Teks tersebut membahas perbedaan pemahaman tentang hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan kalender Hijriyah. Ada beberapa kriteria yang diusulkan yaitu rukyatul hilal, wujudul hilal, imkanur rukyat MABIMS, dan rukyat global. Perbedaan kriteria ini pernah menimbulkan perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal di Indonesia.
2. Pengertian Hisab & Rukyat
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan
astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam
menentukan dimulainya awal bulan pada kalender
Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas
(penampakan) hilal, yakni penampakan bulan sabit
yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak
(konjungsi).
3. Lanjutan…….
Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau
dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan
setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah
Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya
hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari,
serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka
pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki
bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat
maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari
berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah
hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat,
bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal
bulan (kalender) tergantung pada penampakan
(visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah
dapat berumur 29 atau 30 hari
4. Lanjutan……..
Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam
ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi
Matahari dan bulan terhadap bumi.
Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan
umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat.
Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui
terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan
baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama
untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai
berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah
saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul
Adha (10 Dzulhijjah)
5. Lanjutan………
Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa
Allah memang sengaja menjadikan Matahari dan bulan
sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya.
Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa
Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung
dengan posisi benda-benda langit (khususnya Matahari
dan bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh
perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim
ternama yang telah mengembangkan metode hisab
modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al
Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
6. Lanjutan…….
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer
dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai
perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada.
Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan.
Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak
terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada
dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi
geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat
matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang
sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari
sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.
7. Aktivitas merukyat :
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan
bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak.
Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu
optik seperti teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari
pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di
ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari).
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat
telah memasuki tanggal 1.
Hilal, tidak selamanya dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak
dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara
ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan
masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya.
Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat
tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut (arc of light) antara Bulan-
Matahari sebesar 7 derajat.
Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan
canggih seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun
tentunya perlu dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut
8. Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk
bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah dalam agama
Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam
menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal
(yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta
Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan
dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk
menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar
melakukan pengamatan hilal secara langsung. Sebagian
yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup
dengan melakukan hisab (perhitungan
matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar
mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar
yang kuat.
Kriteria Penentuan Awal Bulan Kalender Hijriyah
9. 1. Prinsip Rukyatul Hilal :
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung.
Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat),
maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi
30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada Hadits Nabi Muhammad:
Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu
karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)
menjadi 30 hari".
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU),
dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para
sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab.
Bagaimanapun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai
alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan
Hijriyah
10. 2. Prinsip Wujudul Hilal :
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah
terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan
terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka
pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender)
Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan
saat Matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis
dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk
tahun-tahun yang akan datang. Akan tetapi mulai tahun 2000 PERSIS
sudah tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi
menggunakan metode Imkanur-rukyat. Hisab Wujudul Hilal bukan
untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau
tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan
awal bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau
belum, dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS.
Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5,
serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.
11. 3. Prinsip Imkanur Rukyat MABIMS :
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan
(kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan
Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan
dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah
pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:
Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan
di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak
lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam,
dihitung sejak ijtimak.
12. Lanjutan……..
Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan
terlihatnya hilal.
Secara praktis, Imkanur Rukyat dimaksudkan untuk menjembatani metode
rukyat dan metode hisab.Terdapat 3 kemungkinan kondisi.
Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat dilihat
sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab
sepakat dalam kondisi ini.
Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan besar hilal dapat dilihat
pada ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan
mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk
malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan besar hilal tidak
dapat dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas
cakrawala. Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat maka awal bulan
telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat
menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal
bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang
berbeda.
Meski demikian ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2
derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan ada perbedaan
penetapan awal bulan pada kondisi ini, seperti yg terjadi pada penetapan 1
Syawal 1432 H / 2011 M.
13. 4. Prinsip Rukyat Global :
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan
(kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika
satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk
seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah
memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain
mungkin belum melihatnya. Prinsip ini antara lain
dipakai oleh Hizbut Tahrir Indonesia
14. Dampak perbedaan kriteria :
Di Indonesia, perbedaan tersebut pernah terjadi beberapa kali. Pada
tahun 1992 (1412 H), ada yang berhari raya Jumat (3 April) mengikuti Arab
Saudi, yang Sabtu (4 April) sesuai hasil rukyat NU, dan ada pula yang
Minggu (5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat.
Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada
tahun 1993 dan 1994.Pada tahun 2011 juga terjadi perbedaan yang
menarik. Dalam kalender resmi Indonesia sudah tercetak bahwa awal
Syawal adalah 30 Agustus 2011. Tetapi sidang isbat memutuskan awal
Syawal berubah menjadi 31 Agustus 2011.
Sementara itu, Muhammadiyah tetap pada pendirian semula awal Syawal
jatuh pada 30 Agustus 2011. Hal yang sama terjadi pada tahun 2012,
dimana awal bulan Ramadhan ditetapkan Muhammadiyah tanggal 20 Juli
2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh
pada tanggal 21 Juli 2012.
Namun, Pemerintah Indonesia mengkampanyekan bahwa perbedaan
tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada
keyakinan dan kemantapan masing-masing, serta mengedepankan
toleransi terhadap suatu perbedaan.
15. PEREDARAN 3 BENDA LANGIT MATAHARI, BUMI
DAN BULAN
Matahari sebagai pusat peredaran benda-benda
langit dalam tata surya ini.
Bumi berputar pada sumbunya (rotasi).
Bumi bersama-sama bulan mengelilingi matahari
(revolusi).
16. MATAHARI PUSAT TATA SURYA
Semua planet dalam tata surya mengelilingi
Matahari pada garis edarnya, sambil berputar
pada masing-masing porosnya dan diedari oleh
satelit.
Satelit juga berputar pada porosnya masing-
masing.
Matahari sebagai pusat Tata Surya berada pada
jarak 30 tahun cahaya dari pusat bima sakti.
Matahari dapat dilihat karena memancarkan
cahaya sendiri.
Planet dan satelit dapat dilihat karena
mementulkan cahaya matahari.
17. TATA SURYA
Tata Surya merupakan suatu sistem organisasi yang
teratur dengan matahari sebagai pusat peredaran.
Matahari dikelilingi planet,satelit, komet dan meteor,
semua bergerak mengelilingi matahari dalam garis
edar tertentu di bawah pengaruh gravitasi Matahari.
Matahari, bintang, planet, satelit, komet, dan meteor
yang berada dilangit disebut benda langit,
pengetahuan benda langit dinamakan Astronomi.
18. PEREDARAN SEMU MATAHARI
Perjalanan harian matahari yang terbit dari
Timur dan tenggelam di Barat.
Perjalanan tahunan matahari dari timur ke
Barat dalam waktu satu tahun (365.2425
hari) untuk satu kali putaran, menempuh
jarak 00° 59’ 08.33” setiap hari.
20. Rotasi bumi
Rotasi bumi adalah perputaran bumi pada
porosnya dari arah barat ke timur.
Diameter bumi = 12.796,274 km, lingkaran bumi
bisa dihitung = 3,1415 x 12.796,274 = panjang
keliling bumi = 40.073,83 km.
Satu kali rotasi bumi ditempuh sehari semalam 24
jam maka kecepatan rotasi dipermukaan
katulistiwa dihitung sbb: 40.073,83 km : 24 jam =
1.669,97 km/jam.
22. revolusi bumi
Revolusi bumi adalah peredaran bumi
mengelilingi matahari dari arah barat ketimur.
Bumi berevolusi mengelilingi matahari dengan
kecepatan sebesar 107.500 km/jam dalam satu kali
berevolusi dalam setahun.
Panjang lintasan yang ditempuh oleh bumi selama
365 hari dapat dihitung sbb: 107.500 km/jam x 365
hari x 24 jam/hari = 941.700.000 km.
24. Peredaran bulan
Bulan adalah satelit alam planet bumi yang berotasi
pada porosnya dan berevolusi mengelilingi bumi.
Rotasi bulan kira-kira 27,23 kali lebih lambat
dibandingkan dengan rotasi planet bumi.
Bumi berotasi dengan periode 23 jam 56 menit, bulan
berotasi 27,32166 hari (27 hari 07 jam 43 menit 12
detik.
26. Revolusi bulan
Bulan bergerak mengelilingi bumi, gerakan bulan
mengelilingi bumi disebut revolusi bulan.
Waktu yang diperlukan bulan untuk satu kali revolusi
adalah sebulan (29,5 hari).
Saat berevolusi luas bagian bulan yang terkena
matahari berubah-ubah, oleh karena itu bentuk bulan
dilihat dari bumi juga berubah-ubah.
28. Fase-fase bulan
Bulan baru.
Kuartal pertama.
Bulan purnama.
Kuartal ketiga.
Bulan baru adalah keadaan tanpa bulan, yaitu saat
permukaan bulan yang terkena sinar matahari
membelakangi bumi sehingga bulan tidak dapat
dilihat sama sekali.
29. Ijtima’ atau bulan baru
Ijtima’ atau bulan baru adalah peristiwa
segaris/sebidangnya pusat bulan dan pusat
matahari dari pusat bumi.
Bulan dan matahari memiliki bujur
astronomi yang sama.
Pada saat terjadi ijtima’ bulan sama sekali
tidak tampak dari permukaan bumi, sebab
seluruh bagian yang terkena sinar matahari
dalam posisi membelakangi bumi.
Pada saat ijtima’ juga disebut bulan mati.
32. Awal bulan hijriyah
Awal bulan berbeda dengan ijtima’ atau bulan baru.
Awal bulan menandai awal penanggalan (tanggal 1) bulan hijriyah.
Penanggalan syamsiah berlangsung pada jam 00.00 atau jam 24 waktu
setempat.
Penanggalan Hijriyah berlangsung saat matahari terbenam, dan awal
bulan qamariyah tergantung posisi hilal pada tanggal 29 bulan hijriyah
yang sedang berjalan.
Jika pada saat ghurub tanggal 29 bulan hijriyah posisi bulan belum
ijtima’, maka bulan yang sedang berjalan berumur 30 hari.
Jika pada saat ghurub tanggal 29 bulan hijriyah ijtima’ sudah terjadi,
posisi hilal negatif atau hilal terbenam terlebih dahulu dari pada
matahari, umur bulan 30 hari.
Jika pada saat ghurub tanggal 29 bulan hijriyah, posisi hilal positif,
maka penentuan awal bulan berdasarkan kriteria syari’ah, jika
memenuhi keesokan harinya tanggal 1, bila belum keesokannya
tanggal 30 bulan yang sedang berjalan.
33.
34. Dua problema utama
Perbedaan kriteria hisab rukyat di kalangan ormas
Islam di Indonesia yang menyebabkan sesama metode
hisab, sesama metode rukyat, dan perbedaan metode
menyebabkan kesimpulan penetapan yang berbeda.
Perbedaan pemahaman globalisasi rukyat dan konsep
garis tanggal yang menyebabkan perbedaan
penetapan akibat perbedaan keputusan Arab Saudi.
36. Peredaran bulan mengitari bumi menyebabkan bulan
tampak dalam berbagai bentuk, mulai dari sabit,
setengah lingkaran, purnama, kembali ke setengah
lingkaran, dan akhirnya sabit kembali. Ini simulasinya.
Bilangan Bulan
37. Bulan sebenarnya mengorbit bumi dengan perode 27,3 hari
(periode sideris, putaran 360 derajat), sama dengan
periode rotasi bulan (ini yang menyebabkan wajah bulan
selalu sama)
Tetapi dari sabit ke sabit berikutnya atau dari purnama ke
purnama berikutnya rata-rata 29,53 hari (periode sinodik).
Ini penjelasannya.
1 bulan 29 atau 30 hari
Untuk kalender syamsiah 366 atau 365 hari dibagi 12 bulan,
ada 28 hari (Feb), 30 hari (Apr, Jun, Sep, Nov), 31 hari (Jan,
Mar, Mei, Jul, Agu, Okt, Des)
Bilangan Bulan
38. (Hampir) Semua Agama Menggunakan Kalender
Qamariyah
Islam: penentuan Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha
serta hari besar lainnya.
Budha: Waisak saat bulan purnama.
Hindu: Nyepi saat bulan mati.
Kristen/Katolik: Paskah adalah hari Minggu setelah
purnama pada awal musim semi
Konghuchu: Imlek adalah setelah bulan mati pada
musim hujan (Januari/Februari).
Pertanyaan: Mengapa menggunakan kalender qamariyah?
39. MENGAPA IBADAH HARUS DENGAN
KALENDER QAMARIYAH?
Terdapat tanda perubahan tanggal yang jelas di alam,
cocok untuk kegiatan ritual yang berbasis tanggal
40. 1 tahun qamariyah = 12 * 29.53 hari = 354,56 hari
1 tahun syamsiah = 365,2422 hari.
Rata-rata tanggal qamariyah bergeser 11 hari lebih
cepat daripada tanggal syamsiah (365,2422 – 354,56 =
10,6822),
bisa 10 hari, bisa 11 hari.
Kisah Ash-habul Kahfi: 300 tahun syamsiah = 109.572
hari = 309 tahun qamariyah
41. Cara praktis tentukan umur bulan
Bulan bergerak ke arah timur
360o/29.53 =12.2o/hari relatif
terhadap matahari
Setiap hari bulan semakin tinggi
diufuk barat ~ 12o (kira-kira
sekepalan bila lengan dijulurkan ke
depan).
Bulan tanggal 1 (hilal) posisinya
dekat horizon, tanggal 2 kira-kira
sekepal lebih tinggi, tanggal 3 kira-
kira 2 kepal lebih tinggi, dan
seterusnya.
43. Pedoman dari Rasulullah SAW
Rasulullah SAW memberi pedoman praktis tentang
penggunaan hilal sebagai penentu waktu:
"Berpuasalah bila melihatnya dan beridul fitri-lah bila
melihatnya, bila tertutup awan sempurnakan bulan Sya’ban
30 hari" (HR Bukhari-Muslim).
"Bila tertutup awan perkirakan" (HR Muslim). Karena umur
rata-ratanya 29,53 hari, satu bulan hanya mungkin 29 atau 30
hari, jadi mudah diperkirakan atau amannya genapkan
(istikmal) saja menjadi 30 hari.
44. Sifat Ijtihadiyah
Sebenarnya, kesaksian melihat hilal (ru'yatul hilal),
keputusan hisab, dan akhirnya keputusan penetapan
awal Ramadhan dan hari raya oleh pemimpin ummat
semuanya adalah hasil ijtihad, yang hakikatnya
bersifat dzhanni. Kebenaran hasil ijtihad relatif.
Kebenaran mutlak hanya Allah yang tahu.
Tetapi orang yang berijtihad dan orang-orang yang
mengikutinya meyakini kebenaran suatu keputusan
ijtihad itu berdasarkan dalil-dalil syariah dan bukti
empirik yang diperoleh.
45. PRINSIPNYA MUDAH
“Berpuasalah bila melihat hilal, berbukalah bila melihat hilal”
MENGAPA SERING BERMASALAH?
Dikhotomi Hisab dan Rukyat
Interpretasi “hilal” untuk kriteria hisab tidak tunggal.
Kemungkinan salah lihat pada rukyat makin terbuka karena
orang ...makin tidak mengenal hilal (mudah terkecoh
dengan Venus) serta ...polusi udara dan polusi cahaya yang
mempersulit pengamatan
Penyederhanaan makna globalisasi rukyat
46. Klaim ijtihadiyah 1: Rukyat bersifat qath'i sehingga
menentukan, sedangkan hisab bersifat dzhanniy sehingga
hanya pendukung atau diabaikan.
Klaim ijtihadiyah 2: hisab bersifat qath'i sehingga
menentukan, sedangkan rukyat bersifat dzhanniy sehingga
hanya pendukung atau diabaikan.
Dikhotomi Hisab Rukyat
47. Sumber perbedaan:
interpretasi hilal
Apakah Hilal itu?
Bulan sabit pertama di ufuk barat setelah maghrib
Bulan muncul di atas ufuk (hisab wujudul hilal)
Tinggi minimum 2o, umurnya > 8 jam (MABIMS)
Tinggi minimum tergantung beda azimut bulan -
....matahari (astronomi)
48. MENGAPA MELIHAT HILAL DEMIKIAN SULIT?
Hilal berumur muda, sangat tipis dan redup.
Bentuk lengkungan paling jelas, termuda berumur 13 jam
14,5 jam
Hilal Ramadhan 1427
umur 13 jam 15 menit
Dipotret dg
teleskop &
kamera CCD
Di Jerman
52. Kasus Rukyat 1 Dzulhijjah 1422/2002
Garis Tanggal Dzulhijjah 1422 kriteria imkan rukyat, h=2, wujudul hilal
13 Februari 2002 (--- maghrib saat ijtima') 12 Februari 2002
34 lokasi pengamatan hanya 3 pengamat Cakung yang berhasil.
Kondisi cuaca mendung, di Jakarta Pusat gerimis.
Kemungkinan pengamatan terkecoh oleh Venus, kalau bukan
objek bukan hilal lainnya.
53. MENGAPA PERLU KRITERIA
IMKANUR RUKYAT (VISIBILITAS HILAL)?
Bagi ahli rukyat, untuk mengeliminasi kemungkinan salah
...lihat
Kasus 1998/1418: Berdasarkan kriteria MABIMS PBNU menolak kesaksian Cakung
……….dan Bawean yang hilalnya.terlalu rendah (tinggi bulan 54’, umur ~ 3 jam)
……….Kasus 2006/1427: Berdasarkan kriteria imkan rukyat Lajnah Falakiyah NU tidak
……….mengambil Cakung dan Madura karena hilal teralu rendah ~ 1 derajat
Bagi ahli hisab, untuk bisa menentukan masuk awal bulan
...atau belum dari hasil perhitungan posisi hilal
Kasus 1998/1418: Muhammadiyah berdasarkan kriteria wujudul hilal menetapkan
……….Idul Fitri 29 Januari 1998. Persis mengikuti kriteria MABIMS menetapkan Idul Fitri
……….30 Januari 1998.
Kasus 2006/1427: Muhammadiyah berdasarkan kriteria wujudul hilal menetapkan
……….Idul Fitri 23 Oktober 2006. Persis berdasarkan kriteria wujudl hilal di seluruh
……….Indonesia menetapkan Idul Fitri 24 Oktober 2006
54. Perbedaan karena beda kriteria
Garis Tanggal Syawal 1427 H: kriteria imkan rukyat, h=2, wujudul hilal
23 Oktober 2006 (--- maghrib saat ijtima') 22 Oktober 2006
Garis Tanggal Syawal 1428 H: kriteria imkan rukyat, h=2, wujudul hilal
12 Oktober 2007 (--- maghrib saat ijtima') 11 Oktober 2007
55. PELUANG TITIK TEMU
Penganut rukyat telah membuat pedoman:
“Kesaksian rukyatul hilal dapat ditolak bila tidak didukung
ilmu pengetahuan atau hisab yang akurat.”
Penganut hisab berpendapat
Hisab sebagai sumber pengetahuan datangnya awal
bulan sehingga dapat disebut sebagai “rukyat bil ilmi”
MAKA
Landasan ilmu pengetahuan masing-masing kriteria
terbuka untuk dikaji ulang
56. KRITERIA DIBUAT DARI
Data rukyatul hilal jangka panjang
Hisab posisi bulan yang berhasil rukyatul hilal
JADI
Kriteria imkanurrukyat (visibilitas hilal)
merupakan titik temu penganut hisab dan rukyat
tanpa harus meninggalkan prinsip masing-masing
57. Ubah Paradigma
Hisab Rukyat
Dari
Perdebatan dalil metode yang paling sahih
dan paling baik dengan upaya saling
menghargai
Menjadi
Pencarian kriteria bersama untuk metode
yang berbeda dengan upaya saling mengisi
58. Problema Globalisasi
Klaim ijtihad 1: Rukyat bersifat lokal, sehingga
Indonesia bisa saja berbeda dengan Arab Saudi
Klaim ijtihad 2: Rukyat bersifat global, sehingga
Indonesia seharusnya sama dengan negara-negara
lain.
Klaim ijtihad 3: Idul adha tergantung keputusan
wukuf di Arafah, Idul Adha sehari sesudah wukuf
59. Rawan Perbedaan
Tahun
Derajat Tinggi bulan di Bandung pada awal bulan
Ramadhan Syawal Dzulhijjah
1422/2001-2002 1,7
rawan perbedaan
6,3 2,5
rawan perbedaan
1423/2002-2003 7,7 1,2
rawan perbedaan
1,3
rawan perbedaan
1424/2003-2004 11,8 6,1 8,5
1425/2004-2005 3,4 10,3 13,8
1426/2005 10,0 3,3 4,7
1427/2006 8,8 0,9
rawan perbedaan
10,6
1428/2007 8,5 0,7
rawan perbedaan
7,4
60. Garis Tanggal Membelah Indonesia
Garis Tanggal Syawal 1427 H: kriteria imkan rukyat, h=2, wujudul hilal
23 Oktober 2006 (--- maghrib saat ijtima') 22 Oktober 2006
Ijtima’ awal Syawal 1427 pada 22 Oktober 2006 pukul 12:14 WIB. Pada saat maghrib 22
Oktober 2006 bulan telah wujud di sebagian wilayah Indonesia, tetapi tingginya kurang
dari 2 derajat dan umurnya kurang dari 8 jam. Menurut kriteria ijtima' qablal ghurub dan
wujudul hilal menggunakan prinsip "wilayatul hukmi“ (MUHAMMADIYAH),
1 Syawal 1427 jatuh pada 23 Oktober 2006.
Menurut kriteria wujudul hilal dengan prinsip seluruh Indonesia atau tinggi minimal 2
derajat (PERSIS), 1 Syawal 1427 jatuh pada 24 Oktober 2006.
Namun, kriteria imkan rukyat LAPAN dan MABIMS menyimpulkan
1 Syawal 1427 jatuh pada 24 Oktober 2006. Sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia,
bila terjadi perbedaan, ikuti keputusan Pemerintah yang telah
mempertimbangkan berbagai pendapat .
62. Garis Tanggal Syawal 1430
Pelabuhan Ratu: Tinggi bulan: 6o 24’, 7o sebelah selatan matahari
Di Indonesia: 1 Syawal 1430 = 20 September 2009
63. Garis Tanggal Dzulhijjah 1429
Pelabuhan Ratu: Tinggi bulan: 6o 21’, 5o sebelah selatan matahari
1 Dzulhijjah 1430 : 18 November 2009, Idul Adha 1430 : 27 November 2009
64. Rawan Perbedaan
Bisa Terjadi Lagi
Tahun
Derajat Tinggi bulan di Bandung pada awal bulan
Ramadhan Syawal Dzulhijjah
1429/2008 6 - 0,7 - 4
1430/2009 -1 6 6
1431/2010 3 - 2 1,7
Rawan perbedaan
1432/2011 7,5 2,0
Rawan perbedaan
7,1
1433/2012 2
Rawan Perbedaan
- 4.3 - 2.4
1434/2013 0.7
Rawan Perbedaan
4.2 3.6
1435/2014 0.8
Rawan Perbedaan
4.1 0.8
Rawan Perbedaan
65. Garis Tanggal
Syamsiah-Qamariyah
Kebanyakan ummat Islam telah terbelenggu pada
konsep hari menurut garis tanggal syamsiah
(International Date Line).
Konsep hari dalam Islam terbagi 2:
* Hari terkait ibadah yang berbasis matahari (shalat
Jumat) dapat mengikuti garis tanggal syamsiah (IDL).
* Hari terkait ibadah yang berbasis bulan (awal
Ramadhan, hari raya, dll) seharusnya mengukti garis
tanggal qamariyah.
67. Menuju Titik Temu
Kriteria Bersama
Rekomendasi Fatwa MUI Nomor
2/2004
Rekomendasi
Agar Majelis Ulama Indonesia
mengusahakan adanya kriteria
penentuan awal. Ramadhan, Syawal,
dan Dzulhijah untuk dijadikan
pedoman oleh Menteri Agama
dengan membahasnya bersama
ormas-ormas Islam dan para ahli
terkait.
68. AGENDA MENCARI TITIK TEMU
Fatwa MUI + Rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia
Ormas Islam pelaksana hisab maupun rukyat harus terbuka
....untuk mengkaji ulang kriterianya demi kemaslahatan
....ummat
Masing-masing ormas Islam maju selangkah memikirkan
....kriteria baru yang disepakati bersama
Kesepakatan bersama tingkat nasional ditindaklanjuti ...dengan
sosialisasi di Ormas Islam sampai tingkat bawah ...untuk bisa
disepakati dalam muktamar Ormas
Perbedaan karena masalah non-kriteria (e.g. penyamaan Idul
...Adha dengan Arab Saudi) diselesaikan secara bertahap dengan
prinsip menjaga ukhuwah
69. Upaya Percepatan
Menteri Agama memfasilitasi pertemuan antara
BHR, MUI, dan Ormas Islam.
Ormas Islam terus mengkajiulang pendapat
organisasi untuk menuju titik temu dengan ormas
Islam lainnya.
Upayakan samakan persepsi pentingnya
mendapatkan kriteria bersama
Upayakan samakan persepsi menjaga ukhuwah
dengan pendekatan konsep garis tanggal dan
ukhuwah.
70. Titik Terang Menuju Penyatuan
Wapres JK mempertemukan Ketua PBNU dan PP
Muhammadiyah 24 Sep 2007/ 5 Ramadhan 1428. Mereka
bersepakat untuk menyamakan persepsi dan ditindaklanjuti
dg pertemuan teknis.
Pertemuan di kantor PBNU Jakarta, 2 Okt 2007
Pertemuan di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, 6
Desember 2007
Pertemuan Lajnah Falakiyah PBNU, Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah, Dewan Hisab PP Persis bersama KPPI
Salman ITB dan Depag RI, Agustus 2008 (menuju
kesefahamanan perlunya kriteria bersama)
Pertemuan KPPI, Dewan Syariah PKS, HTI, dan Depag,
Desember 2008 (menuju kesefahaman menyikapi perbedaan
dengan Arab Saudi)
Pertemuan KPPI-PP Persis 30 April 2009
Pertemuan KPPI-LF PB NU 16 Mei 2009