SlideShare a Scribd company logo
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
1Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
16 Juni 2018
TELAAH UTILISASI DALAM UPAYA PENGENDALIAN BIAYA DI FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN
WILAYAH KERJA BPJS KESEHATAN CABANG DUMAI
UTILIZATION REVIEW ON THE EFFORT OF COST CONTAINMENT IN THE REFERRAL HEALTH CARE
SERVICES IN BPJS KESEHATAN BRANCH OFFICE AREA OF DUMAI
Dodyk Sukra Goutama
Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan
BPJS Kesehatan Cabang Dumai, Kedeputian Wilayah Sumbagteng Jambi
ABSTRACT
Utilization review is one of the methods that are used as
research data with qualitative and quantitative approach
in financing health services. Data output can be
described into various analysis in viewing patterns of
problems and find solutions. Financing health services
especially in Referral Health Care Services (FKRTL)
where proportion of the highest cost and potentially
difficult to be cost efficient then required looking analysis
for the most effective method. Utilization review
presented in this paper as an overview for the evaluation
in an effort to control the quality and costs control.
Widely definition of utilization review (UR) is quality and
cost controlling techniques when applied in prospective,
concurrent and retrospective. Required data support
from FKRTL and engagement of Government and
stakeholders in defining the Health Care Services
authority and the implementation of the comprehensive
utilization study. The activities result of this utilization
review are the output data analysis and information as a
recommendation used for BPJS Kesehatan and other
stakeholders to setting related policies of quality control
and cost control.
Keyword: utilization review, referral health care services,
BPJS Kesehatan
I. LATAR BELAKANG
Permasalahan yang terjadi di sebagian besar
rumah sakit di daerah, khususnya Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) atau rumah sakit di
wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai Provinsi
Riau adalah kesiapan dalam menerapkan pola
pembiayaan prospektif. Dengan pendapatan rumah sakit
bertumpu pada INACBG’s, tetapi di sisi lain rumah sakit
masih menggunakan pola fee-for-service dalam setiap
pelayanannya, dan masih belum banyak rumah sakit
yang mendesain ulang manajemen keuangannya untuk
membiayai belanja operasional dan membayar jasa
dokter dan paramedis.
Kemungkinan hal tersebut menjadi salah satu
faktor masih ditemukan ketimpangan pelaksanaan
program JKN-KIS di FKRTL yang menjadi tidak efektif
dan efisien. Terkesan rumah sakit beserta organisasi
rumah sakit (PERSI) terasa “kurang memiliki” terhadap
Program JKN-KIS, hal ini dimungkinkan karena adanya
kesenjangan kurang terlibat dan kurang berperan aktif
dalam penyusunan peraturan JKN-KIS atau turut
menghitung satuan biaya penetapan tarif INACBG’s.
Peran stakeholder terkait dengan fungsi
pembinaan fasilitas kesehatan rujukan berdasarkan
wilayah administrasi pemerintahan masih belum optimal.
Hal ini berdampak pada akses pelayanan yang belum
merata, penataan rujukan berjenjang pasien belum
terstruktur sehingga efektif dan efisien dengan
penumpukan pasien di rumah sakit tertentu. Belum
adanya peraturan rujukan berbasis regionalisasi yang
mengatur akses antar provinsi/kabupaten/kota yang
berdekatan.
Pengembangan seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota belum
direncanakan secara sistematis, efisien dan efektif.
Belum dilakukan pemetaan sarana kesehatan di
Kabupaten/Kota untuk mengetahui distribusi dan
kemampuan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti FKTP perawatan/nonperawatan, PONED/non-
PONED, klasifikasi Rumah Sakit (Tipe A, B, C, D dan
Rumah Sakit Pratama), Rumah Sakit PONEK/non-
PONEK berikut parameter pelayanan yang digunakan
(belum cukup tersedia pelayanan spesialistik/
subspesialis, dokter gigi/gigi spesialis, ruang perawatan
intensif, pelayanan kamar operasi, dll).
Belum semua kasus di FKRTL/Rumah Sakit
memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO)
berdasarkan Pedoman Pelayanan Kedokteran (PPK)
yang disusun oleh manajemen rumah sakit, khususnya
kasus terbanyak dengan mengacu pada Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
Tidak optimalnya sistem audit pelayanan rujukan
(Referral Audit) termasuk Kendali Mutu dan Biaya
dengan Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya yang
melibatkan Rumah Sakit Rujukan Regional, Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Organisasi Profesi. Dimungkinkan selain terdapat
unsur konflik kepentingan juga rumah sakit tidak optimal
dalam memanfaatkan data Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIMRS) untuk melakukan audit medis/audit
pelayanan kesehatan.
Kurang aktifnya Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan (Perpres Nomor 12 Tahun
2013), sistem seleksi faskes (kredensialing) BPJS
Kesehatan dan pedoman Permenkes Nomor 56 Tahun
2014 yang masih terdapat perbedaan kebijakan seperti
pada penetapan kelas rumah sakit. Hal ini juga tidak
sinkron dengan peran stakeholder Pemerintah dalam
melakukan manajemen kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan dan memperhatikan mutu pelayanan
kesehatan
Berhubungan dengan makalah ini mengenai fungsi
dalam melakukan telaah utilisasi yang pada
ketentuannya dilakukan oleh Tim Kendali Mutu dan
Kendali Biaya (Tim KMKB), tetapi para pihak yang
terlibat dan mendukung pelaksanaan fungsi tersebut
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
2Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
26 Juni 2018
baik BPJS Kesehatan yang mendukung kinerja Tim
KMKB maupun FKRTL sendiri tidak memiliki akses data
rinci mengenai pelaksanaan pelayanan kesehatan dan
pembiayaan secara utuh, yang pada akhirnya
menyebabkan tidak berkembangnya cara pengendalian
biaya melalui mekanisme Utiization Review.
II. PENGANTAR
Telaah utilisasi (utilization review, UR) adalah suatu
metode lain untuk menjamin mutu pelayanan terkait
pengendalian biaya. Berbeda dari audit klaim retrospektif
pada asuransi tradisional, utilization review
mengevaluasi ketepatan pelayanan kesehatan
(Appropriate of care) sebelum pelayanan diberikan untuk
menghapus pelayanan yang tidak perlu dan potensial
bagi pasien. Teknik-teknik utilization review merupakan
mekanisme pengendalian biaya dengan memeriksa
apakah:
 Pelayanan secara medis memang perlu diberikan;
dan
 Pelayanan sudah diberikan secara tepat.
Pada program JKN-KIS yang mengadopsi sistem
managed care ini menjadikan fungsi UR sebagai
pengendali biaya adalah pada fungsi Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Dengan otoritas yang
sama sekaligus sebagai pemberi pelayanan kesehatan,
maka fungsi UR tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini
juga masih belum didukung regulasi pengendalian biaya
seperti rujukan berjenjang dan bagaimana peran
stakeholder pemerintah berperan aktif membuat
kebijakan/regulasi yang berkembang bersamaan dengan
cepatnya perkembangan permasalahan yang muncul di
dalam pembiayaan program JKN-KIS seperti halnya
standar prosedur pelayanan kedokteran maupun
variasinya, pengaturan episode perawatan, potensi
kecurangan dan bagaimana pengenaan sanksinya.
Tetapi yang dibahas dalam tulisan ini berikutnya
bukan bagaimana menjalankan sistem UR tetapi
bagaimana mengenali data utilisasi sehingga dapat
menjadi analisa lebih lanjut bagi pembuat kebijakan
menentukan cara melakukan pengendalian biaya
pelayanan kesehatan dalam program JKN-KIS. Maka
yang akan dibahas disini adalah data utilisasi yang
dilakukan retrospektif berikut analisa sederhana.
Data utilisasi yang digunakan berasal dari data Self
Service Business Intelligence (update terakhir tanggal 12
Mei 2018), lebih idealnya dapat menggunakan data
Sistem Manajemen Informasi Rumah Sakit (SIMRS) dan
rekam medis tetapi masih kesulitan berkoordinasi agar
dapat mengakses data tersebut. Telaah Utilisasi ini
masih hanya dilakukan oleh pengelola managed care,
yaitu Staf Utilisasi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan
Anti Fraud BPJS Kesehatan di Kantor Cabang dengan
data retrospektif saja dan melakukan umpan balik
kepada FKRTL setiap periodik bulanan atau triwulan.
Umpan balik data utilisasi yang dilakukan oleh
BPJS Kesehatan terhadap FKRTL belum dirasakan
signifikan berpengaruh terhadap pengendalian biaya
oleh provider. Belum didapatkan data dari FKRTL
apakah pelaksanaanya sudah melakukan program telaah
utilisasi oleh tim pengelola program JKN-KIS di FKRTL
dan belum diketahui hasil luarannya. Bagaimanapun
program UR ini akan terasa sangat penting terutama
dalam pembiayaan kelompok peserta yang memiliki pola
utilisasi pelayanan rumah sakit sangat tinggi.
Telaah utilisasi ini berdasarkan data utilisasi
experience tahun pembebanan 2016 sampai dengan
tahun 2018. Meskipun data yang dapat diakses melalui
Bussines Intelligence hanya 2 (dua) tahun pembebanan
terakhir namun sudah cukup untuk mewakili bagaimana
gambaran pola pembiayaan pelayanan kesehatan
Program JKN-KIS di FKRTL wilayah kerja BPJS
Kesehatan Cabang Dumai. Tentunya banyak indikator
utilisasi sudah kita ketahui dan pelajari, seperti
pertumbuhan jumlah kasus, biaya, unit cost dan jumlah
peserta/populasi berkunjung ke FKRTL. Tetapi apakah
output yang sudah diketahui tadi sudah dapat ditentukan
arah atau sektor yang harus dikendalikan biayanya pada
bagian yang mana dengan tidak melupakan pencapaian
mutu yang harus berjalan optimal.
Wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai
meliputi 5 Kabupaten/Kota, dan terdapat 12 (dua belas)
FKRTL provider BPJS Kesehatan, antara lain:
1. Kabupaten Bengkalis total memiliki 5 (lima) FKRTL,
terdiri dari wilayah Pulau Bengkalis yaitu RSUD Kab.
Bengkalis (RS Pemerintah Kelas B) dan wilayah
Daratan (Kecamatan Mandau) terdapat 4 (empat)
FKRTL yaitu: RSUD Kecamatan Mandau (RS
Pemerintah Kelas C), RS Permata Hati (RS Swasta
Kelas C), RS Mutia Sari (RS Swasta Kelas D) dan
RS Thursina (RS Swasta Kelas D).
2. Kabupaten Rokan Hilir memiliki 4 (empat) FKRTL,
yaitu RSUD Dr. RM. Pratomo (RS Pemerintah Kelas
C) di Bagansiapiapi, RS Indah (RS Swasta Kelas D)
di Bagan Batu berbatasan dengan Provinsi Sumatera
Utara, dan RS Cahaya (RS Swasta Kelas D), RS
Regita Medika (RS Swasta Kelas D) yang
berbatasan dengan Kota Dumai.
3. Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki satu FKRTL
yaitu RSUD Kab. Kep. Meranti (RS Pemerintah Kelas
D).
4. Kabupaten Siak Sri Indrapura, yang berbatasan
dengan Kota Pekanbaru memiliki satu FKRTL yaitu
RSUD Tengku Rafi’an Siak (RS Pemerintah Kelas
C).
5. Kota Dumai, memiliki satu FKRTL yaitu RSUD Kota
Dumai (RS Pemerintah Kelas C).
Menurut skema pembiayaan asuransi kesehatan
ada 3 (tiga) faktor penting yang terlibat dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan, khususnya pada
Program JKN-KIS yaitu jumlah kumpulan peserta aktif
dalam suatu populasi, kolektibilitas keuangan yang baik
melalui iuran dan strategi pembelian pelayanan
kesehatan yang tidak dapat lepas dari upaya
pengendalian biaya yang tersistem untuk mencegah
kebocoran biaya atau inefisiensi.
III. FOKUS TELAAH UTILISASI PEMBIAYAAN
Langkah pertama yang menjadi poin penting dalam
pengendalian biaya harus diketahui data utilisasi yang
akan dijadikan fokus untuk dipelajari lebih rinci. Berikut
gambaran biaya utilisasi pelayanan kesehatan di FKRTL
wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai berdasar
data BOA yang diambil sejak pembebanan tahun 2014,
meski dengan kondisi absensi klaim yang masih belum
ideal (belum N+1) tetapi dapat diketahui jenis pelayanan
yang tidak ideal/optimal antara pelayanan faskes primer
dan faskes rujukan.
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
3Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
36 Juni 2018
Tabel-1. Data Pembebanan Pelkes BPJS Kesehatan Cabang Dumai
(Data BOA mulai pembebanan bulan Januari 2014 sampai dengan
bulan Mei 2018)
Pada tingkat pelayanan kesehatan rawat jalan di
FKRTL seharusnya dapat terkendali apabila alokasinya
dapat dialihkan ke mekanisme yang sesuai dengan
bisnis proses yang tepat seperti Pengelolaan Obat
Kronis 7-23 (Apotek IFRS/Apotek Pengampu RS) dan
Program Rujuk Balik melalui Apotek PRB. Gambaran ini
ditunjukkan melalui tagihan Apotek yang sangat sedikit
apabila dibandingkan dengan jumlah pembiayaan rawat
jalan di FKRTL. Apalagi dengan upaya peningkatan
kompetensi pelayanan di FKTP yang akan dibahas nanti
pada diagnosa dan prosedur di FKRTL yang
menunjukkan bahwa pelayanan di FKRTL dengan
diagnosa dan prosedur non-spesialistik, yang
seharusnya dapat dilakukan penatalaksanaan di FKTP.
Dengan tidak mengesampingkan pengendalian
biaya di FKTP maka pada kondisi ideal seharusnya tidak
memiliki jenjang biaya yang terpaut sangat jauh antara
biaya pelayanan di FKRTL dengan biaya pelayanan di
FKTP (non-kapitasi). Berbagai skema kebijakan disusun
menunjang program JKN-KIS ini antara lain sistem
rujukan, optimalisasi pelayanan primer, sistem
pencegahan kecurangan dan simplifikasi dengan sistem
Teknologi Informasi yang selama 5 (lima) tahun ini
masih dianggap jauh dari kondisi yang ideal. Sebagian
akan ditelaah dari beberapa fokus yang menunjukkan
belum idealnya skema tersebut.
Berdasar tabel-1 pula maka yang akan dibahas
dan dipelajari lebih lanjut adalah utilisasi pelayanan
kesehatan terutama yang menjadi bagian besar (pareto)
dalam porsi pembiayaan, yaitu pembiayaan pelayanan
kesehatan di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
atau di Rumah Sakit.
Sebagai gambaran ditampilkan pada tabel-2 kasus
berbiaya tinggi (katastrofik) yang dikelompokkan dari
pelayanan kesehatan rawat jalan maupun rawat inap
yang dilakukan di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan
Cabang Dumai. Hal ini dapat mewakili pembiayaan yang
secara garis besar penatalaksanaannya ideal dilakukan
di faskes rujukan (FKRTL).
Tabel-2. Pembiayaan dalam kelompok jenis kasus katastrofik pada
rawat jalan dan rawat inap berdasar diagnosa primer dan sekunder
IV. RUJUKAN BERJENJANG
FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang
Dumai secara geografis sistem rujukan berjenjang tidak
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tipe kelas
karena FKRTL dengan Kelas B ada di wilayah pulau
Bengkalis yaitu RSUD Kabupaten Bengkalis dengan
akses yang tidak mudah yaitu melalui perairan laut.
Sedangkan rumah sakit lain dengan sarana prasarana
lebih lengkap dimungkinkan untuk melakukan rujukan
adalah di RSUD Kota Dumai dengan kelas C (Per
Februari 2018 telah berubah menjadi Kelas B), tetapi
pada kondisi geografis rujukan lebih dekat ke Kota
Pekanbaru maupun Provinsi Sumatera Utara maka tetap
dapat diperbolehkan untuk melakukan rujukan. Ini juga
juga disebabkan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota belum membuat regulasi tentang
batasan rujukan berjenjang
Jumlah kunjungan Cabang Dumai untuk Rawat
Jalan maupun Rawat Inap lebih banyak mengakses RS
Kelas C karena RS Pemerintah (4 kelas C dan 1 kelas
D) yang tersedia di masing-masing Kabupaten/Kota dan
1 RS Swasta, yaitu RS Permata Hati di wilayah
kecamatan Mandau kabupaten Bengkalis yang memiliki
jumlah penduduk dan peserta JKN-KIS lebih banyak
daripada wilayah kabupaten Bengkalis lain. Sedangkan
RS Swasta Kelas D beberapa menyebar di daerah
perbatasan antar kabupaten dan antar provinsi.
Gambar-1. Tren Rawat Jalan dan Rawat Inap per triwulan berdasar
Kelas RS di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai
TingkatPelayanan Tahun2014 Tahun2015 Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018
%Total
Biaya
FKRTLRITL 53.011.186.532Rp 51.286.647.400Rp 85.974.830.874Rp 118.525.401.168Rp 87.584.328.800Rp 68,54%
FKRTLRJTL 14.079.867.362Rp 19.573.684.400Rp 34.121.677.265Rp 47.333.085.500Rp 35.963.509.200Rp 26,12%
FKTPRITP 1.744.613.000Rp 2.542.476.000Rp 3.563.092.600Rp 3.640.015.000Rp 2.634.340.000Rp 2,44%
Optikal 730.850.000Rp 1.540.650.000Rp 1.756.690.000Rp 2.257.400.000Rp 1.038.650.000Rp 1,27%
ApotekIFRS 521.236.300Rp 1.275.742.169Rp 1.069.836.481Rp 2.520.481.993Rp 1.286.764.389Rp 1,15%
FKTPRJTP 32.384.000Rp 115.691.200Rp 483.487.900Rp 511.808.820Rp 379.041.040Rp 0,26%
ApotekPRB -Rp 68.556.655Rp 87.265.005Rp 204.849.044Rp 262.453.608Rp 0,11%
FKTPPromotif 189.100.000Rp 24.760.000Rp 72.825.000Rp 198.305.000Rp 51.787.500Rp 0,09%
AlkesRJTL 14.750.000Rp 17.500.000Rp 1.000.000Rp -Rp -Rp 0,01%
Puskesmas-Kegiatan
Kelompok
-Rp -Rp -Rp 4.054.000Rp -Rp 0,00%
Total 70.323.987.194Rp 76.445.707.824Rp 127.130.705.125Rp 175.195.400.525Rp 129.200.874.537Rp 100%
JenisKasusKatastrofik Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Cirrhosis Hepatitis 571.782.300Rp 766.245.400Rp 170.239.400Rp
Gagal Ginjal 1.846.374.500Rp 1.511.668.200Rp 381.060.900Rp
Haemophilia 50.655.200Rp 259.283.400Rp 138.208.500Rp
Jantung 15.140.332.800Rp 22.330.252.200Rp 4.654.795.800Rp
Kanker 633.879.000Rp 926.521.600Rp 249.982.100Rp
Leukaemia 35.749.200Rp 133.342.000Rp 24.715.500Rp
Stroke 2.426.846.100Rp 4.959.646.700Rp 928.863.200Rp
Thalassaemia 232.485.400Rp 280.505.900Rp 33.124.800Rp
Total 20.938.104.500Rp 31.167.465.400Rp 6.580.990.200Rp
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
4Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
46 Juni 2018
Berdasar keadaan geografis di atas wilayah
kabupaten/kota di Cabang Dumai memiliki wilayah darat
yang luas, wilayah kepulauan dan wilayah perbatasan
terutama dengan kota Pekanbaru dan Provinsi Sumatera
Utara. Hal ini tidak dapat diasumsikan untuk dapat
menurunkan jumlah kunjungan di RS kelas C dengan
merujuk dari FKTP ke RS kelas D terlebih dahulu.
Tabel-3. Provinsi Layanan dari Peserta Terdaftar dari Cabang Dumai
Berdasar tabel-3 diatas selama 2 (dua) tahun
terakhir Peserta Terdaftar di Cabang Dumai selain
mengakses di Provinsi Riau adalah mengakses layanan
di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, bahkan ke
DKI Jakarta sebagai pusat rujukan. Sedangkan tabel-4
berikut adalah peserta terdaftar Cabang Dumai yang
mengakses pelayanan diluar wilayah kerja Cabang
Dumai. Kebanyakan peserta terdaftar di Cabang Dumai
lebih mudah mengakses rujukan ke FKRTL wilayah kota
Pekanbaru yang memiliki beberapa rumah sakit sebagai
pusat rujukan.
Tabel-4. Kab/Kota Layanan dari Peserta Terdaftar di Cabang Dumai,
selain Kab/Kota wilayah kerja Cabang Dumai
Diambil dari 4 (empat) Kabupaten/Kota teratas
kemudian dibagi menurut grup INACBG’s dan diagnosa
keluaran dari FKRTL untuk melihat kasus-kasus apa
saja yang peserta terdaftar Cabang Dumai dan dirujuk
oleh faskes wilayah kerja Cabang Dumai untuk dilakukan
penatalaksanaan rujukan di FKRTL luar wilayah kerja
Cabang Dumai (dikecualikan kasus yang melalui Unit
Emergency). Grouping INACBG’s nya disajikan pada
tabel-5.
Tabel-5. INACBG’s 10 terbanyak rawat jalan dan rawat inap yang
dirujuk ke FKRTL luar wilayah kerja Cabang Dumai
Apabila dilihat pada tabel-5 maka seharusnya
sebagian besar kasus INACBG’s diatas dapat dilakukan
tata laksana terapi di FKRTL wilayah kerja Cabang
Dumai tanpa harus dirujuk. Dikecualikan kasus
kemoterapi dan radioterapi yang belum ada sarana
prasarana di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai. Hal
ini yang menjadi poin penting bagi pembiayaan adalah
kasus rujukan yang tidak selesai dan tidak dapat
dilakukan tata laksana dengan baik akan berdampak
double pembiayaan.
Hal ini juga disampaikan melalui umpan balik
kepada FKRTL dan stakeholder pemerintah di wilayah
kerja Cabang Dumai untuk terus menerus berperan aktif
dan meningkatkan mutu pelayanan bagi peserta
terdaftar di masing-masing Kabupaten/Kota dengan
menambah sarana prasarana pendukung.
V. SEGMENTASI DAN TREN PERTUMBUHAN
KUNJUNGAN DAN BIAYA DI FKRTL
Melihat tren yang terjadi dalam dua tahun
pelayanan bisa disimpulkan bahwa meskipun tidak
terdapat penambahan jenis pelayanan yang baru, hanya
penambahan 2 (dua) RS Swasta Kelas D di tahun 2017
dan satu RS Swasta Kelas D di tahun 2018 dapat dilihat
terjadi pertumbuhan kunjungan perbulan baik rawat jalan
maupun rawat inap. (kondisi ini dengan rerata absensi
klaim N+2 dan masih terdapat klaim susulan/outstanding
claim di RS Permata Hati bulan Januari-Juli 2017 yang
belum ditagihkan).
Artinya pada penambahan jumlah peserta terdaftar
sangat berpengaruh kepada refleksi biaya pelayanan
kesehatan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai.
Diketahui pencapaian target kepesertaan yang stabil dan
cenderung tidak banyak mengalami perubahan adalah
pertumbuhan jumlah PBI APBN dan PPU (Pekerja
Penerma Upah) non-swasta. Kondisi yang berbeda
dengan target capaian kepesertaan di Cabang Dumai
adalah jumlah kepesertaan PBPU (Pekerja Bukan
Penerima Upah) yang belum signifikan pertambahannya
maupun capaian kolektabilitas iurannya, kemudian PBI
APBD juga masih belum sesuai dengan target yang
ditetapkan.
Tetapi kita dapat melihat data kunjungan
pelayanan kesehatan di FKRTL pada Gambar-2 yang
mengalami peningkatan tren cukup signifikan adalah
kunjungan PPU (Pekerja Penerima Upah) dan PBPU
(Pekerja Bukan Penerima Upah) baik untuk kunjungan
rawat jalan dan rawat inap.
Nama Provinsi
Layanan
Rajal Ranap
Riau 550.792 91.193
Sumatera Utara 5.171 1.945
Sumatera Barat 2.923 867
Kepulauan Riau 2.233 664
DKI Jakarta 2.332 289
Lain-lain 2.469 771
Nama Dati 2 Layanan Rajal Ranap
Kota Pekanbaru 102.464 18.150
Kab. Pelalawan 7.004 1.926
Kota Medan 3.099 933
Kab. Labuhanbatu 1.061 189
Kota Pematang Siantar 142 132
Kab. Deli Serdang 119 134
Kab. Kampar 113 100
Kota Tebing Tinggi 138 71
Lain-lain 758 605
NamaCBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018
Q-5-44PenyakitKronis KecilLain-Lain 15.579 15.961 2.706
H-3-12ProsedurLain-LainPadaMata 354 3.517 733
N-3-15ProsedurDialisis 1.315 2.697 398
Z-3-12ProsedurRehabilitasi 1.584 2.562 102
Z-3-23ProsedurUltrasoundLain-Lain 1.714 2.112 411
Q-5-42PenyakitAkutKecilLain-Lain 1.569 1.528 228
Z-3-27PerawatanLuka 601 675 88
Z-3-16ProsedurMagnetic ResonanceImaging(MRI) 317 390 58
I-3-13ProsedurEkokardiografi 316 387 69
C-3-10ProsedurRadioterapi 499 332 56
NamaCBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018
C-4-13Kemoterapi 954 1.386 126
O-6-10OperasiPembedahanCaesar 510 755 110
P-8-17Neonatal,BBL>2499gramTanpaProsedurMayor 277 458 66
D-4-13GangguanSelDarahMerahSelain KrisisAnemiaSelSickle 237 306 51
N-1-20ProsedurSaluranUrinAtas 237 275 47
A-4-13InfeksiViral&Non-BakterialLain 300 244 25
K-4-18GangguanSistemPencernaanLain-Lain 209 220 53
Z-4-12Faktor-Faktor YangMempengaruhi StatusKesehatanLain-Lain 176 198 27
L-1-40ProsedurPadaKulit,Jaringan)BawahKulit 97 195 20
K-4-17NyeriAbdomen&GastroenteritisLain-Lain 200 194 38
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
5Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
56 Juni 2018
Gambar-2. Segmentasi kunjungan rawat jalan dan rawat inap per
bulan pelayanan di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai
Kemudian pada tren kunjungan ditunjukkan pada
Gambar-3 tren kunjungan rawat jalan dan rawat inap
cenderung meningkat signifikan, tentu saja berbanding
lurus atau berpengaruh linier kepada biaya (gambar-4).
Gambar-3. Tren pertumbuhan kunjungan rawat jalan dan rawat inap
perbulan pelayanan per FKRTL (Stacked Line)
Pada gambar-3 dan gambar-4 dibuat dengan pola
stacked line chart untuk memungkinkan dengan mudah
mengidentifikasi dan melihat perbandingan tingkat tren
dan pola dalam data. Tetapi yang perlu diingat bahwa
unit ukuran atau skala adalah berbeda dalam masing-
masing garis grafik yang sudah jelas terlihat pada axis.
Gambar-4. Tren pertumbuhan biaya rawat jalan dan rawat inap
perbulan pelayanan per FKRTL (Stacked Line)
Khususnya pada gambar-4 dapat dilihat biaya
pelayanan kesehatan di wilayah kerja BPJS Kesehatan
Cabang Dumai bergantung kepada FKRTL dengan
kasus dan biaya tertinggi (pareto) yang secara garis
besar mewakili pembiayaan pelayanan kesehatan BPJS
Kesehatan Cabang Dumai yaitu RSUD Kota Dumai,
RSUD Kab. Bengkalis, RS Permata Hati, RSUD Kec.
Mandau, RSUD dr. RM. Pratomo, dan RSUD Tengku
Rafi’an Siak. Dan hal ini berkaitan dengan pengendalian
melalui unit cost, karena seharusnya nilai unit cost
adalah stabil meskipun jumlah kasus meningkat. Oleh
sebab itu maka yang menjadi fokus utama adalah unit
cost pada 6 pareto FKRTL tersebut.
Berikutnya ditampilkan gambar-5 adalah grafik tren
peningkatan unit cost pada 6 FKRTL pareto. Dapat
dilihat pada gambar grafik unit cost sejak November
2016 terutama pada rawat inap terjadi peningkatan unit
cost dan setiap bertambah bulan pelayanan didapatkan
peningkatan unit cost rawat jalan dan rawat inap.
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
6Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
66 Juni 2018
Gambar-5. Unit Cost rawat jalan dan rawat inap per bulan pelayanan 6
FKRTL Pareto Cabang Dumai
Hal ini dapat juga disebabkan karena perubahan
tarif INACBG’s (Permenkes Nomor 52 Tahun 2016) per
November 2016, tetapi ada beberapa faktor lain juga
terlihat semakin lama tren unit cost semakin meningkat.
Pengendalian biaya disini yang dimaksudkan adalah
pengendalian unit cost, dari grafik tersebut maka bisa
dicari untuk lebih mendetail, antara lain:
1. FKRTL pareto (jumlah kasus dan biaya terbesar)
2. Pola grouping INACBG’s dan diagnosa terbanyak
pada setiap bulan (penyebab peningkatan unit cost)
3. Jalur pintu masuk pasien berkunjung ke FKRTL
4. Pola severity level dengan komorbid/komplikasi
terbanyak
5. Ada kecenderungan perubahan koding (upcoding/code
creeping)
6. Adakah potensi kecurangan/fraud lain
Pada tulisan berikutnya akan dibahas terkait poin
2, 3 dan 4 dalam rangka mengetahui dan mempelajari
perilaku FKRTL. Pada poin nomor 2 dicoba melakukan
telaah kasus terbanyak di Cabang Dumai. Untuk lebih
fokus maka dibuatkan per tingkat pelayanan. Pertama
yang akan dibahas pada tingkat pelayanan rawat jalan
kemudian yang kedua untuk rawat inap.
VI. RAWAT JALAN TINGKAT LANJUTAN
Pada tabel-6 menunjukkan kunjungan rawat jalan
dari INACBG’s dan diagnosa primer yang dibentuk
adalah dominan kasus kontrol rawat jalan, baik kontrol
rawat jalan penyakit kronis, kontrol evaluasi, fisioterapi,
hemodialisa dan rawat luka. Pada bahasan ini yang
menjadi menarik sebagai bahan diskusi adalah
bagaimana kunjungan tersebut dilakukan berulang kali
untuk kontrol, apakah sudah sesuai indikasi medis, dan
atau apakah tidak berpotensi menyimpang dari definisi
episode pada Permenkes Nomor 76 Tahun 2016 yaitu
potensi fragmentasi. Sudah pernah dilakukan
pembahasan dengan manajemen FKRTL dan Ketua Tim
Kendali Mutu dan Kendali Biaya terkait hal ini, tetapi
tidak mendetil dikarenakan asupan data hanya dari
Bussiness Intelligence, karena data pelayanan yang riil
berikut dengan terapi hanya bisa diperoleh di rekam
medis atau SIMRS. Pembahasan tersebut belum ada
kesepakatan bagaimana melihat definisi satu episode,
karena masih banyak yang memahami episode dengan
tiap kali kunjungan pasien ke FKRTL. Beberapa yang
sudah dipelajari masih ada kunjungan dengan potensi
fragmentasi, yaitu memecah episode pelayanan rawat
jalan dengan beberapa kali kunjungan.
Tabel-6. INACBG’s dan diagnosa primer 15 terbanyak rawat jalan di
FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Untuk menentukan langkah berikutnya sebaiknya
dibahas lebih rinci dengan didukung berbagai data yang
ada melibatkan stakeholder pemerintah misalnya Dinas
Kesehatan dan Organisasi Profesi (IDI) serta Organisasi
Rumah Sakit (PERSI) dengan metode manajemen kasus
sehingga bisa melihat rincian kasus dengan jenis
diagnosa kontrol tersebut.
Kasus rawat jalan tingkat lanjutan dengan
diagnosa kontrol tersebut harus diketahui penyebabnya,
komorbid/komplikasi penyakit sehingga pasien harus
DeskripsiINACBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018
Q-5-44PenyakitKronis KecilLain-lain 74.800 102.529 27.807
Q-5-19KontakPelayananKesehatanLain-lain 19.505 23.383
M-3-16ProsedurTherapiFisikdanProsedurKecilMuskuloskletal 20.336 23.322 5.933
Z-3-27PerawatanLuka 9.376 12.881 2.793
Q-5-42PenyakitAkutKecilLain-lain 6.415 8.677 2.036
N-3-15ProsedurDialisis 7.170 8.328 1.257
Z-3-25ProsedurUltrasoundGinekologik 3.860 5.845 1.477
Z-3-23ProsedurUltrasoundLain-lain 3.738 5.709 1.317
Q-5-18KonsultasiAtauPemeriksaanLain-lain 6.110 5.680 710
J-3-13ProsedurTerapiSaluranPernafasan 2.284 3.403 708
H-3-12ProsedurLain-lainPadaMata 1.983 2.675
Z-3-12ProsedurRehabilitasi 2.561 685
U-3-16ProsedurPadaGigi 1.796 2.334 873
U-3-15ProsedurLain-lainPadaTelinga,Hidung,MulutdanTenggorokan 1.470 2.283 574
K-5-18PenyakitSistem PencernaanLain-lain 1.798 576
Q-5-25GastrointestinalAkut 1.666 335
Q-5-43PenyakitKronis Besar Lain-lain 423
M-3-11ProsedurDiagnostikdanTerapeutikMuskuloskeletal 1.591
Diagnosa Primer Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Z098 - Follow-up examination after other treatment for other conditions 54.442 77.877 22.953
Z743 - Need for continuous supervision 22.284 26.245
Z501 - Other physical therapy 8.366 12.750 3.270
Z480 - Attention to surgicaldressings and sutures 6.267 7.487 1.584
Z992 - Dependence onrenaldialysis 6.149 6.927 856
Z508 - Careinvolving useof other rehabilitation procedures 8.010 6.457 760
Z010 - Examinationof eyes and vision 2.883 4.597 589
H521 - Myopia 2.593 4.395 912
H524 - Presbyopia 2.977 3.429 665
Z358 - Supervision of other high-riskpregnancies 1.760 2.274 444
J459 - Asthma, unspecified 1.439 1.996 478
Z488 - Other specified surgicalfollow-up care 1.703 545
I10 - Essential(primary) hypertension 1.626 414
Z390 - Careand examination immediatelyafter delivery 1.510
Z961 - Presence of intraocular lens 1.175 1.502 502
H269 - Cataract, unspecified 1.150
K30- Dyspepsia 497
Z491 - Extracorporealdialysis 411
Z013 - Examinationof bloodpressure 1.840
H542 - Low vision, botheyes 1.517
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
7Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
76 Juni 2018
datang kunjungan berulang/kontrol. Dalam kaidah koding
ICD apabila kode diagnosa primer kontrol (Z) maka
penyakit komorbid seharusnya dientrikan sebagai
diagnosa sekunder. Namun tidak selalu proses
pengkodingan oleh tenaga koder dapat dilakukan proses
entri kode ICD secara tepat dan benar sesuai kaidah
koding, dan aplikasi verifikasi melalui aplikasi SEP
maupun VIDI tidak dapat membaca dengan warning
apabila tidak dilakukan entri kode diagnosa sekunder
tersebut.
Tabel-7. Diagnosa Sekunder 15 terbanyak rawat jalan dengan kontrol
(diagnosa primer Z) di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Tabel-7 yang menampilkan diagnosa sekunder
diatas diambil dari diagnosa primer Z (kontrol ulang)
dengan mengecualikan kasus hemodialisa dan
fisioterapi. Dimaksudkan disini adalah untuk mengetahui
penyulit atau komplikasi yang menyertai diagnosa
kontrol tersebut. Yang tertinggi adalah kasus kontrol
yang tidak disebutkan penyulitnya (NULL), hal ini
menjadi perhatian khusus untuk dilakukan umpan balik
kepada FKRTL dalam melakukan koding dengan
diagnosa primer Z (kasus kontrol) maka harus dientrikan
diagnosa sekunder sebagai penjelasan penyakit
penyerta dalam diagnosa sekunder. Selanjutnya, tampak
kasus kronis seperti Diabetes Melitus, Hipertensi,
Stroke, Penyakit Jantung, Penyakit degeneratif bahkan
kontrol rawat luka post operasi seperti peradangan
payudara dan post operasi sectio caesaria dengan
jumlah kasus (jumlah SEP) yang kunjungannya lebih dari
4x dalam 1 bulan cukup tinggi.
Selain potensi fragmentasi bisa terjadi pada
kunjungan berulang, pada tabel-7 di atas bisa ditarik
kesimpulan bahwa kasus kronis dengan mekanisme
Obat Kronis (Obat 7-23), Program Rujuk Balik kasus
kronis maupun rawat luka masih belum berjalan dengan
optimal yang seharusnya membatasi tidak lebih dari satu
kali kunjungan saja setiap triwulan (untuk Program Rujuk
Balik) atau maksimal satu kali kunjungan perbulan
(untuk Obat Kronis 7-23).
Pada dasarnya banyak kasus dengan
pengelompokan jenis penyakit kronis yang dipetakan
pada tabel-8. Tetapi rincian permasalahan apakah sudah
dapat diterapkan Program Rujuk Balik ataukah masih
harus dengan pelayanan spesialistik. Hal ini dapat
menjadikan telaah untuk dibuat data lebih rinci apakah
peserta yang sudah dipetakan tersebut dengan kondisi
stabil atau non-stabil dan bagaimana kesiapan FKTP
berikut apotek PRB yang tersedia bagi FKTP terdaftar
untuk memiliki kompetensi yang cukup baik dalam
penanganan lanjutan melalui Program Rujuk Balik.
Tabel-8. Pengelompokkan jenis kasus kronis pada rawat jalan
berdasar diagnosa primer dan sekunder
Berikutnya melihat dari cara masuk pasien rawat
jalan tingkat lanjutan, data tabel-9 menunjukkan
sebagian besar kunjungan kontrol berupa rujukan/surat
keterangan kontrol yang diberikan oleh Rumah
Sakit/FKRTL, bukan sistem pola rujukan dari FKTP.
Tabel-9. Jenis Faskes Perujuk kasus rawat jalan dengan diagnosa
kontrol di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Tabel-10. FKRTL Perujuk kasus rawat jalan dengan diagnosa kontrol
di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Data di tabel-10 juga menunjukkan bahwa proporsi
kontrol rawat jalan yang sangat tinggi dan dilakukan oleh
FKRTL atau rumah sakit yang sama dengan memberikan
rujukan kembali/surat keterangan kontrol untuk
berkunjung kembali, bukan untuk dirujuk ke FKRTL lain
dengan alasan rujukan. Dapat diasumsikan
kecenderungan untuk menahan pasien yang berkunjung
agar terus menerus berkunjung ulang ke FKRTL yang
sama.
Pintu masuk yang lain adalah melalui IGD
(Instalasi Gawat Darurat/kasus emergency). Di wilayah
kerja Cabang Dumai untuk jalur melalui IGD masih
dalam batas kewajaran dengan prosentase 5,99% saja
dari keseluruhan kunjungan Poli dengan mengecualikan
Poli Hemodialisa dan Poli Fisioterapi/Rehabilitasi Medis
(tabel-11).
Tabel-11. Proporsi kunjungan Poli IGD dibandingkan dengan Poli lain
di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Hal ini tetap tidak mengesampingkan pengendalian
kasus false emergency di IGD tentunya, tetapi
khususnya pada jalur melalui IGD di FKRTL wilayah
kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai tidak mengalami
kendala yang berarti. Kondisi yang kondusif seperti ini
didukung oleh petugas IGD yang cukup baik memetakan
kasus emergency dan pemberkasan yang baik untuk
ditagihkan kepada BPJS Kesehatan Cabang Dumai.
Upaya tersebut dilakukan berulang kali melalui
sosialisasi oleh petugas BPJS Kesehatan dengan
mengunjungi IGD dan melakukan tes pemahaman
DiagnosaSekunder 1X 2X 3X 4X >4X
NULL 16.862 8.180 2.395 884 551
E115- Non-insulin-dependent diabetes mellitus withperipheralcirculatorycomplications 482 356 291 162 488
E119- Non-insulin-dependent diabetes mellitus without complications 4.727 2.410 713 396 210
E119- Non-insulin-dependent diabetes mellitus without complications;
I10- Essential(primary) hypertension
3.951 1.511 525 616 195
M545- Low backpain 966 965 496 241 175
I10- Essential(primary) hypertension 4.013 1.690 548 368 127
N61- Inflammatorydisorders of breast 199 122 58 57 122
O829- Deliverybycaesareansection, unspecified;
O900- Disruptionof caesareansectionwound
12 16 18 18 118
H269- Cataract, unspecified 967 660 327 188 117
I694- Sequelaeof stroke, not specifiedas haemorrhageor infarction 1.264 532 121 60 55
I251- Atherosclerotic heart disease 1.458 863 228 119 48
I119- Hypertensiveheart diseasewithout (congestive) heart failure 1.637 1.686 312 81 30
O829- Deliverybycaesareansection, unspecified 2.186 111 36 22 29
J459- Asthma, unspecified 2.040 703 174 33 19
G409- Epilepsy, unspecified 1.523 803 191 115 16
O820- Deliverybyelectivecaesareansection 1.331 652 79 7 15
Jenis Kasus
Kronis
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Diabetes Mellitus 20.419 25.677 4.471
Epilepsi 2.121 2.918 568
Hepatitis 257 253 67
Hipertensi 16.963 22.392 4.793
Lupus 164 250 29
PPOK 294 531 150
Schizophrenia 972 1.958 178
Stroke 3.140 4.883 1.063
Faskes Perujuk Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
FKRTL/Rumah Sakit 84.588 74.907 20.382
Puskesmas 37.959 76.101 15.670
Klinik Pratama 36.761 55.739 9.559
Dokter Umum 4.559 7.316 1.735
Dokter Gigi 1 15 7
NULL 1 2
Faskes Perujuk Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 %
FKRTL sama 83.887 74.504 20.357 99,37%
FKRTL lain 701 403 25 0,63%
Jenis Poli Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 %
Poli Lain 138.016 183.708 40.831 94,01%
IGD 8.370 11.835 2.890 5,99%
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
8Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
86 Juni 2018
kepada petugas IGD terkait penjaminan kasus
emergency.
Kunjungan rawat jalan yang menjadi perhatian
khusus kedua adalah kasus fisioterapi. Berkaca pada
nilai unit cost yang relatif rendah maka dapat menjadikan
bias standar unit cost apabila kasus fisioterapi ini
semakin tinggi akan menurunkan nilai unit cost secara
keseluruhan.
Tabel-12. Diagnosa Primer kasus fisioterapi dengan frekuensi
kunjungan per peserta di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Kunjungan fisioterapi ini sebenarnya menarik,
melihat tabel-12 frekuensi kunjungan per pasien/jiwa
dengan diagnosa primer other physical therapy hampir 8
kali (7,95 kali) dilakukan kunjungan untuk tiap peserta
per tiap diagnosa dengan jumlah kunjungan selama 2
tahun terakhir 21.045 kasus, demikian pula diagnosa
primer yang lain seperti tabel-12 yang memuat 15
diagnosa primer tersering kasus fisioterapi seperti care
involving use of other rehabilitation procedure dengan
frekuensi hampir 12 kali (11,58 kali) kunjungan tiap
peserta.
Kemudian dihubungkan dengan efektivitas
pasien/peserta seperti ditunjukkan pada gambar-6
dibawah ini adalah bentuk grafik proporsi jumlah pasien
atau jiwa setiap bulan pelayanan. Ditunjukkan pada
pasien yang telah berkontak fisioterapi di FKRTL maka
bulan-bulan berikutnya tetap akan mengakses pelayanan
fisioterapi di FKRTL. Kondisi demikian yang harus
diperjelas adalah bagaimana standar prosedur
operasional (SPO) kasus fisioterapi dan sampai kapan
dapat diterangkan pasien selesai dilakukan fisioterapi
dalam arti sembuh untuk tidak memerlukan lagi
pelayanan fisioterapi.
Prosedur fisioterapi ini seharusnya bisa efisien
apabila dilakukan pembiayaan kapitasi di FKTP dengan
fisioterapi dasar dan atau dilakukan pembiayaan
perawatan jangka panjang di FKRTL atau di rumah
(home care) dengan pembiayaan yang berbeda dari
sistem paket episode/kunjungan INACBG’s. Potensi
fragmentasi sangat tinggi dan efektivitas dalam
pelaksanaan fisioterapi masih menjadi tanda tanya
besar.
Gambar-6. Proporsi fisioterapi per pasien (jiwa) mulai kunjungan
bulan Januari 2016 sampai dengan kunjungan bulan Maret 2018 di
FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Kunjungan rawat jalan tingkat lanjutan lain dengan
biaya tinggi (katastrofik) adalah hemodialisa. FKRTL
dengan pelayanan hemodialisa ini hanya ada di 3 (tiga)
FKRTL/Rumah Sakit Pemerintah, yaitu RSUD Kota
Dumai, RSUD Kabupaten Bengkalis dan RSUD Tengku
Rafi’an Siak. Pada kasus hemodialisa di FKRTL wilayah
kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai juga didapatkan
hemodialisa 3 (tiga) kali dalam seminggu dengan
diagnosa seperti pada tabel-13. Meski pada kebanyakan
kasus hanya dilakukan rutin 2 (dua) kali seminggu.
Frekuensi kunjungan hemodialisa ini menjadi perhatian
untuk dianalisa lebih lanjut karena referensi dari
berbagai sumber tidak dapat ditetapkan frekuensi yang
tetap berapa kali dalam seminggu harus dilakukan
hemodialisa, hanya bergantung pada indikasi medis
yang ditetapkan oleh dokter penanggung jawab itu
sendiri.
Tabel-13. Diagnosa Primer kasus hemodialisa dengan frekuensi
kunjungan perminggu per peserta di FKRTL wilayah kerja Cabang
Dumai
Terkait hal tersebut sudah pernah dibahas dengan
tim Dewan Pertimbangan Medis (DPM) bahwa terdapat
beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hemodialisa
berulang sampai 3 (tiga) kali atau bahkan lebih. Sebagai
bahan analisa maka dapat dilakukan audit medis dengan
dukungan data yang lebih lengkap dari rekam
medis/SIMRS. Untuk beberapa hal yang berpotensi
kecurangan sudah diminimalisir dengan mekanisme
fingerprint. Wacana untuk hemodialisa dan secara umum
kasus katastrofik ini sebaiknya dilakukan telaah lebih
lanjut lagi, mengingat kasus tersebut berbiaya tinggi,
kontinyu dan potensi adverse selection besar, tentu saja
akan menjadi tidak sehat dalam pola pembiayaan
program JKN-KIS. Referensi dari negara-negara yang
sudah lebih dulu menggunakan sistem asuransi sosial
seperti Jerman tidak menjamin untuk sebagian besar
kasus hemodialisa.
DiagnosaPrimerKasusFisioterapi Frekuensi Kasus
Peserta/
Jiwa
UnitCost
Z501-Otherphysicaltherapy 7,95 21.045 2.648 Rp122.736
Z508-Careinvolvinguseofotherrehabilitationprocedures 11,58 15.087 1.303 Rp127.920
Z098-Follow-upexaminationafterothertreatmentforotherconditions 4,46 10.435 2.342 Rp116.049
Z509-Careinvolvinguseofrehabilitationprocedure,unspecified 4,28 638 149 Rp153.698
M545-Lowbackpain 1,17 365 313 Rp125.220
Z743-Needforcontinuous supervision 1,38 311 225 Rp109.282
M512-Otherspecifiedintervertebraldisc displacement 1,36 114 84 Rp132.319
M750-Adhesivecapsulitis ofshoulder 1,12 96 86 Rp125.203
M179-narthrosis,unspecified 1,17 70 60 Rp139.084
M478-Otherspondylosis 1,33 64 48 Rp133.314
I64-Stroke,notspecifiedashaemorrhageorinfarction 1,25 60 48 Rp123.527
M170-Primarynarthrosis,bilateral 1,14 56 49 Rp133.188
Z094-Follow-upexaminationaftertreatmentoffracture 2,13 49 23 Rp127.537
M791-Myalgia 1,05 42 40 Rp124.312
Z038-Observationforothersuspecteddiseasesandconditions 1,29 36 28 Rp118.069
DiagnosaPrimer Hemodialisa 1X 2X 3X
Z992- Dependenceonrenaldialysis 2.436 11.387 86
Z491- Extracorporealdialysis 733 1.947 30
N189- Chronic renalfailureunspecified& Chronic renalfailure,unspecified 1
Z098- Follow-upexaminationafter other treatmentfor other conditions 20 36 1
Z743- Needfor continuous supervision 1
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
9Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
96 Juni 2018
VII. RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN
Sejak program JKN-KIS dimulai tahun 2014 untuk
kasus rawat inap di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
menempatkan posisi teratas adalah kasus operasi Sectio
Caesaria sebagai kasus terbanyak dan biaya tertinggi
(ditunjukkan pada tabel-14 grouping INACBG’s
kunjungan rawat inap 15 tertinggi). Kondisi di rumah
sakit lain secara nasional juga berlaku demikian. Hal
tersebut menjadi terkesan tidak wajar apabila melihat
kasus persalinan yang semakin meningkat setiap
tahunnya. Menjadi pertanyaan besar apakah tidak ada
kesamaan visi dan sinergi antara program pemerintah
lain seperti BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional) dengan Program Keluarga
Berencana. Proyeksi angka kelahiran yang meningkat
setiap tahunnya maka dalam jangka panjang diprediksi
terjadi peningkatan jumlah penduduk secara besar-
besaran. Dampaknya akan berimbas kepada kehidupan
sosial, ekonomi, jaminan kesehatan dan pendidikan di
masa yang akan datang apabila jumlah penduduk tidak
terkendali.
Terlepas dari hal tersebut dilakukan telaah kasus
persalinan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai, tetapi
tidak didapatkan angka akurat dari persalinan normal di
bidan jejaring karena masih terkendala jumlah klaim
non-Kapitasi yang sebagian besar belum ditagihkan
sejak tahun pelayanan 2017. Permasalahan ini pernah
didiskusikan terkait kepuasan provider bidan jejaring di
wilayah kerja Cabang Dumai untuk melakukan tagihan
ke BPJS Kesehatan. Disampaikan ketua IBI (Ikatan
Bidan Indonesia) Kota Dumai, menurutnya klaim
persalinan normal cukup lama, sulit dan terkena pajak
langsung yang dipotong dari biaya klaim. Asumsi yang
muncul di permukaan juga bermacam-macam
diantaranya karena tarif persalinan dinilai relatif rendah
dan proses klaim yang dinilai sulit sehingga
mengakibatkan terjadinya potensi kecurangan yang
terkoordinasi antara bidan jejaring untuk merujuk pasien
bersalin agar dapat melakukan persalinan di FKRTL
dengan operasi sectio caesaria yang berbiaya besar.
Tabel-14. INACBG’s 15 terbanyak rawat inap di FKRTL wilayah kerja
Cabang Dumai
Tabel-15. Diagnosa Primer 15 terbanyak rawat inap di FKRTL wilayah
kerja Cabang Dumai
Data pada tabel-15 diagnosa primer terbanyak juga
tidak jauh berbeda, yaitu kasus persalinan dan bayi dari
penyulit persalinan Sectio Caesaria. Keadaan demikian
ini membuat unit cost kasus persalinan dengan operasi
Sectio Caesaria meningkat cukup signifikan karena
sebagian besar ditagihkan sekaligus dengan grouping
INACBG’s bayi dari penyulit persalinan Sectio Caesaria.
Tabel-16. Diagnosa Primer 15 terbanyak rawat inap dengan INACBG’s
Persalinan Sectio Caesaria di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Gambar-7. Jumlah kasus per range usia dengan Persalinan Sectio
mulai bulan pelayanan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret 2018
DeskripsiINACBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018
O-6-10OperasiPembedahanCaesar 3.500 5.473 1.039
P-8-17Neonatal,BBL>2499gramTanpaProsedurMayor 1.703 2.940 505
O-6-13PersalinanVaginal 1.288 1.726 287
K-4-17NyeriAbdomen&GastroenteritisLain-lain 1.667 1.591 366
K-4-18GangguanSistemPencernaanLain-lain 514 1.525 331
L-1-40ProsedurPadaKulit,JaringanBawahKulit 765 1.036 295
U-4-13PeradanganEpiglotis,TelingaTengah,ISPAdanLaringotrakeitis 480 914
I-4-17Hipertensi 517 851 179
Z-4-12Faktor-Faktor YangMempengaruhi StatusKesehatanLain-lain 568 840 157
I-4-12KegagalanJantung 806 193
J-4-17Penyakit ParuObstruktifKronis 462 783 192
W-4-16GangguanAntepartum 604 777 168
E-4-10PenyakitKencingManis&GangguanNutrisi/Metabolik 528 740 154
J-4-16SimplePneumonia&WhoopingCough 730 187
A-4-13InfeksiViral&Non-BakterialLain 1.231 728
K-1-13ProsedurAppendik 537 158
J-4-15PeradangandanInfeksiPernafasan 156
G-4-15KecederaanPembuluhDarahOtakNonSpesifik&PenyumbatanPre-CerebralTanpa
Infark
555
Diagnosa Primer Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
P034 - Fetus and newborn affected bycaesarean delivery 1.718 2.927 483
O342 - Maternalcare due to uterine scar from previous surgery 837 1.138 178
K30 - Dyspepsia 296 1.067 241
A099 - Gastroenteritis and colitis of unspecified origin 738 190
I64 - Stroke, not specified as haemorrhage or infarction 560 624
O808 - Other single spontaneous delivery 512 586
J180 - Bronchopneumonia, unspecified 524 120
I10 - Essential(primary) hypertension 369 505 127
J459 - Asthma, unspecified 438 92
J449 - Chronic obstructive pulmonarydisease, unspecified 424 124
E119 - Non-insulin-dependent diabetes mellitus without complications 422 91
O410 - Olihydramnios 410 83
O420 - Premature rupture of membranes, onset oflabour within 24 hours 410 117
J069 - Acute upper respiratoryinfection, unspecified 399
O322 - Maternalcare for transverse and oblique lie 389
K409 - Unilateralor unspecified inguinal hernia, without obstruction or 320 85
O210 - Mild hyperemesis gravidarum 311 89
I500 - Congestive heart failure 283
A010 - Typhoid fever 84
I110 - Hypertensive heart disease with congestive heart failure 78
E115 - Non-insulin-dependent diabetes mellitus with peripheralcirculatory
complications
292
A91 - Dengue haemorrhagic fever 803
R509 - Fever, unspecified 297
R101 - Pain localized to upper abdomen 416
A09 - Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin 996
O821 - Deliverybyemergencycaesarean section 412
DiagnosaPrimerO-6-10 Kasus UnitCost BiayaVerifikasi
O342-Maternalcareduetouterinescarfrom previous surgery 2.125 5.312.827Rp 11.289.758.100Rp
O322-Maternalcarefortransverseandobliquelie 676 5.143.234Rp 3.476.826.500Rp
O330-Maternalcarefordisproportionduetodeformityofmaternalpelvic
bones
632 5.015.729Rp 3.169.940.700Rp
O410-Olihydramnios 511 5.090.603Rp 2.601.297.900Rp
O821-Deliverybyemergencycaesareansection 505 4.733.381Rp 2.390.357.200Rp
O321-Maternalcareforbreechpresentation 486 5.018.469Rp 2.438.975.800Rp
O141-Severepre-eclampsia 346 5.073.585Rp 1.755.460.300Rp
O829-Deliverybycaesareansection,unspecified 282 4.659.995Rp 1.314.118.600Rp
O48-Prolongedpregnancy 277 5.036.901Rp 1.395.221.700Rp
O441-Placentapraeviawithhaemorrhage 261 5.061.008Rp 1.320.923.200Rp
O429-Prematureruptureofmembranes,unspecified 205 5.083.172Rp 1.042.050.200Rp
O639-Longlabour,unspecified 185 5.068.266Rp 937.629.200Rp
O339-Maternalcarefordisproportion,unspecified 182 5.052.677Rp 919.587.300Rp
O420-Prematureruptureofmembranes,onsetoflabourwithin24hours 182 5.226.466Rp 951.216.900Rp
O664-Failedtrialoflabour,unspecified 163 5.098.974Rp 831.132.800Rp
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
10Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
106 Juni 2018
Hampir sebagian besar kasus sectio caesaria
adalah dengan diagnosa primer bekas sectio caesaria
sebelumnya (tabel-16). Maka perlu dibahas lebih rinci
lagi dengan Organisasi Profesi Kedokteran Kebidanan
dan Ginekelogi (POGI) mengenai batasan untuk
dilakukan sectio caesaria yang berhubungan dengan
riwayat sectio caesaria sebelumnya. Kemudian pada
gambar-7 ditampilkan range usia untuk persalinan sectio
caesaria ini yang tampak tidak relevan dengan usia
kehamilan berisiko tinggi. Referensi dari batasan
kehamilan risiko tinggi ini sebenarnya dalam klinis sudah
dipetakan oleh dr. Poedji Rochjati, Sp.OG dengan kartu
skor/skala penilaian hamil dengan risiko tinggi tetapi
dalam keseharian sepertinya belum diterapkan secara
optimal. Sudah pernah dilakukan diskusi dengan ketua
POGI Provinsi Riau bahwa dalam klinis sudah dibuat
SOP (Standar Operasional Prosedur) atau PPK
(Pedoman Pelayanan Klinis) sedemikian rupa tetapi
sering tidak dilakukan dan berasumsi pada pengalaman
klinis operator saja. Hal ini seharusnya dapat menjadi
masukan untuk regulator/pembuat kebijakan agar
pelaksanaan terapan klinis sesuai prosedur yang telah
ditetapkan dalam rangka efektivitas dan efisiensi sesuai
kebutuhan serta rasional.
Kunjungan rawat inap yang lain adalah beberapa
grouping INACBG’s (K-4-17 dan K-4-18) yang
ditampilkan pada tabel-17 dengan diagnosa primer
dyspepsia dan gastritis maupun gastroenteritis, ada
kecenderungan terjadi perubahan koding pada kondisi
yang sebenarnya hampir sama setelah ada perubahan
tarif pada Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 yang
mengkondisikan tarif dyspepsia cenderung lebih tinggi
tarifnya ketimbang gastritis. Masih banyak perlu
perbaikan dalam penetapan dan kesamaan pemahaman
dalam menentukan kode ICD dengan tidak melihat pada
kecenderungan memilih tarif yang lebih tinggi.
Rawat inap yang lain adalah kondisi yang
seharusnya bisa dilakukan penatalaksanaan di FKTP
tetapi dirujuk dan dilakukan rawat inap di FKRTL, seperti
gastroenteritis, gangguan sistem pencernaan lain yang
pada umumnya adalah kelompok penyakit cenderung
lebih tinggi prevalensi pada anak-anak tetapi ditemukan
juga dengan jumlah relatif sama dan tidak berbeda
signifikan pada usia muda, dewasa, dan orang tua
(ditunjukkan pada gambar-8).
Gambar-8. Jumlah kasus per range usia dengan CBGs K-4-17 dan K-
4-18 mulai bulan pelayanan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret
2018
Tabel-17. Diagnosa primer 15 terbanyak rawat inap INACBG’s K-4-17
dan K-4-18 di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Yang menarik juga diperlihatkan pada tabel-17
indikator unit cost yang relatif rendah akan menjadi bias
apabila jumlah kasus tersebut semakin banyak dan
cenderung menurunkan unit cost secara keseluruhan.
Tetap disini yang menjadi perhatian adalah apakah
sudah sesuai dengan indikasi medis untuk dilakukan
rawat inap.
Kasus yang lain ditelaah lebih rinci lagi
berdasarkan grouping INACBG’s prosedur pada kulit,
jaringan bawah kulit (L-1-40), didapatkan rerata adalah
merupakan kasus dengan diagnosa primer benign
neoplasma (tabel-18). Perlu identifikasi lebih rinci terkait
morfologi, lokasi dan sifat neoplasma itu sendiri, tetapi
yang menjadi perhatian apakah pada kasus tersebut ada
indikasi rawat inap atau hanya cukup rawat jalan atau
bahkan seharusnya bisa dilakukan tata laksana di FKTP.
Tabel-18. Diagnosa primer 15 terbanyak rawat inap INACBG’s L-1-40
di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
Khusus untuk rawat inap dikenal severity level
yang menunjukkan derajat keparahan suatu penyakit
dalam klasifikasi grouping INACBG’s. Severitas ini
biasanya berkaitan dengan komorbid/komplikasi
meskipun pada beberapa kasus tanpa
komorbid/komplikasi sudah menunjukkan derajat
severity level menjadi II datau III.
Yang disampaikan berikut adalah diagnosa
sekunder yang dapat meningkatkan severity level seperti
pada tabel-19. Tampak dominan di FKRTL wilayah kerja
BPJS Kesehatan Cabang Dumai adalah penyulit dengan
DiagnosaPrimerK-4-17danK-4-18 Kasus Unit Cost BiayaVerifikasi
K30-Dyspepsia 1.604 1.657.192Rp 2.658.135.400Rp
A09- Diarrhoeaandgastroenteritis ofpresumedinfectious origin 1.163 2.264.985Rp 2.634.178.100Rp
A099-Gastroenteritis andcolitis ofunspecifiedorigin 951 1.646.112Rp 1.565.452.300Rp
R101-Painlocalizedtoupperabdomen 646 2.127.832Rp 1.374.579.500Rp
R104-Otherandunspecifiedabdominalpain 286 1.828.736Rp 523.018.400Rp
A090-Otherandunspecifiedgastroenteritis andcolitis ofinfectious
origin
248 1.845.161Rp 457.600.000Rp
K529-Noninfectivegastroenteritis andcolitis,unspecified 135 2.086.159Rp 281.631.500Rp
K921-Melaena 129 2.114.826Rp 272.812.600Rp
K922-Gastrointestinalhaemorrhage,unspecified 127 1.939.861Rp 246.362.300Rp
R11-Nauseaandvomiting 113 1.821.670Rp 205.848.700Rp
K920-Haematemesis 45 2.003.609Rp 90.162.400Rp
R100-Acuteabdomen 36 1.881.522Rp 67.734.800Rp
A060-Acuteamoebic dysentery 31 1.938.442Rp 60.091.700Rp
K36-Other appendicitis 30 2.018.333Rp 60.550.000Rp
K590-Constipation 30 1.668.673Rp 50.060.200Rp
DiagnosaPrimerL-1-40 Kasus Unit Cost
D481-Neoplasm ofuncertainorunknownbehavior ofconnectiveandother soft tissue 280 3.276.893Rp
D210-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueofhead,faceandneck 194 4.308.303Rp
D487-Neoplasm ofuncertainorunknownbehavior ofother specifiedsites 149 5.319.483Rp
D212-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueoflowerlimb,including
hip 145 4.450.000Rp
D211-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueofupper limb,including
shoulder 131 4.444.315Rp
D213-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueofthoraxAxilla 91 4.469.962Rp
D486-Neoplasm ofuncertainorunknownbehavior ofbreast 85 3.119.091Rp
D179-Benignlipomatous neoplasm,unspecified 60 4.024.062Rp
D219-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissue,unspecified 54 4.698.159Rp
D233-Otherbenignneoplasm ofskinof other andunspecifiedparts offace 46 3.964.267Rp
D180-Haemangioma, anysite 41 4.022.393Rp
D216-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueoftrunk,unspecified 37 4.090.205Rp
D234-Otherbenignneoplasm ofskinof scalpandneck 34 4.219.818Rp
D237-Otherbenignneoplasm ofskinof lowerlimb,includinghip 32 4.040.050Rp
D235-Otherbenignneoplasm ofskinof trunk 29 3.969.683Rp
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
11Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
116 Juni 2018
kondisi anaemia. Hal ini bahkan sudah diatur didalam
regulasi HK Menkes Nomor 03.03/Menkes/518/2016
tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan klaim
INACBG’s bahwa beberapa kasus meskipun dalam
kondisi anaemia tidak serta merta dapat dientrikan kode
anaemia. Berdasarkan data audit klaim sudah berhasil
dilakukan audit klaim terkait diagnosa anaemia ini dan
sudah dilakukan koordinasi dengan manajemen FKRTL
untuk penggunaan kode anaemia ini agar sesuai dengan
kaidah koding ICD dan ketentuan yang diberlakukan
melalui regulasi dari Kementerian Kesehatan dan Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK).
Tabel-19. Diagnosa Sekunder 15 terbanyak rawat inap yang
merupakan komorbid/komplikasi menjadi severity level II dan III
Dari hasil telaah yang dilakukan dan dipaparkan
diatas adalah gambaran utilisasi pembiayaan pelayanan
kesehatan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai
selama periode pembebanan bulan Januari 2016 sampai
dengan bulan Maret 2018. Hal ini menunjukkan masih
banyak yang butuh untuk pembenahan seperti idealnya
dilakukan Utilization Review pada managed care.
VIII. PEMBAHASAN
Pembahasan data utilisasi ini sebenarnya bukan
definisi utilization review secara tepat, tetapi makalah ini
dikhususkan melihat gambaran peningkatan kunjungan
pasien yang merupakan suatu permasalahan tersendiri
terkait efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan
kesehatan. Tetapi dari sudut pandang yang lain dapat
menjadi cerminan keberhasilan Program JKN-KIS
karena program ini menghapus hambatan finansial
masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan. Untuk
itu, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara dan
keterlibatan manajemen rumah sakit serta stakeholder
lain yang harus cerdas dan cepat menemukan solusi
yang tepat dalam merancang terobosan yang efektif
sehingga meminimalkan dampak pelaksanaan Program
JKN-KIS. Apabila FKRTL/Rumah Sakit tidak bersiap diri
menata manajemen pelayanan kesehatan, mencukupi
kebutuhan tenaga medis dan paramedis, melengkapi
kebutuhan sarana dan peralatan medis, maka pelayanan
rumah sakit yang bermutu tinggi, aman, rasional dan
efektif tidak akan pernah terwujud.
Beberapa hal yang dibahas pada makalah ini
adalah membandingkan kondisi ideal fungsi Utilization
Review dihubungkan dengan faktor penyebab yang
dimungkinkan menjadi akibat data utilisasi pelayanan
kesehatan dalam pelaksanaan program JKN-KIS masih
belum optimal, kurang sesuai dengan kebutuhan, kurang
rasional sehingga tidak efektif dan efisien.
Seperti yang sudah dikenal Utilization Review
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
pengendalian biaya, tetapi hal ini tidak hanya dapat
dilakukan secara retrospektif saja. Yang sering dipelajari
tentang UR ini adalah bagaimana UR ini dapat
diterapkan prospective, concurrent dan retrospective
bahkan dilakukan perencanaan dengan baik pada saat
pasien selesai rawat inap untuk kontrol berikutnya
(Discharge Planning). Melihat budaya secara umum
pada saat ini FKRTL di Indonesia masih belum
menerapkan hal seperti ini.
Disampaikan secara teori ada beberapa
mekanisme yang dapat diadopsi dari UR dalam
managed care, diantaranya sebagai berikut:
A. Manajemen Kasus (Case Management)
Manajemen kasus digunakan untuk kondisi-kondisi
serius, rumit dan berlarut-larut seperti prematuritas,
trauma hebat, kanker, dan AIDS. Manajer kasus
(biasanya perawat) menangani setiap kasus secara
individual, mengidentifikasi pengobatan yang paling
cost-effective untuk penyakit-penyakit yang sangat
membutuhkan banyak sumber daya. Manajer kasus
bekerja bersama para dokter dan profesional kesehatan
lainnya serta pasien dan keluarganya dalam
perencanaan perawatan. Kasus katastrofik yang dikelola
secara tepat dapat memaksimalkan manfaat jaminan
pelayanan kesehatan bagi pasien, apabila hal tersebut
tidak dilakukan, akses untuk mendapatkan sumber daya
mungkin terbatas karena terbentur ketentuan batas
manfaat maksimum dari suatu program
jaminan/asuransi.
Pada implementasi pembiayaan program JKN-KIS
ini dengan masih mengacu dengan paket per-episode
maka masih sering ditemukan potensi kecurangan
dengan fragmentasi, misalnya dengan plafon INACBG’s
sudah habis maka pasien dirujuk ke FKRTL lain ataupun
melakukan fraud dengan code creeping/upcoding yang
sengaja menaikkan tarif dengan dalih menyesuaikan tarif
riil FKRTL. Hal ini juga belum didukung kemampuan
manajemen FKRTL dalam melakukan kendali mutu dan
kendali biaya. Manajemen kasus juga seharusnya
didukung oleh Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya,
tetapi sayangnya lagi masih belum optimal dan
kemungkinan disebabkan adanya konflik kepentingan di
dalamnya. Maka sebenarnya siapa yang ideal
melakukan tugas berat sebagai manajemen kasus ini,
apakah dari BPJS Kesehatan yang secara wewenang
tidak dapat terlibat langsung dalam kewenangan medis.
Apabila memungkinkan bisa dibentuk tim khusus dari
BPJS Kesehatan dengan kemampuan medis dan
wewenang lebih terkait manajemen medis serta
didukung Organisasi Profesi yang kompeten dalam
melakukan manajemen kasus.
B. Telaah Utilisasi Rawat Inap (Inpatient Utilization
Review)
Telaah utilisasi rawat inap (inpatient utilization
review) melibatkan beberapa komponen seperti dokter
penanggung jawab, dokter konsultan, dan komite medis
yang berperan aktif dalam manajemen pasien pada saat
rawat inap. Apabila dirangkum merupakan bagian yang
signifikan dari program manajemen utilisasi dan harus
dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini dituntut
DiagnosaSekunderSeverityLevelIIdanIII Kasus UnitCost BiayaVerifikasi
D649-Anaemia,unspecified 664 4.512.857Rp 2.996.536.900Rp
D638-Anaemiainotherchronicdiseasesclassifiedelsewhere 215 4.411.813Rp 948.539.900Rp
NULL 162 4.943.331Rp 800.819.700Rp
Z370-Singlelivebirth;O800-Spontaneousvertexdelivery 145 2.231.974Rp 323.636.300Rp
O800-Spontaneousvertexdelivery;Z370-Singlelivebirth 119 2.245.532Rp 267.218.300Rp
Z370-Singlelivebirth;O809-Singlespontaneousdelivery,unspecified 108 1.990.796Rp 215.006.000Rp
O809-Singlespontaneousdelivery,unspecified;Z370-Singlelivebirth 91 2.006.981Rp 182.635.300Rp
O990-Anaemiacomplicatingpregnancy,childbirthandthepuerperium 84 3.843.949Rp 322.891.700Rp
J449-Chronicobstructivepulmonarydisease,unspecified 74 4.375.223Rp 323.766.500Rp
A162-Tuberculosisoflung,withoutmentionofbacteriologicalorhistological
confirmation
61 3.382.146Rp 206.310.900Rp
J180-Bronchopneumonia,unspecified 56 4.696.666Rp 263.013.300Rp
J189-Pneumonia,unspecified 55 4.675.805Rp 257.169.300Rp
I500-Congestiveheartfailure 53 4.031.343Rp 213.661.200Rp
E880-Disordersofplasma-proteinmetabolism,notelsewhereclassified 51 5.579.151Rp 284.536.700Rp
N390-Urinarytractinfection,sitenotspecified 46 3.557.143Rp 163.628.600Rp
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
12Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
126 Juni 2018
operasionalnya dilakukan sesuai prosedur dan tidak
melakukan variasi klinis/medis dengan output pelayanan
efektif, efisien sesuai kebutuhan medis dan rasional.
C. Telaah Prospektif (Prospective Reviews)
Telaah prospektif (prospective reviews) memiliki
beberapa bentuk seperti yang akan diuraikan berikut:
1) Surat Perintah Rawat Inap, Sertifikasi Pra Rawat
Inap (Preadmission Certification)
Idealnya legalitas dalam bentuk surat perintah
rawat inap inilah yang dianggap sebagai sertifikasi pra
Rawat Inap. Dilakukan sebelum pasien dirawat di rumah
sakit untuk digunakan dalam menentukan ketepatan
rencana, prosedur, atau lama perawatan. Tetapi dalam
pelaksanaannya surat tersebut tidak memuat secara
detil informasi indikasi rawat atau sebagai identifikasi
awal, yang apabila memungkinkan pasien cukup rawat
jalan saja. Bila ternyata diperlukan pelayanan rawat-
inap, maka usulan perkiraan lama perawatan serta
prosedur yang dimintakan dibandingkan dengan standar
normal untuk menentukan ketepatannya. Preotorisasi ini
akan menentukan apakah pengobatan yang diusulkan
secara medis diperlukan (medically necessary) dan bila
memang perlu maka diberikan otorisasi penjaminan
untuk pelayanan. Tetapi bila usulan pengobatan
dianggap tidak perlu atau tidak layak maka otorisasi
penjaminan tidak diberikan.
2) Pra Sertifikasi Rawat Jalan (Outpatient
Precertification)
Pra sertifikasi rawat jalan dilakukan untuk
menentukan ketepatan prosedur rawat jalan, seperti
pembedahan. Pra sertifikasi digunakan juga untuk
memantau perawatan di rumah (home health care) dan
ketentuan penggunaan peralatan medis di rumah, di
samping untuk mengevaluasi penyakit dengan diagnosa
berbiaya dan risiko-tinggi. Ini dilakukan dengan cara
yang mirip pada sertifikasi pra rawat inap. Salah satu
metode preotorisasi yang umum adalah pra sertifikasi
rawat jalan (outpatient precertification).
3) Otorisasi Rujukan (Referral Authorization)
Metode preotorisasi lainnya yang umum dikenal
adalah otorisasi rujukan (referral authorization).
Otorisasi rujukan ke spesialis dan pelayanan spesialis
diberikan oleh gatekeeper dokter pelayanan primer atau
idealnya diawasi oleh program UR dari BPJS Kesehatan.
Otorisasi rujukan umumnya dibuat untuk satu kali
kunjungan. Otorisasi ini dimaksudkan sebagai kontrol
untuk mendorong adanya telaah setelah satu kunjungan
rujukan spesialis. Klaim untuk lebih dari sekali
kunjungan tidak dibayar.
D. Concurrent Review (Telaah peserta yang sedang
dirawat)
Concurrent review (telaah peserta yang sedang
dirawat) adalah melakukan verifikasi kebutuhan
kelanjutan perawatan di rumah sakit dan menentukan
ketepatan pengobatan di rumah sakit tersebut.
Concurrent review kadang-kadang dilakukan di tempat
oleh perawat peninjau yang memeriksa catatan medis
dan mewawancarai care-givers pasien (dan kadang-
kadang pasien dan keluarga pasien) untuk menentukan
ketepatan lama rawat-inap dan pengobatan sesuai
kondisi yang bersangkutan. Hal ini dilakukan pada saat
masih menjadi PT. ASKES (Persero) dengan customer
visite. Tetapi sudah tidak menjadi budaya lagi di BPJS
Kesehatan dikarenakan jumlah pegawai tidak
berbanding dengan jumlah kasus rawat inap yang sangat
tinggi.
E. Discharge Planning (Perencanaan pelayanan
ketika pasien keluar dari rumah sakit)
Discharge planning (Perencanaan pelayanan
ketika pasien keluar dari rumah sakit) merencanakan
dan mengelola pelayanan yang perlu diberikan bagi
pasien saat pulang dari rawat inap. Discharge planning
umumnya disusun oleh perawat terdaftar (registered
nurse) dengan memperhatikan kesinambungan
pelayanan. Discharge planning seringkali diintegrasikan
dengan concurrent review dan case management dan
akan membantu tercapainya tujuan perencanaan yaitu
mencari alternatif pelayanan rawat inap yang paling
layak dan cost-effective.
Discharge planning merupakan metode
pengendalian biaya dan mengarahkan pelayanan yang
tepat ketika pasien keluar dari rumah sakit. Rencana ini
seharusnya telah disusun sedini mungkin saat pasien
masih dirawat. Bagi pasien yang belum sepenuhnya
pulih dan/atau tidak memerlukan pelayanan rumah sakit
yang sifatnya khusus serta mahal, discharge planning
akan menjamin bahwa ketika pasien keluar dari rumah
sakit, ia akan memperoleh pelayanan yang tepat, aman,
dan cost-effective.
Hal ini yang diperlihatkan pada data utilisasi di
atas terkait kunjungan kontrol yang malah menjadi tidak
terkontrol pembiayaannya. Bagaimana pasien pada saat
akan keluar dari rumah sakit sudah dilakukan
perencanaan untuk penatalaksanaan terapi berikutnya,
apakah tetap kontrol di FKRTL, sampai kapan kontrol
dilakukan di FKRTL atau apakah sudah dapat
dikembalikan ke FKTP.
F. Retrospective Claims Review (Telaah Klaim
Retrospektif)
Retrospective claims review (telaah klaim
retrospektif) memeriksa ketepatan pelayanan yang telah
diberikan untuk menentukan biaya apa saja yang patut
dan harus diganti. Retrospective claims review rumah
sakit secara khusus menggunakan berbagai peralatan
penapis klaim, telaah klinis awal dilakukan oleh perawat,
dan selanjutnya oleh dokter dan konsultan.
Indikator khusus yang dapat digunakan untuk
melihat efektifitas pelayanan medis adalah kejadian
dirawatnya kembali pasien (readmission) ke rumah sakit
dengan diagnosa yang sama dalam waktu 30 hari
setelah keluar dari rumah sakit, atau masuk ruang gawat
darurat setelah keluar dari rumah sakit.
Retrospective utilization review adalah evaluasi
mengenai kebutuhan dan ketepatan pelayanan setelah
pelayanan itu dilaksanakan
Pada skema Program JKN-KIS hanya dilakukan
dengan proses verifikasi, apalagi dengan proses
simplifikasi VIDI maka rincian data klaim tidak menjadi
suatu hal yang dapat dilihat dan dilakukan analisa untuk
dapat dijaminkan atau tidak.
G. Post Payment Utilization Review (Telaah Utilisasi
Pasca Pembayaran)
Beberapa kriteria telaah utilisasi pasca
pembayaran post payment review dapat dilakukan untuk
mengetahui seberapa baik kinerja dokter atau kelompok
dokter, secara retrospektif. Dalam hal ini BPJS
Kesehatan melakukan audit klaim yang sebenarnya tidak
sama persis untuk penilaian kinerja FKRTL tetapi hanya
BPJS Kesehatan Cabang Dumai
13Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL
136 Juni 2018
sampai pada penilaian layak atau tidaknya klaim yang
sudah dibayarkan.
IX. KESIMPULAN
Pengelolaan data utilisasi dan pelaksanaan telaah
utilisasi secara rutin sangat dibutuhkan untuk menentukan
arah kebijakan penjaminan program JKN-KIS dalam jangka
panjang dan sebagai bagian dari upaya pengendalian untuk
mencegah kebocoran anggaran dan inefisiensi biaya
pelayanan kesehatan.
Kegiatan telaah utilisasi dapat menjadi ajang bagi
peneliti untuk mengolah data yang tersedia melalui
analisa deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Hal ini dapat diselenggarakan oleh BPJS
Kesehatan dengan join research dengan berbagai institusi
penelitian di Indonesia. Hasil output kegiatan penelitian
tersebut dapat diadopsi dalam membuat kebijakan untuk
pembiayaan program JKN-KIS yang berbasis managed care.
Hal yang menjadi anomali data dan harapan secara
umum adalah mendapatkan kondisi pelayanan kesehatan
dan penjaminan yang ideal agar didapatkan program JKN-
KIS menjadi efektif, efisien, tepat sesuai kebutuhan dan
rasional. Stakeholder dan Pemerintah harus dilibatkan dan
diberikan informasi keluaran penelitian sebagai dasar untuk
analisa kebijakan. Harapan peran aktif stakeholder secara
holistik baik pemerintah, peserta/masyarakat, institusi
pendidikan/penelitian, dan provider pelayanan kesehatan
untuk mendukung dan melakukan telaah utilisasi atas
pembiayaan pelayanan kesehatan Program JKN-KIS.
X. REFERENSI
1. PAMJAKI. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan.
Jakarta: PAMJAKI;2014.

More Related Content

What's hot

Bab i
Bab   iBab   i
Bab i
Laila Amri
 
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS DI TIGA KABUPAT...
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS   DI TIGA KABUPAT...TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS   DI TIGA KABUPAT...
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS DI TIGA KABUPAT...
Aji Wibowo
 
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatanPembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatanSutopo Patriajati
 
Kelompok dokep sonia fitri
Kelompok dokep sonia fitriKelompok dokep sonia fitri
Kelompok dokep sonia fitri
Azispcp
 
Sistem pencatatan dan pelaporan
Sistem pencatatan dan pelaporanSistem pencatatan dan pelaporan
Sistem pencatatan dan pelaporanleonardsaleh
 
Konsep Pencatatan dan Pelaporan Kesmas
Konsep Pencatatan dan Pelaporan KesmasKonsep Pencatatan dan Pelaporan Kesmas
Konsep Pencatatan dan Pelaporan Kesmas
pjj_kemenkes
 
Jurnal blu jamsoskes
Jurnal blu jamsoskesJurnal blu jamsoskes
Jurnal blu jamsoskesmamazidane
 
pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakat
pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakatpencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakat
pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakatHenni Yunira Yunirani
 
PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...
PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...
PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...
VickyNofrial
 
Makalah bu endah 2
Makalah bu endah 2Makalah bu endah 2
Makalah bu endah 2
alicihuy
 
mapping program dan teori
mapping program dan teorimapping program dan teori
mapping program dan teori
unitpublikasi
 
Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...
Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...
Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...
sitiholipah2
 
Pencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakat
Pencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakatPencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakat
Pencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakat
Aprillia Indah Fajarwati
 
Sistem informasi keperawatan di puskesmas
Sistem informasi keperawatan di puskesmasSistem informasi keperawatan di puskesmas
Sistem informasi keperawatan di puskesmas
Sumadin1112
 
Perencanaan sistem informasi puskesmas
Perencanaan sistem informasi puskesmasPerencanaan sistem informasi puskesmas
Perencanaan sistem informasi puskesmas
Nurma Suri
 
SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...
SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...
SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...
Aflita Anggraini
 
Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...
Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...
Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...
anitatheresia18
 
Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011
Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011
Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011
EARLY SUSAN
 

What's hot (19)

Bab i
Bab   iBab   i
Bab i
 
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS DI TIGA KABUPAT...
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS   DI TIGA KABUPAT...TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS   DI TIGA KABUPAT...
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP KINERJA APOTEKER PUSKESMAS DI TIGA KABUPAT...
 
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatanPembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatan
 
Kelompok dokep sonia fitri
Kelompok dokep sonia fitriKelompok dokep sonia fitri
Kelompok dokep sonia fitri
 
Sistem pencatatan dan pelaporan
Sistem pencatatan dan pelaporanSistem pencatatan dan pelaporan
Sistem pencatatan dan pelaporan
 
Konsep Pencatatan dan Pelaporan Kesmas
Konsep Pencatatan dan Pelaporan KesmasKonsep Pencatatan dan Pelaporan Kesmas
Konsep Pencatatan dan Pelaporan Kesmas
 
Jurnal blu jamsoskes
Jurnal blu jamsoskesJurnal blu jamsoskes
Jurnal blu jamsoskes
 
pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakat
pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakatpencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakat
pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan masyarakat
 
PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...
PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...
PENGELOLAAN PERUBAHAN ( MANAJEMEN PERUBAHAN DI LEMBAGA PEMERINTAHAN STUDI KAS...
 
Makalah bu endah 2
Makalah bu endah 2Makalah bu endah 2
Makalah bu endah 2
 
mapping program dan teori
mapping program dan teorimapping program dan teori
mapping program dan teori
 
Pencatatan dan pelaporan fitra
Pencatatan dan pelaporan fitraPencatatan dan pelaporan fitra
Pencatatan dan pelaporan fitra
 
Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...
Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...
Sim 1, siti Holipah, Hapzi, Prof. Dr.MM, analisis penerapan sistem informasi ...
 
Pencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakat
Pencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakatPencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakat
Pencatatan dan pelaporan kesehatan masyarakat
 
Sistem informasi keperawatan di puskesmas
Sistem informasi keperawatan di puskesmasSistem informasi keperawatan di puskesmas
Sistem informasi keperawatan di puskesmas
 
Perencanaan sistem informasi puskesmas
Perencanaan sistem informasi puskesmasPerencanaan sistem informasi puskesmas
Perencanaan sistem informasi puskesmas
 
SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...
SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...
SIM, Aflita Anggraini, Hapzi Ali, Penggunaan Conceptual Framework di Perusaha...
 
Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...
Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...
Tugas online 8, Anita Theresia Junianty, Erlina Puspitaloka Mahadewi, Hasyim ...
 
Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011
Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011
Analisa SWOT Rawat Jalan RS Permata Bekasi 2011
 

Similar to Makalah UR Competition 2018 BPJS Kesehatan

213983128 modul-remuneration-system
213983128 modul-remuneration-system213983128 modul-remuneration-system
213983128 modul-remuneration-system
BASILIUSYWEU
 
Pengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdf
Pengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdfPengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdf
Pengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdf
Muhammad Haris Syaifullah
 
JUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docx
JUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docxJUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docx
JUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docx
IlmiAdifa
 
177-300-1-PB.pdf
177-300-1-PB.pdf177-300-1-PB.pdf
177-300-1-PB.pdf
istkeperawatan
 
Laporan sistem informasi eksekutif
Laporan sistem informasi eksekutifLaporan sistem informasi eksekutif
Laporan sistem informasi eksekutif
UNIPDU Jombang
 
Monitoring dan Evaluasi Program JKN
Monitoring dan Evaluasi Program JKNMonitoring dan Evaluasi Program JKN
Monitoring dan Evaluasi Program JKN
Insan Adiwibowo
 
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docxNorma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
NormaSelestia
 
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docxNorma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
NORMASELESTIA1
 
135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf
135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf
135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf
ARRYWIDODO1
 
Proposal Freddy Ginting.pdf
Proposal Freddy Ginting.pdfProposal Freddy Ginting.pdf
Proposal Freddy Ginting.pdf
fredyroy6
 
Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia
  Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia  Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia
Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesiaSiti Julaiha
 
Dasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasir
Dasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasirDasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasir
Dasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasir
Yasir Maulana
 
Ppt skripsi (1)
Ppt skripsi  (1)Ppt skripsi  (1)
Ppt skripsi (1)
P2PTMKeswa
 
Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah
Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah
Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah
AGUS SETIYONO
 
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansi
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansiPenerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansi
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansi
TiaApriani3
 
Simrs terintegrasi
Simrs terintegrasiSimrs terintegrasi
Simrs terintegrasi
Achwanuno Uno
 
Kak pengadaan sim-rs
Kak pengadaan sim-rsKak pengadaan sim-rs
Kak pengadaan sim-rs
IvanRiansyah3
 

Similar to Makalah UR Competition 2018 BPJS Kesehatan (20)

213983128 modul-remuneration-system
213983128 modul-remuneration-system213983128 modul-remuneration-system
213983128 modul-remuneration-system
 
Pengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdf
Pengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdfPengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdf
Pengelolaan dana dan jasa medis dokter pada pasien BPJS.pdf
 
JUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docx
JUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docxJUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docx
JUMIATI C202 21 048 - PROPOSAL3.docx
 
177-300-1-PB.pdf
177-300-1-PB.pdf177-300-1-PB.pdf
177-300-1-PB.pdf
 
Laporan sistem informasi eksekutif
Laporan sistem informasi eksekutifLaporan sistem informasi eksekutif
Laporan sistem informasi eksekutif
 
Monitoring dan Evaluasi Program JKN
Monitoring dan Evaluasi Program JKNMonitoring dan Evaluasi Program JKN
Monitoring dan Evaluasi Program JKN
 
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docxNorma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
 
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docxNorma Selestia-43222120010-TM03.docx
Norma Selestia-43222120010-TM03.docx
 
135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf
135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf
135-Article Text-467-1-10-20220206.pdf
 
Cp anak
Cp anakCp anak
Cp anak
 
Proposal Freddy Ginting.pdf
Proposal Freddy Ginting.pdfProposal Freddy Ginting.pdf
Proposal Freddy Ginting.pdf
 
Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia
  Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia  Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia
Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia
 
Dasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasir
Dasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasirDasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasir
Dasar menghitung unit cost rumah sakit dengan ABC_yasir
 
Ppt skripsi (1)
Ppt skripsi  (1)Ppt skripsi  (1)
Ppt skripsi (1)
 
Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah
Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah
Manajemen Perubahan Di Lembaga Pemerintah
 
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansi
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansiPenerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansi
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor 4 a akuntansi
 
Simrs terintegrasi
Simrs terintegrasiSimrs terintegrasi
Simrs terintegrasi
 
Kak pengadaan sim-rs
Kak pengadaan sim-rsKak pengadaan sim-rs
Kak pengadaan sim-rs
 
Standar pelayanan-rumah-sakit
Standar pelayanan-rumah-sakitStandar pelayanan-rumah-sakit
Standar pelayanan-rumah-sakit
 
Bab I
Bab   IBab   I
Bab I
 

Recently uploaded

342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx
342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx
342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx
serdangahmad
 
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdfKonsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
roomahmentari
 
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOMCDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
LinaJuwairiyah1
 
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
zirmajulianda1
 
Kebutuhan khusus pada permasalahan psikologis.pptx
Kebutuhan khusus  pada permasalahan psikologis.pptxKebutuhan khusus  pada permasalahan psikologis.pptx
Kebutuhan khusus pada permasalahan psikologis.pptx
royalbalidigitalprin
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPIPERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
nirmalaamir3
 
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 

Recently uploaded (7)

342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx
342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx
342048743-MATERI-KONSELING-MENYUSUI.pptx
 
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdfKonsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
 
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOMCDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
 
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
 
Kebutuhan khusus pada permasalahan psikologis.pptx
Kebutuhan khusus  pada permasalahan psikologis.pptxKebutuhan khusus  pada permasalahan psikologis.pptx
Kebutuhan khusus pada permasalahan psikologis.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPIPERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
 
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
 

Makalah UR Competition 2018 BPJS Kesehatan

  • 1. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 1Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 16 Juni 2018 TELAAH UTILISASI DALAM UPAYA PENGENDALIAN BIAYA DI FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN WILAYAH KERJA BPJS KESEHATAN CABANG DUMAI UTILIZATION REVIEW ON THE EFFORT OF COST CONTAINMENT IN THE REFERRAL HEALTH CARE SERVICES IN BPJS KESEHATAN BRANCH OFFICE AREA OF DUMAI Dodyk Sukra Goutama Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Dumai, Kedeputian Wilayah Sumbagteng Jambi ABSTRACT Utilization review is one of the methods that are used as research data with qualitative and quantitative approach in financing health services. Data output can be described into various analysis in viewing patterns of problems and find solutions. Financing health services especially in Referral Health Care Services (FKRTL) where proportion of the highest cost and potentially difficult to be cost efficient then required looking analysis for the most effective method. Utilization review presented in this paper as an overview for the evaluation in an effort to control the quality and costs control. Widely definition of utilization review (UR) is quality and cost controlling techniques when applied in prospective, concurrent and retrospective. Required data support from FKRTL and engagement of Government and stakeholders in defining the Health Care Services authority and the implementation of the comprehensive utilization study. The activities result of this utilization review are the output data analysis and information as a recommendation used for BPJS Kesehatan and other stakeholders to setting related policies of quality control and cost control. Keyword: utilization review, referral health care services, BPJS Kesehatan I. LATAR BELAKANG Permasalahan yang terjadi di sebagian besar rumah sakit di daerah, khususnya Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) atau rumah sakit di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai Provinsi Riau adalah kesiapan dalam menerapkan pola pembiayaan prospektif. Dengan pendapatan rumah sakit bertumpu pada INACBG’s, tetapi di sisi lain rumah sakit masih menggunakan pola fee-for-service dalam setiap pelayanannya, dan masih belum banyak rumah sakit yang mendesain ulang manajemen keuangannya untuk membiayai belanja operasional dan membayar jasa dokter dan paramedis. Kemungkinan hal tersebut menjadi salah satu faktor masih ditemukan ketimpangan pelaksanaan program JKN-KIS di FKRTL yang menjadi tidak efektif dan efisien. Terkesan rumah sakit beserta organisasi rumah sakit (PERSI) terasa “kurang memiliki” terhadap Program JKN-KIS, hal ini dimungkinkan karena adanya kesenjangan kurang terlibat dan kurang berperan aktif dalam penyusunan peraturan JKN-KIS atau turut menghitung satuan biaya penetapan tarif INACBG’s. Peran stakeholder terkait dengan fungsi pembinaan fasilitas kesehatan rujukan berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan masih belum optimal. Hal ini berdampak pada akses pelayanan yang belum merata, penataan rujukan berjenjang pasien belum terstruktur sehingga efektif dan efisien dengan penumpukan pasien di rumah sakit tertentu. Belum adanya peraturan rujukan berbasis regionalisasi yang mengatur akses antar provinsi/kabupaten/kota yang berdekatan. Pengembangan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota belum direncanakan secara sistematis, efisien dan efektif. Belum dilakukan pemetaan sarana kesehatan di Kabupaten/Kota untuk mengetahui distribusi dan kemampuan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti FKTP perawatan/nonperawatan, PONED/non- PONED, klasifikasi Rumah Sakit (Tipe A, B, C, D dan Rumah Sakit Pratama), Rumah Sakit PONEK/non- PONEK berikut parameter pelayanan yang digunakan (belum cukup tersedia pelayanan spesialistik/ subspesialis, dokter gigi/gigi spesialis, ruang perawatan intensif, pelayanan kamar operasi, dll). Belum semua kasus di FKRTL/Rumah Sakit memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) berdasarkan Pedoman Pelayanan Kedokteran (PPK) yang disusun oleh manajemen rumah sakit, khususnya kasus terbanyak dengan mengacu pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK). Tidak optimalnya sistem audit pelayanan rujukan (Referral Audit) termasuk Kendali Mutu dan Biaya dengan Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya yang melibatkan Rumah Sakit Rujukan Regional, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi. Dimungkinkan selain terdapat unsur konflik kepentingan juga rumah sakit tidak optimal dalam memanfaatkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS) untuk melakukan audit medis/audit pelayanan kesehatan. Kurang aktifnya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan (Perpres Nomor 12 Tahun 2013), sistem seleksi faskes (kredensialing) BPJS Kesehatan dan pedoman Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 yang masih terdapat perbedaan kebijakan seperti pada penetapan kelas rumah sakit. Hal ini juga tidak sinkron dengan peran stakeholder Pemerintah dalam melakukan manajemen kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan memperhatikan mutu pelayanan kesehatan Berhubungan dengan makalah ini mengenai fungsi dalam melakukan telaah utilisasi yang pada ketentuannya dilakukan oleh Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (Tim KMKB), tetapi para pihak yang terlibat dan mendukung pelaksanaan fungsi tersebut
  • 2. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 2Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 26 Juni 2018 baik BPJS Kesehatan yang mendukung kinerja Tim KMKB maupun FKRTL sendiri tidak memiliki akses data rinci mengenai pelaksanaan pelayanan kesehatan dan pembiayaan secara utuh, yang pada akhirnya menyebabkan tidak berkembangnya cara pengendalian biaya melalui mekanisme Utiization Review. II. PENGANTAR Telaah utilisasi (utilization review, UR) adalah suatu metode lain untuk menjamin mutu pelayanan terkait pengendalian biaya. Berbeda dari audit klaim retrospektif pada asuransi tradisional, utilization review mengevaluasi ketepatan pelayanan kesehatan (Appropriate of care) sebelum pelayanan diberikan untuk menghapus pelayanan yang tidak perlu dan potensial bagi pasien. Teknik-teknik utilization review merupakan mekanisme pengendalian biaya dengan memeriksa apakah:  Pelayanan secara medis memang perlu diberikan; dan  Pelayanan sudah diberikan secara tepat. Pada program JKN-KIS yang mengadopsi sistem managed care ini menjadikan fungsi UR sebagai pengendali biaya adalah pada fungsi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Dengan otoritas yang sama sekaligus sebagai pemberi pelayanan kesehatan, maka fungsi UR tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini juga masih belum didukung regulasi pengendalian biaya seperti rujukan berjenjang dan bagaimana peran stakeholder pemerintah berperan aktif membuat kebijakan/regulasi yang berkembang bersamaan dengan cepatnya perkembangan permasalahan yang muncul di dalam pembiayaan program JKN-KIS seperti halnya standar prosedur pelayanan kedokteran maupun variasinya, pengaturan episode perawatan, potensi kecurangan dan bagaimana pengenaan sanksinya. Tetapi yang dibahas dalam tulisan ini berikutnya bukan bagaimana menjalankan sistem UR tetapi bagaimana mengenali data utilisasi sehingga dapat menjadi analisa lebih lanjut bagi pembuat kebijakan menentukan cara melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan dalam program JKN-KIS. Maka yang akan dibahas disini adalah data utilisasi yang dilakukan retrospektif berikut analisa sederhana. Data utilisasi yang digunakan berasal dari data Self Service Business Intelligence (update terakhir tanggal 12 Mei 2018), lebih idealnya dapat menggunakan data Sistem Manajemen Informasi Rumah Sakit (SIMRS) dan rekam medis tetapi masih kesulitan berkoordinasi agar dapat mengakses data tersebut. Telaah Utilisasi ini masih hanya dilakukan oleh pengelola managed care, yaitu Staf Utilisasi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Anti Fraud BPJS Kesehatan di Kantor Cabang dengan data retrospektif saja dan melakukan umpan balik kepada FKRTL setiap periodik bulanan atau triwulan. Umpan balik data utilisasi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan terhadap FKRTL belum dirasakan signifikan berpengaruh terhadap pengendalian biaya oleh provider. Belum didapatkan data dari FKRTL apakah pelaksanaanya sudah melakukan program telaah utilisasi oleh tim pengelola program JKN-KIS di FKRTL dan belum diketahui hasil luarannya. Bagaimanapun program UR ini akan terasa sangat penting terutama dalam pembiayaan kelompok peserta yang memiliki pola utilisasi pelayanan rumah sakit sangat tinggi. Telaah utilisasi ini berdasarkan data utilisasi experience tahun pembebanan 2016 sampai dengan tahun 2018. Meskipun data yang dapat diakses melalui Bussines Intelligence hanya 2 (dua) tahun pembebanan terakhir namun sudah cukup untuk mewakili bagaimana gambaran pola pembiayaan pelayanan kesehatan Program JKN-KIS di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai. Tentunya banyak indikator utilisasi sudah kita ketahui dan pelajari, seperti pertumbuhan jumlah kasus, biaya, unit cost dan jumlah peserta/populasi berkunjung ke FKRTL. Tetapi apakah output yang sudah diketahui tadi sudah dapat ditentukan arah atau sektor yang harus dikendalikan biayanya pada bagian yang mana dengan tidak melupakan pencapaian mutu yang harus berjalan optimal. Wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai meliputi 5 Kabupaten/Kota, dan terdapat 12 (dua belas) FKRTL provider BPJS Kesehatan, antara lain: 1. Kabupaten Bengkalis total memiliki 5 (lima) FKRTL, terdiri dari wilayah Pulau Bengkalis yaitu RSUD Kab. Bengkalis (RS Pemerintah Kelas B) dan wilayah Daratan (Kecamatan Mandau) terdapat 4 (empat) FKRTL yaitu: RSUD Kecamatan Mandau (RS Pemerintah Kelas C), RS Permata Hati (RS Swasta Kelas C), RS Mutia Sari (RS Swasta Kelas D) dan RS Thursina (RS Swasta Kelas D). 2. Kabupaten Rokan Hilir memiliki 4 (empat) FKRTL, yaitu RSUD Dr. RM. Pratomo (RS Pemerintah Kelas C) di Bagansiapiapi, RS Indah (RS Swasta Kelas D) di Bagan Batu berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan RS Cahaya (RS Swasta Kelas D), RS Regita Medika (RS Swasta Kelas D) yang berbatasan dengan Kota Dumai. 3. Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki satu FKRTL yaitu RSUD Kab. Kep. Meranti (RS Pemerintah Kelas D). 4. Kabupaten Siak Sri Indrapura, yang berbatasan dengan Kota Pekanbaru memiliki satu FKRTL yaitu RSUD Tengku Rafi’an Siak (RS Pemerintah Kelas C). 5. Kota Dumai, memiliki satu FKRTL yaitu RSUD Kota Dumai (RS Pemerintah Kelas C). Menurut skema pembiayaan asuransi kesehatan ada 3 (tiga) faktor penting yang terlibat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan, khususnya pada Program JKN-KIS yaitu jumlah kumpulan peserta aktif dalam suatu populasi, kolektibilitas keuangan yang baik melalui iuran dan strategi pembelian pelayanan kesehatan yang tidak dapat lepas dari upaya pengendalian biaya yang tersistem untuk mencegah kebocoran biaya atau inefisiensi. III. FOKUS TELAAH UTILISASI PEMBIAYAAN Langkah pertama yang menjadi poin penting dalam pengendalian biaya harus diketahui data utilisasi yang akan dijadikan fokus untuk dipelajari lebih rinci. Berikut gambaran biaya utilisasi pelayanan kesehatan di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai berdasar data BOA yang diambil sejak pembebanan tahun 2014, meski dengan kondisi absensi klaim yang masih belum ideal (belum N+1) tetapi dapat diketahui jenis pelayanan yang tidak ideal/optimal antara pelayanan faskes primer dan faskes rujukan.
  • 3. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 3Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 36 Juni 2018 Tabel-1. Data Pembebanan Pelkes BPJS Kesehatan Cabang Dumai (Data BOA mulai pembebanan bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Mei 2018) Pada tingkat pelayanan kesehatan rawat jalan di FKRTL seharusnya dapat terkendali apabila alokasinya dapat dialihkan ke mekanisme yang sesuai dengan bisnis proses yang tepat seperti Pengelolaan Obat Kronis 7-23 (Apotek IFRS/Apotek Pengampu RS) dan Program Rujuk Balik melalui Apotek PRB. Gambaran ini ditunjukkan melalui tagihan Apotek yang sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah pembiayaan rawat jalan di FKRTL. Apalagi dengan upaya peningkatan kompetensi pelayanan di FKTP yang akan dibahas nanti pada diagnosa dan prosedur di FKRTL yang menunjukkan bahwa pelayanan di FKRTL dengan diagnosa dan prosedur non-spesialistik, yang seharusnya dapat dilakukan penatalaksanaan di FKTP. Dengan tidak mengesampingkan pengendalian biaya di FKTP maka pada kondisi ideal seharusnya tidak memiliki jenjang biaya yang terpaut sangat jauh antara biaya pelayanan di FKRTL dengan biaya pelayanan di FKTP (non-kapitasi). Berbagai skema kebijakan disusun menunjang program JKN-KIS ini antara lain sistem rujukan, optimalisasi pelayanan primer, sistem pencegahan kecurangan dan simplifikasi dengan sistem Teknologi Informasi yang selama 5 (lima) tahun ini masih dianggap jauh dari kondisi yang ideal. Sebagian akan ditelaah dari beberapa fokus yang menunjukkan belum idealnya skema tersebut. Berdasar tabel-1 pula maka yang akan dibahas dan dipelajari lebih lanjut adalah utilisasi pelayanan kesehatan terutama yang menjadi bagian besar (pareto) dalam porsi pembiayaan, yaitu pembiayaan pelayanan kesehatan di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau di Rumah Sakit. Sebagai gambaran ditampilkan pada tabel-2 kasus berbiaya tinggi (katastrofik) yang dikelompokkan dari pelayanan kesehatan rawat jalan maupun rawat inap yang dilakukan di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai. Hal ini dapat mewakili pembiayaan yang secara garis besar penatalaksanaannya ideal dilakukan di faskes rujukan (FKRTL). Tabel-2. Pembiayaan dalam kelompok jenis kasus katastrofik pada rawat jalan dan rawat inap berdasar diagnosa primer dan sekunder IV. RUJUKAN BERJENJANG FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai secara geografis sistem rujukan berjenjang tidak dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tipe kelas karena FKRTL dengan Kelas B ada di wilayah pulau Bengkalis yaitu RSUD Kabupaten Bengkalis dengan akses yang tidak mudah yaitu melalui perairan laut. Sedangkan rumah sakit lain dengan sarana prasarana lebih lengkap dimungkinkan untuk melakukan rujukan adalah di RSUD Kota Dumai dengan kelas C (Per Februari 2018 telah berubah menjadi Kelas B), tetapi pada kondisi geografis rujukan lebih dekat ke Kota Pekanbaru maupun Provinsi Sumatera Utara maka tetap dapat diperbolehkan untuk melakukan rujukan. Ini juga juga disebabkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota belum membuat regulasi tentang batasan rujukan berjenjang Jumlah kunjungan Cabang Dumai untuk Rawat Jalan maupun Rawat Inap lebih banyak mengakses RS Kelas C karena RS Pemerintah (4 kelas C dan 1 kelas D) yang tersedia di masing-masing Kabupaten/Kota dan 1 RS Swasta, yaitu RS Permata Hati di wilayah kecamatan Mandau kabupaten Bengkalis yang memiliki jumlah penduduk dan peserta JKN-KIS lebih banyak daripada wilayah kabupaten Bengkalis lain. Sedangkan RS Swasta Kelas D beberapa menyebar di daerah perbatasan antar kabupaten dan antar provinsi. Gambar-1. Tren Rawat Jalan dan Rawat Inap per triwulan berdasar Kelas RS di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai TingkatPelayanan Tahun2014 Tahun2015 Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018 %Total Biaya FKRTLRITL 53.011.186.532Rp 51.286.647.400Rp 85.974.830.874Rp 118.525.401.168Rp 87.584.328.800Rp 68,54% FKRTLRJTL 14.079.867.362Rp 19.573.684.400Rp 34.121.677.265Rp 47.333.085.500Rp 35.963.509.200Rp 26,12% FKTPRITP 1.744.613.000Rp 2.542.476.000Rp 3.563.092.600Rp 3.640.015.000Rp 2.634.340.000Rp 2,44% Optikal 730.850.000Rp 1.540.650.000Rp 1.756.690.000Rp 2.257.400.000Rp 1.038.650.000Rp 1,27% ApotekIFRS 521.236.300Rp 1.275.742.169Rp 1.069.836.481Rp 2.520.481.993Rp 1.286.764.389Rp 1,15% FKTPRJTP 32.384.000Rp 115.691.200Rp 483.487.900Rp 511.808.820Rp 379.041.040Rp 0,26% ApotekPRB -Rp 68.556.655Rp 87.265.005Rp 204.849.044Rp 262.453.608Rp 0,11% FKTPPromotif 189.100.000Rp 24.760.000Rp 72.825.000Rp 198.305.000Rp 51.787.500Rp 0,09% AlkesRJTL 14.750.000Rp 17.500.000Rp 1.000.000Rp -Rp -Rp 0,01% Puskesmas-Kegiatan Kelompok -Rp -Rp -Rp 4.054.000Rp -Rp 0,00% Total 70.323.987.194Rp 76.445.707.824Rp 127.130.705.125Rp 175.195.400.525Rp 129.200.874.537Rp 100% JenisKasusKatastrofik Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Cirrhosis Hepatitis 571.782.300Rp 766.245.400Rp 170.239.400Rp Gagal Ginjal 1.846.374.500Rp 1.511.668.200Rp 381.060.900Rp Haemophilia 50.655.200Rp 259.283.400Rp 138.208.500Rp Jantung 15.140.332.800Rp 22.330.252.200Rp 4.654.795.800Rp Kanker 633.879.000Rp 926.521.600Rp 249.982.100Rp Leukaemia 35.749.200Rp 133.342.000Rp 24.715.500Rp Stroke 2.426.846.100Rp 4.959.646.700Rp 928.863.200Rp Thalassaemia 232.485.400Rp 280.505.900Rp 33.124.800Rp Total 20.938.104.500Rp 31.167.465.400Rp 6.580.990.200Rp
  • 4. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 4Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 46 Juni 2018 Berdasar keadaan geografis di atas wilayah kabupaten/kota di Cabang Dumai memiliki wilayah darat yang luas, wilayah kepulauan dan wilayah perbatasan terutama dengan kota Pekanbaru dan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini tidak dapat diasumsikan untuk dapat menurunkan jumlah kunjungan di RS kelas C dengan merujuk dari FKTP ke RS kelas D terlebih dahulu. Tabel-3. Provinsi Layanan dari Peserta Terdaftar dari Cabang Dumai Berdasar tabel-3 diatas selama 2 (dua) tahun terakhir Peserta Terdaftar di Cabang Dumai selain mengakses di Provinsi Riau adalah mengakses layanan di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, bahkan ke DKI Jakarta sebagai pusat rujukan. Sedangkan tabel-4 berikut adalah peserta terdaftar Cabang Dumai yang mengakses pelayanan diluar wilayah kerja Cabang Dumai. Kebanyakan peserta terdaftar di Cabang Dumai lebih mudah mengakses rujukan ke FKRTL wilayah kota Pekanbaru yang memiliki beberapa rumah sakit sebagai pusat rujukan. Tabel-4. Kab/Kota Layanan dari Peserta Terdaftar di Cabang Dumai, selain Kab/Kota wilayah kerja Cabang Dumai Diambil dari 4 (empat) Kabupaten/Kota teratas kemudian dibagi menurut grup INACBG’s dan diagnosa keluaran dari FKRTL untuk melihat kasus-kasus apa saja yang peserta terdaftar Cabang Dumai dan dirujuk oleh faskes wilayah kerja Cabang Dumai untuk dilakukan penatalaksanaan rujukan di FKRTL luar wilayah kerja Cabang Dumai (dikecualikan kasus yang melalui Unit Emergency). Grouping INACBG’s nya disajikan pada tabel-5. Tabel-5. INACBG’s 10 terbanyak rawat jalan dan rawat inap yang dirujuk ke FKRTL luar wilayah kerja Cabang Dumai Apabila dilihat pada tabel-5 maka seharusnya sebagian besar kasus INACBG’s diatas dapat dilakukan tata laksana terapi di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai tanpa harus dirujuk. Dikecualikan kasus kemoterapi dan radioterapi yang belum ada sarana prasarana di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai. Hal ini yang menjadi poin penting bagi pembiayaan adalah kasus rujukan yang tidak selesai dan tidak dapat dilakukan tata laksana dengan baik akan berdampak double pembiayaan. Hal ini juga disampaikan melalui umpan balik kepada FKRTL dan stakeholder pemerintah di wilayah kerja Cabang Dumai untuk terus menerus berperan aktif dan meningkatkan mutu pelayanan bagi peserta terdaftar di masing-masing Kabupaten/Kota dengan menambah sarana prasarana pendukung. V. SEGMENTASI DAN TREN PERTUMBUHAN KUNJUNGAN DAN BIAYA DI FKRTL Melihat tren yang terjadi dalam dua tahun pelayanan bisa disimpulkan bahwa meskipun tidak terdapat penambahan jenis pelayanan yang baru, hanya penambahan 2 (dua) RS Swasta Kelas D di tahun 2017 dan satu RS Swasta Kelas D di tahun 2018 dapat dilihat terjadi pertumbuhan kunjungan perbulan baik rawat jalan maupun rawat inap. (kondisi ini dengan rerata absensi klaim N+2 dan masih terdapat klaim susulan/outstanding claim di RS Permata Hati bulan Januari-Juli 2017 yang belum ditagihkan). Artinya pada penambahan jumlah peserta terdaftar sangat berpengaruh kepada refleksi biaya pelayanan kesehatan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai. Diketahui pencapaian target kepesertaan yang stabil dan cenderung tidak banyak mengalami perubahan adalah pertumbuhan jumlah PBI APBN dan PPU (Pekerja Penerma Upah) non-swasta. Kondisi yang berbeda dengan target capaian kepesertaan di Cabang Dumai adalah jumlah kepesertaan PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) yang belum signifikan pertambahannya maupun capaian kolektabilitas iurannya, kemudian PBI APBD juga masih belum sesuai dengan target yang ditetapkan. Tetapi kita dapat melihat data kunjungan pelayanan kesehatan di FKRTL pada Gambar-2 yang mengalami peningkatan tren cukup signifikan adalah kunjungan PPU (Pekerja Penerima Upah) dan PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) baik untuk kunjungan rawat jalan dan rawat inap. Nama Provinsi Layanan Rajal Ranap Riau 550.792 91.193 Sumatera Utara 5.171 1.945 Sumatera Barat 2.923 867 Kepulauan Riau 2.233 664 DKI Jakarta 2.332 289 Lain-lain 2.469 771 Nama Dati 2 Layanan Rajal Ranap Kota Pekanbaru 102.464 18.150 Kab. Pelalawan 7.004 1.926 Kota Medan 3.099 933 Kab. Labuhanbatu 1.061 189 Kota Pematang Siantar 142 132 Kab. Deli Serdang 119 134 Kab. Kampar 113 100 Kota Tebing Tinggi 138 71 Lain-lain 758 605 NamaCBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018 Q-5-44PenyakitKronis KecilLain-Lain 15.579 15.961 2.706 H-3-12ProsedurLain-LainPadaMata 354 3.517 733 N-3-15ProsedurDialisis 1.315 2.697 398 Z-3-12ProsedurRehabilitasi 1.584 2.562 102 Z-3-23ProsedurUltrasoundLain-Lain 1.714 2.112 411 Q-5-42PenyakitAkutKecilLain-Lain 1.569 1.528 228 Z-3-27PerawatanLuka 601 675 88 Z-3-16ProsedurMagnetic ResonanceImaging(MRI) 317 390 58 I-3-13ProsedurEkokardiografi 316 387 69 C-3-10ProsedurRadioterapi 499 332 56 NamaCBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018 C-4-13Kemoterapi 954 1.386 126 O-6-10OperasiPembedahanCaesar 510 755 110 P-8-17Neonatal,BBL>2499gramTanpaProsedurMayor 277 458 66 D-4-13GangguanSelDarahMerahSelain KrisisAnemiaSelSickle 237 306 51 N-1-20ProsedurSaluranUrinAtas 237 275 47 A-4-13InfeksiViral&Non-BakterialLain 300 244 25 K-4-18GangguanSistemPencernaanLain-Lain 209 220 53 Z-4-12Faktor-Faktor YangMempengaruhi StatusKesehatanLain-Lain 176 198 27 L-1-40ProsedurPadaKulit,Jaringan)BawahKulit 97 195 20 K-4-17NyeriAbdomen&GastroenteritisLain-Lain 200 194 38
  • 5. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 5Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 56 Juni 2018 Gambar-2. Segmentasi kunjungan rawat jalan dan rawat inap per bulan pelayanan di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai Kemudian pada tren kunjungan ditunjukkan pada Gambar-3 tren kunjungan rawat jalan dan rawat inap cenderung meningkat signifikan, tentu saja berbanding lurus atau berpengaruh linier kepada biaya (gambar-4). Gambar-3. Tren pertumbuhan kunjungan rawat jalan dan rawat inap perbulan pelayanan per FKRTL (Stacked Line) Pada gambar-3 dan gambar-4 dibuat dengan pola stacked line chart untuk memungkinkan dengan mudah mengidentifikasi dan melihat perbandingan tingkat tren dan pola dalam data. Tetapi yang perlu diingat bahwa unit ukuran atau skala adalah berbeda dalam masing- masing garis grafik yang sudah jelas terlihat pada axis. Gambar-4. Tren pertumbuhan biaya rawat jalan dan rawat inap perbulan pelayanan per FKRTL (Stacked Line) Khususnya pada gambar-4 dapat dilihat biaya pelayanan kesehatan di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai bergantung kepada FKRTL dengan kasus dan biaya tertinggi (pareto) yang secara garis besar mewakili pembiayaan pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan Cabang Dumai yaitu RSUD Kota Dumai, RSUD Kab. Bengkalis, RS Permata Hati, RSUD Kec. Mandau, RSUD dr. RM. Pratomo, dan RSUD Tengku Rafi’an Siak. Dan hal ini berkaitan dengan pengendalian melalui unit cost, karena seharusnya nilai unit cost adalah stabil meskipun jumlah kasus meningkat. Oleh sebab itu maka yang menjadi fokus utama adalah unit cost pada 6 pareto FKRTL tersebut. Berikutnya ditampilkan gambar-5 adalah grafik tren peningkatan unit cost pada 6 FKRTL pareto. Dapat dilihat pada gambar grafik unit cost sejak November 2016 terutama pada rawat inap terjadi peningkatan unit cost dan setiap bertambah bulan pelayanan didapatkan peningkatan unit cost rawat jalan dan rawat inap.
  • 6. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 6Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 66 Juni 2018 Gambar-5. Unit Cost rawat jalan dan rawat inap per bulan pelayanan 6 FKRTL Pareto Cabang Dumai Hal ini dapat juga disebabkan karena perubahan tarif INACBG’s (Permenkes Nomor 52 Tahun 2016) per November 2016, tetapi ada beberapa faktor lain juga terlihat semakin lama tren unit cost semakin meningkat. Pengendalian biaya disini yang dimaksudkan adalah pengendalian unit cost, dari grafik tersebut maka bisa dicari untuk lebih mendetail, antara lain: 1. FKRTL pareto (jumlah kasus dan biaya terbesar) 2. Pola grouping INACBG’s dan diagnosa terbanyak pada setiap bulan (penyebab peningkatan unit cost) 3. Jalur pintu masuk pasien berkunjung ke FKRTL 4. Pola severity level dengan komorbid/komplikasi terbanyak 5. Ada kecenderungan perubahan koding (upcoding/code creeping) 6. Adakah potensi kecurangan/fraud lain Pada tulisan berikutnya akan dibahas terkait poin 2, 3 dan 4 dalam rangka mengetahui dan mempelajari perilaku FKRTL. Pada poin nomor 2 dicoba melakukan telaah kasus terbanyak di Cabang Dumai. Untuk lebih fokus maka dibuatkan per tingkat pelayanan. Pertama yang akan dibahas pada tingkat pelayanan rawat jalan kemudian yang kedua untuk rawat inap. VI. RAWAT JALAN TINGKAT LANJUTAN Pada tabel-6 menunjukkan kunjungan rawat jalan dari INACBG’s dan diagnosa primer yang dibentuk adalah dominan kasus kontrol rawat jalan, baik kontrol rawat jalan penyakit kronis, kontrol evaluasi, fisioterapi, hemodialisa dan rawat luka. Pada bahasan ini yang menjadi menarik sebagai bahan diskusi adalah bagaimana kunjungan tersebut dilakukan berulang kali untuk kontrol, apakah sudah sesuai indikasi medis, dan atau apakah tidak berpotensi menyimpang dari definisi episode pada Permenkes Nomor 76 Tahun 2016 yaitu potensi fragmentasi. Sudah pernah dilakukan pembahasan dengan manajemen FKRTL dan Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya terkait hal ini, tetapi tidak mendetil dikarenakan asupan data hanya dari Bussiness Intelligence, karena data pelayanan yang riil berikut dengan terapi hanya bisa diperoleh di rekam medis atau SIMRS. Pembahasan tersebut belum ada kesepakatan bagaimana melihat definisi satu episode, karena masih banyak yang memahami episode dengan tiap kali kunjungan pasien ke FKRTL. Beberapa yang sudah dipelajari masih ada kunjungan dengan potensi fragmentasi, yaitu memecah episode pelayanan rawat jalan dengan beberapa kali kunjungan. Tabel-6. INACBG’s dan diagnosa primer 15 terbanyak rawat jalan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Untuk menentukan langkah berikutnya sebaiknya dibahas lebih rinci dengan didukung berbagai data yang ada melibatkan stakeholder pemerintah misalnya Dinas Kesehatan dan Organisasi Profesi (IDI) serta Organisasi Rumah Sakit (PERSI) dengan metode manajemen kasus sehingga bisa melihat rincian kasus dengan jenis diagnosa kontrol tersebut. Kasus rawat jalan tingkat lanjutan dengan diagnosa kontrol tersebut harus diketahui penyebabnya, komorbid/komplikasi penyakit sehingga pasien harus DeskripsiINACBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018 Q-5-44PenyakitKronis KecilLain-lain 74.800 102.529 27.807 Q-5-19KontakPelayananKesehatanLain-lain 19.505 23.383 M-3-16ProsedurTherapiFisikdanProsedurKecilMuskuloskletal 20.336 23.322 5.933 Z-3-27PerawatanLuka 9.376 12.881 2.793 Q-5-42PenyakitAkutKecilLain-lain 6.415 8.677 2.036 N-3-15ProsedurDialisis 7.170 8.328 1.257 Z-3-25ProsedurUltrasoundGinekologik 3.860 5.845 1.477 Z-3-23ProsedurUltrasoundLain-lain 3.738 5.709 1.317 Q-5-18KonsultasiAtauPemeriksaanLain-lain 6.110 5.680 710 J-3-13ProsedurTerapiSaluranPernafasan 2.284 3.403 708 H-3-12ProsedurLain-lainPadaMata 1.983 2.675 Z-3-12ProsedurRehabilitasi 2.561 685 U-3-16ProsedurPadaGigi 1.796 2.334 873 U-3-15ProsedurLain-lainPadaTelinga,Hidung,MulutdanTenggorokan 1.470 2.283 574 K-5-18PenyakitSistem PencernaanLain-lain 1.798 576 Q-5-25GastrointestinalAkut 1.666 335 Q-5-43PenyakitKronis Besar Lain-lain 423 M-3-11ProsedurDiagnostikdanTerapeutikMuskuloskeletal 1.591 Diagnosa Primer Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Z098 - Follow-up examination after other treatment for other conditions 54.442 77.877 22.953 Z743 - Need for continuous supervision 22.284 26.245 Z501 - Other physical therapy 8.366 12.750 3.270 Z480 - Attention to surgicaldressings and sutures 6.267 7.487 1.584 Z992 - Dependence onrenaldialysis 6.149 6.927 856 Z508 - Careinvolving useof other rehabilitation procedures 8.010 6.457 760 Z010 - Examinationof eyes and vision 2.883 4.597 589 H521 - Myopia 2.593 4.395 912 H524 - Presbyopia 2.977 3.429 665 Z358 - Supervision of other high-riskpregnancies 1.760 2.274 444 J459 - Asthma, unspecified 1.439 1.996 478 Z488 - Other specified surgicalfollow-up care 1.703 545 I10 - Essential(primary) hypertension 1.626 414 Z390 - Careand examination immediatelyafter delivery 1.510 Z961 - Presence of intraocular lens 1.175 1.502 502 H269 - Cataract, unspecified 1.150 K30- Dyspepsia 497 Z491 - Extracorporealdialysis 411 Z013 - Examinationof bloodpressure 1.840 H542 - Low vision, botheyes 1.517
  • 7. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 7Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 76 Juni 2018 datang kunjungan berulang/kontrol. Dalam kaidah koding ICD apabila kode diagnosa primer kontrol (Z) maka penyakit komorbid seharusnya dientrikan sebagai diagnosa sekunder. Namun tidak selalu proses pengkodingan oleh tenaga koder dapat dilakukan proses entri kode ICD secara tepat dan benar sesuai kaidah koding, dan aplikasi verifikasi melalui aplikasi SEP maupun VIDI tidak dapat membaca dengan warning apabila tidak dilakukan entri kode diagnosa sekunder tersebut. Tabel-7. Diagnosa Sekunder 15 terbanyak rawat jalan dengan kontrol (diagnosa primer Z) di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Tabel-7 yang menampilkan diagnosa sekunder diatas diambil dari diagnosa primer Z (kontrol ulang) dengan mengecualikan kasus hemodialisa dan fisioterapi. Dimaksudkan disini adalah untuk mengetahui penyulit atau komplikasi yang menyertai diagnosa kontrol tersebut. Yang tertinggi adalah kasus kontrol yang tidak disebutkan penyulitnya (NULL), hal ini menjadi perhatian khusus untuk dilakukan umpan balik kepada FKRTL dalam melakukan koding dengan diagnosa primer Z (kasus kontrol) maka harus dientrikan diagnosa sekunder sebagai penjelasan penyakit penyerta dalam diagnosa sekunder. Selanjutnya, tampak kasus kronis seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Stroke, Penyakit Jantung, Penyakit degeneratif bahkan kontrol rawat luka post operasi seperti peradangan payudara dan post operasi sectio caesaria dengan jumlah kasus (jumlah SEP) yang kunjungannya lebih dari 4x dalam 1 bulan cukup tinggi. Selain potensi fragmentasi bisa terjadi pada kunjungan berulang, pada tabel-7 di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa kasus kronis dengan mekanisme Obat Kronis (Obat 7-23), Program Rujuk Balik kasus kronis maupun rawat luka masih belum berjalan dengan optimal yang seharusnya membatasi tidak lebih dari satu kali kunjungan saja setiap triwulan (untuk Program Rujuk Balik) atau maksimal satu kali kunjungan perbulan (untuk Obat Kronis 7-23). Pada dasarnya banyak kasus dengan pengelompokan jenis penyakit kronis yang dipetakan pada tabel-8. Tetapi rincian permasalahan apakah sudah dapat diterapkan Program Rujuk Balik ataukah masih harus dengan pelayanan spesialistik. Hal ini dapat menjadikan telaah untuk dibuat data lebih rinci apakah peserta yang sudah dipetakan tersebut dengan kondisi stabil atau non-stabil dan bagaimana kesiapan FKTP berikut apotek PRB yang tersedia bagi FKTP terdaftar untuk memiliki kompetensi yang cukup baik dalam penanganan lanjutan melalui Program Rujuk Balik. Tabel-8. Pengelompokkan jenis kasus kronis pada rawat jalan berdasar diagnosa primer dan sekunder Berikutnya melihat dari cara masuk pasien rawat jalan tingkat lanjutan, data tabel-9 menunjukkan sebagian besar kunjungan kontrol berupa rujukan/surat keterangan kontrol yang diberikan oleh Rumah Sakit/FKRTL, bukan sistem pola rujukan dari FKTP. Tabel-9. Jenis Faskes Perujuk kasus rawat jalan dengan diagnosa kontrol di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Tabel-10. FKRTL Perujuk kasus rawat jalan dengan diagnosa kontrol di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Data di tabel-10 juga menunjukkan bahwa proporsi kontrol rawat jalan yang sangat tinggi dan dilakukan oleh FKRTL atau rumah sakit yang sama dengan memberikan rujukan kembali/surat keterangan kontrol untuk berkunjung kembali, bukan untuk dirujuk ke FKRTL lain dengan alasan rujukan. Dapat diasumsikan kecenderungan untuk menahan pasien yang berkunjung agar terus menerus berkunjung ulang ke FKRTL yang sama. Pintu masuk yang lain adalah melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat/kasus emergency). Di wilayah kerja Cabang Dumai untuk jalur melalui IGD masih dalam batas kewajaran dengan prosentase 5,99% saja dari keseluruhan kunjungan Poli dengan mengecualikan Poli Hemodialisa dan Poli Fisioterapi/Rehabilitasi Medis (tabel-11). Tabel-11. Proporsi kunjungan Poli IGD dibandingkan dengan Poli lain di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Hal ini tetap tidak mengesampingkan pengendalian kasus false emergency di IGD tentunya, tetapi khususnya pada jalur melalui IGD di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai tidak mengalami kendala yang berarti. Kondisi yang kondusif seperti ini didukung oleh petugas IGD yang cukup baik memetakan kasus emergency dan pemberkasan yang baik untuk ditagihkan kepada BPJS Kesehatan Cabang Dumai. Upaya tersebut dilakukan berulang kali melalui sosialisasi oleh petugas BPJS Kesehatan dengan mengunjungi IGD dan melakukan tes pemahaman DiagnosaSekunder 1X 2X 3X 4X >4X NULL 16.862 8.180 2.395 884 551 E115- Non-insulin-dependent diabetes mellitus withperipheralcirculatorycomplications 482 356 291 162 488 E119- Non-insulin-dependent diabetes mellitus without complications 4.727 2.410 713 396 210 E119- Non-insulin-dependent diabetes mellitus without complications; I10- Essential(primary) hypertension 3.951 1.511 525 616 195 M545- Low backpain 966 965 496 241 175 I10- Essential(primary) hypertension 4.013 1.690 548 368 127 N61- Inflammatorydisorders of breast 199 122 58 57 122 O829- Deliverybycaesareansection, unspecified; O900- Disruptionof caesareansectionwound 12 16 18 18 118 H269- Cataract, unspecified 967 660 327 188 117 I694- Sequelaeof stroke, not specifiedas haemorrhageor infarction 1.264 532 121 60 55 I251- Atherosclerotic heart disease 1.458 863 228 119 48 I119- Hypertensiveheart diseasewithout (congestive) heart failure 1.637 1.686 312 81 30 O829- Deliverybycaesareansection, unspecified 2.186 111 36 22 29 J459- Asthma, unspecified 2.040 703 174 33 19 G409- Epilepsy, unspecified 1.523 803 191 115 16 O820- Deliverybyelectivecaesareansection 1.331 652 79 7 15 Jenis Kasus Kronis Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Diabetes Mellitus 20.419 25.677 4.471 Epilepsi 2.121 2.918 568 Hepatitis 257 253 67 Hipertensi 16.963 22.392 4.793 Lupus 164 250 29 PPOK 294 531 150 Schizophrenia 972 1.958 178 Stroke 3.140 4.883 1.063 Faskes Perujuk Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 FKRTL/Rumah Sakit 84.588 74.907 20.382 Puskesmas 37.959 76.101 15.670 Klinik Pratama 36.761 55.739 9.559 Dokter Umum 4.559 7.316 1.735 Dokter Gigi 1 15 7 NULL 1 2 Faskes Perujuk Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 % FKRTL sama 83.887 74.504 20.357 99,37% FKRTL lain 701 403 25 0,63% Jenis Poli Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 % Poli Lain 138.016 183.708 40.831 94,01% IGD 8.370 11.835 2.890 5,99%
  • 8. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 8Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 86 Juni 2018 kepada petugas IGD terkait penjaminan kasus emergency. Kunjungan rawat jalan yang menjadi perhatian khusus kedua adalah kasus fisioterapi. Berkaca pada nilai unit cost yang relatif rendah maka dapat menjadikan bias standar unit cost apabila kasus fisioterapi ini semakin tinggi akan menurunkan nilai unit cost secara keseluruhan. Tabel-12. Diagnosa Primer kasus fisioterapi dengan frekuensi kunjungan per peserta di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Kunjungan fisioterapi ini sebenarnya menarik, melihat tabel-12 frekuensi kunjungan per pasien/jiwa dengan diagnosa primer other physical therapy hampir 8 kali (7,95 kali) dilakukan kunjungan untuk tiap peserta per tiap diagnosa dengan jumlah kunjungan selama 2 tahun terakhir 21.045 kasus, demikian pula diagnosa primer yang lain seperti tabel-12 yang memuat 15 diagnosa primer tersering kasus fisioterapi seperti care involving use of other rehabilitation procedure dengan frekuensi hampir 12 kali (11,58 kali) kunjungan tiap peserta. Kemudian dihubungkan dengan efektivitas pasien/peserta seperti ditunjukkan pada gambar-6 dibawah ini adalah bentuk grafik proporsi jumlah pasien atau jiwa setiap bulan pelayanan. Ditunjukkan pada pasien yang telah berkontak fisioterapi di FKRTL maka bulan-bulan berikutnya tetap akan mengakses pelayanan fisioterapi di FKRTL. Kondisi demikian yang harus diperjelas adalah bagaimana standar prosedur operasional (SPO) kasus fisioterapi dan sampai kapan dapat diterangkan pasien selesai dilakukan fisioterapi dalam arti sembuh untuk tidak memerlukan lagi pelayanan fisioterapi. Prosedur fisioterapi ini seharusnya bisa efisien apabila dilakukan pembiayaan kapitasi di FKTP dengan fisioterapi dasar dan atau dilakukan pembiayaan perawatan jangka panjang di FKRTL atau di rumah (home care) dengan pembiayaan yang berbeda dari sistem paket episode/kunjungan INACBG’s. Potensi fragmentasi sangat tinggi dan efektivitas dalam pelaksanaan fisioterapi masih menjadi tanda tanya besar. Gambar-6. Proporsi fisioterapi per pasien (jiwa) mulai kunjungan bulan Januari 2016 sampai dengan kunjungan bulan Maret 2018 di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Kunjungan rawat jalan tingkat lanjutan lain dengan biaya tinggi (katastrofik) adalah hemodialisa. FKRTL dengan pelayanan hemodialisa ini hanya ada di 3 (tiga) FKRTL/Rumah Sakit Pemerintah, yaitu RSUD Kota Dumai, RSUD Kabupaten Bengkalis dan RSUD Tengku Rafi’an Siak. Pada kasus hemodialisa di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai juga didapatkan hemodialisa 3 (tiga) kali dalam seminggu dengan diagnosa seperti pada tabel-13. Meski pada kebanyakan kasus hanya dilakukan rutin 2 (dua) kali seminggu. Frekuensi kunjungan hemodialisa ini menjadi perhatian untuk dianalisa lebih lanjut karena referensi dari berbagai sumber tidak dapat ditetapkan frekuensi yang tetap berapa kali dalam seminggu harus dilakukan hemodialisa, hanya bergantung pada indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter penanggung jawab itu sendiri. Tabel-13. Diagnosa Primer kasus hemodialisa dengan frekuensi kunjungan perminggu per peserta di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Terkait hal tersebut sudah pernah dibahas dengan tim Dewan Pertimbangan Medis (DPM) bahwa terdapat beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hemodialisa berulang sampai 3 (tiga) kali atau bahkan lebih. Sebagai bahan analisa maka dapat dilakukan audit medis dengan dukungan data yang lebih lengkap dari rekam medis/SIMRS. Untuk beberapa hal yang berpotensi kecurangan sudah diminimalisir dengan mekanisme fingerprint. Wacana untuk hemodialisa dan secara umum kasus katastrofik ini sebaiknya dilakukan telaah lebih lanjut lagi, mengingat kasus tersebut berbiaya tinggi, kontinyu dan potensi adverse selection besar, tentu saja akan menjadi tidak sehat dalam pola pembiayaan program JKN-KIS. Referensi dari negara-negara yang sudah lebih dulu menggunakan sistem asuransi sosial seperti Jerman tidak menjamin untuk sebagian besar kasus hemodialisa. DiagnosaPrimerKasusFisioterapi Frekuensi Kasus Peserta/ Jiwa UnitCost Z501-Otherphysicaltherapy 7,95 21.045 2.648 Rp122.736 Z508-Careinvolvinguseofotherrehabilitationprocedures 11,58 15.087 1.303 Rp127.920 Z098-Follow-upexaminationafterothertreatmentforotherconditions 4,46 10.435 2.342 Rp116.049 Z509-Careinvolvinguseofrehabilitationprocedure,unspecified 4,28 638 149 Rp153.698 M545-Lowbackpain 1,17 365 313 Rp125.220 Z743-Needforcontinuous supervision 1,38 311 225 Rp109.282 M512-Otherspecifiedintervertebraldisc displacement 1,36 114 84 Rp132.319 M750-Adhesivecapsulitis ofshoulder 1,12 96 86 Rp125.203 M179-narthrosis,unspecified 1,17 70 60 Rp139.084 M478-Otherspondylosis 1,33 64 48 Rp133.314 I64-Stroke,notspecifiedashaemorrhageorinfarction 1,25 60 48 Rp123.527 M170-Primarynarthrosis,bilateral 1,14 56 49 Rp133.188 Z094-Follow-upexaminationaftertreatmentoffracture 2,13 49 23 Rp127.537 M791-Myalgia 1,05 42 40 Rp124.312 Z038-Observationforothersuspecteddiseasesandconditions 1,29 36 28 Rp118.069 DiagnosaPrimer Hemodialisa 1X 2X 3X Z992- Dependenceonrenaldialysis 2.436 11.387 86 Z491- Extracorporealdialysis 733 1.947 30 N189- Chronic renalfailureunspecified& Chronic renalfailure,unspecified 1 Z098- Follow-upexaminationafter other treatmentfor other conditions 20 36 1 Z743- Needfor continuous supervision 1
  • 9. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 9Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 96 Juni 2018 VII. RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN Sejak program JKN-KIS dimulai tahun 2014 untuk kasus rawat inap di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai menempatkan posisi teratas adalah kasus operasi Sectio Caesaria sebagai kasus terbanyak dan biaya tertinggi (ditunjukkan pada tabel-14 grouping INACBG’s kunjungan rawat inap 15 tertinggi). Kondisi di rumah sakit lain secara nasional juga berlaku demikian. Hal tersebut menjadi terkesan tidak wajar apabila melihat kasus persalinan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Menjadi pertanyaan besar apakah tidak ada kesamaan visi dan sinergi antara program pemerintah lain seperti BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dengan Program Keluarga Berencana. Proyeksi angka kelahiran yang meningkat setiap tahunnya maka dalam jangka panjang diprediksi terjadi peningkatan jumlah penduduk secara besar- besaran. Dampaknya akan berimbas kepada kehidupan sosial, ekonomi, jaminan kesehatan dan pendidikan di masa yang akan datang apabila jumlah penduduk tidak terkendali. Terlepas dari hal tersebut dilakukan telaah kasus persalinan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai, tetapi tidak didapatkan angka akurat dari persalinan normal di bidan jejaring karena masih terkendala jumlah klaim non-Kapitasi yang sebagian besar belum ditagihkan sejak tahun pelayanan 2017. Permasalahan ini pernah didiskusikan terkait kepuasan provider bidan jejaring di wilayah kerja Cabang Dumai untuk melakukan tagihan ke BPJS Kesehatan. Disampaikan ketua IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Kota Dumai, menurutnya klaim persalinan normal cukup lama, sulit dan terkena pajak langsung yang dipotong dari biaya klaim. Asumsi yang muncul di permukaan juga bermacam-macam diantaranya karena tarif persalinan dinilai relatif rendah dan proses klaim yang dinilai sulit sehingga mengakibatkan terjadinya potensi kecurangan yang terkoordinasi antara bidan jejaring untuk merujuk pasien bersalin agar dapat melakukan persalinan di FKRTL dengan operasi sectio caesaria yang berbiaya besar. Tabel-14. INACBG’s 15 terbanyak rawat inap di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Tabel-15. Diagnosa Primer 15 terbanyak rawat inap di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Data pada tabel-15 diagnosa primer terbanyak juga tidak jauh berbeda, yaitu kasus persalinan dan bayi dari penyulit persalinan Sectio Caesaria. Keadaan demikian ini membuat unit cost kasus persalinan dengan operasi Sectio Caesaria meningkat cukup signifikan karena sebagian besar ditagihkan sekaligus dengan grouping INACBG’s bayi dari penyulit persalinan Sectio Caesaria. Tabel-16. Diagnosa Primer 15 terbanyak rawat inap dengan INACBG’s Persalinan Sectio Caesaria di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Gambar-7. Jumlah kasus per range usia dengan Persalinan Sectio mulai bulan pelayanan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret 2018 DeskripsiINACBGs Tahun2016 Tahun2017 Tahun2018 O-6-10OperasiPembedahanCaesar 3.500 5.473 1.039 P-8-17Neonatal,BBL>2499gramTanpaProsedurMayor 1.703 2.940 505 O-6-13PersalinanVaginal 1.288 1.726 287 K-4-17NyeriAbdomen&GastroenteritisLain-lain 1.667 1.591 366 K-4-18GangguanSistemPencernaanLain-lain 514 1.525 331 L-1-40ProsedurPadaKulit,JaringanBawahKulit 765 1.036 295 U-4-13PeradanganEpiglotis,TelingaTengah,ISPAdanLaringotrakeitis 480 914 I-4-17Hipertensi 517 851 179 Z-4-12Faktor-Faktor YangMempengaruhi StatusKesehatanLain-lain 568 840 157 I-4-12KegagalanJantung 806 193 J-4-17Penyakit ParuObstruktifKronis 462 783 192 W-4-16GangguanAntepartum 604 777 168 E-4-10PenyakitKencingManis&GangguanNutrisi/Metabolik 528 740 154 J-4-16SimplePneumonia&WhoopingCough 730 187 A-4-13InfeksiViral&Non-BakterialLain 1.231 728 K-1-13ProsedurAppendik 537 158 J-4-15PeradangandanInfeksiPernafasan 156 G-4-15KecederaanPembuluhDarahOtakNonSpesifik&PenyumbatanPre-CerebralTanpa Infark 555 Diagnosa Primer Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 P034 - Fetus and newborn affected bycaesarean delivery 1.718 2.927 483 O342 - Maternalcare due to uterine scar from previous surgery 837 1.138 178 K30 - Dyspepsia 296 1.067 241 A099 - Gastroenteritis and colitis of unspecified origin 738 190 I64 - Stroke, not specified as haemorrhage or infarction 560 624 O808 - Other single spontaneous delivery 512 586 J180 - Bronchopneumonia, unspecified 524 120 I10 - Essential(primary) hypertension 369 505 127 J459 - Asthma, unspecified 438 92 J449 - Chronic obstructive pulmonarydisease, unspecified 424 124 E119 - Non-insulin-dependent diabetes mellitus without complications 422 91 O410 - Olihydramnios 410 83 O420 - Premature rupture of membranes, onset oflabour within 24 hours 410 117 J069 - Acute upper respiratoryinfection, unspecified 399 O322 - Maternalcare for transverse and oblique lie 389 K409 - Unilateralor unspecified inguinal hernia, without obstruction or 320 85 O210 - Mild hyperemesis gravidarum 311 89 I500 - Congestive heart failure 283 A010 - Typhoid fever 84 I110 - Hypertensive heart disease with congestive heart failure 78 E115 - Non-insulin-dependent diabetes mellitus with peripheralcirculatory complications 292 A91 - Dengue haemorrhagic fever 803 R509 - Fever, unspecified 297 R101 - Pain localized to upper abdomen 416 A09 - Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin 996 O821 - Deliverybyemergencycaesarean section 412 DiagnosaPrimerO-6-10 Kasus UnitCost BiayaVerifikasi O342-Maternalcareduetouterinescarfrom previous surgery 2.125 5.312.827Rp 11.289.758.100Rp O322-Maternalcarefortransverseandobliquelie 676 5.143.234Rp 3.476.826.500Rp O330-Maternalcarefordisproportionduetodeformityofmaternalpelvic bones 632 5.015.729Rp 3.169.940.700Rp O410-Olihydramnios 511 5.090.603Rp 2.601.297.900Rp O821-Deliverybyemergencycaesareansection 505 4.733.381Rp 2.390.357.200Rp O321-Maternalcareforbreechpresentation 486 5.018.469Rp 2.438.975.800Rp O141-Severepre-eclampsia 346 5.073.585Rp 1.755.460.300Rp O829-Deliverybycaesareansection,unspecified 282 4.659.995Rp 1.314.118.600Rp O48-Prolongedpregnancy 277 5.036.901Rp 1.395.221.700Rp O441-Placentapraeviawithhaemorrhage 261 5.061.008Rp 1.320.923.200Rp O429-Prematureruptureofmembranes,unspecified 205 5.083.172Rp 1.042.050.200Rp O639-Longlabour,unspecified 185 5.068.266Rp 937.629.200Rp O339-Maternalcarefordisproportion,unspecified 182 5.052.677Rp 919.587.300Rp O420-Prematureruptureofmembranes,onsetoflabourwithin24hours 182 5.226.466Rp 951.216.900Rp O664-Failedtrialoflabour,unspecified 163 5.098.974Rp 831.132.800Rp
  • 10. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 10Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 106 Juni 2018 Hampir sebagian besar kasus sectio caesaria adalah dengan diagnosa primer bekas sectio caesaria sebelumnya (tabel-16). Maka perlu dibahas lebih rinci lagi dengan Organisasi Profesi Kedokteran Kebidanan dan Ginekelogi (POGI) mengenai batasan untuk dilakukan sectio caesaria yang berhubungan dengan riwayat sectio caesaria sebelumnya. Kemudian pada gambar-7 ditampilkan range usia untuk persalinan sectio caesaria ini yang tampak tidak relevan dengan usia kehamilan berisiko tinggi. Referensi dari batasan kehamilan risiko tinggi ini sebenarnya dalam klinis sudah dipetakan oleh dr. Poedji Rochjati, Sp.OG dengan kartu skor/skala penilaian hamil dengan risiko tinggi tetapi dalam keseharian sepertinya belum diterapkan secara optimal. Sudah pernah dilakukan diskusi dengan ketua POGI Provinsi Riau bahwa dalam klinis sudah dibuat SOP (Standar Operasional Prosedur) atau PPK (Pedoman Pelayanan Klinis) sedemikian rupa tetapi sering tidak dilakukan dan berasumsi pada pengalaman klinis operator saja. Hal ini seharusnya dapat menjadi masukan untuk regulator/pembuat kebijakan agar pelaksanaan terapan klinis sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam rangka efektivitas dan efisiensi sesuai kebutuhan serta rasional. Kunjungan rawat inap yang lain adalah beberapa grouping INACBG’s (K-4-17 dan K-4-18) yang ditampilkan pada tabel-17 dengan diagnosa primer dyspepsia dan gastritis maupun gastroenteritis, ada kecenderungan terjadi perubahan koding pada kondisi yang sebenarnya hampir sama setelah ada perubahan tarif pada Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 yang mengkondisikan tarif dyspepsia cenderung lebih tinggi tarifnya ketimbang gastritis. Masih banyak perlu perbaikan dalam penetapan dan kesamaan pemahaman dalam menentukan kode ICD dengan tidak melihat pada kecenderungan memilih tarif yang lebih tinggi. Rawat inap yang lain adalah kondisi yang seharusnya bisa dilakukan penatalaksanaan di FKTP tetapi dirujuk dan dilakukan rawat inap di FKRTL, seperti gastroenteritis, gangguan sistem pencernaan lain yang pada umumnya adalah kelompok penyakit cenderung lebih tinggi prevalensi pada anak-anak tetapi ditemukan juga dengan jumlah relatif sama dan tidak berbeda signifikan pada usia muda, dewasa, dan orang tua (ditunjukkan pada gambar-8). Gambar-8. Jumlah kasus per range usia dengan CBGs K-4-17 dan K- 4-18 mulai bulan pelayanan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret 2018 Tabel-17. Diagnosa primer 15 terbanyak rawat inap INACBG’s K-4-17 dan K-4-18 di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Yang menarik juga diperlihatkan pada tabel-17 indikator unit cost yang relatif rendah akan menjadi bias apabila jumlah kasus tersebut semakin banyak dan cenderung menurunkan unit cost secara keseluruhan. Tetap disini yang menjadi perhatian adalah apakah sudah sesuai dengan indikasi medis untuk dilakukan rawat inap. Kasus yang lain ditelaah lebih rinci lagi berdasarkan grouping INACBG’s prosedur pada kulit, jaringan bawah kulit (L-1-40), didapatkan rerata adalah merupakan kasus dengan diagnosa primer benign neoplasma (tabel-18). Perlu identifikasi lebih rinci terkait morfologi, lokasi dan sifat neoplasma itu sendiri, tetapi yang menjadi perhatian apakah pada kasus tersebut ada indikasi rawat inap atau hanya cukup rawat jalan atau bahkan seharusnya bisa dilakukan tata laksana di FKTP. Tabel-18. Diagnosa primer 15 terbanyak rawat inap INACBG’s L-1-40 di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai Khusus untuk rawat inap dikenal severity level yang menunjukkan derajat keparahan suatu penyakit dalam klasifikasi grouping INACBG’s. Severitas ini biasanya berkaitan dengan komorbid/komplikasi meskipun pada beberapa kasus tanpa komorbid/komplikasi sudah menunjukkan derajat severity level menjadi II datau III. Yang disampaikan berikut adalah diagnosa sekunder yang dapat meningkatkan severity level seperti pada tabel-19. Tampak dominan di FKRTL wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai adalah penyulit dengan DiagnosaPrimerK-4-17danK-4-18 Kasus Unit Cost BiayaVerifikasi K30-Dyspepsia 1.604 1.657.192Rp 2.658.135.400Rp A09- Diarrhoeaandgastroenteritis ofpresumedinfectious origin 1.163 2.264.985Rp 2.634.178.100Rp A099-Gastroenteritis andcolitis ofunspecifiedorigin 951 1.646.112Rp 1.565.452.300Rp R101-Painlocalizedtoupperabdomen 646 2.127.832Rp 1.374.579.500Rp R104-Otherandunspecifiedabdominalpain 286 1.828.736Rp 523.018.400Rp A090-Otherandunspecifiedgastroenteritis andcolitis ofinfectious origin 248 1.845.161Rp 457.600.000Rp K529-Noninfectivegastroenteritis andcolitis,unspecified 135 2.086.159Rp 281.631.500Rp K921-Melaena 129 2.114.826Rp 272.812.600Rp K922-Gastrointestinalhaemorrhage,unspecified 127 1.939.861Rp 246.362.300Rp R11-Nauseaandvomiting 113 1.821.670Rp 205.848.700Rp K920-Haematemesis 45 2.003.609Rp 90.162.400Rp R100-Acuteabdomen 36 1.881.522Rp 67.734.800Rp A060-Acuteamoebic dysentery 31 1.938.442Rp 60.091.700Rp K36-Other appendicitis 30 2.018.333Rp 60.550.000Rp K590-Constipation 30 1.668.673Rp 50.060.200Rp DiagnosaPrimerL-1-40 Kasus Unit Cost D481-Neoplasm ofuncertainorunknownbehavior ofconnectiveandother soft tissue 280 3.276.893Rp D210-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueofhead,faceandneck 194 4.308.303Rp D487-Neoplasm ofuncertainorunknownbehavior ofother specifiedsites 149 5.319.483Rp D212-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueoflowerlimb,including hip 145 4.450.000Rp D211-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueofupper limb,including shoulder 131 4.444.315Rp D213-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueofthoraxAxilla 91 4.469.962Rp D486-Neoplasm ofuncertainorunknownbehavior ofbreast 85 3.119.091Rp D179-Benignlipomatous neoplasm,unspecified 60 4.024.062Rp D219-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissue,unspecified 54 4.698.159Rp D233-Otherbenignneoplasm ofskinof other andunspecifiedparts offace 46 3.964.267Rp D180-Haemangioma, anysite 41 4.022.393Rp D216-Otherbenignneoplasm ofconnectiveandothersofttissueoftrunk,unspecified 37 4.090.205Rp D234-Otherbenignneoplasm ofskinof scalpandneck 34 4.219.818Rp D237-Otherbenignneoplasm ofskinof lowerlimb,includinghip 32 4.040.050Rp D235-Otherbenignneoplasm ofskinof trunk 29 3.969.683Rp
  • 11. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 11Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 116 Juni 2018 kondisi anaemia. Hal ini bahkan sudah diatur didalam regulasi HK Menkes Nomor 03.03/Menkes/518/2016 tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan klaim INACBG’s bahwa beberapa kasus meskipun dalam kondisi anaemia tidak serta merta dapat dientrikan kode anaemia. Berdasarkan data audit klaim sudah berhasil dilakukan audit klaim terkait diagnosa anaemia ini dan sudah dilakukan koordinasi dengan manajemen FKRTL untuk penggunaan kode anaemia ini agar sesuai dengan kaidah koding ICD dan ketentuan yang diberlakukan melalui regulasi dari Kementerian Kesehatan dan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK). Tabel-19. Diagnosa Sekunder 15 terbanyak rawat inap yang merupakan komorbid/komplikasi menjadi severity level II dan III Dari hasil telaah yang dilakukan dan dipaparkan diatas adalah gambaran utilisasi pembiayaan pelayanan kesehatan di FKRTL wilayah kerja Cabang Dumai selama periode pembebanan bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Maret 2018. Hal ini menunjukkan masih banyak yang butuh untuk pembenahan seperti idealnya dilakukan Utilization Review pada managed care. VIII. PEMBAHASAN Pembahasan data utilisasi ini sebenarnya bukan definisi utilization review secara tepat, tetapi makalah ini dikhususkan melihat gambaran peningkatan kunjungan pasien yang merupakan suatu permasalahan tersendiri terkait efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan kesehatan. Tetapi dari sudut pandang yang lain dapat menjadi cerminan keberhasilan Program JKN-KIS karena program ini menghapus hambatan finansial masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan. Untuk itu, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara dan keterlibatan manajemen rumah sakit serta stakeholder lain yang harus cerdas dan cepat menemukan solusi yang tepat dalam merancang terobosan yang efektif sehingga meminimalkan dampak pelaksanaan Program JKN-KIS. Apabila FKRTL/Rumah Sakit tidak bersiap diri menata manajemen pelayanan kesehatan, mencukupi kebutuhan tenaga medis dan paramedis, melengkapi kebutuhan sarana dan peralatan medis, maka pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi, aman, rasional dan efektif tidak akan pernah terwujud. Beberapa hal yang dibahas pada makalah ini adalah membandingkan kondisi ideal fungsi Utilization Review dihubungkan dengan faktor penyebab yang dimungkinkan menjadi akibat data utilisasi pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan program JKN-KIS masih belum optimal, kurang sesuai dengan kebutuhan, kurang rasional sehingga tidak efektif dan efisien. Seperti yang sudah dikenal Utilization Review merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengendalian biaya, tetapi hal ini tidak hanya dapat dilakukan secara retrospektif saja. Yang sering dipelajari tentang UR ini adalah bagaimana UR ini dapat diterapkan prospective, concurrent dan retrospective bahkan dilakukan perencanaan dengan baik pada saat pasien selesai rawat inap untuk kontrol berikutnya (Discharge Planning). Melihat budaya secara umum pada saat ini FKRTL di Indonesia masih belum menerapkan hal seperti ini. Disampaikan secara teori ada beberapa mekanisme yang dapat diadopsi dari UR dalam managed care, diantaranya sebagai berikut: A. Manajemen Kasus (Case Management) Manajemen kasus digunakan untuk kondisi-kondisi serius, rumit dan berlarut-larut seperti prematuritas, trauma hebat, kanker, dan AIDS. Manajer kasus (biasanya perawat) menangani setiap kasus secara individual, mengidentifikasi pengobatan yang paling cost-effective untuk penyakit-penyakit yang sangat membutuhkan banyak sumber daya. Manajer kasus bekerja bersama para dokter dan profesional kesehatan lainnya serta pasien dan keluarganya dalam perencanaan perawatan. Kasus katastrofik yang dikelola secara tepat dapat memaksimalkan manfaat jaminan pelayanan kesehatan bagi pasien, apabila hal tersebut tidak dilakukan, akses untuk mendapatkan sumber daya mungkin terbatas karena terbentur ketentuan batas manfaat maksimum dari suatu program jaminan/asuransi. Pada implementasi pembiayaan program JKN-KIS ini dengan masih mengacu dengan paket per-episode maka masih sering ditemukan potensi kecurangan dengan fragmentasi, misalnya dengan plafon INACBG’s sudah habis maka pasien dirujuk ke FKRTL lain ataupun melakukan fraud dengan code creeping/upcoding yang sengaja menaikkan tarif dengan dalih menyesuaikan tarif riil FKRTL. Hal ini juga belum didukung kemampuan manajemen FKRTL dalam melakukan kendali mutu dan kendali biaya. Manajemen kasus juga seharusnya didukung oleh Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya, tetapi sayangnya lagi masih belum optimal dan kemungkinan disebabkan adanya konflik kepentingan di dalamnya. Maka sebenarnya siapa yang ideal melakukan tugas berat sebagai manajemen kasus ini, apakah dari BPJS Kesehatan yang secara wewenang tidak dapat terlibat langsung dalam kewenangan medis. Apabila memungkinkan bisa dibentuk tim khusus dari BPJS Kesehatan dengan kemampuan medis dan wewenang lebih terkait manajemen medis serta didukung Organisasi Profesi yang kompeten dalam melakukan manajemen kasus. B. Telaah Utilisasi Rawat Inap (Inpatient Utilization Review) Telaah utilisasi rawat inap (inpatient utilization review) melibatkan beberapa komponen seperti dokter penanggung jawab, dokter konsultan, dan komite medis yang berperan aktif dalam manajemen pasien pada saat rawat inap. Apabila dirangkum merupakan bagian yang signifikan dari program manajemen utilisasi dan harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini dituntut DiagnosaSekunderSeverityLevelIIdanIII Kasus UnitCost BiayaVerifikasi D649-Anaemia,unspecified 664 4.512.857Rp 2.996.536.900Rp D638-Anaemiainotherchronicdiseasesclassifiedelsewhere 215 4.411.813Rp 948.539.900Rp NULL 162 4.943.331Rp 800.819.700Rp Z370-Singlelivebirth;O800-Spontaneousvertexdelivery 145 2.231.974Rp 323.636.300Rp O800-Spontaneousvertexdelivery;Z370-Singlelivebirth 119 2.245.532Rp 267.218.300Rp Z370-Singlelivebirth;O809-Singlespontaneousdelivery,unspecified 108 1.990.796Rp 215.006.000Rp O809-Singlespontaneousdelivery,unspecified;Z370-Singlelivebirth 91 2.006.981Rp 182.635.300Rp O990-Anaemiacomplicatingpregnancy,childbirthandthepuerperium 84 3.843.949Rp 322.891.700Rp J449-Chronicobstructivepulmonarydisease,unspecified 74 4.375.223Rp 323.766.500Rp A162-Tuberculosisoflung,withoutmentionofbacteriologicalorhistological confirmation 61 3.382.146Rp 206.310.900Rp J180-Bronchopneumonia,unspecified 56 4.696.666Rp 263.013.300Rp J189-Pneumonia,unspecified 55 4.675.805Rp 257.169.300Rp I500-Congestiveheartfailure 53 4.031.343Rp 213.661.200Rp E880-Disordersofplasma-proteinmetabolism,notelsewhereclassified 51 5.579.151Rp 284.536.700Rp N390-Urinarytractinfection,sitenotspecified 46 3.557.143Rp 163.628.600Rp
  • 12. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 12Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 126 Juni 2018 operasionalnya dilakukan sesuai prosedur dan tidak melakukan variasi klinis/medis dengan output pelayanan efektif, efisien sesuai kebutuhan medis dan rasional. C. Telaah Prospektif (Prospective Reviews) Telaah prospektif (prospective reviews) memiliki beberapa bentuk seperti yang akan diuraikan berikut: 1) Surat Perintah Rawat Inap, Sertifikasi Pra Rawat Inap (Preadmission Certification) Idealnya legalitas dalam bentuk surat perintah rawat inap inilah yang dianggap sebagai sertifikasi pra Rawat Inap. Dilakukan sebelum pasien dirawat di rumah sakit untuk digunakan dalam menentukan ketepatan rencana, prosedur, atau lama perawatan. Tetapi dalam pelaksanaannya surat tersebut tidak memuat secara detil informasi indikasi rawat atau sebagai identifikasi awal, yang apabila memungkinkan pasien cukup rawat jalan saja. Bila ternyata diperlukan pelayanan rawat- inap, maka usulan perkiraan lama perawatan serta prosedur yang dimintakan dibandingkan dengan standar normal untuk menentukan ketepatannya. Preotorisasi ini akan menentukan apakah pengobatan yang diusulkan secara medis diperlukan (medically necessary) dan bila memang perlu maka diberikan otorisasi penjaminan untuk pelayanan. Tetapi bila usulan pengobatan dianggap tidak perlu atau tidak layak maka otorisasi penjaminan tidak diberikan. 2) Pra Sertifikasi Rawat Jalan (Outpatient Precertification) Pra sertifikasi rawat jalan dilakukan untuk menentukan ketepatan prosedur rawat jalan, seperti pembedahan. Pra sertifikasi digunakan juga untuk memantau perawatan di rumah (home health care) dan ketentuan penggunaan peralatan medis di rumah, di samping untuk mengevaluasi penyakit dengan diagnosa berbiaya dan risiko-tinggi. Ini dilakukan dengan cara yang mirip pada sertifikasi pra rawat inap. Salah satu metode preotorisasi yang umum adalah pra sertifikasi rawat jalan (outpatient precertification). 3) Otorisasi Rujukan (Referral Authorization) Metode preotorisasi lainnya yang umum dikenal adalah otorisasi rujukan (referral authorization). Otorisasi rujukan ke spesialis dan pelayanan spesialis diberikan oleh gatekeeper dokter pelayanan primer atau idealnya diawasi oleh program UR dari BPJS Kesehatan. Otorisasi rujukan umumnya dibuat untuk satu kali kunjungan. Otorisasi ini dimaksudkan sebagai kontrol untuk mendorong adanya telaah setelah satu kunjungan rujukan spesialis. Klaim untuk lebih dari sekali kunjungan tidak dibayar. D. Concurrent Review (Telaah peserta yang sedang dirawat) Concurrent review (telaah peserta yang sedang dirawat) adalah melakukan verifikasi kebutuhan kelanjutan perawatan di rumah sakit dan menentukan ketepatan pengobatan di rumah sakit tersebut. Concurrent review kadang-kadang dilakukan di tempat oleh perawat peninjau yang memeriksa catatan medis dan mewawancarai care-givers pasien (dan kadang- kadang pasien dan keluarga pasien) untuk menentukan ketepatan lama rawat-inap dan pengobatan sesuai kondisi yang bersangkutan. Hal ini dilakukan pada saat masih menjadi PT. ASKES (Persero) dengan customer visite. Tetapi sudah tidak menjadi budaya lagi di BPJS Kesehatan dikarenakan jumlah pegawai tidak berbanding dengan jumlah kasus rawat inap yang sangat tinggi. E. Discharge Planning (Perencanaan pelayanan ketika pasien keluar dari rumah sakit) Discharge planning (Perencanaan pelayanan ketika pasien keluar dari rumah sakit) merencanakan dan mengelola pelayanan yang perlu diberikan bagi pasien saat pulang dari rawat inap. Discharge planning umumnya disusun oleh perawat terdaftar (registered nurse) dengan memperhatikan kesinambungan pelayanan. Discharge planning seringkali diintegrasikan dengan concurrent review dan case management dan akan membantu tercapainya tujuan perencanaan yaitu mencari alternatif pelayanan rawat inap yang paling layak dan cost-effective. Discharge planning merupakan metode pengendalian biaya dan mengarahkan pelayanan yang tepat ketika pasien keluar dari rumah sakit. Rencana ini seharusnya telah disusun sedini mungkin saat pasien masih dirawat. Bagi pasien yang belum sepenuhnya pulih dan/atau tidak memerlukan pelayanan rumah sakit yang sifatnya khusus serta mahal, discharge planning akan menjamin bahwa ketika pasien keluar dari rumah sakit, ia akan memperoleh pelayanan yang tepat, aman, dan cost-effective. Hal ini yang diperlihatkan pada data utilisasi di atas terkait kunjungan kontrol yang malah menjadi tidak terkontrol pembiayaannya. Bagaimana pasien pada saat akan keluar dari rumah sakit sudah dilakukan perencanaan untuk penatalaksanaan terapi berikutnya, apakah tetap kontrol di FKRTL, sampai kapan kontrol dilakukan di FKRTL atau apakah sudah dapat dikembalikan ke FKTP. F. Retrospective Claims Review (Telaah Klaim Retrospektif) Retrospective claims review (telaah klaim retrospektif) memeriksa ketepatan pelayanan yang telah diberikan untuk menentukan biaya apa saja yang patut dan harus diganti. Retrospective claims review rumah sakit secara khusus menggunakan berbagai peralatan penapis klaim, telaah klinis awal dilakukan oleh perawat, dan selanjutnya oleh dokter dan konsultan. Indikator khusus yang dapat digunakan untuk melihat efektifitas pelayanan medis adalah kejadian dirawatnya kembali pasien (readmission) ke rumah sakit dengan diagnosa yang sama dalam waktu 30 hari setelah keluar dari rumah sakit, atau masuk ruang gawat darurat setelah keluar dari rumah sakit. Retrospective utilization review adalah evaluasi mengenai kebutuhan dan ketepatan pelayanan setelah pelayanan itu dilaksanakan Pada skema Program JKN-KIS hanya dilakukan dengan proses verifikasi, apalagi dengan proses simplifikasi VIDI maka rincian data klaim tidak menjadi suatu hal yang dapat dilihat dan dilakukan analisa untuk dapat dijaminkan atau tidak. G. Post Payment Utilization Review (Telaah Utilisasi Pasca Pembayaran) Beberapa kriteria telaah utilisasi pasca pembayaran post payment review dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kinerja dokter atau kelompok dokter, secara retrospektif. Dalam hal ini BPJS Kesehatan melakukan audit klaim yang sebenarnya tidak sama persis untuk penilaian kinerja FKRTL tetapi hanya
  • 13. BPJS Kesehatan Cabang Dumai 13Telaah Utilisasi Dalam Upaya Pengendalian Biaya di FKRTL 136 Juni 2018 sampai pada penilaian layak atau tidaknya klaim yang sudah dibayarkan. IX. KESIMPULAN Pengelolaan data utilisasi dan pelaksanaan telaah utilisasi secara rutin sangat dibutuhkan untuk menentukan arah kebijakan penjaminan program JKN-KIS dalam jangka panjang dan sebagai bagian dari upaya pengendalian untuk mencegah kebocoran anggaran dan inefisiensi biaya pelayanan kesehatan. Kegiatan telaah utilisasi dapat menjadi ajang bagi peneliti untuk mengolah data yang tersedia melalui analisa deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hal ini dapat diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan join research dengan berbagai institusi penelitian di Indonesia. Hasil output kegiatan penelitian tersebut dapat diadopsi dalam membuat kebijakan untuk pembiayaan program JKN-KIS yang berbasis managed care. Hal yang menjadi anomali data dan harapan secara umum adalah mendapatkan kondisi pelayanan kesehatan dan penjaminan yang ideal agar didapatkan program JKN- KIS menjadi efektif, efisien, tepat sesuai kebutuhan dan rasional. Stakeholder dan Pemerintah harus dilibatkan dan diberikan informasi keluaran penelitian sebagai dasar untuk analisa kebijakan. Harapan peran aktif stakeholder secara holistik baik pemerintah, peserta/masyarakat, institusi pendidikan/penelitian, dan provider pelayanan kesehatan untuk mendukung dan melakukan telaah utilisasi atas pembiayaan pelayanan kesehatan Program JKN-KIS. X. REFERENSI 1. PAMJAKI. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan. Jakarta: PAMJAKI;2014.