AKSI NYATA TOPIK IKLIM SEKOLAH AMAN MENCEGAH INTOLERANSI MALAIKAT KEBAIKAN.pdf
Kesultanan di pontianak eni rahayu versi b
1. No 4 ( 4-10-2016 )
KESULTANAN DI PONTIANAK
Enirahayu120@gmail.com
Abstrak
Kata Kunci: ...., ...., ....., ...., ....,
A.Pendahuluan
Kesultanan Pontianak merupakan salah satu bentuk kesultanan di Kalimantan Barat, dimana
kesultanan ini dirintis dan didirikan oleh dinasti campuran antara Arab, Dayak, Melayu dan
Bugis. Kesultanan Pontianak berdiri pada 23 Oktober 1771 bersamaan 27 Rajab 1185 H, ini
merupakan kesultanan yang terakhir dibangun dalam lintasan sejarah Kalimantan Barat.
Dikatakan demikian, karena tidak ada kesultanan atau kerajaan lainnya, selain kesultanan ini,
yang berdiri pada periode atau tarikh yang sama dengan atau lebih akhir maupun setelah
tanggal kehadiran Kesultanan Pontianak (Al Qadrie, 2006:2).1
Kesultanan termuda ini memiliki banyak keunikan sebagai warisan sejarah Nusantara.
Karena meskipun kesultanan ini lebih akhir atau paling penghujung, tetapi telah menjadi
pemersatu, unggul dan juru kunci serta memimpin kesultanan lainnya di kawasan Kalimantan
Barat serta sangat diperhitungkan oleh kesultanan lainnya di kawasan Nusantara. Secara
geografis, letak yang strategis inilah yang memungkinkan Kesultanan Pontianak memiliki
keuntungan dalam segi politis dan geostrategis, baik ke luar berkaitan dengan terciptanya
hubungan akrab, saling menguntungkan dengan kesultanan lainnya di Nusantara, maupun ke
dalam berkaitan dengan diakuinya Pontianak secara implisit sebagai kekuatan hegemoni
dikawasan yang saat ini kita kenal dengan Kalimantan Barat.
B.Kerangka Teori dan Metode
2. C.Pembahasan
1. Kedatangan Islam di Pontianak
Kedatangan pelaut-pelaut Arab, Persia, dan Gujarat di Kalimantan Barat telah
memperlihatkan kepada penduduk setempat mengenai tradisi besar, yaitu agama Islam.
Agama Islam masuk ke Kalimantan Barat bermula dari utara yaitu Johor dan Bintan,
kemudian dari Brunei melalui aliran Sungai Sambas dan berpusat di Kerajaan Sambas. Dari
Sanbas inilah kemudian menyebar ke Singkawang, Mempawah, Pontianak, menyusuri Sungai
Kapuas (Nurcahyani dkk,1999:84-85). Masuknya Islam ke sini tidak terlepas dari adanya
peran dari pedagang muslim. Mengingat waktu itu interaksi yang dilakukan dengan negeri-
negeri luar adalah melalui jalur perdagangan. Meskipun aktivitas pedagang muslim adalah
menjual dan membeli barang dagangan, akan tetapi meraka juga menyebarkan atau
memperkenalkan ajaran-ajaran Islam kepada orang-orang diwilayah asing
(Tjandrasasmita,2009:21). Hal tersebut dikarenakan dalam Islam tidak ada pendeta yang
dianggap magis dan keramat seperti dalam kekristenan Katolik. Setiap pedagang muslim
bebas memperkenalkan ajaran Islam kepada siapapun. Oleh karena itu, perkembangan Islam
relatif cepat di Kalimantan Barat. Setelah dari Pontianak, agama Islam berkembang ke daerah
Landak, dan Islam yang berkembang di daerah Mempawah menyebar ke daerah
Kubu,Tayan,dan sekitarnya. Sedangkan menurut Effendi (dalam Nurcahyani dkk, 1999:85),
di daerah Ketapang Islam masuk dari Palembang kemudian menyusuri Sungai Pawan
menyebar ke sekitarnya dan terus menuju ke pedalaman sebelah utara ke arah Sanggau dan
Sintang, juga di daerah Sukadana dan Teluk Melano.
2. Berdirinya Kesultanan Pontianak
Kesulatanan Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman al Qadrie pada 23 Oktober
1771.Kesultanan Pontianak juga dikenal dengan nama Kesultanan Al Qadriah, mengingat
peletak dasarnya dari Dinasti Al Qadri. Dimana ayahanda Syariff Abdurrahman yakni
Sayyid Husein Al Qadrieadalah seorang ulama besar keturunan sayyid dan penyiar agama
Islam yang berasal dari kota kecil Tirm Hadraulmaut atau yang sekarang dikenal dengan
nama Yaman Selatan. Setelah 3 bulan wafatnya ayahanda pada tahun 1184 H di Mempawah,
Sultan Syarif Abdurrahman Bersama keluarga dan pengikutnya ia menebas hutan dan
membangun pemukiman di tepi pertemuan Sungai Kapuas Besar , Sungai Kapuas Kecil, dan
3. Sungai Landak. Ia mengajak keluarga dan pengikutnya untuk meninggalkan Mempawah,
kemudian mereka berangkat dengan menggunakan 14 kapal atau perahu yang bernama “
Kakap”. Di malam gelap berhentilah mereka untuk menunggu hari siang. Tempat
peristirahatan mereka oleh penduduk dinamai dengan sebutan “ Kelapa tinggi segedong”.
Hampir- hampir mereka mendirikan pusat kerajaannya di tempat ini.Karena tidak sesuai
dengan maksud Abdurrahman, maka berangkatlah mereka memutar haluan masuk sungai
Kapuas Kecil.Sepanjang menyusuri sungai Kapuas Kecil di daerah Batu Layang, tak henti-
hentinya gangguan mahluk-mahluk halus , alias hantu pontianak yang menakutkan, itu adalah
salah satu gangguan yang menghambat perjalanan mereka. Syarif Abdurrahman yang berani,
kemudian mengambil sikap tegas, untuk melanjutkan perjalanan harus berhenti menunggu
hari siang.
Besok paginya, Syarif Aburrahman menembakan peluru meriamnya. Ia berkata “ dimana
peluru ini jatuh, disitulah kota kerajaan kita di bangun”. Selain dari membangun Ibu Kota , ia
pun bermaksud untuk mengusir hantu-hantu Pontianak pengganggu itu. Peluru telah
berangkat mendahului mereka, sekarang mereka mengikutinya. Peluru telah ditemukan
dimana Masjid Jami’ Sultan Pontianak saat ini berdiri. Pertama-tama mereka mendirikan
masjid untuk berbakti. Kemudian membangun keraton. Menurut pendapat Syarif
Abdurrahman, tempat inilah yang paling tepat, baik untuk strategis perang maupun
perdagangan. Ditetapkanlah tempat ini menjadi Ibu Kota kerajaannya, yang saat ini kita kenal
dengan Pontianak. Di lokasi itu sekarang berdiri kerajaan Qadariah. Enam tahun kemudian,
Abdurrahman memproklamasikan berdirinya kerajaan islam bernama Kesultanan Pontianak.
3. Raja-Raja yang Pernah Menjabat di Kesultanan Pontianak
4.Kehidupan Masyarakat Kesultanan Pontianak
4. a. Keadaan Sosial
Kota Pontianak sering disebut sebagai pintu gerbang daerah Kalimantan Barat karena
letaknya yang strategis berada di jalur lalu lintas laut internasional yang menghubungkan
wilayah Nusantara melalui Selat Malaka. Dengan demikian, kepududukan di Pontianak
bersifat heterogen, karena kota Pontianak menjadi kota migrasi, dan juga tempat urbanisasi
penduduk dari daerah. Ada tiga faktor yang menyebabkan kota Pontianak menjadi pilihan
untuk bermigrasi yaitu, yang pertama sebagai pusat pemerintahan Kalimantan Barat, kedua
sebagai kota dagang, dan ketiga sebagai kota pelabuhan. Penduduk yang berurbanisasi di
Kalimantan Barat semakin bertambah tiap tahun, sementar disisi lain perkembangan kota
pontianak justru kurang menarik minat bagi suku Dayak. Hal ini disebabkan karena adanya
pandangan dari suku Dayak bahwa hakekat dari pada hidup adalah sebagai petani. Untuk itu,
mereka lebih tertarik mencari lahan pertanian di daerah pedalaman, yang belum banyak
dihuni orang.
Penyebaran agama Islam oleh suku Melayu dari Malaka dan Sumatera didukung oleh suku-
suku lain seperti bangsa Semit, Saud, India, dan Pakistan, bertujuan untuk mengislamkan
suku bangsa pedalaman (Dayak ). Di Kalimantan Barat sebagian suku bangsa Dayak yang
telah menganut agama Islam secara spontanitas tergabung di dalam suku bangsa pesisir yaitu
Melayu. Akibat langsung dari Islamisasi tersebut adalah sebagian suku bangsa pedalaman
tersebut melepaskan identitasnya dari orang “Dayak”, menjadi orang “Melayu”.
Kota Pontianak yang berada di persimpangan sungai, membagi wilayahnya menjadi beberapa
bagian, yaitu Pontianak Timur, dan Utara, di sebelah timur Sungai Kapuas, Pontianak Barat
dan Selatan di sisi lain. Dari pembagian wilayah menyebabkan adanya kecenderungan dalam
sistim pelapisan sosial. Di sebelah timur pelapisan sosial cenderung didasarkan pada agama
dan keturunan. Keluarga raja yang bergelar Syarif maupun Syarifa menduduki lapisan atas,
sedang rakyat biasa menduduki tempat kedua atau lapisan bawah. Sedangkan wilayah
sebenarnya cenderung memandang penguasa sebagai lapisan atas, alim ulama tokoh
masyarakat dan orang-orang kaya sebagai golongan menengah. Golongan bawah diduduki
petani, pedagang kecil, buruh dan lain-lainnya.
5. Pelapisan mulai mengalami perubahan dengan kedatangan pemerintah Jepang. Pemerintah
pendudukan Jepang berada di strata atas beserta dengan pengikutnya, kemudian kelas bawah
ditempati oleh pribumi.
b. Keadaan Ekonomi
c. Keadaan Budaya
Salah satu dasar budaya yang penting adalah agama. Unsur ini sangat penting bagi
masyarakat pribumi, terutama untuk meniti hidup dalam mencapai kebahagiaan baik metrial
maupun spiritual. Di daerah kota maupun pedesaan-pedesaan Kalimantan Barat, sebagian
besar penduduknya beragama Islam, sedang di daerah pedalaman yang agak jauh dari sungai,
kebanyakan menganut kepercayaan tradisional (animisme), yaitu percaya kepada roh dan
sebagian kecil beragama Kristen.
Di dalam masyarakat tradisional, nilai-nilai kharismatik dari seorang raja masih sangat di
junjung tinggi, sehingga apa yang dilakukan raja akan menjadi panutannya. Maka tidak heran
apabila raja atau pemuka agama masuk Islam, secara spontan rakyat akan mengikutinya.
Sementara itu, di daerah pedalaman masih banyak yang menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme yang sampai sekarang masih terus berkembang. Namun, dalam perkembangannya
kedua kepercayaan ini yaitu Islam dan kepercayaan tradisional berjalan dengan damai.
Mereka sangat menghormati satu sama lain, begitu juga hubungan antara penganut islam
dengan penganut agam lain dapat berjalan berdampingan.
Dengan demikian, maka pada dasarnya sistim kebudayaan di Kalimantan Barat dapat dibagi
menjadi tiga : ( Effendi M.1982 : 10)
6. 1.Sistim Budaya Penduduk Asli
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan Barat, penduduk asli telah memiliki unsur-unsur
budaya tersendiri yang mengatur kehidupan mereka , yang sering disebut “sistim budaya
etnis”.
2. Sistim Budaya Hindu/Budha
Sistim ini berlaku di kalangan kerajaan-kerajaan tradisional sebelum kedatangan Islam di
Kalimantan Barat. Sistem kerajaan Hindu/Budha ini pernah hidup di kerajaan Tanjungpura,
Sintang, Sanggau, dan lain-lain.
3. Sistim Budaya Islam
Budaya Islam memasuki kerajaan setelah masuknya budaya Hindu dan Budha. Masuknya
budaya Islam dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat, karena agama Islam tidak
mengenal apa yang disebut starata atau tingkatan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan Islam, membuat agama ini berkembang pesat
di kota kota seperti Pontianak, Sintang, Sanggau, Sambas, Mempawah, dan Ketapang.
Di Pontianak sendiri, karena penduduknya yang bersifat heterogen, maka kebudayaannya pun
sangat beragam. Masing-masing suku hidup dengan budayanya sendiri. Perkembangan
budaya daerah dapat dilihat dari banyaknya didirikan sanggar-sanggar tari Dayak maupun
Melayu din Pontianak. Ditambah lagi upaya pemerintah untuk tetap melestarikan upacara-
upacara tradisional daerah seperti Naik Dango, Gawai, Balenggang tumbang apam, Robo’-
robo’, dan sebagainya.
1.Dalam Bidang Kesenian
Kesenian yang bernafaskan Islam mulai dikenal oleh penduduk yang mulai memeluk agama
Islam, seperti:
a. Membaca berzanji, yaitu membaca solawat dengan iringan rebana dan kemudian radat dan
zapin, merupakan perwujudan seni yang mempunyai unsur keagamaan.
b. Menenun, merupakan salah satu bentuk hasil karya seni dari suku Melayu yang berdiam di
daerah pantai maupun suku Dayak di pedalaman. Perbedaannya terletak pada bahan yang
ditenun atau corak dan motif yang ditenun.
c. Cap kerajaan bertuliskan huruf-huruf Arab adalah huruf-huruf resmi kerajaan.
7. d. Simbol keislaman di Kerajaan Pontianak ini biasa dilihat dari adanya Masjid
Jami’Abdurrahman.
Sementara itu, peninggalan-peninggalan yang bisa kita temui dari Kerajaan Pontianak ini
adalah sebagai berikut:
a. Keraton Kadriah
Didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie bin Al Habib Husain Alqadrie ketika
beliau membuka pemukiman baru.
b. Masjid Jami’Abdurrahman
Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman. Pada masa pemerintahan
Sultan Syarif Usman dibangun kembali dan tetap dijadikan masjid kesultanan. Demi
mengabadikan Abdurrahman sebagai pembuatnya, maka dijadikanlah namanya sebagai nama
masjid itu. Terdrir dari enam tiang kokoh yang melambangkan rukun iman, dan 4 atap yang
melambangkan sahabat nabi. Menurut Zein (1999: 317), Masjid Jami’ Abdurrahaman selain
dijadikan tempat ibadah, juga dijadikan sebagai tempat penyebaran dan penggalian ilmu-ilmu
Islam.
D.Penutup
1.Kesimpulan
2.Saran
8. Daftar Pustaka :
Lisyawati Nurcahyani, Pembayun Sulistyorini dan Hasanudin, 1999. Kota Pontianak
Sebagai Bandar Dagang di Jalur Sutra, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI.
Wahab Sambasi, Sejarah Peradaban Islam, (Pontianak : Stain Pontianak Pres, 2011),
hlm. 218.
Alqadrie, Syarif Ibrahim dan Pandil Sastrowardoyo, 1984.Sejarah Sosial Daerah
Kotamadya Pontianak.Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI