Penyakit kronik dan terminal dapat menimbulkan respon bio-psiko-sosial dan spiritual yang meliputi kehilangan, berduka, dan kematian. Respon ini melewati berbagai tahapan seperti penolakan, marah, depresi, hingga penerimaan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor usia, makna kehilangan, budaya, dan spiritualitas. Tanda-tanda klinis menjelang kematian adalah hilangnya tonus otot dan sirkulasi darah, serta perubahan
3. Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat
menimbulkan respon bio-psiko-sosial-spiritual ini
akan meliputi respon Kehilangan, Berduka, dan
Kematian.
a. Kehilangan
Jenis Kehilangan :
Actual Loss : kehilangan yang nyata, yang dapat
diketahui oleh orang lain.
Perceived Loss : kehilangan yang dapat dirasakan oleh
diri sendiri dan tidak diketahui / dirasakan oleh orang
lain ( kehilangan yang bersifatpsikologis ).
Anticipatory Loss : kehilangan yang belum terjadi
merupakan perilaku seseorang yang kehilangan dan
berduka.
4. Sumber Kehilangan :
Kehilangan obyek / bagian dari dalam diri sendiri,
seperti kehilangan bagian / fungsi tubuh, misalnya
amputasi kaki, mastektomi .
Kehilangan obyek di luar diri, misalnya kehilangan
HP, dompet, mobil,dsb.
Kehilangan orang yang dicintai, misalnya nenek,
orang tua, suami/istri,anak, pacar, dsb.
Berpisah dengan lingkungan yang sudah akrab /
menyatu dengan dirinya, misalnya harus
meninggalkan keluarga untuk sekolah di luar negeri,
pensiun, atau mutasi / pindah dari tempat
pekerjaan, dsb.
5. b. Berduka
Merupakan respon emosi yang wajar dan
subyektif untuk mencapai kesehatan jiwa. Proses
berduka terdiri dari : Bereavement grieving yaitu
proses / reaksi berduka terhadap kehilangan.
Mourning grieving yaitu periode menerima
kehilangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Reaksi Kehilangan ialah
1. Usia dan tingkat Perkembangan : pada usia bayi
hingga balita, individu belum begitu mengerti
mengenai arti kehilangan, mulai usia sekolah
hingga dewasa, sudah dapat merasakan arti
kehilangan.
6. 2. Makna Kehilangan : bersifat subyektif bagi setiap
individu, sehingga tidak dapat disama ratakan.
Misalnya : Nn. A menggunakan ballpoint yang
sebenarnya dijual dibanyak tempat dengan harga 5000
rupiah. Pada saat ia kehilangan bollpoint tersebut, ia
menangis dan terus menerus mencarinya. Baginya
walaupun harga ballpoint hanya 5000 rupiah tapi
makna dari benda tersebut sangat besar karena
pemberian dari orang yang sangat ia kagumi. Contoh
lain : Nn. B pada saat ayahnya meninggal dunia sama
sekali tidak menangis, karena ia tidak pernah
merasakan kasih sayang dari ayahnya. Bagi orang lain
yang melihat, mungkin akan mengatakan bahwa ia
anak yang tidak berbakti karena tidak merasa
kehilangan / berduka atas kematian ayahnya.
Sebenarnya Nn.B tidak dapat disalahkan karena
baginya , ayahnya kurang bermakna dalam hidupnya,
sehingga ia tidak merasa kehilangan.
7. 3. Kultur / budaya : budaya jawa mempunyai
prinsip “ nrimo “, sehingga kematian seseorang
harus selalu diikhlaskan. Pada suku Toraja, bila
seseorang meninggal dunia, semakin banyak
orang yang menangisi, menunjukkan bahwa
almarhum adalah orang yang mempunyai
pengaruh pada saat hidupnya, atau orang yang
disayangi / dihormati oleh banyak orang,
sehingga bila ia berasal dari keluarga kecil, maka
keluarga akan menyewa orang untuk menangisi
jenasahnya. Ada juga tradisi / budaya yang
menunjukkan reaksi berduka dengan mendoakan
almarhum pada hari ketiga, ketujuh, ke 40 hari,
100 hari, dst.
8. 4. Keyakinan spiritual : individu yang beragama Katolik,
Kristen dan Islam meyakini bahwa seseorang yang
telah meninggal dunia akan mempunyai kehidupan
lain sesuai dengan amal baktinya selama ia hidup di
dunia ( dineraka atau Surga ), dan doa dari anggota
keluarga atau dari kerabat yang masih hidup akan
membantu mengantarkan almarhum ke kehidupannya
dialam baka, selain itu dianjurkan untuk tidak
membebani “perjalanannya” dengan meneteskan
airmata pada jasadnya. Sedangkan individu yang
beragama Hindu dan Budha, meyakini juga ada
kehidupan lain di alam baka dan kemungkinan akan
reinkarnasi. Keyakinan setiap individu sesuai dengan
spiritualnya akan mempengaruhi juga reaksi
berdukanya. Semakin kuat imannya, semakin positif
reaksi berdukanya.
9. 5. Jenis kelamin dan Perannya : seorang ibu yang
tidak mempunyai pekerjaan dan hanya
bergantung pada suami, akan sangat merasa
kehilangan bila suaminya meninggal. Seorang
suami yang biasanya hanya berfikir untuk mencari
nafkah, akan sangat kehilangan bila istrinya
meninggal karena ia tidak terbiasa mengurus
anak-anaknya.
6. Status sosial ekonomi : kematian seseorang yang
merupakan tulang punggung keluarga akan
mempengaruhi reaksi kehilangan.
10. Merasa shock dan tidak percaya.
Sedih dan merasa hampa.
Timbul perasaan tidak nyaman seperti sakit dada, nafas pendek dan cepat
lelah.
Mengalami perasaan bersalah.
Cenderung iritabel dan menangis.
Disibukkan oleh bayang-bayang orang yang sudah hilang / meninggal.
Tahapan Berduka ( Engel ) :
Shock dan tidak percaya.
Mengembangkan kesadaran.
Restitusi.
Adaptasi kehilangan.
Idealisasi.
Hasil / tujuan
11. Tahapan Berduka ( Kubler Ross ):
Denial : tidak percaya, menolak
Anger : marah
Bargaining : tawat menawar dengan Tuhan.
Depression : rasa sedih yang mendalam.
Acceptance : memahami & menerima keadaan.
Adaptasi Bertahap terhadap Kehilangan
sebagai bagian dari realita( Schulz ) :
Tahap awal : kehilangan berlangsung sampai
beberapa minggu, reaksi yang timbul : shock dan
tidak percaya disertai perasaan dingin, hilang rasa
dan bingung. Dapat pula timbul konflik, kecemasan
dan ketakutan.
12. Tahap Intermediate. Berlangsung ± 3 minggu setelah
kehilangan sampai 1 tahun. Tiga pola perilaku pada
tahap ini :
a. perilaku obsesional
b. belajar mengerti makna kematian
c. belajar untuk menjadi orang yang sudah
meninggal.
Tahap recovery Setelah 1 tahun : tidak lagi kembali
ke masa lalu, sudah dapat aktif lagi untuk
melakukan kegiatan seperti biasa, karena berfikir
bahwa hidup harus tetap berjalan.
13. Definisi :
Menurut Arodisovial : secara tradisional seseorang
dikatakan mati apabila secara klinis ia tidak mempunyai
denyut nadi dan pernafasan berhenti beberapa menit .
Menurut World Medical Assembly ( 1968 ) : petunjuk
medikasi kematian adalah sebagai berikut :
tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara
total.
tidak ada gejala dari otot, terutama otot pernafasan.
tidak ada reflek.
gambaran EEG mendatar.
14. Menurut ahli Tenatologi : mati klinis ( somatik )
adalah ketidakaktifan 3 sistem tubuh, yaitu :
susunan saraf pusat, system peredaran darah dan
sistem pernafasan.
Menurut Kubler Ross : Tanda kematian secara klinis
adalah denyut nadi berhenti, pernafasan berhenti
berdasarkan pemeriksaan auskultasi, bola mata
membesar dan tidak berubah lagi, semua reflex
tubuh menghilang, kegiatan sistem otak berhenti
berdasarkan pemeriksaan EEG mendatar selama 24
jam.
15. Perubahan tubuh setelah Kematian :
Lebam Mayat ( Livor Mortis ) Perubahan warna
kulit, biru kehitam-hitaman karena sirkulasi darah
sudah tidak berjalan, sehingga terjadi pelepasan Hb
mulai dari anggota bawah tubuh pasien pada
keadaan telentang. Lebam mayat terjadi sesaat
setelah meninggal dan mulai 15 - 39 menit setelah
meninggal.
Kaku Mayat ( Rigor Mortis )Terjadi 2 - 4 jam setelah
kematian, dimulai pada hati, bladder, kepala, leher,
pundak dan ekstremitas. Timbul kekakuan karena
ATP ( Adenosine Tri Phosphat ) dalam tubuh
berkurang karena tidak disintesa lagi oleh glikogen.
16. Penurunan Suhu ( Algor Mortis )Setiap jam suhu turun
1ºC sampai mencapai suhu kamar, elastisitas kulit hilang,
sehingga kulit pecah-pecah. Penurunan suhu terjadi
karena berhentinya proses metabolisme dan tidak
bekerjanya hipotalamus, sehingga sirkulasi darah dan
kerja SSP berhenti pula.
Pembusukan ( Dekomposisi / Post Mortem ). Proses
pembusukan mulai nampak setelah 34 - 36 jam post
mortal, disebabkan oleh mekanisme kerja
mikroorganisme pembusuk, terutama golongan
clostridium.
Penyebab Kematian :
Penyakit Kronis : seperti TBC, cirrhosis hepatic, gagal
ginjal kronis, penyakit jantung dan hipertensi.
Penyakit keganasan : seperti Ca otak, Ca paru, Ca hepar,
Ca pancreas, leukemia3. Kelainan saraf : seperti stroke,
meningitis, hydrocephalus.
Intoxicasi / keracunan : makanan, obat-obatan, zat kimia.
17. Kecelakaan / trauma : trauma kepala, trauma pada organ
vital. Individu menjelang kematian :Biasanya seseorang
yang sudah merasa akan mendekati ajalnya, akan
membuat “rencana”, baik untuk dirinya sendiri atau
untuk orang lain /keluarga . Misalnya : ingin ziarah ke
suatu tempat- ingin bertemu dengan seseorang yang
sangat bermakna bagi dirinya, ingin berkumpul dengan
anak jalanan / yatim piatu, ingin memberikan organnya
untuk orang lain ( donor organ ), membuat surat wasiat,
membangun tempat ibadat, membuat perjanjian dengan
keluarga tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga
setelah ia meninggal, dst.
Bila situasi ini terjadi di RS, maka perawat harus
memberi dukungan penuhterhadap rencana
tersebut. Menurut kepercayaan di Indonesia,
segala sesuatu yang disampaikan / dikatakan oleh
seseorang yang akan meninggal merupakan
“amanat” yang harus dijalankan oleh mereka yang
ditinggalkan.
18. Tanda-Tanda Klinis Menjelang Kematian :
Hilang Tonus Otot :
Relaksasi otot wajah, sulit berbicara, sulit menelan
dan gag refleks hilang pelan-pelan, menurunnya
aktivitas saluran cerna ( nausea, obstipasi, distensi
abdomen ), kontrol sfingter menurun (
incontinensia urie & alvi ), pergerakan berkurang.
Sirkulasi Darah Berkurang :
Sensasi menurun, sianosis ekstremitas, kulit dingin
di ekstremitas, telinga dan hidung.
Perubahan Tanda -Tanda Vital :
Nadi lambat, irregular, nafas cepat, lama-lama
menjadi lambat dan irregular, pernafasan mulut
sehingga membran mukosa mulut menjadi kering.
19. Gangguan Sensorik :
Penglihatan kabur, sensasi penciuman dan
pengecapan berkurang, pendengaran merupakan
sensorik yang paling akhir hilang.
Perubahan Tingkat Kesadaran : bervariasi.
Tanda-tanda klinis sesaat menjelang kematian
yaitu pupil melebar, tidak dapat bergerak, refleks
hilang, nadi lambat dan lemah, pernafasan
cheyne’s stokes, mengorok / stridor, tekanan
darah sangat rendah, mata membuka / menutup
sebagian.
20. 1. Dinamika Individual.
a. Protes dan Penangkaran
Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya
pada kenyataan. Pada fase ini terjadi proses perubahan
konsep diri, ini terjadi selama kondisi klien dalam keadaan
stress tetapi setelah keadaan ini berlalu, klien mulai
masuk kedalam fase berikutnya.
b. Depresi, Cemas dan Marah
Pada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi,
cemas dan marah muncul ketika klien tidak mampu
mengatasi masalahnya dan merasa tidak berdaya.
Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis,
bingung ketergantungan, tidak dapat mengambil
keputusan, tidak punya harapan. Kecemasan yang dialami
pasien dialihkan menjadi kemarahan yang diproyeksikan
pada diri sendiri, keluarga dan petugas.
21. c. Pelepasan dan Reinvestasi
Klien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan
cemas, depresi dan perasaan marahnya. Klien mulai
mengumpulkan kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi
respon yang memperberat keadaan stress, apabila penyakit
ini terjadi progressif fase ini akan berlangsung siklik. Disini
klien mulai ada kerja sama. Klien mulai melepaskan dari
obyek yang hilang, mulai membina hubungan dan
penyesuaian diri terhadap realita.
2. Dinamika Keluarga
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien
berupa pengingkaran, marah, cemas dan depresi.
3. Dinamika Lingkungan
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi
klien Stigmasosial ketidakmampuan melakukan aktivitas
sosial perubahan peran dalam kelompok sosial merupakan
hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara normal.
22. Dalam memberikan asuhan keperawatan
perawat harus menunjukkan sikap professional
dan tulus dengan pendekatan yang baik pada saat
pasien mengalami fase pengingkaran perawat
harus dapat menghadirkan fakta. Kesadaran diri
yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan
perawat dalam terapi. Contoh : Bagaimana
perasaan saya pada saat melihat orang mengalami
kesulitan, Bagaimana perasaan saya tentang
penyakit klien dalam keadaan kritis, Apakah
keyakinan saya tentang penyakit kronik
sama/berbeda dengan klien/keluarga.
23. A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Kaji tingkat kesadaran / pemahaman pasien &/
keluarga :
Closed awareness : pasien &/ keluarga tidak
menyadari proses kematian yang sudah menjelang.
Mereka sama sekali tidak mengerti mengapa pasien
sakit dan percaya bahwa pasien akan segera sembuh.
Mutual pretense : pasien , keluarga dan perawat
mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, serta tidak berusaha untuk
meningkatkan kondisinya. Kadang-kadang pasien
menghindari percakapan tentang kematian demi
menghindarkan keluarga dari tekanan.
24. Open awareness : pasien &/ keluarga telah mengetahui
tentang proses kematian dan merasa nyaman untuk
memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat pasien mendapatkan kesempatan
untuk menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat
berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman.
Kaji tanda-tanda perubahan fisik pasien :
Tonus otot, penurunan sirkulasi , perubahan Tanda-
tanda vital ( TTV), gangguan sensoris dan perubahan
tingkat kesadaran.
Kaji tanda klinis sesaat sebelum meninggal, seperti :
Respons terhadap stimulus, pergerakan otot,
khususnya otot pernafasan, fungsi refleks dan TTV.
Kaji kondisi nutrisi pasien :
Penampilan umum, berat badan, kekuatan dan
ketebalan otot, nilai Hb dan kondisi konjucntiva.
25. Kaji status cairan pasien :
Volume output cairan ( urine, muntah,diare, keringat ),
kondisi membrane mukosa dan turgor kulit.
Kaji rasa aman dan nyaman pasien :
Rasa nyeri, personal hygiene.
Kaji persepsi pasien &/ keluarga tentang kematian :
Budaya dan spiritual.
Kaji perubahan psikologis pasien &/ keluarga :
Menurunnya proses intelektual, seperti menurunnya
kemampuan untuk mengingat informasi, tidak dapat
berfikir jernih, dan sulit mengambil keputusan,
meningkatnya sensitivitas ( mudah tersinggung, mudah
marah, mudahsedih, dst. ), menurunnya kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas dan tugas dalam mengadaptasi
masalah, serta reaksi berkabung seperti :
Tahap Denial :
Kaji pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan
penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan
hasilnya.
26. Tahap Anger :
Pasien menyalahkan semua orang, emosi
tidak terkendali, komunikasi ada dan tiada,
orientasi pada diri sendiri.
Tahapan Bargaining :
Pasien mulai menerima keadaan dan berusaha
untuk mengulur waktu, rasa marah sudah
berkurang.
Tahapan Depresi :
Kaji potensial bunuh diri, gunakan kalimat
terbuka untuk mendapatkan data dari pasien.
Tahapan Acceptance :
Kaji keinginan pasien untuk istirahat
/menyendiri.
27. Kaji kebutuhan spiritual pasien :
Kebutuhan pasien akan tokoh agama atau
seseorang yang dapat membantu kebutuhan
spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang
berada di tahap bargaining.
28. Pohon Masalah
Respon pengingkaran yang tidak kuat
Kematian
Berduka
Kehilangan
Klien dalam keadaan kritis dan terminal
Penyakit ganas, kronis, keracunan dan trauma
29. Respon pengingkaran yang tidak kuat
berhubungan dengan kehilangan dan perubahan.
Kecemasan yang meningkat berhubungan
dengan ketidakmampuan mengekspresikan
perasaan.
Gangguan berhubungan (menarik diri)
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL).
Gangguan body image berhubungan dengan
dampak penyakit yang dialami.
Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas
berhubungan dengan adanya hambatan dalam
fungsi seksual.
30. Tujuan : Pasien dapat menghadapi kematian dalam damai.
Kriteria : Pasien tidak merasa kesepian, takut dan depresi,
pasien merasa aman, nyaman dan percaya diri, pasien dapat
menerima keadaan / penyakitnya.
Intervensi :
Menjelang kematian :
Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur
pasien.
Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan
nafas.
Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan / infeksi
kornea.
Lakukan oral hygiene.
31. lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan
lakukan masase pada daerah penonjolan tulang
dengan menggunakan minyak kayu putih untuk
mencegah dekubitush. Kolaborasi untuk
pemberian analgetika bila diperlukan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan
mengajak pasien berdoa.
Bantu pasien &/ keluarga untuk dapat menerima
keadaannya.
Bantu dan dukung pasien untuk membuat rencana
bagi dirinya maupun keluarga / orang lain.
Tunjukkan rasa caring dan empati
32. Saat menghadapi proses berduka. Bantu pasien
untuk dapat melewati proses berkabung dengan
baik
Tahap Denial dan Anger : dampingi pasien dan
dengarkan keluhan pasien, tidak mencela pembicaraan
pasien / member komentar, gunakan prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik. Pada fase ini segala nasehat,
penyuluhan jangan diberikan dulu.
Tahap Bargaining : berikan penjelasan tentang
penyakitnya setahap demi setahap. Bantu pasien untuk
memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan menghubungi
tokoh agama atau seseorang yang ia percaya dapat
memenuhi kebutuhan spiritualnya.
Tahap depresi : temani pasien, hindari / jauhkan pasien
dari barang-barang yang dapat merusak dirinya, seperti
obat, cairan antiseptic, gelas, pisau, garpu, dsb. Cegah
pasien untuk bunuh diri.
Tahap Acceptance : Bantu pasien untuk membuat
keputusan /program selanjutnya.
33. Setelah kematian :
tanggalkan semua peralatan medis yang digunakan
oleh pasien, seperti NGT, kateter urine, IV line,
endotracheal tube /tracheostomi tube, dst.
Bersihkan tubuh pasien sesuai keinginan pasien /
keluarga atau kain kafan bila pasien beragama islam.
Atur posisi supine dengan kedua tangan di sisi tubuh
atau menyilang di atas abdomen ( posisi berdoa sesuai
dengan agama yang dianut pasien ).
Lubang telinga, lubang hidung, anus diberi kapas
lemak untuk menahan sekresi cairan yang keluar.
Bila mata pasien tidak dapat menutup rapat, sementara
diberi plester kecil pada ujungnya.
Mulut pasien diusahakan tertutup rapat.
Beri tanda pengenal / identitas, bereskan administrasi,
seperti surat keterangan kematian, dsb.
Jenazah dibawa ke kamar jenazah / pulang setelah 2
jam kemudian.