Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan bangsa, bukan hanya menyiapkan tenaga kerja. Menyiapkan tenaga kerja hanya merupakan bagian kecil dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan seharusnya membantu siswa menemukan kecerdasan mereka dan bukan hanya fokus pada jurusan atau pekerjaan. Akar permasalahan sebenarnya adalah sistem pendidikan belum berhasil membantu siswa menemukan potensi kecer
1. Kritik Terhadap Paradigma Pendidikan (bagian ke-2)
Oleh:
Ery Arifullah, ST, MT
(081347195491)
Pertengahan bulan Januari 2009, salah satu harian di Kaltim, menuliskan bahwa
gubernur menganjurkan kepada Universitas Mulawarman, agar jurusan-jurusan yang
“jenuh” kalau perlu ditutup saja. Definisi jenuh adalah jumlah perbandingan antara
pencari kerja dan jumlah lapangan pekerjaan. Dikatakan sangat jenuh bila jumlah
pencari kerja (lulusan perguruan tinggi) jauh lebih besar dibandingkan jumla lapangan
pekerjaan yang tersedia. Akhirnya timbul pertanyaan… bagaimana jika jumlah
lapangan pekerjaan meningkat? Apakah jurusan yang tadinya sudah ditutup dibuka
lagi? Sebenarnya apa sebenarnya akar permasalahannya?
Bagi saya ini penting. Setelah membaca harian itu timbul pertanyaan:
1. sebenarnya apa tujuan institusi pendidikan dibangun?
2. Apakah menyiapkan tenaga kerja (pegawai) bagi pasar atau mencerdaskan
manusia?
3. Apa artinya cerdas?
4. Sebenarnya apa akar permasalahannya?
Jawabannya begini:
Visi pendidikan nasional adalah mencerdaskan bangsa (sebagaimana yang ada dalam
pembukaan UUD’45). Apa menyiapkan tenaga kerja berarti mencerdaskan bangsa?
Jawaban tidak. Menyiapkan tenaga kerja adalah bagian kecil dari visi pendidikan
nasional. Membangun sebuah institusi pendidikan hanya bertujuan menyiapkan
sarjana siap kerja maka hampir dipastikan visi pendidikan nasional yang
mencerdaskan bangsa tidak akan terwujud.
Apa definisi cerdas? Setiap manusia memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Tujuh
kecerdasan (Gardner) merupakan potensi-potensi yang dengan kadar berbeda-beda ada pada
setiap orang. Menurut Gardner kecerdasan dalam diri manusia terdiri dari : (1) linguistik-verbal,
(2) matematis, (3) visio-spasial, (4) interpersonal, (5) intrapersonal, (6) kinestetik, (7) musikal
dan (8) lingkungan. Selama ini baru delapan kecerdasan yang berhasil dipetakan yang ada
dalam diri manusia. Diyakini masih banyak jenis kecerdasan lain yang potensial ada dalam diri
manusia.
Orang akan berhasil dan sukses bila menemukan kecerdasan yang dimilikinya,
menggunakannya dan mengoptimalkannya dan akhirnya mencintai pekerjaannya. Apakah
sistem sekolah kita telah berhasil menciptakan sistem pendidikan yang mampu menggali
kecerdasan mereka? Jawabannya belum.
Jurusan atau fakultas apapun itu tidak penting. Masalah ia bisa diterima di lapangan kerja atau
tidak itu bukan tujuan. Karena itu hanya solusi jangka pendek, yang penting adalah cerdas.
Setelah dia tahu apa kecerdasan yang dimilikinya, dia akah tahu bagaimana mencari nafkah.
Tidak hanya mencari pekerjaan saja, tapi banyak jalan lainnya yang bisa dicarinya. Dia kreatif
dan inovatif. Nah apakah proses menemukan kecerdasan itu sudah dilakukan dalam sistem-
sistem pendidikan kita?
Akar permasalahan….bersambung.