SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
QANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM,
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Menimbang : a. bahwa Adat dan Adat Istiadat yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang melahirkan nilai-
nilai budaya, norma adat dan aturan yang sejalan dengan Syariat
Islam dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dibina,
dikembangkan dan dilestarikan;
b. bahwa pembinaan, pengembangan dan pelestarian Adat dan Adat
Istiadat perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dari
generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat memahami nilai-
nilai adat dan budaya yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat Aceh;
c. bahwa untuk menindaklanjuti Pasal 99 dan Pasal 162 ayat (2) huruf
(e) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh jo Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 44 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, perlu diatur
Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dalam suatu
qanun;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Qanun Aceh
tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan
Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan
Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1103);
2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893);
3. Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
1
4. Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
5. Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan
Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007
Nomor 03).
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : QANUN PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam qanun ini yang dimaksudkan dengan :
1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.
3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing.
4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing;
5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah
unsur penyelenggara pemerintah Aceh yang terdiri dari atas Gubernur dan
perangkat daerah Aceh.
2
6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil.
7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah
Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat daerah
kabupaten/kota.
8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih
melalui proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.
9. Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen
sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan
mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat dan adat istiadat,
pemberian gelar/derajat dan pembina upacara-upacara adat di Aceh serta
sebagai penasehat Pemerintah Aceh.
10.Adat adalah aturan perbuatan dan kebiasaan yang telah berlaku dalam
masyarakat yang dijadikan pedoman dalam pergaulan hidup di Aceh.
11.Hukum Adat adalah seperangkat ketentuan tidak tertulis yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat Aceh, yang memiliki sanksi apabila dilanggar.
12.Adat-istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi
pendahulu yang dihormati dan dimuliakan sebagai warisan yang sesuai dengan
Syariat Islam.
13.Kebiasaan adalah sikap dan perbuatan yang dilakukan secara berulang kali
untuk hal yang sama, yang hidup dan berkembang serta dilaksanakan oleh
masyarakat.
14.Pemangku Adat adalah orang yang menduduki jabatan pada lembaga-lembaga
adat.
15.Reusam atau nama lain adalah petunjuk-petunjuk adat istiadat yang berlaku di
dalam masyarakat.
16.Upacara adat adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
norma adat, nilai dan kebiasaan masyarakat adat setempat.
BAB II
RUANG LINGKUP PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 2
(1) Ruang lingkup pembinaan dan pengembangan kehidupan
adat dan adat istiadat meliputi segenap kegiatan kehidupan bermasyarakat.
(2) Pembinaan, pengembangan, pelestarian, dan perlindungan
terhadap adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada nilai-nilai Islami.
3
BAB III
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat berasaskan:
a. keislaman;
b. keadilan;
c. kebenaran;
d. kemanusiaan;
e. keharmonisan;
f. ketertiban dan keamanan;
g. ketentraman;
h. kekeluargaan;
i. kemanfaatan;
j. kegotongroyongan;
k. kedamaian;
l. permusyawaratan; dan
m. kemaslahatan umum.
Pasal 4
(1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat
dimaksudkan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan
seimbang yang diridhai oleh Allah SWT, antara hubungan manusia dengan
manusia, manusia dengan lingkungannya, dan rakyat dengan pemimpinnya.
(2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan fungsi dan peran adat
dan adat istiadat dalam menata kehidupan bermasyarakat.
Pasal 5
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat bertujuan untuk:
a. menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis;
b. tersedianya pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat;
c. membina tatanan masyarakat adat yang kuat dan bermartabat;
d. memelihara, melestarikan dan melindungi khasanah-khasanah adat, budaya,
bahasa-bahasa daerah dan pusaka adat;
e. merevitalisasi adat, seni budaya dan bahasa yang hidup dan berkembang di
Aceh; dan
f. menciptakan kreativitas yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi
kesejahteraan masyarakat.
4
BAB IV
TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 6
(1) Wali Nanggroe bertanggungjawab dalam memelihara, mengembangkan,
melindungi, dan melestarikan kehidupan adat, adat istiadat, dan budaya
masyarakat.
(2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Majelis Adat dan lembaga-lembaga
adat.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan dan
pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat.
Pasal 7
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan menumbuhkembangkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Pasal 8
Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat lainnya melakukan pembinaan dan
pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat yang sesuai dengan Syari’at Islam.
BAB V
PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 9
(1) Kehidupan adat dan adat istiadat dilaksanakan oleh Pemerintah
Aceh/pemerintah kab/kota dan segenap lapisan masyarakat.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat
istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. lingkungan keluarga;
b. jalur pendidikan;
c. lingkungan masyarakat;
d. lingkungan kerja; dan
e. organisasi sosial kemasyarakatan.
Pasal 10
(1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan dengan:
a. maklumat Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota;
b. keteladanan;
5
c. penyuluhan, sosialisasi, diskusi dan simulasi;
d. perlombaan dan atraksi/ pertunjukan;
e. perlindungan karya-karya adat berdasarkan hukum;
f. perlindungan hak masyarakat adat, yang meliputi tanah, rawa, hutan, laut,
sungai, danau, dan hak-hak masyarakat lainnya; dan
g. kaderisasi tokoh adat baik generasi muda maupun perempuan.
(2) Setiap aparat yang bertugas di Aceh harus memahami dan menghargai tatanan
adat dan adat istiadat Aceh.
(3) Setiap pejabat/aparat, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus
memahami, membina, dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat masyarakat
setempat.
Pasal 11
Lembaga adat wajib menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk menggali
kembali kaidah-kaidah adat dan adat istiadat.
Pasal 12
(1) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat dan adat istiadat meliputi:
a. tatanan adat dan adat istiadat;
b. arsitektur Aceh;
c. ukiran-ukiran bermotif Aceh;
d. cagar budaya;
e. alat persenjataan tradisional;
f. karya tulis ulama, cendikiawan dan seniman;
g. bahasa-bahasa yang ada di Aceh;
h. kesenian tradisional Aceh;
i. adat perkawinan;
j. adat pergaulan;
k. adat bertamu dan menerima tamu;
l. adat peutamat darueh (Khatam Al Qur’an);
m. adat mita raseuki (berusaha);
n. pakaian adat;
o. makanan/ pangan tradisional Aceh;
p. perhiasan-perhiasan bermotif Aceh;
q. kerajinan-kerajinan bermotif Aceh;
r. piasan tradisional Aceh; dan
s. upacara-upacara adat lainnya.
6
(2) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian prilaku luhur dan kesalehan spiritual
yang telah membentuk watak dan kepribadian Aceh yang Islami diteruskan
kepada generasi muda Aceh.
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA/PERSELISIHAN
Pasal 13
(1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat meliputi:
a. perselisihan dalam rumah tangga;
b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;
c. perselisihan antar warga;
d. khalwat meusum;
e. perselisihan tentang hak milik;
f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);
g. perselisihan harta sehareukat;
h. pencurian ringan;
i. pencurian ternak peliharaan;
j. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
k. persengketaan di laut;
l. persengketaan di pasar;
m. penganiayaan ringan;
n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);
o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;
p. pencemaran lingkungan (skala ringan);
q. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan
r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.
(2) Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap.
(3) Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan
diselesaikan terlebih dahulu secara adat di Gampong atau nama lain.
Pasal 14
(1) Penyelesaian secara adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
meliputi penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain, penyelesaian
secara adat di Mukim dan penyelesaian secara adat di Laot.
7
(2) Penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. Keuchik atau nama lain;
b. imeum meunasah atau nama lain;
c. tuha peut atau nama lain;
d. sekretaris gampong atau nama lain; dan
e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong atau nama lain
yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan.
(3) Penyelesaian secara adat di mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. imeum mukim atau nama lain;
b. imeum chik atau nama lain
c. tuha peut atau nama lain;
d. sekretaris mukim; dan
e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di mukim yang bersangkutan,
sesuai dengan kebutuhan.
(4) Sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan dilaksanakan di
Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain dan di Mesjid
pada tingkat Mukim atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau
nama lain dan Imeum Mukim atau nama lain.
(5) Penyelesaian secara adat di Laot sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. panglima laot atau nama lain;
b. wakil panglima laot atau nama lain;
c. 3 orang staf panglima laot atau nama lain; dan
d. sekretaris panglima laot atau nama lain.
(6) Dalam hal penyelesaian secara adat di Laot Lhok atau nama lain tidak bisa
menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antara dua atau lebih panglima laot
lhok atau nama lain, maka sengketa/perselisihan tersebut dilaksanakan melalui
penyelesaian secara adat laot kab/kota.
(7) Penyelesaian secara adat laot kabupaten/kota dilaksanakan oleh tokoh-tokoh
adat yang terdiri atas:
a. panglima laot kab/kota atau nama lain;
b. wakil panglima laot atau nama lain;
c. 2 orang staf panglima laot kab/kota atau nama lain; dan
d. 1 orang dari dinas Dinas Kelautan dan Perikanan dan/atau tokoh nelayan.
(8) Sidang musyawarah penyelesaian perselisihan/sengketa dilaksanakan di
Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain, di Mesjid pada
tingkat Mukim, di laot pada balee nelayan dan di tempat-tempat lain yang ditunjuk
oleh Keuchik atau nama lain, Imeum Mukim atau nama lain, dan Panglima Laot
atau nama lain.
8
Pasal 15
Tata cara dan syarat-syarat penyelesaian perselisihan/persengketaan, dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan adat setempat.
BAB VII
BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT
Pasal 16
(1) Jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan dalam penyelesaian sengketa adat
sebagai berikut:
a. nasehat;
b. teguran;
c. pernyataan maaf;
d. sayam;
e. diyat;
f. denda;
g. ganti kerugian;
h. dikucilkan oleh masyarakat gampong atau nama lain;
i. dikeluarkan dari masyarakat gampong atau nama lain;
j. pencabutan gelar adat; dan
k. bentuk sanksi lainnya sesuai dengan adat setempat.
(2) Keluarga pelanggar adat ikut bertanggung jawab atas terlaksananya sanksi adat
yang dijatuhkan kepada anggota keluarganya.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 17
Dana pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat diperoleh melalui:
a. bantuan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuan daerah; dan
b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
9
Segala ketentuan yang ada tentang pembinaan dan pengembangan adat dan
adat istiadat, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Qanun ini.
Pasal 19
Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai peraturan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Dengan berlakunya Qanun ini maka Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Kehidupan Adat dinyatakan dicabut.
Pasal 21
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.
Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 30 Desember 2008 M
2 Muharram 1430 H
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
Pada tanggal 31 Desember 2008 M
3 Muharram 1430 H
SEKRETARIS DAERAH
NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 09
10
PENJELASAN
ATAS
QANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT DI ACEH
I. UMUM
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah
memberikan landasan yang lebih kuat dalam pembinaan kehidupan adat dan adat
istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 99 Undang-Undang tersebut
memerintahkan untuk melaksanakan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat
dengan membentuk suatu Qanun Aceh. Bahwa Adat dan Adat Istiadat yang sejalan
dengan Syariat Islam merupakan kekayaan budaya menunjukkan identitas bangsa
yang perlu dibina, dikembangkan dan dilindungi keberadaannya.
Adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam memiliki
keragaman sesuai dengan sub-sub etnis yang hidup di Aceh. Keragaman tersebut
merupakan kekayaan dan khasanah budaya yang pluralistis. Oleh karena itu
pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat harus diarahkan kepada pembinaan dan
pengembangan adat dan adat istiadat setempat.
Adat dan adat istiadat telah menjadi perekat dan pemersatu di dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga menjadi modal dalam pembangunan. Oleh
karena itu nilai-nilai adat dan adat istiadat tersebut perlu dibina dan dikembangkan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
11
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sesuai dengan ajaran Islam adalah untuk
menjamin agar pelaksanaan adat dan adat istiadat tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syari’at Islam.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Yang dimaksud secara bertahap adalah sengketa/perselisihan yang terjadi
diselesaikan terlebih dahulu dalam keluarga, apabila tidak dapat
diselesaikan maka akan dibawa pada penyelesaian secara adat di
gampong.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
12
Huruf d
Yang dimaksud dengan sayam adalah perdamaian
persengketaan/perselisihan yang mengakibatkan keluar
darah (roe darah) yang diformulasikan dalam wujud ganti
rugi berupa penyembelihan hewan ternak dalam sebuah
acara adat.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 19
13

More Related Content

Viewers also liked

Aceh Kembali ke Masa Depan
Aceh Kembali ke Masa DepanAceh Kembali ke Masa Depan
Aceh Kembali ke Masa DepanTeuku Ardiansyah
 
Kaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat Sipil
Kaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat SipilKaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat Sipil
Kaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat SipilTeuku Ardiansyah
 
Gender dan Pembangunan
Gender dan PembangunanGender dan Pembangunan
Gender dan PembangunanIrenty Helena
 
IMPACT | Civil Society Resource centre
IMPACT | Civil Society Resource centreIMPACT | Civil Society Resource centre
IMPACT | Civil Society Resource centreTeuku Ardiansyah
 
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan PembangunanGender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan Pembangunanendang_lestari3003
 
peranan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaa
peranan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaaperanan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaa
peranan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaaYayu Ferdian
 
Peranan indonesia dalam upaya perdamaian dunia
Peranan indonesia dalam upaya perdamaian duniaPeranan indonesia dalam upaya perdamaian dunia
Peranan indonesia dalam upaya perdamaian duniaAtikah Nian Indrastuti
 
Renungan untuk Wanita
Renungan untuk WanitaRenungan untuk Wanita
Renungan untuk WanitaMaulana Rizal
 
KONFLIK SOSIAL
KONFLIK SOSIAL KONFLIK SOSIAL
KONFLIK SOSIAL zara vho
 
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaKumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaDikha Wijanarko
 
Tugas power point
Tugas power pointTugas power point
Tugas power pointMakarina
 
Keajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto Wardoyo
Keajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto WardoyoKeajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto Wardoyo
Keajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto WardoyoAntonio Fly
 

Viewers also liked (15)

Aceh Kembali ke Masa Depan
Aceh Kembali ke Masa DepanAceh Kembali ke Masa Depan
Aceh Kembali ke Masa Depan
 
Kaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat Sipil
Kaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat SipilKaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat Sipil
Kaki Langit | Rumah Pengetahuan Masyarakat Sipil
 
Perdamaian
PerdamaianPerdamaian
Perdamaian
 
Resolusi konflik
Resolusi konflikResolusi konflik
Resolusi konflik
 
Gender dan Pembangunan
Gender dan PembangunanGender dan Pembangunan
Gender dan Pembangunan
 
Gerakan Aceh Merdeka
Gerakan Aceh MerdekaGerakan Aceh Merdeka
Gerakan Aceh Merdeka
 
IMPACT | Civil Society Resource centre
IMPACT | Civil Society Resource centreIMPACT | Civil Society Resource centre
IMPACT | Civil Society Resource centre
 
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan PembangunanGender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
 
peranan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaa
peranan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaaperanan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaa
peranan indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia melalui kaa
 
Peranan indonesia dalam upaya perdamaian dunia
Peranan indonesia dalam upaya perdamaian duniaPeranan indonesia dalam upaya perdamaian dunia
Peranan indonesia dalam upaya perdamaian dunia
 
Renungan untuk Wanita
Renungan untuk WanitaRenungan untuk Wanita
Renungan untuk Wanita
 
KONFLIK SOSIAL
KONFLIK SOSIAL KONFLIK SOSIAL
KONFLIK SOSIAL
 
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaKumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
 
Tugas power point
Tugas power pointTugas power point
Tugas power point
 
Keajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto Wardoyo
Keajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto WardoyoKeajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto Wardoyo
Keajaiban Wanita ( Motivasi Slide) Tanto Wardoyo
 

Similar to P aceh 9_2008

Similar to P aceh 9_2008 (20)

Qanun Aceh No. 8 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan
Qanun Aceh No. 8 Tahun 2013 tentang KepariwisataanQanun Aceh No. 8 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan
Qanun Aceh No. 8 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan
 
Uu no. 6 tahun 2014
Uu no. 6 tahun 2014Uu no. 6 tahun 2014
Uu no. 6 tahun 2014
 
Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang DESA
Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang DESAUndang-undang No 6 tahun 2014 tentang DESA
Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang DESA
 
Uu2014 006
Uu2014 006Uu2014 006
Uu2014 006
 
Perdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidup
Perdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidupPerdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidup
Perdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidup
 
Perdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidup
Perdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidupPerdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidup
Perdes no. 7 tahun 2017 tentang lingkungan hidup
 
Uu no 6_2014 Ttng Pemerintahan Desa
Uu no 6_2014 Ttng Pemerintahan DesaUu no 6_2014 Ttng Pemerintahan Desa
Uu no 6_2014 Ttng Pemerintahan Desa
 
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang DesaUU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
UU No. 6 Tahun 2014
UU No. 6 Tahun 2014UU No. 6 Tahun 2014
UU No. 6 Tahun 2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014 ( desa)
Uu no 6_2014 ( desa)Uu no 6_2014 ( desa)
Uu no 6_2014 ( desa)
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
Uu no 6_2014
Uu no 6_2014Uu no 6_2014
Uu no 6_2014
 
undang-undang desa no 6
undang-undang desa no 6undang-undang desa no 6
undang-undang desa no 6
 

Recently uploaded

Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 

Recently uploaded (12)

Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 

P aceh 9_2008

  • 1. QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang : a. bahwa Adat dan Adat Istiadat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang melahirkan nilai- nilai budaya, norma adat dan aturan yang sejalan dengan Syariat Islam dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilestarikan; b. bahwa pembinaan, pengembangan dan pelestarian Adat dan Adat Istiadat perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat memahami nilai- nilai adat dan budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh; c. bahwa untuk menindaklanjuti Pasal 99 dan Pasal 162 ayat (2) huruf (e) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jo Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, perlu diatur Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dalam suatu qanun; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Qanun Aceh tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); 2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893); 3. Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 1
  • 2. 4. Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 5. Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03). Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH dan GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN: Menetapkan : QANUN PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam qanun ini yang dimaksudkan dengan : 1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. 2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. 3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing. 4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing; 5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintah Aceh yang terdiri dari atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh. 2
  • 3. 6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota. 8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 9. Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat dan adat istiadat, pemberian gelar/derajat dan pembina upacara-upacara adat di Aceh serta sebagai penasehat Pemerintah Aceh. 10.Adat adalah aturan perbuatan dan kebiasaan yang telah berlaku dalam masyarakat yang dijadikan pedoman dalam pergaulan hidup di Aceh. 11.Hukum Adat adalah seperangkat ketentuan tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Aceh, yang memiliki sanksi apabila dilanggar. 12.Adat-istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi pendahulu yang dihormati dan dimuliakan sebagai warisan yang sesuai dengan Syariat Islam. 13.Kebiasaan adalah sikap dan perbuatan yang dilakukan secara berulang kali untuk hal yang sama, yang hidup dan berkembang serta dilaksanakan oleh masyarakat. 14.Pemangku Adat adalah orang yang menduduki jabatan pada lembaga-lembaga adat. 15.Reusam atau nama lain adalah petunjuk-petunjuk adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat. 16.Upacara adat adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan norma adat, nilai dan kebiasaan masyarakat adat setempat. BAB II RUANG LINGKUP PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Pasal 2 (1) Ruang lingkup pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat meliputi segenap kegiatan kehidupan bermasyarakat. (2) Pembinaan, pengembangan, pelestarian, dan perlindungan terhadap adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada nilai-nilai Islami. 3
  • 4. BAB III ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 3 Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat berasaskan: a. keislaman; b. keadilan; c. kebenaran; d. kemanusiaan; e. keharmonisan; f. ketertiban dan keamanan; g. ketentraman; h. kekeluargaan; i. kemanfaatan; j. kegotongroyongan; k. kedamaian; l. permusyawaratan; dan m. kemaslahatan umum. Pasal 4 (1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat dimaksudkan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan seimbang yang diridhai oleh Allah SWT, antara hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya, dan rakyat dengan pemimpinnya. (2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan fungsi dan peran adat dan adat istiadat dalam menata kehidupan bermasyarakat. Pasal 5 Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat bertujuan untuk: a. menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis; b. tersedianya pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat; c. membina tatanan masyarakat adat yang kuat dan bermartabat; d. memelihara, melestarikan dan melindungi khasanah-khasanah adat, budaya, bahasa-bahasa daerah dan pusaka adat; e. merevitalisasi adat, seni budaya dan bahasa yang hidup dan berkembang di Aceh; dan f. menciptakan kreativitas yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat. 4
  • 5. BAB IV TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Pasal 6 (1) Wali Nanggroe bertanggungjawab dalam memelihara, mengembangkan, melindungi, dan melestarikan kehidupan adat, adat istiadat, dan budaya masyarakat. (2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat. (3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat. Pasal 7 Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan menumbuhkembangkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pasal 8 Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat lainnya melakukan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat yang sesuai dengan Syari’at Islam. BAB V PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Pasal 9 (1) Kehidupan adat dan adat istiadat dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota dan segenap lapisan masyarakat. (2) Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. lingkungan keluarga; b. jalur pendidikan; c. lingkungan masyarakat; d. lingkungan kerja; dan e. organisasi sosial kemasyarakatan. Pasal 10 (1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan dengan: a. maklumat Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota; b. keteladanan; 5
  • 6. c. penyuluhan, sosialisasi, diskusi dan simulasi; d. perlombaan dan atraksi/ pertunjukan; e. perlindungan karya-karya adat berdasarkan hukum; f. perlindungan hak masyarakat adat, yang meliputi tanah, rawa, hutan, laut, sungai, danau, dan hak-hak masyarakat lainnya; dan g. kaderisasi tokoh adat baik generasi muda maupun perempuan. (2) Setiap aparat yang bertugas di Aceh harus memahami dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat Aceh. (3) Setiap pejabat/aparat, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus memahami, membina, dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat masyarakat setempat. Pasal 11 Lembaga adat wajib menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk menggali kembali kaidah-kaidah adat dan adat istiadat. Pasal 12 (1) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat dan adat istiadat meliputi: a. tatanan adat dan adat istiadat; b. arsitektur Aceh; c. ukiran-ukiran bermotif Aceh; d. cagar budaya; e. alat persenjataan tradisional; f. karya tulis ulama, cendikiawan dan seniman; g. bahasa-bahasa yang ada di Aceh; h. kesenian tradisional Aceh; i. adat perkawinan; j. adat pergaulan; k. adat bertamu dan menerima tamu; l. adat peutamat darueh (Khatam Al Qur’an); m. adat mita raseuki (berusaha); n. pakaian adat; o. makanan/ pangan tradisional Aceh; p. perhiasan-perhiasan bermotif Aceh; q. kerajinan-kerajinan bermotif Aceh; r. piasan tradisional Aceh; dan s. upacara-upacara adat lainnya. 6
  • 7. (2) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian prilaku luhur dan kesalehan spiritual yang telah membentuk watak dan kepribadian Aceh yang Islami diteruskan kepada generasi muda Aceh. BAB VI PENYELESAIAN SENGKETA/PERSELISIHAN Pasal 13 (1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat meliputi: a. perselisihan dalam rumah tangga; b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh; c. perselisihan antar warga; d. khalwat meusum; e. perselisihan tentang hak milik; f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan); g. perselisihan harta sehareukat; h. pencurian ringan; i. pencurian ternak peliharaan; j. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan; k. persengketaan di laut; l. persengketaan di pasar; m. penganiayaan ringan; n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat); o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik; p. pencemaran lingkungan (skala ringan); q. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat. (2) Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap. (3) Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat di Gampong atau nama lain. Pasal 14 (1) Penyelesaian secara adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) meliputi penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain, penyelesaian secara adat di Mukim dan penyelesaian secara adat di Laot. 7
  • 8. (2) Penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. Keuchik atau nama lain; b. imeum meunasah atau nama lain; c. tuha peut atau nama lain; d. sekretaris gampong atau nama lain; dan e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong atau nama lain yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan. (3) Penyelesaian secara adat di mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. imeum mukim atau nama lain; b. imeum chik atau nama lain c. tuha peut atau nama lain; d. sekretaris mukim; dan e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di mukim yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan. (4) Sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan dilaksanakan di Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain dan di Mesjid pada tingkat Mukim atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau nama lain dan Imeum Mukim atau nama lain. (5) Penyelesaian secara adat di Laot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. panglima laot atau nama lain; b. wakil panglima laot atau nama lain; c. 3 orang staf panglima laot atau nama lain; dan d. sekretaris panglima laot atau nama lain. (6) Dalam hal penyelesaian secara adat di Laot Lhok atau nama lain tidak bisa menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antara dua atau lebih panglima laot lhok atau nama lain, maka sengketa/perselisihan tersebut dilaksanakan melalui penyelesaian secara adat laot kab/kota. (7) Penyelesaian secara adat laot kabupaten/kota dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. panglima laot kab/kota atau nama lain; b. wakil panglima laot atau nama lain; c. 2 orang staf panglima laot kab/kota atau nama lain; dan d. 1 orang dari dinas Dinas Kelautan dan Perikanan dan/atau tokoh nelayan. (8) Sidang musyawarah penyelesaian perselisihan/sengketa dilaksanakan di Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain, di Mesjid pada tingkat Mukim, di laot pada balee nelayan dan di tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau nama lain, Imeum Mukim atau nama lain, dan Panglima Laot atau nama lain. 8
  • 9. Pasal 15 Tata cara dan syarat-syarat penyelesaian perselisihan/persengketaan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan adat setempat. BAB VII BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT Pasal 16 (1) Jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan dalam penyelesaian sengketa adat sebagai berikut: a. nasehat; b. teguran; c. pernyataan maaf; d. sayam; e. diyat; f. denda; g. ganti kerugian; h. dikucilkan oleh masyarakat gampong atau nama lain; i. dikeluarkan dari masyarakat gampong atau nama lain; j. pencabutan gelar adat; dan k. bentuk sanksi lainnya sesuai dengan adat setempat. (2) Keluarga pelanggar adat ikut bertanggung jawab atas terlaksananya sanksi adat yang dijatuhkan kepada anggota keluarganya. BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 17 Dana pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat diperoleh melalui: a. bantuan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan daerah; dan b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 9
  • 10. Segala ketentuan yang ada tentang pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Qanun ini. Pasal 19 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Dengan berlakunya Qanun ini maka Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat dinyatakan dicabut. Pasal 21 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh. Disahkan di Banda Aceh pada tanggal 30 Desember 2008 M 2 Muharram 1430 H GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, IRWANDI YUSUF Diundangkan di Banda Aceh Pada tanggal 31 Desember 2008 M 3 Muharram 1430 H SEKRETARIS DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM, HUSNI BAHRI TOB LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 09 10
  • 11. PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT DI ACEH I. UMUM Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah memberikan landasan yang lebih kuat dalam pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 99 Undang-Undang tersebut memerintahkan untuk melaksanakan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat dengan membentuk suatu Qanun Aceh. Bahwa Adat dan Adat Istiadat yang sejalan dengan Syariat Islam merupakan kekayaan budaya menunjukkan identitas bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilindungi keberadaannya. Adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam memiliki keragaman sesuai dengan sub-sub etnis yang hidup di Aceh. Keragaman tersebut merupakan kekayaan dan khasanah budaya yang pluralistis. Oleh karena itu pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat harus diarahkan kepada pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat setempat. Adat dan adat istiadat telah menjadi perekat dan pemersatu di dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga menjadi modal dalam pembangunan. Oleh karena itu nilai-nilai adat dan adat istiadat tersebut perlu dibina dan dikembangkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas 11
  • 12. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Yang dimaksud dengan sesuai dengan ajaran Islam adalah untuk menjamin agar pelaksanaan adat dan adat istiadat tidak bertentangan dengan nilai-nilai syari’at Islam. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Yang dimaksud secara bertahap adalah sengketa/perselisihan yang terjadi diselesaikan terlebih dahulu dalam keluarga, apabila tidak dapat diselesaikan maka akan dibawa pada penyelesaian secara adat di gampong. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas 12
  • 13. Huruf d Yang dimaksud dengan sayam adalah perdamaian persengketaan/perselisihan yang mengakibatkan keluar darah (roe darah) yang diformulasikan dalam wujud ganti rugi berupa penyembelihan hewan ternak dalam sebuah acara adat. Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 19 13