1. Dokumen tersebut membahas tentang proses pemerolehan bahasa pada anak, mulai dari tahap awal mengucapkan suara hingga mampu berbicara dengan kalimat sederhana.
2. Pemerolehan bahasa anak meliputi aspek fonologi, sintaksis, dan semantik. Anak belum dapat mengucapkan konsonan tertentu dan cenderung menggunakan kata tunggal.
3. Proses pembelajaran bahasa anak diawali
Perkembangan bahasa pada anak-anak sangat penting karena anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya (social skill) melalui berbahasa. Melalui bahasa, anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak dan menciptakan suatu hubungan sosial. Proses perkembangan tersebut melalui berbagai tahapan-tahapan perkembangan bahasa anak, mulai kanak-kanak sampai dengan penguasaan usia sekolah. Dalam tahapan penguasaan bahasa inilah peran orang tua sebagai orang terdekat sangat dibutuhkan.
Perkembangan bahasa pada anak-anak sangat penting karena anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya (social skill) melalui berbahasa. Melalui bahasa, anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak dan menciptakan suatu hubungan sosial. Proses perkembangan tersebut melalui berbagai tahapan-tahapan perkembangan bahasa anak, mulai kanak-kanak sampai dengan penguasaan usia sekolah. Dalam tahapan penguasaan bahasa inilah peran orang tua sebagai orang terdekat sangat dibutuhkan.
Presentation to the delegates of a Hong Kong Trade Development Council of the benefits they can experience if they attend JBN (Jakarta Business Networkers). Business owners, directors and entrepreneurs attended to see how this could benefit them.
MODUL I KONSEP DASAR ARTIKULASI DAN OPTIMALISASI FUNGSI PENDENGARAN
MODUL II ORGAN BICARA DAN FONETIK
MODUL III MATERI, PENDEKATAN, DAN MEDIA PEMBELAJARAN ARTIKULASI DAN OPTIMALISASI FUNGSI PENDENGARAN
MODUL IV LATIHAN ARTIKULASI DAN OPTIMALISASI FUNGSI PENDENGARAN
MODUL V ASESMEN DAN PROSEDUR INTERVENSI ARTIKULASI DAN OPTIMALISASI FUNGSI PENDENGARAN
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Ā
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Ā
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Ā
pemerolehan bahasa pada anak
1. LANDASAN TEORI
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris aquisition, yakni, proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa
ibunya. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut
dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak
semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak,
anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa
anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan,
yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif
Pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang mendasar pada tata bahasa yang
rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang
bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh katagori-katagori kognitif yang
mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas,
kualitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap pengusaan bahasa lebih
banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua dari pada dalam dalam pemerolehan bahasa
pertama.
Menurut Kiparsky (Tarigan, 1986: 243) pemerolehan bahasa merupakan suatu proses
yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin
bertambah rumit, ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin
sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih, berdasarkan suatu
ukuran atau dari bahasa tersebut. Penjelasan Kiparsky tersebut dapat dilihat dari pengamatan
sehari-hari terhadap perkembangan seorang anak (dalam hal ini anak yang normal) memproses
kecakapan berbahasanya. Biasanya yang dilakukan oleh anak-anak tersebut di antaranya bermula
dari mendengar dan mengamati bunyi-bunyi bahasa di sekelilingnya tanpa disuruh atau
disengaja. Kemudian lama kelamaan apa-apa yang didengar dan apa-apa yang diamatinya itu
berkembang terus menerus tahap demi tahap sesuai dengan perkembangan kemampuan
intelegensi dan latar belakang sosial-budaya yang membentuknya.
Seorang anak tentu saja tidak akan langsung dapat menguasai bahasa ibunya. Anak-anak
harus melalui proses untuk dapat menguasai bahasa tersebut. Proses seorang anak untuk belajar
2. menguasai bahasa ibunya disebut pemerolehan bahasa (Dardjowidjojo, 2010: 225). Bahasan
mengenai pemerolehan bahasa ini berkaitan erat dengan topik-topik sebelumnya karena
bagaimana manusia memperoleh bahasa, baik bahasa ibu maupun bahasa asing.
Proses pemerolehan bahasa ini dibagi menjadi tiga, yaitu pemerolehan dalam bidang
fonologi, sintaksis, dan leksikon (Dardjowidjojo, 2010: 244ā258). Proses pemerolehan bahasa
juga mencakup komprehensi dan produksi. Pada anak-anak, kemampuan untuk memahami apa
yang dikatakan orang jauh lebih cepat dan jauh lebih baik daripada proses produksinya
(Darjdowidjojo, 2010: 243). Oleh karena itulah, anak-anak yang belum dapat berbicara
(memproduksi bahasa) sudah dapat mengerti apa yang dikatakan orangtuanya.
Hal inilah yang disebut dengan istilah mempersepsi ujaran. Lebih lanjut, persepsi itu
sendiri diartikan sebagai suatu perangkat proses yang memungkinkan kita untuk mengenali,
mengatur, dan menangkap stimuli dalam lingkungan kita. Persepsi dapat juga diartikan sebagai
sejauh mana dan apa yang dipersepsikan seseorang berhubungan dengan pola-pola yang spesifik
yang merupakan bentuk adaptasi dari pengalaman manusia.Persepsi terhadap ujaran bukanlah
suatu hal yang mudah dilakukan karena dalam ujaran tidak ada jeda yang jelas antara satu kata
dengan kata lain. Selain itu suatu bunyi tidak diujarkan persis sama tiap kali bunyi itu diucapkan.
Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan lingkungan ujaran tersebut diucapkan. Oleh karena hal-hal
tersebut, pada anak-anak yang memiliki keterbatasan pengetahuan dan juga fisiologis, kegiatan
mempresepsikan ujaran adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan.
Terlepas dari itu, proses anak-anak memproduksi bahasa dimulai dengan bunyi-bunyi
yang mirip bunyi konsonan atau vokal atau yang biasa disebut cooing pada umur sekitar 6
minggu. Kemudian diteruskan dengan babbling yang merupakan campuran satu konsonan diikuti
satu vokal. Sampai umur tiga tahun, seorang anak bahkan belum dapat mengucapkan gugus
konsonan (Dardjowidjojo, 2010: 245).
Selain itu, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata(atau bagiaan kata). Kata
ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih
dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu, kata itu sering disebut
dengan USK (ujaran satu kata). Sekitar umur 2 tahun, anak telah dapat mengucapkan UDK yakni
ujaran dua kata. Dengan adanya dua kata dalam UDK, maka orang dewasa lebih dapat menerka
apa yang dimaksud oleh anak, karena cakupan makna menjadi lebih terbatas. (Dardjowidjojo,
2010: 248-249).
3. Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi: dia
memakai tangis dan gesture. Selain itu, anak juga lebih menguasai kata utama terlebih dahulu
daripada kata fungsinya dan juga anak menguasai nomina lebih banyak dibandingkan dengan
verbanya. Dalam hal penentuan makna suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal,
salah satu diantaranya adalah overextension yang artinya penggelembungan makna, dimana
ketika diperkenalkan dengan suatu konsep baru, anak cenderung untuk mengambil salah satu
fitur dari konsep tersebut, lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fitur tersebut.
Selain menggunaka prinsip overextension, anak juga menggunakan prinsip
underextension yang artinya penciutan makna. Penciutan makna membatasi makna hanya pada
referen yang telah dirujuk sebelumnya. (Dardjowidjojo, 2010: 261). Kemudian anak memiliki
strategi-strategi tertentu untuk menguasai makna kata, diantaranya yaitu: strategi referensi,
cakupan objek, perluasan, cakupan kategorial, ānama baru ā tak bernamaā dan konvensionalitas.
(Dardjowidjojo, 2010: 262-263).
4. PAPARAN DATA
1. Identitas Subjek
Arkham Khoiri Nizam yang biasa dipanggil
āArkhamā ini dilahirkan di Ds kalisidi
Rt/Rw 02/06 Ungaran Barat, Semarang pada
tanggal 16 Oktober 2011 oleh seorang ibu
yang bernama Unik Nurāiah dan ayah
bernama Soimun. Adik dari Aditya Ardi
Novianto (Aan) ini, dibesarkan di kalangan
keluarga yang kental akan budaya jawa dan
religius. Bocah berusia Ā±20 bulan ini,
dilatih dengan berbahasa jawa krama.
Ibunya sendiri menggunakan bahasa jawa
apabila berkomunikasi dengan Arkham,
begitu pula dengan Ayah dan kakaknya.
Meskipun terkadang kakaknya juga
menggunakan bahasa jawa ngoko. Dan
walaupun Arkham kecil belum dapat
berkomunikasi dengan kata-kata yang
sempurna, tetapi Arkham selalu dilatih
menggunakan bahasa jawa kromo apabila
berkomunikasi dengan orang yang lebih tua
darinya. Selain itu, jarang juga untuk
kerabatnya menggunakan bahasa Indonesia.
5. 2. Data
Percakapan 1 :
Saya : tumbas nopo kham?
Arkham: cucu (susu)
Saya : seng putih nopo coklat?
Arkham: kat (coklat)
Saya : coklat nopo putih?
Arkham: tih (putih)
Saya : seng bener sih, putih nopo coklat?
Arkham: kat (coklat)
Saya : ???
Analisis 1 :
Dari segi fonologinya, bunyi konsonan āsā belum dapat diujarkan secara sempurna. Maka, anak
identik mengucap bunyai āsā dengan digantikan bunyi ācā yang terdapat pada kata āsusuā menjadi
ācucuā. Pada segi anak juga sering menggunakan apa yang dinamakan USK (Ujaran Satu Kata)
yang dirasa anak yaitu kata itu merupakan kata penuh namun, yang dapat diucapkannya hanya
satu kata atau sebagian kata, hal ini terdapat pada kata ācoklatā yang menjadi ākatā. Dari segi
semantik, kebanyakan dari anak yang memiliki perbendaharaan kosa kata nomina lebih banyak
daripada kata verbanya.
Percakapan 2:
Saya : bapakāe sinten kham?
Arkham: imunā¦
Saya : lha ibu sinten?
Arkham: montol (melihat sepeda motor)
Saya : lhoā¦. Ibu sinten ex?
Arkham: imun (nama bapak)
Saya : mboten,,, lha niki sinten? (sambil menunjuk saudaranya)
Arkham: hikam
Saya : lha ini sinten? (menunjuk kakaknya)
6. Arkham: yaāan (Aan)
Saya : lha ibu sinten?
Arkham: denā¦ (menirukan suara motor)
Saya : mbotenā¦ tapi uā¦
Arkham: denā¦denā¦ (masih menirukan suara motor)
Analisis 2 :
Dari segi fonologi pada percakapan diatas menunjukkan bahwa anak usia ini belum dapat
mengucapkan dengan sempurna bunyi ārā yang kemudian akan digantikan bunyi lain, biasanya
digantikan oleh bunyi āLādan juga ketika terdapat bunyi vocal āaā diawal kata, anak kurang
sempurna hingga terdengar bunyi sebelumnya yaitu āyā. Sedangkan dari segi sintaksis anak pada
usia ini masih mengucapkan kata berupa USK (Ujaran Satu Kata) berupa jawaban yang
dilontarkan. Dari segi semantik, terdapat cara anak dalam menentukan makna yaitu dengan
penggelembungan makna. Hal ini terlihat ketika anak diberika pertanyaan siapa nama bapaknya
dan ibunya, tetapi anak tersebut tetap mengambil konsep yang sama pula.
Percakapan 3:
Saya : ajeng teng pundi kham?
Arkham: yayan (jalan-jalan)
Mene mau (siomaynya tadi)
Saya : ajeng teng pundi ex kham?
Arkham: yak rum (Mbk rum)
Ecekā¦ (ceāi= buka)
Saya : lha bapak teng pundi sakniki?
Arkham: ejo.. (kerja)
Saya : lha mas aan?
Arkham : lanā¦(dolan = maen)
Saya : dolan nopo sekolah?
Arkham: lahā¦ (sekolah)
7. Analisis 3:
Dari segi fonologi terdapat bunyi-bunyi yang memang pada dasarnya anak belum dapat
menguasainya pada umur seperti ini. Contohnya bunyi ājā, ākā, dan ālā (di tengah kata) yang
terdapat pada kata-kata ājalan-jalanā, dan ākerjoā. Maka bunyi-bunyi tersebut akan digantikan
dengan bunyi yang kiranya dia mampu untuk mengucapkannya, seperti bunyi āyā pada kata yang
seharusnya ājalan-jalanā menjadi āyayan-yayanā dan ākerjoā menjadi hanya āejoā. Dari segi
sintaksisnya, anak ini tetap menggunakan USK (ujaran satu kata) maupun mengambil salah satu
katanya. Contohnya pada kata yang seharusnya ādolanā hanya diambil kata ālanā untuk
mewakilinya dan kata yang seharusnya āsekolahā hanya menjadi ālahā. Dari segi semantiknya,
anak tersebut merajuk pada konsep yang didengarnya terakhir, contohnya ketika ia diberi
pertanyaan āsekolah nopo dalan?ā maka ia mengambil konsep yang didengar terakhirnya yaitu
ālah (sekolah)ā, dan ketika ia diberi pertanyaan āsekolah nopo dolan?ā maka ia akan menjawan
ālan (dolan).
Percakapan 4:
Saya : kham, purun agar-agar atis?
Arkham: (diam) ā¦. (dengan menerima pemberian)
Saya : jajal dimaemā¦
Arkham: (makan)ā¦.
Saya : atis mboten?
Arkham: (ekspresi menggigil)
Saya : enak mboten?
Arkham: nakā¦ (enak)
Saya : maleh?
Arkham: (geleng kepala)
Saya : paringke maāe nak sampunā¦
Arkham: makā¦ pon. (ibu,, sudah)
Ibu : wangsul yaā¦
Arkham: gehā¦. (njeh = iya)
Ibu : matur suwun mbk ida, pripun kham?
Arkham: tul luwunā¦ (matur suwun)
8. Analisis 4:
Dari segi fonologi, pada kata āmatur suwunā yang menjadi ātul luwunā itu karena anak kesulitan
dalam pengucapan bunyi ārā yang digantikan dengan bunyi ālā. selain itu anak kesulitan ketika
ada bunyi ārā dan āsā yang saling berdekatan, maka bunyi āsā itu juga akan dileburkan dengan
bunyi ālā. dari segi sintaksis, anak belum mampu menguasai sintaksis secara sempurna, itu
dibuktikan saat anak usia ini hanya dapat mengucapkan kata-kata yang berbentuk USK dan UDK
ketika hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Dari segi semantik anak sering
menggunakan gesture untuk mengekspresikan apa yang dirasakannya, contohnya pada
(percakapan 4) anak mengekspresikan ekspresi menggigil, ketika dia merakan dingin.
Percakapan 5:
Saya : ajeng teng pundi kham?
Arkham: mbasā¦ (tumbas)
Saya : tumbas apa?
Arkham: danā¦ danā¦ (jajan)
Saya : ajeng jajan nopo?
Arkham: meyā¦ (siomay)
Saya : siomene sinten?
Arkham: pa,,, paā¦.(bang tofa)
Saya : lha, lek tofa tofa sakniki teng pundi?
Arkham: duulā¦ wawu duul...(ngidul, mau ngidul)
Saya : turine sinten?
Arkham: yaāan (aan)
Saya : mas aan ngapusi kham?
Arkham: olakā¦ (ora = tidak)
Saya : siomene dereng wonten kham,,,
Arkham: (rewel)ā¦
Saya : nggeh mpun, ayo mlampah,,,
Arkham: moh,,, moh (emoh = tidak mau)
Saya : lha kaleh sinten?
Arkham: (nangis)
9. Analisis 5:
Dari segi fonologinya, arkham mengganti bunyi ājā dengan bunyi ādā yang terdapat pada kata
yang seharusnya ājajanā menjadi ādanā¦ danā. Sedangkan dari segi sintaksisnya, arkham tetap
menggunakan ujaran satu kata, dimana Arkham selalu mengambil satu kata maupun sebagiannya
untuk mewakili sebuah konsep. Serta dari segi semantiknya, arkham menggunakan gesture
berupa tangisan ketika dia merasa dikecewakan. Tangisan tersebut merupakan ekspresi tentang
situasi yang dialaminya pada saat itu.
Percakapan 6:
Saya : maem kaleh nopo kham?
Arkham: cateā¦ (sate)
Saya : angsal nyuwun mboten?
Arkham: lak ntokā¦(rak entok = tidak boleh)
Saya : lha sakniki ibu pundi?
Arkham: cakā¦ (masak)
Saya : masak teng pundi ?
Arkham: tawonā¦ (pawon = dapur)
Saya : mboten tawon kham, tapi pawonā¦
Arkham: awonā¦
Saya : lha bapak kaleh mas aan teng pundi?
Arkham: ejoā¦ yaāan olahā¦ (kerjoā¦ aan sekolah)
Analisis 6:
Dari segi fonologi, seperti pada percakapan 1. Arkham masih mengganti bunyi āsā menjadi bunyi
ācā, disini terdapat pada kata yang seharusnya āsateā menjadi ācateā dan pada bunyi āpā diawal
kata digantikan oleh bunyi ātā. contohnya terdapat pada kata āpawonā menjadi ātawonā. Dari segi
sintaktik, arkham menggunakan UDK (ujaran dua kata) meskipun belum menguasai struktur
sintaksis secara benar, tetapi sudah sedikit membantu pendengar untuk menerka apa yang
dimaksudkan oleh si anak. Dari segi semantic, ada beberapa kata yang pada dasarnya jelas
berbeda maknanya, tetapi menurut anak itu merupakan suatu konsep yang sama.
10. Percakapan 7:
Saya : sedang apa kham?
Arkham: he..? heā¦?
Saya : arkham sedang ber-ma-in ya?
Arkham: maenā¦. (bermain)
Saya : bermain ap kham?
Arkham: maenā¦
Saya : bukan,,, arkham sedang bermain ap?
Arkham: maenā¦.
Saya : arkham sedang bermain mobil-mobilan ya?
Arkham: obilā¦obil(mobil)
Saya : iyaā¦ mobil siapa kham?
Arkham: obilā¦
Analisis 7:
Dari segi fonologi, arkham belum bisa mengucapkan bunyi āmā diawal kata, hal ini terdapat pada
kata yang seharusnya āmobilā menjadi āobilā. Dari segi sintaksis, Arkham hanya bisa
mengucapkan kata yang berbentuk USK (ujaran satu kata). Sedangkan dari segi semantic,
arkham mengikuti kata-kata yang dapat ditangkapnya melalui pembicara meskipun dia tidak
paham akan konsep tersebut, karena bahasa yang digunakan si penanya menggunakan bahasa
yang tidak terbiasa dipakainya dalam keseharian.
11. KESIMPULAN
Selama melakukan penelitian yang bertemakan āpemerolehan bahasa terhadap anak usia 20
bulanā penulis dapat menarik kesimpulan, yang diantaranya:
ļ¼ Pada usia anak 20 bulan ini, dia belum dapat mengucapkan bunyi ārā, ākā, āgā, āsā, ālā dan
āmā, yang terdapat beberapa criteria untuk bunyi huruf-huruf tersebut. Entah itu bunyi
yang berada diawal, tengah maupun akhir sebuah kata. Hal itu dipandang dari segi
fonologi.
ļ¼ Dari segi sintaksisnya, anak pada usia ini hanya dapat mengucapkan ujaran yang berupa
USK (ujaran satu kata) dan UDK (ujaran dua kata), yang didominasi dengan USKnya.
Serta anak belum menunjukkan penguasaannya terhadap susunan sintaksis secara
sempurna.
ļ¼ Secara segi semantic, anak usia ini memiliki perbendaharaan nomina yang lebih banyak
dibandingkan dengan verbanya. Selain itu, anak juga sering menggunakan prinsip
penggelembungan makna, dimana saat dia diberi sebuah konsep maka ia akan
menerapkannya pada konsep yang lainnya. Anak usia ini masih menggunakan gesture
untuk mengekspresikan apa yang sedang dirasakannya, entah itu berupa tangisan maupun
yang lainnya dan ketika dia diajak berkomunikasi dengan bahasa yang jarang dia
gunakan di kesehariannya, maka akan terdapat sedikit hambatan untuk mempersepsi
ujaran yang diterimanya.