Peradaban India Kuno (Sejarah Peminatan) oleh X IIS 2 SMA Labschool JakartaFadhira Mediana
Presentasi tentang sejarah peradaban India Kuno untuk tugas matpel Sejarah Peminatan oleh kelompok Arinda Fadhliyah, Alyssa Xanina, Evira Novitasari, Fadhira Mediana, Fanindya Dwimartha, Lulu Lidya, dan Thea Mutiara dari kelas X IIS 2 SMA Labschool Jakarta (2014/2015).
Peradaban India Kuno (Sejarah Peminatan) oleh X IIS 2 SMA Labschool JakartaFadhira Mediana
Presentasi tentang sejarah peradaban India Kuno untuk tugas matpel Sejarah Peminatan oleh kelompok Arinda Fadhliyah, Alyssa Xanina, Evira Novitasari, Fadhira Mediana, Fanindya Dwimartha, Lulu Lidya, dan Thea Mutiara dari kelas X IIS 2 SMA Labschool Jakarta (2014/2015).
Masa berburu dan Meramu (mengumpulkan makanan) SejarahSafira Safitri
1.Perkembangan politik
Mereka hidup berkelompok dan sudah memiliki pemimpin
Pemimpin mereka sangat dihormati dan di taati.
Sudah ada pembagian tugas, bagi pria bertugas berburu. Bagi wanita bertugas mencari buah buahan dan mengurus anak
Pemimpin dipilih berdasar kesanggupan melindungi kelompok
2.Kehidupan Sosial
Telah mengenal kehidupan kelompok. Jumlah anggota dalam tiap kolompok sekitar 10-15 orang.
Hidup selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Hubungan antara anggota kelompok sangat erat.
3.Perkembangan Ekonomi
Mencari makanan hanya untuk kelangsungan hidupnya.
Hasil burunya dibawa ke gua.
Belum mengenal distribusi hasil buruannya.
Setelah kawasan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhannya mereka pindah.
Setelah di temukan alat batu dan tulang hidupnya lebih efektif dan efisien.
Mulai menggunakan mata panah, bilah, dan sudip dalam berburu sehingga tidak perlu banyak orang lagi.
Menggunakan anjing untuk membantu kegiatan berburu.
4.Kegiatan Ekonomi
Masyarakat prasejarah masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat bergantung kepada alam lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan, mereka menggunakan apa saja yang tersedia di sekitar mereka, tanpa mengolah lebih lanjut.
Kebutuhan akan makanan dipenuhi dengan cara berburu dan mengumpulkan bahan yang bisa dimakan. Mereka berburu binatang dalam hutan, menangkap ikan, mencari kerang dan siput di laut atau sungai. Mereka mengumpulkan umbi-umbian, daun-daunan, dan biji-bijian di lingkungan sekitar.
5.Kebutuhan akan tempat tinggal dipenuhi dengan cara membuat tempat berlindung dan daun-daunan. Pada perkernbangan berikutnya, mereka menghuni gua-gua.
Mereka memilih tempat tinggal yang dekat dengan sumber air atau sungai yang terdapat sumber makanan. Tempat tersebut akan ditinggalkan dan pindah ke tempat baru, apabila tidak tersedia lagi sumber makanan.
6.SISTEM KEPERCAYAAN
Munculnya kepercayaan dilatarbelakangi oleh kesadaran adanya jiwa yang abstrak. Dalam pemikiran manusia, jiwa ditransformasikan sebagai makhluk halus atau roh halus, yang biasa dijadikan objek pemujaan.
7.Hasil Kebudayaan
memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, kayu, maupun tulang dalam upaya membantu mempermudah melakukan pekerjaannya.
Peralatan yang digunakan sangat sederhana.
Mereka telah mengenal api untuk memasak ataupun mengusir binatang buas.
dari sisi komunikasi, mulai menggunakan bahasa yang masih sangat sederhana
Wilayah Indonesia, terutama di daerah lembah sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas, merupakan daerah temuan fosil manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Setelah ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus tersebut orang mulai mengadakan penyelidikan di sekitar Trinil. Pada tahun 1931 dan 1934 Dr. G.H.R. Von Koenigswald di daerah Ngandong, masih di wilayah lembah Bengawan Solo menemukan dua tulang paha dan sebelas tengkorak. Sebagian dari tengkorak itu sudah rusak, tetapi ada beberapa yang masih baik dan bisa digunakan untuk penelitian yang saksama. Penyelidikan yang dilakukan Dr. G.H.R. Von Koenigswald dan Weidenriech menunjukkan bahwa mahluk ini tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus, bahkan mungkin dapat digolongkan kepada manusia (homo sapiens). Pada tahun 1936 Dr. G.H.R. Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba ketika mengadakan penelitian di lembah sungai Solo di dekat Mojokerto. Ia menemukan kerangka manusia yang diperkirakan lebih tua daripada sisasisa yang ditemukan oleh Dr. Eugene Dubois. Fosil manusia purba jenis tersebut ditemukan di daerah Wajak, dekat Tulung Agung, Jawa Timur. Makhluk tersebut di sebut Homo Mojokertensis. Para ahli menyebutnya Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak. Fosil manusia purba dari Mojokerto itu merupakan fosil anak-anak. Menurut ahli purbakala Tn. Van der Hoop, Homo Mojokertensis hidup kira-kira 600.000 tahun yang lalu, sedangkan mahluk Pithecantropus Erectus 300.000 tahun yang lalu. Pada tahun 1939, Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba di lembah Bengawan Solo, desa Perning di dekat kota Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini berupa tengkorak kanak-kanak yang tampak pada giginya yang diperkirakan berusia 5 tahun. Jenis manusia purba ini disebut Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Pada tahun yang sama Von Koenigswald menemukan lagi fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan Solo. Jenis manusia purbanya disebut Pithecantropus Robusta, artinya manusia kera yang kuat tubuhnya. Disebut demikian karena bentuk tubuhnya lebih besar dan kuat daripada Pithecantropus Erectus.
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba. Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa dan Pithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak. Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2, yaitu Homo Soloensis yang berarti manusia purba dari Solo dan Homo Wajakensis yang berarti manusia purba dari Wajak.
Pengelolaan Sumber Daya Alam [IPS Kelas 8] SMPN 2 BREBESGita Nur Lintang
Ini adalah salah satu materi presentasi kami ketika di jenjang SMP
saya mengirim kembali untuk teman-teman yang membutuhkan, jangan lupa untuk mencantumkan sumbernya. semoga bermanfaat
Masa berburu dan Meramu (mengumpulkan makanan) SejarahSafira Safitri
1.Perkembangan politik
Mereka hidup berkelompok dan sudah memiliki pemimpin
Pemimpin mereka sangat dihormati dan di taati.
Sudah ada pembagian tugas, bagi pria bertugas berburu. Bagi wanita bertugas mencari buah buahan dan mengurus anak
Pemimpin dipilih berdasar kesanggupan melindungi kelompok
2.Kehidupan Sosial
Telah mengenal kehidupan kelompok. Jumlah anggota dalam tiap kolompok sekitar 10-15 orang.
Hidup selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Hubungan antara anggota kelompok sangat erat.
3.Perkembangan Ekonomi
Mencari makanan hanya untuk kelangsungan hidupnya.
Hasil burunya dibawa ke gua.
Belum mengenal distribusi hasil buruannya.
Setelah kawasan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhannya mereka pindah.
Setelah di temukan alat batu dan tulang hidupnya lebih efektif dan efisien.
Mulai menggunakan mata panah, bilah, dan sudip dalam berburu sehingga tidak perlu banyak orang lagi.
Menggunakan anjing untuk membantu kegiatan berburu.
4.Kegiatan Ekonomi
Masyarakat prasejarah masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat bergantung kepada alam lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan, mereka menggunakan apa saja yang tersedia di sekitar mereka, tanpa mengolah lebih lanjut.
Kebutuhan akan makanan dipenuhi dengan cara berburu dan mengumpulkan bahan yang bisa dimakan. Mereka berburu binatang dalam hutan, menangkap ikan, mencari kerang dan siput di laut atau sungai. Mereka mengumpulkan umbi-umbian, daun-daunan, dan biji-bijian di lingkungan sekitar.
5.Kebutuhan akan tempat tinggal dipenuhi dengan cara membuat tempat berlindung dan daun-daunan. Pada perkernbangan berikutnya, mereka menghuni gua-gua.
Mereka memilih tempat tinggal yang dekat dengan sumber air atau sungai yang terdapat sumber makanan. Tempat tersebut akan ditinggalkan dan pindah ke tempat baru, apabila tidak tersedia lagi sumber makanan.
6.SISTEM KEPERCAYAAN
Munculnya kepercayaan dilatarbelakangi oleh kesadaran adanya jiwa yang abstrak. Dalam pemikiran manusia, jiwa ditransformasikan sebagai makhluk halus atau roh halus, yang biasa dijadikan objek pemujaan.
7.Hasil Kebudayaan
memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, kayu, maupun tulang dalam upaya membantu mempermudah melakukan pekerjaannya.
Peralatan yang digunakan sangat sederhana.
Mereka telah mengenal api untuk memasak ataupun mengusir binatang buas.
dari sisi komunikasi, mulai menggunakan bahasa yang masih sangat sederhana
Wilayah Indonesia, terutama di daerah lembah sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas, merupakan daerah temuan fosil manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Setelah ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus tersebut orang mulai mengadakan penyelidikan di sekitar Trinil. Pada tahun 1931 dan 1934 Dr. G.H.R. Von Koenigswald di daerah Ngandong, masih di wilayah lembah Bengawan Solo menemukan dua tulang paha dan sebelas tengkorak. Sebagian dari tengkorak itu sudah rusak, tetapi ada beberapa yang masih baik dan bisa digunakan untuk penelitian yang saksama. Penyelidikan yang dilakukan Dr. G.H.R. Von Koenigswald dan Weidenriech menunjukkan bahwa mahluk ini tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus, bahkan mungkin dapat digolongkan kepada manusia (homo sapiens). Pada tahun 1936 Dr. G.H.R. Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba ketika mengadakan penelitian di lembah sungai Solo di dekat Mojokerto. Ia menemukan kerangka manusia yang diperkirakan lebih tua daripada sisasisa yang ditemukan oleh Dr. Eugene Dubois. Fosil manusia purba jenis tersebut ditemukan di daerah Wajak, dekat Tulung Agung, Jawa Timur. Makhluk tersebut di sebut Homo Mojokertensis. Para ahli menyebutnya Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak. Fosil manusia purba dari Mojokerto itu merupakan fosil anak-anak. Menurut ahli purbakala Tn. Van der Hoop, Homo Mojokertensis hidup kira-kira 600.000 tahun yang lalu, sedangkan mahluk Pithecantropus Erectus 300.000 tahun yang lalu. Pada tahun 1939, Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba di lembah Bengawan Solo, desa Perning di dekat kota Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini berupa tengkorak kanak-kanak yang tampak pada giginya yang diperkirakan berusia 5 tahun. Jenis manusia purba ini disebut Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Pada tahun yang sama Von Koenigswald menemukan lagi fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan Solo. Jenis manusia purbanya disebut Pithecantropus Robusta, artinya manusia kera yang kuat tubuhnya. Disebut demikian karena bentuk tubuhnya lebih besar dan kuat daripada Pithecantropus Erectus.
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba. Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa dan Pithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak. Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2, yaitu Homo Soloensis yang berarti manusia purba dari Solo dan Homo Wajakensis yang berarti manusia purba dari Wajak.
Pengelolaan Sumber Daya Alam [IPS Kelas 8] SMPN 2 BREBESGita Nur Lintang
Ini adalah salah satu materi presentasi kami ketika di jenjang SMP
saya mengirim kembali untuk teman-teman yang membutuhkan, jangan lupa untuk mencantumkan sumbernya. semoga bermanfaat
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
Makalah sejarah
1. MAKALAH SEJARAH
NAMA KELOMPOK
EKA ISMAYANI NURLAILI PATMAWATI
NURUL SA’DAH
NUR HAYANI
M SUKRI RAMDANI
2. Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin, banyak
nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak
untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
”SEJARAH”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua
orang tua dan segenap keluarga besar penulis (bapak atau ibu guru) yang telah memberikan
dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini
berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada
langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
05 november 2014
Penyusun
3. 1. MERAMU ADA DUA BAGIAN YAITU MERAMU TINGKAT AWAL DAN
MERAMU TINGKAT LANJUT :
MERAMU TINGKAT AWAL
Sejarah perkembangan kehidupan manusia hingga saat ini telah melalui proses yang sangat
panjang. Untuk menuju manusia modern, ternyata manusia praaksara harus mengalami
perubahan demi perubahan, dari masa ke masa dan dari suatu ras ke ras berikutnya.
Masyarakat Indonesia semula merupakan masyarakat berburu dan
pengumpul makanan, kemudian berkembang menjadi masyarakat yang
hidup menetap dan bercocok tanam. Dengan hidup menetap mereka
mulai menciptakan peralatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Akhirnya dengan hidup menetap mereka melahirkan budaya. Semula
budaya berasal dari batu dan tulang yang masih sederhana, kemudian
meningkat dan bahkan ke budaya pengolahan besi. Bersamaan dengan
perkembangan budaya tersebut berkembang pula budaya megalitikum
yang berkaitan dengan sistem kepercayaan yang dianut mereka.
Menurut para ahli dapat diperkirakan bahwa sembilan puluh persen dari jangka waktu kehidupan
sejak adanya manusia sampai sekarang, manusia hidup dengan berburu dan meramu. Pada masa
berburu dan meramu lingkungan hidup manusia masih liar dan keadaan bumi masih labil. Pada
saat itu banyak terjadi letusan gunung berapi dan daratan tertutup hutan lebat. Berbagai binatang
purba masih hidup di dalamnya.
Manusia pendukung pada masa itu adalah Pithecanthropus erectus dan Homo wajakensis.
Kegiatan berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan telah ada semenjak manusia muncul di
permukaan bumi, begitu pula halnya dengan manusia Indonesia.
Kegiatan berburu dan meramu ini merupakan yang paling sederhana yang bisa dilakukan
manusia, karena manusia tinggal mengambil makanan secara langsung dari alam dengan cara
mengumpulkan makanan (food gathering).
Kehidupan masyarakat berburu dan meramu tingkat awal
Kehidupan manusia pada masa berburu dan meramu sangat bergantung dengan alam. Daerah
yang ditempati oleh manusia tersebut harus dapat memberikan persediaan makanan yang cukup
untuk memungkinkan kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu, tempat menarik untuk di diami pada saat itu adalah daerah yng cukup
mengandung bahan makanan dan air, terutama tempat yang sering didatangi atau dilalui oleh
binatang. Tempat semacam itu umumnya berupa padang rumput dengan semak belukar dan
hutan kecil yang berdekatan dengan sungai atau danau.
4. Di sekitar tempat itu, manusia membuat tempat tinggal yang cukup dilindungi dengan dahan dan
daun-daunan. Selain itu, mereka juga banyak tinggal di gua untuk menghindari serangan
binatang buas.
Dengan menggunakan gua sebagai pangkalan, manusia purba mencari makan pada pagi hari dan
kembali ke gua pada sore hari. Pada hari berikutnya melakukan kegiatan yang sama, tetapi
dengan arah yang berbeda.
Demikian terus-menerus berganti arah dan apabila sumber makanan habis, mereka akan
berpindah ke tempat yang lain. Pola bertempat tinggal seperti tiu bukan murni nomaden,
melainkan semi nomaden.
Kegiatan masyarakat berburu dan meramu tingkat awal
Manusia purba pada masa berburu dan meramu tingkat awal, hidup dalam kelompok-kelompok
dan membekali diri untuk menghadapi lingkungan sekitarnya. Kelompok berburu tersusun atas
keluarga kecil. Pihak laki-laki melakukan perburuan, sedangkan perempuan mengumpulkan
bahan makanan (tumbuh-tumbuhan) dan mengurus anak.
Peralatan manusia purba dapat memberikan petunjuk cara mereka hidup. Mereka hidup dari
berburu dan meramu, sehingga peralatan utamanya adalah alat-alat berburu. Alat tersebut
digunakan untuk memotong daging dan tulang dari binatang buruan yang mereka peroleh. Selain
itu, mereka juga menggunakan alat itu untuk mengeluarkan umbi-umbian dari dalam tanah.
Selain alat dari batu, manusia praaksara pada masa berburu dan meramu tingkat awal juga
menggunakan alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang pada zaman tersebut untuk sementara
hanya ditemuakn di Ngandong (Ngawi, Jawa Timur) dan Sampung (Ponorogo). Alat-alat
tersebut diduga hasil budaya Pithecanthropus soloensis pada kala pleistosen.
MERAMU TINGKAT LANJUT
Meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen. Corak kehidupan
masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut terpengaruh pada masa sebelumnya.
Kehidupan mereka masih bergantung pada alam. Mereka hidup dengan cara berburu binatang
di dalam hutan, menangkap ikan, dan dengan mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian,
buah-buahan, biji-bijian, dan daun-daunan.
Alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu misalnya kapak
genggam, flake, dan alat-alat dari tulang. Pada masa tersebut juga dikenal
gerabah yang berfungsi sebagai wadah.
Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut hidup dalam kelompok
yang terdiri dari beberapa keluarga. Di antara kelompok-kelompok
tersebut ada yang hidup di daerah pesisir. Mereka hidup dengan mencari
kerang dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka ditemukan tumpukan
kulit kerang dan alat-alat yang mereka gunakan, seperti kapak genggam,
5. mata panah, mata tombak, mata kail dan lain-lain.
Pola bermukim mereka mulai berubah dari nomaden menjadi semesedenter. Ketika masyarakat
berburu dan meramu tingkat lanjut telah mampu mengumpulkan makanan dalam jumlah yang
cukup banyak, mereka mulai lebih lama mendiami suatu tempat.
Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan mengawetkan makanan.
Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur setelah terlebih dahulu diberi ramuan.
Mereka bertempat tinggal di gua-gua (abris sous roche). Mereka memilih gua yang letaknya
cukup tinggi di lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas.
Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut juga telah mengenal pembagian kerja. Kegiatan
berburu banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Kaum wanita tidak banyak yang terlibat dalam
kegiatan perburuan, mereka lebih banyak berada di sekitar gua tempat tinggal mereka.
Karena perhatian wanita ditujukan kepada lingkungan yang terbatas, maka mereka mampu
memperluas pengetahuannya tentang seluk-beluk tumbuh-tumbuhan yang dapat dibudidayakan.
Secara alami masyarakat ini telah mengenal bercocok tanam, meskipun masih dalam taraf yang
sangat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah.
Mereka membuka lahan dengan cara menebang hutan, membakar dan membersihkannya. Setelah
tidak subur lagi tanah tersebut mereka tinggalkan untuk mencari lahan baru yang subur.
Kehidupan semisedenter memberikan banyak waktu luang bagi manusia pendukung masa ini.
Waktu luang tersebut mereka gunakan untuk membuat alat-alat dari batu dan tulang serta
membuat lukisan pada dinding-dinding gua. Lukisan-lukisan mereka berwujud seperti cap
telapak tangan, babi, kadal, perahu, menggambarkan kegiatan berburu yang berhubungan dengan
kepercayaan, yaitu penghormatan terhadap nenek moyang, upacara kesuburan, dan keperluan
perdukunan.
2. BERBURU
Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur & moddinger yang
berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia,
kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang menggunung di sepanjang
pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput &
kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble &
batu pipisan.
6. Kebudayaan Abris Sous Roche
Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa gua-gua
yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah,
flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada
zaman Mesolithikum antara lain:
a. Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang
bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak
gengggam pada Zaman Paleolithikum)
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih
belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah)
c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter
tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa
manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan
habis, maka harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa manusia
juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
3. BERCOCOK TANAM
4. Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah
diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:
1. Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
2. Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
3. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
4. Pakaian dari kulit kayu
5. Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
7. Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)
Kebudayaan Megalith
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu
kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak
kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:
1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
8. Kesimpulan
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis
banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun
kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
para pembaca khusus pada penulis. Aamiin