SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
PENGELOLAAN LIMBAH LABORATORIUM
Mata Kuliah
Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Dosen Pengampu
Dr. Ing. Sudarno Utomo, S.T., M.Sc.
Oleh:
Miftachurahma W. 30000119410010
Hendri Setiawan 30000119410012
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pengelolaan Limbah Laboratorium ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada Mata Kuliah Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang permasalahan
pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan laboratorium bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ing. Sudarno Utomo, S.T., M.Sc,
selaku dosen mata kuliah Pengendalian Pencemaran Lingkungan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
(Semarang, 10 Juni 2020)
Penulis
iii
Daftar Isi
Kata Pengantar .........................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan.................................................................................................. 3
2.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium................... 3
2.1.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Klinik ...... 3
2.1.2 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Kesehatan
Masyarakat ............................................................................................. 4
2.2 Bahaya dan Resiko Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium ................ 5
2.3 Kondisi Eksisting Pengelolaan LB3 dari kegiatan Saat ini...................... 6
2.3.1 Bentuk Pengelolaan yang Dilakukan ...................................................... 6
2.3.2 Regulasi................................................................................................... 8
2.3.3 Aspek Ekonomi Pengelolaan Limbah Laboratorium............................ 11
2.3.4 Peran Serta Masyarakat......................................................................... 12
2.3.5 Benchmarking dari negara lain ............................................................. 13
2.3.6 Usulan Pengelolaan............................................................................... 20
Bab IV Penutup ..................................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 25
4.2 Saran dan Rekomendasi ......................................................................... 25
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 27
1
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Laboratorium merupakan sebuah fasilitas yang berfungsi untuk mengontrol
kondisi dengan menggunakan teknologi sains, penelitian, percobaan atau
eksperimen. Berdasarkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun,
2003) tentang jenis – jenis laboratorium, terdapat 2 jenis laboratorium kesehatan
yaitu laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan. Laboratorium klinik adalah
laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan yang
berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang
diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Sedangkan
laboratorium kesehatan masyarakat adalah laboratorium kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya kesehatan
penyakit.
Dalam kegiatannya, laboratorium kesehatan banyak menggunakan bahan
kimia untuk mendukung kegiatan percobaan atau eksperimen. Penggunaan bahan
kimia menyebabkan laboratorium menghasilkan limbah yang dikategorikan
sebagai bahan berbahaya dan beracun. Berdasarkan (Peraturan Pemerintah No.
101 Tahun, 2014) tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa dari suatu kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat atau konsentrasinya atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pengelolaan limbah B3 memerlukan treatment tersendiri, artinya proses
pengelolaan limbah B3 tidak dapat disamakan dengan limbah padat biasa. Hal
tersebut dikarenakan limbah B3 dapat mencemari lingkungan sekitar dan
menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Pewadahan limbah B3 pun harus
dipisahkan dengan limbah padat biasa, sebab limbah b3 dapat mencemari limbah
padat lainnya sehingga akan bersifat berbahaya dan beracun pula.
2
Mengingat pentingnya pengelolaan limbah B3 pada laboratorium kesehatan,
makalah ini disusun untuk mengetahui jenis – jenis timbulan limbah B3 yang
dihasilkan dari kegiatan laboratorium beserta bahaya dan resiko yang ditimbulkan.
Selain itu, akan dijelaskan pula kondisi eksisting pengelolaan yang ada saat ini
dan bechmarking dari negara lain yang telah sukses melaksanakan pengelolaan
limbah B3.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja jenis timbulan LB3 yang dihasilkan dari kegiatan laboratorium?
b. Bagaimana bahaya dan resiko dari timbulan LB3 hasil kegiatan
laboratorium?
c. Bagaimana kondisi eksisting pengeloalan LB3 hasil kegiatan laboratorium
saat ini?
d. Bagaimana bentuk pengelolaan LB3 dari hasil kegiatan laboratorium pada
negara lain (benchmarking)?
e. Bagaimana bentuk pengelolaan LB3 hasil kegiatan laboratorium yang
seharusnya dilakukan?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui potensi timbulan LB3 dari kegiatan laboratorium
b. Mengidentifikasi bahaya dan resiko dari timbulan LB3 hasil kegiatan
laboratorium
c. Mengetahui kondisi eksisting pengeolaan LB3 hasil kegiatan laboratorium
saat ini
d. Mengetahui bentuk pengelolaan LB3 dari hasil kegiatan laboratorium pada
negara lain
e. Memberikan arahan pengelolaan LB3 hasil kegiatan laboratorium
3
Bab II Pembahasan
2.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium
Berdasarkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun, 2003) tentang
jenis – jenis laboratorium, terdapat 2 jenis laboratorium kesehatan yaitu
laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat. Aktivitas
laboratorium yang dilakukan pada laboratorium klinik dan kesehatan masyarakat
berbeda – beda, sehingga jenis limbah B3 yang dihasilkan pun juga berbeda.
2.1.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Klinik
Laboratorium klinik merupakan laboratorium kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang hematologi, kimia klinik,
mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi
dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun,
2003). Contohnya Laboratorium Kesehatan milik Rumah Sakit, Puskesmas,
dll.
Laboratorium klinik merupakan penghasil limbah B3 yang didominasi
oleh limbah klinis yang bersifat infeksius (Pramestyawati, 2019). Limbah
infeksius berpotensi menularkan penyakit sehingga perlu adanya pengelolaan
LB3 di laboratorium klinik sebagai sumber limbah. Limbah infeksius harus
segera diolah setelah dihasilkan. Penyimpanan limbah infeksius merupakan
pilihan terakhir, apabila tidak dapat langsung diolah.
Menurut (Paramita, 2007), pengkategorian tingkat bahaya dilihat dari
potensi bahaya yang terkandung didalamnya, volume dan sifat persistensi
yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Jenis limbah yang dihasilkan dari
aktivitas laboratorium klinis adalah:
a) Limbah benda tajam, berupa perlengkapan intravena, jarum suntik,
pecahan gelas, pipet pasteur, dll.
b) Limbah infeksius, adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
4
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
rentan.
c) Limbah patologi, merupakan limbah yang berasal dari jaringan tubuh yang
diidentifikasi dalam uji laboratorium.
d) Limbah kimia, adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan –
bahan kimia dalam uji laboratorium.
e) Limbah radioaktif, adalah limbah yang terkontaminasi dengan radioisotop
yang berasal dari riset radionukleotida.
f) Limbah cair, yang dihasilkan dari aktivitas pencucian peralatan
laboratorium yang terkena bahan kimia.
2.1.2 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium
Kesehatan Masyarakat
Laboratorium kesehatan masyarakat merupakan laboratorium kesehatan
yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang mikrobiologi, fisika,
kimia dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan
masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun, 2003). Contohnya Laboratorium yang
menguji kualitas air, udara, tanah, dll.
Menurut (Malayadi, 2017), Laboratorium kesehatan masyarakat
menghasilkan limbah yang bervariasi yaitu limbah cair, limbah padat, dan gas.
Kuantitas dan frekuesi yang dihasilkan relatif kecil. Namun kandungan bahan
pencemar sangat bervariasi dan ada yang termasuk dalam kategori bahan
berbahaya dan beracun.
a) Limbah padat yang dihasillkan dari aktivitas laboratorium sifatnya relatif
kecil berupa endapan dan kertas saring bekas.
b) Limbah gas yang dihasilkan dari aktivitas laboratorium sifatnya relatif
kecil, sehingga masih aman dibuang langsung ke udara.
c) Limbah cair, yang dihasilkan dari aktivitas pencucian peralatan
laboratorium yang terkena bahan kimia. Memiliki sifat yang relatif
berbahaya, karena dapat terserap ketanah dan mencemari air permukaan
maupun air bawah tanah.
5
2.2 Bahaya dan Resiko Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium
Menurut (Malayadi, 2017), limbah hasil kegiatan laboratorium memiliki
karakter dan sifat sebagai berikut:
a. Mudah terbakar
Limbah bahan kimia hasil kegiatan laboratorium memiliki sifat mudah
terbakar, yaitu apabila dekat dengan api / sumber api / percikan / terjadi
gesekan menyebabkan mudah menyala dalam waktu yang lama, sehingga
menyebabkan terjadinya kebakaran.
Zat yang mudah terbakar memiliki titik didih yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan ledakan uap. Hal ini disebabkan pemanasan cairan
menyebabkan tekanan menjadi meningkat dengan cepat sehingga mudah
terbakar dalam wadah tertutup. Ledakan terjadi ketika tekanan yang timbul
cukup untuk menghancurkan wadah.
b. Mudah meledak
Selain bersifat mudah terbakar, Limbah bahan kimia hasil kegiatan
laboratorium memiliki sifat mudah meledak. Limbah mudah meledak adalah
limbah yang pada suhu atau tekanan standar dapat meledak, karena
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi akibat reaksi fisika atau
kimia sederhana. Limbah ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
ledakan besar tanpa terduga.
c. Bersifat korosif
Korosif merupakan sifat suatu substansi yang dapat menyebabkan benda
lain hancur dan memperoleh dampak negatif. Korosif dapat menyebabkan
kerusakan pada mata, kulit, sistem pernapasan, dll.
d. Merupakan bahan buangan oksidasi
Bahan buangan oksidasi adalah bahan kimia yang mungkin tidak mudah
terbakar, tetapi dapat menimbulkan kebakaran karena sifat bahan kimia ini
dapat menghasilkan oksigen. Syarat terjadinya api adalah terdapat: oksigen,
bahan bakar, dan panas. Beberapa bahan oksidator memerlukan panas untuk
menghasilkan oksigen, sedangkan pada bahan lainnya dapat menghasilkan
oksigen pada suhu kamar. Alat pemadam kebakaran biasanya tidak efektif
untuk memadamkannya, sebab oksigen menyediakan oksigen sendiri.
6
e. Bersifat infeksius
Limbah yang bersifat infeksius adalah limbah yang dapat menyebabkan
infeksi. Sumbernya berasal dari bagian tubuh manusia yang diamputasi atau
terkena infeksi, limbah dari bagian tubuh manusia, atau limbah lainnya yang
terinfeksi kuman / penyakit menular, yang kemudian perlu diidentifikasi
melalui uji laboratorium. Limbah ini hanya dihasilkan dari laboratorium klinik
atau rumah sakit.
Limbah infeksius dapat menularkan penyakir pada manusia tau hewan
yang terpapar oleh limbah tersebut. Contoh limbah infeksius: kultur
laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi yang tersentuh jaringan
tubuh pasien, dll.
f. Bersifat beracun
Limbah bersifat beracun, artinya apabila terpapar dapat menyebabkan
gangguan atau bahaya bagi kesehatan masyarakat, bahkan pada konsentrasi
tinggi jika masuk ketubuh atau kontak dengann kulit dapat menyebabkan
kematian.
2.3 Kondisi Eksisting Pengelolaan LB3 dari kegiatan Saat ini
2.3.1 Bentuk Pengelolaan yang Dilakukan
a. Pengelolaan di Laboratorium Klinik / Laboratorium Kesehatan
Masyarakat yang bersifat Komersial
Mayoritas pengelolaan limbah B3 di klinik atau laboratorium yang
bersifat komersial telah dilakukan dengan baik, sesuai dengan prosedur
yang di tetapkan oleh pemerintah. Sebab, laboratorium klinik memiliki
sistem perizinan yang sangat ketat dan diawasi langsung oleh Departemen
/ Kementerian Kesehatan.
Tidak semua laboratorium dapat mengolah limbah B3 yang dihasilkan,
sebab hanya lembaga yang memiliki izin untuk mengelola limbah B3 saja
yang bisa mengelola. Mayoritas bentuk pengelolaan limbah B3 di
laboratorium adalah dengan menyediakan TPS limbah B3 dan
bekerjasama dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin. Bentuk
kerjasama harus tertuang dalam perjanjian kerjasama. Kegiatan
pengangkutan limbah B3 dati TPS B3 juga harus disertai dengan bukti
7
berupa manifest. Selanjutnya, limbah B3 akan diolah oleh pihak ketiga
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang masih
berlaku.
Ketentuan penyediaan TPS LB3, proses pewadahan LB3, dan proses
penyimpanan LB3 juga harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam
(Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 30 Tahun, 2009) tentang Tata
Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3 oleh Pemerintah
Daerah. Para penghasil LB3 harus memenuhi ketentuan pengelolaan LB3
dalam peraturan tersebut, yaitu:
- Mematuhi jenis limbah B3 yang disimpan/dikumpulkan;
- Mengikuti persyaratan penyimpanan atau pengumpulan limbah B3
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- Mengikuti persyaratan penyimpanan atau pengumpulan sesuai
dengan jenis dan karakteristik limbah B3;
- Mencegah terjadinya tumpahan/ceceran limbah B3;
- Mencatat neraca limbah B3;
- Mematuhi jangka waktu penyimpanan atau pengumpulan limbah
B3; dan;
- Menyampaikan laporan kegiatan perizinan penyimpanan dan/atau
pengumpulan limbah B3.
b. Pengelolaan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat milik
Universitas / Sekolahan
Kondisi yang berbeda terjadi pada laboratorium kesehatan milik
universitas atau sekolahan. Pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari
aktivitas laboratorium tersebut belum sepenuhnya dikelola dengan baik.
Walaupun jumlah limbah B3 yang dihasilkan masih tergolong sedikit,
namun perlu dilakukan pengelolaan dengan baik mengingat resiko yang
ditimbulkan dari limbah B3 sangat besar.
Bentuk pengelolaan limbah B3 hasil kegiatan laboratorium kesehatan
milik universitas / sekolahan :
8
- Limbah cair, beruba bahan kimia dibuang melalui saluran drainase.
Sebelum dibuang ke saluran drainase, dilakukan pengenceran
bahan kimia dengan menambahkan aquades. Tujuan pengenceran
adalah untuk mengurangi konsentrasi limbah cair, sebelum dibuang
ke lingkungan.
- Limbah padat, berupa tisu, wadah bahan kimia, kain majun, kertas
pH, atau barang – barang yang terkontaminasi bahan kimia
dikumpulkan, dikemas, dan langsung dibuang ke TPS LB3.
Limbah B3 tidak dikemas sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam peraturan perundang – undangan. Selain itu, limbah B3 juga
tidak dibuang pada TPS LB3. Limbah B3 bercampur dengan
limbah padat lainnya.
2.3.2 Regulasi
Kebijakan pengelolaan limbah B3 dari Fasyankes mengacu pada (Sidik
and Damanhuri, 2009) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Undang-undang ini mendefinisikan bahwa Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Selanjutnya dijelaskan bahwa
pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan. Bagian Kedua dari (Sidik and Damanhuri, 2009)
membahas ketentuan-ketentuan mengenai pengelolaan limbah B3, dimulai
dengan Pasal 59 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya”, namun jika tidak mampu melakukan pengelolaan limbah
B3nya sendiri, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Pasal ini
merupakan landasan dari sistem pengelolaan limbah B3 secara keseluruhan
dari penghasil hingga pemusnah. Adapun perizinan pengelolaan limbah B3
diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pengaturan tentang
pengelolaan limbah B3 lebih rinci diberikan pada tingkat peraturan
pemerintah.
9
a. (Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun, 2014)
Peraturan Pemerintah 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (PP 101/2014), adalah peraturan pelaksanaan
pengelolaan limbah B3 pada tingkatan yang lebih rinci. PP 101/2014
mendefinisikan lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan limbah B3 yang
mencakup definisi tentang penghasil, pengumpul, pengangkut pemanfaat,
pengolah, dan penimbun limbah B3. PP 101/2014 ini juga mendefinisikan
karakteristik limbah B3, dimana selain terkait karakteristik limbah B3
lainnya, karakteristik utama dari limbah B3 adalah infeksius.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dari Fasyankes di dalam PP 101/2014
termasuk pada kategori limbah B3 dari sumber spesifik umum. Hal ini
selanjutnya akan terkait mengenai pengaturan penyimpanan limbah B3
dan perizinannya. Tabel 3 pada lampiran PP 101/2014 menyebutkan
bahwa jenis industri/kegiatan Rumah Sakit dan Fasyankes memiliki
sumber limbah B3 yang berasal dari seluruh kegiatan rumah sakit dan
laboratorium klinis, fasilitas insinerator, dan dari IPAL yang mengolah
efluen dari kegiatan rumah sakit dan laboratorium klinis. Demikian pula
pada kegiatan dengan kode 47 untuk jenis industri/kegiatan
pengoperasian insinerator limbah. Sebagian besar limbah dari
industri/kegiatan ini masuk pada kategori bahaya 1 (kode limbah A337-1
sd A337-5, A347-1, dan A347-2) dan lima limbah termasuk pada kategori
bahaya 2 (kode limbah B337-1, B337-2, B347-1, B347-2, dan B347-3).
Kategori bahaya didasarkan pada risiko limbah akut dan kronis yang akan
membedakan cara pengelolaannya.
b. (Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun, 2015)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.56/Menlhk-
Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Permen LHK P.56/2015) mengatur dengan rinci mengenai pengelolaan
limbah B3 Fasyankes. Peraturan tersebut ditetapkan untuk melaksanakan
Pasal 100 ayat (3) PP 101/2014 yaitu pengaturan rinci untuk masing-
masing pengolahan limbah B3 yang ditujukan untuk Fasyankes. Permen
10
LHK P.56/2015 memberikan panduan bagi penghasil limbah B3 dari
Fasyankes dalam mengelola limbah B3 yang dihasilkannya.
Pasal 3 Permen LHK P.56/2015 mendefinisikan cakupan Fasyankes
yang terdiri dari (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun,
2018):
- Pusat kesehatan masyarakat,
- Klinik pelayanan kesehatan atau sejenis, dan
- Rumah sakit.
Disebutkan pula bahwa cakupan tiga Fasyankes itu ditujukan pada
fasilitas yang wajib terdaftar di instansi yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan. Dengan demikian, klinik kesehatan sejenis yang tidak terdaftar,
belum menjadi target dari panduan dalam Permen LHK P.56/2015 ini.
Sebagai catatan, Kementerian Kesehatan memiliki acuan lainnya yaitu
(Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun, 2016) tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. PP 47/2016 merupakan peraturan pelaksanaan dari (Undang-
Undang No. 36 Tahun, 2009) tentang Kesehatan. Undang-undang ini
mendefinisikan bahwa: Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua dari UU 36/2009 membahas ketentuan-ketentuan mengenai
jenis pelayanan, cakupan, dan pelaksana Fasyankes.
PP 47/2016 mendefinisikan cakupan Fasyankes yang lebih luas
dibanding tiga jenis Fasyankes yang tercantum dalam Permen LHK
P.56/2015. Fasyankes dalam Pasal 4 ayat (2) PP 47/2016 terdiri atas
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018):
- Empat praktik mandiri Tenaga Kesehatan;
- Pusat kesehatan masyarakat;
- Klinik;
- Rumah sakit;
- Apotek;
- Unit transfusi darah;
11
- Laboratorium kesehatan;
- Optikal;
- Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan
- Fasilitas pelayanan kesehatan tradisional.
Secara umum pemerintah telah mengatur bentuk pengelolaan limbah B3
dalam peraturan perundang – undangan, sehingga bentuk pengelolaan dari
limbah B3 diharapkan dapat merujuk pada peraturan tersebut, yaitu:
a. (Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun, 2001) tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun Peraturan.
b. (Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun, 2014) tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
c. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan N0. 55 Tahun,
2017) tentang Uji Karakteristik Limbah B3.
d. (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun, 2009)
tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3.
Namun, untuk kegiatan yang sifatnya spesifik pemerintah mengeluarkan
peraturan perundang – undangan tersendiri. Tujuannya adalah mengatur lebih
rinci ketentuan pengelolaan limbah B3. Untuk kegiatan laboratorium klinis,
karena merupakan bagian dari fasilitas pelayanan kesehatan maka bentuk
pengelolaan limbah B3 merujuk pada ketentuan dalam Permen LHK No
P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Namun untuk pengelolaan laboratorium kesehatan masyarakat, pemerintah
belum mengeluarkan peraturan perundang – undangan khusus. Sehingga
bentuk pengelolaan limbah B3 masih merujuk pada peraturan umum
mengenai pengelolaan limbah B3 (ke-4 peraturan diatas).
2.3.3 Aspek Ekonomi Pengelolaan Limbah Laboratorium
Salah satu keuntungan yang bisa diperoleh dari penerapan pencegahan
pencemaran adalah dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk
menyelesaikan problem lingkungan yang bersifat kompleks dan urgen.
Insentif untuk program pencegahan pencemaran dapat menjadi suatu
keuntungan bagi manajemen dan juga bagi industri secara umum (Freeman,
12
1995). Insentif sangat diperlukan untuk program implementasi pencegahan
pencemaran. Keuntungan ekonomi (economic benefits) yaitu penurunan
jumlah limbah meminimalkan semua biaya yang berhubungan dengan
pengolahan dan penanganan limbah. Biaya untuk transportasi, pembuangan,
pengolahan akan lebih rendah karena volume limbah yang ditimbulkan
berkurang.
Limbah cair dari laboratorium yang bersifat toksik yang memiliki unsur
logam berat sehingga mencemari lingkungan serta bepengaruh pada kesehatan
manusia. Maka diperlukan upaya untuk pengatasan serta memberikan inovasi
baru dari limbah cair kimia. Salah satunya dilakukan pengelolaan
menggunakan teknik fuel cell yang merupakan energi masa depan yaitu sistem
elektrokimia yang dapat mengubah energi kimia dari hidrogen dan oksigen
yang langsung menjadi energy listrik. Keuntungannya pembakaran lebih
konvensional yang berbasis teknologi dan tidak memancarkan emisi pada saat
operasi, merupakan green house gases mengatasi polusi udara. Pemanfaatan
limbah laboratorium dengan metode fuel cel ini bertiujuan agar pencemaran
lingkungan oleh zat kimia dapat diminimalkan dan dapat mengubahnya
menjadi daya energy listrik. Dimana dengan menggunakan fuel cell, satu kg
H2 dapat menghasilkan 33,9 kWh energi listrik atau sama dengan 33.900 watt
per jam. Hal ini dapat menumbuhkan kemandirian untuk memenuhi kebutuhan
listrik terutama di laboratorium hingga dapat memberikan solusi untuk
menghasilkan energi yang terbarukan (Al Madury et al., 2014).
2.3.4 Peran Serta Masyarakat
Menurut (Salasatun, 2001), salah satu peran serta masyarakat dalam
pengelolaan limbah B3 dilakukan melalui mekanisme kontrol. Dalam
pengelolaan limbah B3 hasil kegiatan laboratorium kesehatan, masyarakat
memiliki peranan penting sebagai pengawas lingkungan. Dimana masyarakat
wajib memberikan laporan pada instansi terkait apabila terjadi pelanggaran
dalam pengelolaan limbah B3.
Namun, hingga saat ini peran serta masyarakat sebagai pengawas dalam
pengelolaan limbah B3, khususnya dari kegiatan laboratorium masih sangat
minim. Hal tersebut dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat akan
13
bahaya dan resiko yang dihasilkan dari limbah B3 kegiatan laboratorium.
Seharusnya, masyarakat menyadari bahwa keberadaan laboratorium kesehatan
adalah untuk melayani masyarakat dan dalam prosesnya menghasilkan
timbulan limbah.
Berdasarkan ketentuan dalam (Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun, 2018), Fasyankes dan/atau mitra usahanya (dalam hal ini
laboratorium kesehatan) wajib melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan
kemampuannya dan mematuhi ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan
perundangundangan di Indonesia. Dalam hal pelaksanaan pengelolaan limbah
B3, diperlukan dukungan dan kerjasama dari masyarakat untuk mencapai
keseimbangan dan harmoni dalam pelaksanan kegiatan pelayanan kesehatan
dan pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan
tersebut. Oleh karena itu, peran serta masyarakat sebagai pengawas
lingkungan sangatlah penting.
2.3.5 Benchmarking dari negara lain
a. Jepang
Salah satunya solusinya adalah dengan mengubahnya menjadi energi
dan listrik seperti yang dilakukan Jepang. Sebagai negara industri besar
dunia, tentunya Jepang banyak sekali menghasilkan limbah kategori B3.
Untuk itulah mereka mencoba memanfaatkan teknologi untuk
mengolahnya sekaligus sebagai penghasil listrik yang bisa digunakan
untuk daerah sekitarnya. Demikan pula pengaturan peran antar masing-
masing instansi kementerian dan pemerintah prefektur dan kota serta pihak
rumah sakit sebagai penghasil limbah maupun pihak swasta sebagai pihak
ketiga pengelolah limbah Fasyankes. Kementerian Lingkungan Hidup
Jepang telah menyiapkan tata cara penanganan limbah rumah sakit serta
pembinaan teknis hingga pengawasannya. Contoh penanganan sampah
untuk menjadi energi (waste to energy) dari kota Tokyo di fasilitas
Shinagawa dengan kapasitas hingga 7.200 ton/hari, dapat menjadi
alternatif yang dilaksanakan di kota metro/megapolitan di Indonesia
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018).
- Keiyu Hospital di Yokohama
14
Keiyu Hospital dengan kapasitas 410 rawat inap merupakan salah
satu rumah sakit percontohan di Jepang. Rumah sakit ini melakukan
penanganan limbah Fasyankes mulai dari pemilahan, pengemasan dan
selanjutnya pengangkutan limbah yang dilakukan termasuk di ruang
rawat umum, Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan laboratorium uji
sampel darah pasien. Pengadaan kemasan dan pengangkutan
bekerjasama dengan pihak Japan Shooter Co. Ltd. dengan biaya
pengangkutan sekitar 200 Yen/kg. Tempat penyimpanan akhir di
rumah sakit tidak memerlukan perijinan, namun harus mengikuti
panduan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang.
Kementerian ini melakukan pembinaan dan pengawasan serta
kewajiban pihak rumah sakit untuk menyerahkan laporan kegiatan
pelaporan kepada pemerintah prefektur Yokohama secara rutin. Sanksi
atas pelanggaran berupa pengenaan denda hingga 1.000.000 Yen yang
akan dilaksanakan kepada setiap pelanggar setelah diberikan
peringatan terlebih dahulu (Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun, 2018).
- Medical Power Co. Ltd di Yokohama
Nippon Shooter Co. Ltd adalah pihak fabrikator dan penyedia
kemasan khusus limbah Fasyankes yang juga merupakah pihak
pengangkut limbah Fasyankes ke Medical Power Co. Ltd. Keiyu
Hospital bekerjasama dengan Nippon Shooter Co. Ltd dalam
penyediaan kemasan dan pengangkutan limbah Fasyankes. Nippon
Shooter Co. Ltd telah mengimplementasikan konsep baru berupa
“cycle pale system”. Fabrikasi kotak kemasan terbuat dari bahan high
strength, heat resisting yang berkualitas tinggi, dan apabila digunakan
sesuai dengan prosedur/cara penggunaannya maka dapat dipakai lebih
dari 100 kali. Kapasitas kotak kemasan limbah Fasyankes bervariasi
ada 20 liter, 80 liter dan kemasan khusus jarum suntik bekas dengan
kapasitas ada yang 2 liter atau 4 liter. Kemasan ini aman karena
memiliki komponen pengunci khusus (clamp) dan dilengkapi dengan
manifest tracking berupa RFID (detektor infrared). Penggunaan
15
berulang kali memberikan efisiensi pembiayaan dan efektifitas proses
penanganan limbah medis. Medical Power Co. Ltd memiliki 3 (tiga)
microwave sterilisator berikut alat pencacah, yaitu sterilisator untuk
limbah Fasyankes di dalam kemasan kotak karton dan kemasan plastic
konvensional yang ikut dimasukkan ke dalam microwave pada suhu
95oC selama 30 menit yang akan ikut tercacah. Kedua sterilisator ini
masing-masing berkapasitas sama, yaitu sekitar 10 ton/hari. Sedangkan
sterilisator untuk limbah Fasyankes di dalam kemasan kotak
recycleable Nippon Shooter dilakukan dengan proses robotisasi yang
berkapasitas 100 kotak kemasan per hari. Limbah Fasyankes dari kotak
kemasan dimasukan ke dalam microwave 95oC selama 30 menit,
sedangkan kotak kemasan dicuci dan didisenfeksi yang kemudian
dikirim kembali ke rumah sakit untuk digunakan kembali. Hasil
cacahan pasca proses microwave sterilisasi akan dikirimkan ke jasa
pengolah lain sesuai tujuan pemanfaatan akhirnya, diantaranya
kegiatan pembakaran menjadi energi listrik di Tokyo Waterfront
Recycle Power Co. Ltd. Biaya pembangunan fasilitas non robotisasi
sekitar 15.000.000 Yen, sedangkan fasilitas robotisasi sekitar
30.000.000 Yen (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Tahun, 2018).
- Tokyo Waterfront Recycle Power (TRP)
Tokyo Waterfront Recycle Power (TRP) Co. Ltd. merupakan fasilitas
insinerator terbesar di Jepang untuk pembakaran limbah industri dan
limbah dari Fasyankes yang dimanfaatkan menjadi energi listrik.
Insinerator untuk limbah industri (termasuk limbah yang mengandung
logam) memiliki kapasitas total 550 ton/hari yang dibakar pada 2 unit
fluidized bed gasification system dengan melting furnace (1.450oC),
sedangkan khusus untuk limbah Fasyankes berkapasitas total 100
ton/hari yang dibakar pada 2 unit vertical furnace (stoker) system
(900oC). Fasilitas ini disebut eco-plant, karena dilengkapi dengan flue
gas cleaning system yang hampir tidak mengeluarkan emisi dioxin
furan maupun parameter lainnya. Penanganan fly ash dari insinerasi
16
yang mengolah limbah industri dilakukan dengan solidifikasi dengan
bantuan bahan kimia ferritization agent, sedangkan fly ash dari
insinerator yang mengelola limbah Fasyankes dilakukan dengan
solidifikasi dengan bantuan bahan kimia chelation agent, yaitu
potassium diethyldithiocarbamate CAS 3699-30-7. Operasional rutin
insinerator yang mengolah limbah industri menghasilkan slag sekitar
50 ton/hari yang telah dilakukan pemanfaatan lanjutan seperti subsitusi
concrete dan road base dan by-product lainya, misalnya logam
iron/besi akan dimanfaatkan oleh metal recycle company lain di
Jepang. Rencana kegiatan pemanfaatan ini akan mampu menjadikan
TRP menciptakan konsep zero waste. Sedangkan nilai tambah yang
sangat penting lainnya adalah dengan pengoperasian semua insinerator
pada kapasitas total serta dengan menjaga kualitas heating value
syngas di sekitar 5.000 kcal/kg, maka akan mampu menghasilkan
listrik sebesar 23 MW (ekuivalen dengan kebutuhan sekitar 55.000
rumah tangga di Jepang). Listrik ini kemudian disalurkan kepada
masyarakat di sekitar sebagai pelaksanaan Community Social
Responsibility (CSR) dan sebagian besar dijual kepada Tokyo Electric
Power Company dengan harga sekitar 7.00 hingga 9.00 Yen per KWh
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018).
- Shinagawa Combustion Plant di Shinagawa
Shinagawa Combustion Plant merupakan salah satu fasilitas
pemusnah sampah (insinerator) yang dimiliki Pemerintah Daerah
Tokyo yang disebut Tokyo District 23 (terdiri dari 23 kota
administratif yang membentuk Kota Tokyo). Kota Tokyo memiliki 21
insinerator yang berada di tengah kota, namun dapat beroperasi stabil
karena selalu memenuhi standar lingkungan yang ketat. Fasilitas
insinerator pada CAT23 tersebut mengoperasikan sistem informasi
emisi yang real time dan dapat diakses secara terbuka oleh publik di
Jepang. Semua incinerator diopersikan secara kontinyu selama 24 jam
yang membakar sampah sekitar 7.500 ton/hari dan menghasilkan abu
sekitar 760 ton/hari. Abu tersebut yang sebagian besar akan dapat
17
dimanfaatkan, sedangkan untuk residu yang tidak dapat dimanfaatkan
lagi akan ditempatkan di lokasi landfill Chubo-Tokyo. Fungsi penting
insinerator lainnya adalah insinerator mampu menghasilkan energi
listrik dan panas bagi kota Tokyo sebesar 1.100 MW per tahun dengan
harga jual listrik sebesar 9.8 miliar Yen di tahun 2016. Shinagawa
Combustion Plant berkapasitas 600 ton/hari yang mengoperasikan
fully continuous combustion grate incinerator dengan suhu 850oC.
Fasilitas ini memiliki overall heat recovery sekitar 17% dan heat
recovery pada combustion process sekitar 90% sehingga mampu
menghasilkan listrik sekitar 15 MW. Dalam pengendalian emisinya,
fasilitas ini memiliki flue gas cleaning system, termasuk sistem
pendinginan seketika flue gas hingga menjadi hanya sekitar 150oC
untuk menghindari pembentukan dioxin furan. Selain itu fasilitas ini
juga memiliki kegiatan penanganan dan pemanfaatan fly ash dan
bottom ash serta unit Waste Waste Treatment Plant (WWTP)
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018).
b. Vietnam
Pengelolaan limbah B3 Fasyankes di Vietnam umumnya untuk di kota
besar dilakukan oleh dan dibiayai oleh Pemerintah sedangkan di kecil
umumnya menggunakan insinerator dan non insinerator. Fasyankes di kota
besar di Ho Chi Minh dan Hanoi tidak diperbolehkan mengoperasikan
fasilitas pengolahan limbah B3 yang dihasilkan sendiri. Pengolahan
Limbah B3 Fasyankes harus dilakukan oleh jasa pengolahan limbah B3
milik pemerintah Vietnam (BUMN/BUMD) tanpa dipungut biaya
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018).
- Rumah Sakit Le Loi di Kota Vung Tau
Rumah Sakit Le Loi berlokasi di kota Vung Tau, Provinsi Ba Ria
Vung Tau. Rumah sakit ini mengunakan Autoklaf tipe Pre Vaccum
dengan Integrated Sterilizer and Shredder (ISS) Merk Celitron tipe ISS
AC-575 dengan kapasitas 150 liter untuk menghancurkan dan
sterilisasi limbah B3 berupa kasa bekas, selang infus, kapas bekas,
sarung tangan bekas, jarum suntik, botol ampul, botol infus dan lain-
18
lain kecuali patologi, kaca, tekstur besar. Proses dilakukan dalam 1
chamber dengan menggunakan uap panas pada suhu 135⁰ C dan
tekanan 36,3 psi. Waktu yang diperlukan di dalam chamber adalah 30
menit dengan lama waktu sterilisasi dilakukan selama 5-7 menit untuk
memastikan semua mikroorganisme yang berbahaya sudah tidak aktif.
Limbah B3 rumah sakit sudah terkonversi menjadi limbah non B3
yang steril, berubah bentuk, dan volume berkurang hingga 80%,
sehingga residu yang dihasilkan hanya 20% dan residu ini digolongkan
sebagai limbah non B3 yang dapat dikumpukan di tempat sampah
domestik dan kemudian dikirim ke landfill. Sementara limbah air dari
autoklaf disalurkan ke bak penampungan yang terhubung dengan
IPAL. Pengujian inaktifasi spora dilakukan menggunakan bio-
indikator Bacillus stearothermophilus dengan konsentrasi minimum
1x104 Bacillus stearothermophilus merupakan bio-indikator yang
sesuai untuk teknologi sterilisasi uap berdasarkan standar
internasional.
Pemerintah Vietnam tidak mensyaratkan perizinan penggunaan
autoklaf untuk pengolah limbah B3 di rumah sakit, tetapi autoklaf
tersebut harus memiliki stiker yang dikeluarkan oleh Departemen
Lingkungan Hidup setempat. Stiker ini merupakan izin operasional
autoklaf yang berlaku selama 3 (tiga) tahun yang diberikan apabila
pengujian validasi sudah memenuhi syarat. Pengawasan dilakukan
oleh Departemen Lingkungan Hidup setiap 6 (enam) bulan sekali
dengan melakukan pengujian validasi spora (disiapkan oleh
Departemen Lingkungan Hidup), dengan pengulangan pengujian
sebanyak 3 (tiga) kali. Apabila pengujian validasi memenuhi syarat
maka autoklaf akan diberikan stiker tetapi apabila tidak memenuhi
syarat maka dikenakan denda sebesar US$ 10.000. kemudian jika
pengujian validasi 6 (enam) bulan berikutnya tetap tidak memenuhi
syarat, maka operasional alat autoklaf dihentikan.
Persyaratan lain terkait dengan autoklaf adalah Standard
Operational Procedure (SOP) pengolahan limbah B3 menggunakan
19
autoklaf wajib ada pada lokasi pengolahan limbah B3 dengan poster
ukuran besar.
c. Australia
- SUEZ
SUEZ dengan kantor pusat di Level 4. 3 Rider Boulevard, Rhodes,
NSW 2138, Australia merupakan mitra pengelolaan limbah bagi
penyedia layanan kesehatan, dari rumah sakit besar hingga praktik
umum, operasi hewan dan klinik gigi. Selain itu SUEZ memiliki
keahlian dan jaringan fasilitas nasional untuk menangani semua jenis
limbah umum dan dapat didaur ulang, dari kertas dan kardus ke
organik, limbah elektronik, kasur, baterai dan banyak lagi. SUEZ
dilengkapi dengan fasilitas untuk perawatan yang aman dan
pembuangan berbagai limbah khusus sesuai dengan undang-undang,
kode praktik dan persyaratan perizinan, di Australia termasuk: limbah
klinis, limbah sitotoksik, limbah farmasi, limbah anatomis, plastik
bersih, bungkus steril, bedah instrumen, benda tajam, limbah saniter,
sinar-x, amalgam, produk kebersihan penyerap, IV bags/PVC vinyl,
theatre plastics, dan bagaian-bagian laboratorium kecil yang tidak
terpakai. Peraturan perundang-undangan Australia mensyaratkan
bahwa semua limbah sitotoksik, dan beberapa limbah klinis dan terkait
seperti obat-obatan, harus dihancurkan dengan insinerator. Saat ini
SUEZ memiliki dan mengoperasikan empat fasilitas pengolahan
limbah medis di seluruh Australia. Fasilitas SUEZ sebagai berikut
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018):
a) Thermal Destruction (Incineration) - Fasilitas penghancuran termal
suhu tinggi di Western Australia menggunakan ruang pembakaran
untuk membakar limbah dan gas-gas yang mudah menguap,
dengan Air Pollution Control Equipment (APCE) untuk
membersihkan dan memantau semua emisi. Proses ini mengurangi
limbah hingga kurang dari 10% dari volume aslinya, dengan abu
sisa dapat dibuang dengan aman di TPA yang disetujui.
20
b) Matrix process - Fasilitas di Western Australia melakukan proses
Matrix untuk limbah klinis, sehingga secara biologically inert
untuk pembuangan dengan aman di TPA. Limbah dicacah sebelum
disinfeksi melalui proses oksidasi basa dan secara mekanis
dihomogenkan sebelum diangkut ke landfill. Limbah berkurang
menjadi sekitar 80% dari volume aslinya, menawarkan alternatif
yang layak untuk insinerasi.
c) Autoclave - Autoklaf merupakan bejana bertekanan yang
memanfaatkan uap air dan panas dari uap jenuh untuk membunuh
patogen dan mikroorganisme untuk mensterilkan limbah medis dan
lainnya. Limbah yang telah disterilisasi kemudian dicacah sehingga
menjadi tidak dapat dikenali sebelum diangkut ke TPA. Rotating
and standard autoclaves dioperasikan di New South Wales dan
Australia Selatan.
2.3.6 Usulan Pengelolaan
Melihat kondisi pengelolaan limbah B3 di ITB yang masih belum sesuai
dengan standar PP No.18 tahun 1999, penulis mengusulkan konsep yang baru.
Konsep yang akan diterapkan yaitu dengan membuat sistem pengelolaan
limbah B3 terpadu dilengkapi dengan bangunan tempat khusus di luar area
kampus ITB tepatnya di lahan kosong sebelah barat laut SABUGA sebagai
tempat pengumpul dan sekaligus sebagai tempat dilakukannya pre-treatment
limbah B3 yang dihasilkan oleh laboratorium-laboratorium di ITB, dengan
alur pengelolaan limbah sebagai berikut:
21
Gambar 1. Alur Usulan Pengelolaan Limbah B3 (Laboratorium)
Berikut ini adalah penjelasan dari setiap tahapan dari konsep diatas (Sidik
and Damanhuri, 2009):
a. Penghasil limbah
Kegiatan praktikum atau analisis rutin di laboratorium menghasilkanlimbah
bahan kimia B3. Sebagai penghasil limbah B3, setiap laboratorium harus
melakukan inventarisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan berupa pembuatan
catatan tentang:
- Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3;
- Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3;
- Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada
pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3.
Pencatatan ini wajib dilakukan pihak laboratorium sedikitnya enam bulan
sekali kepada instansi yang bertanggung jawab (ITB) dengan tembusan
kepada instansi yang terkait dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sebagai bahan evaluasi dalam
rangka penetapan kebijaksanaan dalam pengelolaan limbah B3. Pihak
laboratorium yang telah melakukan usaha pengelolaan reduksi limbah B3
tetap dapat melaksanakan usaha tersebut namun dengan melakukan beberapa
perbaikan.
b. Penyimpanan dan pengemasan limbah.
22
Penyimpanan limbah B3 laboratorium harus memenuhi syarat :
- Lokasi tempat penyimpanan bebas banjir, tidak di tempat rawan bencana
(seperti gempa dan kebakaran), di luar kawasan lindung serta sesuai
dengan rencana tata ruang;
- Rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah, karakteristik limbah B3
dan upaya pengendalian pencemaran lingkungan.
Untuk penyimpanan limbah B3 sebelum ke tahap pengangkutan, pihak
laboratorium perlu mengusahakan adanya ruangan baru atau paling tidak
diusahakan pengaturan tata ruang laboratorium agar dapat dijadikan tempat
penyimpanan limbah B3 sementara hingga tiba waktu pengangkutan. Pada
tahapan penyimpanan, pihak laboratorium dapat menyediakan lemari atau rak
tambahan khusus untuk penyimpanan limbah B3.
Untuk pengemasan limbah B3, hendaknya disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3, yang biasa digunakan yaitu jerigen plastik. Oleh
karena itu, untuk keperluan pengemasan limbah B3 yang dihasilkan, pihak
laboratorium harus memiliki tambahan jerigen plastik sebagai wadah khusus
untuk limbah B3. Setiap kemasan limbah B3 wajib diberi simbol dan label
yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3, dan apabila ada
ketentuan lebih lanjut mengenai symbol dan label limbah B3 ditetapkan oleh
pihak ITB yang bertanggung jawab
c. Pengangkutan.
Penyerahan limbah B3 dari pihak setiap laboratorium di ITB kepada
pengangkut harus disertai dokumen limbah B3. Ketentuan mengenai dokumen
limbah B3 ditetapkan dari pihak ITB yang bertanggung jawab. Pengangkutan
limbah B3 dari laboratorium harus dengan alat angkut khusus yang memenuhi
persyaratan dengan tata cara pengangkutan yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Bangunan pengumpul (lokasi pre-treatment).
Untuk mendukung kegiatan pengumpulan, hendaknya bangunan
pengumpul memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
23
- Memiliki konstruksi bangunan kedap air dan bahan bangunan yang
disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 dari laboratorium-
laboratorium ITB.
- Lokasi bangunan bebas banjir.
- Untuk pre-treatment, bangunan pengumpul harus memiliki atau
merangkap fungsi sebagai laboratorium untuk meneliti karakteristik
limbah B3 kecuali untuk toksikologi.
- Di dalamnya terdapat perlengkapan untuk penanggulangan terjadinya
kecelakaan.
- Di dalam bangunan inilah dilakukan pre-treatment untuk setiap kategori
limbah B3:
a) Asam dan basa, dapat dilakukan dengan pengenceran dengan air.
Pengenceran yaitu berkurangnya rasio zat terlarut di dalam larutan
akibat penambahan pelarut.
b) Campuran bahan kimia dapat dikelola dengan cara pengendapan
dan pengenceran. Campuran bibiarkan beberapa saat hingga
terdapat dua fasa yaitu zat cair dan endapan. Endapan yang
dihasilkan disimpan dalam jerigen terpisah, sedangkan zat cairnya
diukur pH-nya lalu diencerkan.
c) Solvent dapat dilakukan dengan destilasi. Destilasi merupakan
teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik
didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari
campuran homogen.
d) Limbah infektius cukup ditempatkan dalam wadah tertutup dan
terpisah dari bahan kimia yang lain.
Daerah lahan kosong sebelah barat laut SABUGA sangat cocok untuk
dibangun bangunan pengumpul dan pre-treatment limbah B3 karena kondisi
tempatnya yang terdapat banyak tanaman hijau dan bebas banjir. Pihak
pengumpul limbah B3 wajib melakukan inventarisasi dengan membuat catatan
tentang:
- Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu diterimanya limbah B3 dari setiap
laboratorium penghasil limbah B3;
24
- Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3 kepada
pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah;
25
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarakan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a. Jenis laboratorium kesehatan dibedakan menjadi 2, yaitu laboratorium klinik
dan laboratorium kesehatan lingkungan. Laboratorium klinik berpotensi
menghasilkan limbah B3 berupa limbah benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah kimia, limbah radioaktif, dan limbah cair. Sedangkan
laboratorium kesehatan masyarakat berpotensi menghasilkan limbah padat,
limbah gas, dan limbah cair.
b. Timbulan LB3 dari kegiatan laboratorium memiliki resiko tinggi berupa:
mudah terbakar, mudah meledak, bersifat korosif, merupakan bahan buangan
oksidasi, bersifat infeksius, dan beracun.
c. Pengelolaan LB3 di laboratorium klinik/kesehatan masyarakat yang bersifat
komersial sudah cukup baik, mayoritas bentuk pengelolaan dilakukan oleh
pihak ketiga yang memiliki izin pengelolaan LB3. Sedangkan pengelolaan
LB3 di laboratorium kesehatan masyarakat milik sekolah / universitar belum
sepenuhnya dikelola dengan baik. Pengelolaan LB3 masih bercampur dengan
limbah domestik.
d. Benchmarking dari negara lain (Jepang), Penanganan limbah dimulai dari
pemilahan, pengemasan dan selanjutnya pengangkutan limbah. Limbah
kemudian diolah untuk menjadi energi (waste to energy) dari kota Tokyo di
fasilitas Shinagawa dengan kapasitas hingga 7.200 ton/hari. Di Vietnam,
pengelolaan LB3 dilakukan menggunakan Autoklaf tipe Pre Vaccum dengan
Integrated Sterilizer and Shredder (ISS). Sedangkan di Australia, pengolahan
LB3 menggunakan Thermal Destruction (Incineration), Matrix process, dan
Autoclave.
e. Usulan bentuk pengolahan LB3 dilakukan secara terpadu, yaitu tempat
pengumpul dan sekaligus tempat dilakukannya pre-treatment limbah B3.
4.2 Saran dan Rekomendasi
Bahan kimia kadaluarsa yang tidak dapat dimusnahkan melalui insenerasi
harus disimpan ditempat tersendiri dengan kondisi lingkungan yang dapat
dikendalikan. S.O.P Perencanaan Pembelian Bahan Kimia, Penanganan dan
26
Penyimpanan Bahan Kimia serta Audit Gudang perlu dioptimalkan melalui usulan
rancangan perubahan S.O.P yang baru. Audit gudang harus dilaksanakan minimal
6 (enam) bulan dalam satu tahun. Hal ini untuk memperoleh akurasi data inventori
sistem komputerisasi dengan kondisi gudang.perawatan, pengecekan,
penyimpanan limbah B3 secara berkala, pemasangan label berdasarkan
karakteristik dan pemasangan symbol yang sesuai karateristik masing_masing
seperti label berbahaya, beracun.
27
Daftar Pustaka
Freeman (1995) Industrial Pollution Preventive Hand Book. New York: McGraw-
Hill.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun (2018) Peta Jalan
(Roadmap) Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes), KemenLHK.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun (2003) Tentang Laboratorium
Kesehatan.
Al Madury, S. et al. (2014) ‘Prohilila (Produksi Hidrogen Dari Limbah
Laboratorium) Sebagai Mediator Energi Pembangkit Listrik Dengan
Metode Fuel Cell’, Khazanah, 6(2), pp. 55–66.
Malayadi, A. F. (2017) Karakteristik Dan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun Laboratorium Universitas Hasanuddin Kota
Makassar, Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Paramita, N. (2007) ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Subroto’, Presipitasi, 2(1), pp. 51–55.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan N0. 55 Tahun (2017)
Tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 30 Tahun (2009) Tentang Tata Laksana
Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun (2009) Tentang Tata
Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun (2014) Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun (2016) Tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun (2015) Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Penurunan Tarif Pajak
Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk
Perseroan Terbuka.
28
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun (2001) Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Pramestyawati, T. N. (2019) ‘Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) Laboratorium Klinik di Sumber Limbah’, Seminar Teknologi
Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur, pp. 471–476.
Salasatun, S. (2001) Peranserta masyarakat dalam pendayagunaan pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun. Universitas Airlangga.
Sidik, A. A. and Damanhuri, E. (2009) ‘Studi Pengelolaan Limbah B3 (Bahan
Berbahaya Dan Beracun) Laboratorium Laboratorium Di ITB’, Jurnal
Teknik Lingkungan Volume, 18(1), pp. 12–20.
Undang-Undang No. 36 Tahun (2009) Tentang Kesehatan.

More Related Content

What's hot

Cawan petri, jarum ose, spkulum
Cawan petri, jarum ose, spkulum Cawan petri, jarum ose, spkulum
Cawan petri, jarum ose, spkulum Okta Yosiana Dewi
 
Laporan praktikum biokimia vitamin c
Laporan praktikum biokimia   vitamin cLaporan praktikum biokimia   vitamin c
Laporan praktikum biokimia vitamin cAnnisa Nurul Chaerani
 
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonlaporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonqlp
 
laporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsilaporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsiWd-Amalia Wd-Amalia
 
Asidi alkalimetri
Asidi alkalimetriAsidi alkalimetri
Asidi alkalimetriZamZam Pbj
 
Laporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat Laboratorium
Laporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat LaboratoriumLaporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat Laboratorium
Laporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat LaboratoriumRukmana Suharta
 
Mikrobiologi - pertumbuhan mikroba
Mikrobiologi - pertumbuhan mikrobaMikrobiologi - pertumbuhan mikroba
Mikrobiologi - pertumbuhan mikrobaYusuf Ahmad
 
Laporan praktikum stoikiometri
Laporan praktikum stoikiometriLaporan praktikum stoikiometri
Laporan praktikum stoikiometriLinda Rosita
 
Perkembangbiakan & Pertumbuhan Mikroba
Perkembangbiakan & Pertumbuhan MikrobaPerkembangbiakan & Pertumbuhan Mikroba
Perkembangbiakan & Pertumbuhan MikrobaAtik Yuli
 
Laporan Mikrobiologi - Pengamatan Morfologi Fungi
Laporan Mikrobiologi -  Pengamatan Morfologi FungiLaporan Mikrobiologi -  Pengamatan Morfologi Fungi
Laporan Mikrobiologi - Pengamatan Morfologi FungiRukmana Suharta
 
Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...
Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...
Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...UNESA
 
Reaksi-Reaksi Identifikasi Anion
Reaksi-Reaksi Identifikasi AnionReaksi-Reaksi Identifikasi Anion
Reaksi-Reaksi Identifikasi AnionDokter Tekno
 
Laporan Praktikum Pembakuan HCl
Laporan Praktikum Pembakuan HClLaporan Praktikum Pembakuan HCl
Laporan Praktikum Pembakuan HClyassintaeka
 
Makalah Limbah Farmasi
Makalah Limbah FarmasiMakalah Limbah Farmasi
Makalah Limbah FarmasiFirda Khaerini
 
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasi
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasiLaporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasi
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasiDian Khairunnisa
 

What's hot (20)

Laporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alatLaporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alat
 
Cawan petri, jarum ose, spkulum
Cawan petri, jarum ose, spkulum Cawan petri, jarum ose, spkulum
Cawan petri, jarum ose, spkulum
 
Laporan praktikum biokimia vitamin c
Laporan praktikum biokimia   vitamin cLaporan praktikum biokimia   vitamin c
Laporan praktikum biokimia vitamin c
 
Ekstraksi pelarut cair cair
Ekstraksi pelarut cair cairEkstraksi pelarut cair cair
Ekstraksi pelarut cair cair
 
Kimia analisis ku
Kimia analisis kuKimia analisis ku
Kimia analisis ku
 
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonlaporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
 
laporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsilaporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsi
 
Asidi alkalimetri
Asidi alkalimetriAsidi alkalimetri
Asidi alkalimetri
 
Laporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat Laboratorium
Laporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat LaboratoriumLaporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat Laboratorium
Laporan Mikrobiologi - Pengenalan Alat Laboratorium
 
Mikrobiologi - pertumbuhan mikroba
Mikrobiologi - pertumbuhan mikrobaMikrobiologi - pertumbuhan mikroba
Mikrobiologi - pertumbuhan mikroba
 
Laporan praktikum stoikiometri
Laporan praktikum stoikiometriLaporan praktikum stoikiometri
Laporan praktikum stoikiometri
 
Perkembangbiakan & Pertumbuhan Mikroba
Perkembangbiakan & Pertumbuhan MikrobaPerkembangbiakan & Pertumbuhan Mikroba
Perkembangbiakan & Pertumbuhan Mikroba
 
Laporan Mikrobiologi - Pengamatan Morfologi Fungi
Laporan Mikrobiologi -  Pengamatan Morfologi FungiLaporan Mikrobiologi -  Pengamatan Morfologi Fungi
Laporan Mikrobiologi - Pengamatan Morfologi Fungi
 
Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...
Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...
Laporan Biokimia Praktikum Karbohidrat: Uji Molish, Uji Benedict, Uji Seliwan...
 
Gravimetri
GravimetriGravimetri
Gravimetri
 
Reaksi-Reaksi Identifikasi Anion
Reaksi-Reaksi Identifikasi AnionReaksi-Reaksi Identifikasi Anion
Reaksi-Reaksi Identifikasi Anion
 
amina & amida
amina & amidaamina & amida
amina & amida
 
Laporan Praktikum Pembakuan HCl
Laporan Praktikum Pembakuan HClLaporan Praktikum Pembakuan HCl
Laporan Praktikum Pembakuan HCl
 
Makalah Limbah Farmasi
Makalah Limbah FarmasiMakalah Limbah Farmasi
Makalah Limbah Farmasi
 
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasi
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasiLaporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasi
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasi
 

Similar to Pengelolaan Limbah Lab

Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxMakalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxU Lhia Estrada
 
Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...
Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...
Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...Amila240498
 
Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019 seri keterampilan sputum 2
Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019   seri keterampilan sputum 2Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019   seri keterampilan sputum 2
Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019 seri keterampilan sputum 2ihsanotriami
 
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba TropisLaporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropisguestbbed0b
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANDiah Octarinie
 
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...KhilyatulAfkar
 
Makalah LIMBAH FARMASI
Makalah LIMBAH FARMASIMakalah LIMBAH FARMASI
Makalah LIMBAH FARMASIFirda Khaerini
 
Makalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerobMakalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerobYusra Yuliana
 
Ipa modul 3 kb 4 (2)
Ipa modul 3 kb 4 (2)Ipa modul 3 kb 4 (2)
Ipa modul 3 kb 4 (2)BimbinganUNY
 
IPA Modul 3 KB 4 Rev
IPA Modul 3 KB 4 RevIPA Modul 3 KB 4 Rev
IPA Modul 3 KB 4 RevPPGHybrid2
 
K3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanK3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanSania M.
 
K3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanK3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanSania M.
 
Laporan praktikum simriver - Protista
Laporan praktikum simriver - ProtistaLaporan praktikum simriver - Protista
Laporan praktikum simriver - ProtistaDewi Ayu Maryati
 
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan
Faktor lingkungan nanaMELIANA1
 

Similar to Pengelolaan Limbah Lab (20)

Sunar
SunarSunar
Sunar
 
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxMakalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
 
Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...
Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...
Bioteknologi konvensional dalam bidang pangan di universitas muhammadiyah yog...
 
Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019 seri keterampilan sputum 2
Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019   seri keterampilan sputum 2Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019   seri keterampilan sputum 2
Buku pedoman kk blok 2.6 tahun 2019 seri keterampilan sputum 2
 
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba TropisLaporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
 
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN DI LABORATORIUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBER...
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
 
Laporan fixaa
Laporan fixaaLaporan fixaa
Laporan fixaa
 
PANDUAN LIMBAH B3.docx
PANDUAN LIMBAH B3.docxPANDUAN LIMBAH B3.docx
PANDUAN LIMBAH B3.docx
 
Makalah LIMBAH FARMASI
Makalah LIMBAH FARMASIMakalah LIMBAH FARMASI
Makalah LIMBAH FARMASI
 
PKM Hibah Mahasiswa
PKM Hibah MahasiswaPKM Hibah Mahasiswa
PKM Hibah Mahasiswa
 
Makalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerobMakalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerob
 
Ipa modul 3 kb 4 (2)
Ipa modul 3 kb 4 (2)Ipa modul 3 kb 4 (2)
Ipa modul 3 kb 4 (2)
 
IPA Modul 3 KB 4 Rev
IPA Modul 3 KB 4 RevIPA Modul 3 KB 4 Rev
IPA Modul 3 KB 4 Rev
 
K3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanK3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunan
 
K3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanK3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunan
 
Laporan praktikum simriver - Protista
Laporan praktikum simriver - ProtistaLaporan praktikum simriver - Protista
Laporan praktikum simriver - Protista
 
Makalah isd 1 wahyu
Makalah isd 1 wahyuMakalah isd 1 wahyu
Makalah isd 1 wahyu
 
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan
Faktor lingkungan
 

Pengelolaan Limbah Lab

  • 1. PENGELOLAAN LIMBAH LABORATORIUM Mata Kuliah Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dosen Pengampu Dr. Ing. Sudarno Utomo, S.T., M.Sc. Oleh: Miftachurahma W. 30000119410010 Hendri Setiawan 30000119410012 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2020
  • 2. ii Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengelolaan Limbah Laboratorium ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada Mata Kuliah Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang permasalahan pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan laboratorium bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ing. Sudarno Utomo, S.T., M.Sc, selaku dosen mata kuliah Pengendalian Pencemaran Lingkungan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini. (Semarang, 10 Juni 2020) Penulis
  • 3. iii Daftar Isi Kata Pengantar .........................................................................................................ii Daftar Isi..................................................................................................................iii Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3 Tujuan....................................................................................................... 2 Bab II Pembahasan.................................................................................................. 3 2.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium................... 3 2.1.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Klinik ...... 3 2.1.2 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Kesehatan Masyarakat ............................................................................................. 4 2.2 Bahaya dan Resiko Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium ................ 5 2.3 Kondisi Eksisting Pengelolaan LB3 dari kegiatan Saat ini...................... 6 2.3.1 Bentuk Pengelolaan yang Dilakukan ...................................................... 6 2.3.2 Regulasi................................................................................................... 8 2.3.3 Aspek Ekonomi Pengelolaan Limbah Laboratorium............................ 11 2.3.4 Peran Serta Masyarakat......................................................................... 12 2.3.5 Benchmarking dari negara lain ............................................................. 13 2.3.6 Usulan Pengelolaan............................................................................... 20 Bab IV Penutup ..................................................................................................... 25 4.1 Kesimpulan................................................................................................. 25 4.2 Saran dan Rekomendasi ......................................................................... 25 Daftar Pustaka ....................................................................................................... 27
  • 4. 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Laboratorium merupakan sebuah fasilitas yang berfungsi untuk mengontrol kondisi dengan menggunakan teknologi sains, penelitian, percobaan atau eksperimen. Berdasarkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun, 2003) tentang jenis – jenis laboratorium, terdapat 2 jenis laboratorium kesehatan yaitu laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan. Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Sedangkan laboratorium kesehatan masyarakat adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya kesehatan penyakit. Dalam kegiatannya, laboratorium kesehatan banyak menggunakan bahan kimia untuk mendukung kegiatan percobaan atau eksperimen. Penggunaan bahan kimia menyebabkan laboratorium menghasilkan limbah yang dikategorikan sebagai bahan berbahaya dan beracun. Berdasarkan (Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun, 2014) tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa dari suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan limbah B3 memerlukan treatment tersendiri, artinya proses pengelolaan limbah B3 tidak dapat disamakan dengan limbah padat biasa. Hal tersebut dikarenakan limbah B3 dapat mencemari lingkungan sekitar dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Pewadahan limbah B3 pun harus dipisahkan dengan limbah padat biasa, sebab limbah b3 dapat mencemari limbah padat lainnya sehingga akan bersifat berbahaya dan beracun pula.
  • 5. 2 Mengingat pentingnya pengelolaan limbah B3 pada laboratorium kesehatan, makalah ini disusun untuk mengetahui jenis – jenis timbulan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan laboratorium beserta bahaya dan resiko yang ditimbulkan. Selain itu, akan dijelaskan pula kondisi eksisting pengelolaan yang ada saat ini dan bechmarking dari negara lain yang telah sukses melaksanakan pengelolaan limbah B3. 1.2 Rumusan Masalah a. Apa saja jenis timbulan LB3 yang dihasilkan dari kegiatan laboratorium? b. Bagaimana bahaya dan resiko dari timbulan LB3 hasil kegiatan laboratorium? c. Bagaimana kondisi eksisting pengeloalan LB3 hasil kegiatan laboratorium saat ini? d. Bagaimana bentuk pengelolaan LB3 dari hasil kegiatan laboratorium pada negara lain (benchmarking)? e. Bagaimana bentuk pengelolaan LB3 hasil kegiatan laboratorium yang seharusnya dilakukan? 1.3 Tujuan a. Mengetahui potensi timbulan LB3 dari kegiatan laboratorium b. Mengidentifikasi bahaya dan resiko dari timbulan LB3 hasil kegiatan laboratorium c. Mengetahui kondisi eksisting pengeolaan LB3 hasil kegiatan laboratorium saat ini d. Mengetahui bentuk pengelolaan LB3 dari hasil kegiatan laboratorium pada negara lain e. Memberikan arahan pengelolaan LB3 hasil kegiatan laboratorium
  • 6. 3 Bab II Pembahasan 2.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Berdasarkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun, 2003) tentang jenis – jenis laboratorium, terdapat 2 jenis laboratorium kesehatan yaitu laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat. Aktivitas laboratorium yang dilakukan pada laboratorium klinik dan kesehatan masyarakat berbeda – beda, sehingga jenis limbah B3 yang dihasilkan pun juga berbeda. 2.1.1 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Klinik Laboratorium klinik merupakan laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun, 2003). Contohnya Laboratorium Kesehatan milik Rumah Sakit, Puskesmas, dll. Laboratorium klinik merupakan penghasil limbah B3 yang didominasi oleh limbah klinis yang bersifat infeksius (Pramestyawati, 2019). Limbah infeksius berpotensi menularkan penyakit sehingga perlu adanya pengelolaan LB3 di laboratorium klinik sebagai sumber limbah. Limbah infeksius harus segera diolah setelah dihasilkan. Penyimpanan limbah infeksius merupakan pilihan terakhir, apabila tidak dapat langsung diolah. Menurut (Paramita, 2007), pengkategorian tingkat bahaya dilihat dari potensi bahaya yang terkandung didalamnya, volume dan sifat persistensi yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Jenis limbah yang dihasilkan dari aktivitas laboratorium klinis adalah: a) Limbah benda tajam, berupa perlengkapan intravena, jarum suntik, pecahan gelas, pipet pasteur, dll. b) Limbah infeksius, adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
  • 7. 4 jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. c) Limbah patologi, merupakan limbah yang berasal dari jaringan tubuh yang diidentifikasi dalam uji laboratorium. d) Limbah kimia, adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan – bahan kimia dalam uji laboratorium. e) Limbah radioaktif, adalah limbah yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari riset radionukleotida. f) Limbah cair, yang dihasilkan dari aktivitas pencucian peralatan laboratorium yang terkena bahan kimia. 2.1.2 Potensi Timbulan Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Kesehatan Masyarakat Laboratorium kesehatan masyarakat merupakan laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang mikrobiologi, fisika, kimia dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun, 2003). Contohnya Laboratorium yang menguji kualitas air, udara, tanah, dll. Menurut (Malayadi, 2017), Laboratorium kesehatan masyarakat menghasilkan limbah yang bervariasi yaitu limbah cair, limbah padat, dan gas. Kuantitas dan frekuesi yang dihasilkan relatif kecil. Namun kandungan bahan pencemar sangat bervariasi dan ada yang termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun. a) Limbah padat yang dihasillkan dari aktivitas laboratorium sifatnya relatif kecil berupa endapan dan kertas saring bekas. b) Limbah gas yang dihasilkan dari aktivitas laboratorium sifatnya relatif kecil, sehingga masih aman dibuang langsung ke udara. c) Limbah cair, yang dihasilkan dari aktivitas pencucian peralatan laboratorium yang terkena bahan kimia. Memiliki sifat yang relatif berbahaya, karena dapat terserap ketanah dan mencemari air permukaan maupun air bawah tanah.
  • 8. 5 2.2 Bahaya dan Resiko Limbah B3 Hasil Kegiatan Laboratorium Menurut (Malayadi, 2017), limbah hasil kegiatan laboratorium memiliki karakter dan sifat sebagai berikut: a. Mudah terbakar Limbah bahan kimia hasil kegiatan laboratorium memiliki sifat mudah terbakar, yaitu apabila dekat dengan api / sumber api / percikan / terjadi gesekan menyebabkan mudah menyala dalam waktu yang lama, sehingga menyebabkan terjadinya kebakaran. Zat yang mudah terbakar memiliki titik didih yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan ledakan uap. Hal ini disebabkan pemanasan cairan menyebabkan tekanan menjadi meningkat dengan cepat sehingga mudah terbakar dalam wadah tertutup. Ledakan terjadi ketika tekanan yang timbul cukup untuk menghancurkan wadah. b. Mudah meledak Selain bersifat mudah terbakar, Limbah bahan kimia hasil kegiatan laboratorium memiliki sifat mudah meledak. Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu atau tekanan standar dapat meledak, karena menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi akibat reaksi fisika atau kimia sederhana. Limbah ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan ledakan besar tanpa terduga. c. Bersifat korosif Korosif merupakan sifat suatu substansi yang dapat menyebabkan benda lain hancur dan memperoleh dampak negatif. Korosif dapat menyebabkan kerusakan pada mata, kulit, sistem pernapasan, dll. d. Merupakan bahan buangan oksidasi Bahan buangan oksidasi adalah bahan kimia yang mungkin tidak mudah terbakar, tetapi dapat menimbulkan kebakaran karena sifat bahan kimia ini dapat menghasilkan oksigen. Syarat terjadinya api adalah terdapat: oksigen, bahan bakar, dan panas. Beberapa bahan oksidator memerlukan panas untuk menghasilkan oksigen, sedangkan pada bahan lainnya dapat menghasilkan oksigen pada suhu kamar. Alat pemadam kebakaran biasanya tidak efektif untuk memadamkannya, sebab oksigen menyediakan oksigen sendiri.
  • 9. 6 e. Bersifat infeksius Limbah yang bersifat infeksius adalah limbah yang dapat menyebabkan infeksi. Sumbernya berasal dari bagian tubuh manusia yang diamputasi atau terkena infeksi, limbah dari bagian tubuh manusia, atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman / penyakit menular, yang kemudian perlu diidentifikasi melalui uji laboratorium. Limbah ini hanya dihasilkan dari laboratorium klinik atau rumah sakit. Limbah infeksius dapat menularkan penyakir pada manusia tau hewan yang terpapar oleh limbah tersebut. Contoh limbah infeksius: kultur laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi yang tersentuh jaringan tubuh pasien, dll. f. Bersifat beracun Limbah bersifat beracun, artinya apabila terpapar dapat menyebabkan gangguan atau bahaya bagi kesehatan masyarakat, bahkan pada konsentrasi tinggi jika masuk ketubuh atau kontak dengann kulit dapat menyebabkan kematian. 2.3 Kondisi Eksisting Pengelolaan LB3 dari kegiatan Saat ini 2.3.1 Bentuk Pengelolaan yang Dilakukan a. Pengelolaan di Laboratorium Klinik / Laboratorium Kesehatan Masyarakat yang bersifat Komersial Mayoritas pengelolaan limbah B3 di klinik atau laboratorium yang bersifat komersial telah dilakukan dengan baik, sesuai dengan prosedur yang di tetapkan oleh pemerintah. Sebab, laboratorium klinik memiliki sistem perizinan yang sangat ketat dan diawasi langsung oleh Departemen / Kementerian Kesehatan. Tidak semua laboratorium dapat mengolah limbah B3 yang dihasilkan, sebab hanya lembaga yang memiliki izin untuk mengelola limbah B3 saja yang bisa mengelola. Mayoritas bentuk pengelolaan limbah B3 di laboratorium adalah dengan menyediakan TPS limbah B3 dan bekerjasama dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin. Bentuk kerjasama harus tertuang dalam perjanjian kerjasama. Kegiatan pengangkutan limbah B3 dati TPS B3 juga harus disertai dengan bukti
  • 10. 7 berupa manifest. Selanjutnya, limbah B3 akan diolah oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang masih berlaku. Ketentuan penyediaan TPS LB3, proses pewadahan LB3, dan proses penyimpanan LB3 juga harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 30 Tahun, 2009) tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3 oleh Pemerintah Daerah. Para penghasil LB3 harus memenuhi ketentuan pengelolaan LB3 dalam peraturan tersebut, yaitu: - Mematuhi jenis limbah B3 yang disimpan/dikumpulkan; - Mengikuti persyaratan penyimpanan atau pengumpulan limbah B3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan; - Mengikuti persyaratan penyimpanan atau pengumpulan sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah B3; - Mencegah terjadinya tumpahan/ceceran limbah B3; - Mencatat neraca limbah B3; - Mematuhi jangka waktu penyimpanan atau pengumpulan limbah B3; dan; - Menyampaikan laporan kegiatan perizinan penyimpanan dan/atau pengumpulan limbah B3. b. Pengelolaan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat milik Universitas / Sekolahan Kondisi yang berbeda terjadi pada laboratorium kesehatan milik universitas atau sekolahan. Pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari aktivitas laboratorium tersebut belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Walaupun jumlah limbah B3 yang dihasilkan masih tergolong sedikit, namun perlu dilakukan pengelolaan dengan baik mengingat resiko yang ditimbulkan dari limbah B3 sangat besar. Bentuk pengelolaan limbah B3 hasil kegiatan laboratorium kesehatan milik universitas / sekolahan :
  • 11. 8 - Limbah cair, beruba bahan kimia dibuang melalui saluran drainase. Sebelum dibuang ke saluran drainase, dilakukan pengenceran bahan kimia dengan menambahkan aquades. Tujuan pengenceran adalah untuk mengurangi konsentrasi limbah cair, sebelum dibuang ke lingkungan. - Limbah padat, berupa tisu, wadah bahan kimia, kain majun, kertas pH, atau barang – barang yang terkontaminasi bahan kimia dikumpulkan, dikemas, dan langsung dibuang ke TPS LB3. Limbah B3 tidak dikemas sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang – undangan. Selain itu, limbah B3 juga tidak dibuang pada TPS LB3. Limbah B3 bercampur dengan limbah padat lainnya. 2.3.2 Regulasi Kebijakan pengelolaan limbah B3 dari Fasyankes mengacu pada (Sidik and Damanhuri, 2009) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Undang-undang ini mendefinisikan bahwa Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Bagian Kedua dari (Sidik and Damanhuri, 2009) membahas ketentuan-ketentuan mengenai pengelolaan limbah B3, dimulai dengan Pasal 59 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya”, namun jika tidak mampu melakukan pengelolaan limbah B3nya sendiri, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Pasal ini merupakan landasan dari sistem pengelolaan limbah B3 secara keseluruhan dari penghasil hingga pemusnah. Adapun perizinan pengelolaan limbah B3 diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pengaturan tentang pengelolaan limbah B3 lebih rinci diberikan pada tingkat peraturan pemerintah.
  • 12. 9 a. (Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun, 2014) Peraturan Pemerintah 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (PP 101/2014), adalah peraturan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 pada tingkatan yang lebih rinci. PP 101/2014 mendefinisikan lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan limbah B3 yang mencakup definisi tentang penghasil, pengumpul, pengangkut pemanfaat, pengolah, dan penimbun limbah B3. PP 101/2014 ini juga mendefinisikan karakteristik limbah B3, dimana selain terkait karakteristik limbah B3 lainnya, karakteristik utama dari limbah B3 adalah infeksius. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dari Fasyankes di dalam PP 101/2014 termasuk pada kategori limbah B3 dari sumber spesifik umum. Hal ini selanjutnya akan terkait mengenai pengaturan penyimpanan limbah B3 dan perizinannya. Tabel 3 pada lampiran PP 101/2014 menyebutkan bahwa jenis industri/kegiatan Rumah Sakit dan Fasyankes memiliki sumber limbah B3 yang berasal dari seluruh kegiatan rumah sakit dan laboratorium klinis, fasilitas insinerator, dan dari IPAL yang mengolah efluen dari kegiatan rumah sakit dan laboratorium klinis. Demikian pula pada kegiatan dengan kode 47 untuk jenis industri/kegiatan pengoperasian insinerator limbah. Sebagian besar limbah dari industri/kegiatan ini masuk pada kategori bahaya 1 (kode limbah A337-1 sd A337-5, A347-1, dan A347-2) dan lima limbah termasuk pada kategori bahaya 2 (kode limbah B337-1, B337-2, B347-1, B347-2, dan B347-3). Kategori bahaya didasarkan pada risiko limbah akut dan kronis yang akan membedakan cara pengelolaannya. b. (Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun, 2015) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.56/Menlhk- Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permen LHK P.56/2015) mengatur dengan rinci mengenai pengelolaan limbah B3 Fasyankes. Peraturan tersebut ditetapkan untuk melaksanakan Pasal 100 ayat (3) PP 101/2014 yaitu pengaturan rinci untuk masing- masing pengolahan limbah B3 yang ditujukan untuk Fasyankes. Permen
  • 13. 10 LHK P.56/2015 memberikan panduan bagi penghasil limbah B3 dari Fasyankes dalam mengelola limbah B3 yang dihasilkannya. Pasal 3 Permen LHK P.56/2015 mendefinisikan cakupan Fasyankes yang terdiri dari (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018): - Pusat kesehatan masyarakat, - Klinik pelayanan kesehatan atau sejenis, dan - Rumah sakit. Disebutkan pula bahwa cakupan tiga Fasyankes itu ditujukan pada fasilitas yang wajib terdaftar di instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Dengan demikian, klinik kesehatan sejenis yang tidak terdaftar, belum menjadi target dari panduan dalam Permen LHK P.56/2015 ini. Sebagai catatan, Kementerian Kesehatan memiliki acuan lainnya yaitu (Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun, 2016) tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan. PP 47/2016 merupakan peraturan pelaksanaan dari (Undang- Undang No. 36 Tahun, 2009) tentang Kesehatan. Undang-undang ini mendefinisikan bahwa: Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Bagian Kedua dari UU 36/2009 membahas ketentuan-ketentuan mengenai jenis pelayanan, cakupan, dan pelaksana Fasyankes. PP 47/2016 mendefinisikan cakupan Fasyankes yang lebih luas dibanding tiga jenis Fasyankes yang tercantum dalam Permen LHK P.56/2015. Fasyankes dalam Pasal 4 ayat (2) PP 47/2016 terdiri atas (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018): - Empat praktik mandiri Tenaga Kesehatan; - Pusat kesehatan masyarakat; - Klinik; - Rumah sakit; - Apotek; - Unit transfusi darah;
  • 14. 11 - Laboratorium kesehatan; - Optikal; - Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan - Fasilitas pelayanan kesehatan tradisional. Secara umum pemerintah telah mengatur bentuk pengelolaan limbah B3 dalam peraturan perundang – undangan, sehingga bentuk pengelolaan dari limbah B3 diharapkan dapat merujuk pada peraturan tersebut, yaitu: a. (Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun, 2001) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan. b. (Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun, 2014) tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. c. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan N0. 55 Tahun, 2017) tentang Uji Karakteristik Limbah B3. d. (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun, 2009) tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3. Namun, untuk kegiatan yang sifatnya spesifik pemerintah mengeluarkan peraturan perundang – undangan tersendiri. Tujuannya adalah mengatur lebih rinci ketentuan pengelolaan limbah B3. Untuk kegiatan laboratorium klinis, karena merupakan bagian dari fasilitas pelayanan kesehatan maka bentuk pengelolaan limbah B3 merujuk pada ketentuan dalam Permen LHK No P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Namun untuk pengelolaan laboratorium kesehatan masyarakat, pemerintah belum mengeluarkan peraturan perundang – undangan khusus. Sehingga bentuk pengelolaan limbah B3 masih merujuk pada peraturan umum mengenai pengelolaan limbah B3 (ke-4 peraturan diatas). 2.3.3 Aspek Ekonomi Pengelolaan Limbah Laboratorium Salah satu keuntungan yang bisa diperoleh dari penerapan pencegahan pencemaran adalah dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menyelesaikan problem lingkungan yang bersifat kompleks dan urgen. Insentif untuk program pencegahan pencemaran dapat menjadi suatu keuntungan bagi manajemen dan juga bagi industri secara umum (Freeman,
  • 15. 12 1995). Insentif sangat diperlukan untuk program implementasi pencegahan pencemaran. Keuntungan ekonomi (economic benefits) yaitu penurunan jumlah limbah meminimalkan semua biaya yang berhubungan dengan pengolahan dan penanganan limbah. Biaya untuk transportasi, pembuangan, pengolahan akan lebih rendah karena volume limbah yang ditimbulkan berkurang. Limbah cair dari laboratorium yang bersifat toksik yang memiliki unsur logam berat sehingga mencemari lingkungan serta bepengaruh pada kesehatan manusia. Maka diperlukan upaya untuk pengatasan serta memberikan inovasi baru dari limbah cair kimia. Salah satunya dilakukan pengelolaan menggunakan teknik fuel cell yang merupakan energi masa depan yaitu sistem elektrokimia yang dapat mengubah energi kimia dari hidrogen dan oksigen yang langsung menjadi energy listrik. Keuntungannya pembakaran lebih konvensional yang berbasis teknologi dan tidak memancarkan emisi pada saat operasi, merupakan green house gases mengatasi polusi udara. Pemanfaatan limbah laboratorium dengan metode fuel cel ini bertiujuan agar pencemaran lingkungan oleh zat kimia dapat diminimalkan dan dapat mengubahnya menjadi daya energy listrik. Dimana dengan menggunakan fuel cell, satu kg H2 dapat menghasilkan 33,9 kWh energi listrik atau sama dengan 33.900 watt per jam. Hal ini dapat menumbuhkan kemandirian untuk memenuhi kebutuhan listrik terutama di laboratorium hingga dapat memberikan solusi untuk menghasilkan energi yang terbarukan (Al Madury et al., 2014). 2.3.4 Peran Serta Masyarakat Menurut (Salasatun, 2001), salah satu peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah B3 dilakukan melalui mekanisme kontrol. Dalam pengelolaan limbah B3 hasil kegiatan laboratorium kesehatan, masyarakat memiliki peranan penting sebagai pengawas lingkungan. Dimana masyarakat wajib memberikan laporan pada instansi terkait apabila terjadi pelanggaran dalam pengelolaan limbah B3. Namun, hingga saat ini peran serta masyarakat sebagai pengawas dalam pengelolaan limbah B3, khususnya dari kegiatan laboratorium masih sangat minim. Hal tersebut dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat akan
  • 16. 13 bahaya dan resiko yang dihasilkan dari limbah B3 kegiatan laboratorium. Seharusnya, masyarakat menyadari bahwa keberadaan laboratorium kesehatan adalah untuk melayani masyarakat dan dalam prosesnya menghasilkan timbulan limbah. Berdasarkan ketentuan dalam (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018), Fasyankes dan/atau mitra usahanya (dalam hal ini laboratorium kesehatan) wajib melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan kemampuannya dan mematuhi ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan di Indonesia. Dalam hal pelaksanaan pengelolaan limbah B3, diperlukan dukungan dan kerjasama dari masyarakat untuk mencapai keseimbangan dan harmoni dalam pelaksanan kegiatan pelayanan kesehatan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu, peran serta masyarakat sebagai pengawas lingkungan sangatlah penting. 2.3.5 Benchmarking dari negara lain a. Jepang Salah satunya solusinya adalah dengan mengubahnya menjadi energi dan listrik seperti yang dilakukan Jepang. Sebagai negara industri besar dunia, tentunya Jepang banyak sekali menghasilkan limbah kategori B3. Untuk itulah mereka mencoba memanfaatkan teknologi untuk mengolahnya sekaligus sebagai penghasil listrik yang bisa digunakan untuk daerah sekitarnya. Demikan pula pengaturan peran antar masing- masing instansi kementerian dan pemerintah prefektur dan kota serta pihak rumah sakit sebagai penghasil limbah maupun pihak swasta sebagai pihak ketiga pengelolah limbah Fasyankes. Kementerian Lingkungan Hidup Jepang telah menyiapkan tata cara penanganan limbah rumah sakit serta pembinaan teknis hingga pengawasannya. Contoh penanganan sampah untuk menjadi energi (waste to energy) dari kota Tokyo di fasilitas Shinagawa dengan kapasitas hingga 7.200 ton/hari, dapat menjadi alternatif yang dilaksanakan di kota metro/megapolitan di Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018). - Keiyu Hospital di Yokohama
  • 17. 14 Keiyu Hospital dengan kapasitas 410 rawat inap merupakan salah satu rumah sakit percontohan di Jepang. Rumah sakit ini melakukan penanganan limbah Fasyankes mulai dari pemilahan, pengemasan dan selanjutnya pengangkutan limbah yang dilakukan termasuk di ruang rawat umum, Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan laboratorium uji sampel darah pasien. Pengadaan kemasan dan pengangkutan bekerjasama dengan pihak Japan Shooter Co. Ltd. dengan biaya pengangkutan sekitar 200 Yen/kg. Tempat penyimpanan akhir di rumah sakit tidak memerlukan perijinan, namun harus mengikuti panduan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. Kementerian ini melakukan pembinaan dan pengawasan serta kewajiban pihak rumah sakit untuk menyerahkan laporan kegiatan pelaporan kepada pemerintah prefektur Yokohama secara rutin. Sanksi atas pelanggaran berupa pengenaan denda hingga 1.000.000 Yen yang akan dilaksanakan kepada setiap pelanggar setelah diberikan peringatan terlebih dahulu (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018). - Medical Power Co. Ltd di Yokohama Nippon Shooter Co. Ltd adalah pihak fabrikator dan penyedia kemasan khusus limbah Fasyankes yang juga merupakah pihak pengangkut limbah Fasyankes ke Medical Power Co. Ltd. Keiyu Hospital bekerjasama dengan Nippon Shooter Co. Ltd dalam penyediaan kemasan dan pengangkutan limbah Fasyankes. Nippon Shooter Co. Ltd telah mengimplementasikan konsep baru berupa “cycle pale system”. Fabrikasi kotak kemasan terbuat dari bahan high strength, heat resisting yang berkualitas tinggi, dan apabila digunakan sesuai dengan prosedur/cara penggunaannya maka dapat dipakai lebih dari 100 kali. Kapasitas kotak kemasan limbah Fasyankes bervariasi ada 20 liter, 80 liter dan kemasan khusus jarum suntik bekas dengan kapasitas ada yang 2 liter atau 4 liter. Kemasan ini aman karena memiliki komponen pengunci khusus (clamp) dan dilengkapi dengan manifest tracking berupa RFID (detektor infrared). Penggunaan
  • 18. 15 berulang kali memberikan efisiensi pembiayaan dan efektifitas proses penanganan limbah medis. Medical Power Co. Ltd memiliki 3 (tiga) microwave sterilisator berikut alat pencacah, yaitu sterilisator untuk limbah Fasyankes di dalam kemasan kotak karton dan kemasan plastic konvensional yang ikut dimasukkan ke dalam microwave pada suhu 95oC selama 30 menit yang akan ikut tercacah. Kedua sterilisator ini masing-masing berkapasitas sama, yaitu sekitar 10 ton/hari. Sedangkan sterilisator untuk limbah Fasyankes di dalam kemasan kotak recycleable Nippon Shooter dilakukan dengan proses robotisasi yang berkapasitas 100 kotak kemasan per hari. Limbah Fasyankes dari kotak kemasan dimasukan ke dalam microwave 95oC selama 30 menit, sedangkan kotak kemasan dicuci dan didisenfeksi yang kemudian dikirim kembali ke rumah sakit untuk digunakan kembali. Hasil cacahan pasca proses microwave sterilisasi akan dikirimkan ke jasa pengolah lain sesuai tujuan pemanfaatan akhirnya, diantaranya kegiatan pembakaran menjadi energi listrik di Tokyo Waterfront Recycle Power Co. Ltd. Biaya pembangunan fasilitas non robotisasi sekitar 15.000.000 Yen, sedangkan fasilitas robotisasi sekitar 30.000.000 Yen (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018). - Tokyo Waterfront Recycle Power (TRP) Tokyo Waterfront Recycle Power (TRP) Co. Ltd. merupakan fasilitas insinerator terbesar di Jepang untuk pembakaran limbah industri dan limbah dari Fasyankes yang dimanfaatkan menjadi energi listrik. Insinerator untuk limbah industri (termasuk limbah yang mengandung logam) memiliki kapasitas total 550 ton/hari yang dibakar pada 2 unit fluidized bed gasification system dengan melting furnace (1.450oC), sedangkan khusus untuk limbah Fasyankes berkapasitas total 100 ton/hari yang dibakar pada 2 unit vertical furnace (stoker) system (900oC). Fasilitas ini disebut eco-plant, karena dilengkapi dengan flue gas cleaning system yang hampir tidak mengeluarkan emisi dioxin furan maupun parameter lainnya. Penanganan fly ash dari insinerasi
  • 19. 16 yang mengolah limbah industri dilakukan dengan solidifikasi dengan bantuan bahan kimia ferritization agent, sedangkan fly ash dari insinerator yang mengelola limbah Fasyankes dilakukan dengan solidifikasi dengan bantuan bahan kimia chelation agent, yaitu potassium diethyldithiocarbamate CAS 3699-30-7. Operasional rutin insinerator yang mengolah limbah industri menghasilkan slag sekitar 50 ton/hari yang telah dilakukan pemanfaatan lanjutan seperti subsitusi concrete dan road base dan by-product lainya, misalnya logam iron/besi akan dimanfaatkan oleh metal recycle company lain di Jepang. Rencana kegiatan pemanfaatan ini akan mampu menjadikan TRP menciptakan konsep zero waste. Sedangkan nilai tambah yang sangat penting lainnya adalah dengan pengoperasian semua insinerator pada kapasitas total serta dengan menjaga kualitas heating value syngas di sekitar 5.000 kcal/kg, maka akan mampu menghasilkan listrik sebesar 23 MW (ekuivalen dengan kebutuhan sekitar 55.000 rumah tangga di Jepang). Listrik ini kemudian disalurkan kepada masyarakat di sekitar sebagai pelaksanaan Community Social Responsibility (CSR) dan sebagian besar dijual kepada Tokyo Electric Power Company dengan harga sekitar 7.00 hingga 9.00 Yen per KWh (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018). - Shinagawa Combustion Plant di Shinagawa Shinagawa Combustion Plant merupakan salah satu fasilitas pemusnah sampah (insinerator) yang dimiliki Pemerintah Daerah Tokyo yang disebut Tokyo District 23 (terdiri dari 23 kota administratif yang membentuk Kota Tokyo). Kota Tokyo memiliki 21 insinerator yang berada di tengah kota, namun dapat beroperasi stabil karena selalu memenuhi standar lingkungan yang ketat. Fasilitas insinerator pada CAT23 tersebut mengoperasikan sistem informasi emisi yang real time dan dapat diakses secara terbuka oleh publik di Jepang. Semua incinerator diopersikan secara kontinyu selama 24 jam yang membakar sampah sekitar 7.500 ton/hari dan menghasilkan abu sekitar 760 ton/hari. Abu tersebut yang sebagian besar akan dapat
  • 20. 17 dimanfaatkan, sedangkan untuk residu yang tidak dapat dimanfaatkan lagi akan ditempatkan di lokasi landfill Chubo-Tokyo. Fungsi penting insinerator lainnya adalah insinerator mampu menghasilkan energi listrik dan panas bagi kota Tokyo sebesar 1.100 MW per tahun dengan harga jual listrik sebesar 9.8 miliar Yen di tahun 2016. Shinagawa Combustion Plant berkapasitas 600 ton/hari yang mengoperasikan fully continuous combustion grate incinerator dengan suhu 850oC. Fasilitas ini memiliki overall heat recovery sekitar 17% dan heat recovery pada combustion process sekitar 90% sehingga mampu menghasilkan listrik sekitar 15 MW. Dalam pengendalian emisinya, fasilitas ini memiliki flue gas cleaning system, termasuk sistem pendinginan seketika flue gas hingga menjadi hanya sekitar 150oC untuk menghindari pembentukan dioxin furan. Selain itu fasilitas ini juga memiliki kegiatan penanganan dan pemanfaatan fly ash dan bottom ash serta unit Waste Waste Treatment Plant (WWTP) (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018). b. Vietnam Pengelolaan limbah B3 Fasyankes di Vietnam umumnya untuk di kota besar dilakukan oleh dan dibiayai oleh Pemerintah sedangkan di kecil umumnya menggunakan insinerator dan non insinerator. Fasyankes di kota besar di Ho Chi Minh dan Hanoi tidak diperbolehkan mengoperasikan fasilitas pengolahan limbah B3 yang dihasilkan sendiri. Pengolahan Limbah B3 Fasyankes harus dilakukan oleh jasa pengolahan limbah B3 milik pemerintah Vietnam (BUMN/BUMD) tanpa dipungut biaya (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018). - Rumah Sakit Le Loi di Kota Vung Tau Rumah Sakit Le Loi berlokasi di kota Vung Tau, Provinsi Ba Ria Vung Tau. Rumah sakit ini mengunakan Autoklaf tipe Pre Vaccum dengan Integrated Sterilizer and Shredder (ISS) Merk Celitron tipe ISS AC-575 dengan kapasitas 150 liter untuk menghancurkan dan sterilisasi limbah B3 berupa kasa bekas, selang infus, kapas bekas, sarung tangan bekas, jarum suntik, botol ampul, botol infus dan lain-
  • 21. 18 lain kecuali patologi, kaca, tekstur besar. Proses dilakukan dalam 1 chamber dengan menggunakan uap panas pada suhu 135⁰ C dan tekanan 36,3 psi. Waktu yang diperlukan di dalam chamber adalah 30 menit dengan lama waktu sterilisasi dilakukan selama 5-7 menit untuk memastikan semua mikroorganisme yang berbahaya sudah tidak aktif. Limbah B3 rumah sakit sudah terkonversi menjadi limbah non B3 yang steril, berubah bentuk, dan volume berkurang hingga 80%, sehingga residu yang dihasilkan hanya 20% dan residu ini digolongkan sebagai limbah non B3 yang dapat dikumpukan di tempat sampah domestik dan kemudian dikirim ke landfill. Sementara limbah air dari autoklaf disalurkan ke bak penampungan yang terhubung dengan IPAL. Pengujian inaktifasi spora dilakukan menggunakan bio- indikator Bacillus stearothermophilus dengan konsentrasi minimum 1x104 Bacillus stearothermophilus merupakan bio-indikator yang sesuai untuk teknologi sterilisasi uap berdasarkan standar internasional. Pemerintah Vietnam tidak mensyaratkan perizinan penggunaan autoklaf untuk pengolah limbah B3 di rumah sakit, tetapi autoklaf tersebut harus memiliki stiker yang dikeluarkan oleh Departemen Lingkungan Hidup setempat. Stiker ini merupakan izin operasional autoklaf yang berlaku selama 3 (tiga) tahun yang diberikan apabila pengujian validasi sudah memenuhi syarat. Pengawasan dilakukan oleh Departemen Lingkungan Hidup setiap 6 (enam) bulan sekali dengan melakukan pengujian validasi spora (disiapkan oleh Departemen Lingkungan Hidup), dengan pengulangan pengujian sebanyak 3 (tiga) kali. Apabila pengujian validasi memenuhi syarat maka autoklaf akan diberikan stiker tetapi apabila tidak memenuhi syarat maka dikenakan denda sebesar US$ 10.000. kemudian jika pengujian validasi 6 (enam) bulan berikutnya tetap tidak memenuhi syarat, maka operasional alat autoklaf dihentikan. Persyaratan lain terkait dengan autoklaf adalah Standard Operational Procedure (SOP) pengolahan limbah B3 menggunakan
  • 22. 19 autoklaf wajib ada pada lokasi pengolahan limbah B3 dengan poster ukuran besar. c. Australia - SUEZ SUEZ dengan kantor pusat di Level 4. 3 Rider Boulevard, Rhodes, NSW 2138, Australia merupakan mitra pengelolaan limbah bagi penyedia layanan kesehatan, dari rumah sakit besar hingga praktik umum, operasi hewan dan klinik gigi. Selain itu SUEZ memiliki keahlian dan jaringan fasilitas nasional untuk menangani semua jenis limbah umum dan dapat didaur ulang, dari kertas dan kardus ke organik, limbah elektronik, kasur, baterai dan banyak lagi. SUEZ dilengkapi dengan fasilitas untuk perawatan yang aman dan pembuangan berbagai limbah khusus sesuai dengan undang-undang, kode praktik dan persyaratan perizinan, di Australia termasuk: limbah klinis, limbah sitotoksik, limbah farmasi, limbah anatomis, plastik bersih, bungkus steril, bedah instrumen, benda tajam, limbah saniter, sinar-x, amalgam, produk kebersihan penyerap, IV bags/PVC vinyl, theatre plastics, dan bagaian-bagian laboratorium kecil yang tidak terpakai. Peraturan perundang-undangan Australia mensyaratkan bahwa semua limbah sitotoksik, dan beberapa limbah klinis dan terkait seperti obat-obatan, harus dihancurkan dengan insinerator. Saat ini SUEZ memiliki dan mengoperasikan empat fasilitas pengolahan limbah medis di seluruh Australia. Fasilitas SUEZ sebagai berikut (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun, 2018): a) Thermal Destruction (Incineration) - Fasilitas penghancuran termal suhu tinggi di Western Australia menggunakan ruang pembakaran untuk membakar limbah dan gas-gas yang mudah menguap, dengan Air Pollution Control Equipment (APCE) untuk membersihkan dan memantau semua emisi. Proses ini mengurangi limbah hingga kurang dari 10% dari volume aslinya, dengan abu sisa dapat dibuang dengan aman di TPA yang disetujui.
  • 23. 20 b) Matrix process - Fasilitas di Western Australia melakukan proses Matrix untuk limbah klinis, sehingga secara biologically inert untuk pembuangan dengan aman di TPA. Limbah dicacah sebelum disinfeksi melalui proses oksidasi basa dan secara mekanis dihomogenkan sebelum diangkut ke landfill. Limbah berkurang menjadi sekitar 80% dari volume aslinya, menawarkan alternatif yang layak untuk insinerasi. c) Autoclave - Autoklaf merupakan bejana bertekanan yang memanfaatkan uap air dan panas dari uap jenuh untuk membunuh patogen dan mikroorganisme untuk mensterilkan limbah medis dan lainnya. Limbah yang telah disterilisasi kemudian dicacah sehingga menjadi tidak dapat dikenali sebelum diangkut ke TPA. Rotating and standard autoclaves dioperasikan di New South Wales dan Australia Selatan. 2.3.6 Usulan Pengelolaan Melihat kondisi pengelolaan limbah B3 di ITB yang masih belum sesuai dengan standar PP No.18 tahun 1999, penulis mengusulkan konsep yang baru. Konsep yang akan diterapkan yaitu dengan membuat sistem pengelolaan limbah B3 terpadu dilengkapi dengan bangunan tempat khusus di luar area kampus ITB tepatnya di lahan kosong sebelah barat laut SABUGA sebagai tempat pengumpul dan sekaligus sebagai tempat dilakukannya pre-treatment limbah B3 yang dihasilkan oleh laboratorium-laboratorium di ITB, dengan alur pengelolaan limbah sebagai berikut:
  • 24. 21 Gambar 1. Alur Usulan Pengelolaan Limbah B3 (Laboratorium) Berikut ini adalah penjelasan dari setiap tahapan dari konsep diatas (Sidik and Damanhuri, 2009): a. Penghasil limbah Kegiatan praktikum atau analisis rutin di laboratorium menghasilkanlimbah bahan kimia B3. Sebagai penghasil limbah B3, setiap laboratorium harus melakukan inventarisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan berupa pembuatan catatan tentang: - Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3; - Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3; - Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3. Pencatatan ini wajib dilakukan pihak laboratorium sedikitnya enam bulan sekali kepada instansi yang bertanggung jawab (ITB) dengan tembusan kepada instansi yang terkait dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sebagai bahan evaluasi dalam rangka penetapan kebijaksanaan dalam pengelolaan limbah B3. Pihak laboratorium yang telah melakukan usaha pengelolaan reduksi limbah B3 tetap dapat melaksanakan usaha tersebut namun dengan melakukan beberapa perbaikan. b. Penyimpanan dan pengemasan limbah.
  • 25. 22 Penyimpanan limbah B3 laboratorium harus memenuhi syarat : - Lokasi tempat penyimpanan bebas banjir, tidak di tempat rawan bencana (seperti gempa dan kebakaran), di luar kawasan lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang; - Rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah, karakteristik limbah B3 dan upaya pengendalian pencemaran lingkungan. Untuk penyimpanan limbah B3 sebelum ke tahap pengangkutan, pihak laboratorium perlu mengusahakan adanya ruangan baru atau paling tidak diusahakan pengaturan tata ruang laboratorium agar dapat dijadikan tempat penyimpanan limbah B3 sementara hingga tiba waktu pengangkutan. Pada tahapan penyimpanan, pihak laboratorium dapat menyediakan lemari atau rak tambahan khusus untuk penyimpanan limbah B3. Untuk pengemasan limbah B3, hendaknya disesuaikan dengan karakteristik limbah B3, yang biasa digunakan yaitu jerigen plastik. Oleh karena itu, untuk keperluan pengemasan limbah B3 yang dihasilkan, pihak laboratorium harus memiliki tambahan jerigen plastik sebagai wadah khusus untuk limbah B3. Setiap kemasan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3, dan apabila ada ketentuan lebih lanjut mengenai symbol dan label limbah B3 ditetapkan oleh pihak ITB yang bertanggung jawab c. Pengangkutan. Penyerahan limbah B3 dari pihak setiap laboratorium di ITB kepada pengangkut harus disertai dokumen limbah B3. Ketentuan mengenai dokumen limbah B3 ditetapkan dari pihak ITB yang bertanggung jawab. Pengangkutan limbah B3 dari laboratorium harus dengan alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan dengan tata cara pengangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Bangunan pengumpul (lokasi pre-treatment). Untuk mendukung kegiatan pengumpulan, hendaknya bangunan pengumpul memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
  • 26. 23 - Memiliki konstruksi bangunan kedap air dan bahan bangunan yang disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 dari laboratorium- laboratorium ITB. - Lokasi bangunan bebas banjir. - Untuk pre-treatment, bangunan pengumpul harus memiliki atau merangkap fungsi sebagai laboratorium untuk meneliti karakteristik limbah B3 kecuali untuk toksikologi. - Di dalamnya terdapat perlengkapan untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan. - Di dalam bangunan inilah dilakukan pre-treatment untuk setiap kategori limbah B3: a) Asam dan basa, dapat dilakukan dengan pengenceran dengan air. Pengenceran yaitu berkurangnya rasio zat terlarut di dalam larutan akibat penambahan pelarut. b) Campuran bahan kimia dapat dikelola dengan cara pengendapan dan pengenceran. Campuran bibiarkan beberapa saat hingga terdapat dua fasa yaitu zat cair dan endapan. Endapan yang dihasilkan disimpan dalam jerigen terpisah, sedangkan zat cairnya diukur pH-nya lalu diencerkan. c) Solvent dapat dilakukan dengan destilasi. Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. d) Limbah infektius cukup ditempatkan dalam wadah tertutup dan terpisah dari bahan kimia yang lain. Daerah lahan kosong sebelah barat laut SABUGA sangat cocok untuk dibangun bangunan pengumpul dan pre-treatment limbah B3 karena kondisi tempatnya yang terdapat banyak tanaman hijau dan bebas banjir. Pihak pengumpul limbah B3 wajib melakukan inventarisasi dengan membuat catatan tentang: - Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu diterimanya limbah B3 dari setiap laboratorium penghasil limbah B3;
  • 27. 24 - Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah;
  • 28. 25 Bab IV Penutup 4.1 Kesimpulan Berdasarakan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa: a. Jenis laboratorium kesehatan dibedakan menjadi 2, yaitu laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan lingkungan. Laboratorium klinik berpotensi menghasilkan limbah B3 berupa limbah benda tajam, limbah infeksius, limbah patologi, limbah kimia, limbah radioaktif, dan limbah cair. Sedangkan laboratorium kesehatan masyarakat berpotensi menghasilkan limbah padat, limbah gas, dan limbah cair. b. Timbulan LB3 dari kegiatan laboratorium memiliki resiko tinggi berupa: mudah terbakar, mudah meledak, bersifat korosif, merupakan bahan buangan oksidasi, bersifat infeksius, dan beracun. c. Pengelolaan LB3 di laboratorium klinik/kesehatan masyarakat yang bersifat komersial sudah cukup baik, mayoritas bentuk pengelolaan dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki izin pengelolaan LB3. Sedangkan pengelolaan LB3 di laboratorium kesehatan masyarakat milik sekolah / universitar belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Pengelolaan LB3 masih bercampur dengan limbah domestik. d. Benchmarking dari negara lain (Jepang), Penanganan limbah dimulai dari pemilahan, pengemasan dan selanjutnya pengangkutan limbah. Limbah kemudian diolah untuk menjadi energi (waste to energy) dari kota Tokyo di fasilitas Shinagawa dengan kapasitas hingga 7.200 ton/hari. Di Vietnam, pengelolaan LB3 dilakukan menggunakan Autoklaf tipe Pre Vaccum dengan Integrated Sterilizer and Shredder (ISS). Sedangkan di Australia, pengolahan LB3 menggunakan Thermal Destruction (Incineration), Matrix process, dan Autoclave. e. Usulan bentuk pengolahan LB3 dilakukan secara terpadu, yaitu tempat pengumpul dan sekaligus tempat dilakukannya pre-treatment limbah B3. 4.2 Saran dan Rekomendasi Bahan kimia kadaluarsa yang tidak dapat dimusnahkan melalui insenerasi harus disimpan ditempat tersendiri dengan kondisi lingkungan yang dapat dikendalikan. S.O.P Perencanaan Pembelian Bahan Kimia, Penanganan dan
  • 29. 26 Penyimpanan Bahan Kimia serta Audit Gudang perlu dioptimalkan melalui usulan rancangan perubahan S.O.P yang baru. Audit gudang harus dilaksanakan minimal 6 (enam) bulan dalam satu tahun. Hal ini untuk memperoleh akurasi data inventori sistem komputerisasi dengan kondisi gudang.perawatan, pengecekan, penyimpanan limbah B3 secara berkala, pemasangan label berdasarkan karakteristik dan pemasangan symbol yang sesuai karateristik masing_masing seperti label berbahaya, beracun.
  • 30. 27 Daftar Pustaka Freeman (1995) Industrial Pollution Preventive Hand Book. New York: McGraw- Hill. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun (2018) Peta Jalan (Roadmap) Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), KemenLHK. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364 Tahun (2003) Tentang Laboratorium Kesehatan. Al Madury, S. et al. (2014) ‘Prohilila (Produksi Hidrogen Dari Limbah Laboratorium) Sebagai Mediator Energi Pembangkit Listrik Dengan Metode Fuel Cell’, Khazanah, 6(2), pp. 55–66. Malayadi, A. F. (2017) Karakteristik Dan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Laboratorium Universitas Hasanuddin Kota Makassar, Skripsi. Universitas Hasanuddin. Paramita, N. (2007) ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto’, Presipitasi, 2(1), pp. 51–55. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan N0. 55 Tahun (2017) Tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 30 Tahun (2009) Tentang Tata Laksana Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun (2009) Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun (2014) Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun (2016) Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun (2015) Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
  • 31. 28 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun (2001) Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Pramestyawati, T. N. (2019) ‘Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Laboratorium Klinik di Sumber Limbah’, Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur, pp. 471–476. Salasatun, S. (2001) Peranserta masyarakat dalam pendayagunaan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Universitas Airlangga. Sidik, A. A. and Damanhuri, E. (2009) ‘Studi Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya Dan Beracun) Laboratorium Laboratorium Di ITB’, Jurnal Teknik Lingkungan Volume, 18(1), pp. 12–20. Undang-Undang No. 36 Tahun (2009) Tentang Kesehatan.