Dokumen tersebut membahas tentang asam salisilat, termasuk rumus strukturnya, sifat kimia dan fisikanya, kegunaannya sebagai aditif makanan dan kosmetik, bahaya kesehatannya, ambang batas penggunaannya dalam makanan, dan alternatif penggantinya.
Ekstraksi herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) dilakukan menggunakan metode ekstraksi dingin berupa maserasi dengan pelarut metanol selama 3 hari. Tujuan ekstraksi ini adalah untuk memperoleh ekstrak dari herba tersebut.
1. Tabel tersebut menyajikan interaksi antara beberapa obat dengan mekanisme kerja dan interaksinya. Beberapa contoh interaksi adalah cisapride yang meningkatkan level alkohol, siklosporin, diazepam, dan morfin dalam serum, serta omeprazole yang meningkatkan level escitalopram.
Dokumen tersebut membahas pengaruh cara pemberian obat terhadap absorbsi dan efek sedatif obat. Secara umum dibahas tentang latar belakang, tujuan percobaan, dasar teori mengenai rute pemberian obat, alat dan bahan yang digunakan, serta cara kerja dan perhitungan dosis obat dalam percobaan menggunakan hewan coba tikus."
Dokumen tersebut membahas tentang asam salisilat, termasuk rumus strukturnya, sifat kimia dan fisikanya, kegunaannya sebagai aditif makanan dan kosmetik, bahaya kesehatannya, ambang batas penggunaannya dalam makanan, dan alternatif penggantinya.
Ekstraksi herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) dilakukan menggunakan metode ekstraksi dingin berupa maserasi dengan pelarut metanol selama 3 hari. Tujuan ekstraksi ini adalah untuk memperoleh ekstrak dari herba tersebut.
1. Tabel tersebut menyajikan interaksi antara beberapa obat dengan mekanisme kerja dan interaksinya. Beberapa contoh interaksi adalah cisapride yang meningkatkan level alkohol, siklosporin, diazepam, dan morfin dalam serum, serta omeprazole yang meningkatkan level escitalopram.
Dokumen tersebut membahas pengaruh cara pemberian obat terhadap absorbsi dan efek sedatif obat. Secara umum dibahas tentang latar belakang, tujuan percobaan, dasar teori mengenai rute pemberian obat, alat dan bahan yang digunakan, serta cara kerja dan perhitungan dosis obat dalam percobaan menggunakan hewan coba tikus."
Makalah ini membahas tentang pembuatan sediaan semisolid dan permasalahannya. Terdapat pembahasan tentang pertimbangan umum dalam compounding sediaan semisolid, contoh basis salep, dan jenis-jenis basis salep seperti basis hidrokarbon, basis absorpsi, basis air yang mudah larut, dan basis hidrofilik.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.”
Laporan praktikum fitokimia identifikasi senyawa golongan alkaloida (ekstrak ...anandajpz
Laporan praktikum ini mendeskripsikan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam ekstrak piper nigrum L. dengan melakukan ekstraksi, pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis, dan reaksi identifikasi. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloida seperti piperine.
Dokumen tersebut membahas sistem pengolahan air di industri farmasi. Sistem pengolahan air terdiri dari beberapa tahapan seperti pra-perlakuan, pemurnian, penyimpanan dan distribusi, serta pengolahan limbah air. Tahapan-tahapan tersebut dirancang dan divalidasi untuk menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi standar untuk digunakan dalam produksi obat.
Dokumen ini memberikan informasi tentang pembuatan sediaan sirup gliseril guaiakolat. Terdapat tujuan pembuatan sediaan, dasar teori, bahan dan alat yang digunakan, formula, pemerian bahan, perhitungan jumlah dan dosis bahan. Dokumen ini memberikan panduan lengkap untuk membuat sediaan sirup gliseril guaiakolat.
Enzim Schardinger dalam susu dapat mengkatalisis oksidasi formaldehida yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi putih setelah diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit. Pemanasan susu dapat merusak enzim sehingga tidak terjadi perubahan warna.
Karbohidrat adalah senyawa organik yang penting dalam makhluk hidup. Terdiri atas monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida seperti glukosa dan fruktosa merupakan blok pembangun karbohidrat lainnya. Polisakarida seperti pati dan selulosa berperan sebagai penyimpan energi dan penopang jaringan. Karbohidrat mengalami berbagai reaksi kimia seperti oksidasi, pembentukan
Dokumen tersebut membahas tentang pasta sebagai sediaan farmasi semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat untuk pemakaian topikal. Dibahas pula karakteristik, penggolongan, metode pembuatan, contoh formula standar, perbedaan dengan salep, serta keuntungan dan kerugian pasta. Dokumen ini menyimpulkan bahwa kelebihan pasta adalah mengikat cairan luka dan melekat lebih lama pada kulit, sement
Dokumen tersebut membahas tentang perbedaan respon individu terhadap obat. Secara umum obat akan diabsorpsi, didistribusikan, di metabolisme, dan diekskresi dari tubuh. Proses-proses ini dapat bervariasi antar individu karena faktor seperti usia, diet, dan interaksi obat lain. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam efek dan keamanan obat antar pasien.
Makalah ini membahas tentang pembuatan sediaan semisolid dan permasalahannya. Terdapat pembahasan tentang pertimbangan umum dalam compounding sediaan semisolid, contoh basis salep, dan jenis-jenis basis salep seperti basis hidrokarbon, basis absorpsi, basis air yang mudah larut, dan basis hidrofilik.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.”
Laporan praktikum fitokimia identifikasi senyawa golongan alkaloida (ekstrak ...anandajpz
Laporan praktikum ini mendeskripsikan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam ekstrak piper nigrum L. dengan melakukan ekstraksi, pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis, dan reaksi identifikasi. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloida seperti piperine.
Dokumen tersebut membahas sistem pengolahan air di industri farmasi. Sistem pengolahan air terdiri dari beberapa tahapan seperti pra-perlakuan, pemurnian, penyimpanan dan distribusi, serta pengolahan limbah air. Tahapan-tahapan tersebut dirancang dan divalidasi untuk menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi standar untuk digunakan dalam produksi obat.
Dokumen ini memberikan informasi tentang pembuatan sediaan sirup gliseril guaiakolat. Terdapat tujuan pembuatan sediaan, dasar teori, bahan dan alat yang digunakan, formula, pemerian bahan, perhitungan jumlah dan dosis bahan. Dokumen ini memberikan panduan lengkap untuk membuat sediaan sirup gliseril guaiakolat.
Enzim Schardinger dalam susu dapat mengkatalisis oksidasi formaldehida yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi putih setelah diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit. Pemanasan susu dapat merusak enzim sehingga tidak terjadi perubahan warna.
Karbohidrat adalah senyawa organik yang penting dalam makhluk hidup. Terdiri atas monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida seperti glukosa dan fruktosa merupakan blok pembangun karbohidrat lainnya. Polisakarida seperti pati dan selulosa berperan sebagai penyimpan energi dan penopang jaringan. Karbohidrat mengalami berbagai reaksi kimia seperti oksidasi, pembentukan
Dokumen tersebut membahas tentang pasta sebagai sediaan farmasi semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat untuk pemakaian topikal. Dibahas pula karakteristik, penggolongan, metode pembuatan, contoh formula standar, perbedaan dengan salep, serta keuntungan dan kerugian pasta. Dokumen ini menyimpulkan bahwa kelebihan pasta adalah mengikat cairan luka dan melekat lebih lama pada kulit, sement
Dokumen tersebut membahas tentang perbedaan respon individu terhadap obat. Secara umum obat akan diabsorpsi, didistribusikan, di metabolisme, dan diekskresi dari tubuh. Proses-proses ini dapat bervariasi antar individu karena faktor seperti usia, diet, dan interaksi obat lain. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam efek dan keamanan obat antar pasien.
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang kriteria uji ekuivalensi untuk produk obat generik. Terdapat tiga jenis uji ekuivalensi yaitu uji invivo, uji in vitro, dan produk-produk yang tidak memerlukan uji ekuivalensi. Dokumen ini juga menjelaskan metode penilaian bioavailabilitas absolut dan relatif serta rancangan studi uji bioekivalensi seperti jumlah dan kriteria subyek, prosedur klinis, serta pertimb
Dokumen tersebut membahas tentang biotransformasi toksikan dalam tubuh, dimana toksikan akan mengalami perubahan kimiawi melalui dua tahapan reaksi yaitu fase I dan fase II. Pada fase I terjadi reaksi penguraian seperti oksidasi, reduksi, dan hidrolisis untuk mengubah toksikan menjadi lebih polar. Kemudian pada fase II terjadi reaksi konjugasi dimana hasil fase I akan diikatan dengan senyawa endogen
Materi pertemuan ke-2 Mata Kuliah TFS Steril. Menjelaskan tentang macam-macam sediaan steril. Semoga materi ini bermanfaat.
S1 Farmasi Universitas Malahayati Bandar Lampung
Biotransformasi toksin merupakan perubahan xenobiotik/toksin oleh enzim tertentu untuk mengubah zat nonpolar menjadi polar dan hidrofil agar dapat diekskresikan. Proses ini terdiri atas absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang melibatkan hati, paru-paru, ginjal, dan usus.
1. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bentuk kimia dan bahan tambahan terhadap kecepatan disolusi beberapa zat aktif obat, yaitu teofilin anhidrat, teofilin monohidrat, kloramfenikol, dan kloramfenikol metanol.
2. Metode yang digunakan adalah metode dayung dengan mengukur absorbansi larutan obat setiap 5 menit selama 30 menit untuk menentukan laju disolusinya.
Dokumen tersebut membahas tentang keracunan pestisida, termasuk jenis pestisida berdasarkan bahayanya, gejala dan tingkat keracunan, faktor penyebabnya, golongan pestisida yang direkomendasikan untuk pertanian, prinsip penggunaannya, kriteria toksisitas dan label yang harus dicantumkan, serta cara pencegahan dan pertolongan pertama jika terjadi keracunan pestisida.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Surya Amal
Absorpsi obat adaah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektifitas obat. Sebelum obat diabsorpsi,terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan (serta cepat lambatnya melarut) menentukan banyaknya obat terabsorpsi.
Dokumen tersebut membahas tentang pemilihan pemberian obat secara oral dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jenis-jenis sediaan oral yang dibahas meliputi tablet, kapsul, kaplet, cairan, dan pil. Faktor fisiologi seperti usia, pH lambung, dan flora usus mempengaruhi penyerapan obat secara oral. Bentuk dan formulasi sediaan seperti larutan, suspensi, atau emulsi juga berpengaruh pada
"[Ringkasan]"
Farmakologi membahas tentang zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, termasuk sejarah, sumber, efek, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat. Farmakologi juga mempelajari penggunaan obat secara rasional untuk pencegahan, diagnosa, dan pengobatan penyakit.
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian tentang perbandingan mula kerja, puncak efek, dan lama kerja obat analgetik antalgin dan xylomidon pada pemberian peroral dan intraperitoneal pada tikus. Parameter yang diukur meliputi respon nyeri tikus terhadap rangsangan tekanan, serta waktu tercapainya efek analgetik maksimal."
Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui RektumSurya Amal
Dokumen tersebut membahas tentang penyerapan obat yang diberikan melalui rektum, termasuk cara kerja dan faktor yang mempengaruhinya. Pemberian obat melalui rektum dapat mendapatkan efek lokal atau sistemik, tergantung jenis obatnya. Absorpsi terjadi lewat pembuluh darah secara langsung, getah bening, atau tidak langsung, namun bioavailabilitasnya relatif rendah.
Similar to MATERI 3. Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS).ppt (20)
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka - abdiera.com, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka
Banyak orang menganggap mempelajari kitab Wahyu adalah sulit. Selain karena membicarakan simbol-simbol yang tidak biasa, kitab Wahyu juga memiliki tema-tema yang kompleks. Nah, bagaimana cara terbaik membedah kitab Wahyu?
Mari kita pelajari bersama lebih dahulu 3 pasal pertama dari kitab ini dalam kelas diskusi "Bedah Kitab Wahyu" (BKW) pada 19—26 Juni 2024 melalui grup WA.
Sebelum kelas dimulai, ikuti lebih dahulu pemaparan materinya via Zoom pada:
Rabu, 19 Juni 2024.
- Pagi: pkl. 10.30—12.00 WIB
- Malam: pkl. 19.00—20.30 WIB
Daftarkan diri Anda segera di https://bit.ly/form-mlc.
Kontak:
WA: 0821-3313-3315 (MLC)
E-Mail: kusuma@in-christ.net
2. Teori dasar
Kelarutan zat aktif
Pelepasan zat aktif dari sediaan (formulasi) dlm btk terlarut
(Disolusi)
kelarutan Permeabilitas
Kelas I tinggi* tinggi
Kelas II** rendah tinggi
Kelas III tinggi* rendah
Kelas IV rendah rendah
* kelarutan zat aktif tinggi dan terlarut dgn cepat (formulasi)
** jika Do rendah ~ kemungkinan besar ada korelasi In vitro / in
vivo
3. DEFINISI
model eksperimental yang mengukur
permeabilitas dan kelarutan suatu zat dalam
kondisi tertentu
Sistem ini dibuat untuk pemberian obat secara
oral.
Untuk melewati studi bioekivalen secara in
vivo, suatu obat harus memenuhi persyaratan
kelarutan dan permeabilitas yang tinggi
4. TUJUAN BCS
Meningkatkan efisiensi pengembangan obat dan
proses peninjauan dengan merekomendasikan
strategi untuk mengidentifikasi uji bioekivalensi.
Merekomendasikan kelas pelepasan cepat dari
bentuk sediaan padat oral yang secara bioekivalensi
dapat dinilai berdasarkan uji disolusi in vitro.
Merekomendasikan suatu metode untuk klasifikasi
yang sesuai dengan disolusi bentuk sediaan dengan
karakteristik kelarutan dan permeabilitas produk
obat.
5. Biopharmaceutics Classification System
• BCS is a scientific framework for classifying drug
substances based on their aqueous solubility and
intestinal permeability. When combined with the
dissolution of the drug product, BCS takes into
account three major factors that govern the rate and
extent of absorption from IR solid oral dosage forms:
dissolution, solubility and intestinal permeability.
BCS Guidance:
For IR drug products, non-NTI drug products
8. • menunjukkan penyerapan
yang tinggi dan disolusi yang
tinggi.
• Senyawa ini umumnya sangat
baik diserap.
• diformulasikan sebagai produk
dengan pelepasan segera, laju
disolusi umumnya melebihi
pengosongan lambung
Kelas I :
Metoprolol,
Diltiazem,
Verapamil,
Propranolol.
hampir 100% penyerapan (setidaknya 85% dari produk larut dalam 30
menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai nilai pH),
oleh karena itu data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk
menjamin perbandingan produk
9. • memiliki daya serap yang tinggi
tetapi laju disolusi rendah.
• Dalam disolusi obat secara in vivo
maka tingkat penyerapan terbatas
kecuali dalam jumlah dosis yang
sangat tinggi.
Kelas II :
Fenitoin,
Danazol,
Ketokonazol,
asam
mefenamat,
Nifedipine.
• Penyerapan obat untuk kelas II biasanya lebih lambat daripada
kelas I dan terjadi selama jangka waktu yang lama
• Korelasi in vitro-in vivo (IVIVC) biasanya diterima untuk obat kelas
II.
10. • Permeabilitas obat berpengaruh
pada tingkat penyerapan obat,
namun obat ini mempunyai laju
disolusi sangat cepat
• Obat ini menunjukkan variasi yang
tinggi dalam tingkat penyerapan
obat.
Kelas III:
Simetidin,
Acyclovir,
Neomycin B,
Captopril
• Karena pelarutan yang cepat, variasi ini disebabkan perubahan
permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor bentuk
sediaan tersebut.
• Jika formulasi tidak mengubah permeabilitas atau waktu durasi
pencernaan, maka kriteria kelas I dapat diterapkan
11. • Senyawa ini memiliki
bioavailabilitas yang buruk.
Biasanya mereka tidak diserap
dengan baik dalam mukosa usus.
• Senyawa ini tidak hanya sulit
untuk terdisolusi tetapi sekali
didisolusi, sering menunjukkan
permeabilitas yang terbatas di
mukosa GI.
Kelas IV : taxol,
hydroclorthiazia
de, furosemid.
Cenderung sangat sulit diformulasikan
13. Disolusi
• USP : suatu produk obat dikatakan cepat melarut jika tidak
kurang dari 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam
waktu 30 menit
Kelarutan
• menentukan kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam kondisi
pH fisiologis
• Profil kelarutan obat pada 37 ± 1oC dalam media air dengan
rentang pH 1-7,5
Permeabilitas :
• didasarkan langsung pada tingkat penyerapan usus suatu obat
pada manusia atau tidak langsung pada pengukuran laju
perpindahan massa melintasi membran usus manusia
• sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia
adalah 90% atau lebih dari dosis yang diberikan, berdasarkan
pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis
pembanding intravena
14. Permeabilitas zat aktif tinggi
Bioavailabilitas Absolut ≳ 90%
Nilai kesetimbangan kembali (Mass Balance
Recovery) ≳ 90%
metode in vitro
Permeabilitas (apparent) tergantung pada:
Transpot perlintasan dinding sal.cerna
Tempat absorbsi (Site of Absorption)
Obat hrs berupa larutan pd tempat abs.
Obat berada (kontak) didaerah abs.selama waktu
tertentu
15. BCS dari zat aktif
kelas 1 : kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus tinggi
kelas 2 : kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus tinggi
kelas 3: kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus rendah
kelas 4 : kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus rendah
Kelarutan dalam air tinggi (dari zat aktif)
Jika dosis tertinggi yang direkomendasi WHO (jika terdapat dalam
daftar obat esensial WHO) atau kekuatan dosis tertinggi (yang ada
dipasar) dari obat larut dalam ≤250 ml media air pada kisaran pH 1,2
s/d 6,8 pada suhu 37±1°C. Penentuan kelarutan pada setiap pH harus
dilakukan minimal triplo.
Permeabilitas dalam usus tinggi(dari zat aktif)
Jika absorpsi pada manusia ≥85% dibandingkan dosis intravena dari
pembandingnya.
15
16. BCS dijelaskan melalui 3 bilangan/angka :
An ~ bil. Abs. (absorption number)
Do ~ bil. Dosis (dose number)
Dn ~ bil.Disolusi (dissolution number)
19. An < 1.15
F < 0.90
Permeability ~ Low
F(solution) vs An
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
An
F
A n
e
F 2
1
BA in the absence of formulation factors
20. An ≳ 1.15
F ≳ 0.90
Permeability ~ High
F(solution) vs An
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
An
F
A n
e
F 2
1
BA in the absence of formulation factors
21. Bilangan Dosis
fungsi kelarutan senyawa obat
S
W ater
C
V
D
Do
D / Vwater >> CS ~ High Do kelarutan tinggi
D / Vwater << CS ~ Low Do kelarutan rendah
Solubility
Issues
Highest Dose Unit
250 mL
Solubility
23. Larutan (Oral) ~ F = f(perm) ⇨ An
First pass metabolism (variability)
Low g.i. permeability (variability)
Solid (Oral)
F dpt lbh kecil dari hasil prediksi nilai An
Kelarutan zat aktif
Pelepasan zat aktif ~ Disolusi
formulasi
diabaikan
24. Zat sukar larut / pelepasan lambat
A & B
A B
Dn ~ 0.69 ~ 0.36
Dose (mg) 400 2.5
Vwater (L) 0.250 0.250
CS (mg/L) 32 17
25. Poorly Soluble Drugs / Slowly Releasing Products
A & B
In 250mL water – Initial gastric volume
A B
Dn ~ 0.69 ~ 0.36
Dose (mg) 400 2.5
Vwater (L) 0.250 0.250
CS (mg/L) 32 17
Do 50 0.59
Max dissolved (mg) 8.0 mg (D =400mg) 4.25 mg (D = 2.5mg)
26. Poorly Soluble Drugs / Slowly Releasing Products
A & B
Mechanism Equilibrium Kinetic
(Solubility-Limited) (Dissolution Rate-Limited)
A B
Dn ~ 0.69 ~ 0.36
Dose (mg) 400 2.5
Vwater (L) 0.250 0.250
CS (mg/L) 32 17
27. Poorly Soluble Drugs / Slowly Releasing Products
A & B
A B
Dn ~ 0.69 ~ 0.36
Dose (mg) 400 2.5
Vwater (L) 0.250 0.250
CS (mg/L) 32 17
Papp > 14 < 6
Class II Class IV
28. Do Dn An
Kelas I Low * High * * High
Kelas II*** Low * Low High
Kelas II High Low High
Kelas III Low * High * * Low
Kelas IV Low * Low Low
Kelas IV High Low Low
* Highly-soluble substance * * Rapidly-releasing formulation
*** In vitro / in vivo correlation (IVIVC) highly probable
Aplikasi – BE & korelasi in vivo-in vitro
29. Do Dn An
Class I Low * High * * High
Class III Low * High * * Low
* Highly-soluble substance * * Rapidly-releasing formulation
*** In vitro / in vivo correlation (IVIVC) highly probable
Class I – No 1st Pass ~ Bioequivalent
Class III & Class I + 1st Pass ~ Bioequivalent if Powered Properly
30. Do Dn An
Class II*** Low * Low High
Class II High Low High
Class IV Low * Low Low
Class IV High Low Low
* Highly-soluble substance * * Rapidly-releasing formulation
*** In vitro / in vivo correlation (IVIVC) highly probable
Class II ~ Bioequivalent if dissolution data match
at pH 1, pH 4.5, Ph 6.8 (If 1st pass ~ Power Properly)
Highest probably of IVIVC ~ Especially of Do is low
Low Dn (slow release) can result from Equilibrium (solubility),
Kinetic (dissolution rate),or Formulation Limitations
31. Do Dn An
Class II Low Low High
Class II High Low High
Class IV Low Low Low
Class IV High Low Low
Slow release (low Dn) due to:
Slow Releasing Formulation ~ Might be a Freely Soluble Substance
(Low Do)
Any Formulation ~ Kinetic (Dissolution Rated Limited) Substance
Any Formulation ~ Equilibrium (Solubility Limited) Substance (High Do)
32. KESIMPULAN
Optimalisasi faktor-2 yg dpt mempengaruhi
BA, BE, atau korelasi IVIV; pemilihan zat
aktif, pertimbangan formulasi, proses
Penentuan klasifikasi biofarmasetika (BCS)
kelarutan ~ Dose Number [Do]
pelepasan ~ Dissolution Number [Dn]
permeabilitas ~ Absorption Number [An]
33. High Dn
Class I
High Do Low Do
IVIVC >
Low Dn
Class II
High An
Class I or II
High Dn
Class III
Low Dn
Class IV
Low An
Class III or IV
Test Drug
High Permeability Low Permeability
BE
Dissolution predicts PK
BE if Dissolution =
BE
Variability
34. Hipotesa berdasarkan hasil penelitian
Class I drug products are bioequivalent
First Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Class II drug products are usually bioequivalent
if dissolution profiles match (pH 1, pH 4.5, pH
6.8)
If first Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients might alter g.i. permeability (???)
35. Class III drug products are bioequivalent if study
is powered account for variability
Lower permeability = higher variability ~Design Issues
If first Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients alter g.i. permeability
Class IV drug products are often unpredictable
36. Class I drug products are bioequivalent
First Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients might alter g.i. permeability (???)
Guidance permits BE waiver
Class II drug products are usually bioequivalent
if dissolution profiles match (pH 1, pH 4.5, pH
6.8)
If first Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients might alter g.i. permeability (???)
Class II drugs that employ surfactant ?