SlideShare a Scribd company logo
MODUL 3
KONGRUENSI
Gatot Muhsetyo
PENDAHULUAN
Dalam modul Kongruensi ini diuraikan tentang sifat-sifat dasar kongruensi,
keterkaitan kongruensi dengan fpb dan kpk, sistem residu yang lengkap dan system
residu yang tereduksi, teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson.
Kongruensi merupakan kelanjutan dari keterbagian, dan didefinisikan berdasarkan
konsep keterbagian. Dengan demikian penjelasan dan pembuktian teorema-teoremanya
dikembalikan ke konsep keterbagian. Bahan utama kongruensi adalah penggunaan
bilangan sebagai modulo, dan bilangan modulo ini dapat dipandang sebagai perluasan
dari pembahasan yang sudah ada di sekolah dasar sebagai bilangan jam, dan pada tingkat
lebih lanjut disebut denga bilangan bersisa.
Dengan bertambahnya uraian tentang sistem residu, pembahasan tentang kongruensi
menjadi lebih lengkap sebagai persiapan penjelasan teorema Euler, teorema kecil Fermat,
dan teorema Wilson, serta bahan penerapan yang terkait dengan teorema-teorema
kongruensi dan teorema Euler.
KOMPETENSI UMUM
Kompetensi umum dalam mempelajari modul ini adalah mahasiswa mampu
memahami konsep kongruensi, penerapannya, hubungannya dengan konsep keterbagian,
pengembangannya dalam system residu, dan peranannya dalam penjabaran teorema
Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson.
KOMPETENSI KHUSUS
Kompetensi khusus dalam mempelajari modul ini adalah mahasiswa mampu
menjelaskan konsep kongruensi dan sifat-sifatnya, konsep sistem residu yang lengkap
dan sistem residu yang tereduksi, peranan fpb dan kpk dalam pengembangan sifat-sifat
kongruensi, pembuktian dan penerapan teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan
teorema Wilson.
SUSUNAN KEGIATAN BELAJAR
Modul 3 ini terdiri dari dua kegiatan belajar. Kegiatan Belajar pertama adalah
Kongruensi, dan Kegiatan Belajar kedua adalah Sistem Residu. Setiap kegiatan be;lajar
memuat Uraian, Contoh/Bukan Contoh, Tugas dan Latihan, Rambu-Rambu Jawaban
Tugas dan Latihan, Rangkuman, dan Tes Formatif. Pada bagian akhir modul ini
ditempatkan Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif 1 dan Tes Formatif 2.
PETUNJUK BELAJAR
1. Bacalah Uraian dan Contoh dengan cermat dan berulang-ulang sehingga Anda benar-
benar memahami dan menguasai materi paparan.
2. Kerjakan Tugas dan Latihan yang tersedia secara mandiri. Jika dalam kasus atau tahap-
An tertentu Anda mengalami kesulitan menjawab/menyelesaikan, maka lihatlah Ram-
bu-Rambu Jawaban Tugas dan Latihan. Jika langkah ini belum banyak membantu
Anda keluar dari kesulitan, maka mintalah bantuan tutor Anda, atau orang lain yang
lebih tahu.
3. Kerjakan Tes Formatif secara mandiri, dan periksalah Tingkat Kemampuan Anda
dengan jalan mencocokkan jawaban Anda dengan Rambu-Rambu Jawaban Tes For-
matif. Ulangilah pengerjaan Tes Formatif sampai Anda benar-benar merasa mampu
mengerjakan semua soal dengan benar.
MODUL 3
KEGIATAN BELAJAR 1
KONSEP DASAR KONGRUENSI
Uraian
Kongruensi merupakan bahasa teori bilangan karena pembahasan teori bilangan
bertumpu kongruensi. Bahasa kongruensi ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Karl
Friedrich Gauss, matematisi paling terkenal dalam sejarah, pada awal abad sembilan
belas, sehingga sering disebut sebagai Pangeran Matematisi (The Prince of Mathematici-
ans). Meskipun Gauss tercatat karena temuan-temuannya di dalam geometri, aljabar,
analisis, astronomi, dan fisika matematika, ia mempunyai minat khusus di dalam teori
bilangan dan mengatakan bahwa “mathematics is the queen of sciences, and the theory
of numbers is the queen of mathematics” . Gauss merintis untuk meletakkan teori
bilangan modern di dalam bukunya Disquistiones Arithmeticae pada tahun 1801.
Secara tidak langsung kongruensi sudah dibahas sebagai bahan matematika di
sekolah dalam bentuk bilangan jam atau bilangan bersisa. Peragaan dengan menggunakan
tiruan jam dipandang bermanfaat karena peserta didik akan langsung praktek untuk lebih
mengenal adanya system bilangan yang berbeda yaitu system bilangan bilangan jam,
misalnya bilangan jam duaan, tigaan, empatan, limaan, enaman, dan seterusnya.
Kemudian, kita telah mengetahui bahwa bilangan-bilangan bulat lebih dari 4 dapat di
“reduksi” menjadi 0, 1, 2, 3, atau 4 dengan cara menyatakan sisanya jika bilangan itu
dibagi dengan 5, misalnya 13 dapat direduksi menjadi 3 karena 13 dibagi 5 bersisa 3, 50
dapat direduksi menjadi 0 karena 50 dibagi 5 bersisa 0, dan dalam bahasa kongruensi
dapat dinyatakan sebagai 13 ≡ 3 (mod 5) dan 50 ≡ 0 (mod 5).
Definisi 3.1
Ditentukan p,q,m adalah bilangan-bilangan bulat dan m  0
p disebut kongruen dengan q modulo m, ditulis p ≡ q (mod m), jika dan hanya jika
m │ p - q .
Jika m │ p – q maka ditulis p ≡ q (mod m), dibaca p tidak kongruen q modulo m.
Contoh 3.1
10 ≡ 6 (mod 2) sebab 2 │ 10 – 6 atau 2 │ 4
13 ≡ -5 (mod 9) sebab 9 │ 13 – (-5) atau 9 │ 18
107 ≡ 2 (mod 15) sebab 7 │ (107 – 2) atau 15 │ 105
Teorema 3.1
Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat, maka p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika
ada bilangan bulat t sehingga p = q + tm
Bukti :
Jika p ≡ q (mod m), maka m │ p – q . Ini berarti bahwa ada suatu bilangan bulat t se-
hingga tm = p – q, atau p = q + tm.
Sebaliknya, jika ada suatu bilangan bulat t yang memenuhi p = q + tm, maka dapat
ditentukan bahwa tm = p – q, dengan demikian m │ p – q , dan akibatnya berlaku
p ≡ q (mod m).
Contoh 4.2
23 ≡ -17 (mod 8) dan 23 = -17 + 5.8
Teorema 3.2
Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif.
Kongruensi modulo m memenuhi sifat-sifat berikut :
(a) Sifat Refleksif.
Jika p adalah suatu bilangan bulat, maka p ≡ p (mod m)
(b) Sifat Simetris.
Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p ≡ q (mod m),
maka p ≡ q (mod m)
(c) Sifat Transitif.
Jika p, q, dan r adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p ≡ q (mod m)
dan q ≡ r (mod m), maka p ≡ r (mod m)
Bukti :
(a) Kita tahu bahwa m │ 0, atau m │ p – p , berarti p ≡ q (mod m)
(b) Jika p ≡ q (mod m), maka m │ p – q , dan menurut definisi keterbagian, ada suatu
bilangan bulat t sehingga tm = p – q, atau (-t)m = q – p , berarti m │ q – p.
Dengan demikian q ≡ p (mod m)
(c) Jika p ≡ q (mod m) dan q ≡ r (mod m) , maka m│p – q dan m│q – r, dan menurut
definisi keterbagian, ada bilangan-bilangan bulat s dan t sehingga sm = p – q dan
tm = q – r . Dengan demikian dapat ditentukan bahwa p – r = (p – q) + (q – r) =
sm + tm = (s + t)m. Jadi m│ p – r , dan akibatnya q ≡ r (mod m)
Contoh 4.3
5 ≡ 5 (mod 7) dan -10 ≡ -10 (mod 15) sebab 7│5 – 5 dan 15│-10 – (-10)
27 ≡ 6 (mod 7) akibatnya 6 ≡ 27 (mod 7) sebab 7│6 – 27 atau 7│(-21)
45 ≡ 21 (mod 3) dan 21 ≡ 9 (mod 3), maka 45 ≡ 9 (mod 3) sebab 3│45 – 9 atau 3│36
Teorema 3.3
Jika p, q, r, dan m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga
p ≡ q (mod m) , maka :
(a) p + r ≡ q + r (mod m)
(b) p – r ≡ q – r (mod m)
(c) pr ≡ qr (mod m)
Bukti :
(a) Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q . Selanjutnya dapat ditentukan bahwa
p – q = (p + r) – (q + r) , berarti m│p – q berakibat m │ (p + r) – (q + r). Dengan
demikian p + r ≡ q + r (mod m).
(b) Kerjakan, ingat bahwa p – q = (p – r) – (q – r) .
(c) Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q , dan menurut teorema keterbagian,
m │ r(p – q) untuk sebarang bilangan bulat r, dengan demikian m │ pr – qr.
Jadi pr │qr (mod m) .
Contoh 4.4
43│7 (mod 6) , maka 43 +5│ 7 + 5 (mod 6) atau 48│12 (mod 6)
27 │6 (mod 7) , maka 27 – 4 │6 – 4 (mod 7) atau 23│ 2 (mod 7)
35│3 (mod 8) , maka 35.4│3.4 (mod 8) atau 140│12 (mod 8)
Contoh 4.5
Perhatikan bahwa teorema 3.3.(c) tidak bisa dibalik, artinya jika pr ≡ qr (mod m), maka
belum tentu bahwa p ≡ q (mod m), misalnya 24 = 4.6 , 12 = 4.3, dan 24 ≡ 12 (mod 6) atau
4.6 ≡ 4.3 (mod 6), tetapi 6 ≡ 3 (mod 6).
Teorema 3.4
Jika p, q, r, s, m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga
p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m) , maka :
(a) p + r ≡ q + s (mod m)
(b) p – r ≡ q – s (mod m)
(c) pr ≡ qs (mod m)
Bukti :
(a) p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka m│ p – q dan m│ r – s , maka tentu ada
bilangan-bilangan bulat t dan u sehingga tm = p – q dan um = r – s , dan
(p + r) – (q + s) = tm – um = m(t – u). Dengan demikian m│(p + r) – (q + s), atau
p + r ≡ q + s (mod m).
(b) Kerjakan, perhatikan bahwa (p – r) – (q – s) = (p – q) – (r – s)
(c) p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka m│ p – q dan m│ r – s , maka tentu ada
bilangan-bilangan bulat t dan u sehingga tm = p – q dan um = r – s , dan
pr – qs = pr – qr + qr – qs = r(p – q) + q(r – s) = rtm + qum = m (rt + qu). Dengan
demikian m │ pr – qs , atau pr ≡ qs (mod m)
Contoh 3.6
36 ≡ 8(mod 7) dan 53 ≡ 4 (mod 7), maka 36 + 53 ≡ 8 + 4 (mod 7) atau 89 ≡ 12 (mod 7)
72 ≡7 (mod 5) dan 43 ≡ 3 (mod 5), maka 72 – 43 ≡ 7 – 3 (mod 5) atau 29 ≡ 4 (mod 5)
15 ≡ 3 (mod 4) dan 23 ≡ 7 (mod 4) maka 15.23 ≡ 3.7 (mod 4) atau 345 ≡ 21 (mod 4)
Teorema 3.5
(a) Jika p ≡ q (mod m), maka pr ≡ qr (mod mr)
(b) Jika p ≡ q (mod m) dan d│m , maka p ≡ q (mod d)
Bukti :
(a) p ≡ q (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│p – q , dan menurut teorema 2.8 dapat
ditentukan bahwa rm│r(p – q) atau mr│pr – qr , dan berdasarkan definisi 3.1 dapat
ditentukan bahwa pr ≡ qr (mod mr)
(b) p ≡ q (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│p – q .
Berdasarkan teorema 2.2, d│m dan m│p – q berakibat d│p – q, dan sesuai dengan
Definisi 3.1, p ≡ q (mod d)
Teorema 3.6
Diketahui bilangan-bilangan bulat a, p, q, m, dan m > 0.
(a) ap ≡ aq (mod m) jika dan hanya jika p ≡ q (mod m/(a,m))
(b) p ≡ q (mod m1 ) dan p ≡ q (mod m 2 ) jika dan hanya jika p ≡ q (mod [m1 , m 2 ])
Bukti :
(a) ()
ap ≡ aq (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│ap – aq, dan sesuai definisi 2.1
ap – aq = tm untuk suatu t  Z, berarti a(p – q) = tm. Karena (a,m)│a dan (a,m)│ m
maka (a/(a,m)(p – q) = (m/(a,m)t, dan sesuai dengan definisi 2.1, dapat ditentukan
bahwa (m/(a,m)│(a/(a,m)(p – q). Menurut teorema 2.14, (m/(a,m),a/(a,m)) = 1, dan
menurut teorema 2.15, dari (m/(a,m),a/(a,m)) = 1 dan (m/(a,m)│(a/(a,m)(p – q) ber-
akibat (m/(a,m)│(p – q). Jadi menurut definisi 3.1, p ≡ q (mod m/(a,m)) .
()
p ≡ q (mod m/(a,m)), maka menurut teorema 3.5(a), ap ≡ aq (mod am/(a,m)). Selan-
jutnya, karena m │am/(a,m), dan ap ≡ aq (mod am/(a,m)), maka berdasarkan pada
teorema 3.5 (b) , ap ≡ aq (mod m).
(b) Buktikan !
Contoh 3.7
8p ≡ 8q (mod 6) dan (8,6) = 2, maka p ≡ q (mod 6/2) atau p ≡ q (mod 3)
12p ≡ 12q (mod 16) dan (12,16) = 4, maka p ≡ q (mod 16/4) atau p ≡ q (mod 4)
Contoh 3.8
p ≡ q (mod 6) dan p ≡ q (mod 8), maka p ≡ q (mod [6,8]) atau p ≡ q (mod 24)
p ≡ q (mod 16) dan p ≡ q (mod 24), maka p ≡ q (mod [16,24]) atau p ≡ q (mod 48)
Tugas dan Latihan
Tugas
Bacalah suatu buku teori bilangan, dan carilah teorema-teorema yang belum dibuktikan
dalam kegiatan belajar 1. Selanjutnya buktikan bahwa :
1. Jika p, q, t, dan m adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga t > 0, m > 0 dan
p ≡ q (mod m), maka p t
≡ qt
(mod m)
2. Jika p, q  Z dan m1 , m 2 , …, mt  Z 
sedemikian hingga
p ≡ q (mod m1 ) , p ≡ q (mod m 2 ) , …, dan p ≡ q (mod m t ) , maka
p ≡ q (mod [m1 , m 2 , …, mt ])
Latihan
1. Diketahui p, q, m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga
p ≡ q (mod m)
Buktikan : (p,m) = (q,m)
2. Buktikan
(a) jika p adalah suatu bilangan genap, maka p 2
≡ 0 (mod 4)
(b) jika p adalah suatu bilangan ganjil, maka p 2
≡ 1 (mod 4)
3. Buktikan jika p adalah suatu bilangan ganjil, maka p 2
≡ 1 (mod 8)
4. Carilah sisa positif terkecil dari 1! + 2! + … + 100!
(a) modulo 2
(b) modulo 12
5. Tunjukkan bahwa jika n adalah suatu bilangan genap positif, maka:
1 + 2 + 3 + … + (n + 1) ≡ 0 (mod n)
Bagaimana jika n adalah suatu bilangan ganjil positif ?
6. Dengan menggunakan induksi matematika, tunjukkan bahwa 4 n
≡ 1 + 3n (mod 9)
jika n adalah suatu bilangan bulat positif.
Rambu-Rambu Jawaban Tugas Dan Latihan
Rambu-Rambu Jawaban Tugas
1. p ≡ q (mod m) , maka m │ p – q
pt
- qt
= (p – q)(p 1t
+ p 2t
q + … + pq 2t
+ q 1t
)
Perhatikan bahwa (p – q) │ pt
- qt
Karena m │ p – q dan (p – q) │ p t
- q t
, maka m │ pt
- qt
Jadi pt
≡ q t
(mod m)
2. p ≡ q (mod m1 ) , p ≡ q (mod m 2 ) , …, dan p ≡ q (mod m t ) , maka
m1 │ p – q , m 2 │ p – q , … , m t │ p – q
Dengan demikian p – q adalah kelipatan persekutuan dari m1 , m 2 , …, mt , dan
berdasarkan teorema 2.22, [ m1 , m 2 , …, m t ] │ p – q
Jadi p ≡ q (mod [m1 , m 2 , …, mt ] )
Rambu-Rambu Jawaban Latihan
1. p ≡ q (mod m) , maka p – q = tm untuk suatu bilangan bulat t
Menurut definisi 2.3, (p,m)│ p dan (p,m) │ m . Dari (p,m) │ m , berdasarkan
teorema 2.1, (p,m) │ tm . Selanjutnya , dari (p,m)│ p dan (p,m) │ tm, berdasarkan
teorema 2.4, (p,m) │ p – tm. Karena p – q = tm, atau q = p – tm , maka(p,m) │ q.
(p,m) │ m dan (p,m) │ q , maka (p,m) merupakan faktor persekutuan m dan q, dan
Sesuai teorema 2.17, (p,m) │ (q,m) . Dengan jalan yang sama dapat ditunjukkan
bahwa (q,m)│(p,m). Dari (p,m)│(q,m) dan (q,m) │ (p,m), (p,m) > 0, dan (q,m) > 0 ,
sesuai teorema 2.7, (p,m) = (q,m).
2. (a) Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan genap, maka p dapat dinya-
takan sebagai p = 2t untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian p 2
= 4t 2
.
Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 4 │ p 2
, atau 4 │ p 2
- 0 , dan berdasarkan defini-
si 3.1, p 2
≡ 0 (mod 4).
(b) Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan ganjil, maka p dapat dinya-
takan sebagai p = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian dapat
dicari p 2
= 4t 2
+ 4t + 1 , atau p 2
= 4t(t + 1) + 1 , atau p 2
- 1 = 4t(t+1). Akibatnya,
sesuai definisi 2.1, 4 │ p 2
- 1 , dan berdasarkan definisi 3.1, p 2
≡ 1 (mod 4).
3. Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan ganjil, maka p dapat dinyata-
sebagai p = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian dapat dicari
p 2
= 4t 2
+ 4t + 1 , atau p 2
= 4t(t + 1) + 1 . Jika t adalah suatu bilangan genap, sesuai
definisi 2.2, t = 2r untuk suatu bilangan bulat r, sehingga p 2
= 8r(2r + 1) + 1, atau
p 2
- 1 = 8r(2r + 1) . Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 8│ p 2
- 1 , dan berdasarkan pada
definisi 3.1, p 2
≡ 1 (mod 8).
Kerjakan dengan jalan yang sama jika t adalah suatu bilangan ganjil.
4. (a) n! = 1.2.3…n , berarti 2! = 1.2 = 2 ≡ 0 (mod 2), 3! = 1.2.3 = 2.3 ≡ 0 (mod 2) ,
n! = 1.2.3…n = 2.1.3…n ≡ 0 (mod 2). Dengan demikian dapat dicari bahwa
1! + 2! + … + n! ≡ 1 + 0 (mod 2) + 0 (mod 2) + … + 0 (mod 2) ≡ 0 (mod 2)
(b) n! = 1.2.3.4…n ≡ 0 (mod 12) jika n  4 , akibatnya dapat ditentukan bahwa
1! + 2! + … + 100! ≡ 1! + 2! + 3! + 0 + 0 + … + 0 (mod 12) ≡ 9 (mod 12).
5. 1 + 2 + … + (n + 1) = (n -1)n/2.
Jika n adalah suatu bilangan ganjil, maka n – 1 adalah suatu bilangan genap, sehingga
(n – 1)/2 adalah suatu bilangan bulat, dengan demikian n │1 + 2 + … + (n + 1) atau
1 + 2 + … + (n + 1) ≡ 0 (mod n).
Jika n adalah suatu bilangan genap, maka n = 2r untuk suatu bilangan bulat r, dengan
demikian (n -1)n/2 = (n -1)r , berarti n tidak membagi (n – 1)r karena (n,n-1) = 1 dan
r < n. Jadi 1 + 2 + … + (n + 1) tidak kongruen dengan 0 modulu n jika n adalah suatu
bilangan genap.
6. n = 1 memenuhi hubungan karena 41
= 4 = 1 + 3.1 ≡ 1 + 3.1 (mod 9)
Anggaplah bahwa 4 n
≡ 1 + 3n (mod 9), harus dibuktikan 4 1n
≡ 1 + 3(n + 1) (mod 9)
4 1n
= 4.4 n
≡ 4(1 + 3n) (mod 9) ≡ 4 + 12n (mod 9) ≡ 4 + 3n (mod 9).
Rangkuman
Dari materi Kegiatan Belajar 1 ini, beberapa bagian yang perlu diperhatikan adalah defi-
nisi kongruensi, teorema-teorema kongruensi, dan keterkaitan konsep kongruensi dengan
keterbagian, fpb, dan kpk.
1. Definisi 3.1. p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika m │ p – q
2. Terdapat 6 teorema kongruensi.
Teorema 3. 1 : p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika p = q + tm
Teorema 3.2 : Kongruensi modulo m memenuhi sifat-sifat
(a) refleksif: p ≡ p (mod m)
(b) simetris : jika p ≡ q (mod m), maka q ≡ p (mod m)
(c) transitif : jika p ≡ q (mod m) , q ≡ r (mod m), maka p ≡ q (mod m)
Teorema 3.3 : Jika p ≡ q (mod m), maka :
(a) p + r ≡ q + r (mod m)
(b) p – r ≡ q – r (mod m)
(c) pr ≡ qr (mod m)
Teorema 3.4 : Jika p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka :
(a) p + r ≡ q + s (mod m)
(b) p – r ≡ q – s (mod m)
(c) pr ≡ qs (mod m)
Teorema 3.5 : (a) p ≡ q (mod m) , maka pr ≡ qr (mod mr)
(b) p ≡ q (mod m) dan d │ m , maka p ≡ q (mod d)
Teorema 3.6. : (a) ap ≡ aq (mod m), maka p ≡ q (mod m/(a,m))
(b) p ≡ q (mod m1 ) dan p ≡ q (mod m 2 ) jika dan hanya jika
p ≡ q (mod [m1 , m 2 ])
Tes Formatif 1
1. Skor 10
Nyatakan dengan B (Benar) atau S (Salah)
(a) Jika p ≡ q (mod 7) , maka 3p ≡ 3q (mod 7)
(b) Jika 2p ≡ 3q (mod 5), maka 10p ≡ 10q (mod 25)
(c) Jika p ≡ q (mod 11), maka 23p – 44 ≡ 12q + 22 (mod 11)
(d) Jika 2p ≡ 2q (mod 5), maka p ≡ q (mod 5)
(e) Jika 4p ≡ 4q (mod 6), maka p ≡ q (mod 6)
(f) Jika 6p ≡ 9q (mod 15), maka 2p ≡ 3q (mod 5)
(g) Jika p ≡ 2q (mod 24), maka p ≡ 2q (mod 8)
(h) Jika p ≡ q (mod 7), maka 14p 2
+ 8p – 21 ≡ 15p + 28 (mod 7)
(i) Jika p ≡ q (mod 8) dan p ≡ q (mod 12), maka p ≡ q (mod 96)
(j) Jika p ≡ q (mod 24) dan p ≡ q (mod 36), maka p ≡ q (mod 72)
2. Skor 10
(a) Carilah 2 angka terakhir lambang bilangan decimal dari 28 75
(b) Carilah 3 angka terakhir lambang bilangan decimal dari 23 95
3. Skor 20.
Tunjukkan bahwa 1 3
+ 23
+ … + (n – 1) 3
≡ 0 (mod n) jika n adalah suatu bilangan
bulat positif atau jika n adalah habis dibagi 4.
Apakah pernyataan masih benar jika n adalah genap tetapi tidak habis dibagi 4 ?
4. Skor 20
Buktikan dengan induksi matematika bahwa 5 n
≡ 1 + 4n (mod 16) jika n adalah suatu
bilangan bulat positif
5. Skor 20
Carilah sisa positif terkecil dari 1! + 2! + … + 100!
(a) modulo 7
(b) modulo 25
6. Skor 20
Carilah sisa positif terkecil dari :
(a) 6! modulo 7
(b) 12! modulo 13
(c) 18! modulo 19
(d) 22! modulo 23
Cobalah menebak suatu teorema dari hasil-hasil jawaban Anda
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Rambu-Rambu atau Kunci Jawaban Tes Formatif 1
yang terdpat di bagian akhir modul ini. Kemudian perkirakan skor jawaban Anda yang
menurut Anda benar, dan gunakan criteria berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
Skor Jawaban Yang Benar
Tingkat Penguasaan = ------------------------------------ x 100 %
100
Tingkat Penguasaan Anda dikelompokkan menjadi :
Baik sekali : 90 % - 100 %
Baik : 80 % - 89 %
Cukup : 70 % - 79 %
Kurang : < 70 %
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % atau lebih, maka Anda dapat
meneruskan ke Kegiatan Belajar 2, Bagus !
Jika tingkat penguasaan Anda kurang dari 80 %, maka seharusnya Anda mengulangi
materi Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda pahami dan
kuasai dengan baik. Selamat Belajar !
MODUL 3
KEGIATAN BELAJAR 2
SISTEM RESIDU
Uraian
Sistem residu merupakan topik yang memberikan dasar untuk mengembangkan
pembahasan menuju teorema Euler, dan pada bagian lain terkait dengan fungsi-fungsi
khas (special functions) dalam teori bilangan.
Bagian-bagian dari system residu meliputi system residu yang lengkap dan system
residu yang tereduksi. Sebagai suatu system, system residu mempunyai sifat-sifat khusus
yang terkait dengan bagaimana membuat system residu, atau mencari contoh yang
memenuhi syarat tertentu.
Definisi 3.2
Suatu himpunan {x1 , x 2 , … , x m } disebut suatu system residu lengkap modulo m
Jika dan hanya jika untuk setiap y dengan 0 ≤ y < m , ada satu dan hanya satu x i
dengan 1 ≤ i < m , sedemikian hingga y ≡ x i (mod m) atau x i ≡ y (mod m).
Perhatikan bahwa indeks dari x yang terakhir adalah m, dan hal ini menunjukkan bahwa
banyaknya unsur dalam suatu system residu lengkap modulo m adalah m. Dengan
demikian, jika ada suatu himpunan yang banyaknya unsur kurang dari m atau lebih dari
m , maka himpunan itu tentu bukan merupakan suatu system residu lengkap modulo m.
Selanjutnya, karena pasangan-pasangan kongruensi antara y dan x i adalah tunggal, maka
tidak ada y yang kongruen dengan dua unsur x yang berbeda, misalnya x i dan x j , dan
tidak ada x i yang kongruen dengan dua nilai y. Dengan demikian, tidak ada dua unsur x
yang berbeda dan kongruen, artinya x i tidak kongruen x j modulo m jika i  j.
Contoh 3.9
1. Himpunan A = {6, 7, 8, 9} bukan merupakan system residu lengkap modulo 5 sebab
banyaknya unsur A kurang dari 5
2. Himpunan A = {6, 7, 8, 9, 10} adalah suatu system residu lengkap modulo 5 sebab un-
tuk setiap y dengan dengan 0 ≤ y < 5 , ada satu dan hanya satu xi dengan 1 ≤ i < 5
sedemikian hingga y ≡ x i (mod 5) atau x i ≡ y (mod 5).
Nilai-nilai y yang memenuhi 0 ≤ y < 5 , adalah y = 0, y = 1, y = 2, y = 3, y = 4, atau
y = 5 . Jika kita selidiki, maka kita peroleh bahwa :
10 ≡ 0 (mod 5) 8 ≡ 3 (mod m) 6 ≡ 1 (mod m)
9 ≡ 4 (mod 5) 7 ≡ 2 (mod m)
Dengan demikian untuk setiap y dengan y = 0, 2, 3, 4, 5 , ada satu dan hanya satu x i
dengan x i = 6, 7, 8, 9, 10 , sedemikian hingga x i ≡ y (mod m). Jadi A adalah suatu sis-
tem residu lengkap modulo 5.
3. Himpunan B = {4, 25, 82, 107} adalah suatu system residu lengkap modulo 4 sebab
untuk setiap y dengan 0 ≤ y < 4 , ada satu dan hanya satu x i dengan 1 ≤ i < 4
sedemikian hingga y ≡ x i (mod 4) atau x i ≡ y (mod 4).
4 ≡ 0 (mod 4) 82 ≡ 2 (mod 4)
25 ≡ 1 (mod 4) 107 ≡ 3 (mod 4)
4. Himpunan C = {-33, -13, 14, 59, 32, 48, 12} adalah suatu system residu lengkap mo-
dulo 7 sebab untuk setiap y dengan 0 ≤ y < 7 , ada satu dan hanya satu x i dengan
1 ≤ i < 7 sedemikian hingga y ≡ x i (mod 7) atau x i ≡ y (mod 7).
-33 ≡ 0 (mod 7) 59 ≡ 3 (mod 7) 48 ≡ 1 (mod 7)
-13 ≡ 0 (mod 7) 32 ≡ 3 (mod 7) 12 ≡ 1 (mod 7)
14 ≡ 0 (mod 7)
5. Himpunan D = {10, -5, 27} adalah bukan suatu system residu lengkap modulo 3 sebab
Untuk suatu y = 1 dengan 0 ≤ y < 3 , ada lebih dari satu x i (yaitu 10 dan -5) sehingga
10 ≡ 1 (mod 3) -5 ≡ 1 (mod 3)
6. Algoritma pembagian menunjukkan bahwa himpunan bilangan bulat 0, 1, … , m – 1
merupakan suatu system residu lengkap modulo m, dan disebut sebagai residu nonne-
gatif terkecil modulo m.
Definisi 3.3
Suatu himpunan bilangan bulat {x1 , x 2 , … , x k } disebut suatu system residu tere-
duksi modulo m jika dan hanya jika :
(a) (x i , m) = 1 , 1 ≤ i < k
(b) x i ≡ x j (mod m) untuk setiap i  j
(c) Jika (y,m) = 1, maka y ≡ x i (mod m) untuk suatu i = 1, 2, … , k
Contoh 3.10
1. Himpunan {1,5} adalah suatu system residu tereduksi modulo 6 sebab :
(a) (1,6) = 1 dan (5,6) = 1
(b) 5 ≡ 1 (mod 6)
2. Himpunan {17, 91} adalah suatu system residu tereduksi modulo 6 sebab :
(a) (17,6) = 1 dan (91, 6) = 1
(b) 91 ≡ 17 (mod 6)
Suatu system residu tereduksi modulo m dapat diperoleh dari system residu lengkap
modulo m dengan membuang unsur-unsur yang tidak relative prima dengan m. Hal ini
dapat dilakukan karena {0, 1, 2, … , m – 1 } adalah suatu system residu yang lengkap
modulo m karena untuk setiap y dengan y = 0, 1, 2, … , m – 1, ada satu dan hanya satu
xi = 0, 1, 2, … , m – 1 sehingga y ≡ x i (mod m) . Keadaan y ≡ x i (mod m) selalu dapat
terjadi dengan memilih y = 0 dan x1 = 0, y = 1 dan x 2 = 1, … , y = m – 1 dan x m = m – 1 .
Karena unsur-unsur {0, 1, 2, … , m – 1} memenuhi tidak ada sepasang yang kongruen,
maka setelah unsur-unsur yang tidak relative prima dengan m dibuang, yang tertinggal
adalah unsur-unsur yang relative prima dengan m dan tidak ada sepasang yang kongruen.
Dengan demikian unsur-unsur yang tertinggal memenuhi definisi 3.2
Contoh 3.11
1. Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 8.
Unsur-unsur A yang tidak relative prima dengan 8 adalah 0, 2, 4, dan 6 karena
(0,8) = 8  1, (2,8) = 2  1, (4,8) = 4  1, dan (6,8) = 2  1. Misalkan B adalah him-
punan dari unsur-unsur yang tertinggal, maka B = {1, 3, 5, 7}, dan B merupakan suatu
sistem residu tereduksi modulo 8 karena memenuhi definisi 3.2
2. Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19} adalah
suatu system residu lengkap modulo 20. Jika unsur-unsur A yang tidak relative prima
dengan 20 dibuang, yaitu 0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 14, 15, 16, dan 18 , maka unsur-unsur
yang tertinggal adalah 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, dan 19, dan B = {1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19}
merupakan suatu system residu tereduksi modulo 20.
Defini 3.4
Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif.
Banyaknya residu di dalam suatu system residu tereduksi modulo m disebut fungsi
 -Euler dari m, dan dinyatakan dengan  (m).
Contoh 3.12
 (2) = 1 , diperoleh dari unsur 1
 (3) = 2 , diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 2
 (4) = 2 , diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 3
 (5) = 4 , diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 3, dan 4
 (16) = 8, diperoleh dari unsur-unsur 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15
 (27) = 18, diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 4, 5, 7, 8, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23,
25, dan 26
 (p) = p – 1 jika p adalah suatu bilangan prima
Perhatikan bahwa himpunan {1,2,3,4} merupakan suatu system residu tereduksi modu-
lo 5. Sekarang, coba Anda selidiki, jika masing-masing unsur himpunan dikalikan
dikalikan dengan suatu bilangan yang relative prima dengan 5, misalnya 2, 3, atau 4, se-
hingga diperoleh himpunan yang lain, maka apakah himpunan-himpunan yang lain terse-
but merupakan system-sistem residu yang tereduksi modulo 5 ?
Teorema 3.7
Ditentukan (a,m) = 1
Jika {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m yang lengkap atau tere-
duksi, maka {ax1 , ax 2 , … , ax k } juga merupakan suatu system residu modulo m
yang lengkap atau tereduksi.
Bukti :
Ditentukan bahwa {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m yang
lengkap, maka x i tidak kongruen x j modulo m jika xi  x j . Harus dibuktikan bahwa
ax i tidak kongruen ax j modulo m jika i  j
Misalkan dari unsur-unsur {ax1 , ax 2 , … , ax k } terdapat i  j sehingga berlaku hu-
bungan ax i ≡ ax j (mod m).
Karena (a,m) = 1 dan ax i ≡ ax j (mod m), maka menurut teorema 3.6 (a), dapat diten-
tukan bahwa x i ≡ x j (mod m), bertentangan dengan ketentuan {x1 , x 2 , … , x k } me-
rupakan suatu system residu lengkap modulo m. Jadi tentu ax i tidak kongruen ax j
modulo m.
Selanjutnya buktikan jika {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m
yang tereduksi.
Contoh 3.13
(a) Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah merupakan suatu system residu lengkap
modulo 6. Jika masing-masing unsur A dikalikan dengan 5, yang mana (5,6) = 1,
dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan B, maka dapat ditentu-
kan bahwa B = {0, 5, 10, 15, 20, 25}. Himpunan B merupakan suatu system
residu yang lengkap modulo 6 sebab setiap unsur B kongruen dengan satu dan ha-
nya satu y  {0, 1, 2, 3, 4, 5}, yaitu :
0 ≡ 0 (mod 6) 10 ≡ 4 (mod 6) 20 ≡ 2 (mod 6)
5 ≡ 5 (mod 6) 15 ≡ 3 (mod 6) 25 ≡ 1 (mod 6)
(b) Himpunan A = {1, 5, 7, 11} adalah merupakan suatu system residu tereduksi mo-
dulo 12. Jika masing-masing unsur A dikalikan dengan 17 dengan (17,12) = 1,
dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan B, maka dapat diten-
tukan bahwa B = {17, 85, 119, 187}. Himpunan B merupakan suatu system residu
tereduksi modulo 12 sebab setiap unsur B relative prima dengan 12, dan tidak ada
sepasang unsur B yang kongruen, yaitu :
(17,12) = (85,12) = (119,12) = (187,12) = 1
17 ≡ 85 (mod 12) 17 ≡ 119 (mod 12) 17 ≡ 187 (mod 12)
85 ≡ 119 (mod 12) 85 ≡ 187 (mod 12) 119 ≡ 187 (mod 12)
Teorema 3.8 (Teorema Euler)
Jika a, m  Z dan m > 0 sehingga (a,m) = 1, maka a )(m
≡ 1 (mod m)
Bukti :
Misalkan bahwa {x1 , x 2 , … , x )(m } adalah suatu system residu tereduksi modulo m
dengan unsur-unsur bilangan bulat positif kurang dari m dan relative prima dengan m,
maka menurut teorema 3.7, karena (a,m) = 1, maka {ax1 , ax 2 , … , ax )(m } juga
merupakan suatu system residu tereduksi modulo m. Dengan demikian, residu-residu
positif terkecil dari ax1 , ax 2 , … , ax )(m adalah bilangan-bilangan bulat yang terdapat
pada x1 , x 2 , … , x )(m dengan urutan tertentu. Akibatnya kita dapat mengalikan
semua suku dari masing-masing system residu tereduksi, sehingga diperoleh :
ax1 , ax 2 , … , ax )(m ≡ x1 , x 2 , … , x )(m (mod m)
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa :
a )(m
x1 . x 2 … x )(m ≡ x1 . x 2 … x )(m (mod m)
Selanjutnya, {x1 , x 2 , … , x )(m } adalah suatu system residu tereduksi modulo m,
maka menurut definisi 3.3, berlaku (x i , m) = 1. Berdasarkan teorema 2.16, karena
(xi , m) = 1, yaitu (x1 ,m) = ( x 2 , m) = … (x )(m , m) = 1, maka dapat ditentukan
bahwa (x1 . x 2 … x )(m , m) = 1.
Dari dua keadaan :
a )(m
x1 . x 2 … x )(m ≡ x1 . x 2 … x )(m (mod m) , dan
(x1 . x 2 … x )(m , m) = 1
dapat ditentukan berdasarkan teorema 3.6 (a) bahwa :
a )(m
≡ 1 (mod m)
Kita dapat menggunakan teorema Euler untuk mencari inversi modulo m.
Jika a dan m adalah relative prima, maka dapat ditentukan bahwa :
a )(m
≡ 1 (mod m)
Dengan demikian :
a )(m
= a. a 1)( m
≡ 1 (mod m)
Jadi a 1)( m
adalah inversi dari a modulo m.
Contoh 3.14
Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 23500
Soal ini dapat dijawab dengan menyatakan maknanya dalam bentuk lain, yaitu sama
dengan mencari x jika 23500
≡ x (mod 100). Kemudian bentuk 23500
≡ x (mod 100) dapat
dipecah menjadi 23 500
≡ x (mod 4) dan 23 500
≡ x (mod 25).
(a) mencari x dari 23 500
≡ x (mod 4).
23 ≡ 3 (mod 4), maka 23 2
≡ 9 (mod 4) ≡ 1 (mod 4), sehingga 23500
= (23 2
) 250
Dengan demikian 23 500
= (23 2
) 250
≡ 1 250
(mod 4), atau x ≡ 1 (mod 4)
(b) mencari x dari 23500
≡ x (mod 25)
23 ≡ -2(mod 25), maka 23 2
≡ 4(mod 25), 234
≡ 16(mod 25), 238
≡ 6(mod 25),
2316
≡ 11(mod 25), 2332
≡ -4(mod 25), 2364
≡ 16(mod 25), 23128
≡ 6(mod 25), dan
23256
≡ 11(mod 25)
Dengan demikian 23500
= 23256
.23128
.2364
.2332
.2316
.234
≡ 11.6.16.(-4).11.16 (mod 25)
≡ (-4).6.(-4).6 (mod 25) ≡ 576 (mod 25) ≡ 1, (mod 25), yaitu
x ≡ 1 (mod 25)
Dari hasil (a) dan (b), yaitu x ≡ 1 (mod 4) dan x ≡ 1 (mod 25), maka berdasarkan pada
teorema 3.6 (b) , x ≡ 1 (mod [4,25]) x ≡ 1 (mod 100)
Jadi 23500
≡ 1 (mod 100) , berarti dua digit terakhir lambang bilangan decimal dari 23500
adalah 01.
Contoh 3.15
Tunjukkan jika (n,7) = 1, n  N, maka 7 │ n7
– n
Jawab : Karena (n,7) = 1, maka menurut teorema Euler, n )7(
≡ 1 (mod 7).
Selanjutnya 6)7(  , sehingga diperoleh n6
≡ 1 (mod 6) , dan sesuai dengan
definisi 3.1, 7│ n6
– 1 , dan akibatnya, sesuai dengan teorema 2.1, 7│n( n6
– 1)
atau 7│n7
– 1
Contoh 3.16
Jika bulan ini adalah bulan Mei, maka carilah 23943
bulan lagi adalah bulan apa
Jawab : Permasalahan ini dapat diganti dengan mencari x jika 23943
≡ x (mod 12).
Karena (239,12) = 1, maka menurut teorema Euler, 239 )12(
≡ 1 (mod 12).
Selanjutnya 4)12(  , sehingga diperoleh 2394
≡1 (mod 12).
23943
= (2394
)10
.2393
≡ 1.2393
(mod 12) ≡ (-1)(-1)(-1) (mod 12) ≡ 11 (mod 12)
Jadi x = 11, dengan demikian 23943
bulan lagi adalah bulan April.
Contoh 3.16
Kongruensi linier ax ≡ b (mod m) dapat diselesaikan dengan menggunakan teorema Euler
sebagai berikut :
ax ≡ b (mod m)
a )(m -1
.ax ≡ a )(m -1
.b (mod m)
x ≡ a )(m -1
.b (mod m)
Penyelesian 7x ≡ 3 (mod 12) adalah x ≡ 7 1)12( 
.3 (mod 12) ≡ 74-1
.3 (mod 12)
≡ 73
.3 (mod 12) ≡ 21 (mod 12) ≡ 9 (mod 12).
Teorema 3.9. Teorema Kecil Fermat
Jika p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka ap-1
≡ 1 (mod p)
Bukti :
Karena p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka (p,a) = 1 (jika
(p,a)  1 yaitu p dan a tidak relative prima, maka p dan a mempunyai factor selain 1
dan p, bertentangan dengan sifat p sebagai bilangan prima).
Selanjutnya, karena (p,a) = 1, maka menurut teorema 3.8, a )( p
≡ 1 (mod p).
p adalah suatu bilangan prima, berarti dari bilangan-bilangan bulat :
0, 1, 2, 3, … , p – 1
yang tidak relative prima dengan p hanya 0 ≡ p (mod p), sehingga :
{1, 2, 3, … , p – 1 }
merupakan system residu tereduksi modulo dengan (p – 1) unsure, dengan demikian:
1)(  pp
Karena 1)(  pp dan a )( p
≡ 1 (mod p), maka a )( p
≡ 1 (mod p)
Contoh 3.17
Carilah suatu x jika 2250
≡ x (mod 7) dan 0 ≤ x < 7
Jawab :
Karena 7 adalah bilangan prima, (2,7) = 1, dan 617)7(  , maka :
2 )7(
≡ 1 (mod 7)
26
≡ 1 (mod 7)
2250
= (26
)41
.24
≡ 1.24
(mod 7) ≡ 16 (mod 7) ≡2 (mod 7)
Jadi : x = 2
Contoh 3.18
Carilah satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari:
(a) 2500
(b) 7175
Jawab :
Untuk mencari digit terakhir dari lambang bilangan basis 10, permasalahan dapat
dipandang sebagai mencari x jika y ≡ x (mod 10). Karena 2.5 = 10 dan (2,5) = 1,
maka y ≡ x (mod 10) dapat dinyatakan sebagai :
y ≡ x (mod 2) dan y ≡ x (mod 5)
(a) 2 ≡ 0 (mod 2), maka 2500
≡ 0, 2, 4, 6, 8, … (mod 2)
 (5) = 4 dan (2,5) = 1, maka 24
≡ 1(mod 5), sehingga
2500
= (24
)125
. 1 (mod 5) ≡ 1, 6, 11, 16, 21, … (mod 5)
Dengan demikian 2500
≡ 6 (mod 2) dan 2500
≡ 6 (mod 5), berarti
2500
≡ 6 (mod 10). Satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari 2500
ada-
lah 6.
(b) 7 ≡ 1(mod 2), maka 7175
≡ 1, 3, 5, … (mod 2)
 (5) = 4 dan (7,5) = 1, maka 74
≡ 1 (mod 5), sehingga
7175
= (74
)43
.73
≡ 73
(mod 5) ≡ 2.2.2 (mod 5) ≡ 8 (mod 5) ≡ 3 (mod 5)
≡ 3, 8, 13, 18, … (mod 5).
Dengan demikian 7175
≡ 3 (mod 2) dan 7175
≡ 3 (mod 5), berarti
7175
≡ 3 (mod 10. Satu digit terakhir lambing bilangan basis 10 dari 7175
ada-
lah 3.
Teorema 3.10
Jika (a,m) = 1, maka hubungan ax ≡ b (mod m) mempunyai selesaian
x = a )(m -1
.b + tm
Bukti :
Dari hubungan ax ≡ b (mod m) , ruas kiri dan kanan perlu dikalikan dengan
suatu factor sehingga koeffisien a menjadi 1. Pilihan factor adalah a )(m -1
sebab sesuai dengan teorema Euler, a )(m -1
.a = a )(m
≡ 1 (mod m).
ax ≡ b (mod m)
a )(m -1
.a x ≡ a )(m -1
. b (mod m)
a )(m
x ≡ a )(m -1
. b (mod m)
x ≡ a )(m -1
. b (mod m)
Karena tm ≡ 0 (mod m) untuk setiap bilangan bulat t, maka :
x ≡ ≡ a )(m -1
. b + tm (mod m)
Jadi x = a )(m -1
.b + tm adalah selesaian ax ≡ b (mod m)
Teorema 3.11. Teorema Wilson
Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ -1 (mod p)
Bukti :
Untuk p = 2, kita dapat menentukan bahwa (p – 1)! = 1! = 1 ≡ -1 (mod 2),
dengan demikian teorema benar untuk p = 2.
Untuk p > 2, berdasarkan teorema 3.9 dan teorema 3.10, jika ax ≡ 1 (mod p),
dan (a,p) = 1, maka x ≡ a )(m -1
, a dan x disebut saling inverse modulo p.
Dengan demikian, setiap bilangan a yang memenuhi 1 ≤ a ≤ p – 1, tentu ada a*
yang memenuhi 1 ≤ a*
≤ p – 1, sehingga a.a*
≡ 1 (mod p).
Perhatikan perkalian bilangan-bilangan:
2.3. … ,(p – 3)(p – 2)
yang dapat dipasang-pasangkan ke dalam (p – 3)/2 pasangan, masing-masing
pasangan mempunyai hasil kali sama dengan 1 modulo p. Hal ini dapat dilaku-
kan karena masing-masing bilangan relative prima dengan p, yaitu (a,p) = 1,
sehingga masing-masing bilangan mempunyai inverse. Akibatnya :
2.3. … ,(p – 3)(p – 2) ≡ 1 (mod p)
sehingga :
(p – 1)! = 1.2.3. … .(p – 3)(p – 2)(p – 1) ≡ 1.1.(p – 1) (mod p)
≡ p – 1 (mod p)
(p – 1)! ≡ – 1 (mod p)
Contoh 3.19
(7 – 1)! = 6! = 1.2.3.4.5.6 = 1.(2.4).(3.5).6 = 1.8.15.6 ≡ 1.1.1.6 (mod 7) ≡ – 1(mod 7)
(13 – 1)! = 12! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12 = 1.(2.7).(3.9).(4.10).(5.8).(6.11).12
= 1.14.27.40.40.66.12 ≡ 1.1.1.1.1.1.12 (mod 13) ≡ – 1 (mod 13)
Teorema 3.13
Jika n adalah suatu bilangan bulat positif sehingga (n – 1)! ≡ – 1 (mod n),
maka n adalah suatu bilangan prima.
Buktikan !
Teorema 3.12 dan teorema 3.13 memberikan petunjuk kepada kita untuk mengguna-
kan teorema-teorema itu dalam pengujian keprimaan suatu bilangan.
Contoh 3.20
(15 – 1)! = 14! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14 = 1.2.(15).4.6.7.8.9.10.11.12.13.14
≡ 0 (mod 15)
(15 – 1)! = 14! tidak kongruen dengan – 1 (mod 15), maka 15 bukan suatu bilangan
prima.
Tugas dan Latihan
Tugas
Carilah suatu buku teori bilangan yang membahas tentang Metode (p – 1) Pollard
Jelaskan Metode Pollard itu untuk apa, dan uraikan secara lengkap.
Berikan paling sedikit satu contoh penggunaan Metode (p – 1) Pollard
Latihan
1. Carilah satu contoh system residu tereduksi modulo 16 yang mempunyai dua
unsure negative.
2. Jelaskan mengapa S = {-9, -33, 37, 67} bukan merupakan system residu tereduksi
modulo 10.
3. Carilah satu contoh system residu A yang lengkap modulo 12. Tambah setiap un-
sur dalam system residu dengan sebarang bilangan kelipatan 12, sehingga dipero-
leh himpunan B. Selidiki apakah B merupakan system residu lengkap modulo 12.
4. Carilah sisanya jika 1135
dibagi 13.
5. Jika hari ini hari Rabu, maka carilah hari apa 97101
hari lagi.
6. Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 39125
7. Carilah suatu bilangan bulat positif terkecil x jika 61! ≡ x – 1 (mod 71)
8. Carilah suatu bilangan bulat positif terkecil x jika 7x ≡ 9 (mod 20)
Rambu-Rambu Jawaban Tugas Dan Latihan
Rambu-Rambu Jawaban Tugas
Metode (p – 1) Pollard adalah metode untuk mencari suatu factor dari suatu bilangan
bulat n apabila n mempunyai suatu factor prima p sehingga prima-prima yang
membagi p – 1 adalah prima-prima yang relative kecil. Kita ingin (p – 1) hanya
memiliki factor-faktor prima yang kecil sehingga ada suatu bilangan k yang tidak
terlalu besar dan (p – 1) membagi k!
Kita menginginkan (p – 1) membagi k! agar kita dapat dengan mudah menggunakan
teorema kecil Fermat, yaitu 2p-1
≡ 1 (mod p). Karena ditentukan (p – 1) membagi k!,
maka sesuai definisi 2.1, k! = (p – 1)t untuk suatu bilangan bulat t, sehingga :
2k!
= 2(p-1)t
= (2p-1
)t
≡ 1t
(mod p) ≡ 1 (mod p)
dan akibatnya, sesuai dengan definisi 3.1, p│ 2k!
– 1 . Misalkan s adalah residu positif
terkecil dari 2k!
– 1 modulo n, maka 2k!
– 1 ≡ s (mod n), berarti 2k!
– 1 = s + nq untuk
suatu bilangan bulat q, dan s = (2k!
– 1 ) – nq . Selanjutnya, karena n mempunyai
factor prima p, maka p│ n, dan sesuai teorema 2.1, p │ nq. Dengan demikian, dari
keadaan p│ 2k!
– 1 dan p │ nq, sesuai teorema 2.4, diperoleh p│ (2k!
– 1 ) – nq atau
p│ s .
Untuk mencari suatu factor n, kita hanya memerlukan untuk mencari fpb dari s dan n,
misalkan dengan menggunakan algoritma Euclides, dan diperoleh (s,n) = d. Tentu saja
diperlukan s  0 sebab untuk s = 0 akan berakibat d = (s,n) = (0,n) = n
Langkah-langkah menggunakan metode (p – 1) Pollard dimulai dengan mencari 2k!
untuk suatu bilangan bulat positif k. Berikutnya, untuk menhitung sisa positif terkecil
dari 2k!
modulo n, kita tentukan r1 = 2, dan serangkaian hitungan : r2 ≡ r1
2
(mod n),
r3 = r2
3
(mod n) , … , rk-1
k
(mod n).
Sebagai contoh kita akan mencari suatu factor prima dari 689.
r1 = 2, r2 = r1
2
= 4, r3 = r2
3
= 64, r4 = r3
4
= 16777216 ≡ 66 (mod 689)
Perhatikan (rk – 1, 689) = 1 untuk k = 1, 2, 3, tetapi (r4 – 1, 689) = (65, 689) = 13
(dicari dengan menggunakan algoritma Euclides). Dengan demikian suatu factor
prima dari 689 adalah 13.
Rambu-Rambu Jawaban Latihan
1. Suatu contoh system residu tereduksi modulo 16 adalah A = {1,3,5,7,9,11,13,15}.
Jika unsure-unsur A ditambah atau dikurangi dengan kelipatan 16 sehingga dipero-
leh himpunan B, maka B juga merupakan suatu system residu tereduksi modulo 16
Tiga contoh system residu tereduksi modulo 16 dengan dua unsure negative adalah
{-15,-29,5,7,9,11,13,15}, {1,3,5,-41,9,-5,13,15} dan {1,3,5,7,-71,11,13,-1}
2. S = {-9,-33,37,67} bukan merupakan system residu tereduksi modulo 10 sebab
-33 ≡ 37 (mod 10), -33 ≡ 67 (mod 10), dan atau 37 ≡ 67 (mod 10)
3. A = {1,5,7,11} dan B = {13,29,67,131}
B merupakan suatu system residu tereduksi modulo 12 karena (13,12) = (29,12) =
(67,12) = (131,12) = 1 dan tidak ada satupun sepasang unsure B yang kongruen.
4. Kita harus mencari x dari 1135
≡ x (mod 13)
Karena (11,13) = 1, maka dan  (13) = 12, maka menurut teorema kecil Fermat,
kita dapat menentukan bahwa 1112
≡ 1 (mod 13).
1135
= (1112
)2
.1111
≡ 1111
(mod 13) ≡ (-2)11
(mod 13) ≡ 4.4.4.4.4.11 (mod 13)
≡ 3.3.5 (mod 13) ≡ 6 (mod 13)
Jadi x = 6
5. Kita harus mencari x dari 97101
≡ x (mod 7)
(97,7) = 1, maka 976
≡ 1 (mod 7)
97101
= (976
)6
.975
≡ 975
(mod 7) ≡ 97.97.97.97.97 (mod 7) ≡ 6 (mod 7)
Jadi 97101
hari lagi adalah hari Selasa
6. (39,25) = 1, maka menurut teorema Euler, 39 )25(
≡ 1 (mod 25) atau
3920
≡ 1 (mod 25)
39125
= (3920
)6
.395
≡ 395
(mod 25) ≡ 145
(mod 25) ≡ 4 (mod 25)
(39,4) = 1, maka menurut teorema Euler, 39 )4(
≡ 1 (mod 4), 392
≡1 (mod 4)
39125
= (392
)62
.39 ≡ 3 (mod 4)
Selanjutnya dari :
39125
≡ 4 (mod 25) ≡ 4,29,54,79 (mod 25) dan
39125
≡ 3 (mod 4) ≡ 3,7,11,15,19,23,27,31,35,39,43,47,51,55,59,63,67,71,
75,79,83,87,91,95,99 (mod 4)
dapat ditentukan bahwa 39125
≡ 79 (mod 100)
Jadi dua digit terakhir lambing bilangan decimal 39125
adalah 79
7. Karena 71 adalah suatu bilangan prima, maka menurut teorema Wilson,
(71 – 1)! = 70! ≡ – 1 (mod 71)
(61!).62.63.64.65.66.67.68.69.70.71 ≡ – 1 (mod 71)
(61!)(-9)(-8)(-7)(-6)(-5)(-4)(-3)(-2)(-1) ≡ – 1 (mod 71)
(61!)(72)(-72)(70) ≡ – 1 (mod 71)
61! ≡ – 1 (mod 71)
61! ≡ – 1 (mod 71) dan 61! ≡ x – 1 (mod 71), maka x – 1 ≡ – 1 (mod 71),
atau x ≡ 0 (mod 71) ≡ 0, 71, 142, 213, … (mod 71)
Karena x yang dicari adalah yang terkecil, maka x = 71.
8. 7x ≡ 9 (mod 20), maka x = 7 1)20( 
.9 ≡ 78-1
.9 (mod 20) ≡ 77
.9 (mod 20)
≡ 49.49.49.7.9 (mod 20)
≡ (9)(9)(9).63 (mod 20)
≡ 9.3 (mod 20)
≡ 7 (mod 20)
Jadi x ≡ 7 (mod 20)
Rangkuman
Secara keseluruhan, bagian-bagian utama yang perlu diperhatikan dalam Kegiatan
Belajar 2 adalah Definisi dan Teorema, yaitu:
1. Definisi 3.2 tentang system residu yang lengkap modulo m
2. Definisi 3.3 tentang system residu tereduksi modulo m
3. Definisi 3.4 tentang fungsi  -Euler
5. Teorema-Teorema :
3.7. Jika (a,m) = 1 sedemikian hingga {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu
yang lengkap atau tereduksi, maka {ax1 , ax 2 , … , ax k } juga merupakan sis-
tem residu yang lengkap atau tereduksi modulo m.
3.8. Teorema Euler
Jika a, m  Z dan m > 0 sehingga (a,m) = 1, maka a )(m
≡ 1 (mod m)
3.9. Teorema Kecil Fermat
Jika p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka
ap-1
≡ 1 (mod p)
3.10. Jika (a,m) = 1, maka hubungan ax ≡ b (mod m) mempunyai selesaian
x = a )(m -1
.b + tm
3.11.Teorema Wilson
Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ -1 (mod p)
Tes Formatif 2
1. Skor 10
Carilah suatu x jika 5x ≡ 7 (mod 23)
2. Skor 10
Tunjukkan jika n adalah suatu bilangan komposit dan n  4 , maka
(n – 1) ! ≡ 0 (mod n)
3. Skor 10
Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima ganjil, maka
2(p – 3)! ≡ – 1 (mod p)
4. Skor 10
Tunjukkan jika n adalah suatu bilangan ganjil dan n tidak membagi tiga, maka
n2
≡ 1 (mod 24)
5. Skor 10
Tunjukkan jika p dan q adalah bilangan-bilangan prima yang berbeda, maka
pq-1
+ qp-1
≡ 1 (mod pq)
6. Skor 10
Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima ganjil, maka
12
32
… (p – 4)2
(p – 2)2
≡ (-1)(p+1)/2
(mod p)
7. Skor 10
Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima ganjil dan p ≡ 3(mod 4), maka
((p – 1)/2)! ≡  1(mod p)
8. Skor 20
Carilah bilangan-bilangan bulat positif n jika n4
+ 4n
adalah bilangan prima
9. Skor 10
Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima dan a adalah suatu bilangan bulat,
maka p │ (ap
+ (p – 1)!a)
Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
1. (a) B (f) B
(b) B (g) B
(c) B (h) B
(d) B (i) S
(e) S (j) B
2. (a) 282
≡ 84 (mod 100) , 284
≡ 56 (mod 100) , 288
≡ 36 (mod 100),
2816
≡ 96 (mod 100) , 2832
≡ 16 (mod 100) , 2864
≡ 56 (mod 100)
2875
= 2864
.288
.282
.28 ≡ 56.36.84.28 (mod 10) ≡ 32(mod 100)
Dua digit terakhir lambang bilangan desimal 2875
adalah 32
(b) 232
≡ 529 (mod 1000) , 233
≡ 167 (mod 1000) , 236
≡ 889 (mod 1000) ,
2312
≡ 321 (mod 1000) , 2324
≡ 041 (mod 1000) , 2348
≡ 681 (mod 1000) ,
2395
= 2348
.2324
.2312
.236
.233
.232
≡ 681.41.321.889.167.529 (mod 1000)
≡ 207 (mod 1000)
Tiga digit terakhir lambang bilangan desimal 2395
adalah 207
3. Perhatikan bahwa 13
+ 23
+ … + (n – 1)3
≡ [(n – 1)n]2
/ 4
Jika n adalah suatu bilangan ganjil, maka n – 1 adalah bilangan genap, sehingga
[(n – 1)]2
/ 4 adalah suatu bilangan bulat, berarti [(n – 1)n]2
/ 4 ≡ 0 (mod n), dan
jika n adalah kelipatan 4, misalkan n = 4k, maka [(n – 1)n]2
/ 4 = [(4k – 1)4k]2
/ 4
= 4k2
(4k – 1) = 4k(4k2
– k) = n(4k2
– k) ≡ 0 (mod n).
Jika n adalah suatu bilangan bulat genap tetapi bukan kelipatan 4, maka n = 2k
dimana k adalah suatu bilangan bulat ganjil, dan (n – 1) adalah suatu bilangan bu-
lat ganjil . Dengan demikian [(n – 1)n]2
/ 4 = [(n – 1)2k]2
/ 4 = [(n – 1)k]2
merupa-
kan bilangan bulat ganjil karena diperoleh dari kuadrat (n – 1)k yang ganjil (sebab
(n – 1) dan k keduanya merupakan bilangan-bilangan ganjil, berarti tidak mungkin
kongruen dengan 0 modulo n (n adalah suatu bilangan bulat genap).
4. n = 1 memenuhi hubungan sebab 5 = 51
= 1 + 4(1) ≡ 1 + 4.1 (mod 16).
Misalkan hubungan berlaku untuk n = k, yaitu 5k
≡ 1 + 4k (mod 16), harus dibuk-
tikan hubungan berlaku untuk n = k + 1, yaitu 5k+1
≡ 1 + 4(k + 1) (mod 16)
5k+1
= 5k
.5 ≡ 5(1 + 4k) (mod 16) ≡ 1 + 4(k + 1)(mod 16).
5. (a) n! = 1.2.3…n ≡ 0(mod 7) jika n ≥ 7.
Karena 1! ≡ 1 (mod 7), 2! ≡ 2 (mod 7), 3! ≡ 6 (mod 7), 4! ≡ 3 (mod 7),
5! ≡ 1 (mod 7), 6! ≡ 6 (mod 7), maka 1! + 2! + 3! + 4! + 5! + 6! + 7! + …
+ 100! ≡ 1! + 2! + 3! + 4! + 5! + 6! (mod 7) ≡ 1 + 2 + 6 + 3 + 1 + 6 (mod 7)
≡ 5 (mod 7)
(b) n! = 1.2.3…n ≡ 0(mod 25) jika n ≥ 10
1! + 2! + 3! + 4! + 5! + 6! + 7! + … + 100! ≡ 1! + 2! + 3! + … + 9! (mod 25)
≡ 1 + 2 + 6 + 24 + 20 + 20 + 15 + 20 + 5 (mod 25) ≡ 13 (mod 25).
6.(a) Jika secara berurutan kita kerjakan, maka dapat kita cari bahwa:
1! ≡ 1 (mod 7), 2! ≡ 2 (mod 7), 3! ≡ 6 (mod 7), 4! ≡ 3 (mod 7), 5! ≡ 1 (mod 7),
sehingga 6! ≡ 6 (mod 7),
(b) 1! ≡ 1 (mod 13), 2! ≡ 2 (mod 13), 3! ≡ 6 (mod 13), 4! ≡ 11 (mod 13),
51! ≡ 5.11 (mod 13) ≡ 3 (mod 13), 6! ≡ 6.3 (mod 13) ≡ 5 (mod 13),
7! ≡ 7.5 (mod 13) ≡ 9 (mod 13), 8! ≡ 8.9 (mod 13) ≡ 7 (mod 13),
9! ≡ 9.7 (mod 13) ≡ 11 (mod 13), 10! ≡ 10.11 (mod 13) ≡ 6 (mod 7),
11! ≡ 11.6 (mod 13) ≡ 1 (mod 13), 12! ≡ 12.1 (mod 13) ≡ 12 (mod 7).
(c) Kerjakan seperti (a) dan (b), diperoleh 18! ≡ 18 (mod 19)
(d) Kerjakan seperti (a) dan (b), diperoleh 22! ≡ 22 (mod 19)
Dari hasil-hasil (a), (b), (c), dan (d) dapat diduga adanya suatu teorema :
Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ – 1 (mod p)
Tes Formatif 2
1. 5x ≡ 7 (mod 23), maka x ≡ 521
.7 (mod 23) ≡ (52
)10
.5.7 (mod 23) ≡ 210
.12 (mod 23)
≡ 25
.25
.12 (mod 23) ≡ 9.9.12 (mod 23) ≡ 6 (mod 23)
2. Jika n adalah suatu bilangan komposit, maka n mempunyai facktor f yang kurang
dari n dengan 1 < n/f < n . Dengan demikian faktor f dan n/f keduanya muncul
di antara faktor-faktor (n – 1)! = 1.2.3. … .(n – 1). Jika f  n/f, maka n│ (n – 1)!
Karena f dan n/f adalah faktor-faktor (n – 1)! , berarti (n – 1)! ≡ 0 (mod n).
Jika f = n/f , maka f.f = f.(n/f) = n, atau f2
= n. Karena 2f < n, maka 2f2
= 2n meru-
kan factor dari (n – 1)!, berarti (n – 1)! ≡ 0 (mod n)
3. Diketahui bahwa p adalah suatu bilangan prima ganjil, maka menurut teorema
Wilson, (p – 1)! ≡ – 1 (mod p), berarti (p – 1)(p -2)(p – 3)! ≡ – 1 (mod p) atau
(-1)(-2)(p – 3)! ≡ – 1 (mod p). Jadi 2(p – 1)! ≡ – 1 (mod p)
4. Karena n tidak membagi 3, maka (3,n) = 1, sehingga n2
≡ 1 (mod 3), atau
3 │ n2
– 1 . Selanjutnya diketahui bahwa n adalah suatu bilangan ganjil, maka
n = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t. Dengan demikian n2
– 1 = (2t + 1)2
– 1
atau n2
– 1 = 4(t2
+ t) = 4t(t + 1). Karena t dan t2
harus berparitas sama, yaitu
keduanya genap atau keduanya ganjil, maka n2
– 1 = 4t(t + 1) = 8r, atau
8│ n2
– 1. Karena 3│ n2
– 1 , 8│ n2
– 1 , dan (3,8) = 1, maka 3.8 = 24 │ n2
– 1,
berarti n2
≡ – 1 (mod 24).
5. Karena (p,q) = 1, maka sesuai dengan teorema kecil Fermat, pq-1
≡ 1 (mod q)
dan qp-1
≡ 1 (mod p). Akibatnya, pq-1
+ qp-1
≡ 1 (mod q) dan qp-1
+ pq-1
≡ 1(mod p)
Dengan demikian, sesuai dengan teorema 3.6 (b), pq-1
+ qp-1
≡ 1 (mod pq)
6. 12
32
… (p – 4)2
(p – 2)2
≡ (-1)(p-1)/2
.1.(-1).2.(-2). … .(p – 4)(4 – p).(p – 2)(2 – p)
≡ (-1)(p-1)/2
1.(p – 1).2.(p – 2) … (p – 4).4.2 ≡ (-1)(p-1)/2
.(p – 1)! ≡ (-1)(p-1)/2
(-1)
≡ (-1)(p+1)/2
(mod p)
7. p adalah suatu bilangan prima, maka: p – 1 ≡ – 1 (mod p), p – 2 ≡ –2 (mod p),
p – 3 ≡ – 3 (mod p), … , (p + 1)/2 ≡ (p – 1)/2 (mod p). Dengan demikian dapat
ditentukan bahwa 2
)!
2
1
(
p
≡ – 1 (p – 1)! ≡ 1 (mod p)
Jika k = )!
2
1
(
p
, maka k2
≡ 1 (mod p), yaitu p │ k2
– 1 , p │(k – 1)(k + 1),
berarti k ≡  1 (mod p), atau )!
2
1
(
p
≡  1 (mod p)
8. Jika n adalah suatu bilangan bulat genap, maka n4
+ 4n
adalah suatu bilangan genap
positif dan lebih dari 2 sehingga tentu n adalah bukan suatu bilangan prima. Jika n
adalah suatu bilangan bulat positif ganjil, maka :
perhatikan bahwa n4
+ 4n
= n4
+ 2n2
2n
+ 22n
– 2n2
2n
= (n2
+ 2n
)2
– (n.2(n+1)/2
)2
= (n2
+ 2n
+ n.2(n+1)/2
)(n2
+ 2n
- n.2(n+1)/2
)
Jika n > 1, maka masing-masing factor n4
+ 4n
adalah lebih dari 1, sehingga jelas
bahwa n4
+ 4n
bukan merupakan suatu bilangan prima. Jadi n = 1, sehingga dapat
ditentukan bahwa n4
+ 4n
= 14
+ 4n
= 1 + 4 = 5.
9. Diketahui p adalah suatu bilangan prima, maka sesuai dengan teorema kecil Fermat
dapat ditentukan bahwa ap-1
≡ 1 (mod p), atau ap
≡ a (mod p) untuk setiap bilang-
an bulat a , dan sesuai dengan teorema Wilson, (p – 1)! ≡ – 1 (mod p) atau
(p – 1)! a ≡ – a (mod p) . Akibatnya, ap
+ (p – 1)! a ≡ a + (-a) (mod p) ≡ 0 (mod p),
dengan demikian p│ ap
+ (p – 1)!a.

Daftar Kepustakaan
Niven, I., Zuckerman, H.S., & Montgomery, H.L. (1995). An Introduction to The The-
Ory of Numbers. New York : John Wiley & Sons.
Redmond, D. (1996). Number Theory. New York : Marcel Dekker.
Rosen, K.H. (1993). Elementary Number Theory and Its Applications. Massachusetts:
Addison-Wesley.

More Related Content

What's hot

Modul 7 persamaan diophantine
Modul 7   persamaan diophantineModul 7   persamaan diophantine
Modul 7 persamaan diophantine
Acika Karunila
 
Modul 6 fungsi-fungsi multiplikatif
Modul 6   fungsi-fungsi multiplikatifModul 6   fungsi-fungsi multiplikatif
Modul 6 fungsi-fungsi multiplikatif
Acika Karunila
 
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifMatematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Ayuk Wulandari
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Arvina Frida Karela
 
Keterbagian, KPK & FPB
Keterbagian, KPK & FPBKeterbagian, KPK & FPB
Keterbagian, KPK & FPBHyronimus Lado
 
Grup siklik
Grup siklikGrup siklik
Grup siklik
Rahmawati Lestari
 
Aljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabarAljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabar
maman wijaya
 
BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi
Nia Matus
 
Prinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi EksklusiPrinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi Eksklusi
Muhammad Alfiansyah Alfi
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup fakto
Yadi Pura
 
Pembuktian dalil 9-18
Pembuktian dalil 9-18Pembuktian dalil 9-18
Pembuktian dalil 9-18
Fitria Maghfiroh
 
Kelipatan persekutuan terkecil KPK teobil
Kelipatan persekutuan terkecil KPK teobilKelipatan persekutuan terkecil KPK teobil
Kelipatan persekutuan terkecil KPK teobil
Nailul Hasibuan
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cUmmu Zuhry
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grup
Yadi Pura
 
Peubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinuPeubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinu
Anderzend Awuy
 
Relasi Rekurensi
Relasi RekurensiRelasi Rekurensi
Relasi Rekurensi
Heni Widayani
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Arvina Frida Karela
 

What's hot (20)

Teori bilangan
Teori bilanganTeori bilangan
Teori bilangan
 
Modul 7 persamaan diophantine
Modul 7   persamaan diophantineModul 7   persamaan diophantine
Modul 7 persamaan diophantine
 
Modul 6 fungsi-fungsi multiplikatif
Modul 6   fungsi-fungsi multiplikatifModul 6   fungsi-fungsi multiplikatif
Modul 6 fungsi-fungsi multiplikatif
 
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifMatematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
 
Keterbagian, KPK & FPB
Keterbagian, KPK & FPBKeterbagian, KPK & FPB
Keterbagian, KPK & FPB
 
Ring
RingRing
Ring
 
Grup siklik
Grup siklikGrup siklik
Grup siklik
 
Aljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabarAljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabar
 
BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi
 
Prinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi EksklusiPrinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi Eksklusi
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup fakto
 
Pembuktian dalam matematika
Pembuktian dalam matematikaPembuktian dalam matematika
Pembuktian dalam matematika
 
Pembuktian dalil 9-18
Pembuktian dalil 9-18Pembuktian dalil 9-18
Pembuktian dalil 9-18
 
Kelipatan persekutuan terkecil KPK teobil
Kelipatan persekutuan terkecil KPK teobilKelipatan persekutuan terkecil KPK teobil
Kelipatan persekutuan terkecil KPK teobil
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grup
 
Peubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinuPeubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinu
 
Relasi Rekurensi
Relasi RekurensiRelasi Rekurensi
Relasi Rekurensi
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 

Similar to Modul 3 kongruensi

83047338 modul2
83047338 modul283047338 modul2
83047338 modul2
kurniawansyahputra31
 
Modul 5 residu kuadratis
Modul 5   residu kuadratisModul 5   residu kuadratis
Modul 5 residu kuadratis
Acika Karunila
 
Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)
Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)
Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)
Erik Kuswanto
 
Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)
Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)
Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)
Erik Kuswanto
 
Fungsi phi dan teorema euler
Fungsi phi dan teorema eulerFungsi phi dan teorema euler
Fungsi phi dan teorema eulervionk
 
Bab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptx
Bab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptxBab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptx
Bab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptx
2300018289
 
DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...
DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...
DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...
Repository Ipb
 
Modul 9 akar primitif dan aritmetika indeks
Modul 9   akar primitif dan aritmetika indeksModul 9   akar primitif dan aritmetika indeks
Modul 9 akar primitif dan aritmetika indeks
Acika Karunila
 
Konsep Array_sns
Konsep Array_snsKonsep Array_sns
Konsep Array_sns
staffpengajar
 
Akar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdf
Akar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdfAkar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdf
Akar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdf
atikaluthfiyaaf
 
4.-Teori-Bilangan.ppt
4.-Teori-Bilangan.ppt4.-Teori-Bilangan.ppt
4.-Teori-Bilangan.ppt
ainulmarhamahhsb
 
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Yoollan MW
 
Teori Bilangan Kekongruenan pada bilangan
Teori Bilangan Kekongruenan pada bilanganTeori Bilangan Kekongruenan pada bilangan
Teori Bilangan Kekongruenan pada bilangan
sunarsih3fmipa2023
 
Mathehaha 141122072859-conversion-gate01
Mathehaha 141122072859-conversion-gate01Mathehaha 141122072859-conversion-gate01
Mathehaha 141122072859-conversion-gate01lissura chatami
 
Modul nilai mutlak
Modul nilai mutlakModul nilai mutlak
Modul nilai mutlakHafidz Gress
 

Similar to Modul 3 kongruensi (20)

83047338 modul2
83047338 modul283047338 modul2
83047338 modul2
 
Modul 5 residu kuadratis
Modul 5   residu kuadratisModul 5   residu kuadratis
Modul 5 residu kuadratis
 
Teorema I
Teorema ITeorema I
Teorema I
 
Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)
Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)
Teori Bilangan (Pembuktian Teorema Ucleid)
 
Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)
Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)
Teori bilangan (Pembuktian Teorema Uclied)
 
Fungsi phi dan teorema euler
Fungsi phi dan teorema eulerFungsi phi dan teorema euler
Fungsi phi dan teorema euler
 
Bab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptx
Bab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptxBab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptx
Bab_3_Log_If_Logical_Entailment.pptx
 
DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...
DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...
DETEKSI POLA SEBARAN TITIK SPASIAL SECARA REGULER MELALUI PENELUSURAN FUNGSI ...
 
Pendahulan teori bilangan
Pendahulan teori bilanganPendahulan teori bilangan
Pendahulan teori bilangan
 
Modul 9 akar primitif dan aritmetika indeks
Modul 9   akar primitif dan aritmetika indeksModul 9   akar primitif dan aritmetika indeks
Modul 9 akar primitif dan aritmetika indeks
 
Mathe haha
Mathe hahaMathe haha
Mathe haha
 
Konsep Array_sns
Konsep Array_snsKonsep Array_sns
Konsep Array_sns
 
Akar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdf
Akar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdfAkar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdf
Akar Primitif PPT PDF | mata kuliah Teori Bilangan.pdf
 
4.-Teori-Bilangan.ppt
4.-Teori-Bilangan.ppt4.-Teori-Bilangan.ppt
4.-Teori-Bilangan.ppt
 
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
 
Kongruensi linear simultan
Kongruensi linear simultanKongruensi linear simultan
Kongruensi linear simultan
 
Teori Bilangan Kekongruenan pada bilangan
Teori Bilangan Kekongruenan pada bilanganTeori Bilangan Kekongruenan pada bilangan
Teori Bilangan Kekongruenan pada bilangan
 
Mathehaha 141122072859-conversion-gate01
Mathehaha 141122072859-conversion-gate01Mathehaha 141122072859-conversion-gate01
Mathehaha 141122072859-conversion-gate01
 
Modul 9 s1_pgsd
Modul 9 s1_pgsdModul 9 s1_pgsd
Modul 9 s1_pgsd
 
Modul nilai mutlak
Modul nilai mutlakModul nilai mutlak
Modul nilai mutlak
 

Recently uploaded

PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
suprihatin1885
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
safitriana935
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
WILDANREYkun
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
RinawatiRinawati10
 
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptxPRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
muhammadyudiyanto55
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 

Recently uploaded (20)

PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
 
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptxPRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 

Modul 3 kongruensi

  • 1. MODUL 3 KONGRUENSI Gatot Muhsetyo PENDAHULUAN Dalam modul Kongruensi ini diuraikan tentang sifat-sifat dasar kongruensi, keterkaitan kongruensi dengan fpb dan kpk, sistem residu yang lengkap dan system residu yang tereduksi, teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson. Kongruensi merupakan kelanjutan dari keterbagian, dan didefinisikan berdasarkan konsep keterbagian. Dengan demikian penjelasan dan pembuktian teorema-teoremanya dikembalikan ke konsep keterbagian. Bahan utama kongruensi adalah penggunaan bilangan sebagai modulo, dan bilangan modulo ini dapat dipandang sebagai perluasan dari pembahasan yang sudah ada di sekolah dasar sebagai bilangan jam, dan pada tingkat lebih lanjut disebut denga bilangan bersisa. Dengan bertambahnya uraian tentang sistem residu, pembahasan tentang kongruensi menjadi lebih lengkap sebagai persiapan penjelasan teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson, serta bahan penerapan yang terkait dengan teorema-teorema kongruensi dan teorema Euler. KOMPETENSI UMUM Kompetensi umum dalam mempelajari modul ini adalah mahasiswa mampu memahami konsep kongruensi, penerapannya, hubungannya dengan konsep keterbagian, pengembangannya dalam system residu, dan peranannya dalam penjabaran teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson. KOMPETENSI KHUSUS Kompetensi khusus dalam mempelajari modul ini adalah mahasiswa mampu menjelaskan konsep kongruensi dan sifat-sifatnya, konsep sistem residu yang lengkap dan sistem residu yang tereduksi, peranan fpb dan kpk dalam pengembangan sifat-sifat
  • 2. kongruensi, pembuktian dan penerapan teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson. SUSUNAN KEGIATAN BELAJAR Modul 3 ini terdiri dari dua kegiatan belajar. Kegiatan Belajar pertama adalah Kongruensi, dan Kegiatan Belajar kedua adalah Sistem Residu. Setiap kegiatan be;lajar memuat Uraian, Contoh/Bukan Contoh, Tugas dan Latihan, Rambu-Rambu Jawaban Tugas dan Latihan, Rangkuman, dan Tes Formatif. Pada bagian akhir modul ini ditempatkan Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif 1 dan Tes Formatif 2. PETUNJUK BELAJAR 1. Bacalah Uraian dan Contoh dengan cermat dan berulang-ulang sehingga Anda benar- benar memahami dan menguasai materi paparan. 2. Kerjakan Tugas dan Latihan yang tersedia secara mandiri. Jika dalam kasus atau tahap- An tertentu Anda mengalami kesulitan menjawab/menyelesaikan, maka lihatlah Ram- bu-Rambu Jawaban Tugas dan Latihan. Jika langkah ini belum banyak membantu Anda keluar dari kesulitan, maka mintalah bantuan tutor Anda, atau orang lain yang lebih tahu. 3. Kerjakan Tes Formatif secara mandiri, dan periksalah Tingkat Kemampuan Anda dengan jalan mencocokkan jawaban Anda dengan Rambu-Rambu Jawaban Tes For- matif. Ulangilah pengerjaan Tes Formatif sampai Anda benar-benar merasa mampu mengerjakan semua soal dengan benar.
  • 3. MODUL 3 KEGIATAN BELAJAR 1 KONSEP DASAR KONGRUENSI Uraian Kongruensi merupakan bahasa teori bilangan karena pembahasan teori bilangan bertumpu kongruensi. Bahasa kongruensi ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Karl Friedrich Gauss, matematisi paling terkenal dalam sejarah, pada awal abad sembilan belas, sehingga sering disebut sebagai Pangeran Matematisi (The Prince of Mathematici- ans). Meskipun Gauss tercatat karena temuan-temuannya di dalam geometri, aljabar, analisis, astronomi, dan fisika matematika, ia mempunyai minat khusus di dalam teori bilangan dan mengatakan bahwa “mathematics is the queen of sciences, and the theory of numbers is the queen of mathematics” . Gauss merintis untuk meletakkan teori bilangan modern di dalam bukunya Disquistiones Arithmeticae pada tahun 1801. Secara tidak langsung kongruensi sudah dibahas sebagai bahan matematika di sekolah dalam bentuk bilangan jam atau bilangan bersisa. Peragaan dengan menggunakan tiruan jam dipandang bermanfaat karena peserta didik akan langsung praktek untuk lebih mengenal adanya system bilangan yang berbeda yaitu system bilangan bilangan jam, misalnya bilangan jam duaan, tigaan, empatan, limaan, enaman, dan seterusnya. Kemudian, kita telah mengetahui bahwa bilangan-bilangan bulat lebih dari 4 dapat di “reduksi” menjadi 0, 1, 2, 3, atau 4 dengan cara menyatakan sisanya jika bilangan itu dibagi dengan 5, misalnya 13 dapat direduksi menjadi 3 karena 13 dibagi 5 bersisa 3, 50 dapat direduksi menjadi 0 karena 50 dibagi 5 bersisa 0, dan dalam bahasa kongruensi dapat dinyatakan sebagai 13 ≡ 3 (mod 5) dan 50 ≡ 0 (mod 5). Definisi 3.1 Ditentukan p,q,m adalah bilangan-bilangan bulat dan m  0 p disebut kongruen dengan q modulo m, ditulis p ≡ q (mod m), jika dan hanya jika m │ p - q . Jika m │ p – q maka ditulis p ≡ q (mod m), dibaca p tidak kongruen q modulo m.
  • 4. Contoh 3.1 10 ≡ 6 (mod 2) sebab 2 │ 10 – 6 atau 2 │ 4 13 ≡ -5 (mod 9) sebab 9 │ 13 – (-5) atau 9 │ 18 107 ≡ 2 (mod 15) sebab 7 │ (107 – 2) atau 15 │ 105 Teorema 3.1 Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat, maka p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika ada bilangan bulat t sehingga p = q + tm Bukti : Jika p ≡ q (mod m), maka m │ p – q . Ini berarti bahwa ada suatu bilangan bulat t se- hingga tm = p – q, atau p = q + tm. Sebaliknya, jika ada suatu bilangan bulat t yang memenuhi p = q + tm, maka dapat ditentukan bahwa tm = p – q, dengan demikian m │ p – q , dan akibatnya berlaku p ≡ q (mod m). Contoh 4.2 23 ≡ -17 (mod 8) dan 23 = -17 + 5.8 Teorema 3.2 Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif. Kongruensi modulo m memenuhi sifat-sifat berikut : (a) Sifat Refleksif. Jika p adalah suatu bilangan bulat, maka p ≡ p (mod m) (b) Sifat Simetris. Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p ≡ q (mod m), maka p ≡ q (mod m) (c) Sifat Transitif. Jika p, q, dan r adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p ≡ q (mod m) dan q ≡ r (mod m), maka p ≡ r (mod m)
  • 5. Bukti : (a) Kita tahu bahwa m │ 0, atau m │ p – p , berarti p ≡ q (mod m) (b) Jika p ≡ q (mod m), maka m │ p – q , dan menurut definisi keterbagian, ada suatu bilangan bulat t sehingga tm = p – q, atau (-t)m = q – p , berarti m │ q – p. Dengan demikian q ≡ p (mod m) (c) Jika p ≡ q (mod m) dan q ≡ r (mod m) , maka m│p – q dan m│q – r, dan menurut definisi keterbagian, ada bilangan-bilangan bulat s dan t sehingga sm = p – q dan tm = q – r . Dengan demikian dapat ditentukan bahwa p – r = (p – q) + (q – r) = sm + tm = (s + t)m. Jadi m│ p – r , dan akibatnya q ≡ r (mod m) Contoh 4.3 5 ≡ 5 (mod 7) dan -10 ≡ -10 (mod 15) sebab 7│5 – 5 dan 15│-10 – (-10) 27 ≡ 6 (mod 7) akibatnya 6 ≡ 27 (mod 7) sebab 7│6 – 27 atau 7│(-21) 45 ≡ 21 (mod 3) dan 21 ≡ 9 (mod 3), maka 45 ≡ 9 (mod 3) sebab 3│45 – 9 atau 3│36 Teorema 3.3 Jika p, q, r, dan m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga p ≡ q (mod m) , maka : (a) p + r ≡ q + r (mod m) (b) p – r ≡ q – r (mod m) (c) pr ≡ qr (mod m) Bukti : (a) Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q . Selanjutnya dapat ditentukan bahwa p – q = (p + r) – (q + r) , berarti m│p – q berakibat m │ (p + r) – (q + r). Dengan demikian p + r ≡ q + r (mod m). (b) Kerjakan, ingat bahwa p – q = (p – r) – (q – r) . (c) Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q , dan menurut teorema keterbagian, m │ r(p – q) untuk sebarang bilangan bulat r, dengan demikian m │ pr – qr. Jadi pr │qr (mod m) .
  • 6. Contoh 4.4 43│7 (mod 6) , maka 43 +5│ 7 + 5 (mod 6) atau 48│12 (mod 6) 27 │6 (mod 7) , maka 27 – 4 │6 – 4 (mod 7) atau 23│ 2 (mod 7) 35│3 (mod 8) , maka 35.4│3.4 (mod 8) atau 140│12 (mod 8) Contoh 4.5 Perhatikan bahwa teorema 3.3.(c) tidak bisa dibalik, artinya jika pr ≡ qr (mod m), maka belum tentu bahwa p ≡ q (mod m), misalnya 24 = 4.6 , 12 = 4.3, dan 24 ≡ 12 (mod 6) atau 4.6 ≡ 4.3 (mod 6), tetapi 6 ≡ 3 (mod 6). Teorema 3.4 Jika p, q, r, s, m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m) , maka : (a) p + r ≡ q + s (mod m) (b) p – r ≡ q – s (mod m) (c) pr ≡ qs (mod m) Bukti : (a) p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka m│ p – q dan m│ r – s , maka tentu ada bilangan-bilangan bulat t dan u sehingga tm = p – q dan um = r – s , dan (p + r) – (q + s) = tm – um = m(t – u). Dengan demikian m│(p + r) – (q + s), atau p + r ≡ q + s (mod m). (b) Kerjakan, perhatikan bahwa (p – r) – (q – s) = (p – q) – (r – s) (c) p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka m│ p – q dan m│ r – s , maka tentu ada bilangan-bilangan bulat t dan u sehingga tm = p – q dan um = r – s , dan pr – qs = pr – qr + qr – qs = r(p – q) + q(r – s) = rtm + qum = m (rt + qu). Dengan demikian m │ pr – qs , atau pr ≡ qs (mod m) Contoh 3.6 36 ≡ 8(mod 7) dan 53 ≡ 4 (mod 7), maka 36 + 53 ≡ 8 + 4 (mod 7) atau 89 ≡ 12 (mod 7) 72 ≡7 (mod 5) dan 43 ≡ 3 (mod 5), maka 72 – 43 ≡ 7 – 3 (mod 5) atau 29 ≡ 4 (mod 5) 15 ≡ 3 (mod 4) dan 23 ≡ 7 (mod 4) maka 15.23 ≡ 3.7 (mod 4) atau 345 ≡ 21 (mod 4)
  • 7. Teorema 3.5 (a) Jika p ≡ q (mod m), maka pr ≡ qr (mod mr) (b) Jika p ≡ q (mod m) dan d│m , maka p ≡ q (mod d) Bukti : (a) p ≡ q (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│p – q , dan menurut teorema 2.8 dapat ditentukan bahwa rm│r(p – q) atau mr│pr – qr , dan berdasarkan definisi 3.1 dapat ditentukan bahwa pr ≡ qr (mod mr) (b) p ≡ q (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│p – q . Berdasarkan teorema 2.2, d│m dan m│p – q berakibat d│p – q, dan sesuai dengan Definisi 3.1, p ≡ q (mod d) Teorema 3.6 Diketahui bilangan-bilangan bulat a, p, q, m, dan m > 0. (a) ap ≡ aq (mod m) jika dan hanya jika p ≡ q (mod m/(a,m)) (b) p ≡ q (mod m1 ) dan p ≡ q (mod m 2 ) jika dan hanya jika p ≡ q (mod [m1 , m 2 ]) Bukti : (a) () ap ≡ aq (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│ap – aq, dan sesuai definisi 2.1 ap – aq = tm untuk suatu t  Z, berarti a(p – q) = tm. Karena (a,m)│a dan (a,m)│ m maka (a/(a,m)(p – q) = (m/(a,m)t, dan sesuai dengan definisi 2.1, dapat ditentukan bahwa (m/(a,m)│(a/(a,m)(p – q). Menurut teorema 2.14, (m/(a,m),a/(a,m)) = 1, dan menurut teorema 2.15, dari (m/(a,m),a/(a,m)) = 1 dan (m/(a,m)│(a/(a,m)(p – q) ber- akibat (m/(a,m)│(p – q). Jadi menurut definisi 3.1, p ≡ q (mod m/(a,m)) . () p ≡ q (mod m/(a,m)), maka menurut teorema 3.5(a), ap ≡ aq (mod am/(a,m)). Selan- jutnya, karena m │am/(a,m), dan ap ≡ aq (mod am/(a,m)), maka berdasarkan pada teorema 3.5 (b) , ap ≡ aq (mod m). (b) Buktikan ! Contoh 3.7 8p ≡ 8q (mod 6) dan (8,6) = 2, maka p ≡ q (mod 6/2) atau p ≡ q (mod 3)
  • 8. 12p ≡ 12q (mod 16) dan (12,16) = 4, maka p ≡ q (mod 16/4) atau p ≡ q (mod 4) Contoh 3.8 p ≡ q (mod 6) dan p ≡ q (mod 8), maka p ≡ q (mod [6,8]) atau p ≡ q (mod 24) p ≡ q (mod 16) dan p ≡ q (mod 24), maka p ≡ q (mod [16,24]) atau p ≡ q (mod 48) Tugas dan Latihan Tugas Bacalah suatu buku teori bilangan, dan carilah teorema-teorema yang belum dibuktikan dalam kegiatan belajar 1. Selanjutnya buktikan bahwa : 1. Jika p, q, t, dan m adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga t > 0, m > 0 dan p ≡ q (mod m), maka p t ≡ qt (mod m) 2. Jika p, q  Z dan m1 , m 2 , …, mt  Z  sedemikian hingga p ≡ q (mod m1 ) , p ≡ q (mod m 2 ) , …, dan p ≡ q (mod m t ) , maka p ≡ q (mod [m1 , m 2 , …, mt ]) Latihan 1. Diketahui p, q, m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga p ≡ q (mod m) Buktikan : (p,m) = (q,m) 2. Buktikan (a) jika p adalah suatu bilangan genap, maka p 2 ≡ 0 (mod 4) (b) jika p adalah suatu bilangan ganjil, maka p 2 ≡ 1 (mod 4) 3. Buktikan jika p adalah suatu bilangan ganjil, maka p 2 ≡ 1 (mod 8) 4. Carilah sisa positif terkecil dari 1! + 2! + … + 100! (a) modulo 2 (b) modulo 12 5. Tunjukkan bahwa jika n adalah suatu bilangan genap positif, maka: 1 + 2 + 3 + … + (n + 1) ≡ 0 (mod n) Bagaimana jika n adalah suatu bilangan ganjil positif ? 6. Dengan menggunakan induksi matematika, tunjukkan bahwa 4 n ≡ 1 + 3n (mod 9) jika n adalah suatu bilangan bulat positif.
  • 9. Rambu-Rambu Jawaban Tugas Dan Latihan Rambu-Rambu Jawaban Tugas 1. p ≡ q (mod m) , maka m │ p – q pt - qt = (p – q)(p 1t + p 2t q + … + pq 2t + q 1t ) Perhatikan bahwa (p – q) │ pt - qt Karena m │ p – q dan (p – q) │ p t - q t , maka m │ pt - qt Jadi pt ≡ q t (mod m) 2. p ≡ q (mod m1 ) , p ≡ q (mod m 2 ) , …, dan p ≡ q (mod m t ) , maka m1 │ p – q , m 2 │ p – q , … , m t │ p – q Dengan demikian p – q adalah kelipatan persekutuan dari m1 , m 2 , …, mt , dan berdasarkan teorema 2.22, [ m1 , m 2 , …, m t ] │ p – q Jadi p ≡ q (mod [m1 , m 2 , …, mt ] ) Rambu-Rambu Jawaban Latihan 1. p ≡ q (mod m) , maka p – q = tm untuk suatu bilangan bulat t Menurut definisi 2.3, (p,m)│ p dan (p,m) │ m . Dari (p,m) │ m , berdasarkan teorema 2.1, (p,m) │ tm . Selanjutnya , dari (p,m)│ p dan (p,m) │ tm, berdasarkan teorema 2.4, (p,m) │ p – tm. Karena p – q = tm, atau q = p – tm , maka(p,m) │ q. (p,m) │ m dan (p,m) │ q , maka (p,m) merupakan faktor persekutuan m dan q, dan Sesuai teorema 2.17, (p,m) │ (q,m) . Dengan jalan yang sama dapat ditunjukkan bahwa (q,m)│(p,m). Dari (p,m)│(q,m) dan (q,m) │ (p,m), (p,m) > 0, dan (q,m) > 0 , sesuai teorema 2.7, (p,m) = (q,m). 2. (a) Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan genap, maka p dapat dinya- takan sebagai p = 2t untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian p 2 = 4t 2 . Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 4 │ p 2 , atau 4 │ p 2 - 0 , dan berdasarkan defini- si 3.1, p 2 ≡ 0 (mod 4). (b) Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan ganjil, maka p dapat dinya- takan sebagai p = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian dapat
  • 10. dicari p 2 = 4t 2 + 4t + 1 , atau p 2 = 4t(t + 1) + 1 , atau p 2 - 1 = 4t(t+1). Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 4 │ p 2 - 1 , dan berdasarkan definisi 3.1, p 2 ≡ 1 (mod 4). 3. Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan ganjil, maka p dapat dinyata- sebagai p = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian dapat dicari p 2 = 4t 2 + 4t + 1 , atau p 2 = 4t(t + 1) + 1 . Jika t adalah suatu bilangan genap, sesuai definisi 2.2, t = 2r untuk suatu bilangan bulat r, sehingga p 2 = 8r(2r + 1) + 1, atau p 2 - 1 = 8r(2r + 1) . Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 8│ p 2 - 1 , dan berdasarkan pada definisi 3.1, p 2 ≡ 1 (mod 8). Kerjakan dengan jalan yang sama jika t adalah suatu bilangan ganjil. 4. (a) n! = 1.2.3…n , berarti 2! = 1.2 = 2 ≡ 0 (mod 2), 3! = 1.2.3 = 2.3 ≡ 0 (mod 2) , n! = 1.2.3…n = 2.1.3…n ≡ 0 (mod 2). Dengan demikian dapat dicari bahwa 1! + 2! + … + n! ≡ 1 + 0 (mod 2) + 0 (mod 2) + … + 0 (mod 2) ≡ 0 (mod 2) (b) n! = 1.2.3.4…n ≡ 0 (mod 12) jika n  4 , akibatnya dapat ditentukan bahwa 1! + 2! + … + 100! ≡ 1! + 2! + 3! + 0 + 0 + … + 0 (mod 12) ≡ 9 (mod 12). 5. 1 + 2 + … + (n + 1) = (n -1)n/2. Jika n adalah suatu bilangan ganjil, maka n – 1 adalah suatu bilangan genap, sehingga (n – 1)/2 adalah suatu bilangan bulat, dengan demikian n │1 + 2 + … + (n + 1) atau 1 + 2 + … + (n + 1) ≡ 0 (mod n). Jika n adalah suatu bilangan genap, maka n = 2r untuk suatu bilangan bulat r, dengan demikian (n -1)n/2 = (n -1)r , berarti n tidak membagi (n – 1)r karena (n,n-1) = 1 dan r < n. Jadi 1 + 2 + … + (n + 1) tidak kongruen dengan 0 modulu n jika n adalah suatu bilangan genap. 6. n = 1 memenuhi hubungan karena 41 = 4 = 1 + 3.1 ≡ 1 + 3.1 (mod 9) Anggaplah bahwa 4 n ≡ 1 + 3n (mod 9), harus dibuktikan 4 1n ≡ 1 + 3(n + 1) (mod 9) 4 1n = 4.4 n ≡ 4(1 + 3n) (mod 9) ≡ 4 + 12n (mod 9) ≡ 4 + 3n (mod 9).
  • 11. Rangkuman Dari materi Kegiatan Belajar 1 ini, beberapa bagian yang perlu diperhatikan adalah defi- nisi kongruensi, teorema-teorema kongruensi, dan keterkaitan konsep kongruensi dengan keterbagian, fpb, dan kpk. 1. Definisi 3.1. p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika m │ p – q 2. Terdapat 6 teorema kongruensi. Teorema 3. 1 : p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika p = q + tm Teorema 3.2 : Kongruensi modulo m memenuhi sifat-sifat (a) refleksif: p ≡ p (mod m) (b) simetris : jika p ≡ q (mod m), maka q ≡ p (mod m) (c) transitif : jika p ≡ q (mod m) , q ≡ r (mod m), maka p ≡ q (mod m) Teorema 3.3 : Jika p ≡ q (mod m), maka : (a) p + r ≡ q + r (mod m) (b) p – r ≡ q – r (mod m) (c) pr ≡ qr (mod m) Teorema 3.4 : Jika p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka : (a) p + r ≡ q + s (mod m) (b) p – r ≡ q – s (mod m) (c) pr ≡ qs (mod m) Teorema 3.5 : (a) p ≡ q (mod m) , maka pr ≡ qr (mod mr) (b) p ≡ q (mod m) dan d │ m , maka p ≡ q (mod d) Teorema 3.6. : (a) ap ≡ aq (mod m), maka p ≡ q (mod m/(a,m)) (b) p ≡ q (mod m1 ) dan p ≡ q (mod m 2 ) jika dan hanya jika p ≡ q (mod [m1 , m 2 ]) Tes Formatif 1 1. Skor 10 Nyatakan dengan B (Benar) atau S (Salah) (a) Jika p ≡ q (mod 7) , maka 3p ≡ 3q (mod 7) (b) Jika 2p ≡ 3q (mod 5), maka 10p ≡ 10q (mod 25)
  • 12. (c) Jika p ≡ q (mod 11), maka 23p – 44 ≡ 12q + 22 (mod 11) (d) Jika 2p ≡ 2q (mod 5), maka p ≡ q (mod 5) (e) Jika 4p ≡ 4q (mod 6), maka p ≡ q (mod 6) (f) Jika 6p ≡ 9q (mod 15), maka 2p ≡ 3q (mod 5) (g) Jika p ≡ 2q (mod 24), maka p ≡ 2q (mod 8) (h) Jika p ≡ q (mod 7), maka 14p 2 + 8p – 21 ≡ 15p + 28 (mod 7) (i) Jika p ≡ q (mod 8) dan p ≡ q (mod 12), maka p ≡ q (mod 96) (j) Jika p ≡ q (mod 24) dan p ≡ q (mod 36), maka p ≡ q (mod 72) 2. Skor 10 (a) Carilah 2 angka terakhir lambang bilangan decimal dari 28 75 (b) Carilah 3 angka terakhir lambang bilangan decimal dari 23 95 3. Skor 20. Tunjukkan bahwa 1 3 + 23 + … + (n – 1) 3 ≡ 0 (mod n) jika n adalah suatu bilangan bulat positif atau jika n adalah habis dibagi 4. Apakah pernyataan masih benar jika n adalah genap tetapi tidak habis dibagi 4 ? 4. Skor 20 Buktikan dengan induksi matematika bahwa 5 n ≡ 1 + 4n (mod 16) jika n adalah suatu bilangan bulat positif 5. Skor 20 Carilah sisa positif terkecil dari 1! + 2! + … + 100! (a) modulo 7 (b) modulo 25 6. Skor 20 Carilah sisa positif terkecil dari : (a) 6! modulo 7 (b) 12! modulo 13 (c) 18! modulo 19 (d) 22! modulo 23 Cobalah menebak suatu teorema dari hasil-hasil jawaban Anda
  • 13. Cocokkanlah jawaban Anda dengan Rambu-Rambu atau Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdpat di bagian akhir modul ini. Kemudian perkirakan skor jawaban Anda yang menurut Anda benar, dan gunakan criteria berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Skor Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan = ------------------------------------ x 100 % 100 Tingkat Penguasaan Anda dikelompokkan menjadi : Baik sekali : 90 % - 100 % Baik : 80 % - 89 % Cukup : 70 % - 79 % Kurang : < 70 % Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % atau lebih, maka Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 2, Bagus ! Jika tingkat penguasaan Anda kurang dari 80 %, maka seharusnya Anda mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda pahami dan kuasai dengan baik. Selamat Belajar !
  • 14. MODUL 3 KEGIATAN BELAJAR 2 SISTEM RESIDU Uraian Sistem residu merupakan topik yang memberikan dasar untuk mengembangkan pembahasan menuju teorema Euler, dan pada bagian lain terkait dengan fungsi-fungsi khas (special functions) dalam teori bilangan. Bagian-bagian dari system residu meliputi system residu yang lengkap dan system residu yang tereduksi. Sebagai suatu system, system residu mempunyai sifat-sifat khusus yang terkait dengan bagaimana membuat system residu, atau mencari contoh yang memenuhi syarat tertentu. Definisi 3.2 Suatu himpunan {x1 , x 2 , … , x m } disebut suatu system residu lengkap modulo m Jika dan hanya jika untuk setiap y dengan 0 ≤ y < m , ada satu dan hanya satu x i dengan 1 ≤ i < m , sedemikian hingga y ≡ x i (mod m) atau x i ≡ y (mod m). Perhatikan bahwa indeks dari x yang terakhir adalah m, dan hal ini menunjukkan bahwa banyaknya unsur dalam suatu system residu lengkap modulo m adalah m. Dengan demikian, jika ada suatu himpunan yang banyaknya unsur kurang dari m atau lebih dari m , maka himpunan itu tentu bukan merupakan suatu system residu lengkap modulo m. Selanjutnya, karena pasangan-pasangan kongruensi antara y dan x i adalah tunggal, maka tidak ada y yang kongruen dengan dua unsur x yang berbeda, misalnya x i dan x j , dan tidak ada x i yang kongruen dengan dua nilai y. Dengan demikian, tidak ada dua unsur x yang berbeda dan kongruen, artinya x i tidak kongruen x j modulo m jika i  j. Contoh 3.9 1. Himpunan A = {6, 7, 8, 9} bukan merupakan system residu lengkap modulo 5 sebab banyaknya unsur A kurang dari 5
  • 15. 2. Himpunan A = {6, 7, 8, 9, 10} adalah suatu system residu lengkap modulo 5 sebab un- tuk setiap y dengan dengan 0 ≤ y < 5 , ada satu dan hanya satu xi dengan 1 ≤ i < 5 sedemikian hingga y ≡ x i (mod 5) atau x i ≡ y (mod 5). Nilai-nilai y yang memenuhi 0 ≤ y < 5 , adalah y = 0, y = 1, y = 2, y = 3, y = 4, atau y = 5 . Jika kita selidiki, maka kita peroleh bahwa : 10 ≡ 0 (mod 5) 8 ≡ 3 (mod m) 6 ≡ 1 (mod m) 9 ≡ 4 (mod 5) 7 ≡ 2 (mod m) Dengan demikian untuk setiap y dengan y = 0, 2, 3, 4, 5 , ada satu dan hanya satu x i dengan x i = 6, 7, 8, 9, 10 , sedemikian hingga x i ≡ y (mod m). Jadi A adalah suatu sis- tem residu lengkap modulo 5. 3. Himpunan B = {4, 25, 82, 107} adalah suatu system residu lengkap modulo 4 sebab untuk setiap y dengan 0 ≤ y < 4 , ada satu dan hanya satu x i dengan 1 ≤ i < 4 sedemikian hingga y ≡ x i (mod 4) atau x i ≡ y (mod 4). 4 ≡ 0 (mod 4) 82 ≡ 2 (mod 4) 25 ≡ 1 (mod 4) 107 ≡ 3 (mod 4) 4. Himpunan C = {-33, -13, 14, 59, 32, 48, 12} adalah suatu system residu lengkap mo- dulo 7 sebab untuk setiap y dengan 0 ≤ y < 7 , ada satu dan hanya satu x i dengan 1 ≤ i < 7 sedemikian hingga y ≡ x i (mod 7) atau x i ≡ y (mod 7). -33 ≡ 0 (mod 7) 59 ≡ 3 (mod 7) 48 ≡ 1 (mod 7) -13 ≡ 0 (mod 7) 32 ≡ 3 (mod 7) 12 ≡ 1 (mod 7) 14 ≡ 0 (mod 7) 5. Himpunan D = {10, -5, 27} adalah bukan suatu system residu lengkap modulo 3 sebab Untuk suatu y = 1 dengan 0 ≤ y < 3 , ada lebih dari satu x i (yaitu 10 dan -5) sehingga 10 ≡ 1 (mod 3) -5 ≡ 1 (mod 3) 6. Algoritma pembagian menunjukkan bahwa himpunan bilangan bulat 0, 1, … , m – 1 merupakan suatu system residu lengkap modulo m, dan disebut sebagai residu nonne- gatif terkecil modulo m.
  • 16. Definisi 3.3 Suatu himpunan bilangan bulat {x1 , x 2 , … , x k } disebut suatu system residu tere- duksi modulo m jika dan hanya jika : (a) (x i , m) = 1 , 1 ≤ i < k (b) x i ≡ x j (mod m) untuk setiap i  j (c) Jika (y,m) = 1, maka y ≡ x i (mod m) untuk suatu i = 1, 2, … , k Contoh 3.10 1. Himpunan {1,5} adalah suatu system residu tereduksi modulo 6 sebab : (a) (1,6) = 1 dan (5,6) = 1 (b) 5 ≡ 1 (mod 6) 2. Himpunan {17, 91} adalah suatu system residu tereduksi modulo 6 sebab : (a) (17,6) = 1 dan (91, 6) = 1 (b) 91 ≡ 17 (mod 6) Suatu system residu tereduksi modulo m dapat diperoleh dari system residu lengkap modulo m dengan membuang unsur-unsur yang tidak relative prima dengan m. Hal ini dapat dilakukan karena {0, 1, 2, … , m – 1 } adalah suatu system residu yang lengkap modulo m karena untuk setiap y dengan y = 0, 1, 2, … , m – 1, ada satu dan hanya satu xi = 0, 1, 2, … , m – 1 sehingga y ≡ x i (mod m) . Keadaan y ≡ x i (mod m) selalu dapat terjadi dengan memilih y = 0 dan x1 = 0, y = 1 dan x 2 = 1, … , y = m – 1 dan x m = m – 1 . Karena unsur-unsur {0, 1, 2, … , m – 1} memenuhi tidak ada sepasang yang kongruen, maka setelah unsur-unsur yang tidak relative prima dengan m dibuang, yang tertinggal adalah unsur-unsur yang relative prima dengan m dan tidak ada sepasang yang kongruen. Dengan demikian unsur-unsur yang tertinggal memenuhi definisi 3.2 Contoh 3.11 1. Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 8. Unsur-unsur A yang tidak relative prima dengan 8 adalah 0, 2, 4, dan 6 karena (0,8) = 8  1, (2,8) = 2  1, (4,8) = 4  1, dan (6,8) = 2  1. Misalkan B adalah him-
  • 17. punan dari unsur-unsur yang tertinggal, maka B = {1, 3, 5, 7}, dan B merupakan suatu sistem residu tereduksi modulo 8 karena memenuhi definisi 3.2 2. Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19} adalah suatu system residu lengkap modulo 20. Jika unsur-unsur A yang tidak relative prima dengan 20 dibuang, yaitu 0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 14, 15, 16, dan 18 , maka unsur-unsur yang tertinggal adalah 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, dan 19, dan B = {1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19} merupakan suatu system residu tereduksi modulo 20. Defini 3.4 Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif. Banyaknya residu di dalam suatu system residu tereduksi modulo m disebut fungsi  -Euler dari m, dan dinyatakan dengan  (m). Contoh 3.12  (2) = 1 , diperoleh dari unsur 1  (3) = 2 , diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 2  (4) = 2 , diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 3  (5) = 4 , diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 3, dan 4  (16) = 8, diperoleh dari unsur-unsur 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15  (27) = 18, diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 4, 5, 7, 8, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, dan 26  (p) = p – 1 jika p adalah suatu bilangan prima Perhatikan bahwa himpunan {1,2,3,4} merupakan suatu system residu tereduksi modu- lo 5. Sekarang, coba Anda selidiki, jika masing-masing unsur himpunan dikalikan dikalikan dengan suatu bilangan yang relative prima dengan 5, misalnya 2, 3, atau 4, se- hingga diperoleh himpunan yang lain, maka apakah himpunan-himpunan yang lain terse- but merupakan system-sistem residu yang tereduksi modulo 5 ?
  • 18. Teorema 3.7 Ditentukan (a,m) = 1 Jika {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m yang lengkap atau tere- duksi, maka {ax1 , ax 2 , … , ax k } juga merupakan suatu system residu modulo m yang lengkap atau tereduksi. Bukti : Ditentukan bahwa {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m yang lengkap, maka x i tidak kongruen x j modulo m jika xi  x j . Harus dibuktikan bahwa ax i tidak kongruen ax j modulo m jika i  j Misalkan dari unsur-unsur {ax1 , ax 2 , … , ax k } terdapat i  j sehingga berlaku hu- bungan ax i ≡ ax j (mod m). Karena (a,m) = 1 dan ax i ≡ ax j (mod m), maka menurut teorema 3.6 (a), dapat diten- tukan bahwa x i ≡ x j (mod m), bertentangan dengan ketentuan {x1 , x 2 , … , x k } me- rupakan suatu system residu lengkap modulo m. Jadi tentu ax i tidak kongruen ax j modulo m. Selanjutnya buktikan jika {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m yang tereduksi. Contoh 3.13 (a) Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah merupakan suatu system residu lengkap modulo 6. Jika masing-masing unsur A dikalikan dengan 5, yang mana (5,6) = 1, dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan B, maka dapat ditentu- kan bahwa B = {0, 5, 10, 15, 20, 25}. Himpunan B merupakan suatu system residu yang lengkap modulo 6 sebab setiap unsur B kongruen dengan satu dan ha- nya satu y  {0, 1, 2, 3, 4, 5}, yaitu : 0 ≡ 0 (mod 6) 10 ≡ 4 (mod 6) 20 ≡ 2 (mod 6) 5 ≡ 5 (mod 6) 15 ≡ 3 (mod 6) 25 ≡ 1 (mod 6) (b) Himpunan A = {1, 5, 7, 11} adalah merupakan suatu system residu tereduksi mo- dulo 12. Jika masing-masing unsur A dikalikan dengan 17 dengan (17,12) = 1,
  • 19. dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan B, maka dapat diten- tukan bahwa B = {17, 85, 119, 187}. Himpunan B merupakan suatu system residu tereduksi modulo 12 sebab setiap unsur B relative prima dengan 12, dan tidak ada sepasang unsur B yang kongruen, yaitu : (17,12) = (85,12) = (119,12) = (187,12) = 1 17 ≡ 85 (mod 12) 17 ≡ 119 (mod 12) 17 ≡ 187 (mod 12) 85 ≡ 119 (mod 12) 85 ≡ 187 (mod 12) 119 ≡ 187 (mod 12) Teorema 3.8 (Teorema Euler) Jika a, m  Z dan m > 0 sehingga (a,m) = 1, maka a )(m ≡ 1 (mod m) Bukti : Misalkan bahwa {x1 , x 2 , … , x )(m } adalah suatu system residu tereduksi modulo m dengan unsur-unsur bilangan bulat positif kurang dari m dan relative prima dengan m, maka menurut teorema 3.7, karena (a,m) = 1, maka {ax1 , ax 2 , … , ax )(m } juga merupakan suatu system residu tereduksi modulo m. Dengan demikian, residu-residu positif terkecil dari ax1 , ax 2 , … , ax )(m adalah bilangan-bilangan bulat yang terdapat pada x1 , x 2 , … , x )(m dengan urutan tertentu. Akibatnya kita dapat mengalikan semua suku dari masing-masing system residu tereduksi, sehingga diperoleh : ax1 , ax 2 , … , ax )(m ≡ x1 , x 2 , … , x )(m (mod m) Dengan demikian dapat ditentukan bahwa : a )(m x1 . x 2 … x )(m ≡ x1 . x 2 … x )(m (mod m) Selanjutnya, {x1 , x 2 , … , x )(m } adalah suatu system residu tereduksi modulo m, maka menurut definisi 3.3, berlaku (x i , m) = 1. Berdasarkan teorema 2.16, karena (xi , m) = 1, yaitu (x1 ,m) = ( x 2 , m) = … (x )(m , m) = 1, maka dapat ditentukan bahwa (x1 . x 2 … x )(m , m) = 1. Dari dua keadaan : a )(m x1 . x 2 … x )(m ≡ x1 . x 2 … x )(m (mod m) , dan
  • 20. (x1 . x 2 … x )(m , m) = 1 dapat ditentukan berdasarkan teorema 3.6 (a) bahwa : a )(m ≡ 1 (mod m) Kita dapat menggunakan teorema Euler untuk mencari inversi modulo m. Jika a dan m adalah relative prima, maka dapat ditentukan bahwa : a )(m ≡ 1 (mod m) Dengan demikian : a )(m = a. a 1)( m ≡ 1 (mod m) Jadi a 1)( m adalah inversi dari a modulo m. Contoh 3.14 Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 23500 Soal ini dapat dijawab dengan menyatakan maknanya dalam bentuk lain, yaitu sama dengan mencari x jika 23500 ≡ x (mod 100). Kemudian bentuk 23500 ≡ x (mod 100) dapat dipecah menjadi 23 500 ≡ x (mod 4) dan 23 500 ≡ x (mod 25). (a) mencari x dari 23 500 ≡ x (mod 4). 23 ≡ 3 (mod 4), maka 23 2 ≡ 9 (mod 4) ≡ 1 (mod 4), sehingga 23500 = (23 2 ) 250 Dengan demikian 23 500 = (23 2 ) 250 ≡ 1 250 (mod 4), atau x ≡ 1 (mod 4) (b) mencari x dari 23500 ≡ x (mod 25) 23 ≡ -2(mod 25), maka 23 2 ≡ 4(mod 25), 234 ≡ 16(mod 25), 238 ≡ 6(mod 25), 2316 ≡ 11(mod 25), 2332 ≡ -4(mod 25), 2364 ≡ 16(mod 25), 23128 ≡ 6(mod 25), dan 23256 ≡ 11(mod 25) Dengan demikian 23500 = 23256 .23128 .2364 .2332 .2316 .234 ≡ 11.6.16.(-4).11.16 (mod 25) ≡ (-4).6.(-4).6 (mod 25) ≡ 576 (mod 25) ≡ 1, (mod 25), yaitu x ≡ 1 (mod 25) Dari hasil (a) dan (b), yaitu x ≡ 1 (mod 4) dan x ≡ 1 (mod 25), maka berdasarkan pada teorema 3.6 (b) , x ≡ 1 (mod [4,25]) x ≡ 1 (mod 100) Jadi 23500 ≡ 1 (mod 100) , berarti dua digit terakhir lambang bilangan decimal dari 23500 adalah 01.
  • 21. Contoh 3.15 Tunjukkan jika (n,7) = 1, n  N, maka 7 │ n7 – n Jawab : Karena (n,7) = 1, maka menurut teorema Euler, n )7( ≡ 1 (mod 7). Selanjutnya 6)7(  , sehingga diperoleh n6 ≡ 1 (mod 6) , dan sesuai dengan definisi 3.1, 7│ n6 – 1 , dan akibatnya, sesuai dengan teorema 2.1, 7│n( n6 – 1) atau 7│n7 – 1 Contoh 3.16 Jika bulan ini adalah bulan Mei, maka carilah 23943 bulan lagi adalah bulan apa Jawab : Permasalahan ini dapat diganti dengan mencari x jika 23943 ≡ x (mod 12). Karena (239,12) = 1, maka menurut teorema Euler, 239 )12( ≡ 1 (mod 12). Selanjutnya 4)12(  , sehingga diperoleh 2394 ≡1 (mod 12). 23943 = (2394 )10 .2393 ≡ 1.2393 (mod 12) ≡ (-1)(-1)(-1) (mod 12) ≡ 11 (mod 12) Jadi x = 11, dengan demikian 23943 bulan lagi adalah bulan April. Contoh 3.16 Kongruensi linier ax ≡ b (mod m) dapat diselesaikan dengan menggunakan teorema Euler sebagai berikut : ax ≡ b (mod m) a )(m -1 .ax ≡ a )(m -1 .b (mod m) x ≡ a )(m -1 .b (mod m) Penyelesian 7x ≡ 3 (mod 12) adalah x ≡ 7 1)12(  .3 (mod 12) ≡ 74-1 .3 (mod 12) ≡ 73 .3 (mod 12) ≡ 21 (mod 12) ≡ 9 (mod 12). Teorema 3.9. Teorema Kecil Fermat Jika p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka ap-1 ≡ 1 (mod p) Bukti : Karena p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka (p,a) = 1 (jika (p,a)  1 yaitu p dan a tidak relative prima, maka p dan a mempunyai factor selain 1 dan p, bertentangan dengan sifat p sebagai bilangan prima). Selanjutnya, karena (p,a) = 1, maka menurut teorema 3.8, a )( p ≡ 1 (mod p). p adalah suatu bilangan prima, berarti dari bilangan-bilangan bulat :
  • 22. 0, 1, 2, 3, … , p – 1 yang tidak relative prima dengan p hanya 0 ≡ p (mod p), sehingga : {1, 2, 3, … , p – 1 } merupakan system residu tereduksi modulo dengan (p – 1) unsure, dengan demikian: 1)(  pp Karena 1)(  pp dan a )( p ≡ 1 (mod p), maka a )( p ≡ 1 (mod p) Contoh 3.17 Carilah suatu x jika 2250 ≡ x (mod 7) dan 0 ≤ x < 7 Jawab : Karena 7 adalah bilangan prima, (2,7) = 1, dan 617)7(  , maka : 2 )7( ≡ 1 (mod 7) 26 ≡ 1 (mod 7) 2250 = (26 )41 .24 ≡ 1.24 (mod 7) ≡ 16 (mod 7) ≡2 (mod 7) Jadi : x = 2 Contoh 3.18 Carilah satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari: (a) 2500 (b) 7175 Jawab : Untuk mencari digit terakhir dari lambang bilangan basis 10, permasalahan dapat dipandang sebagai mencari x jika y ≡ x (mod 10). Karena 2.5 = 10 dan (2,5) = 1, maka y ≡ x (mod 10) dapat dinyatakan sebagai : y ≡ x (mod 2) dan y ≡ x (mod 5) (a) 2 ≡ 0 (mod 2), maka 2500 ≡ 0, 2, 4, 6, 8, … (mod 2)  (5) = 4 dan (2,5) = 1, maka 24 ≡ 1(mod 5), sehingga 2500 = (24 )125 . 1 (mod 5) ≡ 1, 6, 11, 16, 21, … (mod 5) Dengan demikian 2500 ≡ 6 (mod 2) dan 2500 ≡ 6 (mod 5), berarti 2500 ≡ 6 (mod 10). Satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari 2500 ada- lah 6. (b) 7 ≡ 1(mod 2), maka 7175 ≡ 1, 3, 5, … (mod 2)
  • 23.  (5) = 4 dan (7,5) = 1, maka 74 ≡ 1 (mod 5), sehingga 7175 = (74 )43 .73 ≡ 73 (mod 5) ≡ 2.2.2 (mod 5) ≡ 8 (mod 5) ≡ 3 (mod 5) ≡ 3, 8, 13, 18, … (mod 5). Dengan demikian 7175 ≡ 3 (mod 2) dan 7175 ≡ 3 (mod 5), berarti 7175 ≡ 3 (mod 10. Satu digit terakhir lambing bilangan basis 10 dari 7175 ada- lah 3. Teorema 3.10 Jika (a,m) = 1, maka hubungan ax ≡ b (mod m) mempunyai selesaian x = a )(m -1 .b + tm Bukti : Dari hubungan ax ≡ b (mod m) , ruas kiri dan kanan perlu dikalikan dengan suatu factor sehingga koeffisien a menjadi 1. Pilihan factor adalah a )(m -1 sebab sesuai dengan teorema Euler, a )(m -1 .a = a )(m ≡ 1 (mod m). ax ≡ b (mod m) a )(m -1 .a x ≡ a )(m -1 . b (mod m) a )(m x ≡ a )(m -1 . b (mod m) x ≡ a )(m -1 . b (mod m) Karena tm ≡ 0 (mod m) untuk setiap bilangan bulat t, maka : x ≡ ≡ a )(m -1 . b + tm (mod m) Jadi x = a )(m -1 .b + tm adalah selesaian ax ≡ b (mod m) Teorema 3.11. Teorema Wilson Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ -1 (mod p) Bukti : Untuk p = 2, kita dapat menentukan bahwa (p – 1)! = 1! = 1 ≡ -1 (mod 2), dengan demikian teorema benar untuk p = 2. Untuk p > 2, berdasarkan teorema 3.9 dan teorema 3.10, jika ax ≡ 1 (mod p), dan (a,p) = 1, maka x ≡ a )(m -1 , a dan x disebut saling inverse modulo p. Dengan demikian, setiap bilangan a yang memenuhi 1 ≤ a ≤ p – 1, tentu ada a*
  • 24. yang memenuhi 1 ≤ a* ≤ p – 1, sehingga a.a* ≡ 1 (mod p). Perhatikan perkalian bilangan-bilangan: 2.3. … ,(p – 3)(p – 2) yang dapat dipasang-pasangkan ke dalam (p – 3)/2 pasangan, masing-masing pasangan mempunyai hasil kali sama dengan 1 modulo p. Hal ini dapat dilaku- kan karena masing-masing bilangan relative prima dengan p, yaitu (a,p) = 1, sehingga masing-masing bilangan mempunyai inverse. Akibatnya : 2.3. … ,(p – 3)(p – 2) ≡ 1 (mod p) sehingga : (p – 1)! = 1.2.3. … .(p – 3)(p – 2)(p – 1) ≡ 1.1.(p – 1) (mod p) ≡ p – 1 (mod p) (p – 1)! ≡ – 1 (mod p) Contoh 3.19 (7 – 1)! = 6! = 1.2.3.4.5.6 = 1.(2.4).(3.5).6 = 1.8.15.6 ≡ 1.1.1.6 (mod 7) ≡ – 1(mod 7) (13 – 1)! = 12! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12 = 1.(2.7).(3.9).(4.10).(5.8).(6.11).12 = 1.14.27.40.40.66.12 ≡ 1.1.1.1.1.1.12 (mod 13) ≡ – 1 (mod 13) Teorema 3.13 Jika n adalah suatu bilangan bulat positif sehingga (n – 1)! ≡ – 1 (mod n), maka n adalah suatu bilangan prima. Buktikan ! Teorema 3.12 dan teorema 3.13 memberikan petunjuk kepada kita untuk mengguna- kan teorema-teorema itu dalam pengujian keprimaan suatu bilangan. Contoh 3.20 (15 – 1)! = 14! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14 = 1.2.(15).4.6.7.8.9.10.11.12.13.14 ≡ 0 (mod 15) (15 – 1)! = 14! tidak kongruen dengan – 1 (mod 15), maka 15 bukan suatu bilangan prima.
  • 25. Tugas dan Latihan Tugas Carilah suatu buku teori bilangan yang membahas tentang Metode (p – 1) Pollard Jelaskan Metode Pollard itu untuk apa, dan uraikan secara lengkap. Berikan paling sedikit satu contoh penggunaan Metode (p – 1) Pollard Latihan 1. Carilah satu contoh system residu tereduksi modulo 16 yang mempunyai dua unsure negative. 2. Jelaskan mengapa S = {-9, -33, 37, 67} bukan merupakan system residu tereduksi modulo 10. 3. Carilah satu contoh system residu A yang lengkap modulo 12. Tambah setiap un- sur dalam system residu dengan sebarang bilangan kelipatan 12, sehingga dipero- leh himpunan B. Selidiki apakah B merupakan system residu lengkap modulo 12. 4. Carilah sisanya jika 1135 dibagi 13. 5. Jika hari ini hari Rabu, maka carilah hari apa 97101 hari lagi. 6. Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 39125 7. Carilah suatu bilangan bulat positif terkecil x jika 61! ≡ x – 1 (mod 71) 8. Carilah suatu bilangan bulat positif terkecil x jika 7x ≡ 9 (mod 20) Rambu-Rambu Jawaban Tugas Dan Latihan Rambu-Rambu Jawaban Tugas Metode (p – 1) Pollard adalah metode untuk mencari suatu factor dari suatu bilangan bulat n apabila n mempunyai suatu factor prima p sehingga prima-prima yang membagi p – 1 adalah prima-prima yang relative kecil. Kita ingin (p – 1) hanya memiliki factor-faktor prima yang kecil sehingga ada suatu bilangan k yang tidak terlalu besar dan (p – 1) membagi k! Kita menginginkan (p – 1) membagi k! agar kita dapat dengan mudah menggunakan teorema kecil Fermat, yaitu 2p-1 ≡ 1 (mod p). Karena ditentukan (p – 1) membagi k!, maka sesuai definisi 2.1, k! = (p – 1)t untuk suatu bilangan bulat t, sehingga : 2k! = 2(p-1)t = (2p-1 )t ≡ 1t (mod p) ≡ 1 (mod p)
  • 26. dan akibatnya, sesuai dengan definisi 3.1, p│ 2k! – 1 . Misalkan s adalah residu positif terkecil dari 2k! – 1 modulo n, maka 2k! – 1 ≡ s (mod n), berarti 2k! – 1 = s + nq untuk suatu bilangan bulat q, dan s = (2k! – 1 ) – nq . Selanjutnya, karena n mempunyai factor prima p, maka p│ n, dan sesuai teorema 2.1, p │ nq. Dengan demikian, dari keadaan p│ 2k! – 1 dan p │ nq, sesuai teorema 2.4, diperoleh p│ (2k! – 1 ) – nq atau p│ s . Untuk mencari suatu factor n, kita hanya memerlukan untuk mencari fpb dari s dan n, misalkan dengan menggunakan algoritma Euclides, dan diperoleh (s,n) = d. Tentu saja diperlukan s  0 sebab untuk s = 0 akan berakibat d = (s,n) = (0,n) = n Langkah-langkah menggunakan metode (p – 1) Pollard dimulai dengan mencari 2k! untuk suatu bilangan bulat positif k. Berikutnya, untuk menhitung sisa positif terkecil dari 2k! modulo n, kita tentukan r1 = 2, dan serangkaian hitungan : r2 ≡ r1 2 (mod n), r3 = r2 3 (mod n) , … , rk-1 k (mod n). Sebagai contoh kita akan mencari suatu factor prima dari 689. r1 = 2, r2 = r1 2 = 4, r3 = r2 3 = 64, r4 = r3 4 = 16777216 ≡ 66 (mod 689) Perhatikan (rk – 1, 689) = 1 untuk k = 1, 2, 3, tetapi (r4 – 1, 689) = (65, 689) = 13 (dicari dengan menggunakan algoritma Euclides). Dengan demikian suatu factor prima dari 689 adalah 13. Rambu-Rambu Jawaban Latihan 1. Suatu contoh system residu tereduksi modulo 16 adalah A = {1,3,5,7,9,11,13,15}. Jika unsure-unsur A ditambah atau dikurangi dengan kelipatan 16 sehingga dipero- leh himpunan B, maka B juga merupakan suatu system residu tereduksi modulo 16 Tiga contoh system residu tereduksi modulo 16 dengan dua unsure negative adalah {-15,-29,5,7,9,11,13,15}, {1,3,5,-41,9,-5,13,15} dan {1,3,5,7,-71,11,13,-1} 2. S = {-9,-33,37,67} bukan merupakan system residu tereduksi modulo 10 sebab -33 ≡ 37 (mod 10), -33 ≡ 67 (mod 10), dan atau 37 ≡ 67 (mod 10) 3. A = {1,5,7,11} dan B = {13,29,67,131} B merupakan suatu system residu tereduksi modulo 12 karena (13,12) = (29,12) = (67,12) = (131,12) = 1 dan tidak ada satupun sepasang unsure B yang kongruen. 4. Kita harus mencari x dari 1135 ≡ x (mod 13)
  • 27. Karena (11,13) = 1, maka dan  (13) = 12, maka menurut teorema kecil Fermat, kita dapat menentukan bahwa 1112 ≡ 1 (mod 13). 1135 = (1112 )2 .1111 ≡ 1111 (mod 13) ≡ (-2)11 (mod 13) ≡ 4.4.4.4.4.11 (mod 13) ≡ 3.3.5 (mod 13) ≡ 6 (mod 13) Jadi x = 6 5. Kita harus mencari x dari 97101 ≡ x (mod 7) (97,7) = 1, maka 976 ≡ 1 (mod 7) 97101 = (976 )6 .975 ≡ 975 (mod 7) ≡ 97.97.97.97.97 (mod 7) ≡ 6 (mod 7) Jadi 97101 hari lagi adalah hari Selasa 6. (39,25) = 1, maka menurut teorema Euler, 39 )25( ≡ 1 (mod 25) atau 3920 ≡ 1 (mod 25) 39125 = (3920 )6 .395 ≡ 395 (mod 25) ≡ 145 (mod 25) ≡ 4 (mod 25) (39,4) = 1, maka menurut teorema Euler, 39 )4( ≡ 1 (mod 4), 392 ≡1 (mod 4) 39125 = (392 )62 .39 ≡ 3 (mod 4) Selanjutnya dari : 39125 ≡ 4 (mod 25) ≡ 4,29,54,79 (mod 25) dan 39125 ≡ 3 (mod 4) ≡ 3,7,11,15,19,23,27,31,35,39,43,47,51,55,59,63,67,71, 75,79,83,87,91,95,99 (mod 4) dapat ditentukan bahwa 39125 ≡ 79 (mod 100) Jadi dua digit terakhir lambing bilangan decimal 39125 adalah 79 7. Karena 71 adalah suatu bilangan prima, maka menurut teorema Wilson, (71 – 1)! = 70! ≡ – 1 (mod 71) (61!).62.63.64.65.66.67.68.69.70.71 ≡ – 1 (mod 71) (61!)(-9)(-8)(-7)(-6)(-5)(-4)(-3)(-2)(-1) ≡ – 1 (mod 71) (61!)(72)(-72)(70) ≡ – 1 (mod 71) 61! ≡ – 1 (mod 71) 61! ≡ – 1 (mod 71) dan 61! ≡ x – 1 (mod 71), maka x – 1 ≡ – 1 (mod 71), atau x ≡ 0 (mod 71) ≡ 0, 71, 142, 213, … (mod 71) Karena x yang dicari adalah yang terkecil, maka x = 71. 8. 7x ≡ 9 (mod 20), maka x = 7 1)20(  .9 ≡ 78-1 .9 (mod 20) ≡ 77 .9 (mod 20) ≡ 49.49.49.7.9 (mod 20)
  • 28. ≡ (9)(9)(9).63 (mod 20) ≡ 9.3 (mod 20) ≡ 7 (mod 20) Jadi x ≡ 7 (mod 20) Rangkuman Secara keseluruhan, bagian-bagian utama yang perlu diperhatikan dalam Kegiatan Belajar 2 adalah Definisi dan Teorema, yaitu: 1. Definisi 3.2 tentang system residu yang lengkap modulo m 2. Definisi 3.3 tentang system residu tereduksi modulo m 3. Definisi 3.4 tentang fungsi  -Euler 5. Teorema-Teorema : 3.7. Jika (a,m) = 1 sedemikian hingga {x1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu yang lengkap atau tereduksi, maka {ax1 , ax 2 , … , ax k } juga merupakan sis- tem residu yang lengkap atau tereduksi modulo m. 3.8. Teorema Euler Jika a, m  Z dan m > 0 sehingga (a,m) = 1, maka a )(m ≡ 1 (mod m) 3.9. Teorema Kecil Fermat Jika p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka ap-1 ≡ 1 (mod p) 3.10. Jika (a,m) = 1, maka hubungan ax ≡ b (mod m) mempunyai selesaian x = a )(m -1 .b + tm 3.11.Teorema Wilson Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ -1 (mod p) Tes Formatif 2 1. Skor 10 Carilah suatu x jika 5x ≡ 7 (mod 23) 2. Skor 10 Tunjukkan jika n adalah suatu bilangan komposit dan n  4 , maka
  • 29. (n – 1) ! ≡ 0 (mod n) 3. Skor 10 Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima ganjil, maka 2(p – 3)! ≡ – 1 (mod p) 4. Skor 10 Tunjukkan jika n adalah suatu bilangan ganjil dan n tidak membagi tiga, maka n2 ≡ 1 (mod 24) 5. Skor 10 Tunjukkan jika p dan q adalah bilangan-bilangan prima yang berbeda, maka pq-1 + qp-1 ≡ 1 (mod pq) 6. Skor 10 Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima ganjil, maka 12 32 … (p – 4)2 (p – 2)2 ≡ (-1)(p+1)/2 (mod p) 7. Skor 10 Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima ganjil dan p ≡ 3(mod 4), maka ((p – 1)/2)! ≡  1(mod p) 8. Skor 20 Carilah bilangan-bilangan bulat positif n jika n4 + 4n adalah bilangan prima 9. Skor 10 Tunjukkan jika p adalah suatu bilangan prima dan a adalah suatu bilangan bulat, maka p │ (ap + (p – 1)!a) Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1. (a) B (f) B (b) B (g) B (c) B (h) B (d) B (i) S (e) S (j) B
  • 30. 2. (a) 282 ≡ 84 (mod 100) , 284 ≡ 56 (mod 100) , 288 ≡ 36 (mod 100), 2816 ≡ 96 (mod 100) , 2832 ≡ 16 (mod 100) , 2864 ≡ 56 (mod 100) 2875 = 2864 .288 .282 .28 ≡ 56.36.84.28 (mod 10) ≡ 32(mod 100) Dua digit terakhir lambang bilangan desimal 2875 adalah 32 (b) 232 ≡ 529 (mod 1000) , 233 ≡ 167 (mod 1000) , 236 ≡ 889 (mod 1000) , 2312 ≡ 321 (mod 1000) , 2324 ≡ 041 (mod 1000) , 2348 ≡ 681 (mod 1000) , 2395 = 2348 .2324 .2312 .236 .233 .232 ≡ 681.41.321.889.167.529 (mod 1000) ≡ 207 (mod 1000) Tiga digit terakhir lambang bilangan desimal 2395 adalah 207 3. Perhatikan bahwa 13 + 23 + … + (n – 1)3 ≡ [(n – 1)n]2 / 4 Jika n adalah suatu bilangan ganjil, maka n – 1 adalah bilangan genap, sehingga [(n – 1)]2 / 4 adalah suatu bilangan bulat, berarti [(n – 1)n]2 / 4 ≡ 0 (mod n), dan jika n adalah kelipatan 4, misalkan n = 4k, maka [(n – 1)n]2 / 4 = [(4k – 1)4k]2 / 4 = 4k2 (4k – 1) = 4k(4k2 – k) = n(4k2 – k) ≡ 0 (mod n). Jika n adalah suatu bilangan bulat genap tetapi bukan kelipatan 4, maka n = 2k dimana k adalah suatu bilangan bulat ganjil, dan (n – 1) adalah suatu bilangan bu- lat ganjil . Dengan demikian [(n – 1)n]2 / 4 = [(n – 1)2k]2 / 4 = [(n – 1)k]2 merupa- kan bilangan bulat ganjil karena diperoleh dari kuadrat (n – 1)k yang ganjil (sebab (n – 1) dan k keduanya merupakan bilangan-bilangan ganjil, berarti tidak mungkin kongruen dengan 0 modulo n (n adalah suatu bilangan bulat genap). 4. n = 1 memenuhi hubungan sebab 5 = 51 = 1 + 4(1) ≡ 1 + 4.1 (mod 16). Misalkan hubungan berlaku untuk n = k, yaitu 5k ≡ 1 + 4k (mod 16), harus dibuk- tikan hubungan berlaku untuk n = k + 1, yaitu 5k+1 ≡ 1 + 4(k + 1) (mod 16) 5k+1 = 5k .5 ≡ 5(1 + 4k) (mod 16) ≡ 1 + 4(k + 1)(mod 16). 5. (a) n! = 1.2.3…n ≡ 0(mod 7) jika n ≥ 7. Karena 1! ≡ 1 (mod 7), 2! ≡ 2 (mod 7), 3! ≡ 6 (mod 7), 4! ≡ 3 (mod 7), 5! ≡ 1 (mod 7), 6! ≡ 6 (mod 7), maka 1! + 2! + 3! + 4! + 5! + 6! + 7! + … + 100! ≡ 1! + 2! + 3! + 4! + 5! + 6! (mod 7) ≡ 1 + 2 + 6 + 3 + 1 + 6 (mod 7) ≡ 5 (mod 7) (b) n! = 1.2.3…n ≡ 0(mod 25) jika n ≥ 10
  • 31. 1! + 2! + 3! + 4! + 5! + 6! + 7! + … + 100! ≡ 1! + 2! + 3! + … + 9! (mod 25) ≡ 1 + 2 + 6 + 24 + 20 + 20 + 15 + 20 + 5 (mod 25) ≡ 13 (mod 25). 6.(a) Jika secara berurutan kita kerjakan, maka dapat kita cari bahwa: 1! ≡ 1 (mod 7), 2! ≡ 2 (mod 7), 3! ≡ 6 (mod 7), 4! ≡ 3 (mod 7), 5! ≡ 1 (mod 7), sehingga 6! ≡ 6 (mod 7), (b) 1! ≡ 1 (mod 13), 2! ≡ 2 (mod 13), 3! ≡ 6 (mod 13), 4! ≡ 11 (mod 13), 51! ≡ 5.11 (mod 13) ≡ 3 (mod 13), 6! ≡ 6.3 (mod 13) ≡ 5 (mod 13), 7! ≡ 7.5 (mod 13) ≡ 9 (mod 13), 8! ≡ 8.9 (mod 13) ≡ 7 (mod 13), 9! ≡ 9.7 (mod 13) ≡ 11 (mod 13), 10! ≡ 10.11 (mod 13) ≡ 6 (mod 7), 11! ≡ 11.6 (mod 13) ≡ 1 (mod 13), 12! ≡ 12.1 (mod 13) ≡ 12 (mod 7). (c) Kerjakan seperti (a) dan (b), diperoleh 18! ≡ 18 (mod 19) (d) Kerjakan seperti (a) dan (b), diperoleh 22! ≡ 22 (mod 19) Dari hasil-hasil (a), (b), (c), dan (d) dapat diduga adanya suatu teorema : Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ – 1 (mod p) Tes Formatif 2 1. 5x ≡ 7 (mod 23), maka x ≡ 521 .7 (mod 23) ≡ (52 )10 .5.7 (mod 23) ≡ 210 .12 (mod 23) ≡ 25 .25 .12 (mod 23) ≡ 9.9.12 (mod 23) ≡ 6 (mod 23) 2. Jika n adalah suatu bilangan komposit, maka n mempunyai facktor f yang kurang dari n dengan 1 < n/f < n . Dengan demikian faktor f dan n/f keduanya muncul di antara faktor-faktor (n – 1)! = 1.2.3. … .(n – 1). Jika f  n/f, maka n│ (n – 1)! Karena f dan n/f adalah faktor-faktor (n – 1)! , berarti (n – 1)! ≡ 0 (mod n). Jika f = n/f , maka f.f = f.(n/f) = n, atau f2 = n. Karena 2f < n, maka 2f2 = 2n meru- kan factor dari (n – 1)!, berarti (n – 1)! ≡ 0 (mod n) 3. Diketahui bahwa p adalah suatu bilangan prima ganjil, maka menurut teorema Wilson, (p – 1)! ≡ – 1 (mod p), berarti (p – 1)(p -2)(p – 3)! ≡ – 1 (mod p) atau (-1)(-2)(p – 3)! ≡ – 1 (mod p). Jadi 2(p – 1)! ≡ – 1 (mod p) 4. Karena n tidak membagi 3, maka (3,n) = 1, sehingga n2 ≡ 1 (mod 3), atau 3 │ n2 – 1 . Selanjutnya diketahui bahwa n adalah suatu bilangan ganjil, maka n = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t. Dengan demikian n2 – 1 = (2t + 1)2 – 1
  • 32. atau n2 – 1 = 4(t2 + t) = 4t(t + 1). Karena t dan t2 harus berparitas sama, yaitu keduanya genap atau keduanya ganjil, maka n2 – 1 = 4t(t + 1) = 8r, atau 8│ n2 – 1. Karena 3│ n2 – 1 , 8│ n2 – 1 , dan (3,8) = 1, maka 3.8 = 24 │ n2 – 1, berarti n2 ≡ – 1 (mod 24). 5. Karena (p,q) = 1, maka sesuai dengan teorema kecil Fermat, pq-1 ≡ 1 (mod q) dan qp-1 ≡ 1 (mod p). Akibatnya, pq-1 + qp-1 ≡ 1 (mod q) dan qp-1 + pq-1 ≡ 1(mod p) Dengan demikian, sesuai dengan teorema 3.6 (b), pq-1 + qp-1 ≡ 1 (mod pq) 6. 12 32 … (p – 4)2 (p – 2)2 ≡ (-1)(p-1)/2 .1.(-1).2.(-2). … .(p – 4)(4 – p).(p – 2)(2 – p) ≡ (-1)(p-1)/2 1.(p – 1).2.(p – 2) … (p – 4).4.2 ≡ (-1)(p-1)/2 .(p – 1)! ≡ (-1)(p-1)/2 (-1) ≡ (-1)(p+1)/2 (mod p) 7. p adalah suatu bilangan prima, maka: p – 1 ≡ – 1 (mod p), p – 2 ≡ –2 (mod p), p – 3 ≡ – 3 (mod p), … , (p + 1)/2 ≡ (p – 1)/2 (mod p). Dengan demikian dapat ditentukan bahwa 2 )! 2 1 ( p ≡ – 1 (p – 1)! ≡ 1 (mod p) Jika k = )! 2 1 ( p , maka k2 ≡ 1 (mod p), yaitu p │ k2 – 1 , p │(k – 1)(k + 1), berarti k ≡  1 (mod p), atau )! 2 1 ( p ≡  1 (mod p) 8. Jika n adalah suatu bilangan bulat genap, maka n4 + 4n adalah suatu bilangan genap positif dan lebih dari 2 sehingga tentu n adalah bukan suatu bilangan prima. Jika n adalah suatu bilangan bulat positif ganjil, maka : perhatikan bahwa n4 + 4n = n4 + 2n2 2n + 22n – 2n2 2n = (n2 + 2n )2 – (n.2(n+1)/2 )2 = (n2 + 2n + n.2(n+1)/2 )(n2 + 2n - n.2(n+1)/2 ) Jika n > 1, maka masing-masing factor n4 + 4n adalah lebih dari 1, sehingga jelas bahwa n4 + 4n bukan merupakan suatu bilangan prima. Jadi n = 1, sehingga dapat ditentukan bahwa n4 + 4n = 14 + 4n = 1 + 4 = 5. 9. Diketahui p adalah suatu bilangan prima, maka sesuai dengan teorema kecil Fermat dapat ditentukan bahwa ap-1 ≡ 1 (mod p), atau ap ≡ a (mod p) untuk setiap bilang- an bulat a , dan sesuai dengan teorema Wilson, (p – 1)! ≡ – 1 (mod p) atau (p – 1)! a ≡ – a (mod p) . Akibatnya, ap + (p – 1)! a ≡ a + (-a) (mod p) ≡ 0 (mod p), dengan demikian p│ ap + (p – 1)!a.
  • 33.  Daftar Kepustakaan Niven, I., Zuckerman, H.S., & Montgomery, H.L. (1995). An Introduction to The The- Ory of Numbers. New York : John Wiley & Sons. Redmond, D. (1996). Number Theory. New York : Marcel Dekker. Rosen, K.H. (1993). Elementary Number Theory and Its Applications. Massachusetts: Addison-Wesley.