SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
Download to read offline
MENGENAL GIFTED VISUAL SPATIAL LEARNER
                                  Julia Maria van Tiel
                       Kelompok Diskusi Orang Tua Anak Berbakat
                            anakberbakat@yahoogroups.com
                                   j.v.tiel@hetnet.nl


        Gifted visual spatial learner ini banyak dibicarakan oleh Linda Kregger Silverman.
Sedang berbagai penulis lain sering menggunakan istilah visual learner. Visual learning
adalah cara berpikir secara visual (bayangan/gambaran) pada berbagai kejadian. Para
penyandang visual learning memakna berbagai kejadian alam bukan melalui perangkat kata-
kata. Ia melihat berbagai kejadian di kepalanya, yang secara bersamaan muncul seolah olah
di depan matanya, segera kesemuanya diprosesnya yang pada akhirnya dengan cepat
memberikan informasi baru secara menyeluruh yang penuh dengan pengertian baru. Kejadian
ini merupakan kejadian berpikir yang simultan dan non-verbal yang dimanipulasi melalui
perwujudan kemampuan pandang ruang.

        Kelompok visual learner ini merupakan kelompok kecil, diperkirakan berjumlah
sekitar 25 persen (dengan berbagai kualitasnya) dari jumlah populasi yang lahir. Mereka
berkemampuan dimensi, dan berpikir tanpa kata-kata. Dengan begitu cara berpikir ini tidak
tahap pertahap tetapi secara simultan dan global, tanpa ia kehilangan makna detilnya. Selain
cara berpikirnya berupa makna pengertian yang saling berhubungan, seringkali juga diwarnai
dengan emosi. Bahasanyalah yang seharusnya pertama-tama menggantikan berpikir visualnya
agar ia mampu berkomunikasi dengan orang lain. Artinya ia harus mencari kata-kata yang
tepat, tetapi hal ini bisa menyita waktu yang banyak.

       Kemampuan visual learning adalah kemampuan yang menyulitkan, karena hal ini juga
menghasilkan kemampuan kreativitas, dan bakatnya dalam kemampuan pandang ruang,
musik, seni (melukis dan seni patung), tetapi juga memungkinkan risiko disleksia, gangguan
perkembangan bahasa dan bicara, dan gangguan kemampuan berhitung hapalan. Kebanyakan
kondisi ini akan sangat bermasalah saat berada di sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama.

        Anak penyandang visual learning melakukan pemrosesan informasi adalah dengan
caranya sendiri. Caranya sering berbeda dengan apa yang diajarkan oleh guru di sekolah,
karena itu banyak dari anak-anak ini mengalami kesulitan menempuh pelajaran di sekolah
konvensional yang memberikan pelajaran yang sebetulnya tidak cocok untuk anak-anak
visual learner. Karenanya ia perlu mendapat perhatian pelajaran apa saja yang menurutnya
sulit dan pelajaran apa saja yang menurutnya mudah, agar ia dapat dibantu menggunakan
cara-cara pemrosesan informasi yang dipunyainya. Maksudnya, banyak pelajaran yang
membutuhkan kemampuan hapalan, namun hal ini baginya akan sangat menyulitkan,
karenanya ia perlu diajak belajar mengenal dan mengingat berbagai hal dengan cara
memanfaatkan keunggulannya berkemampuan visual dan analistis. Jadi pemberian metoda
pembelajaran baginya membutuhkan metoda yang berbeda dengan anak-anak lainnya, dimana
anak-anak lain akan sangat mudah belajar dengan cara menghapal.
        Dari pengalaman para orang tua yang mempunyai anak-anak visual learner,
melaporkan bahwa umumnya anak-anak ini sangat menyukai pelajaran geografi, terutama
peta-peta, matematika, dan tergila-gila dengan komputer, tetapi tidak untuk pelajaran bahasa
dan berhitung hapalan. Banyak yang bercerita, bahwa begitu pandainya ia akan pelajaran
geografi, topografi, dan sangat menyukai peta, anak-anak ini sangat menyukai menjadi co-
pilot jika sedang melakukan perjalanan dengan mobil.
         Anak-anak visual learner selalu dikatakan mempunyai cara berpikir (cognitive style)
yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak-anak ini mempunyai gaya berpikir
yang disebut gestalt, yaitu berpikir secara simultan dalam bentuk gambar/visual, dan sirkuler.
Sirkuler artinya cara berpikirnya tak pernah berhenti, jika ia mendapatkan suatu informasi
maka segera informasi yang masuk akan diolah bersama-sama dengan informasi yang sudah
berada dalam rekaman memorinya, dan secara cepat dianalisa untuk kemudian menjadi
pertanyaan baru, dan di dalam otaknya segeralah ia membuat perkiraan pemecahan
masalahnya. Apabila dalam melakukan pemrosesan informasi yang baru itu tidak sesuai
dengan berbagai data rekaman di kepala, dengan serta merta ia akan segera menanyakan pada
seseorang yang tengah memberinya informasi tersebut. Sebelum ia menemukan jawaban yang
sesuai dengan data yang dimiliki, ia tidak akan menerima informasi tersebut. Kesulitan
memberinya tambahan informasi adalah karena rentang perhatiannya masih pendek, dan ia
masih mengalami kesulitan dalam otomatisasi pemrosesan informasi dalam bentuk auditory
ke dalam bentuk gaya berpikirnya yang gestalt. Dalam hal ini orang tua perlu memperbesar
ruang-ruang kesabarannya.

        Sejarah mulai dikembangkannya pengertian tentang visual learner diawali oleh Maria
J Krabbe dari Belanda di tahun 1930-an. Ia adalah seorang terapis wicara yang banyak
menerima anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara. Dari pengamatannya ia melihat
bahwa anak-anak ini mempunyai caranya sendiri dalam mengemukakan apa yang tengah
dipikirkannya. Ia juga melihat adanya perbedaan yang menyolok antara berbagai
perkembangan yang dimiliki anak-anak ini, karena sekalipun ia mengalami kesulitan
berbicara tetapi mempunyai kemampuan lain yang melebihi anak-anak lainnya. Dalam
menghadapi fenomena ini ia berupaya mencari-cari jawaban dengan melakukan penelaahan
berbagai bacaan dan melakukan pengamatan yang mendalam terhadap klien-klien kecilnya
itu. Semua yang ia temui itu ia tulis dalam sebuah buku yang kemudian ia beri judul:
“Beelddenken and woordblindheid” (Visual learner and wordsblindness). Bukunya terbit di
tahun 1940-an. Maria J Krabbe kemudian banyak memberikan ceramah-ceramah tentang
visual learner ini.
        Di tahun 1944, seorang guru sekolah dasar Montessori untuk kelas-kelas rendah di
Bussum sebuah kota kecil di Belanda, bernama Nel Ojemann membuat skripsi dalam rangka
pendidikan orthopedagoginya dengan judul: “Het verschil in de wijze van uitwerking van het
wereldspel door het al dan niet dyslectische kind” (Perbedaan cara kerja permainan
wereldspel oleh anak penyandang disleksia dan tidak disleksia). Skripsi Nel Ojemann ini
menggunakan dasar-dasar pemikiran dari Maria J Krabbe tentang visual learner tadi.
Skripsinya telah menarik perhatian seorang psikiater anak L N J Kamp, yang kemudian
mencobanya untuk digunakan sebagai alat untuk menegakkan diagnosa. Dari sini ia melihat
bagimana perbedaan perkembangan anak-anak normal dibandingkan dengan teman-teman
sebayanya. Dalam debut karirnya, Nel Ojemann akhirnya bekerja sebagai tenaga remedial
teacher dan menyelesaikan pendidikannya dalam bidang pedagogi dan psikologi, serta
bekerja sebagai dosen pertama untuk remedial teacher di Belanda. Sampai pensiun ia tetap
bekerja sebagai remedial teacher untuk anak-anak normal yang mempunyai kesulitan belajar.
Ia juga menjadi pendiri yayasan yang bergerak dalam membantu anak-anak visual learner di
Belanda, yaitu Stichting Maria J Krabbe. Penerus Nel Ojemann juga semakin banyak, antara
lain Prof Roel de Groot seorang orthopedagog yang banyak melakukan penelitian terhadap
anak-anak gifted yang visual learner.
        Pembahasan visual learner kini semakin banyak dilakukan dan bentuk-bentuk
pendekatan terhadap kelompok anak-anak ini juga sudah mulai ada pemahaman, sekalipun
masih banyak debat disana sini, karena hingga kini masalah tumbuh kembang anak masih
terus berpatokan pada pola kelompok anak yang disebut anak normal yaitu populasi yang
jumlahnya terbesar. Sehingga anak-anak kelompok visual learner ini semakin dianggap tidak
normal, bahkan dianggap disorder, dan sering dimasukkan sebagai anak bergangguan mental,
perilaku dan bergangguan belajar (learning disabilities).



Genetik dan bagaimana penjelasannya?


       Disamping visual learner dengan gaya belajar yang disebut gestalt dan simultan, ada
bentuk lain yang disebut auditory learner yang gaya belajarnya dalam bentuk sekuensial yang
jumlahnya jauh lebih banyak daripada kelompok visual learner. Dalam menghadapi suatu
keadaan yang berbeda seperti ini pasti orang akan bertanya, apa penyebabnya, dan bagaimana
penjelasannya? Menanyakan sebab (etiologi) dan penjelasannya, dimaksudkan untuk
bagaimana kita harus menghadapinya, apakah bentuk ini bentuk penyimpangan
perkembangan normal, ataukah bentuk normal - hanya saja berada di kelompok ekstrim bila
kita meletakkannya dalam suatu kurva lonceng. Pertanyaan yang sering diajukan, menurut
Roel de Groot & CJ Paagman dalam bukunya: Denkbeelden over beelddenken (2003) adalah:
apakah visual learner merupakan cacat otak, atau sebuah bentuk dari suatu sensitivitas yang
mampu menjadikan seseorang mempunyai kearifan berpikir tertentu, ataukan kearifan
berpikir dapat merangsang seseorang menjadikannya mempunyai gaya berpikir tertentu?
Pertanyaan ini bagai suatu pertanyaan tentang siapa ayam atau telur yang terlebih dahulu ada.

       Sekalipun visual learner dinyatakan sebagai kondisi yang diturunkan secara genetik,
namun penjelasan bagaimana sistem yang terjadi sehingga seseorang dapat menjadi
penyandang visual learner hingga saat ini masih belum banyak diketahui, sebab penelitiannya
belum banyak, yang dapat dilakukan adalah menyajikan suatu model penjelasan sekalipun
model penjelasan ini bukanlah ilmu pengetahuan yang absolut tetapi sebuah upaya berbagai
kemungkinan hubungan satu keadaan dengan keadaan lainnya. Dengan model ini maka kita
bisa memahami apa yang kita hadapi.

        Penyebab sulitnya mencari penjelasan ini adalah karena seperti biasanya ilmu-ilmu
sosial yang sangat sulit melakukan pengukuran suatu fenomena perilaku, berbeda dengan
ilmu alam yang mudah melakukan pengukuran. Ditambah lagi hal ini berkaitan dengan
masalah pencanderaan melalui panca indera yang sulit kita amati dan ukur. Padahal
pengukuran sangat penting, sebab dengan mengukur maka kita dapat menyusunnya menjadi
sebuah ilmu pengetahuan (yang terukur). Disamping itu masalah yang dihadapi disini juga
adalah banyaknya faktor lain yang turut berperan dan tidak bisa dilakukan pengukuran serta
pengendalian variabel. Karena itu Roel de Groot & CJ Paagman menyajikan dalam bukunya
Denkbeelden over beelddenken (2003) bukan dalam bentuk teori, tetapi dalam sebuah model
penjelasan yang sedapat mungkin dapat memberikan pada kita pemahaman tentang apakah itu
visual learner. Banyak ahli-ahli yang tertarik dengan thema visual learner, umumnya
tertarik akan karakter kuat yang dimiliki para visual learner. Namun sampai saat ini belum
mencapai tingkatan penelitian ilmiah yang matang. Tidak seperti halnya dengan thema-thema
seperti: disleksia, ADHD, ASD, dan NLD, yang sampai dapat masuk ke dalam “menu”
ilmiah. Karena model penjelasan yang digunakan untuk visual learner ini memang belum
didasari oleh penelitian neurologis, dan baru dipelajari oleh bidang psikologi dalam hal ini
psikologi-linguistik.
FAKTOR PSIKOLOGIS VISUAL SPATIAL LEARNER

       Faktor psikologis yang dikemukakan oleh Roel de Groot & CJ Paagman dengan
mengambil beberapa pengertian dari Ojemann, yaitu:
1. Visuo-spatial giftedness
2. Bentuk proses berpikir primer
3. Penerimaan dan pemrosesan informasi secara simultan
4. Penyimpanan informasi dalam memori berbentuk nuansa visual

      Faktor-faktor di atas menurut de Groot & Paagman lagi, adalah faktor-faktor yang
menjadi dasar perkembangan kognitifnya, yang dapat menjadi latar belakang dan
mempengaruhi berbagai komponen perilakunya seperti perilaku sosial-emosional dan perilaku
sensomotorisnya.

        Visuo-spatial giftedness. Secara umum dapat dijelaskan bahwa pada bayi hingga
balita, perkembangan belahan otak akan dimulai dengan dominasi perkembangan otak sebelah
kanan. Otak bagian ini akan mengatur perkembangan kemampuan visual, musik, motorik dan
emosi. Dengan begitu semua perkembangan ini merupakan prasyarat untuk perkembangan
selanjutnya yaitu perkembangan bahasa dan bicara, serta perkembangan kognitif. Dalam fase
ini pada dasarnya anak belajar tentang berbagai hal di sekitarnya adalah dari pencanderaan
sensor raba dan visualnya. Penjelasan de Groot & Paagman bahwa perkembangan belajar
melalui visualnya melebihi perkembangan belajar melalui sensor raba/taktilnya. Namun
untuk mengatakan bahwa apakah perkembangan visualnya jauh melebihi perkembangan
auditifnya (yang diatur oleh perkembangan otak sebelah kiri), ataukah bahwa perkembangan
visualnya justru menekan perkembangan auditifnya, hal itu bisa saja kedua-duanya terjadi.
Namun untuk menentukannya memerlukan pemeriksaan yang terpisah antara kedua
perkembangan itu.
        Andaikan perkembangan kemampuan auditifnya tidak cukup sebagai prasyarat
perkembangan selanjutnya, dengan sendirinya ia akan mengalami gangguan perkembangan
bahasa dan bicara terutama dalam bentuk kemampuan pemahaman bahasa (semantik). Begitu
pula perkembangan bahasa dan bicara yang akan menyangkut pada perkembangan pandang
ruang mengalami gangguan, yang kelak rentetannya adalah pada gangguan belajar. Dalam
hal ini Greenspan dalam bukunya The Challanging Child (1995) banyak menjelaskan tentang
bagaimana perkembangan kemampuan pandang ruang pada anak-anak yang mengalami
keterlambatan bicara namun sangat baik dalam kemampuan berbahasa simbolik, dan menjadi
anak yang mempunyai kemampuan visual yang tinggi.

        Visual spatial sendiri artinya membawa pengertian tentang kemampuan visual yang
diikuti dengan kemampuan persepsi pandang ruang atau dimensi. Ada diantara anak-anak
visual learner yang tanpa berkemampuan spatial atau defisit pada kemampuan spatial, yang
akan berakibat pada defisitnya atau terganggunya kemampuan melakukan analisa sintesa yang
dibutuhkan dalam penyelesaian tugas-tugas sekolah, misalnya pelajaran matematika, seperti
yang dijelaskan oleh Greenspan. Artinya, kelak ia akan mengalami gangguan perkembangan
inteligensia yang cukup parah.

      Sekalipun dikatakan bahwa para visual learner yang tengah dibicarakan disini
mempunyai perkembangan belahan otak kanan yang merupakan faktor yang dominan, namun
menurut de Groot & Paagman pula bahwa bukan berarti belahan otak kiri mengalami
kekurangan perkembangan. Belahan otak kiri tetap mempunyai fungsi yang cukup baik.
Fenomena yang terjadi adalah adanya keterlambatan perkembangan otak sebelah kiri, dengan
dasar pemikiran bahwa otak sebelah kiri adalah bagian yang mengatur perkembangan bicara.
        Memang pada kenyataannya anak-anak visual learner ini mengalami keterlambatan
perkembangan bahasa, bicara, simbol dan coding system. Namun menjelaskan lebih lanjut
tentang hal ini, yaitu tentang kualitas dari fungsi otak, hingga kini masih terus dalam
penelitian, yaitu tentang struktur berbagai area inteligensia, dan bagaimana berfungsinya
sistem dalam belahan otak, serta bagaimana fungsi spesifik di bagian-bagian belahan otak
tersebut.
        Dalam pembahasan tentang gangguan belajar (learning disabilities) juga
menggunakan model penjelasan, yang mampu menjelaskan tentang psychoneurological
dysfunction. Hingga kini mekanisme dalam sistem di dalam otak pada gangguan belajar
seperti halnya disleksia juga masih belum dipahami, walaupun banyak yang menyebutkan
bahwa disleksia adalah suatu gangguan bawaan yang diturunkan atau genetik.
        Istlah gangguan belajar (learning disabilities) seperti halnya disleksia yang merupakan
gangguan belajar membaca,           hanya dikenakan kepada kelompok anak-anak dengan
inteligensia normal hingga tinggi. Untuk kelompok anak yang berinteligensia rendah bukan
disebut learning disabilities, tetapi multihandycap.
        Anak-anak yang mempunyai persepsi spatial menurut Linda Kregger Silverman
(2002), adalah anak-anak yang sangat mudah mengenal misalnya ruang apa saja di lantai atas,
dan ruang apa saja di ruang bawah. Dalam kepalanya akan senantiasa tergambar semua
tempat-tempat yang pernah ia kunjungi, bahkan ia akan marah jika mobil yang dikendarai
ayahnya meliwati jalan lain.

Bentuk proses berpikir primer. Dalam dunia pengasuhan dan pendidikan dikenal adanya
pengetahuan tentang bentuk perilaku yang disebut reaksi primitif atau reaksi primer dari
seorang anak kecil. Bentuk perilaku ini dipengaruhi oleh bentuk primer proses berpikirnya.
Pada anak kecil (dan orang dewasa) yang masih memiliki proses berpikir primernya dapat kita
lihat jika ia menginginkan sesuatu ia menginginkan apa yang dimintanya itu dengan segera
harus didapatkannya. Semakin dewasa atau semakin bertambah usia, bentuk seperti ini akan
semakin menurun. Jika pola perilaku yang ingin segera mendapatkan keinginannya itu masih
muncul diluar batas normal di usia anak yang agak besar, sering dikatakan bahwa ia
mengalami keterlambatan kematangan perilaku. Orang tua yang mempunyai anak seperti ini
seringkali merasa frustrasi dan menganggap anaknya menyusahkannya.
        Karena pada dasarnya anak-anak visual learner lebih melihat dunia ini secara konkrit
dan global, dan ia mempunyai dominasi pada proses berpikir primer, maka anak-anak ini
selalu meminta segala sesuatu apa yang dilihatnya sebagai kebutuhannya agar segera
didapatkannya. Jika kebutuhannya ini ditolak, hal ini justru tidak sesuai dengan dasar-dasar
perkembangannya.
        Pemahaman tentang proses berpikir primer dan skunder ini pertama-tama
dikemukakan oleh Sigmund Frued dan dilanjutkan oleh Rapaport di tahun 1970, yang
menjelaskan tentang bagaimana organisasi kerja dari sistem pemrosesan informasi berjalan. Ia
meletakkan proses berpikir sebagai awal dari upaya manusia untuk mendapatkan sesuatu. Jika
sesorang menginginkan sesuatu dan tidak mendapatkannya, maka ia akan berpikir bagaimana
cara agar mendapatkan apa yang diinginkannya itu. Berpikir bagaimana caranya agar
keinginannya itu dapat dicapai adalah suatu proses berpikir sekunder.
        Pada anak-anak visual learner ini menurut Ojemann (1987), mempunyai proses
berpikir primer yang sangat kuat. Dalam model psikoanalisa yang diajukan oleh Ojemann
bahwa anak-anak visual learner ini dalam upayanya melakukan pemrosesan informasi lebih
banyak menggunakan proses berpikir primer.
Penerimaan dan pemrosesan informasi secara simultan. Cara pemrosesan informasi
pada visual learner lebih didominasi oleh pencanderaan melalui penglihatan. Pada dasarnya
semua anak kecil, sebelum ia mampu berbicara, penerimaan dan pemrosesan informasi lebih
dalam bentuk visual. Dari mulai saat ia masih bayi merah, ia melihat sekelilingnya secara
samar-samar. Lama kelamaan ia dapat mengenal bentuk dan membedakan berbagai benda
yang ada di sekitarnya. Dengan bantuan perkembangan emosi sosialnya ia akan mengenal
orang-orang disekelilingnya. Lambat laun apa yang dirasakan dan apa yang dikenalnya
melalui inderanya akan menjadi satu dan melebur dengan bentuk gambaran visualnya.
Gambaran visual itu akan segera disimpannya dengan segala tanda-tanda yang dimilikinya,
misalnya bola akan disimpannya dalam bentuk gambaran visual bulat dengan berbagai warna,
kekerasannya, bunyiannya, dan bagaimana bola bisa bergerak. Dalam bentuk seperti ini, apa
yang disimpannya itu, tidak ada pemisahan-pemisahan pola ataupun teranalisa tetapi dalam
bentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan. Misalnya bola bulat dengan segala tanda-tanda
sebagai bola yang ia kenal. Hal inilah yang kelaknya pada saat harus belajar membaca, pada
awalnya ia akan mengalami kesulitan mengeja. Kordinasi dan otomatisasi antara visual dan
auditif tidak berjalan secara luwes. Karena itu perlu mengajarkan padanya bagaimana
caranya melakukan kamuflase dan kompensasi, dengan tetap memperhatikan memberikannya
berbagai kemungkinan rasa aman padanya dengan cara membimbing agar ia mampu memilih
apa yang disukainya dan sesuai dengan karakteristik yang disandangnya.

Visual spatial vs auditory sequential
Perbedaan karakteristiknya

        Disamping ada kelompok penyandang visual spatial, ada juga penyandang auditory
sequential. Namun bukan berarti bahwa kedua bentuk ini merupakan dua bentuk yang
terpisah satu dengan lainnya. Maksudku bukan berarti bahwa jika satu anak dapat disebut
sebagai visual spatial learner, dan satu lagi auditory sequential learner. Jika bukan visual
spatial learner, maka disebut auditory learner. Tidak, tetapi kedua bentuk itu merupakan
sebuah kontinum, seperti juga pergerakan perkembangan belahan otak. Di satu ujung sisi
yang satu, paling ujung dapat disebut sebagai visual spatial learner, dan diujung satu sisi
lainnya dapat disebut auditory sequential learner. Di tengah-tengahnya ada suatu titik
pertemuan dimana seseorang duduk dalam kelompok baik mempunyai kemampuan visual
spatial dan juga auditory sequential, makin ke satu sisi dimana sisi yang lebih kuat maka sisi
yang lain akan semakin tipis, sampai di paling ujung adalah kelompok penyandang salah satu
bentuk itu.
        Auditory spatial learner adalah suatu model siswa yang banyak kita temui. Dia mau
mendengarkan dengan baik. Ia mengerti apa yang ia dengarkan. Ia mau mengikuti apa yang
diajarkan. Dia belajar berdasarkan jadwal yang diberikan. Ia mau mengerjakan pekerjaan
rumahnya dengan baik. Kita juga dapat membaca pekerjaan tulisannya dengan baik. Ia belajar
dengan cara tahap pertahap, mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Di saat sekolah
dasar, membaca, menulis, mengeja, dan berhitung akan selalu mendapatkan angka baik.
        Sebaliknya anak-anak visual spatial learner yang dengan sendirinya mengalami
kelemahan dalam kemampuan auditory spatial, akan banyak mengalami kesulitan berbagai
hal yang sebagaimana dikuasai oleh anak-anak yang auditory spatial learner. Tentang
bagaimana bentuk dan kesulitan ini banyak dijelaskan selain oleh Greenspan dalam bukunya
The Challanging Child, juga oleh Mel Levine dalam bukunya A Mind at a Time (2002).
        Grenspan & Levine memberikan contoh, jika seorang anak diberi perintah panjang,
misalnya ada tiga buah perintah dalam satu kalimat, maka anak ini akan mengalami kesulitan.
Misalnya perintah: “Ambil kertas di rak yang paling bawah, juga pinsil di dalam laci paling
atas, duduk disini, kita belajar menulis”. Bentuk tiga perintah berurutan seperti ini adalah
bentuk sekuensial, yang bagi seorang anak visual spatial learner merupakan kemampuan
yang sangat sulit. Anak-anak ini hanya bisa menangkap bagian akhir dari perintah. Atau sama
sekali tidak jelas.
        Kelak, saat anak-anak visual spatial learner ini yang mengalami kesulitan menerima
sekuensial yang panjang, di awal-awal sekolah dasar, akan juga mengalami kesulitan
menerima pelajaran dimana guru lebih banyak memberikan pelajaran dengan penjelasan-
penjelasan secara verbal di depan kelas, pelajaran imlak, dan pelajaran pengertian bacaan
(sematik). Seringkali anak-anak ini disangka mengalami gangguan belajar seperti halnya
disleksia dan teman-temannya (disgrafia dan diskalkulia, yaitu kesulitan menulis dan
berhitung) atau disangka anak yang bodoh.
        Karena mayoritas perkembangan anak-anak sebagian besar adalah auditory sequential
learner, maka tidak heran jika berbagai pelajaran dan metoda pendidikan lebih disesuaikan
kepada kepentingan mayoritas anak, yang sangat sulit diterima oleh kelompok visual spatial
learner. Semakin tinggi inteligensia anak menurut Linda Silverman akan lebih ke arah
perkembang visual spatial learner. Disinkronitas perkembangan juga akan semakin besar.
        Beberapa penyandang visual spatial learner bercerita, bahwa jika ia mendengarkan
guru memberikan pelajaran yang banyak menggunakan metoda verbal, pada awalnya ia masih
bisa mendengarkan tetapi beberapa menit kemudian yang ia lihat hanya mulut gurunya yang
komat kamit, dan ia tak tahu lagi apa yang tengah dijelaskan oleh guru. Sehingga tidak heran
jika kita sering menerima dugaan bahwa anak kita yang visual spatial learner ini adalah
penyandang gangguan konsentrasi atau mempunyai rentang perhatian yang rendah, attention
deficit disorder (ADD). Padahal jika ia tengah bermain komputer ia akan sangat intens
melakukan konsentrasi. Karena komputer adalah bentuk sarana yang diciptakan oleh
kelompok visual learner dan lebih banyak menggunakan metoda visual.
                                       Perbedaan karakteristik antara
                        the auditory sequential learner dan the visual spatial learner
The Auditory Squential Learner                          The Visual Spatial Learner
Secara primer berpikir dalam bentuk kata-kata           Secara primer berpikir dalam bentuk imej

Mempunyai kekuatan dalam hal auditory                  Mempunyai kekuatan dalam hal visual

Mempunyai kemampuan yang baik tentang waktu            Mempunyai kemampuan yang baik tentang ruang

Merupakan pembelajar tahap pertahap                    Merupakan pembelajar global-detil

Belajar dari trial and error                           Mempelajari konsep secara keseluruhan

Berkembang secara berurutan dari hal yang mudah ke     Mampu mepelajari konsep yang rumit secara mudah,
hal yang sulit                                         tetapi kesulitan dalam pekerjaan yang mudah

Adalah pemikir yang analistik                          Berkemampuan sintesa yang baik

Memperhatikan detil secara baik                        Melihat gambaran besarnya, kehilangan gambaran
                                                       detilnya

Dapat mengikuti perintah verbal dengan baik            Handal membaca peta

Baik dalam hal berhitung                               Lebih baik dalam hal matematika daripada komputasi

Belajar dengan menggunakan metoda phonics secara       Lebih mudah      belajar   dengan   kata-kata   secara
mudah                                                  keseluruhan

Mampu mengeja dengan baik                              Harus melalui visualisasi untuk mengeja kata-kata
Lebih baik menggunakan komputer daripada menulis
Dapat menulis dengan baik dan rapih                   tangan

                                                      Mengkreasi dengan metoda          yang    unik   dalam
Rapih terorgasisasi                                   mengorganisasi sesuatu


Dapat menunjukkan tahapan pekerjaan dengan mudah      Mendapatkan solusi secara instink

Sangat baik dalam menghapal                           Sangat baik dalam melihat berbagai hubungan

Sangat baik dalam auditory memory atau memori         Sangat baik dalam visual memory atau memori jangka
jangka pendek                                         panjang

Memerlukan pengulangan untuk menguasai pelajaran      Mempelajari konsep sekali saja dan mampu
                                                      menguasai secara permanen; tidak memerlukan
                                                      pengulangan-pengulangan

Mampu belajar dari instruksi                          Membangun metoda pemecahan masalah dengan
                                                      caranya sendiri

Msih dapat belajar walaupun tak menyukai guru         Sangat sensitif terhadap sikap guru

Lebih menyukai satu jawaban                           Membangun suatu pemecahan masalah secara unik


Perkembangan seimbang                                 Perkembangan tidak sinkron

Mampu mempertahankan pretasi                          Prestasi turun naik

Menyukai aljabar dan kimia                            Menyukai geometri dan fisika

Penguasaan bahasa lain dari belajar di sekolah        Menguasai bahasa lain melalui pengalaman langsung

Bakat intelektual                                     Bakat kreatif, tehnik, mekanik, dan spiritual

Early bloomer                                       Late bloomer
Sumber: Linda kreger Silverman (2002): Upside-Down Briliance, the visual-spatial learner, Deleon Publishing-
Denver;Colorado.




Sinyal awal

        Linda Kreger Silverman menjelaskan bahwa para visual spatial learner ini umumnya
mempunyai perkembangan bahasa dan bicara yang sangat cepat, banyak di usianya yang ke 9
bulan sudah mulai berbicara, tetapi kemudian perkembangan bicaranya justru menurun dan
tidak berkembang lagi sampai di suatu saat tiba-tiba mereka mulai berbicara dan mampu
mengembangkan kemampuan berbahasa dan bicaranya dengan sangat cepat sekali. Penjelasan
seperti ini sebetulnya sudah ditulis oleh ahli ahli anak berbakat di Belanda seperti misalnya
dalam buku-bukunya T Mooij, P Span, atau buku yang ditulis oleh JF Mönks yang
kebanyakan keluaran lebih dari 10 tahun lalu. Mereka hanya mengatakan bahwa banyak
diantara anak-anak gifted itu yang mengalami keterlambatan bicara. Namun dalam buku-buku
itu belum menyebutnya sebagai kelompok gifted visual spatial learner. Istilah ini baru keluar
di atas tahun 2000 an dimulai oleh Linda Kreger Silverman dan dilanjutkan oleh Lesley
Sword dari Australia. Sekalipun Linda Silverman telah lebih dari 25 tahun mengkhususkan
diri pada kelompok anak-anak ini, namun kelompok anak-anak gifted visual spatial learner
baru populer di tahun-tahun terakhir ini. Semakin intensifnya pembahasan kelompok anak-
anak ini karena akhir-akhir ini begitu banyaknya kelompok anak-anak ini yang telah
mendapatkan salah diagnosa, yang kemudian mengundang para ahli untuk lebih banyak
melakukan pembahasan yang lebih mendalam.

        Untuk mengatakan bahwa ia adalah seorang anak gifted              (yang mengalami
perkembangan visual spatial learner) kita perlu mengambil gejala apa yang dapat digunakan
sebagai pegangan sehingga anak itu dapat dikatakan mempunyai giftedness. Dalam hal ini
kita harus mengamati sedini mungkin, sejak kita merasa heran mengapa anak kita mengalami
kemunduran berbahasa, padahal saat masa-masa bayi ia tidak mengalami gangguan
perkembangan apapun seperti misalnya gangguan perkembangan emosional, motorik, dan
sosial untuk memastikan pada kita bahwa ia memang bukan penyandang autisme. Keadaan di
atas dapat ditanyakan pada dokter tumbuh kembang anak-anak. Di bawah ini adalah saran-
saran yang diberikan oleh Linda Silverman.
        Pertama, kita harus memeriksakan anak kita bahwa ia memang tidak mengalami
gangguan pendengaran. Sehingga kita harus pasti bahwa ia mengalami gangguan
perkembangan bahasa dan bicara bukan karena gangguan pendengaran.
        Kedua, perhatikan apa saja yang menjadi perhatian, kesukaan permainannya, dan
bagaimana bermainnya. Berbagai hal yang bisa kita catat sebagai sinyal jika anak-anak ini di
usianya yang sangat dini, bahkan sebelum ia dapat berbicara dengan baik, ia sudah mulai
dengan berbagai hal yang berkaitan dengan:
    - permainan puzzel
    - menunjukkan bakat artistik
    - menyukai permainan konstruksi
    - menyukai angka
    - mempunyai memori visual yang luar biasa
    - mempunyai persepsi spasial
    - menyukai peta dan geografi
    - mempunyai vivid imajinasi
    - berminat dan berkemampuan dalam mekanik
    - senang membongkar barang
    - menyukai musik
    - bermain dengan permainan labirin (mazes)
    - menyukai komputer

       Ketiga, jika kita menemukan anak-anak kita yang mengalami gangguan bahasa dan
bicara ini mempunyai sinyal berbagai hal di atas, segeralah kita membawanya ke psikolog
yang memahami anak-anak gifted kelompok seperti ini. Tidak semua psikolog anak berbakat
mendalami kelompok gifted seperti ini, terlebih lagi fenomena ini adalah fenomena yang
belum lama dipelajari dan masih sedikit peminatnya, namun anak-anak ini sesungguhnya
berjumlah sangat banyak. Sedikit peminatnya, karena bentuk gifted ini adalah bentuk yang
mengalami ketertinggalan kematangan perkembangan sementara disisi lain terutama bidang
kognitifnya mengalami loncatan perkembangan, yang akhirnya menyebabkannya menjadi
mengalami disinkronitas perkembangan. Anak-anak seperti ini pola perkembangannya yang
berada hampir di garis batas antara perkembangan normal dan tidak normal, bahkan kadang
juga meliwati batas perkembangan normal yang menyebabkan dapat dikelompokkan sebagai
anak yang mengalami perkembangan yang patologis. Untuk membahasnya memerlukan
bantuan berbagai ilmu yang berkaitan dengan masalah tumbuh kembang anak, yang artinya
memerlukan pembahasan secara multidisiplin.
Permainan puzzel. Permainan ini adalah salah satu indikator yang paling baik untuk
menentukan bahwa ia adalah seorang anak penyandang visual spatial learner. Perhatikan bila
ia mampu menyusun puzzel lebih dini daripada usia anak-anak lainnya. Linda Silverman
memberi contoh klien kecilnya yang berusia 18 bulan dapat meletakkan puzel 4-6 buah di
tempatnya tanpa diajari. Puzzel-puzzel itu bergambar buah-buahan dan binatang. Atau klien
lainnya di usianya yang ketiga sudah dapat menyelesaikan 100 buah puzzel.

       Bakat artistik. Umumnya anak-anak ini sejak masih sangat dini sudah mampu
menggambar dengan baik, realita yang seringpula dibubuhi dengan imajinasi dan fantasinya.
Kemampuan ini adalah kuatnya perkembangan otak sebelah kanan yang merupakan pusat
yang mengatur antara lain emosi, visual, dan musik. Kemampuan visual yang kuat dan
memori jangka panjangnya yang juga kuat, menyebabkan ia mampu mewujudkan kembali
apa yang telah dilihatnya dalam bentuk gambar. Namun banyak dari kemampuan ini
kemudian menghilang saat perkembangan bicara yang diatur oleh belahan otak kiri sudah
mulai membaik. Selain membuat gambar-gambar anak-anak ini juga menyukai menyusun
guntingan-guntingan kertas menjadi sebuah gambar.

       Permainan konstruksi. Saat anak-anak umumnya membuat konstruksi bangunan tiga
dimensi dimuai diusianya yang ke empat, anak-anak ini seringkali sudah mulai diusianya
yang ketiga. Ia bisa membuat konstruksi bangunan yang unik seperti rumah, kastil, menara,
atau garasi mobil, dari balok-balok kecil, atau dari alat mainan Lego™, dan alat main
lainnya. Permainan yang sangat disukainya ini, dimulainya dengan bentuk-bentuk yang
sederhana, yang makin lama makin rumit, yang dibumbui dengan unsur kreativitas.

       Angka, logo, merek. Masih sejak dini sekali anak-anak ini sudah menyukai angka,
logo dan merek-merek, dengan cara menunjuk-nunjuk nomor rumah, kalender, merek mobil,
dan reklame. Banyak diantara mereka yang sangat hapal akan berbagai merek-merek mobil.

        Persepsi spatial. Anak-anak ini mudah sekali mempelajari berbagai arah dan tempat-
tempat yang pernah diliwati dan dikunjunginya. Anak-anak ini seringkali marah jika kita
melalui jalan lain. Seperti juga saat masih kecil sekali, belum bisa berbicara dan tidak mampu
mengutarakan pendapat, ia akan akan nangis dan marah luar biasa jika ternyata kita meliwati
jalan lain. Orang tua seringkali tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba marah dan menangis.
Beberapa kali kami menyangka anak kami menangis di mobil karena ia terkena panas di
mobil, atau ingin minum, atau celananya basah. Setelah agak besar, saat ia mulai bisa
menunjuk-nunjuk arah baru kami mengerti bahwa ia menunjuk jalan yang biasa kami liwati.

     Peta dan geografi. Banyak diantara anak-anak visual spatial learner yang sangat
menyukai peta, bola dunia, peta kota, dan lokasi-lokasi tertentu. Begitu menyukainya ia sering
mengkoleksi buku peta, peta-peta, bola dunia, dan menggambarnya.

        Vivid imajinasi. Semua anak pada dasarnya mempunyai imajinasi, namun anak visual
spatial learner mempunyai imajinasi yang luar biasa. Seringkali batas antara realita dan
fantasi merupakan garis yang sangat tipis. Jika anak-anak mempunyai teman imajinasi hanya
satu, namun anak visual spatial learner mempunyai banyak teman imajinasi. Selain itu
tokohnya tak terbatas pada manusia tetapi juga berbagai dari berbagai kelompok binatang,
bahkan tokoh2 cerita, Nabi, dan sebagainya.
Mekanik. Kemampuan mekanik adalah salah satu indikator yang paling baik dari
kemampuan visual spatial learner atau setidaknya sebagai gejala giftedness. Sejak masih
sangat kecil anak-anak ini senang sekali membongkar pasang mainannya, dan sangat
memperhatikan bagaimana cara kerja suatu mesin.

        Senang membongkar barang. Sejak masih sangat muda, anak-anak ini selain senang
sekali memperhatikan barang mainannya, ia juga senang sekali membongkarnya untuk
melihat apa isinya dan bagaimana cara kerjanya. Kadang ia dapat juga meletakkan kembali
seperti semula.

       Menyukai musik. Musik adalah salah satu bagian dari bidang spatial yang oleh banyak
anak visual spatial learner telah menjadi perhatiannya sejak ia masih sangat muda sekali, dari
mendengar bunyian dengan irama hingga musik klasik. Anak-anak ini mempunyai potensi
musik, yang akan menjadikannya lebih mudah bermain musik.

      Labirin (mazez). Permainan dengan gambar penuh alur jalan yang meliuk-liuk untuk
mencapai ujung yang lain, adalah permainan yang sangat disukainya, selain juga bermain
dengan puzzel.

       Komputer. Komputer diciptakan oleh para visual learner, dan anak-anak visual
learner pun saat ini sejak kecil banyak yang sudah mengenalnya, dan menjadi bidang minatan
yang luar biasa.




The late bloomer


        The late bloomer, kata-kata ini banyak ditemukan untuk anak-anak gifted visual
spatial learner yang ditulis oleh psikolog atau orthopedagog. Aldenkamp dkk dalam bukunya
Neurologische aspecten van ontwikkelingsprobelemen bij kinderen (2003) menyebut anak
yang mengalami gangguan perkembangan bahasa dan bicara seperti ini dengan sebutan
CAPD (Centrum Auditory Processing Disorder) dan diidentifikasinya sebagai the late
bloomer. Tetapi jika kita membaca berbagai artikel kedokteran, umumnya anak-anak
kelompok ini disebut sebagai gangguan kematangan perkembangan atau developmental delay
atau maturation delay. Dan jika kita membaca berbagai buku-buku yang ditulis oleh psikolog
dan orthopedagog Belanda tentang anak-anak gifted, seringkali disebut-sebut sebagai anak
yang mengalami loncatan perkembangan kognitif (kinderen met ontwikkeling voorsprong),
atau bahkan kini sering pula diperbincangkan sebagai anak yang mengalami disinkronitas
perkembangan. Kadang jika saat kami berdiskusi, para orang tua sering kebingungan dengan
berbagai istilah ini, padahal yang dibicarakan hanyalah tentang anak-anak kami, yang hanya
satu jenis itu.
        Artinya disini, untuk mengatakan hal itu semua tergantung siapa yang berbicara atau
profesi apa dan apa yang menjadi fokus perhatian. Karena perkembangan anak-anak seperti
ini bisa dilihat dari berbagai sudut dan setiap profesi yang membicarakannya akan
mengutarakan dari sudut pandangnya. Seperti halnya jika kita ramai-ramai melihat gajah.
        Mengapa anak gifted visual spatial learner disebut sebagai late bloomer? Selama ini
banyak yang mengira bahwa seorang anak yang mempunyai perkembangan inteligensia yang
sangat baik, maka perkembangan inteligensianya itu tidak mempunyai kaitan dengan
perkembangan lainnya. Karena memang publikasinya sangat jarang. Sehingga tidak pernah
menyangka bahwa anak-anak gifted akan mempunyai perkembangan yang berbeda, sangat
maju berkembang di satu domain perkembangan, tetapi tertinggal dalam perkembangan
lainnya. Ia mengalami ketidak sinkronan perkembangan. Banyak juga yang mengira bahwa
anak-anak gifted tidak akan mengalami ketertinggalan perkembangan bahasa dan bicara.
Banyak yang mengira bahwa anak-anak gifted akan selalu mempunyai perkembangan bahasa
dan bicara yang justru sangat cepat dan baik. Selama ini kita tidak pernah mengenal ada
kelompok anak gifted yang justru mengalami keterlambatan perkembangan atau late bloomer.
        Linda Silverman menjelaskan bahwa auditory learner umumnya berkembang lebih
cepat, dan visual spatial learner berkembang belakangan. Pola perkembangan seperti ini akan
nampak saat anak-anak ini masih sangat muda. Anak-anak yang mempunyai perkembangan
bicara yang cepat seringkali adalah anak-anak ang disebut auditory sequential learner. Ia
memberikan contoh the late bloomer ini dari pengalaman dengan klien-kliennya. Umumnya
anak-anak itu mengalami kesulitan saat-saat masih duduk di bangku sekolah dasar, dan baru
akan menunjukkan prestasi luar biasanya saat sudah duduk di bangku sekolah lanjutan, dan
universitas.
        Artinya, perkembangan anak-anak seperti ini merupakan perkembangan yang paradox,
di mana di satu sisi ia mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan kapasitas yang
besar, namun di sisi lain ia mengalami ketertinggalan perkembangan, yang akhirnya
ketertinggalan ini justru akan lebih nampak dan menutupi perkembangan lainnya yang sangat
maju ke depan itu.
        Hal-hal yang menjadi indikator dapat dikatakan sebagai the late bloomer, jika kita
kumpulkan dapat dalam bentuk tertinggalnya berbagai hal perkembangan yang dibandingkan
dengan anak-anak seusianya:
    - tertinggalnya perkembangan bahasa dan bicara
    - tertinggalnya kematangan sosial emosional
    - tertinggalnya dalam pembelajaran di sekolah

Harus cepat teridentifikasi

        Jika mengikuti berbagai pengalaman yang diberikan dari orang tua yang mempunyai
anak terlambat bicara. Umumnya fokus perhatian lebih kepada bagaimana agar anak dapat
mengejar ketertinggalan berbicara tanpa lagi memahami bahwa gangguan perkembangan
bahasa dan bicara akan membawa dampak yang luas daripada sekedar tidak mampu
mengembangkan ketrampilan berkomunikasi. Dengan berbagai gejala yang dapat kita amati,
kita perlu segera mencari bantuan pada orthopedagog yang memang menspesialisasikan diri
pada anak dengan gangguan belajar. Dari pengalaman dan pengalaman orang tua yang
mempunyai anak-anak visual spatial learner, anak-anak ini mempunyai kesulitan yang mirip
dengan penyandang disleksia yang memang mengalami gangguan neurologis. Sedang
gangguan belajar pada anak visual spatial learner, lebih dikarenakan oleh keterlambatan
kematangan perkembangan, sekalipun bisa saja terjadi bahwa anak-anak ini akan juga
mengalami learning disabilities jika memang ia mengalami komorbiditas atau diikuti dengan
gangguan neurologis. Bila stimulasi dan latihan yang kita berikan ternyata mengalami
kesulitan, dan jelas nampak bahwa anak kita mengalami learning disabilities, maka tugas kita
sebagai orang tua untuk mencari bantuan yang lebih intensif guna mencari taktik mensiasati
kekurangan anak, agar ia dapat menyandang kekurangannya itu, dengan cara melakukan
kompensasi dan kamuflase. Bukan menyembuhkan, karena bentuk learning disabilities
adalah gangguan yang akan disandangnya seumur hidup. Dengan tidak lupa pula bagian
terkuatnya sebagai gifted visual spatial perlu juga diberi dukungan pengembangan agar ia
dapat berprestasi seoptimal mungkin.


Daftar Bacaan

      -   Aldenkamp,AP; Reiner,WO; Smit,LME (2003): Neurologische aspecten van
          ontwikeling problemen bij kinderen, Garant, Antwerpen-Apeldorn.
      -   De Groot,R & Paagman (2003): Denkbeelden over Beelddenken, Uitgevrij Agiel,
          Utrecht.
      -   Greenspan, SI & Salmon,J (1996): Kinderen met probleemgedrag (The
          Challanging Child), Het Spectrum, Den Haag.
      -   Mooij, T (red) (1991): Onderwijs aan hoogbegaafde Kinderen, Dick Coutinho –
          Muiderberg.
      -   Mooij, T (1991): Schoolproblemen van hoogbegaafde kinderen, richtlijnen voor
          passend onderwijs, Dick Coutinho - Muiderberg.
      -   Silverman,L.K. (1993): Counseling the Gifted and Talented, Denver, Lowe.
      -   Silverman,LK (2002): Upside-Down Brilliance, The Visual –Spatial Learner,
          DeLeon Pub., Denver, Colorado.

More Related Content

What's hot

Contoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdf
Contoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdfContoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdf
Contoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdfIdaSyahraeni
 
Pengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomena
Pengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomenaPengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomena
Pengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomenaM fazrul
 
Perkembangan motorik masa anak-anak akhir
Perkembangan motorik masa anak-anak akhirPerkembangan motorik masa anak-anak akhir
Perkembangan motorik masa anak-anak akhirAhmad Arif
 
Karya-Tulis-Ilmiah.ppt
Karya-Tulis-Ilmiah.pptKarya-Tulis-Ilmiah.ppt
Karya-Tulis-Ilmiah.pptasril17
 
Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Hildadp
 
Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri
Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri
Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri TIUPH2013
 
Fungsi dan ragam bahasa indonesia
Fungsi dan ragam bahasa indonesiaFungsi dan ragam bahasa indonesia
Fungsi dan ragam bahasa indonesiaage46
 
DIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIADIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIALtfltf
 
Psikologi Perkembangan 1
Psikologi Perkembangan 1Psikologi Perkembangan 1
Psikologi Perkembangan 1Umi Arifah
 
Makalah Psikoanalisis Carl Gustav Jung
Makalah Psikoanalisis Carl Gustav JungMakalah Psikoanalisis Carl Gustav Jung
Makalah Psikoanalisis Carl Gustav JungRoyNal Rois Al-Khalim
 
Organisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan Dananya
Organisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan DananyaOrganisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan Dananya
Organisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan DananyaSerenity 101
 
Metode Survey (Psikologi Umum)
Metode Survey (Psikologi Umum)Metode Survey (Psikologi Umum)
Metode Survey (Psikologi Umum)atone_lotus
 
Konsep dasar pembelajaran individual
Konsep dasar pembelajaran individualKonsep dasar pembelajaran individual
Konsep dasar pembelajaran individualNastiti Rahajeng
 
Tambahan psikodiagnostik
Tambahan psikodiagnostikTambahan psikodiagnostik
Tambahan psikodiagnostikAi Nurhasanah
 

What's hot (20)

P10 menentukan populasi dan sampel
P10 menentukan populasi dan sampelP10 menentukan populasi dan sampel
P10 menentukan populasi dan sampel
 
Contoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdf
Contoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdfContoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdf
Contoh Proposal Bab 1, 2 dan 3.pdf
 
Pengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomena
Pengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomenaPengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomena
Pengertian dan peranan konsep, teori, generalisasi, fenomena
 
Perkembangan motorik masa anak-anak akhir
Perkembangan motorik masa anak-anak akhirPerkembangan motorik masa anak-anak akhir
Perkembangan motorik masa anak-anak akhir
 
Karya-Tulis-Ilmiah.ppt
Karya-Tulis-Ilmiah.pptKarya-Tulis-Ilmiah.ppt
Karya-Tulis-Ilmiah.ppt
 
Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Proses morfologi 3
Proses morfologi 3
 
Sifat bahasa
Sifat bahasaSifat bahasa
Sifat bahasa
 
Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri
Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri
Presentasi Strategi Perusahaan: Bank Mandiri
 
Fungsi dan ragam bahasa indonesia
Fungsi dan ragam bahasa indonesiaFungsi dan ragam bahasa indonesia
Fungsi dan ragam bahasa indonesia
 
Contoh Review Jurnal
Contoh Review JurnalContoh Review Jurnal
Contoh Review Jurnal
 
DIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIADIKSI BAHASA INDONESIA
DIKSI BAHASA INDONESIA
 
Psikologi Perkembangan 1
Psikologi Perkembangan 1Psikologi Perkembangan 1
Psikologi Perkembangan 1
 
Makalah Psikoanalisis Carl Gustav Jung
Makalah Psikoanalisis Carl Gustav JungMakalah Psikoanalisis Carl Gustav Jung
Makalah Psikoanalisis Carl Gustav Jung
 
Organisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan Dananya
Organisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan DananyaOrganisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan Dananya
Organisasi Nirlaba, Tantangan dan Penggalangan Dananya
 
Metode Survey (Psikologi Umum)
Metode Survey (Psikologi Umum)Metode Survey (Psikologi Umum)
Metode Survey (Psikologi Umum)
 
Makalah Bahasa baku dan bahasa nonbaku
Makalah Bahasa baku dan bahasa nonbakuMakalah Bahasa baku dan bahasa nonbaku
Makalah Bahasa baku dan bahasa nonbaku
 
Studi kasus peserta didik
Studi kasus peserta didikStudi kasus peserta didik
Studi kasus peserta didik
 
Tentang Berita
Tentang BeritaTentang Berita
Tentang Berita
 
Konsep dasar pembelajaran individual
Konsep dasar pembelajaran individualKonsep dasar pembelajaran individual
Konsep dasar pembelajaran individual
 
Tambahan psikodiagnostik
Tambahan psikodiagnostikTambahan psikodiagnostik
Tambahan psikodiagnostik
 

Similar to Visual Spatial Gifted

Analisis film taare zamen par
Analisis film taare zamen parAnalisis film taare zamen par
Analisis film taare zamen paradi
 
Perkembangan kognitif peserta didik
Perkembangan kognitif peserta didikPerkembangan kognitif peserta didik
Perkembangan kognitif peserta didikkomarudinkomarudin10
 
Kelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptx
Kelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptxKelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptx
Kelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptxAqilSh
 
Mengenali perkembangan anak
Mengenali perkembangan anakMengenali perkembangan anak
Mengenali perkembangan anakanggasip0
 
Bibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Bibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-KanakBibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Bibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-KanakDian Rachmawati
 
Folio perkembangan bahasa
Folio perkembangan bahasaFolio perkembangan bahasa
Folio perkembangan bahasaNurNuarNoi
 
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadianperkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadianSeptia Darmayanti
 
Pendidikan seni rupa untuk anak usia dini
Pendidikan seni rupa untuk anak usia diniPendidikan seni rupa untuk anak usia dini
Pendidikan seni rupa untuk anak usia diniAgussani Algani
 
penelitian implementasi teori Jean Piaget
penelitian implementasi teori Jean Piagetpenelitian implementasi teori Jean Piaget
penelitian implementasi teori Jean PiagetRissa ZH
 
Perkembangan kognitif kelompok bu arbin.docx
Perkembangan kognitif kelompok bu arbin.docxPerkembangan kognitif kelompok bu arbin.docx
Perkembangan kognitif kelompok bu arbin.docxulfayuniarisla2
 
Perkembangan seni kanak tbk kpg jana sambungan
Perkembangan seni kanak tbk kpg jana sambunganPerkembangan seni kanak tbk kpg jana sambungan
Perkembangan seni kanak tbk kpg jana sambunganhasmihayati
 

Similar to Visual Spatial Gifted (20)

Analisis film taare zamen par
Analisis film taare zamen parAnalisis film taare zamen par
Analisis film taare zamen par
 
Bantu masalah disleksia
Bantu masalah disleksiaBantu masalah disleksia
Bantu masalah disleksia
 
Perkembangan kognitif peserta didik
Perkembangan kognitif peserta didikPerkembangan kognitif peserta didik
Perkembangan kognitif peserta didik
 
Disleksia
DisleksiaDisleksia
Disleksia
 
Disleksia
DisleksiaDisleksia
Disleksia
 
Kelompok lima.pptx
Kelompok lima.pptxKelompok lima.pptx
Kelompok lima.pptx
 
Model Disleksia
Model DisleksiaModel Disleksia
Model Disleksia
 
Kelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptx
Kelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptxKelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptx
Kelompok 1 - Perkembangan Kognitif Remaja.pptx
 
Mengenali perkembangan anak
Mengenali perkembangan anakMengenali perkembangan anak
Mengenali perkembangan anak
 
Bibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Bibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-KanakBibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Bibliotherapy: Perkembangan Masa Kanak-Kanak
 
Folio perkembangan bahasa
Folio perkembangan bahasaFolio perkembangan bahasa
Folio perkembangan bahasa
 
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadianperkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
 
Pendidikan seni rupa untuk anak usia dini
Pendidikan seni rupa untuk anak usia diniPendidikan seni rupa untuk anak usia dini
Pendidikan seni rupa untuk anak usia dini
 
penelitian implementasi teori Jean Piaget
penelitian implementasi teori Jean Piagetpenelitian implementasi teori Jean Piaget
penelitian implementasi teori Jean Piaget
 
Perkembangan fisik
Perkembangan fisikPerkembangan fisik
Perkembangan fisik
 
Perkembangan kognitif kelompok bu arbin.docx
Perkembangan kognitif kelompok bu arbin.docxPerkembangan kognitif kelompok bu arbin.docx
Perkembangan kognitif kelompok bu arbin.docx
 
Asuhan dan pendidikan awal kanak
Asuhan dan pendidikan awal kanakAsuhan dan pendidikan awal kanak
Asuhan dan pendidikan awal kanak
 
Teori kognitif Vygotsky
Teori kognitif VygotskyTeori kognitif Vygotsky
Teori kognitif Vygotsky
 
Siswa swn
Siswa swnSiswa swn
Siswa swn
 
Perkembangan seni kanak tbk kpg jana sambungan
Perkembangan seni kanak tbk kpg jana sambunganPerkembangan seni kanak tbk kpg jana sambungan
Perkembangan seni kanak tbk kpg jana sambungan
 

Visual Spatial Gifted

  • 1. MENGENAL GIFTED VISUAL SPATIAL LEARNER Julia Maria van Tiel Kelompok Diskusi Orang Tua Anak Berbakat anakberbakat@yahoogroups.com j.v.tiel@hetnet.nl Gifted visual spatial learner ini banyak dibicarakan oleh Linda Kregger Silverman. Sedang berbagai penulis lain sering menggunakan istilah visual learner. Visual learning adalah cara berpikir secara visual (bayangan/gambaran) pada berbagai kejadian. Para penyandang visual learning memakna berbagai kejadian alam bukan melalui perangkat kata- kata. Ia melihat berbagai kejadian di kepalanya, yang secara bersamaan muncul seolah olah di depan matanya, segera kesemuanya diprosesnya yang pada akhirnya dengan cepat memberikan informasi baru secara menyeluruh yang penuh dengan pengertian baru. Kejadian ini merupakan kejadian berpikir yang simultan dan non-verbal yang dimanipulasi melalui perwujudan kemampuan pandang ruang. Kelompok visual learner ini merupakan kelompok kecil, diperkirakan berjumlah sekitar 25 persen (dengan berbagai kualitasnya) dari jumlah populasi yang lahir. Mereka berkemampuan dimensi, dan berpikir tanpa kata-kata. Dengan begitu cara berpikir ini tidak tahap pertahap tetapi secara simultan dan global, tanpa ia kehilangan makna detilnya. Selain cara berpikirnya berupa makna pengertian yang saling berhubungan, seringkali juga diwarnai dengan emosi. Bahasanyalah yang seharusnya pertama-tama menggantikan berpikir visualnya agar ia mampu berkomunikasi dengan orang lain. Artinya ia harus mencari kata-kata yang tepat, tetapi hal ini bisa menyita waktu yang banyak. Kemampuan visual learning adalah kemampuan yang menyulitkan, karena hal ini juga menghasilkan kemampuan kreativitas, dan bakatnya dalam kemampuan pandang ruang, musik, seni (melukis dan seni patung), tetapi juga memungkinkan risiko disleksia, gangguan perkembangan bahasa dan bicara, dan gangguan kemampuan berhitung hapalan. Kebanyakan kondisi ini akan sangat bermasalah saat berada di sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama. Anak penyandang visual learning melakukan pemrosesan informasi adalah dengan caranya sendiri. Caranya sering berbeda dengan apa yang diajarkan oleh guru di sekolah, karena itu banyak dari anak-anak ini mengalami kesulitan menempuh pelajaran di sekolah konvensional yang memberikan pelajaran yang sebetulnya tidak cocok untuk anak-anak visual learner. Karenanya ia perlu mendapat perhatian pelajaran apa saja yang menurutnya sulit dan pelajaran apa saja yang menurutnya mudah, agar ia dapat dibantu menggunakan cara-cara pemrosesan informasi yang dipunyainya. Maksudnya, banyak pelajaran yang membutuhkan kemampuan hapalan, namun hal ini baginya akan sangat menyulitkan, karenanya ia perlu diajak belajar mengenal dan mengingat berbagai hal dengan cara memanfaatkan keunggulannya berkemampuan visual dan analistis. Jadi pemberian metoda pembelajaran baginya membutuhkan metoda yang berbeda dengan anak-anak lainnya, dimana anak-anak lain akan sangat mudah belajar dengan cara menghapal. Dari pengalaman para orang tua yang mempunyai anak-anak visual learner, melaporkan bahwa umumnya anak-anak ini sangat menyukai pelajaran geografi, terutama peta-peta, matematika, dan tergila-gila dengan komputer, tetapi tidak untuk pelajaran bahasa dan berhitung hapalan. Banyak yang bercerita, bahwa begitu pandainya ia akan pelajaran
  • 2. geografi, topografi, dan sangat menyukai peta, anak-anak ini sangat menyukai menjadi co- pilot jika sedang melakukan perjalanan dengan mobil. Anak-anak visual learner selalu dikatakan mempunyai cara berpikir (cognitive style) yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak-anak ini mempunyai gaya berpikir yang disebut gestalt, yaitu berpikir secara simultan dalam bentuk gambar/visual, dan sirkuler. Sirkuler artinya cara berpikirnya tak pernah berhenti, jika ia mendapatkan suatu informasi maka segera informasi yang masuk akan diolah bersama-sama dengan informasi yang sudah berada dalam rekaman memorinya, dan secara cepat dianalisa untuk kemudian menjadi pertanyaan baru, dan di dalam otaknya segeralah ia membuat perkiraan pemecahan masalahnya. Apabila dalam melakukan pemrosesan informasi yang baru itu tidak sesuai dengan berbagai data rekaman di kepala, dengan serta merta ia akan segera menanyakan pada seseorang yang tengah memberinya informasi tersebut. Sebelum ia menemukan jawaban yang sesuai dengan data yang dimiliki, ia tidak akan menerima informasi tersebut. Kesulitan memberinya tambahan informasi adalah karena rentang perhatiannya masih pendek, dan ia masih mengalami kesulitan dalam otomatisasi pemrosesan informasi dalam bentuk auditory ke dalam bentuk gaya berpikirnya yang gestalt. Dalam hal ini orang tua perlu memperbesar ruang-ruang kesabarannya. Sejarah mulai dikembangkannya pengertian tentang visual learner diawali oleh Maria J Krabbe dari Belanda di tahun 1930-an. Ia adalah seorang terapis wicara yang banyak menerima anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara. Dari pengamatannya ia melihat bahwa anak-anak ini mempunyai caranya sendiri dalam mengemukakan apa yang tengah dipikirkannya. Ia juga melihat adanya perbedaan yang menyolok antara berbagai perkembangan yang dimiliki anak-anak ini, karena sekalipun ia mengalami kesulitan berbicara tetapi mempunyai kemampuan lain yang melebihi anak-anak lainnya. Dalam menghadapi fenomena ini ia berupaya mencari-cari jawaban dengan melakukan penelaahan berbagai bacaan dan melakukan pengamatan yang mendalam terhadap klien-klien kecilnya itu. Semua yang ia temui itu ia tulis dalam sebuah buku yang kemudian ia beri judul: “Beelddenken and woordblindheid” (Visual learner and wordsblindness). Bukunya terbit di tahun 1940-an. Maria J Krabbe kemudian banyak memberikan ceramah-ceramah tentang visual learner ini. Di tahun 1944, seorang guru sekolah dasar Montessori untuk kelas-kelas rendah di Bussum sebuah kota kecil di Belanda, bernama Nel Ojemann membuat skripsi dalam rangka pendidikan orthopedagoginya dengan judul: “Het verschil in de wijze van uitwerking van het wereldspel door het al dan niet dyslectische kind” (Perbedaan cara kerja permainan wereldspel oleh anak penyandang disleksia dan tidak disleksia). Skripsi Nel Ojemann ini menggunakan dasar-dasar pemikiran dari Maria J Krabbe tentang visual learner tadi. Skripsinya telah menarik perhatian seorang psikiater anak L N J Kamp, yang kemudian mencobanya untuk digunakan sebagai alat untuk menegakkan diagnosa. Dari sini ia melihat bagimana perbedaan perkembangan anak-anak normal dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Dalam debut karirnya, Nel Ojemann akhirnya bekerja sebagai tenaga remedial teacher dan menyelesaikan pendidikannya dalam bidang pedagogi dan psikologi, serta bekerja sebagai dosen pertama untuk remedial teacher di Belanda. Sampai pensiun ia tetap bekerja sebagai remedial teacher untuk anak-anak normal yang mempunyai kesulitan belajar. Ia juga menjadi pendiri yayasan yang bergerak dalam membantu anak-anak visual learner di Belanda, yaitu Stichting Maria J Krabbe. Penerus Nel Ojemann juga semakin banyak, antara lain Prof Roel de Groot seorang orthopedagog yang banyak melakukan penelitian terhadap anak-anak gifted yang visual learner. Pembahasan visual learner kini semakin banyak dilakukan dan bentuk-bentuk pendekatan terhadap kelompok anak-anak ini juga sudah mulai ada pemahaman, sekalipun
  • 3. masih banyak debat disana sini, karena hingga kini masalah tumbuh kembang anak masih terus berpatokan pada pola kelompok anak yang disebut anak normal yaitu populasi yang jumlahnya terbesar. Sehingga anak-anak kelompok visual learner ini semakin dianggap tidak normal, bahkan dianggap disorder, dan sering dimasukkan sebagai anak bergangguan mental, perilaku dan bergangguan belajar (learning disabilities). Genetik dan bagaimana penjelasannya? Disamping visual learner dengan gaya belajar yang disebut gestalt dan simultan, ada bentuk lain yang disebut auditory learner yang gaya belajarnya dalam bentuk sekuensial yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada kelompok visual learner. Dalam menghadapi suatu keadaan yang berbeda seperti ini pasti orang akan bertanya, apa penyebabnya, dan bagaimana penjelasannya? Menanyakan sebab (etiologi) dan penjelasannya, dimaksudkan untuk bagaimana kita harus menghadapinya, apakah bentuk ini bentuk penyimpangan perkembangan normal, ataukah bentuk normal - hanya saja berada di kelompok ekstrim bila kita meletakkannya dalam suatu kurva lonceng. Pertanyaan yang sering diajukan, menurut Roel de Groot & CJ Paagman dalam bukunya: Denkbeelden over beelddenken (2003) adalah: apakah visual learner merupakan cacat otak, atau sebuah bentuk dari suatu sensitivitas yang mampu menjadikan seseorang mempunyai kearifan berpikir tertentu, ataukan kearifan berpikir dapat merangsang seseorang menjadikannya mempunyai gaya berpikir tertentu? Pertanyaan ini bagai suatu pertanyaan tentang siapa ayam atau telur yang terlebih dahulu ada. Sekalipun visual learner dinyatakan sebagai kondisi yang diturunkan secara genetik, namun penjelasan bagaimana sistem yang terjadi sehingga seseorang dapat menjadi penyandang visual learner hingga saat ini masih belum banyak diketahui, sebab penelitiannya belum banyak, yang dapat dilakukan adalah menyajikan suatu model penjelasan sekalipun model penjelasan ini bukanlah ilmu pengetahuan yang absolut tetapi sebuah upaya berbagai kemungkinan hubungan satu keadaan dengan keadaan lainnya. Dengan model ini maka kita bisa memahami apa yang kita hadapi. Penyebab sulitnya mencari penjelasan ini adalah karena seperti biasanya ilmu-ilmu sosial yang sangat sulit melakukan pengukuran suatu fenomena perilaku, berbeda dengan ilmu alam yang mudah melakukan pengukuran. Ditambah lagi hal ini berkaitan dengan masalah pencanderaan melalui panca indera yang sulit kita amati dan ukur. Padahal pengukuran sangat penting, sebab dengan mengukur maka kita dapat menyusunnya menjadi sebuah ilmu pengetahuan (yang terukur). Disamping itu masalah yang dihadapi disini juga adalah banyaknya faktor lain yang turut berperan dan tidak bisa dilakukan pengukuran serta pengendalian variabel. Karena itu Roel de Groot & CJ Paagman menyajikan dalam bukunya Denkbeelden over beelddenken (2003) bukan dalam bentuk teori, tetapi dalam sebuah model penjelasan yang sedapat mungkin dapat memberikan pada kita pemahaman tentang apakah itu visual learner. Banyak ahli-ahli yang tertarik dengan thema visual learner, umumnya tertarik akan karakter kuat yang dimiliki para visual learner. Namun sampai saat ini belum mencapai tingkatan penelitian ilmiah yang matang. Tidak seperti halnya dengan thema-thema seperti: disleksia, ADHD, ASD, dan NLD, yang sampai dapat masuk ke dalam “menu” ilmiah. Karena model penjelasan yang digunakan untuk visual learner ini memang belum didasari oleh penelitian neurologis, dan baru dipelajari oleh bidang psikologi dalam hal ini psikologi-linguistik.
  • 4. FAKTOR PSIKOLOGIS VISUAL SPATIAL LEARNER Faktor psikologis yang dikemukakan oleh Roel de Groot & CJ Paagman dengan mengambil beberapa pengertian dari Ojemann, yaitu: 1. Visuo-spatial giftedness 2. Bentuk proses berpikir primer 3. Penerimaan dan pemrosesan informasi secara simultan 4. Penyimpanan informasi dalam memori berbentuk nuansa visual Faktor-faktor di atas menurut de Groot & Paagman lagi, adalah faktor-faktor yang menjadi dasar perkembangan kognitifnya, yang dapat menjadi latar belakang dan mempengaruhi berbagai komponen perilakunya seperti perilaku sosial-emosional dan perilaku sensomotorisnya. Visuo-spatial giftedness. Secara umum dapat dijelaskan bahwa pada bayi hingga balita, perkembangan belahan otak akan dimulai dengan dominasi perkembangan otak sebelah kanan. Otak bagian ini akan mengatur perkembangan kemampuan visual, musik, motorik dan emosi. Dengan begitu semua perkembangan ini merupakan prasyarat untuk perkembangan selanjutnya yaitu perkembangan bahasa dan bicara, serta perkembangan kognitif. Dalam fase ini pada dasarnya anak belajar tentang berbagai hal di sekitarnya adalah dari pencanderaan sensor raba dan visualnya. Penjelasan de Groot & Paagman bahwa perkembangan belajar melalui visualnya melebihi perkembangan belajar melalui sensor raba/taktilnya. Namun untuk mengatakan bahwa apakah perkembangan visualnya jauh melebihi perkembangan auditifnya (yang diatur oleh perkembangan otak sebelah kiri), ataukah bahwa perkembangan visualnya justru menekan perkembangan auditifnya, hal itu bisa saja kedua-duanya terjadi. Namun untuk menentukannya memerlukan pemeriksaan yang terpisah antara kedua perkembangan itu. Andaikan perkembangan kemampuan auditifnya tidak cukup sebagai prasyarat perkembangan selanjutnya, dengan sendirinya ia akan mengalami gangguan perkembangan bahasa dan bicara terutama dalam bentuk kemampuan pemahaman bahasa (semantik). Begitu pula perkembangan bahasa dan bicara yang akan menyangkut pada perkembangan pandang ruang mengalami gangguan, yang kelak rentetannya adalah pada gangguan belajar. Dalam hal ini Greenspan dalam bukunya The Challanging Child (1995) banyak menjelaskan tentang bagaimana perkembangan kemampuan pandang ruang pada anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara namun sangat baik dalam kemampuan berbahasa simbolik, dan menjadi anak yang mempunyai kemampuan visual yang tinggi. Visual spatial sendiri artinya membawa pengertian tentang kemampuan visual yang diikuti dengan kemampuan persepsi pandang ruang atau dimensi. Ada diantara anak-anak visual learner yang tanpa berkemampuan spatial atau defisit pada kemampuan spatial, yang akan berakibat pada defisitnya atau terganggunya kemampuan melakukan analisa sintesa yang dibutuhkan dalam penyelesaian tugas-tugas sekolah, misalnya pelajaran matematika, seperti yang dijelaskan oleh Greenspan. Artinya, kelak ia akan mengalami gangguan perkembangan inteligensia yang cukup parah. Sekalipun dikatakan bahwa para visual learner yang tengah dibicarakan disini mempunyai perkembangan belahan otak kanan yang merupakan faktor yang dominan, namun menurut de Groot & Paagman pula bahwa bukan berarti belahan otak kiri mengalami kekurangan perkembangan. Belahan otak kiri tetap mempunyai fungsi yang cukup baik.
  • 5. Fenomena yang terjadi adalah adanya keterlambatan perkembangan otak sebelah kiri, dengan dasar pemikiran bahwa otak sebelah kiri adalah bagian yang mengatur perkembangan bicara. Memang pada kenyataannya anak-anak visual learner ini mengalami keterlambatan perkembangan bahasa, bicara, simbol dan coding system. Namun menjelaskan lebih lanjut tentang hal ini, yaitu tentang kualitas dari fungsi otak, hingga kini masih terus dalam penelitian, yaitu tentang struktur berbagai area inteligensia, dan bagaimana berfungsinya sistem dalam belahan otak, serta bagaimana fungsi spesifik di bagian-bagian belahan otak tersebut. Dalam pembahasan tentang gangguan belajar (learning disabilities) juga menggunakan model penjelasan, yang mampu menjelaskan tentang psychoneurological dysfunction. Hingga kini mekanisme dalam sistem di dalam otak pada gangguan belajar seperti halnya disleksia juga masih belum dipahami, walaupun banyak yang menyebutkan bahwa disleksia adalah suatu gangguan bawaan yang diturunkan atau genetik. Istlah gangguan belajar (learning disabilities) seperti halnya disleksia yang merupakan gangguan belajar membaca, hanya dikenakan kepada kelompok anak-anak dengan inteligensia normal hingga tinggi. Untuk kelompok anak yang berinteligensia rendah bukan disebut learning disabilities, tetapi multihandycap. Anak-anak yang mempunyai persepsi spatial menurut Linda Kregger Silverman (2002), adalah anak-anak yang sangat mudah mengenal misalnya ruang apa saja di lantai atas, dan ruang apa saja di ruang bawah. Dalam kepalanya akan senantiasa tergambar semua tempat-tempat yang pernah ia kunjungi, bahkan ia akan marah jika mobil yang dikendarai ayahnya meliwati jalan lain. Bentuk proses berpikir primer. Dalam dunia pengasuhan dan pendidikan dikenal adanya pengetahuan tentang bentuk perilaku yang disebut reaksi primitif atau reaksi primer dari seorang anak kecil. Bentuk perilaku ini dipengaruhi oleh bentuk primer proses berpikirnya. Pada anak kecil (dan orang dewasa) yang masih memiliki proses berpikir primernya dapat kita lihat jika ia menginginkan sesuatu ia menginginkan apa yang dimintanya itu dengan segera harus didapatkannya. Semakin dewasa atau semakin bertambah usia, bentuk seperti ini akan semakin menurun. Jika pola perilaku yang ingin segera mendapatkan keinginannya itu masih muncul diluar batas normal di usia anak yang agak besar, sering dikatakan bahwa ia mengalami keterlambatan kematangan perilaku. Orang tua yang mempunyai anak seperti ini seringkali merasa frustrasi dan menganggap anaknya menyusahkannya. Karena pada dasarnya anak-anak visual learner lebih melihat dunia ini secara konkrit dan global, dan ia mempunyai dominasi pada proses berpikir primer, maka anak-anak ini selalu meminta segala sesuatu apa yang dilihatnya sebagai kebutuhannya agar segera didapatkannya. Jika kebutuhannya ini ditolak, hal ini justru tidak sesuai dengan dasar-dasar perkembangannya. Pemahaman tentang proses berpikir primer dan skunder ini pertama-tama dikemukakan oleh Sigmund Frued dan dilanjutkan oleh Rapaport di tahun 1970, yang menjelaskan tentang bagaimana organisasi kerja dari sistem pemrosesan informasi berjalan. Ia meletakkan proses berpikir sebagai awal dari upaya manusia untuk mendapatkan sesuatu. Jika sesorang menginginkan sesuatu dan tidak mendapatkannya, maka ia akan berpikir bagaimana cara agar mendapatkan apa yang diinginkannya itu. Berpikir bagaimana caranya agar keinginannya itu dapat dicapai adalah suatu proses berpikir sekunder. Pada anak-anak visual learner ini menurut Ojemann (1987), mempunyai proses berpikir primer yang sangat kuat. Dalam model psikoanalisa yang diajukan oleh Ojemann bahwa anak-anak visual learner ini dalam upayanya melakukan pemrosesan informasi lebih banyak menggunakan proses berpikir primer.
  • 6. Penerimaan dan pemrosesan informasi secara simultan. Cara pemrosesan informasi pada visual learner lebih didominasi oleh pencanderaan melalui penglihatan. Pada dasarnya semua anak kecil, sebelum ia mampu berbicara, penerimaan dan pemrosesan informasi lebih dalam bentuk visual. Dari mulai saat ia masih bayi merah, ia melihat sekelilingnya secara samar-samar. Lama kelamaan ia dapat mengenal bentuk dan membedakan berbagai benda yang ada di sekitarnya. Dengan bantuan perkembangan emosi sosialnya ia akan mengenal orang-orang disekelilingnya. Lambat laun apa yang dirasakan dan apa yang dikenalnya melalui inderanya akan menjadi satu dan melebur dengan bentuk gambaran visualnya. Gambaran visual itu akan segera disimpannya dengan segala tanda-tanda yang dimilikinya, misalnya bola akan disimpannya dalam bentuk gambaran visual bulat dengan berbagai warna, kekerasannya, bunyiannya, dan bagaimana bola bisa bergerak. Dalam bentuk seperti ini, apa yang disimpannya itu, tidak ada pemisahan-pemisahan pola ataupun teranalisa tetapi dalam bentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan. Misalnya bola bulat dengan segala tanda-tanda sebagai bola yang ia kenal. Hal inilah yang kelaknya pada saat harus belajar membaca, pada awalnya ia akan mengalami kesulitan mengeja. Kordinasi dan otomatisasi antara visual dan auditif tidak berjalan secara luwes. Karena itu perlu mengajarkan padanya bagaimana caranya melakukan kamuflase dan kompensasi, dengan tetap memperhatikan memberikannya berbagai kemungkinan rasa aman padanya dengan cara membimbing agar ia mampu memilih apa yang disukainya dan sesuai dengan karakteristik yang disandangnya. Visual spatial vs auditory sequential Perbedaan karakteristiknya Disamping ada kelompok penyandang visual spatial, ada juga penyandang auditory sequential. Namun bukan berarti bahwa kedua bentuk ini merupakan dua bentuk yang terpisah satu dengan lainnya. Maksudku bukan berarti bahwa jika satu anak dapat disebut sebagai visual spatial learner, dan satu lagi auditory sequential learner. Jika bukan visual spatial learner, maka disebut auditory learner. Tidak, tetapi kedua bentuk itu merupakan sebuah kontinum, seperti juga pergerakan perkembangan belahan otak. Di satu ujung sisi yang satu, paling ujung dapat disebut sebagai visual spatial learner, dan diujung satu sisi lainnya dapat disebut auditory sequential learner. Di tengah-tengahnya ada suatu titik pertemuan dimana seseorang duduk dalam kelompok baik mempunyai kemampuan visual spatial dan juga auditory sequential, makin ke satu sisi dimana sisi yang lebih kuat maka sisi yang lain akan semakin tipis, sampai di paling ujung adalah kelompok penyandang salah satu bentuk itu. Auditory spatial learner adalah suatu model siswa yang banyak kita temui. Dia mau mendengarkan dengan baik. Ia mengerti apa yang ia dengarkan. Ia mau mengikuti apa yang diajarkan. Dia belajar berdasarkan jadwal yang diberikan. Ia mau mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. Kita juga dapat membaca pekerjaan tulisannya dengan baik. Ia belajar dengan cara tahap pertahap, mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Di saat sekolah dasar, membaca, menulis, mengeja, dan berhitung akan selalu mendapatkan angka baik. Sebaliknya anak-anak visual spatial learner yang dengan sendirinya mengalami kelemahan dalam kemampuan auditory spatial, akan banyak mengalami kesulitan berbagai hal yang sebagaimana dikuasai oleh anak-anak yang auditory spatial learner. Tentang bagaimana bentuk dan kesulitan ini banyak dijelaskan selain oleh Greenspan dalam bukunya The Challanging Child, juga oleh Mel Levine dalam bukunya A Mind at a Time (2002). Grenspan & Levine memberikan contoh, jika seorang anak diberi perintah panjang, misalnya ada tiga buah perintah dalam satu kalimat, maka anak ini akan mengalami kesulitan. Misalnya perintah: “Ambil kertas di rak yang paling bawah, juga pinsil di dalam laci paling
  • 7. atas, duduk disini, kita belajar menulis”. Bentuk tiga perintah berurutan seperti ini adalah bentuk sekuensial, yang bagi seorang anak visual spatial learner merupakan kemampuan yang sangat sulit. Anak-anak ini hanya bisa menangkap bagian akhir dari perintah. Atau sama sekali tidak jelas. Kelak, saat anak-anak visual spatial learner ini yang mengalami kesulitan menerima sekuensial yang panjang, di awal-awal sekolah dasar, akan juga mengalami kesulitan menerima pelajaran dimana guru lebih banyak memberikan pelajaran dengan penjelasan- penjelasan secara verbal di depan kelas, pelajaran imlak, dan pelajaran pengertian bacaan (sematik). Seringkali anak-anak ini disangka mengalami gangguan belajar seperti halnya disleksia dan teman-temannya (disgrafia dan diskalkulia, yaitu kesulitan menulis dan berhitung) atau disangka anak yang bodoh. Karena mayoritas perkembangan anak-anak sebagian besar adalah auditory sequential learner, maka tidak heran jika berbagai pelajaran dan metoda pendidikan lebih disesuaikan kepada kepentingan mayoritas anak, yang sangat sulit diterima oleh kelompok visual spatial learner. Semakin tinggi inteligensia anak menurut Linda Silverman akan lebih ke arah perkembang visual spatial learner. Disinkronitas perkembangan juga akan semakin besar. Beberapa penyandang visual spatial learner bercerita, bahwa jika ia mendengarkan guru memberikan pelajaran yang banyak menggunakan metoda verbal, pada awalnya ia masih bisa mendengarkan tetapi beberapa menit kemudian yang ia lihat hanya mulut gurunya yang komat kamit, dan ia tak tahu lagi apa yang tengah dijelaskan oleh guru. Sehingga tidak heran jika kita sering menerima dugaan bahwa anak kita yang visual spatial learner ini adalah penyandang gangguan konsentrasi atau mempunyai rentang perhatian yang rendah, attention deficit disorder (ADD). Padahal jika ia tengah bermain komputer ia akan sangat intens melakukan konsentrasi. Karena komputer adalah bentuk sarana yang diciptakan oleh kelompok visual learner dan lebih banyak menggunakan metoda visual. Perbedaan karakteristik antara the auditory sequential learner dan the visual spatial learner The Auditory Squential Learner The Visual Spatial Learner Secara primer berpikir dalam bentuk kata-kata Secara primer berpikir dalam bentuk imej Mempunyai kekuatan dalam hal auditory Mempunyai kekuatan dalam hal visual Mempunyai kemampuan yang baik tentang waktu Mempunyai kemampuan yang baik tentang ruang Merupakan pembelajar tahap pertahap Merupakan pembelajar global-detil Belajar dari trial and error Mempelajari konsep secara keseluruhan Berkembang secara berurutan dari hal yang mudah ke Mampu mepelajari konsep yang rumit secara mudah, hal yang sulit tetapi kesulitan dalam pekerjaan yang mudah Adalah pemikir yang analistik Berkemampuan sintesa yang baik Memperhatikan detil secara baik Melihat gambaran besarnya, kehilangan gambaran detilnya Dapat mengikuti perintah verbal dengan baik Handal membaca peta Baik dalam hal berhitung Lebih baik dalam hal matematika daripada komputasi Belajar dengan menggunakan metoda phonics secara Lebih mudah belajar dengan kata-kata secara mudah keseluruhan Mampu mengeja dengan baik Harus melalui visualisasi untuk mengeja kata-kata
  • 8. Lebih baik menggunakan komputer daripada menulis Dapat menulis dengan baik dan rapih tangan Mengkreasi dengan metoda yang unik dalam Rapih terorgasisasi mengorganisasi sesuatu Dapat menunjukkan tahapan pekerjaan dengan mudah Mendapatkan solusi secara instink Sangat baik dalam menghapal Sangat baik dalam melihat berbagai hubungan Sangat baik dalam auditory memory atau memori Sangat baik dalam visual memory atau memori jangka jangka pendek panjang Memerlukan pengulangan untuk menguasai pelajaran Mempelajari konsep sekali saja dan mampu menguasai secara permanen; tidak memerlukan pengulangan-pengulangan Mampu belajar dari instruksi Membangun metoda pemecahan masalah dengan caranya sendiri Msih dapat belajar walaupun tak menyukai guru Sangat sensitif terhadap sikap guru Lebih menyukai satu jawaban Membangun suatu pemecahan masalah secara unik Perkembangan seimbang Perkembangan tidak sinkron Mampu mempertahankan pretasi Prestasi turun naik Menyukai aljabar dan kimia Menyukai geometri dan fisika Penguasaan bahasa lain dari belajar di sekolah Menguasai bahasa lain melalui pengalaman langsung Bakat intelektual Bakat kreatif, tehnik, mekanik, dan spiritual Early bloomer Late bloomer Sumber: Linda kreger Silverman (2002): Upside-Down Briliance, the visual-spatial learner, Deleon Publishing- Denver;Colorado. Sinyal awal Linda Kreger Silverman menjelaskan bahwa para visual spatial learner ini umumnya mempunyai perkembangan bahasa dan bicara yang sangat cepat, banyak di usianya yang ke 9 bulan sudah mulai berbicara, tetapi kemudian perkembangan bicaranya justru menurun dan tidak berkembang lagi sampai di suatu saat tiba-tiba mereka mulai berbicara dan mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bicaranya dengan sangat cepat sekali. Penjelasan seperti ini sebetulnya sudah ditulis oleh ahli ahli anak berbakat di Belanda seperti misalnya dalam buku-bukunya T Mooij, P Span, atau buku yang ditulis oleh JF Mönks yang kebanyakan keluaran lebih dari 10 tahun lalu. Mereka hanya mengatakan bahwa banyak diantara anak-anak gifted itu yang mengalami keterlambatan bicara. Namun dalam buku-buku itu belum menyebutnya sebagai kelompok gifted visual spatial learner. Istilah ini baru keluar di atas tahun 2000 an dimulai oleh Linda Kreger Silverman dan dilanjutkan oleh Lesley Sword dari Australia. Sekalipun Linda Silverman telah lebih dari 25 tahun mengkhususkan
  • 9. diri pada kelompok anak-anak ini, namun kelompok anak-anak gifted visual spatial learner baru populer di tahun-tahun terakhir ini. Semakin intensifnya pembahasan kelompok anak- anak ini karena akhir-akhir ini begitu banyaknya kelompok anak-anak ini yang telah mendapatkan salah diagnosa, yang kemudian mengundang para ahli untuk lebih banyak melakukan pembahasan yang lebih mendalam. Untuk mengatakan bahwa ia adalah seorang anak gifted (yang mengalami perkembangan visual spatial learner) kita perlu mengambil gejala apa yang dapat digunakan sebagai pegangan sehingga anak itu dapat dikatakan mempunyai giftedness. Dalam hal ini kita harus mengamati sedini mungkin, sejak kita merasa heran mengapa anak kita mengalami kemunduran berbahasa, padahal saat masa-masa bayi ia tidak mengalami gangguan perkembangan apapun seperti misalnya gangguan perkembangan emosional, motorik, dan sosial untuk memastikan pada kita bahwa ia memang bukan penyandang autisme. Keadaan di atas dapat ditanyakan pada dokter tumbuh kembang anak-anak. Di bawah ini adalah saran- saran yang diberikan oleh Linda Silverman. Pertama, kita harus memeriksakan anak kita bahwa ia memang tidak mengalami gangguan pendengaran. Sehingga kita harus pasti bahwa ia mengalami gangguan perkembangan bahasa dan bicara bukan karena gangguan pendengaran. Kedua, perhatikan apa saja yang menjadi perhatian, kesukaan permainannya, dan bagaimana bermainnya. Berbagai hal yang bisa kita catat sebagai sinyal jika anak-anak ini di usianya yang sangat dini, bahkan sebelum ia dapat berbicara dengan baik, ia sudah mulai dengan berbagai hal yang berkaitan dengan: - permainan puzzel - menunjukkan bakat artistik - menyukai permainan konstruksi - menyukai angka - mempunyai memori visual yang luar biasa - mempunyai persepsi spasial - menyukai peta dan geografi - mempunyai vivid imajinasi - berminat dan berkemampuan dalam mekanik - senang membongkar barang - menyukai musik - bermain dengan permainan labirin (mazes) - menyukai komputer Ketiga, jika kita menemukan anak-anak kita yang mengalami gangguan bahasa dan bicara ini mempunyai sinyal berbagai hal di atas, segeralah kita membawanya ke psikolog yang memahami anak-anak gifted kelompok seperti ini. Tidak semua psikolog anak berbakat mendalami kelompok gifted seperti ini, terlebih lagi fenomena ini adalah fenomena yang belum lama dipelajari dan masih sedikit peminatnya, namun anak-anak ini sesungguhnya berjumlah sangat banyak. Sedikit peminatnya, karena bentuk gifted ini adalah bentuk yang mengalami ketertinggalan kematangan perkembangan sementara disisi lain terutama bidang kognitifnya mengalami loncatan perkembangan, yang akhirnya menyebabkannya menjadi mengalami disinkronitas perkembangan. Anak-anak seperti ini pola perkembangannya yang berada hampir di garis batas antara perkembangan normal dan tidak normal, bahkan kadang juga meliwati batas perkembangan normal yang menyebabkan dapat dikelompokkan sebagai anak yang mengalami perkembangan yang patologis. Untuk membahasnya memerlukan bantuan berbagai ilmu yang berkaitan dengan masalah tumbuh kembang anak, yang artinya memerlukan pembahasan secara multidisiplin.
  • 10. Permainan puzzel. Permainan ini adalah salah satu indikator yang paling baik untuk menentukan bahwa ia adalah seorang anak penyandang visual spatial learner. Perhatikan bila ia mampu menyusun puzzel lebih dini daripada usia anak-anak lainnya. Linda Silverman memberi contoh klien kecilnya yang berusia 18 bulan dapat meletakkan puzel 4-6 buah di tempatnya tanpa diajari. Puzzel-puzzel itu bergambar buah-buahan dan binatang. Atau klien lainnya di usianya yang ketiga sudah dapat menyelesaikan 100 buah puzzel. Bakat artistik. Umumnya anak-anak ini sejak masih sangat dini sudah mampu menggambar dengan baik, realita yang seringpula dibubuhi dengan imajinasi dan fantasinya. Kemampuan ini adalah kuatnya perkembangan otak sebelah kanan yang merupakan pusat yang mengatur antara lain emosi, visual, dan musik. Kemampuan visual yang kuat dan memori jangka panjangnya yang juga kuat, menyebabkan ia mampu mewujudkan kembali apa yang telah dilihatnya dalam bentuk gambar. Namun banyak dari kemampuan ini kemudian menghilang saat perkembangan bicara yang diatur oleh belahan otak kiri sudah mulai membaik. Selain membuat gambar-gambar anak-anak ini juga menyukai menyusun guntingan-guntingan kertas menjadi sebuah gambar. Permainan konstruksi. Saat anak-anak umumnya membuat konstruksi bangunan tiga dimensi dimuai diusianya yang ke empat, anak-anak ini seringkali sudah mulai diusianya yang ketiga. Ia bisa membuat konstruksi bangunan yang unik seperti rumah, kastil, menara, atau garasi mobil, dari balok-balok kecil, atau dari alat mainan Lego™, dan alat main lainnya. Permainan yang sangat disukainya ini, dimulainya dengan bentuk-bentuk yang sederhana, yang makin lama makin rumit, yang dibumbui dengan unsur kreativitas. Angka, logo, merek. Masih sejak dini sekali anak-anak ini sudah menyukai angka, logo dan merek-merek, dengan cara menunjuk-nunjuk nomor rumah, kalender, merek mobil, dan reklame. Banyak diantara mereka yang sangat hapal akan berbagai merek-merek mobil. Persepsi spatial. Anak-anak ini mudah sekali mempelajari berbagai arah dan tempat- tempat yang pernah diliwati dan dikunjunginya. Anak-anak ini seringkali marah jika kita melalui jalan lain. Seperti juga saat masih kecil sekali, belum bisa berbicara dan tidak mampu mengutarakan pendapat, ia akan akan nangis dan marah luar biasa jika ternyata kita meliwati jalan lain. Orang tua seringkali tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba marah dan menangis. Beberapa kali kami menyangka anak kami menangis di mobil karena ia terkena panas di mobil, atau ingin minum, atau celananya basah. Setelah agak besar, saat ia mulai bisa menunjuk-nunjuk arah baru kami mengerti bahwa ia menunjuk jalan yang biasa kami liwati. Peta dan geografi. Banyak diantara anak-anak visual spatial learner yang sangat menyukai peta, bola dunia, peta kota, dan lokasi-lokasi tertentu. Begitu menyukainya ia sering mengkoleksi buku peta, peta-peta, bola dunia, dan menggambarnya. Vivid imajinasi. Semua anak pada dasarnya mempunyai imajinasi, namun anak visual spatial learner mempunyai imajinasi yang luar biasa. Seringkali batas antara realita dan fantasi merupakan garis yang sangat tipis. Jika anak-anak mempunyai teman imajinasi hanya satu, namun anak visual spatial learner mempunyai banyak teman imajinasi. Selain itu tokohnya tak terbatas pada manusia tetapi juga berbagai dari berbagai kelompok binatang, bahkan tokoh2 cerita, Nabi, dan sebagainya.
  • 11. Mekanik. Kemampuan mekanik adalah salah satu indikator yang paling baik dari kemampuan visual spatial learner atau setidaknya sebagai gejala giftedness. Sejak masih sangat kecil anak-anak ini senang sekali membongkar pasang mainannya, dan sangat memperhatikan bagaimana cara kerja suatu mesin. Senang membongkar barang. Sejak masih sangat muda, anak-anak ini selain senang sekali memperhatikan barang mainannya, ia juga senang sekali membongkarnya untuk melihat apa isinya dan bagaimana cara kerjanya. Kadang ia dapat juga meletakkan kembali seperti semula. Menyukai musik. Musik adalah salah satu bagian dari bidang spatial yang oleh banyak anak visual spatial learner telah menjadi perhatiannya sejak ia masih sangat muda sekali, dari mendengar bunyian dengan irama hingga musik klasik. Anak-anak ini mempunyai potensi musik, yang akan menjadikannya lebih mudah bermain musik. Labirin (mazez). Permainan dengan gambar penuh alur jalan yang meliuk-liuk untuk mencapai ujung yang lain, adalah permainan yang sangat disukainya, selain juga bermain dengan puzzel. Komputer. Komputer diciptakan oleh para visual learner, dan anak-anak visual learner pun saat ini sejak kecil banyak yang sudah mengenalnya, dan menjadi bidang minatan yang luar biasa. The late bloomer The late bloomer, kata-kata ini banyak ditemukan untuk anak-anak gifted visual spatial learner yang ditulis oleh psikolog atau orthopedagog. Aldenkamp dkk dalam bukunya Neurologische aspecten van ontwikkelingsprobelemen bij kinderen (2003) menyebut anak yang mengalami gangguan perkembangan bahasa dan bicara seperti ini dengan sebutan CAPD (Centrum Auditory Processing Disorder) dan diidentifikasinya sebagai the late bloomer. Tetapi jika kita membaca berbagai artikel kedokteran, umumnya anak-anak kelompok ini disebut sebagai gangguan kematangan perkembangan atau developmental delay atau maturation delay. Dan jika kita membaca berbagai buku-buku yang ditulis oleh psikolog dan orthopedagog Belanda tentang anak-anak gifted, seringkali disebut-sebut sebagai anak yang mengalami loncatan perkembangan kognitif (kinderen met ontwikkeling voorsprong), atau bahkan kini sering pula diperbincangkan sebagai anak yang mengalami disinkronitas perkembangan. Kadang jika saat kami berdiskusi, para orang tua sering kebingungan dengan berbagai istilah ini, padahal yang dibicarakan hanyalah tentang anak-anak kami, yang hanya satu jenis itu. Artinya disini, untuk mengatakan hal itu semua tergantung siapa yang berbicara atau profesi apa dan apa yang menjadi fokus perhatian. Karena perkembangan anak-anak seperti ini bisa dilihat dari berbagai sudut dan setiap profesi yang membicarakannya akan mengutarakan dari sudut pandangnya. Seperti halnya jika kita ramai-ramai melihat gajah. Mengapa anak gifted visual spatial learner disebut sebagai late bloomer? Selama ini banyak yang mengira bahwa seorang anak yang mempunyai perkembangan inteligensia yang
  • 12. sangat baik, maka perkembangan inteligensianya itu tidak mempunyai kaitan dengan perkembangan lainnya. Karena memang publikasinya sangat jarang. Sehingga tidak pernah menyangka bahwa anak-anak gifted akan mempunyai perkembangan yang berbeda, sangat maju berkembang di satu domain perkembangan, tetapi tertinggal dalam perkembangan lainnya. Ia mengalami ketidak sinkronan perkembangan. Banyak juga yang mengira bahwa anak-anak gifted tidak akan mengalami ketertinggalan perkembangan bahasa dan bicara. Banyak yang mengira bahwa anak-anak gifted akan selalu mempunyai perkembangan bahasa dan bicara yang justru sangat cepat dan baik. Selama ini kita tidak pernah mengenal ada kelompok anak gifted yang justru mengalami keterlambatan perkembangan atau late bloomer. Linda Silverman menjelaskan bahwa auditory learner umumnya berkembang lebih cepat, dan visual spatial learner berkembang belakangan. Pola perkembangan seperti ini akan nampak saat anak-anak ini masih sangat muda. Anak-anak yang mempunyai perkembangan bicara yang cepat seringkali adalah anak-anak ang disebut auditory sequential learner. Ia memberikan contoh the late bloomer ini dari pengalaman dengan klien-kliennya. Umumnya anak-anak itu mengalami kesulitan saat-saat masih duduk di bangku sekolah dasar, dan baru akan menunjukkan prestasi luar biasanya saat sudah duduk di bangku sekolah lanjutan, dan universitas. Artinya, perkembangan anak-anak seperti ini merupakan perkembangan yang paradox, di mana di satu sisi ia mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan kapasitas yang besar, namun di sisi lain ia mengalami ketertinggalan perkembangan, yang akhirnya ketertinggalan ini justru akan lebih nampak dan menutupi perkembangan lainnya yang sangat maju ke depan itu. Hal-hal yang menjadi indikator dapat dikatakan sebagai the late bloomer, jika kita kumpulkan dapat dalam bentuk tertinggalnya berbagai hal perkembangan yang dibandingkan dengan anak-anak seusianya: - tertinggalnya perkembangan bahasa dan bicara - tertinggalnya kematangan sosial emosional - tertinggalnya dalam pembelajaran di sekolah Harus cepat teridentifikasi Jika mengikuti berbagai pengalaman yang diberikan dari orang tua yang mempunyai anak terlambat bicara. Umumnya fokus perhatian lebih kepada bagaimana agar anak dapat mengejar ketertinggalan berbicara tanpa lagi memahami bahwa gangguan perkembangan bahasa dan bicara akan membawa dampak yang luas daripada sekedar tidak mampu mengembangkan ketrampilan berkomunikasi. Dengan berbagai gejala yang dapat kita amati, kita perlu segera mencari bantuan pada orthopedagog yang memang menspesialisasikan diri pada anak dengan gangguan belajar. Dari pengalaman dan pengalaman orang tua yang mempunyai anak-anak visual spatial learner, anak-anak ini mempunyai kesulitan yang mirip dengan penyandang disleksia yang memang mengalami gangguan neurologis. Sedang gangguan belajar pada anak visual spatial learner, lebih dikarenakan oleh keterlambatan kematangan perkembangan, sekalipun bisa saja terjadi bahwa anak-anak ini akan juga mengalami learning disabilities jika memang ia mengalami komorbiditas atau diikuti dengan gangguan neurologis. Bila stimulasi dan latihan yang kita berikan ternyata mengalami kesulitan, dan jelas nampak bahwa anak kita mengalami learning disabilities, maka tugas kita sebagai orang tua untuk mencari bantuan yang lebih intensif guna mencari taktik mensiasati kekurangan anak, agar ia dapat menyandang kekurangannya itu, dengan cara melakukan kompensasi dan kamuflase. Bukan menyembuhkan, karena bentuk learning disabilities adalah gangguan yang akan disandangnya seumur hidup. Dengan tidak lupa pula bagian
  • 13. terkuatnya sebagai gifted visual spatial perlu juga diberi dukungan pengembangan agar ia dapat berprestasi seoptimal mungkin. Daftar Bacaan - Aldenkamp,AP; Reiner,WO; Smit,LME (2003): Neurologische aspecten van ontwikeling problemen bij kinderen, Garant, Antwerpen-Apeldorn. - De Groot,R & Paagman (2003): Denkbeelden over Beelddenken, Uitgevrij Agiel, Utrecht. - Greenspan, SI & Salmon,J (1996): Kinderen met probleemgedrag (The Challanging Child), Het Spectrum, Den Haag. - Mooij, T (red) (1991): Onderwijs aan hoogbegaafde Kinderen, Dick Coutinho – Muiderberg. - Mooij, T (1991): Schoolproblemen van hoogbegaafde kinderen, richtlijnen voor passend onderwijs, Dick Coutinho - Muiderberg. - Silverman,L.K. (1993): Counseling the Gifted and Talented, Denver, Lowe. - Silverman,LK (2002): Upside-Down Brilliance, The Visual –Spatial Learner, DeLeon Pub., Denver, Colorado.