1. Pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan penuh atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949, mengakui kemerdekaan Indonesia.
2. Perjanjian Roem-Roijen ditandatangani pada Mei 1949 untuk menyelesaikan masalah kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar. Perjanjian ini mengakhiri operasi militer Belanda dan memulihkan pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.
Upaya Mempertahankan Kemerdekaan RI melalui Diplomasi (Perundingan)David Adi Nugroho
menjelaskan upaya bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan melalui tahap diplomasi atau peundingan seperti linggarjati,renville,konferensi meja bundar dan lain-lain.
Perjuangan Diplomatik Menghadapi Agresi Militer II Belanda, Perundingan Roem-Royen, Konferensi Antar - Indonesia, Konferensi Meja Bundar, Pembentukan NRIS, Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjelaskan perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan keutuhan NKRI melalui berbagai perundingan seperti linggarjati, renville, konferensi meja bundar, dan lainnya
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Kliping ips
1. 1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang
sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat
lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik
Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar
ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah
dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30
Desember 1949
Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut:
Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari
pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat,
kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah
Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin
menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis.
Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2
menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima,
dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu
tahun.[12][13][14][15]
Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan
pemimpin kerajaan Belanda sebagai kepala negara
Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia
Serikat
Parlemen Belanda memperdebatkan kesepakatan tersebut, dan Majelis
Tinggi dan Rendah meratifikasinya pada tanggal 21 Desember oleh
mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan. Terlepas dari kritik khususnya
mengenai asumsi utang pemerintah Belanda dan status Papua Barat yang
belum terselesaikan, legislatif Indonesia, Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP), meratifikasi kesepakatan tersebut pada tanggal 14
Desember 1949. Kedaulatan dipindahkan kepada Republik Indonesia
Serikat pada tanggal 27 Desember 1949.[9][16]
2. Dampak
Lihat pula: Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara
dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana
Menteri, yang membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia
Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16
negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal
yang diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah
sekitar enam puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005,
pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdekaan de
facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi
di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot mengungkapkan
"penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan" yang dialami
rakyat Indonesia selama empat tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak
secara resmi menyampaikan permohonan maaf. Reaksi Indonesia kepada
posisi Belanda umumnya positif; Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan
Wirayuda mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, "akan lebih mudah
untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara".[17]
Terkait utang Hindia Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4
miliar gulden dalam kurun waktu 1950-1956 namun kemudian
memutuskan untuk tidak membayar sisanya.[18]
3. 2.PERJANJIAN ROEM ROYE
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah
sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada
tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7
Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua
pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud
pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai
kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada
tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan
kehadiran Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikapnya terhadap
Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku
Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta
adalah Republik Indonesia).[1]
Daftar isi
1Kesepakatan
2Pasca perjanjian
3Dampak Perjanjian Roem-Roijen
4Pranala luar
5Rujukan
Kesepakatan[sunting | sunting sumber]
Hasil pertemuan ini adalah:
Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas
gerilya
Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja
Bundar
Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer
dan membebaskan semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan
keputusan:
4. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa
syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan
dasar sukarela dan persamaan hak
Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan
kewajiban kepada Indonesia[2]
Pascaperjanjian[sunting | sunting sumber]
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibu
kota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan
perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat
presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22
Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan
secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.[3]
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai
di Jawa (11 Agustus) dan Sumatra (15 Agustus). Konferensi Meja
Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda
pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.[4]
Dampak Perjanjian Roem-Roijen[sunting | sunting sumber]
Terdapat banyak dampak perjanjian Roem Roijen pada keadaan di Indonesia.
Isi perjanjian Roem Roijen termasuk pembebasan tahanan politik
sehingga Soekarno dan Hatta kembali ke Yogyakarta setelah diasingkan.
Yogyakarta juga menjadi ibukota sementara dari Indonesia. Terjadi juga
penyerahan mandat dari Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI
(Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) kembali kepada Ir. Soekarno.
Yang paling mencolok adalah adanya gencatan senjata antara Belanda dan
Indonesia. Perundingan Roem Roijen pun berujung dengan
dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang
menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dan Belanda.