg.ac.id › Beranda › Vol 36, No 36 (19)
http://rizki-ahmad.blogspot.com/2010/11/perkembangan-peluang-sertatantangan.html
17