SlideShare a Scribd company logo
HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
MUHAMMAD SOOD
RONVOI, KWALIFIKASI,
PENYELUDUPAN HUKUM
PRINSIP (KWN & DOMISILI)
KETERTIBAN UMUM & PILIHAN HUKUM
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
PENGERTIAN HPI,
HUBUNGAN ANTARA HPI DAN HATAH
ARBITRASE INTERNASIONAL
FOREIGN SOVEREIGN IMMUNITY
SILABUS H P I
(HUKUM PERDATA INTERNASIONAL /
INTERNATIONAL PRIVATE LAW)
HUBUNGAN HPI & HATAH
HATAH
• HUKUM ANTAR WAKTU
• HUKUM ANTAR TEMPAT (SEC. NASIONAL)
• HUKUM ANTAR GOLONGAN (SEC.
NASIONAL)
• HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
PENGERTIAN HPI:
• Menurut Ray August International Private law, is the division of
international law that deals primarily with the rights and duties of
individuals and non-government Institutions in their international
affairs” *.
* Ray August, International Business Law, Tax Cases and Readings, (Upper Saddle
River, New Jersey 07458: Pearson Education, Prentice Hall, 2004), page 1
• HPI sebenarnya bukan hukum antar negara, melainkan norma hukum
yang ada unsur internasionalnya (pengaruh hukum asing).
Pemberlakuan Hukum Perdata Asing dilakukan oleh hakim nasional
(Lex Fory)
• Dikatakan internasional karena:
1. Perbedaan tempat objeknya
2. Perbedaan warga negara
3. Prinsip Status personal (Nationalities / Domicile)
3. Perbedaan Sistem Hukum
4. Perbedaan Bendera Kapal
PENGERTIAN H P I
TITIK TAUT / PERTALIAN
Titik Pertalian Primer (Titik Taut Pembeda)
1. Perbedaan Kewarganegaraan
2. Perbedaan Bendera kapal
3. Domisili/tempat kediaman
4. Letak benda / objek (situs)
Titik Pertalian Sekunder (Titik Taut Penentu)
1. Pilihan hukum
2. Tempat dilaksakan perjajian/perb hukum
3. Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum
4. Perbedaan Prinsip kewarganegaraan
5. Harta benda dalam perkawinan
6. Syarat Perkawinan
7. Pewarisan
Subjek dan Objek HPI
 Subjek HPI (Para Pihak)
• Institusi Pemerintah (Nasional dan Internasional
• Organisasi Non Pemerintah (badan
Usaha),LSM, yayasan)
• Individu (persoon)
 Objek HPI (Obyek Transaksi)
• Barang (Benda Bergerak dan Benda Tetap)
• Jasa (Keuangan, Tenaga kerja, Akomodasi,
Transportasi)
Kegiatan terkait dengan HPI:
• Perdagangan, Investasi, Join Veture,
• Penyertaan Modal Asing,
• Francise (waralaba), HKI (Trip’s)
 Hubungan Hukum Para Pihak --- Perb. Hukum
• Hub Keluaga (Perkawinan, Warisan)
• Hub Bisnis (kontrak dagang, Investasi, Teknical
Assistance, Frachise, IPR/HKI, dll)
• Hub Kerjasama (ekonomi, politik, hukum,
keamanan, Perbatasan negara dll)
 Hak dan Kewajiban Para pihak
• Kewajiban memenuhi Prestasi (pembayaran)
• Hak atas presestasi (barang atau Jasa)
 Tanggung Jawab Pera Pihak ------ Jaminan /
Garansi, Asuransi
NEGARA A NEGARA B
PERBEDAAN SISTEM HUKUM
• CONTINENTAL STATES
• CIVIL LAW SYSTEM
• NASIONALITIES PRINCIPLE
• ANGLO SAXON STATES
• COMMON LAW SYSTEM
• DOMICILE PRINCIPLE
• Kewarganegaraan
• Bendera kapal
• Tempat/Domisili
• Objek/Benda
– PRINSIP NASIONALITAS / KWN : Prinsip HPI yang
menitik beratkan pada kewarganegaraan seseorang.
Artinya hukum personal yang berlaku pd seseorang
adalah hukum nasionalnya, jadi setiap WN tetap takluk
pd hukum nasional negaranya dimanapun ia berada.
– PRINSIP DOMISILI : Prinsip HPI yg menitik beratkan pd
tempat domisili, artinya hukum yang berlaku pd
seseoramg adalah hukum negara secara toritorial
tempat ia berdomisili. Jadi setiap pendatang atau
imigran yang masuk atau tinggal di suatu negara,
maka ia harus tunduk pd hukum negara tempat
domisilinya.
PRINSIP STATUS PERSONAL
(NASIONALITAS & DOMISILI)
NEGARA YANG MENGANUT PRINSIP
NASIONALITAS: NEGARA KONTINENTAL
Perancis, Italia, Belgia, Luxemburg, Monaco,
Belanda, Belgia, Rumania, Bulgaria, Polandia,
Portugal, Spanyol, Swedia, Turky, China,
Indonesia, Costa Rica, Cuba, Dominica, Haiti,
Honduras, Mexico, Panama, Venezuela,
Columbia dan Ecuador, dan Negara-negara
France Union
– Berlaku Sistem Hukum Civil Law (Code Civil)
dalam berbagai perjanjian di bidang HPI
(Contralk Bisnis Internasional)
NEGARA-NEGARA YANG MENGANUT
P. DOMISILI : NEGARA ANGLO SAXON
– Inggris, Jerman, Scotlandia, Afrika Selatan,
Denmark, Norwegia, Icelandia, USA,
Argentina, Brazil, Guatemala, Nicaragua,
Paraguay, Peru, Montevideo, Uruguay, dan
Negara-negara common Wealth
– Berlaku Sistem Hukum Common Law dalam
berbagai perjanjian di bidang HPI (Contrak
Bisnis Internasional)
Alasan Neg-Neg yg Pro Prinsip Nasionalitas
1. Prinsip ini cocok utk perasaan hukum seseorang krn
hk nasional sesuai dgn kepribadian dan kebutuhan
WN sendiri serta memp hub psycologis.
Menurut pihak yg tdk menyetujui: hal ini tdk
selamanya benar, Contoh para imigran selalu
beradaptasi dgn kebiasaan dan hukum negara
setempat (proses receptie hukum)
2. Lebih permanen dari hukum domisili, Prinsip
Nasionalitas lebih tetap, tidak mudah berubah dan
status personal hubungan keluarga stabil.
3. Prinsip Nasionalitas membawa kepastian hukum,
krn pengertian kwn lebih mudah diketahui dp
domisili, dan makna domisili tdk sama utk setiap
negara.
Alasan Neg-Neg yang Pro Domisili
1. Hk domisili: hukum dimana ybs sesungguhnya
hidup, mrk dpt menyesuaikan diri dgn kebiasaan,
bahasa, pandangan sosial, pola kehidupan dr
negara tempat domsili, shg mrk memperoleh
kepastan dlm melakukan hub hukum, dan lebih
terpelihara dlm kepastian dan tata tertib keamanan.
2. P. Domisili sering membantu P. Nas, krn P. Nas
sering tdk dpt dilaksanakan dgn baik. Misal; terdapat
perbedaan kwn ant suami isteri, dan para pihak
sering mendpt status kwn melalui P Domisili.
3. H. Domisili sama dgn hukum sang hakim. Misal:
kalau ada sengketa maka hakim lebih mudah
menyelesaikan sengketa para pihak krn hakim lebih
mengenal hukum nasionalnya (lex fory)
4. P. Domisili utk negara pluralisme hukum, spt:
Uni Soviet, USA, Indonesia, sebab masing-
masing negara bagian atau daerah memp
hukum yang berbeda.
5. P, Domisili menolong org yg berkwn lebih
dari satu kwn utk memperoleh WN tempat
ybs berdomisili.
6. Untuk kepentingan adaptasi dan assimilasi
dr para imigran shg diterima menjadi wn
tenpat mrk berdomisili.
Pendapat Prof. Dr. Sudargo Gautama
• Untuk Indonesia sebaiknya berlaku prinsip Domisili,
alasannya karena:
1. P. Domisili memperkecil berlaku hk asing shg hk
nasional lebih banyak digunakan.
2. Dpt menggunakan asas hk dlm BW (KUH perdata)
dlm memutuskan parkara bagi WNI atau asing.
3. Dlm praktik hk sejalan dg administrasi hk prinsip
domisili dianggap menentukan hk yg berlaku tanpa
menghiraukan status WN atau asing.
4. Indo masih belum mempunyai bahan
bacaan utk mengetahui sec baik ttg hk
asing sbg bahan masukan dlm menyele-
saikan masalah HPI bagi org asing
5. Indo masih terdpt pluralisme hukum.
6. Indo sejak dahulu mrp negara imigran dari
berbagai bangsa
7. Indonesia terletak dalam lingkungan negara
tetangga kelompok negara Common wealth
dgn Sist hk Common law
• Prinsip yang berlaku bagi Indonesia
adalah: Prinsip Nasionalitas.
Hal ini berdasarkan Pasal 16 AB: yg
menyatakan bahwa “prinsip Nasionalitas
merupakan asas HPI untuk menentukan status
personil seseorang, bukan Prinsip Domisili”.
• Renvoi terjadi karena adanya perbedaan sistem
hukum (HPI). Pada dasarnya masalah
penunjukan timbul karena adanya pelbagai sist
hk di dunia yg masing-masing memiliki sist HPI
sendiri ant negara-negara yang mengacu pada
Prinsip Nasionalitas dan Prinsip Domisili
• Suatu kaidah HPI dibuat utk menunjuk kearah
suatu sist hukum tertentu sebagi sist hk yg hrs
diberlakukan dlm penyelesaian suatu masalah
HPI
RENVOI (PENUNJUKAN KEMBALI)
Ada 2 arti Penunjukan yaitu:
1. Penunjukan ke arah kaidah hukum intern
(SACHNORMEN) dari suatu sist hukum tertentu.
Penunjukan ini disebut “Sachnormverweisung”
(penunjukan kearah Hk Intern/Lex fory (Remission)
2. Penunjukan yg diarahkan ke seluruh sistem hukum
asing (kaidah HPI dr sist Hukum asing), disebut
“Gesamtverweisung” (penunjukan lebih jauh ke arah
sistem Hk Asing (Transmission).
 Apabila renvoi diterima maka berlaku kaidah lex fory
(No. 1)
 Apabila ditolak maka akan ada penunjukan lebih jauh
ke arah hukum asing (No. 2).
1.Penunjukan Kembali (RENVOI)
X Y
2. Penunjukan Lebih Jauh
X Y Z
X Y Z
• Ada 2 pandangan mengapa penunjukan
ke arah kaidah HPI dari suatu Sist Hk
Asing
1. Agar perkara dapat diputuskan sesuai
dengan cara yang dilakukan oleh
pengadilan dimana perkara itu
seharusnya diadili.
2. Agar dapat terciptanya keseragaman
dalam penyelesaian perkara HPI,
meskipun orang menghadapi doktrin HPI
yang berbeda-beda di setiap negara.
CONTOH KASUS : (The Forgo Case)
1. Forgo adalah WN Bavaria (Jerman).
2. Ia berdomisili di Prancis sejak usia 5
tahun tanpa memperoleh WN.
3. Ia sebenarnya anak luar kawin.
4. Ia meninggal dunia di Prancis sec ab
intentais.
5. Ia meninggalkan harta berupa barang
bergerak
6. Perkara pembagian harta Forgo diajukan
di Pengadilan Prancis.
• Permasalahan: Berdasarkan hukum
manakah pengaturan pembagian warisan
Forgo (Prancis atau Bavaria) ?
• Kaidah HPI : Lex Fory Prancis
menyatakan: persoalan warisan benda
bergerak harus diatur berdasarkan kaidah
hukum tempat pewaris menjadi WN (P.
Nasionalitas)
• Sementara kaidah HPI Bavaria
menyatakan bahwa persoalan warisan
diatur berdasarkan tempat pewaris
berdomisili (P. Domisili)
Proses Penyelesaian Perkara:
1. Tahap pertama Hakim Prancis melakukan penunjukan ke arah
Hk Bavaria sesuai dgn kaidah HPI Prancis.
2. Sedangkan Hakim Bavaria menunjukka kembali ke arah arah
Hk intern Prancis
3. Atas penunjukan tsb, Hakim Prancis (lex fori) menerima
“Renvoi.
4. Berdasarkan anggapan diatas, Hakim Prancis memberlakukan
kaidah hukum waris Prancis (Civil Law) untuk memutuskan
perkara tsb.
• Menurut Hk Perdata Bavaria, saudara kadung dari anak luar
kawin berhak utuk menerima harta warisan dari anak luar
kawin tsb.
• Menurut Hk. Pancis: Harta peninggalan seorang anak luar
kawi jatuh kepada negera.
• Karena hakim Prancis menerima renvoi, maka harta Forgo
akhirnya jatuh kepada negara (Pemerintah Prancis)
KONTRA DAN PRO THD RENVOI
Alasan pihak yang Kontra (anti Renvoi)
1. R. tidak logis (illogical) krn seperti bermain bola
pimpong (international ping pong) yang tidak ada
penyelesaiannya.
2. R. mrp penyerahan kedaulatan legislative krn:
seolah kita menyerahkan kaidah hukum kita untuk
kaidah hukum asing, membiarkan HPI asing
mengganti HPI kita dan Hakim sendiri dikorbankan
thd berlakunya HPI asing.
3. R. membawa ketidakpastian hukum shg
penyelesaian menjadi samar-samar dan tidak stabil
jika tidak menggunakan hukum sendiri (hukum
hakim/lex fori)
Alasan Pihak yang Pro (sependapat) Renvoi
1. R. memberikan keuntungan praktis krn hakim dpt
menggunakan hukum intern (lex fori) dalam menyelesaikan
masalah HPI
2. R. menghndari “plus royaliste que le roi” sifat lebih raja dari
raja sendiri (egoistic), artinya tidak sudi menerima norma
hukum asing yang ditawarkan dan tidak bersifat terbuka.
3. R. tidak akan menghasilkan keputusan berbeda-berbeda
dalam penyelesaian masalah HPI meskipun para pihak
berasal dari negara yg berbeda.
4. R. membawa harmonisasi keputusan HPI untuk mengatasi
pertentangan pendapat ant neg-neg yg berbeda sist hukum.
Shg tujuan HPI utk tercapainya harmonisasi keputusan
terlaksana dgn baik.
Pendapat Prof. Dr. S. Gautama
tentang Pro dan Kontra Renvoi
• Masing-masing alasan dapat dipertang-
gungjawabkan
• Beliau mengikuti pendapat Lemaire dalam
menyelesaikan kasus HPI di Indonesia
“Renvoi jangan dilihat dari segi logis atau
tidak logis tetapi dilihat dari segi positif oleh
karena itu perlu ada pelembutan hukum (legal
flexibility) dengan menerima renvoi dalam
penyelesaian HPI”
Indonesia menerima Renvoi
dlm Praktik Administratif
SE Jaksa Agung 1922 :Menerima Renvoi
• Seorg WNA yg blm berumur 30 th belum boleh
menikah tanpa persetujuan wali.
• Psl 16 AB: Indo menganut prinsip Nasionalitas
• WNA tsb adalah WN Inggris (Prinsip Domisili)
• Krn salah satunya tinggal di Indo, maka Pem Indo
memberikan dispensasi berdasarkan pasal 42
(Pasal 48 BW)
• Perkawinan antar WNA tsb dilaksanakan di Kantor
Catatan Sipil.
• Kualifikasi adalah penyalinan fakta hukum (qualification of
fact) yang mana Negara/Pemerintah memberikan kepercayaan
kepada hakim untuk menggunakan norma hukum dari negara
tsb guna menyelesaikan permasa-lahan HPI yang terjadi antara
para pihak. Perbuatan ini mirip dgn pemberian kuasa kepada
advokat /penerima kuasa untuk mewakili klien / pemberi kuasa
di pengadilan atau melakukan perbuatan hukum lainnya.
• Pemberian kuasa: adalah suatu perbuatan yang mana
seseorang memberikan kuasa kepada org lain (penerima
kuasa) utk melakukan perwakilan khusus untuk kepentingan
pemberi kuasa (1792 BW), mis:
- penanda tangannan suatu kontrak
- penanganan perkara di pengadilan
KUALIFIKASI / KWALIFIKASI
(QUALIFIKASI, QUALIFICATION)
• Dalam kontrak internasional, Kwalifikasi berkaitan dgn Locus
Contractus (tempat kontrak dilaksanakan), mengacu pada prinsip
Lex Loci Contraktus = tempat kontrak dilakasanakan.
• Ada perbedaan kwalifikasi dlm sistem HPI ant neg Eropa kontinental
dan Eropa Anglo Saxon.
A (X) B (Y)
Offer
Continental
Civil Law
Nationality
Anglo Saxon
Common Law
Domicile
TEMPAT KONTRAK
Penentuan Locus Delicti (Tempat Perbuatan Melanggar hukum)
A (X) B (Y)
: Perbuatan Hukun : Akibat Hukum
Tempat Perb Melawan Hk
Declaration Theory Mail box Theory
MACAM-MACAM KWALIFIKASI
1. Kwalifikasi Lex fory (Hukum Hakim) yang
memberlakukan hukum nasional, hal ini cocok
jika negara tsb menerapkan prinsip domisili
berdasarkan tempat kontrak (Lex Contractus)
dan tempat perjanjian perkawinan.
Alasan:
a. Mempermudah penyelesaian perkara.
b. Lex Fori, sudah jelas hukumnya
2. Kwalifikasi menurut Lex Causae (pilihan HPI para
pihak).
3. Kwalifikasi sec Otonom: berdasarkan perban-
dingan hukum yg terlepas dari salah satu sistem
hukum tertentu.
Pengecualian dari Kwalifikasi Lex Fori
1. Sama-sama Prinsip Nasonalitas
2. Status Benda (bergerak dan Tdk bgrk)
3. Kontrak menurut maksud para pihak
4. Perbuaan melanggar hukum
5. Persetujuan antar negara : kaidah HPI
6. Ketentuan Mahkamah internasional
Perbedaan Kwalifikasi Primer dan Sekunder
1. Kwalifikasi Primer: menentukan hukum yg
digunakan yang cedenderung mengguna-kan
Kualifikasi Lex Fori (Hk materiil) sang hakim)
krn: Asas domisili, tempat kontrak, pewarisan,
perkawinan)
2. Kwalifikasi Sekunder: Jika sudah diketahui
tentang aturan hk asing mana yg diguna-kan,
maka dpt digunakan hukum asing yg
dimaksud, krn Asas Nasionalitas
Ketertiban Umum (KU) = Public Order
Suatu kondisi yang mana setiap warga negara, masyarakat,
bangsa, negara, menghendaki suatu keadaan yang stabil,
aman, tertib damai dan harmonis.
HPI asing diberlakukan sebatas tidak melanggar KU dan
sendi-sendi asasi hukum nasional. Jika terjadi pelanggaran
KU, maka hukum nasional si hakim (Lex Fori) dapat
digunakan sebatas sbg “rem darurat”, dan sebaliknya hukum
asing dapat dikesampingkan.
H. Nas sebagai “rem darurat” artinya bahwa hukum nasional
digunakan seperlunya apabila hukum asing yang hendak di
berlakukan melanggar ketertiban umum, atau melanggar
sendi-sendi asasi hukm nasional. Penggunaan hukum
nasional yang terlalu dominan akan bertentangan dgn prinsip
HPI.
KETERTIBAN UMUM
• Ketertiban Umum sangat terkait dengan faktor-faktor:
 tempat dan waktu
 pertimbangan politik negara,
 asas/prinsip status personal (nasionalitas, domisili)
• Contoh Pelanggaran Ketertiban Umum:
 transaksi dilarang oleh peraturan
 kasus perbudakan
 kematian perdata
 larangan perkawinan zaman Nazi (1931) antar org dari
ras Aria dgn ras bukan Aria
 nasionalisasi tanpa ganti rugi
 kasus ekspor tembakau indo ke Breman (Jerman)
 perkawinan (Prancis + Mesir): umum/poligami
 alasan perceraian (persetujuan)
• Terlalu banyak menggunakan hk nasional : masalah HPI
 dipandang chauvinisme / nasionalisme
* KU berubah menurut situasi dan kondisi.
 Faktor waktu : di Prancis tdk boleh bercerai 1884 setelah
itu boleh.
 Faktor tempat: Hak Milik pribadi (hak mutlak)
 Di Indo, H M : fungsi sos (Psl 33 UUD 45, Psl 6 UUPA)
* Yurisprudensi :
 Kasus nasionalisasi perush: apakah melanggar K. U.
 Nasionalisasi minyak di Mexico (perush. BId)
* Perumusan KU dalam Ketentuan HPI
 UU HPI Jepang ~ dari HPI Jerman (EGBGB)
dapat dijadikan acuan HPI Indo (BPHN)
* Psl 30: H.Asing tdk digunakan (dikesampingkan) jika
bertentangan dg KU, UU dan kesusilaan
KU. NASIONAL
KU
INTERNASIONAL
- Terlalu banyak menggunakan Hk Nasional akan
menimbulkan sifat chaivinism dan Nasionalism
- Gunakan Hk Nasional seperlunya saja, apabila Hk
asing bertentangan dgn KU dan UU nasional
Istilah : Penyuludupan Hukum
- Wetsontduiking (Belanda)
- Fraudulent creation of point of contracts (Inggris)
- Fraude a la loi (Prancis).
• Penyeludupan Hukum adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang dengan cara mengingkari
hukum nasionalnya atau menggunakan hukum negara lain untuk
melegalkan perbuatan hukumnya.
Hub dgn Ketertiban Umum
• keduanya: bertujuan agar hukum nasional dpt digunakan dan
mengenyampingkan hukum asing : krn mrp Penyeludupan
hukum.
• Perbedaan: KU, Hk Nas dianggap tetap berlaku
PH, Hk Nas berlaku utk peristiwa tertentu saja
PENYULUDUPAN HUKUM
Kasus Pernikahan di Gretna Green
1. Desa Gretna Green (Scotland) yg dekat dgn England,
2. tempat org dari Inggris menikah tanpa persetujuan org tua.
3. Pernikahan tsb disahkan berdasarkan hukum Gretna Green
Kasus Perkawinan di Penang (Malaysia), jajahan Inggris
1. Wanita yang baru cerai belum boleh menikah sebelum lewat 300
hari (Psl 34 BW)
2. Agar bisa menikah mereka pergi ke Penang untuk melegalkan
pernikahannya menurut hukum Inggris.
Kasus Perkwinan di Singapura atau Australia
1. Dua org WNI berbeda agama tdk boleh menikah di Indo krn
bertentangan dgn UU Perkawinan
2. Menurut UU. No 1 Thn 1974 bahwa sahnya perkawinan apabila
dilakukan dalam agama yang sama
3. Agar dpt menikah mereka pergi ke Sungapura atau Australiah
untuk melegalkan perkawinan mereka
Ketiga Kasus perkawinan di atas melanggar Ketertiban Umum
karena melangar hukum positif (Hukum Nasional) yang berlaku di
suatu negara
KASUS PENYULUDUPAN HUKUM
Kasus Perkawinan utk memperoleh KWN Indonesia
1. Seorn Wanita WNA yang tinggal dan bekerja tanpa izin di
Indo
2. Utk menghindari deportasi dari Pem Indo dan agar dapat
tetap bekerja di Indo, ia menikah dgn pria WNI.
3. Sesuai dgn Psl 7 dan 8 UU Kewarga-negaraan No. 62
Tahun 1958 bahwa wanita WNA yang kawin dgn Pria WNI
dpt menjadi WNI mengikuti kwn suaminya, asalkan
perkawina tsb bukan bersifat pura-pura.
4. Wanita tsb juga dapat bekerja di Indonesia berdasarkan izin
dari Menteri Tenaga Kerjaan berdasarkan UU No. 3 Tahun
1958.
UU KWN No.62/1958 diperbaharui dgn UU KWN No. 12
Tahun 2006
Kasus Naturalisasi
1. Seorg Putri Bauffremont WN Belgia menjadi WN Perancis
krn perkawinan dgn WN Perancis
2. Ia menuntut perceraian, ttp menurut Hk Perancis hal itu
tidak dimungkinkan. Ia hanya diperbolehkan berpisah meja
dan ranjang.
3. Kmd si putri mengadakan naturalisasi di Saxen Altenburg
menjadi WN Jerman. Sbg WN Jerman ia minta perceraian di
Jerman. Hukum Jeman mengabulkan perceraiannya.
4. Ia menikah kembali dgn Prins Bilbisco sorg WN Rumania.
5. Suami pertama menggugat di PN Perancis. Hakim Perancis
memutuskan bhw perkawinan pertama masih sah
6. Sebaliknya menurut Hakim Belgia, perceraian di Jerman
sah. Demikian pula dgn perkawinan keduanya juga sah.
Sementara hakim Pranc mengannggap percerain itu tdk sah
krn naturalisasi tsb tdk sungguh sungguh/berpura-pura.
PH : Choice of Law (Intention of the parties),
Partij Authonomie, Loi d’ Autonomie
PH memberikan kebebasan pada para pihak
utk menentukan hukum (dlm pelaksanaan
perjanjian/ kontrak dan penyelesaian
konflik).
PH. tdk boleh melanggar ketertiban umum
dan tdk boleh mengarah pada penyeludupan
hukum.
PILIHAN HUKUM
• Dalam menyelesaikan masalah HPI/ Kontrak
Bisnis Intern Hakim harus menghormati Pilihan
Hukum, artinya hukum yang digunakan dalam
transaksi bisnis Internasional / penyelesaian
konflik adalah hukum yang dipilih oleh para
pihak.
Macam-Macam Pilihan Hukum.
1. PH. Sec.tegas: Klausula dalam kontrak jelas.
2. PH. Sec. diam-diam: dilihat pd domisili dan
sikap para pihak
3. PH. yang dianggap : penundundukan hukum
sukarela,
4. PH. Sec. Hypothetic: menyerahkan pada
Pilihan Hakim
Pro dan Kontra Pilihan Hukum
Alasan pihak yang Pro Pilihan Hukum
1. Alasan filsafah : utk menentukan jalannya
hukum shg dapat mengurangi penggunaan “rem
darurat”
2. Alasan praktis : Hukum mana yang dianggap
paling berguna.
3. Alasan Kepastian hukum: utk memastikan
hukum mana yang berlaku
4. Alasan Kebutuhan Internasional : Kelancaran
kontrak Inter.
Alasan Kontra Pilihan Hukum
1. PH merupakan lingkaran vitourous,
artinya pilihan para pihak masih
diragukan.
2. PH bersifat memaksa thd hukum intern
dari suatu negara.
3. PH adalah perbutan a-sosial : PH berada
di luar dan di atas peraturan-peraturan
hukum yang berlaku di suatu negara.
TEORI-TEORI HPI UNTUK MENENTUKAN HUKUM YG
BERLAKU JIKA PARA PIHAK TDK MENENTUKAN P H
1. Lex Loci Contractus: (Hk tempat
kontrak dilaksanakan)
Teori ini digunakan jika para pihak tidak
bertemu/tdk berada di tempat yang sama
(Contract between absent persons):
a. Post Box/Mail Box Theory
b. Arrival Theory / Declaration Theory
a. Post Box / Mail Box Theory / Theory of
Expedition:
Tempat Kontrak dilakukan di negara tempat
seseorang penerima penawaran (offerte)
memasukkan surat penerimaan ke kotak pos
pengiriman surat (mail box).
A (X) B (Y)
Penawaran
Civil Law
Continental System
Common Law
Anglo Saxon System
Tempat Kontrak Ditandatangani
b. Arrival Theory / Declaration Theory
Tempat Kontrak adalah tempat penawaran
kontrak krn Surat penerimaan penawaran
diterima oleh pihak yang melakukan
penawaran (offerte)
Civil Law
Continental System
A (X) B (Y)
Penawaran
Common Law
Anglo Saxon System
Tempat Kontrak Ditandatangani
2. Teori Lex Loci Solutionis
• Teori yang menitikberatkan pada
tempat perjanjian/ kontrak
dilaksanakan, bukan tempat kontrak
ditanda-tangani, misalnya:
Tempat penyerahan barang atau jasa
diberikan atau tempat pelaksanaan
proyek.
• Permasalahan : Jika pelaksanaan
kontrak dilakukan di beberapa tempat,
hal ini berkaitan dengan hak dan
kewajiban para pihak.
3.Teori” The Proper Law of The
Contract:
Teori ini menekankankan pada titik
taut yang paling berat/penentu untuk
kontrak-kontrak internasional sbg
tempat kontrak dilakasanakan.
4. The Most Characteristic Connection Theory
• Teori ini melihat pada titik taut yang
paling karakterik, artinya pihak mana yang
paling banyak melakukan prestasi dalam
kontrak, maka hukum negara dari pihak yg
bersangkutan sebagai tempat kontrak
dilaksanakan.
• Misalmya antara:
Penjual ---------------------- Pembeli
Pemborong----------------- Order
Foreign Investor ----------Host Country
Bank -------------------------Debitor
• Menurut Prof. Soedargo Gautama:
The Most Characteristic Connection
Theory adalah teori yang terbaik dan
paling cocok diterapkan dalam kontrak
karena dapat membawa kepastian
hukum bagi para pihak.
KONTRAK BISNIS
INTERNASIONAL
MUHAMMAD SOOD
KONTRAK BISNIS
INTERNASIONAL
ISTRUMEN HUKUM
BIDANG EKONOMI
kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa,
lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas
kekayaan intelektual; atau kegiatan-kegiatan bisnis
lainnya yang terkait, seperti perbankan, asuransi,
perpajakan dan sebagainya.
BISNIS
(WIRA USAHA)
KEGIATAN DI
BID EKONOMI
• Kontrak Bisnis Internasional adalah:
Kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak
untuk melakukan kegiatan bisnis (komersial),
antar perorangan atau badan usaha yang
berada pada negara berbeda, seperti: kegiatan
ekspor-impor (jual-beli barang), perdagaangaan
jasa, investasi, franchise (waralaba) Hak atas
Intelektual, dan kegiatan bisnis lainnya*
• *Karla C. Shippey, J.D, Kontrak Bisnis Internasional, Penerbit
2004
PENGERTIAN KONTRAK BISNIS
Aspek
Tahap
Persiapan
Tahap
Pelaksanaan
Tahap
Penegakan
Budaya
- Budaya Hukum
- Peranan lawyer
- Pola Negosiasi
- Lawyer Proaktif
- Aspek Tradisi..
- Faktor Bahasa
Menghadapi Konflik
- Litigasi
- Non Litigasi
Hukum - Pilihan Hukum
- Persyaratan hk
Mematuhi isi
perundingan utk
mengubah kontrak
atau HK
Independensi
Pengadilan di
masing negara
Praktik
Strategi ber-
negosiasi draf
peraturan
Kontrol mutu
Sertifikasi (jika ada)
Efesiensi, dan
efektifitas
(Prosedur dan
waktu)
TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL
KLAUSUL DALAM KONTRA BISNIS INTERNASIONAL
1. Subjek Hukum:
– Pemerintah / Negara (Subjek Hukum Privat)
– Badan Hukum : Perusahaan (BUMN, BUMS).
– Individu/Perorangan
2. Objek Hukum : barang, jasa, modal
3. Kapan dan dimana : -waktu, -tempat
4. Pilihan Hukum :
• Hukum para pihak (Lex causae)
• Hukum hakim (Lex fory)
• Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori HPI)
5. Draft Kontrak: - Bahasa yang digunakan.
• Salah satu pihak menyiapkan draft
• Tukar-menukar draft
• Jenis-Jenis Kontrak Internasional:
– Perdagangan barang (ekspor-Impor)
– Perdagangan Jasa (TS)
– Investment (TRIMs)
– Keagenan dan distribusi (TS)
– Franchise /waralaba (TRIPs)
– Hak atas Kekayaan Intelektual
– Technical Assistance (TS)
– Joint venture (TRIMs)
 Selain mengacu pada prinsip-prinsip HPI, juga
tunduk pada prinsip-prinsip GATT-WTO5
• Kontrak Bisnis Internasional menganut sistem terbuka yang
melahirkan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of
contract) yang membuka kesempatan kepada para pihak
yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut
ini.
1. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak
menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana
yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.
2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak
menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan
atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di
antara para pihak dalam kontrak tersebut.
3. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini
masing-masing pihak melakukan penunjukan di
manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.
 Menurut Hukum Civil Law (BW) Pasal 1320.
1. Kesepakatan (Toesteming) : Para pihak sepakat mengenai
objek dan harga objek yang diperjanjikan
2. Kecakapan bertindak: para pihak dalam keadaan sehat rohani
(tidak dibawah pengampuan) dan cukup umur (dewasa) untuk
melaksanakan perjanjian
3. Objek tertentu : barang/jasa yang diperjanjikan dibolehkan oleh
UU, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.
4. Kausa / Sebab yang halal: dalam kotrak bisnis tidak
mengandung unsur penipuan, hilaf dan paksaan.
 Syarat 1 dan 2 (Syarat Subyektif): apabila dilanggar maka
kontrak tersebut dapat dibatalkan.
 Syarat 2 dan 3 (Syarat Objektif) : apabila dilanggar maka
kontrak tersebut batal demi hukum.
SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK BISNIS
 Menurut Hukum Commom Law (Inggris, AS)
1. Offer and Acceptance (penawaran dan penerimaan)
• Offer : penawaran yang dilakukan oleh pihak penawar untuk
mengadakan kontrak bisnis Internasional. Penawaran pada
prinsipnya terbuka sepanjang belum berakhir waktu atau belum
dicabut.
• Aceptance: Kesepakatan dari pihak penerima utk menerima
persyaratan yang diajukan oleh pihak penawar. Penerimaan tsb
dapat bersifat absolut (tanpa syarat) atau relatif (dengan syarat).
2. Meeting of mind (Persesuaian kehendak)
• Perersesuaian kehendak antara para pihak ttg obyek kontrak, isi
kontrak kontrak, kapan dan dimana kontrak dilaksanakan.
• Kontrak harus dilakukan secara jujur, tidak boleh ada unsur-unsur
penipuan (fraud), kesalahan (mistake), paksaan (duress), dan
penyalahgunaan keadaan (undo influence). Pelanggaran terhadap
unsur-unsur tsb mengakibatkan kontrak menjadi tidak sah dan batal
demi hukum (Jesse S Rafhael, 1962:15).
3. Consideration (Konsiderasi) = Prestasi dan kontra
prestasi. Konsiderasi dimaksudkan agar kontrak
mempunyai kekuatan mengikat, Artinya sdh menimbulkan
hak dan Kewajiban
4. Competent Parties and Legal Subject Matter.
– Competent parties : Kemampuan dan kecakapan para
pihak melakukan perb. hukum (membuat kontrak):
dewasa (cukup umur, max. 18 / 21), waras (tidak gila).
– Legal Subject Matter: Keabsahan pokok permasalah-
an, dalam hukum Civil Law (BW) disebut dengan kausa
yang halal.
 Tahapan dalam kontrak Bisnis
a. Pra contractual (Negosiasi)
b. Contractual (penadatangani Konrak)
c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek)
 Dasar Hukum Kontrak Bisnis
a. Contract Provision – Freedom of Contract Principle
b. General Contract of Law (Syarat sahnya Kontrak)
c. Specific Contract Law (1457-1540 KUH Perd)
d. Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500
e. Jurisprudence (Putusan Hakim)
f. International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int).
g. International Convention – UNCITRAL 1980
Prinsip-Prinsip Kontrak Bisnis dalam
KUHPerdata (Psl. 1320 –1338)
• Pacta sunt servanda Principle
• Consensual Principle
• Freedom of Contract Principle
• Obligation Principle
• Good Faith Principle
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK
BISNIS INTERNASIONAL
1. Pacta sunt servanda Principle: adalah
prinsip kontrak, yang menyatakan bahwa
perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh
para pihak merupakan undang undang yang
harus ditaati (perjajian tersebut mengikat
para pihak)
2. Consensual Principle: adalah prinsip
kontrak yang menyatakan, apabila kontrak /
perjanjian telah disepakati, maka kontrak
tersebut dianggap telah terjadi, meskipun
belum ada prestasi dan kontra prestasi
(Uang dan barang)
3. Freedom of Contract Principle adalah prinsip
kontrak yang menyatakan bahwa para pihak bebas
untuk menentukan subyek dan obyek kontrak,
bentuk kontrak, isi kontrak, sifat kontrak, dimana dan
kapan kontrak tersebut dilaksanakan.
4. Obligation Principle adalah prinsip konntrak yang
menyatakan bahwa para pihak wajib memenuhi
prestasi dan konra prestasi dalam kontrak
5. Good Faith Principle: adalah prinsip kontrak yang
menyatakan bahwa para pihak harus beretikat baik
dalam pelaksanaan kontrak (tidak boleh ada unsur-
usur penipuan, hilaf dan paksaan)
Harmonisasi Hukum
 LEX MERCATORIA : merupakan prinsip harmonisasi
hukum yang berlaku umum dalam kontrak bisnis
internasional sesuai dengan norma-norma yang
diterapkan di Eropa. (harmonisasi hukum =
penyesuaian hukum), Lex Mercatoria meliputi:
1. UNIDROIT (Principles on International Commercial
Contract / ICC) – Prinsip Kontrak Bisnis Yang
bersifat Umum
2. United Nation Convention on Contract for the
International Sale of Goods (CISG) - Prinsip
Kontrak yg berkaitan dgn Jual beli barang, -
UNCITRAL (Konvensi Wina 1980)
HARMONISASI DAN UNIFIKASI HUKUM
Menurut Martin Shapiro dlm Taryana Sunandar,
harmonisasi hukum diperlukan karena:
1. Perbedaan kemampuan ekonomi antar negara maju dan
negara berkembang, yg menimbulkan ketidakadilan bagi
neg berkembang.
2. Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat
menimbulkan ketidak seimbangan antar para pihak, shg
diperlukan prinsip harmonisasi hukum
3. Kendala tradisi hukum yang berbeda ant neg-neg
Common Law, dan Civil law, shg diperlukan prinsip
harmonisasi hukum.
4. Akibat kebijakan ekonomi, nilai tukar mengambang
(floating exchange rate) dan perubahan sosial politik yang
mempengaruhi perubahan kontrak.
* Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sbg Sumber Hukum
Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Sinar Grafika
2004), hal. 21
 Prinsip UNIDROIT dan CISG sbg Sumber
Hukum Sekunder
• Menurut Michael Medwig ada dua alasan yaitu
1. Lex mercatoria sbg pilihan hukum apabila kontrak
dibuat ant pihak swasta asing dgn pihak yang
mewakili lembaga pemerintah, hal ini terjadi dalam
hal adanya permasalahan yang bersifat lintas batas,
dan sulit diselesaiakan dengan hukum nasional
karena itu para hakim akan merujuk kepada hukum
perdata internasiona.
2. Untuk menghindari penggunaan hukum perdata
internasional yang tidak sesuai dgn kontrak tersebut
sehingga timbul renvoi, karena itu diperlukan
penerapan prinsip Lex mercatoria (harmonisasi
hukum kontrak)
Unifikasi Hukum
 Unifikasi Hukum: pemberlakuan hukum secara
seragam bagi setiap warga negara, bangsa
atau negara.
 UH secara internasional diperlukan agar setiap
negara mempunyai aturan yang seragam
dalam menyalesaiakan masalah
keperdataan/bisnis. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi terjadinya konflik hukum karena
adanya perbedaan prinsip, sistem, dan status
personal para pihak atau belum ada aturan
hukum yang mengaturnya.
 Permasalahan yg timbul dalam penyelesaian
masalah bisnis adalah adanya perbedaan norma
hukum privat yg berlaku di berbagai negara di dunia.
 Untuk mengatasi permasalah tsb ada tiga pilihan
yang dpt ditempuh:
1. Negara-negara sepakat utk menerapkan norma
hukum perdag internasional utk mengatur hub
hukum antara para pihak.
2. Menerapkan Choice of law (pilihan hukum) yg
diterapkan dlm kontrak internasional
3. Melakukan Unifikasi dan Harmonisasi hukum
sesuai dengan aturan / hasil perjanjian atau
konvensi yang diberlaku secara internasional
I. WTO (World Trade Organization) 1994
• WTO: organisasi perdag dunia yang lahir dari
perundingan Urugay Round (1986-1994)
• Badan ini dipimpin oleh Minister Conference,
dibantu oleh General Council, dan bersidang
minimal 1 kali dlm dua tahun.
• Tugasnya: selain sebagai badan penyelesaian
sengketa (Dispute Setlement Body), juga
mengamati permasalah perdag dunia di bawah
WTO
LEMBAGA-LEMBAGA INTERNASIONAL
YANG MENJADI ACUAN MELALUI UNIFIKASI
DAN HARMONISASI HUKUM
 Perjanjian di bawah Piagam WTO 1994 al:
1. Agreement on agreculture, textile and clothing,
technical barrier to trade,
2. Trade Related Inversment Measures (TRIMs),
Trade Related Aspect of Intelectual Property
Rights (TRIPs), Trade and Services (TS);
3. Antidumping, Subsidies and Countervailing
Measures, Safeguards)
4. Dispute Setlement Understanding, dll
II. The International Institute for the Unification of
Privat Law (UNIDROIT)
 UNIDRIOT terbentuk tahun 1940 berdasarkan perj.
multilateral dan berkedudkan di Roma
 Keanggotaan (59 Neg): Argentina, Australia, Austria,
Belanda, Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Ceska,
Chilie, Denmark, Mesir, Estonia, Rusia, Finlandia,
Tahta Suci Roma, Hungaria, India, Iran, Irak, Irlandia,
Israel, Italia, Jepang, Jerman,, Kanada, Kolombo,
Kroatia, Kuba , Luxemburg, Malta, Mexico, Nikaragua,
Nigeria, Norwegia, Pakistan, Paraguay, Polandia,
Portugal, Prancis, Rep. Korea, Rumania, San Marino,
Siprus, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol,
Swedia, Swiss, Tunisia, Turki, Inggris, Amerka Serikat,
Uruguay, Venezuela, Yugoslavia, Yunani.
 Konvensi yg dihasilkan UNIDROIT yaitu: *
1. Convention on relating to uniform law on the
International Sale of Goods (The Haque 1964)
2. International Convention on the Travel Contract
(Brussel, 1970)
3. Convention on Agency in the International Sale of
Goods (Geneva, 1983);
4. UNIDROIT Convention on International Financial
Leasing (Ottawa, 1988)
5. UNIDROIT Convention on stolen or Illegally Exported
Culture Objects (Rome, 1995)
6. Convention on International Interests in Mobile
Equipment (Cape Town, 2001)
* Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hal. 43
III. The United Nation Commission on Inter-
national Trade Law (UNCITRAL)
 UNCITRAL: Badan PBB terbantuk 17 Desember 1966
utk melakukan harmonisasi dan unifikasi hukum di sektor
perdagangan antar negara.
 Konvensi-Konvensi UNCITRAL antara lain:
1. Convention on Contract for the International Sale of
Goods /CISG (Vienna Convention1980),
2. United Convention on Independent Guarantiees and
Stanby Letter of Credits (New York Convention 1995),
3. United Convention on the Assignment of Receivable in
International Trade (2001)
 Neg-neg Anggota UNCITRAL meliputi:
1. Negara Afrika: Benin, Burkina Faso, Kamerun,
Kennya, Maroko, Rwanda, Siera Leone, Sudan, dan
Uganda.
2. Neg –neg Asia: China, Fiji, India, Iran, Jepang,
Singapura, dan Thailand..
3. Neg-neg Eropa Barat: Austria, Prancis, Jerman,
Italia, Spanyol, Swedia, dan Inggris
4. Neg-neg Eropa Timur: Hongaria, Lituania, Rusia,
Yugoslavia.
5. Neg-neg Amerika : USA, Kanada, Karibia, Mexico,
Brazil, Kolombia, Honduras, Paraguay, Uruguay.
Argentina,
 Kebijakan ICC antara lain:
1. The Uniform Custon and Practice (UCP)
500, 1933 dan 1994
2. The International Commercial Term
(INCONTERM), 1936, 2000.
IV. Kamar Dagang Internaional (The Internatio-
nal Chamber of Commerce / ICC)
 ICC bertujuan utk melayani dunia usaha
melayani dengan memajukan perdagangan,
penanaman modal, membuka pasar utk barang
dan jasa, serta memperlancar aaliran modal
antar negara.
 Peran ICC meliputi:
1. Sebagai forum penyelesaian sengketa
2. sebagai forum penyebarluas info perdag
dan aturan hukum perdag antar neg
3. Memberikan pelatihan dan teknik dlm
merancang kontrak Internasional
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
( EKSPOR – IMPOR )
1. Ekportir mempromosikan barang yang akan diekspor melalui
berbagai cara seperti:
• Pameran dagang, iklan di koran, majalah, radio, televisi, atau
media lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
• Promosi ekspor dapat dilakukan sendiri melalui badan-badan
khusus seperti Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN),
Dewan Penunjang Ekspor (DPE), Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN).
• Peranan Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI di luar negeri,
atase perdagangan Kedutaan Besar negara-negara asing di
Jakarta;
• Perwakilan dagang asing seperti American Chamber of
Commerce (AMCHAM), China External Trade Association
(CETRA), Japan External Trade Organization (JETRO), Korean
Trade Agency (KOTRA), dan lain-lain.
TAHAPAN -TAHAPAN DALAM
KEGIATAN EKSPOR – IMPOR BARANG
2. Tahap Inquiry : Importir yang berminat
terhadap promosi yang dilakukan eksportir
kemudian mengirimkan surat permintaan
harga atau Letter of Inquiry kepada eksportir.
Letter of Inquiry ini berisi permintaan
penawaran harga disertai keterangan
mengenai mutu barang yang diinginkan,
kuantum yang ingin dibeli, harga satuan dan
total harga dalam valuta asing (US$ atau mata
uang lain), waktu pengiriman (shipment date)
serta nama pelabuhan tujuan yang diingini.
3. Tahap Offersheet (Surat Penawaran Harga ):
Eksportir memenuhi permintaan importir dengan
mengirimkan surat penawaran harga atau
offersheet yang berisi keterangan berdasarkan
permintaan importir, seperti: uraian barang,
mutu, kuantum, waktu penyerahan, harga dan
tempat penyerahan barang, syarat pembayaran,
waktu pengapalan, cara pengepakan barang,
brosur, dan bila perlu contoh barang yang
ditawarkan. Penawaran itu juga menyebutkan
apakah penawaran bersifat free offer atau firms
offer.
4. Tahap Ordersheet (Daftar Pesanan): Setelah mempelajari
dengan seksama offersheet dari eksportir, kemudian
importir membuat surat pesanan dalam bentuk
ordersheet atau purchase order kepada eksportir.
5. Tahap Sales Contract (Kontral Dagang): Eksportir
menyiapkan kontrak jual beli ekspor (sales contract)
sesuai dengan data dari offersheet dan ordersheet
ditambah dengan keterangan seperti force majeure
clause, klaim, syarat pengapalan seperti partial shipment,
transshipment, vessel age dan lain-lain. Kontrak tersebut
ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan kepada
importir untuk ditandatangani pula sebagai tanda
persetujuan atas sale’s contract itu. Lazimnya sale’s
contract dibuatkan dalam rangkap dua (two original).
6. Tahap Sale’s Confirmation (Konfirmasi
Kontrak): Importir mempelajari sale’s contract
dengan seksama, dan bila dapat menyetujuinya
kemudia ia menandatangani dan
mengembalikannya kepada eksportir. Satu
original copy ditahan oleh importir sebagai
dokumen asli transaksi yang lazim disebut
sebagai sale’s confirmation. Kedua sale’s
confirmation copy yang asli ini mempunyai
kekuatan hukum yang sama.
Berbagai permasalahan (risiko) yang dapat terjadi dalam
Kontrak bisnis Internasional (Amir MS) yaitu:
1. Risiko transportasi: risiko dapat terjadi karena: jauhnya
jarak tempuh pengangkutan barang, penggantian
alat/moda transportasi, bongkar muat dan penyimpanan
barang sebelum sampai ke pembeli (eksportir), kerusakan
dan kehilangan barang.
2. Risiko Kredit non payment; hal ini terjadi karena sulit sekali
bagi eksportir untuk menulusuri bonafiditas atau reputasi
calon pembeli (importir) di luar negari, misalnya risiko tidak
dibayar, terlambat pembayaran, bahkan risiko terkena
penipuan. Karena itu eksportir sering kali menuntut syarat
pembayaran dengan Irrevocable and Confirmed Letter of
Credit Document
• Amir MS (3), Kontrak Dagang Ekspor, Edisi Kedua, Cet. Pertama,
(Jakarta: PPM, 2002), hal. 3-6
3. Risiko Kualitas dan Kuantitas Barang; bagi importir sangat
sulit menelusuri barang yang menjadi obyek transaksi
seperti, barang yang diperjanjikaan tidak sesuai dengan
mutu dan jumlah yang diharapkan, atau terdapat cacat
tersembunyi pada barang yang dipesan, barang tersebut
terlambat datang padahal sangat dibutuhkan sebagai
barang modal.
4. Risiko Nilai Tukar: hal ini terjadi karena apabila harga
barang telah ditetapkan dalam mata uang dari negara
salah satu pihak dalam kontrak Internasional, maka jika
terjadi fluktuasi nilai tukar yang tidak dapat dihindari
sehingga menguntung salah satu pihak dan merugikaan
pihak lain. Untuk menghindari hal tersebut biasanya para
pihak menyepakati penggunaan mata uang yang stabil
digunakan dalam transaksi bisnis, misalnya menggunakan
mata uang dolar Amerika serikat.
5. Risiko peristiwa tak terduga (overmach): peristiwa yang tak terduga
adalah suatu keadaan memaksa yang tidak dapat dihindari seperti;
terjadinya bencana alam, peperangan, pemogokan dan sebagainya.
Hal ini merupakan faktor utama kegagalan dalam pengiriman barang.
Peristiwa ini dapat mengubah secara dramatis biaya transportasi
karena kenaikan bahan bakar, alat transportasi, atau tertutupnya jalur
pelayaran.
6. Risiko Investasi: risiko yang lazim dalam pemasaran suatu komoditas
menjadi bertambah dalam hal ekspor karena adanya tambahan
investasi untuk melancarkan program ekspor karena ketidakstabilan
nilai tukar sebelum eksportir mampu menebus investasi itu pada
distribusi setempat. Oleh karena itu perusahaan haruslah secara
sungguh-sungguh mempertim-bangkan apakah akan mengekspor atau
tidak. Beberapa perusaahan kurang siap untuk ekspor dan sebagian
mungkin sekali tidak akan mampu bersaing secara Internasional dan
harus berkonsentrasi di pasar domestik. Dalam hal ini diperlukan ada
jaminan (bank garansi atau surety bond)
7. Risiko Hukum: peraturan dan hukum negara asing bisa saja
berubah atau diterapkan berbeda dengan masa sebelumnya
yang dapat merintangi atau mengecewakan transaksi.
Peraturan perdagangan dan Izin pabean, tarif dan kuota
impor bisa berubah. Selain itu, bila suatu kontrak bersyarat
pada pengadilan negara asing, atau tunduk pada hukum
asing, dapat menimbulkan kemungkinan tak dapat
diselenggarakan pengadilan yang cepat bila tejadi sengketa.
Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa eksportir atau
importir sering memaksakan syarat “pilihan hukum” dan
“pilihan forum” yang menjelaskan bahwa sengketa akan
diselesaikan sesuai dengan hukum dan pengadilan nasional
mereka. Salah satu jalan keluar untuk mengatasinya adalah
dengan menerapkan cara “Arbitrase internasional”
(International Commercial Arbitration) seperti yang diatur oleh
Pengadilan Arbitrasi Internasional dari Kamar Dagang
Internasional.
 Salah satu permasalahan yang kerap kali muncul
dalam transaksi dagang Internasional, adalah
berkenaan dengan cara pembayaran dan pengiriman
barang.
 Bagi penjual atau pengirim barang harus terlebih
dahulu ada jaminan pembayaran terhadap barang
yang dijualnya. Tanpa jaminan dari pihak pembeli
tidak mungkin penjual berani melepas barang
dagangannya.
 Begitu pula bagi pihak pembeli perlu ada jaminan
untuk memperoleh barang dengan disertai jumlah
dan kualitas yang diinginkannya.
PERANAN PERBANKAN DALAM
TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
 Permasalahan lain dalam perdagangan Internasional tidak
hanya berasal dari segi pengiriman dan pembayaran tetapi
juga dari segi letak geografis, hukum dan politik, bahasa,
mata uang, dan risiko pengiriman barang yang hampir
semuanya berbeda antara satu negara dengan negara
lain.
 Selain itu, para pihak harus mampu mengidentifikasi
semua permasalahan tersebut, sehingga dapat
dirumuskan mekanisme yang relatif efektif, efisien dan
aman dalam keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan
International.
 Hal ini disepakati dalam kontrak dagang (Sales Contract)
bahwa bank devisa (Opening Bank/Issuing Bank) akan
mengeluarkan suatu surat jaminan pembayaran yang
dikenal dengan istilah Letter of Credit (L/C).
• Para Pihak dalam Transaksi Perdag Internasional yang
menggunakan L/C sebagai sarana pembayaran
1. Eksportir (Pihak penjual barang/hasil produksi) atau
disebut pula dengan beneficiary yaitu yang diberihak
untuk menarik dana dari L/C yang tersedia tersebut
2. Importir (Pihak pembeli barang atau hasil produksi dari
negara lain) atau disebut pula dengan opener/ applicant
yaitu pihak yang mebuka L/C melalui opening bank;
3. Pihak Opening Bank/Issuing Bank yaitu bank yang
membuka atau menerbitkan L/C yang disebut bank
devisa, dan
4. Pihak Advising Bank/Correspondent bank yaitu bank
menyampaikan amanat yang terkandung dalam L/C
kepada eksportir
CARA PEMBAYARAN DALAM
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
• Pembayaran barang/jasa dalam kotrak bisnis
Internasional dilakukan secara langsung
dengan uang, atau secara tidak langsung
mengunakan menggunakan Surat Berharga
• Pembayaran yang menggunakan Surat
berharga dilakukan dalam bentuk pembayaran
dengan (L/C atau Non L/C).
A. Pembayaran dgn Letter of Credit (L/C)
• L/C : Surat utang yg dikeluarkan oleh Bank Devisa (Issuing
Bank) atas permintaan importir nasabah bank tsb yang
ditujukan kpd eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari
importer tsb. Isi surat itu menyatakan bahwa eksporter penerima
L/C diberi hak oleh importir utk menarik wesel (surat perintah
pelunasan utang) atas Bank Pembuka (Opening Bank) sejumlah
uang yg disebut dalam surat tsb. Bank yg bersangkutan
menjamin utk mengakseptir wesel yg ditarik tsb asal sesuai dan
memenuhi semua syarat yang tercantum dlm surat itu. (Amir
M.S, Letter of Credit, 200 : 1)
• L/C : Surat Kredit yang merupakan surat jaminan pembayaran
bersyarat yg diterbitkan oleh Bank (Issuing Bank) atas
permintaan Importir yang ditujukan ke Bank lain (Advising
Bank/Corresponding Bank) di negara Eksportir untuk kepen-
tingan Eksportir guna mendapatkan pembayaran sejumlah yang
disebutkan di dalam surat tersebut. (Gunawan Wijaya dan
Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional, 2000 : 24)
Peranan L/C dlm Transasksi Bisnis Inter:
• Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor.
• Mengamankan dana yang disediakan importir utk
membayar barang yang diimpor
• Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan
Isi Pokok L/C memuat:
1. Nomor dan tanggal L/C
2. Jenis dan Sifat L/C
3. Nama dan Alamat eksporter (penerima L/C) yang
disebut “Beneficiary”
4. Jumlah dana yang tersedia
5. Uraian barang dan jumlahnya
6. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan:
– Bill of lading
– Faktur Perdagangan (Trade Facture)
– Daftar Pengepakan (Packing List)
– Daftar Kubikasi (Meansurement List)
– Daftar timbangan (Weight List)
– Keterangan negara asal
– Sertifikat Mutu (Quality Certificate)
– Laporan Kebenaran Pemeriksaan
– Polis Asuransi
7. Batas Waktu Pengapalan barang
8. Batas Waktu berlakunya L/C
9. Syarat pengapalan (partial shipment,
transshipment)
10. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
Pihak-Pihak Yg terlibat dlm L/C
• Importir (Opener / Aplican)
• Opening Bank / Issuing Bank (Bank
Devisa)
• Advising Bank / Corresponding Bank
• Eksportir / Beneficiary
• Negotiating Bank (Bank tt yg menego.
Shipping Document).
Proses Pembayaran dengan L/C
• Ada Kesepakatan Para pihak ---------------- Sales Contract
• Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C kpd Bank Devisa yg
berperan sebagai Issuing Bank di negaranya utk kepentingan penjual.
• Bank menerbitkan L/C dan mengirim ke Eksportir (Meneficiary) melalui
bank di Negara Eksportir (Advising Bank / Corresponding Bank)
• Advising / Corresponden Bank menginformasikan eksportir bahwa telah
dibuka L/C atas namanya.
• Setelah menerima L/C tsb, Eksportir kmd mengirim barang kpd Importer,
selanjutnya dokumen asli diserahkan kpd Advising Bang, dan
duplikatnya dikirim pd Importer.
• Setelah meneliti kelengkapan dokumen tsb, Advising Bank kmd
melakukan pembayaran. Dokumen tsb selanjutnya dikirim ke Issuing
Bank, dan Issuing Bank membayar kpd Advising Bank.
• Pembuka kredit (Importir) membayar semua kewajiban kpd Issuing Bank
setelah dinotifikasi oleh Issuing Bank bahwa semua dokumen telah
datang dan dan memberikan yang asli kpd Importir sebagai dasar utk
meminta barang dari pihak pengangkut.
Exporter Importer
Sales Contract
L / C
Bank Devisa
Issuing B
(Opening B)
Advising B /
Corresponding B
Borg
Perantara
MEKANIS PEMBAYARAN DGN L / C
1792 BW
1792 BW
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis-Jenis L/C
1. Revocable L/C :
L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa
memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung
risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang
dikirim bisa mengalami kelambatan.
2. Irrevocable L/C :
L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk
eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk
melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu
berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka
waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak
yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata
revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb
harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
3. Irrevocable and Confirmed L/C :
– Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama
jangka waktu berlaku, kecuali jika mendapat
persetujuan dari semua pihak yang terlibat
dgn L/C tsb.
– Mempunyai jaminan (confirmation) pelunasan
berganda atas wesel-wesel dan atau
penyerahan dokumen pengapalan yang
diberikan oleh Opening Bank bersama
Advising Bank.
– Merupakan cara pembayaran yang paling
aman dipandang dari sudut kepentingan
eksportir penerima L/C
4. Irrevocable and Unconfirmed L/C
• L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa,
L/C ini hanya menyampaikan amanat pembuka
L/C kpd Advising Bank yang menyatakan
dengan tegas bahwa Advising Bank tidak ikut
serta memberikan konvirmasi (jaminan) atas
L/C tsb. Mengenai L/C ini kemudian
disampaikan oleh Advising Bank kpd Eksportir.
5. Confirmed L/C
• L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising
Bank bersama Opening Bank.
6. Red Clause L/C :
• Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C
utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb
sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah
L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan
surat pernyataan menehi janji.
• Mengambil sisa dana yg tersedia dengan
menyerahkan dokumen pengapalan yang
lengkap.
• Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C,
karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga,
yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang
yang dipesan.
7. L/C yg bersifat Partial Shipment :
• L/C ini memungkinkan eksportir
mengirim barang secara bertahap dan
menerima pembayarannya secara bertahap
pula.
8. L/C yg bersifat Transipmen Allowed:
• L/C yang memungkinkan eksportir alih
kapal bila diperlukan.
9. Commercial Documentary L/C :
• L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan
Eksportir penerima L/C utk menyerahkan
dokumen pengapalan yg membuktikan
pemilikan barang serta dokumen penunjang
lainnya sbg syarat utk memperoleh pembayaran
dr dana yang tersedia pada L/C tersebut.
• Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti
misalnya bill of lading, faktur perdagangan
wesel, surat keterangan asal negara, daftar
pengepakan, daftar kubikasi, daftar
timbangan,polis asuransi dll.
10. Restricted L/C
L/C yg membatasi hak eksportir penerima
L/C untuk menegosiasikan dokumen
pengapalan pada bank tertentu yg disebut
oleh Opening Bank di dalam L/C tsb, dan
biasanya terbatas pada Advising Bank saja.
11. Straight L/C
L/C yang negosiasi atau pelunasan
dokumen pengapalan hanya dilakukan di
Kassa Opening Bank sendiri.
12. Revolving L/C :
Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang
tanpa perlu diadakan perubahan lagi
13. Clean L/C:
L/C yg dapat dicairkan dananya dengan
penyerahan wesel atau hanya kuitansi
biasa. L/C ini tdk membutuhkan
penyerahan dokumen pengapalan seperti
bill of lading dan sebagainya
14. Open L/C:
L/C yang memberikan hak kpd eksportir
penerima L/C utk menegosiasikan
dokumen pengapalan melalui bank mana
saja yang diinginkannya.
15. Revolving L/C :
– Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan
lagi
– Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit
tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap
bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $
15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit seperti
ini bersifat komulative atau non komulative.
- Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya
- Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal
– Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit
yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis
setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu
berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit
(L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko
yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan
kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh
karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal
nilai yang ditarik.
16. Trasferable L/C (Assignable L/C)
• L/C yang memberikan hak kepada
Eksportir penerima utk mengoperkan atau
menguasakan haknya atas L/C itu kepada
pihak lain atau eksportir lain yang
menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya
karena penerima L/C pertama bukan
produsen sendiri.
17. Back to Back L/C
• L/C yang terjadi apabila Eksportir penerima L/C
tidak sanggup melaksanakan pengiriman barang
karena tidak barang belum tersedia, mk transaksi
tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara:
• Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd
eksporter atau produsen lain. Hal mungkin
dilakukan jika L/C bersifat transferable.
• Eksportir penerima L/C pertama membuka
L/C nya sendiri untuk eksportir atau produsen
kedua, dengan menjamin L/C yang
diterimanya. Cara ini disebut dengan back to
back L/C, dan biasanya dipakai dalam
perdagangan transito (segi tiga).
Misalnya :
Importir Indonesia membuka L/C utk
pengusaha di Singapura guna mengimpor
barang yang berasal dr Jepang. Pengusaha
Singapura kmd mebuka L/C utk
pengusaha Jepang dengan menjaminkan
L/C dari importer Indonesia. Persyaratan
L/C kedua ini hampir seluruhnya sama
dengan persyaratan L/C pertama, kecuali
mungkin mengenai harga dan nama
Loading Port
18. Standby L/C
• L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan
oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang
dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra
dagang asing.
Contoh:
• PT. Berdikari Kontraktor Indonesia (BKI) bekerja sama dgn
Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan
jalan layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari
meminjam uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific Jakarta.
• Sebagai jaminan PT. BKI minta kpd mitranya DYC Ltd, utk
membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank.
Antara PT. BKI dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan
dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M.
apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka
stanby L/C dapat dicairkan oleh PT BKI sebagai beneficiary
dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat
dipergunakan untuk melunasi hutang PT. BKI pada Bank
Fasific Jakarta.
19. Usance L/C
• L/C yang mengharuskan eksportir penerima
L/C utk menarik wesel berjangka (Long Bill of
Exchange) dan bukan wesel unjuk (sight L/C).
Artinya eksportir penerima L/C memberikann
kredit kpd importir utk jangka waktu 90 hari -
180 hari.
• L/C ini dimaksudkan utk mempertinggi daya
saing guna meningkatkan ekspor. Eksportir
tetap dapat mencairkan wesel berjangka ini
dengan mendiskontokannya pada bank, Shg tdk
mengganggu likuiditas.
20. Merchant L/C
• L/C yang dibuka oleh importir utk eksportir penerima
L/C yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C
untuk menarik wesel terhadap importer. Pembukaan
L/C tsb utk menjamin pelunasan wesel tsb pada saat
jatuh temponya. Pembukaan L/C dilakukan melalui
Bank Devisa dimana importer menjadi nasabahnya.
Bank ybs tidak ikut bertanggungjawab utk
mengakseptir wesel-wesel yang ditarik oleh eksporter
penerima L/C. Di sinilah letak perbedaan dengan
antara Merchant L/C dengan Banker’s L/C biasa.
• Pada Merchant L/C : dengan tegas disebutkan bahwa
Bank tidak mengikatkan diri dan dan tidak bertanggng
jawab atas perlunasan L/C tsb
• Merchant bisanya dipergunankan antara eksportir dan
importir yang telah berlangganan lama, atau antara
perusahaan induk dengan anak perusahaan sendiri.
B. Pembayaran Non-L/C
ADVANCE PAYMENT (AP)
• AP = Pembayaran di muka, artinya importir (pembeli)
membayar terlebih dahuli kepada eksportir sebelum
barang diterima oleh importir
• Proses Pemayaran dgn AP
1. Ada kesepakatan antara importer dan eksporter : dengan
AP ttg transaksi export import : dalam sales contract
2. Atas dasar kesepakatan, importir menghubungi bank di
negaranya untuk mentransfer uang ke bank lain di neg
eksportir utk dimasukan ke rekening eksportir
3. Setelah eksportir menerima pembayaran, maka barang
siap dikirim melalui port of loading sesuai dengan
kesepakatan importir
4. Barang yg dikirim diterima oleh importir di port of
destination atas nama importir, maka transaksi selesai.
Tiga model pembayaran dgn AP
1. Payment with order
dalam model ini, semua biaya seperti: harga barang, ongkos angkut,
ansuran dan biaya lainnya sudah disepakati dalam kontrak. Merupakan
tanggung jawab importir, tanpa ada biaya tambahan lagi. Kepemilikan
barang sudah atas nama importir
2. Partial payment with order
importir hanya akan membayar harga barang saja terlebih dahulu,
sedangkan ongkos angkut, asuransi dan biaya lain akan ditagih setelah
barang dikapalkan
3. Payment on dokument
importir akan mengirim uang terlebih dahulu ke negara eksportir melalui
bank dg syarat eksportir baru dapat mencair uang tsb apabila telah
melaksanakan pengapalan brg yang di perjanjikan. Utk mencairkan dana
tsb di bank, eksportir menyerahkan dokumen pengapalan dan bukti lain
sesuai perjanjian
• Risiko bagi importir : AP : terjadi wanprestasi, Brg tdk sesuai kwalitas;
barang terlambat; jika berupa bahan baku penghambat produksi; barang
rusak; atau barang tidak terkirim sama sekali
OPEN ACCOUNT (OA)
• OA : pembayaran dibelakang, artinya setelah barang yg dipesan
diterima oleh importir, baru kemudian pembayaran dikirim
• Proses pembayaran dengan OA
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan dalam sales
contract
2. Berdasarkan kesepakatan, eksportir segera mengirim barang melalui
port of loading, sesuai dengan kwalitas, kwantitas dan waktu
3. Barang tsb diterima oleh importir do port of destination
4. Setelah barang diterima, importir menghubungi bank untuk mentranfer
uang ke bank lain di negara eksportir dan dimasukan ke rekening
eksportir.
5. Setelah uang diterima oleh eksportir maka transaksi selesai.
Harus diperjanjikan dalam sales contract.
• Risiko bagi eksportir: Pembayaran terlambat, pembayaran harga brg
tdk sesuai dengan kesepakatan, atau pembayaran tidak terkirim sama
sekali.
CONSIGMENT (KONSINYASI) : CON
• CON: pembayaran yan dilakukan oleh importir setelah
barang yang diimpor tsb laku terjual. Artinya eksportir baru
menerima pembayaran harga barang yang diekspor dari
pembeli setelah barang tersebut laku terjual pd pihak
ketiga
• Proses pembayaran dengan konsinyasi:
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan:
sales contract
2. Eksportir mengirim barang melalui port of loading
3. Barang tsb diterima importir di port of destination
4. Setelah barang laku terjual, kemudian importir mengirim
uangan harga barang tersebut ke rekening eksportir di
bank neg eksportir. Pembayarahn tersebut diterima oleh
eksportir, maka transaksi selesai.
* Risiko : risioko pada OA: beban bagi eksportir
Collection (Dokumentary Collection) : DC
• DC: pembayaran yang menggunakan dokumen
yang disebut dengan Bill of exchanges atau
menggunakan surat tagihan (BOE)
• Dalam DC, importir harus membayar harga
barang segera setelah shipping documents tiba di
bank neg importir. Setelah harga barang dibayar,
maka importir akan menerima shipping document
untuk megambil barang yang dipesan
• Risiko: baik bagi eksportir maupun importir
PENGIRIMAN DAN
PENGANGKUTAN BARANG
KEPEMILIKAN SAHAM
PERUSAHAAN ASING (DIVESTASI)
Dengan berkuasanya Rezim Orde baru 1965,
Beberapa Peraturan PerUU membuka kesem-patan
seluasnya kpd Investasi asing di Indonesia antara lain:
- UU. No. 1 Tahun 1967 (PMA)
- UU No. 4 Tahun 1967 (Kehutanan)
- UU No. 5 Tahun 1968 (Pertambangan)
Kebijakan tsb dimaksudkan utk mendukung
pertumbuhan ekonomi (economic growth), sementara
masalah LH maupun sosial budaya diabaikan.
• UUPMA telah memberikan kebebasan pada investor asing memiliki
saham sampai dengan 100%. Apakah hal ini tidak bertentangan
dengan prinsip pengutamaan kepentingan nasional ?
• UUPMA tetap mengutamaan kepentingan nasional, hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan Pasal 5, 6, 7, 23 UUPMA, yang menunjukkan
besarnya kewenangan pemerintah untuk menentukan bidang-bidang
usaha mana yang bisa 100% sahamnya dimiliki oleh asing, dan harus
melalui proses joint venture , dimana penentuan-penentuan itu bisa
dilakukan dengan tetap mengkaitkan dengan skala pembangunan
jangka pendek, menengah dan panjang
• Pasal 27 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1967 yang mengatakan bahwa
perusahaan yang seluruh modalnya adalah modal asing wajib memberi
kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah
jangka waktu tertentu dan menurut pertimbangan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
• Kebijakan Pem. Indonesia untuk membuka pintu seluas-
luasnya melalui perangkat hukum dapat mempermudah
masuknya investasi asing di Indonesia
 Tahun 1967 Indonesia membuka kesempatan seluasnya bagi investor asing utk
menanam modal di Indonesia dgn pemilikan saham 100 %
 Utuk merealisasi kesempatan tsb, dikeluarkan UU No.1 Tahun 1967 tentang
PMA
 Dari tahun 1967 sampai dengan 1993 telah membuahkan hasil, yaitu masuknya
2537 proyek dengan jumlah investasi senilai US$ 66,3 milliard dan tenaga yang
terserap sebanyak 243.948 orang [12].
 Selanjutnya dari tahun 1999 sampai dengan pertengahan 2001 telah
membuahkan hasil, yaitu masuknya 3202 proyek dari investasi asing dengan
jumlah investasi senilai US$ 30,9 milliard, dan tenaga yang terserap sebanyak
80.998 orang [13].
 Data lima tahun terakhir: dari tahun 1999 s/d 2004 Izin Usaha Tetap PMA
sebanyak 2935 buah dengan nilai investasi sebesar 33 Milyar US dollar[1].
• [12] Newsletter PPH, Liputan khusus 1993
• [13] Sumber BKPM Pusat Jakarta, 2001
• [14] Sumber : Data BKPM Jakarta diolah
• Walaupun sebenarnya investasi asing diharapkan mampu memberikan
kontribusi terhadap pembangunan perekonomian Indonesia, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini terutama pada
bidang-bidang usaha strategis dan merupakan kebutuhan sehari-hari
bangsa Indonesia dikuasai oleh perusahaan investasi asing
 Bidang-bidang usaha tsb, (bid usaha otomatif, minuman, makanan,
telekomunikasi, elektronik, perlistrikan, obat-obatan, pertambangan
perhotelan, perbankan dll). Hal ini berarti bahwa sebagian besar
yang berperan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia dgn
permodalan yang besar adalah perusahaan modal asing.
 Dalam pelaksanaannya, untuk memperoleh kontribusi nasional dari
masuknya investasi asing yang bisa membuat bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang berdikari memang belum terwujud dengan
baik. Contoh-contoh:
- Adanya usaha asing yang mengancam usaha domestik,
- Alih tehnologi yang tidak berjalan dengan baik,
• Divestasi yang kurang terlaksana bahkan pada akhir-akhir ini peme-
rintah telah banyak melakukan privatisasi terhadap Badan Usaha Milik
Negara dengan jalan menjual sebagian besar sahamnya kepada
investor asing dan lain sebagainya.
• Adapun bidang-bidang yang tertutup bagi modal asing adalah
bidang-bidang yg penting bagi negara dan menguasai hidup
rakyat banyak yaitu (Pasal 6):
- pelabuhan-pelabuhan
- produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik utk umum,
- telekomunikasi
- pelayaran,
- penerbangan,
- air minum,
- kereta api umum
- pembangkitan tenaga atom
- mass media.
• Bidang-bidang lain yang menduduki peranan penting dalam
negara dilarang sama sekali bagi modal asing seperti: produksi
senjata, mesiu, bahan peledak, dan paralatan perang.
• Investasi/PMA di Sektor Pertambangan didasarkan pada suatu
kerja sama dengan Pemeritah atas dasar kontrak karya, atau
bentuk lain sesuai dgn paraturan yang berlaku. Sistem kerja sama
tsb dapat dilaksanakan dlm bidang lain yang ditentukan oleh
pemerintah (Psl 8)
Foto tambang di malam hari
Foto tambang di siang hari
Pemerosesan konsentrat
Mobi Tambang
Pengangkutan Kosentrat
• Sebagai akibat dari kelemahan tsb, munculnya
beberapa tanggapan negatif dr para pengamat hukum
dan ekonomi ttg keberadaan investasi asing yang bisa
mengancam kepentingan nasional,
• Karena itu perlu diambil langkah-langkah yang tepat
oleh pemerintah untuk benar-benar melaksanakan
ketentuan-ketentuan regulasi di sektor PMA dalam
mempercepat proses pembangunan nasional di
Indonesia antara lain:
– T. Mulya Lubis yang menyatakan bahwa tidak
merupakan keraguan lagi bagi kita untuk
mengadakan perubahan-perubahan dalam banyak
hal menyangkut investasi asing di Indonesia ini.
Tanpa pengubahan maka kita tetap dalam situasi
seperti sekarang, dimana tangan-tangan PMA
makin membesar sementara investasi dalam negeri
secara perlahan porak poranda. Keadaan social
politik juga akan terpengaruh .*
* T. Mulya Lubis dalam Sumantoro, 1986. Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, hal. 99
• Sebagai akibat dari banyak protes dari masyarakat
(Peristiwa Malari 1974), pemerintah menerapkan kebijakan
yang restriktif thd modal asing (FDI), dan mewajibkan dlm
bentuk patungan (joint venture).
• Untuk itu dikeluarkan: SE-BKPM, 21 Pebruari 1974: bahwa
jangka waktu peningkatan saham nasional menjadi
mayoritas (minimal 51%) adalah hanya selama 10 tahun.
• SE-BKPM 1974, telah menutup kemungkinan investor asing
bisa memiliki saham sampai dengan 100% , hal ini
bertentangan dgn Psl 6 dan Psl. 7 UU No. 1 Tahun 1967.
Artinya dari segi sinkronitas peraturan perundangan secara
vertical tidak menunjukkan kesesuaiannya antara peraturan
tingkat bawah dengan peraturan yang kedudukan hirarkis
lebih tinggi.
• Menurut Pasal 6 UUPM No 25/2007: Pemerintah
memberikan perlakuan yg sama kpd semua penanam modal
yang berasal dari negara manapun yang melakukan
kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Perlakuan tersebut tidak berlaku bagi investor dari suatu
negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan
perjanjian dengan Indonesia....... (MFN)
Hak istimewa” adalah antara lain hak yang berkaitan dgn
kesatuan kepabeanan, wilayah perdag bebas, pasar ber-
sama (common market), kesatuan moneter, kelemba-gaan
yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia
dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau
multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu
dalam penyelenggaraan penanaman modal.
PERLAKUAN TERHADAP
PENANAMAN MODAL ASING
• Pemerintah tidak akan melakukan tindakan
nasionalisasi / pengambilalihan hak kepemilikan
penanam modal, kecuali dengan undang-undang
(Pasal 7).
Apabila tindakan nasionalisasi dilakukan, Pemerintah
akan memberikan kompensasi yg jumlahnya
ditetapkan berdasarkan harga pasar.
Namun apabila tdk tercapai kesepakatan ant Pem
Indo dgn Investor asing ttg kompensasi atau ganti rugi
maka penyelesaiannya dilaku-kan melalui arbitrase.
• Salah satu upaya peningkatan nilai tambah dari sektor
pertambangaan mineral dan batubara, pemegang IUP dan IUPK
operasional produksi harus dilakukan melalui kegiatan pengolahan
dan pemurnian Mineral di Indonesia, hal ini telah tegaskan dalam
Pasal 103. Hal ini dimeksudkan agar pengelolaan lebih transparan
sehingga secara kualitas dan kuantits dapat diketahui dan dinikmati
oleh bangsa Indonesia.
• Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 Tahun 2009 diterbitkan,
ekspor bijih mineral meningkat secara besar-besaran. Misalnya,
ekspor bijih nikel meningkat sebesar 800%, bijih besi meningkat
700%, dan bijih bauksit meningkat 500%, (Data Kementerian
ESDM, 2012).
• Hal ini terjadi karena para pemilik IUP berlomba menambang
sebanyak-banyaknya sebelum dilarang, mereka memanfaat
kesempatan hingga berlakunya undang-undang minerba tanggal 12
Januari 2014.
Pengaruh Penerapan UU Minerba
terhadap Ekspor Indonesia
No Status Smelter
(Vasilitas Pengelolaan dan Pemurnian)
Jumlah
Perusahaan
1 Pengolahan & Pemurnian Telah
Beroperasi
9
2 Pengajuan Rencana Pengolahan dan
Pemurnian sebelum Permen ESDM No.
7/2012
24
3 Pengajuan Rencana Pengolahan dan
Pemurnian setelah Permen ESDM No.
7/2012
152
Total 185
STATUS
MINERAL BATUBARA JUMLAH
Ekplorasi OP Ekplorasi OP Ekplorasi
C&C 1.361 1.906 1.338 897 5.502
NON C&C 1.583 2.073 1.190 461 5.307
TOTAL 2.944 3.979 2.528 1.358 10.809
Hasil Verifikasi IUP
Perusahaan: Pengelolaan dan Pemermunian Bahan Tambang
No
Perusahaan yang
memiliki Pengolahan dan
Pemurnian Bahan
Tambang (Smelter)
Lokasi Pabrik Komoditas
Produk
Akhir
Status
1.
PT Aneka Tambang, Tbk Halmahera Timur
(Buli) Malut
Bijih Nikel FeNi Konstrusi
2.
PT Bintang Delapan
Mineral
Morowali, Sulteng Bijih Nikel FeNi Konstruksi
3.
PT Stargate Pasific
Resources
Konawe Utara,
Sultra
Bijih Nikel NPI Konstruksi
4.
PT Putra Mekongga
Sejahtera
Kolaka, Sutra Bijih Nikel NPI Konstruksi
5.
PT Meratus Jaya Iron Steel Batu Licin, Kalse Bijih Besi Pig Iron Konstruksi
6.
PT Indonesia Chemical
Alumina
Tayan, Kalbar Bauksit CGA Konstruksi
7.
PT Sebuku Iron Lateritic
Ore
Kotabaru, Kalsel Bijih Besi Pig Iron Konstruksi
8.
PT Kembar Emas Sultra Konawe Utara,
Sultra
Bijih Nikel NPI Studi
Kelayakan
9.
PT Delta Prima Steel Tanah Laut,
Kalsel
Bijih Besi Sponge
Iron
Konstruksi
Perusahaan Pengelolaan dan Pemermunian Bahan Tambang
Dampak Bagi perdagangan Ekspor Indonesia
• semakin menurunnya neraca perdagangan luar
negeri Indonsia akibat larangan ekspor bahan
mentah, hal ini akan berdampak terhadap kian
lemahnya nilai tukar rupiah, yang mendongkrak
biaya impor.
• berkurangnya penerimaan negara dari sektor
pertambangan dapat berupa penerimaan pajak
(PPh), penerimaan bukan pajak (royalti
tambang) sebagai akibat tidak dipenuhinya
persyarataan pengeolahan dan pemurnian bahan
tambang di dalam negeri;
Upaya Mengatasi Permasalahan Pertambangan
akibat Penerapan undang-undang Minerba yaitu
1. Perlu dialog antara pengusaha, pemerintah, dan DPR untuk merumuskan
rencana strategis mengenai pengolahan dan pemurnian mineral mentah
di dalam negeri;
2. memperpanjang izin ekspor mineral mentah bagi perusahaan
berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di
dalam negeri;
3. Membuat regulasi tentang tata ruang terkait pembangunan smelter yang
berbasis wilayah dan berwawasan lingkungan;
4. menyiapkan sarana dan infrastruktur listrik guna kegiatan pertambangan
bagi pengusaha/investor untuk menunjang percepatan pembangunan
pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.
5. Dalam menghadap gugatan Jepang ke DSB-WTO, Indonesia dalam
posisi kuat dengan dalil melindungi kepentingan nasional adalah hak
negara berdaulat, sesuai dengan konsitutsi dan konvensi internasional,
serta penerapan UU minerba tidak melanggar kesepakatan WTO karena
WTO juga membolehkan pelarangan ekspor bila terkait keselamatan,
keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup.
PERDAGANGAN JASA : SEKTOR RITEL
(Kegiatan Franhise / Waralaba)
 Salah satu kegiatan bisnis tumbuh sangat pesat di dunia
adalah Sektor Ritel (Pertokoan Modern) seperti:
hypermarket, supermarket, dan minimarket.
 Beberapa Ritel terkenal: Walt-Mart, IKEA, Courts,
Mammont, Carrefourt, Tesco, Ahold, McKinsey Quarterly,
Currah, Wrighly, Kearnely , Wrighly, Kaliappan, Alfamart,
Indomaret, dll. Sebahagian besar merupakaan Waralaba
/Frenchise, KFC, Dunkin Donut, dll
 Namun keberadaan Retail (Ritel) ternyata telah membuat
para pengelola pertokoan kelas menengah (semi
modern), UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), dan
pasar tradisional mengeluh dan semakin terpuruk karena
konsumen mereka semakin berkurang.
 Contoh Usaha Waralaba lainnya: KFC, Dunkin Donut,
Menurut Dr. Agus Sardjono
Alasan mengapa masyarakat melakukan
transaksi bisnis internasional (Why)
1. Perbedaan kebutuhan dan sumber daya.
2. Pendapatan dan mata pencaharian
3. Surplus SDA dan Produksi
TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
(INTERNATIONAL BUSINESS TRANSACTION)
KONTRAK BISNIS
ISTRUMEN HUKUM
BIDANG EKONOMI
kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa,
lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas
kekayaan intelektual; atau kegiatan-kegiatan bisnis
lainnya yang terkait, seperti perbankan, asuransi,
perpajakan dan sebagainya.
BISNIS
(WIRA USAHA)
KEGIATAN DI
BID EKONOMI
Sumber / Dasar Huku HPI
1. Konstitusi / UUD 1945
2. Peraturan Perundang Undangan
3. Konvensi Internasional
4. Traktat (Perjanjian antar Negara)
5. Hukum Kebiasaan Internasional
6. Jurisprudensi
7. Pendapat Para Ahli
Aspek
Tahap
Persiapan
Tahap
Pelaksanaan
Tahap
Penegakan
Budaya
- Budaya Hukum
- Peranan lawyer
- Pola Negosiasi
- Lawyer Proaktif
- Aspek Tradisi..
- Faktor Bahasa
Menghadapi Konflik
- Litigasi
- Non Litigasi
Hukum - Pilihan Hukum
- Persyaratan hk
Mematuhi isi
perundingan utk
mengubah kontrak
atau HK
Independensi
Pengadilan di
masing negara
Praktik
Strategi ber-
negosiasi draf
peraturan
Kontrol mutu
Sertifikasi (jika ada)
Efesiensi, dan
efektifitas
(Prosedur dan
waktu)
TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL
KLAUSULA-KLAUSULA DLM KONTRAK
BISNIS INTERNASIONAL
1. Subjek Hukum:
– Badan Hukum : Perusahaan (BUMN, BUMS).
– Individu/Perorangan
– Pemerintah / Negara (Subjek Hukum Privat)
2. Objek Hukum : barang, jasa, modal
3. Kapan dan dimana : -waktu, -tempat
4. Pilihan Hukum :
- Hukum para pihak (Lex causae)
- Hukum hakim (Lex fory)
- Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori HPI)
5. Draft Kontrak: - Bahasa yang digunakan.
- Salah satu pihak menyiapkan draft
- Tukar-menukar draft
• Jenis-Jenis Kontrak Internasional:
– Perdagangan barang dan jasa
– Keagenan dan distribusi (TS)
– Franchise (waralaba) dan License
(TRIPs)
– Technical Assistance (TS)
– Joinventure (TRIMs)
– Invesment (TRIMs)
Selain mengacu pada prinsip-prinsip
HPI, juga tunduk pada prinsip-prinsip
GATT-WTO
PERDAGANGAN JASA : SEKTOR RITEL
(Kegiatan Franhise / Waralaba)
 Salah satu kegiatan bisnis tumbuh sangat pesat di dunia
adalah Sektor Ritel (Pertokoan Modern) seperti:
hypermarket, supermarket, dan minimarket.
 Beberapa Ritel terkenal: Walt-Mart, IKEA, Courts,
Mammont, Carrefourt, Tesco, Ahold, McKinsey Quarterly,
Currah, Wrighly, Kearnely , Wrighly, Kaliappan, Alfamart,
Indomaret, dll. Sebahagian besar merupakaan Waralaba
/Frenchise, KFC, Dunkin Donut, dll
 Namun keberadaan Retail (Ritel) ternyata telah membuat
para pengelola pertokoan kelas menengah (semi
modern), UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), dan
pasar tradisional mengeluh dan semakin terpuruk karena
konsumen mereka semakin berkurang.
 Contoh Usaha Waralaba lainnya: KFC, Dunkin Donut,
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK BISNIS
- Prinsip-prinsip Kontrak dalam
KUHPerdata (Psl. 1320 –1338)
•Pacta sunt servanda Principle
•Consensual Principle
•Freedom of Contract Principle
•Obligation Principle
•Good Faith Principle
LEX MERCATORIA PRINCIPLE
(PRINSIP KONTRAK BISNIS
INTERNASIONAL)
 LEX MERCATORIA : adalah suatu prinsip
harmonisasi hukum di bidang perdagangan/bisnis
yang berlaku umum sesuai dengan norma-norma yang
berlaku di Eropa. (harmonisasi hukum = penyesuaian
hukum), Lex Mercatoria meliputi:
1. UNIDROIT (Principles on International Commercial
Contract / ICC) – Prinsip Kontrak Bisnis Yang bersifat
Umum
2. CISG (United Nation Convention on Contract for the
International Sale of Goods) - Prinsip Kontrak yg
berkaitan dgn Jual beli barang, - UNCITRAL (Konvensi
Wina 1980)
 Prinsip UNIDROIT dan CISG Sbg Sumber Hukum
Sekunder
• Menurut Michael Medwig ada dua alasan yaitu
1. Lex mercatoria sbg pilihan hukum apabila kontrak
dibuat ant pihak swasta asing dgn pihak yang
mewakili lembaga pemerintah, hal ini terjadi dalam
hal adanya permasalahan yang bersifat lintas
batas, dan sulit diselesaiakan dengan hukum
nasional karena itu para hakim akan merujuk
kepada hukum perdata internasiona.
2. Untuk menghindari penggunaan hukum perdata
internasional yang tidak sesuai dengan kontrak
tersebut sehingga timbul renvoi, karena itu
diperlukan penerapan prinsip Lex merkatoria
(harmonisasi hukum kontrak)
Menurut Martin Shapiro dlm Taryana Sunandar,
harmonosasi hukum diperlukan karena:
1. Perbedaan kemampuan ekonomi antar negara maju dan
negara berkembang, yg menimbulkan ketidakadilan bagi neg
berkembang.
2. Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat
menimbulkan ketidak seimbangan antar para pihak, shg
diperlukan prinsip harmonisasi hukum
3. Kendala tradisi hukum yang berbeda ant neg-neg Common
Law, Civil law, dan neg.Sosialis shg diperlukan prinsip
harmonisasi hukum.
4. Akibat kebijakan nilai tukar mengambang (floating exchange
rate) dan perubahan sossial politik yang mempengaruhi
perubahan kontrak.
* Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sbg Sumber Hukum Kontrak
dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Sinar Grafika 2004),
hal. 21
SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK
Menurut Hukum Civil Law (BW) Pasal 1320.
1. Kesepakatan (Toesteming)
2. Kecakapan bertindak
3. Objek tertentu (dibolehkan oleh UU)
4. Kausa / Sebab yang halal
Menurut Hukum Commom Law (USA)
1. Adanya Offer dan Acceptance
2. Meting of minds (persesuan kehendak)
3. Consideration (prestasi)
4. Competent parties and legal subject matters
1. Offer and Acceptance (penawaran dan penerimaan)
– Offer: penawaran yang dilakukan oleh pihak penawar untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan hukum.
– Penawaran pada prinsipnya terbuka sepanjang belum
berakhir waktu atau belum dicabut.
• Suatu penawaran akan berakhir apabila:
– Pihak yang menawarkan atau penerima tawaran sakit
ingatan atau meninggal dunia.
– Penawaran dicabut.
– Penerima tawaran tidak menerima tawaran.
• Aceptance: Kesepakatan dari pihak penerima utk
menerima persyaratan yang diajukan oleh pihak
penawar. Penerimaan tsb dapat bersifat absolut
(tanpa syarat) atau relatif (dengan syarat).
2. Meeting of mind (Persesuaian kehendak)
a. Pernyataan persesuaian kehendak antara para
pihak ttg obyek kontrak, isi kontrak kontrak,
kapan dan dimana kontrak dilaksanakan.
b. Kontrak harus dilakukan secara jujur:
- tidak boleh ada unsur penipuan (fraud),
- kehilapan/kesalahan (mistake),
- paksaan (duress), dan
- penyalahgunaan keadaan (undo influence).
Pelanggaran terhadap unsur-unsur tsb
mengakibatkan kontrak menjadi tidak sah dan
batal demi hukum (Jesse S Rafhael, 1962:15).
3. Consideration (Konsiderasi) = Prestasi dan
kontra prestasi. Konsiderasi dimaksudkan agar
kontrak mempunyai kekuatan mengikat, Artinya
sdh menimbulkan hak dan Kewajiban
4. Competent Parties and Legal Subject Matter.
– Competent parties : Kemampuan dan kecakapan
para pihak melakukan perb. hukum (membuat
kontrak): dewasa (cukup umur, max. 18 / 21), waras
(tidak gila).
– Legal Subject Matter: Keabsahan pokok permasalah-
an, dalam hukum Civil Law (BW) disebut dengan
kausa yang halal.
Tahapan dalam kontrak Bisnis
a. Pra contractual (Negosiasi)
b. Contractual (penadatangani Konrak)
c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek)
Dasar Hukum Kontrak Bisnis
a. Contrac Provision – Freedom of Contract Principle
b. General Contract of Law (Syarat sahnya perjanjian)
c. Specific Contract Law
- Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500
- Jurisprudence (Putusan Hakim)
- International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int)
- International Convention – UNCITRAL 1980
UNIFIKASI DAN
HARMONISASI HUKUM
 Unifikasi Hukum: pemberlakuan hukum secara
seragam bagi setiap warga negara, bangsa
atau negara.
 UH secara internasional diperlukan agar setiap
negara mempunyai aturan yang seragam
dalam menyalesaiakan masalah
keperdataan/bisnis. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi terjadinya konflik hukum karena
adanya perbedaan prinsip, sistem, dan status
personal para pihak atau belum ada aturan
hukum yang mengaturnya.
 Permasalahan yg timbul dalam penyelesaian
masalah bisnis adalah adanya perbedaan norma
hukum privat yg berlaku di berbagai negara di
dunia.
 Untuk mengatasi permasalah tsb ada tiga pilihan
yang dpt ditempuh:
1. Negara-negara sepakat utk menerapkan norma
hukum perdag internasional utk mengatur hub
hukum antara para pihak.
2. Menerapkan Choice of law (pilihan hukum) yg
diterapkan dlm kontrak internasional
3. Melakukan univikasi dan harmonisasi hukum
sesuai dengan aturan / hasil perjanjian atau
konvensi yang diberlaku secara internasional
LEMBAGA-LEMBAGA INTERNASIONAL
YANG BERGERAK DALAM UNIFIKASI
DAN HARMONISASI HUKUM
I. WTO (World Trade Organization)
• WTO: organisasi perdag dunia yang lahir dari
perundingan Urugay Round (1986-1994)
• Badan ini dipimpin oleh Minister Conference,
dibantu oleh General Council, dan bersidang
minimal 1 kali dlm dua tahun.
• Tugasnya: selain sebagai badan penyelesaian
sengketa (Dispute Setlement Body), juga
mengamati permasalah perdag dunia di bawah
WTO
Perjanjian di bawah Piagam WTO 1994 al:
 Agreement on agreculture, textile and
clothing, technical barrier to trade,
 Trade Related Inversment Measures
(TRIMs), Trade Related Aspect of
Intelectual Property Rights (TRIPs), Trade
and Services (TS);
 Antidumping, Subsidies and Countervailing
Measures, Safeguards)
 Dispute Setlement Understanding, dll
II. The International Institute for the Unification of
Privat Law (UNIDROIT)
 UNIDRIOT terbentuk tahun 1940 berdasarkan perj.
multilateral dan berkedudkan di Roma
 Keanggotaan (59 Neg): Argentina, Australia, Austria,
Belanda, Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Ceska, Chilie,
Denmark, Mesir, Estonia, Rusia, Finlandia, Tahta Suci
Roma, Hungaria, India, Iran, Irak, Irlandia, Israel, Italia,
Jepang, Jerman,, Kanada, Kolombo, Kroatia, Kuba ,
Luxemburg, Malta, Mexico, Nikaragua, Nigeria, Norwegia,
Pakistan, Paraguay, Polandia, Portugal, Prancis, Rep.
Korea, Rumania, San Marino, Siprus, Slowakia, Slovenia,
Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Tunisia, Turki,
Inggris, Amerka Serikat, Uruguay, Venezuela, Yugoslavia,
Yunani.
Konvensi yg dihasilkan UNIDROIT yaitu : *
1. Convention on relating to uniform law on the
International Sale of Goods/CISG (The Haque 1964)
2. International Convention on the Travel Contract
(Brussel, 1970)
3. Convention on Agency in the International Sale of
Goods (Geneva, 1983);
4. UNIDROIT Convention on International Financial
Leasing (Ottawa, 1988)
5. UNIDROIT Convention on stolen or Illegally Exported
Culture Objects (Rome, 1995)
6. Convention on International Interests in Mobile
Equipment (Cape Town, 2001)
* Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hal. 43
III. The United Nation Commission on Inter-
national Trade Law (UNCITRAL)
 UNCITRAL: Badan PBB terbantuk 17 Desember 1966
bertujuan utk melakukan harmonisasi dan univikasi hukum
di sektor perdagangan antar negara.
 Konvensi-Konvensi UNCITRAL antara lain:
1. United Nation Convention on Contract for the Interna-
tional Sale of Goods/CISG (Vienna Convention 1980),
2. United Convention on Independent Guarantiees and
Stanby Letter of Credits (New York Convention 1995),
3. United Convention on the Assignment of Receivable in
International Trade (2001)
International Convention (IC)
• IC: kesepakatan inter yang telah atau
sedang diratifikasi oleh negara-negara
anggota – mengikat
• Konvensi jual-beli:
1. The United Nations Convention on Contract
for The International Sale of Goods
2. The United Commision on International
Trade Law (UNCITRAL) – 11 april 1980:
keseragaman dalam jual-beli internasional
 Neg-neg Anggota UNCITRAL meliputi:
1. Negara Afrika: Benin, Burkina Faso, Kamerun, Kennya,
Maroko, Rwanda, Siera Leone, Sudan, dan Uganda.
2. Neg –neg Asia: China, Fiji, India, Iran, Jepang,
Singapura, dan Thailand..
3. Neg-neg Eropa Barat: Austria, Prancis, Jerman, Italia,
Spanyol, Swedia, dan Inggris
4. Neg-neg Eropa Timur: Hongaria, Lituania, Rusia,
Yugoslavia.
5. Neg-neg Amerika : USA, Kanada, Karibia, Mexico,
Brazil, Kolombia, Honduras, Paraguay, Uruguay.
Argentina,
IV. Kamar Dagang Internaional (The Interna-
tional Chamber of Commerce / ICC)
 ICC bertujuan utk melayani dunia usaha
melayani dengan memajukan perdagangan,
penanaman modal, membuka pasar utk barang
dan jasa, serta memperlancar aaliran modal
antar negara.
 Peran ICC meliputi:
1. Sebagai forum penyelesaian sengketa
2. sebagai forum penyebarluas info perdag
dan aturan hukum perdag antar neg
3. Memberikan pelatihan dan teknik dlm
merancang kontrak Internasional
 Kebijakan ICC antara lain:
1. The Uniform Custon and Practice for
Documentary Credit (UCP) 500, 1993 dan
1994
2. The International Commercial Term
(INCONTERM), 1936, 2000.
• Pembayaran barang/jasa dalam kotrak bisnis
Internasional dilakukan secara langsung
dengan uang, atau secara tidak langsung
mengunakan menggunakan Surat Berharga
• Pembayaran yang menggunakan Surat
berharga dilakukan dalam bentuk pembayaran
dengan (L/C atau Non L/C).
CARA PEMBAYARAN DALAM
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
A. Pembayaran dgn Letter of Credit
• L/C : Surat utang yg dikeluarkan oleh Bank Devisa (Issuing
Bank) atas permintaan importir nasabah bank tsb yang
ditujukan kpd eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari
importer tsb. Isi surat itu menyatakan bahwa eksporter penerima
L/C diberi hak oleh importir utk menarik wesel (surat perintah
pelunasan utang) atas Bank Pembuka (Opening Bank) sejumlah
uang yg disebut dalam surat tsb. Bank yg bersangkutan
menjamin utk mengakseptir wesel yg ditarik tsb asal sesuai dan
memenuhi semua syarat yang tercantum dlm surat itu. (Amir
M.S, Letter of Credit, 200 : 1)
• L/C : Surat Kredit yang merupakan surat jaminan pembayaran
bersyarat yg diterbitkan oleh Bank (Issuing Bank) atas
permintaan Importir yang ditujukan ke Bank lain (Advising
Bank/Corresponding Bank) di negara Eksportir untuk kepen-
tingan Eksportir guna mendapatkan pembayaran sejumlah yang
disebutkan di dalam surat tersebut. (Gunawan Wijaya dan
Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional, 2000 : 24)
Peranan L/C dlm Transasksi Bisnis Inter:
• Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor.
• Mengamankan dana yang disediakan importir utk
membayar barang yang diimpor
• Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan
Isi Pokok L/C memuat:
1. Nomor dan tanggal L/C
2. Jenis dan Sifat L/C
3. Nama dan Alamat eksporter (penerima L/C) yang
disebut “Beneficiary”
4. Jumlah dana yang tersedia
5. Uraian barang dan jumlahnya
6. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan:
– Bill of lading
– Faktur Perdagangan (Trade Facture)
– Daftar Pengepakan (Packing List)
– Daftar Kubikasi (Meansurement List)
– Daftar timbangan (Weight List)
– Keterangan negara asal
– Sertifikat Mutu (Quality Certificate)
– Laporan Kebenaran Pemeriksaan
– Polis Asuransi
7. Batas Waktu Pengapalan barang
8. Batas Waktu berlakunya L/C
9. Syarat pengapalan (partial shipment,
transshipment)
10. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
Pihak-Pihak Yg terlibat dlm L/C
• Importir (Opener / Aplican)
• Opening Bank / Issuing Bank (Bank
Devisa)
• Advising Bank / Corresponding Bank
• Eksportir / Beneficiary
• Negotiating Bank (Bank tt yg menego.
Shipping Document).
Proses Pembayaran dengan L/C
• Ada Kesepakatan Para pihak ---------------- Sales Contract
• Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C kpd Bank Devisa yg
berperan sebagai Issuing Bank di negaranya utk kepentingan penjual.
• Bank menerbitkan L/C dan mengirim ke Eksportir (Meneficiary) melalui
bank di Negara Eksportir (Advising Bank / Corresponding Bank)
• Advising / Corresponden Bank menginformasikan eksportir bahwa telah
dibuka L/C atas namanya.
• Setelah menerima L/C tsb, Eksportir kmd mengirim barang kpd Importer,
selanjutnya dokumen asli diserahkan kpd Advising Bang, dan
duplikatnya dikirim pd Importer.
• Setelah meneliti kelengkapan dokumen tsb, Advising Bank kmd
melakukan pembayaran. Dokumen tsb selanjutnya dikirim ke Issuing
Bank, dan Issuing Bank membayar kpd Advising Bank.
• Pembuka kredit (Importir) membayar semua kewajiban kpd Issuing Bank
setelah dinotifikasi oleh Issuing Bank bahwa semua dokumen telah
datang dan dan memberikan yang asli kpd Importir sebagai dasar utk
meminta barang dari pihak pengangkut.
Exporter Importer
Sales Contract
L / C
Bank Devisa
Issuing B
(Opening B)
Advising B /
Corresponding B
Borg
Perantara
MEKANIS PEMBAYARAN DGN L / C
1792 BW
1792 BW
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis-Jenis L/C
1. Revocable L/C :
L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa
memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung
risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang
dikirim bisa mengalami kelambatan.
2. Irrevocable L/C :
L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk
eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk
melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu
berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka
waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak
yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata
revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb
harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
3. Irrevocable and Confirmed L/C :
– Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama
jangka waktu berlaku, kecuali jika mendapat
persetujuan dari semua pihak yang terlibat
dgn L/C tsb.
– Mempunyai jaminan (confirmation) pelunasan
berganda atas wesel-wesel dan atau
penyerahan dokumen pengapalan yang
diberikan oleh Opening Bank bersama
Advising Bank.
– Merupakan cara pembayaran yang paling
aman dipandang dari sudut kepentingan
eksportir penerima L/C
4. Irrevocable and Unconfirmed L/C
• L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa,
L/C ini hanya menyampaikan amanat pembuka
L/C kpd Advising Bank yang menyatakan
dengan tegas bahwa Advising Bank tidak ikut
serta memberikan konvirmasi (jaminan) atas
L/C tsb. Mengenai L/C ini kemudian
disampaikan oleh Advising Bank kpd Eksportir.
5. Confirmed L/C
• L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising
Bank bersama Opening Bank.
6. Red Clause L/C :
• Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C
utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb
sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah
L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan
surat pernyataan menehi janji.
• Mengambil sisa dana yg tersedia dengan
menyerahkan dokumen pengapalan yang
lengkap.
• Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C,
karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga,
yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang
yang dipesan.
7. L/C yg bersifat Partial Shipment :
• L/C ini memungkinkan eksportir
mengirim barang secara bertahap dan
menerima pembayarannya secara bertahap
pula.
8. L/C yg bersifat Transipmen Allowed:
• L/C yang memungkinkan eksportir alih
kapal bila diperlukan.
9. Commercial Documentary L/C :
• L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan
Eksportir penerima L/C utk menyerahkan
dokumen pengapalan yg membuktikan
pemilikan barang serta dokumen penunjang
lainnya sbg syarat utk memperoleh pembayaran
dr dana yang tersedia pada L/C tersebut.
• Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti
misalnya bill of lading, faktur perdagangan
wesel, surat keterangan asal negara, daftar
pengepakan, daftar kubikasi, daftar
timbangan,polis asuransi dll.
10. Restricted L/C
L/C yg membatasi hak eksportir penerima
L/C untuk menegosiasikan dokumen
pengapalan pada bank tertentu yg disebut
oleh Opening Bank di dalam L/C tsb, dan
biasanya terbatas pada Advising Bank saja.
11. Straight L/C
L/C yang negosiasi atau pelunasan
dokumen pengapalan hanya dilakukan di
Kassa Opening Bank sendiri.
12. Revolving L/C :
Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang
tanpa perlu diadakan perubahan lagi
13. Clean L/C:
L/C yg dapat dicairkan dananya dengan
penyerahan wesel atau hanya kuitansi
biasa. L/C ini tdk membutuhkan
penyerahan dokumen pengapalan seperti
bill of lading dan sebagainya
14. Open L/C:
L/C yang memberikan hak kpd eksportir
penerima L/C utk menegosiasikan
dokumen pengapalan melalui bank mana
saja yang diinginkannya.
15. Revolving L/C :
– Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan
lagi
– Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit
tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap
bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $
15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit seperti
ini bersifat komulative atau non komulative.
- Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya
- Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal
– Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit
yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis
setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu
berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit
(L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko
yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan
kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh
karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal
nilai yang ditarik.
16. Trasferable L/C (Assignable L/C)
• L/C yang memberikan hak kepada
Eksportir penerima utk mengoperkan atau
menguasakan haknya atas L/C itu kepada
pihak lain atau eksportir lain yang
menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya
karena penerima L/C pertama bukan
produsen sendiri.
17. Back to Back L/C
• L/C yang terjadi apabila Eksportir
penerima L/C tidak sanggup
melaksanakan pengiriman barang karena
tidak barang belum tersedia, mk transaksi
tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara:
• Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd
eksporter atau produsen lain. Hal mungkin
dilakukan jika L/C bersifat transferable.
• Eksportir penerima L/C pertama membuka L/C
nya sendiri untuk eksportir atau produsen kedua,
dengan menjamin L/C yang diterimanya. Cara ini
disebut dengan back to back L/C, dan biasanya
dipakai dalam perdagangan transito (segi tiga).
Misalnya :
Importir Indonesia membuka L/C utk
pengusaha di Singapura guna mengimpor
barang yang berasal dr Jepang. Pengusaha
Singapura kmd mebuka L/C utk
pengusaha Jepang dengan menjaminkan
L/C dari importer Indonesia. Persyaratan
L/C kedua ini hampir seluruhnya sama
dengan persyaratan L/C pertama, kecuali
mungkin mengenai harga dan nama
Loading Port
18. Standby L/C
• L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan
oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang
dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra
dagang asing.
Contoh:
• PT. Berdikari kontraktor Indonesia (BKC) bekerja sama dgn
Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan
jalan layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari
meminjam uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific Jakarta.
• Sebagai jaminan PT.BKC minta kpd mitranya DYC Ltd, utk
membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank.
Antara PT BKC dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan
dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M.
apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka
stanby L/C dapat dicairkan oleh PT MCI sebagai beneficiary
dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat
dipergunakan untuk melunasi hutang PTBKC pada Bank
Fasific Jakarta.
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah
Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah

More Related Content

Similar to Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah

Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Mariske Myeke Tampi
 
Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
sitiholipah2
 
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Mirza Afrizal
 
Hubungan Internasional
Hubungan InternasionalHubungan Internasional
Hubungan Internasional
Tria Monica
 
Sistem Hukum Internasional
Sistem Hukum InternasionalSistem Hukum Internasional
Sistem Hukum Internasional
Jesica Grace
 
HK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptx
HK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptxHK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptx
HK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptx
riansaputra79
 
Hukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptx
Hukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptxHukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptx
Hukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptx
riansaputra79
 
VI. Pembagian Hukum.pptx
VI. Pembagian Hukum.pptxVI. Pembagian Hukum.pptx
VI. Pembagian Hukum.pptx
donihasmanto
 
Pengantar Hukum Indonesia.pptx
Pengantar Hukum Indonesia.pptxPengantar Hukum Indonesia.pptx
Pengantar Hukum Indonesia.pptx
DAHLAN SITOHANG S.Pd., M.H
 
Kuliah pthi, asas asas hukum perdata
Kuliah pthi, asas asas hukum perdataKuliah pthi, asas asas hukum perdata
Kuliah pthi, asas asas hukum perdata
BetlehemKetarenR
 
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Sri Rahayu
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
I Made Dermawan SH MKn
 
ppkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesia ppkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesia
Yogi andreansyah
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hkm perdata 2
Hkm perdata 2Hkm perdata 2
Hukum Bisnis Internasional.pptx
Hukum Bisnis Internasional.pptxHukum Bisnis Internasional.pptx
Hukum Bisnis Internasional.pptx
NurainiJafar
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Septian Muna Barakati
 

Similar to Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah (20)

Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
 
Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
Bisnis internasional, 9, siti holipah, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm,...
 
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
 
Hubungan Internasional
Hubungan InternasionalHubungan Internasional
Hubungan Internasional
 
Sistem Hukum Internasional
Sistem Hukum InternasionalSistem Hukum Internasional
Sistem Hukum Internasional
 
Pkn Kel 4
Pkn Kel 4Pkn Kel 4
Pkn Kel 4
 
HK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptx
HK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptxHK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptx
HK PERDATA PENGANTAR DOMICILE DAN TEMPAT TINGGAL.pptx
 
Hukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptx
Hukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptxHukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptx
Hukum PERDATA PENGANTAR (Subyek Hukum).pptx
 
VI. Pembagian Hukum.pptx
VI. Pembagian Hukum.pptxVI. Pembagian Hukum.pptx
VI. Pembagian Hukum.pptx
 
Pengantar Hukum Indonesia.pptx
Pengantar Hukum Indonesia.pptxPengantar Hukum Indonesia.pptx
Pengantar Hukum Indonesia.pptx
 
Kuliah pthi, asas asas hukum perdata
Kuliah pthi, asas asas hukum perdataKuliah pthi, asas asas hukum perdata
Kuliah pthi, asas asas hukum perdata
 
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah pkn sistem hukum dan peradilan internasional
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
ppkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesia ppkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesia
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
Hkm perdata 2
Hkm perdata 2Hkm perdata 2
Hkm perdata 2
 
Hukum Bisnis Internasional.pptx
Hukum Bisnis Internasional.pptxHukum Bisnis Internasional.pptx
Hukum Bisnis Internasional.pptx
 
Hukum_internasional.pdf
Hukum_internasional.pdfHukum_internasional.pdf
Hukum_internasional.pdf
 
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasionalMakalah sistem hukum dan peradilan internasional
Makalah sistem hukum dan peradilan internasional
 

Materi HPI yang menjadi acuan dasar kuliah

  • 2. RONVOI, KWALIFIKASI, PENYELUDUPAN HUKUM PRINSIP (KWN & DOMISILI) KETERTIBAN UMUM & PILIHAN HUKUM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL PENGERTIAN HPI, HUBUNGAN ANTARA HPI DAN HATAH ARBITRASE INTERNASIONAL FOREIGN SOVEREIGN IMMUNITY SILABUS H P I (HUKUM PERDATA INTERNASIONAL / INTERNATIONAL PRIVATE LAW)
  • 3. HUBUNGAN HPI & HATAH HATAH • HUKUM ANTAR WAKTU • HUKUM ANTAR TEMPAT (SEC. NASIONAL) • HUKUM ANTAR GOLONGAN (SEC. NASIONAL) • HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
  • 4. PENGERTIAN HPI: • Menurut Ray August International Private law, is the division of international law that deals primarily with the rights and duties of individuals and non-government Institutions in their international affairs” *. * Ray August, International Business Law, Tax Cases and Readings, (Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Education, Prentice Hall, 2004), page 1 • HPI sebenarnya bukan hukum antar negara, melainkan norma hukum yang ada unsur internasionalnya (pengaruh hukum asing). Pemberlakuan Hukum Perdata Asing dilakukan oleh hakim nasional (Lex Fory) • Dikatakan internasional karena: 1. Perbedaan tempat objeknya 2. Perbedaan warga negara 3. Prinsip Status personal (Nationalities / Domicile) 3. Perbedaan Sistem Hukum 4. Perbedaan Bendera Kapal PENGERTIAN H P I
  • 5. TITIK TAUT / PERTALIAN Titik Pertalian Primer (Titik Taut Pembeda) 1. Perbedaan Kewarganegaraan 2. Perbedaan Bendera kapal 3. Domisili/tempat kediaman 4. Letak benda / objek (situs) Titik Pertalian Sekunder (Titik Taut Penentu) 1. Pilihan hukum 2. Tempat dilaksakan perjajian/perb hukum 3. Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum 4. Perbedaan Prinsip kewarganegaraan 5. Harta benda dalam perkawinan 6. Syarat Perkawinan 7. Pewarisan
  • 6. Subjek dan Objek HPI  Subjek HPI (Para Pihak) • Institusi Pemerintah (Nasional dan Internasional • Organisasi Non Pemerintah (badan Usaha),LSM, yayasan) • Individu (persoon)  Objek HPI (Obyek Transaksi) • Barang (Benda Bergerak dan Benda Tetap) • Jasa (Keuangan, Tenaga kerja, Akomodasi, Transportasi) Kegiatan terkait dengan HPI: • Perdagangan, Investasi, Join Veture, • Penyertaan Modal Asing, • Francise (waralaba), HKI (Trip’s)
  • 7.  Hubungan Hukum Para Pihak --- Perb. Hukum • Hub Keluaga (Perkawinan, Warisan) • Hub Bisnis (kontrak dagang, Investasi, Teknical Assistance, Frachise, IPR/HKI, dll) • Hub Kerjasama (ekonomi, politik, hukum, keamanan, Perbatasan negara dll)  Hak dan Kewajiban Para pihak • Kewajiban memenuhi Prestasi (pembayaran) • Hak atas presestasi (barang atau Jasa)  Tanggung Jawab Pera Pihak ------ Jaminan / Garansi, Asuransi
  • 8. NEGARA A NEGARA B PERBEDAAN SISTEM HUKUM • CONTINENTAL STATES • CIVIL LAW SYSTEM • NASIONALITIES PRINCIPLE • ANGLO SAXON STATES • COMMON LAW SYSTEM • DOMICILE PRINCIPLE • Kewarganegaraan • Bendera kapal • Tempat/Domisili • Objek/Benda
  • 9. – PRINSIP NASIONALITAS / KWN : Prinsip HPI yang menitik beratkan pada kewarganegaraan seseorang. Artinya hukum personal yang berlaku pd seseorang adalah hukum nasionalnya, jadi setiap WN tetap takluk pd hukum nasional negaranya dimanapun ia berada. – PRINSIP DOMISILI : Prinsip HPI yg menitik beratkan pd tempat domisili, artinya hukum yang berlaku pd seseoramg adalah hukum negara secara toritorial tempat ia berdomisili. Jadi setiap pendatang atau imigran yang masuk atau tinggal di suatu negara, maka ia harus tunduk pd hukum negara tempat domisilinya. PRINSIP STATUS PERSONAL (NASIONALITAS & DOMISILI)
  • 10. NEGARA YANG MENGANUT PRINSIP NASIONALITAS: NEGARA KONTINENTAL Perancis, Italia, Belgia, Luxemburg, Monaco, Belanda, Belgia, Rumania, Bulgaria, Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Turky, China, Indonesia, Costa Rica, Cuba, Dominica, Haiti, Honduras, Mexico, Panama, Venezuela, Columbia dan Ecuador, dan Negara-negara France Union – Berlaku Sistem Hukum Civil Law (Code Civil) dalam berbagai perjanjian di bidang HPI (Contralk Bisnis Internasional)
  • 11. NEGARA-NEGARA YANG MENGANUT P. DOMISILI : NEGARA ANGLO SAXON – Inggris, Jerman, Scotlandia, Afrika Selatan, Denmark, Norwegia, Icelandia, USA, Argentina, Brazil, Guatemala, Nicaragua, Paraguay, Peru, Montevideo, Uruguay, dan Negara-negara common Wealth – Berlaku Sistem Hukum Common Law dalam berbagai perjanjian di bidang HPI (Contrak Bisnis Internasional)
  • 12. Alasan Neg-Neg yg Pro Prinsip Nasionalitas 1. Prinsip ini cocok utk perasaan hukum seseorang krn hk nasional sesuai dgn kepribadian dan kebutuhan WN sendiri serta memp hub psycologis. Menurut pihak yg tdk menyetujui: hal ini tdk selamanya benar, Contoh para imigran selalu beradaptasi dgn kebiasaan dan hukum negara setempat (proses receptie hukum) 2. Lebih permanen dari hukum domisili, Prinsip Nasionalitas lebih tetap, tidak mudah berubah dan status personal hubungan keluarga stabil. 3. Prinsip Nasionalitas membawa kepastian hukum, krn pengertian kwn lebih mudah diketahui dp domisili, dan makna domisili tdk sama utk setiap negara.
  • 13. Alasan Neg-Neg yang Pro Domisili 1. Hk domisili: hukum dimana ybs sesungguhnya hidup, mrk dpt menyesuaikan diri dgn kebiasaan, bahasa, pandangan sosial, pola kehidupan dr negara tempat domsili, shg mrk memperoleh kepastan dlm melakukan hub hukum, dan lebih terpelihara dlm kepastian dan tata tertib keamanan. 2. P. Domisili sering membantu P. Nas, krn P. Nas sering tdk dpt dilaksanakan dgn baik. Misal; terdapat perbedaan kwn ant suami isteri, dan para pihak sering mendpt status kwn melalui P Domisili. 3. H. Domisili sama dgn hukum sang hakim. Misal: kalau ada sengketa maka hakim lebih mudah menyelesaikan sengketa para pihak krn hakim lebih mengenal hukum nasionalnya (lex fory)
  • 14. 4. P. Domisili utk negara pluralisme hukum, spt: Uni Soviet, USA, Indonesia, sebab masing- masing negara bagian atau daerah memp hukum yang berbeda. 5. P, Domisili menolong org yg berkwn lebih dari satu kwn utk memperoleh WN tempat ybs berdomisili. 6. Untuk kepentingan adaptasi dan assimilasi dr para imigran shg diterima menjadi wn tenpat mrk berdomisili.
  • 15. Pendapat Prof. Dr. Sudargo Gautama • Untuk Indonesia sebaiknya berlaku prinsip Domisili, alasannya karena: 1. P. Domisili memperkecil berlaku hk asing shg hk nasional lebih banyak digunakan. 2. Dpt menggunakan asas hk dlm BW (KUH perdata) dlm memutuskan parkara bagi WNI atau asing. 3. Dlm praktik hk sejalan dg administrasi hk prinsip domisili dianggap menentukan hk yg berlaku tanpa menghiraukan status WN atau asing.
  • 16. 4. Indo masih belum mempunyai bahan bacaan utk mengetahui sec baik ttg hk asing sbg bahan masukan dlm menyele- saikan masalah HPI bagi org asing 5. Indo masih terdpt pluralisme hukum. 6. Indo sejak dahulu mrp negara imigran dari berbagai bangsa 7. Indonesia terletak dalam lingkungan negara tetangga kelompok negara Common wealth dgn Sist hk Common law
  • 17. • Prinsip yang berlaku bagi Indonesia adalah: Prinsip Nasionalitas. Hal ini berdasarkan Pasal 16 AB: yg menyatakan bahwa “prinsip Nasionalitas merupakan asas HPI untuk menentukan status personil seseorang, bukan Prinsip Domisili”.
  • 18. • Renvoi terjadi karena adanya perbedaan sistem hukum (HPI). Pada dasarnya masalah penunjukan timbul karena adanya pelbagai sist hk di dunia yg masing-masing memiliki sist HPI sendiri ant negara-negara yang mengacu pada Prinsip Nasionalitas dan Prinsip Domisili • Suatu kaidah HPI dibuat utk menunjuk kearah suatu sist hukum tertentu sebagi sist hk yg hrs diberlakukan dlm penyelesaian suatu masalah HPI RENVOI (PENUNJUKAN KEMBALI)
  • 19. Ada 2 arti Penunjukan yaitu: 1. Penunjukan ke arah kaidah hukum intern (SACHNORMEN) dari suatu sist hukum tertentu. Penunjukan ini disebut “Sachnormverweisung” (penunjukan kearah Hk Intern/Lex fory (Remission) 2. Penunjukan yg diarahkan ke seluruh sistem hukum asing (kaidah HPI dr sist Hukum asing), disebut “Gesamtverweisung” (penunjukan lebih jauh ke arah sistem Hk Asing (Transmission).  Apabila renvoi diterima maka berlaku kaidah lex fory (No. 1)  Apabila ditolak maka akan ada penunjukan lebih jauh ke arah hukum asing (No. 2).
  • 20. 1.Penunjukan Kembali (RENVOI) X Y 2. Penunjukan Lebih Jauh X Y Z X Y Z
  • 21. • Ada 2 pandangan mengapa penunjukan ke arah kaidah HPI dari suatu Sist Hk Asing 1. Agar perkara dapat diputuskan sesuai dengan cara yang dilakukan oleh pengadilan dimana perkara itu seharusnya diadili. 2. Agar dapat terciptanya keseragaman dalam penyelesaian perkara HPI, meskipun orang menghadapi doktrin HPI yang berbeda-beda di setiap negara.
  • 22. CONTOH KASUS : (The Forgo Case) 1. Forgo adalah WN Bavaria (Jerman). 2. Ia berdomisili di Prancis sejak usia 5 tahun tanpa memperoleh WN. 3. Ia sebenarnya anak luar kawin. 4. Ia meninggal dunia di Prancis sec ab intentais. 5. Ia meninggalkan harta berupa barang bergerak 6. Perkara pembagian harta Forgo diajukan di Pengadilan Prancis.
  • 23. • Permasalahan: Berdasarkan hukum manakah pengaturan pembagian warisan Forgo (Prancis atau Bavaria) ? • Kaidah HPI : Lex Fory Prancis menyatakan: persoalan warisan benda bergerak harus diatur berdasarkan kaidah hukum tempat pewaris menjadi WN (P. Nasionalitas) • Sementara kaidah HPI Bavaria menyatakan bahwa persoalan warisan diatur berdasarkan tempat pewaris berdomisili (P. Domisili)
  • 24. Proses Penyelesaian Perkara: 1. Tahap pertama Hakim Prancis melakukan penunjukan ke arah Hk Bavaria sesuai dgn kaidah HPI Prancis. 2. Sedangkan Hakim Bavaria menunjukka kembali ke arah arah Hk intern Prancis 3. Atas penunjukan tsb, Hakim Prancis (lex fori) menerima “Renvoi. 4. Berdasarkan anggapan diatas, Hakim Prancis memberlakukan kaidah hukum waris Prancis (Civil Law) untuk memutuskan perkara tsb. • Menurut Hk Perdata Bavaria, saudara kadung dari anak luar kawin berhak utuk menerima harta warisan dari anak luar kawin tsb. • Menurut Hk. Pancis: Harta peninggalan seorang anak luar kawi jatuh kepada negera. • Karena hakim Prancis menerima renvoi, maka harta Forgo akhirnya jatuh kepada negara (Pemerintah Prancis)
  • 25. KONTRA DAN PRO THD RENVOI Alasan pihak yang Kontra (anti Renvoi) 1. R. tidak logis (illogical) krn seperti bermain bola pimpong (international ping pong) yang tidak ada penyelesaiannya. 2. R. mrp penyerahan kedaulatan legislative krn: seolah kita menyerahkan kaidah hukum kita untuk kaidah hukum asing, membiarkan HPI asing mengganti HPI kita dan Hakim sendiri dikorbankan thd berlakunya HPI asing. 3. R. membawa ketidakpastian hukum shg penyelesaian menjadi samar-samar dan tidak stabil jika tidak menggunakan hukum sendiri (hukum hakim/lex fori)
  • 26. Alasan Pihak yang Pro (sependapat) Renvoi 1. R. memberikan keuntungan praktis krn hakim dpt menggunakan hukum intern (lex fori) dalam menyelesaikan masalah HPI 2. R. menghndari “plus royaliste que le roi” sifat lebih raja dari raja sendiri (egoistic), artinya tidak sudi menerima norma hukum asing yang ditawarkan dan tidak bersifat terbuka. 3. R. tidak akan menghasilkan keputusan berbeda-berbeda dalam penyelesaian masalah HPI meskipun para pihak berasal dari negara yg berbeda. 4. R. membawa harmonisasi keputusan HPI untuk mengatasi pertentangan pendapat ant neg-neg yg berbeda sist hukum. Shg tujuan HPI utk tercapainya harmonisasi keputusan terlaksana dgn baik.
  • 27. Pendapat Prof. Dr. S. Gautama tentang Pro dan Kontra Renvoi • Masing-masing alasan dapat dipertang- gungjawabkan • Beliau mengikuti pendapat Lemaire dalam menyelesaikan kasus HPI di Indonesia “Renvoi jangan dilihat dari segi logis atau tidak logis tetapi dilihat dari segi positif oleh karena itu perlu ada pelembutan hukum (legal flexibility) dengan menerima renvoi dalam penyelesaian HPI”
  • 28. Indonesia menerima Renvoi dlm Praktik Administratif SE Jaksa Agung 1922 :Menerima Renvoi • Seorg WNA yg blm berumur 30 th belum boleh menikah tanpa persetujuan wali. • Psl 16 AB: Indo menganut prinsip Nasionalitas • WNA tsb adalah WN Inggris (Prinsip Domisili) • Krn salah satunya tinggal di Indo, maka Pem Indo memberikan dispensasi berdasarkan pasal 42 (Pasal 48 BW) • Perkawinan antar WNA tsb dilaksanakan di Kantor Catatan Sipil.
  • 29. • Kualifikasi adalah penyalinan fakta hukum (qualification of fact) yang mana Negara/Pemerintah memberikan kepercayaan kepada hakim untuk menggunakan norma hukum dari negara tsb guna menyelesaikan permasa-lahan HPI yang terjadi antara para pihak. Perbuatan ini mirip dgn pemberian kuasa kepada advokat /penerima kuasa untuk mewakili klien / pemberi kuasa di pengadilan atau melakukan perbuatan hukum lainnya. • Pemberian kuasa: adalah suatu perbuatan yang mana seseorang memberikan kuasa kepada org lain (penerima kuasa) utk melakukan perwakilan khusus untuk kepentingan pemberi kuasa (1792 BW), mis: - penanda tangannan suatu kontrak - penanganan perkara di pengadilan KUALIFIKASI / KWALIFIKASI (QUALIFIKASI, QUALIFICATION)
  • 30. • Dalam kontrak internasional, Kwalifikasi berkaitan dgn Locus Contractus (tempat kontrak dilaksanakan), mengacu pada prinsip Lex Loci Contraktus = tempat kontrak dilakasanakan. • Ada perbedaan kwalifikasi dlm sistem HPI ant neg Eropa kontinental dan Eropa Anglo Saxon. A (X) B (Y) Offer Continental Civil Law Nationality Anglo Saxon Common Law Domicile TEMPAT KONTRAK Penentuan Locus Delicti (Tempat Perbuatan Melanggar hukum) A (X) B (Y) : Perbuatan Hukun : Akibat Hukum Tempat Perb Melawan Hk Declaration Theory Mail box Theory
  • 31. MACAM-MACAM KWALIFIKASI 1. Kwalifikasi Lex fory (Hukum Hakim) yang memberlakukan hukum nasional, hal ini cocok jika negara tsb menerapkan prinsip domisili berdasarkan tempat kontrak (Lex Contractus) dan tempat perjanjian perkawinan. Alasan: a. Mempermudah penyelesaian perkara. b. Lex Fori, sudah jelas hukumnya 2. Kwalifikasi menurut Lex Causae (pilihan HPI para pihak). 3. Kwalifikasi sec Otonom: berdasarkan perban- dingan hukum yg terlepas dari salah satu sistem hukum tertentu.
  • 32. Pengecualian dari Kwalifikasi Lex Fori 1. Sama-sama Prinsip Nasonalitas 2. Status Benda (bergerak dan Tdk bgrk) 3. Kontrak menurut maksud para pihak 4. Perbuaan melanggar hukum 5. Persetujuan antar negara : kaidah HPI 6. Ketentuan Mahkamah internasional
  • 33. Perbedaan Kwalifikasi Primer dan Sekunder 1. Kwalifikasi Primer: menentukan hukum yg digunakan yang cedenderung mengguna-kan Kualifikasi Lex Fori (Hk materiil) sang hakim) krn: Asas domisili, tempat kontrak, pewarisan, perkawinan) 2. Kwalifikasi Sekunder: Jika sudah diketahui tentang aturan hk asing mana yg diguna-kan, maka dpt digunakan hukum asing yg dimaksud, krn Asas Nasionalitas
  • 34. Ketertiban Umum (KU) = Public Order Suatu kondisi yang mana setiap warga negara, masyarakat, bangsa, negara, menghendaki suatu keadaan yang stabil, aman, tertib damai dan harmonis. HPI asing diberlakukan sebatas tidak melanggar KU dan sendi-sendi asasi hukum nasional. Jika terjadi pelanggaran KU, maka hukum nasional si hakim (Lex Fori) dapat digunakan sebatas sbg “rem darurat”, dan sebaliknya hukum asing dapat dikesampingkan. H. Nas sebagai “rem darurat” artinya bahwa hukum nasional digunakan seperlunya apabila hukum asing yang hendak di berlakukan melanggar ketertiban umum, atau melanggar sendi-sendi asasi hukm nasional. Penggunaan hukum nasional yang terlalu dominan akan bertentangan dgn prinsip HPI. KETERTIBAN UMUM
  • 35. • Ketertiban Umum sangat terkait dengan faktor-faktor:  tempat dan waktu  pertimbangan politik negara,  asas/prinsip status personal (nasionalitas, domisili) • Contoh Pelanggaran Ketertiban Umum:  transaksi dilarang oleh peraturan  kasus perbudakan  kematian perdata  larangan perkawinan zaman Nazi (1931) antar org dari ras Aria dgn ras bukan Aria  nasionalisasi tanpa ganti rugi  kasus ekspor tembakau indo ke Breman (Jerman)  perkawinan (Prancis + Mesir): umum/poligami  alasan perceraian (persetujuan) • Terlalu banyak menggunakan hk nasional : masalah HPI  dipandang chauvinisme / nasionalisme
  • 36. * KU berubah menurut situasi dan kondisi.  Faktor waktu : di Prancis tdk boleh bercerai 1884 setelah itu boleh.  Faktor tempat: Hak Milik pribadi (hak mutlak)  Di Indo, H M : fungsi sos (Psl 33 UUD 45, Psl 6 UUPA) * Yurisprudensi :  Kasus nasionalisasi perush: apakah melanggar K. U.  Nasionalisasi minyak di Mexico (perush. BId) * Perumusan KU dalam Ketentuan HPI  UU HPI Jepang ~ dari HPI Jerman (EGBGB) dapat dijadikan acuan HPI Indo (BPHN) * Psl 30: H.Asing tdk digunakan (dikesampingkan) jika bertentangan dg KU, UU dan kesusilaan
  • 37. KU. NASIONAL KU INTERNASIONAL - Terlalu banyak menggunakan Hk Nasional akan menimbulkan sifat chaivinism dan Nasionalism - Gunakan Hk Nasional seperlunya saja, apabila Hk asing bertentangan dgn KU dan UU nasional
  • 38. Istilah : Penyuludupan Hukum - Wetsontduiking (Belanda) - Fraudulent creation of point of contracts (Inggris) - Fraude a la loi (Prancis). • Penyeludupan Hukum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan cara mengingkari hukum nasionalnya atau menggunakan hukum negara lain untuk melegalkan perbuatan hukumnya. Hub dgn Ketertiban Umum • keduanya: bertujuan agar hukum nasional dpt digunakan dan mengenyampingkan hukum asing : krn mrp Penyeludupan hukum. • Perbedaan: KU, Hk Nas dianggap tetap berlaku PH, Hk Nas berlaku utk peristiwa tertentu saja PENYULUDUPAN HUKUM
  • 39. Kasus Pernikahan di Gretna Green 1. Desa Gretna Green (Scotland) yg dekat dgn England, 2. tempat org dari Inggris menikah tanpa persetujuan org tua. 3. Pernikahan tsb disahkan berdasarkan hukum Gretna Green Kasus Perkawinan di Penang (Malaysia), jajahan Inggris 1. Wanita yang baru cerai belum boleh menikah sebelum lewat 300 hari (Psl 34 BW) 2. Agar bisa menikah mereka pergi ke Penang untuk melegalkan pernikahannya menurut hukum Inggris. Kasus Perkwinan di Singapura atau Australia 1. Dua org WNI berbeda agama tdk boleh menikah di Indo krn bertentangan dgn UU Perkawinan 2. Menurut UU. No 1 Thn 1974 bahwa sahnya perkawinan apabila dilakukan dalam agama yang sama 3. Agar dpt menikah mereka pergi ke Sungapura atau Australiah untuk melegalkan perkawinan mereka Ketiga Kasus perkawinan di atas melanggar Ketertiban Umum karena melangar hukum positif (Hukum Nasional) yang berlaku di suatu negara KASUS PENYULUDUPAN HUKUM
  • 40. Kasus Perkawinan utk memperoleh KWN Indonesia 1. Seorn Wanita WNA yang tinggal dan bekerja tanpa izin di Indo 2. Utk menghindari deportasi dari Pem Indo dan agar dapat tetap bekerja di Indo, ia menikah dgn pria WNI. 3. Sesuai dgn Psl 7 dan 8 UU Kewarga-negaraan No. 62 Tahun 1958 bahwa wanita WNA yang kawin dgn Pria WNI dpt menjadi WNI mengikuti kwn suaminya, asalkan perkawina tsb bukan bersifat pura-pura. 4. Wanita tsb juga dapat bekerja di Indonesia berdasarkan izin dari Menteri Tenaga Kerjaan berdasarkan UU No. 3 Tahun 1958. UU KWN No.62/1958 diperbaharui dgn UU KWN No. 12 Tahun 2006
  • 41. Kasus Naturalisasi 1. Seorg Putri Bauffremont WN Belgia menjadi WN Perancis krn perkawinan dgn WN Perancis 2. Ia menuntut perceraian, ttp menurut Hk Perancis hal itu tidak dimungkinkan. Ia hanya diperbolehkan berpisah meja dan ranjang. 3. Kmd si putri mengadakan naturalisasi di Saxen Altenburg menjadi WN Jerman. Sbg WN Jerman ia minta perceraian di Jerman. Hukum Jeman mengabulkan perceraiannya. 4. Ia menikah kembali dgn Prins Bilbisco sorg WN Rumania. 5. Suami pertama menggugat di PN Perancis. Hakim Perancis memutuskan bhw perkawinan pertama masih sah 6. Sebaliknya menurut Hakim Belgia, perceraian di Jerman sah. Demikian pula dgn perkawinan keduanya juga sah. Sementara hakim Pranc mengannggap percerain itu tdk sah krn naturalisasi tsb tdk sungguh sungguh/berpura-pura.
  • 42. PH : Choice of Law (Intention of the parties), Partij Authonomie, Loi d’ Autonomie PH memberikan kebebasan pada para pihak utk menentukan hukum (dlm pelaksanaan perjanjian/ kontrak dan penyelesaian konflik). PH. tdk boleh melanggar ketertiban umum dan tdk boleh mengarah pada penyeludupan hukum. PILIHAN HUKUM
  • 43. • Dalam menyelesaikan masalah HPI/ Kontrak Bisnis Intern Hakim harus menghormati Pilihan Hukum, artinya hukum yang digunakan dalam transaksi bisnis Internasional / penyelesaian konflik adalah hukum yang dipilih oleh para pihak. Macam-Macam Pilihan Hukum. 1. PH. Sec.tegas: Klausula dalam kontrak jelas. 2. PH. Sec. diam-diam: dilihat pd domisili dan sikap para pihak 3. PH. yang dianggap : penundundukan hukum sukarela, 4. PH. Sec. Hypothetic: menyerahkan pada Pilihan Hakim
  • 44. Pro dan Kontra Pilihan Hukum Alasan pihak yang Pro Pilihan Hukum 1. Alasan filsafah : utk menentukan jalannya hukum shg dapat mengurangi penggunaan “rem darurat” 2. Alasan praktis : Hukum mana yang dianggap paling berguna. 3. Alasan Kepastian hukum: utk memastikan hukum mana yang berlaku 4. Alasan Kebutuhan Internasional : Kelancaran kontrak Inter.
  • 45. Alasan Kontra Pilihan Hukum 1. PH merupakan lingkaran vitourous, artinya pilihan para pihak masih diragukan. 2. PH bersifat memaksa thd hukum intern dari suatu negara. 3. PH adalah perbutan a-sosial : PH berada di luar dan di atas peraturan-peraturan hukum yang berlaku di suatu negara.
  • 46. TEORI-TEORI HPI UNTUK MENENTUKAN HUKUM YG BERLAKU JIKA PARA PIHAK TDK MENENTUKAN P H 1. Lex Loci Contractus: (Hk tempat kontrak dilaksanakan) Teori ini digunakan jika para pihak tidak bertemu/tdk berada di tempat yang sama (Contract between absent persons): a. Post Box/Mail Box Theory b. Arrival Theory / Declaration Theory
  • 47. a. Post Box / Mail Box Theory / Theory of Expedition: Tempat Kontrak dilakukan di negara tempat seseorang penerima penawaran (offerte) memasukkan surat penerimaan ke kotak pos pengiriman surat (mail box). A (X) B (Y) Penawaran Civil Law Continental System Common Law Anglo Saxon System Tempat Kontrak Ditandatangani
  • 48. b. Arrival Theory / Declaration Theory Tempat Kontrak adalah tempat penawaran kontrak krn Surat penerimaan penawaran diterima oleh pihak yang melakukan penawaran (offerte) Civil Law Continental System A (X) B (Y) Penawaran Common Law Anglo Saxon System Tempat Kontrak Ditandatangani
  • 49. 2. Teori Lex Loci Solutionis • Teori yang menitikberatkan pada tempat perjanjian/ kontrak dilaksanakan, bukan tempat kontrak ditanda-tangani, misalnya: Tempat penyerahan barang atau jasa diberikan atau tempat pelaksanaan proyek. • Permasalahan : Jika pelaksanaan kontrak dilakukan di beberapa tempat, hal ini berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak.
  • 50. 3.Teori” The Proper Law of The Contract: Teori ini menekankankan pada titik taut yang paling berat/penentu untuk kontrak-kontrak internasional sbg tempat kontrak dilakasanakan.
  • 51. 4. The Most Characteristic Connection Theory • Teori ini melihat pada titik taut yang paling karakterik, artinya pihak mana yang paling banyak melakukan prestasi dalam kontrak, maka hukum negara dari pihak yg bersangkutan sebagai tempat kontrak dilaksanakan. • Misalmya antara: Penjual ---------------------- Pembeli Pemborong----------------- Order Foreign Investor ----------Host Country Bank -------------------------Debitor
  • 52. • Menurut Prof. Soedargo Gautama: The Most Characteristic Connection Theory adalah teori yang terbaik dan paling cocok diterapkan dalam kontrak karena dapat membawa kepastian hukum bagi para pihak.
  • 54. KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL ISTRUMEN HUKUM BIDANG EKONOMI kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual; atau kegiatan-kegiatan bisnis lainnya yang terkait, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan sebagainya. BISNIS (WIRA USAHA) KEGIATAN DI BID EKONOMI
  • 55. • Kontrak Bisnis Internasional adalah: Kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak untuk melakukan kegiatan bisnis (komersial), antar perorangan atau badan usaha yang berada pada negara berbeda, seperti: kegiatan ekspor-impor (jual-beli barang), perdagaangaan jasa, investasi, franchise (waralaba) Hak atas Intelektual, dan kegiatan bisnis lainnya* • *Karla C. Shippey, J.D, Kontrak Bisnis Internasional, Penerbit 2004 PENGERTIAN KONTRAK BISNIS
  • 56. Aspek Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Tahap Penegakan Budaya - Budaya Hukum - Peranan lawyer - Pola Negosiasi - Lawyer Proaktif - Aspek Tradisi.. - Faktor Bahasa Menghadapi Konflik - Litigasi - Non Litigasi Hukum - Pilihan Hukum - Persyaratan hk Mematuhi isi perundingan utk mengubah kontrak atau HK Independensi Pengadilan di masing negara Praktik Strategi ber- negosiasi draf peraturan Kontrol mutu Sertifikasi (jika ada) Efesiensi, dan efektifitas (Prosedur dan waktu) TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL
  • 57. KLAUSUL DALAM KONTRA BISNIS INTERNASIONAL 1. Subjek Hukum: – Pemerintah / Negara (Subjek Hukum Privat) – Badan Hukum : Perusahaan (BUMN, BUMS). – Individu/Perorangan 2. Objek Hukum : barang, jasa, modal 3. Kapan dan dimana : -waktu, -tempat 4. Pilihan Hukum : • Hukum para pihak (Lex causae) • Hukum hakim (Lex fory) • Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori HPI) 5. Draft Kontrak: - Bahasa yang digunakan. • Salah satu pihak menyiapkan draft • Tukar-menukar draft
  • 58. • Jenis-Jenis Kontrak Internasional: – Perdagangan barang (ekspor-Impor) – Perdagangan Jasa (TS) – Investment (TRIMs) – Keagenan dan distribusi (TS) – Franchise /waralaba (TRIPs) – Hak atas Kekayaan Intelektual – Technical Assistance (TS) – Joint venture (TRIMs)  Selain mengacu pada prinsip-prinsip HPI, juga tunduk pada prinsip-prinsip GATT-WTO5
  • 59. • Kontrak Bisnis Internasional menganut sistem terbuka yang melahirkan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang membuka kesempatan kepada para pihak yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut ini. 1. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut. 2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut. 3. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan penunjukan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.
  • 60.  Menurut Hukum Civil Law (BW) Pasal 1320. 1. Kesepakatan (Toesteming) : Para pihak sepakat mengenai objek dan harga objek yang diperjanjikan 2. Kecakapan bertindak: para pihak dalam keadaan sehat rohani (tidak dibawah pengampuan) dan cukup umur (dewasa) untuk melaksanakan perjanjian 3. Objek tertentu : barang/jasa yang diperjanjikan dibolehkan oleh UU, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. 4. Kausa / Sebab yang halal: dalam kotrak bisnis tidak mengandung unsur penipuan, hilaf dan paksaan.  Syarat 1 dan 2 (Syarat Subyektif): apabila dilanggar maka kontrak tersebut dapat dibatalkan.  Syarat 2 dan 3 (Syarat Objektif) : apabila dilanggar maka kontrak tersebut batal demi hukum. SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK BISNIS
  • 61.  Menurut Hukum Commom Law (Inggris, AS) 1. Offer and Acceptance (penawaran dan penerimaan) • Offer : penawaran yang dilakukan oleh pihak penawar untuk mengadakan kontrak bisnis Internasional. Penawaran pada prinsipnya terbuka sepanjang belum berakhir waktu atau belum dicabut. • Aceptance: Kesepakatan dari pihak penerima utk menerima persyaratan yang diajukan oleh pihak penawar. Penerimaan tsb dapat bersifat absolut (tanpa syarat) atau relatif (dengan syarat). 2. Meeting of mind (Persesuaian kehendak) • Perersesuaian kehendak antara para pihak ttg obyek kontrak, isi kontrak kontrak, kapan dan dimana kontrak dilaksanakan. • Kontrak harus dilakukan secara jujur, tidak boleh ada unsur-unsur penipuan (fraud), kesalahan (mistake), paksaan (duress), dan penyalahgunaan keadaan (undo influence). Pelanggaran terhadap unsur-unsur tsb mengakibatkan kontrak menjadi tidak sah dan batal demi hukum (Jesse S Rafhael, 1962:15).
  • 62. 3. Consideration (Konsiderasi) = Prestasi dan kontra prestasi. Konsiderasi dimaksudkan agar kontrak mempunyai kekuatan mengikat, Artinya sdh menimbulkan hak dan Kewajiban 4. Competent Parties and Legal Subject Matter. – Competent parties : Kemampuan dan kecakapan para pihak melakukan perb. hukum (membuat kontrak): dewasa (cukup umur, max. 18 / 21), waras (tidak gila). – Legal Subject Matter: Keabsahan pokok permasalah- an, dalam hukum Civil Law (BW) disebut dengan kausa yang halal.
  • 63.  Tahapan dalam kontrak Bisnis a. Pra contractual (Negosiasi) b. Contractual (penadatangani Konrak) c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek)  Dasar Hukum Kontrak Bisnis a. Contract Provision – Freedom of Contract Principle b. General Contract of Law (Syarat sahnya Kontrak) c. Specific Contract Law (1457-1540 KUH Perd) d. Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500 e. Jurisprudence (Putusan Hakim) f. International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int). g. International Convention – UNCITRAL 1980
  • 64. Prinsip-Prinsip Kontrak Bisnis dalam KUHPerdata (Psl. 1320 –1338) • Pacta sunt servanda Principle • Consensual Principle • Freedom of Contract Principle • Obligation Principle • Good Faith Principle PRINSIP-PRINSIP KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
  • 65. 1. Pacta sunt servanda Principle: adalah prinsip kontrak, yang menyatakan bahwa perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak merupakan undang undang yang harus ditaati (perjajian tersebut mengikat para pihak) 2. Consensual Principle: adalah prinsip kontrak yang menyatakan, apabila kontrak / perjanjian telah disepakati, maka kontrak tersebut dianggap telah terjadi, meskipun belum ada prestasi dan kontra prestasi (Uang dan barang)
  • 66. 3. Freedom of Contract Principle adalah prinsip kontrak yang menyatakan bahwa para pihak bebas untuk menentukan subyek dan obyek kontrak, bentuk kontrak, isi kontrak, sifat kontrak, dimana dan kapan kontrak tersebut dilaksanakan. 4. Obligation Principle adalah prinsip konntrak yang menyatakan bahwa para pihak wajib memenuhi prestasi dan konra prestasi dalam kontrak 5. Good Faith Principle: adalah prinsip kontrak yang menyatakan bahwa para pihak harus beretikat baik dalam pelaksanaan kontrak (tidak boleh ada unsur- usur penipuan, hilaf dan paksaan)
  • 67. Harmonisasi Hukum  LEX MERCATORIA : merupakan prinsip harmonisasi hukum yang berlaku umum dalam kontrak bisnis internasional sesuai dengan norma-norma yang diterapkan di Eropa. (harmonisasi hukum = penyesuaian hukum), Lex Mercatoria meliputi: 1. UNIDROIT (Principles on International Commercial Contract / ICC) – Prinsip Kontrak Bisnis Yang bersifat Umum 2. United Nation Convention on Contract for the International Sale of Goods (CISG) - Prinsip Kontrak yg berkaitan dgn Jual beli barang, - UNCITRAL (Konvensi Wina 1980) HARMONISASI DAN UNIFIKASI HUKUM
  • 68. Menurut Martin Shapiro dlm Taryana Sunandar, harmonisasi hukum diperlukan karena: 1. Perbedaan kemampuan ekonomi antar negara maju dan negara berkembang, yg menimbulkan ketidakadilan bagi neg berkembang. 2. Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat menimbulkan ketidak seimbangan antar para pihak, shg diperlukan prinsip harmonisasi hukum 3. Kendala tradisi hukum yang berbeda ant neg-neg Common Law, dan Civil law, shg diperlukan prinsip harmonisasi hukum. 4. Akibat kebijakan ekonomi, nilai tukar mengambang (floating exchange rate) dan perubahan sosial politik yang mempengaruhi perubahan kontrak. * Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sbg Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Sinar Grafika 2004), hal. 21
  • 69.  Prinsip UNIDROIT dan CISG sbg Sumber Hukum Sekunder • Menurut Michael Medwig ada dua alasan yaitu 1. Lex mercatoria sbg pilihan hukum apabila kontrak dibuat ant pihak swasta asing dgn pihak yang mewakili lembaga pemerintah, hal ini terjadi dalam hal adanya permasalahan yang bersifat lintas batas, dan sulit diselesaiakan dengan hukum nasional karena itu para hakim akan merujuk kepada hukum perdata internasiona. 2. Untuk menghindari penggunaan hukum perdata internasional yang tidak sesuai dgn kontrak tersebut sehingga timbul renvoi, karena itu diperlukan penerapan prinsip Lex mercatoria (harmonisasi hukum kontrak)
  • 70. Unifikasi Hukum  Unifikasi Hukum: pemberlakuan hukum secara seragam bagi setiap warga negara, bangsa atau negara.  UH secara internasional diperlukan agar setiap negara mempunyai aturan yang seragam dalam menyalesaiakan masalah keperdataan/bisnis. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya konflik hukum karena adanya perbedaan prinsip, sistem, dan status personal para pihak atau belum ada aturan hukum yang mengaturnya.
  • 71.  Permasalahan yg timbul dalam penyelesaian masalah bisnis adalah adanya perbedaan norma hukum privat yg berlaku di berbagai negara di dunia.  Untuk mengatasi permasalah tsb ada tiga pilihan yang dpt ditempuh: 1. Negara-negara sepakat utk menerapkan norma hukum perdag internasional utk mengatur hub hukum antara para pihak. 2. Menerapkan Choice of law (pilihan hukum) yg diterapkan dlm kontrak internasional 3. Melakukan Unifikasi dan Harmonisasi hukum sesuai dengan aturan / hasil perjanjian atau konvensi yang diberlaku secara internasional
  • 72. I. WTO (World Trade Organization) 1994 • WTO: organisasi perdag dunia yang lahir dari perundingan Urugay Round (1986-1994) • Badan ini dipimpin oleh Minister Conference, dibantu oleh General Council, dan bersidang minimal 1 kali dlm dua tahun. • Tugasnya: selain sebagai badan penyelesaian sengketa (Dispute Setlement Body), juga mengamati permasalah perdag dunia di bawah WTO LEMBAGA-LEMBAGA INTERNASIONAL YANG MENJADI ACUAN MELALUI UNIFIKASI DAN HARMONISASI HUKUM
  • 73.  Perjanjian di bawah Piagam WTO 1994 al: 1. Agreement on agreculture, textile and clothing, technical barrier to trade, 2. Trade Related Inversment Measures (TRIMs), Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs), Trade and Services (TS); 3. Antidumping, Subsidies and Countervailing Measures, Safeguards) 4. Dispute Setlement Understanding, dll
  • 74. II. The International Institute for the Unification of Privat Law (UNIDROIT)  UNIDRIOT terbentuk tahun 1940 berdasarkan perj. multilateral dan berkedudkan di Roma  Keanggotaan (59 Neg): Argentina, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Ceska, Chilie, Denmark, Mesir, Estonia, Rusia, Finlandia, Tahta Suci Roma, Hungaria, India, Iran, Irak, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Jerman,, Kanada, Kolombo, Kroatia, Kuba , Luxemburg, Malta, Mexico, Nikaragua, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Paraguay, Polandia, Portugal, Prancis, Rep. Korea, Rumania, San Marino, Siprus, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Tunisia, Turki, Inggris, Amerka Serikat, Uruguay, Venezuela, Yugoslavia, Yunani.
  • 75.  Konvensi yg dihasilkan UNIDROIT yaitu: * 1. Convention on relating to uniform law on the International Sale of Goods (The Haque 1964) 2. International Convention on the Travel Contract (Brussel, 1970) 3. Convention on Agency in the International Sale of Goods (Geneva, 1983); 4. UNIDROIT Convention on International Financial Leasing (Ottawa, 1988) 5. UNIDROIT Convention on stolen or Illegally Exported Culture Objects (Rome, 1995) 6. Convention on International Interests in Mobile Equipment (Cape Town, 2001) * Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 43
  • 76. III. The United Nation Commission on Inter- national Trade Law (UNCITRAL)  UNCITRAL: Badan PBB terbantuk 17 Desember 1966 utk melakukan harmonisasi dan unifikasi hukum di sektor perdagangan antar negara.  Konvensi-Konvensi UNCITRAL antara lain: 1. Convention on Contract for the International Sale of Goods /CISG (Vienna Convention1980), 2. United Convention on Independent Guarantiees and Stanby Letter of Credits (New York Convention 1995), 3. United Convention on the Assignment of Receivable in International Trade (2001)
  • 77.  Neg-neg Anggota UNCITRAL meliputi: 1. Negara Afrika: Benin, Burkina Faso, Kamerun, Kennya, Maroko, Rwanda, Siera Leone, Sudan, dan Uganda. 2. Neg –neg Asia: China, Fiji, India, Iran, Jepang, Singapura, dan Thailand.. 3. Neg-neg Eropa Barat: Austria, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Swedia, dan Inggris 4. Neg-neg Eropa Timur: Hongaria, Lituania, Rusia, Yugoslavia. 5. Neg-neg Amerika : USA, Kanada, Karibia, Mexico, Brazil, Kolombia, Honduras, Paraguay, Uruguay. Argentina,
  • 78.  Kebijakan ICC antara lain: 1. The Uniform Custon and Practice (UCP) 500, 1933 dan 1994 2. The International Commercial Term (INCONTERM), 1936, 2000.
  • 79. IV. Kamar Dagang Internaional (The Internatio- nal Chamber of Commerce / ICC)  ICC bertujuan utk melayani dunia usaha melayani dengan memajukan perdagangan, penanaman modal, membuka pasar utk barang dan jasa, serta memperlancar aaliran modal antar negara.  Peran ICC meliputi: 1. Sebagai forum penyelesaian sengketa 2. sebagai forum penyebarluas info perdag dan aturan hukum perdag antar neg 3. Memberikan pelatihan dan teknik dlm merancang kontrak Internasional
  • 80. KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL ( EKSPOR – IMPOR )
  • 81. 1. Ekportir mempromosikan barang yang akan diekspor melalui berbagai cara seperti: • Pameran dagang, iklan di koran, majalah, radio, televisi, atau media lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. • Promosi ekspor dapat dilakukan sendiri melalui badan-badan khusus seperti Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Dewan Penunjang Ekspor (DPE), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). • Peranan Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI di luar negeri, atase perdagangan Kedutaan Besar negara-negara asing di Jakarta; • Perwakilan dagang asing seperti American Chamber of Commerce (AMCHAM), China External Trade Association (CETRA), Japan External Trade Organization (JETRO), Korean Trade Agency (KOTRA), dan lain-lain. TAHAPAN -TAHAPAN DALAM KEGIATAN EKSPOR – IMPOR BARANG
  • 82. 2. Tahap Inquiry : Importir yang berminat terhadap promosi yang dilakukan eksportir kemudian mengirimkan surat permintaan harga atau Letter of Inquiry kepada eksportir. Letter of Inquiry ini berisi permintaan penawaran harga disertai keterangan mengenai mutu barang yang diinginkan, kuantum yang ingin dibeli, harga satuan dan total harga dalam valuta asing (US$ atau mata uang lain), waktu pengiriman (shipment date) serta nama pelabuhan tujuan yang diingini.
  • 83. 3. Tahap Offersheet (Surat Penawaran Harga ): Eksportir memenuhi permintaan importir dengan mengirimkan surat penawaran harga atau offersheet yang berisi keterangan berdasarkan permintaan importir, seperti: uraian barang, mutu, kuantum, waktu penyerahan, harga dan tempat penyerahan barang, syarat pembayaran, waktu pengapalan, cara pengepakan barang, brosur, dan bila perlu contoh barang yang ditawarkan. Penawaran itu juga menyebutkan apakah penawaran bersifat free offer atau firms offer.
  • 84. 4. Tahap Ordersheet (Daftar Pesanan): Setelah mempelajari dengan seksama offersheet dari eksportir, kemudian importir membuat surat pesanan dalam bentuk ordersheet atau purchase order kepada eksportir. 5. Tahap Sales Contract (Kontral Dagang): Eksportir menyiapkan kontrak jual beli ekspor (sales contract) sesuai dengan data dari offersheet dan ordersheet ditambah dengan keterangan seperti force majeure clause, klaim, syarat pengapalan seperti partial shipment, transshipment, vessel age dan lain-lain. Kontrak tersebut ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan kepada importir untuk ditandatangani pula sebagai tanda persetujuan atas sale’s contract itu. Lazimnya sale’s contract dibuatkan dalam rangkap dua (two original).
  • 85. 6. Tahap Sale’s Confirmation (Konfirmasi Kontrak): Importir mempelajari sale’s contract dengan seksama, dan bila dapat menyetujuinya kemudia ia menandatangani dan mengembalikannya kepada eksportir. Satu original copy ditahan oleh importir sebagai dokumen asli transaksi yang lazim disebut sebagai sale’s confirmation. Kedua sale’s confirmation copy yang asli ini mempunyai kekuatan hukum yang sama.
  • 86. Berbagai permasalahan (risiko) yang dapat terjadi dalam Kontrak bisnis Internasional (Amir MS) yaitu: 1. Risiko transportasi: risiko dapat terjadi karena: jauhnya jarak tempuh pengangkutan barang, penggantian alat/moda transportasi, bongkar muat dan penyimpanan barang sebelum sampai ke pembeli (eksportir), kerusakan dan kehilangan barang. 2. Risiko Kredit non payment; hal ini terjadi karena sulit sekali bagi eksportir untuk menulusuri bonafiditas atau reputasi calon pembeli (importir) di luar negari, misalnya risiko tidak dibayar, terlambat pembayaran, bahkan risiko terkena penipuan. Karena itu eksportir sering kali menuntut syarat pembayaran dengan Irrevocable and Confirmed Letter of Credit Document • Amir MS (3), Kontrak Dagang Ekspor, Edisi Kedua, Cet. Pertama, (Jakarta: PPM, 2002), hal. 3-6
  • 87. 3. Risiko Kualitas dan Kuantitas Barang; bagi importir sangat sulit menelusuri barang yang menjadi obyek transaksi seperti, barang yang diperjanjikaan tidak sesuai dengan mutu dan jumlah yang diharapkan, atau terdapat cacat tersembunyi pada barang yang dipesan, barang tersebut terlambat datang padahal sangat dibutuhkan sebagai barang modal. 4. Risiko Nilai Tukar: hal ini terjadi karena apabila harga barang telah ditetapkan dalam mata uang dari negara salah satu pihak dalam kontrak Internasional, maka jika terjadi fluktuasi nilai tukar yang tidak dapat dihindari sehingga menguntung salah satu pihak dan merugikaan pihak lain. Untuk menghindari hal tersebut biasanya para pihak menyepakati penggunaan mata uang yang stabil digunakan dalam transaksi bisnis, misalnya menggunakan mata uang dolar Amerika serikat.
  • 88. 5. Risiko peristiwa tak terduga (overmach): peristiwa yang tak terduga adalah suatu keadaan memaksa yang tidak dapat dihindari seperti; terjadinya bencana alam, peperangan, pemogokan dan sebagainya. Hal ini merupakan faktor utama kegagalan dalam pengiriman barang. Peristiwa ini dapat mengubah secara dramatis biaya transportasi karena kenaikan bahan bakar, alat transportasi, atau tertutupnya jalur pelayaran. 6. Risiko Investasi: risiko yang lazim dalam pemasaran suatu komoditas menjadi bertambah dalam hal ekspor karena adanya tambahan investasi untuk melancarkan program ekspor karena ketidakstabilan nilai tukar sebelum eksportir mampu menebus investasi itu pada distribusi setempat. Oleh karena itu perusahaan haruslah secara sungguh-sungguh mempertim-bangkan apakah akan mengekspor atau tidak. Beberapa perusaahan kurang siap untuk ekspor dan sebagian mungkin sekali tidak akan mampu bersaing secara Internasional dan harus berkonsentrasi di pasar domestik. Dalam hal ini diperlukan ada jaminan (bank garansi atau surety bond)
  • 89. 7. Risiko Hukum: peraturan dan hukum negara asing bisa saja berubah atau diterapkan berbeda dengan masa sebelumnya yang dapat merintangi atau mengecewakan transaksi. Peraturan perdagangan dan Izin pabean, tarif dan kuota impor bisa berubah. Selain itu, bila suatu kontrak bersyarat pada pengadilan negara asing, atau tunduk pada hukum asing, dapat menimbulkan kemungkinan tak dapat diselenggarakan pengadilan yang cepat bila tejadi sengketa. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa eksportir atau importir sering memaksakan syarat “pilihan hukum” dan “pilihan forum” yang menjelaskan bahwa sengketa akan diselesaikan sesuai dengan hukum dan pengadilan nasional mereka. Salah satu jalan keluar untuk mengatasinya adalah dengan menerapkan cara “Arbitrase internasional” (International Commercial Arbitration) seperti yang diatur oleh Pengadilan Arbitrasi Internasional dari Kamar Dagang Internasional.
  • 90.  Salah satu permasalahan yang kerap kali muncul dalam transaksi dagang Internasional, adalah berkenaan dengan cara pembayaran dan pengiriman barang.  Bagi penjual atau pengirim barang harus terlebih dahulu ada jaminan pembayaran terhadap barang yang dijualnya. Tanpa jaminan dari pihak pembeli tidak mungkin penjual berani melepas barang dagangannya.  Begitu pula bagi pihak pembeli perlu ada jaminan untuk memperoleh barang dengan disertai jumlah dan kualitas yang diinginkannya. PERANAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
  • 91.  Permasalahan lain dalam perdagangan Internasional tidak hanya berasal dari segi pengiriman dan pembayaran tetapi juga dari segi letak geografis, hukum dan politik, bahasa, mata uang, dan risiko pengiriman barang yang hampir semuanya berbeda antara satu negara dengan negara lain.  Selain itu, para pihak harus mampu mengidentifikasi semua permasalahan tersebut, sehingga dapat dirumuskan mekanisme yang relatif efektif, efisien dan aman dalam keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan International.  Hal ini disepakati dalam kontrak dagang (Sales Contract) bahwa bank devisa (Opening Bank/Issuing Bank) akan mengeluarkan suatu surat jaminan pembayaran yang dikenal dengan istilah Letter of Credit (L/C).
  • 92. • Para Pihak dalam Transaksi Perdag Internasional yang menggunakan L/C sebagai sarana pembayaran 1. Eksportir (Pihak penjual barang/hasil produksi) atau disebut pula dengan beneficiary yaitu yang diberihak untuk menarik dana dari L/C yang tersedia tersebut 2. Importir (Pihak pembeli barang atau hasil produksi dari negara lain) atau disebut pula dengan opener/ applicant yaitu pihak yang mebuka L/C melalui opening bank; 3. Pihak Opening Bank/Issuing Bank yaitu bank yang membuka atau menerbitkan L/C yang disebut bank devisa, dan 4. Pihak Advising Bank/Correspondent bank yaitu bank menyampaikan amanat yang terkandung dalam L/C kepada eksportir
  • 93. CARA PEMBAYARAN DALAM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL • Pembayaran barang/jasa dalam kotrak bisnis Internasional dilakukan secara langsung dengan uang, atau secara tidak langsung mengunakan menggunakan Surat Berharga • Pembayaran yang menggunakan Surat berharga dilakukan dalam bentuk pembayaran dengan (L/C atau Non L/C).
  • 94. A. Pembayaran dgn Letter of Credit (L/C) • L/C : Surat utang yg dikeluarkan oleh Bank Devisa (Issuing Bank) atas permintaan importir nasabah bank tsb yang ditujukan kpd eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importer tsb. Isi surat itu menyatakan bahwa eksporter penerima L/C diberi hak oleh importir utk menarik wesel (surat perintah pelunasan utang) atas Bank Pembuka (Opening Bank) sejumlah uang yg disebut dalam surat tsb. Bank yg bersangkutan menjamin utk mengakseptir wesel yg ditarik tsb asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dlm surat itu. (Amir M.S, Letter of Credit, 200 : 1) • L/C : Surat Kredit yang merupakan surat jaminan pembayaran bersyarat yg diterbitkan oleh Bank (Issuing Bank) atas permintaan Importir yang ditujukan ke Bank lain (Advising Bank/Corresponding Bank) di negara Eksportir untuk kepen- tingan Eksportir guna mendapatkan pembayaran sejumlah yang disebutkan di dalam surat tersebut. (Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional, 2000 : 24)
  • 95. Peranan L/C dlm Transasksi Bisnis Inter: • Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor. • Mengamankan dana yang disediakan importir utk membayar barang yang diimpor • Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan Isi Pokok L/C memuat: 1. Nomor dan tanggal L/C 2. Jenis dan Sifat L/C 3. Nama dan Alamat eksporter (penerima L/C) yang disebut “Beneficiary” 4. Jumlah dana yang tersedia 5. Uraian barang dan jumlahnya
  • 96. 6. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan: – Bill of lading – Faktur Perdagangan (Trade Facture) – Daftar Pengepakan (Packing List) – Daftar Kubikasi (Meansurement List) – Daftar timbangan (Weight List) – Keterangan negara asal – Sertifikat Mutu (Quality Certificate) – Laporan Kebenaran Pemeriksaan – Polis Asuransi 7. Batas Waktu Pengapalan barang 8. Batas Waktu berlakunya L/C 9. Syarat pengapalan (partial shipment, transshipment) 10. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
  • 97. Pihak-Pihak Yg terlibat dlm L/C • Importir (Opener / Aplican) • Opening Bank / Issuing Bank (Bank Devisa) • Advising Bank / Corresponding Bank • Eksportir / Beneficiary • Negotiating Bank (Bank tt yg menego. Shipping Document).
  • 98. Proses Pembayaran dengan L/C • Ada Kesepakatan Para pihak ---------------- Sales Contract • Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C kpd Bank Devisa yg berperan sebagai Issuing Bank di negaranya utk kepentingan penjual. • Bank menerbitkan L/C dan mengirim ke Eksportir (Meneficiary) melalui bank di Negara Eksportir (Advising Bank / Corresponding Bank) • Advising / Corresponden Bank menginformasikan eksportir bahwa telah dibuka L/C atas namanya. • Setelah menerima L/C tsb, Eksportir kmd mengirim barang kpd Importer, selanjutnya dokumen asli diserahkan kpd Advising Bang, dan duplikatnya dikirim pd Importer. • Setelah meneliti kelengkapan dokumen tsb, Advising Bank kmd melakukan pembayaran. Dokumen tsb selanjutnya dikirim ke Issuing Bank, dan Issuing Bank membayar kpd Advising Bank. • Pembuka kredit (Importir) membayar semua kewajiban kpd Issuing Bank setelah dinotifikasi oleh Issuing Bank bahwa semua dokumen telah datang dan dan memberikan yang asli kpd Importir sebagai dasar utk meminta barang dari pihak pengangkut.
  • 99. Exporter Importer Sales Contract L / C Bank Devisa Issuing B (Opening B) Advising B / Corresponding B Borg Perantara MEKANIS PEMBAYARAN DGN L / C 1792 BW 1792 BW 1 2 3 4 5 6 7 8
  • 100. Jenis-Jenis L/C 1. Revocable L/C : L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang dikirim bisa mengalami kelambatan. 2. Irrevocable L/C : L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
  • 101. 3. Irrevocable and Confirmed L/C : – Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama jangka waktu berlaku, kecuali jika mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat dgn L/C tsb. – Mempunyai jaminan (confirmation) pelunasan berganda atas wesel-wesel dan atau penyerahan dokumen pengapalan yang diberikan oleh Opening Bank bersama Advising Bank. – Merupakan cara pembayaran yang paling aman dipandang dari sudut kepentingan eksportir penerima L/C
  • 102. 4. Irrevocable and Unconfirmed L/C • L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa, L/C ini hanya menyampaikan amanat pembuka L/C kpd Advising Bank yang menyatakan dengan tegas bahwa Advising Bank tidak ikut serta memberikan konvirmasi (jaminan) atas L/C tsb. Mengenai L/C ini kemudian disampaikan oleh Advising Bank kpd Eksportir. 5. Confirmed L/C • L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising Bank bersama Opening Bank.
  • 103. 6. Red Clause L/C : • Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan surat pernyataan menehi janji. • Mengambil sisa dana yg tersedia dengan menyerahkan dokumen pengapalan yang lengkap. • Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C, karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga, yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang yang dipesan.
  • 104. 7. L/C yg bersifat Partial Shipment : • L/C ini memungkinkan eksportir mengirim barang secara bertahap dan menerima pembayarannya secara bertahap pula. 8. L/C yg bersifat Transipmen Allowed: • L/C yang memungkinkan eksportir alih kapal bila diperlukan.
  • 105. 9. Commercial Documentary L/C : • L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan Eksportir penerima L/C utk menyerahkan dokumen pengapalan yg membuktikan pemilikan barang serta dokumen penunjang lainnya sbg syarat utk memperoleh pembayaran dr dana yang tersedia pada L/C tersebut. • Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti misalnya bill of lading, faktur perdagangan wesel, surat keterangan asal negara, daftar pengepakan, daftar kubikasi, daftar timbangan,polis asuransi dll.
  • 106. 10. Restricted L/C L/C yg membatasi hak eksportir penerima L/C untuk menegosiasikan dokumen pengapalan pada bank tertentu yg disebut oleh Opening Bank di dalam L/C tsb, dan biasanya terbatas pada Advising Bank saja. 11. Straight L/C L/C yang negosiasi atau pelunasan dokumen pengapalan hanya dilakukan di Kassa Opening Bank sendiri. 12. Revolving L/C : Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan lagi
  • 107. 13. Clean L/C: L/C yg dapat dicairkan dananya dengan penyerahan wesel atau hanya kuitansi biasa. L/C ini tdk membutuhkan penyerahan dokumen pengapalan seperti bill of lading dan sebagainya 14. Open L/C: L/C yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C utk menegosiasikan dokumen pengapalan melalui bank mana saja yang diinginkannya.
  • 108. 15. Revolving L/C : – Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan lagi – Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $ 15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit seperti ini bersifat komulative atau non komulative. - Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya - Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal – Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit (L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal nilai yang ditarik.
  • 109. 16. Trasferable L/C (Assignable L/C) • L/C yang memberikan hak kepada Eksportir penerima utk mengoperkan atau menguasakan haknya atas L/C itu kepada pihak lain atau eksportir lain yang menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya karena penerima L/C pertama bukan produsen sendiri.
  • 110. 17. Back to Back L/C • L/C yang terjadi apabila Eksportir penerima L/C tidak sanggup melaksanakan pengiriman barang karena tidak barang belum tersedia, mk transaksi tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara: • Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd eksporter atau produsen lain. Hal mungkin dilakukan jika L/C bersifat transferable. • Eksportir penerima L/C pertama membuka L/C nya sendiri untuk eksportir atau produsen kedua, dengan menjamin L/C yang diterimanya. Cara ini disebut dengan back to back L/C, dan biasanya dipakai dalam perdagangan transito (segi tiga).
  • 111. Misalnya : Importir Indonesia membuka L/C utk pengusaha di Singapura guna mengimpor barang yang berasal dr Jepang. Pengusaha Singapura kmd mebuka L/C utk pengusaha Jepang dengan menjaminkan L/C dari importer Indonesia. Persyaratan L/C kedua ini hampir seluruhnya sama dengan persyaratan L/C pertama, kecuali mungkin mengenai harga dan nama Loading Port
  • 112. 18. Standby L/C • L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra dagang asing. Contoh: • PT. Berdikari Kontraktor Indonesia (BKI) bekerja sama dgn Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan jalan layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari meminjam uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific Jakarta. • Sebagai jaminan PT. BKI minta kpd mitranya DYC Ltd, utk membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank. Antara PT. BKI dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M. apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka stanby L/C dapat dicairkan oleh PT BKI sebagai beneficiary dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat dipergunakan untuk melunasi hutang PT. BKI pada Bank Fasific Jakarta.
  • 113. 19. Usance L/C • L/C yang mengharuskan eksportir penerima L/C utk menarik wesel berjangka (Long Bill of Exchange) dan bukan wesel unjuk (sight L/C). Artinya eksportir penerima L/C memberikann kredit kpd importir utk jangka waktu 90 hari - 180 hari. • L/C ini dimaksudkan utk mempertinggi daya saing guna meningkatkan ekspor. Eksportir tetap dapat mencairkan wesel berjangka ini dengan mendiskontokannya pada bank, Shg tdk mengganggu likuiditas.
  • 114. 20. Merchant L/C • L/C yang dibuka oleh importir utk eksportir penerima L/C yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C untuk menarik wesel terhadap importer. Pembukaan L/C tsb utk menjamin pelunasan wesel tsb pada saat jatuh temponya. Pembukaan L/C dilakukan melalui Bank Devisa dimana importer menjadi nasabahnya. Bank ybs tidak ikut bertanggungjawab utk mengakseptir wesel-wesel yang ditarik oleh eksporter penerima L/C. Di sinilah letak perbedaan dengan antara Merchant L/C dengan Banker’s L/C biasa. • Pada Merchant L/C : dengan tegas disebutkan bahwa Bank tidak mengikatkan diri dan dan tidak bertanggng jawab atas perlunasan L/C tsb • Merchant bisanya dipergunankan antara eksportir dan importir yang telah berlangganan lama, atau antara perusahaan induk dengan anak perusahaan sendiri.
  • 115. B. Pembayaran Non-L/C ADVANCE PAYMENT (AP) • AP = Pembayaran di muka, artinya importir (pembeli) membayar terlebih dahuli kepada eksportir sebelum barang diterima oleh importir • Proses Pemayaran dgn AP 1. Ada kesepakatan antara importer dan eksporter : dengan AP ttg transaksi export import : dalam sales contract 2. Atas dasar kesepakatan, importir menghubungi bank di negaranya untuk mentransfer uang ke bank lain di neg eksportir utk dimasukan ke rekening eksportir 3. Setelah eksportir menerima pembayaran, maka barang siap dikirim melalui port of loading sesuai dengan kesepakatan importir 4. Barang yg dikirim diterima oleh importir di port of destination atas nama importir, maka transaksi selesai.
  • 116. Tiga model pembayaran dgn AP 1. Payment with order dalam model ini, semua biaya seperti: harga barang, ongkos angkut, ansuran dan biaya lainnya sudah disepakati dalam kontrak. Merupakan tanggung jawab importir, tanpa ada biaya tambahan lagi. Kepemilikan barang sudah atas nama importir 2. Partial payment with order importir hanya akan membayar harga barang saja terlebih dahulu, sedangkan ongkos angkut, asuransi dan biaya lain akan ditagih setelah barang dikapalkan 3. Payment on dokument importir akan mengirim uang terlebih dahulu ke negara eksportir melalui bank dg syarat eksportir baru dapat mencair uang tsb apabila telah melaksanakan pengapalan brg yang di perjanjikan. Utk mencairkan dana tsb di bank, eksportir menyerahkan dokumen pengapalan dan bukti lain sesuai perjanjian • Risiko bagi importir : AP : terjadi wanprestasi, Brg tdk sesuai kwalitas; barang terlambat; jika berupa bahan baku penghambat produksi; barang rusak; atau barang tidak terkirim sama sekali
  • 117. OPEN ACCOUNT (OA) • OA : pembayaran dibelakang, artinya setelah barang yg dipesan diterima oleh importir, baru kemudian pembayaran dikirim • Proses pembayaran dengan OA 1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan dalam sales contract 2. Berdasarkan kesepakatan, eksportir segera mengirim barang melalui port of loading, sesuai dengan kwalitas, kwantitas dan waktu 3. Barang tsb diterima oleh importir do port of destination 4. Setelah barang diterima, importir menghubungi bank untuk mentranfer uang ke bank lain di negara eksportir dan dimasukan ke rekening eksportir. 5. Setelah uang diterima oleh eksportir maka transaksi selesai. Harus diperjanjikan dalam sales contract. • Risiko bagi eksportir: Pembayaran terlambat, pembayaran harga brg tdk sesuai dengan kesepakatan, atau pembayaran tidak terkirim sama sekali.
  • 118. CONSIGMENT (KONSINYASI) : CON • CON: pembayaran yan dilakukan oleh importir setelah barang yang diimpor tsb laku terjual. Artinya eksportir baru menerima pembayaran harga barang yang diekspor dari pembeli setelah barang tersebut laku terjual pd pihak ketiga • Proses pembayaran dengan konsinyasi: 1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan: sales contract 2. Eksportir mengirim barang melalui port of loading 3. Barang tsb diterima importir di port of destination 4. Setelah barang laku terjual, kemudian importir mengirim uangan harga barang tersebut ke rekening eksportir di bank neg eksportir. Pembayarahn tersebut diterima oleh eksportir, maka transaksi selesai. * Risiko : risioko pada OA: beban bagi eksportir
  • 119. Collection (Dokumentary Collection) : DC • DC: pembayaran yang menggunakan dokumen yang disebut dengan Bill of exchanges atau menggunakan surat tagihan (BOE) • Dalam DC, importir harus membayar harga barang segera setelah shipping documents tiba di bank neg importir. Setelah harga barang dibayar, maka importir akan menerima shipping document untuk megambil barang yang dipesan • Risiko: baik bagi eksportir maupun importir
  • 121.
  • 122.
  • 123. KEPEMILIKAN SAHAM PERUSAHAAN ASING (DIVESTASI) Dengan berkuasanya Rezim Orde baru 1965, Beberapa Peraturan PerUU membuka kesem-patan seluasnya kpd Investasi asing di Indonesia antara lain: - UU. No. 1 Tahun 1967 (PMA) - UU No. 4 Tahun 1967 (Kehutanan) - UU No. 5 Tahun 1968 (Pertambangan) Kebijakan tsb dimaksudkan utk mendukung pertumbuhan ekonomi (economic growth), sementara masalah LH maupun sosial budaya diabaikan.
  • 124. • UUPMA telah memberikan kebebasan pada investor asing memiliki saham sampai dengan 100%. Apakah hal ini tidak bertentangan dengan prinsip pengutamaan kepentingan nasional ? • UUPMA tetap mengutamaan kepentingan nasional, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 5, 6, 7, 23 UUPMA, yang menunjukkan besarnya kewenangan pemerintah untuk menentukan bidang-bidang usaha mana yang bisa 100% sahamnya dimiliki oleh asing, dan harus melalui proses joint venture , dimana penentuan-penentuan itu bisa dilakukan dengan tetap mengkaitkan dengan skala pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang • Pasal 27 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1967 yang mengatakan bahwa perusahaan yang seluruh modalnya adalah modal asing wajib memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut pertimbangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
  • 125. • Kebijakan Pem. Indonesia untuk membuka pintu seluas- luasnya melalui perangkat hukum dapat mempermudah masuknya investasi asing di Indonesia  Tahun 1967 Indonesia membuka kesempatan seluasnya bagi investor asing utk menanam modal di Indonesia dgn pemilikan saham 100 %  Utuk merealisasi kesempatan tsb, dikeluarkan UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA  Dari tahun 1967 sampai dengan 1993 telah membuahkan hasil, yaitu masuknya 2537 proyek dengan jumlah investasi senilai US$ 66,3 milliard dan tenaga yang terserap sebanyak 243.948 orang [12].  Selanjutnya dari tahun 1999 sampai dengan pertengahan 2001 telah membuahkan hasil, yaitu masuknya 3202 proyek dari investasi asing dengan jumlah investasi senilai US$ 30,9 milliard, dan tenaga yang terserap sebanyak 80.998 orang [13].  Data lima tahun terakhir: dari tahun 1999 s/d 2004 Izin Usaha Tetap PMA sebanyak 2935 buah dengan nilai investasi sebesar 33 Milyar US dollar[1]. • [12] Newsletter PPH, Liputan khusus 1993 • [13] Sumber BKPM Pusat Jakarta, 2001 • [14] Sumber : Data BKPM Jakarta diolah
  • 126. • Walaupun sebenarnya investasi asing diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan perekonomian Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini terutama pada bidang-bidang usaha strategis dan merupakan kebutuhan sehari-hari bangsa Indonesia dikuasai oleh perusahaan investasi asing  Bidang-bidang usaha tsb, (bid usaha otomatif, minuman, makanan, telekomunikasi, elektronik, perlistrikan, obat-obatan, pertambangan perhotelan, perbankan dll). Hal ini berarti bahwa sebagian besar yang berperan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia dgn permodalan yang besar adalah perusahaan modal asing.  Dalam pelaksanaannya, untuk memperoleh kontribusi nasional dari masuknya investasi asing yang bisa membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berdikari memang belum terwujud dengan baik. Contoh-contoh: - Adanya usaha asing yang mengancam usaha domestik, - Alih tehnologi yang tidak berjalan dengan baik, • Divestasi yang kurang terlaksana bahkan pada akhir-akhir ini peme- rintah telah banyak melakukan privatisasi terhadap Badan Usaha Milik Negara dengan jalan menjual sebagian besar sahamnya kepada investor asing dan lain sebagainya.
  • 127. • Adapun bidang-bidang yang tertutup bagi modal asing adalah bidang-bidang yg penting bagi negara dan menguasai hidup rakyat banyak yaitu (Pasal 6): - pelabuhan-pelabuhan - produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik utk umum, - telekomunikasi - pelayaran, - penerbangan, - air minum, - kereta api umum - pembangkitan tenaga atom - mass media. • Bidang-bidang lain yang menduduki peranan penting dalam negara dilarang sama sekali bagi modal asing seperti: produksi senjata, mesiu, bahan peledak, dan paralatan perang. • Investasi/PMA di Sektor Pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan Pemeritah atas dasar kontrak karya, atau bentuk lain sesuai dgn paraturan yang berlaku. Sistem kerja sama tsb dapat dilaksanakan dlm bidang lain yang ditentukan oleh pemerintah (Psl 8)
  • 128. Foto tambang di malam hari
  • 129.
  • 130. Foto tambang di siang hari
  • 131.
  • 132.
  • 133.
  • 134.
  • 138.
  • 139. • Sebagai akibat dari kelemahan tsb, munculnya beberapa tanggapan negatif dr para pengamat hukum dan ekonomi ttg keberadaan investasi asing yang bisa mengancam kepentingan nasional, • Karena itu perlu diambil langkah-langkah yang tepat oleh pemerintah untuk benar-benar melaksanakan ketentuan-ketentuan regulasi di sektor PMA dalam mempercepat proses pembangunan nasional di Indonesia antara lain: – T. Mulya Lubis yang menyatakan bahwa tidak merupakan keraguan lagi bagi kita untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam banyak hal menyangkut investasi asing di Indonesia ini. Tanpa pengubahan maka kita tetap dalam situasi seperti sekarang, dimana tangan-tangan PMA makin membesar sementara investasi dalam negeri secara perlahan porak poranda. Keadaan social politik juga akan terpengaruh .* * T. Mulya Lubis dalam Sumantoro, 1986. Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, hal. 99
  • 140. • Sebagai akibat dari banyak protes dari masyarakat (Peristiwa Malari 1974), pemerintah menerapkan kebijakan yang restriktif thd modal asing (FDI), dan mewajibkan dlm bentuk patungan (joint venture). • Untuk itu dikeluarkan: SE-BKPM, 21 Pebruari 1974: bahwa jangka waktu peningkatan saham nasional menjadi mayoritas (minimal 51%) adalah hanya selama 10 tahun. • SE-BKPM 1974, telah menutup kemungkinan investor asing bisa memiliki saham sampai dengan 100% , hal ini bertentangan dgn Psl 6 dan Psl. 7 UU No. 1 Tahun 1967. Artinya dari segi sinkronitas peraturan perundangan secara vertical tidak menunjukkan kesesuaiannya antara peraturan tingkat bawah dengan peraturan yang kedudukan hirarkis lebih tinggi.
  • 141. • Menurut Pasal 6 UUPM No 25/2007: Pemerintah memberikan perlakuan yg sama kpd semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. • Perlakuan tersebut tidak berlaku bagi investor dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia....... (MFN) Hak istimewa” adalah antara lain hak yang berkaitan dgn kesatuan kepabeanan, wilayah perdag bebas, pasar ber- sama (common market), kesatuan moneter, kelemba-gaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal. PERLAKUAN TERHADAP PENANAMAN MODAL ASING
  • 142. • Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi / pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang (Pasal 7). Apabila tindakan nasionalisasi dilakukan, Pemerintah akan memberikan kompensasi yg jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar. Namun apabila tdk tercapai kesepakatan ant Pem Indo dgn Investor asing ttg kompensasi atau ganti rugi maka penyelesaiannya dilaku-kan melalui arbitrase.
  • 143. • Salah satu upaya peningkatan nilai tambah dari sektor pertambangaan mineral dan batubara, pemegang IUP dan IUPK operasional produksi harus dilakukan melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian Mineral di Indonesia, hal ini telah tegaskan dalam Pasal 103. Hal ini dimeksudkan agar pengelolaan lebih transparan sehingga secara kualitas dan kuantits dapat diketahui dan dinikmati oleh bangsa Indonesia. • Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 Tahun 2009 diterbitkan, ekspor bijih mineral meningkat secara besar-besaran. Misalnya, ekspor bijih nikel meningkat sebesar 800%, bijih besi meningkat 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%, (Data Kementerian ESDM, 2012). • Hal ini terjadi karena para pemilik IUP berlomba menambang sebanyak-banyaknya sebelum dilarang, mereka memanfaat kesempatan hingga berlakunya undang-undang minerba tanggal 12 Januari 2014. Pengaruh Penerapan UU Minerba terhadap Ekspor Indonesia
  • 144. No Status Smelter (Vasilitas Pengelolaan dan Pemurnian) Jumlah Perusahaan 1 Pengolahan & Pemurnian Telah Beroperasi 9 2 Pengajuan Rencana Pengolahan dan Pemurnian sebelum Permen ESDM No. 7/2012 24 3 Pengajuan Rencana Pengolahan dan Pemurnian setelah Permen ESDM No. 7/2012 152 Total 185 STATUS MINERAL BATUBARA JUMLAH Ekplorasi OP Ekplorasi OP Ekplorasi C&C 1.361 1.906 1.338 897 5.502 NON C&C 1.583 2.073 1.190 461 5.307 TOTAL 2.944 3.979 2.528 1.358 10.809 Hasil Verifikasi IUP Perusahaan: Pengelolaan dan Pemermunian Bahan Tambang
  • 145. No Perusahaan yang memiliki Pengolahan dan Pemurnian Bahan Tambang (Smelter) Lokasi Pabrik Komoditas Produk Akhir Status 1. PT Aneka Tambang, Tbk Halmahera Timur (Buli) Malut Bijih Nikel FeNi Konstrusi 2. PT Bintang Delapan Mineral Morowali, Sulteng Bijih Nikel FeNi Konstruksi 3. PT Stargate Pasific Resources Konawe Utara, Sultra Bijih Nikel NPI Konstruksi 4. PT Putra Mekongga Sejahtera Kolaka, Sutra Bijih Nikel NPI Konstruksi 5. PT Meratus Jaya Iron Steel Batu Licin, Kalse Bijih Besi Pig Iron Konstruksi 6. PT Indonesia Chemical Alumina Tayan, Kalbar Bauksit CGA Konstruksi 7. PT Sebuku Iron Lateritic Ore Kotabaru, Kalsel Bijih Besi Pig Iron Konstruksi 8. PT Kembar Emas Sultra Konawe Utara, Sultra Bijih Nikel NPI Studi Kelayakan 9. PT Delta Prima Steel Tanah Laut, Kalsel Bijih Besi Sponge Iron Konstruksi Perusahaan Pengelolaan dan Pemermunian Bahan Tambang
  • 146. Dampak Bagi perdagangan Ekspor Indonesia • semakin menurunnya neraca perdagangan luar negeri Indonsia akibat larangan ekspor bahan mentah, hal ini akan berdampak terhadap kian lemahnya nilai tukar rupiah, yang mendongkrak biaya impor. • berkurangnya penerimaan negara dari sektor pertambangan dapat berupa penerimaan pajak (PPh), penerimaan bukan pajak (royalti tambang) sebagai akibat tidak dipenuhinya persyarataan pengeolahan dan pemurnian bahan tambang di dalam negeri;
  • 147. Upaya Mengatasi Permasalahan Pertambangan akibat Penerapan undang-undang Minerba yaitu 1. Perlu dialog antara pengusaha, pemerintah, dan DPR untuk merumuskan rencana strategis mengenai pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri; 2. memperpanjang izin ekspor mineral mentah bagi perusahaan berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri; 3. Membuat regulasi tentang tata ruang terkait pembangunan smelter yang berbasis wilayah dan berwawasan lingkungan; 4. menyiapkan sarana dan infrastruktur listrik guna kegiatan pertambangan bagi pengusaha/investor untuk menunjang percepatan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri. 5. Dalam menghadap gugatan Jepang ke DSB-WTO, Indonesia dalam posisi kuat dengan dalil melindungi kepentingan nasional adalah hak negara berdaulat, sesuai dengan konsitutsi dan konvensi internasional, serta penerapan UU minerba tidak melanggar kesepakatan WTO karena WTO juga membolehkan pelarangan ekspor bila terkait keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup.
  • 148. PERDAGANGAN JASA : SEKTOR RITEL (Kegiatan Franhise / Waralaba)  Salah satu kegiatan bisnis tumbuh sangat pesat di dunia adalah Sektor Ritel (Pertokoan Modern) seperti: hypermarket, supermarket, dan minimarket.  Beberapa Ritel terkenal: Walt-Mart, IKEA, Courts, Mammont, Carrefourt, Tesco, Ahold, McKinsey Quarterly, Currah, Wrighly, Kearnely , Wrighly, Kaliappan, Alfamart, Indomaret, dll. Sebahagian besar merupakaan Waralaba /Frenchise, KFC, Dunkin Donut, dll  Namun keberadaan Retail (Ritel) ternyata telah membuat para pengelola pertokoan kelas menengah (semi modern), UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), dan pasar tradisional mengeluh dan semakin terpuruk karena konsumen mereka semakin berkurang.  Contoh Usaha Waralaba lainnya: KFC, Dunkin Donut,
  • 149. Menurut Dr. Agus Sardjono Alasan mengapa masyarakat melakukan transaksi bisnis internasional (Why) 1. Perbedaan kebutuhan dan sumber daya. 2. Pendapatan dan mata pencaharian 3. Surplus SDA dan Produksi TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL (INTERNATIONAL BUSINESS TRANSACTION)
  • 150. KONTRAK BISNIS ISTRUMEN HUKUM BIDANG EKONOMI kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual; atau kegiatan-kegiatan bisnis lainnya yang terkait, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan sebagainya. BISNIS (WIRA USAHA) KEGIATAN DI BID EKONOMI
  • 151. Sumber / Dasar Huku HPI 1. Konstitusi / UUD 1945 2. Peraturan Perundang Undangan 3. Konvensi Internasional 4. Traktat (Perjanjian antar Negara) 5. Hukum Kebiasaan Internasional 6. Jurisprudensi 7. Pendapat Para Ahli
  • 152. Aspek Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Tahap Penegakan Budaya - Budaya Hukum - Peranan lawyer - Pola Negosiasi - Lawyer Proaktif - Aspek Tradisi.. - Faktor Bahasa Menghadapi Konflik - Litigasi - Non Litigasi Hukum - Pilihan Hukum - Persyaratan hk Mematuhi isi perundingan utk mengubah kontrak atau HK Independensi Pengadilan di masing negara Praktik Strategi ber- negosiasi draf peraturan Kontrol mutu Sertifikasi (jika ada) Efesiensi, dan efektifitas (Prosedur dan waktu) TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL
  • 153. KLAUSULA-KLAUSULA DLM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL 1. Subjek Hukum: – Badan Hukum : Perusahaan (BUMN, BUMS). – Individu/Perorangan – Pemerintah / Negara (Subjek Hukum Privat) 2. Objek Hukum : barang, jasa, modal 3. Kapan dan dimana : -waktu, -tempat 4. Pilihan Hukum : - Hukum para pihak (Lex causae) - Hukum hakim (Lex fory) - Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori HPI) 5. Draft Kontrak: - Bahasa yang digunakan. - Salah satu pihak menyiapkan draft - Tukar-menukar draft
  • 154. • Jenis-Jenis Kontrak Internasional: – Perdagangan barang dan jasa – Keagenan dan distribusi (TS) – Franchise (waralaba) dan License (TRIPs) – Technical Assistance (TS) – Joinventure (TRIMs) – Invesment (TRIMs) Selain mengacu pada prinsip-prinsip HPI, juga tunduk pada prinsip-prinsip GATT-WTO
  • 155. PERDAGANGAN JASA : SEKTOR RITEL (Kegiatan Franhise / Waralaba)  Salah satu kegiatan bisnis tumbuh sangat pesat di dunia adalah Sektor Ritel (Pertokoan Modern) seperti: hypermarket, supermarket, dan minimarket.  Beberapa Ritel terkenal: Walt-Mart, IKEA, Courts, Mammont, Carrefourt, Tesco, Ahold, McKinsey Quarterly, Currah, Wrighly, Kearnely , Wrighly, Kaliappan, Alfamart, Indomaret, dll. Sebahagian besar merupakaan Waralaba /Frenchise, KFC, Dunkin Donut, dll  Namun keberadaan Retail (Ritel) ternyata telah membuat para pengelola pertokoan kelas menengah (semi modern), UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), dan pasar tradisional mengeluh dan semakin terpuruk karena konsumen mereka semakin berkurang.  Contoh Usaha Waralaba lainnya: KFC, Dunkin Donut,
  • 156. PRINSIP-PRINSIP KONTRAK BISNIS - Prinsip-prinsip Kontrak dalam KUHPerdata (Psl. 1320 –1338) •Pacta sunt servanda Principle •Consensual Principle •Freedom of Contract Principle •Obligation Principle •Good Faith Principle
  • 157. LEX MERCATORIA PRINCIPLE (PRINSIP KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL)  LEX MERCATORIA : adalah suatu prinsip harmonisasi hukum di bidang perdagangan/bisnis yang berlaku umum sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Eropa. (harmonisasi hukum = penyesuaian hukum), Lex Mercatoria meliputi: 1. UNIDROIT (Principles on International Commercial Contract / ICC) – Prinsip Kontrak Bisnis Yang bersifat Umum 2. CISG (United Nation Convention on Contract for the International Sale of Goods) - Prinsip Kontrak yg berkaitan dgn Jual beli barang, - UNCITRAL (Konvensi Wina 1980)
  • 158.  Prinsip UNIDROIT dan CISG Sbg Sumber Hukum Sekunder • Menurut Michael Medwig ada dua alasan yaitu 1. Lex mercatoria sbg pilihan hukum apabila kontrak dibuat ant pihak swasta asing dgn pihak yang mewakili lembaga pemerintah, hal ini terjadi dalam hal adanya permasalahan yang bersifat lintas batas, dan sulit diselesaiakan dengan hukum nasional karena itu para hakim akan merujuk kepada hukum perdata internasiona. 2. Untuk menghindari penggunaan hukum perdata internasional yang tidak sesuai dengan kontrak tersebut sehingga timbul renvoi, karena itu diperlukan penerapan prinsip Lex merkatoria (harmonisasi hukum kontrak)
  • 159. Menurut Martin Shapiro dlm Taryana Sunandar, harmonosasi hukum diperlukan karena: 1. Perbedaan kemampuan ekonomi antar negara maju dan negara berkembang, yg menimbulkan ketidakadilan bagi neg berkembang. 2. Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat menimbulkan ketidak seimbangan antar para pihak, shg diperlukan prinsip harmonisasi hukum 3. Kendala tradisi hukum yang berbeda ant neg-neg Common Law, Civil law, dan neg.Sosialis shg diperlukan prinsip harmonisasi hukum. 4. Akibat kebijakan nilai tukar mengambang (floating exchange rate) dan perubahan sossial politik yang mempengaruhi perubahan kontrak. * Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sbg Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Sinar Grafika 2004), hal. 21
  • 160. SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK Menurut Hukum Civil Law (BW) Pasal 1320. 1. Kesepakatan (Toesteming) 2. Kecakapan bertindak 3. Objek tertentu (dibolehkan oleh UU) 4. Kausa / Sebab yang halal Menurut Hukum Commom Law (USA) 1. Adanya Offer dan Acceptance 2. Meting of minds (persesuan kehendak) 3. Consideration (prestasi) 4. Competent parties and legal subject matters
  • 161. 1. Offer and Acceptance (penawaran dan penerimaan) – Offer: penawaran yang dilakukan oleh pihak penawar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan hukum. – Penawaran pada prinsipnya terbuka sepanjang belum berakhir waktu atau belum dicabut. • Suatu penawaran akan berakhir apabila: – Pihak yang menawarkan atau penerima tawaran sakit ingatan atau meninggal dunia. – Penawaran dicabut. – Penerima tawaran tidak menerima tawaran. • Aceptance: Kesepakatan dari pihak penerima utk menerima persyaratan yang diajukan oleh pihak penawar. Penerimaan tsb dapat bersifat absolut (tanpa syarat) atau relatif (dengan syarat).
  • 162. 2. Meeting of mind (Persesuaian kehendak) a. Pernyataan persesuaian kehendak antara para pihak ttg obyek kontrak, isi kontrak kontrak, kapan dan dimana kontrak dilaksanakan. b. Kontrak harus dilakukan secara jujur: - tidak boleh ada unsur penipuan (fraud), - kehilapan/kesalahan (mistake), - paksaan (duress), dan - penyalahgunaan keadaan (undo influence). Pelanggaran terhadap unsur-unsur tsb mengakibatkan kontrak menjadi tidak sah dan batal demi hukum (Jesse S Rafhael, 1962:15).
  • 163. 3. Consideration (Konsiderasi) = Prestasi dan kontra prestasi. Konsiderasi dimaksudkan agar kontrak mempunyai kekuatan mengikat, Artinya sdh menimbulkan hak dan Kewajiban 4. Competent Parties and Legal Subject Matter. – Competent parties : Kemampuan dan kecakapan para pihak melakukan perb. hukum (membuat kontrak): dewasa (cukup umur, max. 18 / 21), waras (tidak gila). – Legal Subject Matter: Keabsahan pokok permasalah- an, dalam hukum Civil Law (BW) disebut dengan kausa yang halal.
  • 164. Tahapan dalam kontrak Bisnis a. Pra contractual (Negosiasi) b. Contractual (penadatangani Konrak) c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek) Dasar Hukum Kontrak Bisnis a. Contrac Provision – Freedom of Contract Principle b. General Contract of Law (Syarat sahnya perjanjian) c. Specific Contract Law - Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500 - Jurisprudence (Putusan Hakim) - International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int) - International Convention – UNCITRAL 1980
  • 165. UNIFIKASI DAN HARMONISASI HUKUM  Unifikasi Hukum: pemberlakuan hukum secara seragam bagi setiap warga negara, bangsa atau negara.  UH secara internasional diperlukan agar setiap negara mempunyai aturan yang seragam dalam menyalesaiakan masalah keperdataan/bisnis. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya konflik hukum karena adanya perbedaan prinsip, sistem, dan status personal para pihak atau belum ada aturan hukum yang mengaturnya.
  • 166.  Permasalahan yg timbul dalam penyelesaian masalah bisnis adalah adanya perbedaan norma hukum privat yg berlaku di berbagai negara di dunia.  Untuk mengatasi permasalah tsb ada tiga pilihan yang dpt ditempuh: 1. Negara-negara sepakat utk menerapkan norma hukum perdag internasional utk mengatur hub hukum antara para pihak. 2. Menerapkan Choice of law (pilihan hukum) yg diterapkan dlm kontrak internasional 3. Melakukan univikasi dan harmonisasi hukum sesuai dengan aturan / hasil perjanjian atau konvensi yang diberlaku secara internasional
  • 167. LEMBAGA-LEMBAGA INTERNASIONAL YANG BERGERAK DALAM UNIFIKASI DAN HARMONISASI HUKUM I. WTO (World Trade Organization) • WTO: organisasi perdag dunia yang lahir dari perundingan Urugay Round (1986-1994) • Badan ini dipimpin oleh Minister Conference, dibantu oleh General Council, dan bersidang minimal 1 kali dlm dua tahun. • Tugasnya: selain sebagai badan penyelesaian sengketa (Dispute Setlement Body), juga mengamati permasalah perdag dunia di bawah WTO
  • 168. Perjanjian di bawah Piagam WTO 1994 al:  Agreement on agreculture, textile and clothing, technical barrier to trade,  Trade Related Inversment Measures (TRIMs), Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs), Trade and Services (TS);  Antidumping, Subsidies and Countervailing Measures, Safeguards)  Dispute Setlement Understanding, dll
  • 169. II. The International Institute for the Unification of Privat Law (UNIDROIT)  UNIDRIOT terbentuk tahun 1940 berdasarkan perj. multilateral dan berkedudkan di Roma  Keanggotaan (59 Neg): Argentina, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Ceska, Chilie, Denmark, Mesir, Estonia, Rusia, Finlandia, Tahta Suci Roma, Hungaria, India, Iran, Irak, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Jerman,, Kanada, Kolombo, Kroatia, Kuba , Luxemburg, Malta, Mexico, Nikaragua, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Paraguay, Polandia, Portugal, Prancis, Rep. Korea, Rumania, San Marino, Siprus, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Tunisia, Turki, Inggris, Amerka Serikat, Uruguay, Venezuela, Yugoslavia, Yunani.
  • 170. Konvensi yg dihasilkan UNIDROIT yaitu : * 1. Convention on relating to uniform law on the International Sale of Goods/CISG (The Haque 1964) 2. International Convention on the Travel Contract (Brussel, 1970) 3. Convention on Agency in the International Sale of Goods (Geneva, 1983); 4. UNIDROIT Convention on International Financial Leasing (Ottawa, 1988) 5. UNIDROIT Convention on stolen or Illegally Exported Culture Objects (Rome, 1995) 6. Convention on International Interests in Mobile Equipment (Cape Town, 2001) * Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 43
  • 171. III. The United Nation Commission on Inter- national Trade Law (UNCITRAL)  UNCITRAL: Badan PBB terbantuk 17 Desember 1966 bertujuan utk melakukan harmonisasi dan univikasi hukum di sektor perdagangan antar negara.  Konvensi-Konvensi UNCITRAL antara lain: 1. United Nation Convention on Contract for the Interna- tional Sale of Goods/CISG (Vienna Convention 1980), 2. United Convention on Independent Guarantiees and Stanby Letter of Credits (New York Convention 1995), 3. United Convention on the Assignment of Receivable in International Trade (2001)
  • 172. International Convention (IC) • IC: kesepakatan inter yang telah atau sedang diratifikasi oleh negara-negara anggota – mengikat • Konvensi jual-beli: 1. The United Nations Convention on Contract for The International Sale of Goods 2. The United Commision on International Trade Law (UNCITRAL) – 11 april 1980: keseragaman dalam jual-beli internasional
  • 173.  Neg-neg Anggota UNCITRAL meliputi: 1. Negara Afrika: Benin, Burkina Faso, Kamerun, Kennya, Maroko, Rwanda, Siera Leone, Sudan, dan Uganda. 2. Neg –neg Asia: China, Fiji, India, Iran, Jepang, Singapura, dan Thailand.. 3. Neg-neg Eropa Barat: Austria, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Swedia, dan Inggris 4. Neg-neg Eropa Timur: Hongaria, Lituania, Rusia, Yugoslavia. 5. Neg-neg Amerika : USA, Kanada, Karibia, Mexico, Brazil, Kolombia, Honduras, Paraguay, Uruguay. Argentina,
  • 174. IV. Kamar Dagang Internaional (The Interna- tional Chamber of Commerce / ICC)  ICC bertujuan utk melayani dunia usaha melayani dengan memajukan perdagangan, penanaman modal, membuka pasar utk barang dan jasa, serta memperlancar aaliran modal antar negara.  Peran ICC meliputi: 1. Sebagai forum penyelesaian sengketa 2. sebagai forum penyebarluas info perdag dan aturan hukum perdag antar neg 3. Memberikan pelatihan dan teknik dlm merancang kontrak Internasional
  • 175.  Kebijakan ICC antara lain: 1. The Uniform Custon and Practice for Documentary Credit (UCP) 500, 1993 dan 1994 2. The International Commercial Term (INCONTERM), 1936, 2000.
  • 176. • Pembayaran barang/jasa dalam kotrak bisnis Internasional dilakukan secara langsung dengan uang, atau secara tidak langsung mengunakan menggunakan Surat Berharga • Pembayaran yang menggunakan Surat berharga dilakukan dalam bentuk pembayaran dengan (L/C atau Non L/C). CARA PEMBAYARAN DALAM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
  • 177. A. Pembayaran dgn Letter of Credit • L/C : Surat utang yg dikeluarkan oleh Bank Devisa (Issuing Bank) atas permintaan importir nasabah bank tsb yang ditujukan kpd eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importer tsb. Isi surat itu menyatakan bahwa eksporter penerima L/C diberi hak oleh importir utk menarik wesel (surat perintah pelunasan utang) atas Bank Pembuka (Opening Bank) sejumlah uang yg disebut dalam surat tsb. Bank yg bersangkutan menjamin utk mengakseptir wesel yg ditarik tsb asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dlm surat itu. (Amir M.S, Letter of Credit, 200 : 1) • L/C : Surat Kredit yang merupakan surat jaminan pembayaran bersyarat yg diterbitkan oleh Bank (Issuing Bank) atas permintaan Importir yang ditujukan ke Bank lain (Advising Bank/Corresponding Bank) di negara Eksportir untuk kepen- tingan Eksportir guna mendapatkan pembayaran sejumlah yang disebutkan di dalam surat tersebut. (Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional, 2000 : 24)
  • 178. Peranan L/C dlm Transasksi Bisnis Inter: • Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor. • Mengamankan dana yang disediakan importir utk membayar barang yang diimpor • Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan Isi Pokok L/C memuat: 1. Nomor dan tanggal L/C 2. Jenis dan Sifat L/C 3. Nama dan Alamat eksporter (penerima L/C) yang disebut “Beneficiary” 4. Jumlah dana yang tersedia 5. Uraian barang dan jumlahnya
  • 179. 6. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan: – Bill of lading – Faktur Perdagangan (Trade Facture) – Daftar Pengepakan (Packing List) – Daftar Kubikasi (Meansurement List) – Daftar timbangan (Weight List) – Keterangan negara asal – Sertifikat Mutu (Quality Certificate) – Laporan Kebenaran Pemeriksaan – Polis Asuransi 7. Batas Waktu Pengapalan barang 8. Batas Waktu berlakunya L/C 9. Syarat pengapalan (partial shipment, transshipment) 10. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
  • 180. Pihak-Pihak Yg terlibat dlm L/C • Importir (Opener / Aplican) • Opening Bank / Issuing Bank (Bank Devisa) • Advising Bank / Corresponding Bank • Eksportir / Beneficiary • Negotiating Bank (Bank tt yg menego. Shipping Document).
  • 181. Proses Pembayaran dengan L/C • Ada Kesepakatan Para pihak ---------------- Sales Contract • Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C kpd Bank Devisa yg berperan sebagai Issuing Bank di negaranya utk kepentingan penjual. • Bank menerbitkan L/C dan mengirim ke Eksportir (Meneficiary) melalui bank di Negara Eksportir (Advising Bank / Corresponding Bank) • Advising / Corresponden Bank menginformasikan eksportir bahwa telah dibuka L/C atas namanya. • Setelah menerima L/C tsb, Eksportir kmd mengirim barang kpd Importer, selanjutnya dokumen asli diserahkan kpd Advising Bang, dan duplikatnya dikirim pd Importer. • Setelah meneliti kelengkapan dokumen tsb, Advising Bank kmd melakukan pembayaran. Dokumen tsb selanjutnya dikirim ke Issuing Bank, dan Issuing Bank membayar kpd Advising Bank. • Pembuka kredit (Importir) membayar semua kewajiban kpd Issuing Bank setelah dinotifikasi oleh Issuing Bank bahwa semua dokumen telah datang dan dan memberikan yang asli kpd Importir sebagai dasar utk meminta barang dari pihak pengangkut.
  • 182. Exporter Importer Sales Contract L / C Bank Devisa Issuing B (Opening B) Advising B / Corresponding B Borg Perantara MEKANIS PEMBAYARAN DGN L / C 1792 BW 1792 BW 1 2 3 4 5 6 7 8
  • 183. Jenis-Jenis L/C 1. Revocable L/C : L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang dikirim bisa mengalami kelambatan. 2. Irrevocable L/C : L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
  • 184. 3. Irrevocable and Confirmed L/C : – Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama jangka waktu berlaku, kecuali jika mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat dgn L/C tsb. – Mempunyai jaminan (confirmation) pelunasan berganda atas wesel-wesel dan atau penyerahan dokumen pengapalan yang diberikan oleh Opening Bank bersama Advising Bank. – Merupakan cara pembayaran yang paling aman dipandang dari sudut kepentingan eksportir penerima L/C
  • 185. 4. Irrevocable and Unconfirmed L/C • L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa, L/C ini hanya menyampaikan amanat pembuka L/C kpd Advising Bank yang menyatakan dengan tegas bahwa Advising Bank tidak ikut serta memberikan konvirmasi (jaminan) atas L/C tsb. Mengenai L/C ini kemudian disampaikan oleh Advising Bank kpd Eksportir. 5. Confirmed L/C • L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising Bank bersama Opening Bank.
  • 186. 6. Red Clause L/C : • Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan surat pernyataan menehi janji. • Mengambil sisa dana yg tersedia dengan menyerahkan dokumen pengapalan yang lengkap. • Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C, karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga, yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang yang dipesan.
  • 187. 7. L/C yg bersifat Partial Shipment : • L/C ini memungkinkan eksportir mengirim barang secara bertahap dan menerima pembayarannya secara bertahap pula. 8. L/C yg bersifat Transipmen Allowed: • L/C yang memungkinkan eksportir alih kapal bila diperlukan.
  • 188. 9. Commercial Documentary L/C : • L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan Eksportir penerima L/C utk menyerahkan dokumen pengapalan yg membuktikan pemilikan barang serta dokumen penunjang lainnya sbg syarat utk memperoleh pembayaran dr dana yang tersedia pada L/C tersebut. • Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti misalnya bill of lading, faktur perdagangan wesel, surat keterangan asal negara, daftar pengepakan, daftar kubikasi, daftar timbangan,polis asuransi dll.
  • 189. 10. Restricted L/C L/C yg membatasi hak eksportir penerima L/C untuk menegosiasikan dokumen pengapalan pada bank tertentu yg disebut oleh Opening Bank di dalam L/C tsb, dan biasanya terbatas pada Advising Bank saja. 11. Straight L/C L/C yang negosiasi atau pelunasan dokumen pengapalan hanya dilakukan di Kassa Opening Bank sendiri. 12. Revolving L/C : Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan lagi
  • 190. 13. Clean L/C: L/C yg dapat dicairkan dananya dengan penyerahan wesel atau hanya kuitansi biasa. L/C ini tdk membutuhkan penyerahan dokumen pengapalan seperti bill of lading dan sebagainya 14. Open L/C: L/C yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C utk menegosiasikan dokumen pengapalan melalui bank mana saja yang diinginkannya.
  • 191. 15. Revolving L/C : – Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan lagi – Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $ 15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit seperti ini bersifat komulative atau non komulative. - Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya - Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal – Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit (L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal nilai yang ditarik.
  • 192. 16. Trasferable L/C (Assignable L/C) • L/C yang memberikan hak kepada Eksportir penerima utk mengoperkan atau menguasakan haknya atas L/C itu kepada pihak lain atau eksportir lain yang menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya karena penerima L/C pertama bukan produsen sendiri.
  • 193. 17. Back to Back L/C • L/C yang terjadi apabila Eksportir penerima L/C tidak sanggup melaksanakan pengiriman barang karena tidak barang belum tersedia, mk transaksi tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara: • Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd eksporter atau produsen lain. Hal mungkin dilakukan jika L/C bersifat transferable. • Eksportir penerima L/C pertama membuka L/C nya sendiri untuk eksportir atau produsen kedua, dengan menjamin L/C yang diterimanya. Cara ini disebut dengan back to back L/C, dan biasanya dipakai dalam perdagangan transito (segi tiga).
  • 194. Misalnya : Importir Indonesia membuka L/C utk pengusaha di Singapura guna mengimpor barang yang berasal dr Jepang. Pengusaha Singapura kmd mebuka L/C utk pengusaha Jepang dengan menjaminkan L/C dari importer Indonesia. Persyaratan L/C kedua ini hampir seluruhnya sama dengan persyaratan L/C pertama, kecuali mungkin mengenai harga dan nama Loading Port
  • 195. 18. Standby L/C • L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra dagang asing. Contoh: • PT. Berdikari kontraktor Indonesia (BKC) bekerja sama dgn Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan jalan layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari meminjam uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific Jakarta. • Sebagai jaminan PT.BKC minta kpd mitranya DYC Ltd, utk membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank. Antara PT BKC dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M. apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka stanby L/C dapat dicairkan oleh PT MCI sebagai beneficiary dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat dipergunakan untuk melunasi hutang PTBKC pada Bank Fasific Jakarta.