Contoh antara lain: 1. Pelaksanaan penerapan manajemen berbasis kinerja
2. Pelaksanaan pemberantasan korupsi pada proses pengadaan
melalui penerapan Pakta Integritas
3. Pelaksanaan mekanisme pengaduan masyarakat
4. Pelaksanaan peningkatan kapasitas pemerintah daerah
5. Pelaksanaan reformasi pelayanan sektor publik
6. Pemberian akses informasi
7. Pelaksanaan mobilisasi publik melalui pendidikan dan
peningkatan kesadaran anti korupsi
8. Pelaksanaan pelatihan dan bantuan teknis
9. Pelaksanaan pertukaran informasi korupsi.
Contoh antara lain: 1. Pelaksanaan penerapan manajemen berbasis kinerja
2. Pelaksanaan pemberantasan korupsi pada proses pengadaan
melalui penerapan Pakta Integritas
3. Pelaksanaan mekanisme pengaduan masyarakat
4. Pelaksanaan peningkatan kapasitas pemerintah daerah
5. Pelaksanaan reformasi pelayanan sektor publik
6. Pemberian akses informasi
7. Pelaksanaan mobilisasi publik melalui pendidikan dan
peningkatan kesadaran anti korupsi
8. Pelaksanaan pelatihan dan bantuan teknis
9. Pelaksanaan pertukaran informasi korupsi.
Pengaruh kinerja perusahaan jasa terhadap consumer behaviorBintan Setyawan
Di dalam kualitas pelayanan jasa (Service Quality), Akan tetapi apabila suatu jasa yang diterima atau dinikmati para konsumen begitu jauh dengan apa yang para konsumen harapkan, maka hal itu mengakibatkan ketidak puasan para konsumen.
Pengawasan keuangan daerah merupakan suatu dimensi penting dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal ini penting karena anggaran publik yang tercermin dalam APBD merupakan kumpulan dana masyrakat yang membutuhkan pengelolaan secara akuntabel dan amanah
The biggest problem facing the Indonesia bureaucracy right now is culture set and mindset. The civil administration system both at local and national level, lack of capacity to develop strategies and tools for public service reform.
Implementasi transformasi pemberdayaan aparatur negara di Indonesia telah difokuskan pada tiga aspek utama: penyederhanaan birokrasi, transformasi digital, dan pengembangan kompetensi ASN. Penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk membuat ASN lebih lincah dan inovatif dalam pelayanan publik melalui struktur yang lebih sederhana dan mekanisme kerja baru yang relevan di era digital. Transformasi digital memerlukan perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem kerja di instansi pemerintah, yang meliputi penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan pelayanan publik. Selain itu, pengembangan kompetensi ASN mencakup penyesuaian sistem kerja yang lebih lincah dan dinamis, didukung oleh pengelolaan kinerja yang optimal serta pengembangan sistem kerja berbasis digital, termasuk penyederhanaan eselonisasi.
Alat ukur penilaian BUMN lebih didasarkan pada 2 hal utama yang dapat dijadikan indikator keberhasilan pengukuran kinerja BUMN, yaitu : Alat ukur UKU (Ukuran Utama Kinerja) yang menjadi patokan pengukuran internal dalam BUMN dan Alat ukur non finansial (customer satisfaction, customer loyalty, customer orientation). UKU dihitung berdasarkan ROI, ROE, kecukupan modal, total aktiva, total aset, rasio kecukupan modal. Sehingga efektifitas alat ukur BUMN dapat dikatakan efektif bila terjadi keseimbangan pengukuran secara maksimal antara pengukuran internal dengan UKU dan pengukuran eksternal dengan Customer Satisfaction, Customer Loyalty, Customer Orientation. Karena pada dasarnya pengukuran TK (tingkat Kesehatan) BUMN tidak dapat hanya dilihat dari ukuran finansial saja (UKU) tetapi lebih pada penyeimbang ukuran dalam bentuk pengukuran eksternal yang juga perlu diterapkan untuk mengukur tingkat kesehatan (TK) suatu BUMN.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
Fix
1. PENGARUH AKUNTABILITAS, PARTISIPASI MASYARAKAT DAN
PENGAWASAN INTERNAL TERHADAP KINERJA ORGANISASI
(Studi Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng)
OLEH:
GEDE POSE RAHARJA
NIM 1114081077
JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian
Organisasi sektor publik di Indonesia semakin berkembang seiring dengan
perkembangan jaman dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Berbagai macam
pelayanan dilakukan oleh pemerintah baik dalam bidang keuangan, bidang
kesehatan, bidang pendidikan dan sebagainya yang penerapannya di lapangan
mencerminkan bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan tersebut,
diperlukan keselarasan antara pemerintah daerah, legislatif, masyarakat serta
pihak-pihak yang terkait lainnya (Kurniawan, 2011).
Seiring berkembang pesatnya suatu perusahaan atau organisasi ke dalam
skala yang semakin besar, pemimpin organisasi tidak dapat secara langsung
mengawasi semua operasi dan aktivitas yang dijalankan organisasi tersebut. Maka
pemimpin manajemen organisasi perlu mendelegasikan wewenangnya kedalam
prosedur-prosedur pengendalian intern. Pengendalian intern juga berguna untuk
menjaga aset dari kegiatan yang merugikan organisasi seperti pencurian dan
manipulasi data organisasi dan juga untuk meminimalisir kesalahan dalam proses
akuntansi organisasi serta meningkatkan akurasi dari pencatatan yang dilakukan.
Pengendalian intern sangat diperlukan agar langkah-langkah yang diambil sesuai
dengan apa yang direncanakan dan menemukan hasil yang diharapkan. Ketelitian
manajemen dan kemampuan pegawai/karyawan sangat mempengaruhi bagaimana
pengendalian intern ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan organisasi.
Pengendalian internal bertujuan untuk melindungi kekayaan organisasi
dengan cara meminimalisasi penyimpangan dan pemborosan serta
memaksimalkan efisiensi dan efektifitas kinerja organisasi/instansi pemerintah
(Tresnawati, 2012). Pengendalian Intern berguna dalam berbagai bidang dalam
suatu unit organisasi. Khususnya dalam pengelolaan kas, pengendalian intern ini
sangat amat diperlukan keberadaannya mengingat kas merupakan aktiva
2
3. perusahaan yang paling likuid dan semua transaksi yang dilakukan pada akhirnya
berhubungan dengan kas. Penerimaan kas pada suatu entitas perusahaan sangat
mempengaruhi keberlangsungan dari entitas tersebut. Maka diperlukan suatu
pengendalian intern yang memadai untuk menjaga agar penerimaan kas dapat
berjalan stabil. Berbagai pengendalian intern dapat dilakukan suatu organisasi
khususnya dalam penelitian ini yaitu pengawasan internal.
Mewujudkan pemerintahan yang baik/amanah (good governance)
merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk memenuhi aspirasi
masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa dan negara. Sehubungan
dengan hal tersebut, telah dilakukan berbagai upaya yaitu dengan ditetapkannya
Tap. MPR RI No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-undang No.28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Good governance dapat diartikan sebagai pelayanan publik yang
efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggung
jawab (accountable) pada publiknya.
Dalam good governance, akuntabilitas publik merupakan elemen
terpenting dan merupakan tantangan utama yang dihadapi pemerintah dan
pegawai negeri (Manurung, 2012). Dalam penyelenggaraan pemerintahan,
akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa pemerintah memberitahukan
kepada rakyat tentang informasi sehubungan dengan pengumpulan sumber daya
dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya. Salah satu akuntabilitas
publik adalah akuntabilitas financial (keuangan) dimana mengharuskan lembaga-
lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja
financial organisasi kepada pihak luar (Mahmudi, 2005).
Menurut Ratnayani (2013), Terselenggaranya good governance
merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam
mencapi tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal tersebut,
diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat,
jelas dan nyata sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung
secara berdaya guna, serta bebas KKN.
3
4. Kinerja sektor publik adalah kinerja birokrat atau pemerintah maupun
pengelolan BUMN/BUMD (yang mewakili negara) dalam menyediakan berbagai
kepentingan masyarakat serta menyediakan pelayanan umum kepada masyarakat
Sinambela (2012: 184). Salah satu instansi yang mencerminkan kinerja
pemerintah di dearah adalah SKPD. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
merupakan instrumen manajemen pembangunan daerah yang dipimpin oleh
seorang kepala SKPD. Aspek-aspek dalam manajemen pembangunan daerah
terwadahi dalam satu atau beberapa SKPD. Kinerja SKPD menentukan kinerja
pada tiap aspek manajemen pembangunan daerah, yang pada gilirannya,
menentukan kinerja daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah.
SKPD bisa meliputi Badan, Dinas, Kantor dan unit lainnya. Tujuan kinerja,
evaluasi kinerja, dan kualitas laporan keuangan menjadi perhatian pimpinan
masing–masing SKPD karena hasil penilaian kinerja dan laporan keuangan agar
sesuai dengan yang diharapkan. Setiap SKPD wajib melaksanakan akuntansi
terhadap transaksi ekonomi yang terjadi pada bagiannya, sehingga menghasilkan
laporan keuangan (Ratnayani, 2013).
Sistem dan pengendalian yang baik hendaknya sejalan dengan peningkatan
kinerja pemerintahan. Hal ini penting untuk dievaluasi untuk mengingat
banyaknya peraturan tertulis yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat sampai
pada kebijakan pemerintah daerah itu sendiri. Realisasi diharapkan mampu
menghapus pandangan negatif masyarakat mengenai kinerja pemerintah.
Kepengurusan SKPD harus didorong lebih transparan, profesional dan efisien
melalui pengambilan keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral
yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,
serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial.
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng merupakan salah satu satuan
kerja perangkat daerah yang melayani masyarakat di bidang pekerjaan umum.
Dinas ini memiliki uraian tugas dan fungsi yang sangat kompleks khususnya pada
bagian akuntansi. Selain itu dinas ini memiliki fungsi mengendalikan dan
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan
masyarakat yang menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
(Good Governance).
4
5. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng pernah menjadi sorotan
publik karena sempat terjadi kasus yang mengarah pada kecurangan dilakukan
oleh manajemen organisasi atau dari pihak internal instansi itu sendiri.
Menurut TEMPO (2008), telah terjadi kasus dugaan korupsi pada Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng pada tahun 2004 lalu ketika Dinas PU
masih bernama Dinas Bina Marga, Pengairan, dan Pertambangan. Pimpinan di
instansi tersebut mengajukan permohonan pembelian alat berat wheel backhol
loader kepada Bupati Buleleng. Namun anggaran untuk pembelian alat berat itu
diduga digelembungkan (mark up). Alat berat yang sebenarnya seharga Rp
425.700.000 digelembungkan menjadi Rp 935.000.000, sehingga negara
dirugikan Rp 509.300.000
Kasus seperti itu terjadi dikarenakan lemahnya pengawasan internal dari
instansi/organisasi tersebut. Maka dari itu dibutuhkan tata kelola yang baik dari
manajemen suatu organisasi. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat maupun
dengan memperketat pengawas internal, suatu tindakan yang mengarah ke tindak
kecurangan atau tindakan yang dapat merugikan kelangsungan organisasi tersebut
dapat diminimalisir. Maka dari itu penelitian ini dilakukan dengan menggali
informasi untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas, partisipasi masyakarat dan
pengawasan internal terhadap kinerja organisasi khususnya pada Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Buleleng.
Beberapa penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Budi Mulyawan
(2009), mengenai Pengaruh Pelaksanaan Good Governance terhadap kinerja
organisasi. Hasil penelitiannya menunjukkan Terdapat pengaruh yang signifikan
antara pelaksanaan good governance terhadap kinerja organisasi sebesar 31,69%,
sehingga hipotesis menyatakan ada pengaruh antara pelaksanaan good
governance terhadap kinerja organisasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Juanita Fatmala & Baihaqi (2014) yang meneliti tentang Pengaruh penerapan
sistem akuntansi pemerintah daerah, pemahaman akuntansi, dan ketaatan pada
peraturan perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil
penelitian menunjukkan secara parsial, variabel akuntansi pemerintah daerah,
pemahaman akuntansi dan ketaatan pada peraturan perundangan masing-masing
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. penelitian
5
6. Martha dan Widya (2014), meneliti tentang Pengaruh transparansi dan
akuntabilitas terhadap kinerja instansi pemerintah pada dinas di kota bandung
(Survey Diinstansi Pemerintah Kota Bandung). Penelitian ini menunjukkan hasil
Besar pengaruh transparansi dalam memberikan kontribusi pengaruh terhadap kinerja
instansi pemerintah sebesar 18,5%, sedangkan akuntabilitas dalam memberikan
kontribusi pengaruh terhadap kinerja instansi pemerintah sebesar 16,3%. Jadi besar
pengaruh transaparansi dan akuntabilitas dalam mempengaruhi kinerja instansi
pemerintah sebesar 34,8% Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Sopamah dan
Isa Wahyudi (2004), penelitian ini berjudul Pengaruh Akuntabilitas Pubilik,
Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Pubilik Terhadap Antara
Pengetahuan Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD). Hasil
penelitiannya menunjukkan Pengetahuan anggaran berpengaruh terhadap
pengawasan keuangan daerah (APBD), Pengetahuan anggraan dengan
akuntabilitas public berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD,
Pengetahuan anggraan dengan partisipasi masyarakat tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD, Pengetahuan anggra
an dengan transparansi kebijakan public tidak berpengaruh tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pengawasan APBD.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Akuntabilitas, Partisipasi masyarakat Dan Pengawasan
Internal Terhadap Kinerja Organisasi (Pada Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng)”.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka yang menjadi
pokok permasalahan adalah:
1.2.1. Bagaimana pengaruh Akuntabilitas terhadap kinerja organisasi ?
1.2.2. Bagaimana partisipasi masyarakat terhadap kinerja organisasi ?
1.2.3. Bagaimana pengaruh pengawasan internal terhadap kinerja organisasi ?
1.2.4. Bagaimana pengaruh Akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan
pengawasan internal secara bersama-sama terhadap kinerja organisasi ?
6
7. 1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh Akuntabilitas terhadap kinerja organisasi ?
1.3.2. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap kinerja
organisasi ?
1.3.3. Untuk Mengetahui pengaruh pengawasan internal terhadap kinerja
organisasi ?
1.3.4. Untuk mengetahui pengaruh Akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan
pengawasan internal secara bersama-sama bersama-sama terhadap kinerja
organisasi ?
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
pihak lain yang berkepentingan terhadap penelitian ini. Adapun manfaat dari
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis untuk memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh
Akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan pengawasan internal terhadap
kinerja organisasi
2. Bagi pihak yang diteliti dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten
Buleleng, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pihak manajemen dan karyawan pada Dinas Pekerjaan Umum di
Kabupaten Buleleng dalam pengambilan kebijakan.
7
8. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Organisasi
Menurut Suyadi Prawirosentono (2008: 2) dalam Dewi (2012) menyatakan
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal
tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut
Muhammad Zainur (2010: 41) dalam Dewi (2012) mendefinisikan kinerja
merupakan keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat
digunakan landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu tersebut baik
atau sebaliknya. Menurut Wirawan, (2009: 5) dalam Dewi (2012) Kinerja juga
merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu
pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Menurut Sinambela (2012:
184) kinerja sektor publik adalah kinerja birokrat atau pemerintah maupun
pengelolan BUMN/BUMD (yang mewakili negara) dalam menyediakan berbagai
kepentingan masyarakat serta menyediakan pelayanan umum kepada masyarakat.
Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan suatu proses yang
dilakukan secara sistematis terhadap kenerja pegawai berdasarkan pekerjaan yang
ditugaskan kepada mereka. Termasuk didalamnya mencakup penilaian terhadap
seluruh kegiatan program dan proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, oenilaian kinerja pada dasarnya
merupakan salah satu faktor penting guna mengembangkan organisasi secara
efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program penilaian prestasi kerja.
Hal ini menunjukkan bahwa organisasi telah memanfaatka secara baik SDM yang
8
9. dimiliki (Amins, 2012: 91). Menurut Ivancevich (2007) dalam Amins (2012: 91)
penilaian kinerja merupakan aktivitas yang digunakan untuk menetukan pada
tingkat mana seorang pekerja (dalam hal ini aparatur pemerintah) menyelesaikan
pekerjaannya secara efektif.
Penilaian kinerja terhadap pekerjaan pegawai diperlukan agar perilaku
mereka dapat diarahkan guna melakukan pekerjaan dengan baik, sehingga
tercapailah tujuan organisasi. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan kepegawaian, seperti untuk kenaikan pangkat,
pemindahan tugas, pendidikan dan pelatihan, atau pemberhentian kerja. Penilaian
kinerja juga merupakan alat ukur manajemen yang digunakan untuk menilai
tingkat pertanggungjawaban seseorang dalam melakukan pekerjaan. Selain itu,
hasil penilaian kinerja ini dapat juga memberikan umpan balik bagi pelaku kerja
sehingga yang bersangkutan mengerti bagaimana penilaian organisasi berhasil
kinerjanya. Suatu pemerintahan dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti –
bukti atau indikator atau ukuran pencapaian yang mengarah kepada pencapaian
visi, misi dan tujuan pemerintah daerah yang bersangkutan (Amins, 2012: 91).
Penilaian kinerja yang efektif berfokus pada serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang menjadi kewajiban
serta hasil yang diperolehnya dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Untuk
melakukan penilaian knerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang paham benar
tentang perilaku karyawan atau pegawai secara individual. Untuk melakukan
penilaian kinerja seseorang sangan membutuhkan sumber informasi yang relevan
dengan tugas ang dikerjakannya. Sumber informasi yang sering digunakann untuk
mengukur kinerja yang aktual dapat dilakukan dengan cara observasi secara
personal, laporan statistik, laporan lisan, laporan tertulis dan data dasar (data
base) yang diakses melalui komputer (Amins, 2012: 94).
Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja
merupakan keseluruhan proses bekerja dari individu yang dapat menggambarkan
hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi dalam waktu tertentu.
2.2. Akuntabilitas
9
10. Menurut Mulyana (2006), Menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung arti
pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun badan-badan yang dipilih, atas
pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya.
Mardiasmo (2002) dalam Setiawan (2012) menjelaskan akuntabilitas
publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut
Pengertian akuntabilitas publik menurut Mardiasmo (2009:20) adalah:
”Kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktifitasnya
dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut”.
Mardiasmo (2009:21) mengatakan bahwa akuntabilitas publik terdiri atas
dua macam, yaitu:
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability).
2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability).
Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana
kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja
(dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Sedangkan
akuntabilitas horisontal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada
masyarakat secara luas.
Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2009) menjelaskan terdapat empat
dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu :
1) Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran (accountability for probity and
legalty)
Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran merupakan Akuntabilitas lembaga-
lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan menaati ketentuan
hukum yang berlaku. Penggunaan dana publik harus dilakukan secara benar
10
11. dan telah mendapat otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam
menjalankan organisasi, sedangkan Akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan
penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi dan kolusi.
Akuntabilitas hukum menuntut penegak hukum (law enforcemen), sedangkan
Akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik organisasi yang sehat
dengan tidak terjadinya malpraktik dan maladministrasi.
2) Akuntabilitas Manajerial atau Akuntabilitas Proses (managerial
accountability)
Akuntabilitas proses/manajerial adalah pertanggungjawabaan lembaga
publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.
Akuntabitilas manajerial dapat juga diartikan sebagai Akuntabilitas kinerja
(perfomance accountability). Inefisiensi organisasi publik adalah menjadi
tanggung jawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan
kepada klien atau customernya. Akuntabiltas manajerial juga berkaitan
dengan Akuntabilitas proses (process accountiability) yang berarti bahwa
proses organisasi harus dipertanggungjawabkan, dengan kata lain tidak terjadi
inefisiensi dan ketidakefektifan organisasi. Analisis terhadap Akuntabilitas
sektor publik akan banyak berfokus pada Akuntabilitas manajerial.
Akuntabilitas manajerial merupakan Akuntabilitas bawahan kepada atasan
dalam suatu organisasi. Akuntabilitas manajerial menjadi perhatian utama
manajer sektor publik dalam melaksanakan sistem manajer berbasis kinerja.
3) Akuntabilitas Program (program accountability);
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal
dengan biaya yang minimal. Lembaga-lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksaan
program. Dengan kata lain, Akuntabilitas program berarti bahwa program-
program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu yang
mendukung strategi dan pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi.
11
12. 4) Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability);
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga
publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik
hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan
dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat suatu
kebijakan harus dipertimbangkan terlebih dahulu apa tujuan kebijakan
tersebut, mengapa kebijakan itu diambil, siapa sasarannya, pemangku
kepentingan (stakeholder) aman yang akan terpengaruh dan memperoleh
manfaat dan dampaknya atas kebijakan tersebut.
5) Akuntabilitas finansial
Akuntabilias finansial atau akuntabilitas keuangan adalah
pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang
publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada
pemborosna dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial sangat
penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama
masyarakat. Akuntabilitasi finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik
untuk membuat laporan keuangan menggambarkan kinerja finansial
organisasi kepada pihak luar.
Menurut Mursyidi (2009) menjelaskan bahwa Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara periodik.
Menurut beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
akuntabilitas adalah kewajiban dari suatu badan atau perorangan dalam
mempertanggungjawabkan tugas yang menjadi tanggungjawabnya baik secara
vertikal maupun horizontal
2.3. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Di dalam
hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan,
12
13. melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya.
Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya
(Notoatmodjo, 2007).
Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengatakan bahwa pembangunan pada
dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang
diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang
semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu
perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran
mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:
1. partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau
program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.
2. partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-
proyek atau program-program pembangunan.
3. partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
4. partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring
proyek/program agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan
dampak-dampak sosial.
5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukan sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka.
Conyer dalam Soetomo (2006), mengemukakan partisipasi masyarakat
adalah keikutsertaaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan
13
14. dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Ada lima
cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu:
1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang
diperlukan.
2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai
agen pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan
dalam perencanaan.
3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang
yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
4. Perencanaan melalui pemerintah lokal.
5. Menggunakan strategi pembangunan komunitas (community development)
Menurut Slamet (2003), berdasarkan pengertian partisipasi, maka
partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis :
1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input
tersebut dan ikut menikmati hasilnya.
2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara langsung.
4. Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menerima hasilnya.
Menurut Notoatmodjo (2007), di dalam partisipasi setiap anggota
masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan
hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat berbentuk daya (tenaga)
dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat diwujudkan di dalam 4 M, yakni
manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu,
bambu, beras, batu, dan sebagainya), dan mind (ide atau gagasan).
14
15. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan partisipasi
masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijakan
organisasi
2.4. Pengawasan Intern
2.4.1. Pengertian Pengawasan Intern
Pengertian pengawasan internal dalam arti luas dapat dibagi dua yaitu
pengawasan administratif dan pengawasan akuntansi. Pengawasan administrasi
meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijakan pimpinan
perusahaan. Pengawasan akuntansi meliputi rencana organisasi dan semua cara
serta prosedur-prosedur yang berhubungan dengan pengamanan harta milik
perusahaan serta dapat dipercayanya laporan keuangan.
Menurut Mukthar (1999:40) menyatakan: “ Pengawasan adalah proses
pemberian pengaruh terhadap suatu aktivitas suatu objek, mahluk hidup atau
sistem. Pengawasan dapat membantu perusahaan dalam mengontrol kegiatan
perusahaan dan merupakan suatu tujuan dari sistem informasi akuntansi.
Akuntansi membantu mencapai tujuan dengan mendesain sistem pengawasan
yang efektif untuk meyakinkan tercapainya tujuan dengan efektif”.
Pengawasan internal sangat penting dalam perkembangan operasi
perusahaan, karena masalah-masalah yang timbul sangat kompleks. Dengan
demikian, diperlukan suatu pengawasan internal yang baik dan memadai. sesuai
dengan perkembangan zaman dan juga perkembangan dunia usaha, istilah
pengawasan internal pun mengalami perkembangan tidak hanya untuk
mengawasi kecermatan dari pembukuan, tetapi mempunyai arti luas yaitu
meliputi seluruh organisasi perusahaan.
Menurut Winardi (2000: 585) menyatakan: “Pengawasan adalah semua
aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa
hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Pernyataan lain dari Basu
Swasta (1985) menyatakan: “pengawasan merupakan fungsi yang menjamin
bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”.
15
16. Menurut Boynton dkk (2003 : 373) Pengawasan adalah suatu proses yang
dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan personel lainnya dalam suatu
entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan
dengan pencapaian tujuan dalam kategori berikut :
a. Keandalan pelaporan keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c. Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengawasan intern merupakan suatu proses, ini berarti alat untuk
mencapai suatu akhir, bukan akhir itu sendiri, pengawasan intern terdiri dari
serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan tidak ditambahkan
kedalam infrastruktur suatu entitas. Pengawasan intern dilaksanakan oleh orang
bukan hanya suatu dewan direksi, manajemen dan personel lainnya.
Pengawasan dapat diharapkan untuk menyediakan hanya keyakinan yang
memadai bukan keyakinan yang mutlak kepada manajemen dan dewan direksi
suatu entitas karena keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengawasan
intern dan perlunya mempertimbangkan biaya dan manfaat relatif dari
pengadaan pengawasan. Pengawasan intern diarahkan pada pencapaian tujuan
dalam kategori-kategori yang saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan
kepatuhan dan operasi-operasi.
Menurut Nugroho Widjajanto (2001 : 18) Sistem Pengawasan Intern
adalah suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur organisasi beserta
semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam perusahaan dengan tujuan
untuk :
a. Mengamankan aktiva perusahaan
b. Mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi
c. Meningkatkan efisiensi
16
17. d. Mendorong agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran
organisasi.
2.4.2. Tujuan Sistem Pengawasan Intern
Menurut Warren dkk (2005 : 236) Tujuan Pengendalian Intern :
Pengendalian intern memberikan jaminan yang wajar bahwa :
a. Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha.
Pengendalian internal dapat dilindungi aktiva dari pencurian, pengelapan,
penyalahgunaan, atau penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Salah satu
pelanggaran paling paling serius terhadap pengendalian internal adalah
penggelapan oleh karyawan.
b. Informasi bisnis akurat
Informasi bisnis yang akurat dperlukan demi keberhasilan usaha.
Penjagaan aktiva dan informasi yang akurat sering berjalan seiring. Sebabnya
adalah karena karyawan yang ingin menggelapkan aktiva juga perlu menutupi
penipuan tersebut dengan menyesuaikan catatan akuntansi.
c. Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan
Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan dan peraturan yang
berlaku serta standar pelaporan keuangan.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa pengawasan intern adalah
suatu pengendalian lingkungan oleh manajemen agar tidak terjadi kecurangan
atas tujuan yang telah ditetapkan bertujuan untuk menjaga integritas informasi
akuntansi, melindungi aktiva perusahaan terhadap kecurangan, pemborosan dan
pencurian yang dilakukan oleh pihak di dalam maupun diluar perusahaan, selain
itu pengawasan intern juga harus dapat memudahkan pelacakan kesalahan baik
yang disengaja ataupun tidak, demikian rupa sehingga memperlancar prosedur
audit.
2.5. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng
17
18. Dinas pekerjaan umum merupakan satuan perangkat kerja pemerintah
daerah yang bergerak pada sektor pekerjaan umum, badan ini bertugas
melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang pekerjaan umum. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok, Dinas pekerjaan umum memiliki beberapa fungsi
seperti: Merumuskan kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum berdasarkan
ketetapan Bupati; Pengendalian dan pengawasan rencana tata ruang kabupaten,
penyelenggaraan urusan pemerintah dibidang pekerjaan umum dan perumahan;
pengawasan, pemeliharaan dan pengendalian urusan energy dan sumber daya
mineral; penatausahaan dinas.
2.6. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang akan mengarahkan penelitian ini
yaitu:
NO. NAMA
PENELITI
JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN
18
19. 1. Irene
Fransisca
Ponamon
(2014)
Pengaruh Pengawasan
Internal, Pemahaman
Sistem Akuntansi
Keuangan, Dan
Kapasitas Sumber Daya
Manusia Terhadap
Kualitas Informasi
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Pada
Skpd Pemerintah Kota
Manado
Secara parsial variabel Pengawasan
Internal (X1), memiliki pengaruh
terhadap Kualitas Informasi
Laporan Keuangan (Y).
Pemahaman Sistem Akuntansi
Keuangan (X2) berpengaruh
terhadap Kualitas Informasi
Laporan Keuangan. berbeda dengan
variabel pengawasan internal dan
pemahaman sistem akuntansi
keuangan yang memiliki pengaruh
terhadap kualitas informasi laporan
keuangan, untuk variabel Kapasitas
Sumber Daya Manusia (X3)
memiliki pengaruh negatif terhadap
Kualitas Informasi Laporan
Keuangan (Y).
Secara bersama-sama pengawasan
internal, pemahaman sistem
akuntansi keuangan, kapasitas
sumber daya manusia berpengaruh
dan searah/positif terhadap kualitas
informasi laporan keuangan dengan
kontribusi sebesar 29,7%.
2. Budi
Mulyawan
(2009)
Pengaruh Pelaksanaan
Good Governance
terhadap Kinerja
organisasi
Terdapat pengaruh yang signifikan
antara pelaksanaan good
governance terhadap kinerja
organisasi sebesar 31,69%,
sehingga hipotesis menyatakan ada
pengaruh antara pelaksanaan good
governance terhadap kinerja
organisasi
3. Juanita
Fatmala &
Baihaqi
(2014)
Pengaruh penerapan
sistem akuntansi
pemerintah daerah,
pemahaman akuntansi,
dan ketaatan pada
peraturan perundangan
terhadap akuntabilitas
1. Penerapan sistem akuntansi
pemerintah daerah berpengaruh
positif terhadap akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah.
2. Pemahaman akuntansi
berpengaruh positif terhadap
19
20. kinerja instansi
pemerintah
akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
3. Ketaatan pada peraturan
perundangan berpengaruh
positif terhadap akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah.
4. Nababan,
Halasan
T.H
(2014)
Analisis pengaruh
pemahaman sistem
akuntansi keuangan
daerah terhadap kinerja
pegawai pada SKPD
pemerintah kota medan
Pemahaman Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah secara parsial
berpengaruh secara signifikan
terhadap Kinerja pegawai Pada
SKPD Pemerintah Kota Medan
5 Sopamah
dan Isa
Wahyudi
(2004)
Pengaruh Akuntabilitas
Pubilik, Partisipasi
Masyarakat dan
Transparansi Kebijakan
Pubilik Terhadap Antara
Pengetahuan Anggaran
Dengan Pengawasan
Keuangan Daerah
(APBD)
1. Pengetahuan anggaran
berpengaruh terhadap
pengawasan keuangan daerah
(APBD)
2. Pengetahuan anggraan dengan
akuntabilitas public berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan
APBD
3. Pengetahuan anggraan dengan
partisipasi masyarakat tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pengawasan APBD
4. Pengetahuan anggraan dengan
transparansi kebijakan public
tidak berpengaruh tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap pengawasan APBD
6 Martha,
Widya
(2014)
PENGARUH
TRANSPARANSI DAN
AKUNTABILITAS
TERHADAP KINERJA
INSTANSI
PEMERINTAH PADA
DINAS DI KOTA
BANDUNG (Survey
diInstansi Pemerintah
Kota Bandung)
Besar pengaruh transparansi dalam
memberikan kontribusi pengaruh
terhadap kinerja instansi pemerintah
sebesar 18,5%, sedangkan
akuntabilitas dalam memberikan
kontribusi pengaruh terhadap kinerja
instansi pemerintah sebesar 16,3%.
Jadi besar pengaruh transaparansi
dan akuntabilitas dalam
mempengaruhi kinerja instansi
pemerintah sebesar 34,8%
20
21. 2.8. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu serta tujuan penelitian
mengenai Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan Pengawasan
Internal terhadap Kinerja Organisasi maka dapat disusun suatu kerangka
pemikiran seperti pada Gambar 1.1 Model Akuntabilitas Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Pengawasan Internal terhadap Kinerja Organisasi berikut ini.
Gambar: 1.1
Kerangka pemikiran
Keterangan :
X = variabel bebas
Y = variabel terikat
Pengaruh secara simultan
21
Partisipasi
Masyarakat (X2)
Kinerja
Organisasi
(Y)
Akuntabilitas (X1)
Pengawasan Internal
(X3)
22. Pengaruh secara parsial
2.9. Penetapan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, teori yang mendasari dan acuan
dari penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
2.9.1. Pengaruh Akuntabilitas terhadap kinerja organisasi
Akuntabilias adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk
menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan efektif,
tidak ada pemborosna dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial
sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama
masyarakat. Akuntabilitasi finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik
untuk membuat laporan keuangan menggambarkan kinerja finansial organisasi
kepada pihak luar (Atmadja, 2013: 15). Jadi akuntabilitas sangat penting dalam
sebuah organisasi dalam mengelola keuangannya. Akuntabilitas tersebut
mengharuskan pegawai dalam organisasi pemerinahan untuk menggunakan uang
dengan sebaik-baiknya dan dapat dipertanggungjawabkan. Seperti penelitian
sebelumnya yaitu penelitian Martha dan Widya (2014), meneliti tentang
Pengaruh transparansi dan akuntabilitas terhadap kinerja instansi pemerintah pada
dinas di kota bandung (Survey Diinstansi Pemerintah Kota Bandung). Penelitian
ini menunjukkan hasil Besar pengaruh transparansi dalam memberikan kontribusi
pengaruh terhadap kinerja instansi pemerintah sebesar 18,5%, sedangkan
akuntabilitas dalam memberikan kontribusi pengaruh terhadap kinerja instansi
pemerintah sebesar 16,3%. Jadi besar pengaruh transaparansi dan akuntabilitas dalam
mempengaruhi kinerja instansi pemerintah sebesar 34,8%. Disini Pegawai akan
memiliki rasa tanggungjawab terhadap pengelolaan keuangannnya sehingga
diharapkan kinerjanya akan semakin meningkat. Dengan akuntabilitas yang baik
pemerintah dapat menghasilkan laporan keuangan yang memenuhi ketentuan
hukum yang berlaku.
H1 : Akuntabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Organisasi.
2.9.2. Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Kinerja Organisasi.
22
23. Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan
kualitas dan efektivitas layanan publik. Partisipasi masyarakat merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh
lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk
menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan.
Penelitian tentang partisipasi masyarakat pernah dilakukan oleh Sopamah dan Isa
Wahyudi (2004), penelitian ini berjudul Pengaruh Akuntabilitas Pubilik,
Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Pubilik Terhadap Antara
Pengetahuan Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD). Hasil
penelitiannya menunjukkan Pengetahuan anggraan dengan partisipasi masyarakat
tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD.
Dengan adanya partisipasi masyarakat yang akan menjadi pemantau bagi
kinerja pemerintahan, otomatis akan mempengaruhi pelayanan terhadap
masyarakat itu sendiri.
H2 : Partisipasi masyarakat berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Organisasi.
2.9.3. Pengaruh Pengawasan Internal terhadap kinerja organisasi
Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer
dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang
direncanakan (Winardi: 585) . penelitian mengenai pengawasan intern pernah
dilakukan oleh Irene Fransisca Ponamon (2014) penelitiannya berjudul Pengaruh
Pengawasan Internal, Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan, Dan Kapasitas
Sumber Daya Manusia Terhadap Kualitas Informasi Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Pada Skpd Pemerintah Kota Manado, hasil penelitian
menunjukkan Secara parsial variabel Pengawasan Internal, memiliki pengaruh
terhadap Kualitas Informasi Laporan Keuangan.
Pengawasan intern bertujuan untuk menjaga integritas informasi
akuntansi, melindungi aktiva perusahaan terhadap kecurangan, pemborosan dan
pencurian yang dilakukan oleh pihak di dalam maupun diluar perusahaan, selain
itu pengawasan intern juga harus dapat memudahkan pelacakan kesalahan baik
23
24. yang disengaja ataupun tidak, demikian rupa sehingga memperlancar prosedur
audit. Dalam hal ini pengawasan internal amat sangat diperlukan dalam suatu
organisasi untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang
mungkin terjadi selama proses operasional organisasi.
H3 : Pengawasan Internal berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
organisasi
3. Pengaruh akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan Pengawasan Internal
secara bersama-sama terhadap kinerja organisasi.
Good governance sangat penting diterapkan Dengan adanya
akuntabilitas keuangan atau pertanggungjawaban publik, pengendalian
internal dan komitmen organisasi maka akan mempengaruhi kinerja
pegawai dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya.
Sehingga dengan kinerja pegawai yang disiplin serta komitmen dari
pegawai, keuangan pemerintah dapat dikelola dengan baik dan akan
menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Jadi akuntabilitas ,
partisipasi masyarakat dan adanya pengawasan internal sangat penting
dalam organisasi pemerintah.
H4 : akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan Pengawasan Internal
secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja organisasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan pada instansi daerah Kabupaten Buleleng, kota
Singaraja. Sasaran pengamatan difokuskan untuk mengetahui Pengaruh
24
25. Akuntabilitas, Partisipasi masyarakat dan Pengawasan internal terhadap kinerja
organisasi pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng. Dalam penelitian
ini menggunakan jenis dan bentuk penelitian kausal komperatif yang dilaksanakan
melalui pengamatan langsung dilapangan dan dipadukan dengan teori yang ada.
Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi pada
instansi-instansi pemerintah daerah yang berfokus pada dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data
utama. Rancangan penelitian ini menjelaskan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Rancangan penelitian digambarkan tabel 1.1
25
Pengaruh Akuntabilitas, Partisipasi dan Pengawasan Internal terhadap kinerja organisasi
Perumusan Masalah
Menetapkan Tujuan dan Masalah Penelitian
Menetapkan Konsep Variabel dalam penelitian
Menetapkan Kerangka Konseptual
Menetapkan Hipotesis
Menetapkan Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian Kuantitatif fan Jenis Data Primer serta di dukung oleh Data Sekunder
Kuesioner dan Studi Dokumentasi
Pengujian Instrumen:
Uji Validitas
Uji Reabilitas
Uji Asumsi Klasik:
Uji Normalitas Data
Uji Heterokedastisitas
Uji Multikolinearitas
Pengujian Hipotesis:
Uji Korelasi
Regresi Linier Berganda
26. Gambar 1.1 Rancangan Penelitian
3.2. Objek Penelitian
Sugiyono (2005: 32) menyatakan: “Objek penelitian merupakan suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai
variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan”. Yang
menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng.
3.3. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif.
Sugiyono (2010: 8) menyatakan,
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, analisis data yang bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Sumber data dalam penelitian ini adalah menggunakan sumber data primer
dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak
lain atau yang tidak diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti (Aswar,
1999:91) dalam (Mari Ani, 2014)
26
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kesimpulan
27. Dalam penelitian ini sumber data primer berupa jawaban dari kuesioner
yang disebar langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng dan sumber
data sekunder berupa informasi mengenai profil Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng yang didapat dari situs resmi Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng.
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Sugiyono (2008: 80) menyatakan populasi sebagai wilayah generalisasi
yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Jadi populasi merupakan sekumpulan objek yang memiliki karakteristik
tertentu yang digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu kesimpulan.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng, mulai dari pimpinan sampai dengan
pegawai.
3.4.2. Sampel
Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara (hipotesis),
maka peneliti melakukan pengumpulan data pada obyek tertentu. Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Sugiyono (2008: 81)
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tehnik Proposive sampling. Proposive sampling merupakan tehnik pengambilan
sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini peneliti
menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Pimpinan yang memegang posisi sebagai kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng dan juga sekaligus sebagai pengguna anggaran (PA).
2. Pejabat yang memegang posisi sebagai sekretaris di Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Buleleng.
3. Pegawai pada sub bagian umum di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Buleleng
27
28. 4. Pegawai pada sub bagian Perencanaan di Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng
5. Pegawai pada sub bagian keuangan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Buleleng
Tabel 4.1 Jumlah sampel Dinas Pekerjaan Umum menurut kriteria diatas
No. Unit Kerja Jumlah
1. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng 1 orang
2. Sekretasis Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng 1 orang
3. Sub Bagian Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Buleleng
41 orang
4. Sub Bagian Perencanaan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng
5 orang
5. Sub Bagian Keuangan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng
21 orang
Total Sampel 69 orang
Jadi responden dalam penelitian ini berdasarkan kriteria diatas adalah
berjumlah 69 orang.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Indroantoro dan Supomo (2009: 69) mendefinisikan operasional sebagai
penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Variabel
adalah bagaimana menemukan dan mengukur di lapangan dengan merumuskan
secara singkat dan jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran. Jadi
operasional variabel dapat didefinisikan bagaimana menemukan dan mengukur
variabel-variabel tersebut di lapangan dengan merumuskan secara singkat dan
jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran.
Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator
serta variaber-variabel yang terkait dengan penelitian, sehingga pengujian
hipotesis dengan menggunakan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar.
Selain itu, operasionalisasi variabel juga dapat mempermudah mendapatkan data
yang diperlukan bagi penilaian masalah yang diteliti.
28
29. Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variable
tersebut antara lain:
3.5.1. Variabel Independen (X)
Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel lain (Indriantoro dan Supomo, 1999: 63). Variabel
independen dalam penelitian ini dalah akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat dan
Pengawasan Internal.
3.5.1.1. Akuntabilitas (X1)
Pengumpulan data mengenai variabel independen ini diperoleh dengan
menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan terstruktur) yang disebarkan pada
responden yang berhubungan dengan Akuntabilitas.
Skala pengumpulan variabel ini adalah skala ordinal dengan memberikan
nilai pada setiap jawaban. Bentuk ini disajikan dalam nilai variabel X berdasarkan
variabel, konsep variabel, indikator, skala pengukuran serta bobot nilainya.
Berikut ini disajikan variabel X1 berdasarkan variabel, konsep variabel, indikator,
serta skala pengukurannya.
3.5.1.2. Partisipasi Masyarakat (X2)
Skala pengumpulan variabel ini adalah skala ordinal dengan memberikan
nilai pada setiap jawaban. Bentuk ini disajikan dalam nilai variabel X berdasarkan
variabel, konsep variabel, indikator, skala pengukuran serta bobot nilainya.
Berikut ini disajikan variabel X2 berdasarkan variabel, konsep variabel, indikator,
serta skala pengukurannya.
3.5.1.3. Pengawasan Internal (X3)
Skala pengumpulan variabel ini adalah skala ordinal dengan memberikan
nilai pada setiap jawaban. Bentuk ini disajikan dalam nilai variabel X berdasarkan
variabel, konsep variabel, indikator, skala pengukuran serta bobot nilainya.
3.5.1.4. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi
oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 1999: 63). Variabel dependen
pada penelitian ini adalah Kinerja Organisasi. Pengumpulan data mengenai
29
30. variabel dependen ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner (daftar
pertanyaan terstruktur) yang disebarkan pada responden. Skala pengumpulan
variabel ini adalah skala ordinal dengan memberikan nilai pada setiap jawaban.
Variabel Konsep Variabel Indikator Skala
Akuntabilitas
(X1)
kewajiban dari
suatu badan atau
perorangan dalam
mempertanggungjawabkan
tugas yang menjadi
tanggungjawabnya baik
secara vertikal maupun
horizontal
1. Pertanggungjawaban
kebijakan dari
pemerintah kepada
masyarakat
2. Anggaran yang
ditetapkan sesuai
dengan realisasi
3. Anggaran dirancang
dengan prinsip
efisiensi
4. Anggaran dirancang
dengan prinsip
efektivitas
5. Kebijakan
dilaksanakan sesuai
dengan prosedur yang
berlaku
6. Anggaran
mencerminkan visi,
misi, tujuan, sasaran
dan hasil yang
ditetapkan organisasi
Ordinal
Partisipasi
Masyarakat
(X2)
Partisipasi/keikutsertaan
masyarakat dalam
penentuan kebijakan
organisasi
1. Pengambilan
kebijakan Melibatkan
masyarakat
2. Peran masyarakat
dalam penyusunan
anggaran
3. Kritik dan saran
masyarakat dalam
dalam menentukan
strategi organisasi
Ordinal
Pengawasan
Internal (X3)
Pengendalian lingkungan
oleh manajemen agar tidak
terjadi penyelewengan atas
tujuan yang telah
ditetapkan
1. Pengawasan dari
pemimpin untuk
meningkatkan etos
kerja karyawan
2. Aturan yang memuat
instruksi pengendalian
3. Informasi yang
dihasilkan bersifat
kritis terhadap tujuan
Ordinal
30
31. organisasi
4. Penilaian terhadap
kualitas kinerja sistem
pengendalian intern
5. Pengawasan oleh
aparat internal secara
rutin
6. Pemisahan tugas untuk
menghindari
kecurangan
Kinerja
Organisasi
(Y)
keseluruhan proses bekerja
dari individu yang dapat
menggambarkan hasil
kerja yang dicapai oleh
suatu organisasi dalam
waktu tertentu.
1. Produktivitas
2. Kualitas Layanan
3. Responsivitas
4. Responsibilitas
5. Akuntabilitas
Ordinal
3.6. Metode Analisis Data
3.6.1. Uji Instrumen Penelitian
Uji Instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang
digunakan tepat mengukur apa yang ingin diukur atau tidak. Tinggi rendahnya
validitas suatu alat ukur dihitung dengan korelasi Product Moment yang
terdapat pada program komputer SPSS17.0 for Windows dengan rumus dasar
sebagai berikut:
rxy =
}Y)(–Y}{nX)(–X{n
Y)X)((–)XYN(
2222
ΣΣΣΣ
ΣΣ∑
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
n : jumlah sampel
31
32. x : variabel bebas
y : variabel terikat
Kriteria keputusan valid tidaknya kuesioner dinyatakan apabila nilai r
yang diperoleh dari hasil perhitungan r hitung product moment > dari nilai r
tabel product moment dengan tarif signifikan 5% maka butir-butir pernyataan
kuesioner adalah valid
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah pengujian yang menunjukan sejauh mana
pengukuran itu dapat memberikan hasil relatif sama atau tidak berbeda apabila
dilakukan pengulangan pengukuran terhadap subjek yang sama. Pengujian
reliabilitas yang digunakan adalah metode Cronbach Alpha dan dianalisis
dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 17.0 for Windows.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
rii =
1-k
k
∑
− 2
2
1
t
b
α
α
Keterangan:
rii : realibilitas instrumen
k : banyaknya butir pernyataan atau soal
2
bα = varian butir
2
tα = varian soal
Rumus alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya
bukan 1 dan 0. Kriteria keputusan reliabel tidaknya kuesioner dinyatakan apabila
nilai alpha cronbach’s>0.60 dengan tarif signifikan 5% maka butir-butir
32
33. pernyataan kuesioner adalah reliabel dan alpha cornbach’s<0.60 maka butir
pernyataan kuesioner tidak reliabel.
3. Uji Asumsi Klasik
Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi
sederhana, terlebih dahulu data tersebut akan diuji dengan uji heteroskedastisitas,
uji autokorelasi, dan uji normalitas.
a. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variasi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Uji
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode scatter plot,
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot. Dasar
pengambilan kesimpulan adalah sebagai berikut (Ghozali, 2007:125-126):
1. Jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk suatu
pola tertentu yang teratur, seperti pola bergelombang, melebar,
kemudian menyempit, maka telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika terdapat pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan
berdasarkan masukan variabel X terhadap variabel Y.
b. Uji Autokorelasi
33
34. Menurut Gujarati (2003), uji autokorelasi ini dapat didefinisikan sebagai
korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu
(seperti dalam data time series) atau ruang (seperti dalam data cross section). Uji
ini dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan regresi layak digunakan
untuk memprediksi atau tidak, karena persamaan regresi yang baik adalah yang
tidak memiliki masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada
korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dan
kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2007:99-100).
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan uji Durbin Watson
(DW Tes). Dimana nilai DW table ( dU dan dL) ditentukan pada tingkat
signifikansi atau α = 5 % dan derajat kebebasan df = k ( jumlah variabel
independen ), jumlah = n. Kriteria pengujian untuk pengambilan keputusan ada
tidaknya autokorelasi, adalah sebagai berikut :
1. Jika 0 < nilai dhit < dl, tidak ada autokorelasi positif, ditolak.
2. Jika dL ≤ nilai dhit ≤ du, tidak ada autokorelasi positif, tidak dapat
disimpulkan.
3. Jika 4 – dl < nilai dhit < 4, tidak ada korelasi negatif, ditolak.
4. Jika du < nilai dhit < 4 – du, tidak ada autokorelasi positif atau negatif,
tidak ditolak.
5. Jika 4 - du ≤ nilai dhit ≤ 4 – dl. Tidak ada autokorelasi negatif, tidak dapat
disimpulkan.
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna diantara
variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat
34
35. korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas, maka model regresi
tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinieritas. Jika antar variabel
independen X’s terjadi multikolinearitas sempurna, koefisien regresi variabel X
tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tak tidak terhingga. Jika
multikolinearitas antar variabel X’s tidak sempurna tetapi tinggi, maka koefisien
regresi X dapat ditentukan, tetapi memiliki nilai standard error yang tinggi yang
berarti nilai koefisien regresi tidak dapat diestimasi dengan tepat (Ghozali, 2009).
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas atau korelasi yang
tinggi antar variabel independen dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Jadi tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi
(karena VIF = 1/tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolinearitas adalah tolerance lebih kecil dari 0,10 atau sama dengan
VIF lebih besar dari 10 (Ghozali, 2009).
d. Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variable terikat
dengan variable bebas mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Model
regresi yang baik adalah memiliki distribusi dan normal atau mendekati normal.
Uji normalitas tersebut dapat dilakukan melalui 2 analisis dengan 3 cara uji,
antara lain : menggunakan uji nilai kurtosis dan skewness dari residual yang
merupakan analisis statistik non parametik, sedangkan grafik histogram, dan
kurva penyebaran P-Plot merupakan analisis grafik (Ghozali, 2007: 147-152).
Pada dasarnya uji normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari
residualnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau garis grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
35
36. 2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.
Untuk uji nilai kurtosis dan skewness dari residual maka ketentuannya adalah
nilai skewness/standar eror adalah ratio skweness (RS), nilai kurtosis/standar eror
adalah ratio kurtosis (RC), apabila – 2 < RS <2 dan -2<RC<2 maka normalitas
terpenuhi.
3.7. Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam menguji hipotesis penelitian ini
adalah dengan menggunakan Multiple Regression Analysis (analisis regresi
berganda). Analisis regresi berganda ini diolah dengan menggunakan program
SPSS for windows versi 17. Analisis regresi linear berganda yang dilakukan
dalam penelitian ini, dilakukan dengan memasukkan dua buah variabel
independen serta satu variabel dependen
e. Pengujian Hipotesis
Menurut Ghozali (2007:87-88) untuk pengujian hipotesis dapat
dilakukan baik secara parsial (uji t) maupun secara serentak (uji F) serta
koefisien determinasi ( R2
). Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah
terdapat pengaruh antara variabel independen yaitu akuntabilitas, partisipasi
masyarakat dan pengawasan internal terhadap variabel dependen yaitu
Kinerja organisasi. Dibawah ini merupakan cara yang dilakukan untuk
menguji hipotesis antara lain:
1. Uji Parsial (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel penjelas/ independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Nurhayati, 2011:15). Apakah
variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak.
Hipotesis:
Ho = masing-masing variabel independen tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen.
Ha = masing-masing variabel independen berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen.
36
37. Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan melihat
probabilitasnya, yaitu :
Jika probabilitas > 0,05 maka model ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima
2. Uji Signifikan Simultan ( Uji Statistik F )
Menurut Nurhayati (2011:14) uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen/ terikat. Dengan membandingkan
probabilitas (pada tabel Anova tertulis Sig) dengan taraf nyatanya
(0,05 atau 0,01).
Jika probabilitas > 0,05 maka model ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima
3. Koefisien Determinasi ( R2
)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur goodness of fit dari
persamaan regresi yaitu memberikan proporsi atau presentasi variasi
total dalam variabel dependen, yang dijelaskan oleh variabel
independen (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2007: 87). Nilai koefisien
korelasi terletak diantara 0 dan 1. Nilai R2
= 1, berarti bahwa garis
regresi yang terjadi menjelaskan 100 % variasi dalam variabel
dependen, maka adjusted R2
= R2
= 1, jika R2
= 0 berarti bahwa model
yang terjadi tidak dapat menjelaskan sedikitpun garis regresi yang
terjadi, maka adjusted R2 = (1 – k)/(n-k). Jika k > 1, maka adjusted
R2
akan bernilai negatif. Tapi jika dalam uji empiris didapat nilai
adjusted R2
negatif , maka nilai adjusted R2
dianggap bernilai nol.
Koefisien Determinan ( R2
)Koefisien determinan (R2
) mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinan adalah antara 0 dan 1. Apabila
hanya terdapat satu variabel independen maka R2
yang dipakai, tetapi
apabilaterdapat dua atau lebih variabel independen maka gunakan
Adjusted R2
. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2
pasti
meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara
37
38. signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan nilai Adjusted R2
dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan
ke dalam model.
38