SlideShare a Scribd company logo
BAB I 
PENDAHULUAN 
Menurut Wilson (2005), pernafasan secara harafiah berarti pergerakan oksigen dari 
atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbondioksida dari sel ke udara bebas. Pemakaian O2 
dan pengeluraan CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh; tetapi 
sebagian besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan 
udara, karena sel-sel tersebut letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. 
Karena itu, sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun untuk 
mengangkut gas-gas tersebut. 
Proses pernafasan terdiri dari berbagai langkah dan terdapat peranan yang sangat penting 
dari sistem pernafasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular. Pada dasarnya sistem 
pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar 
bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisahan antara sistem pernafasan dan 
sistem kardiovaskular. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut 
ventilasi atau bernafas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk 
bernafas, dan secara reflek merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang akan 
memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O2 dan CO2 melalui membran kapiler 
alveoli sering dianggap sebagai pernafasan eksternal. Sistem kardiovaskular memyediakan 
pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru 
dan sel-sel tubuh. Hb yang berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut 
gas-gas tersebut. Fase terakhir pertukaran gas ini adalah proses difusi O2 dan CO2 anatara 
kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernafasan internal adalah reaksi-reaksi kimia intraselular 
saat O2 dipakai dan CO2 dihasilkan, bersamaan dengan sel memetabolisme karbohidrat dan 
zat-zat lain untuk membangkitkan adenosin trifosfat (ATP) dan pelepasan energi. (Wilson, 
2005) 
Fungsi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk repirasi sel. Malfungsi dari 
setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat 
membahayakan proses-proses kehidupan. (Wilson, 2005)
A. Anatomi dan Fisiologi 
Menurut Tortora dan Derrickson (2011) sel-sel tubuh membutuhkan oksigen (O2) untuk 
reaksi metabolisme yang akan menghasilkan energi dari molekul nutrien dan menghasilkan 
ATP. Pada saat yang sama, reaksi-reaksi ini melepaskan karbondioksida (CO2), karena CO2 
yang berlebihan akan menjadi racun bagi sel. Sistem kardiovaskuler dan pernafasan bekerja 
sama untuk memasok O2 dan menghilangkan CO2. Sistem 
pernapasanmenyediakanasupanpertukaran gasO2danCO2. Selain berfungsiuntukpertukaran 
gas, sistem pernapasan juga berpartisipasi dalam mengatur PH darah, mengandung reseptor 
untuk indera penciuman, filterterinspirasiudara,menghasilkansuara, danrids tubuhyang sama. 
 Anatomi Sistem Respiratori 
Sistem pernapasanterdiri darihidung, faring(tenggorokan), laring (kotak suara), 
trakea(batang tenggorokan), bronkus, dan paru-paru. Sistem pernafasan dibagi menjadi dua, 
yaitu: Sistem Pernafasan Atas dan Sistem Pernafasan Bawah. Sistem Pernafasan Atas terdiri 
dari hidung, rongga hidung, dan faring. Sistem Pernafasan Bawah terdiri dari laring, trakea, 
bronkus, dan paru-paru. 
Secara fungsional, sistem pernapasanjugaterdiri dariserangkaiandua bagian: (1) 
zonakonduksiterdiridari serangkaianinterkoneksironggadan tabungbaik di luar maupundi 
dalamparu-paru. Ini termasukhidung, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, 
bronkiolus, bronkiolusterminal yang berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, 
melembabkan udara(2) zonapernapasanterdiri daritabungdan jaringandalam paru-parudi 
manaterjadi pertukaran gas. Ini termasukbronkioluspernapasan, saluranalveolar, 
kantungalveolar, danalveolidansitus utamapertukaran gasantara udaradandarah. (Tortora, 
Derrickson, 2011) 
HIDUNG 
FARING 
LARING 
TRAKEA 
BRONKUS 
ALVEOLUS
 Hidung 
Hidung merupakan organ yang pertama kali dilewati oleh udara. Hidung memberikan 
kelembaban dan pemanasan udara pernafasan sebelum masuk ke nasofaring. Hidung luar 
berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas sampai bawah; pangkal hidung, 
dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk 
oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa 
otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Hidung luar 
memiliki tiga fungsi: (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk, 
(2) mendeteksi rangsangan penciuman, dan (3) memodifikasi getaran.(Tortora, Derrickson, 
2011) 
Rongga hidung merupakan kavum nasi yang dipisahkan oleh septum. Lubang depat 
disebut sebagai neres anterior dan lubang belakang merupakan koana yang memisahkan 
antara kavum nasi dengan nasofaring. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang 
rawan dan periosteum pada bagian tulang sedangkan bagian luar dilapisi oleh mukosa 
hidung. Bagian dari kavum nasi yang tepat berada di belakang nares anterior disebut 
vestibulum, yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang. Dasar 
rongga hidung melekat dengan palatum durum dan sebagaian besar dari atap hidung dibentuk 
oleh epitel olfaktorius dan lamina kribiformis os ethmoidalis, yang memisahkannya dengan 
rongga tengkorak. (Rahajoe, dkk, 2008) 
Rongga hidung memiliki 4 dinding dan pada dinding lateralnya terdapat 3 buah konka 
yaitu konka superior, konka media, dan konka inferior. Rongga yang terletak diantara konka 
disebut sebagai meatus. Bergantung pada letaknya, meatus dibagi menjadi 3 yaitu meatus 
inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dasar 
hidung dengan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus 
nasolakrimalis. Meatus medius terletak di bawah konka medius dan merupakan saluran yang 
penting karena hampir seluruh sinur bermuara di saluran ini, yang kemudian membentuk 
osteo-meatal kompleks. Adanya kelainan pada daerah ini dapat mengganggu ventilasi dan 
bersihan mukosiliar sehingga mempermudah terjadinya rinosinusiris. Meatus superior 
merupakan muara dari sinus spenoidalis. (Rahajoe, dkk, 2008) 
Rongga hidung merupakan saluran respiratori primer pada saat bernafas. Saat bernafas 
dengan menggunakan pernafasan hidung, terdapat tahanan sebesar lebih dari 50% dari
seluruh tahanan pada saluran respiratori. Tahanan tersebut dua kali lipat lebih banyak bila 
dibandingkan dengan pernafasan mulut. (Rahajoe, dkk, 2008) 
Gertaran silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung,dan ke 
superior di dalam sitem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. (Wilson, 2005) 
 Faring 
Tortora dan Derrickson (2011), membagi faring menjadi 3 bagian yang terdiri dari 
nasofaring yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan rongga hidung, kemudian 
dilanjutkan dengan orofaring dan terakhir adalah laringofaring. 
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang, dan lateral, 
yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung 
melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan 
gangguan yang sering timbul, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan 
ruang retrofaring, fasia pre vertebalis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral 
nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius. Atap nasofaring dibentuk dari basis sphenoid 
dan dapat dijumpai sisa jaringan embrionik yang disebut sebagai ranthake. Diantara atap 
nasofaring dan dinding posterior terdapat jaringan limfoid yang disebut adenoid. 
Orofaring yang merupakan bagian kedua faring,setelah nasofaring,dipisahkan oleh otot 
membranosa dari palatum lunak. Yang termasuk bagian orofaring adalah dasar lidah (1/3 
posterior lidah),valekula,palatum,uvula,dinding lateral faring termasuk tonsil palatina serta 
dinding posterior faring. Laringofaring merupakan bagian faring yang dimulai dari lipatan 
faringoepiglotika kearah posterior,inferior terhadap esofagus segmen atas. 
Di dalam faring partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus 
memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya 
akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian 
rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu 
tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. (Wilson, 2005) 
 Laring 
Laring terletak setinggi servikal ke-6, berperan pada proses fonasi dan sebagai katup 
untuk melindungi saluran respiratori bawah. Organ ini terdiri dari tulang dan kumpulan
tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan ditutupi oleh otot dan membran mukosa. 
(Rahajoe, dkk, 2008) 
Epiglotis merupakan tulang rawan yang berbentuk seperti lembaran, yang melekat pada 
dasar lidah dan tulang rawan tiroid. Tiroid merupakan struktur tulang rawan yang terbesar 
pada laring, yang membentuk jakun (Adam’s apple). Tiroid terdiri dari 2 sayap atau alae yang 
bergabung pada garis tengah anterior dan meluas ke arah belakang. Pada bagian depan 
terdapat tonjolan yang disebut thyroid notch. Pada bagian belakang terdapat 2 prosesus yaitu 
prosesus superior dan inferior. Pada bagian depan, kartilago krikoid disatukan oleh membran 
krikotiroid. Kartilago krokoid merupakan tulang rawan yang berbentuk cincin penuh. 
Kartilago aritenoid merupakan bagian dari laring yang berperan pada pergerakan pita suara. 
Tulang rawan terletak dibelakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah 
dari laring. Disetiap sisi tulang rawan krikoid, terdapat ligamentum krikoaritenoid, otot 
krikoaritenoid lateral dan otot krikoaritenoid posterior. (Tortora, Derrickson, 2011) 
Pada bagian dalam laring terdapat 2 lipatan yang menyatu pada bagian depan serta 
memiliki mukosa yang berwarna merah. Lipatan ini disebut sebagai pita suara palsu. Pada 
bagian bawah lipatan terdapat ruangan yang disebut sebagai ventrikel. Bibir bawah ventrikel 
dibentuk oleh otot yang disebut sebagai pita suara asli. Bagian anterior pita suara asli melekat 
pada garis tengah sampai permukaan posterior kartilago Tiroid dan bagian posterior pita 
suara melekat pada kartilago aritenoid. Pada bagian bawah pita suara terdapat bagian 
tersempit dari laring yaitu celah subglotis yang membentang pada membran krikotiroid. 
(Rahajoe, dkk, 2008) 
Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke dalam trakea dan 
membentuk bagian antara saluran penafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah 
antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap 
berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. 
Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari 
epiglotis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan 
makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk 
melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan 
sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. (Wilson, 2005)
 Trachae dan bronkus 
Trakea merupakan bagian dari saluran respiratori yang bentuknya menyerupai pita serta 
memanjang mulai dari bagian inferior laring, yaitu setinggi servikal 6 sampai daerah 
percabangannya (bifurkasio) yaitu antara torakal 5-7. Panjangnya sekitar 9-15 cm. Trakea 
terdiri dari 15-20 kartilago hialin yang berbentuk menyerupai huruf C dengan bagian 
posterior yang tertutup oleh otot. Bentuk tersebut dapat mencegah trakea untuk kolaps. 
Adanya serat elastin longitudinal pada trakea, menyebabkan trakea dapat melebar dan 
menyempit seseuai dengan irama pernapasan. Trakea mengandung banyak reseptor yang 
sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia. Otot trakea yang terletak pada bagian posterior 
mengandung reseptor yang berperan pada regulasi kecepatan dan dalamnya pernapasan. 
(Rahajoe, dkk, 2008) 
Trakea terbagi menjadi 2 bronkus utama, yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Struktur 
trakea dan bronkus dianalogkan dengan pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon 
trakeobronkial(Wilson,2005). Bronkus utama kanan memiliki rongga yang lebih sempit dan 
lebih horisontal bila dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Hal tersebut menyebabkan 
benda asing lebih mudah masuk ke paru kanan dari pada kiri. Trakea dan bronkus terdiri dari 
tulang rawan dan dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung mukus dan kelenjar serosa. 
Bronkus kemudian akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil dan halus yaitu 
bronkiolus. Bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilia namun tidak mengandung kelenjar serta 
dindingnya tidak mengandung jaringan tulang rawan. 
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan 
kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang 
ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara 
kecil yang tidak mengandung alveoli. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat 
bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah 
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas. (Wilson, 2005) 
 Alveolus 
Bronkiolus berakhir pada suatu struktur yang menyerupai kantung, yang dikenal dengan 
nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan metrik ekstraselluar yang dikelilingi 
oleh pembuluh darah kapiler. Alveolus mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1 yang 
membentuk struktur dinding alveolus dan sel tipe 2 yang menghasilkan surfaktan. Alveolus
memiliki kecenderungan untuk kolaps karena ukurannya yang kecil, bentuknya yang sferikal 
dan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan nama surfaktan, dan pori-pori pada dindingnya. 
(Rahajoe, dkk, 2008) 
Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan ketebalan dinding hanya 0,1 mikrometer. 
Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan bergantung pada gradient konsentrasi. Setiap 
paru mengandung lebih dari 300 juta alveolus. Setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah 
pembuluh darah. (Rahajoe, dkk, 2008) 
Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang 
kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau 
aliran udara antar sakus alveolaris terminalis. (Wilson, 2005) 
 Fisiologi sistem respiratori 
Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, 
dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium 
pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dlam dan ke luar paru. 
Stadium kedua, transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek: (1) difusi gas-gas 
antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel 
jaringan; (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi 
antara udara dalam alveolus-alveolus; (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan 
darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat 
dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses 
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru. (Wilson, 2005) 
TONSILITIS 
Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di rongga faring. Tonsil menyaring 
dan melindungi saluran pernapasan serta saluran pencernaan dari invasi organisme patogen 
dan berperan dalam pembentukan antibodi. Meskipun ukuran tonsil bervariasi anak 
umumnya memiliki tonsil yang lebih besar daripada remaja atau orang dewasa. Perbedaan ini 
dianggap sebagai mekanisme perfindungan karena anak kecil rentan terutama terhadap ISPA. 
(Hockenberry, Wilson, 2007) 
a) Incident 
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada provinsi 7 Indonesia pada tahun 1994- 
1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelang nasofaringitis akut
(4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai 
23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun. sedangkan RSUP Dr. Hasan Sadikin pada 
periode April 1997 sampai Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonslitis akut atau 6,75% dari 
seluruh jumlah kunjungan. (Rahajoe, dkk, 2008) 
b) Etiologi 
Tonsilitis sering terjadi bersama faringitis. Karena banyaknya jaringan limfoid dan sering 
terjadinya ISPA, tonsilitis merupakan penyebab morbiditas yang banyak terjadi pada anak 
keci. Agen penyebabnya dapat berupa virus atau bakteri. Bakteri yang menyebabkan tonsilitis 
antara lain: Streptococus group A, C, dan G, serta Neisseria gonorrhoeae.(Hockenberry, 
Wilson, 2007) 
c) Clinical Manifestation 
Manifestasi tonsilitis disebabkan oleh inflamasi. Pada saat tonsil palatin membesar karena 
edema, keduanya dapat bertemu digaris tengah (kissing tonsils) yang menyumbat jalan nafas 
atau makanan. Anak mengalamai kesulitan menelan dan bernafas. Jika terjadi pembesaran 
adenoid, ruang di belakang lubang hidung posterior menjadi tersumbat, sehingga mempersulit 
atau bahkan tidak memungkinkan udara mengaliri dari hidung ke tenggorokan. Akibatnya, 
anak bernafas melalui mulut. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
d) Patofisiologi 
Tonsilitis terjadi karena adanya invasi kuman patogen (bakteri/virus) yang kemudian 
terjadi penyebaran limfogen pada faring dan tonsil. Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi 
sehingga mengakibatkan Tonsilitis akut. Tonsilitis akut dibagi menjadi 3, yaitu: edema 
tonsil, hipertermi, tonsil dan adenoid membesar. Edema tonsil menyebabkan nyeri saat 
menelan makanan dan minuman. Tonsil dan adenoid yang membesar dapat mengakibatkan 
terjadinya obstruksi pada tuba eustakil, sehingga terjadikurangnya pendengaran dan otitis 
media karena infeksi sekunder.
f) Diagnosis(nanda, 2012-2014) 
- Gangguan menelan berhubungan dengan edema tonsil 
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan 
- Gangguan persepsi atau sensori pendengaran berhubungan dengan obstruksi pada 
tuba eustaki 
- Ketidakefektifanpemeliharaankesehatanberhubungandenganketidakefektifankopingke 
luarga 
g) Treatment 
Karena tonsilitis dapat sembuh sendiri, pengobatan faringitis viral bersifat simtomatik. 
Kultur tenggorokan positif untuk infeksi streptokokus hemolitik β grup A memerlukan 
pengobatan dengan antibiotik. Infeksi virus dan streptokokus pada demam tonsilitis eksudatif 
harus dibedakan. Sebagian besar infeksi terjadi akibat virus. Oleh karena itu, uji yang cepat 
dan dini dapat menyingkirkan kemungkinan pemberian antibiotik yang tidak perlu. 
(Hockenberry, Wilson, 2007) 
Tonsilektomi (pengangkatan tonsil palatin) diindikasikan hanya pada kasus infeksi 
streptokokus kambuhan yang tercatat jika terdapat abses peritonsilar, atau pada kasus 
hipertrofi masif yang menyebabkan kesulitan bernapas atau makan (Derkay, Darrow, 
LeFebvrs, 1995). Indikasi absolut adalah keganasan dan obstruksi jalan napas. Adcnoidcktoml 
(pengangkatan adenoid) dianjurkan untuk anak yang mengalami hipertrofi adenoid dan 
menyumbat pernapasan hidung. Pengangkatannya dapat dilakukan pada anak-anak berusia 
kurang dari 3 tahun dan harus dilakukan tanpa ton- silektomi. Kontraindikasi tonsilektomi 
atau adenoidektomi adalah (1) sumbing langit-langit, karena kedua tonsil membantu 
meminimalkan keluarnya udara ketika berbicara; (2) infeksi akut pada' saat pembedahan, 
karena jaringan yang mengalami inflamasi lokal meningkatkan risiko pembedahan; dan (3) 
penyakit sistemik tidak terkendali atau diskrasia darah. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
ASMA 
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel (sel mast, 
eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan.(Hockenberry, Wilson, 2007) 
Pada 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute membuat klasifikasi asma 
berdasarkan indikator gejala dari keparahan penyakit. Klasifikasi ini mencakup empat 
kategori asma:intermiten ringan,persisten ringan,persisten sedang, dan persisten 
berat.Kategori intermiten ringan memiliki jumlah gejala yang paling sedikit; frekuensi
dari/atau intensitas gejala terus meningkat sampai kategori terakhir yaitu asma persisten 
berat. (dikutip dariWong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth 
Edition,Hockenberry, Wilson, 2007) 
a) Incident 
Insidensi, keparahan, dan mortalitas yang berhubungan dengan asma mengalami 
peningkatan. Peningkatan ini terjadi akibat peningkatan polusi udara, akses yang buruk ke 
pelayanan medis, dan/atau diagnosis dan pengobatan yang kurang tepat. Asma adalah 
penyakit kronis anak-anak yang paling banyak terjadi, merupakan penyebab utama anak tidak 
dapat masuk sekolah dan berkontribusi terhadap berbagai masalah utama penyebab anak 
masuk ke unit gawat darurat dan rumah sakit. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian akibat asma. Beberapa waktu 
lalu, penyakit asma bukan penyebab kematian yang berarti. Namun, belakangan ini berbagai 
negara melaporkan bahwa terjadi peningkatan kematian akibat asma, termasuk pada anak. 
(Rahajoe, dkk, 2008) 
b) Etiologi 
Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukkan bahwa alergi memengaruhi 
persistensi dan keparahan penyakit. Akan tetapi pada bayi, terdapat hubungan yang kuat 
antara infeksi virus dan asma. Alergen tidak begitu berperan menyebabkan asma karena 
terjadinya sensitivitas alergi memerlukan waktu. Terdapat juga faktor predisposisi genetik 
untuk terjadinya respons alergi terhadap alergen yang banyak terdapat di udara (National 
Asthma Education and Prevention Prcgram, 1997). Selain alergen, dan kondisi lain seperti 
stree dan cuaca juga dapat mencetuskan episode asma. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of 
Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) 
Meskipun alergen berperan penting untuk terjadinya asma, pada beberapa kasus tidak ada 
proses alergi yang dapat dideteksi. Teori-teori lain seperti (1) defek dasar pada reseptor 
aderenergik B terhadap leukosit dan (2) peningkatan aktivitas kolinergik telah dimunculkan. 
Akan tetapi sebagian besar ahli menyetujui bahwa asma melibatkan faktor-faktor biokimia, 
imunologik, infeksius, endokrin, dan psikologik. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
c) Clinical Manifetation 
Batuk kering, paroksismal,iritatif dan nonproduktif. Kemudian menghasilkan sputum 
yang berbusa, jernih dan kental. Tanda-tanda terkait pernafasan seperti sesak nafas, fase 
ekspirasi memanjang, wheezing atau mengi dapat terdengar, tulang zigomatik memerah dan
telinga memerah, bibir berwarna merah gelap, dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar 
kuku atau sianosis sirkumoral, gelisah, ketakutan, berkeringat semakin banyak sejalan dengan 
berkembangnya serangan asma. Pada perkusi dada terdengar hiperesonansi. (Hockenberry, 
Wilson, 2007) 
d) Patofisiologi 
Terdapat persetujuan umum bahwa inflamasi berperan dalam peningkatan reaktivitas 
jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran 
setiap mekanisme tersebut bervariasi dari satu anak ke anak lain serta selama perjalanan 
penyakit. Akan tetapi, pengetahuan mengenai pentingnya inflamasi telah membuat 
penggunaan agen anti-inflamasi sebagai komponen inti dalam terapi asma yang terbaru. 
Komponen penting asma lainnya adalah bronkospasme dan obstruksi. Mekanisme yang 
menyebabkan gejala obstruktif meliputi: 
- Inflamasi dan edema rnembran mukosa 
- Akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa 
- Spasme otot-otot halus bronkus dan bronkiolus, yang menurunkan diameter 
bronkiolus 
Peningkatan tahanan dalam jalan napas menyebabkan ekspirasi yang dipaksakan 
melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan 
napas secara fungsionailmenutup di titik antara alveoli dan bronkus lobulus. Gas yang 
terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi. 
Akibatnya, orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara 
yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan keletihan, penurunan 
efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang terjadi ketika 
volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan 
efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus disertai 
retensi karbon dioksida, hipoksemia, asidosis pernapasan, dan akhirnya, gagal napas. 
(Hockenberry, Wilson, 2007)
f) Dianosis(nanda, 2012-2014) 
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konsentrasi O2 dalam darah menurun 
- Penurunan curah jantung berhubungan dengan suplay darah dan O2 berkurang 
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan 
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu 
makan berkurang 
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus yang berlebihan 
- Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas 
- Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan ketidakefektifan 
koping keluarga 
g) Treatment 
Menurut Hockenberry dan Wilson (2007), tujuan umum dari penatalaksanaan asma 
adalah mencegah disabilitas dan meminimalkan morbiditas fisik dan psikologis untuk 
membantu anak hidup senormal dan sebahagia mungkin. Hal ini mencakup memfasilitasi 
penyesuaian sosial anak dalam keluarga, sekolah, dan komunitas, serta partisipasi normal 
dalam aktivitas rekreasi dan olah raga. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai upaya diarahkan 
pada pengenalan episode akut secara dini, mengunjungi pemberian layanan kesehatan secara 
teratur dan mengimplementasikan terapi yang tepat, mengidentifikasi dan menghilangkan 
iritan dan faktor alergi dari lingkungan anak, mengajarkan pada orang tua tentang sifat jangka 
panjang dari penyakit dan bagaimana penatalaksanaan eksaserbasi penyakit, serta membantu 
anak menghadapi penyakit tersebut secara konstruktif. Kepatuhan terhadap program 
pengobatan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. 
Pengendalian alergen.Tujuan terapi nonfarma- kologik adalah pencegahan dan 
pengurangan pajanan anak terhadap alergen dan iritan yang ada di udara. Tungau debu 
rumah dan komponen-komponen lain debu dalam rumah merupakan agen yang paling 
diidentifikasi pada anak yang alergi inhalan. Metode paling penting untuk menghilangkan 
tungau debu adalah menjaga kelembapan di dalam rumah tetap di bawah 50%, kadar 
kelembapan yang menyebabkan tungau debu tidak dapat.hidup. Kecoa, binatang rumah 
tangga lainnya, juga diidentifikasi sebagai alergen penting.di berbagai tempat (Rosenst/eich 
dkk., 1997). Membasmi kecoa, membersihkan lantai dan lemari dapur dengan cermat, 
menyingkirkan makanan setelah dimakan, dan membuang sampah ke luar rumah di malam 
hari merupakan tindakan-tindakan penting untuk mengusir kecoa. (dikutip dari Wong’s 
Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)
Alergen spesifik diidentifikasi dengan uji kulit, dan beberapa tindakan dilakukan untuk 
menghilangkan atau menghindari alergen tersebut. Sering kali, menghilangkan faktor 
lingkungan (mis., menjauhkan anjing atau kucing dari rumah anak yang sensitif terhadap bulu 
binatang) akan menurunkan frekuensi episode asma. Faktor-faktor non- spesifik yang dapat 
mencetuskan episode tersebut, seperti suhu ekstrem, terkadang dapat dikendalikan dengan 
pelembap atau AC. 
Terapi obat.Menurut National Asthma,Education and Prevention Program, (1997), 
tujuan terapi farmakologik adalah mencegah dan mengendalikan gejala asma, mengurangi 
frekuensi dan keparahan eksaserbasi asma, dan menghilangkan obstruksi aliran udara. 
Pendekatan yang bijaksana dianjurkan berdasarkan keparahan asma yang dialami anak. 
Karena inflamasi dianggap sebagai gambaran dini dan per- sisten dari 3sma, terapi diarahkan 
pada supresi inflamasi jangka panjang. Pengobatan digolongkan menjadi dua kategori umum: 
pengobatan pengendalian jangka panjang (obat pencegah) untuk mencapai dan 
mempertahankan pengendalian inflamasi dan pengobatan asma segera (penyelamatan 
medis) untuk mengatasi gejaia dan eksaserbasi (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants 
and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) 
Banyak pengobatan asma diberikan melalui inhalasi dengan nebuliser atau disebut 
inhaler dosis terukur (me- tered-dose-inhaler, MDI). MDI dapat mempunyai unit spacer 
atau tersambung reservoir, sehingga mempermudah penggunaannya untuk anak. Selain MDI, 
beberapa alat inhaler yang tidak mengandung klorofluorokarbon (CFC) telah tersedia. 
Beberapa alat seperti ini menggunakan bubuk tabur dan disebarkan melalui alat yang disebut 
diskhaler. turbohaler, atau rotahaler. Alat-alat ini diaktifkan dengan pernapasan, dan anak 
perlu menginhalasi secepat dan sedalam mungkin untuk keefektifan penggunaan. Bayi dan 
anak yang masih kecil yang mengalami kesulitan menggunakan MDI atau inhaler lain dapat 
menggunakan nebu- lisisi. Obat tersebut dicampur dengan salin, kemudian dinebulisasi 
dengan udara yang terkompresi Anak-anak diinstruksikan untuk bernapas normal dengan 
mulut terbuka agar rute langsung trachea terbuka. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Kortikosteroid,National Asthma,Education and Prevention Program, (1997) mengatakan 
kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengatasi obstruksi jaian 
napas yang reversibel dan mengendalikan gejala serta mengurangi hiperaktivitas bronkus 
pada asma kronis. Kortikosteroid dapat diberikan secara parenteral, oral, atau dengan aerosol. 
Obat oral dimetabolisme secara lambat, dengan awitan kerja sampai 3 jam setelah pemberian 
dan aktivitas puncaknya terjadi dalam 6 sampai 12 jam. Steroid oral dapat diberikan untuk 
periode singkat (mis, 3 atau 10 hari) untuk memperoleh kendali cepat terhadap asma persisten
yang tidak terkontrol dengan baik atau untuk penatalaksanaan asma persisten yang berat. 
Obat-obat ini harus diberikan dengan dosis efektif paling rendah. Penggunaan jangka panjang 
menyebabkan risiko efek merugikan yang signifikan, seperti osteoporosis, hipertensi, 
sindrom Cushing, gangguan mekanisme imun, dan supresi adrenal hipotalamus hipotalamik. 
(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, 
Wilson, 2007) 
Steroid inhalasi digunakan untuk pencegahan jangka panjang munculnya gejala, dan juga 
supresi, pengendalian, dan pemulihan inflamasi. Baru-baru ini PDA menginstruksikan agar 
steroid inhalasi harus diberi label peringatan yang menyatakan bahwa obat-obat tersebut 
dapat memperlambat pertumbuhan anak. Menurut Twarog (1998), meskipun efek steroid 
terhadap pertumbuhan terus dipelajari, namun anak-anak yang menerima steroid oral harus 
diperiksa dengan sering (sedikitnya setiap 3 sampai 6 bulan) oleh pemberi perawatan primer 
yang mengkaji efek sistemik dari obat-obat ini dan menentukan ulang dosis dan/atau 
penggantian dengan jenis terapi asma lainnya.(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants 
and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) 
Natrium kromolin adalah jenis obat nonsteroid untuk asma. Obat ini menstabilkan 
membran sel mast, menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari eosinofil dan sel-sel 
epitelial, dan menghambat penyempitan jalan napas akut setelah pajanan akibat latihan fisik, 
udara dingin yang kering, dan sulfur dioksida Tidak ada cara untuk memprediksi secara pasti 
apakah anak akan berespons terhadap obatatau tidak. Natrium kromolin memiliki efek 
samping mini- mai (terkadang berupa batuk pada saat inhalasi formulasi bubuk) dan dapat 
diberikan melalui nebuliser atau MDI. Natrium nedokromil adalah obat lain yang 
digunakan untuk terapi rumatan pada asma. Obat ini bersifat antialergik dan anti-inflaiiiasi 
stSta memiliki efek samping minimal. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Agonis adrenergik(terutama albuterol, metapro, terenol dan terbutalin) digunakan untuk 
pengobatan eksaserbasi akut dan untuk pencegahan bronkospasme akibat latihan. Obat-obat 
ini dapat diberikan sebagai obat inhalasi atau oral atau parenteral. Obat yang diinhalasi 
memiliki awitan kerja lebih cepat daripada bentuk oral. Inhalasi juga mengurangi efek 
samping sistemik yang merugikan:iritabilitas, tremor, gelisah, dan insomnia. (Hockenberry, 
Wilson, 2007) 
Agen adrenergik inhalasi tidak boleh digunakan lebih dari tiga sampai empat kali sehari 
untuk gejala akut. Salmetetol (Serevent) merupakan bronkodilator kerja lama yang digunakan 
dua kali sehari Obat ini ditambahkan pada terapi anti-inflamasi dan digunakan untuk
pencegahan gejala asma jangka gsnjang, terutama gejala di malam hari, dan bronkopasme 
akibat latihan fisik. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Metilsantine, terutama teofilin,telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengurangi 
gejaia dan mencegah serangan asma. Akan tetapi, teofilin, saat ini dianggap sebagai agen 
baris ketiga dan tidak diperlukan untuk mengobati eksaserbasi asma. Teofilin dapat diberikan 
melalui intravena, intramuskular, oral, atau rektum (larang digunakan). Obat ini juga tersedia 
daiam bentuk oral lepas lambat. Selain memiliki efek bronkodilator, teofilin juga merupakan 
stimulan pernapasan sentral dan meningkatkan kontraktilitas otot pernapasan. (Hockenberry, 
Wilson, 2007) 
Menurut National Asthma Education and Hrevention Program (1997), ketika 
menggunakan teofilin, konsentrasi serum harus selalu dipantau. Pemantauan tersebut 
diperlukan pada anak yang gagal memperlihatkan efek bronkodilator seperti yang diharapkan 
dan juga pada anak yang mengalami efek merugikan pada dosis biasa. Dosis teofilin harus 
diatur untuk mencapai konsentrasi serum 5 sampai 15 μg/ml.(dikutip dari Wong’s Nursing 
Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) 
Pada tahun 1995, Milgram dan Bender telah dilaporkan bahwa teofilin dapat 
menyebabkan masalah perilaku dan kinerja sekolah yang buruk, namun sebagian besar 
penelitian yang dilakukan tidak mendukung laporan tersebut. (dikutip dari Wong’s Nursing 
Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) 
ModlfJer leukotrien.Menurut Fost dan Spahn (1998), leukotrien adalah mediator 
inflamasi yang menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas. Modifier leukotrien 
(seperti zafirlukast, zileuton, dan natrium montelukast) menyekat efek inflamasi dan 
bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam kombinasi dengan agonis-β dan 
steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan pencegahan ge- jala pada asma 
persisten ringan. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, 
Hockenberry, Wilson, 2007) 
Latihan fisik. Bronkospssme akibat latihan fisik (exercise-induced bronchospasm [EIB]) 
adaiah obstruksi jalan napas akut reversibel, yang biasanya sembuh sendiri, terjadi selama 
atau setelah aktivitas berat, mencapai puncaknya 5 sampai 10 menit setelah aktivitas berhenti, 
dan biasanya berhenti 20 sampai 30 menit kemudian. Pasien yang menderita EIB mengalami 
batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan selama latihan 
fisik, namun untuk memastikan diagnosis ini diperlukan pengujian latihan fisik di 
laboratorium.(Hockenberry, Wilson, 2007)
Menurut Hockenberry dan Wilson, (2007) gangguan ini jarang terjadi pada aktivitas yang 
memerlukan ledakan energi singkat (mis., baseball, lari cepat, senam, ski) dan lebih banyak 
terjadi pada aktivitas yang memerlukan ketahanan fisik (mis. sepak bola, basket. lari jarak 
jauh). Berenang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak yang menderita EIB, karena mereka 
menghirup udara yang bersaturasi penuh dengan kelembapan dan karena jenis pernapasan 
yang diperlukan dalam berenang. Ekshalasi di dalam air bermanfaat karena memperpanjang 
setiap ekspirasi dan meningkatkan tekanan akhir ekspirasi dalam cabang-cabang saluran 
pernapasan (biasanya pernapasan mulut). 
Anak penderita asma sering tidak dilibatkan dalam latihan fisik oleh orang tua, guru, dan 
praktisi, bahkan meraka sendiri pun tidak mau terlibat, karena enggan untuk memicu 
serangan. Hal ini dapat menghambat interaksi dengan teman sebaya dan kesehatan fisik yang 
serius. Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, dan sebagian besar anak 
dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olah raga dengan kesulitan minimal, agar 
asma tetap dapat dikendalikan. Partisipasi harus dievaluasi berdasarkan toleransi terhadap 
durasi dan intensitas upaya masing-masing anak. Pengobatan profilaktik yang tepat dengan 
agen adrenergik atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya memungkinkan anak 
berpartisipasi penuh dalam latihan fisik yang berat. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Fisioterapi dada.Menurut National Asthma Edu- cation and Prevention Program(1997), 
fisioterapi dada mencakup latihan bernapas dan latihan fisik. Terapi ini membantu relaksasi 
fisik dan mental, memperbaiki postur, memperkuat otot-otot pernapasan, dan membentuk 
pola pernapasan yang lebih efisien. Untuk anak yang termotivasi, latihan bernapas dan 
pengendalian napas sangat bermanfaat dalam mencegah inflasi berlebih dan meningkatkan 
keefektifan batuk. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak dianjurkan selama eksaserbasi asma 
akut tanpa komplikasi. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth 
Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) 
Hiposensitisasi. Peran hiposensitisasi pada asma masa kanak-kanak masih menjadi 
kontroversi. Sebelumnya, imunoterapi telah digunakan untuk alergi musiman dan jika hanya 
satu zat yang menyebabkan alergi. Hiposensitisasi tidak dianjurkan untuk alergen yang dapat 
dihilangkan, seperti makanan, obat. dan bulu binatang. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Terapi injeksi biasanya dibatasi untuk alergen yang signifikan secara klinis. Dosis awal 
alergen berdasarkan ukuran reaksi kulit, diinjeksikan secara subkutan. Jumlahnya diting-katkan 
setiap minggu sampai toleransi maksimal diperoleh, yaitu setelah dosis rumatan 
diberikan dengan interval 4minggu. Pemberian dapat memanjang sampai interval 5 atau 6 
minggu selama berakhirnya alergi musiman. Pengobatan yang berhasil dilanjutkan selama
minimal 3 tahun, kemudian dihentikan. Jika tidak ada gejala, imunitas yang didapat dikatakan 
kembali pulih; jika gejala kambuh, pengobatan dilakukan kembali. (Hockenberry, Wilson, 
2007) 
Pragmosls. Pandangan terhadap anak yang menderita asma sangat bervariasi. Banyak 
anak tidak lagi mengalami gejala saat mencapai masa pubertas, tetapi 20 anak yang menderita 
asma tenis mengalami gejala sampai masa pubertas bahkan masa dewasa. Prognosis untuk 
pengendalian atau hilangnya gejala padaanak bervariasi dari yang jarang mengalami serangan 
sampai yang mengalami mengi konstan atau penderita status asimatiks. Secara umum jika 
gejala parah dan banyak, gejala sudah ada sejak lama, dan terdapat riwayat alergi dalam 
keluarga, kecenderungan memiliki prognosis yang buruk lebih besar. Banyak anak meng-alami 
eksaserbasi yang terus berkembang menjadi hiperesponsivitas jalar, napas dan batuk 
pada masa dewasa. Lebih jauh lagi, hiperesponsivitas jaian napas pada masa dewasa tampak 
berhubungan dengan penurunan fungsi paru.( Hockenberry, Wilson, 2007) 
Menurut Capen dan Sherman (1998), meskipun kematian akibat asma jarang terjadi, 
angka kematian terus meningkat beberapa tahun belakangan ini. Kelompok usia remaja 
tampaknya merupakan kelompok paling rentan, dengan peningkatan terbesar terjadi pada usia 
10 sampai 14 tahun. Tidak ada data yang reliabel untuk menjelaskan hal ini. Faktor-faktor 
yang telah menjadi dalil antara lain pajanan orang-orang atopik terhadap alergen yang lebih 
banyak, perubahan keparahan penyakit, penyalahgunaan terapi obat (toksisitas), kegagalan 
keluarga atau praktisi kesehatan untuk mengenali keparahan asma, dan faktor-faktor 
psikologik seperti penyangkalan atau penolakan untuk menerima penyakit tersebut. Faktor 
risiko kematian akibat asma muncul sejak usia dini, saat terjadi serangan yang sering, 
kesulitan penatalaksanaan penyakit, masa remaja, riwayat gagal napas, masalah psikologik 
(menolak minum obat), ketergantungan atau penyalahgunaan obat (penggunaan yang terlalu 
sering), adanya stigmata fisik (dada barrel, retraksi interkostal), uji fungsi paru abnormal. 
(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, 
Wilson, 2007) 
Status asmatikus. Anak yang terus menunjukkan gawat napas meskipun berbagai 
tindakan terapeutik sudah dilakukan, terutama penggunaan simpatomimetik, diang- gap 
berada pada status asmatikus, Kondisi ini dapat berkembang secara bertahap atau cepat, 
sering kali bersamaan dengan kondisi yang menimbulkan komplikasi (mis. pneumonia) yang 
dapat memengaruhi durasi dan pengobatan serangan. Anak ini biasanya terlihat di unit gawat
darurat dan memerlukan hospitalisasi atau perawatan di unit perawatan intensif untuk 
observasi ketat dan pemantauan kardiorespiratori yang kontinu.( Hockenberry, Wilson, 2007) 
Terapi untuk status asmatikus diarahkan pada perbaikan ventilasi, koreksi dehidrasi dan 
asidosis. dan pengobatan infeksi yang terjadi bersamian. Bronkospasme diredakan dengan 
memberikan inhalasi agonis-β2 kerja singkat aerosol (baik secara intermiten maupun 
kontinu), bersamaan dengan kortikosteroid (baik oral maupun intravena). Untuk anak yang 
tidak berespons terhadap kedua terapi tersebut, diberikan epinefriri subkutan (1:1000) dengan 
dosis 0,01 ml/ kg, dosis maksima! 0,3 ml, atau terbutalin subkutan.(Hockenberry, Wilson, 
2007) 
Anak diberikan cairan IV dan dipuasakan, jika kondisi memungkinkan dapat diberi 
cairan'Cairan IV diinfuskan dengan kecepatan rumatan, dan anak dipantau terhadap adanya 
edema pulmonal. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Koreksi dehidrasi, asidosis. hipoksia, dan, ketidakseimbangan elektrolit dilakukan dengan 
berpedoman pada hasii pemeriksaan oksigenasi (oksimetri nadi), gas darah, dan elektrolit 
serum. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Oksigen yang sudah dilembabkan diberikan dengan sungkup hidung, hood, atau masker 
wajah untuk mempertahankan oksigenasi yang memuaskan. Oksigen merupakan stimulus 
pernapasan, sehingga kadamya yang tinggi daoat menyebabkan depresi pernapasan yang 
signifikan. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Pemberian antibiotik sering kali dianjurkan pada terapi, karena infeksi dapat bersifat 
samar atau tidak selalu terlihat sama sekali dan selalu menjadi kompiikasi yang mengancam. 
Saat serangan mulai berkurang, cairan dan obat diberikan secara oral, dan dibuat rencana 
pemulangan terutama untuk perawatan tindak lanjut. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
PNEUMONIA 
Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan penyakit yang sering terjadi pada masa 
kanak-kanak awal. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau 
sebagai komplikasi dari penyakit lain. Secara morfologik, pneumonia digolongkan menjadi: 
- Pneumonia lobaris: melibatkan semua atau segmen yang luas dari satu lobus paru 
atau lebih. Jika kedua paru terkena disebut pneumonia bilateral atau pneumonia 
ganda
- Bronkopneumonia : di mulai pada bronkiolus terminal, yang tersumbat dengan 
eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsilidasi pada lobus-lobus 
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis. 
- Pneumonia interstisial :proses inflamasi dengan batas-batas yang lebih atau kurang 
dalam dinding alveolus(interstisium) dan jaringan peribronkial dan 
interlobaris.(Hockenberry, Wilson, 2007) 
Pneumonitis adalah inflamasi akut loka paru tanpa toksemia yang berkaitan dengan 
pneumonia lubaris. 
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi, bentuk klinis, dan agen 
etiologi. Virus aptikal(mikroplasma),bakteri, atau aspirasi benda asing. Pneumonia juga dapat 
disebabkan oleh histomikosis, koksidioidomikrosis, dan jamur lainnya. Agens penyebabnya 
diidentifikasi dari riwayat klinis, usia anak, riwayat kesehatan umum, pemeriksaan fisik, 
radiografi, dan pemeriksaan laboratorium.(Hockenberry, Wilson, 2007) 
a) Incident 
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di 
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbalitas dan mortalitas anak 
berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di 
seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, 
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survai kesehatan nasional 
(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh 
penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. (Rahajoe, dkk, 2008) 
b) Etiologi 
Rahajoe, dkk (2008), membagi penyebab pneumonia berdasarkan dengan usianya, yaitu: 
- Pneumonia pada neonatus dan bayi disebabkan oleh Streptococcus group B dan 
bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. 
- Pneumonia pada balita disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophillus 
influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus. 
- Pneumonia pada anak yang lebih besar dan remaja, juga disebabkan oleh 
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, Staphylococcus aureus 
serta Mycoplasma pneumoniae.
Virus yang menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), 
Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. 
c) Clinical Manifestation 
Gejala klinis yang terjadi pada pneumonia virus biasanya demam cukup tinggi. Batuk 
tidak produktif sampai produktif dengan sputum berwarna keputihan. Takipnea atau nafas 
cepat. Bunyi nafas ronkhi atau ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Ada nyeri dada dan 
bernafas dengan cuping hidung. Pucat sampai sianosis (bergantung pada tingkat keparahan). 
Foto-toraks infiltrasi atau bercak-bercak dengan distribusi peribronkial. Perilaku sensitif dan 
gelisah. Anoreksia, muntah, diare dan nyeri abdomen. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Sedangkan tanda dan gejala pada pneumonia bakteri, antara lan: demam, malaise, 
pernafasan cepat dan dangkal, batuk, dan nyeri dada yang sering memburuk jika anak 
menarik nafas dalam. Nyeri tersebut dapat menjalar ke abdomen dan disalah artikan sebagai 
apendisitis. Menggigil dan gejala-gejala meningael (meningismus) juga sering terjadi. 
(Hockenberry, Wilson, 2007) 
d) Patofisiologi 
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi, bentuk klinis, dan agen 
etiologi. Virus aptikal(mikroplasma),bakteri, atau aspirasi benda asing. Pneumonia juga dapat 
disebabkan oleh histomikosis, koksidioidomikrosis, dan jamur lainnya. Agens penyebabnya 
diidentifikasi dari riwayat klinis, usia anak, riwayat kesehatan umum, pemeriksaan fisik, 
radiografi, dan pemeriksaan laboratorium. 
Pneunomia virus disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus(RSV) dan Influenzae 
virus. Kemudian virus tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan terutama pada paru-paru 
dan mengeluarkan toksin. Akibatnya terjadi inflamasi, sehingga terjadi kerusakan membran 
mukosa alveoli yang meransang pusat batuk di otak. Kerusakan membran mukosa alveoli 
juga mengakibatkan demam karena terjadi pelepasan zat pirogen, prostaglandin dan kimia 
lain. 
Pneumonia bakteri disebabkan oleh Streptococus pneumoniae, Sthapylococcus aureus, 
dan Mycoplasma pneunomia. Kemudian bakteri tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan 
terutama pada paru-paru dan melepaskan sitosinin. Kemudian sistem kekebalan tubuh 
mengaktifkan leukosit dan makrofrag untuk memakan (fagositosis) patogen. Patogen yang
terakumulasi bersama jaringan mati di paru-paru mengakibatkan berkurangnya area 
pertukaran O2 dan terhalangnya cairan di alveoli, sehingga terjadi gangguan pada difusi O2. 
Pneunomia Atipikal primer disebabkn oleh injeksi Mycoplasma pneunomiae. 
Pneumonia ini paling banyak terjadi pada pada anak-anak berusia antara 5 dan 12 tahun. 
Pneumonia ini terjadi selama bulan-bulan musim gugur dan musim dingin serta lebih sering 
terjadi lagi di lingkungan berpenghuni padat. Anak yang menderita pneunomia ini akan 
demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal dan batuk. 
e) Pathway
f) Diagnosis 
- Resikopenularaninfeksiberhubungandenganbatuk 
- Gangguanpertukaran gas berhubungandenganberkurangnya area pertukaran O2 
danterhalannyacairna di alveoli 
- Ketidakefektifanpemeliharaankesehatanberhubungandenganketidakefektifankopingke 
luarga 
g) Treatment 
Penggunaan vaksin polisakarida pneumokokus dianjurkan pada individu tertentu, seperti 
anak-anak yang usia lebih dari 2 tahun yang beresiko infeksi pneumokokus atau beresiko 
menderita penyakit serius. Bayi atau anak yang menderita pneumonia kambuh harus di 
evaluasi lebih lanjut untuk adanya fibrosis kistik. 
TUBERCULOSIS 
a) Incident 
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali 
muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju. Salah satu di 
antaranya adalah TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk 
dunia (2 milyar orang) telah terinfeksi oleh m.tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, 
Asia, dan Amerika Latin. (Rahajoe, dkk, 2008) 
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara 
berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkolusis tetap merupakan salah satu penyebab 
tingginya angka morbilitas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di negara 
maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan 
strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. (Rahajoe, dkk, 
2008) 
b) Etiologi 
Penyebab tubercolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak berspora 
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua 
macam mikobakteria tuberculosis yaitu: tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada 
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di 
bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui 
udara. (Wim de Jong at al, 2005) 
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sejauh mana organisme tersebut mampu 
menimbulkan perubahan pada pejamu, antara lain: hereditas (resistensi terhadap infeksi 
dapat diturunkan secara genetik), jenis kelamin (lebih tinggi pada remaja putri), usia 
(resistensi pada bayi lebih rendah, insidensi lebih tinggi pada masa remaja), stres (emosi atau 
fisik), status nutrisi, dan infeksi yang terjadi bersamaan dengan infeksi lain (terutama HIV, 
campak, dan pertusis) 
c) Clinical Manifestation 
Manifestasi klinis tuberculosis sangat bervariasi, dapat bersifat asimtomatik, atau 
bermacam-macam gejala seperti demam, malaise, anoreksia dan penurunan berat badan. 
Biasanya batuk ada atau tidak berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu atau 
berbulan-bulan. Nyeri menusuk dan rasa sesak di dada. Sejalan dengan perkembangan terjadi 
peningkatan frekuensi nafas, ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit, bunyi nafas hilang 
dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Tampak pucat, anemia dan kelemahan. 
(Hockenberry, Wilson, 2007) 
d) Patofisiologi 
Tuberkulosis disebabkan oleh Microbacterium tuberulosis. Faktor pemicunya adalah 
droplet, genetik, jenis kelamin, usis, stres, status nutrisi, serta infeksi yang terjadi bersamaan 
dengan infeksi lain. 
Microbacterium tuberkulosis masuk ke saluran pernafasan melalui droplet, kemudian 
menempel pada paru-paru. Di dalam paru-paru, makrofag akan membersihkan M. 
Tuberkulosis kemudian akan di keluar dari trucheobionchial bersama sekret sehingga akan 
sembuh tanpa pengobatan. Namun, jika makrofag tidak dapat bekerja dengan baik, 
M.tuberkulosis akan menetap di jaringan paru sehingga terjadi peradangan. M.tuberkulosis 
akan mengeluarkan zat pirogen, yang akan mempengaruhi hipotalamus dan kemudian 
mempengaruhi sel point yang menyebabkan hipertermi atau demam. Bila bakteri tumbuh dan 
berkembang di sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberkulosis yang disebut 
sarang primer. Dari sarang ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus 
(limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran getah bening hilus (linfadinitis regional). Sarang
primer, limfangitis lokal, linfadinitis regional akan membentuk komplek primer. Komplek 
primer selanjutnya akan : 
- Sembuh sendiri tanpa pengobatan 
- Sembuh dengan bekas fibrosis 
- Menyebar ke organ lain seperti paru-paru lain, saluran pencernaan, dan tulang melalui 
media bronchogen percontinuitum, hematogen maupun limfogen. 
Pertahanan primer yang tidak adekuat pada paru-paru akan menyebabkan terbentuknya 
tuberkel. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya membran alveolar. Kerusakan membran 
alveolar menyebabkan pembentukan sputum yang berlebihan dan menurunya permukaan 
efek paru, sehingga alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi. 
Bakteri yang dominan pada tuberkulosis primer akan menjadi radang tahunan di bronkus 
yang akan berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya. Bagian tengah yang nekrosis 
akan membentuk jaringan keju yang mengahsilkan sekret. Sekret akan keluar saat batuk. 
Batuk produktif (terus-menerus) akan menyebabkan batuk berat sehingga terjadi distensi 
yang mangakibatkan mual dan muntah. 
e) Pathway
f) Diagnosis 
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan sputum yang 
berlebihan 
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan alveolus mengalami 
konsolidasi dan eksudasi 
- Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen 
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 
dyspneu 
g) Treatment 
Penatalaksanaan medis terhadap lesi TB pada anak terdiri atas nutrisi yang adekuat, 
kemoterapi, tindakan suportif umum, penegahan pajanan yang tidak perlu terhadap infeksi 
lain yang akan memperburuk pertahanan tubuh, pencegahan infeksi ulang, dan terkadang 
tindakan pembedahan. Hospitalisasi jarang di perlukan kecuali untuk bentuk penyakit yang 
sangat serius. Sebagian besar anak TB menerima asuhan keperawatan dilingkungan ambulasi, 
bagian rawat jalan, sekolah, dan puskesmas.(Hockenberry, Wilson, 2007) 
Terapi obat yang dianjurkan untuk mengobati tuberculosis antara lain adalah kombinasi 
obat-obat berikut: isoniazid (INH), rifanpin, and pirazinamid (PZA). American academy of 
pediatrics (2000) merekomendasikan progam pengobatan 6 bulan yang terdiri atas INH, 
rifanpin, dan PZA, diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama, dan INH serta rifanpin di 
berikan 2 kali setiap minggu (jika pemberian obat di awasi secara langsung) selama 4 bulan 
berikutnya. Jika anak dicurigai menderita tuberculosis yang resisten terhadap berbagai obat, 
ditambahkan etambutol atau stertomisin (hanya injeksi IM). Terapi penjegahan ditunjukan 
untuk mencegah berkemangnya infeksi paten dan untuk mencegah infeksi awal pada individu 
yang berada pada kondisi beresiko tinggi. Obat yang paling banyak di gunakan adalah INH 
selama 9 bulan, atau sampai 12 bulan untuk anak yang terinfeksi HIV.(Hockenberry, Wilson, 
2007) 
Prosedur bedah. Pembedahan dapat diperlukan untuk mengangkat sumber infeksipada 
jaringan yang tidak dapat di jangkau dengan kemoterapi atau yang di hancurkan oleh 
penyakit. Prosedur ortopedi untuk koreksi deformitas tulang, bronkoskop untuk 
pengangkatan polip granuomatosa tunerkuosa atau reseksi bagian paru yang sakit juga dapat 
dilakukan.(Hockenberry, Wilson, 2007)
Prognosis. Sebagian besar anak dapat sembuh dari ifeksi TB primer dan sering tidak 
menyadari keberadaannya. Akan tetapi, anak yang masih sangat kecil memiliki insidensi 
penyebaran penyakit yang lebih tinggi. TB merupakan penyakit serius pada 2 tahun pertama 
kehidupan, selama masa remaja, dan pada anak yang menderita HIV positif. Kecuali pada 
kasus meningitis tuberculosis, kemtian jarang terjadi pada anak yang dapat pendapatkan 
pengobatan. Terapi antibiotic telah berhasil menurunkan angka kematian dan penyebaran 
secara hematogen akibat lesi primer. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Pencegahan. Satu-satunya cara pasti untuk mencegah TB dapat menghindari kotak 
dengan bacil tuberkel. Upaya mempertahankan setatus kesehatan yang maksimal dengan 
nutrisi adekuat dan menghindari keletihan dan infeksi yang melemahkan akan meningkatkan 
ketahanan alamai namun tiak mencegah infeksi. Pasteurisai dan pengujian rutin pada susu 
dan eliminasi penyakit sapi telah menurunkan insidensi tuberculosis sapi. Imunitas yang 
terbatas dapat dihasilkan dengan pemberian BCG (bacilli calmete guerien), vaksin yang 
menggandung bacil bovine yang tingkat virulensinya sudah di turunkan. Vaksin segar di 
injeksikan secara interadermal, memberikan perlindungan yang jelas namun tidak lengkap 
(sekitar 50%) terhada TB. Distribusi vaksinn dikendakilan oleh departemen kesehatan 
nasional atau setempat namun vaksin tidak digunakan secara luas, mestipun ditempat-tempat 
dengan prevalensi penyakit tinggi. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
B. Nursing Care Plan
C. Family Teaching 
- Tonsilitis 
Setelah dilakukan Tonsilektomi atau pengangkatan tonsil perlu dukungan keluarga dan 
perawatan di rumah, seperti (Hockenberry, Wilson, 2007) : 
1. Menghindari makanan yang mengiritasi atau sangat berbumbu 
2. Menghindari penggunaan obat kumur atau menyikat gigi terlalu keras 
3. Melarang anak untuk batuk atau membersihkan tenggorokan atau meletakkan sesuatu 
di dalam mulut 
4. Menggunakan analgesik yang efektif atau kolar es untuk nyeri 
5. Membatasi aktivitas untuk mengurangi pendarahan. Pendarahan dapat terjadi sampai 
10 hari setelah pembedahan karena adanya pelepasan jaringan akibat proses 
penyembuhan. 
- Asma 
Perawat yang berkerja dengan anak penderita asma dapat memberikan dukungan dengan 
berbagai cara. Banyak anak yang mengungkapkan rasa frustasinya karena eksaserbasi asma 
mempengaruhi aktivitas dan kehidupan sosial mereka sehari-hari. Mereka memerlukan 
pendidikan kesehatan mengenai penyakitnya, termasuk apa yang harus dilakukan untuk 
mencegah episode asma dan selama episode asma. Anak ini memerlukan jaminan dari tim 
kesehatan dan penguatan terhadap mekanisme koping mereka. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
Hal yang dapat dilakukan keluarga dirumah untuk mencegah terjadinya asma adalah 
membuat rumah dan komunitas bebas alergi, sepeti gunakan semprotan pestisida, melapisi 
dinding dengan cat atau wallpaper yang dapat dicuci, dan gunakan perabotan yang dapat 
dilap (kayu, plastik, kulit) di tempat perabotan yang dilapisi kain serta hindari perabotan dari 
rotan atau anyaman. Selain membuat rumah dan komunitas bebas alergi, kita juga dapat 
menyarankan untuk menggunakan Peak Expiratory Flow Meter (PEFM), atau menggunakan 
Inhaler dosis terukur MDI. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
- Pneumonia 
Keluarga juga memerlukan dukungan. Batuk kering yang dialami anak dapat 
menimbulkan kelelahan pada orang tua karena sering mengganggu tidur anak dan keluarga. 
Orang tua harus tetap diberitahu tentang perkembangan anak dan diajarkan mengenai
perawatan di rumah yang tepat, seperti penggunaan aspirator hidung dan pemberian 
antibiotik. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
- Tuberculosis 
Karena keberhasilan terapi bergantung pada kepatuhan pasien terhadap program 
pengobatan, orang tua harus diberitahu pentingnya pemberian obat yang sering dan selama 
diinstruksikan. Sebagai keluarga memerlukan observasi langsung untuk memastikan 
kepatuhan. (Hockenberry, Wilson, 2007) 
D. Kebijakan Departemen Kesehatan(terlampir) 
Kebijakan Departemen Kesehatan (Asma) – lampiran I
F. Jurnal(terlampir) 
Judul :Preschoolers with Asthma: Narratives of Family Functioning Predict 
Behavior Problems 
Tempat :Central New York State 
Tujuan :Mengujisejauh manakeparahangejala asmadannarasianak-anakdarifungsi 
keluargamemprediksigejalaperilakuanak-anak prasekolah. 
Tujuan Khusus : 
1. Menguji peranyang memainkan keparahandalam memprediksiperilakupenyesuaian 
anakdengan sampelanak-anakasma. 
2. Menyelidiki peranfungsi keluragadalam nenambah tingkat keparahan asma. 
3. Mengeksplorasikegunaanteknikcerita-batang yang baru berkembang. 
Metode : 
- Peserta : 58anakberkisarusia3 sampai 5 tahundan58pengasuhutama mereka 
- Prosedur : Pengasuh utamadiberikuesioner, anak-anak diberinarasitugascerita-batang. 
Wawancara naratifanak-anakterdiri dari empatcerita-batang tentang 
kehidupankeluarga danasma, berlangsung sekitar20menit, dandirekam. 
Hasil : 
Lima peserta anak tidak mampu menyelesaikan cerita, 1 anak saki tdan 4 anak 
menolak untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, total 53 anak memberikan kontribusi 
terhadapdata yang dikumpulkan pada cerita-batang tanggapan. Anak-anak yang menolak 
untuk berpartisipasi tidak menunjukkan penyimpangan ditandai dari nilai rata-rata 
keseluruhan pada variabel penelitian Severity Fungsional Asma. Prosedur ANOVA 
digunakan untuk menguji perbedaan dalam variabel demografis kategori, prediktor dan hasil 
variabel kontinu. Namun, ketik akontribusi individu masing-masing jenis narasi yang 
diperiksa, Indeks Umum Fungsi Keluarga, tetapi tidak Indeks Asma Response, memberikan 
kontribusi signifikan terhadap varians dalam total skala Perilaku Masalah.
Kesimpulan : 
Peneliti menemukan bahwa tingkat tertinggi keparahan gejala asma diperkirakan lebih 
tingginya nilai masalah perilaku. Temuan ini pada balita dengan asma sesuai dengan 
keparahan penyakit yang menghubungkan dengan hasil perilaku pada anak-anak usia sekolah 
dan remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa alasan ini mungkin sangat kompleks dan 
mungkin mencerminkan beberapa faktor penentu dari kedua keparahan penyakit dan 
penyesuaian perilaku (McQuaid et al., 2001). 
Penelitian ini adalah untuk menguji persepsi keluarga dalam konteks asma antara 
anak-anak prasekolah, penduduk yang telah kurang mendapat perhatian. Studi lainnya 
menggunakan metode narasi dikombinasikan dengan laporan pengasuh dan observasi lebih 
lanjut dapat memperjelas hubungan antara proses penyakit spesifik dan hasil perilaku anak. 
Pengaruh kuat lainnya pada penyesuaian perilaku cenderung untuk hadir, terutama 
untuk sampel ini anak berpenghasilan rendah. Ini mungkin termasuk terukur faktor distal 
seperti lingkungan dan karakteristik anak prasekolah dan akses terhadap kualitas perawatan 
kesehatan, serta faktor-faktor proksimal termasuk tekanan psikologisorangtua (Celano et al., 
2008), kepadatan anggota keluarga, merokok di rumah, pola tidur, dan aspek status kesehatan 
selain asma.
Daftar Pustaka 
Gerard J Tortora dan Bryan Derrickson. 2011. Principles of Anatomy and Physiology, 
Maintance and Continuity of the Human Body, ed. 13th. Asia; Wiley 
Herdman. 2011.Nanda International, Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012- 
2014. Jakarta; EGC 
Hockenberry dan Wilson. 2007. Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth 
Edition. Canada; Mosby Elsevier 
Rahajoe, Supriyatno, dan Setyanto. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta; IDAI 
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses 
Penyakit. Jakarta; EGC 
Wim de Jong at al. 2005. Buku ajar ilmu bedah.Jakarta; EGC
MAKALAH PEDIATRIC NURSING 
KELOMPOK 9, KELAS B 
“Alterations in oxyigen transport: respiratory alterations 
Tonsillitis, Pneumonia, Asthma, Tuberculosis ” 
Oleh : 
YeusyVitasari (462012011) 
RiniYulianti (462012031) 
Program Studi S1 Keperawatan 
Fakultas Ilmu Kesehatan 
Universitas Kristen Satya Wacana 
Salatiga 
2014

More Related Content

What's hot

Materi Sistem Pernafasan Manusia
Materi Sistem Pernafasan ManusiaMateri Sistem Pernafasan Manusia
Materi Sistem Pernafasan Manusia
Sharah Sharah
 
Ppt Interaktif Sistem Pernapasan Manusia
Ppt Interaktif Sistem Pernapasan ManusiaPpt Interaktif Sistem Pernapasan Manusia
Ppt Interaktif Sistem Pernapasan Manusia
Refika Afifa
 
Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)
Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)
Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)Muhammad Badar
 
BIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASAN
BIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASANBIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASAN
BIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASAN
dikiiiey
 
Sistem Respirasi - Dhea Budiman
Sistem Respirasi - Dhea BudimanSistem Respirasi - Dhea Budiman
Sistem Respirasi - Dhea Budiman
Dhea Budiman
 
Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa.
Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa. Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa.
Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa.
Widadta
 
MATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMA
MATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMAMATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMA
MATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMA
Zona Bebas
 
Yang betul
Yang betulYang betul
Yang betulmoharifw
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri erekeAsuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Operator Warnet Vast Raha
 
Materi biologi x ppt bab 7 fix
Materi biologi x ppt bab 7 fixMateri biologi x ppt bab 7 fix
Materi biologi x ppt bab 7 fix
eli priyatna laidan
 
Sistem Pernapasan pada Manusia
Sistem Pernapasan pada ManusiaSistem Pernapasan pada Manusia
Sistem Pernapasan pada Manusia
Vega Myland
 
Fisiologi Pernafasan
Fisiologi PernafasanFisiologi Pernafasan
Fisiologi Pernafasan
Dedi Kun
 
Biologi sistem pernapasan Manusia dan Hewan
Biologi sistem pernapasan Manusia dan HewanBiologi sistem pernapasan Manusia dan Hewan
Biologi sistem pernapasan Manusia dan Hewan
abdullah al- baitsu tenri pada
 
sistem pernapasan
sistem pernapasansistem pernapasan
sistem pernapasan
tengku salwa miranti
 
Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia
Arvina Frida Karela
 
Anatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusiaAnatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusia
Arif Al-Amin
 
Buku Ringkasan Sistem Respirasi
Buku Ringkasan Sistem RespirasiBuku Ringkasan Sistem Respirasi
Buku Ringkasan Sistem Respirasi
Risa Hidayat
 
ANATOMI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI SISTEM RESPIRASIANATOMI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI SISTEM RESPIRASI
Muhammad Khoirul Zed
 
Sistem Pernafasan Pada Manusia
Sistem Pernafasan Pada ManusiaSistem Pernafasan Pada Manusia
Sistem Pernafasan Pada Manusia
SMPN 3 TAMAN SIDOARJO
 

What's hot (20)

Materi Sistem Pernafasan Manusia
Materi Sistem Pernafasan ManusiaMateri Sistem Pernafasan Manusia
Materi Sistem Pernafasan Manusia
 
Ppt Interaktif Sistem Pernapasan Manusia
Ppt Interaktif Sistem Pernapasan ManusiaPpt Interaktif Sistem Pernapasan Manusia
Ppt Interaktif Sistem Pernapasan Manusia
 
Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)
Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)
Sistem respirasi manusia dan hewan (m.badar)
 
BIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASAN
BIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASANBIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASAN
BIOLOGI KELAS 11 IPA - SISTEM PERNAPASAN
 
Sistem Respirasi - Dhea Budiman
Sistem Respirasi - Dhea BudimanSistem Respirasi - Dhea Budiman
Sistem Respirasi - Dhea Budiman
 
Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa.
Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa. Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa.
Rangkuman Sistem Pernapasan, biologi kelas xi ipa.
 
Sistem pernapasan
Sistem pernapasanSistem pernapasan
Sistem pernapasan
 
MATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMA
MATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMAMATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMA
MATERI Sistem pernafasan KELAS XI SMA
 
Yang betul
Yang betulYang betul
Yang betul
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri erekeAsuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
 
Materi biologi x ppt bab 7 fix
Materi biologi x ppt bab 7 fixMateri biologi x ppt bab 7 fix
Materi biologi x ppt bab 7 fix
 
Sistem Pernapasan pada Manusia
Sistem Pernapasan pada ManusiaSistem Pernapasan pada Manusia
Sistem Pernapasan pada Manusia
 
Fisiologi Pernafasan
Fisiologi PernafasanFisiologi Pernafasan
Fisiologi Pernafasan
 
Biologi sistem pernapasan Manusia dan Hewan
Biologi sistem pernapasan Manusia dan HewanBiologi sistem pernapasan Manusia dan Hewan
Biologi sistem pernapasan Manusia dan Hewan
 
sistem pernapasan
sistem pernapasansistem pernapasan
sistem pernapasan
 
Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia
 
Anatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusiaAnatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusia
 
Buku Ringkasan Sistem Respirasi
Buku Ringkasan Sistem RespirasiBuku Ringkasan Sistem Respirasi
Buku Ringkasan Sistem Respirasi
 
ANATOMI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI SISTEM RESPIRASIANATOMI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI SISTEM RESPIRASI
 
Sistem Pernafasan Pada Manusia
Sistem Pernafasan Pada ManusiaSistem Pernafasan Pada Manusia
Sistem Pernafasan Pada Manusia
 

Viewers also liked

Penggunaan obat pada pediatrik
Penggunaan obat pada pediatrikPenggunaan obat pada pediatrik
Penggunaan obat pada pediatrik
Fadhol Romdhoni
 
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Operator Warnet Vast Raha
 
farmakologi antibiotik dan anti jamur
farmakologi antibiotik dan anti jamurfarmakologi antibiotik dan anti jamur
farmakologi antibiotik dan anti jamur
Duik Agustini
 
Teknik Radiografi 3 Pediatric
Teknik Radiografi 3 PediatricTeknik Radiografi 3 Pediatric
Teknik Radiografi 3 Pediatric
Nona Zesifa
 
Makalah ispa
Makalah ispaMakalah ispa
Makalah ispa
Septian Muna Barakati
 
Obat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaanObat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaan
Rizkythia_Andhara
 

Viewers also liked (6)

Penggunaan obat pada pediatrik
Penggunaan obat pada pediatrikPenggunaan obat pada pediatrik
Penggunaan obat pada pediatrik
 
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
 
farmakologi antibiotik dan anti jamur
farmakologi antibiotik dan anti jamurfarmakologi antibiotik dan anti jamur
farmakologi antibiotik dan anti jamur
 
Teknik Radiografi 3 Pediatric
Teknik Radiografi 3 PediatricTeknik Radiografi 3 Pediatric
Teknik Radiografi 3 Pediatric
 
Makalah ispa
Makalah ispaMakalah ispa
Makalah ispa
 
Obat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaanObat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaan
 

Similar to makalah pediatric

Makalah sistem pernafasan
Makalah sistem pernafasanMakalah sistem pernafasan
Makalah sistem pernafasan
Avc Subang
 
Sistem Respirasi pada Manusia
Sistem Respirasi pada ManusiaSistem Respirasi pada Manusia
Sistem Respirasi pada Manusia
Qiyad N
 
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNAAnatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet Vast Raha
 
Patofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasanPatofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasan
Sellvia Rahmi
 
Kb 2(1)
Kb 2(1)Kb 2(1)
Kb 2(1)
pjj_kemenkes
 
Kb 2(1) 2
Kb 2(1) 2Kb 2(1) 2
Kb 2(1) 2
pjj_kemenkes
 
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
pjj_kemenkes
 
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptxPPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
RahayuLv1
 
makalah PERNAFASAN 2.docx
makalah PERNAFASAN 2.docxmakalah PERNAFASAN 2.docx
makalah PERNAFASAN 2.docx
DiorayBeslyMalik1
 
pernapasan manusia untuk mengetahui organ
pernapasan manusia untuk mengetahui organpernapasan manusia untuk mengetahui organ
pernapasan manusia untuk mengetahui organ
kisworodwiaprian
 
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptxPPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
EdwinFransiari
 
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptxPPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptx
ArfelDariijstihar
 
Sistem pernapasan manusia
Sistem pernapasan manusiaSistem pernapasan manusia
Sistem pernapasan manusia
khuzaima
 
Sistem pernafasan
Sistem pernafasanSistem pernafasan
Sistem pernafasan
Sumadin1112
 
Rpp sistem pernapasan manusia
Rpp sistem pernapasan manusiaRpp sistem pernapasan manusia
Rpp sistem pernapasan manusia
lubabatulfaizah
 
Rpp
RppRpp
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptx
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptxSISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptx
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptx
BengSetiadyPutra1
 
Sistem pernafasan pada manusia dr lelyyy
Sistem pernafasan pada manusia   dr lelyyySistem pernafasan pada manusia   dr lelyyy
Sistem pernafasan pada manusia dr lelyyy
Operator Warnet Vast Raha
 
Laporan pendahuluan oksigenasi (2)
Laporan pendahuluan oksigenasi (2)Laporan pendahuluan oksigenasi (2)
Laporan pendahuluan oksigenasi (2)Nia Logaritma
 

Similar to makalah pediatric (20)

Makalah sistem pernafasan
Makalah sistem pernafasanMakalah sistem pernafasan
Makalah sistem pernafasan
 
Sistem Respirasi pada Manusia
Sistem Respirasi pada ManusiaSistem Respirasi pada Manusia
Sistem Respirasi pada Manusia
 
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
 
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNAAnatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
 
Patofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasanPatofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasan
 
Kb 2(1)
Kb 2(1)Kb 2(1)
Kb 2(1)
 
Kb 2(1) 2
Kb 2(1) 2Kb 2(1) 2
Kb 2(1) 2
 
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
 
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptxPPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
 
makalah PERNAFASAN 2.docx
makalah PERNAFASAN 2.docxmakalah PERNAFASAN 2.docx
makalah PERNAFASAN 2.docx
 
pernapasan manusia untuk mengetahui organ
pernapasan manusia untuk mengetahui organpernapasan manusia untuk mengetahui organ
pernapasan manusia untuk mengetahui organ
 
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptxPPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new.pptx
 
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptxPPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptx
PPT_PERNAPASAN_MANUSIA_new (1).pptx
 
Sistem pernapasan manusia
Sistem pernapasan manusiaSistem pernapasan manusia
Sistem pernapasan manusia
 
Sistem pernafasan
Sistem pernafasanSistem pernafasan
Sistem pernafasan
 
Rpp sistem pernapasan manusia
Rpp sistem pernapasan manusiaRpp sistem pernapasan manusia
Rpp sistem pernapasan manusia
 
Rpp
RppRpp
Rpp
 
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptx
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptxSISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptx
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA.pptx
 
Sistem pernafasan pada manusia dr lelyyy
Sistem pernafasan pada manusia   dr lelyyySistem pernafasan pada manusia   dr lelyyy
Sistem pernafasan pada manusia dr lelyyy
 
Laporan pendahuluan oksigenasi (2)
Laporan pendahuluan oksigenasi (2)Laporan pendahuluan oksigenasi (2)
Laporan pendahuluan oksigenasi (2)
 

Recently uploaded

kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmaskesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
IrmaFitriani7
 
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.pptPencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Rizkiyahnovianti
 
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdfBuku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
SIMRS Cendana
 
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah staselp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
jeanlomirihi1
 
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptxPMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
kartikaoktarini
 
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docxLAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
YuniAfridaniHasibuan
 
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 202425 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
SriyantiSulaiman
 
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptxPPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
kartikaoktarini
 
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.pptPenanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
SuryaniAnggun2
 
Lp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatanLp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatan
jeanlomirihi1
 
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptxLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
GregoryStevanusGulto
 
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdfVaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
ShaoranAulia1
 
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdfPanduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
AbdulWahid24425
 

Recently uploaded (13)

kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmaskesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
 
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.pptPencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
 
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdfBuku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
 
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah staselp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
 
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptxPMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
 
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docxLAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
 
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 202425 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
 
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptxPPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
 
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.pptPenanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
 
Lp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatanLp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatan
 
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptxLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
 
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdfVaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
 
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdfPanduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
 

makalah pediatric

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Menurut Wilson (2005), pernafasan secara harafiah berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbondioksida dari sel ke udara bebas. Pemakaian O2 dan pengeluraan CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh; tetapi sebagian besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan udara, karena sel-sel tersebut letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. Karena itu, sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun untuk mengangkut gas-gas tersebut. Proses pernafasan terdiri dari berbagai langkah dan terdapat peranan yang sangat penting dari sistem pernafasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular. Pada dasarnya sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisahan antara sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau bernafas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk bernafas, dan secara reflek merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O2 dan CO2 melalui membran kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernafasan eksternal. Sistem kardiovaskular memyediakan pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru dan sel-sel tubuh. Hb yang berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut gas-gas tersebut. Fase terakhir pertukaran gas ini adalah proses difusi O2 dan CO2 anatara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernafasan internal adalah reaksi-reaksi kimia intraselular saat O2 dipakai dan CO2 dihasilkan, bersamaan dengan sel memetabolisme karbohidrat dan zat-zat lain untuk membangkitkan adenosin trifosfat (ATP) dan pelepasan energi. (Wilson, 2005) Fungsi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk repirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat membahayakan proses-proses kehidupan. (Wilson, 2005)
  • 2. A. Anatomi dan Fisiologi Menurut Tortora dan Derrickson (2011) sel-sel tubuh membutuhkan oksigen (O2) untuk reaksi metabolisme yang akan menghasilkan energi dari molekul nutrien dan menghasilkan ATP. Pada saat yang sama, reaksi-reaksi ini melepaskan karbondioksida (CO2), karena CO2 yang berlebihan akan menjadi racun bagi sel. Sistem kardiovaskuler dan pernafasan bekerja sama untuk memasok O2 dan menghilangkan CO2. Sistem pernapasanmenyediakanasupanpertukaran gasO2danCO2. Selain berfungsiuntukpertukaran gas, sistem pernapasan juga berpartisipasi dalam mengatur PH darah, mengandung reseptor untuk indera penciuman, filterterinspirasiudara,menghasilkansuara, danrids tubuhyang sama.  Anatomi Sistem Respiratori Sistem pernapasanterdiri darihidung, faring(tenggorokan), laring (kotak suara), trakea(batang tenggorokan), bronkus, dan paru-paru. Sistem pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu: Sistem Pernafasan Atas dan Sistem Pernafasan Bawah. Sistem Pernafasan Atas terdiri dari hidung, rongga hidung, dan faring. Sistem Pernafasan Bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Secara fungsional, sistem pernapasanjugaterdiri dariserangkaiandua bagian: (1) zonakonduksiterdiridari serangkaianinterkoneksironggadan tabungbaik di luar maupundi dalamparu-paru. Ini termasukhidung, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, bronkiolusterminal yang berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, melembabkan udara(2) zonapernapasanterdiri daritabungdan jaringandalam paru-parudi manaterjadi pertukaran gas. Ini termasukbronkioluspernapasan, saluranalveolar, kantungalveolar, danalveolidansitus utamapertukaran gasantara udaradandarah. (Tortora, Derrickson, 2011) HIDUNG FARING LARING TRAKEA BRONKUS ALVEOLUS
  • 3.  Hidung Hidung merupakan organ yang pertama kali dilewati oleh udara. Hidung memberikan kelembaban dan pemanasan udara pernafasan sebelum masuk ke nasofaring. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas sampai bawah; pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Hidung luar memiliki tiga fungsi: (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk, (2) mendeteksi rangsangan penciuman, dan (3) memodifikasi getaran.(Tortora, Derrickson, 2011) Rongga hidung merupakan kavum nasi yang dipisahkan oleh septum. Lubang depat disebut sebagai neres anterior dan lubang belakang merupakan koana yang memisahkan antara kavum nasi dengan nasofaring. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang sedangkan bagian luar dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian dari kavum nasi yang tepat berada di belakang nares anterior disebut vestibulum, yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang. Dasar rongga hidung melekat dengan palatum durum dan sebagaian besar dari atap hidung dibentuk oleh epitel olfaktorius dan lamina kribiformis os ethmoidalis, yang memisahkannya dengan rongga tengkorak. (Rahajoe, dkk, 2008) Rongga hidung memiliki 4 dinding dan pada dinding lateralnya terdapat 3 buah konka yaitu konka superior, konka media, dan konka inferior. Rongga yang terletak diantara konka disebut sebagai meatus. Bergantung pada letaknya, meatus dibagi menjadi 3 yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dasar hidung dengan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di bawah konka medius dan merupakan saluran yang penting karena hampir seluruh sinur bermuara di saluran ini, yang kemudian membentuk osteo-meatal kompleks. Adanya kelainan pada daerah ini dapat mengganggu ventilasi dan bersihan mukosiliar sehingga mempermudah terjadinya rinosinusiris. Meatus superior merupakan muara dari sinus spenoidalis. (Rahajoe, dkk, 2008) Rongga hidung merupakan saluran respiratori primer pada saat bernafas. Saat bernafas dengan menggunakan pernafasan hidung, terdapat tahanan sebesar lebih dari 50% dari
  • 4. seluruh tahanan pada saluran respiratori. Tahanan tersebut dua kali lipat lebih banyak bila dibandingkan dengan pernafasan mulut. (Rahajoe, dkk, 2008) Gertaran silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung,dan ke superior di dalam sitem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. (Wilson, 2005)  Faring Tortora dan Derrickson (2011), membagi faring menjadi 3 bagian yang terdiri dari nasofaring yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan rongga hidung, kemudian dilanjutkan dengan orofaring dan terakhir adalah laringofaring. Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang, dan lateral, yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebalis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius. Atap nasofaring dibentuk dari basis sphenoid dan dapat dijumpai sisa jaringan embrionik yang disebut sebagai ranthake. Diantara atap nasofaring dan dinding posterior terdapat jaringan limfoid yang disebut adenoid. Orofaring yang merupakan bagian kedua faring,setelah nasofaring,dipisahkan oleh otot membranosa dari palatum lunak. Yang termasuk bagian orofaring adalah dasar lidah (1/3 posterior lidah),valekula,palatum,uvula,dinding lateral faring termasuk tonsil palatina serta dinding posterior faring. Laringofaring merupakan bagian faring yang dimulai dari lipatan faringoepiglotika kearah posterior,inferior terhadap esofagus segmen atas. Di dalam faring partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. (Wilson, 2005)  Laring Laring terletak setinggi servikal ke-6, berperan pada proses fonasi dan sebagai katup untuk melindungi saluran respiratori bawah. Organ ini terdiri dari tulang dan kumpulan
  • 5. tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan ditutupi oleh otot dan membran mukosa. (Rahajoe, dkk, 2008) Epiglotis merupakan tulang rawan yang berbentuk seperti lembaran, yang melekat pada dasar lidah dan tulang rawan tiroid. Tiroid merupakan struktur tulang rawan yang terbesar pada laring, yang membentuk jakun (Adam’s apple). Tiroid terdiri dari 2 sayap atau alae yang bergabung pada garis tengah anterior dan meluas ke arah belakang. Pada bagian depan terdapat tonjolan yang disebut thyroid notch. Pada bagian belakang terdapat 2 prosesus yaitu prosesus superior dan inferior. Pada bagian depan, kartilago krikoid disatukan oleh membran krikotiroid. Kartilago krokoid merupakan tulang rawan yang berbentuk cincin penuh. Kartilago aritenoid merupakan bagian dari laring yang berperan pada pergerakan pita suara. Tulang rawan terletak dibelakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Disetiap sisi tulang rawan krikoid, terdapat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan otot krikoaritenoid posterior. (Tortora, Derrickson, 2011) Pada bagian dalam laring terdapat 2 lipatan yang menyatu pada bagian depan serta memiliki mukosa yang berwarna merah. Lipatan ini disebut sebagai pita suara palsu. Pada bagian bawah lipatan terdapat ruangan yang disebut sebagai ventrikel. Bibir bawah ventrikel dibentuk oleh otot yang disebut sebagai pita suara asli. Bagian anterior pita suara asli melekat pada garis tengah sampai permukaan posterior kartilago Tiroid dan bagian posterior pita suara melekat pada kartilago aritenoid. Pada bagian bawah pita suara terdapat bagian tersempit dari laring yaitu celah subglotis yang membentang pada membran krikotiroid. (Rahajoe, dkk, 2008) Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran penafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. (Wilson, 2005)
  • 6.  Trachae dan bronkus Trakea merupakan bagian dari saluran respiratori yang bentuknya menyerupai pita serta memanjang mulai dari bagian inferior laring, yaitu setinggi servikal 6 sampai daerah percabangannya (bifurkasio) yaitu antara torakal 5-7. Panjangnya sekitar 9-15 cm. Trakea terdiri dari 15-20 kartilago hialin yang berbentuk menyerupai huruf C dengan bagian posterior yang tertutup oleh otot. Bentuk tersebut dapat mencegah trakea untuk kolaps. Adanya serat elastin longitudinal pada trakea, menyebabkan trakea dapat melebar dan menyempit seseuai dengan irama pernapasan. Trakea mengandung banyak reseptor yang sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia. Otot trakea yang terletak pada bagian posterior mengandung reseptor yang berperan pada regulasi kecepatan dan dalamnya pernapasan. (Rahajoe, dkk, 2008) Trakea terbagi menjadi 2 bronkus utama, yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial(Wilson,2005). Bronkus utama kanan memiliki rongga yang lebih sempit dan lebih horisontal bila dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke paru kanan dari pada kiri. Trakea dan bronkus terdiri dari tulang rawan dan dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung mukus dan kelenjar serosa. Bronkus kemudian akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil dan halus yaitu bronkiolus. Bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilia namun tidak mengandung kelenjar serta dindingnya tidak mengandung jaringan tulang rawan. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas. (Wilson, 2005)  Alveolus Bronkiolus berakhir pada suatu struktur yang menyerupai kantung, yang dikenal dengan nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan metrik ekstraselluar yang dikelilingi oleh pembuluh darah kapiler. Alveolus mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1 yang membentuk struktur dinding alveolus dan sel tipe 2 yang menghasilkan surfaktan. Alveolus
  • 7. memiliki kecenderungan untuk kolaps karena ukurannya yang kecil, bentuknya yang sferikal dan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan nama surfaktan, dan pori-pori pada dindingnya. (Rahajoe, dkk, 2008) Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan ketebalan dinding hanya 0,1 mikrometer. Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan bergantung pada gradient konsentrasi. Setiap paru mengandung lebih dari 300 juta alveolus. Setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah pembuluh darah. (Rahajoe, dkk, 2008) Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus alveolaris terminalis. (Wilson, 2005)  Fisiologi sistem respiratori Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dlam dan ke luar paru. Stadium kedua, transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek: (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi antara udara dalam alveolus-alveolus; (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru. (Wilson, 2005) TONSILITIS Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di rongga faring. Tonsil menyaring dan melindungi saluran pernapasan serta saluran pencernaan dari invasi organisme patogen dan berperan dalam pembentukan antibodi. Meskipun ukuran tonsil bervariasi anak umumnya memiliki tonsil yang lebih besar daripada remaja atau orang dewasa. Perbedaan ini dianggap sebagai mekanisme perfindungan karena anak kecil rentan terutama terhadap ISPA. (Hockenberry, Wilson, 2007) a) Incident Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada provinsi 7 Indonesia pada tahun 1994- 1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelang nasofaringitis akut
  • 8. (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai 23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun. sedangkan RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonslitis akut atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. (Rahajoe, dkk, 2008) b) Etiologi Tonsilitis sering terjadi bersama faringitis. Karena banyaknya jaringan limfoid dan sering terjadinya ISPA, tonsilitis merupakan penyebab morbiditas yang banyak terjadi pada anak keci. Agen penyebabnya dapat berupa virus atau bakteri. Bakteri yang menyebabkan tonsilitis antara lain: Streptococus group A, C, dan G, serta Neisseria gonorrhoeae.(Hockenberry, Wilson, 2007) c) Clinical Manifestation Manifestasi tonsilitis disebabkan oleh inflamasi. Pada saat tonsil palatin membesar karena edema, keduanya dapat bertemu digaris tengah (kissing tonsils) yang menyumbat jalan nafas atau makanan. Anak mengalamai kesulitan menelan dan bernafas. Jika terjadi pembesaran adenoid, ruang di belakang lubang hidung posterior menjadi tersumbat, sehingga mempersulit atau bahkan tidak memungkinkan udara mengaliri dari hidung ke tenggorokan. Akibatnya, anak bernafas melalui mulut. (Hockenberry, Wilson, 2007) d) Patofisiologi Tonsilitis terjadi karena adanya invasi kuman patogen (bakteri/virus) yang kemudian terjadi penyebaran limfogen pada faring dan tonsil. Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga mengakibatkan Tonsilitis akut. Tonsilitis akut dibagi menjadi 3, yaitu: edema tonsil, hipertermi, tonsil dan adenoid membesar. Edema tonsil menyebabkan nyeri saat menelan makanan dan minuman. Tonsil dan adenoid yang membesar dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada tuba eustakil, sehingga terjadikurangnya pendengaran dan otitis media karena infeksi sekunder.
  • 9. f) Diagnosis(nanda, 2012-2014) - Gangguan menelan berhubungan dengan edema tonsil - Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan - Gangguan persepsi atau sensori pendengaran berhubungan dengan obstruksi pada tuba eustaki - Ketidakefektifanpemeliharaankesehatanberhubungandenganketidakefektifankopingke luarga g) Treatment Karena tonsilitis dapat sembuh sendiri, pengobatan faringitis viral bersifat simtomatik. Kultur tenggorokan positif untuk infeksi streptokokus hemolitik β grup A memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi virus dan streptokokus pada demam tonsilitis eksudatif harus dibedakan. Sebagian besar infeksi terjadi akibat virus. Oleh karena itu, uji yang cepat dan dini dapat menyingkirkan kemungkinan pemberian antibiotik yang tidak perlu. (Hockenberry, Wilson, 2007) Tonsilektomi (pengangkatan tonsil palatin) diindikasikan hanya pada kasus infeksi streptokokus kambuhan yang tercatat jika terdapat abses peritonsilar, atau pada kasus hipertrofi masif yang menyebabkan kesulitan bernapas atau makan (Derkay, Darrow, LeFebvrs, 1995). Indikasi absolut adalah keganasan dan obstruksi jalan napas. Adcnoidcktoml (pengangkatan adenoid) dianjurkan untuk anak yang mengalami hipertrofi adenoid dan menyumbat pernapasan hidung. Pengangkatannya dapat dilakukan pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun dan harus dilakukan tanpa ton- silektomi. Kontraindikasi tonsilektomi atau adenoidektomi adalah (1) sumbing langit-langit, karena kedua tonsil membantu meminimalkan keluarnya udara ketika berbicara; (2) infeksi akut pada' saat pembedahan, karena jaringan yang mengalami inflamasi lokal meningkatkan risiko pembedahan; dan (3) penyakit sistemik tidak terkendali atau diskrasia darah. (Hockenberry, Wilson, 2007) ASMA Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan.(Hockenberry, Wilson, 2007) Pada 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute membuat klasifikasi asma berdasarkan indikator gejala dari keparahan penyakit. Klasifikasi ini mencakup empat kategori asma:intermiten ringan,persisten ringan,persisten sedang, dan persisten berat.Kategori intermiten ringan memiliki jumlah gejala yang paling sedikit; frekuensi
  • 10. dari/atau intensitas gejala terus meningkat sampai kategori terakhir yaitu asma persisten berat. (dikutip dariWong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition,Hockenberry, Wilson, 2007) a) Incident Insidensi, keparahan, dan mortalitas yang berhubungan dengan asma mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi akibat peningkatan polusi udara, akses yang buruk ke pelayanan medis, dan/atau diagnosis dan pengobatan yang kurang tepat. Asma adalah penyakit kronis anak-anak yang paling banyak terjadi, merupakan penyebab utama anak tidak dapat masuk sekolah dan berkontribusi terhadap berbagai masalah utama penyebab anak masuk ke unit gawat darurat dan rumah sakit. (Hockenberry, Wilson, 2007) WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian akibat asma. Beberapa waktu lalu, penyakit asma bukan penyebab kematian yang berarti. Namun, belakangan ini berbagai negara melaporkan bahwa terjadi peningkatan kematian akibat asma, termasuk pada anak. (Rahajoe, dkk, 2008) b) Etiologi Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukkan bahwa alergi memengaruhi persistensi dan keparahan penyakit. Akan tetapi pada bayi, terdapat hubungan yang kuat antara infeksi virus dan asma. Alergen tidak begitu berperan menyebabkan asma karena terjadinya sensitivitas alergi memerlukan waktu. Terdapat juga faktor predisposisi genetik untuk terjadinya respons alergi terhadap alergen yang banyak terdapat di udara (National Asthma Education and Prevention Prcgram, 1997). Selain alergen, dan kondisi lain seperti stree dan cuaca juga dapat mencetuskan episode asma. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Meskipun alergen berperan penting untuk terjadinya asma, pada beberapa kasus tidak ada proses alergi yang dapat dideteksi. Teori-teori lain seperti (1) defek dasar pada reseptor aderenergik B terhadap leukosit dan (2) peningkatan aktivitas kolinergik telah dimunculkan. Akan tetapi sebagian besar ahli menyetujui bahwa asma melibatkan faktor-faktor biokimia, imunologik, infeksius, endokrin, dan psikologik. (Hockenberry, Wilson, 2007) c) Clinical Manifetation Batuk kering, paroksismal,iritatif dan nonproduktif. Kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Tanda-tanda terkait pernafasan seperti sesak nafas, fase ekspirasi memanjang, wheezing atau mengi dapat terdengar, tulang zigomatik memerah dan
  • 11. telinga memerah, bibir berwarna merah gelap, dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar kuku atau sianosis sirkumoral, gelisah, ketakutan, berkeringat semakin banyak sejalan dengan berkembangnya serangan asma. Pada perkusi dada terdengar hiperesonansi. (Hockenberry, Wilson, 2007) d) Patofisiologi Terdapat persetujuan umum bahwa inflamasi berperan dalam peningkatan reaktivitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dari satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit. Akan tetapi, pengetahuan mengenai pentingnya inflamasi telah membuat penggunaan agen anti-inflamasi sebagai komponen inti dalam terapi asma yang terbaru. Komponen penting asma lainnya adalah bronkospasme dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif meliputi: - Inflamasi dan edema rnembran mukosa - Akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa - Spasme otot-otot halus bronkus dan bronkiolus, yang menurunkan diameter bronkiolus Peningkatan tahanan dalam jalan napas menyebabkan ekspirasi yang dipaksakan melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan napas secara fungsionailmenutup di titik antara alveoli dan bronkus lobulus. Gas yang terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi. Akibatnya, orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan keletihan, penurunan efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus disertai retensi karbon dioksida, hipoksemia, asidosis pernapasan, dan akhirnya, gagal napas. (Hockenberry, Wilson, 2007)
  • 12. f) Dianosis(nanda, 2012-2014) - Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konsentrasi O2 dalam darah menurun - Penurunan curah jantung berhubungan dengan suplay darah dan O2 berkurang - Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan - Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang - Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus yang berlebihan - Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas - Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan ketidakefektifan koping keluarga g) Treatment Menurut Hockenberry dan Wilson (2007), tujuan umum dari penatalaksanaan asma adalah mencegah disabilitas dan meminimalkan morbiditas fisik dan psikologis untuk membantu anak hidup senormal dan sebahagia mungkin. Hal ini mencakup memfasilitasi penyesuaian sosial anak dalam keluarga, sekolah, dan komunitas, serta partisipasi normal dalam aktivitas rekreasi dan olah raga. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai upaya diarahkan pada pengenalan episode akut secara dini, mengunjungi pemberian layanan kesehatan secara teratur dan mengimplementasikan terapi yang tepat, mengidentifikasi dan menghilangkan iritan dan faktor alergi dari lingkungan anak, mengajarkan pada orang tua tentang sifat jangka panjang dari penyakit dan bagaimana penatalaksanaan eksaserbasi penyakit, serta membantu anak menghadapi penyakit tersebut secara konstruktif. Kepatuhan terhadap program pengobatan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Pengendalian alergen.Tujuan terapi nonfarma- kologik adalah pencegahan dan pengurangan pajanan anak terhadap alergen dan iritan yang ada di udara. Tungau debu rumah dan komponen-komponen lain debu dalam rumah merupakan agen yang paling diidentifikasi pada anak yang alergi inhalan. Metode paling penting untuk menghilangkan tungau debu adalah menjaga kelembapan di dalam rumah tetap di bawah 50%, kadar kelembapan yang menyebabkan tungau debu tidak dapat.hidup. Kecoa, binatang rumah tangga lainnya, juga diidentifikasi sebagai alergen penting.di berbagai tempat (Rosenst/eich dkk., 1997). Membasmi kecoa, membersihkan lantai dan lemari dapur dengan cermat, menyingkirkan makanan setelah dimakan, dan membuang sampah ke luar rumah di malam hari merupakan tindakan-tindakan penting untuk mengusir kecoa. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)
  • 13. Alergen spesifik diidentifikasi dengan uji kulit, dan beberapa tindakan dilakukan untuk menghilangkan atau menghindari alergen tersebut. Sering kali, menghilangkan faktor lingkungan (mis., menjauhkan anjing atau kucing dari rumah anak yang sensitif terhadap bulu binatang) akan menurunkan frekuensi episode asma. Faktor-faktor non- spesifik yang dapat mencetuskan episode tersebut, seperti suhu ekstrem, terkadang dapat dikendalikan dengan pelembap atau AC. Terapi obat.Menurut National Asthma,Education and Prevention Program, (1997), tujuan terapi farmakologik adalah mencegah dan mengendalikan gejala asma, mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi asma, dan menghilangkan obstruksi aliran udara. Pendekatan yang bijaksana dianjurkan berdasarkan keparahan asma yang dialami anak. Karena inflamasi dianggap sebagai gambaran dini dan per- sisten dari 3sma, terapi diarahkan pada supresi inflamasi jangka panjang. Pengobatan digolongkan menjadi dua kategori umum: pengobatan pengendalian jangka panjang (obat pencegah) untuk mencapai dan mempertahankan pengendalian inflamasi dan pengobatan asma segera (penyelamatan medis) untuk mengatasi gejaia dan eksaserbasi (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Banyak pengobatan asma diberikan melalui inhalasi dengan nebuliser atau disebut inhaler dosis terukur (me- tered-dose-inhaler, MDI). MDI dapat mempunyai unit spacer atau tersambung reservoir, sehingga mempermudah penggunaannya untuk anak. Selain MDI, beberapa alat inhaler yang tidak mengandung klorofluorokarbon (CFC) telah tersedia. Beberapa alat seperti ini menggunakan bubuk tabur dan disebarkan melalui alat yang disebut diskhaler. turbohaler, atau rotahaler. Alat-alat ini diaktifkan dengan pernapasan, dan anak perlu menginhalasi secepat dan sedalam mungkin untuk keefektifan penggunaan. Bayi dan anak yang masih kecil yang mengalami kesulitan menggunakan MDI atau inhaler lain dapat menggunakan nebu- lisisi. Obat tersebut dicampur dengan salin, kemudian dinebulisasi dengan udara yang terkompresi Anak-anak diinstruksikan untuk bernapas normal dengan mulut terbuka agar rute langsung trachea terbuka. (Hockenberry, Wilson, 2007) Kortikosteroid,National Asthma,Education and Prevention Program, (1997) mengatakan kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengatasi obstruksi jaian napas yang reversibel dan mengendalikan gejala serta mengurangi hiperaktivitas bronkus pada asma kronis. Kortikosteroid dapat diberikan secara parenteral, oral, atau dengan aerosol. Obat oral dimetabolisme secara lambat, dengan awitan kerja sampai 3 jam setelah pemberian dan aktivitas puncaknya terjadi dalam 6 sampai 12 jam. Steroid oral dapat diberikan untuk periode singkat (mis, 3 atau 10 hari) untuk memperoleh kendali cepat terhadap asma persisten
  • 14. yang tidak terkontrol dengan baik atau untuk penatalaksanaan asma persisten yang berat. Obat-obat ini harus diberikan dengan dosis efektif paling rendah. Penggunaan jangka panjang menyebabkan risiko efek merugikan yang signifikan, seperti osteoporosis, hipertensi, sindrom Cushing, gangguan mekanisme imun, dan supresi adrenal hipotalamus hipotalamik. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Steroid inhalasi digunakan untuk pencegahan jangka panjang munculnya gejala, dan juga supresi, pengendalian, dan pemulihan inflamasi. Baru-baru ini PDA menginstruksikan agar steroid inhalasi harus diberi label peringatan yang menyatakan bahwa obat-obat tersebut dapat memperlambat pertumbuhan anak. Menurut Twarog (1998), meskipun efek steroid terhadap pertumbuhan terus dipelajari, namun anak-anak yang menerima steroid oral harus diperiksa dengan sering (sedikitnya setiap 3 sampai 6 bulan) oleh pemberi perawatan primer yang mengkaji efek sistemik dari obat-obat ini dan menentukan ulang dosis dan/atau penggantian dengan jenis terapi asma lainnya.(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Natrium kromolin adalah jenis obat nonsteroid untuk asma. Obat ini menstabilkan membran sel mast, menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari eosinofil dan sel-sel epitelial, dan menghambat penyempitan jalan napas akut setelah pajanan akibat latihan fisik, udara dingin yang kering, dan sulfur dioksida Tidak ada cara untuk memprediksi secara pasti apakah anak akan berespons terhadap obatatau tidak. Natrium kromolin memiliki efek samping mini- mai (terkadang berupa batuk pada saat inhalasi formulasi bubuk) dan dapat diberikan melalui nebuliser atau MDI. Natrium nedokromil adalah obat lain yang digunakan untuk terapi rumatan pada asma. Obat ini bersifat antialergik dan anti-inflaiiiasi stSta memiliki efek samping minimal. (Hockenberry, Wilson, 2007) Agonis adrenergik(terutama albuterol, metapro, terenol dan terbutalin) digunakan untuk pengobatan eksaserbasi akut dan untuk pencegahan bronkospasme akibat latihan. Obat-obat ini dapat diberikan sebagai obat inhalasi atau oral atau parenteral. Obat yang diinhalasi memiliki awitan kerja lebih cepat daripada bentuk oral. Inhalasi juga mengurangi efek samping sistemik yang merugikan:iritabilitas, tremor, gelisah, dan insomnia. (Hockenberry, Wilson, 2007) Agen adrenergik inhalasi tidak boleh digunakan lebih dari tiga sampai empat kali sehari untuk gejala akut. Salmetetol (Serevent) merupakan bronkodilator kerja lama yang digunakan dua kali sehari Obat ini ditambahkan pada terapi anti-inflamasi dan digunakan untuk
  • 15. pencegahan gejala asma jangka gsnjang, terutama gejala di malam hari, dan bronkopasme akibat latihan fisik. (Hockenberry, Wilson, 2007) Metilsantine, terutama teofilin,telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengurangi gejaia dan mencegah serangan asma. Akan tetapi, teofilin, saat ini dianggap sebagai agen baris ketiga dan tidak diperlukan untuk mengobati eksaserbasi asma. Teofilin dapat diberikan melalui intravena, intramuskular, oral, atau rektum (larang digunakan). Obat ini juga tersedia daiam bentuk oral lepas lambat. Selain memiliki efek bronkodilator, teofilin juga merupakan stimulan pernapasan sentral dan meningkatkan kontraktilitas otot pernapasan. (Hockenberry, Wilson, 2007) Menurut National Asthma Education and Hrevention Program (1997), ketika menggunakan teofilin, konsentrasi serum harus selalu dipantau. Pemantauan tersebut diperlukan pada anak yang gagal memperlihatkan efek bronkodilator seperti yang diharapkan dan juga pada anak yang mengalami efek merugikan pada dosis biasa. Dosis teofilin harus diatur untuk mencapai konsentrasi serum 5 sampai 15 μg/ml.(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Pada tahun 1995, Milgram dan Bender telah dilaporkan bahwa teofilin dapat menyebabkan masalah perilaku dan kinerja sekolah yang buruk, namun sebagian besar penelitian yang dilakukan tidak mendukung laporan tersebut. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) ModlfJer leukotrien.Menurut Fost dan Spahn (1998), leukotrien adalah mediator inflamasi yang menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas. Modifier leukotrien (seperti zafirlukast, zileuton, dan natrium montelukast) menyekat efek inflamasi dan bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam kombinasi dengan agonis-β dan steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan pencegahan ge- jala pada asma persisten ringan. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Latihan fisik. Bronkospssme akibat latihan fisik (exercise-induced bronchospasm [EIB]) adaiah obstruksi jalan napas akut reversibel, yang biasanya sembuh sendiri, terjadi selama atau setelah aktivitas berat, mencapai puncaknya 5 sampai 10 menit setelah aktivitas berhenti, dan biasanya berhenti 20 sampai 30 menit kemudian. Pasien yang menderita EIB mengalami batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan selama latihan fisik, namun untuk memastikan diagnosis ini diperlukan pengujian latihan fisik di laboratorium.(Hockenberry, Wilson, 2007)
  • 16. Menurut Hockenberry dan Wilson, (2007) gangguan ini jarang terjadi pada aktivitas yang memerlukan ledakan energi singkat (mis., baseball, lari cepat, senam, ski) dan lebih banyak terjadi pada aktivitas yang memerlukan ketahanan fisik (mis. sepak bola, basket. lari jarak jauh). Berenang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak yang menderita EIB, karena mereka menghirup udara yang bersaturasi penuh dengan kelembapan dan karena jenis pernapasan yang diperlukan dalam berenang. Ekshalasi di dalam air bermanfaat karena memperpanjang setiap ekspirasi dan meningkatkan tekanan akhir ekspirasi dalam cabang-cabang saluran pernapasan (biasanya pernapasan mulut). Anak penderita asma sering tidak dilibatkan dalam latihan fisik oleh orang tua, guru, dan praktisi, bahkan meraka sendiri pun tidak mau terlibat, karena enggan untuk memicu serangan. Hal ini dapat menghambat interaksi dengan teman sebaya dan kesehatan fisik yang serius. Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, dan sebagian besar anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olah raga dengan kesulitan minimal, agar asma tetap dapat dikendalikan. Partisipasi harus dievaluasi berdasarkan toleransi terhadap durasi dan intensitas upaya masing-masing anak. Pengobatan profilaktik yang tepat dengan agen adrenergik atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya memungkinkan anak berpartisipasi penuh dalam latihan fisik yang berat. (Hockenberry, Wilson, 2007) Fisioterapi dada.Menurut National Asthma Edu- cation and Prevention Program(1997), fisioterapi dada mencakup latihan bernapas dan latihan fisik. Terapi ini membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur, memperkuat otot-otot pernapasan, dan membentuk pola pernapasan yang lebih efisien. Untuk anak yang termotivasi, latihan bernapas dan pengendalian napas sangat bermanfaat dalam mencegah inflasi berlebih dan meningkatkan keefektifan batuk. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak dianjurkan selama eksaserbasi asma akut tanpa komplikasi. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Hiposensitisasi. Peran hiposensitisasi pada asma masa kanak-kanak masih menjadi kontroversi. Sebelumnya, imunoterapi telah digunakan untuk alergi musiman dan jika hanya satu zat yang menyebabkan alergi. Hiposensitisasi tidak dianjurkan untuk alergen yang dapat dihilangkan, seperti makanan, obat. dan bulu binatang. (Hockenberry, Wilson, 2007) Terapi injeksi biasanya dibatasi untuk alergen yang signifikan secara klinis. Dosis awal alergen berdasarkan ukuran reaksi kulit, diinjeksikan secara subkutan. Jumlahnya diting-katkan setiap minggu sampai toleransi maksimal diperoleh, yaitu setelah dosis rumatan diberikan dengan interval 4minggu. Pemberian dapat memanjang sampai interval 5 atau 6 minggu selama berakhirnya alergi musiman. Pengobatan yang berhasil dilanjutkan selama
  • 17. minimal 3 tahun, kemudian dihentikan. Jika tidak ada gejala, imunitas yang didapat dikatakan kembali pulih; jika gejala kambuh, pengobatan dilakukan kembali. (Hockenberry, Wilson, 2007) Pragmosls. Pandangan terhadap anak yang menderita asma sangat bervariasi. Banyak anak tidak lagi mengalami gejala saat mencapai masa pubertas, tetapi 20 anak yang menderita asma tenis mengalami gejala sampai masa pubertas bahkan masa dewasa. Prognosis untuk pengendalian atau hilangnya gejala padaanak bervariasi dari yang jarang mengalami serangan sampai yang mengalami mengi konstan atau penderita status asimatiks. Secara umum jika gejala parah dan banyak, gejala sudah ada sejak lama, dan terdapat riwayat alergi dalam keluarga, kecenderungan memiliki prognosis yang buruk lebih besar. Banyak anak meng-alami eksaserbasi yang terus berkembang menjadi hiperesponsivitas jalar, napas dan batuk pada masa dewasa. Lebih jauh lagi, hiperesponsivitas jaian napas pada masa dewasa tampak berhubungan dengan penurunan fungsi paru.( Hockenberry, Wilson, 2007) Menurut Capen dan Sherman (1998), meskipun kematian akibat asma jarang terjadi, angka kematian terus meningkat beberapa tahun belakangan ini. Kelompok usia remaja tampaknya merupakan kelompok paling rentan, dengan peningkatan terbesar terjadi pada usia 10 sampai 14 tahun. Tidak ada data yang reliabel untuk menjelaskan hal ini. Faktor-faktor yang telah menjadi dalil antara lain pajanan orang-orang atopik terhadap alergen yang lebih banyak, perubahan keparahan penyakit, penyalahgunaan terapi obat (toksisitas), kegagalan keluarga atau praktisi kesehatan untuk mengenali keparahan asma, dan faktor-faktor psikologik seperti penyangkalan atau penolakan untuk menerima penyakit tersebut. Faktor risiko kematian akibat asma muncul sejak usia dini, saat terjadi serangan yang sering, kesulitan penatalaksanaan penyakit, masa remaja, riwayat gagal napas, masalah psikologik (menolak minum obat), ketergantungan atau penyalahgunaan obat (penggunaan yang terlalu sering), adanya stigmata fisik (dada barrel, retraksi interkostal), uji fungsi paru abnormal. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007) Status asmatikus. Anak yang terus menunjukkan gawat napas meskipun berbagai tindakan terapeutik sudah dilakukan, terutama penggunaan simpatomimetik, diang- gap berada pada status asmatikus, Kondisi ini dapat berkembang secara bertahap atau cepat, sering kali bersamaan dengan kondisi yang menimbulkan komplikasi (mis. pneumonia) yang dapat memengaruhi durasi dan pengobatan serangan. Anak ini biasanya terlihat di unit gawat
  • 18. darurat dan memerlukan hospitalisasi atau perawatan di unit perawatan intensif untuk observasi ketat dan pemantauan kardiorespiratori yang kontinu.( Hockenberry, Wilson, 2007) Terapi untuk status asmatikus diarahkan pada perbaikan ventilasi, koreksi dehidrasi dan asidosis. dan pengobatan infeksi yang terjadi bersamian. Bronkospasme diredakan dengan memberikan inhalasi agonis-β2 kerja singkat aerosol (baik secara intermiten maupun kontinu), bersamaan dengan kortikosteroid (baik oral maupun intravena). Untuk anak yang tidak berespons terhadap kedua terapi tersebut, diberikan epinefriri subkutan (1:1000) dengan dosis 0,01 ml/ kg, dosis maksima! 0,3 ml, atau terbutalin subkutan.(Hockenberry, Wilson, 2007) Anak diberikan cairan IV dan dipuasakan, jika kondisi memungkinkan dapat diberi cairan'Cairan IV diinfuskan dengan kecepatan rumatan, dan anak dipantau terhadap adanya edema pulmonal. (Hockenberry, Wilson, 2007) Koreksi dehidrasi, asidosis. hipoksia, dan, ketidakseimbangan elektrolit dilakukan dengan berpedoman pada hasii pemeriksaan oksigenasi (oksimetri nadi), gas darah, dan elektrolit serum. (Hockenberry, Wilson, 2007) Oksigen yang sudah dilembabkan diberikan dengan sungkup hidung, hood, atau masker wajah untuk mempertahankan oksigenasi yang memuaskan. Oksigen merupakan stimulus pernapasan, sehingga kadamya yang tinggi daoat menyebabkan depresi pernapasan yang signifikan. (Hockenberry, Wilson, 2007) Pemberian antibiotik sering kali dianjurkan pada terapi, karena infeksi dapat bersifat samar atau tidak selalu terlihat sama sekali dan selalu menjadi kompiikasi yang mengancam. Saat serangan mulai berkurang, cairan dan obat diberikan secara oral, dan dibuat rencana pemulangan terutama untuk perawatan tindak lanjut. (Hockenberry, Wilson, 2007) PNEUMONIA Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan penyakit yang sering terjadi pada masa kanak-kanak awal. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau sebagai komplikasi dari penyakit lain. Secara morfologik, pneumonia digolongkan menjadi: - Pneumonia lobaris: melibatkan semua atau segmen yang luas dari satu lobus paru atau lebih. Jika kedua paru terkena disebut pneumonia bilateral atau pneumonia ganda
  • 19. - Bronkopneumonia : di mulai pada bronkiolus terminal, yang tersumbat dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsilidasi pada lobus-lobus didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis. - Pneumonia interstisial :proses inflamasi dengan batas-batas yang lebih atau kurang dalam dinding alveolus(interstisium) dan jaringan peribronkial dan interlobaris.(Hockenberry, Wilson, 2007) Pneumonitis adalah inflamasi akut loka paru tanpa toksemia yang berkaitan dengan pneumonia lubaris. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi, bentuk klinis, dan agen etiologi. Virus aptikal(mikroplasma),bakteri, atau aspirasi benda asing. Pneumonia juga dapat disebabkan oleh histomikosis, koksidioidomikrosis, dan jamur lainnya. Agens penyebabnya diidentifikasi dari riwayat klinis, usia anak, riwayat kesehatan umum, pemeriksaan fisik, radiografi, dan pemeriksaan laboratorium.(Hockenberry, Wilson, 2007) a) Incident Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbalitas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survai kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. (Rahajoe, dkk, 2008) b) Etiologi Rahajoe, dkk (2008), membagi penyebab pneumonia berdasarkan dengan usianya, yaitu: - Pneumonia pada neonatus dan bayi disebabkan oleh Streptococcus group B dan bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. - Pneumonia pada balita disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus. - Pneumonia pada anak yang lebih besar dan remaja, juga disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, Staphylococcus aureus serta Mycoplasma pneumoniae.
  • 20. Virus yang menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. c) Clinical Manifestation Gejala klinis yang terjadi pada pneumonia virus biasanya demam cukup tinggi. Batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum berwarna keputihan. Takipnea atau nafas cepat. Bunyi nafas ronkhi atau ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Ada nyeri dada dan bernafas dengan cuping hidung. Pucat sampai sianosis (bergantung pada tingkat keparahan). Foto-toraks infiltrasi atau bercak-bercak dengan distribusi peribronkial. Perilaku sensitif dan gelisah. Anoreksia, muntah, diare dan nyeri abdomen. (Hockenberry, Wilson, 2007) Sedangkan tanda dan gejala pada pneumonia bakteri, antara lan: demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, dan nyeri dada yang sering memburuk jika anak menarik nafas dalam. Nyeri tersebut dapat menjalar ke abdomen dan disalah artikan sebagai apendisitis. Menggigil dan gejala-gejala meningael (meningismus) juga sering terjadi. (Hockenberry, Wilson, 2007) d) Patofisiologi Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi, bentuk klinis, dan agen etiologi. Virus aptikal(mikroplasma),bakteri, atau aspirasi benda asing. Pneumonia juga dapat disebabkan oleh histomikosis, koksidioidomikrosis, dan jamur lainnya. Agens penyebabnya diidentifikasi dari riwayat klinis, usia anak, riwayat kesehatan umum, pemeriksaan fisik, radiografi, dan pemeriksaan laboratorium. Pneunomia virus disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus(RSV) dan Influenzae virus. Kemudian virus tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan terutama pada paru-paru dan mengeluarkan toksin. Akibatnya terjadi inflamasi, sehingga terjadi kerusakan membran mukosa alveoli yang meransang pusat batuk di otak. Kerusakan membran mukosa alveoli juga mengakibatkan demam karena terjadi pelepasan zat pirogen, prostaglandin dan kimia lain. Pneumonia bakteri disebabkan oleh Streptococus pneumoniae, Sthapylococcus aureus, dan Mycoplasma pneunomia. Kemudian bakteri tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan terutama pada paru-paru dan melepaskan sitosinin. Kemudian sistem kekebalan tubuh mengaktifkan leukosit dan makrofrag untuk memakan (fagositosis) patogen. Patogen yang
  • 21. terakumulasi bersama jaringan mati di paru-paru mengakibatkan berkurangnya area pertukaran O2 dan terhalangnya cairan di alveoli, sehingga terjadi gangguan pada difusi O2. Pneunomia Atipikal primer disebabkn oleh injeksi Mycoplasma pneunomiae. Pneumonia ini paling banyak terjadi pada pada anak-anak berusia antara 5 dan 12 tahun. Pneumonia ini terjadi selama bulan-bulan musim gugur dan musim dingin serta lebih sering terjadi lagi di lingkungan berpenghuni padat. Anak yang menderita pneunomia ini akan demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal dan batuk. e) Pathway
  • 22. f) Diagnosis - Resikopenularaninfeksiberhubungandenganbatuk - Gangguanpertukaran gas berhubungandenganberkurangnya area pertukaran O2 danterhalannyacairna di alveoli - Ketidakefektifanpemeliharaankesehatanberhubungandenganketidakefektifankopingke luarga g) Treatment Penggunaan vaksin polisakarida pneumokokus dianjurkan pada individu tertentu, seperti anak-anak yang usia lebih dari 2 tahun yang beresiko infeksi pneumokokus atau beresiko menderita penyakit serius. Bayi atau anak yang menderita pneumonia kambuh harus di evaluasi lebih lanjut untuk adanya fibrosis kistik. TUBERCULOSIS a) Incident Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju. Salah satu di antaranya adalah TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 milyar orang) telah terinfeksi oleh m.tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. (Rahajoe, dkk, 2008) Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkolusis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbilitas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. (Rahajoe, dkk, 2008) b) Etiologi Penyebab tubercolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu: tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
  • 23. rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara. (Wim de Jong at al, 2005) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sejauh mana organisme tersebut mampu menimbulkan perubahan pada pejamu, antara lain: hereditas (resistensi terhadap infeksi dapat diturunkan secara genetik), jenis kelamin (lebih tinggi pada remaja putri), usia (resistensi pada bayi lebih rendah, insidensi lebih tinggi pada masa remaja), stres (emosi atau fisik), status nutrisi, dan infeksi yang terjadi bersamaan dengan infeksi lain (terutama HIV, campak, dan pertusis) c) Clinical Manifestation Manifestasi klinis tuberculosis sangat bervariasi, dapat bersifat asimtomatik, atau bermacam-macam gejala seperti demam, malaise, anoreksia dan penurunan berat badan. Biasanya batuk ada atau tidak berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Nyeri menusuk dan rasa sesak di dada. Sejalan dengan perkembangan terjadi peningkatan frekuensi nafas, ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit, bunyi nafas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Tampak pucat, anemia dan kelemahan. (Hockenberry, Wilson, 2007) d) Patofisiologi Tuberkulosis disebabkan oleh Microbacterium tuberulosis. Faktor pemicunya adalah droplet, genetik, jenis kelamin, usis, stres, status nutrisi, serta infeksi yang terjadi bersamaan dengan infeksi lain. Microbacterium tuberkulosis masuk ke saluran pernafasan melalui droplet, kemudian menempel pada paru-paru. Di dalam paru-paru, makrofag akan membersihkan M. Tuberkulosis kemudian akan di keluar dari trucheobionchial bersama sekret sehingga akan sembuh tanpa pengobatan. Namun, jika makrofag tidak dapat bekerja dengan baik, M.tuberkulosis akan menetap di jaringan paru sehingga terjadi peradangan. M.tuberkulosis akan mengeluarkan zat pirogen, yang akan mempengaruhi hipotalamus dan kemudian mempengaruhi sel point yang menyebabkan hipertermi atau demam. Bila bakteri tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberkulosis yang disebut sarang primer. Dari sarang ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran getah bening hilus (linfadinitis regional). Sarang
  • 24. primer, limfangitis lokal, linfadinitis regional akan membentuk komplek primer. Komplek primer selanjutnya akan : - Sembuh sendiri tanpa pengobatan - Sembuh dengan bekas fibrosis - Menyebar ke organ lain seperti paru-paru lain, saluran pencernaan, dan tulang melalui media bronchogen percontinuitum, hematogen maupun limfogen. Pertahanan primer yang tidak adekuat pada paru-paru akan menyebabkan terbentuknya tuberkel. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya membran alveolar. Kerusakan membran alveolar menyebabkan pembentukan sputum yang berlebihan dan menurunya permukaan efek paru, sehingga alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi. Bakteri yang dominan pada tuberkulosis primer akan menjadi radang tahunan di bronkus yang akan berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya. Bagian tengah yang nekrosis akan membentuk jaringan keju yang mengahsilkan sekret. Sekret akan keluar saat batuk. Batuk produktif (terus-menerus) akan menyebabkan batuk berat sehingga terjadi distensi yang mangakibatkan mual dan muntah. e) Pathway
  • 25. f) Diagnosis - Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan sputum yang berlebihan - Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi - Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen - Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dyspneu g) Treatment Penatalaksanaan medis terhadap lesi TB pada anak terdiri atas nutrisi yang adekuat, kemoterapi, tindakan suportif umum, penegahan pajanan yang tidak perlu terhadap infeksi lain yang akan memperburuk pertahanan tubuh, pencegahan infeksi ulang, dan terkadang tindakan pembedahan. Hospitalisasi jarang di perlukan kecuali untuk bentuk penyakit yang sangat serius. Sebagian besar anak TB menerima asuhan keperawatan dilingkungan ambulasi, bagian rawat jalan, sekolah, dan puskesmas.(Hockenberry, Wilson, 2007) Terapi obat yang dianjurkan untuk mengobati tuberculosis antara lain adalah kombinasi obat-obat berikut: isoniazid (INH), rifanpin, and pirazinamid (PZA). American academy of pediatrics (2000) merekomendasikan progam pengobatan 6 bulan yang terdiri atas INH, rifanpin, dan PZA, diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama, dan INH serta rifanpin di berikan 2 kali setiap minggu (jika pemberian obat di awasi secara langsung) selama 4 bulan berikutnya. Jika anak dicurigai menderita tuberculosis yang resisten terhadap berbagai obat, ditambahkan etambutol atau stertomisin (hanya injeksi IM). Terapi penjegahan ditunjukan untuk mencegah berkemangnya infeksi paten dan untuk mencegah infeksi awal pada individu yang berada pada kondisi beresiko tinggi. Obat yang paling banyak di gunakan adalah INH selama 9 bulan, atau sampai 12 bulan untuk anak yang terinfeksi HIV.(Hockenberry, Wilson, 2007) Prosedur bedah. Pembedahan dapat diperlukan untuk mengangkat sumber infeksipada jaringan yang tidak dapat di jangkau dengan kemoterapi atau yang di hancurkan oleh penyakit. Prosedur ortopedi untuk koreksi deformitas tulang, bronkoskop untuk pengangkatan polip granuomatosa tunerkuosa atau reseksi bagian paru yang sakit juga dapat dilakukan.(Hockenberry, Wilson, 2007)
  • 26. Prognosis. Sebagian besar anak dapat sembuh dari ifeksi TB primer dan sering tidak menyadari keberadaannya. Akan tetapi, anak yang masih sangat kecil memiliki insidensi penyebaran penyakit yang lebih tinggi. TB merupakan penyakit serius pada 2 tahun pertama kehidupan, selama masa remaja, dan pada anak yang menderita HIV positif. Kecuali pada kasus meningitis tuberculosis, kemtian jarang terjadi pada anak yang dapat pendapatkan pengobatan. Terapi antibiotic telah berhasil menurunkan angka kematian dan penyebaran secara hematogen akibat lesi primer. (Hockenberry, Wilson, 2007) Pencegahan. Satu-satunya cara pasti untuk mencegah TB dapat menghindari kotak dengan bacil tuberkel. Upaya mempertahankan setatus kesehatan yang maksimal dengan nutrisi adekuat dan menghindari keletihan dan infeksi yang melemahkan akan meningkatkan ketahanan alamai namun tiak mencegah infeksi. Pasteurisai dan pengujian rutin pada susu dan eliminasi penyakit sapi telah menurunkan insidensi tuberculosis sapi. Imunitas yang terbatas dapat dihasilkan dengan pemberian BCG (bacilli calmete guerien), vaksin yang menggandung bacil bovine yang tingkat virulensinya sudah di turunkan. Vaksin segar di injeksikan secara interadermal, memberikan perlindungan yang jelas namun tidak lengkap (sekitar 50%) terhada TB. Distribusi vaksinn dikendakilan oleh departemen kesehatan nasional atau setempat namun vaksin tidak digunakan secara luas, mestipun ditempat-tempat dengan prevalensi penyakit tinggi. (Hockenberry, Wilson, 2007) B. Nursing Care Plan
  • 27. C. Family Teaching - Tonsilitis Setelah dilakukan Tonsilektomi atau pengangkatan tonsil perlu dukungan keluarga dan perawatan di rumah, seperti (Hockenberry, Wilson, 2007) : 1. Menghindari makanan yang mengiritasi atau sangat berbumbu 2. Menghindari penggunaan obat kumur atau menyikat gigi terlalu keras 3. Melarang anak untuk batuk atau membersihkan tenggorokan atau meletakkan sesuatu di dalam mulut 4. Menggunakan analgesik yang efektif atau kolar es untuk nyeri 5. Membatasi aktivitas untuk mengurangi pendarahan. Pendarahan dapat terjadi sampai 10 hari setelah pembedahan karena adanya pelepasan jaringan akibat proses penyembuhan. - Asma Perawat yang berkerja dengan anak penderita asma dapat memberikan dukungan dengan berbagai cara. Banyak anak yang mengungkapkan rasa frustasinya karena eksaserbasi asma mempengaruhi aktivitas dan kehidupan sosial mereka sehari-hari. Mereka memerlukan pendidikan kesehatan mengenai penyakitnya, termasuk apa yang harus dilakukan untuk mencegah episode asma dan selama episode asma. Anak ini memerlukan jaminan dari tim kesehatan dan penguatan terhadap mekanisme koping mereka. (Hockenberry, Wilson, 2007) Hal yang dapat dilakukan keluarga dirumah untuk mencegah terjadinya asma adalah membuat rumah dan komunitas bebas alergi, sepeti gunakan semprotan pestisida, melapisi dinding dengan cat atau wallpaper yang dapat dicuci, dan gunakan perabotan yang dapat dilap (kayu, plastik, kulit) di tempat perabotan yang dilapisi kain serta hindari perabotan dari rotan atau anyaman. Selain membuat rumah dan komunitas bebas alergi, kita juga dapat menyarankan untuk menggunakan Peak Expiratory Flow Meter (PEFM), atau menggunakan Inhaler dosis terukur MDI. (Hockenberry, Wilson, 2007) - Pneumonia Keluarga juga memerlukan dukungan. Batuk kering yang dialami anak dapat menimbulkan kelelahan pada orang tua karena sering mengganggu tidur anak dan keluarga. Orang tua harus tetap diberitahu tentang perkembangan anak dan diajarkan mengenai
  • 28. perawatan di rumah yang tepat, seperti penggunaan aspirator hidung dan pemberian antibiotik. (Hockenberry, Wilson, 2007) - Tuberculosis Karena keberhasilan terapi bergantung pada kepatuhan pasien terhadap program pengobatan, orang tua harus diberitahu pentingnya pemberian obat yang sering dan selama diinstruksikan. Sebagai keluarga memerlukan observasi langsung untuk memastikan kepatuhan. (Hockenberry, Wilson, 2007) D. Kebijakan Departemen Kesehatan(terlampir) Kebijakan Departemen Kesehatan (Asma) – lampiran I
  • 29. F. Jurnal(terlampir) Judul :Preschoolers with Asthma: Narratives of Family Functioning Predict Behavior Problems Tempat :Central New York State Tujuan :Mengujisejauh manakeparahangejala asmadannarasianak-anakdarifungsi keluargamemprediksigejalaperilakuanak-anak prasekolah. Tujuan Khusus : 1. Menguji peranyang memainkan keparahandalam memprediksiperilakupenyesuaian anakdengan sampelanak-anakasma. 2. Menyelidiki peranfungsi keluragadalam nenambah tingkat keparahan asma. 3. Mengeksplorasikegunaanteknikcerita-batang yang baru berkembang. Metode : - Peserta : 58anakberkisarusia3 sampai 5 tahundan58pengasuhutama mereka - Prosedur : Pengasuh utamadiberikuesioner, anak-anak diberinarasitugascerita-batang. Wawancara naratifanak-anakterdiri dari empatcerita-batang tentang kehidupankeluarga danasma, berlangsung sekitar20menit, dandirekam. Hasil : Lima peserta anak tidak mampu menyelesaikan cerita, 1 anak saki tdan 4 anak menolak untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, total 53 anak memberikan kontribusi terhadapdata yang dikumpulkan pada cerita-batang tanggapan. Anak-anak yang menolak untuk berpartisipasi tidak menunjukkan penyimpangan ditandai dari nilai rata-rata keseluruhan pada variabel penelitian Severity Fungsional Asma. Prosedur ANOVA digunakan untuk menguji perbedaan dalam variabel demografis kategori, prediktor dan hasil variabel kontinu. Namun, ketik akontribusi individu masing-masing jenis narasi yang diperiksa, Indeks Umum Fungsi Keluarga, tetapi tidak Indeks Asma Response, memberikan kontribusi signifikan terhadap varians dalam total skala Perilaku Masalah.
  • 30. Kesimpulan : Peneliti menemukan bahwa tingkat tertinggi keparahan gejala asma diperkirakan lebih tingginya nilai masalah perilaku. Temuan ini pada balita dengan asma sesuai dengan keparahan penyakit yang menghubungkan dengan hasil perilaku pada anak-anak usia sekolah dan remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa alasan ini mungkin sangat kompleks dan mungkin mencerminkan beberapa faktor penentu dari kedua keparahan penyakit dan penyesuaian perilaku (McQuaid et al., 2001). Penelitian ini adalah untuk menguji persepsi keluarga dalam konteks asma antara anak-anak prasekolah, penduduk yang telah kurang mendapat perhatian. Studi lainnya menggunakan metode narasi dikombinasikan dengan laporan pengasuh dan observasi lebih lanjut dapat memperjelas hubungan antara proses penyakit spesifik dan hasil perilaku anak. Pengaruh kuat lainnya pada penyesuaian perilaku cenderung untuk hadir, terutama untuk sampel ini anak berpenghasilan rendah. Ini mungkin termasuk terukur faktor distal seperti lingkungan dan karakteristik anak prasekolah dan akses terhadap kualitas perawatan kesehatan, serta faktor-faktor proksimal termasuk tekanan psikologisorangtua (Celano et al., 2008), kepadatan anggota keluarga, merokok di rumah, pola tidur, dan aspek status kesehatan selain asma.
  • 31. Daftar Pustaka Gerard J Tortora dan Bryan Derrickson. 2011. Principles of Anatomy and Physiology, Maintance and Continuity of the Human Body, ed. 13th. Asia; Wiley Herdman. 2011.Nanda International, Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012- 2014. Jakarta; EGC Hockenberry dan Wilson. 2007. Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition. Canada; Mosby Elsevier Rahajoe, Supriyatno, dan Setyanto. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta; IDAI Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta; EGC Wim de Jong at al. 2005. Buku ajar ilmu bedah.Jakarta; EGC
  • 32. MAKALAH PEDIATRIC NURSING KELOMPOK 9, KELAS B “Alterations in oxyigen transport: respiratory alterations Tonsillitis, Pneumonia, Asthma, Tuberculosis ” Oleh : YeusyVitasari (462012011) RiniYulianti (462012031) Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2014