Praktikum ini bertujuan mengetahui cara perbanyakan krisan secara in vitro dan pengaruh air kelapa terhadap pertumbuhan tanaman. Eksplan krisan diinokulasikan ke media MS yang ditambah air kelapa. Hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi bibit krisan.
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...UNESA
1. Ada 145 botol media steril yang dihasilkan dari praktikum pembutan media MS (Murashige & Skoog), yaitu media A sejumlah 47 botol, media B sejumlah 50 botol, dan media C sejumlah 48 botol, dan tidak ada yang mengalami kontaminasi.
2. Pada eksplan embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea) yang ditanam pada botol media MS (Murashige & Skoog) ada 3 eksplan dan semuanya mengalami kontaminasi bakteri yang dapat dilihat dari warna akar dan tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan pada praktikum ini adalah:
- Organisme kecil yang masuk ke dalam media berupa bakteri
- Botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril
- Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
- Kecerobohan dalam pelaksanaan
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...UNESA
1. Ada 145 botol media steril yang dihasilkan dari praktikum pembutan media MS (Murashige & Skoog), yaitu media A sejumlah 47 botol, media B sejumlah 50 botol, dan media C sejumlah 48 botol, dan tidak ada yang mengalami kontaminasi.
2. Pada eksplan embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea) yang ditanam pada botol media MS (Murashige & Skoog) ada 3 eksplan dan semuanya mengalami kontaminasi bakteri yang dapat dilihat dari warna akar dan tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan pada praktikum ini adalah:
- Organisme kecil yang masuk ke dalam media berupa bakteri
- Botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril
- Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
- Kecerobohan dalam pelaksanaan
Materi perkembangbiakan vegetatif tumbuhan merupakan salah satu materi yang ada dalam kurikulum 2013 kelas 9 semester 1. Di dalam presentasi disajikan beberapa contoh tumbuhan yang melakukan perkembangbiakan vegetatif sesuai dengan muatan materi yang tertuang dalam silabus. dalam materi juga disajikan tujuan pembelajaran serta tugas bagi siswa untuk pembelajaran berikutnya.
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Aklimatisasi anggrek dari in vitro ke in vivo dilakukan secara bertahap menggunakan community pot dengan media arang dan sabut kelapa, kemudian ditutup dengan plastik. Sebelum diaklimatisasi, planlet anggrek dikeluarkan dari botol dan dicuci hingga bersih sampai tidak ada media agar yang masih menempel pada akar.
2. Pada penyilangan (Anggrek Dendrobium melintir >< Anggrek Dendrobium sp.) anggrek disilangkan dengan sesamanya dengan menempelkan serbuk sari pada putik bunga anggrek dengan menggunakan tusuk gigi, kemudian diberi label yang berisi nama spesies jantan dan betina anggrek yang disilangkan dengan tanggal saat melakukan penyilangan.
1. Laporan Praktikum
Pemuliaan Membiak Vegetatif
EFEKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS TANAMAN KRISAN
PADA MEDIA MS SECARA IN VITRO DENGAN PENAMBAHAN AIR
KELAPA
NAMA : ANDI TENRI KA SARI
NIM : G111 14 503
ASISTEN : MUSAWIRA
A. MULIARNI OSAKA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisan merupakan tanaman hari pendek yang inisiasi dan perkembangan
bunganya dikendalikan oleh panjang hari Tanaman krisan membutuhkan cahaya
lebih dari 13-16 jam sehari untuk tetap tumbuh secara vegetatif. Di daerah tropis
seperti Indonesia kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh cahaya matahari
yang lamanya rata-rata 12 jam sehari sehingga perlu ditambah dengan
pencahayaan buatan dari lampu listrik yang biasanya dilakukan setelah matahari
terbenam.
Meningkatnya bisnis bunga selain memacu perekonomian masyarakat
pedesaan dan meningkatkan devisa negara, juga akan membuka kesempatan kerja,
yang jadi permasalahan bahwa usaha tani bunga krisan pada saat ini masih
diusahakan oleh sebagian kecil masyarakat saja. Selain itu pengembangan usaha
budidaya krisan belum bisa diusahakan secara optimal karena adanya beberapa
kendala diantaranya keterbatasan modal, bibit produksi yang masih didatangkan
dari luar daerah.
Menurut Badan Pusat Statistik (2016) produksi krisan di indonesia pada
tahun 2016 mencapai 305.867.882 tangkai. Kemudian pada tahun 2012 meningkat
menjadi 397.651.571 tangkai. Pada tahun 2013 produksi krisan nasional
mengalami penurunan menjadi 387.208.754 tangkai,lalu kembali meningkat pada
tahun 2014 menjadi 427.248.059 tangkai.Pada tahun 2015 angka produktivitas
tanaman krisan nasional mencapai angka 442.698.194 tangkai.
3. Tingginya permintaan tanaman hias menjadikan usaha di bidang pengadaan
tanaman hias menjanjikan keuntungan yang besar, salah satu tanaman hias yang
populer adalah krisan. Di Indonesia, permintaan terhadap bunga krisan meningkat
25% per tahun, bahkan menjelang tahun 2003 permintaan pasarnya meningkat
31,62%. 1 Tanaman hias krisan termasuk bunga yang paling populer karena
memiliki keunggulan, yaitu keunggulan kaya warna dan tahan lama. Krisan
merupakan salah satu bunga potong dengan nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini
dibuktikan dengan tingginya produktivitas tanaman. Pada tahun 2006 produksi
bunga potong krisan menempati urutan pertama sebesar 63.716.256 tangkai atau
38,23%. Angka ini di atas mawar, sedap malam, gladiol dan anggrek. Tahun 2008
produksinya meningkat hingga 99.158.942 tangkai jauh di atas anggrek dengan
produksi 15.343.040, mawar 39.161.603 tangkai dan sedap malam 21.180.043
tangkai. Tahun 2009 total produksinya sudah mencapai 107.847.072 tangkai, dan
tahun 2010 dengan 185.232.970 tangkai. Permintaan pasar akan produk krisan ini
rata-rata meningkat 10% per tahun.
Aspek yang dapat meningkatkan produksi tanaman krisan adalah
penggunaan ZPT. Sitokinin diperlukan untuk menginduksi tunas dari eksplan,
namun konsetrasi efektif dari suatu jenis sitokinin tergantung pada genotipe
tanaman. Kebutuhan akan jenis dan konsentrasi auksin dan atau sitokinin sebagai
stimuli dalam regenerasi organ (tunas/akar) bersifat species-specific tergantung
genotipetanaman yang dikulturkan. Zat pengatur pertumbuhan dari golongan
auksin yang biasa digunakan untuk menginduksi kalus adalah 2,4-D. Zat pengatur
tumbuh 2,4-D dan BAP memiliki pengaruh bagi pertumbuhan tanaman yang
4. dikembangkan dalam media Murashige – Skoog (MS). Auksin baik dalam efek
menghambat maupun efek yang mendorong pembelahan sel Oleh karena itu,
konsentrasi dan jenis ZPT yang tepat untuk perbanyakan tunas in vitro pada
genotipe tertentu perlu diteliti.
Salah satu yang menjadi permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan
produksi krisan nasional adalah Indonesia masih mengimpor bibit dari luar negeri.
Bibit krisan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, sehingga dengan mengimpor
bibit biaya produksi semakin mahal Ketersediaan bunga krisan secara kontinu
juga diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen. Masalah impor bibit dan
kontinuitas ketersediaan bunga dapat diatasi melalui perbanyakan dengan teknik
kultur in vitro. Kultur in vitro tanaman mempunyai potensi sangat besar dalam
program pemuliaan tanaman serta penyediaan benih dan bibit berkualitas
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum mengenai perbanyakan
beberapa varietas krisan secara in vitro untuk mendapatkan bibit krisan dengan
jumlah yang banyak dalam waktu yang cukup singkat.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini adalah mengetahui cara perbanyakan krisan secara
invitro dan mengetahui pengaruh air kelapa terhadap pertumbuhan bagian-bagian
tanaman.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai acuan dalam memenuhi
kebutuhan produksi tanaman krisan kedepannya sebagai salah satu produk bunga
potong yang dapat meningkatkan kas Negara.
5. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Krisan
Bunga krisan merupakan bunga yang bermahkota dengan warna yang
beraneka ragam. Tidak ada warna khusus yang dimiliki oleh bunga krisan karena
sebagian besar warna dapat dijumpai dari beberapa jenis krisan ini. Ada banyak
spesies pada klasifikasi tanaman krisan seperti, Chrysanthemum daisy,
Chrysanthemum indicum, Chrysanthemum coccineum, Chrysanthemum
frustescens, Chrysanthemum maximum, Chrysanthemum hornorum, dan
Chrysanthemum parthenium (Nuryanto, 2006).
Bunga krisan merupakan bunga majemuk di dalam satu bonggol bunga
terdapat bunga cakram yang berbentuk tabung dan bunga tepi yang berbentuk
pita. Bunga tabung dapat berkembang dengan warna yang sama atau berbeda
dengan bunga pita (Rukmana, 2007).
Menurut Arianti (2009), klasifikasi dari tanaman krisan yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chrysanthemum
Spesies : Chrysanthemum morifolium Ramat.
6. Menurut Arianti (2009), deskripsi dari tanaman krisan yaitu sebagai berikut:
1. Batang
Batang tanaman krisan tumbuk tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau.
Bila dibiarkan tumbuh terus, batang menjadi keras (berkayu) dan berwarna hijau
kecokelat-cokelatan.
2. Bunga
Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai
(tandan) berukuran pendek sampai panjang. Bunga krisan tergolong bunga
tunggal. Diameter bunga sekitar 6,5 cm. Diameter mata bunga sekitar 2 cm,
Warna bunga kuning emas.
3. Akar
Perakaran tanaman krisan dapat menyebar kesemua arah pada kedalaman 30
cm – 40 cm. akarnya berjenis serabut
4. Daun
Daun pada tanaman krisan merupakan ciri khas dari tanaman ini. Bentuk daun
tanaman krisan yaitu bagian tepi bercelah atau bergerigi, tersusun berselang-seling
pada cabang atau batang.
5. Buah dan biji
Buah yang dihasilkan dari proses penyerbukan berisi banyak biji. Biji
digunakan untuk bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Biji krisan
berukuran kecil dan berwarna cokelat sampai hitam.
Bunga krisan sangat populer dimasyarakat karena banyaknya jenis, bentuk
dan warna bunga. Selain bentuk mahkota dan jumlah bunga dalam tangkai, warna,
7. bunga juga menjadi pilihan konsumen. Pada umumnya konsumen lebih menyukai
warna merah, putih dan kuning, sebagai warna dasar krisan namun sekarang
terdapat berbagai macam warna yang merupakan hasil persilangan diantara warna
dasar tadi. Selain sebagai tanaman hias, bunga krisan juga sudah lama digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, sakit kepala, batuk dan
gangguan penglihatan secara tradisional (Desi, 2016).
2.2 Kultur Jaringan Krisan
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara in
vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media
kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh),
serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Desi, 2016).
Keunggulan dari kultur jaringan antara lain mampu menghasilkan bibit
tanaman dalam jumlah lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat, tidak
tergantung pada iklim dan cuaca, menghasilkan tanaman yang sehat dan bebas
cendawan maupun virus, mempertahankan sifat fisiologis dan morfologis tanaman
induk dan memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik (Windiastika, 2013).
Dalam perbanyakan tanaman krisan melalui kultur jaringan dapat melalui 2
jalur yaitu organogenesis dan embryogenesis somatic. Jalur embriogenesis
somatik dimasa yang akan datang lebih mendapat perhatian karena bibit dapat
berasal dari satu sel somatic sehingga bibit yang akan dihasilkan dapat lebih
banyak dibandingkan melalui jalur organogenesis. Disamping itu sifat
perakarannya sama dengan bibit asal biji (Lestari, 2011).
8. Menurut Desi (2016), kultur jaringan krisan terdiri dari beberapa tahapan
diantaranya yaitu:
1. Tahap 0, pemilihan dan penyiapan tanaman induk sebagai sumber eksplan.
2. Tahap I, culture establishment (sterilisasi eksplan, penanaman eksplan di
mediakultur, dan inisiasi tunas).
3. Tahap II, multiplication (seperti perbanyakan propagul, tunas aksilar, atau
embrio).
4. Tahap III, root formation (pemanjangan akar dan pengakaran)
5. Tahap IV, acclimatization (memindahkan plantlet ke lingkungan eksternal).
Eksplan adalah bagian kecil dari tanaman yang ditanam dan diperbanyak
dengan teknik kultur jaringan. Eksplan yang digunakan dalam teknik kultur
jaringan harus memiliki kondisi fisiologi yang tepat dan bebas penyakit. Selain itu
jenis tanaman, bagian tanaman, morfologi permukaan, lingkungan tumbuh, umur,
kondisi tanaman, ukuran eksplan serta musim pengambilan merupakan beberapa
faktor keberhasilan dalam tahapan kultur jaringan (Desi, 2016).
Menurut Lestari (2011), hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pemilihan
sumber ekplan dari tanaman krisan adalah sebagai berikut:
1. Susunan genotipe sumber eksplan, eksplan diambil dari pilihan dengan satu
atau beberapa karakter unggul,
2. Umur ontogenik, semakin juvenil sumber ekplan maka daya regenerasinya
semakin tinggi dan sebaliknya,
3. Ukuran ekplan, semakin kecil ukuran eksplan maka semakin rendah
peluang terjadinya kontaminasi dan sebaliknya.
9. Bagian tanaman krisan yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan
tanaman adalah kalus, sel, protoplas, pucuk, bunga, daun, akar, umbi, biji atau
bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau kotiledon (Desi, 2016).
2.3 Media Kultur Jaringan
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur
jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada
kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Irfan, 2011).
Berbagai formulasi media kultur telah dibuat sesuai dengan tujuan
perbanyakan. Murashige and Skoog (MS) adalah salah satu formula media kultur
yang populer digunakan. Yusnita (2003) dalam Indriani (2014) yang menyatakan
bahwa kompleksitas komposisi nutrisi pada medium MS menyebabkan media
tanam ini sering digunakan dalam pemanfaatan perbanyakan tanaman. Selain
komposisi nutrisi yang komplek, media MS merupakan media kultur yang
sederhana sehingga mudah untuk dibuat. Media kultur tersebut dapat digunakan
dalam bentuk padat maupun cair.
Menurut Yuwono (2008) dikembangkan ada beberapa media lain yang
dikembangkan berdasarkan media MS antara lain:
1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur
makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM,
sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan
senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk
10. penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin
& Nitsch dalam penelitian kultur anther.
2. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan untuk kultur suspensi sel
white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah
konsentrasi Ca2+ nya.
3. Chaturvedi mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+,
Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan
persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan
yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih
sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang
mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan,
maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap. Pengendapan
unsurunsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih
tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui.
Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya
konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap (Yuwono, 2008).
2.4 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) didefinisikan sebagai senyawa organik bukan
nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesiskan pada bagian tertentu
tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut
menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis. Dua
golongan ZPT yang penting dalam kultur jaringan yaitu auksin dan sitokinin. ZPT
11. ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel dan organ.
Interaksi dan perimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Untuk pertumbuhan dan perkembangan kultur in vitro diperlukan komposisi dan
atau konsentrasi ZPT yang berbeda untuk satu varietas dengan varietas lain dari
suatu tanaman. Penentuan taraf konsentrasi juga disesuaikan dengan tipe organ
atau eksplan, metode kultur jaringan dan tingkat kultur jaringan (pembuatan kalus,
induksi tunas, induksi akar, dan lainlain) (Fatimah, 2010).
Air kelapa telah lama diketahui sebagai bahan yang kaya akan zat-zat aktif
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Pada tahun 1941, van Overbeck
menemukan bahwa air kelapa mengandung faktor-faktor esensial untuk
pertumbuhan dan perkembangan potongan embrio muda pada Datura
siramonium. Air kelapa berpotensi menjadi sumber karbon karena karbohidrat di
dalamnya terdiri dari gula yang hampir dari setengah bagian adalah sukrosa dan
sisanya adalah glukosa, fruktosa dan manitol. Secara umum, air kelapa
mengandung 4,7% total padatan, 2,6% gula, 0,55% protein, 0,74% lemak, serta
0,46% mineral. Beberapa jenis kelapa ada yang memiliki kadar gula sebesar 3%
pada air kelapa tua dan 5,1% pada air kelapa muda. Selain itu terdapat pula asam
amino, asam organik, vitamin dan zat pengatur tumbuh (Siahaan, 2014).
Hormon yang terkandung dalam air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh
adalah sitokinin 5,8 mgL-1, auksin 0,07 mgL-1 dan giberelin. Auksin membantu
proses pembiakan vegetatif. Auksin adalah hormon tumbuhan yang ditemukan
pada ujung batang, akar, dan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran
12. sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon
tumbuhan atau sering disebut fitohormon merupakan sekumpulan senyawa
organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun buatan,
yang dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan tanggapan secara biokimia,
fisiologis dan morfologis untuk mendorong, menghambat, atau mengubah
pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. Beberapa tipe
auksin aktif dalam konsentrasi yang rendah antara 0.01-10 mg/L. (Bey, 2011)
Sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologi di dalam tanaman.
Aktivitas utama sitokinin adalah sitokinesis atau pembelahan sel. Aktivitas ini
yang menjadi kriteria utama untuk menggolongkan suatu zat pengatur tumbuh ke
dalam sitokinin. Aktivitas sitokinin tergantung juga dari aktivitas fitohormon yang
lainnya, terutama auksin baik dalam efek menghambat maupun efek yang
mendorong pembelahan sel. Sitokinin dan auksin memiliki peran yang sangat
penting dalam hal menginduksi tunas adventif. Nisbah keduanya akan
menentukan apakah suatu kalus akan membentuk tunas adventif, akar, atau tunas
adventif dan akar. Nisbah auksin sitokinin yang tinggi akan mendorong
morfogenesis akar, sebaliknya nisbah sitokinin-auksin yang tinggi akan
mendorong pembentukan tunas (Desi, 2016).
Hormon yang terkandung dalam air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh
adalah sitokinin 5,8 mgL-1, auksin 0,07 mgL-1 dan giberelin. Auksin membantu
proses pembiakan vegetatif. Auksin adalah hormon tumbuhan yang ditemukan
pada ujung batang, akar, dan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran
sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon
13. tumbuhan atau sering disebut fitohormon merupakan sekumpulan senyawa
organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun buatan,
yang dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan tanggapan secara biokimia,
fisiologis dan morfologis untuk mendorong, menghambat, atau mengubah
pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan (Fatimah, 2010).
Beberapa tipe auksin aktif dalam konsentrasi yang sangat rendah antara 0.01
sampai 10 mgL-1. Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu proses
pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang,
mempercepat perkecambahan, membantu proses pembelahan sel, mempercepat
pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini
sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin. Auksin menyebar luas
dalam tubuh tanaman dari batang atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui
jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkim. Auksin sering digunakan
untuk merangsang pertumbuhan akar dan sebagai bahan aktif sering yang
digunakan dalam persiapan hortikultura komersial terutama untuk
akar. Diperkirakan bahwa dalam air kelapa mengandung zeatin yang diketahui
termasuk dalam kelompok sitokinin (Fatimah, 2010).
Hormon sitokinin atau Benzil Amino Purin (BAP) merupakan hormon
turunan dari adenin yang berfungsi dalam hal pembelahan sel dan diferesiansi
mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi pada pembuluh xilem.
Sitokinin terutama juga bekerja pada proses cytokinesis (proses pembelahan sel)
pada berbagai organ tanaman. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah
meristematik dan daerah potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun
14. muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian. Selama ini air kelapa banyak
digunakan di laboratorium sebagai nutrisi tambahan di dalam media kultur
jaringan. Sitokinin bersama dengan auksin mempunyai peranan penting untuk
mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam
pembentukan tunas pucuk dan pertumbuhan akar. Giberelin merupakan hormon
tumbuh alami pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat
perkecambahan suatu tanaman (Fatimah, 2010).
2,4-Diklorofenoksiasetat merupakan golongan auksin yang sering digunakan
untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik. Hormon ini mempunyai
sifat lebih stabil karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang dikeluarkan
oleh sel atau saat pemanasan pada proses sterilisasi, lebih tersedia, lebih murah
dan paling efektif dalam memacu pembentukan kalus. Auksin 2,4-D lebih efektif
dibandingkan dengan auksin yang lain untuk meningkatkan perkembangan dan
proliferasi kultur embriogenik. 2,4-D mendorong pertumbuhan embrio somatik
dari embriogenesis. 2,4-D pada 22 konsentrasi rendah akan menginduksi
terbentuknya kalus, namun pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan timbulnya
mutasi karena 2,4-D bersifat herbisida dan akan menyebabkan perubahan jaringan
tanaman Pemakaian 2,4-D biasanya digunakan dalam jumlah kecil dan dalam
waktu yang singkat, antara 2-4 minggu karena merupakan auksin kuat, artinya
auksin ini tidak dapat diuraikan di dalam tubuh tanaman. Konsentrasi hormon
yang diberikan bervariasi tergantung jenis tanaman, misalnya konsentrasi 2,4-D
yang biasa digunakan pada tanaman monokotil adalah 2,0-10 mg/L dan
15. konsentrasi 2,4-D pada tanaman dikoti yang menunjukkan pertumbuhan kalus
adalah 0,001-2,0 mg/L (Desi, 2016).
2.5 Variasi Semaklonal
Variasi somaklonal merupakan perubahan genetic yang bukan disebabkan
oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses
persilangan. Istilah pre-existing cellular genetic, yaitu keragaman yang diinduksi
oleh kultur jaringan. Keragaman ini dapat muncul akibat penggandaan dalam
kromosom (fusi, endomitosis), perubahan jumlah kromosom perubahan struktur
kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma (Kumar, 2008).
Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft
yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan
melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel-
sel gamet dari tanaman tersebut (Kadir, 2007).
Variasi somaklonal menduduki posisi yang unik, karena keuntungan dan
kerugiannya dalam sistem kultur jaringan. Tanaman yang diregenerasikan secara
kultur in vitro melalui sel somatik sering berbeda fenotip dengan tanaman awal.
Fenomena ini akhirnya disebut variasi somaklonal. Analisis turunan menunjukkan
bahwa variasi somaklonal adalah perubahan genetik walaupun perubahan DNA
somaklonal sampai sekarang masih terus dipelajari. Perubahan variasi genetik
merupakan komponen yang esensial dalam program pemuliaan tanaman. Variasi
somaklonal digunakan untuk memperoleh tanaman potensial dengan sifatsifat
yang diinginkan, tetapi variasi ini justru tidak dikehendaki dalam kultur jaringan
16. (sebagai perbanyakan aseksual) karena dapat meningkatkan variabilitas terutama
untuk tanaman transgenic (Kadir, 2007).
Menurut Yunita (2009) beberapa kelebihan variasi somaklonal dibandingkan
dengan tekniklainnya adalah sebagai berikut:
1. Lebih murah dibandingkan dengan pendekatan bioteknologi dengan
hibridisasi somatik dan transformasi genetik,
2. Sistem kultur jaringan dapat menggunakan lebih banyak spesies tanaman
daripada manipulasi dengan hibridisasi somatik dan transformasi genetik,
3. Tidak perlu identifikasi sifat (trait) berdasarkan sifat genetik dibanding de-
ngan transformasi yang memerlukan identifikasi genetik untuk isolasi dan
kloning gen dimaksud,
4. Dilaporkan varian-varian noveltis telah ba-nyak dihasilkan di antara
somaklon yang dihasilkan variasi somaklonal. Bukti genetik dan sitogenetik
mengindikasikan bahwa frekuensi dan distribusi terjadinya rekombinasi
genetik dapat diubah dengan jalan lintas melatui kultur jaringan.
Beberapa sifat tanaman dapat berubah akibat variasi somaklonal, namun
sifat. lainnya tetap menyerupai induknya. Dengan demikian, variasi somaklonal
sangat memungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa sifat yang diinginkan
dengan tetap mempertahankan karakter unggul lainnya (Kadir, 2007).
Melalui variasi somaklonal telah diperoleh beberapa varietas krisan yang
lebih baik kualitasnya antara lain tahan penyakit, kekeringan, dan produksi lebih
tinggi. Adanya keragaman genetik yang luas di dalam plasma nutfah krisan
memberikan peluang yang besar untuk perbaikan genotipe tanaman krisan.
17. Berbagai sifat tanaman krisan dapat berubah akibat variasi somaklonal tetapi
diharapkan karakter unggul seperti tampilan dan kualitas yang ada tetap
menyerupai tanaman induk krisan. Dengan variasi somaklonal dimungkinkan
untuk mengubah satu atau beberapa karakter tertentu tanaman krisan dengan tetap
mempertahankan karakter unggul lainnya yang sudah dipunyai tanaman induknya
dari generasi yang sebelumnya (Novita, 2011).
Variasi somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan
melalui kultur jaringan. Variasi tersebut dapat berasal dari keragaman genetik
eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Variasi
somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari
mutasi genetik pada eksplan yang diinduksi pada kondisi in vitro (Kadir, 2007).
Variasi somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang
diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman
yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman
somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat
diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik
biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Kadir, 2007).
18. BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Kultur Jaringan Tanaman Krisan dilaksanakan di Laboratorum
Kultur Jaringan, Jurusan Budidaya Tamanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Dan dilaksanakan setiap hari Kamis, yang dimulai pada
tanggal 08 September- 24 November 2016, pukul 10.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, gelas ukur, erlenmeyer,
gelas piala, timbangan analitik, pipit tetes, buret, pengaduk, kertas pH, hotplate,
botol kultur, autoclave, karet gelang, , bunsen, pinset, gelas beker, cawan petri,
timbangan analitik, handsparyer, laminar air flaw,dan gunting kultur.
Adapun bahan yang digunakan yaitu, Agar-agar 5 gram, aquades 1 liter,
gula, air kelapa muda, alkohol 96% 1 liter, kertas saring, alkohol 70% 1 liter,
larutan HCl, larutan NaOH, stok A sampai stok H, karet gelang, wrapping plastic,
spirtus, almunium foil, BAP, 2.4-D, air, eksplan 8 varietas tanaman krisan dan
label.
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Persiapan Alat
Adapun metode persiapan alat pada praktikum ini yaitu mulai dari
mensterilkan alat-alat kaca seperti gelas ukur, Erlenmeyer 1000 ml, gelas piala,
pipet buret, pengaduk, dan botol kultur dengan menggunakan autoclave. Alat-alat
tersebut terlebih dahulu dicuci dengan bersih, kemudian dibungkus dengan
19. menggunakan kertas. Autoclave yang telah diisi air yang tidak mengenai
pembatas , lalu dimasukkan alat-alat yang telah dibungkus tersebut kedalam
autoclave. Autoclave dinyalakan dan dipanaskan dengan tekanan 17 – 20 Psi (1,5
Atm) dan suhu 121OC selama 1 jam.
Setelah itu, alat dikeluarkan dan siap digunakan. Menggunting almunium
foil hingga menjadi beberapa bagian disesuaikan dengan banyaknya botol kultur
yang akan digunakan dengan ukuran kurang lebih 10 cm x 10 cm.
3.3.2 Pembuatan dan Sterilisasi Media
Adapun metode pembuatan dan sterilisasi media pada praktikum ini yaitu
terlebih dahulu menyiapkan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan media
seperti air kelapa yang disaring terlebih dahulu dengan kertas saring yang akan
ditampung dalam erlenmeyer hingga mencapai 200 ml. Menimbang gula dan
agar-agar berturut-turut sebanyak 30 gram dan 7 gram dengan menggunakan
timbangan analitik. Setelah itu, mencampurkan semua bahan yang dimulai dengan
pengambilan stok A, B, C, D, E, F, G, dan H dengan menggunakan pipet buret
berturut-turut sebanyak 10 ml, 10 ml, 5 ml, 5 ml, 5 ml, 5 ml, 0.5 ml, dan 0.5 ml
yang diukur menggunakan gelas ukur dan masing-masing stok dimasukkan
kedalam gelas piala serta menambahkan gula 30 gram. Memasukkan semua bahan
yang ada dalam gelas piala ke Erlenmeyer yang berisi air kelapa. Mengaduk
larutan tersebut dengan pengaduk. Mengukur pH dari larutan tersebut
menggunakan kertas pH hingga mencapai sekitar 5,8 (kuning-hijau). Jika pH nya
rendah, maka ditambahkan larutan NaOH dan jika pH nya tinggi, maka
ditambahkan larutan NaCl sehingga mencapai pH yang ditentukan. Menambahkan
20. aquades hingga larutan mencapai 1000 ml. menambahkan agar-agar kedalam
Erlenmeyer, lalu diaduk. Setelah itu, larutan yang ada dalam Erlenmeyer
dipanaskan di atas hotplate hingga mendidih. Kemudian larutan dimasukkan
kedalam botol kultur dengan takaran sekitar 10 ml setiap botolnya. Botol ditutup
dengan almunium foil lalu direkatkan dengan karet gelang. Memukul-mukul
bagian tutup almunium foil dengan telapak tangan sehingga almunium foil
membentuk cekungan rapih. Mensterilisasikan botol-botol kultur yang berisi
media cair kedalam autoclave dengan tekanan 1 atm selama 10 menit. Menunggu
sterilisasi alat sampai selesai. Memindahkan seluruh media yang telah disterilisasi
ke tempat penyimpanan media.
3.3.3 Persiapan Penanaman
Adapun metode persiapan penanaman pada praktikum ini yaitu,
menyalakan UV laminar air flow selama 15 menit terlebih dahulu. Jika laminar air
flaw telah siap digunakan, maka selanjutnya memasukkan alat dan bahan yang
telah disterilisasi seperti cawan petri, gunting kultur dan pinset yang ujungnya
direndam dengan alkohol 96%, botol kultur yang berisi media kultur, botol kultur
yang berisi eksplan, wrapping plastik, dan label. Menyalakan bunsen dengan
menggunakan korek gas hingga menghasilkan api berwarna keunguan.
3.3.4 Penanaman
Sebelum melakukan kerja dalam laminar, terlebih dahulu kita memakai baju
laboratorium serta memakai masker. Setelah itu, menyemprotkan alkohol 70% ke
tangan agar lebih steril. Membuka pintu laminar air flow secara perlahan.
Memotong eksplan sepanjang 2 buku dan 1 ruas mengggunakan gunting kultur
21. yang telah disterilisasi (dipanaskan diatas nyala api bunsen lalu dikering
anginkan). Menyimpan hasil potongan didalam cawan petri yang beralaskan
tissue. Membuka tutup media kultur mengguanakan pinset (hindari kontak tangan
dari bagian dalam penutup botol kultur), jika karet gelang telah dilepas.
Mengambil planlet sebanyak dua kali menggunakan pinset yang kemudian
ditanam ke dalam botol kultur. Mensterilisasi mulut botol kultur dengan cara
berulang kali melewatkan mulut botol ke nyala api bunsen (pemijaran). Sama
halnya dengan mulut botol kultur, almunium foil sebagai penutup botol kultur
juga disterilisasi pemijaran. Setelah itu, botol kultur ditutup dengan almunium foil
yang direkatkan dengan wrapping plastik agar tertutup rapat. Memberi label pada
botol kultur dengan keterangan nama, tanggal tanam, dan simbol klon.
Menyimpan hasil penanaman di tempan penyimpanan kultur.
3.3.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan botol-botol kultur dilakukan dengan cara meletakkan pada
tempat yang suhu rendah. Untuk mencegah kontaminasi, botol-botol tersebut
disemprot dengan alkohol 70 % setiap hari sekali.
3.4 Parameter Pengamatan
Adapun parameter pengamatan dari praktikum ini yaitu:
1. Jumlah Daun dihitung berdasarkan daun pada tiap tunas dan diukur dari berapa
banyak jumlah daun yang muncul dan membuka.
2. Tinggi tunas diukur dari pangkal batang hingga ujung batang
3. Jumlah Tunas dihitung berdasarkan banyaknya tunas lateral yang muncul.
22. 4.Jumlah Akar dihitung berdasarkan jumlah yang keluar akar yang keluar sampai
hari terakhir penelitian.
5. Panjang Akar diukur dari pangkal akar sampai ujung akar.
6. Kecepatan Tumbuh Planlet diukur dari hari pertama tumbuhnya tunas
7. Kecepatan Berakar diukur berdasarkan panjang akar yang keluar per hari yang
di dibutuhkan.
8. Kecepatan Bertunas diukur berdasarkan panjang tunas yang muncul per hari
yang digunakan untuk membentuk tunas
9. Kecepatan Berkalus diukur berdasarkan panjang keluar kalus per hari yang
digunakan untuk membentuk kalus.
10. Heritabilitas
23. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil praktikum perbanyakan beberapa varietas krisan (Chrysanthemum sp.)
secara kultur jaringan adalah sebagai berikut :
4.1.1 Jumlah Daun
Grafik 1. Keseluruhan Rata-rata Jumlah Daun dari beberapa Varietas Krisan
terhadap Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
13.25
14.92
11.25
9.75
8.42
10.67
12.67
11.50
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
JumlahDaun
Varietas
24. 4.1.2 Tinggi Tunas
Grafik 2. Pengukuran Rata-rata Tinggi Daun beberapa Varietas Krisan terhadap
Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
4.1.3 Jumlah Akar
Grafik 3. Pengukuran Rata-rata Jumlah Akar beberapa Varietas Krisan terhadap
Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
19.67
9.15
11.42
8.04
12.04
7.29
11.21
8.19
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
TinggiTunas
Varietas
12.25
8.92
7.50
12.75
11.17
10.50
14.17
12.33
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
JumlahAkar
Varietas
25. 4.1.4 Panjang Akar
Grafik 4. Pengukuran Rata-rata Panjang Akar beberapa Varietas Krisan terhadap
Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
4.1.5 Pembentukan Planlet
Grafik 5. Pengukuran Rata-rata Kecepatan Pembentukan Planlet beberapa
Varietas Krisan terhadap Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
15.00
16.42
9.29
17.67
21.17 20.83
11.42
16.58
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
PanjangAkar
Varietas
10.25
12.17
10.75
9.50 9.67
6.08 5.83
12.42
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
PembentukanPlanlet
Varietas
26. 4.1.6 Jumlah Tunas
Grafik 6. Pengukuran Rata-rata Jumlah Tunas beberapa Varietas Krisan terhadap
Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
4.1.7 Kecepatan Akar
Grafik 7. Pengukuran Rata-rata Kecepatan Akar beberapa Varietas Krisan
terhadap Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
1.58
1.25
1.33
1.42
1.00
1.42
1.00
1.42
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
JumlahTunas
Varietas
10.25
12.17
10.75
9.50 9.67
5.08
5.83
12.42
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
KecepatanBerakar
Varietas
27. 4.1.8 Kecepatan Bertunas
Grafik 8. Pengukuran Rata-rata Kecepatan Bertunas beberapa Varietas Krisan
terhadap Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
4.1.9 Kecepatan Berkalus
Grafik 9. Pengukuran Rata-rata Kecepatan Berkalus beberapa Varietas Krisan
terhadap Media MS.
Sumber : data primer setelah diolah, 2016
7.67
5.75
7.17
7.67
4.75
6.17
5.17
5.58
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
KecepatanBertunas
Varietas
90 90 90 90 90 90 90 90
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
M1V1 M1V2 M1V3 M1V4 M1V5 M1V6 M1V7 M1V8
KecepatanBerkalus
Varietas
28. Data grafik 1 diatas menunjukkan bahwa kecepatan membentuk berkalus planlet
sama disemua perlakuan dengan nilai 90 (tidak ada yang berkalus) dari perlakuan
M1V1 sampai M1V8.
4.1.10 Heritabilitas
Data grafik10 diatas menunnjukkan nilai heritabilitas perlakuan M1V1 sampai
M1V8.
4.2 Pembahasan
Pada grafik jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
jumlah akar terbanyak yaitu M1V2 dengan rata-rata jumlah daun 14, sedangkan
perlakuan yang memiliki jumlah daun paling sedikit yaitu M1V4 dengan rata-rata
jumlah daun 8,42.
Pada grafik tinggi tunas menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
tinggi tunas tertinggi yaitu M1V1 dengan rata-rata tinggi tunas 19,67 cm,
Sedangkan perlakuan yang memiliki tinggi tunas paling pendek yaitu M1V6
dengan rata-rata tinggi tunas 7,29 cm.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Jumlah
Daun
Kec.
Bertunas
Kec.
Berakar
Jumlah
Tunas
Tinggi
Tunas
Jumlah
Akar
Panjang
Akar
Kec.
Pemb.
Planlet
Heritabilitas
29. Pada grafik jumlah akar menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
jumlah akar tertinggi yaitu M1V7 dengan rata-rata jumlah akar yaitu 14,17 cm,
sedangkan perlakuan yang memiliki jumlah akar paling pendek yaitu M1V3
dengan rata-rata tinggi tunas 7,50 cm.
Pada grafik panjang akar menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
panjang akar terpanjang yaitu M1V5 dengan rata-rata panjang akar 21,17 cm ,
sedangkan perlakuan yang memiliki panjang akar paling pendek yaitu M1V3
dengan rata-rata panjang akar 9,29 cm.
Pada grafik pembentukan planlet menunjukkan bahwa perlakuan yang
memiliki pertumbuhan planlet yang cepat yaitu M1V7 dengan rata-rata
pembentukan planlet 5,83, sedangkan perlakuan yang memiliki pembentukan
planlet paling lambat yaitu M1V8 dengan rata-rata pembentukan planlet 12,42.
Pada grafik jumlah tunas menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
jumlah tunas terbanyak yaitu M1V1 dengan rata-rata jumlah tunas 1,58,
sedangkan perlakuan yang memiliki jumlah tunas paling sedikit yaitu M1V5 dan
M1V7 dengan rata-rata jumlah tunas 1.
Pada grafik kecepatan akar menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
kecepatan akar paling tinggi yaitu M1V6 dengan rata-rata kecepatan akar 5,08
atau pertumbuhan akar terjadi pada hari kelima, sedangkan perlakuan yang
memiliki kecepatan akar paling rendah yaitu M1V8 dengan rata-rata kecepatan
akar 12,42 atau pertumbuhan akar terjadi pada hari kedua belas.
Pada grafik kecepatan bertunas menunjukkan bahwa perlakuan yang
memiliki kecepatan bertunas tertinggi yaitu M1V5 dengan rata-rata kecepatan
30. bertunas 4,75 atau pertumbuhan tunas rata-rata terjadi pada hari keempat atau
kelima bila dibandingkan dengan perlakuan M1V8 dan M1V2 yang selisihnya
tipis yaitu 5,2 dan 5,75. Sedangkan perlakuan yang memiliki kecepatan bertunas
paling rendah yaitu M1V1 dan varietas M1V4 dengan rata-rata kecepatan
bertunas 7,67.
Pada grafik kecepatan berkalus menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan
rata-rata kecepatan berkalusnya sama yaitu 90 atau perlakuan mulai dari M1V1
sampai M1V8 tidak ada yang berkalus.
Perlakuan yang menunjukkan pertumbuhan yang stabil pada akar, batang,
daun, dan tunas adalah MIV7. Sedangkan perlakuan yang menunjukkan
pertumbuhan yang kurang stabil pada akar, batang, daun, dan tunas adalah MIV8.
Berdasarkan tabel yang telah dilihat diatas dapat kita lihat bahwa
penggunaan media MS dengan penambahan air kelapa dapat mempengaruhi
pertumbuhan bagian-bagian tanaman dari varietas tertentu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fatimah (2010) yang mengatakan bahwa hormon sitokinin pada air
kelapa merupakan hormon turunan dari adenin yang berfungsi dalam hal
pembelahan sel dan diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi
pada pembuluh xilem. Sitokinin terutama juga bekerja pada
proses cytokinesis (proses pembelahan sel) pada berbagai organ
tanaman. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah meristematik dan daerah
potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun muda, pengembangan buah-
buahan, dan biji-bijian. Sitokinin mempunyai peranan penting untuk mendorong
31. terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan
tunas pucuk dan pertumbuhan akar.
Nilai heritabilitas yang diperoleh dari ketujuh parameter tersebut
menunjukkan nilai yang tinggi, menurut pendapat Stanfield (2011) yang
mengatakan bahwa heritabilitas tinggi bila bernilai lebih besar dari 50%, sedang
bila bernilai pada kisaran 20 – 50% dan lebih kecil bila bernilai lebih rendah dari
20%. Jika nilai heritabilitas tinggi berarti ada kontribusi genetik terhadap
keragaman fenotip. Berbeda pada parameter kecepatan bertunas yang memiliki
nilai heritabilitas 37,48% dan termasuk kategori sedang, artinya kontribusi genetik
tidak terlalu mempengaruhi perubahan fenotip.
32. BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Media MS ( Murashige and Skoog ) dengan penambahan air kelapa baik
untuk digunakan dalam perbanyakan tanaman krisan secara kultur
jaringan.
2. Perlakuan M1V7 atau varietas krisan Tomohon Kuning paling
berpengaruh terhadap media MS dengan penambahan air kelapa.
3. Dari seluruh parameter pengamatan dapat diketahui bahwa nilai
heritabilitas menunjukkan penilaian yang tinggi kecuali untuk kecepatan
bertunas.
4.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mendapatkan data dan hasil
yang lebih baik lagi, serta adanya kejelasan mendetail dari asisten tentang
pelaksanaan praktikum dan konsistensi terhadap structural dari pembuatan
laporan.
33. DAFTAR PUSTAKA
Arianti. 2009. Krisan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Data Produksi Tanaman Hias
.http://www.hortikultura.deptan.go.id/index. Download 15 November
2016.
Bey, Y, Syafii, W. dan Sutrisna. 2011. Pengaruh Pemberian Giberelin (GA3) dan
Air Kelapa Terhadap Perkecambahan Biji Anggrek Bulan (Phalaenopsis
ambilis BL) Secara In Vitro. Jurnal Universitas Riau. Pekanbaru.
Desi Maulida. 2016. Regenerasi Krisan (Chrysanthemum morifolium) cv. Puspita
Nusantara In vitro Melalui Perbanyakan Tunas Aksilar, Organogenesis,
dan Aklimatisasi Plantlet. Program Pascasarjana Magister Agronomi
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Fatimah. 2010. Peranan Kultur Jaringan dalam Perbaikan Tanaman. Orasi
Ilmiah Guru Besar Tetap Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, 102 hlm.
Indriani, Betty Shinta. 2014. Efektivitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa
pada Medium Multiplikasi Tunas Krisan (Chrysanthemum indicum L.)
Secara In Vitro. Fakultas MIPA, UNS. Semarang.
Irfan. 2011. Plant Development and Biotechnology. CRC Press, London. 358 pp.
Kadir, A. 2007. Induksi Variasi Somaklon melalui Iradiasi Sinar Gama dan
Seleksi In Vitro untuk Mendapatkan Tanaman Nilam Toleran terhadap
Cekaman Kekeringan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. 173 hlm.
Kumar, P.S. and V.L. Mathur. 2008. Chromosomal instability in callus culture of
Pisum sativum. Plant Cell Tiss. Org. Cult. 78: 267− 271.
Lestari, E. G. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman
34. melalui kultur jaringan. Jurnal Agro Biogen, 7 (1): 63-68.
Rina. 2010. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, pp. 105=168 Bioteknolog
Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rukmana, H.R. dan A. E, Mulyana. 2007. Krisan. Kanisius. Yogyakarta.
Siahaan, E.2014. Pengaruh Kosentrasi Air Kelapa Muda Terhadap Pertumbuhan
Produksi Cabai Merah (Capsicum annum L.).Skripsi Fakultas Pertanian.
Universitas Riau.
Stanfield, W.D. 2011. Genetika.Ed-2. Alih Bahasa M. Apandi & L. T .Hardy.
Erlangga, Jakarta.
Yuwono T. 2008. BioteknologiPertanian. Yogyakarta: UGM Press.
Yunita, Rossa. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro
dalam Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Biotik. Jurnal Litbang
Pertanian. 28 (4): 1-7
Novita, Eka. 2011. Induksi Keragaman Somaklonal Beberapa Kultivar Krisan
(Chrysantemum morfolium ramat) Melalui Iradiasi Sinar Gamma Secara
In Vitro Untuk Memperoleh Klon Krisan Baru. Skripsi Departemen
Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian : Institut Pertanian Bogor.
Windiastika, G. 2013. Peranan Kultur Jaringan dalam Memperoleh Benih
Unggul. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
Surabaya. Surabaya.
35. LAMPIRAN
Lampiran Tabel
a. Tabel Komposisi Media Murashige and Skoog
Stok Bahan Takaran
A NH4NO3 10 mL
B KNO3 10 mL
C CaCl2 5 mL
D MgSO4
KH2PO4
5 mL
E FeSO4
Na2EDTA
5 mL
F MnSO4. Na2MoO4
ZnSO4.CoCl2
H3BO3.CuSO4
KI
5 mL
G Myo Inositol 0,5 mL
H Thiamine
Nicotine Acid
Pyridoxine
Glycine
0,5 mL
Gula Gula Pasir 30 gram
ZPT 2,4-D
BAP
Air Kelapa
0,5 mL
1 mL
200 mL
Pemadat Agar-agar 7 gram
36. b. Tabel Deskripsi beberapa Tanaman Krisan
No. Varietas Deskripsi
1 Fiji Pink
(V1)
Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias
Silsilah : turunan esensial dari varietas Fiji Pink
Golongan varietas : klon
Tinggi tanaman : 100 – 110 cm
Bentuk penampang batang : bulat
Diameter batang : 0,8 – 1,0 cm
Warna batang : hijau
Panjang ruas batang : 2,5 – 3,0 cm
Jumlah ruas batang : 22 – 40 ruas
Bentuk daun : bercangap menyirip
Ukuran daun : panjang 12,0 – 15,0 cm, lebar 6,0 – 8,0 cm
Warna daun : hijau
Umur mulai berbunga : 58 – 63 hari
Tipe bunga : standar
Bentuk bunga : dekoratif
Warna bunga pita : pink
Jumlah bunga pita : 300 – 320 helai
Jumlah bunga tabung : 10 – 15 butir
Jumlah kuntum bunga per tangkai : 1 kuntum
Diameter kuntum bunga : 12 – 14 cm
Panjang tangkai bunga : 8,0 – 10,0 cm
Sistem perakaran : serabut
Inisiasi stek : 8 – 11 hari
Respon time : 8 – 9 minggu setelah periode hari panjang
Hasil bunga : 60 – 64 tangkai/m2/musim tanam
Lama kesegaran bunga : 14 – 16 hari
Identitas populasi induk : koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman
Hias
Nomor populasi induk : 01120106 (nomor plasma nutfah)
Penciri utama : kuntum bunga dan bunga pitanya berukuran besar
berwarna
pink, warna bunga pita bagian atas dan bawah termasuk
kelompok red purple 69A dan red purple 69C
berdasarkan
kartu warna RHS
Keunggulan varietas : bunga berukuran besar yang ditopang oleh batang
yang tebal
Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dengan
ketinggian 750 – 1.200 m dpl
Pemohon : Balai Penelitian Tanaman Hias
Pemulia : Lia Sanjaya, Rudy Soehendi, Budi Marwoto, Dedeh
Kurniasih dan Ita Dwimahyani
Peneliti : Hayani, Indijarto B. Rahardjo, Hanudin, Y. Nasihin,
Y. Mulyana, Yulidar, Kumiyun dan Prama Yufdi
2 Pasopati
(V2)
No SK : 96/PVHP/2010
Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias
Golongan Varietas : Klon
Tinggi Tanaman : 89,0 – 91,0 cm
Bentuk Penampang Batang : Bulat
Diameter Batang : 6,1 – 6,5 mm
Warna Batang Hijau : Green Groups 137A Royal Hort.Colour Chart
37. Jumlah Ruas Batang : 35 – 37
Panjang Ruas Batang : 2,5 – 2,7 cm
Bentuk Daun : Menjari dengan gerigi kasar dan lekukan dalam
Ukuran Daun : Panjang 11,0 – 12,0 cm, lebar 7,5 – 8,1 cm
Warna Daun : Hijau (Green Groups 139A Royal Hort.Colour Chart
Umur Mulai Berbunga : 93 – 100 hari setelah tanam
Tipe Bunga : spray
Bentuk Bunga : double
Warna Bunga Pita : Merah kehitaman
Warna piringan bunga : hijau
Jumlah bunga Pita : 28 – 32 helai
Jumlah Bunga Tabung : 202 – 214 helai
Jumlah Kuntum Bunga : 12 – 13 kuntum
Diameter Kuntum Bunga : 5,6 – 6,1 cm
Diameter piringan bunga : 1,32 – 1,49 cm
Panjang Petiol : -
Sistem Perakaran : Serabut
Inisiasi Stek : 8 - 10 hari setelah tanam
Respon Time : 63 - 69 hari dari lampu dimatikan sampai berbunga
Hasil Bunga : 12 – 13 kuntum/ tanaman/ musim
Lama Kesegaran Bunga : 13 - 16 hari pada suhu 21 – 250c
Identitas Populasi Induk : Koleksi plasma nutfah Balai Penelitian
Tanaman
Hias
Nomor Populasi Induk : 96/PVHP/2010
Penciri Utama :
Keunggulan Varietas :
Wilayah Adaptasi : Dapat beradaptasi dengan baik di ndataran tinggi
dengan altitude 700 – 1200 m dpl
Pemohon : Balai Penelitian Tanaman Hias
Pemulia : Ir. Kurnia Yuniarto, MP, Rika Meilasari, SP , Yadi Supriyadi,
SP
3 Arosuko
Pelangi
(V3)
Arosuka Pelangi adalah salah satu varietas krisan dengan tipe bunga spray
dan bentuk bunga ganda, tinggi tanaman 121,5–128,5 cm dengan diameter
batang 6,8–8,6 mm, warna kuntum bunga kuning oranye. Diameter
kuntum bunga 5,9–6,4 cm dan diameter bunga tabung 1,2–1,4 cm dengan
inisiasi stek 7-9 hari.
Keunggulan Varietas Arosuka Pelangi adalah memiliki kuntum bunga
berwarna kuning cerah dengan piringan hijau cerah, waktu respon 56–61
hari dan masa segar bunga 14–17 hari dalam vas. Varietas ini dapat
dikembangkan pada daerah dengan ketinggian tempat 700–1.200 m dpl.
4 Marimar
(V4)
Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias
Silsilah : turunan esensial dari varietas Fiji Gold
Golongan varietas : klon
Tinggi tanaman : 110 – 120 cm
Bentuk penampang batang : bulat
Diameter batang : 0,9 – 1,0 cm
Warna batang : hijau
Jumlah ruas batang : 22 – 40 ruas
Panjang ruas batang : 1,5 – 2,0 cm
Bentuk daun : bercangap menyirip
Ukuran daun : panjang 7,5 – 12,0 cm, lebar 4 – 7 cm
Warna daun : hijau
Umur mulai berbunga : 60 – 70 hari setelah tanam
Tipe bunga : standar
38. Bentuk bunga : dekoratif
Warna bunga pita : kuning
Warna bunga tabung : –
Jumlah bunga pita : 300 – 320
Jumlah bunga tabung : 10 – 15
Jumlah kuntum bunga : 1 kuntum per tangkai
Diameter kuntum bunga : 12 – 14 cm
Diameter bunga tabung : –
Panjang petiol : 5,5 – 6,5 cm
Sistem perakaran : serabut
Inisiasi stek : 8 – 11 hari
Respon time : 7 – 9 minggu setelah periode hari panjang
Hasil bunga : 60 – 64 tangkai/ m2/ musim tanam
Lama kesegaran bunga : 10 – 14 hari setelah panen
Identitas populasi induk : koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman
Hias
Nomor populasi induk : 01120079
Penciri utama : warna bunga kuning (warna bunga pita bagian atas sama
dengan bagian bawah bunga pita dan termasuk kelompok
Yellow 9A berdasarkan kartu warna RHS), lebar bunga
pita baris terluar berkisar antara 1,5 – 2,0 cm
Keunggulan varietas : bunga berukuran besar yang ditopang oleh batang
yang tebal
Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran menengah sampai
tinggi dengan ketinggian 750 – 1.200 m dpl
Pemohon : Balai Penelitian Tanaman Hias
Pemulia : Lia Sanjaya, Dedeh Kurniasih
Peneliti : Hayani, Budi Marwoto, Prama Yufdi, Yusdar Hilman
5 Limeron
(V5)
Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias
Silsilah : turunan esensial dari varietas Lerbin
Golongan varietas : klon
Tinggi tanaman : 110 – 120 cm
Bentuk penampang batang : bulat
Diameter batang : 1,0 – 1,2 cm
Warna batang : hijau kecoklatan
Jumlah ruas batang : 22 – 40 ruas
Panjang ruas batang : 2 – 3 cm
Bentuk daun : bercangap menyirip
Ukuran daun : panjang 7,5 – 8,5 cm, lebar 4,5 – 5,5 cm
Warna daun : hijau
Umur mulai berbunga : 60 – 70 hari setelah tanam
Tipe bunga : spray
Bentuk bunga : semi ganda
Warna bunga pita : oranye
Warna bunga tabung : hijau
Jumlah bunga pita : 26 – 30
Jumlah bunga tabung : 300 – 330
Jumlah kuntum bunga : 15 – 17 kuntum per tangkai
Diameter kuntum bunga : 7 – 8 cm
Diameter bunga tabung : 1,5 – 2,0 cm
Panjang petiol : 14 – 15 cm
Sistem perakaran : serabut
Inisiasi stek : 7 – 10 hari
Respon time : 7 – 9 minggu setelah hari panjang
Hasil bunga : 56 – 60 tangkai/ m2/ musim tanam
39. Lama kesegaran bunga : 12 – 16 hari setelah panen
Identitas populasi induk : koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman
Hias
Nomor populasi induk : 01120085
Penciri utama : warna bunga oranye, warna bunga pita bagian atas Greyed
Orange 163A, warna bunga pita bagian bawah Greyed
Orange 162A/B (kartu warna RHS)
Keunggulan varietas : batangnya sangat kuat dan tangkai bunganya agak
tebal untuk menunjang diameter bunga yang agak
besar, intensitas warna oranye pada bunga yang
sangat kuat memungkinkan periode warna bunga
oranye yang akan memudar menjadi kuning dapat
lebih lama
Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran menengah sampai
tinggi dengan ketinggian 750 – 1.200 m dpl
Pemohon : Balai Penelitian Tanaman Hias
Pemulia : Dedeh Kurniasih, Lia Sanjaya
Peneliti : Hayani, Budi Marwoto, Prama Yufdi, Yusdar Hilman
6 Salzieta Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias
Silsilah : New York x Stroika
Golongan varietas : klon
Tinggi tanaman : 104 – 110 cm
Bentuk penampang batang : bulat
Diameter batang : 6,4 – 6,6 mm
Warna batang : Yellow Green Group RHS Colour Chart 146 B
Jumlah ruas batang : 47 – 49 ruas
Panjang ruas batang : 2,0 – 2,8 cm
Bentuk daun : lonjong menjari dengan lekukan dalam dan gerigi sedang
Ukuran daun : panjang 10,4 – 12,0 cm, lebar 6,2 – 7,5 cm
Warna daun : Green Group RHS Colour Chart 137 A
Umur mulai berbunga : 48 – 55 hari setelah tanam
Tipe bunga : spray
Bentuk bunga : ganda
Warna bunga pita : Yellow Group RHS Colour Chart 12 A dengan Greyed
Red Group RHS Colour Chart 178 D pada bagian
tengah bunga
Warna bunga tabung : Yellow Green Group RHS Colour Chart 145 B
Jumlah bunga pita : 79 – 124 helai
Jumlah bunga tabung : 93 – 123 tabung
Jumlah kuntum bunga : 30 – 41 kuntum
Diameter kuntum bunga : 5,4 – 6,0 cm
Diameter bunga tabung : 0,9 – 1,0 cm
Panjang petiol : 8,2 – 10,5 cm
Sistem perakaran : serabut
Inisiasi stek : 7 – 9 hari
Respon time : 50 – 57 hari
Hasil bunga : 20 – 31 kuntum/ tanaman/ musim
Lama kesegaran bunga : 17 – 21 hari
Identitas populasi induk : tanaman berada di Balai Penelitian Tanaman
Hias
Nomor populasi induk : 01120031 (nomor plasma nutfah)
Penciri utama : bentuk bunga ganda, tipe bunga spray, warna kuntum
bunga
Yellow Group RHS Colour Chart 12 A dengan Greyed
Red
40. Group RHS Colour Chart 178 D pada bagian tengah
bunga,
gerigi daun sedang, sinus daun round, tidak ada taji daun,
tepi sinus daun convergin, dasar daun cordate, ujung daun
cuspidate, stipula sedang, tipe influorescense corymbifor,
ujung bunga pita spatula dan rounded, petal mempunyai 2
keel serta penyangga bunga domed flat
Keunggulan varietas : warna kuntum bunga kuning kecoklatan dan warna
akan berubah menjadi coklat kekuningan pada
sekitar piringan bunga, mempunyai piringan bunga
yang kecil dan berwarna hijau kekuningan
Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran menengah sampai
tinggi dengan ketinggian 700 – 1.200 m dpl
Pemohon : Balai Penelitian Tanaman Hias
Pemulia : Kurnia Yuniarto
Peneliti : Kurnia Yuniarto, Suryawati, Agus Sudiana
7 Tomohon
Kuning
(V7)
Asal : Kota Tomohon
Silsilah : seleksi populasi
Golongan varietas : klon
Tinggi tanaman : 115 – 125 cm
Bentuk penampang batang : bulat
Diameter batang : 1,0 – 1,7 cm
Warna batang : hijau
Jumlah ruas batang : 55 – 59 ruas
Panjang ruas batang : 12 – 14 cm
Bentuk daun : bercangap menyirip
Ukuran daun : panjang 9 – 11 cm, lebar 5 – 7 cm
Warna daun : hijau tua
Umur mulai berbunga : 60 – 75 hari setelah tanam
Tipe bunga : standar
Bentuk bunga : dekoratif
Warna bunga pita : kuning (Yellow Group No.4 A RHS Color Chart)
Warna bunga tabung : –
Jumlah bunga pita : 300 – 330
Jumlah bunga tabung : –
Jumlah kuntum bunga : 1 kuntum per tangkai (dipertahankan 1 kuntum)
Diameter kuntum bunga : 18 – 20 cm
Diameter bunga tabung : –
Panjang petiole : 5 – 7 cm
Sistem perakaran : serabut
Inisiasi stek : 7 – 11 hari
Respon time : – (tidak perlu penambahan cahaya tambahan)
Hasil bunga : 55 – 64 kuntum/m2/musim tanam
Lama kesegaran bunga : 7 – 14 hari setelah potong
Identitas populasi induk : koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman
Hias
Nomor populasi induk : 64B/Kris/RK-I/200
Penciri utama : warna bunga kuning, lobus daun 5, lobus overlapping di
daerah sinus, sinus dangkal, ujung kerucut tumpul,
pangkal daun datar, daun tumpu 2 helai, sudut tangkai
bunga > 450, petal melengkung ke dalam (Incurve),
jumlah keel 3 – 4 buah, cakram bunga kerucut pendek
Keunggulan varietas : tidak perlu penyinaran lampu, penanaman tanpa
naungan/lahan terbuka, produktif menghasilkan
tunas lateral sebagai sumber stek pucuk
41. Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dengan
ketinggian 750 – 1.200 m dpl
Pemohon : Pemerintah Kota Tomohon, Dinas Pertanian Peternakan dan
Perikanan Kota Tomohon
Pemulia : –
Peneliti : Jemmy A. Matindas, Karel F. Lala, Budi Marwoto, M. Prama
Yufdi, Jemmy Palendeng, B.H. Mailangkay, Deiby V.Y.
Tumilaar, Rita Kock, Yanny Lasut
8 Solinda
Pelangi
(V8)
Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias
Silsilah : Wastu Kania x Dewi Ratih
Golongan varietas : klon
Tinggi tanaman : 130,0 – 134,5 cm
Bentuk penampang batang : bulat
Diameter batang : 6,6 – 7,8 mm
Warna batang : Yellow Green Group RHS Colour Chart 146 A
Jumlah ruas batang : 43 – 45 ruas
Panjang ruas batang : 2,1 – 2,6 cm
Bentuk daun : lonjong menjari dengan lekukan sedang dan gerigi kasar
Ukuran daun : panjang 10,1 – 11,2 cm, lebar 6,0 – 6,5 cm
Warna daun : Green Group RHS Colour Chart 137 A
Umur mulai berbunga : 54 – 59 hari setelah tanam
Tipe bunga : spray
Bentuk bunga : ganda
Warna bunga pita : White Group RHS Colour Chart 155 D
Warna bunga tabung : Yellow Green Group RHS Colour Chart 144 D
Jumlah bunga pita : 141 – 161 helai
Jumlah bunga tabung : 46 – 72 tabung
Jumlah kuntum bunga : 8 – 12 kuntum
Diameter kuntum bunga : 7,1 – 7,9 cm
Diameter bunga tabung : 0,6 – 0,9 cm
Panjang petiol : 7,4 – 11,2 cm
Sistem perakaran : serabut
Inisiasi stek : 7 – 9 hari
Respon time : 55 – 65 hari
Hasil bunga : 8 – 12 kuntum/ tanaman/ musim
Lama kesegaran bunga : 14 – 17 hari
Identitas populasi induk : tanaman berada di Balai Penelitian Tanaman
Hias
Nomor populasi induk : 01120035 (nomor plasma nutfah)
Penciri utama : bentuk bunga ganda, tipe bunga spray, warna kuntum
bunga
White Group RHS Colour Chart 155 D, warna piringan
bunga Yellow Green Group RHS Colour Chart 144 D,
gerigi daun kasar, stipula tidak ada/ sangat kecil, lobus
daun tinggi, sinus daun rounded, tidak ada taji daun, tepi
sinus daun paralel, dasar daun obtuse, ujung daun acute,
bentuk influorescense corymbiform, aksis bunga pita
straight, jumlah keel 2, ujung bunga pita rounded, dasar
penyangga daun flat dome
Keunggulan varietas : warna kuntum bunga putih bersih dengan piringan
bunga hijau cerah, tipe bunga spray dengan bentuk
bunga ganda, agak tahan penyakit karat
Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran menengah sampai
tinggi dengan ketinggian 700 – 1.200 m dpl
42. c. Tabel Pengamatan
1. Kecepatan berkalus
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 90 90 90 270 90
2 M1V2 90 90 90 270 90
3 M1V3 90 90 90 270 90
4 M1V4 90 90 90 270 90
5 M1V5 90 90 90 270 90
6 M1V6 90 90 90 270 90
7 M1V7 90 90 90 270 90
8 M1V8 90 90 90 270 90
TOTAL 720 720 720 2160
2. Kecepatan Bertunas
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 9 7 7 23 7.666667
2 M1V2 4 6.5 6.75 17.25 5.75
3 M1V3 6 7.25 8.25 21.5 7.166667
4 M1V4 8 9 6 23 7.666667
5 M1V5 4 4.75 5.5 14.25 4.75
6 M1V6 7 5.5 6 18.5 6.166667
7 M1V7 5 6.5 4 15.5 5.166667
8 M1V8 5.75 6 5 16.75
TOTAL 48.75 52.5 48.5 149.75
3. Kecepatan Berakar
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA^2
I II III
1 M1V1 13.75 9 8 30.75 10.25
2 M1V2 12.75 13 10.75 36.5 12.16667
3 M1V3 10.5 11.75 10 32.25 10.75
4 M1V4 9 11 8.5 28.5 9.5
5 M1V5 8 10.5 10.5 29 9.666667
6 M1V6 5 5.25 5 15.25 5.083333
7 M1V7 5 6.5 6 17.5 5.833333
8 M1V8 12.75 11.75 12.75 37.25 12.41667
TOTAL 76.75 78.75 71.5 227
43. 4. Jumlah Tunas
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 1.75 1.5 1.5 4.75 1.583333
2 M1V2 1.5 1 1.25 3.75 1.25
3 M1V3 1 1.5 1.5 4 1.333333
4 M1V4 1.5 1.25 1.5 4.25 1.416667
5 M1V5 1 1 1 3 1
6 M1V6 1.5 1.25 1.5 4.25 1.416667
7 M1V7 1 1 1 3 1
8 M1V8 1.5 1.5 1.25 4.25 1.416667
TOTAL 10.75 10 10.5 31.25
4. Jumlah Daun
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 12.75 14 13 39.75 13.25
2 M1V2 16 14 14.75 44.75 14.91667
3 M1V3 10.5 12 11.25 33.75 11.25
4 M1V4 9 10.5 9.75 29.25 9.75
5 M1V5 8.75 8 8.5 25.25 8.416667
6 M1V6 10 11.5 10.5 32 10.66667
7 M1V7 12.5 12 13.5 38 12.66667
8 M1V8 12.25 10.75 11.5 34.5 11.5
TOTAL 91.75 92.75 92.75 277.25
5. Tinggi Tunas
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 19.26 19.75 20 59.01 19.67
2 M1V2 8.8 9.2 9.45 27.45 9.15
3 M1V3 12.05 11.08 11.13 34.25 11.42
4 M1V4 8 7.75 8.38 24.125 8.04
5 M1V5 12 11.13 13 36.13 12.04
6 M1V6 7.25 7.63 7 21.875 7.29
7 M1V7 10.75 10.25 12.63 33.625 11.21
8 M1V8 7.85 8.2 8.53 24.575 8.19
TOTAL 85.96 84.98 90.1 261.04
44. 6. Jumlah Akar
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA^2
I II III
1 M1V1 11.5 13.5 11.75 36.75 12.25
2 M1V2 9.5 8.75 8.5 26.75 8.916667
3 M1V3 7.25 7.75 7.5 22.5 7.5
4 M1V4 12.5 12.5 13.25 38.25 12.75
5 M1V5 12.5 10.5 10.5 33.5 11.16667
6 M1V6 10.5 9.5 11.5 31.5 10.5
7 M1V7 14.5 14.25 13.75 42.5 14.16667
8 M1V8 11.75 13.5 11.75 37 12.33333
TOTAL 90 90.25 88.5 268.75
7. Panjang Akar
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 14.25 15 15.75 45 15
2 M1V2 17 15.75 16.5 49.25 16.41667
3 M1V3 9.75 8.38 9.75 27.875 9.291667
4 M1V4 18 17.5 17.5 53 17.66667
5 M1V5 22.5 21.25 19.75 63.5 21.16667
6 M1V6 23.2 20 19.3 62.5 20.83333
7 M1V7 12.5 11 10.75 34.25 11.41667
8 M1V8 15.5 16.75 17.5 49.75 16.58333
TOTAL 132.7 125.625 126.8 385.125
8. Kecepatan Pembentukan Planlet
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 13.75 9 8 30.75 10.25
2 M1V2 12.75 13 10.75 36.5 12.166667
3 M1V3 10.5 11.75 10 32.25 10.75
4 M1V4 9 11 8.5 28.5 9.5
5 M1V5 8 10.5 10.5 29 9.6666667
6 M1V6 7 5.25 6 18.25 6.0833333
7 M1V7 5 6.5 6 17.5 5.8333333
8 M1V8 12.75 11.75 12.75 37.25
TOTAL 78.75 78.75 72.5 230
45. 9. Rata-rata Kecepatan berkalus
NO Perlakuan Kelompok TOTAL RATA-
RATAI II III
1 M1V1 90 90 90 270 90
2 VARIETAS
PASOPATI
(M1V2)
90 90 90 270 90
3 M1V3 90 90 90 270 90
4 M1V4 90 90 90 270 90
5 M1V5 90 90 90 270 90
6 M1V6 90 90 90 270 90
7 M1V7 90 90 90 270 90
8 M1V8 90 90 90 270 90
TOTAL 720 720 720 2160
10 Skoring Penilaian Varietas Terbaik
Varietas
Perlakuan
Total
A B C D E F G H
V1 2 4 8 7 8 5 3 4 41
V2 6 2 2 8 4 2 4 2 30
V3 3 3 4 4 6 1 1 3 25
V4 2 6 7 2 2 7 6 6 38
V5 8 5 1 1 7 4 8 5 39
V6 4 8 7 3 1 3 7 7 40
V7 7 7 1 6 5 8 2 8 44
V8 5 1 7 5 3 6 5 1 33
Ket :
8 = hasil terbaik
7 = hasil terbaik kedua
6 = hasil terbaik ketiga
5 = hasil terbaik keempat
4= hasil terbaik kelima
3 = hasil terbaik keenam
2 = hasil terbaik ketujuh
1 = hasil terburuk
A = parameter kecepatan bertunas
B = parameter kecepatan berakar
C = parameter jumlah tunas
D = parameter jumlah daun
E = parameter tinggi tunas
F = parameter jumlah akar
G = parameter panjang akar
H = parameter kecepatan pembentukan planlet