SlideShare a Scribd company logo
HukumKeluargaBerencana(KB)Dalam Islam
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama (Lembaga di SaudiArabia yang beranggotakan
para ulama) di dalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan yang
ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan.Karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keuturunan
dan memperbanyak jumlah umat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya : Nikahilah wanita yang banyak anak lagi
penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang
lain di hari kiamat dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)“.
[Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat
takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-
62]
Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad
di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin -dengan ijin Allah-, dan Allah akan menjaga mereka dan tipu
daya musuh-musuh mereka.
Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak
menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti :
a) Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga
berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.
b) Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi,
maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau
dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia
bisa mendidik dengan selayaknya.Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi
dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu,
sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh”.
[Fatawa Mar'ah, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, Darul Wathan, cetakan pertama
1412H]
Aborsi Menurut Hukum Islam
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128
menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan
setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli
fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam
kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang
memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At
Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor
Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur)
maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami
pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang
harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan
setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam,
halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya
ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan
masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama
itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh
makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya
antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki
kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al An’aam : 151)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki
kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
(alasan) yang benar (menurut syara’).” (TQS Al Isra` : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (TQS At
Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah
berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan
pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha
berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul Qadim Zallum (1998) dan
Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika
aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan
pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama
dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran
kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
(Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning,
Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati,
halaman 45-56; Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits
Nabi SAW berikut :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang
malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada
Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah
kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda : “(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota
tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya
adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang
terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan
menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah
melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang
budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta),
sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang
gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” (HR.
Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998)
.
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan
tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih
berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang
menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan
‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh
seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan
tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian
sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya
pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai
tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin¬kan budak
perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepa¬danya :
“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah
peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut
ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan
melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan
adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT :
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah : 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasu¬lullah
SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka
berobatlah kalian !” (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan
madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah,
halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan
kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang
mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap
mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan
kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma
dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab
kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan
dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu
belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al
Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al
ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan
sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel
sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel
sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum
terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan
sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak
didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut
secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak
ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah
pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram,
termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu
maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan
oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan
sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-
hadits yang membolehkan ‘azl.
Kloning Manusia Dalam Perspektif Islam
Apabila kiat mencermati, awal sampai akhir proses kloning, tentu hal ini akan menimbulkan
problem yang sangat besar ketika kloning diterapkan pada manusia,walaupun di sisi lain juga ada
beberapa manfaat. Seperti yang kita ketahui manusia sebagai makhluk biologis maka laki-laki
memerlukan perempuan ataupun sebaliknya.
Disamping itu proses perkembangan manusia pertama-tama diatur perkawinan yang sah menurut Islam.
Dan perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri
berdasarkan hukum (UU), hukum agama atau adat istiadat yang berlaku seperti firman Allah dalam al-
Qur’an.
Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah
SWT .
Menikah mempunyai dua aspek, pertama yaitu aspek biologis agar manusia berketurunan dan
yang kedua aspek afeksional agar manusia merasa tenang mampu melayani adalah bagi mereka yang
benar terang hatiya dan cemerlang fikirannya. 1
Dan bila seorang ingin mendapatkan keturunan, maka ia
harus kawin dan menikah lebih dahulu. Dan mengenai perkawinan itu sendiri dijelaskan oleh Allah
dalam al-Qur’an.
Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayanya yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi
maha.mengetahui.2
Dalam kehidupan ini seseorang dapat memperoleh keturunan dari hubungan laki-laki dan
perempuan yang telah diatur oleh hukum Allah yaitu adanya akad perkawinan yang mana di harapkan
dapat menghasilkan keturunan yang baik dan mempunyai nasab dan diterima secara baik di masyarakat.
Namun akan berbeda ketika kloning manusia benar-benar di lakukan. Kita tidak akan lagi mengenal
hubungan semacam itu karena seseorang dapat memiliki anak sesuai dengan keinginannya tanpa
melakukan hubungan dengan seorang laki-laki.
Dalam Islam kloning dapat menimbulkan akibat yang fatal apabila hal ini dilakukan terhadap
manusia yaitu mulai dari perkawinan, nasab dan pembagian warisan dan tentu hal ini akan keluar dari
1
Dadang Hawari, Psikiater, Ilmu Kebudayaan Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Primayasa,
1996), h. 207
2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha putra, 1990), h.549
jalur Islam.3
Misalnya seorang laki-laki yang menikahdengan perempuan yang keduanya masing-masing
mempunyai kekembaran identik, tentu hal ini akan dapat membuat bingung mereka semuanya, dan bila
hal ini sudah terjadi ditengah masyarakat, pasti orang akan mengalami kesulitan mengenali apakah
orang itu bersama-sama dengan isterinya atau dengan kembaranya atau dengan sebaliknya tidaklah
mustahil apabila semisal masalah ini benar-benar terjadi, dekadensi moral dan kehancuran dunia akan
terwujud selain itu sederetan masalah kewarisan, perwalian, dan lain-lainnya akan menunggu di depan.4
Seperti dalam bahasa kaidah fiqh dinyatakan : “Menghindari madhlarat (bahaya) harus di dahulukan
atas mencari kebaikan atau maslahah”.
Kaidah ini menjelaskan bahwa suatu perkara yang terlihat adanya manfaat atau maslahah,
namun disana juga terdapat ke-mafsadat-an (kerusakan) haruslah didahulukan menghilangkan
mafsadah-nya. Sebab ke-mafsadahanya dapat meluas dan menjalar kemana-mana sehingga akan
mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.5
Kaidah fiqhiyah itu dapat kita kembalikan pada firman Allah SWT
Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi, katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat yang sedikit bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada
manfaatnya.
Demikian disyariatkan adanya kesanggupan dalam menjalankan perintah. Sedangkan dalam
meninggalkan larangan itu adalah lebih kuat dari pada tuntutan menjalankan perintah.
Dalam hal penciptaan manusia adalah melalui beberapa tahapan. Sebagaimana firman Allah
dalam Alqur’an Surah al-Hajj yang berbunyi:
…Kami telah menjadikan kamu dari tanah,kemudian dari setetes mani,kemudian dari segumpal
darah,kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,agar kami
jelaskan kepda kamu dan kami tetapkan dalam rahim,apa yang kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan……..
Dari kutipan ayat diatas, tampak kiranya bahwa paradigma al-Qur’an mengenai penciptaan
manusia dan terlihat pencegahan terhadap tindakan-tindakan manusia yang mengarah terhadap
kloning.Mulai dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan dari Tuhan.Segala
bentuk peniruan atas tindakanNya dianggap sebagai perbuatan melampaui batas.
3
M. Masduki, op.cit, h. 30
4
Aziz mustafa dan Imam Musbikin, op-Cit, h. 101
5
Imam Musbikin, Qowa’id al-Fiqhiyah,, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 74
KELUARGA BERENCANA (KB) DALAM PANDANGAN ISLAM
B. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam
kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
‫وليخششش‬‫الذين‬‫لو‬‫تركوا‬‫من‬‫خلفهم‬‫ذرية‬‫ضعافا‬‫خافوا‬‫عليهم‬‫فليتقواال‬‫واليقولوا‬‫سديدا‬
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-
anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah
surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB
antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya
hidup brumah tangga.
C. Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
‫إنك‬‫تدر‬‫ورثك‬‫أغنياء‬‫خير‬‫من‬‫أن‬‫تدرهم‬‫عالة‬‫لتكففون‬‫الناس‬)‫متفق‬‫عليه‬ )
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada
meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi
keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan
demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.6
D. Hukum Keluarga Berencana
1. a. Menurut al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nash yang shoreh yang melarang atau memerintahkan
KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:
Bahasa Arab
Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB,
yakni karena hal-hal berikut:
6
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 1997), h. 29
• Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
• Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits
Nabi:
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
• Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat
sebagai mana hadits Nabi:
“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.7
E. Menurut Pandangan Ulama’
1) Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’
yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan
antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak.
Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena
pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan
pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.8
2) Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr.
Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk
membunuh keturunan seperti firman Allah:
‫ول‬‫تقتلوا‬‫أولكدكم‬‫من‬‫إملق‬‫نحن‬‫نرزقكم‬‫وإياهم‬
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi
kepadamu dan kepada mereka”.
F. Cara KB yang Diperbolehkan dan Yang Dilarang oleh Islam
1) Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain,
menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal
tidak membahayakan nyawa sang ibu.9
Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak
dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
‫كنا‬‫نعزل‬‫على‬‫عهد‬‫وسول‬‫ال‬‫ص‬.‫م‬.‫فلم‬‫ينهها‬)‫رواه‬‫مسلم‬ )
7
Drs. Musthafa Kamal, Fiqih Islam (Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta. 2002), h. 293
8
Prof. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997),h. 99
9
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan (Mizan: Bandung. 1997), h. 70
Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya.
2) Cara yang dilarang
Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau
merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain, vasektomi,
tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk
menghasilkan keturunan.10
10
Luthfi As-syaukani, Politik, Ham dan Isu-isu Fiqih Kontemporer (Pustaka Hidayah: Bandung. 1998), h. 157
Pandangan Islam terhadap Bayi Tabung
Pencangkokan Sperma (Bayi Tabung)
Oleh yusuf qardhawi
Kalau Islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan
anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari anasir-anasir asing, maka untuk itu
Islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkoan sperma (bayi tabung), apabila ternyata
pencangkoan itu bukan sperma suami. Bahkan situasi demikian, seperti kata Syekh Syaltut, suatu
perbuatan zina dalam satu waktu, sebab intinya adalah satu dan hasilnya satu juga, yaitu meletakkan air
laki-laki lain dengan suatu kesengajaan pada ladang yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara' yang
dilindungi hukum naluri dan syariat agama.
Andaikata tidak ada pembatasan-pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hukum,
niscaya pencangkoan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syariat Allah telah diberinya pembatasan;
dan kitab-kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu.
Apabila pencangkoan yang dilakukan itu bukan air suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu
kejahatan yang sangat buruk sekali, dan suatu perbuatan mungkar yang lebih hebat daripada
pengangkatan anak. Sebab anak cangkokan dapat menghimpun antara pengangkatan anak, yaitu
memasukkan unsur asing ke dalam nasab, dan antara perbuatan jahat yang lain berupa perbuatan zina
dalam satu waktu yang justru ditentang oleh syara' dan undang-undang, dan ditentang pula oleh
kemanusiaan yang tinggi, dan akan meluncur ke derajat binatang yang tidak berperikemanusiaan
dengan adanya ikatan kemasyarakatan yang mulia.11
HUKUM BAYI TABUNG MENURUT ISLAM
Untuk mengkaji masalah bayi tabung ini digunakan metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli
ijtihad agar ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan Sunah yang menjadi
pegangan umat Islam. Selain itu, ulama yang akan melaksanakan pengkajian ijtihad tentang bayi tabung
ini memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari
cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang bersangkutan dengan masalah ini, misalnya ahli
kedokteran dan ahli biologi.
Adapun pandangan islam tentang hukum bayi tabung diantaranya :
11
Fatawa Shaitul, hal: 200.
1. Islam membenarkan bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan antara sel sperma dan ovum
suami istri yang sah dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya
sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), baik dengan cara mengambil sperma suami
kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan
dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal
keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.
Hal ini sesuai dengan hukum Fiqih Islam :
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”.
2. Sebaliknya, islam mengharamkan kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor
sperma dan atau ovum, maka hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Sebagai akibat hukumnya,
anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya. Oleh karena itu pemerintah harus melarang adanya bank sperma atau donor spema
karena itu melanggar hukum islam.
Menurut sumber yang saya dapatkan, dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk
mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :
Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 :
“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Surat Al-Tin ayat 4 :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya”.
3. Jika inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri yang sah tetapi embrionya
ditransfer ke rahim wanita lain (ibu titipan), diperbolehkan islam dengan catatan keadaan / kondisi
suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci
percobaanatau main-main). Status anak hasil inseminasi seperti ini sah menurut Islam.
Transfusi Darah Menurut Pandangan Islam
Kuliah Islam Disiplin Ilmu Kedokteran oleh dr. Muhtarom, M.Kes
Transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan
jiwanya.
Macam-macam donor :
ν Donor anggota badan yang bisa pulih kembali (darah, kulit, sumsum tulang)
ν Donor anggota badan yang dapat menyebabkan kematian
ν Donor angota badan yang hanya satu satunya (meskipun tdk mengakibatkan kematian (lidah,
pankreas)
ν Donor anggota badan yang ada pasangannya (mata, ginjal)
ν Donor alat reproduksi manusia (sperma, ovum, ovarium, testis)
ν Donor anggota badan dari mayat yang berwasiat
Hakekat Darah
ν Darah adalah bagian dari badan (anggota badan)
ν Memindahkan darah berarti memindahkan anggota badan
Pandangan Ulama terdahulu
ν Memanfaatkan anggota badan adalah haram baik dengan cara jual beli ataupun dengan cara lainnya
ν Memanfaatkan anggota badan manusia tidak diperbolehkan. Ada yang beralasan karena
(1)najis,
(2)merendahkan.
Alasan kedua adalah alasan yang benar (Al-Fatwa Al-Hidayah) Penerima sumbangan darah tidak
disyariatkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena
menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan
dianjurkan (mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah:
“dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara
kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32).
Namun untuk memperoleh maslahah (efektifitas positif) dan menghindari mafsadah (bahaya/risiko),
baik bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus
dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan keduanya, terutama kesehatan
pendonor darah; harus benar-benar bebas dari penyakit menular, seperti AIDS dan HIV. Penyakit ini bisa
menular melalui transfusi darah, suntikan narkoba, dll.
Adapun hubungan antara donor dan resipien, adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat
hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu:
Mahram karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan ibunya atau
saudaranya sekandung, dsb, karena adanya hubungan perkawinan misalnya hubungan antara seorang
dengan mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya, dan mahram karena
adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah
menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.
Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-wanita yang tersebut
pada An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab tidak ada hubungan kemahraman. Maka jelaslah
bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien.
Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh hukum Islam.
Masalah transfusi darah tidak dapat dipisahkan dari hukum menjualbelikan darah sebagaimana sering
terjadi dalam parkteknya di lapangan. Mengingat semua jenis darah termasuk darah manusia itu najis
berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Jabir, kecuali barang najis yang ada manfaatnya
bagi manusia, seperti kotoran hewan untuk keperluan rabuk. Menurut madzhab Hanafi dan Dzahiri,
Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan. Maka secara
analogi (qiyas) madzhab ini membolehkan jual beli darah manusia karena besar sekali manfaatnya untuk
menolong jiwa sesama manusia, yang memerlukan transfusi darah. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,
I/109, Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, III/130)
Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa jual beli darah manusia itu tidak etis disamping bukan
termasuk barang yang diboelhkan untuk diperjual belikan karena termasuk bagian manusia yang Allah
muliakan dan tidak pantas untuk diperjual belikan, karena bertentangan dengan tujuan dan misi semula
yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan jiwa sesama manusia. Karena itu,
seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang, karena bertentangan dengan moral agama dan norma
kemanusiaan.
Apabila praktik transfusi darah itu memberikan imbalan sukarela kepada donor atau penghargaan
apapun baik materi maupun non materi tanpa ikatan dan transaksi, maka hal itu diperbolehkan sebagai
hadiah dan sekedar pengganti makanan ataupun minuman untuk membantu memulihkan tenaga.
Pandangan Islam Tentang Transplantasi
Pandangan yang menentang pencangkokan/transplantasi organ diajukan atas dasar setidaknya
tiga alasan:
• Kesucian hidup/tubuh manusia
setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas
mengenai ini dalam Al-Qur'an. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang
terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat: “Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa
dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.”
• Tubuh manusia adalah amanah
hidup, diri, dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari
Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tak memiliki hak mendonorkannya pada
orang lain.
• Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata
pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada
tubuh orang lain; di sini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya
bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ke-tubuh-an seseorang.
Sedangkan pandangan yang mendukung pencangkokan organ memiliki beberapa dasar, sebagai
berikut:
Kesejahteraan publik (maslahah) : pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan,
meski demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu
potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia, yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum
Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan:
· Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa;
derajat keberhasilannya cukup tinggi
· ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya);
· penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan ( informed consent )
· Altruisme : ada kewajiban yang amat kuat bagi Muslim untuk membantu manusia lain,
khususnya sesama Muslim; pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme
yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk
tindakannya), dan karenanya dianjurkan. Sekali lagi, untu k ini pun ada beberapa syarat:
· ada persetujuan dari donor;
· nyawa donor tak terancam dengan pengambilan organ dari tubuhnya;
· pencangkokan yang akan dilakukan berpeluang berhasil amat tinggi.
Setelah beberapa alasan yang membolehkan itu, pendukung pencangkokan organ masih
menambahkan beberapa syarat lain:
· organ tak diperoleh melalui transaksi jual-beli, karena tidak sah hukumnya menjual organ (yang
notabene bukan miliknya sendiri)
· seorang Muslim, kecuali dalam dalam situasi-situasi yang mendesak, hanya boleh menerima
organ dari Muslim lainnya. Ada satu implikasi yang menarik dari sini. Jika syarat ini
dikombinasikan dengan kebolehan (dan dalam kasus tertentu kewajiban) melakukan
pencangkokan organ, maka mendonorkan organ bagi Muslim hukumnya adalah wajib-sosial
( fardh kifayah ), yaitu, dalam suatu komunitas Muslim, adalah kewajiban bagi salah seorang
Muslim untuk mendonorkan organnya jika ada orang lain yang membutuhkan! (Sekali lagi,
tentu dengan memenuhi pembatasan-pembatasan di atas.)
Belakangan ini, di antara lembaga-lembaga pemberi fatwa di dunia Muslim, pandangan yang
dominan adalah pandangan yang mendukung bolehnya pencangkokan organ. Di antara lembaga
semacam itu yang mendukung pencangkokan organ adalah Akademi Fikih Islam (lembaga di bawah
Liga Muslim Se-Dunia, yang berpusat di Arab Saudi) pada fatwa-fatwanya pada tahun 1985 dan
1988; Akademi Fikih Islam India (1989); dan Dar al-Ifta'(lembaga otonom semcam MUI, di bawah
Departemen Agama, Mesir, yang biasanya diketuai oleh ulama dari Universitas al-Azhar).
Pencangkokan yang diperbolehkan mencakup autotransplantasi, allotransplantasi, dan juga
heterotransplantasi—dalam urutan keterdesakan (situasi darurat) yang lebih tinggi. Meski
demikian, diperbolehkannya pencangkokan organ ini selalu diikuti syarat-syarat sebagaimana
disebutkan di atas.
Menurut Pandangan Ulama
Mazhab Syafi’i
Menurut kitab Mugni al – Muhyaj, seseorang dilarang memotong bagian mana pun dari tubuhnya
untuk diberikan kepada orang lain yang sedang menderita. Pelarangan ini diberikan karena
sekalipun ditujukan untuk kebaikan orang lain ( nyawanya terancam ) tetapi perbuatan semacam ini
dapat membahayakan diri sendiri, sejalan dengan hal ini dilarang pula bagi seorang yang terancam
nyawanya untuk memotong bagian tubuh binatang hidup untuk kepentingan dirinya sendiri ( yaitu
untuk menyelamatkan hidupnya )
Mazhab Imamiah
Dalam kitab Syarai al –islam dinyatakan bahwa seseorang yang sedang terancam nyawanya dilarang
untuk memotong bagian tubuh orang lain yang masih hidup untuk dimakan karena perbuatan ini
dapat mengancam nyawa orang lain tersebut.
Kalangan Mazhab Maliki
Imam Badruddin az-Zarkasyi (745-794 H) dari kalangan Mazhab Syafi’i, dan Ibnu Qudamah dari
kalangan Mazhab Hanbali. Organ tubuh manusia, menurut mereka, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari manusia itu sendiri, karena masing-masing organ tubuh mempunyai fungsi yang
melekat dengan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, memperjualbelikan bagiannya sama dengan
memperjualbelikan manusia itu sendiri. Memperjualbelikan manusia diharamkan oleh syarak
AIDS dalam Pandangan Islam
AIDS adalah suatu penyakit akibat perbuatan yang dibenci ALLAH SWT, AIDS sendiri tidak ada
hukum pasti, hanya saja perbuata seperti prilaku seks bebas yang menyimpang seperti Homo atau
lesbian, yang sering mendatangkan virus ini, hukumnya haram. Tidak mengeherankan lagi AIDS
telah menjadi berita yang menggemparkan seluruh dunia, selain Karen obat yang menyebuhkan
belum ada, tetapi juga penyebaran virus ini terjadi sangat cepat perihal seks bebas yang
menyimpang terus dilakukan oleh masyarakat.
Di beberapa Negara pernikahan sesama jenis tidak lagi di anggap tabu, bahkan mereka
memperkuat pernikahan tersebut dengan adanya undang-undang yang mengesahkan pernikahan
sejenis di Negara mereka. Lain halnya di Indonesia, pernikahan sejenis memang tidak sesuai dengan
hukum di Indonesia dan tak ada yang mengesahkannya, tetapi perilaku seks bebas yang tidak
terikat hukum pun menjadi marak di kalangan masyarakat kita, baik lawan jenis maupun sesame
jenis, hal ini tercermin pada masa Nabi Luth As, yang sesuai pada firman ALLAH SWT:
“Dan(kami telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan
perbuatan keji?”, sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki bukan
kepada perempuan. Kemu merupakan kaum yang melampaui batas. “usir mereka (Luth dan
pengikutnya) dari negeri ini. kemudian kami selamatkan dan pengikutnya kecuali istrinya. Dan kami
hujani mereka dengan hujan batu.” (surah al-A’raf ayat:80-84)
sebenarnya ALLAH telah memperlihatkan bekas-bekas tentang peristiwa kejadian sebagai contoh
teladan bagi mereka yang suka memikirkan. Karena kaum Luth adalah orang yang bergelimang
dengan kejahatan dan kemungkaran. Mereka suka melakukan perbuatan yang keji yaitu laki-laki
kawin dengan laki-laki dan mereka tidak suka kawin dengan perempuan. Sehingga ALLAH melaknat
kaum tersebut dengan menghancurkan negeri tersebut. Negeri tersebut dihancurkan dikarenakan
perbuatan kaum Luth itu” firman ALLAH dalam AL-Qur’an
Lagi diberi tanda pada sisi tuhan engkau. Tiadalah siksa itu terjadi kecuali untuk orang yang aniaya.
(surah Hud ayat:83)
Seperti Firman ALLAH, dapat kita ambil kesimpulan bahwa AIDS pun terjadi karena ulah manusia
sendiri, tetapi bagaimanapun ALLAH tidak akan memutus rahmatnya kepada hambanya yang mau
bertaubat, begitu indahnya Islam ketika kita mau mengikuti jalan yang benar.
Dengan adanya penyakit AIDS kita sebaga hambanya diingatkan untuk selalu memikirkan apa yang
akan kita lakukan, Bertaubatlah hai hamba ALLAH, karena ALLAH tidak menurunkan suatu penyakit,
kecuali diturunkan pula obatnya, kecuali penyakit satu (pikun) Islam memberikan tuntunan dalam
pengobatan HIV /AIDS secara fisik, psikis dan sosial. Secara fisik melalui medis dan sejenisnya,
walaupun masih dalam tahap vaksin bukan obat penyembuh hanya penghamabat, untuk
melambatkan virus tersebut, teknologi saat ini yaitu ARU (Anti Retro Viral) dan secara psikis melalui
kesabaran, taubat, tagarrubilallah(dzikirullah dan berdo’a). sedangkan secara sosial melalui
penerimaan dan dukungan penuh yaitu dari masyarakat terutama keluarganya.
Jadi, jelaslah bahwa Islam telah mengatur semuanya dalam AL-Qur’an sebagai petunjuk agar kita
tetap selalu dijalan ALLAH SWT. Karena telah banyak kejadian dan peristiwa yang di kisahkan oleh
AL-Qur’an lewat nabi-nai dan rasul-rasul ALLAH. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang
sholeh. Amieeenn…..
Pandangan Islam Terhadap Euthanansia
agama islam tidak pernah mengizinkan pembunuhan baik itu terencana ataupun tidak kecuali dalam
beberapa hal, yaitu orang yang bersangkutan membunuh orang lain secara melawan hukum, orang yang
sudah menikah melakukan perzinaan atau murtad. Rasulullah SAW bersanda : “Tidak dihalalkan darah
seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku (Muhammad) itu utusan
Allah, kecuali oleh satu sebab dari tiga alasan, yaitu orang yang (diqisas) karena membunuh orang lain,
berzina sedang ia sudah kawin, dan keran meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jama’ah
(kaum muslimin).” (HR. Buhkari)
Berdasarkan ayat dan hadits diatas dapat dikatakan bahwa larangan pembunuhan tanpa hak itu bersifat
umum dan mutlak. Dengan tindakan seseorang yang memberikan suntikan obat berdosis tinggi dengan
tujuan untuk mempercepat kematian pasiennya adalah termasuk tindakan pembunuhan yang terlarang.
Karena yang berhak menentukan cepat atau lambatnya ajal adalah merupakan hak prerogatif Allah,
seperti diungkapkan dalam firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang
dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yunus : 107)
Ayat diatas jelas mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu yang bersifat sulit hanya Allah yang
dapat menghilangkannya termasuk seorang pasien dalam keadaan terminal. Maka, jika Euthanasia
Killing dilakukan berarti orang yang melakukan hal tersebut sama saja dengan tidak menyetujui
kehendak Allah karena mungkin saja Allah sedang memberikan ujian kepada orang yang bersangkutan.
Sehingga walaupun seseorang melakukan Euthanasia Killing demi kebaikan (berhentinya penderitaan)
orang lain, namun hal tersebut mengakibatkan kematian, maka tetap saja Euthanasia Killing ini dilarang
sebab perbuatan haram tak akan menjadi halal lantaran niat baik. Islam memandang tindakan yang
bermanfaat adalah caranya benar secara syara dan niatnya pun benar secara syara pula.
Niat baik dalam Euthanasia Killing pada hakekatnya termasuk dalam kategori pemberian bantuan dalam
perbuatan yang dilarang Tuhan, sebab menginginkan kematian lantaran suatu penderitaan hidup
termasuk penyakit yang tidak kunjung sembuh adalah dilarang oleh Allah. Nabi SAW bersabda :
“Janganlah seorang kamu mengharapkan kematian karena sesuatu musibah yang menimpanya, tetapi
jika terpaksa ia harus berbuat begitu maka katakanlah: Ya Allah biarkanlah aku hidup jika hidup ini lebih
baik bagiku dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari dari Anas)
Hadits di atas jelas menerangkan bahwa mengharapkan kematian adalah dilarang baik karena musibah
yang didapatnya maupun karena harta yang tidak dimilikinya. Dikecualikan mengharapkan mati karena
rindu kepada Allah karena ingin syahid atau karena takut fitnah dengan satu keyakinan, bahwa kematian
itu lebih baik.
Tindakan Euthanasia Killing berbeda dengan berdoa memohon tunjukan kepada Allah agar dipilihkan
yang terbaik antara hidup dengan mati karena tindakan ini merupakan cerminan sikap hidup yang
optimis dan bukan keputusasaan. Sedangkan mengharapkan kematian yang diwujudkan melalui
Euthanasia Killing merupakan sikap keputusan yang dibenci oleh Tuhan, sesuai Q.S. Yusuf (12) : 87. Yang
berbunyi :
Artinya : “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari
rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf : 87)
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa sikap putus asa dikategorikan sebagai sikap kekufuran apalagi
keputusasaan yang menjurus kepada kematian melalui Euthanasia Killing. Bahkan tindakan Euthanasia
Killing dalam hal ini mengakibatkan dosa yang berlipat ganda yaitu dosa karena putus asa dari rahmat
Allah dan dosa karena membunuh diri sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam hal ini tindakan dokter yang membantu mempercepat kematian pasien melalui Euthanasia Killing
juga pada hakekatnya turut menanggung dosa dan perbuatannya itu termasuk kategori haram. Niat
“baik” dokter dalam kasus ini tetap haram karena cara yang ditempuh adalah salah sehingga
berakibatkan kematian juga salah menurut hukum Islam. Sebab dalam kondisi kritis itu seharusnya
dokter berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pengobatan kepada pasiennya, bukannya
diberikan obat yang dapat mempercepat kematian pasien. Dalam kaidah fiqh dijelaskan, bahwa al-
dararu la yuzalu bi aldarar (bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang lain).
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa memudahkan proses kematian pasien secara Euthanasia
Killing aktif, seperti pada contoh yang telah dikemukakan diatas, tidak dibolehkan. Sebab tindakan aktif
dengan tujuan membunuh si pasien dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara
overdosis atau cara lainnya. Tindakan ini tetap dalam kategori pembunuhan, walaupun yang mendorong
itu rasa kasihan kepada pasien dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun dokter
tidak lebih pengasih dan penyayang daripada Allah. Manusia harus menyerahkan hidup dan matinya
kepada Allah. Dalam Euthanasia Killing menandakan manusia terlalu cepat menyerah kepada (fatalis),
padahal Allah menyuruh manusia untuk selalu berusaha / berikhtiar sampai akhir hayatnya.
Sedangkan memudahkan proses kematian pasien dengan Euthanasia Killing pasif ini adalah boleh dan
dibenarkan syara, bila keluarga penderita mengizinkannya dan dokter diperbolehkan melakukannya
untuk meringankan penderitaan si sakit dan keluarganya. Hal ini berlaku juga terhadap tindakan dokter
menghentikan alat pernapasan buatan dari si sakit, yang menurut pandangan dokter dia dianggap sudah
“mati” atau “dihukumi telah mati” karena jaringan otak atau sumsun yang dengannya seorang dapat
hidup dan merasakan sesuatu, telah rusak.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Euthanasia Killing aktif haram hukumnya sedangkan
Euthanasia Killing pasif dibolehkan karena pada hakekatnya tidak ada keterlibatan langsung dokter
dalam kasus terjadinya kematian penderita. Kematian yang dialaminya disebabkan oleh penyakit yang
dideritanya, bukan karena akibat tindakan dokter. Waullohu’alam bissawab.
Sumber : La Jamaa’. Euthanasia Killing Menurut Tinjauan Hukum Islam. Jurnal JABAL HIKMAH, STAIN AL-
FATAH JAYAPURA. No.2, Vol.1 Januari-Juni 2008.

More Related Content

What's hot

Israiliyyat
IsrailiyyatIsrailiyyat
Makalalah nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islam
Makalalah  nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islamMakalalah  nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islam
Makalalah nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islam
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02
Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02
Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02Helmi Al Mujahid
 
Id natural blood_of_woman
Id natural blood_of_womanId natural blood_of_woman
Id natural blood_of_woman
muhsinsuaidi
 
Ibadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islam
Ibadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islamIbadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islam
Ibadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islamYusnah Yusuf
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahSeptian Muna Barakati
 
3-Hukum berubat
3-Hukum berubat3-Hukum berubat
3-Hukum berubat
Sabrina Lye
 
bukti-bukti ikhlas
 bukti-bukti ikhlas bukti-bukti ikhlas
bukti-bukti ikhlas
R&R Darulkautsar
 
bidaah dan syirik
  bidaah dan syirik  bidaah dan syirik
bidaah dan syirik
R&R Darulkautsar
 

What's hot (10)

Israiliyyat
IsrailiyyatIsrailiyyat
Israiliyyat
 
Makalalah nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islam
Makalalah  nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islamMakalalah  nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islam
Makalalah nifas dan perawatan bayi dalam dusut pandang islam
 
Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02
Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02
Fiqhdanperubatannurse 090910191218-phpapp02
 
Isa
IsaIsa
Isa
 
Id natural blood_of_woman
Id natural blood_of_womanId natural blood_of_woman
Id natural blood_of_woman
 
Ibadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islam
Ibadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islamIbadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islam
Ibadat haji sebagai pelengkap kepada rukun islam
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
 
3-Hukum berubat
3-Hukum berubat3-Hukum berubat
3-Hukum berubat
 
bukti-bukti ikhlas
 bukti-bukti ikhlas bukti-bukti ikhlas
bukti-bukti ikhlas
 
bidaah dan syirik
  bidaah dan syirik  bidaah dan syirik
bidaah dan syirik
 

Viewers also liked

Fatwa kontemporer yusuf qardhawi - media islam - 2005
Fatwa kontemporer   yusuf qardhawi - media islam - 2005Fatwa kontemporer   yusuf qardhawi - media islam - 2005
Fatwa kontemporer yusuf qardhawi - media islam - 2005
Kammi Daerah Serang
 
Aspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyah
Aspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyahAspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyah
Aspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyahimza90
 
08 isi pelajaran
08 isi pelajaran08 isi pelajaran
08 isi pelajaran
Rosdan Nasar
 
Makalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpMakalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpPENJAGA HATI
 
Makalah transfusi darah
Makalah  transfusi darah Makalah  transfusi darah
Makalah transfusi darah
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Transplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islam
Transplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islamTransplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islam
Transplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islam
Muhammad Khoirul Zed
 

Viewers also liked (6)

Fatwa kontemporer yusuf qardhawi - media islam - 2005
Fatwa kontemporer   yusuf qardhawi - media islam - 2005Fatwa kontemporer   yusuf qardhawi - media islam - 2005
Fatwa kontemporer yusuf qardhawi - media islam - 2005
 
Aspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyah
Aspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyahAspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyah
Aspek aspek pemikiran-kritis_dalam_al-qawa‘id_al-fiqhiyyah
 
08 isi pelajaran
08 isi pelajaran08 isi pelajaran
08 isi pelajaran
 
Makalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpMakalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkp
 
Makalah transfusi darah
Makalah  transfusi darah Makalah  transfusi darah
Makalah transfusi darah
 
Transplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islam
Transplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islamTransplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islam
Transplantasi organ dan transfusi darah menurut pandangan islam
 

Similar to kumpulan artikel fatwa kontemporer

Hukum seputar aborsi
Hukum seputar aborsiHukum seputar aborsi
Hukum seputar aborsi
Rikza Adhia
 
Kajian hukum islam
Kajian hukum islamKajian hukum islam
Kajian hukum islam
Rizky maulana
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Septian Muna Barakati
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinSeptian Muna Barakati
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)Septian Muna Barakati
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Warnet Raha
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Warnet Raha
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)Septian Muna Barakati
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniSeptian Muna Barakati
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Septian Muna Barakati
 
Aborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptx
Aborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptxAborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptx
Aborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptx
salmairmasuryani1203
 
Aborsi ditinjau dari sudut agama
Aborsi ditinjau dari sudut agamaAborsi ditinjau dari sudut agama
Aborsi ditinjau dari sudut agama
AKPER PEMDA INDRAMAYU
 
Masail Fiqhiyah (Aborsi)
Masail Fiqhiyah (Aborsi)Masail Fiqhiyah (Aborsi)
Masail Fiqhiyah (Aborsi)Marhamah Saleh
 
Ltm agama islam aborsi
Ltm agama islam aborsiLtm agama islam aborsi
Ltm agama islam aborsi
Muhammad sobri maulana
 

Similar to kumpulan artikel fatwa kontemporer (20)

Hukum seputar aborsi
Hukum seputar aborsiHukum seputar aborsi
Hukum seputar aborsi
 
Kajian hukum islam
Kajian hukum islamKajian hukum islam
Kajian hukum islam
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin (2)
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani (2)
 
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryaniMakalah aborsi dalam pandangan islam maryani
Makalah aborsi dalam pandangan islam maryani
 
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartinMakalah aborsi dalam islam wa ode minartin
Makalah aborsi dalam islam wa ode minartin
 
Aborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptx
Aborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptxAborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptx
Aborsi Inseminasi Transplantasi Bayi Tabung.pptx
 
Aborsi ditinjau dari sudut agama
Aborsi ditinjau dari sudut agamaAborsi ditinjau dari sudut agama
Aborsi ditinjau dari sudut agama
 
Masail Fiqhiyah (Aborsi)
Masail Fiqhiyah (Aborsi)Masail Fiqhiyah (Aborsi)
Masail Fiqhiyah (Aborsi)
 
Ltm agama islam aborsi
Ltm agama islam aborsiLtm agama islam aborsi
Ltm agama islam aborsi
 

More from Irsal Shabirin

Makalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragamaMakalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragama
Irsal Shabirin
 
Kondisi Gaza
Kondisi GazaKondisi Gaza
Kondisi Gaza
Irsal Shabirin
 
Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2
Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2
Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2
Irsal Shabirin
 
Pendahuluan Membuat Dokumen, Presentasi, Dan Spreadsheet Pada Open Offic...
Pendahuluan  Membuat  Dokumen,  Presentasi, Dan  Spreadsheet Pada  Open Offic...Pendahuluan  Membuat  Dokumen,  Presentasi, Dan  Spreadsheet Pada  Open Offic...
Pendahuluan Membuat Dokumen, Presentasi, Dan Spreadsheet Pada Open Offic...Irsal Shabirin
 
Pengenalan perintah terminal pada linux
Pengenalan perintah terminal pada linuxPengenalan perintah terminal pada linux
Pengenalan perintah terminal pada linuxIrsal Shabirin
 
Perbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windowsPerbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windowsIrsal Shabirin
 
Lingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminan
Lingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminanLingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminan
Lingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminanIrsal Shabirin
 
Teknologi sistem informasi
Teknologi sistem informasiTeknologi sistem informasi
Teknologi sistem informasiIrsal Shabirin
 
Pengenalan teknologi jaringan dan wireless
Pengenalan teknologi jaringan dan wirelessPengenalan teknologi jaringan dan wireless
Pengenalan teknologi jaringan dan wirelessIrsal Shabirin
 
Pengenalan sistem basis data
Pengenalan sistem basis dataPengenalan sistem basis data
Pengenalan sistem basis dataIrsal Shabirin
 
Pengenalan hardware dan software
Pengenalan hardware dan softwarePengenalan hardware dan software
Pengenalan hardware dan softwareIrsal Shabirin
 
Internet dan globalisasi informasi
Internet dan globalisasi informasiInternet dan globalisasi informasi
Internet dan globalisasi informasiIrsal Shabirin
 
Perbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windowsPerbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windowsIrsal Shabirin
 
Table of content pada mac os
Table of content pada mac osTable of content pada mac os
Table of content pada mac osIrsal Shabirin
 
Mail merge pada mac os
Mail merge pada mac osMail merge pada mac os
Mail merge pada mac osIrsal Shabirin
 
Section pada mac os
Section pada mac osSection pada mac os
Section pada mac os
Irsal Shabirin
 
Kerukunan antarumat beragama
Kerukunan antarumat beragamaKerukunan antarumat beragama
Kerukunan antarumat beragama
Irsal Shabirin
 

More from Irsal Shabirin (20)

Makalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragamaMakalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragama
 
Kondisi Gaza
Kondisi GazaKondisi Gaza
Kondisi Gaza
 
Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2
Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2
Pendahuluan membuat dokumen, presentasi, dan spreadsheet pada open office 2.2
 
Pendahuluan Membuat Dokumen, Presentasi, Dan Spreadsheet Pada Open Offic...
Pendahuluan  Membuat  Dokumen,  Presentasi, Dan  Spreadsheet Pada  Open Offic...Pendahuluan  Membuat  Dokumen,  Presentasi, Dan  Spreadsheet Pada  Open Offic...
Pendahuluan Membuat Dokumen, Presentasi, Dan Spreadsheet Pada Open Offic...
 
Soal mat diskrit
Soal mat diskritSoal mat diskrit
Soal mat diskrit
 
Pertanyaan kwn
Pertanyaan kwnPertanyaan kwn
Pertanyaan kwn
 
Pengenalan perintah terminal pada linux
Pengenalan perintah terminal pada linuxPengenalan perintah terminal pada linux
Pengenalan perintah terminal pada linux
 
Perbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windowsPerbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windows
 
Lingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminan
Lingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminanLingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminan
Lingkaran, konversi suhu, bilangan ganjil, diskriminan
 
Teknologi sistem informasi
Teknologi sistem informasiTeknologi sistem informasi
Teknologi sistem informasi
 
Pengenalan teknologi jaringan dan wireless
Pengenalan teknologi jaringan dan wirelessPengenalan teknologi jaringan dan wireless
Pengenalan teknologi jaringan dan wireless
 
Pengenalan sistem basis data
Pengenalan sistem basis dataPengenalan sistem basis data
Pengenalan sistem basis data
 
Pengenalan hardware dan software
Pengenalan hardware dan softwarePengenalan hardware dan software
Pengenalan hardware dan software
 
Internet dan globalisasi informasi
Internet dan globalisasi informasiInternet dan globalisasi informasi
Internet dan globalisasi informasi
 
Perbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windowsPerbedaan macintosh dengan windows
Perbedaan macintosh dengan windows
 
Table of content pada mac os
Table of content pada mac osTable of content pada mac os
Table of content pada mac os
 
Mail merge pada mac os
Mail merge pada mac osMail merge pada mac os
Mail merge pada mac os
 
Equation pada mac os
Equation pada mac osEquation pada mac os
Equation pada mac os
 
Section pada mac os
Section pada mac osSection pada mac os
Section pada mac os
 
Kerukunan antarumat beragama
Kerukunan antarumat beragamaKerukunan antarumat beragama
Kerukunan antarumat beragama
 

kumpulan artikel fatwa kontemporer

  • 1. HukumKeluargaBerencana(KB)Dalam Islam Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama (Lembaga di SaudiArabia yang beranggotakan para ulama) di dalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan.Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keuturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya : Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)“. [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61- 62] Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin -dengan ijin Allah-, dan Allah akan menjaga mereka dan tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti : a) Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini. b) Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh”. [Fatawa Mar'ah, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, Darul Wathan, cetakan pertama 1412H]
  • 2. Aborsi Menurut Hukum Islam Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79). Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
  • 3. Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al An’aam : 151) “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31 ) “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (TQS Al Isra` : 33) “Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (TQS At Takwir : 8-9) Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam. Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
  • 4. Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut : “Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA) Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda : “(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…” Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda : “Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998) . Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia. Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh
  • 5. seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan. Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepa¬danya : “Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud) Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT : “Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah : 32) Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasu¬lullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !” (HR. Ahmad) Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan : “Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima” “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35). Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan
  • 6. kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998). Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan. Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits- hadits yang membolehkan ‘azl.
  • 7. Kloning Manusia Dalam Perspektif Islam Apabila kiat mencermati, awal sampai akhir proses kloning, tentu hal ini akan menimbulkan problem yang sangat besar ketika kloning diterapkan pada manusia,walaupun di sisi lain juga ada beberapa manfaat. Seperti yang kita ketahui manusia sebagai makhluk biologis maka laki-laki memerlukan perempuan ataupun sebaliknya. Disamping itu proses perkembangan manusia pertama-tama diatur perkawinan yang sah menurut Islam. Dan perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri berdasarkan hukum (UU), hukum agama atau adat istiadat yang berlaku seperti firman Allah dalam al- Qur’an. Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah SWT . Menikah mempunyai dua aspek, pertama yaitu aspek biologis agar manusia berketurunan dan yang kedua aspek afeksional agar manusia merasa tenang mampu melayani adalah bagi mereka yang benar terang hatiya dan cemerlang fikirannya. 1 Dan bila seorang ingin mendapatkan keturunan, maka ia harus kawin dan menikah lebih dahulu. Dan mengenai perkawinan itu sendiri dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an. Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayanya yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha.mengetahui.2 Dalam kehidupan ini seseorang dapat memperoleh keturunan dari hubungan laki-laki dan perempuan yang telah diatur oleh hukum Allah yaitu adanya akad perkawinan yang mana di harapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik dan mempunyai nasab dan diterima secara baik di masyarakat. Namun akan berbeda ketika kloning manusia benar-benar di lakukan. Kita tidak akan lagi mengenal hubungan semacam itu karena seseorang dapat memiliki anak sesuai dengan keinginannya tanpa melakukan hubungan dengan seorang laki-laki. Dalam Islam kloning dapat menimbulkan akibat yang fatal apabila hal ini dilakukan terhadap manusia yaitu mulai dari perkawinan, nasab dan pembagian warisan dan tentu hal ini akan keluar dari 1 Dadang Hawari, Psikiater, Ilmu Kebudayaan Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Primayasa, 1996), h. 207 2 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha putra, 1990), h.549
  • 8. jalur Islam.3 Misalnya seorang laki-laki yang menikahdengan perempuan yang keduanya masing-masing mempunyai kekembaran identik, tentu hal ini akan dapat membuat bingung mereka semuanya, dan bila hal ini sudah terjadi ditengah masyarakat, pasti orang akan mengalami kesulitan mengenali apakah orang itu bersama-sama dengan isterinya atau dengan kembaranya atau dengan sebaliknya tidaklah mustahil apabila semisal masalah ini benar-benar terjadi, dekadensi moral dan kehancuran dunia akan terwujud selain itu sederetan masalah kewarisan, perwalian, dan lain-lainnya akan menunggu di depan.4 Seperti dalam bahasa kaidah fiqh dinyatakan : “Menghindari madhlarat (bahaya) harus di dahulukan atas mencari kebaikan atau maslahah”. Kaidah ini menjelaskan bahwa suatu perkara yang terlihat adanya manfaat atau maslahah, namun disana juga terdapat ke-mafsadat-an (kerusakan) haruslah didahulukan menghilangkan mafsadah-nya. Sebab ke-mafsadahanya dapat meluas dan menjalar kemana-mana sehingga akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.5 Kaidah fiqhiyah itu dapat kita kembalikan pada firman Allah SWT Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi, katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat yang sedikit bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya. Demikian disyariatkan adanya kesanggupan dalam menjalankan perintah. Sedangkan dalam meninggalkan larangan itu adalah lebih kuat dari pada tuntutan menjalankan perintah. Dalam hal penciptaan manusia adalah melalui beberapa tahapan. Sebagaimana firman Allah dalam Alqur’an Surah al-Hajj yang berbunyi: …Kami telah menjadikan kamu dari tanah,kemudian dari setetes mani,kemudian dari segumpal darah,kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,agar kami jelaskan kepda kamu dan kami tetapkan dalam rahim,apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan…….. Dari kutipan ayat diatas, tampak kiranya bahwa paradigma al-Qur’an mengenai penciptaan manusia dan terlihat pencegahan terhadap tindakan-tindakan manusia yang mengarah terhadap kloning.Mulai dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan dari Tuhan.Segala bentuk peniruan atas tindakanNya dianggap sebagai perbuatan melampaui batas. 3 M. Masduki, op.cit, h. 30 4 Aziz mustafa dan Imam Musbikin, op-Cit, h. 101 5 Imam Musbikin, Qowa’id al-Fiqhiyah,, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 74
  • 9. KELUARGA BERENCANA (KB) DALAM PANDANGAN ISLAM B. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah : Surat An-Nisa’ ayat 9: ‫وليخششش‬‫الذين‬‫لو‬‫تركوا‬‫من‬‫خلفهم‬‫ذرية‬‫ضعافا‬‫خافوا‬‫عليهم‬‫فليتقواال‬‫واليقولوا‬‫سديدا‬ “Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak- anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7. Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah tangga. C. Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana Dalam Hadits Nabi diriwayatkan: ‫إنك‬‫تدر‬‫ورثك‬‫أغنياء‬‫خير‬‫من‬‫أن‬‫تدرهم‬‫عالة‬‫لتكففون‬‫الناس‬)‫متفق‬‫عليه‬ ) “sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.” Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.6 D. Hukum Keluarga Berencana 1. a. Menurut al-Qur’an dan Hadits Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nash yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu: Bahasa Arab Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut: 6 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 1997), h. 29
  • 10. • Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”. • Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi: “Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”. • Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi: “Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.7 E. Menurut Pandangan Ulama’ 1) Ulama’ yang memperbolehkan Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.8 2) Ulama’ yang melarang Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah: ‫ول‬‫تقتلوا‬‫أولكدكم‬‫من‬‫إملق‬‫نحن‬‫نرزقكم‬‫وإياهم‬ “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”. F. Cara KB yang Diperbolehkan dan Yang Dilarang oleh Islam 1) Cara yang diperbolehkan Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu.9 Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi : ‫كنا‬‫نعزل‬‫على‬‫عهد‬‫وسول‬‫ال‬‫ص‬.‫م‬.‫فلم‬‫ينهها‬)‫رواه‬‫مسلم‬ ) 7 Drs. Musthafa Kamal, Fiqih Islam (Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta. 2002), h. 293 8 Prof. Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama: jakarta. 1997),h. 99 9 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan (Mizan: Bandung. 1997), h. 70
  • 11. Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya. 2) Cara yang dilarang Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilkan keturunan.10 10 Luthfi As-syaukani, Politik, Ham dan Isu-isu Fiqih Kontemporer (Pustaka Hidayah: Bandung. 1998), h. 157
  • 12. Pandangan Islam terhadap Bayi Tabung Pencangkokan Sperma (Bayi Tabung) Oleh yusuf qardhawi Kalau Islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari anasir-anasir asing, maka untuk itu Islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkoan sperma (bayi tabung), apabila ternyata pencangkoan itu bukan sperma suami. Bahkan situasi demikian, seperti kata Syekh Syaltut, suatu perbuatan zina dalam satu waktu, sebab intinya adalah satu dan hasilnya satu juga, yaitu meletakkan air laki-laki lain dengan suatu kesengajaan pada ladang yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara' yang dilindungi hukum naluri dan syariat agama. Andaikata tidak ada pembatasan-pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hukum, niscaya pencangkoan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syariat Allah telah diberinya pembatasan; dan kitab-kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu. Apabila pencangkoan yang dilakukan itu bukan air suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang sangat buruk sekali, dan suatu perbuatan mungkar yang lebih hebat daripada pengangkatan anak. Sebab anak cangkokan dapat menghimpun antara pengangkatan anak, yaitu memasukkan unsur asing ke dalam nasab, dan antara perbuatan jahat yang lain berupa perbuatan zina dalam satu waktu yang justru ditentang oleh syara' dan undang-undang, dan ditentang pula oleh kemanusiaan yang tinggi, dan akan meluncur ke derajat binatang yang tidak berperikemanusiaan dengan adanya ikatan kemasyarakatan yang mulia.11 HUKUM BAYI TABUNG MENURUT ISLAM Untuk mengkaji masalah bayi tabung ini digunakan metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad agar ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Selain itu, ulama yang akan melaksanakan pengkajian ijtihad tentang bayi tabung ini memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang bersangkutan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Adapun pandangan islam tentang hukum bayi tabung diantaranya : 11 Fatawa Shaitul, hal: 200.
  • 13. 1. Islam membenarkan bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan antara sel sperma dan ovum suami istri yang sah dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan hukum Fiqih Islam : “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”. 2. Sebaliknya, islam mengharamkan kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Oleh karena itu pemerintah harus melarang adanya bank sperma atau donor spema karena itu melanggar hukum islam. Menurut sumber yang saya dapatkan, dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut : Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 : “Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. Surat Al-Tin ayat 4 : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya”. 3. Jika inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri yang sah tetapi embrionya ditransfer ke rahim wanita lain (ibu titipan), diperbolehkan islam dengan catatan keadaan / kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaanatau main-main). Status anak hasil inseminasi seperti ini sah menurut Islam.
  • 14. Transfusi Darah Menurut Pandangan Islam Kuliah Islam Disiplin Ilmu Kedokteran oleh dr. Muhtarom, M.Kes Transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Macam-macam donor : ν Donor anggota badan yang bisa pulih kembali (darah, kulit, sumsum tulang) ν Donor anggota badan yang dapat menyebabkan kematian ν Donor angota badan yang hanya satu satunya (meskipun tdk mengakibatkan kematian (lidah, pankreas) ν Donor anggota badan yang ada pasangannya (mata, ginjal) ν Donor alat reproduksi manusia (sperma, ovum, ovarium, testis) ν Donor anggota badan dari mayat yang berwasiat Hakekat Darah ν Darah adalah bagian dari badan (anggota badan) ν Memindahkan darah berarti memindahkan anggota badan Pandangan Ulama terdahulu ν Memanfaatkan anggota badan adalah haram baik dengan cara jual beli ataupun dengan cara lainnya ν Memanfaatkan anggota badan manusia tidak diperbolehkan. Ada yang beralasan karena (1)najis, (2)merendahkan. Alasan kedua adalah alasan yang benar (Al-Fatwa Al-Hidayah) Penerima sumbangan darah tidak disyariatkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan (mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah: “dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32). Namun untuk memperoleh maslahah (efektifitas positif) dan menghindari mafsadah (bahaya/risiko), baik bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan keduanya, terutama kesehatan pendonor darah; harus benar-benar bebas dari penyakit menular, seperti AIDS dan HIV. Penyakit ini bisa menular melalui transfusi darah, suntikan narkoba, dll. Adapun hubungan antara donor dan resipien, adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu: Mahram karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan ibunya atau saudaranya sekandung, dsb, karena adanya hubungan perkawinan misalnya hubungan antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya, dan mahram karena adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.
  • 15. Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-wanita yang tersebut pada An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab tidak ada hubungan kemahraman. Maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien. Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh hukum Islam. Masalah transfusi darah tidak dapat dipisahkan dari hukum menjualbelikan darah sebagaimana sering terjadi dalam parkteknya di lapangan. Mengingat semua jenis darah termasuk darah manusia itu najis berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Jabir, kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi manusia, seperti kotoran hewan untuk keperluan rabuk. Menurut madzhab Hanafi dan Dzahiri, Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan. Maka secara analogi (qiyas) madzhab ini membolehkan jual beli darah manusia karena besar sekali manfaatnya untuk menolong jiwa sesama manusia, yang memerlukan transfusi darah. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/109, Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, III/130) Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa jual beli darah manusia itu tidak etis disamping bukan termasuk barang yang diboelhkan untuk diperjual belikan karena termasuk bagian manusia yang Allah muliakan dan tidak pantas untuk diperjual belikan, karena bertentangan dengan tujuan dan misi semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan jiwa sesama manusia. Karena itu, seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang, karena bertentangan dengan moral agama dan norma kemanusiaan. Apabila praktik transfusi darah itu memberikan imbalan sukarela kepada donor atau penghargaan apapun baik materi maupun non materi tanpa ikatan dan transaksi, maka hal itu diperbolehkan sebagai hadiah dan sekedar pengganti makanan ataupun minuman untuk membantu memulihkan tenaga.
  • 16. Pandangan Islam Tentang Transplantasi Pandangan yang menentang pencangkokan/transplantasi organ diajukan atas dasar setidaknya tiga alasan: • Kesucian hidup/tubuh manusia setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur'an. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat: “Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.” • Tubuh manusia adalah amanah hidup, diri, dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tak memiliki hak mendonorkannya pada orang lain. • Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain; di sini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ke-tubuh-an seseorang. Sedangkan pandangan yang mendukung pencangkokan organ memiliki beberapa dasar, sebagai berikut: Kesejahteraan publik (maslahah) : pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia, yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan: · Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa; derajat keberhasilannya cukup tinggi · ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya); · penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan ( informed consent ) · Altruisme : ada kewajiban yang amat kuat bagi Muslim untuk membantu manusia lain, khususnya sesama Muslim; pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme
  • 17. yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya dianjurkan. Sekali lagi, untu k ini pun ada beberapa syarat: · ada persetujuan dari donor; · nyawa donor tak terancam dengan pengambilan organ dari tubuhnya; · pencangkokan yang akan dilakukan berpeluang berhasil amat tinggi. Setelah beberapa alasan yang membolehkan itu, pendukung pencangkokan organ masih menambahkan beberapa syarat lain: · organ tak diperoleh melalui transaksi jual-beli, karena tidak sah hukumnya menjual organ (yang notabene bukan miliknya sendiri) · seorang Muslim, kecuali dalam dalam situasi-situasi yang mendesak, hanya boleh menerima organ dari Muslim lainnya. Ada satu implikasi yang menarik dari sini. Jika syarat ini dikombinasikan dengan kebolehan (dan dalam kasus tertentu kewajiban) melakukan pencangkokan organ, maka mendonorkan organ bagi Muslim hukumnya adalah wajib-sosial ( fardh kifayah ), yaitu, dalam suatu komunitas Muslim, adalah kewajiban bagi salah seorang Muslim untuk mendonorkan organnya jika ada orang lain yang membutuhkan! (Sekali lagi, tentu dengan memenuhi pembatasan-pembatasan di atas.) Belakangan ini, di antara lembaga-lembaga pemberi fatwa di dunia Muslim, pandangan yang dominan adalah pandangan yang mendukung bolehnya pencangkokan organ. Di antara lembaga semacam itu yang mendukung pencangkokan organ adalah Akademi Fikih Islam (lembaga di bawah Liga Muslim Se-Dunia, yang berpusat di Arab Saudi) pada fatwa-fatwanya pada tahun 1985 dan 1988; Akademi Fikih Islam India (1989); dan Dar al-Ifta'(lembaga otonom semcam MUI, di bawah Departemen Agama, Mesir, yang biasanya diketuai oleh ulama dari Universitas al-Azhar). Pencangkokan yang diperbolehkan mencakup autotransplantasi, allotransplantasi, dan juga heterotransplantasi—dalam urutan keterdesakan (situasi darurat) yang lebih tinggi. Meski demikian, diperbolehkannya pencangkokan organ ini selalu diikuti syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas. Menurut Pandangan Ulama Mazhab Syafi’i Menurut kitab Mugni al – Muhyaj, seseorang dilarang memotong bagian mana pun dari tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain yang sedang menderita. Pelarangan ini diberikan karena
  • 18. sekalipun ditujukan untuk kebaikan orang lain ( nyawanya terancam ) tetapi perbuatan semacam ini dapat membahayakan diri sendiri, sejalan dengan hal ini dilarang pula bagi seorang yang terancam nyawanya untuk memotong bagian tubuh binatang hidup untuk kepentingan dirinya sendiri ( yaitu untuk menyelamatkan hidupnya ) Mazhab Imamiah Dalam kitab Syarai al –islam dinyatakan bahwa seseorang yang sedang terancam nyawanya dilarang untuk memotong bagian tubuh orang lain yang masih hidup untuk dimakan karena perbuatan ini dapat mengancam nyawa orang lain tersebut. Kalangan Mazhab Maliki Imam Badruddin az-Zarkasyi (745-794 H) dari kalangan Mazhab Syafi’i, dan Ibnu Qudamah dari kalangan Mazhab Hanbali. Organ tubuh manusia, menurut mereka, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manusia itu sendiri, karena masing-masing organ tubuh mempunyai fungsi yang melekat dengan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, memperjualbelikan bagiannya sama dengan memperjualbelikan manusia itu sendiri. Memperjualbelikan manusia diharamkan oleh syarak
  • 19. AIDS dalam Pandangan Islam AIDS adalah suatu penyakit akibat perbuatan yang dibenci ALLAH SWT, AIDS sendiri tidak ada hukum pasti, hanya saja perbuata seperti prilaku seks bebas yang menyimpang seperti Homo atau lesbian, yang sering mendatangkan virus ini, hukumnya haram. Tidak mengeherankan lagi AIDS telah menjadi berita yang menggemparkan seluruh dunia, selain Karen obat yang menyebuhkan belum ada, tetapi juga penyebaran virus ini terjadi sangat cepat perihal seks bebas yang menyimpang terus dilakukan oleh masyarakat. Di beberapa Negara pernikahan sesama jenis tidak lagi di anggap tabu, bahkan mereka memperkuat pernikahan tersebut dengan adanya undang-undang yang mengesahkan pernikahan sejenis di Negara mereka. Lain halnya di Indonesia, pernikahan sejenis memang tidak sesuai dengan hukum di Indonesia dan tak ada yang mengesahkannya, tetapi perilaku seks bebas yang tidak terikat hukum pun menjadi marak di kalangan masyarakat kita, baik lawan jenis maupun sesame jenis, hal ini tercermin pada masa Nabi Luth As, yang sesuai pada firman ALLAH SWT: “Dan(kami telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji?”, sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki bukan kepada perempuan. Kemu merupakan kaum yang melampaui batas. “usir mereka (Luth dan pengikutnya) dari negeri ini. kemudian kami selamatkan dan pengikutnya kecuali istrinya. Dan kami hujani mereka dengan hujan batu.” (surah al-A’raf ayat:80-84) sebenarnya ALLAH telah memperlihatkan bekas-bekas tentang peristiwa kejadian sebagai contoh teladan bagi mereka yang suka memikirkan. Karena kaum Luth adalah orang yang bergelimang dengan kejahatan dan kemungkaran. Mereka suka melakukan perbuatan yang keji yaitu laki-laki kawin dengan laki-laki dan mereka tidak suka kawin dengan perempuan. Sehingga ALLAH melaknat kaum tersebut dengan menghancurkan negeri tersebut. Negeri tersebut dihancurkan dikarenakan perbuatan kaum Luth itu” firman ALLAH dalam AL-Qur’an Lagi diberi tanda pada sisi tuhan engkau. Tiadalah siksa itu terjadi kecuali untuk orang yang aniaya. (surah Hud ayat:83)
  • 20. Seperti Firman ALLAH, dapat kita ambil kesimpulan bahwa AIDS pun terjadi karena ulah manusia sendiri, tetapi bagaimanapun ALLAH tidak akan memutus rahmatnya kepada hambanya yang mau bertaubat, begitu indahnya Islam ketika kita mau mengikuti jalan yang benar. Dengan adanya penyakit AIDS kita sebaga hambanya diingatkan untuk selalu memikirkan apa yang akan kita lakukan, Bertaubatlah hai hamba ALLAH, karena ALLAH tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali diturunkan pula obatnya, kecuali penyakit satu (pikun) Islam memberikan tuntunan dalam pengobatan HIV /AIDS secara fisik, psikis dan sosial. Secara fisik melalui medis dan sejenisnya, walaupun masih dalam tahap vaksin bukan obat penyembuh hanya penghamabat, untuk melambatkan virus tersebut, teknologi saat ini yaitu ARU (Anti Retro Viral) dan secara psikis melalui kesabaran, taubat, tagarrubilallah(dzikirullah dan berdo’a). sedangkan secara sosial melalui penerimaan dan dukungan penuh yaitu dari masyarakat terutama keluarganya. Jadi, jelaslah bahwa Islam telah mengatur semuanya dalam AL-Qur’an sebagai petunjuk agar kita tetap selalu dijalan ALLAH SWT. Karena telah banyak kejadian dan peristiwa yang di kisahkan oleh AL-Qur’an lewat nabi-nai dan rasul-rasul ALLAH. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang sholeh. Amieeenn…..
  • 21. Pandangan Islam Terhadap Euthanansia agama islam tidak pernah mengizinkan pembunuhan baik itu terencana ataupun tidak kecuali dalam beberapa hal, yaitu orang yang bersangkutan membunuh orang lain secara melawan hukum, orang yang sudah menikah melakukan perzinaan atau murtad. Rasulullah SAW bersanda : “Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku (Muhammad) itu utusan Allah, kecuali oleh satu sebab dari tiga alasan, yaitu orang yang (diqisas) karena membunuh orang lain, berzina sedang ia sudah kawin, dan keran meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimin).” (HR. Buhkari) Berdasarkan ayat dan hadits diatas dapat dikatakan bahwa larangan pembunuhan tanpa hak itu bersifat umum dan mutlak. Dengan tindakan seseorang yang memberikan suntikan obat berdosis tinggi dengan tujuan untuk mempercepat kematian pasiennya adalah termasuk tindakan pembunuhan yang terlarang. Karena yang berhak menentukan cepat atau lambatnya ajal adalah merupakan hak prerogatif Allah, seperti diungkapkan dalam firman Allah yang berbunyi : Artinya : “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yunus : 107) Ayat diatas jelas mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu yang bersifat sulit hanya Allah yang dapat menghilangkannya termasuk seorang pasien dalam keadaan terminal. Maka, jika Euthanasia Killing dilakukan berarti orang yang melakukan hal tersebut sama saja dengan tidak menyetujui kehendak Allah karena mungkin saja Allah sedang memberikan ujian kepada orang yang bersangkutan. Sehingga walaupun seseorang melakukan Euthanasia Killing demi kebaikan (berhentinya penderitaan) orang lain, namun hal tersebut mengakibatkan kematian, maka tetap saja Euthanasia Killing ini dilarang sebab perbuatan haram tak akan menjadi halal lantaran niat baik. Islam memandang tindakan yang bermanfaat adalah caranya benar secara syara dan niatnya pun benar secara syara pula. Niat baik dalam Euthanasia Killing pada hakekatnya termasuk dalam kategori pemberian bantuan dalam perbuatan yang dilarang Tuhan, sebab menginginkan kematian lantaran suatu penderitaan hidup termasuk penyakit yang tidak kunjung sembuh adalah dilarang oleh Allah. Nabi SAW bersabda : “Janganlah seorang kamu mengharapkan kematian karena sesuatu musibah yang menimpanya, tetapi
  • 22. jika terpaksa ia harus berbuat begitu maka katakanlah: Ya Allah biarkanlah aku hidup jika hidup ini lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari dari Anas) Hadits di atas jelas menerangkan bahwa mengharapkan kematian adalah dilarang baik karena musibah yang didapatnya maupun karena harta yang tidak dimilikinya. Dikecualikan mengharapkan mati karena rindu kepada Allah karena ingin syahid atau karena takut fitnah dengan satu keyakinan, bahwa kematian itu lebih baik. Tindakan Euthanasia Killing berbeda dengan berdoa memohon tunjukan kepada Allah agar dipilihkan yang terbaik antara hidup dengan mati karena tindakan ini merupakan cerminan sikap hidup yang optimis dan bukan keputusasaan. Sedangkan mengharapkan kematian yang diwujudkan melalui Euthanasia Killing merupakan sikap keputusan yang dibenci oleh Tuhan, sesuai Q.S. Yusuf (12) : 87. Yang berbunyi : Artinya : “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf : 87) Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa sikap putus asa dikategorikan sebagai sikap kekufuran apalagi keputusasaan yang menjurus kepada kematian melalui Euthanasia Killing. Bahkan tindakan Euthanasia Killing dalam hal ini mengakibatkan dosa yang berlipat ganda yaitu dosa karena putus asa dari rahmat Allah dan dosa karena membunuh diri sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini tindakan dokter yang membantu mempercepat kematian pasien melalui Euthanasia Killing juga pada hakekatnya turut menanggung dosa dan perbuatannya itu termasuk kategori haram. Niat “baik” dokter dalam kasus ini tetap haram karena cara yang ditempuh adalah salah sehingga berakibatkan kematian juga salah menurut hukum Islam. Sebab dalam kondisi kritis itu seharusnya dokter berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pengobatan kepada pasiennya, bukannya diberikan obat yang dapat mempercepat kematian pasien. Dalam kaidah fiqh dijelaskan, bahwa al- dararu la yuzalu bi aldarar (bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang lain). Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa memudahkan proses kematian pasien secara Euthanasia Killing aktif, seperti pada contoh yang telah dikemukakan diatas, tidak dibolehkan. Sebab tindakan aktif dengan tujuan membunuh si pasien dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis atau cara lainnya. Tindakan ini tetap dalam kategori pembunuhan, walaupun yang mendorong itu rasa kasihan kepada pasien dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun dokter tidak lebih pengasih dan penyayang daripada Allah. Manusia harus menyerahkan hidup dan matinya
  • 23. kepada Allah. Dalam Euthanasia Killing menandakan manusia terlalu cepat menyerah kepada (fatalis), padahal Allah menyuruh manusia untuk selalu berusaha / berikhtiar sampai akhir hayatnya. Sedangkan memudahkan proses kematian pasien dengan Euthanasia Killing pasif ini adalah boleh dan dibenarkan syara, bila keluarga penderita mengizinkannya dan dokter diperbolehkan melakukannya untuk meringankan penderitaan si sakit dan keluarganya. Hal ini berlaku juga terhadap tindakan dokter menghentikan alat pernapasan buatan dari si sakit, yang menurut pandangan dokter dia dianggap sudah “mati” atau “dihukumi telah mati” karena jaringan otak atau sumsun yang dengannya seorang dapat hidup dan merasakan sesuatu, telah rusak. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Euthanasia Killing aktif haram hukumnya sedangkan Euthanasia Killing pasif dibolehkan karena pada hakekatnya tidak ada keterlibatan langsung dokter dalam kasus terjadinya kematian penderita. Kematian yang dialaminya disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, bukan karena akibat tindakan dokter. Waullohu’alam bissawab. Sumber : La Jamaa’. Euthanasia Killing Menurut Tinjauan Hukum Islam. Jurnal JABAL HIKMAH, STAIN AL- FATAH JAYAPURA. No.2, Vol.1 Januari-Juni 2008.