Dokumen tersebut membahas tentang masalah lingkungan dalam pembangunan pertambangan dan energi. Ia menjelaskan langkah-langkah persiapan penambangan seperti pembukaan lahan, pengupasan tanah, dan penanganan limbah tambang. Dokumen tersebut juga menyentuh tentang reklamasi lahan bekas tambang dan program penyehatan lingkungan pertambangan.
2. Tahap Persiapan Penambangan
(Mining Development)
• Pembukaan atau pembersihan lahan (land clearing)
sebaiknya dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya
bagian lahan yang akan langsung atau segera
ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan selesai,
maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan
biasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengan
tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan
harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat
yang sama, kemudian ditanami dengan tumbuh-
tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan
semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih
dapat dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi lahan
bekas tambang.
3. • Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden)
jalan-jalan angkut yang dilalui alat-alat angkut akan
berdebu, oleh sebab itu perlu disiram air secara berkala. Bila
keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah
penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang
curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan
yang berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawa
air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slope
stability). Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat
penimbunan yang relatif datar, maka tumpukan itu harus
diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan
kemiringan keseluruhan (overall bench slope) yang landai.
Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya
memakai metoda nisbah pengupasan yang konstan (constant
stripping ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yang
semakin besar (increasing stripping ratio method) sehingga
luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar.
4. Tahap Penambangan
• Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining) dampak
negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu
diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak pembuangan batuan samping
(country rock/waste) dan air berlumpur hasil penirisan tambang (mine
drainage). Kecuali untuk metode ambrukan (caving method) yang dapat
merusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena terjadinya
amblesan (surface subsidence). Metoda penambangan bawah tanah yang
dapat mengurangi timbulnya gas-gas beracun dan berbahaya adalah
penambangan dengan “auger” (auger mining), karena untuk
pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak.
• Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus dilakukan
penyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut, tempat-tempat
pemuatan, penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap tempat
perpindahan (transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi bangunan
penutup serta unit pengisap debu
• Untuk menghindari timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan
batu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan
yang benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond
delay detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry) yang tepat.
5. • Lumpur dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang ke
badan air (sungai, danau atau laut), tetapi harus ditampung lebih
dahulu di dalam kolam-kolam pengendapan (settling pond) atau unit
pengolahan limbah (treatment plant) terutama sekali bila badan air
bebas itu dipakai untuk keperluan domestik oleh penduduk yang
bermukim disekitarnya
• Segera melaksanakan cara-cara reklamasi/ rehabilitasi/restorasi yang
baik terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan
meratakan daerah-daerah penimbunan tanah penutup atau bekas
penambangan yang telah ditimbun kembali (back filled areas)
kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation) yang
nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan pertanian
atau perkebunan. Sedangkan cekungan-cekungan bekas
penambangan yang berubah menjadi genangan-genangan air atau
kolam-kolam besar sebaiknya dapat diupaya
• kan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan
atau tempat rekreasi.
6. PENYEHATAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
• Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan
system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
(1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2)
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3)
Pengendalian dampak risiko lingkungan (4) Pengembangan
wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi
berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran
swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan
lingkungan merupakan penanganan yang paling
kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan
yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta
berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan
dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri
terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
7. Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan
dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta
beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan
penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang
dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang
ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam
Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan
terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi
khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi
penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya
manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan
lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring
serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola
pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
8. • Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian
akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit
Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta
Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga
didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti
ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang
diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro
Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan
adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana
dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan
tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan
kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di
pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih
dan sanitasi.
9. • Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana
dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara
optimal untuk saat ini dikembangkan melalui
pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat
(mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan
operasional serta pemeliharaan). Disadari
bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor
terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan
CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa
kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan
cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta
secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan.
10. • Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah
tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan
cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila
dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum. Terlihat pada
grafik 2.97 berikut:
Grafik 2.97
Akses Rumah Tangga Terhadap Air Minum
Tahun 1995 s/d 2006
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari
Departemen
Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai
kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas
Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program
penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di
jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan
kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.
11. • Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik
dari air bersih maupun air minum yang dilihat
dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total
Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian
cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang
melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai
target cakupan yang ditetapkan tahun 2006
(Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%)
dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari
jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas
(pendanaan, laboratorium yang
terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi
sehingga daerah dapat lebih meningkatkan
kegiatan layanan terkait kualitas air minum.