1) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik struktur dan sifat kimia produk biogenik yang dihasilkan rayap Schedorhinotermes spp dari campuran limbah kertas kardus dan limbah pengolahan biogas.
2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur dan kandungan kimia produk biogenik lebih baik daripada tanah sekitarnya, dengan kerapatan dan pH yang lebih rendah serta fraksi agregat dan kadar C organ
Laporan Praktikum Ekologi Terestrial: Tanah dan dekomposisiJeanne Isbeanny LFH
Tanah adalah material yang dinamis dan merupakan sistem kompleks yang terdiri atas komponen anorganik, organik dan biotik yang memiliki kapasitas untuk mendukung kehidupan suatu tanaman. Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya). Tujuan dari praktikum ini yakni mahasiswa dan mahasiswi mengetahui struktur dan ukuran di penampang melintang tanah, mengetahui fauna yang ada di penampang melintang tanah, mengetahui terjadinya proses – proses dekomposisi, dan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi dekomposisi. Metode yang digunakan yakni dengan cara melakukan pengamatan di dua lokasi berbeda yakni di bawah kanopi dan di luar kanopi.Setiap lokasi digali 30 cm dan diukur pH, suhu tanah dan kelembaban tanah, kemudian diukur pula faktor abiotik yang lain seperti kecepatan angin, kelembaban udara, intensitas cahaya dan suhu udara. Selanjutnya, serasah berupa daun dan rumput dikoleksi dari setiap lokasi praktikum sebanyak 10 gram untuk masing – masing lokasi praktikum. Dicatat kondisi persentase kerusakan serasah, fauna yang ada dan waktu kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampah (litter bag) yang telah diberi label dan ditimbang. Kantong yang telah diisi kemudian ditimbang berat awal dan kembali diletakkan ke tempat semula (tempat pengambilan sampel). Selanjutnya, diamati dan dicatat kondisi fisik serasah dan fauna yang ada di setiap interval i minggu selama 4 minggu. Analisis dilakukan dengan menganalisis persentase kadar air, persentase kerusakan serasah dan persentase kehilangan serasah. Faktor abiotik yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, suhu udara dan intensitas cahaya. Jenis biota dekomposer yang ditemukan anatara lain arthropoda, cacing, keong, larva, dan yang paling mendominasi adalah semut. Proses dekomposisi ditandai dengan berkurangnya bobot massa serasah yang lama kelamaan terdegradasi. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi diantaranya yakni kadar serasah, ukuran serasah, temperatur, kelembaban udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.
Laporan Praktikum Ekologi Terestrial: Tanah dan dekomposisiJeanne Isbeanny LFH
Tanah adalah material yang dinamis dan merupakan sistem kompleks yang terdiri atas komponen anorganik, organik dan biotik yang memiliki kapasitas untuk mendukung kehidupan suatu tanaman. Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya). Tujuan dari praktikum ini yakni mahasiswa dan mahasiswi mengetahui struktur dan ukuran di penampang melintang tanah, mengetahui fauna yang ada di penampang melintang tanah, mengetahui terjadinya proses – proses dekomposisi, dan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi dekomposisi. Metode yang digunakan yakni dengan cara melakukan pengamatan di dua lokasi berbeda yakni di bawah kanopi dan di luar kanopi.Setiap lokasi digali 30 cm dan diukur pH, suhu tanah dan kelembaban tanah, kemudian diukur pula faktor abiotik yang lain seperti kecepatan angin, kelembaban udara, intensitas cahaya dan suhu udara. Selanjutnya, serasah berupa daun dan rumput dikoleksi dari setiap lokasi praktikum sebanyak 10 gram untuk masing – masing lokasi praktikum. Dicatat kondisi persentase kerusakan serasah, fauna yang ada dan waktu kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampah (litter bag) yang telah diberi label dan ditimbang. Kantong yang telah diisi kemudian ditimbang berat awal dan kembali diletakkan ke tempat semula (tempat pengambilan sampel). Selanjutnya, diamati dan dicatat kondisi fisik serasah dan fauna yang ada di setiap interval i minggu selama 4 minggu. Analisis dilakukan dengan menganalisis persentase kadar air, persentase kerusakan serasah dan persentase kehilangan serasah. Faktor abiotik yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, suhu udara dan intensitas cahaya. Jenis biota dekomposer yang ditemukan anatara lain arthropoda, cacing, keong, larva, dan yang paling mendominasi adalah semut. Proses dekomposisi ditandai dengan berkurangnya bobot massa serasah yang lama kelamaan terdegradasi. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi diantaranya yakni kadar serasah, ukuran serasah, temperatur, kelembaban udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.
The reality for companies that are trying to figure out their blogging or content strategy is that there's a lot of content to write beyond just the "buy now" page.
1. Karakteristik Struktur dan Sifat Kimia Produk Biogenik Rayap Schedorhinotermes spp
dari Campuran Limbah Kertas Kardus dengan Limbah Pengolahan Biogas
(Biogenic Structure and Chemical Characteristics Made of Cardboard and Biogas
Processing Wasted by Termite Schedorhinotermes spp)
Yosephina Saung Rajo1)
, Musrizal Muin2)
, Astuti Arif2)
1) Mahasiswa sarjana kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
2) Staf Pengajar, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Abstract
The ecologically important roles of termite as decomposer for organic materials need to
be explored throughout their biogenic production. This research was conducted to determine the
structure and chemical properties o biogenic materials resulted from the mixture of corrugated
cardboard and biogas processing wastes by termite Schedorhinotermes spp. For the purpose of
the study, the materials in the forms of corrugated cardboard waste and biogas processing wastes
were mixed with the ration of 1:0, 0:1, 1:1 and 1:0,5 based on the oven dry weight. Each of the
mixture was put into a wooden container measuring 6 x 6 cm, placed at about 3 cm underground
with active termite indication, and covered by a PVC stopper. The test sample unit was left in
place for 6 weeks to allow the termite attacks. The attacked sample units ware then evaluated for
their physical structures (bulk density and aggregate fraction distribution) and chemical
properties (pH and C-organic content). Results showed that the structure and chemical properties
of the biogenic produced by termite, Schedorhinotermes spp, are better than the surrounding soil.
Keywords: Biogenic, corrugated cardboard, biogas processing wastes, Schedorhinotermes
Pendahuluan
Sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis, Indonesia adalah daerah yang sangat
sesuai bagi perkembangan kehidupan rayap yang merupakan agen biodeteriorasi terpenting di
Indonesia (Suhasman dkk., 2008). Namun, di ekosistem rayap berperan sebagai dekomposer
yang dapat menguraikan bahan-bahan organik menjadi zat hara tanah yang dapat menyuburkan
tanah. Pada umumnya, sumber makanan rayap yang dijadikan sumber energi adalah bahan-bahan
yang memiliki kandungan selulosa utama seperti kayu, kertas kardus, arsip kantor, buku,
perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak, dan lain-lain. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa bahan-bahan limbah organik lainnya yang banyak mengandung
unsur karbon juga disukai oleh rayap (Waryono, 2004). Salah satu limbah yang memiliki
kandungan bahan organik adalah limbah pengolahan biogas yang diperoleh dari hasil sampingan
dari produksi biogas kotoran ternak.
Bahan organik yang dikonsumsi oleh rayap dan diproses secara biologis dapat
menghasilkan suatu bahan dengan struktur dan komposisi tertentu yang juga dapat disebut
sebagai produk biogenik.Karakteristik produk biogenik yang dihasilkan oleh rayap diduga dapat
bervariasi menurut bahan organik yang dikonsumsi.Penelitian ini diarahkan untuk memanfaatkan
2. limbah produksi biogas sebagai bahan campuran kertas kardus untuk makanan rayap serta
mengetahui karateristik produk biogenik yang terbentuk.
Metode Penelitian
Kertas kardus yang diperoleh dari pengumpul kertas bekas direndam dalam aquades
selama 3 hari. Hasil dari rendaman dicabik dan dibiarkan hingga diperoleh bubur kertas berupa
serat-serat kertas yang bercampur dengan aquades. Hasil rendaman kemudian diperas untuk
mengurangi jumlah kadar air yang terdapat pada bubur kertas, sementara itu limbah pengolahan
biogas yang diperoleh dari industri rumah tangga dikeringudarakan. Bubur kertas kemudian
dicampur dengan limbah pengolahan biogas (1:0, 0:1, 1:1 dan 1:0,5) setara berat kering tanur
yang kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip untuk menjaga kestabilan kadar airnya.
Sampel uji dimasukkan ke dalam wadah kayu berukuran 6 x 6 cm hingga penuh atau
sebanyak 16 gram setara berat kering tanur untuk masing-masing perbandingan. Wadah kayu
yang telah diisi sampel ditanam sedalam 3 cm ke dalam tanah pada lahan yang memiliki aktivitas
serangan rayap dengan menggunakan indikator keberadaan rayap di bawah serasah. Wadah kayu
kemudian ditutup dengan menggunakan stopper PVC untuk membuat suasana gelap dan
melindungi sampel uji.
Sampel uji yang telah ditanam dibiarkan di lapangan hingga terdapat aktivitas rayap yang nyata
pada sampel uji yang dalam penelitian ini ditunjukkan setelah 6 minggu.
Penelitian ini dititikberatkan pada pengamatan struktur biogenik yang dibentuk oleh
rayap dan oleh karenanya maka hanya unit sampel yang menunjukkan adanya serangan dan
aktivitas rayap di lapangan yang diambil dan diuji lebih lanjut. Unit sampel berupa wadah kayu
beserta stoppernya diambil kemudian diletakkan pada kotak container yang selanjutnya dibawa
ke laboratorium untuk dilakukan penentuan struktur biogenik dan pengujian kandungan
kimianya. Tanah yang berada disekitar unit pengujian juga diambil dengan menggunakan ring
tanah berdiameter 7 cm yang nantinya akan dijadikan sebagai referensi atau pembanding
terhadap struktur biogenik yang dibentuk oleh rayap.
Struktur biogenik yang diamati adalah kerapatan (bulk density) dan fraksi agregat.
Penentuan kerapatan dan fraksi agregat dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukakan oleh
Kemper dan Rousenaou (1986) dalam Decaënset al. (2001). Sedangkan Pengujian sifat kimia
produk biogenik dilakukan dengan menentukan tingkat kemasaman (pH)dan kadar C-organik
pada produk biogenik. Tingkat kemasaman (pH) ditentukan dengan cara meletakkan pH-meter
kedalam campuran produk aktivator rayap dengan air menggunakan perbandingan 1 : 2,5; dan
untuk kadar C-organik dianalisis dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Walkley
and Black dalam Sunanto (2010). Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dibuat dalam
bentuk tabulasi berupa tabel dan/atau gambar. Perbedaan sifat fisik dan kimia struktur biogenik
dan tanah dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil dan Pembahasan
Kerapatan (bulk density)
Kerapatan struktur biogenik sampel uji dinyatakan dalam g/cm3
, yang menunjukkan
banyaknya massa produk biogenik pada satuan volume. Hasil rata-rata pengukuran kerapatan
dapat dilihat pada Tabel 1.
3. Tabel 1. Kerapatan struktur biogenik yang dihasilkan dari perbandingan limbah kertas kardus
dengan limbah pengolahan biogas
Keterangan: *top soil sekitar sampel uji di lapangan
` NA (Not accessible): jumlah sampel uji tidak memadai
Tabel 1 memperlihatkan adanya penurunan nilai kerapatan sampel uji antara sebelum
pengumpanan (bahan umpan) dan setelah pengumpanan (produk biogenik). Hal ini disebabkan
karena aktivitas rayap Schedorhinotermes spp. pada sampel uji setelah pengumpanan
menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah dan kepadatan pada sampel uji tersebut. Nilai
kerapatan biogenik yang dihasilkan rayap juga cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
tanah di sekitarnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Decaёns et al. (2001)
yang mengemukakan bahwa kerapatan produk biogenik yang dihasilkan oleh aktivitas rayap
lebih kecil dari pada kerapatan tanah sebagai kontrol.
Kerapatan produk biogenik yang rendah bila bercampur dengan tanah sekitarnya akan
sangat bermanfaat karena dapat memperbaiki sifat fisik dari tanah; terutama aerasi dan porositas
tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Russel (1977) dalam Rusdiana (2000) bahwa kerapatan
tanah yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penurunan ruang pori makro dalam tanah yang
akhirnya menghambat penetrasi akar.
Distribusi fraksi agregat
Distribusi fraksi agregat struktur biogenik menunjukkan perbandingan antara berat kering
partikel yang tertahan pada setiap ayakan dengan berat kering keseluruhan sampel yang
dinyatakan dalam persen (%). Hasil pengujian distribusi fraksi agregat dari setiap bagian struktur
biogenik pada semua sampel uji dapat dilihat pada Gambar 1.
Sampel Uji dari
perbandingan kertas
kardus dangan limbah
pengolahan biogas
Kerapatan Sebelum
Pengumpanan (g cm-3
)
Kerapatan Setelah Pengumpanan ( g cm-3
)
Dalam Luar Referensi*
1:0 0,35 0,25 NA
0,650:1 0,34 0,10 0,45
1:1 0,30 0,11 NA
Rata-rata 0,33 0,13 0,45
4. Gambar 1. Distribusi fraksi agregat struktur biogenik yang dihasilkan dari campuran limbah
kertas kardus dengan limbah pengolahan biogas
Berdasarkan grafik pengukuran distribusi fraksi agregat produk biogenik (Gambar 1)
dapat dilihat bahwa ukuran partikel agregat pada seluruh sampel hasil proses biologis rayap lebih
besar (>70 %) dibandingkan dengan referensi (60 %).Hal ini diduga berhubungan dengan
perilaku rayap dalam mengolah tanah dengan mengangkut dan merekatkan partikel tanah. Rayap
tersebut menggunakan saliva untuk membentuk sebuah struktur biogenik yang turut
menyebabkan terjadinya perubahan pada tekstur tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan yang
dikemukakan oleh De Broyn et al. (1990) dalam Decaëns et al. (2001) bahwa rayap merekatkan
partikel-partikel tanah menggunakan sekresi saliva dalam membangun konstruksi dinding pada
sarangnya.
Pembentukan agregat tanah yang berukuran lebih besar oleh rayap sangat penting.
Menurut Prayoo dan Herujito (1989) dalam Riyadi (2002), terbentuknya agregat-agregat tanah
dengan ukuran butir yang cukup besar akan menghasilkan porositas tanah yang lebih tinggi dan
akan memperbesar daya serap tanah terhadap air yang akhirnya akan meningkatkan jumlah air
yang dapat ditahan oleh tanah. Hal ini akan menghasilkan perbaikan sifat-sifat tanah diantaranya
meningkatkan total ruang pori dan menurunkan berat isi tanah.
Tingkat kemasaman (pH)
Tingkat kemasaman (pH) digunakan untuk menentukan mudah tidaknya unsur hara
diserap oleh tanaman serta menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman. Tingkat kemasaman (pH) dari setiap bagian struktur biogenik pada semua sampel uji
dapat dilihat pada Tabel 2.
5. Tabel 2. Nilai pH produk biogenik yang dihasilkan dari campuran limbah kertas kardus dengan
limbah pengolahan biogas
Keterangan: *top soil sekitar sampel uji di lapangan
` NA (Not accessible): jumlah sampel uji tidak memadai
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata dari pH produk biogenik baik pada
bagian dalam maupun luar cenderung lebih tinggi dari pada tanah sekitarnya, yaitu pada kisaran
6,19. Hasil ini memberikan indikasi bahwa tanah dengan produk biogenik memiliki tingkat
kesuburan yang lebih baik dari bagian tanah di sekitarnya. Oktavia (2006) mengemukakan
adanya pengaruh besar dari pH terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu dengan tersedianya unsur
hara. Pada kisaran pH 6,0-7,0 hampir semua hara tumbuhan tersedia dalam jumlah optimum
serta memiliki KTK (Kapasitas tukar kation) yang baik karena pada pH tersebut sebagian bahan
organik mudah larut.
Kadar C-organik
C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Menurut Istomo (1994) dalam
Rahmawati (2007), bahan organik ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah
terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah yakni menyediakan zat-zat yang dibutuhkan
dalam pembentukan dan pemantapan agregat-agregat tanah.Kadar C-organik dari setiap bagian
struktur biogenik pada semua sampel uji dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar C-organik produk biogenik yang dihasilkan dari campuran limbah kertas kardus
dengan limbah pengolahan biogas.
Keterangan: *top soil sekitar sampel uji di lapangan
` NA (Not accessible): jumlah sampel uji tidak memadai
Hasil pengamatan seperti dikemukakan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar C-
organik pada bagian dalam dan luar sampel uji lebih tinggi dibandingkan dengan referensi tanah
disekitarnya. Hal ini diduga karena senyawa pada sampel uji telah mengalami perombakan oleh
rayap Schedorhinotermes spp. Hampir sama dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan
Sampel Uji
Nilai Ph
Dalam Luar Referensi*
1:0 7,30 NA
5,33
0:1 5,94 5,66
1:1 5,86 NA
Rata-rata 6,36 5,66
Sampel Uji
C-organik (%)
Dalam Luar Referensi*
1:0 3,27 NA
2,34
0:1 3,32 4,16
1:1 3,86 NA
Rata-rata 3,48 4,16
6. oleh Decaens et al. (2001) yang menemukan bahwa konsentrasi C-organik pada struktur
biogenik yang dihasilkan oleh rayap lebih tinggi dibandingkan dengan tanah sekitarnya sebagai
kontrol.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa produk biogenik yang dihasilkan rayap
mampu meningkatkan kualitas tanah. Menurut Doran dan Parkin (1994) dalam Rahmawati
(2007), kadar C-organik adalah salah satu indikator yang digunakan dalam menentukan kualitas
tanah selain N-total dan biomassa karbon mikroorganisme.
Kesimpulan
Karakteristik struktur dan komponen kimia produk biogenik yang dihasilkan oleh rayap
Schedorhinotermes spp. dari campuran limbah kertas kardus dengan limbah pengolahan biogas
memiliki kerapatan lebih rendah dibandingkan dengan tanah sekitarnya. Distribusi fraksi agregat
yang terbentuk oleh aktivitas rayap ini juga lebih besar dibandingkan dengan tanah sekitarnya.
Selain itu, nilai pH dan kadar C-organik biogenik rayap lebih tinggi dibandingkan tanah
sekitarnya.
Daftar Pustaka
Decaëns, T., J. H. Galvis and E. Amésquita. 2001. Properties of the structures created by
ecosystem engineers on the soil surface of a Colombian savanna. Compte rendus de
l’Academie des sciences, serie III 324 (5), P 465-478.
Husni, R. C. Tarumingkeng, D. Nandika dan S. Surjokusumo. 1999. Pengujian kemampuan
umpan hexaflumuran terhadap koloni rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemner
(Isoptera: Rhinotermitidae). Prosiding seminar hasil-hasil penelitian bidang ilmu
hayat.Pusat antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. 16 September. Bogor.
Oktavia, D. 2006. Perubahan karbon organik dan nitrogen total tanah akibat perlakuan pupuk
organik pada budidaya sayuran organik. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pangetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahmawati, N. 2007. Dampak pembukaan lahan hutan terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah: studi kasus di Taman Wisata Alam Sibolangit Deli Serdang. Skripsi Program Studi
Budi Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Rusdiana, O., Y. Fakuara, C. Kusmana dan Y. Hidayat. 2000. Respon pertumbuhan akar
tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) terhadap kepadatan dan kandungan air tanah
podsolik merah kuning. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 6 (2): 43-53.
Riyadi, A. 2002. Kajian teknologi irigasi bawah tanah dengan pengelolaan lahan pasir: studi
kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta. Tesis Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suhasman, Massijaya, M., Y., Hadi, Y., S., dan Astuti. 2008. Ketahanan papan komposit dari
limbah kayu sengon dan karton terhadap rayap kayu kering dan rayap tanah. Jurnal
Perennial, 4(1) : 28-35.
7. Waryono, T. 2004. Ekosistem rayap dan vektor demam berdarah di lingkungan pemukiman.
Makalah disajikan pada seminar sehari penanggulangan rayap dan vektor demam
berdarah pada bangunan dan perumahan. Klub Pesona KhayanganEstat. 2 September
2004. Depok.