SlideShare a Scribd company logo
1 of 53
ha




          Mungkinkah Itu
              Mungkin?
                                Cerpen Teenlit
SMA NEGERI 1 MAOSPATI             Fatihah Ibnu Fiqri




                                                       2012




             JL.   RAYA MAOSPATI NO   999,   MAGETAN
Tak Seindah Saat Kau Bersamaku


     Tet tet tet tet
     Bel tanda pulang sekolah berbunyi, aku segera keluar kelas dan menuju gerbang
sekolah.
       “Jessie, tungguin gue!” teriak Han sahabat karibku. Kuhentikan langkahku dan
kutoleh ke belakang, ternyata benar dia, Han sahabatku.
       “Ayo cepet, tadi kemana aja?” teriakku sambil memandangi wajahnya yang
penuh keringat. Akhirnya dia mencapaiku dan berjalan di sampingku.
       “Sorry, gue tadi habis ke ruang guru, ngumpulin tugas! Biasalah ketua kelas!”
ujarnya sambil mengusap keringat di dahinya dan menatap ke arahku dengan
tersenyum.
       “ Ehm, gitu! Oh ya, gue hampir lupa. Tadi kata Bu Yuni, bentar lagi ada
Ulangan Akhir Semester. Gue bingung dech!” kataku sambil memalingkan wajahku
dari Han.
       “ Kenapa bingung? Itu tandanya kita harus belajar lebih giat” , kata Han.
       “ Masalahnya bukan itu!” kataku.
       “ Terus apa?” tanya Han.
       “ SPP gue udah nunggak 5 bulan, ntar kalo ditagih gimana? Ortu gue lagi gak
punya duit nich!” kataku.
       “ Oh! Gampang ntar gue bilang ke Papa gue”, kata Han tersenyum.
       “ Gak usah, Han! Lebih baik loe kasih gue kejaan aja! Lagian bulan lalu gue
udah loe bayarin buat LKS, itupun juga duit Papa loe!” kataku menolak dengan halus.
       “ Jadi loe pengen kerja?” tanya Han.
       “ He‟em! Tapi jangan sampai ortu gue tahu, kalo mereka tahu gue bisa
dimarahin” ,kataku.
       “ Okey, ada kok” , kata Han.
       “Apaan?” tanyaku.
       “ Jadi tukang ngerjain tugas gue!” jawabnya dengan senyuman licik ala Han.
       “ Ogah ah, tiap hari bukannya gue udah ngerjain tugas loe bahkan ngajarin lo
juga, nyatanya juga gak loe kasih bayaran” , kataku menolak.




                                           2
“Yang kali ini beda, loe sekalian jadi guru les privat gue! Loe kan pinter, Jes!”
kata Han membujuk.
       “ Okey, gue mau!” kataku menerima tawaran Han.
       “Deal”
       “Deal”
******
       Aku Jessie, anak SMA Garuda, disini aku sekolah sebagai anak kelas X G. Aku
bukan anak orang kaya. Aku hanya anak orang biasa, yang hidupnya pas-pasan karena
dulu waktu aku kelas satu SMP ayahku bangkrut dan sekarang cuma jadi satpam
restoran. Dan sahabatku, Hanzawa Morimoto biasa di panggil Han. Dia anak orang
kaya, ayahnya kerja di Jepang. Dia di Indonesia udah sejak lahir dan tinggal sama
ibunya. Dia udah jadi sahabatku sejak TK. Temen - temen berpikiran bahwa aku orang
yang beruntung bisa sahabat yang super kaya seperti Han. Aku pun juga bingung
kenapa dia mau berteman dengan orang biasa sepertiku. Tapi yang kutahu Han itu
temenan gak mikirin status, asalkan orang itu mau ngehargain Han, pasti udah dianggep
sahabat sendiri. Itulah sahabatku, orang Indonesia yang ayahnya orang Jepang tapi
ibunya Indonesia.
     ^^^^^
     Hari ini hari Sabtu, gue mau bikin Sabtu ini jadi hari yang bagus supaya gue gak
berangkat kesiangan karena hari ini gue piket.
     “Jessie, cepat nak! Kamu sudah di tunggu Han di depan!” teriak ibuku.
     “Ya, Ma” , teriakku tak kalah keras dari ibuku. Aku segera keluar dari kamar
sambil membawa tasku dan menenteng buku- bukuku.
     “ Jessie berangkat, ma! Assalamualaikum” , kataku sambil mencium tangan ibuku
dan menghampiri Han. Ya ampun kulihat dia pagi ini, dia berbeda, dia kelihatan
ganteng banget. Pantes aja, hari ini dia mau pake dasi. Aku sempat terhenti sejenak
sambil memandanginya.
     “Ayo, Jes. Kita harus cepet, loe piket kan?” teriak Han. Pantes aja jam segini dah
dateng, dia naik sepeda. Aku masih terpesona padanya.
     “Iya – iya” , jawabku lalu duduk di boncengan sepeda Han.
     “Pamit dulu, Tante”, kata Han berpamitan dengan Ibu dan segera menggoes
sepedanya.



                                           3
“Hati-hati ya”, teriak ibuku.
     “Kenapa loe pake sepeda, Han? Gak biasanya!” kataku padanya
     “Untuk mengurangi pemanasan global” , jawabnya enteng.
     “Halah, lagak loe, sok peduli lingkungan”, kataku sambil mencubit pinggangnya.
     “Auu, sakit, Jes! Alasan sebenernya sich bukan itu!” katanya tertawa kecil.
     “Apa?” tanyaku.
     “Supaya kita berdua kelihatan romantis”, jawabnya sambil memegang tanganku
dan menempelkannya ke pinggangnya.
     “Hah? Romantis? Loe ngomong apaan sich? Gak jelas banget”, kataku keheranan,
gak biasanya dia kayak gini. Beraninya ngomong soal romantis.
     “Iya romantis, Jes”, jawabnya.
     “Kayak gini kok romantis?” kataku meremehkan sambil menarik tanganku.
     “Ini romantis, Jes! Soalnya waktu berduaannya lebih lama, kalo pake mobil kan
jalannya cepet jadi waktu berduaanya tuh dikit!” katanya meyakinkanku.
     “Halah, pinter loe cari alasan! Emangnya gue pacar loe? Harus berduaan sama
loe?” tanyaku.
     “Ich, Jes,    jangan marah dong! Gue kan cuma bercanda! Lagian gue kan belum
pernah pacaran, jadi biar gak gagap”, kata Han tersenyum.
     “Ich, gak banget dech loe”, kataku.
     “Sorry dech, gue kan bercanda”, katanya sambil menggoes sepedanya.


     ^^^^^^^^
     Tet tet tet tet
     Time to go home. Aku segera keluar kelas dan menunggu Han. Akhirnya dia pun
keluar dan aku tak sabar ingin memberitahukan kabar gembira yang aku terima
padanya. Aku segera memanggilnya sambil berlari ke arahnya.
     “Haaan”, teriakku sambil berlari, tiba-tiba aku tersandung sesuatu dan
     „Bruuuuk‟.
     Aku jatuh dipelukannya dan menindih tubuhnya yang atletis itu. Kemudian aku
segera bangun dan membantunya untuk berdiri. Aku malu karena banyak teman-
temanku yang menertawakanku. Kemudian Han segera menarikku pergi menuju
parkiran dengan raut muka yang muram. Kurasa ia marah padaku. Aku hanya



                                           4
menundukkan kepalaku dan tiba-tiba ia membelai rambutku dan menyandarkan
kepalaku ke bahunya. Setelah sampai di parkiran raut wajahnya berubah kemudian dia
melepaskan kepalaku dari bahunya.
        “Kenapa loe? Loe gak liat di bawah loe tadi ada batu?” tanya Han tersenyum.
        “Gue gak liat, Han! Soalnya tadi gue liatnya ke loe, gue mau ngasih kabar ke loe”,
jawabku.
        “Kabar apa sich?” tanya Han.
        “Tadi uang SPP gue udah dilunasin sama sekolah! Tapi gue gak tahu kok bisa
gitu, katanya sich karena gue layak ngedapetin itu. Gimana loe seneng gak?” tanyaku.
        “Wah! Bagus dech! Gue ikut seneng”, kata Han tersenyum senang.
        “Kalo gini kan ortu gue gak perlu repot. Yeeesss gue seneng banget”, kataku
sambil memeluk Han karena senangnya. Aku masih terus memeluknya dengan erat.
        “Ehm, Jes, loe seneng banget yha?” tanya Han.
        “Iya”, kataku sambil terus memeluk Han.
        “Tapi jangan kayak gini dong, gak enak dilihat anak-anak”, kata Han. Aku pun
sadar dan segera melepaskan Han.
        “Sorry, gue gak sengaja, Han”, kataku sambil menundukkan kepalaku karena
malu.
        “Ya, gue tahu kok. Ayo pulang!” katanya sambil menaiki sepedanya.
        “Oke”, kataku sambil menaiki sepedanya. Dia pun segera menggoes sepedanya.
        “Jangan nundukin kepala gitu donk, kayak orang berduka cita aja, loe kan lagi
seneng”, kata Han sambil melirik ke arahku.
        “Ehm, iya”, kataku tersenyum.
        “Gitu dong!” katanya tertawa kecil.
        “Oh ya, Han, gue mau ngucapin makasih buat semuanya yang pernah loe kasih
sama gue, gue nyadar selama ini gue belum pernah ngucapin makasih ke loe!” kataku.
        “Kata siapa loe belum pernah bilang terimakasih sama gue?” tanyanya.
        “Kata gue”, jawabku.
        “Loe itu udah berterimakasih kok sama gue”, katanya.
        “Kapan?”, tanyaku.
        “Selama ini loe kan dah mau jadi sahabat gue, jadi itu tandanya loe udah
berterimakasih sama gue”, jawabnya tersenyum.



                                              5
“Loe emang sahabat gue yang paling baik, Han!” kataku tersenyum.
     “Apalagi loe, Jes! Loe tuh yang best of the best”, katanya tertawa kecil. Akhirnya
kami pun sampai di halaman rumahku. Akupun turun.
     “Makasih, Han!” kataku.
     “Ya. Ehm, Jes, gue mau nanya”, katanya.
     “Nanya apaan?” tanyaku.
     “Gini, SPP loe kan dah lunas, apa loe tetep mau jadi guru les gue?” tanya Han.
     “Han, loe gak perlu nanya kayak gitu, mau gue punya duit ato gak, mau gue butuh
duit ato gak, mau loe bayar ato gak, kalo loe dah minta tolong ma gue, gue pasti mau
kok. Loe kan sahabat gue yang selalu ada buat gue”, jawabku.
     “Jadi loe tetep mau nger jain tugas gue juga?”tanyanya. Aku hanya mengagguk
dan tersenyum.
     “Yesss! Makasih ya, Jes, loe emang yang best of the best. Gue gak tahu dech
gimana nasib gue di SMA ini kalo gak ada loe”, kata Han.
     “Iya sama-sama”, kataku tersenyum.
     “Oke kalau gitu gue balik dulu ya”, kata Han sambil menaiki sepedanya.
     “Ya, hati – hati!” kataku.
     “Yo‟i”, jawabnya sambil menggoes sepedanya.
     ^^^^^^
     Sore itu amat cerah. Aku pun segera mandi dan pergi ke taman karena pasti di
sana ramai dan aku bisa melihat anak – anak bermain-main. Angin sepoi membelai
rambutku yang terurai. Jarak taman yang tak begitu jauh, membuat aku cepat sampai
walau berjalan kaki. Aku pun duduk di salah satu bangku di pinggir taman. Kebetulan
disitu tidak begitu ramai. Aku pun menikmati indahnya sore itu. Ah, indahnya andaikan
setiap hari seperti ini. Tiba-tiba ada seseorang datang ke arahku. Aku sepertinya kenal
dengan orang itu.Hidungnya yang mancung, kulit putih yang mulus, mata yang mirip
Tom Cruise dan model rambut mirip Tom itu pula. Sempurnalah dia sebagai seorang
lelaki. Dia itu anak SMA Garuda, namanya Yoghandistio Prasandi yang biasa di panggil
dengan singkatan YePe. Dia memakai kemeja putih panjang dan celana jeans. Ada apa
anak itu kemari.
     “Sore, Jes!” katanya sambil duduk disampingku dan tersenyum.
     “Sore juga, YePe”, balasku dengan membalas senyumnya.



                                          6
“Ehm, sendirian aja, Han mana?” tanyanya dengan senyuman pahit.
     “Dia sengaja gak gue ajak, dia itu bisa ngganggu keindahan sore ini”, kataku
tertawa kecil. Tapi aku masih bingung apa maksud dan tujuan cowok yang dikenal kaya
dan cerdas ini. Tapi kalau soal watak aku tidak tahu bagaimana wataknya.
     “Oh, kebetulan gue mau ngomong sesuatu sama loe, dan ini udah gue pendem
sejak gue pertama kali ketemu loe”, katanya.
     “Mau ngomong apa?” tanyaku penasaran.
     “Gini, gue itu sebenernya gue suka sama loe sejak pertama ketemu sama loe, gue
bener – bener sayang sama loe”, katanya. „Dheg‟. Oh my God, cowok ganteng ini suka
sama aku. Aduh, bagaimana ini? Aku hanya bisa terdiam disitu sambil menatap
matanya dengan tatapan tak percaya. Aku kenal baik dengan orang ini tapi aku belum
begitu mengenalnya. Aku masih tak percaya dengan kata -katanya. Dia pun
menggenggam tanganku.
     “Loe mau gak jadi pacar gue?” tanyanya. Aduh, aku semakin bingung. Aku masih
terdiam.
     “Loe ngomong apaan sich, Pe?” kataku sambil menarik tanganku.
     “Gue pengen loe jadi pacar gue”, katanya dengan menggenggam tanganku lagi.
     “Sorry, gue gak bisa”, jawabku.
     “Kenapa, Jes? Apa gara – gara Han itu?” tanyanya.
     “Enggak, YePe”, jawabku.
     “Halah gak usah bo‟ong ma gue, Jes! Gue lihat dia itu suka sama loe juga dan
kelihatannya dia gak bertepuk sebelah tangan kok. maka dari itu gue nembak loe,
sebelum keduluan sama si Han itu”, katanya.
     “Inget ya, Pe, gue .....”, kataku terpotong.
     “Halah, loe gak usah bo‟ong, apa perlu gue bunuh si Han itu demi ngedapetin
loe?”, tanyanya sedikit membentak. Aku terkejut. Aku terdiam dan menatapnya sinis.
Aku menundukkan kepalaku.
     “Sekarang temen gue udah ada di rumah Han dan siap ngakhirin hidup sahabat loe
itu kalau saat ini loe nolak gue! Gue tulus cinta sama loe dan gue rela loe tolak tapi gue
gak mau lihat loe deket sama Han itu. Hati gue sakit. Jadi, gue tanya sekali lagi. Loe
mau gak jadi pacar gue?” tanyanya dengan nada tinggi. Aku tidak menyangka, ternyata
aku salah menilai orang ini. Aku terdiam sejenak. Aku masih tak menyangka, wajahnya



                                             7
yang terlihat ramah, ternyata berhati pembunuh. Aku mulai berpikir. Memang ini saat
yang tepat untuk membalas semua kebaikan Han.
     “Oke, Pe! Gue mau jadi pacar loe asal loe jangan pernah nyakitin sahabat gue”,
kataku, aku tak tahu apa yang ada di pikiranku saat itu. Tapi jika sudah menyangkut
keselamatan Han, apapun akan kulakukan.
     “Itu bagus, gue seneng cewek kaya loe ternyata mau nurut juga sama gue”,
katanya dengan membusungkan dada.
     “Gue mau jadi pacar loe dengan satu syarat lagi”, kataku.
     “Apa? Gue pasti bisa penuhin”, katanya dengan sombongnya.
     “Gue pengen hubungan kita di rahasiain, gue gak pengen semua orang tahu
tentang hubungan kita termasuk Han, terus jangan ngasih perhatian lebih ke gue saat
disekolah, bersikap biasa aja”, kataku sambil menitikkan air mata.
     “Oke, itu gampang, sayang”, katanya sambil membelai rambutku. Dia tersenyum
penuh kemenangan. Dimatanya memang terlihat dia mencintaiku. Aku masih terdiam,
aku masih tidak bisa melawannya sekarang.
      “Oke, sebagai pacar loe, gue loe mau anter loe pulang, mau kan?” tanyanya.
     “Gak usah makasih! Gue bisa pulang sendiri”, jawabku sambil beranjak pergi
meninggalkan YePe. Tiba – tiba dia memegang tanganku.
     “Tunggu”, katanya
     “Mau apa lagi loe? Gak cukup loe bikin gue nangis?” tanyaku sambil melepaskan
tanganku dari genggamannya lalu akupun pulang ke rumah dan menghapus air mataku.
     “Jessie”, teriaknya. Aku pun sudah tak memeperdulikannya lagi dan tanpa ragu
terus meneruskan langkahku untuk pulang ke rumah.
     ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
     Tok, tok, tok.
     “Permisi”, teriakku.
     “Masuk, Jes!” kata Han setelah membukakan pintu.
     “Oke! Mau dimana?” tanyaku sambil memasuki rumah Han.
     “Diteras atas aja. Enak!” katanya sambil mengambil bukunya di atas meja ruang
tamu. Kemudian aku mengikutinya dari belakang dan ke atas. Fantastik teras atas rumah
Han yang tak beratap membuat bintang yang bertaburan terlihat jelas malam itu. Semilir
angin malam itu membuat malam semakin indah. Bulan yang bersinar terang masih



                                           8
mengintip di belakang pohon mangga dekat rumah Han. Aku segera duduk di salah
satu kursi. Han pun masih berdiri di belakangku memegang bahuku. Aku yang tak sadar
akan itu masih terus memandangi langit.
       “Indah ya, Jes!” kata Han.
       “Indah banget, Han”, kataku sambil memegang tangan Han dibahuku. Kemudian
Han menarik tangannya. Aku terkejut. Aku pun segera menghentikan lamunanku.
       “Sebaiknya kita langsung belajar aja” kata Han.
       “Oke, mau belajar apa?” tanyaku.
       “Fisika dech”, kata Han.
       “Oke”, jawabku. Pelajaran untuk Han pun kumulai. Kemudian aku menjelaskan
teori – teori yang ada mulai dari bab pertama. Ketika aku menjelaskan teori itu kurasa
Han tidak melihat ke halaman yang kujelaskan tetapi malah melihat kearahku dengan
asyiknya. Aku masih terus menjelaskan tetapi dia masih tetap seperti itu. Aku yang
mulai risih, menghentikan penjelasanku.
       “Han, loe dengerin gue gak sich?”, tanyaku.
       “Dengerin kok!”, jawabnya.
       “Ulangi lagi penjelasan gue”, perintahku.
       “Haduh! Gimana ya? Echm, sebenernya gue gak dengerin loe”, kata Han sambil
menundukkan kepalanya.
       “Loe niat belajar ma gue gak sich?” tanyaku.
       “Gue niat banget, Jes! Sorry gue tadi gak serius please jangan pulang ya”, kata
Han merengek – rengek.
       “Oke! Tapi gue kan gak mau pulang Han”, kataku.
       “Ya siapa tahu aja loe pulang gara – gara marah sama gue loe malah ninggalin gue
pulang”, kata Han.
       “Loe itu lucu yha, oke, gue lanjutin dech! Tapi serius yach!” kataku.
       “Siaap, laksanakan” jawab Han. Aku pun melanjutkan penjelasanku. Tanpa terasa
waktu menunjukkan pukul 08.00 malam. Aku segera mengakhiri pelajaranku untuk
Han.
       “Oke, Han, udah jam delapan, gue balik dulu yach”, kataku sambil mengemasi
barang – barangku.
       “Disini dulu napa? Loe kan gak ada kegiatan kan abis ini?” tanya Han.



                                             9
“Paling tidur” , jawabku.
     “Yaaah, daripada tidur mending loe temenin gue disini”, kata Han.
     “Oh ya, Han, loe pinter bikin origami kan? Ajarin gue donk!” kataku.
     “Sekarang udah gak bisa, udah lupa caranya. Tapi ada kok yang mau gue ajarin ke
loe”, katanya.
     “Apaan?” tanyaku.
     “Cinta”, jawabnya tersenyum.
     “ Halah cinta lagi cinta lagi” kataku sewot.
     “Bercanda, Jess” kata Han tersenyum.
     “Kalo bercandanya kayak gini mending gue pulang aja” kataku sambil berdiri dan
melangkahkan kaki. Kemudian Han menarik tanganku dengan kuat sehingga membuat
tubuhku berbalik dan jatuh dipelukannya untuk yang kesekian kalinya. Dia memelukku
dengan erat seolah tak ingin aku pergi sedetikpun dari hidupnya.
     “Jess, jangan pergi dari gue”, kata Han sambil terus memelukku dengan erat. Aku
hanya terdiam sambil terus berpikir jarang sekali dia memperlakukanku seperti ini.
     “Gue gak pengen loe pergi, gue sayang sama loe, gue cinta sama loe, dan gue
pengen loe selalu ada di deket gue. Echm, loe mau gak jadi pacar gue?” tanya Han.
     „Dheg!!!
     Sahabatku ingin jadi kekasihku? Semoga dia tidak serius, bagaimana aku
menjelaskan hubunganku dengan YePe jika dia sampai tahu. Aku masih terus diam.
Karena aku benar – benar tidak tahu apa yang dimaksud oleh Han. Lalu dia melepas
pelukan dan melihat ke wajahku yang merah padam.
     “Ha ha ha”,di tertawa terbahak- bahak.
     “Apaan sich maksud loe? Kenapa ngetawain gue?” tanyaku. Jelas – jelas dia
hanya bercanda.
     “Muka loe lucu”, jawabnya sambil masih tertawa.
     “Awas loe, Han! Gue bakal bales!” kataku.
     “Bales aja”, katanya sambil membusungkan badannya seolah kataku tak dapat
kubuktikan. Kemudian kupegang telinga kirinya dan kutarik dengan kuat.
     “Rasain nich! Ini buat gombalan – gombalan loe, pelukan kacrut loe, dan
pernyataan cinta kamseupay loe itu”, kataku sambil terus menarik telinganya.
     “Ampun, Jess! Oke maafin gue dech!” kata Han merengek – rengek.



                                           10
“Makanya, jadi orang jangan kurang ajar sama gue”, kataku sambil melepas
telinga Han.
     “Oke, gue ngaku salah”, kata Han sambil masih memegangi telinganya.
     “Ehm, gue heran dech ma loe Han, loe tuch jatuh cinta ya?” tanyaku yang
membuatnya langsung tertegun. Dia sempat terdiam sejenak.
     “Gue emang lagi jatuh cinta”, jawabnya dengan memandang kemataku. Itu
menunjukkan bahwa dia jujur.
     "Sama siapa? Kok loe gak bilang ke gue sich?” tanyaku yang kesal padanya
karena aku hanya dijadikan pelampiasannya saja.
     “Gue belum bisa ngasih tahu loe sekarang”, jawab Han.
     “Kenapa? Kenapa loe gak terus terang aja ma gue sich?” tanyaku memastikan
siapa yang dia suka apakah itu seperti kata YePe tadi sore?
     “Gue emang bener – bener belum bisa ngasih tahu loe”, jawabnya sekali lagi.
     “Kenapa loe gak mau jujur sama gue?” tanyaku lagi.
     “Gue pasti bilang kok ke loe, tapi sekali lagi, bukan sekarang waktunya, Jes”,
sambil menatap lekat mataku.
     “Oke, fine, gue tunggu itu, kalau gitu gue pamit dulu ya”, kataku yang sudah
mengerti apa mau Han.
     “Ya, hati-hati ya, Jess”, kata Han. Aku pun keluar dari rumah Han dan langsung
menggoes sepedaku menuju rumah. Sinar bulan yang mengintip dari dedaunan pohon
yang menghantarkanku sampai ke rumah.
     ^^^^^^^^^^^
     Tak terasa sudah satu minggu ini aku berpacaran dengan YePe. Kurasa
hubunganku dengannya belum tercium siapapun termasuk Han. Hari ini Han tidak
memintaku untuk datang ke rumahnya. Entah mengapa, yang jelas setiap Sabtu sore aku
pasti datang ke taman. Aku yang sedang duduk di kursi taman sambil menikmati
indahnya sore itu merasa bahagia. Entah mengapa. Kulihat anak – anak bermain dengan
riangnya. Aku pun melihat ke arah kananku, aku melihat Han sedang berjalan ke arahku
sambil memandangku dan tersenyum padaku. Hari ini dia terlihat berbeda, dia memakai
kemeja dan juga topi merah. Dia terlihat seperti saat berumur 10 tahun. Aku ingat dia
memakai baju itu saat dia ingin menyatakan cintanya pada Zetsuka, teman sekelasnya
waktu di SD tapi ditolak. Tapi, apakah dia akan melakukan hal yang sama dengan baju



                                           11
yang sama tapi dengan orang yang berbeda? Aku masih bertanya – tanya. Aku
membalas senyumannya. Aku masih belum tahu apa maksud dan tujuan Han
menghampiriku kesini.
     “Hei, Jess” kata Han sambil duduk di samping kiriku.
     “Hei, tumben loe kesini sore – sore?” tanyaku.
     “Gak apa – apa, gue mau ngomong sama loe”, jawab Han.
     “Mau ngomong apa?” tanyaku.
     “Gue rasa loe udah saatnya tahu siapa orang yang gue cinta”, jawab Han melihat
bunga di depannya.
     “Oh ya? Emang siapa?” tanyaku berbinar. Aku memang amat penasaran.
     “Dia itu cewe yang lagi duduk di samping gue”, jawab Han tersenyum sambil
masih melihat bunga di depannya. Aku pun mengernyitkan kening.
     “Maksud loe?” tanyaku.
     “Gue itu cinta sama loe, Jess”, jawab Han sambil memalingkan wajahnya dari
bunga itu lalu melihat kemataku. Astaga! Dia tidak main – main.
     “Hah? Loe yakin?” tanyaku masih tak percaya.
     “Gue yakin, Jess! Gue gak bo‟ong sama loe, lihat mata gue, gue serius, Jess! Gue
udah cinta sama loe dari dulu. Loe mau gak jadi pacar gue?”, jawab Han. Ya ampun.
Padahal yang ku tahu selama ini dia menyayangiku hanya sebagai sahabat, tetapi
keyataannya lebih dari itu. Otakku berfikir keras. Apa yang terjadi bila dia sampai
mengetahui hubunganku dengan YePe. Aku terdiam sejenak. Kemudian menghela nafas
panjang.
     “Han, gue gak bisa jadi pacar loe!” jawabku sambil melihat matanya.
     “Kenapa, Jess?” tanya Han.
     “Gue gak mungkin jadiin loe pacar gue!” jawabku.
     “Kenapa bisa gitu?” tanya Han.
     “Karena kalo loe gue jadiin pacar, siapa yang mau gue jadiin sahabat yang paling
setia sama gue, Han?” jawabku. Han memandangku tajam. Kemudian dia tersenyum
manis untukku.
     “Gue tahu, itu adalah jawaban loe yang gak mungkin gue sangkal lagi, Jess! Apa
loe udah punya pacar?” kata Han sambil memandangi bunga di depannya lagi. Aduh,
pertanyaan ini bisa membuatku gila. Aku tidak tahu harus berkata jujur atau tidak.



                                          12
Otakku semakin pusing dan hati ini menjadi semakin bingung. Akhirnya, aku hanya
bisa menggeleng pelan. Tak terasa air mataku hampir jatuh dan aku berusaha
menahannya. Han pun tersenyum. Dia melihat mataku dan memberikan senyuman
seakan di hatinya penuh sorak sorai kegembiraan. Tetapi senyum simpul itu seperti ada
sesuatu yang disembunyikan.
     “Bisa berdiri sebentar?” tanya Han. Aku pun segera berdiri. Han pun berdiri dan
kemudian memelukku. Tinggiku yang hanya sedagunya pun bisa menyandarkan
kepalaku di dadanya. Sambil menitikkan air mata aku membalas pelukannya. Pelukan
seorang sahabat yang hangat. Aku merasa bersalah atas semua yang kulakukan tadi.
     “Jess, loe nangis?” tanya Han yan baru menyadari kalau aku menangis
dipelukannya.
     “Gue nangis karena bahagia, Han”, jawabku bohong. Kemudian Han membelai
rambutku.
     “ Seorang sahabat akan terus tetep jadi sahabat, Jess! Tapi gue gak akan nyerah
sampai disini, gue masih terus berusaha! Gue akan terus berusaha”, kata Han. Han
masih ingin membuatku mencintainya. Tapi, sampai kapanpun, aku pasti tidak akan bisa
mencintainya. Aku menyayanginya sudah seperti saudara kandungku sendiri. Aku
hanya bisa terdiam mendengar perkataanya itu. Dia pun melepas pelukannya. Kemudian
membelai rambutku. Angin sepoi sore itu membuatku kedinginan. Han yang melihatku
kedinginan langsung merangkul bahuku. Ah, memang hangat sentuhan tangan Han di
kulitku dan hanya dia yang bisa membuatku senang. Tapi aku tidak bisa mencintainya.
Aku pun melangkah berdua dengan Han untuk pulang ke rumah, dengan perasaan yang
campur aduk jadi satu membuat air mataku terus mengalir deras. Saat sampai di pinggir
taman, Han memelukku lagi.
     “ Jangan nangis terus! Gue paling bingung kalau lihat loe nangis” kata Han.
     “Oke gue gak akan bikin loe bingung lagi”, jawabku.
     “Gitu donk”, kata Han lalu melepas pelukannya dan masih merangkul bahuku.
Angin yang semakin terasa dingin membuatnya merangkulku semakin erat. Akhirnya
aku dan Han sampai di halaman rumahku. Kemudian dia melepas rangkulannya dan
membelai rambutku dan memandangku dengan pandangan yang berkata bahwa dia
hanya bisa menemaniku sampai disini, dia ingin pulang dan sampai jumpa besok. Aku
hanya mengangguk pelan. Kulihat dia dan kupandangi kepergiannya. Dalam hatiku aku



                                         13
merasa bersalah telah membohonginya, maafkan aku Han. Maafkan aku sekali lagi.
Angin yang bertiup semakin dingin tak membuatku goyah untuk terus memandangi Han
sampai dia tak terlihat lagi.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
      Senin siang udara terasa panas. Aku yang menanti bel pulang sekolah harus
bersabar, karena jam terakhir ini diisi oleh mata pelajaran yang membosankan yaitu
Matematika. Ah otakku terasa berbalik posisi jika memikirkan tentang pelajaran yang
satu ini. Yang lebih celaka lagi, gurunya killer abis.
      Tet, tet, tet, tet
      Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera mengemasi barang – barangku
kemudian berdoa dan pulang. Kulihat diluar, Han sudah menungguku. Aku langsung
menghampirinya dan menuju parkiran. Saat sampai di parkiran aku baru ingat kalu
buku Biologiku masih tertinggal di kelas.
      “Aduh”, kataku.
      “Kenapa, Jess?” tanya Han.
      “Ehm, Han, buku gue ketinggalan di kelas nich, gue ambil dulu ya”, jawabku pada
Han yang sedari tadi menggandengku. Aku melepaskan tangannya.
      “Jess...., gue ikut”, kata Han.
      “Loe tunggu gue di pos satpam aja, gue gak bakal lama kok”, kataku tersenyum.
Han pun menghentikan langkanya. Aku segara menuju kelas. Akan sangat fatal jika
seorang siswa yang esok hari kan ulangan tapi bukunya tertinggal di sekolah. Aku
segera mencari – cari buku itu di setiap sudut kelas. Tapi tak kutemukan. Padahal
seingatku buku itu masih kutinggalkan di laci meja. Alamak, ini masalah serius.
      “ Loe nyari ini, Jess?” tanya seseorang di belakangku. Aku kenal suara orang ini.
Kutoleh kebelakang, ternyata YePe dengan membawa buku Biologiku.
      “He‟em!” jawabku sambil mengambil buku itu dari tangannya dan melangkah
untuk meninggalkannya. Tiba – tiba dia menghentikanku dengan berdiri di depanku.
Aku mendorongnya.
      “Apa‟an sich loe?” tanyaku kesal.
      “aku mau ngomong serius sama kamu, sayang! Aku cinta bangett sama kamu
sayang”, jawabnya sambil membelai rambutku. Kemudian dia mengancingkan kancing
bajunya yang nomor dua dari atas. Dia merapikan dasinya. Hmmm, baru kali ini dia



                                             14
terlihat benar – benar tampan dari hari – hari biasanya. Aku masih memperhatikannya.
Kemudian aku memalingkan wajahku. Dia memegang kedua pinggangku dan
mendekatkan wajahnya ke wajahku dan hampir mencium bibirku. Aku yang tak siap
dengan itu langsung memejamkan mata. Kemudian, ada suara orang. Aku kenal suara
itu.Bibirku dengan bibir YePe tinggal satu senti meter lagi. Huuft, kalau sampai ciuman
dengan YePe apa kata dunia? Yepe menghentikan aksinya. YePe melepaskanku.
      “Oh, jadi ini sebabnya loe nolak gue?” kata seseorang itu dari belakangku. YePe
melangkah    mundur.     Kulihat   asal   suara   itu.   Astaga,   Han.   Aku   langsung
menghampirinya. Berusaha menjelaskan semuanya.
     “Han, gue bisa ngejelasin semuanya ke loe”, kataku dengan menggenggam erat
tangannya.
     “Semua udah jelas, Jess! Ternyata bener, loe gak jujur sama gue! Loe emang gak
anggep gue sahabat sejati loe kan? Oke fine, Jess, mulai saat ini jangan anggep gue
sahabat loe lagi”, kata Han kemudian meninggalkanku.
     “Haaaaann! Hanzawa Morimotoo”, teriakku sekeras mungkin.
     Tapi, dia sudah tak mau lagi mendengarkan suaraku. Dia terus berjalan
meninggalkanku. Air mataku pun berjatuhan. Badanku mulai lemas. Aku makin tak
kuat untuk berdiri.    Mataku terpejam. Aku merasa ada di ruang gelap dan berada di
pelukan seseorang. Pelukannya hangat seperti pelukan Han. Tapi apakah Han kembali
untuk memelukku ketika aku akan jatuh? Aku pun membuka mataku. Kulirik orang itu.
Ternyata YePe. Aku segera melepas pelukannya pelan karena aku tidak punya tenaga
untuk mendorong tubuhnya yang kekar itu. YePe menuntunku untuk duduk di salah satu
kursi di kelasku. Dia duduk di samping kananku. Kemudian dia menghela nafas
panjang.
     “Maafin gue, Jess”, kata YePe. Dari suaranya dia seperti orang yang menyesal.
Aku pun meliriknya. Dia seperti orang yang benar – benar merasa bersalah. Aku pun tak
menghiraukannya, memangg orang bejatt seperti dia yang baru merasa bersalah ketika
wanita sepertiku sudah sekian lama tersakiti olehnya. Aku pun melangkah pergi
meninggalkannya. Aku sudah muak dengannya. Tapi, aku tak bisa menyalahkan dia.
Jika aku menolak cintanya, Han dalam bahaya besar dan aku akan lebih muak padaku
sendiri bila aku tak bisa melindungi sahabatku sendiri. YePe mengancamku seperti itu
karena dia mencintaiku. Aku terus melangkah tertatih untuk pergi darinya. Dia



                                           15
mengikutiku dan menghentikan langkahku. Aku pun berhenti, aku telah kalah olehnya,
aku tak bisa menghindar darinya lagi. Dia menggenggam erat tanganku, aku tak dapat
menolaknya kali ini, aku sudah kehabisan tenaga.
     “ Maafin gue, Jess! Gara – gara gue loe nangis lagi!” katanya. Aku hanya terdiam.
Aku masih terdiam dan tetap memandangnya dengan tatapan sinis.
     “ Gue mau jujur tentang alasan sebenarnya gue maksa loe jadi pacar gue. Itu
semua bukan karena cinta, tapi karena gue pengen menangin taruhan mobil sama Grand,
kalo salah satu dari kita bisa ngedapetin loe, kita bisa dapet mobil, Jess. Dan gue udah
dapetin mobil itu saat gue jadian sama loe. Gue minta maaf banget sama loe”, kata
YePe dengan bertekuk lutut di depanku. Tak terasa air mataku jatuh lagi. Ternyata dia
hanya ingin memenangkan taruhan. Aku hanya bisa menangis dihadapannya. Aku
semakin tak terima. Aku hanya bisa menyimpan kemarahanku dalam hati. Karena jika
aku melampiaskannya, aku pasti tak bisa berdiri lagi. YePe masih berlutut. Aku
menghapus air mataku.
     “ Kenapa loe nglakuin semua ini? Loe udah bikin gue sakit, dan kali ini gue
tambah sakit, Yoghandistio Prasandi!” kataku lirih. Untunglah YePe masih bisa
mendengarnya. Dia bangkit. Dia masih menggenggam tanganku.
     “ Gue udah dibutakan oleh harta, Jess. Tapi, setelah gue ngejalanin hubungan ini
sama loe dan gue liat ketegaran hati loe, gue salut, Jess. Jadi apa loe mau maafin gue”,
katanya. Aku menggeleng.
      “ Kalo gitu gue janji bakal balikin Han supaya jadi sahabat loe lagi, dan agar loe
maafin gue”, katanya lantang.
     “ Loe gak akan pernah bisa bawa Han balik ke gue”, kataku. Aku tahu, pasti Han
tidak mudah berubah pikiran.
     “ Apa yang pantes gue terima seandainya gue bisa balikin Han ke loe?” tanyanya.
     “ Loe bisa jadi sahabat gue! Tapi itu gak akan pernah bisa terjadi, karena loe gak
akan pernah bisa ngembaliin Han ke gue”, kataku lirih.
     “ Oke gue bakal buktiin itu ke loe, gue bakal berusaha”, kata YePe.
     “ Loe coba aja”, kataku. Dia hanya tersenyum kecut. Dia melepaskan tangannya
dariku.
     “ Oke, sekarang loe gue anter pulang ya!” kata YePe.
     “ Gak usah! Gue bisa pulang sendiri!” jawabku menolaknya.



                                          16
“ Loe jalan kaki aja gak kuat! Jangan dipaksain!” kata YePe.
     “ Kata siapa? Gue bisa kok, loe gak liat gue jalan tadi?”, kataku sambil
melangkahkan kakiku tapi yang terjadi aku hampir jatuh. Kemudian YePe memegang
pundakku. Aku melepaskan tangannya dari pundakku.
     “ Gue bisa pulang sendiri”, kataku dengan nada sinis. Dia mengernyitkan kening.
Kemudian dia pergi meninggalkanku. Aku mulai melangkahkan kakiku. Aku pun
terjatuh lagi. YePe menengok kebelakang. Dia menghampiriku lagi.
     “ Tuh kan! Pulang sama gue aja!” kata YePe sambil memegang tanganku dan
kemudian dia mengangakat kakiku dan benar, dia menggendongku. Aku semakin tak
bisa menolak tawaran YePe karena tubuhku yang terasa lemah. Aku memegang
lehernya kuat – kuat. Tapi seolah dia tak keberatan sama sekali menggendongku. Aku
memandanginya dengan tatapan sinis sekaligus benci. Tapi aku memang tak bisa
menolak apa yang telah ia lakukan. Aku memandangi wajahnya yang semakin terlihat
galau. Dia terus menggendongku menuju parkiran. Sesekali ia melirikku. Aku terus
memandangi wajahnya dari gendongannya. Dia tampan. Sangat tampan. Han pun kalah.
Aku masih terus memandangi wajahnya. Mata indahnya, hidung mancungnya, bibirnya
yang tipis, pipinya yang berlesung. Ahhh, memang tampan tapi aku membencinya.
Amat membencinya. Sialnya, dia amat tampan dan susah untuk memalingkan
pandangan dari wajahnya. Dia terlalu enak untuk terus dipandangi. Angin yang bertiup
membawa rasa semakin sejuk. Sekolah yang sudah sepi, menambah suasana sunyi
disini. Aku masih terus memandanginya. Kemudian ada sebuah titik gelap di depan
penglihatanku. Titik itu semakin membesar dan akhirnya aku merasa terjebak dalam
titik itu. Aku tak melihat wajah YePe. Aku merasa amat takut. Kemudian ada seberkas
cahaya yang terlihat semakin menerangi ruang yang aku tempati. Ruang itu ternyata
ruang yang penuh dengan titik – titik hitam. Aku makin bingung. Dimanakah sekarang
aku berada? Kemudian aku melihat ada seorang wanita yang menghampiriku. Wajahnya
mirip sekali denganku. Tapi matanya mengapa berbeda? Matanya berwarna biru. Indah
sekali. Aku terdiam sejenak. Tubuhku tak bisa kugerakkan.
     “ Siapa kamu?” tanyaku pada wanita itu. Dia tersenyum.
     “ Aku adalah hatimu. Hati nuranimu”, jawabnya. Aku mengernyitkan kening. Aku
merasa bingung. Aku masih belum bisa bergerak. Rasanya sulit sekali untuk digerakkan
seluruh badan ini.



                                          17
“ Aku ingin menghapus semua kebencian yang ada dalam hatimu, agar kamu bisa
selalu mendengarkan aku”, katanya. aku bingung, kebencian apa?
      “ Kebencian apa?” tanyaku penasaran.
      “ Kebencianmu terhadap Yoghandistio Prasandi atas apa yang telah dia lakukan
padamu, dia yang telah membuat tempat ini penuh titik hitam karena kebencianmu”,
katanya. Aku makin bingung. Apa ini berarti aku harus memaafkan semau
kesalahnYePe? Aku masih belum bisa memaafkannya.
      “ Aku tidak akan pernah memaafkannya”, kataku.
      “ Aku akan semakin sakit bila kau tak memaafkannya”, katanya. berarti kalau dia
sakit akupun merasa semakin sakit kalau begitu. Tapi aku masih belum bisa memaafkan
YePe.
      “ Aku masih belum bisa memaafkannya” kataku. Dia memegang tanganku. Aku
pun merasakan tangannya amat dingin. Aku tak tahu apa maksud wanita ini. Kemudian
dia melepaskan tanganku.
      “ Aku bisa merasakan bahwa engkau amat ingin memaafkannya, tetapi itu semua
terhalang oleh kebencianmu, hilangkan kebencianmu dan maafkanlah dia, karena jika
kau bisa memaafkannya, kau pasti bisa mempercayakan padanya bahwa dia bisa
membawa sahabatmu untuk kembali”, kata wanita itu.
      “ Tapi aku masih belum bisa memaafkannya, dia telah membuatku sakit, amat
sakit”, kataku.
      “ Tapi aku bisa merasakan bahwa dia mempunyai tekad yang kuat untuk
membawa sahabatmu kembali agar engkau bisa memaafkannya”, katanya. Aku kaget.
Hati nuraniku bisa merasakan hal itu. Tapi mengapa aku tak sepeka itu? Apa karena
kebencian itu? Kurasa benar. Aku mulai meyakinkan hatiku.
      “ Bagaimana kau bisa sepeka itu? Aku ingin sepeka dirimu!” kataku.
      “ Baiklah, jika ingin seperti itu maka izinkan aku untuk menghapus kebencianmu
dan jadilah dirimu sendiri seperti hati nuranimu” katanya sambil memelukku. Aku pun
memeluknya erat. Tiba – tiba ruangan itu menjadi padang bunga yang indah dan titik –
titik hitam itu pun menghilang. Hatiku terasa seperti telah menghilangkan beban berat.
Aku pun tak merasa membenci YePe lagi. Aku bisa merasakan ketulusannya untuk
menolongku tadi. Kemudian aku merasa ada yang memegang tanganku dari belakang.
Kulihat kebelakang ternyata YePe. Aku tersenyum padanya. Dia membalas senyumku.



                                          18
Aku tak merasakan kebencian itu lagi. Dia membawa Han kembali. Aku memeluk Han
erat. Aku melepas pelukanku. Aku pun mendegar ada orang yang memanggilku. Aku
pun terbangun. Alamak, ternyata tadi itu hanya didunia mimpi. Kulihat ada selimut
yang menutupi tubuhku. Kulihat disamping kananku. YePe tertidur dan mengigau. Dia
menyebut - nyebut namaku.


     “ Jessie, Jessie, Jessie maafin gue”, kata YePe mengigau. Aku tersenyum. Aku
merasa sudah tak ada kebencian lagi padanya di dalam hatiku. Aku tahu dia pasti
membawaku ke rumah sakit. Dia pasti kelelahan. Kulihat di dinding ruangan itu. Aku
melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Alamak lama sekali sepertinya aku
terbaring disini. Aku pulang tadi jam 12 lebih seperempat. Aku melihat sisi kiri ku.
Kulihat adikku terbaring di sofa dan ibuku juga tertidur. Aku melihat ada jaket ayahku.
Tapi dimana ayahku. Mungkin ayahku keluar sebentar. Aku pun melihat YePe. Aku
membelai rambutnya. Dia pun terbangun. Aku segera menjauhkan tanganku dari nya.
Dia melihatku dengan raut wajah takut. Kemudian tersenyum.
     “ Akhirnya loe bangun juga! Gue bawa loe kesini karena loe tadi pingsan. Gue
takut loe kenapa – napa jadi ya akhirnya loe di sini dech” katanya. Aku membalas
senyumnya. Aku memegang tangannya. Dia gemetar. Tangannya dingin.
     “ Gue bangunn buat loe, buat maafin loe. Gue ngrasa bersalah kalau gue gak
maafin loe”, jawabku.
     “ Jadi gue udah loe maafin?” tanyanya tak percaya. Aku mengangguk pelan
dengan tersenyum. Aku tertawa kecil.
     “ Makasih, Jess! Gue bakal nepatin janji gue buat ngembaliin Han sama loe!”
katanya bersemangat. Aku mengangguk. Ibuku terbangun.
     “ Kamu sudah sadar ya, Jess? Syukurlah” kata Ibuku dengan mendekat padaku.
YePe berdiri dan memepersilahkan ibuku untuk duduk di tempatnya tadi. Ibuku
membelaiku. Kurasa belaian itu belaian yang amat lembut dan yang terlembut di dunia.
     “ Maaf, ma, Jessie nyusahin orang lagi”, kataku.
     “ Gak apa – apa, yang penting besok kamu sudah boleh pulang! Kata dokter tadi
kamu cuma kelelahan dan kurang tidur tapi kalau hari ini kamu pulang, katanya harus
nunggu sampai besok supaya kondisimu lebih baik lagi!” kata Ibuku.
     “ Baguslah”, kataku tersenyum kecut. Jujur aku bosan bila terus ada disini.



                                          19
“ Kamu harusnya berterima kasih pada nak Yoga, dia yang tlah membawamu
kasini, ibu sudah tahu apa masalahmu, dan juga masalahmu sama nak Yoga”, kata
ibuku. Pasti YePe memberitahu ibuku. Aku hanya memalingkan wajahku ke YePe.
YePe terlihat kaget dan takut. Aku hanya tersenyum.
     “ Jangan liatin gue kayak tadi lagi donk, jadi kayak hantu aja gue”, kataku tertawa
kecil. Aku bengun dan duduk. Aku menyingkapkan selimut. Lalu turun dari ranjang
kemudian berdiri didepan YePe. YePe masih terlihat takut.
     “ Hemm, iya, makasih banget buat semuanya, YePe!” kataku tersenyum. Aku
memegang tangannya. Dingin. Atau badanku yang panas? Dia membalas senyumanku.
     “ Sama – sama” katanya.
     “ Ayo pulang! Bisa stress gue disini! Gue kan dah bisa jalan lagi”, kataku
tersenyum sambil berjalan ke pintu. Aku sudah tidak merasa lemas lagi. Aku sudah
merasa seperti biasa.
     “ Kamu belum boleh pulang, Jess”, kata YePe.
     “ Kenapa sich? Okelah, gue akan betah – betahin disini”, kataku kesal sambil
duduk di ranjang lagi kemudian merebahkan tubuhku lagi.
     “ Kalo gak mau lebih lama, mending kamu istirahat dech, ya”, kata YePe
tersenyum.
     “ Yaudah nak Yoga, ibu titip jagain jessie ya! Ibu mau pulang dulu mau bersih –
bersih rumah”, kata ibuku sambil membangunkan adikku dan menggendongnya.
     “ Iya tante”, kata YePe.
     “ Papa kemana, ma?” tanyaku.
     “ Tadi mau keparkiran ngambil STNK katanya! yaudah mama pulang dulu, Jess!
Cepet sembuh ya sayang”, kata ibuku.
     “ Iya”, kataku tersenyum. Ibuku keluar. YePe duduk ditempatnya tadi. Aku
melihat matanya. Dia menatap lekat mataku. Kemudian dia tertawa kecil.
     “ Kenapa?” tanyaku.
     “ Gue gak bisa bayangin betapa senengnya loe kalau Han kembali buat nemenin
loe! Seharusnya bukan gue yang ada disini buat nemenin loe, tapi Han!” kata YePe
tersenyum.
     “ Loe yang nemenin gue juga gak apa – apa! Karena cuma loe yang gue punya
sekarang, meski gue ngrasa gak lengkap karena gak ada Han”, kataku.



                                          20
“ Tapi, gue ngrasa gak pantes nemenin loe disini”, kata YePe memalingkan
wajahnya. Aku kaget.
     “ Kenapa loe bisa bilang kayak gitu?” tanyaku.
     “ Gue udah nyakitin loe, meskipun gue harus tanggung jawab tapi gue ngrasa gak
pantes nemenin loe, Jess”, kata YePe. Aku tersenyum. Ternyata dia benar – benar
merasa bersalah. Kali ini dia tidak berbohong. Aku bisa merasakan itu.
     “ Gue udah maafin loe kok, jadi gue tetep pengen loe disini, nemenin gue, ya
meskipun loe ngrasa gak pantes, tapi, loe kan yang harus tanggung jawab”, kataku.
     “ Okelah, gue ngerti kok”, katanya tersenyum. Dia memandangiku. Seperti Han
memandangiku. Ah, aku jadi rindu dengan anak itu sekarang. Apakah sekarang dia
sudah tahu keadaanku atau belum ya? Mungkin dia sudah tak peduli denganku lagi. Aku
mulai menangis lagi. YePe mengernyitkan kening.
     “ Kenapa? Han lagi?” tanya YePe. Aku mengangguk pelan sambil menghapus air
mataku. YePe tersenyum. Dia menggenggam tanganku.
     “ Gue bakal bawa dia balik ke loe, agar loe gak nangis karena kehilangan dia”,
kata YePe dengan menatap lekat mataku.
     “ Gue juga pengen ada disamping loe saat loe ketemu sama dia”, kataku. Aku
memang ingin mendampingi YePe langsung saat dia bertemu Han. Aku ingin
menjelaskan semuanya pada Han. YePe tersenyum.
     “ Makanya cepet sembuh supaya loe bisa selalu ada disamping gue”, kata YePe
melepas tangannya. Aku pun memejamkan mataku. Kubuka lagi mataku. Kulihat YePe
keluar. Kemudian dia menengok kearahku.
     “ Gue gak akan lama”, teriaknya lalu menutup pintu. Aku terdiam dan kemudian
duduk. Alamak, besok aku tak jadi ikut ulangan Biologi. Tak apalah, memang kondisiku
masih seperti ini. Aku menyadari akhir – akhir ini aku memang kurang tidur dan kadang
pulang sore. Aku masih terfikir oleh kejadian tadi. Aku merebahkan tubuhku di ranjang.
Aku ingin menenangkan diriku. Aku memejamkan mataku. Aku masih terbayang wajah
Han. Dan teringat kejadian tadi siang. Aku merasa rambutku dibelai dan tanganku
digenggam. Aku mendengar suara Han berbicara sayup – sayup.
     “ Maafin gue, gara – gara gue loe sakit, cepet sembuh ya, Jess” kata Han sayup –
sayup. Suaranya seperti dia sehabis menangis. Nafasnya terdengar masih sesak.




                                          21
Kemudian aku mendengar suara langkah kaki. Aku pun membuka mataku. Di kamarku
tak ada orang. Alamak, mungkin aku bermimpi lagi.
     “ Han, gue mau ngejelasin semua sama loe, tapi loe gak mau denger penjelasan
gue!” kataku dengan melihat jendela. Kemudian, air mataku jatuh lagi. Aku merebahkan
tubuhku lagi. Aku menghapus air mataku. Aku memejamkan mataku. Air mataku masih
terus mengalir. Aku tidak bisa tidur dengan tenang kalau situasinya masih seperti ini.
YePe kembali. Aku masih memejamkan mataku. Aku mengetahui dia datang dari
dehemannya. Aku berharap Han datang kemari untuk menjengukku. Aku pun juga ingin
menjelaskan semuanya. Aku membuka mataku. YePe duduk ditempatnya tadi.
Kemudian dia menghapus air mataku. Dia memasang muka muak dihadapanku. Kenapa
anak ini? Aku terdiam jujur aku takut pada tampangnya kalau sudah begini.
     “ Mau sampai kapan loe nangis terus? Tuch air mata dah mau kering! Jadi cewek
tuch harusnya gak cengeng! Setahu gue loe gak pernah dech secengeng ini! Di wajah
loe gak ngegambarin wajah cengeng!” katanya memarahiku. Aku hanya memalingkan
wajahku. Kutahan air mata ku agar tak jatuh lagi. Aku memejamkan mataku dan ingin
tidur. Aku ngin benar – benar tidur dan ingin memperbaiki semuanya besok.
     ^^^^^^^^^^^
     Tak terasa sudah ada tiga minggu ini aku putus hubungan dengan Han. Akhir –
akhir ini aku jarang melihatnya. Sejak aku pulang dari rumah sakit, dia sudah tak pernah
muncul di hadapanku. Disekolah pun aku tak melihatnya. Apa dia sudah tak mau
bertemu denganku lagi sehingga dia menghindar seperti ini? Aku makin bingung apa
yang sebenarya terjadi pada Han. Saat itu jam istirahat, aku memilih aku duduk sambil
membaca komik kesukaanku di kelas. Tiba – tiba Shinta, teman sekelasku datang
dengan mengagetkaku. Dia terengah – engah. Aku heran.
     “Ada apa, Shin?” tanyaku penasaran.
     “ Han, Jess?” jawabnya. Aku tersentak.
     “ Han kenapa,Shin?” tanyaku sambil berdiri.
     “ Dia berantem ma YePe di lapangan basket”, kata Shinta. Aku langsung menuju
lapangan basket dengan lari sekencang mungkin. Akhirnya, aku sampai di pinggir
lapangan. Disana ada banyak kerumunan siswa. Aku melihat Han mencengkeram kerah
baju YePe. Kemudian Han meninju pipi YePe.




                                           22
“ Han udah, cukup!” kataku. Dia tak mendengarkanku dan masih mencengkeram
kerah baju YePe.
     “ Han udah!” kataku sambil sedikit mendekat. Han masih tak menggubrisku.
     “ Hanzawa Morimoto, Yammeroo”, teriakku sekencang mungkin. Dia melepaskan
kerah baju YePe. Aku mendekat ke Han. Dia menatapku sinis. Aku hanya bisa
menangis.
     “Apa salah YePe ke loe?” tanyaku. Dia hanya diam.
     “ Jawab, Han” kataku lagi. Dia masih diam.
     “ Kalo dia gak salah kenapa loe pukul dia? Apa salah dia, Han?” tanyaku.
     “ Salah dia adalah ganggu hidup gue dan udah bikin sahabat gue sendiri bohongin
gue”, jawab Han lalu pergi begitu saja. Aku makin bingung apa yang terjadi pada Han.
Aku pun membantu YePe untuk bangun            dan meminta teman – temanku untuk
membawanya ke UKS untuk di obati. Aku hanya bisa menangis di UKS sambil
mengompres wajahnya yang memar. Aku makin khawatir dengan keadaan YePe. Entah
mengapa, aku aku merasa bila dia sakit aku merasa semakin sakit. Kemudian YePe
memegang tanganku. Aku pun menggengam tangannya erat.
     “ Maafin Han ya, Yepe” kataku sambil terus menangis.
     “ Maaf juga, tadi ia udah gue bilangin soal waktu itu, tapi dia gak jawab apa –
apa”, kata Yepe. Alamak, apa mungkin Han memukulinya hanya karena dia ingin minta
maaf? Aku kaget.
     “ Terus tadi kenapa loe gak nglawan dia sich?” tanyaku sambil menghapus air
mataku.
     “ Kalo gue nglawan dia, ngebales dia, yang ada masalah ini tambah panjang, dia
makin gak maafin gue”, jawab YePe tersenyum bijak. Aku tertunduk. Merenung
sejenak. Benar apa yang dikatakan YePe. Aku terdiam. Tangannya masih kugenggam.
Dia menatapku lekat. Kemudian mengalihkan pandangannya. Aku masih terdiam. Dia
berdiri dari ranjang. Dia mengulurkan tangannya. Aku langsung menggapainya dan
melepaskan handuk untuk mengompresnya tadi. Dia mengajakku keluar UKS.
Sebenarnya dia mau apa. Aku hanya mengikutinya. Dia menuju taman sekolah. Teman
– temanku melihat kami berdua dengan heran. Disana ada Han. Aku langsung
mengernyitkan kening.




                                         23
“ YePe, loe nanti...” kataku tepotong. Dia memandangku dengan tatapan tenang.
Aku hanya bisa menangis lagi. Dia mendekat ke arah Han. Dia berdiri tepat di depan
Han duduk bersama CS-nya.
     “ Han, plis maafin kita berdua, gue gak mau lihat dia nangis terus, dan plis loe
balik lagi jadi sahabat sama Jessie” kata YePe. Han hanya diam. Kemudian dia berdiri.
     “ Gak sudi” kata Han lalu pergi meninggalkan aku dan YePe. Aku menangis lagi.
YePe pun mengikuti Han.
     “ Bro, apa loe mau kehilangan sahabat kayak, Jessie untuk selamanya sampai loe
gak mau maafin dia?” teriak YePe. Han menghentikan langkahnya. Yepe pun juga. Han
membalikkan badannya. Menatap tajam YePe.
     “ Maksud loe apa? Dia mau bunuh diri kalo gue gak maafin dia? Hahaha, gue gak
peduli”, jawab Han. Kemudian dia meneruskan langkahnya lagi. Kulihat Han
menundukkan kepalanya sejenak. YePe mengikutinya lagi.
     “ YePe, udah! Percuma!” teriakku. Aku makin terisak.
     “ Jangan dimasukin hati ya, dia gak serius kok”, kata YePe sambil menarik
tanganku dan menuju ruang BK untuk minta izin pulang. Setelah dapat surat izin, kami
langsung menuju parkiran dan pulang. Aku hanya bisa menghela nafasku. Aku
menyandarkan kepalaku di bahu YePe. Kurasa diapun juga tak bisa menggantikan
posisi Han. Aku menangis lagi. Aku makin tersiksa dengan semua ini. YePe pun
membelai rambutku. Dari gerakannya dia sekarang ragu untuk menyentuhku. Entah
mengapa, aku pun tak tahu. Aku masih duduk berdua dengan YePe siang itu di taman.
Aku ingin mampir dulu ke taman komplek. Akhirnya dia pun tak tega membiarkan aku
sendiri disini. Disinilah aku biasa menenangkan fikiran.
     “ Ternyata loe emang gak bisa hidup tanpa Han ya? Tiap hari loe nangisin dia
terus! Gue sich gak keberatan loe nangis tapi apa loe gak bosen nangisin dia?”
tanyanya. Sambil terus memegangi kepalaku dan menyadarkan kepalaku di dadanya
yang atletis itu. Aku hanya diam. Kurasa dia sudah tahu jawabannya. Aku pun
menghapus air mataku. Aku pun melangkahkan kakiku untuk pulang. Ibuku pasti sudah
menungguku. Aku meninggalkan YePe begitu saja. Aku pun menoleh kebelakang dan
melihatnya memandangiku dengan pandangan prihatin. Aku pun menatapnya seolah
berkata aku mau pulang kau pulanglah. Dia pun menganggukkan kepala dan langsung
tancap gas dengan motornya. Aku sebenarnya belum ingin pulang, ya, aku ingin ke



                                           24
rumah Han saat itu juga. Matahari yang terik tak menghalangi niatku untuk langsung ke
rumah Han dan menjelaskan semuanya. Aku teringat kata – katanya tadi di sekolah.
Aku menitikkan air mata. Aku segera menghapusnya. Aku tidak boleh menangis lagi.
Aku tidak ingin YePe atau siapapun menjadi sedih karena aku sedih. Aku pun sampai di
depan rumahnya. Aku langsung masuk ke halamannya yang luas. Kulihat ada
pembantuya yang sedang menyapu halaman. Aku langsung bertanya.
      “ Permisi, Buk, Han udah pulang dari sekolah?” tanyaku.
      “ Udah pulang”, jawabnya.
      “ Ada dirumah?” tanyaku lagi.
      “ Udah berangkat ke bandara, mau ke Jepang! Oh ya, tadi Hanzawa-sama nitipin
ini, katanya kalo Jessie kesini saya disuruh ngasih ini!” katanya sambil memberikan
sepucuk surat. Aku terkejut. Apa Han akan pindah ke Jepang? Aku masih bertanya –
tanya. Kubuka surat itu.
      “ Ya udah makasih, Buk! Saya pamit dulu”kataku.
      “ Iya”, jawabnya. Aku keluar dari halaman rumah Han. Aku menuju taman. Surat
tadi belum kubaca meski sudah kubuka. Aku pun mulai gelisah dengan apa isi surat itu.
Akhirnya, setelah sampai di taman, aku mulai membacanya.
Jessie,
To the point aja yak
Sebenernya, sampai saat ini gue masih belum bisa maafin loe, Gue masih sakit hati
disakitin sahabat sendiri, Loe keterlaluan, bohongin gue kayak gitu, Jujur gue pun
juga sakit hati sama pacar loe itu
Akhirnya, sekarang gue putusin buat tinggal di Jepang untuk selamanya buat
nglupain pembohong kayak loe! Gue ngasih tahu loe soal ini karena gue pengen
loe juga lupa sama gue.
Pesen gue, loe gak usah nangisin gue dan inget gue lagi. Percuma, gue gak akan
balik.
So, Good bye, LIAR


                                                                Hanzawa Morimoto




                                         25
Surat itu kulipat. Aku menutup wajahku dengan tanganku. Aku menangis lagi.
Kuseka. Tapi, sepertinya kali ini akan sulit untuk terbendung. Rasa sakit Han memang
benar – benar sakit. Dia masih menyebutku pembohong. Dia juga ingin aku melupakan
sahabat sebaik dia. Ternyata aku tak menyangka akan seperti ini. Keinginanku untuk
melindungi dan membalas budinya mengakibatkan aku berpisah selamanya dengannya,
karena dia tidak mengetahui bahwa kau ingin membuatnya senang. Ini smua salahku
sendiri. Tapi aku tidak menyesali semua ini. Seburuk apapun akibatnya, niatku adalah
untuk berbuat baik. Sekarang meskipun aku sudah tak akan bertemu lagi dengan Han,
aku tetap ingin minta maaf padanya secara langsung, meskipun itu aku juga harus
sampai di Jepang. Aku akan tetap bertekad untuk bisa bertemu dengan Han. Aku tidak
mungkin bisa lupa dengan kebaikan –kebaikannya saat ia masih disini bersamaku. Aku
masih menangis. Siang itu taman amat sepi sehingga aku tak perlu malu untuk
menangis.
     “ Han, maafin gue kalo cara gue nglindungin loe itu salah! Maafin gue, Han!”,
kataku lirih sambil menundukkan kepalaku karena tak kuat untuk menahan tangis. Aku
menghapus air mataku tapi tetap banjir lagi. Aku menggenggam erat surat itu.
     “ Loe gak salah, Jess! Tapi dia yang salah!” kata seseorang. Aku terkejut. Aku
mengangkat wajahku. Di depanku ada YePe yang masih memakai seragam sekolah.
Tersenyum bijak tapi pandangannya prihatin padaku. Aku menghapus air mataku lagi.
     “ Bukannya loe udah pulang?” tanyaku.
     “ Tadi gue gak pulang, gue ngikutin loe diem –diem! Gue gak tega biarin loe
pulang sendiri, tapi ternyata loe malah pergi ke rumah Han, dan sekarang dia udah
berangkat ke Jepang!” jawabnya sambil duuk di sampingku. Aku menangis lagi.
     “ Loe yang sabar ya, Jess! Mungkin ini yang terbaik buatt kaian berdua! Tapi, gue
masih pegang janji gue buat bawa dia balik jadi sahabat loe lagi!” katanya sambil
menghapus air mataku. Aku menggangguk pelan. Aku masih yakin YePe masih bisa
membawa Han kembali.
     “ Ayo pulang! Loe jangan nangis lagi ya! Loe harus janji sama gue, kalo loe
nangis, Han gak bakal mau balik sama loe”, katanya tersenyum. Aku tersenyum senang
meski masih ada air mata. Dia orang pertama yang bisa membuatku tersenyum selama
tiga minggu ini. Aku berdiri. YePe masih memegangi pundakku. Aku melangkah dan
terjatuh. Aku menginjak tali sepatuku yang terlepas. Kemudian yePe membantuku



                                          26
untuk bangkit. Kemudian dia berlutut kemudian menalikan tali sepatuku. Kemudian dia
berdiri. Kulihat penampilannya berantakan. Dasinya tak rapi apa lagi kancing bajunya
yang terbuka. Aku maju sedikit. Aku mengancingkannya kemudian merapikan dasinya.
Ganteng juga meskipun masih memar di pipi kirinya. Aku tersenyum. Dia tertawa.
     “ Kayak anak kecil aja! Belum bisa nali sepatu”, katanya mengejek. Aku
memalingkan wajahku.
     “ Loe juga! Ngrapiin dasi sama ngancingin baju aja gak bisa”, kataku tertawa
kecil. Dia memperhatikanku sejenak.
     “ Loe itu cantik, Jess”, katanya lirih. Aku mendengarnya. Aku ingin dia
mengatakannya sekali lagi. Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya.
     “ Loe bilang apa?” tanyaku sambil menatapnya tajam.
     “ Gue bilang, lo itu nyusahin banget, Jess”, kata YePe memalingkan wajah.
     “ Perasaaan bukan itu dech!”, kataku.
     “ Halah, lupain aja”, kata YePe menarik tanganku untuk segera pulang.
     “ Ich, gak mau jujur!” kataku.
     “ Ssssst, gak usah ngatain orang! Ayo pulang!” kata YePe.
      Aku melangkahkan kaki. Langkah pertama tanpa sahabatku, Hanzawa Morimoto
dan langkah pertama untuk sahabat baruku YePe. Meski Han itu tak bisa kulupakan tapi
akan ku coba utuk bisa bahagia dan merasa lengkap tanpa sahabatku itu. Tapi kurasa
sampai kapanpun aku tak bisa merasa lengkap tanpa kehadirannya pada hari ulang
tahunku esok. Dia tadi juga tak mengucapkan selamat. Mungkin dia memang sudah
tidak peduli lagi padaku. Selamat jalan, Han. Semoga kau bisa mendapatkan sahabat
yang lebih baik dari pada aku.
     ^^^^^^^^^^^^^^^
     2 Tahun Kemudian ...
     Dua tahun ini ada banyak perubahan. Ayahku sudah diangkat jadi manager resto,
tapi sebenarnya dari dulu memang sudah jadi manager, ayahku saja yang tak mau
mengaku. Lalu adikku sudah masuk di SMP, aku tinggal di komplek perumahan yang
lebih layak dari tempat tinggalku yang dulu. Dan kurasa hari – hariku menyenangkan
bersama YePe. Sejak kejadian dua tahun lalu, aku selalu senang bila mengingatnya.
Ingin selalu memperhatikan YePe. Apa ini cinta, kurasa begitu. Tapi aku tak merasa
bahwa YePe juga mencintaiku, dulu dia menjadikaku pacarnya hanya untuk sebuah



                                         27
mobil, dan skarang dia mau menjadi sahabatku dan selalu memperhatikaku, mungkin
tak lain adalah untuk bisa sedikit menggantikan posisi Han untukku. Jadi, ku pendam
saja sambil berusaha untuk membuang rasa itu jauh - jauh. Hari ini hari yang dinantikan
setelah ujian. Saat ujian kami saling menyemangati dan bersaing untuk jadi jawara. Hari
iini aku ke sekolah karena ada pengumuman kelulusan. Tak sabar siapa yang jadi
pemenang, YePe atau aku.
     “ Yess, gue lulus, Jess”, teriak YePe dari koridor sekolah.
     “ Sama, gue juga!” teriakku tak kalah kencang dari YePe. YePe pun berlari
menghampiriku. Kemudian ia mengulurkan tangannya. Mengajak berjabat tangan, aku
menjabatnya.
     “ Selamat ya, Jess! Loe runner up!” kata YePe tersenyum.
     “ Harusnya loe ngasih selamatnya ke yang jawara donk, kok runner up sich?”,
kataku meledek.
     “ Kan gue yang jawara, masak gue yang ngasih selamat ke gue sendiri?” tanyanya
balik meledek.
     “ Oke, selamat dech buat loe yang jawara, YePe”, kataku tertawa kecil. Dia pun
melepas jabat tangannya. Kemudian mengambil bungkusan kecil sekecil kotak cincin
tapi di bungkus kertas kado yang rapi dari tasnya. Kemudian dia memberikannya
padaku. Aku heran. Ini dalam rangka apa?
     “ Atas dasar apa loe ngasih gue ini?” tanyaku.
     “ Ini kan hari ultah loe, masak loe lupa sich?” tanyanya balik dengan
mengernyitkan kening. Aku baru ingat kalau hari ini adalah ulang tahunku yang ke 17,
hmm, sudah 2 tahun anak itu meniggalkanku. Apakah dia juga sudah lulus? Aku sudah
kehilangan kabarnya sejak 2 tahun lalu. Aku terdiam sejenak. Pikiranku melayang ke
masa lalu yang kelam itu.
     “ Jess, are you okay?” tanya YePe membuyarkan lamunanku.
     “ Ehm, gak apa –apa, bener gue gak apa – apa”, jawabku.
     “ Oh, kalo gitu hadiahnya dibuka donk!” kata YePe. Aku pun membukanya.
Kulihat isinya. Ternyata berisi sebuah cincin dan secarik kertas bertuliskan „Happy
Birthday, Jessie‟. Cincin itu berwarna putih. Tepatnya emas putih. Aku tersenyum. Aku
mengembalikannya ke tangan YePe.
     “ Kenapa, Jess?” tanya heran.



                                           28
“ Gue gak layak terima itu, kemahalan”, kemudian aku melangkah pergi. YePe
menghentikanku.
     “ Jess, tunggu! Gue ngasih ini ikhlas kok. gue cuma pengen bikin loe seneng di
ultah loe yang ke 17 ini! Please terima ya!” katanya memelas. Aku tersenyum. Huft,
anak ini kalau sudah memelas berarti sudah ada niat dari hati. Akhirnya, hadiah itu
kuambil dari tangannya. Dan kupakai cincin itu di jari manis tangan kiriku. Dia
tersenyum.
     “ Makasih, ya, Yepe”, kataku tersenyum senang.
     “ Sama – sama, oh ya, gue ada sesuatu yang lebih besar lagi buat loe, tapi loe gak
boleh liat langsung jadi mata loe harus di tutup pake ini”, katanya sambil mengambil
selembar kain hitam dari tasnya. Aku pun mengangguk. Dia pun memakaikannya. Aku
pun tak bisa melihat apapun. Kemudian YePe menuntunku untuk pergi ke suatu tempat.
     “ Jangan ngintip ya”, katanya.
     “ Emang hadiahnya segede apa sich kok pake di tutup segala mata gue?” tanyaku.
     “ Yang jelas ini hadiah lebih gede dari Teddy Bear – nya si Han yang pernah dia
kasih sama loe! Ya bisa semacam ini thu hadiah yang paling wow!” jawab YePe. Aku
makin penasaran hadiah apa yang akan diberikan YePe padaku. Apa boneka Teddy
Bear raksasa? Hahaha, pikiran yang aneh. Tapi, karena YePe menyebut nama Han. Aku
jadi terbayang – bayang Han. Aku sedih karena dia pasti sudah lupa akan ulang
tahunku. Hmm, aku masih dituntun oleh YePe. Kemudian dia berhenti di suatu tempat.
Tempat itu sepertinya sepi, amatt sepi. Aku tak mendengar suara orang aku hanya
menengar suara kicauan burung dan suara hembusan angin.
     “ Kita udah nyampe”, kata YePe.
     “ Apa gue boleh buka sekarang?” tanyaku.
     “ Ech, jangan! Tunggu perintah dari gue!”, jawabnya. Aku mengangguk. Dia
diam. Aku pun diam. Suasana menjadi hening sejenak. Kemudian ia menanyaiku.
     “ Apa yang sekarang loe rasain?” tanyanya.
     “ Gue seneng, plus sedih”, jawabku.
     “ Terus, loe tahu gak di mana loe sekarang?”, tanyanya. Aku hanya
menggelengkan kepala. Mana ada tempat di sekolah yang se sesepi ini.
     “ Terakhir, siapa yang ada dibenak loe sekarang?”, tanya YePe. Aku langsung
menundukkan kepala. Yang ada dibenakku memang Han. Aku pun terdiam sejenak.



                                           29
“ Han”, jawabku pelan karena aku sudah mulai menangis. YePe memelukku. Tak
biasanya. Kalau aku menagis paling dia hanya menghapus air mataku sambil memegang
pundakku. Pelukannya kali ini sehangat pelukan Han.
     “ Udah gue duga, terus yang mau loe bilang ke dia apa? Anggep aja gue ini Han”,
kata YePe.
     “ Han, gue mau minta maaf sama loe, karena gue udah bohongin loe! Sebenernya
gue pacaran sama YePe waktu itu buat nglindungin loe. Karena YePe ngancem kalo gue
gak mau jadi pacarnya dia loe bakal di remukin sama temen – temennya Yepe. Bahkan
dia bilang loe bakal di bunuh. Gue takut banget, Han. Gue takut kehilangan sahabat
kaya loe. Akhirnya, gue mau jadi pacarnya demi nglindungin loe karena selama itu loe
yang selalu nglindungin gue, gue mau balas budi sama loe. Sekali lagi maafin gue, kalo
cara gue nglindungin loe itu salah. Maafin gue, Han. Gue mau nglakuin apa aja asal loe
maafin gue, sekalipun gue harus nyusul loe ke Jepang”, kataku sambil terus menangis di
pelukan YePe yang hangat itu. Aku terisak.
     “ Udah semuanya?”, tanya Yepe. Aku mengangguk. Dia melepas kain penutupku.
Dan menghapus air mataku. Aku masih memejamkan mata karena masih tak kuat
menahan tangis.
     “ Sekarang loe udah percaya kan, Han?”, suara YePe terdengar jauh. Tidak berada
di depanku. Lalu siapa yang ku peluk dari tadi? Aku menengadahkan kepalaku.
Ternyata, Han.
     “ Percaya gue”, jawab Han tersenyum sambil melihatku. Aku langsung
memeluknya lebih erat lagi sambil masih terus menangis.
     “ Gue kangen sama loe, Han! Loe tega banget ninggalin gue disini!” kataku.
     “ Maafin gue, Jess”, kata Han sambil membalas pelukanku yang erat.
     “ Gak apa – apa kok! Itu wajar aja! Itu juga karena salah gue”, jawabku sambil
masih terisak. Aku melepas pelukanku padanya. Aku tersenyum padanya. Kemeja kotak
kotak warna putih bergaris hitam, celana hitam panjang, dan jas hitam panjang. Dan
rambut ala Keisuke Honda. Sudah seperti orang Jepang sekarang dia.
     “ Loe emang sahabat terbaik gue! Loe berani berkorban perasaan demi gue, Jess!
Tapi, apa balesan gue buat loe? Gue malah ninggalin loe tanpa minta maaf terlebih
dahulu! Itu semua karena hati gue udah ke tutup sama kebencian, Jess! Gue gak akan
bisa nemuin sahabat yang sebaik loe, Jess”, katanya sambil menghapus air mataku.



                                         30
“ Gak apa – apa, anggep aja ini pelajaran buat kita untuk bisa jadi lebih dewasa”,
kataku tersenyum senang.
     “ Sebenernya, gue kesini mau minta maaf sama ngajak loe balikan sahabatan
kayak dulu, jujur, Jess, waktu gue pertama kali mutusin sahabatan sama loe, gue ngrasa
itu keputusan yang bodoh, tapi gue belum bisa maafin loe. Terus waktu gue pindah ke
Jepang, gue nulis surat itu, sebenernya gue berat banget nulis surat itu. Udah ngatain loe
LIAR lah, apalah, gue nyesel, Jess, nulis itu semua, lagian gue juga tahu loe abis baca
itu pasti nangis. Oh, ya, sebenernya waktu gue pindah ke Jepang itu bukan karena gue
pengen pindah, tapi...”, katanya terpotong.
     “ Kenapa? Di keluarin?” tanyaku penuh keheranan. Ia mengangguk. Aku
tertunduk.
     “ Jadi gara – gara gue juga donk”, kataku.
     “ Bukan begitu kok, justru karena hal itu sekarang gue bisa jadi esmud”, katanya
tersenyum. Aku mengangkat wajahku.
     “ Berarti loe sekarang udah kerja donk, waw, hebat banget loe! Gak nungguin gue
lagi!” kataku sambil mencubit pinggangnya.
     “ Aw, gue jadi esmud, gak sepenuhnya dari keahlian gue, tapi itu semua juga
berkat loe”, katanya. aku mengernyitkan kening.
     “ Kok gue juga sich?”, tanyaku heran.
     “ Loe kan yang selalu ngajarin gue, jadi pas sekollah disana gue daftar dan
langsung masuk kelas akselerasi, sekarang jadilah gue kayak gini”, jawabnya. Aku
mengangguk paham.
     “ Makasih, Jess! Loe emang the best of the best”, kata Han. Aku tersenyum.
Kemudian aku menundukkan kepala. Aku tetap masih merasa bersalah.
     “ Sama – sama, Han”, jawabku. Aku memandanginya. Dia sudah berubah.
Sekarang penampilannya lebih rapi, ada kumis tipis di atas bibirnya, matanya lebih sipit
dan sekarang tingginya pun juga bertambah. Dulu aku sedagunya. Sekarang aku hanya
sedadanya. Huft, padahal tinggiku juga sudah bertambah. Tapi, Han masih tetap lebih
tinggi. Hahaha, memang dia berubah tapi semoga dia menjadi lebih pemaaf lagi. Aku
tersenyum. Dia juga memandangiku. Aku tertawa kecil. Dia pun tertawa. Dia pun
menggandeng tanganku, dia mengajakku duduk di kursi. Aku melihat sekeliling.
Ternyata ini adalah taman sekolah. Hahaha, ini pasti ulah YePe, dia pasti sudah



                                              31
memasang garis Polisi disekitar sini. Dasar Yepe. Aku hanya tersenyum. Han pun
melepaskan tangannya dariku dan mengambil sebuah bingkisan kecil di saku celananya.
Sekecil punya YePe tadi. Kalau Han apa isinya.
         “ Met ultah ya”, kata Han sambil memberikannya padaku.
         “ Makasih, gue buka ya”, kataku tersenyum senang.
         “ Silahkan”, kata Han tersenyum pula. Aku membukanya. Isinya jam tangan putih
yang cantik. aku langsung memakainya. Cocok sekali denganku. Han memang selalu
tahu apa saja seleraku dan mana yang pantas untukku.
         “ Itu supaya loe selalu ingat sama gue!”, kata Han. Senyumanku menghilang. Apa
maksud Han berkata seperti itu.
         “ Maksud loe apa?”, tanyaku padanya. Dia tertunduk. Kemudian dia mengangkat
wajahnya lagi.
         “ Gue harus balik lagi ke Jepang buat nerusin karier gue disana, tapi...”, jawabnya.
         “ tapi apa?” tanyaku penasaran.
         “ Tapi gue pengen selalu ada buat loe, Jess! Jadi gue mutusin untuk nerusin karier
disini, di Indonesia”, jawabnya.
         “ Loe ke Jepang lagi juga gak apa – apa kok, gue udah terbiasa kok tanpa loe”,
kataku.
         “ Beneran?” tanyanya berbinar.
         “ Tapi, sayangnya gak ada yang bisa gantiin loe! Apa loe juga ngrasa kayak gitu,
Han?” tanyaku.
         “ Dari pertama gue kesana, gue udah ngrasa gak ada yang bisa gantiin loe”, jawab
Han. Aku mengangguk.
         “ Jadi gue di Indonesia aja!”, kata Han tersenyum senang.
         “ Baguslah, Oh iya, apa loe juga udah punya pacar di sana?” tanyaku tertawa
kecil.
         “ Udah donk! Zetsuka, dia cewek gue sekarang”, jawab Han lantang.
         “ Ciieee! Udah diterima sekarang? Dulu pas ditolak aja loe nangis di depan gue”
teriakku sambil mengacak – acak rambutnya.
         “ Itu kan dulu! Terus loe sama YePe gimana? Gue denger loe cuma temenan
sekarang ma dia”, kata Han.




                                              32
“ Iya, loe pasti udah tahu kan apa tujuan dia macarin gue, jadi ya gue gak anggep
dia pacar begitu pula dia ke gue, tapi gue itu sebenernya....”, kataku terpotong. Aku
malu jika aku mengakui bahwa selama ini aku memang sayang pada YePe.
        “ Kenapa? Loe suka beneran ya sama dia?” tanya Han meledek. Aku mengangguk
malu.
        “ Samperin gih! Dia pasti lagi menyendiri di lapangan basket! Gak usah malu
nyatain cinta!” kata Han.
        “ Oke, gue kesana ya!”, kataku lalu melangkah pergi. Aku menuju lapangan
basket. Han mengikutiku dari belakang. Setelah sampai dilapangan basket, aku melihat
YePe berdiri dengan tangan di sakunya, dia menundukkan kepala. Aku mulai ragu
untuk mendekatinya. Aku terhenti. Kemudian menoleh kebelakang. Han mengernyitkan
kening. Kemudian aku melangkahkan kaki lagi untuk menghampiri YePe. Aku berlari.
YePe membalikkan badannya. Aku langsung memeluk tangannya erat sambil
tersenyum.
        “ Arigatoo, YePe-san”, kataku lirih.
        “ I....I.... Itashimasite”, jawab YePe agak ragu. Aku melepas pelukanku. Dia
tersenyum kemudian duduk. Aku pun juga duduk.
        “ Loe pasti seneng kan bisa ketemu Han?” tanya YePe tersenyum kecut.
        “ Pastinya”, kataku tersenyum. Dimataku sekarang dia adalah seorang malaikat
penyelamat hidupku. Jadi, aku akan sangat senang apabila dia juga mencintaiku. Dia
terdiam kemudian dia menundukkan kepala dengan memaksakan senyum.
        “ Ehm YePe”, kataku terputus. Aku masih belum berani mengatakannya. Aku
takut kalau benar dia selama ini memperhatikanku agar dia bisa meggantikan Han untuk
sementara waktu. Aku takut dia tidak mencintaiku.Kemudian dia mengangkat wajahnya
lagi.
        “ Kenapa? Oh, ya, gue masih ada satu kejutan lagi buat loe!”, kata YePe sambil
mengambil sesuatu di tasnya. Sebuah kotak sebesar kotak kue tart. Dia memberikannya
padaku. Aku membukanya. Ternyata, sebuah gaun warna merah hati lengkap dengan
sarung tangannya. Aku tersenyum senang.
        “ Loe mau gak gue ajak dinner ntar malem?” tanyanya. Aku langsung
mengangguk. Dia tertawa kecil.
        “ Bener ya, ntar gue jemput loe jam 7 malem! Gue balik dulu ya Ok?” tanyanya.



                                               33
“ Okey”,kataku tersenyum senang. Kemudian dia berdiri sambil memakai tasnya.
Kemudian tersenyum padaku. Senyuman yang tidak biasa.
     “ YePe, tunggu bentar!”, teriak Han. Kemudian mereka berbicara berdua. Semoga
Han tidak membocorkan rahasia itu. setelah itu YePe meniggalkan Han. Kemudian Han
menghampiriku.
     “ Gimana?” tanya Han.
     “ Gue masih gak berani”, jawabku.
     “ Ya udah tapi ntar loe harus bilang, keburu diambil orang tuch! Jangan salah
YePe thu banyak yang naksir di luar sana”, kata Han. Benarr juga kata Han. Aku hanya
mengangguk paham.
     “ Ayo pulang, Oh ya tadi YePe nitip sesuatu sama gue, tapi udah gue taruh
mobil”, kata Han.
     “ Apaan?” tanyaku penasaran.
     “ Ntar dech kalo loe udah nyampe rumah”, jawab Han. Aku mengangguk.
Kemudian berdiri. Kemudian menggandeng tangan Han.
     “ Ayo pulang”, kataku. Dia tersenyum. Kemudian mengambil mobilnya dan
mengantarkaku pulang. Setelah sampai di depan rumahku, Han membukakan pintu
mobilnya dan menurunkan kotak titipan YePe. Aku hanya tersenyum. Dia pun
mengantarku masuk. Aku membuka pintu rumahku. Sepertinya Ibuku tidak berada di
rumah.
     “ Ayo masuk, Han”, kataku. Dia pun masuk. Aku duduk di sofa sambil melepas
sepatu skulku.
     “ Jadi ini rumah baru loe? Adem banget!”, kata Han tersenyum.
     “ Hemt, begitulah, by the way, itu apa sich?” tanyaku sambil menunjuk kotak
yang dibawa Han. Han duduk di sampingku. Kemudian membuka kotak itu. Wah,
ternyata isinya adalah sepatu highheels warna merah hati. Aku mengambil penggaris di
tasku. Ku ukur tinggi haknya. 18 sentimeter. WOW!! Aku langsung lemas.
     “ Kenapa? Loe gak suka?” tanya Han. Aku tersenyum. Kemudian menggeleng.
     “ Bukannya gitu! Gue cuma takut jatuh kalau pakai itu, habis tingginya 18 senti,
pake yang sepuluh aja gue hampir jatuh”, kataku. Han tertawa keras.
     “ Hahaha...hahaha! Mendingan loe pake dulu dech! Gue pegangin”, kata Han.
Aku menurutinya. Aku memakainya di kedua kakiku kemudian berdiri perlahan smabil



                                          34
memegangi tangan Han. Setelah berdiri, tinggiku sekarang hanya setinggi telinga Han.
Wow, hahaha.
     “ Sekarang loe jalan!” kata Han. Aku mencoba melangkah perlahan. Han masih
memegangiku. Aku bisa berjalan tanpa jatuh sampai 20 langkah. Kemudian Han
melepas pegangannya. Aku melangkah sendiri sejauh 5 langkah. Kemudian saat
mencapai langkah ke enam Bruuk aku terjatuh. Aku melihat Han di belakangku. Dia
tersenyum. Kemudian menghampiriku. Dia mengulurkan tangannya aku menggapainya,
dia membantuku berdiri.
     “ Ayo coba lagi, loe pasti bisa”, kata Han menyemangatiku. Aku pun mencoba
melangkah sendiri. Sudah mencapai 15 langkah kemudian aku terjatuh lagi. Aku
bangkit. Dan kali ini sampai 25 langkah kemudian terjatuh.
     “ ayo loe pastii bisa, Jess!” teriak Han dari lantai dua sambil melihatku. Aku
segera bangkit. Saat jatuh aku bangkit lagi. Hingga aku akhirnya bisa berjalan – jalan
dan berlari. Memang aku sebelumnya sudah pernah belajar memakai sepatu highheels
jadi bisa lebih cepat menguasai. Han pun turun.
     “ Good! Okey sekarang loe kan udah bisa, jadi gue balik dulu ya!” kata Han. Aku
tertunduk.
     “ Kenapa loe balik sich? Gue kan masih kangen sama loe!” kataku merengek.
     “ Ntar malem ketemu lagi kok, gue nanti juga ikutan acaranya YePe! YePe juga
masih punya banyak kejutan buat loe!” kata Han tersenyum.
     “ Okelah! Tapi janji ya, loe ketemu gue lagi”, kataku.
     “ Iya, janji! Gue nanti ngajak Takeshi, Grand, Shinta, Yamada, sama pacar gue,
Zetsuka”, kata Han tersenyum bangga.
     “ Wahh, itu reunian anak kelas X F ya? Ntar gue yang G ndiri donk?” tanyaku.
     “ Udah dech, ntar rame kok! tenang aja! Ya udah gue balik dulu ya! Salam buat
ortu ma adik loe ya, Jess”, kata Han sambil melangkah menuju pintu. Aku mengangguk
kemudian mengantarnya sampai ke depan rumah. Dia masuk ke mobilnya.
     “ sampai nanti malem!” kata Han. Aku mengangguk tersenyum. Aku masuk
rumah dan mulai bersiap untuk nanti malam agar aku tidak mengcewakan YePe.
     ^^^^^^^^^^^^^^
     Aku merapikan sarung tanganku. Di depan cermin, aku melihat diriku yang sudah
rapi, rambut yang di tata rapi. Kulihat jam dinding, menunjukkanpukul 06:59. Aku



                                          35
masih punya waktu untuk memakai dan belajar lagi memakai highheels itu. Aku
memakainya kemudian berdiri, kemudian melangkahkan kaki, sukses, aku berjalan
dengan lancar. Tiba - tiba Kudengar ada suara mobil yang masuk kehalaman rumahku.
Aku mendekat ke jendela. Kuintip, ternyata mobil YePe. Aku segera keluar kamar
sambil mencincing gaunku yang sampai menyentuh lantai.
     “ Wah, cantik banget, kak!” kata adikku.
     “ Iya, cantik banget! Ya udah samperin gih!” kata ayahku. Aku hanya
mengangguk. Aku menuju teras. Ku lihat YePe brdiri dengan memasukkan tangannya
di saku celana sambil memperhatikan mobilnya dari terasku. Aku mendekat. Sepertinya
dia tidak tahu kehadiranku. Aku pun memegang tangannya. Sambil tertawa kecil. Dia
menoleh. Kemudian aku melepaskan peganganku. Kemudian setelah dia berbalik
sempurna. Dia terdiam. Aku pun terdiam. Bagaimana tidak, dia juga memakai kemeja
warna merah hati. Dia terlihat rapi dan tampan. Tapi, dasinya, masih seperti waktu itu.
sebenarnya dia bisa memakai dasi atau tidak? Aku memajukan posisiku. Kemudian aku
merapikan dasinya. Dia masih terdiam sambil memperhatikanku. Aku tersenyum. Dia
pun tersenyum. Dia masih diam dam terus memperhatikanku. Aku mulai merasa risih.
     “ YePe, udah ah”, kataku sambil mencubit pipinya. Dia hanya tersenyum,
kemudian masuk ke rumahku.
     “ Om, saya berangkat ya! Saya janji bakal jagain Jessie”, kata YePe pada ayahku.
     “ Oke, hati – hati ya!” kata ayahku yang mulai keluar dari rumah.
     “ Siap, om”, kata YePe. Kemudian dia menggandengku sambil terus tersenyum.
Aku melambaikan tangan pada ayahku. YePe mebukakan pintu mobilnya. Aku masuk.
Kemudian dia menutupnya. Kemudian dia masuk. Menyalakan mobilnya dan tancap
gas. Aku terus memperhatikannya. Cowok ganteng, malaikat penyelamat, orang gila,
sekaligus cerdas. Aku tersenyum simpul. Dia tidak memberi komentar apa – apa tentang
penampilanku. Dia hanya diam. Aku pun juga tak berani memulai pembicaraan.
Mengapa jadi canggung begini? Wajahku memerah ketika dia tersenyum padaku. Dia
juga belum berbicara. Aku juga tak berani berbicara. Apa dia tidak suka pada
penampilanku. Kulihat dia juga masih terlihat bingung, sesekali dia melihatku dengan
tatapan bingung. Mengapa jadi begini? Kemudian dia berhenti di depan suatu gedung
mewah. YePe turun dan membukakan pintu untukku, raut wajahnya datar. Aku tidak
mengerti apa yang terjadi padanya. Kemudian aku turun dari mobilnya dan menutup



                                          36
pintu mobilnya. Dia menggandengku. Aku bingung, tempat apa ini. Keudian aku
melihat Han sedang duduk di alam gedung itu dengan Zetsuka dan CS – CS nya. YePe
menghampiri mereka. Zetsuka langsung berdiri sambil tersenyum. Kulihat yang lainnya
sepertinya tidak menyadari kehadiranku dan YePe. Mereka masih asik mengobrol. Saat
YePe mendekat ke mereka, Zetsuka lagsung menyambutku. Yepe berjabat tangan
denagn teman – tamannya itu.
     “ Jessie, Ikanga desuka?” tanya Zetsuka sambil cipika cipiki.
     “ Hei, Jess”, teriak Shinta juga.
     “ Genki desu”, jawabku.
     “ Ciiee! Pacar loe ya?” tanya Zetsuka meledek. Aku mengernyitkan kening.
Kemudian tersenyum.
     “ Dia itu sahabat gue”, jawabku. Zetsuka mngangguk mengerti. YePe menarikku
lagi. Kemudian menarikkan kursi untukku. Kemudian dia duduk di depanku. Dia
meletakkan tangannya di meja. Aku memperhatikannya. Dia menatapku dengan tatapan
datar. Apa dia tidak suka dengan peampilanku. Aku kesal padanya, padahal aku belum
ngobrol dengan Han dia lansung menarikku. Aku pun juga measang raut wajah datar
sambil meliriknya. Aku melihat di sekelilingku, banyak pasangan yang datang di acara
ini. Tapi anehnya mereka pasangan yang seumuran denga ayah dan ibuku. Sebenarnya
acara apa ini? Aku tidak berani bertanya ke YePe. Kulihat dari tadi dia hanya melihat
sekelilingnya sambil sesekali melihatku dengan wajah datar. Aku makin tidak mengerti
apa maksud YePe membawaku kesini.
     “ Kok YePe bawa tuch cewe kesini? Dia kan Cuma orang biasa yang pasti Cuma
numpang di acara ini! Pasti cuma pengen dapet makan gratis disini”, kata Salah seorang
wanita di dekatku. Aku meliriknya. Sepertinya dia seumuran denganku. Dia juga satu
sekolah denganku tapi aku tak tahu namanya, yang jelas dia sering mendekati YePe,
tapi YePe jarag menggubrisnya. Aku hanya diam dan makin kesal dengan YePe. Apa
dia mengajakkuu kesini hanya untuk ini. Untuk ejekan tak bermutu ini? Huuuffffftttt.
     Kemudian salah seorang pembawa acara naik ke panggung. Dia memegang mic
dan mulai berbicara. YePe mengalihkan pandangannya ke arah pembawa acara itu. Dan
Han beserta Cs-nya juga menghentikan obrolan mereka. Aku pun masih memperhatikan
YePe.




                                          37
“ Selamat malam hadirin sekalian! Selamat datang di acara ini. Acara ulang tahun
Prasandi Group yang ke 15. Saya memepersilahkan anda semua untuk menikmati pesta
ini sepuas anda! Semoga Prasandi Group makin maju dan makin sukses. Baiklah, saya
penasaran kepada wanita yang di gaet Pak Yogha dari tadi!” kata Pembawa acara itu.
kemudian semua mata tertuju pada meja kami berdua. Semua bertepuk tangan. YePe
tersenyum.
     “ Siapakah dia pak?” tanya pembawa acara itu sambil tersenyum.
     “ Dia calon saya”, jawab YePe enteng. Semua bersorak sorai. YePe tersenyum
padaku. Aku hanya tertunduk. Wajahku memerah. Apa maksud YePe berbicara seperti
itu? aku pun tersenyum. Senyum palsu. Aku mulai kesal dengan YePe.
     “ wahh, selamat untuk Pak Yogha”, kata pembawa acara itu. Kemudian YePe naik
ke atas panggung dan meninggalkanku sendiri. Dia meminjam mic yang di pegang
pembawa acara itu. Kemudian dia merapikan dasinya.
     “ Oke, semuanya, maaf saya tidak bisa lama – lama disini! Saya masih ada acara
lagi, silahkan menikmati pesta ini, terima kasih atas kedatangan anda semuanya! Saya
harus pergi sekarang. Selamat malam”, kata YePe. Memangnya ada acara apa?
Kemudian YePe turun.
     “ yaa, sepertinya Pak Yogha akan pergi dengan calonnya”, kata pembawa acara
itu. YePe tersenyum. Aku menundukkan kepalaku. Semua orang disitu bersorak lagi.
Kemudian YePe menggandengku. Aku segera berdiri. YePe melambaikan tangannya
pada semua orang disitu. Kemudian YePe dan aku naik ke lift. Dia ingin pergi ke lantai
paling atas. Ada apa lagi ini? Dia juga masih belum berbicara padaku. Aku hanya
memperhatikannya. Kemudian saat sampai dilantai atas. Aku melihat ada meja makan
lengkap. Tapi, belum ada makanannya. Aku melihat YePe. Dia tersenyum. Dia
mempersilakan ku duduk. Aku duduk. Dia juga duduk didepanku. Dia tersenyum. Aku
memalingkan wajahku.
     “ Kenapa? Gue kurang ganteng?” tanyanya. Aku menggeleng.
     “ Gue kurang rapi?” tanyanya lagi. Aku menggeleng.
     “ Gue kurang ajar”, tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk. Dia memang kurang
ajar. Beraninya dia mengajakku kesana kemari seenaknya sementara dia tak
mengajakku bicara. Aku merasa tidak dianggap. Kemudian YePe tersenyum.




                                         38
“ Kenapa? Gue baru ngajak loe bicara? Sorry dech!” kata YePe. Aku megangguk.
Kemudian menunduk.
     “ Gue udah tahu kok kalo loe pasti bingung, gue bilang loe calon gue, calon istri
gue, gue emang mau nikah sama loe” kata YePe. Aku mengangkat wajahku. Apa
maksudnya?
     “ Maksud loe apa?” tanyaku. Dia tertawa.
     “ ich, serius banget sich? Gak kok gue cuma bercanda”, kata YePe tersenyum.
Dalam hatiku berkata „Loe beneran mau nikahin gue juga gak apa – apa, tapi kita kan
gak pacaran, sebenernya apa loe juga suka sama gue? Tapi tadi loe bilang cuma
bercanda. Jadi patah hati gue‟. Kemudian YePe berdiri. Dia menepuk tangannya.
Kemudian keluar beberapa pelayan dengan membawa makanan dan minuman. Steak
dan jus melon. Kemudian YePe duduk lagi.
     “ Ayo, makan!” ajaknya. Aku hanya meminum jus melonnya. Aku sudah tak
nafsu makan. Aku kesal dengan YePe meski aku senang diajak makan malam olehnya.
Aku mulai menangis. aku sadar, orang sekaya YePe tidak akan pernah mau memiliki
pacar orang biasa seperti aku. Dan dia mengajakku kesini agar aku sadar bahwa kau
hanya orang biasa yang tak pantas menginjakkan kaki di gedung mewah ini. Aku
merasa aku sudah dipermalukan oleh YePe. Aku berdiri kemudian mencari tangga
untuk turun dan pulang. YePe pun berdiri. Aku berlari, tapi aku jatuh. Sepatuku kulepas
dan kutinggalkan sepatuku. Aku menyincingkan gaunku.
     “ Jessie, loe mau kemana?” tanya YePe sambil terus mengejarku yang mulai
menuruni tangga. Aku tak menghiraukannya, aku masih terus menangis dan terus
menuruni tangga dengan nafas yang terengah – engah. Aku pun mulai lemas. Padahal
aku baru menuruni satu lantai. Kemudian YePe memegang erat lengan kiriku. Aku
mencoba melepasnya. Tapi tak bisa. Aku masih terus menangis. aku pun tak bisa
melawannya. YePe pun menarikku untuk duduk di salah satu anak tangga.
     “ Loe kenapa sich?” tanya YePe dengan raut wajah heran. Aku menyeka air
mataku.
     “ YePe, sebenernya apa maksud loe ngajak gue dinner? Apa loe mau permaluin
gue? Disini isinya semua orang kaya terus gue sebagai orang yang paling gak pantes
berada disini, agar gue nyadarin itu? atau loe pingin gue nyadar kalo gue gak pates
sahabatan saa loe karena gue orang biasa sementara loe orang yang jauh jauh lebih kaya



                                          39
daripada gue? Apa loe selama ini loe sahabatan sama gue karena loe ngrasa bersalah
karena loe yang udah bikin Han pergi dari gue? Atau loe sahabatan sama gue karena loe
cuma pengen memperlihatkan bahwa loe bertanggung jawab atas apa yang loe lakuin
sama gue? Atau loe sahabatan sama gue agar gue dicela abis – abisan karena gue orang
biasa yang sahabatan sama orang kaya, yang mungkin bisa gue pelorotin duitnya?
Terus, loe sahabatan sama gue karena terpaksa? Apa bagitu? Tadi gue denger ada
selentingan, kayak gitu. Apa benerr begitu, YePe” tanyaku panjang lebar. Dia hanya
menundukkan kepala. Dia hanya bisa diam.
     “ Jawab, YePe!” kataku. Dia masih diam.
     “ Gue pikir loe itu malaikat penyelamat gue tahu gak? Tapi ternyata apa, loe
Lucifer tau gak? Selama ini loe baik hati sama gue karena terpaksa kan? karena loe
Cuma ngrasa bersalah, gak ada niat dari hati. Gue pikir loe adalah orang yang bener –
bener tulus nolongin gue! Ternyata gue salah, loe nolongin gue karena pengen dengaer
celaan buat gue! Gue bego bangett sich, bisa bisaya percaya sama loe yang jelas – jelas
dari dulu jahat sama gue! Makasih dech buat loe karena udah ngembaliin Han buat gue,
nich gue balikin hadiah dari loe dan gue janji bakal balikin gaun ini besok” kataku
sambil melepas cincin emas putih itu dan meletakkannya di tangan YePe.
     “ Udah?” tanya YePe. Aku hanya diam.
     “ Pertama, gue ngajak loe kesini bukan karena hal yang loe bilang tadi, asal loe
tahu, itu hal yang paling hina yang pernah gue denger! Kedua, gue sahabatan sama loe,
karena keteguhan hati loe, kebaikan hati loe yang udah mau maafin gue walaupun loe
tahu kesalahan fatal gue! Ketiga, ggue tulus kok nolongin loe, gak ada tujuan yang lain
selain Cuma pengen liat loe seneng, itu aja!” jawab YePe sambil menatap lekatt mataku.
Aku masih tidak percaya. Tapi, hati nuraniku bisa merasakan bahwa dia berkata jujur.
Aku masih diam.
     “ Apa dasar loe sampai loe berpikiran sejelek ini?” tanya YePe.
     “ Karena loe udah ngajak gue kesini dengan seenaknya, dan gak ngajakin gue
ngomong yang kesannya gue Cuma nebeng loe buat dateng ke acara yang newah kayak
gini dan tadi ada temen loe yang bilang kalo gue orang biasa yang gak pantes ngijekkin
kaki di acara semewah ini!” jawabku.
     “ Jessie, loe tahu gak? Loe itu orang yang punya hati termewah di dunia ini”,kata
YePe. Skakmat. Aku kalah bicara. Aku harus bilang apa? Kata – kataku sudah habis.



                                          40
Dia berbicara seperti itu karena bukan hanya orang yang berharta mewah saja yang
boleh menghadiri acara ini tapi, orang biasa yang berhati mewah pun bisa
menghadirinya. Aku hanya terdiam. Aku menunduk kemudian menangis. Dia memang
tidak ada niat seburuk itu.
      “ Jadi, loe atau siapapun pantes dateng di acara ini, kenapa sich tiba – tiba jadi
berpikiran negatif kayak gini? Jujur, gue gak percaya, Jessie yang gue kenal gak pernah
punya negatif thinking sama orang lain, pas gue jujur waktu itu sama loe, siangnya aja
loe udah maafin gue! Tandanya loe itu orang pemaaf, da orang pemaaf itu kemungkinan
negatif thinkingnya kecil banget! Kenapa loe jadi kayak gini?” tanya Yepe sambil
memalingkan wajahnya. Aku menyeka air mataku.
      “ Habisnya dari tadi loe thu ngediemin gue! Jadi kesannya gue kayak orang gak
penting tahu gak”, jawabku. Dia melihatku heran. Kemudian tertawa.
      “ Terus gue mau bahas apa?” tanyanya.
      “ Ya apa kek, penampilan gue kek, sepatu gue kek”, kataku menyinggung sedikit
tentang penampilanku. Kemudian dia tersenyum.
      “ Loe itu, kalo udah dandan pasti kalo semua orang ditanya tentang penpilan loe,
pasti akan jawab NO COMMENT”, jawabnya. Aku kaget. Apa jika aku berdandan akan
makin jelek? Aku makin tertunduk. Aku makin malu. Berarti dia kecewa dengan
penampilanku.
      “ Mereka pasti kecewa? Ya kan?” tanyaku memastikan.
      “ Gak”, jawab YePe singkat.
      “ Trus?” tanyaku makin heran.
      “ Karena mereka gak akan punya alasan untuk muji loe dan mengkritik loe”,
jawabnya. Aku makin pusing dengan jawaban YePe yang makin aneh.
      “ Maksudnya?” tanyaku sekali lagi.
      “ Ya karena loe kalau di puji, pujian itu gak akan ada habisnya, dan kalau di
kritik, mereka pasti bingung, karena gak ada hal yang bisa dikritik dari penampilan loe”,
jawab YePe tersenyum. Aku senang. Ternyata, alsannya cukup membuat hati makin
senang.
      “ Gombal”, kataku tersenyum.
      “ Yeech, beneran tahu!” kata YePe.
      “ Copas dari mana?” tanyaku meledek.



                                           41
“ Enak aja copas! Itu mikir !” kata YePe tak terima.
      “ Percaya kok” kataku. Kemudian dia berdiri, mengulurkan tangannya. Aku
meraihnya. Kemudian aku juga berdiri.
      “ Ayo, ke atas, makan!” ajak YePe. Aku mengangguk. Dia menggandengku
sambil terus tersenyum. Aku menyincingkan gaunku. Aku pun tersenyum sesekali.
Setelah sampai di atas dia langsung mengambil highheels tadi dan menentengnya. Aku
duduk di kursi meja. YePe berjongkok di samping kursiku. Kemudian dia melihat ke
arahku.
      “ Sini kaki loe”, kata Yepe. Dengan sedikit ragu aku menghadap ke arah YePe.
      “ Sini gue pakein, gue lihat tadi cara make loe salah! Harusnya talinya di depan
bukan dibelakang, ntar kalo talinya lepas loe bisa keserimpet, jatuh dech kayak tadi”,
katanya tersenyum sambil memakaikan highheels itu dan menalikannya. Tadi memang
aku hanya menalikannya tapi aku tak tahu kalau ternyata tali itu harus ditalikan serumit
ini. Kemudian dia berdiri.
      “Selesai!” katanya sambil berjalan menuju kursinya dan kemudian duduk. kami
pun segera makan. Setelah selesai makan, para pelayan membereskan meja. YePe
belum mengajakku pulang.
      “ Jessie”, kata YePe.
      “ Ya”,jawabku penuh harap kalau malam ini dia akan menyatakan cinta, kalau dia
mencintaiku.
      “ Gue mau ngomong sesuatu sama loe”, katanya. aku makin berharap kalau dia
juga mencintaiku dan segera menyatakan cinta.
      “ Ngomong apa?” tanyaku makin penasaran.
      “ Gue mau ke Jerman, nerusin kuliah disana”, jawabnya. Aku terdiam. Aku
menundukkan kepala. Dia akan pergi kuliah. Itu pasti lama.
      “ Ohh, yahhh, gue ditinggalin, terus, kapan loe berangkat?” tanyaku dengan raut
wajah yang biasa tapi palsu.
      “ Besok! Gue bilang ke loe sekarang karena gue yakin besok gue gak sempet
pamit ke loe, tapi...”, katanya terpotong.
      “ Tapi apa?” tanyaku.
      “ Gue akan berangkat kesana kalo gue gak bisa dapetin satu hal! Gue dikasih
waktu dari malam ini sampai besok pagi”, jawabnya. Satu hal? Apa?



                                             42
“ Terus kenapa loe masih disini? Kenapa loe gak cari satu hal itu? apa karena loe
pengen ke Jerman jadi loe gak nyari satu hal itu?” tanyaku.
     “ Bukannya gitu! Satu hal itu gue pengen banget ngedapetin, tapi sekarang gue
gak yakin kalo gue bisa ngedapetin”, jawabnya.
     “ Jangan pesimis gitu donk! Loe itu kan orang yang pinter, kaya, baik hati pula
masak loe gak bisa ngedapetin satu hal itu sich?” tanyaku tersenyum. Senyum palsu.
     “ Loe gak tahu sich, Jess! sesuatu itu pernah gue ancurin dan dia masih bisa ada
buat gue tapi mungkin itu ada buat gue karena persahabatan bukan karena cinta”,
jawabnya. Jadi dia menyukai seseorang. Aduh, pasti bukan aku. aku tersenyum.
     “ Jadi loe suka sama cewek ya? Kenapa gak curhat sich?” tanyaku tersenyum.
Sebenarnya hatiku menjadi semakin tak karuan. Dia tersenyum.
     “ Iya”, jawabnya. Aku makin sedih. Rasanya ku ingin berteriak sekeras –kerasnya.
     “ Siapa?” tanyaku denga raut wajah penasaran.
     “ Udah dech, lupain aja! Ayo gue anter loe pulang”, jawabnya mengelak.
Kemudian dia berdiri dan menarikku.
     “ Eeech, kasih tahu dulu”, teriakku. Dia hanya diam. Dengan raut wajah sangar.
Aku langsung terdiam dan mengikutinya saja. Dia menujuu lift dan langsung menuju
lantai dasar. Aku melihatanya dengan tatapan takut. Tapi, dia malah lebih
menampakkan wajah sangarnya. Aku makin takut. Setelah sampai di lantai dasar dia
keluar dari lift sambil menggandeng tanganku dan menempelkan tangannya yang satu di
pinggangku. Dia tersenyum pada semua tamu undangan. Semua tamu itu bersorak sorai.
Aku malu dan hanya menundukkan kepala. Saat keluar dari gedung. Dia melapaskan
tangannya dan hanya menggandeng tanganku. Dia hanya diam seperti saat membawaku
kesini. Untuk kali ini aku tahu dia diam, mungkin karena dia marah padaku karena
masalah tadi. Dia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku masuk dan hanya diam.
Dia masuk dan menyalakan mobilnya kemudian langsung tancap gas. Di mobil aku
hanya terdiam, memikirkan bagaimana jika YePe benar pergi ke Jerman. Kemudian aku
memberanikan dirii menanyakan kebenaran hal ini padanya.
     “ YePe, apa loe beneran mau pergi ke Jerman besok?” tanyaku tanpa ragu.
     “ Beneran, jam 7 pagi pesawat gue udah berangkat nich tiketnya”, jawabnya
dengan wajah datar sambil menunjukkan secarik kertas di dash board mobil.




                                           43
“ Loe yakin mau ninggalin gue sendirian disini?” tanyaku lagi. Dia terdiam.
Ekspresi   wajahnya   berubah.    Dia   melihatku    sejenak   kemudian   mengalihkan
pandangannya.
     “ Gak, Jess! tapi gue yakin loe bakal seneng kok tanpa gue! Loe bakal baik – baik
aja tanpa gue! Kan ada Han!” jawabnya. Aku hanya diam mendengar jawabannya. Aku
pasti tidak akan baik – baik saja. Sekarang pun jika aku bersama Han tapi tidak ada
yePe aku masih merasa kesepian begitu sebaliknya jika tidak ada Han tapi aku bersama
YePe. Sekarang pun Han juga sudah punya Zetsuka. Dia pasti akan menghabiskan
waktunya bersama Zetsuka dan akhirnya aku akan sendiri lagi. Aku berusaha menahan
air mata. Tapi, tak bisa. Akhirnya,aku sampai di rumah. Aku segera menghapus air
mataku. YePe keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku. Aku keluar YePe
menggandengku untuk masuk kerumah. Aku segera melepaskannya dengan halus. Dia
melihatku heran. Aku berhenti di tengah halaman rumahku. Aku ingin menyampaikan
sesuatu padanya. aku ingin jujur padanya. Tapi, aku masih belum berani.
     “ YePe, kalo lo udah nyampe sana, jangan lupain gue ya!” kataku. Dia
mengangguk dan tersenyum.
     “ Gue gak akan lupa sama loe kok!” jawabnya tersenyum.
     “ Jujur, kalo gue loe tinggal, gue bakal ngrasa kesepian!” kataku.
     “ Oh ya? Tenang aja, kan ada Han, dia kan yang paling loe kangenin?” tanyanya.
     “ Iya sich!” kataku. Kemudian dia menarikku untuk terus memasuki rumah. Akuu
melepaskan gandengannya. Dia menoleh lagi dengan raut wajah heran.
     “ Udah sampai sini aja! Loe harus pulang! Istirahat duluu gich buat besok!”
kataku tersenyum.
     “ Ya udah kalo gitu gue pamit dulu ya, ech, satu lagi maafin kelakuan gue di pesta
tadi yang udah bikin loe nangis sama ngaku – ngaku kalo loe itu calon gue!” kata YePe.
     “ Maafin gue juga karena nuduh loe yang gak – nggak”, kataku tersipu.
     “ Ga papa, yau dah gue balik dulu”, kata YePe Aku mengangguk tersenyum. Aku
masih ingin menyampaikan hal ini. Aku menyayanginya. Aku harus menyampaikannya
sekarang. Tapi, aku masih takut. Tapi, harus sekarang juga. Aku membalikkan badanku.
     “ YePe”, teriakku. YePe menoleh kebelakang. Kemudian membalikkan badannya.
Aku berjalan ke arahnya. Kemudian aku memegang tangannya. Kurasakan. Dingin.
Kemudian aku melepasnya dan aku memajukan posisiku sedikit. Kemudian aku



                                          44
mendekatkan wajahku ke pipi kanannya. Kemudian „ Cup‟. 2 detik, 5 detik. Aku
mencium pipinya. Kemudian aku mundur sedikit.
     “ Hati – hati ya, di jalan”, kataku. Dia masih menampakkan raut wajah kaget. aku
pun membalikkan badanku dan berjalan menuju rumahku. Aku lega. Semoga dia tahu
apa yang kurasakan padanya. sadihnya ditainggalkan olehnya. Kemudian aku
menitikkan air mata sebagai orang yang mersa ditinggalkannya, sebagai orang yang
diperhatikannya dulu hingga sekarang, sebagai orang yang pernah disakitinya, sebagai
orang yang pernah menyia- nyiakannya, sebagai orang yang pernah tersenyum
bersamanya, sebagai orang yang pernah menangis bersamanya, sebagai orang yang
dilindunginya dulu, sebagai sahabatnya, sebagai orang yang menganggapnya malaikat
penyelamat dan sebagai orang yang mencintainya dengan tulus. Kulihat kebelakang,
YePe sudah melangkah pergi sambil memegangi pipi kanannya. Dia tidak mengatakan
apa – apa. Tandanya, dia tidak mencintaiku. Kemudian aku mendengar suara mobilnya
kemudian dia pergi. Kemudian saat aku di teras, aku duduk di kursi teras sambil terus
menangis. kemudian mobil Han memasuki halamanku. Kemudian dia berhenti dan
keluar dari mobilnya. Dia menuju ke arahku. Dia tersenyum kemudian terdiam. Aku
segera menghapus air mataku.
     “ Ada apa, Han?” tanyaku.
     “ Gue mau nepatin janji gue, tadi siang kan gue bilang ke loe kalo loe pasti
ketemu gue lagi di acaranya YePe, tapi loenya malahh di tarik duluan ma YePe, tadi loe
nangis ya? Di tolak ya?” tanya Han tersenyum meledek.
     “ Gak! Tapi dia mau ke Jerman!” jawabku.
     “ Apa? Jerman?” tanya Han sambil duduk di sampingku. Aku mengangguk. Aku
pun menangis lagi. Kemudian Han menyandarkan kepalaku di bahunya.
     “ Gue cinta Han sama dia, tapi dia gak cinta sama gue, dia cinta sama orang lain
yang sahabatan sama dia juga! Dia pengen bannget ngedapetin cewek itu, kalo sampe
dia gak dapetin cewek itu dia bakal pergi ke Jerman. Gue gak mungkin donk, nyuruh
dia jadian sama cewe itu, meskipun dia disini nanti gue bakal tersiksa juga karena dia
milik orang lain, kalo gue ngebiarin dia pergi, gue juga bakal tersiksa, Han!” kataku
mencurahkan semua isi hatiku pada Han.
     “ Loe yang sabar ya!” kata Han. Satu kata darinya sudah bisa menenangkan hati
ku. Kemudian dia menghapus air mataku.



                                         45
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin

More Related Content

What's hot

Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Misteri kehadiran arwah
Misteri kehadiran arwahMisteri kehadiran arwah
Misteri kehadiran arwahPT.goLom na
 
Ketika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergiKetika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergiyoza fitriadi
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiriNovi Indah
 

What's hot (20)

Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Misteri kehadiran arwah
Misteri kehadiran arwahMisteri kehadiran arwah
Misteri kehadiran arwah
 
Humor
HumorHumor
Humor
 
Ketika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergiKetika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergi
 
Cerita pendek (cerpen)
Cerita pendek (cerpen)Cerita pendek (cerpen)
Cerita pendek (cerpen)
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiri
 
Berhijab dalam hati
Berhijab dalam hatiBerhijab dalam hati
Berhijab dalam hati
 

Viewers also liked

Mari kita mulai bermuhâsabah
Mari kita mulai bermuhâsabahMari kita mulai bermuhâsabah
Mari kita mulai bermuhâsabahMuhsin Hariyanto
 
70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum
70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum
70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forumsumesek
 
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...ESQ Leadership Center
 

Viewers also liked (9)

Mari kita mulai bermuhâsabah
Mari kita mulai bermuhâsabahMari kita mulai bermuhâsabah
Mari kita mulai bermuhâsabah
 
70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum
70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum
70 kata kata bijak dari orang terkenal di dunia - detik forum
 
Teks muhasabah 2
Teks muhasabah 2Teks muhasabah 2
Teks muhasabah 2
 
Muhasabah
MuhasabahMuhasabah
Muhasabah
 
Muhasabah
MuhasabahMuhasabah
Muhasabah
 
Personal muhasabah
Personal muhasabahPersonal muhasabah
Personal muhasabah
 
Kata kata mutiara
Kata kata mutiaraKata kata mutiara
Kata kata mutiara
 
Do'a renungan suci
Do'a renungan suciDo'a renungan suci
Do'a renungan suci
 
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
 

Similar to Mungkinkah itu mungkin

Similar to Mungkinkah itu mungkin (18)

Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupku
 
Berdiri di atas impian
Berdiri di atas impianBerdiri di atas impian
Berdiri di atas impian
 
Untukmu_aku_ada
  Untukmu_aku_ada  Untukmu_aku_ada
Untukmu_aku_ada
 
Karena dia
Karena diaKarena dia
Karena dia
 
Ccccc
CccccCcccc
Ccccc
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Aku hanya guru lesmu
Aku hanya guru lesmuAku hanya guru lesmu
Aku hanya guru lesmu
 
Ceritaku
CeritakuCeritaku
Ceritaku
 
Lost One Love
Lost One LoveLost One Love
Lost One Love
 
Kado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bundaKado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bunda
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
My last love
My last love My last love
My last love
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Cinta pertama
Cinta pertamaCinta pertama
Cinta pertama
 
Sekolah ku
Sekolah kuSekolah ku
Sekolah ku
 
Cerpen perpisahan terakhir
Cerpen perpisahan terakhirCerpen perpisahan terakhir
Cerpen perpisahan terakhir
 
Contoh cerpen persahabatan
Contoh cerpen persahabatanContoh cerpen persahabatan
Contoh cerpen persahabatan
 

Mungkinkah itu mungkin

  • 1. ha Mungkinkah Itu Mungkin? Cerpen Teenlit SMA NEGERI 1 MAOSPATI Fatihah Ibnu Fiqri 2012 JL. RAYA MAOSPATI NO 999, MAGETAN
  • 2. Tak Seindah Saat Kau Bersamaku Tet tet tet tet Bel tanda pulang sekolah berbunyi, aku segera keluar kelas dan menuju gerbang sekolah. “Jessie, tungguin gue!” teriak Han sahabat karibku. Kuhentikan langkahku dan kutoleh ke belakang, ternyata benar dia, Han sahabatku. “Ayo cepet, tadi kemana aja?” teriakku sambil memandangi wajahnya yang penuh keringat. Akhirnya dia mencapaiku dan berjalan di sampingku. “Sorry, gue tadi habis ke ruang guru, ngumpulin tugas! Biasalah ketua kelas!” ujarnya sambil mengusap keringat di dahinya dan menatap ke arahku dengan tersenyum. “ Ehm, gitu! Oh ya, gue hampir lupa. Tadi kata Bu Yuni, bentar lagi ada Ulangan Akhir Semester. Gue bingung dech!” kataku sambil memalingkan wajahku dari Han. “ Kenapa bingung? Itu tandanya kita harus belajar lebih giat” , kata Han. “ Masalahnya bukan itu!” kataku. “ Terus apa?” tanya Han. “ SPP gue udah nunggak 5 bulan, ntar kalo ditagih gimana? Ortu gue lagi gak punya duit nich!” kataku. “ Oh! Gampang ntar gue bilang ke Papa gue”, kata Han tersenyum. “ Gak usah, Han! Lebih baik loe kasih gue kejaan aja! Lagian bulan lalu gue udah loe bayarin buat LKS, itupun juga duit Papa loe!” kataku menolak dengan halus. “ Jadi loe pengen kerja?” tanya Han. “ He‟em! Tapi jangan sampai ortu gue tahu, kalo mereka tahu gue bisa dimarahin” ,kataku. “ Okey, ada kok” , kata Han. “Apaan?” tanyaku. “ Jadi tukang ngerjain tugas gue!” jawabnya dengan senyuman licik ala Han. “ Ogah ah, tiap hari bukannya gue udah ngerjain tugas loe bahkan ngajarin lo juga, nyatanya juga gak loe kasih bayaran” , kataku menolak. 2
  • 3. “Yang kali ini beda, loe sekalian jadi guru les privat gue! Loe kan pinter, Jes!” kata Han membujuk. “ Okey, gue mau!” kataku menerima tawaran Han. “Deal” “Deal” ****** Aku Jessie, anak SMA Garuda, disini aku sekolah sebagai anak kelas X G. Aku bukan anak orang kaya. Aku hanya anak orang biasa, yang hidupnya pas-pasan karena dulu waktu aku kelas satu SMP ayahku bangkrut dan sekarang cuma jadi satpam restoran. Dan sahabatku, Hanzawa Morimoto biasa di panggil Han. Dia anak orang kaya, ayahnya kerja di Jepang. Dia di Indonesia udah sejak lahir dan tinggal sama ibunya. Dia udah jadi sahabatku sejak TK. Temen - temen berpikiran bahwa aku orang yang beruntung bisa sahabat yang super kaya seperti Han. Aku pun juga bingung kenapa dia mau berteman dengan orang biasa sepertiku. Tapi yang kutahu Han itu temenan gak mikirin status, asalkan orang itu mau ngehargain Han, pasti udah dianggep sahabat sendiri. Itulah sahabatku, orang Indonesia yang ayahnya orang Jepang tapi ibunya Indonesia. ^^^^^ Hari ini hari Sabtu, gue mau bikin Sabtu ini jadi hari yang bagus supaya gue gak berangkat kesiangan karena hari ini gue piket. “Jessie, cepat nak! Kamu sudah di tunggu Han di depan!” teriak ibuku. “Ya, Ma” , teriakku tak kalah keras dari ibuku. Aku segera keluar dari kamar sambil membawa tasku dan menenteng buku- bukuku. “ Jessie berangkat, ma! Assalamualaikum” , kataku sambil mencium tangan ibuku dan menghampiri Han. Ya ampun kulihat dia pagi ini, dia berbeda, dia kelihatan ganteng banget. Pantes aja, hari ini dia mau pake dasi. Aku sempat terhenti sejenak sambil memandanginya. “Ayo, Jes. Kita harus cepet, loe piket kan?” teriak Han. Pantes aja jam segini dah dateng, dia naik sepeda. Aku masih terpesona padanya. “Iya – iya” , jawabku lalu duduk di boncengan sepeda Han. “Pamit dulu, Tante”, kata Han berpamitan dengan Ibu dan segera menggoes sepedanya. 3
  • 4. “Hati-hati ya”, teriak ibuku. “Kenapa loe pake sepeda, Han? Gak biasanya!” kataku padanya “Untuk mengurangi pemanasan global” , jawabnya enteng. “Halah, lagak loe, sok peduli lingkungan”, kataku sambil mencubit pinggangnya. “Auu, sakit, Jes! Alasan sebenernya sich bukan itu!” katanya tertawa kecil. “Apa?” tanyaku. “Supaya kita berdua kelihatan romantis”, jawabnya sambil memegang tanganku dan menempelkannya ke pinggangnya. “Hah? Romantis? Loe ngomong apaan sich? Gak jelas banget”, kataku keheranan, gak biasanya dia kayak gini. Beraninya ngomong soal romantis. “Iya romantis, Jes”, jawabnya. “Kayak gini kok romantis?” kataku meremehkan sambil menarik tanganku. “Ini romantis, Jes! Soalnya waktu berduaannya lebih lama, kalo pake mobil kan jalannya cepet jadi waktu berduaanya tuh dikit!” katanya meyakinkanku. “Halah, pinter loe cari alasan! Emangnya gue pacar loe? Harus berduaan sama loe?” tanyaku. “Ich, Jes, jangan marah dong! Gue kan cuma bercanda! Lagian gue kan belum pernah pacaran, jadi biar gak gagap”, kata Han tersenyum. “Ich, gak banget dech loe”, kataku. “Sorry dech, gue kan bercanda”, katanya sambil menggoes sepedanya. ^^^^^^^^ Tet tet tet tet Time to go home. Aku segera keluar kelas dan menunggu Han. Akhirnya dia pun keluar dan aku tak sabar ingin memberitahukan kabar gembira yang aku terima padanya. Aku segera memanggilnya sambil berlari ke arahnya. “Haaan”, teriakku sambil berlari, tiba-tiba aku tersandung sesuatu dan „Bruuuuk‟. Aku jatuh dipelukannya dan menindih tubuhnya yang atletis itu. Kemudian aku segera bangun dan membantunya untuk berdiri. Aku malu karena banyak teman- temanku yang menertawakanku. Kemudian Han segera menarikku pergi menuju parkiran dengan raut muka yang muram. Kurasa ia marah padaku. Aku hanya 4
  • 5. menundukkan kepalaku dan tiba-tiba ia membelai rambutku dan menyandarkan kepalaku ke bahunya. Setelah sampai di parkiran raut wajahnya berubah kemudian dia melepaskan kepalaku dari bahunya. “Kenapa loe? Loe gak liat di bawah loe tadi ada batu?” tanya Han tersenyum. “Gue gak liat, Han! Soalnya tadi gue liatnya ke loe, gue mau ngasih kabar ke loe”, jawabku. “Kabar apa sich?” tanya Han. “Tadi uang SPP gue udah dilunasin sama sekolah! Tapi gue gak tahu kok bisa gitu, katanya sich karena gue layak ngedapetin itu. Gimana loe seneng gak?” tanyaku. “Wah! Bagus dech! Gue ikut seneng”, kata Han tersenyum senang. “Kalo gini kan ortu gue gak perlu repot. Yeeesss gue seneng banget”, kataku sambil memeluk Han karena senangnya. Aku masih terus memeluknya dengan erat. “Ehm, Jes, loe seneng banget yha?” tanya Han. “Iya”, kataku sambil terus memeluk Han. “Tapi jangan kayak gini dong, gak enak dilihat anak-anak”, kata Han. Aku pun sadar dan segera melepaskan Han. “Sorry, gue gak sengaja, Han”, kataku sambil menundukkan kepalaku karena malu. “Ya, gue tahu kok. Ayo pulang!” katanya sambil menaiki sepedanya. “Oke”, kataku sambil menaiki sepedanya. Dia pun segera menggoes sepedanya. “Jangan nundukin kepala gitu donk, kayak orang berduka cita aja, loe kan lagi seneng”, kata Han sambil melirik ke arahku. “Ehm, iya”, kataku tersenyum. “Gitu dong!” katanya tertawa kecil. “Oh ya, Han, gue mau ngucapin makasih buat semuanya yang pernah loe kasih sama gue, gue nyadar selama ini gue belum pernah ngucapin makasih ke loe!” kataku. “Kata siapa loe belum pernah bilang terimakasih sama gue?” tanyanya. “Kata gue”, jawabku. “Loe itu udah berterimakasih kok sama gue”, katanya. “Kapan?”, tanyaku. “Selama ini loe kan dah mau jadi sahabat gue, jadi itu tandanya loe udah berterimakasih sama gue”, jawabnya tersenyum. 5
  • 6. “Loe emang sahabat gue yang paling baik, Han!” kataku tersenyum. “Apalagi loe, Jes! Loe tuh yang best of the best”, katanya tertawa kecil. Akhirnya kami pun sampai di halaman rumahku. Akupun turun. “Makasih, Han!” kataku. “Ya. Ehm, Jes, gue mau nanya”, katanya. “Nanya apaan?” tanyaku. “Gini, SPP loe kan dah lunas, apa loe tetep mau jadi guru les gue?” tanya Han. “Han, loe gak perlu nanya kayak gitu, mau gue punya duit ato gak, mau gue butuh duit ato gak, mau loe bayar ato gak, kalo loe dah minta tolong ma gue, gue pasti mau kok. Loe kan sahabat gue yang selalu ada buat gue”, jawabku. “Jadi loe tetep mau nger jain tugas gue juga?”tanyanya. Aku hanya mengagguk dan tersenyum. “Yesss! Makasih ya, Jes, loe emang yang best of the best. Gue gak tahu dech gimana nasib gue di SMA ini kalo gak ada loe”, kata Han. “Iya sama-sama”, kataku tersenyum. “Oke kalau gitu gue balik dulu ya”, kata Han sambil menaiki sepedanya. “Ya, hati – hati!” kataku. “Yo‟i”, jawabnya sambil menggoes sepedanya. ^^^^^^ Sore itu amat cerah. Aku pun segera mandi dan pergi ke taman karena pasti di sana ramai dan aku bisa melihat anak – anak bermain-main. Angin sepoi membelai rambutku yang terurai. Jarak taman yang tak begitu jauh, membuat aku cepat sampai walau berjalan kaki. Aku pun duduk di salah satu bangku di pinggir taman. Kebetulan disitu tidak begitu ramai. Aku pun menikmati indahnya sore itu. Ah, indahnya andaikan setiap hari seperti ini. Tiba-tiba ada seseorang datang ke arahku. Aku sepertinya kenal dengan orang itu.Hidungnya yang mancung, kulit putih yang mulus, mata yang mirip Tom Cruise dan model rambut mirip Tom itu pula. Sempurnalah dia sebagai seorang lelaki. Dia itu anak SMA Garuda, namanya Yoghandistio Prasandi yang biasa di panggil dengan singkatan YePe. Dia memakai kemeja putih panjang dan celana jeans. Ada apa anak itu kemari. “Sore, Jes!” katanya sambil duduk disampingku dan tersenyum. “Sore juga, YePe”, balasku dengan membalas senyumnya. 6
  • 7. “Ehm, sendirian aja, Han mana?” tanyanya dengan senyuman pahit. “Dia sengaja gak gue ajak, dia itu bisa ngganggu keindahan sore ini”, kataku tertawa kecil. Tapi aku masih bingung apa maksud dan tujuan cowok yang dikenal kaya dan cerdas ini. Tapi kalau soal watak aku tidak tahu bagaimana wataknya. “Oh, kebetulan gue mau ngomong sesuatu sama loe, dan ini udah gue pendem sejak gue pertama kali ketemu loe”, katanya. “Mau ngomong apa?” tanyaku penasaran. “Gini, gue itu sebenernya gue suka sama loe sejak pertama ketemu sama loe, gue bener – bener sayang sama loe”, katanya. „Dheg‟. Oh my God, cowok ganteng ini suka sama aku. Aduh, bagaimana ini? Aku hanya bisa terdiam disitu sambil menatap matanya dengan tatapan tak percaya. Aku kenal baik dengan orang ini tapi aku belum begitu mengenalnya. Aku masih tak percaya dengan kata -katanya. Dia pun menggenggam tanganku. “Loe mau gak jadi pacar gue?” tanyanya. Aduh, aku semakin bingung. Aku masih terdiam. “Loe ngomong apaan sich, Pe?” kataku sambil menarik tanganku. “Gue pengen loe jadi pacar gue”, katanya dengan menggenggam tanganku lagi. “Sorry, gue gak bisa”, jawabku. “Kenapa, Jes? Apa gara – gara Han itu?” tanyanya. “Enggak, YePe”, jawabku. “Halah gak usah bo‟ong ma gue, Jes! Gue lihat dia itu suka sama loe juga dan kelihatannya dia gak bertepuk sebelah tangan kok. maka dari itu gue nembak loe, sebelum keduluan sama si Han itu”, katanya. “Inget ya, Pe, gue .....”, kataku terpotong. “Halah, loe gak usah bo‟ong, apa perlu gue bunuh si Han itu demi ngedapetin loe?”, tanyanya sedikit membentak. Aku terkejut. Aku terdiam dan menatapnya sinis. Aku menundukkan kepalaku. “Sekarang temen gue udah ada di rumah Han dan siap ngakhirin hidup sahabat loe itu kalau saat ini loe nolak gue! Gue tulus cinta sama loe dan gue rela loe tolak tapi gue gak mau lihat loe deket sama Han itu. Hati gue sakit. Jadi, gue tanya sekali lagi. Loe mau gak jadi pacar gue?” tanyanya dengan nada tinggi. Aku tidak menyangka, ternyata aku salah menilai orang ini. Aku terdiam sejenak. Aku masih tak menyangka, wajahnya 7
  • 8. yang terlihat ramah, ternyata berhati pembunuh. Aku mulai berpikir. Memang ini saat yang tepat untuk membalas semua kebaikan Han. “Oke, Pe! Gue mau jadi pacar loe asal loe jangan pernah nyakitin sahabat gue”, kataku, aku tak tahu apa yang ada di pikiranku saat itu. Tapi jika sudah menyangkut keselamatan Han, apapun akan kulakukan. “Itu bagus, gue seneng cewek kaya loe ternyata mau nurut juga sama gue”, katanya dengan membusungkan dada. “Gue mau jadi pacar loe dengan satu syarat lagi”, kataku. “Apa? Gue pasti bisa penuhin”, katanya dengan sombongnya. “Gue pengen hubungan kita di rahasiain, gue gak pengen semua orang tahu tentang hubungan kita termasuk Han, terus jangan ngasih perhatian lebih ke gue saat disekolah, bersikap biasa aja”, kataku sambil menitikkan air mata. “Oke, itu gampang, sayang”, katanya sambil membelai rambutku. Dia tersenyum penuh kemenangan. Dimatanya memang terlihat dia mencintaiku. Aku masih terdiam, aku masih tidak bisa melawannya sekarang. “Oke, sebagai pacar loe, gue loe mau anter loe pulang, mau kan?” tanyanya. “Gak usah makasih! Gue bisa pulang sendiri”, jawabku sambil beranjak pergi meninggalkan YePe. Tiba – tiba dia memegang tanganku. “Tunggu”, katanya “Mau apa lagi loe? Gak cukup loe bikin gue nangis?” tanyaku sambil melepaskan tanganku dari genggamannya lalu akupun pulang ke rumah dan menghapus air mataku. “Jessie”, teriaknya. Aku pun sudah tak memeperdulikannya lagi dan tanpa ragu terus meneruskan langkahku untuk pulang ke rumah. ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^ Tok, tok, tok. “Permisi”, teriakku. “Masuk, Jes!” kata Han setelah membukakan pintu. “Oke! Mau dimana?” tanyaku sambil memasuki rumah Han. “Diteras atas aja. Enak!” katanya sambil mengambil bukunya di atas meja ruang tamu. Kemudian aku mengikutinya dari belakang dan ke atas. Fantastik teras atas rumah Han yang tak beratap membuat bintang yang bertaburan terlihat jelas malam itu. Semilir angin malam itu membuat malam semakin indah. Bulan yang bersinar terang masih 8
  • 9. mengintip di belakang pohon mangga dekat rumah Han. Aku segera duduk di salah satu kursi. Han pun masih berdiri di belakangku memegang bahuku. Aku yang tak sadar akan itu masih terus memandangi langit. “Indah ya, Jes!” kata Han. “Indah banget, Han”, kataku sambil memegang tangan Han dibahuku. Kemudian Han menarik tangannya. Aku terkejut. Aku pun segera menghentikan lamunanku. “Sebaiknya kita langsung belajar aja” kata Han. “Oke, mau belajar apa?” tanyaku. “Fisika dech”, kata Han. “Oke”, jawabku. Pelajaran untuk Han pun kumulai. Kemudian aku menjelaskan teori – teori yang ada mulai dari bab pertama. Ketika aku menjelaskan teori itu kurasa Han tidak melihat ke halaman yang kujelaskan tetapi malah melihat kearahku dengan asyiknya. Aku masih terus menjelaskan tetapi dia masih tetap seperti itu. Aku yang mulai risih, menghentikan penjelasanku. “Han, loe dengerin gue gak sich?”, tanyaku. “Dengerin kok!”, jawabnya. “Ulangi lagi penjelasan gue”, perintahku. “Haduh! Gimana ya? Echm, sebenernya gue gak dengerin loe”, kata Han sambil menundukkan kepalanya. “Loe niat belajar ma gue gak sich?” tanyaku. “Gue niat banget, Jes! Sorry gue tadi gak serius please jangan pulang ya”, kata Han merengek – rengek. “Oke! Tapi gue kan gak mau pulang Han”, kataku. “Ya siapa tahu aja loe pulang gara – gara marah sama gue loe malah ninggalin gue pulang”, kata Han. “Loe itu lucu yha, oke, gue lanjutin dech! Tapi serius yach!” kataku. “Siaap, laksanakan” jawab Han. Aku pun melanjutkan penjelasanku. Tanpa terasa waktu menunjukkan pukul 08.00 malam. Aku segera mengakhiri pelajaranku untuk Han. “Oke, Han, udah jam delapan, gue balik dulu yach”, kataku sambil mengemasi barang – barangku. “Disini dulu napa? Loe kan gak ada kegiatan kan abis ini?” tanya Han. 9
  • 10. “Paling tidur” , jawabku. “Yaaah, daripada tidur mending loe temenin gue disini”, kata Han. “Oh ya, Han, loe pinter bikin origami kan? Ajarin gue donk!” kataku. “Sekarang udah gak bisa, udah lupa caranya. Tapi ada kok yang mau gue ajarin ke loe”, katanya. “Apaan?” tanyaku. “Cinta”, jawabnya tersenyum. “ Halah cinta lagi cinta lagi” kataku sewot. “Bercanda, Jess” kata Han tersenyum. “Kalo bercandanya kayak gini mending gue pulang aja” kataku sambil berdiri dan melangkahkan kaki. Kemudian Han menarik tanganku dengan kuat sehingga membuat tubuhku berbalik dan jatuh dipelukannya untuk yang kesekian kalinya. Dia memelukku dengan erat seolah tak ingin aku pergi sedetikpun dari hidupnya. “Jess, jangan pergi dari gue”, kata Han sambil terus memelukku dengan erat. Aku hanya terdiam sambil terus berpikir jarang sekali dia memperlakukanku seperti ini. “Gue gak pengen loe pergi, gue sayang sama loe, gue cinta sama loe, dan gue pengen loe selalu ada di deket gue. Echm, loe mau gak jadi pacar gue?” tanya Han. „Dheg!!! Sahabatku ingin jadi kekasihku? Semoga dia tidak serius, bagaimana aku menjelaskan hubunganku dengan YePe jika dia sampai tahu. Aku masih terus diam. Karena aku benar – benar tidak tahu apa yang dimaksud oleh Han. Lalu dia melepas pelukan dan melihat ke wajahku yang merah padam. “Ha ha ha”,di tertawa terbahak- bahak. “Apaan sich maksud loe? Kenapa ngetawain gue?” tanyaku. Jelas – jelas dia hanya bercanda. “Muka loe lucu”, jawabnya sambil masih tertawa. “Awas loe, Han! Gue bakal bales!” kataku. “Bales aja”, katanya sambil membusungkan badannya seolah kataku tak dapat kubuktikan. Kemudian kupegang telinga kirinya dan kutarik dengan kuat. “Rasain nich! Ini buat gombalan – gombalan loe, pelukan kacrut loe, dan pernyataan cinta kamseupay loe itu”, kataku sambil terus menarik telinganya. “Ampun, Jess! Oke maafin gue dech!” kata Han merengek – rengek. 10
  • 11. “Makanya, jadi orang jangan kurang ajar sama gue”, kataku sambil melepas telinga Han. “Oke, gue ngaku salah”, kata Han sambil masih memegangi telinganya. “Ehm, gue heran dech ma loe Han, loe tuch jatuh cinta ya?” tanyaku yang membuatnya langsung tertegun. Dia sempat terdiam sejenak. “Gue emang lagi jatuh cinta”, jawabnya dengan memandang kemataku. Itu menunjukkan bahwa dia jujur. "Sama siapa? Kok loe gak bilang ke gue sich?” tanyaku yang kesal padanya karena aku hanya dijadikan pelampiasannya saja. “Gue belum bisa ngasih tahu loe sekarang”, jawab Han. “Kenapa? Kenapa loe gak terus terang aja ma gue sich?” tanyaku memastikan siapa yang dia suka apakah itu seperti kata YePe tadi sore? “Gue emang bener – bener belum bisa ngasih tahu loe”, jawabnya sekali lagi. “Kenapa loe gak mau jujur sama gue?” tanyaku lagi. “Gue pasti bilang kok ke loe, tapi sekali lagi, bukan sekarang waktunya, Jes”, sambil menatap lekat mataku. “Oke, fine, gue tunggu itu, kalau gitu gue pamit dulu ya”, kataku yang sudah mengerti apa mau Han. “Ya, hati-hati ya, Jess”, kata Han. Aku pun keluar dari rumah Han dan langsung menggoes sepedaku menuju rumah. Sinar bulan yang mengintip dari dedaunan pohon yang menghantarkanku sampai ke rumah. ^^^^^^^^^^^ Tak terasa sudah satu minggu ini aku berpacaran dengan YePe. Kurasa hubunganku dengannya belum tercium siapapun termasuk Han. Hari ini Han tidak memintaku untuk datang ke rumahnya. Entah mengapa, yang jelas setiap Sabtu sore aku pasti datang ke taman. Aku yang sedang duduk di kursi taman sambil menikmati indahnya sore itu merasa bahagia. Entah mengapa. Kulihat anak – anak bermain dengan riangnya. Aku pun melihat ke arah kananku, aku melihat Han sedang berjalan ke arahku sambil memandangku dan tersenyum padaku. Hari ini dia terlihat berbeda, dia memakai kemeja dan juga topi merah. Dia terlihat seperti saat berumur 10 tahun. Aku ingat dia memakai baju itu saat dia ingin menyatakan cintanya pada Zetsuka, teman sekelasnya waktu di SD tapi ditolak. Tapi, apakah dia akan melakukan hal yang sama dengan baju 11
  • 12. yang sama tapi dengan orang yang berbeda? Aku masih bertanya – tanya. Aku membalas senyumannya. Aku masih belum tahu apa maksud dan tujuan Han menghampiriku kesini. “Hei, Jess” kata Han sambil duduk di samping kiriku. “Hei, tumben loe kesini sore – sore?” tanyaku. “Gak apa – apa, gue mau ngomong sama loe”, jawab Han. “Mau ngomong apa?” tanyaku. “Gue rasa loe udah saatnya tahu siapa orang yang gue cinta”, jawab Han melihat bunga di depannya. “Oh ya? Emang siapa?” tanyaku berbinar. Aku memang amat penasaran. “Dia itu cewe yang lagi duduk di samping gue”, jawab Han tersenyum sambil masih melihat bunga di depannya. Aku pun mengernyitkan kening. “Maksud loe?” tanyaku. “Gue itu cinta sama loe, Jess”, jawab Han sambil memalingkan wajahnya dari bunga itu lalu melihat kemataku. Astaga! Dia tidak main – main. “Hah? Loe yakin?” tanyaku masih tak percaya. “Gue yakin, Jess! Gue gak bo‟ong sama loe, lihat mata gue, gue serius, Jess! Gue udah cinta sama loe dari dulu. Loe mau gak jadi pacar gue?”, jawab Han. Ya ampun. Padahal yang ku tahu selama ini dia menyayangiku hanya sebagai sahabat, tetapi keyataannya lebih dari itu. Otakku berfikir keras. Apa yang terjadi bila dia sampai mengetahui hubunganku dengan YePe. Aku terdiam sejenak. Kemudian menghela nafas panjang. “Han, gue gak bisa jadi pacar loe!” jawabku sambil melihat matanya. “Kenapa, Jess?” tanya Han. “Gue gak mungkin jadiin loe pacar gue!” jawabku. “Kenapa bisa gitu?” tanya Han. “Karena kalo loe gue jadiin pacar, siapa yang mau gue jadiin sahabat yang paling setia sama gue, Han?” jawabku. Han memandangku tajam. Kemudian dia tersenyum manis untukku. “Gue tahu, itu adalah jawaban loe yang gak mungkin gue sangkal lagi, Jess! Apa loe udah punya pacar?” kata Han sambil memandangi bunga di depannya lagi. Aduh, pertanyaan ini bisa membuatku gila. Aku tidak tahu harus berkata jujur atau tidak. 12
  • 13. Otakku semakin pusing dan hati ini menjadi semakin bingung. Akhirnya, aku hanya bisa menggeleng pelan. Tak terasa air mataku hampir jatuh dan aku berusaha menahannya. Han pun tersenyum. Dia melihat mataku dan memberikan senyuman seakan di hatinya penuh sorak sorai kegembiraan. Tetapi senyum simpul itu seperti ada sesuatu yang disembunyikan. “Bisa berdiri sebentar?” tanya Han. Aku pun segera berdiri. Han pun berdiri dan kemudian memelukku. Tinggiku yang hanya sedagunya pun bisa menyandarkan kepalaku di dadanya. Sambil menitikkan air mata aku membalas pelukannya. Pelukan seorang sahabat yang hangat. Aku merasa bersalah atas semua yang kulakukan tadi. “Jess, loe nangis?” tanya Han yan baru menyadari kalau aku menangis dipelukannya. “Gue nangis karena bahagia, Han”, jawabku bohong. Kemudian Han membelai rambutku. “ Seorang sahabat akan terus tetep jadi sahabat, Jess! Tapi gue gak akan nyerah sampai disini, gue masih terus berusaha! Gue akan terus berusaha”, kata Han. Han masih ingin membuatku mencintainya. Tapi, sampai kapanpun, aku pasti tidak akan bisa mencintainya. Aku menyayanginya sudah seperti saudara kandungku sendiri. Aku hanya bisa terdiam mendengar perkataanya itu. Dia pun melepas pelukannya. Kemudian membelai rambutku. Angin sepoi sore itu membuatku kedinginan. Han yang melihatku kedinginan langsung merangkul bahuku. Ah, memang hangat sentuhan tangan Han di kulitku dan hanya dia yang bisa membuatku senang. Tapi aku tidak bisa mencintainya. Aku pun melangkah berdua dengan Han untuk pulang ke rumah, dengan perasaan yang campur aduk jadi satu membuat air mataku terus mengalir deras. Saat sampai di pinggir taman, Han memelukku lagi. “ Jangan nangis terus! Gue paling bingung kalau lihat loe nangis” kata Han. “Oke gue gak akan bikin loe bingung lagi”, jawabku. “Gitu donk”, kata Han lalu melepas pelukannya dan masih merangkul bahuku. Angin yang semakin terasa dingin membuatnya merangkulku semakin erat. Akhirnya aku dan Han sampai di halaman rumahku. Kemudian dia melepas rangkulannya dan membelai rambutku dan memandangku dengan pandangan yang berkata bahwa dia hanya bisa menemaniku sampai disini, dia ingin pulang dan sampai jumpa besok. Aku hanya mengangguk pelan. Kulihat dia dan kupandangi kepergiannya. Dalam hatiku aku 13
  • 14. merasa bersalah telah membohonginya, maafkan aku Han. Maafkan aku sekali lagi. Angin yang bertiup semakin dingin tak membuatku goyah untuk terus memandangi Han sampai dia tak terlihat lagi. ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^ Senin siang udara terasa panas. Aku yang menanti bel pulang sekolah harus bersabar, karena jam terakhir ini diisi oleh mata pelajaran yang membosankan yaitu Matematika. Ah otakku terasa berbalik posisi jika memikirkan tentang pelajaran yang satu ini. Yang lebih celaka lagi, gurunya killer abis. Tet, tet, tet, tet Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera mengemasi barang – barangku kemudian berdoa dan pulang. Kulihat diluar, Han sudah menungguku. Aku langsung menghampirinya dan menuju parkiran. Saat sampai di parkiran aku baru ingat kalu buku Biologiku masih tertinggal di kelas. “Aduh”, kataku. “Kenapa, Jess?” tanya Han. “Ehm, Han, buku gue ketinggalan di kelas nich, gue ambil dulu ya”, jawabku pada Han yang sedari tadi menggandengku. Aku melepaskan tangannya. “Jess...., gue ikut”, kata Han. “Loe tunggu gue di pos satpam aja, gue gak bakal lama kok”, kataku tersenyum. Han pun menghentikan langkanya. Aku segara menuju kelas. Akan sangat fatal jika seorang siswa yang esok hari kan ulangan tapi bukunya tertinggal di sekolah. Aku segera mencari – cari buku itu di setiap sudut kelas. Tapi tak kutemukan. Padahal seingatku buku itu masih kutinggalkan di laci meja. Alamak, ini masalah serius. “ Loe nyari ini, Jess?” tanya seseorang di belakangku. Aku kenal suara orang ini. Kutoleh kebelakang, ternyata YePe dengan membawa buku Biologiku. “He‟em!” jawabku sambil mengambil buku itu dari tangannya dan melangkah untuk meninggalkannya. Tiba – tiba dia menghentikanku dengan berdiri di depanku. Aku mendorongnya. “Apa‟an sich loe?” tanyaku kesal. “aku mau ngomong serius sama kamu, sayang! Aku cinta bangett sama kamu sayang”, jawabnya sambil membelai rambutku. Kemudian dia mengancingkan kancing bajunya yang nomor dua dari atas. Dia merapikan dasinya. Hmmm, baru kali ini dia 14
  • 15. terlihat benar – benar tampan dari hari – hari biasanya. Aku masih memperhatikannya. Kemudian aku memalingkan wajahku. Dia memegang kedua pinggangku dan mendekatkan wajahnya ke wajahku dan hampir mencium bibirku. Aku yang tak siap dengan itu langsung memejamkan mata. Kemudian, ada suara orang. Aku kenal suara itu.Bibirku dengan bibir YePe tinggal satu senti meter lagi. Huuft, kalau sampai ciuman dengan YePe apa kata dunia? Yepe menghentikan aksinya. YePe melepaskanku. “Oh, jadi ini sebabnya loe nolak gue?” kata seseorang itu dari belakangku. YePe melangkah mundur. Kulihat asal suara itu. Astaga, Han. Aku langsung menghampirinya. Berusaha menjelaskan semuanya. “Han, gue bisa ngejelasin semuanya ke loe”, kataku dengan menggenggam erat tangannya. “Semua udah jelas, Jess! Ternyata bener, loe gak jujur sama gue! Loe emang gak anggep gue sahabat sejati loe kan? Oke fine, Jess, mulai saat ini jangan anggep gue sahabat loe lagi”, kata Han kemudian meninggalkanku. “Haaaaann! Hanzawa Morimotoo”, teriakku sekeras mungkin. Tapi, dia sudah tak mau lagi mendengarkan suaraku. Dia terus berjalan meninggalkanku. Air mataku pun berjatuhan. Badanku mulai lemas. Aku makin tak kuat untuk berdiri. Mataku terpejam. Aku merasa ada di ruang gelap dan berada di pelukan seseorang. Pelukannya hangat seperti pelukan Han. Tapi apakah Han kembali untuk memelukku ketika aku akan jatuh? Aku pun membuka mataku. Kulirik orang itu. Ternyata YePe. Aku segera melepas pelukannya pelan karena aku tidak punya tenaga untuk mendorong tubuhnya yang kekar itu. YePe menuntunku untuk duduk di salah satu kursi di kelasku. Dia duduk di samping kananku. Kemudian dia menghela nafas panjang. “Maafin gue, Jess”, kata YePe. Dari suaranya dia seperti orang yang menyesal. Aku pun meliriknya. Dia seperti orang yang benar – benar merasa bersalah. Aku pun tak menghiraukannya, memangg orang bejatt seperti dia yang baru merasa bersalah ketika wanita sepertiku sudah sekian lama tersakiti olehnya. Aku pun melangkah pergi meninggalkannya. Aku sudah muak dengannya. Tapi, aku tak bisa menyalahkan dia. Jika aku menolak cintanya, Han dalam bahaya besar dan aku akan lebih muak padaku sendiri bila aku tak bisa melindungi sahabatku sendiri. YePe mengancamku seperti itu karena dia mencintaiku. Aku terus melangkah tertatih untuk pergi darinya. Dia 15
  • 16. mengikutiku dan menghentikan langkahku. Aku pun berhenti, aku telah kalah olehnya, aku tak bisa menghindar darinya lagi. Dia menggenggam erat tanganku, aku tak dapat menolaknya kali ini, aku sudah kehabisan tenaga. “ Maafin gue, Jess! Gara – gara gue loe nangis lagi!” katanya. Aku hanya terdiam. Aku masih terdiam dan tetap memandangnya dengan tatapan sinis. “ Gue mau jujur tentang alasan sebenarnya gue maksa loe jadi pacar gue. Itu semua bukan karena cinta, tapi karena gue pengen menangin taruhan mobil sama Grand, kalo salah satu dari kita bisa ngedapetin loe, kita bisa dapet mobil, Jess. Dan gue udah dapetin mobil itu saat gue jadian sama loe. Gue minta maaf banget sama loe”, kata YePe dengan bertekuk lutut di depanku. Tak terasa air mataku jatuh lagi. Ternyata dia hanya ingin memenangkan taruhan. Aku hanya bisa menangis dihadapannya. Aku semakin tak terima. Aku hanya bisa menyimpan kemarahanku dalam hati. Karena jika aku melampiaskannya, aku pasti tak bisa berdiri lagi. YePe masih berlutut. Aku menghapus air mataku. “ Kenapa loe nglakuin semua ini? Loe udah bikin gue sakit, dan kali ini gue tambah sakit, Yoghandistio Prasandi!” kataku lirih. Untunglah YePe masih bisa mendengarnya. Dia bangkit. Dia masih menggenggam tanganku. “ Gue udah dibutakan oleh harta, Jess. Tapi, setelah gue ngejalanin hubungan ini sama loe dan gue liat ketegaran hati loe, gue salut, Jess. Jadi apa loe mau maafin gue”, katanya. Aku menggeleng. “ Kalo gitu gue janji bakal balikin Han supaya jadi sahabat loe lagi, dan agar loe maafin gue”, katanya lantang. “ Loe gak akan pernah bisa bawa Han balik ke gue”, kataku. Aku tahu, pasti Han tidak mudah berubah pikiran. “ Apa yang pantes gue terima seandainya gue bisa balikin Han ke loe?” tanyanya. “ Loe bisa jadi sahabat gue! Tapi itu gak akan pernah bisa terjadi, karena loe gak akan pernah bisa ngembaliin Han ke gue”, kataku lirih. “ Oke gue bakal buktiin itu ke loe, gue bakal berusaha”, kata YePe. “ Loe coba aja”, kataku. Dia hanya tersenyum kecut. Dia melepaskan tangannya dariku. “ Oke, sekarang loe gue anter pulang ya!” kata YePe. “ Gak usah! Gue bisa pulang sendiri!” jawabku menolaknya. 16
  • 17. “ Loe jalan kaki aja gak kuat! Jangan dipaksain!” kata YePe. “ Kata siapa? Gue bisa kok, loe gak liat gue jalan tadi?”, kataku sambil melangkahkan kakiku tapi yang terjadi aku hampir jatuh. Kemudian YePe memegang pundakku. Aku melepaskan tangannya dari pundakku. “ Gue bisa pulang sendiri”, kataku dengan nada sinis. Dia mengernyitkan kening. Kemudian dia pergi meninggalkanku. Aku mulai melangkahkan kakiku. Aku pun terjatuh lagi. YePe menengok kebelakang. Dia menghampiriku lagi. “ Tuh kan! Pulang sama gue aja!” kata YePe sambil memegang tanganku dan kemudian dia mengangakat kakiku dan benar, dia menggendongku. Aku semakin tak bisa menolak tawaran YePe karena tubuhku yang terasa lemah. Aku memegang lehernya kuat – kuat. Tapi seolah dia tak keberatan sama sekali menggendongku. Aku memandanginya dengan tatapan sinis sekaligus benci. Tapi aku memang tak bisa menolak apa yang telah ia lakukan. Aku memandangi wajahnya yang semakin terlihat galau. Dia terus menggendongku menuju parkiran. Sesekali ia melirikku. Aku terus memandangi wajahnya dari gendongannya. Dia tampan. Sangat tampan. Han pun kalah. Aku masih terus memandangi wajahnya. Mata indahnya, hidung mancungnya, bibirnya yang tipis, pipinya yang berlesung. Ahhh, memang tampan tapi aku membencinya. Amat membencinya. Sialnya, dia amat tampan dan susah untuk memalingkan pandangan dari wajahnya. Dia terlalu enak untuk terus dipandangi. Angin yang bertiup membawa rasa semakin sejuk. Sekolah yang sudah sepi, menambah suasana sunyi disini. Aku masih terus memandanginya. Kemudian ada sebuah titik gelap di depan penglihatanku. Titik itu semakin membesar dan akhirnya aku merasa terjebak dalam titik itu. Aku tak melihat wajah YePe. Aku merasa amat takut. Kemudian ada seberkas cahaya yang terlihat semakin menerangi ruang yang aku tempati. Ruang itu ternyata ruang yang penuh dengan titik – titik hitam. Aku makin bingung. Dimanakah sekarang aku berada? Kemudian aku melihat ada seorang wanita yang menghampiriku. Wajahnya mirip sekali denganku. Tapi matanya mengapa berbeda? Matanya berwarna biru. Indah sekali. Aku terdiam sejenak. Tubuhku tak bisa kugerakkan. “ Siapa kamu?” tanyaku pada wanita itu. Dia tersenyum. “ Aku adalah hatimu. Hati nuranimu”, jawabnya. Aku mengernyitkan kening. Aku merasa bingung. Aku masih belum bisa bergerak. Rasanya sulit sekali untuk digerakkan seluruh badan ini. 17
  • 18. “ Aku ingin menghapus semua kebencian yang ada dalam hatimu, agar kamu bisa selalu mendengarkan aku”, katanya. aku bingung, kebencian apa? “ Kebencian apa?” tanyaku penasaran. “ Kebencianmu terhadap Yoghandistio Prasandi atas apa yang telah dia lakukan padamu, dia yang telah membuat tempat ini penuh titik hitam karena kebencianmu”, katanya. Aku makin bingung. Apa ini berarti aku harus memaafkan semau kesalahnYePe? Aku masih belum bisa memaafkannya. “ Aku tidak akan pernah memaafkannya”, kataku. “ Aku akan semakin sakit bila kau tak memaafkannya”, katanya. berarti kalau dia sakit akupun merasa semakin sakit kalau begitu. Tapi aku masih belum bisa memaafkan YePe. “ Aku masih belum bisa memaafkannya” kataku. Dia memegang tanganku. Aku pun merasakan tangannya amat dingin. Aku tak tahu apa maksud wanita ini. Kemudian dia melepaskan tanganku. “ Aku bisa merasakan bahwa engkau amat ingin memaafkannya, tetapi itu semua terhalang oleh kebencianmu, hilangkan kebencianmu dan maafkanlah dia, karena jika kau bisa memaafkannya, kau pasti bisa mempercayakan padanya bahwa dia bisa membawa sahabatmu untuk kembali”, kata wanita itu. “ Tapi aku masih belum bisa memaafkannya, dia telah membuatku sakit, amat sakit”, kataku. “ Tapi aku bisa merasakan bahwa dia mempunyai tekad yang kuat untuk membawa sahabatmu kembali agar engkau bisa memaafkannya”, katanya. Aku kaget. Hati nuraniku bisa merasakan hal itu. Tapi mengapa aku tak sepeka itu? Apa karena kebencian itu? Kurasa benar. Aku mulai meyakinkan hatiku. “ Bagaimana kau bisa sepeka itu? Aku ingin sepeka dirimu!” kataku. “ Baiklah, jika ingin seperti itu maka izinkan aku untuk menghapus kebencianmu dan jadilah dirimu sendiri seperti hati nuranimu” katanya sambil memelukku. Aku pun memeluknya erat. Tiba – tiba ruangan itu menjadi padang bunga yang indah dan titik – titik hitam itu pun menghilang. Hatiku terasa seperti telah menghilangkan beban berat. Aku pun tak merasa membenci YePe lagi. Aku bisa merasakan ketulusannya untuk menolongku tadi. Kemudian aku merasa ada yang memegang tanganku dari belakang. Kulihat kebelakang ternyata YePe. Aku tersenyum padanya. Dia membalas senyumku. 18
  • 19. Aku tak merasakan kebencian itu lagi. Dia membawa Han kembali. Aku memeluk Han erat. Aku melepas pelukanku. Aku pun mendegar ada orang yang memanggilku. Aku pun terbangun. Alamak, ternyata tadi itu hanya didunia mimpi. Kulihat ada selimut yang menutupi tubuhku. Kulihat disamping kananku. YePe tertidur dan mengigau. Dia menyebut - nyebut namaku. “ Jessie, Jessie, Jessie maafin gue”, kata YePe mengigau. Aku tersenyum. Aku merasa sudah tak ada kebencian lagi padanya di dalam hatiku. Aku tahu dia pasti membawaku ke rumah sakit. Dia pasti kelelahan. Kulihat di dinding ruangan itu. Aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Alamak lama sekali sepertinya aku terbaring disini. Aku pulang tadi jam 12 lebih seperempat. Aku melihat sisi kiri ku. Kulihat adikku terbaring di sofa dan ibuku juga tertidur. Aku melihat ada jaket ayahku. Tapi dimana ayahku. Mungkin ayahku keluar sebentar. Aku pun melihat YePe. Aku membelai rambutnya. Dia pun terbangun. Aku segera menjauhkan tanganku dari nya. Dia melihatku dengan raut wajah takut. Kemudian tersenyum. “ Akhirnya loe bangun juga! Gue bawa loe kesini karena loe tadi pingsan. Gue takut loe kenapa – napa jadi ya akhirnya loe di sini dech” katanya. Aku membalas senyumnya. Aku memegang tangannya. Dia gemetar. Tangannya dingin. “ Gue bangunn buat loe, buat maafin loe. Gue ngrasa bersalah kalau gue gak maafin loe”, jawabku. “ Jadi gue udah loe maafin?” tanyanya tak percaya. Aku mengangguk pelan dengan tersenyum. Aku tertawa kecil. “ Makasih, Jess! Gue bakal nepatin janji gue buat ngembaliin Han sama loe!” katanya bersemangat. Aku mengangguk. Ibuku terbangun. “ Kamu sudah sadar ya, Jess? Syukurlah” kata Ibuku dengan mendekat padaku. YePe berdiri dan memepersilahkan ibuku untuk duduk di tempatnya tadi. Ibuku membelaiku. Kurasa belaian itu belaian yang amat lembut dan yang terlembut di dunia. “ Maaf, ma, Jessie nyusahin orang lagi”, kataku. “ Gak apa – apa, yang penting besok kamu sudah boleh pulang! Kata dokter tadi kamu cuma kelelahan dan kurang tidur tapi kalau hari ini kamu pulang, katanya harus nunggu sampai besok supaya kondisimu lebih baik lagi!” kata Ibuku. “ Baguslah”, kataku tersenyum kecut. Jujur aku bosan bila terus ada disini. 19
  • 20. “ Kamu harusnya berterima kasih pada nak Yoga, dia yang tlah membawamu kasini, ibu sudah tahu apa masalahmu, dan juga masalahmu sama nak Yoga”, kata ibuku. Pasti YePe memberitahu ibuku. Aku hanya memalingkan wajahku ke YePe. YePe terlihat kaget dan takut. Aku hanya tersenyum. “ Jangan liatin gue kayak tadi lagi donk, jadi kayak hantu aja gue”, kataku tertawa kecil. Aku bengun dan duduk. Aku menyingkapkan selimut. Lalu turun dari ranjang kemudian berdiri didepan YePe. YePe masih terlihat takut. “ Hemm, iya, makasih banget buat semuanya, YePe!” kataku tersenyum. Aku memegang tangannya. Dingin. Atau badanku yang panas? Dia membalas senyumanku. “ Sama – sama” katanya. “ Ayo pulang! Bisa stress gue disini! Gue kan dah bisa jalan lagi”, kataku tersenyum sambil berjalan ke pintu. Aku sudah tidak merasa lemas lagi. Aku sudah merasa seperti biasa. “ Kamu belum boleh pulang, Jess”, kata YePe. “ Kenapa sich? Okelah, gue akan betah – betahin disini”, kataku kesal sambil duduk di ranjang lagi kemudian merebahkan tubuhku lagi. “ Kalo gak mau lebih lama, mending kamu istirahat dech, ya”, kata YePe tersenyum. “ Yaudah nak Yoga, ibu titip jagain jessie ya! Ibu mau pulang dulu mau bersih – bersih rumah”, kata ibuku sambil membangunkan adikku dan menggendongnya. “ Iya tante”, kata YePe. “ Papa kemana, ma?” tanyaku. “ Tadi mau keparkiran ngambil STNK katanya! yaudah mama pulang dulu, Jess! Cepet sembuh ya sayang”, kata ibuku. “ Iya”, kataku tersenyum. Ibuku keluar. YePe duduk ditempatnya tadi. Aku melihat matanya. Dia menatap lekat mataku. Kemudian dia tertawa kecil. “ Kenapa?” tanyaku. “ Gue gak bisa bayangin betapa senengnya loe kalau Han kembali buat nemenin loe! Seharusnya bukan gue yang ada disini buat nemenin loe, tapi Han!” kata YePe tersenyum. “ Loe yang nemenin gue juga gak apa – apa! Karena cuma loe yang gue punya sekarang, meski gue ngrasa gak lengkap karena gak ada Han”, kataku. 20
  • 21. “ Tapi, gue ngrasa gak pantes nemenin loe disini”, kata YePe memalingkan wajahnya. Aku kaget. “ Kenapa loe bisa bilang kayak gitu?” tanyaku. “ Gue udah nyakitin loe, meskipun gue harus tanggung jawab tapi gue ngrasa gak pantes nemenin loe, Jess”, kata YePe. Aku tersenyum. Ternyata dia benar – benar merasa bersalah. Kali ini dia tidak berbohong. Aku bisa merasakan itu. “ Gue udah maafin loe kok, jadi gue tetep pengen loe disini, nemenin gue, ya meskipun loe ngrasa gak pantes, tapi, loe kan yang harus tanggung jawab”, kataku. “ Okelah, gue ngerti kok”, katanya tersenyum. Dia memandangiku. Seperti Han memandangiku. Ah, aku jadi rindu dengan anak itu sekarang. Apakah sekarang dia sudah tahu keadaanku atau belum ya? Mungkin dia sudah tak peduli denganku lagi. Aku mulai menangis lagi. YePe mengernyitkan kening. “ Kenapa? Han lagi?” tanya YePe. Aku mengangguk pelan sambil menghapus air mataku. YePe tersenyum. Dia menggenggam tanganku. “ Gue bakal bawa dia balik ke loe, agar loe gak nangis karena kehilangan dia”, kata YePe dengan menatap lekat mataku. “ Gue juga pengen ada disamping loe saat loe ketemu sama dia”, kataku. Aku memang ingin mendampingi YePe langsung saat dia bertemu Han. Aku ingin menjelaskan semuanya pada Han. YePe tersenyum. “ Makanya cepet sembuh supaya loe bisa selalu ada disamping gue”, kata YePe melepas tangannya. Aku pun memejamkan mataku. Kubuka lagi mataku. Kulihat YePe keluar. Kemudian dia menengok kearahku. “ Gue gak akan lama”, teriaknya lalu menutup pintu. Aku terdiam dan kemudian duduk. Alamak, besok aku tak jadi ikut ulangan Biologi. Tak apalah, memang kondisiku masih seperti ini. Aku menyadari akhir – akhir ini aku memang kurang tidur dan kadang pulang sore. Aku masih terfikir oleh kejadian tadi. Aku merebahkan tubuhku di ranjang. Aku ingin menenangkan diriku. Aku memejamkan mataku. Aku masih terbayang wajah Han. Dan teringat kejadian tadi siang. Aku merasa rambutku dibelai dan tanganku digenggam. Aku mendengar suara Han berbicara sayup – sayup. “ Maafin gue, gara – gara gue loe sakit, cepet sembuh ya, Jess” kata Han sayup – sayup. Suaranya seperti dia sehabis menangis. Nafasnya terdengar masih sesak. 21
  • 22. Kemudian aku mendengar suara langkah kaki. Aku pun membuka mataku. Di kamarku tak ada orang. Alamak, mungkin aku bermimpi lagi. “ Han, gue mau ngejelasin semua sama loe, tapi loe gak mau denger penjelasan gue!” kataku dengan melihat jendela. Kemudian, air mataku jatuh lagi. Aku merebahkan tubuhku lagi. Aku menghapus air mataku. Aku memejamkan mataku. Air mataku masih terus mengalir. Aku tidak bisa tidur dengan tenang kalau situasinya masih seperti ini. YePe kembali. Aku masih memejamkan mataku. Aku mengetahui dia datang dari dehemannya. Aku berharap Han datang kemari untuk menjengukku. Aku pun juga ingin menjelaskan semuanya. Aku membuka mataku. YePe duduk ditempatnya tadi. Kemudian dia menghapus air mataku. Dia memasang muka muak dihadapanku. Kenapa anak ini? Aku terdiam jujur aku takut pada tampangnya kalau sudah begini. “ Mau sampai kapan loe nangis terus? Tuch air mata dah mau kering! Jadi cewek tuch harusnya gak cengeng! Setahu gue loe gak pernah dech secengeng ini! Di wajah loe gak ngegambarin wajah cengeng!” katanya memarahiku. Aku hanya memalingkan wajahku. Kutahan air mata ku agar tak jatuh lagi. Aku memejamkan mataku dan ingin tidur. Aku ngin benar – benar tidur dan ingin memperbaiki semuanya besok. ^^^^^^^^^^^ Tak terasa sudah ada tiga minggu ini aku putus hubungan dengan Han. Akhir – akhir ini aku jarang melihatnya. Sejak aku pulang dari rumah sakit, dia sudah tak pernah muncul di hadapanku. Disekolah pun aku tak melihatnya. Apa dia sudah tak mau bertemu denganku lagi sehingga dia menghindar seperti ini? Aku makin bingung apa yang sebenarya terjadi pada Han. Saat itu jam istirahat, aku memilih aku duduk sambil membaca komik kesukaanku di kelas. Tiba – tiba Shinta, teman sekelasku datang dengan mengagetkaku. Dia terengah – engah. Aku heran. “Ada apa, Shin?” tanyaku penasaran. “ Han, Jess?” jawabnya. Aku tersentak. “ Han kenapa,Shin?” tanyaku sambil berdiri. “ Dia berantem ma YePe di lapangan basket”, kata Shinta. Aku langsung menuju lapangan basket dengan lari sekencang mungkin. Akhirnya, aku sampai di pinggir lapangan. Disana ada banyak kerumunan siswa. Aku melihat Han mencengkeram kerah baju YePe. Kemudian Han meninju pipi YePe. 22
  • 23. “ Han udah, cukup!” kataku. Dia tak mendengarkanku dan masih mencengkeram kerah baju YePe. “ Han udah!” kataku sambil sedikit mendekat. Han masih tak menggubrisku. “ Hanzawa Morimoto, Yammeroo”, teriakku sekencang mungkin. Dia melepaskan kerah baju YePe. Aku mendekat ke Han. Dia menatapku sinis. Aku hanya bisa menangis. “Apa salah YePe ke loe?” tanyaku. Dia hanya diam. “ Jawab, Han” kataku lagi. Dia masih diam. “ Kalo dia gak salah kenapa loe pukul dia? Apa salah dia, Han?” tanyaku. “ Salah dia adalah ganggu hidup gue dan udah bikin sahabat gue sendiri bohongin gue”, jawab Han lalu pergi begitu saja. Aku makin bingung apa yang terjadi pada Han. Aku pun membantu YePe untuk bangun dan meminta teman – temanku untuk membawanya ke UKS untuk di obati. Aku hanya bisa menangis di UKS sambil mengompres wajahnya yang memar. Aku makin khawatir dengan keadaan YePe. Entah mengapa, aku aku merasa bila dia sakit aku merasa semakin sakit. Kemudian YePe memegang tanganku. Aku pun menggengam tangannya erat. “ Maafin Han ya, Yepe” kataku sambil terus menangis. “ Maaf juga, tadi ia udah gue bilangin soal waktu itu, tapi dia gak jawab apa – apa”, kata Yepe. Alamak, apa mungkin Han memukulinya hanya karena dia ingin minta maaf? Aku kaget. “ Terus tadi kenapa loe gak nglawan dia sich?” tanyaku sambil menghapus air mataku. “ Kalo gue nglawan dia, ngebales dia, yang ada masalah ini tambah panjang, dia makin gak maafin gue”, jawab YePe tersenyum bijak. Aku tertunduk. Merenung sejenak. Benar apa yang dikatakan YePe. Aku terdiam. Tangannya masih kugenggam. Dia menatapku lekat. Kemudian mengalihkan pandangannya. Aku masih terdiam. Dia berdiri dari ranjang. Dia mengulurkan tangannya. Aku langsung menggapainya dan melepaskan handuk untuk mengompresnya tadi. Dia mengajakku keluar UKS. Sebenarnya dia mau apa. Aku hanya mengikutinya. Dia menuju taman sekolah. Teman – temanku melihat kami berdua dengan heran. Disana ada Han. Aku langsung mengernyitkan kening. 23
  • 24. “ YePe, loe nanti...” kataku tepotong. Dia memandangku dengan tatapan tenang. Aku hanya bisa menangis lagi. Dia mendekat ke arah Han. Dia berdiri tepat di depan Han duduk bersama CS-nya. “ Han, plis maafin kita berdua, gue gak mau lihat dia nangis terus, dan plis loe balik lagi jadi sahabat sama Jessie” kata YePe. Han hanya diam. Kemudian dia berdiri. “ Gak sudi” kata Han lalu pergi meninggalkan aku dan YePe. Aku menangis lagi. YePe pun mengikuti Han. “ Bro, apa loe mau kehilangan sahabat kayak, Jessie untuk selamanya sampai loe gak mau maafin dia?” teriak YePe. Han menghentikan langkahnya. Yepe pun juga. Han membalikkan badannya. Menatap tajam YePe. “ Maksud loe apa? Dia mau bunuh diri kalo gue gak maafin dia? Hahaha, gue gak peduli”, jawab Han. Kemudian dia meneruskan langkahnya lagi. Kulihat Han menundukkan kepalanya sejenak. YePe mengikutinya lagi. “ YePe, udah! Percuma!” teriakku. Aku makin terisak. “ Jangan dimasukin hati ya, dia gak serius kok”, kata YePe sambil menarik tanganku dan menuju ruang BK untuk minta izin pulang. Setelah dapat surat izin, kami langsung menuju parkiran dan pulang. Aku hanya bisa menghela nafasku. Aku menyandarkan kepalaku di bahu YePe. Kurasa diapun juga tak bisa menggantikan posisi Han. Aku menangis lagi. Aku makin tersiksa dengan semua ini. YePe pun membelai rambutku. Dari gerakannya dia sekarang ragu untuk menyentuhku. Entah mengapa, aku pun tak tahu. Aku masih duduk berdua dengan YePe siang itu di taman. Aku ingin mampir dulu ke taman komplek. Akhirnya dia pun tak tega membiarkan aku sendiri disini. Disinilah aku biasa menenangkan fikiran. “ Ternyata loe emang gak bisa hidup tanpa Han ya? Tiap hari loe nangisin dia terus! Gue sich gak keberatan loe nangis tapi apa loe gak bosen nangisin dia?” tanyanya. Sambil terus memegangi kepalaku dan menyadarkan kepalaku di dadanya yang atletis itu. Aku hanya diam. Kurasa dia sudah tahu jawabannya. Aku pun menghapus air mataku. Aku pun melangkahkan kakiku untuk pulang. Ibuku pasti sudah menungguku. Aku meninggalkan YePe begitu saja. Aku pun menoleh kebelakang dan melihatnya memandangiku dengan pandangan prihatin. Aku pun menatapnya seolah berkata aku mau pulang kau pulanglah. Dia pun menganggukkan kepala dan langsung tancap gas dengan motornya. Aku sebenarnya belum ingin pulang, ya, aku ingin ke 24
  • 25. rumah Han saat itu juga. Matahari yang terik tak menghalangi niatku untuk langsung ke rumah Han dan menjelaskan semuanya. Aku teringat kata – katanya tadi di sekolah. Aku menitikkan air mata. Aku segera menghapusnya. Aku tidak boleh menangis lagi. Aku tidak ingin YePe atau siapapun menjadi sedih karena aku sedih. Aku pun sampai di depan rumahnya. Aku langsung masuk ke halamannya yang luas. Kulihat ada pembantuya yang sedang menyapu halaman. Aku langsung bertanya. “ Permisi, Buk, Han udah pulang dari sekolah?” tanyaku. “ Udah pulang”, jawabnya. “ Ada dirumah?” tanyaku lagi. “ Udah berangkat ke bandara, mau ke Jepang! Oh ya, tadi Hanzawa-sama nitipin ini, katanya kalo Jessie kesini saya disuruh ngasih ini!” katanya sambil memberikan sepucuk surat. Aku terkejut. Apa Han akan pindah ke Jepang? Aku masih bertanya – tanya. Kubuka surat itu. “ Ya udah makasih, Buk! Saya pamit dulu”kataku. “ Iya”, jawabnya. Aku keluar dari halaman rumah Han. Aku menuju taman. Surat tadi belum kubaca meski sudah kubuka. Aku pun mulai gelisah dengan apa isi surat itu. Akhirnya, setelah sampai di taman, aku mulai membacanya. Jessie, To the point aja yak Sebenernya, sampai saat ini gue masih belum bisa maafin loe, Gue masih sakit hati disakitin sahabat sendiri, Loe keterlaluan, bohongin gue kayak gitu, Jujur gue pun juga sakit hati sama pacar loe itu Akhirnya, sekarang gue putusin buat tinggal di Jepang untuk selamanya buat nglupain pembohong kayak loe! Gue ngasih tahu loe soal ini karena gue pengen loe juga lupa sama gue. Pesen gue, loe gak usah nangisin gue dan inget gue lagi. Percuma, gue gak akan balik. So, Good bye, LIAR Hanzawa Morimoto 25
  • 26. Surat itu kulipat. Aku menutup wajahku dengan tanganku. Aku menangis lagi. Kuseka. Tapi, sepertinya kali ini akan sulit untuk terbendung. Rasa sakit Han memang benar – benar sakit. Dia masih menyebutku pembohong. Dia juga ingin aku melupakan sahabat sebaik dia. Ternyata aku tak menyangka akan seperti ini. Keinginanku untuk melindungi dan membalas budinya mengakibatkan aku berpisah selamanya dengannya, karena dia tidak mengetahui bahwa kau ingin membuatnya senang. Ini smua salahku sendiri. Tapi aku tidak menyesali semua ini. Seburuk apapun akibatnya, niatku adalah untuk berbuat baik. Sekarang meskipun aku sudah tak akan bertemu lagi dengan Han, aku tetap ingin minta maaf padanya secara langsung, meskipun itu aku juga harus sampai di Jepang. Aku akan tetap bertekad untuk bisa bertemu dengan Han. Aku tidak mungkin bisa lupa dengan kebaikan –kebaikannya saat ia masih disini bersamaku. Aku masih menangis. Siang itu taman amat sepi sehingga aku tak perlu malu untuk menangis. “ Han, maafin gue kalo cara gue nglindungin loe itu salah! Maafin gue, Han!”, kataku lirih sambil menundukkan kepalaku karena tak kuat untuk menahan tangis. Aku menghapus air mataku tapi tetap banjir lagi. Aku menggenggam erat surat itu. “ Loe gak salah, Jess! Tapi dia yang salah!” kata seseorang. Aku terkejut. Aku mengangkat wajahku. Di depanku ada YePe yang masih memakai seragam sekolah. Tersenyum bijak tapi pandangannya prihatin padaku. Aku menghapus air mataku lagi. “ Bukannya loe udah pulang?” tanyaku. “ Tadi gue gak pulang, gue ngikutin loe diem –diem! Gue gak tega biarin loe pulang sendiri, tapi ternyata loe malah pergi ke rumah Han, dan sekarang dia udah berangkat ke Jepang!” jawabnya sambil duuk di sampingku. Aku menangis lagi. “ Loe yang sabar ya, Jess! Mungkin ini yang terbaik buatt kaian berdua! Tapi, gue masih pegang janji gue buat bawa dia balik jadi sahabat loe lagi!” katanya sambil menghapus air mataku. Aku menggangguk pelan. Aku masih yakin YePe masih bisa membawa Han kembali. “ Ayo pulang! Loe jangan nangis lagi ya! Loe harus janji sama gue, kalo loe nangis, Han gak bakal mau balik sama loe”, katanya tersenyum. Aku tersenyum senang meski masih ada air mata. Dia orang pertama yang bisa membuatku tersenyum selama tiga minggu ini. Aku berdiri. YePe masih memegangi pundakku. Aku melangkah dan terjatuh. Aku menginjak tali sepatuku yang terlepas. Kemudian yePe membantuku 26
  • 27. untuk bangkit. Kemudian dia berlutut kemudian menalikan tali sepatuku. Kemudian dia berdiri. Kulihat penampilannya berantakan. Dasinya tak rapi apa lagi kancing bajunya yang terbuka. Aku maju sedikit. Aku mengancingkannya kemudian merapikan dasinya. Ganteng juga meskipun masih memar di pipi kirinya. Aku tersenyum. Dia tertawa. “ Kayak anak kecil aja! Belum bisa nali sepatu”, katanya mengejek. Aku memalingkan wajahku. “ Loe juga! Ngrapiin dasi sama ngancingin baju aja gak bisa”, kataku tertawa kecil. Dia memperhatikanku sejenak. “ Loe itu cantik, Jess”, katanya lirih. Aku mendengarnya. Aku ingin dia mengatakannya sekali lagi. Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya. “ Loe bilang apa?” tanyaku sambil menatapnya tajam. “ Gue bilang, lo itu nyusahin banget, Jess”, kata YePe memalingkan wajah. “ Perasaaan bukan itu dech!”, kataku. “ Halah, lupain aja”, kata YePe menarik tanganku untuk segera pulang. “ Ich, gak mau jujur!” kataku. “ Ssssst, gak usah ngatain orang! Ayo pulang!” kata YePe. Aku melangkahkan kaki. Langkah pertama tanpa sahabatku, Hanzawa Morimoto dan langkah pertama untuk sahabat baruku YePe. Meski Han itu tak bisa kulupakan tapi akan ku coba utuk bisa bahagia dan merasa lengkap tanpa sahabatku itu. Tapi kurasa sampai kapanpun aku tak bisa merasa lengkap tanpa kehadirannya pada hari ulang tahunku esok. Dia tadi juga tak mengucapkan selamat. Mungkin dia memang sudah tidak peduli lagi padaku. Selamat jalan, Han. Semoga kau bisa mendapatkan sahabat yang lebih baik dari pada aku. ^^^^^^^^^^^^^^^ 2 Tahun Kemudian ... Dua tahun ini ada banyak perubahan. Ayahku sudah diangkat jadi manager resto, tapi sebenarnya dari dulu memang sudah jadi manager, ayahku saja yang tak mau mengaku. Lalu adikku sudah masuk di SMP, aku tinggal di komplek perumahan yang lebih layak dari tempat tinggalku yang dulu. Dan kurasa hari – hariku menyenangkan bersama YePe. Sejak kejadian dua tahun lalu, aku selalu senang bila mengingatnya. Ingin selalu memperhatikan YePe. Apa ini cinta, kurasa begitu. Tapi aku tak merasa bahwa YePe juga mencintaiku, dulu dia menjadikaku pacarnya hanya untuk sebuah 27
  • 28. mobil, dan skarang dia mau menjadi sahabatku dan selalu memperhatikaku, mungkin tak lain adalah untuk bisa sedikit menggantikan posisi Han untukku. Jadi, ku pendam saja sambil berusaha untuk membuang rasa itu jauh - jauh. Hari ini hari yang dinantikan setelah ujian. Saat ujian kami saling menyemangati dan bersaing untuk jadi jawara. Hari iini aku ke sekolah karena ada pengumuman kelulusan. Tak sabar siapa yang jadi pemenang, YePe atau aku. “ Yess, gue lulus, Jess”, teriak YePe dari koridor sekolah. “ Sama, gue juga!” teriakku tak kalah kencang dari YePe. YePe pun berlari menghampiriku. Kemudian ia mengulurkan tangannya. Mengajak berjabat tangan, aku menjabatnya. “ Selamat ya, Jess! Loe runner up!” kata YePe tersenyum. “ Harusnya loe ngasih selamatnya ke yang jawara donk, kok runner up sich?”, kataku meledek. “ Kan gue yang jawara, masak gue yang ngasih selamat ke gue sendiri?” tanyanya balik meledek. “ Oke, selamat dech buat loe yang jawara, YePe”, kataku tertawa kecil. Dia pun melepas jabat tangannya. Kemudian mengambil bungkusan kecil sekecil kotak cincin tapi di bungkus kertas kado yang rapi dari tasnya. Kemudian dia memberikannya padaku. Aku heran. Ini dalam rangka apa? “ Atas dasar apa loe ngasih gue ini?” tanyaku. “ Ini kan hari ultah loe, masak loe lupa sich?” tanyanya balik dengan mengernyitkan kening. Aku baru ingat kalau hari ini adalah ulang tahunku yang ke 17, hmm, sudah 2 tahun anak itu meniggalkanku. Apakah dia juga sudah lulus? Aku sudah kehilangan kabarnya sejak 2 tahun lalu. Aku terdiam sejenak. Pikiranku melayang ke masa lalu yang kelam itu. “ Jess, are you okay?” tanya YePe membuyarkan lamunanku. “ Ehm, gak apa –apa, bener gue gak apa – apa”, jawabku. “ Oh, kalo gitu hadiahnya dibuka donk!” kata YePe. Aku pun membukanya. Kulihat isinya. Ternyata berisi sebuah cincin dan secarik kertas bertuliskan „Happy Birthday, Jessie‟. Cincin itu berwarna putih. Tepatnya emas putih. Aku tersenyum. Aku mengembalikannya ke tangan YePe. “ Kenapa, Jess?” tanya heran. 28
  • 29. “ Gue gak layak terima itu, kemahalan”, kemudian aku melangkah pergi. YePe menghentikanku. “ Jess, tunggu! Gue ngasih ini ikhlas kok. gue cuma pengen bikin loe seneng di ultah loe yang ke 17 ini! Please terima ya!” katanya memelas. Aku tersenyum. Huft, anak ini kalau sudah memelas berarti sudah ada niat dari hati. Akhirnya, hadiah itu kuambil dari tangannya. Dan kupakai cincin itu di jari manis tangan kiriku. Dia tersenyum. “ Makasih, ya, Yepe”, kataku tersenyum senang. “ Sama – sama, oh ya, gue ada sesuatu yang lebih besar lagi buat loe, tapi loe gak boleh liat langsung jadi mata loe harus di tutup pake ini”, katanya sambil mengambil selembar kain hitam dari tasnya. Aku pun mengangguk. Dia pun memakaikannya. Aku pun tak bisa melihat apapun. Kemudian YePe menuntunku untuk pergi ke suatu tempat. “ Jangan ngintip ya”, katanya. “ Emang hadiahnya segede apa sich kok pake di tutup segala mata gue?” tanyaku. “ Yang jelas ini hadiah lebih gede dari Teddy Bear – nya si Han yang pernah dia kasih sama loe! Ya bisa semacam ini thu hadiah yang paling wow!” jawab YePe. Aku makin penasaran hadiah apa yang akan diberikan YePe padaku. Apa boneka Teddy Bear raksasa? Hahaha, pikiran yang aneh. Tapi, karena YePe menyebut nama Han. Aku jadi terbayang – bayang Han. Aku sedih karena dia pasti sudah lupa akan ulang tahunku. Hmm, aku masih dituntun oleh YePe. Kemudian dia berhenti di suatu tempat. Tempat itu sepertinya sepi, amatt sepi. Aku tak mendengar suara orang aku hanya menengar suara kicauan burung dan suara hembusan angin. “ Kita udah nyampe”, kata YePe. “ Apa gue boleh buka sekarang?” tanyaku. “ Ech, jangan! Tunggu perintah dari gue!”, jawabnya. Aku mengangguk. Dia diam. Aku pun diam. Suasana menjadi hening sejenak. Kemudian ia menanyaiku. “ Apa yang sekarang loe rasain?” tanyanya. “ Gue seneng, plus sedih”, jawabku. “ Terus, loe tahu gak di mana loe sekarang?”, tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepala. Mana ada tempat di sekolah yang se sesepi ini. “ Terakhir, siapa yang ada dibenak loe sekarang?”, tanya YePe. Aku langsung menundukkan kepala. Yang ada dibenakku memang Han. Aku pun terdiam sejenak. 29
  • 30. “ Han”, jawabku pelan karena aku sudah mulai menangis. YePe memelukku. Tak biasanya. Kalau aku menagis paling dia hanya menghapus air mataku sambil memegang pundakku. Pelukannya kali ini sehangat pelukan Han. “ Udah gue duga, terus yang mau loe bilang ke dia apa? Anggep aja gue ini Han”, kata YePe. “ Han, gue mau minta maaf sama loe, karena gue udah bohongin loe! Sebenernya gue pacaran sama YePe waktu itu buat nglindungin loe. Karena YePe ngancem kalo gue gak mau jadi pacarnya dia loe bakal di remukin sama temen – temennya Yepe. Bahkan dia bilang loe bakal di bunuh. Gue takut banget, Han. Gue takut kehilangan sahabat kaya loe. Akhirnya, gue mau jadi pacarnya demi nglindungin loe karena selama itu loe yang selalu nglindungin gue, gue mau balas budi sama loe. Sekali lagi maafin gue, kalo cara gue nglindungin loe itu salah. Maafin gue, Han. Gue mau nglakuin apa aja asal loe maafin gue, sekalipun gue harus nyusul loe ke Jepang”, kataku sambil terus menangis di pelukan YePe yang hangat itu. Aku terisak. “ Udah semuanya?”, tanya Yepe. Aku mengangguk. Dia melepas kain penutupku. Dan menghapus air mataku. Aku masih memejamkan mata karena masih tak kuat menahan tangis. “ Sekarang loe udah percaya kan, Han?”, suara YePe terdengar jauh. Tidak berada di depanku. Lalu siapa yang ku peluk dari tadi? Aku menengadahkan kepalaku. Ternyata, Han. “ Percaya gue”, jawab Han tersenyum sambil melihatku. Aku langsung memeluknya lebih erat lagi sambil masih terus menangis. “ Gue kangen sama loe, Han! Loe tega banget ninggalin gue disini!” kataku. “ Maafin gue, Jess”, kata Han sambil membalas pelukanku yang erat. “ Gak apa – apa kok! Itu wajar aja! Itu juga karena salah gue”, jawabku sambil masih terisak. Aku melepas pelukanku padanya. Aku tersenyum padanya. Kemeja kotak kotak warna putih bergaris hitam, celana hitam panjang, dan jas hitam panjang. Dan rambut ala Keisuke Honda. Sudah seperti orang Jepang sekarang dia. “ Loe emang sahabat terbaik gue! Loe berani berkorban perasaan demi gue, Jess! Tapi, apa balesan gue buat loe? Gue malah ninggalin loe tanpa minta maaf terlebih dahulu! Itu semua karena hati gue udah ke tutup sama kebencian, Jess! Gue gak akan bisa nemuin sahabat yang sebaik loe, Jess”, katanya sambil menghapus air mataku. 30
  • 31. “ Gak apa – apa, anggep aja ini pelajaran buat kita untuk bisa jadi lebih dewasa”, kataku tersenyum senang. “ Sebenernya, gue kesini mau minta maaf sama ngajak loe balikan sahabatan kayak dulu, jujur, Jess, waktu gue pertama kali mutusin sahabatan sama loe, gue ngrasa itu keputusan yang bodoh, tapi gue belum bisa maafin loe. Terus waktu gue pindah ke Jepang, gue nulis surat itu, sebenernya gue berat banget nulis surat itu. Udah ngatain loe LIAR lah, apalah, gue nyesel, Jess, nulis itu semua, lagian gue juga tahu loe abis baca itu pasti nangis. Oh, ya, sebenernya waktu gue pindah ke Jepang itu bukan karena gue pengen pindah, tapi...”, katanya terpotong. “ Kenapa? Di keluarin?” tanyaku penuh keheranan. Ia mengangguk. Aku tertunduk. “ Jadi gara – gara gue juga donk”, kataku. “ Bukan begitu kok, justru karena hal itu sekarang gue bisa jadi esmud”, katanya tersenyum. Aku mengangkat wajahku. “ Berarti loe sekarang udah kerja donk, waw, hebat banget loe! Gak nungguin gue lagi!” kataku sambil mencubit pinggangnya. “ Aw, gue jadi esmud, gak sepenuhnya dari keahlian gue, tapi itu semua juga berkat loe”, katanya. aku mengernyitkan kening. “ Kok gue juga sich?”, tanyaku heran. “ Loe kan yang selalu ngajarin gue, jadi pas sekollah disana gue daftar dan langsung masuk kelas akselerasi, sekarang jadilah gue kayak gini”, jawabnya. Aku mengangguk paham. “ Makasih, Jess! Loe emang the best of the best”, kata Han. Aku tersenyum. Kemudian aku menundukkan kepala. Aku tetap masih merasa bersalah. “ Sama – sama, Han”, jawabku. Aku memandanginya. Dia sudah berubah. Sekarang penampilannya lebih rapi, ada kumis tipis di atas bibirnya, matanya lebih sipit dan sekarang tingginya pun juga bertambah. Dulu aku sedagunya. Sekarang aku hanya sedadanya. Huft, padahal tinggiku juga sudah bertambah. Tapi, Han masih tetap lebih tinggi. Hahaha, memang dia berubah tapi semoga dia menjadi lebih pemaaf lagi. Aku tersenyum. Dia juga memandangiku. Aku tertawa kecil. Dia pun tertawa. Dia pun menggandeng tanganku, dia mengajakku duduk di kursi. Aku melihat sekeliling. Ternyata ini adalah taman sekolah. Hahaha, ini pasti ulah YePe, dia pasti sudah 31
  • 32. memasang garis Polisi disekitar sini. Dasar Yepe. Aku hanya tersenyum. Han pun melepaskan tangannya dariku dan mengambil sebuah bingkisan kecil di saku celananya. Sekecil punya YePe tadi. Kalau Han apa isinya. “ Met ultah ya”, kata Han sambil memberikannya padaku. “ Makasih, gue buka ya”, kataku tersenyum senang. “ Silahkan”, kata Han tersenyum pula. Aku membukanya. Isinya jam tangan putih yang cantik. aku langsung memakainya. Cocok sekali denganku. Han memang selalu tahu apa saja seleraku dan mana yang pantas untukku. “ Itu supaya loe selalu ingat sama gue!”, kata Han. Senyumanku menghilang. Apa maksud Han berkata seperti itu. “ Maksud loe apa?”, tanyaku padanya. Dia tertunduk. Kemudian dia mengangkat wajahnya lagi. “ Gue harus balik lagi ke Jepang buat nerusin karier gue disana, tapi...”, jawabnya. “ tapi apa?” tanyaku penasaran. “ Tapi gue pengen selalu ada buat loe, Jess! Jadi gue mutusin untuk nerusin karier disini, di Indonesia”, jawabnya. “ Loe ke Jepang lagi juga gak apa – apa kok, gue udah terbiasa kok tanpa loe”, kataku. “ Beneran?” tanyanya berbinar. “ Tapi, sayangnya gak ada yang bisa gantiin loe! Apa loe juga ngrasa kayak gitu, Han?” tanyaku. “ Dari pertama gue kesana, gue udah ngrasa gak ada yang bisa gantiin loe”, jawab Han. Aku mengangguk. “ Jadi gue di Indonesia aja!”, kata Han tersenyum senang. “ Baguslah, Oh iya, apa loe juga udah punya pacar di sana?” tanyaku tertawa kecil. “ Udah donk! Zetsuka, dia cewek gue sekarang”, jawab Han lantang. “ Ciieee! Udah diterima sekarang? Dulu pas ditolak aja loe nangis di depan gue” teriakku sambil mengacak – acak rambutnya. “ Itu kan dulu! Terus loe sama YePe gimana? Gue denger loe cuma temenan sekarang ma dia”, kata Han. 32
  • 33. “ Iya, loe pasti udah tahu kan apa tujuan dia macarin gue, jadi ya gue gak anggep dia pacar begitu pula dia ke gue, tapi gue itu sebenernya....”, kataku terpotong. Aku malu jika aku mengakui bahwa selama ini aku memang sayang pada YePe. “ Kenapa? Loe suka beneran ya sama dia?” tanya Han meledek. Aku mengangguk malu. “ Samperin gih! Dia pasti lagi menyendiri di lapangan basket! Gak usah malu nyatain cinta!” kata Han. “ Oke, gue kesana ya!”, kataku lalu melangkah pergi. Aku menuju lapangan basket. Han mengikutiku dari belakang. Setelah sampai dilapangan basket, aku melihat YePe berdiri dengan tangan di sakunya, dia menundukkan kepala. Aku mulai ragu untuk mendekatinya. Aku terhenti. Kemudian menoleh kebelakang. Han mengernyitkan kening. Kemudian aku melangkahkan kaki lagi untuk menghampiri YePe. Aku berlari. YePe membalikkan badannya. Aku langsung memeluk tangannya erat sambil tersenyum. “ Arigatoo, YePe-san”, kataku lirih. “ I....I.... Itashimasite”, jawab YePe agak ragu. Aku melepas pelukanku. Dia tersenyum kemudian duduk. Aku pun juga duduk. “ Loe pasti seneng kan bisa ketemu Han?” tanya YePe tersenyum kecut. “ Pastinya”, kataku tersenyum. Dimataku sekarang dia adalah seorang malaikat penyelamat hidupku. Jadi, aku akan sangat senang apabila dia juga mencintaiku. Dia terdiam kemudian dia menundukkan kepala dengan memaksakan senyum. “ Ehm YePe”, kataku terputus. Aku masih belum berani mengatakannya. Aku takut kalau benar dia selama ini memperhatikanku agar dia bisa meggantikan Han untuk sementara waktu. Aku takut dia tidak mencintaiku.Kemudian dia mengangkat wajahnya lagi. “ Kenapa? Oh, ya, gue masih ada satu kejutan lagi buat loe!”, kata YePe sambil mengambil sesuatu di tasnya. Sebuah kotak sebesar kotak kue tart. Dia memberikannya padaku. Aku membukanya. Ternyata, sebuah gaun warna merah hati lengkap dengan sarung tangannya. Aku tersenyum senang. “ Loe mau gak gue ajak dinner ntar malem?” tanyanya. Aku langsung mengangguk. Dia tertawa kecil. “ Bener ya, ntar gue jemput loe jam 7 malem! Gue balik dulu ya Ok?” tanyanya. 33
  • 34. “ Okey”,kataku tersenyum senang. Kemudian dia berdiri sambil memakai tasnya. Kemudian tersenyum padaku. Senyuman yang tidak biasa. “ YePe, tunggu bentar!”, teriak Han. Kemudian mereka berbicara berdua. Semoga Han tidak membocorkan rahasia itu. setelah itu YePe meniggalkan Han. Kemudian Han menghampiriku. “ Gimana?” tanya Han. “ Gue masih gak berani”, jawabku. “ Ya udah tapi ntar loe harus bilang, keburu diambil orang tuch! Jangan salah YePe thu banyak yang naksir di luar sana”, kata Han. Benarr juga kata Han. Aku hanya mengangguk paham. “ Ayo pulang, Oh ya tadi YePe nitip sesuatu sama gue, tapi udah gue taruh mobil”, kata Han. “ Apaan?” tanyaku penasaran. “ Ntar dech kalo loe udah nyampe rumah”, jawab Han. Aku mengangguk. Kemudian berdiri. Kemudian menggandeng tangan Han. “ Ayo pulang”, kataku. Dia tersenyum. Kemudian mengambil mobilnya dan mengantarkaku pulang. Setelah sampai di depan rumahku, Han membukakan pintu mobilnya dan menurunkan kotak titipan YePe. Aku hanya tersenyum. Dia pun mengantarku masuk. Aku membuka pintu rumahku. Sepertinya Ibuku tidak berada di rumah. “ Ayo masuk, Han”, kataku. Dia pun masuk. Aku duduk di sofa sambil melepas sepatu skulku. “ Jadi ini rumah baru loe? Adem banget!”, kata Han tersenyum. “ Hemt, begitulah, by the way, itu apa sich?” tanyaku sambil menunjuk kotak yang dibawa Han. Han duduk di sampingku. Kemudian membuka kotak itu. Wah, ternyata isinya adalah sepatu highheels warna merah hati. Aku mengambil penggaris di tasku. Ku ukur tinggi haknya. 18 sentimeter. WOW!! Aku langsung lemas. “ Kenapa? Loe gak suka?” tanya Han. Aku tersenyum. Kemudian menggeleng. “ Bukannya gitu! Gue cuma takut jatuh kalau pakai itu, habis tingginya 18 senti, pake yang sepuluh aja gue hampir jatuh”, kataku. Han tertawa keras. “ Hahaha...hahaha! Mendingan loe pake dulu dech! Gue pegangin”, kata Han. Aku menurutinya. Aku memakainya di kedua kakiku kemudian berdiri perlahan smabil 34
  • 35. memegangi tangan Han. Setelah berdiri, tinggiku sekarang hanya setinggi telinga Han. Wow, hahaha. “ Sekarang loe jalan!” kata Han. Aku mencoba melangkah perlahan. Han masih memegangiku. Aku bisa berjalan tanpa jatuh sampai 20 langkah. Kemudian Han melepas pegangannya. Aku melangkah sendiri sejauh 5 langkah. Kemudian saat mencapai langkah ke enam Bruuk aku terjatuh. Aku melihat Han di belakangku. Dia tersenyum. Kemudian menghampiriku. Dia mengulurkan tangannya aku menggapainya, dia membantuku berdiri. “ Ayo coba lagi, loe pasti bisa”, kata Han menyemangatiku. Aku pun mencoba melangkah sendiri. Sudah mencapai 15 langkah kemudian aku terjatuh lagi. Aku bangkit. Dan kali ini sampai 25 langkah kemudian terjatuh. “ ayo loe pastii bisa, Jess!” teriak Han dari lantai dua sambil melihatku. Aku segera bangkit. Saat jatuh aku bangkit lagi. Hingga aku akhirnya bisa berjalan – jalan dan berlari. Memang aku sebelumnya sudah pernah belajar memakai sepatu highheels jadi bisa lebih cepat menguasai. Han pun turun. “ Good! Okey sekarang loe kan udah bisa, jadi gue balik dulu ya!” kata Han. Aku tertunduk. “ Kenapa loe balik sich? Gue kan masih kangen sama loe!” kataku merengek. “ Ntar malem ketemu lagi kok, gue nanti juga ikutan acaranya YePe! YePe juga masih punya banyak kejutan buat loe!” kata Han tersenyum. “ Okelah! Tapi janji ya, loe ketemu gue lagi”, kataku. “ Iya, janji! Gue nanti ngajak Takeshi, Grand, Shinta, Yamada, sama pacar gue, Zetsuka”, kata Han tersenyum bangga. “ Wahh, itu reunian anak kelas X F ya? Ntar gue yang G ndiri donk?” tanyaku. “ Udah dech, ntar rame kok! tenang aja! Ya udah gue balik dulu ya! Salam buat ortu ma adik loe ya, Jess”, kata Han sambil melangkah menuju pintu. Aku mengangguk kemudian mengantarnya sampai ke depan rumah. Dia masuk ke mobilnya. “ sampai nanti malem!” kata Han. Aku mengangguk tersenyum. Aku masuk rumah dan mulai bersiap untuk nanti malam agar aku tidak mengcewakan YePe. ^^^^^^^^^^^^^^ Aku merapikan sarung tanganku. Di depan cermin, aku melihat diriku yang sudah rapi, rambut yang di tata rapi. Kulihat jam dinding, menunjukkanpukul 06:59. Aku 35
  • 36. masih punya waktu untuk memakai dan belajar lagi memakai highheels itu. Aku memakainya kemudian berdiri, kemudian melangkahkan kaki, sukses, aku berjalan dengan lancar. Tiba - tiba Kudengar ada suara mobil yang masuk kehalaman rumahku. Aku mendekat ke jendela. Kuintip, ternyata mobil YePe. Aku segera keluar kamar sambil mencincing gaunku yang sampai menyentuh lantai. “ Wah, cantik banget, kak!” kata adikku. “ Iya, cantik banget! Ya udah samperin gih!” kata ayahku. Aku hanya mengangguk. Aku menuju teras. Ku lihat YePe brdiri dengan memasukkan tangannya di saku celana sambil memperhatikan mobilnya dari terasku. Aku mendekat. Sepertinya dia tidak tahu kehadiranku. Aku pun memegang tangannya. Sambil tertawa kecil. Dia menoleh. Kemudian aku melepaskan peganganku. Kemudian setelah dia berbalik sempurna. Dia terdiam. Aku pun terdiam. Bagaimana tidak, dia juga memakai kemeja warna merah hati. Dia terlihat rapi dan tampan. Tapi, dasinya, masih seperti waktu itu. sebenarnya dia bisa memakai dasi atau tidak? Aku memajukan posisiku. Kemudian aku merapikan dasinya. Dia masih terdiam sambil memperhatikanku. Aku tersenyum. Dia pun tersenyum. Dia masih diam dam terus memperhatikanku. Aku mulai merasa risih. “ YePe, udah ah”, kataku sambil mencubit pipinya. Dia hanya tersenyum, kemudian masuk ke rumahku. “ Om, saya berangkat ya! Saya janji bakal jagain Jessie”, kata YePe pada ayahku. “ Oke, hati – hati ya!” kata ayahku yang mulai keluar dari rumah. “ Siap, om”, kata YePe. Kemudian dia menggandengku sambil terus tersenyum. Aku melambaikan tangan pada ayahku. YePe mebukakan pintu mobilnya. Aku masuk. Kemudian dia menutupnya. Kemudian dia masuk. Menyalakan mobilnya dan tancap gas. Aku terus memperhatikannya. Cowok ganteng, malaikat penyelamat, orang gila, sekaligus cerdas. Aku tersenyum simpul. Dia tidak memberi komentar apa – apa tentang penampilanku. Dia hanya diam. Aku pun juga tak berani memulai pembicaraan. Mengapa jadi canggung begini? Wajahku memerah ketika dia tersenyum padaku. Dia juga belum berbicara. Aku juga tak berani berbicara. Apa dia tidak suka pada penampilanku. Kulihat dia juga masih terlihat bingung, sesekali dia melihatku dengan tatapan bingung. Mengapa jadi begini? Kemudian dia berhenti di depan suatu gedung mewah. YePe turun dan membukakan pintu untukku, raut wajahnya datar. Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Kemudian aku turun dari mobilnya dan menutup 36
  • 37. pintu mobilnya. Dia menggandengku. Aku bingung, tempat apa ini. Keudian aku melihat Han sedang duduk di alam gedung itu dengan Zetsuka dan CS – CS nya. YePe menghampiri mereka. Zetsuka langsung berdiri sambil tersenyum. Kulihat yang lainnya sepertinya tidak menyadari kehadiranku dan YePe. Mereka masih asik mengobrol. Saat YePe mendekat ke mereka, Zetsuka lagsung menyambutku. Yepe berjabat tangan denagn teman – tamannya itu. “ Jessie, Ikanga desuka?” tanya Zetsuka sambil cipika cipiki. “ Hei, Jess”, teriak Shinta juga. “ Genki desu”, jawabku. “ Ciiee! Pacar loe ya?” tanya Zetsuka meledek. Aku mengernyitkan kening. Kemudian tersenyum. “ Dia itu sahabat gue”, jawabku. Zetsuka mngangguk mengerti. YePe menarikku lagi. Kemudian menarikkan kursi untukku. Kemudian dia duduk di depanku. Dia meletakkan tangannya di meja. Aku memperhatikannya. Dia menatapku dengan tatapan datar. Apa dia tidak suka dengan peampilanku. Aku kesal padanya, padahal aku belum ngobrol dengan Han dia lansung menarikku. Aku pun juga measang raut wajah datar sambil meliriknya. Aku melihat di sekelilingku, banyak pasangan yang datang di acara ini. Tapi anehnya mereka pasangan yang seumuran denga ayah dan ibuku. Sebenarnya acara apa ini? Aku tidak berani bertanya ke YePe. Kulihat dari tadi dia hanya melihat sekelilingnya sambil sesekali melihatku dengan wajah datar. Aku makin tidak mengerti apa maksud YePe membawaku kesini. “ Kok YePe bawa tuch cewe kesini? Dia kan Cuma orang biasa yang pasti Cuma numpang di acara ini! Pasti cuma pengen dapet makan gratis disini”, kata Salah seorang wanita di dekatku. Aku meliriknya. Sepertinya dia seumuran denganku. Dia juga satu sekolah denganku tapi aku tak tahu namanya, yang jelas dia sering mendekati YePe, tapi YePe jarag menggubrisnya. Aku hanya diam dan makin kesal dengan YePe. Apa dia mengajakkuu kesini hanya untuk ini. Untuk ejekan tak bermutu ini? Huuuffffftttt. Kemudian salah seorang pembawa acara naik ke panggung. Dia memegang mic dan mulai berbicara. YePe mengalihkan pandangannya ke arah pembawa acara itu. Dan Han beserta Cs-nya juga menghentikan obrolan mereka. Aku pun masih memperhatikan YePe. 37
  • 38. “ Selamat malam hadirin sekalian! Selamat datang di acara ini. Acara ulang tahun Prasandi Group yang ke 15. Saya memepersilahkan anda semua untuk menikmati pesta ini sepuas anda! Semoga Prasandi Group makin maju dan makin sukses. Baiklah, saya penasaran kepada wanita yang di gaet Pak Yogha dari tadi!” kata Pembawa acara itu. kemudian semua mata tertuju pada meja kami berdua. Semua bertepuk tangan. YePe tersenyum. “ Siapakah dia pak?” tanya pembawa acara itu sambil tersenyum. “ Dia calon saya”, jawab YePe enteng. Semua bersorak sorai. YePe tersenyum padaku. Aku hanya tertunduk. Wajahku memerah. Apa maksud YePe berbicara seperti itu? aku pun tersenyum. Senyum palsu. Aku mulai kesal dengan YePe. “ wahh, selamat untuk Pak Yogha”, kata pembawa acara itu. Kemudian YePe naik ke atas panggung dan meninggalkanku sendiri. Dia meminjam mic yang di pegang pembawa acara itu. Kemudian dia merapikan dasinya. “ Oke, semuanya, maaf saya tidak bisa lama – lama disini! Saya masih ada acara lagi, silahkan menikmati pesta ini, terima kasih atas kedatangan anda semuanya! Saya harus pergi sekarang. Selamat malam”, kata YePe. Memangnya ada acara apa? Kemudian YePe turun. “ yaa, sepertinya Pak Yogha akan pergi dengan calonnya”, kata pembawa acara itu. YePe tersenyum. Aku menundukkan kepalaku. Semua orang disitu bersorak lagi. Kemudian YePe menggandengku. Aku segera berdiri. YePe melambaikan tangannya pada semua orang disitu. Kemudian YePe dan aku naik ke lift. Dia ingin pergi ke lantai paling atas. Ada apa lagi ini? Dia juga masih belum berbicara padaku. Aku hanya memperhatikannya. Kemudian saat sampai dilantai atas. Aku melihat ada meja makan lengkap. Tapi, belum ada makanannya. Aku melihat YePe. Dia tersenyum. Dia mempersilakan ku duduk. Aku duduk. Dia juga duduk didepanku. Dia tersenyum. Aku memalingkan wajahku. “ Kenapa? Gue kurang ganteng?” tanyanya. Aku menggeleng. “ Gue kurang rapi?” tanyanya lagi. Aku menggeleng. “ Gue kurang ajar”, tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk. Dia memang kurang ajar. Beraninya dia mengajakku kesana kemari seenaknya sementara dia tak mengajakku bicara. Aku merasa tidak dianggap. Kemudian YePe tersenyum. 38
  • 39. “ Kenapa? Gue baru ngajak loe bicara? Sorry dech!” kata YePe. Aku megangguk. Kemudian menunduk. “ Gue udah tahu kok kalo loe pasti bingung, gue bilang loe calon gue, calon istri gue, gue emang mau nikah sama loe” kata YePe. Aku mengangkat wajahku. Apa maksudnya? “ Maksud loe apa?” tanyaku. Dia tertawa. “ ich, serius banget sich? Gak kok gue cuma bercanda”, kata YePe tersenyum. Dalam hatiku berkata „Loe beneran mau nikahin gue juga gak apa – apa, tapi kita kan gak pacaran, sebenernya apa loe juga suka sama gue? Tapi tadi loe bilang cuma bercanda. Jadi patah hati gue‟. Kemudian YePe berdiri. Dia menepuk tangannya. Kemudian keluar beberapa pelayan dengan membawa makanan dan minuman. Steak dan jus melon. Kemudian YePe duduk lagi. “ Ayo, makan!” ajaknya. Aku hanya meminum jus melonnya. Aku sudah tak nafsu makan. Aku kesal dengan YePe meski aku senang diajak makan malam olehnya. Aku mulai menangis. aku sadar, orang sekaya YePe tidak akan pernah mau memiliki pacar orang biasa seperti aku. Dan dia mengajakku kesini agar aku sadar bahwa kau hanya orang biasa yang tak pantas menginjakkan kaki di gedung mewah ini. Aku merasa aku sudah dipermalukan oleh YePe. Aku berdiri kemudian mencari tangga untuk turun dan pulang. YePe pun berdiri. Aku berlari, tapi aku jatuh. Sepatuku kulepas dan kutinggalkan sepatuku. Aku menyincingkan gaunku. “ Jessie, loe mau kemana?” tanya YePe sambil terus mengejarku yang mulai menuruni tangga. Aku tak menghiraukannya, aku masih terus menangis dan terus menuruni tangga dengan nafas yang terengah – engah. Aku pun mulai lemas. Padahal aku baru menuruni satu lantai. Kemudian YePe memegang erat lengan kiriku. Aku mencoba melepasnya. Tapi tak bisa. Aku masih terus menangis. aku pun tak bisa melawannya. YePe pun menarikku untuk duduk di salah satu anak tangga. “ Loe kenapa sich?” tanya YePe dengan raut wajah heran. Aku menyeka air mataku. “ YePe, sebenernya apa maksud loe ngajak gue dinner? Apa loe mau permaluin gue? Disini isinya semua orang kaya terus gue sebagai orang yang paling gak pantes berada disini, agar gue nyadarin itu? atau loe pingin gue nyadar kalo gue gak pates sahabatan saa loe karena gue orang biasa sementara loe orang yang jauh jauh lebih kaya 39
  • 40. daripada gue? Apa loe selama ini loe sahabatan sama gue karena loe ngrasa bersalah karena loe yang udah bikin Han pergi dari gue? Atau loe sahabatan sama gue karena loe cuma pengen memperlihatkan bahwa loe bertanggung jawab atas apa yang loe lakuin sama gue? Atau loe sahabatan sama gue agar gue dicela abis – abisan karena gue orang biasa yang sahabatan sama orang kaya, yang mungkin bisa gue pelorotin duitnya? Terus, loe sahabatan sama gue karena terpaksa? Apa bagitu? Tadi gue denger ada selentingan, kayak gitu. Apa benerr begitu, YePe” tanyaku panjang lebar. Dia hanya menundukkan kepala. Dia hanya bisa diam. “ Jawab, YePe!” kataku. Dia masih diam. “ Gue pikir loe itu malaikat penyelamat gue tahu gak? Tapi ternyata apa, loe Lucifer tau gak? Selama ini loe baik hati sama gue karena terpaksa kan? karena loe Cuma ngrasa bersalah, gak ada niat dari hati. Gue pikir loe adalah orang yang bener – bener tulus nolongin gue! Ternyata gue salah, loe nolongin gue karena pengen dengaer celaan buat gue! Gue bego bangett sich, bisa bisaya percaya sama loe yang jelas – jelas dari dulu jahat sama gue! Makasih dech buat loe karena udah ngembaliin Han buat gue, nich gue balikin hadiah dari loe dan gue janji bakal balikin gaun ini besok” kataku sambil melepas cincin emas putih itu dan meletakkannya di tangan YePe. “ Udah?” tanya YePe. Aku hanya diam. “ Pertama, gue ngajak loe kesini bukan karena hal yang loe bilang tadi, asal loe tahu, itu hal yang paling hina yang pernah gue denger! Kedua, gue sahabatan sama loe, karena keteguhan hati loe, kebaikan hati loe yang udah mau maafin gue walaupun loe tahu kesalahan fatal gue! Ketiga, ggue tulus kok nolongin loe, gak ada tujuan yang lain selain Cuma pengen liat loe seneng, itu aja!” jawab YePe sambil menatap lekatt mataku. Aku masih tidak percaya. Tapi, hati nuraniku bisa merasakan bahwa dia berkata jujur. Aku masih diam. “ Apa dasar loe sampai loe berpikiran sejelek ini?” tanya YePe. “ Karena loe udah ngajak gue kesini dengan seenaknya, dan gak ngajakin gue ngomong yang kesannya gue Cuma nebeng loe buat dateng ke acara yang newah kayak gini dan tadi ada temen loe yang bilang kalo gue orang biasa yang gak pantes ngijekkin kaki di acara semewah ini!” jawabku. “ Jessie, loe tahu gak? Loe itu orang yang punya hati termewah di dunia ini”,kata YePe. Skakmat. Aku kalah bicara. Aku harus bilang apa? Kata – kataku sudah habis. 40
  • 41. Dia berbicara seperti itu karena bukan hanya orang yang berharta mewah saja yang boleh menghadiri acara ini tapi, orang biasa yang berhati mewah pun bisa menghadirinya. Aku hanya terdiam. Aku menunduk kemudian menangis. Dia memang tidak ada niat seburuk itu. “ Jadi, loe atau siapapun pantes dateng di acara ini, kenapa sich tiba – tiba jadi berpikiran negatif kayak gini? Jujur, gue gak percaya, Jessie yang gue kenal gak pernah punya negatif thinking sama orang lain, pas gue jujur waktu itu sama loe, siangnya aja loe udah maafin gue! Tandanya loe itu orang pemaaf, da orang pemaaf itu kemungkinan negatif thinkingnya kecil banget! Kenapa loe jadi kayak gini?” tanya Yepe sambil memalingkan wajahnya. Aku menyeka air mataku. “ Habisnya dari tadi loe thu ngediemin gue! Jadi kesannya gue kayak orang gak penting tahu gak”, jawabku. Dia melihatku heran. Kemudian tertawa. “ Terus gue mau bahas apa?” tanyanya. “ Ya apa kek, penampilan gue kek, sepatu gue kek”, kataku menyinggung sedikit tentang penampilanku. Kemudian dia tersenyum. “ Loe itu, kalo udah dandan pasti kalo semua orang ditanya tentang penpilan loe, pasti akan jawab NO COMMENT”, jawabnya. Aku kaget. Apa jika aku berdandan akan makin jelek? Aku makin tertunduk. Aku makin malu. Berarti dia kecewa dengan penampilanku. “ Mereka pasti kecewa? Ya kan?” tanyaku memastikan. “ Gak”, jawab YePe singkat. “ Trus?” tanyaku makin heran. “ Karena mereka gak akan punya alasan untuk muji loe dan mengkritik loe”, jawabnya. Aku makin pusing dengan jawaban YePe yang makin aneh. “ Maksudnya?” tanyaku sekali lagi. “ Ya karena loe kalau di puji, pujian itu gak akan ada habisnya, dan kalau di kritik, mereka pasti bingung, karena gak ada hal yang bisa dikritik dari penampilan loe”, jawab YePe tersenyum. Aku senang. Ternyata, alsannya cukup membuat hati makin senang. “ Gombal”, kataku tersenyum. “ Yeech, beneran tahu!” kata YePe. “ Copas dari mana?” tanyaku meledek. 41
  • 42. “ Enak aja copas! Itu mikir !” kata YePe tak terima. “ Percaya kok” kataku. Kemudian dia berdiri, mengulurkan tangannya. Aku meraihnya. Kemudian aku juga berdiri. “ Ayo, ke atas, makan!” ajak YePe. Aku mengangguk. Dia menggandengku sambil terus tersenyum. Aku menyincingkan gaunku. Aku pun tersenyum sesekali. Setelah sampai di atas dia langsung mengambil highheels tadi dan menentengnya. Aku duduk di kursi meja. YePe berjongkok di samping kursiku. Kemudian dia melihat ke arahku. “ Sini kaki loe”, kata Yepe. Dengan sedikit ragu aku menghadap ke arah YePe. “ Sini gue pakein, gue lihat tadi cara make loe salah! Harusnya talinya di depan bukan dibelakang, ntar kalo talinya lepas loe bisa keserimpet, jatuh dech kayak tadi”, katanya tersenyum sambil memakaikan highheels itu dan menalikannya. Tadi memang aku hanya menalikannya tapi aku tak tahu kalau ternyata tali itu harus ditalikan serumit ini. Kemudian dia berdiri. “Selesai!” katanya sambil berjalan menuju kursinya dan kemudian duduk. kami pun segera makan. Setelah selesai makan, para pelayan membereskan meja. YePe belum mengajakku pulang. “ Jessie”, kata YePe. “ Ya”,jawabku penuh harap kalau malam ini dia akan menyatakan cinta, kalau dia mencintaiku. “ Gue mau ngomong sesuatu sama loe”, katanya. aku makin berharap kalau dia juga mencintaiku dan segera menyatakan cinta. “ Ngomong apa?” tanyaku makin penasaran. “ Gue mau ke Jerman, nerusin kuliah disana”, jawabnya. Aku terdiam. Aku menundukkan kepala. Dia akan pergi kuliah. Itu pasti lama. “ Ohh, yahhh, gue ditinggalin, terus, kapan loe berangkat?” tanyaku dengan raut wajah yang biasa tapi palsu. “ Besok! Gue bilang ke loe sekarang karena gue yakin besok gue gak sempet pamit ke loe, tapi...”, katanya terpotong. “ Tapi apa?” tanyaku. “ Gue akan berangkat kesana kalo gue gak bisa dapetin satu hal! Gue dikasih waktu dari malam ini sampai besok pagi”, jawabnya. Satu hal? Apa? 42
  • 43. “ Terus kenapa loe masih disini? Kenapa loe gak cari satu hal itu? apa karena loe pengen ke Jerman jadi loe gak nyari satu hal itu?” tanyaku. “ Bukannya gitu! Satu hal itu gue pengen banget ngedapetin, tapi sekarang gue gak yakin kalo gue bisa ngedapetin”, jawabnya. “ Jangan pesimis gitu donk! Loe itu kan orang yang pinter, kaya, baik hati pula masak loe gak bisa ngedapetin satu hal itu sich?” tanyaku tersenyum. Senyum palsu. “ Loe gak tahu sich, Jess! sesuatu itu pernah gue ancurin dan dia masih bisa ada buat gue tapi mungkin itu ada buat gue karena persahabatan bukan karena cinta”, jawabnya. Jadi dia menyukai seseorang. Aduh, pasti bukan aku. aku tersenyum. “ Jadi loe suka sama cewek ya? Kenapa gak curhat sich?” tanyaku tersenyum. Sebenarnya hatiku menjadi semakin tak karuan. Dia tersenyum. “ Iya”, jawabnya. Aku makin sedih. Rasanya ku ingin berteriak sekeras –kerasnya. “ Siapa?” tanyaku denga raut wajah penasaran. “ Udah dech, lupain aja! Ayo gue anter loe pulang”, jawabnya mengelak. Kemudian dia berdiri dan menarikku. “ Eeech, kasih tahu dulu”, teriakku. Dia hanya diam. Dengan raut wajah sangar. Aku langsung terdiam dan mengikutinya saja. Dia menujuu lift dan langsung menuju lantai dasar. Aku melihatanya dengan tatapan takut. Tapi, dia malah lebih menampakkan wajah sangarnya. Aku makin takut. Setelah sampai di lantai dasar dia keluar dari lift sambil menggandeng tanganku dan menempelkan tangannya yang satu di pinggangku. Dia tersenyum pada semua tamu undangan. Semua tamu itu bersorak sorai. Aku malu dan hanya menundukkan kepala. Saat keluar dari gedung. Dia melapaskan tangannya dan hanya menggandeng tanganku. Dia hanya diam seperti saat membawaku kesini. Untuk kali ini aku tahu dia diam, mungkin karena dia marah padaku karena masalah tadi. Dia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku masuk dan hanya diam. Dia masuk dan menyalakan mobilnya kemudian langsung tancap gas. Di mobil aku hanya terdiam, memikirkan bagaimana jika YePe benar pergi ke Jerman. Kemudian aku memberanikan dirii menanyakan kebenaran hal ini padanya. “ YePe, apa loe beneran mau pergi ke Jerman besok?” tanyaku tanpa ragu. “ Beneran, jam 7 pagi pesawat gue udah berangkat nich tiketnya”, jawabnya dengan wajah datar sambil menunjukkan secarik kertas di dash board mobil. 43
  • 44. “ Loe yakin mau ninggalin gue sendirian disini?” tanyaku lagi. Dia terdiam. Ekspresi wajahnya berubah. Dia melihatku sejenak kemudian mengalihkan pandangannya. “ Gak, Jess! tapi gue yakin loe bakal seneng kok tanpa gue! Loe bakal baik – baik aja tanpa gue! Kan ada Han!” jawabnya. Aku hanya diam mendengar jawabannya. Aku pasti tidak akan baik – baik saja. Sekarang pun jika aku bersama Han tapi tidak ada yePe aku masih merasa kesepian begitu sebaliknya jika tidak ada Han tapi aku bersama YePe. Sekarang pun Han juga sudah punya Zetsuka. Dia pasti akan menghabiskan waktunya bersama Zetsuka dan akhirnya aku akan sendiri lagi. Aku berusaha menahan air mata. Tapi, tak bisa. Akhirnya,aku sampai di rumah. Aku segera menghapus air mataku. YePe keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku. Aku keluar YePe menggandengku untuk masuk kerumah. Aku segera melepaskannya dengan halus. Dia melihatku heran. Aku berhenti di tengah halaman rumahku. Aku ingin menyampaikan sesuatu padanya. aku ingin jujur padanya. Tapi, aku masih belum berani. “ YePe, kalo lo udah nyampe sana, jangan lupain gue ya!” kataku. Dia mengangguk dan tersenyum. “ Gue gak akan lupa sama loe kok!” jawabnya tersenyum. “ Jujur, kalo gue loe tinggal, gue bakal ngrasa kesepian!” kataku. “ Oh ya? Tenang aja, kan ada Han, dia kan yang paling loe kangenin?” tanyanya. “ Iya sich!” kataku. Kemudian dia menarikku untuk terus memasuki rumah. Akuu melepaskan gandengannya. Dia menoleh lagi dengan raut wajah heran. “ Udah sampai sini aja! Loe harus pulang! Istirahat duluu gich buat besok!” kataku tersenyum. “ Ya udah kalo gitu gue pamit dulu ya, ech, satu lagi maafin kelakuan gue di pesta tadi yang udah bikin loe nangis sama ngaku – ngaku kalo loe itu calon gue!” kata YePe. “ Maafin gue juga karena nuduh loe yang gak – nggak”, kataku tersipu. “ Ga papa, yau dah gue balik dulu”, kata YePe Aku mengangguk tersenyum. Aku masih ingin menyampaikan hal ini. Aku menyayanginya. Aku harus menyampaikannya sekarang. Tapi, aku masih takut. Tapi, harus sekarang juga. Aku membalikkan badanku. “ YePe”, teriakku. YePe menoleh kebelakang. Kemudian membalikkan badannya. Aku berjalan ke arahnya. Kemudian aku memegang tangannya. Kurasakan. Dingin. Kemudian aku melepasnya dan aku memajukan posisiku sedikit. Kemudian aku 44
  • 45. mendekatkan wajahku ke pipi kanannya. Kemudian „ Cup‟. 2 detik, 5 detik. Aku mencium pipinya. Kemudian aku mundur sedikit. “ Hati – hati ya, di jalan”, kataku. Dia masih menampakkan raut wajah kaget. aku pun membalikkan badanku dan berjalan menuju rumahku. Aku lega. Semoga dia tahu apa yang kurasakan padanya. sadihnya ditainggalkan olehnya. Kemudian aku menitikkan air mata sebagai orang yang mersa ditinggalkannya, sebagai orang yang diperhatikannya dulu hingga sekarang, sebagai orang yang pernah disakitinya, sebagai orang yang pernah menyia- nyiakannya, sebagai orang yang pernah tersenyum bersamanya, sebagai orang yang pernah menangis bersamanya, sebagai orang yang dilindunginya dulu, sebagai sahabatnya, sebagai orang yang menganggapnya malaikat penyelamat dan sebagai orang yang mencintainya dengan tulus. Kulihat kebelakang, YePe sudah melangkah pergi sambil memegangi pipi kanannya. Dia tidak mengatakan apa – apa. Tandanya, dia tidak mencintaiku. Kemudian aku mendengar suara mobilnya kemudian dia pergi. Kemudian saat aku di teras, aku duduk di kursi teras sambil terus menangis. kemudian mobil Han memasuki halamanku. Kemudian dia berhenti dan keluar dari mobilnya. Dia menuju ke arahku. Dia tersenyum kemudian terdiam. Aku segera menghapus air mataku. “ Ada apa, Han?” tanyaku. “ Gue mau nepatin janji gue, tadi siang kan gue bilang ke loe kalo loe pasti ketemu gue lagi di acaranya YePe, tapi loenya malahh di tarik duluan ma YePe, tadi loe nangis ya? Di tolak ya?” tanya Han tersenyum meledek. “ Gak! Tapi dia mau ke Jerman!” jawabku. “ Apa? Jerman?” tanya Han sambil duduk di sampingku. Aku mengangguk. Aku pun menangis lagi. Kemudian Han menyandarkan kepalaku di bahunya. “ Gue cinta Han sama dia, tapi dia gak cinta sama gue, dia cinta sama orang lain yang sahabatan sama dia juga! Dia pengen bannget ngedapetin cewek itu, kalo sampe dia gak dapetin cewek itu dia bakal pergi ke Jerman. Gue gak mungkin donk, nyuruh dia jadian sama cewe itu, meskipun dia disini nanti gue bakal tersiksa juga karena dia milik orang lain, kalo gue ngebiarin dia pergi, gue juga bakal tersiksa, Han!” kataku mencurahkan semua isi hatiku pada Han. “ Loe yang sabar ya!” kata Han. Satu kata darinya sudah bisa menenangkan hati ku. Kemudian dia menghapus air mataku. 45