Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita di Puskesmas Panyileukan. Hasil rangkuman Pelatihan Gizi Buruk Pada Balita bagi tenaga kesehatan di Puskesmas untuk dipresentasikan kepada seluruh tenaga kesehatan dan paramedis di puskesmas. Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita ini bisa menjadi standardisasi penatalaksanaan balita dengan status gizi buruk yang ditemukan di pelayanan rawat jalan/posyandu di puskesmas.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan kesehatan sederhana oleh kader kesehatan melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia melalui pemberdayaan masyarakat."
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pemantauan pertumbuhan dan status gizi anak balita di Posyandu. Terdapat penjelasan tentang cara memantau pertumbuhan melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan secara berkala, serta menentukan status gizi berdasarkan indeks antropometri. Dokumen ini juga menjelaskan tindak lanjut bila ditemukan gejala gangguan pertumbuhan atau gizi buruk pada anak.
1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan optimal seorang anak, namun gangguan gizi pada periode ini dapat berdampak permanen. Status gizi ibu hamil dan menyusui sangat berpengaruh terhadap perkembangan janin dan bayi. Pencegahan stunting yang efektif dilakukan dengan menjaga gizi ibu hamil dan menyusui serta memastikan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan dan lanj
Dokumen tersebut membahas tentang diet bagi anak dengan gizi buruk. Diet harus diberikan secara perlahan untuk mencegah sindrom refeeding yang berbahaya. Formula khusus direkomendasikan untuk memulihkan kondisi anak, namun penambahan makanan harus didasarkan pada kondisi klinis anak.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan kesehatan sederhana oleh kader kesehatan melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia melalui pemberdayaan masyarakat."
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pemantauan pertumbuhan dan status gizi anak balita di Posyandu. Terdapat penjelasan tentang cara memantau pertumbuhan melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan secara berkala, serta menentukan status gizi berdasarkan indeks antropometri. Dokumen ini juga menjelaskan tindak lanjut bila ditemukan gejala gangguan pertumbuhan atau gizi buruk pada anak.
1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan optimal seorang anak, namun gangguan gizi pada periode ini dapat berdampak permanen. Status gizi ibu hamil dan menyusui sangat berpengaruh terhadap perkembangan janin dan bayi. Pencegahan stunting yang efektif dilakukan dengan menjaga gizi ibu hamil dan menyusui serta memastikan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan dan lanj
Dokumen tersebut membahas tentang diet bagi anak dengan gizi buruk. Diet harus diberikan secara perlahan untuk mencegah sindrom refeeding yang berbahaya. Formula khusus direkomendasikan untuk memulihkan kondisi anak, namun penambahan makanan harus didasarkan pada kondisi klinis anak.
Standar operasional prosedur ttlksana balita gizi burukyusup firmawan
Dokumen ini memberikan standar operasional prosedur untuk penatalaksanaan balita gizi buruk di Puskesmas Kalimanggis. Prosedur ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi balita yang gizinya buruk dan menargetkan balita berusia 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk. Prosedur yang dijelaskan meliputi persiapan, pelaksanaan yang terdiri dari pemeriksaan medis, anamnesa, penentuan kebutuhan gizi, pemberian p
SOP ini menjelaskan proses penetapan status gizi dan klasifikasi balita gizi buruk di Puskesmas Sungai Menang, meliputi persiapan, pelaksanaan pemeriksaan antropometri dan tes nafsu makan, penetapan status gizi, klasifikasi kondisi untuk penentuan tata laksana, serta pencatatan dan pelaporan. Tujuannya agar balita gizi buruk mendapat perawatan yang cepat dan tepat sesuai kondisinya.
Dokumen tersebut membahas tentang Posyandu Lansia dan peran kader lansia. Posyandu lansia adalah tempat pelayanan kesehatan untuk lansia di suatu wilayah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan lansia dilakukan dengan sistem 5 meja dan kader lansia berperan sebagai fasilitator antara tenaga kesehatan dengan lansia. Kendala pelaksanaan posyandu lansia antara lain pengetah
Dokumen tersebut memberikan penjelasan tentang pengisian dan pembacaan Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS berisi data pertumbuhan dan informasi perkembangan anak dari lahir hingga usia 5 tahun. Dokumen menjelaskan jenis-jenis catatan pada KMS seperti berat badan, ASI, imunisasi, dan aspek yang dimonitor untuk menilai pertumbuhan anak. Cara membaca KMS adalah dengan menghubungkan titik berat badan bul
Dokumen tersebut memberikan panduan tentang resusitasi bayi baru lahir yang mengalami gangguan pernapasan. Langkah-langkahnya meliputi evaluasi kondisi bayi, perawatan rutin seperti memberikan kehangatan dan membersihkan saluran napas, hingga tindakan resusitasi lanjut seperti ventilasi, kompresi dada, dan pemberian epinefrin jika diperlukan.
Posyandu Lansia bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup lansia melalui pemeriksaan berkala, penyuluhan gizi, dan pelayanan kesehatan. Kegiatannya meliputi pencatatan data lansia, skrining kesehatan, penilaian kemandirian, dan pemberian makanan tambahan serta obat-obatan. Harapannya adalah lansia dapat menikmati masa tuanya dengan sejahtera.
Dokumen tersebut membahas tentang stunting pada anak, yaitu kondisi gagal pertumbuhan yang disebabkan kekurangan gizi kronis terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Dokumen ini menyatakan bahwa sekitar 30% anak Indonesia mengalami stunting yang dapat berakibat gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Dokumen juga menjelaskan beberapa penyebab dan gejala stunting serta cara pencegahannya melalui indikator PHBS yang dil
Dokumen ini membahas tentang diabetes melitus dan hipertensi. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah tinggi akibat kelainan produksi atau respons insulin, sedangkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah. Dokumen ini menjelaskan gejala, faktor risiko, diagnosa, komplikasi, dan pengobatan untuk kedua penyakit tersebut, serta pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari ko
GIZI DEWASAdan LANSIA
USIA DEWASA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes RI) nomor 41 Tahun 2014 tentang pedoman gizi seimbang usia dewasa dalam status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) bagi usia >18 tahun
Klasifikasi Indeks Masa Tubuh untuk INDONESIA menurut DEPKES:
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSUMSI PANGAN
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBUTUHAN GIZI USIA DEWASA(1) Usia Tahap Perkembangan
Langkah-langkah Penyusunan Menu Gizi Seimbang
Penyebab, kerugian, dan Solusi Masalah Berat Badan
Permasalahan Gizi dan Penyakit Tidak MenularUsia Dewasa
PENUAAN
Efek Penuaan TerhadapFungsi Fisiologis
Teori Penuaan danPembatasan Energi
10 Penyakit Terbanyak pada Lansia Tahun 2013
Kelompok Lansia BERISIKO yang rentan dalam hal Gizi
Zat Gizi dengan Risiko Asupan tidak Adekuat
Pengkajian Gizi pada Lansia
Kapasitas Fungsional
Grafik Hipotesis dari Kapasitas Fungsional
Grafik Kapasitas Fungsional dan Kapasitas Intrinsik
Malnutrisi didefinisikan sebagai kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan dalam asupan energi atau nutrisi seseorang. Kondisi yang termasuk dalam kelompok gizi kurang adalah kondisi stunting atau tinggi badan pendek menurut umur, wasting atau berat badan rendah menurut tinggi badan, serta underweight atau berat badan rendah menurut usia. Sementara itu, yang termasuk ke dalam kelompok gizi lebih adalah overweight dan obesitas. Ada juga malnutrisi yang terkait dengan mikronutrien, seperti defisiensi atau kelebihan mikronutrien. Penyebab malnutrisi secara umum adalah ketidakseimbangan antara asupan dengan kebutuhan nutrisi tubuh. Di negara maju, malnutrisi biasanya disebabkan oleh pola diet yang buruk, penyakit kronis, gangguan pencernaan, gangguan mental, hingga alkoholisme. Sementara itu, di negara berkembang, seringkali asupan makan yang kurang merupakan penyebab utama malnutrisi. Angka kemiskinan yang tinggi, serta rendahnya kesadaran dan pengetahuan mengenai diet yang seimbang merupakan faktor penting dalam terjadinya malnutrisi di negara berkembang.
Pada kasus malnutrisi akut berat, lakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya komplikasi medis dan keadaan nafsu makan pasien. Pasien yang memiliki nafsu makan dan tingkat kesadaran baik dapat dirawat jalan. Pasien yang memiliki komplikasi medis, edema berat, atau nafsu makan yang buruk akan memerlukan rawat inap. Penatalaksanaan malnutrisi yang paling penting adalah modifikasi diet dan pemberian suplemen. Tujuan terapi pada malnutrisi adalah agar pasien dapat memiliki tingkat kesehatan optimal, mencegah perburukan status gizi dan metabolik, serta untuk memastikan asupan yang memadai. Pasien yang memiliki nafsu makan dan tingkat kesadaran baik dapat dirawat jalan. Pasien yang memiliki komplikasi medis, edema berat, atau nafsu makan yang buruk akan memerlukan rawat inap.
Standar operasional prosedur ttlksana balita gizi burukyusup firmawan
Dokumen ini memberikan standar operasional prosedur untuk penatalaksanaan balita gizi buruk di Puskesmas Kalimanggis. Prosedur ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi balita yang gizinya buruk dan menargetkan balita berusia 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk. Prosedur yang dijelaskan meliputi persiapan, pelaksanaan yang terdiri dari pemeriksaan medis, anamnesa, penentuan kebutuhan gizi, pemberian p
SOP ini menjelaskan proses penetapan status gizi dan klasifikasi balita gizi buruk di Puskesmas Sungai Menang, meliputi persiapan, pelaksanaan pemeriksaan antropometri dan tes nafsu makan, penetapan status gizi, klasifikasi kondisi untuk penentuan tata laksana, serta pencatatan dan pelaporan. Tujuannya agar balita gizi buruk mendapat perawatan yang cepat dan tepat sesuai kondisinya.
Dokumen tersebut membahas tentang Posyandu Lansia dan peran kader lansia. Posyandu lansia adalah tempat pelayanan kesehatan untuk lansia di suatu wilayah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan lansia dilakukan dengan sistem 5 meja dan kader lansia berperan sebagai fasilitator antara tenaga kesehatan dengan lansia. Kendala pelaksanaan posyandu lansia antara lain pengetah
Dokumen tersebut memberikan penjelasan tentang pengisian dan pembacaan Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS berisi data pertumbuhan dan informasi perkembangan anak dari lahir hingga usia 5 tahun. Dokumen menjelaskan jenis-jenis catatan pada KMS seperti berat badan, ASI, imunisasi, dan aspek yang dimonitor untuk menilai pertumbuhan anak. Cara membaca KMS adalah dengan menghubungkan titik berat badan bul
Dokumen tersebut memberikan panduan tentang resusitasi bayi baru lahir yang mengalami gangguan pernapasan. Langkah-langkahnya meliputi evaluasi kondisi bayi, perawatan rutin seperti memberikan kehangatan dan membersihkan saluran napas, hingga tindakan resusitasi lanjut seperti ventilasi, kompresi dada, dan pemberian epinefrin jika diperlukan.
Posyandu Lansia bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup lansia melalui pemeriksaan berkala, penyuluhan gizi, dan pelayanan kesehatan. Kegiatannya meliputi pencatatan data lansia, skrining kesehatan, penilaian kemandirian, dan pemberian makanan tambahan serta obat-obatan. Harapannya adalah lansia dapat menikmati masa tuanya dengan sejahtera.
Dokumen tersebut membahas tentang stunting pada anak, yaitu kondisi gagal pertumbuhan yang disebabkan kekurangan gizi kronis terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Dokumen ini menyatakan bahwa sekitar 30% anak Indonesia mengalami stunting yang dapat berakibat gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Dokumen juga menjelaskan beberapa penyebab dan gejala stunting serta cara pencegahannya melalui indikator PHBS yang dil
Dokumen ini membahas tentang diabetes melitus dan hipertensi. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah tinggi akibat kelainan produksi atau respons insulin, sedangkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah. Dokumen ini menjelaskan gejala, faktor risiko, diagnosa, komplikasi, dan pengobatan untuk kedua penyakit tersebut, serta pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari ko
GIZI DEWASAdan LANSIA
USIA DEWASA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes RI) nomor 41 Tahun 2014 tentang pedoman gizi seimbang usia dewasa dalam status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) bagi usia >18 tahun
Klasifikasi Indeks Masa Tubuh untuk INDONESIA menurut DEPKES:
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSUMSI PANGAN
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBUTUHAN GIZI USIA DEWASA(1) Usia Tahap Perkembangan
Langkah-langkah Penyusunan Menu Gizi Seimbang
Penyebab, kerugian, dan Solusi Masalah Berat Badan
Permasalahan Gizi dan Penyakit Tidak MenularUsia Dewasa
PENUAAN
Efek Penuaan TerhadapFungsi Fisiologis
Teori Penuaan danPembatasan Energi
10 Penyakit Terbanyak pada Lansia Tahun 2013
Kelompok Lansia BERISIKO yang rentan dalam hal Gizi
Zat Gizi dengan Risiko Asupan tidak Adekuat
Pengkajian Gizi pada Lansia
Kapasitas Fungsional
Grafik Hipotesis dari Kapasitas Fungsional
Grafik Kapasitas Fungsional dan Kapasitas Intrinsik
Malnutrisi didefinisikan sebagai kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan dalam asupan energi atau nutrisi seseorang. Kondisi yang termasuk dalam kelompok gizi kurang adalah kondisi stunting atau tinggi badan pendek menurut umur, wasting atau berat badan rendah menurut tinggi badan, serta underweight atau berat badan rendah menurut usia. Sementara itu, yang termasuk ke dalam kelompok gizi lebih adalah overweight dan obesitas. Ada juga malnutrisi yang terkait dengan mikronutrien, seperti defisiensi atau kelebihan mikronutrien. Penyebab malnutrisi secara umum adalah ketidakseimbangan antara asupan dengan kebutuhan nutrisi tubuh. Di negara maju, malnutrisi biasanya disebabkan oleh pola diet yang buruk, penyakit kronis, gangguan pencernaan, gangguan mental, hingga alkoholisme. Sementara itu, di negara berkembang, seringkali asupan makan yang kurang merupakan penyebab utama malnutrisi. Angka kemiskinan yang tinggi, serta rendahnya kesadaran dan pengetahuan mengenai diet yang seimbang merupakan faktor penting dalam terjadinya malnutrisi di negara berkembang.
Pada kasus malnutrisi akut berat, lakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya komplikasi medis dan keadaan nafsu makan pasien. Pasien yang memiliki nafsu makan dan tingkat kesadaran baik dapat dirawat jalan. Pasien yang memiliki komplikasi medis, edema berat, atau nafsu makan yang buruk akan memerlukan rawat inap. Penatalaksanaan malnutrisi yang paling penting adalah modifikasi diet dan pemberian suplemen. Tujuan terapi pada malnutrisi adalah agar pasien dapat memiliki tingkat kesehatan optimal, mencegah perburukan status gizi dan metabolik, serta untuk memastikan asupan yang memadai. Pasien yang memiliki nafsu makan dan tingkat kesadaran baik dapat dirawat jalan. Pasien yang memiliki komplikasi medis, edema berat, atau nafsu makan yang buruk akan memerlukan rawat inap.
SOP ini menjelaskan prosedur perawatan bayi dan balita gizi buruk pasca rawat inap di layanan rawat jalan puskesmas, meliputi persiapan logistik dan tenaga kesehatan, tata laksana 10 langkah, pemantauan kenaikan berat badan, dan pelaporan kasus. Dokumen ini bertujuan memandu tenaga kesehatan dalam memberikan perawatan yang tepat bagi bayi dan balita gizi buruk.
Dokumen tersebut membahas berbagai kondisi gangguan gizi pada anak, seperti faltering growth, underweight, gizi kurang, gizi buruk, dan stunting. Kondisi-kondisi tersebut ditandai dengan penurunan berat badan dan panjang/tinggi badan yang tidak sesuai standar akibat kekurangan zat gizi. Dianjurkan pemberian makanan tambahan dan rujukan ke fasilitas kesehatan apabila kondisi tidak membaik.
Dokumen tersebut memberikan panduan pelayanan gizi selama masa pandemi Covid-19, meliputi modifikasi pelayanan gizi untuk ibu hamil, balita, dan remaja puteri dengan melakukan kunjungan rumah, konseling daring, serta edukasi melalui berbagai media. Dokumen tersebut juga menjelaskan tentang jenis pelayanan gizi, pencatatan dan pelaporan, serta upaya percepatan input dan analisis data selama masa pandemi.
Dokumen tersebut membahas mengenai inovasi pencegahan stunting pada balita melalui program Kelas Balita Stunting (Kelanting Halu). Program ini bertujuan untuk menurunkan stunting, anemia, dan masalah gizi lainnya pada balita dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi, promosi ASI eksklusif, dan penyuluhan gizi secara terpadu di desa dan posyandu.
Pedoman ini membahas penanganan anak gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap sesuai standar pelayanan minimal bidang perbaikan gizi. Terdapat kriteria anak gizi buruk tanpa komplikasi dan dengan komplikasi medis, serta alur pemeriksaan untuk menentukan penanganan rawat jalan atau rawat inap. Penanganan dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan keluarga serta pemantauan dan evaluasi berkelanjutan.
Dokumen tersebut membahas tentang pendampingan keluarga untuk baduta dan balita dalam rangka pencegahan stunting, meliputi penjelasan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, faktor-faktor yang berisiko stunting, dan langkah-langkah pendampingan prioritas pada ibu nifas dan anak usia 0-23 bulan."
Similar to KALAKARYA GIZI BURUK PADA BALITA.pptx (20)
4. KRITERIA GIZI BURUK PADA BALITA
• BB/PB atau BB/TB skor z-nya < -3SD, dan atau
• LILA anak 6-59 bulan <11.5 cm, dan atau
• Kondisi klinis terdapat pitting edema bilateral, balita terlihat kurus.
5.
6.
7.
8. DETEKSI DINI GIZI BURUK PADA BALITA
• Pemantauan bayi dan balita melalui penimbangan dan pengukuran
tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan bayi-balita di posyandu
setiap bulan oleh kader dan PJ RW
• Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan bayi-balita
yang berkunjung ke KIA (saat kunjungan neonatus, imunisasi atau bayi
sakit), MTBS dan BP Umum.
• Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan bayi-balita
saat ada acara/kegiatan yang mengumpulkan bayi-balita
(Pengukuran tinggi badan dan berat badan bayi diplot di grafik/tabel
pengukuran)
9. DETEKSI DINI GIZI BURUK PADA BALITA
• Hitung umur anak saat kunjungan
• Tentukan skor z BB/PB atau BB/TB anak dengan melihat grafik/tabel
skor-z sesuai usia dan jenis kelamin anak
• Ukur LILA anak usia 6-59 bulan
• Perhatikan kondisi klinis anak (sangat kurus, edema)
13. PENANGANAN GIZI BURUK PADA BALITA
• Alur penapisan balita gizi buruk
• 10 langkah tata laksana gizi buruk
• 4 fase penanganan gizi buruk pada balita
• Fase stabilisasi dan transisi di layanan rawat inap
• Fase rehabilitasi dan tindak lanjut di layanan rawat jalan
15. 10 (SEPULUH) LANGKAH TATA LAKSANA GIZI BURUK
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 15
16. LAYANAN RAWAT JALAN BALITA GIZI BURUK
• Layanan balita gizi buruk tanpa komplikasi medis :
• anoreksia
• Dehidrasi berat (muntah,diare)
• Penurunan kesadaran
• Demam tinggi
• Pneumonia (nafas cepat/sulit nafas)
• Anemia berat
17. Balita gizi buruk yang dirawat di layanan rawat jalan dapat
merupakan:
• Kasus baru balita gizi buruk 6 – 59 bulan, termasuk kasus
relaps.
• Rujukan dari layanan rawat inap. Balita gizi buruk yang
memenuhi syarat untuk pindah rawat dari rawat inap ke rawat
jalan untuk melanjutkan perawatan gizi hingga sembuh.
• Kasus lama:
• Masuk kembali setelah drop-out.
• Pindahan dari layanan rawat jalan lain.
Layanan Rawat Jalan Balita Gizi Buruk (1)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 17
18. • Layanan rawat jalan dapat dilakukan di Puskesmas/Pustu.
• Puskesmas/Pustu yang dapat memberikan layanan balita gizi buruk:
• Tenaga kesehatan sudah mendapat pelatihan pencegahan dan
tatalaksana balita gizi buruk.
• Fasilitas kesehatan memiliki logistik yang dibutuhkan, termasuk:
Alat antropometri (alat ukur panjang/tinggi badan, alat timbang dan pita LiLA)
sesuai standar
RUTF atau bahan F100
Home economic set
Obat-obat rutin (seperti antibiotika, obat cacing) sesuai protokol
18
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
Layanan Rawat Jalan Balita Gizi Buruk (2)
19. Segera lakukan pemeriksaan saat balita gizi buruk yang tampak
sakit dirujuk atau dibawa ke fasilitas kesehatan.
Gunakan pendekatan MTBS untuk menilai tanda bahaya umum
dan kedaruratan medis pada balita sakit.
Layanan Rawat Jalan Balita Gizi Buruk (3)
Bila ditemukan tanda bahaya atau kondisi kedaruratan medis,
lakukan tindakan segera sesuai protokol tata laksana balita gizi
buruk sebelum dilakukan pemeriksaan lengkap dan/atau dirujuk
fasilitas kesehatan lebih tinggi.
Bila tidak ada kondisi kedaruratan medis, lakukan pemeriksaan
lengkap, termasuk pengukuran antropometri, edema bilateral
dan tes nafsu makan sesuai protokol.
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 19
20. Layanan Rawat Jalan Balita Gizi Buruk (4)
Salah satu kriteria balita gizi buruk dapat dirawat di layanan
rawat jalan adalah nafsu makan baik.
Lakukan tes nafsu makan sesuai protokol untuk menentukan
apakah balita mempunya nafsu makan baik atau tidak.
Tes nafsu makan dilakukan dengan menggunakan RUTF atau
F100 saat balita pertama kali dirujuk/dibawa ke fasiltas
kesehatan.
Dilakukan oleh tim asuhan gizi
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 20
21. Prosedur Layanan Rawat Jalan pada Balita Gizi
Buruk
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 21
1 2 3 4 5 6 7
Anamnesis
riwayat
kesehatan balita
Pemeriksaan fisik
secara umum dan
khusus
Pemeriksaan
penunjang sesuai
indikasi
Pemberian obat
sesuai hasil
pemeriksaan
Menghitung
kebutuhan gizi
Konseling tentang
cara pemberian RUTF
atau F100 dan
makanan padat gizi
Mencatat hasil
layanan dalam
rekam medis dan
formulir rawat
jalan
22. 1. Anamnesis kesehatan Balita: riwayat kelahiran, imunisasi, menyusui
dan makan (termasuk nafsu makan), penyakit dan riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik umum meliputi kesadaran, suhu tubuh,
pernafasan, nadi.
- Pemeriksaan fisik khusus seperti tercantum pada formulir MTBS.
3. Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 22
23. 4) Melakukan pemberian obat sesuai hasil pemeriksaan:
- Antibiotika berspektrum luas diberikan saat pertama kali balita
masuk rawat jalan, walaupun tidak ada gejala klinis
infeksi:Amoksisilin (15 mg/kg per oral setiap 8 jam) selama 5 hari.
Dosis pertama diberikan saat pertama kali di fasilitas kesehatan,
selanjutnya di rumah.
Jika tanda infeksi berlanjut, rujuk layanan rawat inap.
- Parasetamol hanya diberikan pada demam lebih dari 38°C.
Bila demam >39°C rujuk balita ke rawat inap. Memberikan
penjelasan cara menurunkan suhu tubuh anak di rumah kepada
pengasuh.
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 23
24. 5. Kebutuhan Gizi Balita Gizi Buruk (konsultasi
ke petugas gizi)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 24
Jumlah zat gizi yang
diperlukan sebagai
terapi gizi:
Energi: 150-220
kkal/kgBB/hari
Protein: 4-6 g/kgBB/hari
Cairan: 150-200
ml/kgBB/hari
Pemenuhan kebutuhan
gizi dapat diperoleh dari:
• Ready To Use
Therapeutic Food
(RUTF) atau F100
SERTA
• makanan padat gizi
25. Kebutuhan Gizi Balita Gizi Buruk (1)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 25
Bila dengan RUTF
• Siap dimakan
• Padat gizi setara dengan F100
• Diperkaya dengan vitamin dan mineral
• Untuk balita gizi buruk ≥ 6 bulan (rekomendasi WHO)
Jumlah kebutuhan RUTF (500 kcal/92 g atau 1 bungkus) per kg berat badan balita
Berat badan balita (kg) Paket per hari Paket per minggu Kkal per hari
3,5 – 3,9 1 ½ 11 750
4,0 – 5,4 2 14 1.000
5,5 – 6,9 2 ½ 18 1.250
7,0 – 8,4 3 21 1.500
8,5 – 9,4 3 ½ 25 1.750
9,5 – 10,4 4 28 2.000
10,5 – 11,9 4 ½ 32 2.250
≥ 12 5 35 2500
26. Kebutuhan Gizi Balita Gizi Buruk (2)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 26
Bila dengan F100
• Beri F100 dalam bentuk kering (susu, gula, minyak) untuk 2 hari,
karena hanya dapat bertahan 2 x 24 jam (suhu ruang).
• Mineral mix diberikan terpisah.
• Pada tahap awal, balita dengan BB < 7 kg hanya diberi F100.
Bila BB ≥ 7 kg, maka dapat diberikan 2/3 dari total kebutuhan
kalori berupa F100, sisanya diberikan berupa makanan yang
mengandung tinggi protein hewani dan tinggi energi/minyak.
Tenaga kesehatan membantu ibu/pengasuh mencampur larutan mineral mix
ke dalam bahan F100
27. 6. Obat Cacing
• Di kunjungan kedua (minggu ke-2)
• Hanya pada anak usia 1 tahun keatas (Jika tidak tahu umur anak,
patokannya sudah bisa jalan)
• Jika sudah diberi pada bulan kampanye, tidak perlu lagi
• Jika pengasuh lupa sudah diberi atau belum dalam6 bulan terakhir,
berikan pada kunjungan kedua (minggu ke-2)
• Bisa albendazol, pyrantel pamoat atau mebendazol
28. 7. Suplementasi Zat Gizi Mikro
• Suplementasi Zat gizi mikro diberikan pada balita yang mendapat
F100.
• Hanya Vitamin A yang diberikan jika ada tanda gejala campak dalam 3
bulan terakhir, baik untuk balita yang mendapat F100 atau RUTF
29. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 29
Suplementasi Zat Gizi Mikro (1)
Penggunaan
TANDA DEFISIENSI VITAMIN A ATAU RIWAYAT CAMPAK
DALAM 3 BULAN TERAKHIR
Tidak Ya
Bila dengan RUTF
Tidak diberikan suplementasi
Vitamin A dosis tinggi.
Vitamin A dosis tinggi
sesuai umur (3 kali)
Hari ke-1, ke-2 dan
ke-15).
Bila dengan F100
Vitamin A dosis tinggi (1 kali)
- hari ke-1 sesuai umur.
Vitamin A
Jika tidak tersedia kapsul Vitamin A dosis tinggi dapat diberikan Vitamin A
dosis 5000 SI per hari selama proses pemulihan.
30. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 30
Suplementasi Zat Gizi Mikro (2)
Penggunaan Asam Folat Multivitamin
Bila dengan RUTF
Tidak perlu diberikan karena RUTF sudah mengandung
vitamin dan mineral dengan jumlah yang cukup.
Bila dengan F100
5 mg pada hari pertama,
dan selanjutnya 1 mg/hari
Vitamin C dan vitamin B
kompleks
31. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 31
Suplementasi Zat Gizi Mikro (3)
Suplementasi Zat Besi menurut Berat Badan
Zat Besi (elemental)
• 3 mg/kgBB/hari
setelah berat badan
mengalami kenaikan
32. Kontrol Rutin pada Layanan Rawat Jalan
1 kali/ minggu
• BB/TB < -3 SD (Gizi Buruk)
1 kali/ minggu atau 1
kali/ 2 minggu
• BB/TB -3 SD sampai dengan < -2 SD
(Gizi Kurang)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 32
Pada saat balita sudah mencapai status gizi baik (BB/TB ≥ -2 SD)
maka pemantauan pertumbuhan dilakukan secara rutin setiap bulan
33. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 33
Prosedur Kunjungan Ulang (2)
Penilaian kemajuan terapi
• Kenaikan berat badan cukup
• Bila ada edema, maka edema berkurang atau hilang
• Kondisi klinis lainnya membaik
• Kurang: kenaikan BB < 5 g/kg BB/hari
• Cukup: kenaikan BB 5-10 g/kg BB/hari
• Baik: kenaikan BB > 10 g/kg BB/hari
ATAU
• Kurang: kenaikan BB < 50 g/kg BB/per minggu
• Baik: kenaikan BB ≥ 50 g/kg BB/per minggu
PENILAIAN KENAIKAN BERAT BADAN
Balita gizi buruk dengan edema bilateral mungkin akan terjadi penurunan berat
badan pada minggu awal karena berkurang atau hilangnya cairan edema
34. Contoh cara menghitung kenaikan rata-rata
berat badan per minggu
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 34
Berat badan saat ini = 9,0 kg = 9000 g
Berat badan awal (7 hari lalu) = 8,5 kg = 8500 g
Langkah 1.
Hitung kenaikan BB dalam gram = 9000 – 8500 = 500 g
Langkah 2.
Hitung BB rata-rata dalam periode 7 hari (1 minggu) dalam kg = (9000 + 8500) ÷ 2 =
8750 g 8,75 kg
Langkah 3.
Bagi kenaikan rata-rata BB per hari dengan BB rata-rata dalam kg =
500 g/minggu ÷ 8,75 kg = 57,1 g/kg per minggu.
35. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 35
Prosedur Kunjungan Ulang (3)
Keluarga mendapat konseling pemberian makanan balita sesuai
umur/kebutuhan kalori dan pentingnya melakukan stimulasi tumbuh
kembang.
Hitung ulang kebutuhan RUTF atau F100 sesuai dengan berat
badan terakhir.
Balita gizi buruk dengan edema mengalami penurunan BB saat
edema berkurang, maka untuk perhitungan kebutuhan RUTF
atau F100 menggunakan BB awal.
Pastikan pemberikan obat-obatan rutin dan layanan kesehatan
lainnya (misalnya imunisasi) sesuai dengan protokol.
Catat jumlah RUTF atau F100 yang diberikan saat kunjungan
dan jumlah sisa jika balita belum habis jatah RUTF atau F100
dari kunjungan sebelumnya.
36. Keluar Rawat Jalan (1)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
36
37. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 37
Kriteria keluar rawat jalan (selama 2 minggu berturut atau 2 kunjungan)
a) Status gizi baik (berdasarkan indeks antropometri yang sama saat masuk
perawatan), dan
Status gizi saat masuk Status gizi saat keluar
LiLA <11,5 cm LiLA 12,5 cm atau lebih
BB/PB atau BB/TB <-3 SD BB/PB atau BB/TB ≥-2 SD
LiLA <11,5 cm
dan
BB/PB atau BB/TB <-3 SD
LiLA 12,5 cm atau lebih (≥12,5 cm) dan
BB/PB atau BB/TB ≥-2 SD
Keluar Rawat Jalan (2)
b) Tidak ada edema bilateral, dan
c) Kondisi klinis membaik.
38. Tindakan Sebelum Balita Keluar dari
Layanan Rawat Jalan
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 38
Bila balita mendapatkan RUTF, maka berikan 7 bungkus
RUTF sebagai jatah terakhir
Berikan konseling ASI, MPASI (6 sampai <24 bln) dan
makanan keluarga untuk balita ≥ 24 bulan, cara penyiapan
dan pengolahan makanan
Pastikan pengasuh memahami cara meneruskan
pemberian RUTF atau F100 untuk balita
Informasikan kepada ibu/pengasuh tentang hasil
layanan rawat jalan
4
3
2
1
Minta ibu untuk menganjurkan orangtua, teman-teman dan
keluarga balita yang menderita gizi buruk atau edema,
mengenai adanya pelayanan balita gizi buruk
5
Lengkapi kartu Penerimaan Layanan Rawat Jalan dan anjurkan untuk
melengkapi imunisasi
6
39. LAYANAN RAWAT INAP BALITA GIZI BURUK
• Sebelum dirujuk ke pelayanan rawat inap balita gizi buruk, perhatikan
3 tanda bahaya dan 5 kondisi klinis
40. Lima Kondisi Klinis Balita Gizi Buruk
Berdasarkan 3 tanda bahaya dan tanda penting terdapat
5 kondisi klinis yang tata laksananya mengacu pada
10 langkah tata laksana gizi buruk pada balita
40
Tanda Bahaya dan Tanda
Penting
Kondisi Klinis
I II III IV V
Renjatan + - - - -
Letargis + + - + -
Diare/muntah dengan atau tanpa
dehidrasi
+ + + - -
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita
41. 3
Rencana I untuk Kondisi Klinis 1
Oksigen
1-2 L /menit
RLG 5% 15
ml/kgBB
dalam
1 jam
Glukosa
10% (iv)
bolus,
5 ml/kgBB
ReSoMal 5 ml
/kgBB per
NGT
41
Rencana I adalah tindakan pada renjatan (syok), letargis, diare/
muntah/ dehidrasi
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita
Ringer Laktat + Dekstrosa / glukosa 10%
perbandingan 1:1 (v/v)
Segera Berikan
4
1 2 3
Ampisilin
50 mg/kgBB IM/IV / 6 jam
selama 2 hari,
Amoksisilin oral
25-40 mg/kgBB /hari,
5 hari
+
Gentamisin
7.5 mg/kgBB IM / IV
1X/hari selama 7 hari.
5
42. Rencana II untuk Kondisi Klinis II
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita 42
• Beri ReSoMal, oral/NGT setiap 30 menit,
5 ml/kgBB/pemberian.
• Catat FJ, FN dan pemberian ReSoMal
setiap 30 menit.
• Bila dalam 2 jam pertama, kondisi
memburuk (renjatan), segera infus sesuai
rencana I (tanpa pemberian bolus glukosa).
• Bila setelah 2 jam pertama kondisi
membaik lanjut ke 10 jam berikutnya.
Dua jam pertama
Rencana II adalah tindakan pada letargis, diare/muntah/ dehidrasi
• Bolus glukosa 10%
IV, 5 ml/kgBB.
• Lanjutkan dengan
pemberian 50 ml
lar. glukosa atau
larutan gula pasir
10% per NGT
Segera berikan
43. Rencana III untuk Kondisi Klinis III
Segera berikan
• 50 ml glukosa
10% atau
larutan gula
pasir 10 %,
oral/NGT.
Dua jam pertama
• Beri ReSoMal 5 ml/kgBB/pemberian, oral/NGT
setiap 30 menit.
• Catat nadi, frekuensi nafas setiap 30 menit
• Bila dalam 2 jam pertama, kondisi memburuk
(syok) infus sesuai rencana I (tanpa
pemberian bolus glukosa).
• Bila kondisi membaik lanjut ke sepuluh jam
berikutnya
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita 43
Rencana III adalah tindakan pada diare/muntah/ dehidrasi
44. a. Berikan F-75 per NGT sebanyak ¼
jumlah sesuai tabel setiap 30 menit.
Catat nadi, frekuensi napas dan
kesadaran setiap 30 menit.
b. Bila belum sadar /masih letargis
setelah 2 jam-I :
Ulangi 2 jam kedua dengan dosis
seperti pada 2 jam pertama. Cari
kemungkinan penyebab lain letargis.
Dua jam pertama
Rencana IV untuk Kondisi Klinis IV
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita 44
• Bolus glukosa
10% iv, 5 ml/kgBB
• Lanjutkan dengan
50 ml glukosa10%
atau larutan gula
pasir 10% per NGT
Segera berikan
Rencana IV adalah tindakan pada keadaan letargi
45. Rencana V untuk Kondisi Klinis V
Rencana V adalah tindakan pada balita gizi buruk yang tidak
menunjukkan tanda bahaya atau tanda penting tertentu, tetapi
mungkin ada komplikasi / penyakit penyerta yang memerlukan
perawatan
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita
45
Glukosa 50 ml
atau larutan
gula pasir 10%
secara oral.
Segera berikan
Beri F-75 sebanyak 1/4
jumlah sesuai tabel
setiap 30 menit.
Catat FJ, FN napas dan
kesadaran tiap 30 menit.
Dua jam pertama