Dokumen tersebut membahas tentang cedera kepala, meliputi definisi, anatomi, mekanisme, klasifikasi, gejala, penatalaksanaan awal, dan tindakan keperawatan untuk cedera kepala. Topik utama yang dibahas adalah anatomi otak dan kepala, jenis-jenis cedera kepala beserta penyebabnya, penilaian awal korban cedera kepala, serta langkah-langkah dasar dalam menangani korban ced
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang cedera kepala dan penanganannya di gawat darurat. Beberapa poin pentingnya adalah menjaga jalur nafas dan ventilasi pasien, menstabilkan sirkulasi darah, melakukan pemeriksaan neurologis seperti GCS dan pupil, mencegah terjadinya cedera otak sekunder, mencari kemungkinan cedera lain, dan melakukan penilaian lanjut serta konsultasi spesialis jika
Dokumen tersebut membahas tentang cedera kepala, meliputi definisi, anatomi, mekanisme, klasifikasi, gejala, penatalaksanaan awal, dan tindakan keperawatan untuk cedera kepala. Topik utama yang dibahas adalah anatomi otak dan kepala, jenis-jenis cedera kepala beserta penyebabnya, penilaian awal korban cedera kepala, serta langkah-langkah dasar dalam menangani korban ced
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang cedera kepala dan penanganannya di gawat darurat. Beberapa poin pentingnya adalah menjaga jalur nafas dan ventilasi pasien, menstabilkan sirkulasi darah, melakukan pemeriksaan neurologis seperti GCS dan pupil, mencegah terjadinya cedera otak sekunder, mencari kemungkinan cedera lain, dan melakukan penilaian lanjut serta konsultasi spesialis jika
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas penelitian mengenai dampak waktu operasi dekompresi terhadap hasil klinis pasien cedera sumsum tulang belakang.
2. Penelitian dilakukan dengan metode studi prospektif multi pusat yang membandingkan hasil antara kelompok operasi dini dan operasi tertunda.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi dini dapat mengurangi kerusakan neuro
Manajemen Dasar Stroke di Fasilitas Kesehatan Primer untuk Luaran Klinis yang...MiaAriesanti
1. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia dan Indonesia.
2. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik dan hemoragik, masing-masing memiliki faktor risiko dan penatalaksanaan yang berbeda.
3. Penatalaksanaan stroke di fasilitas kesehatan primer meliputi deteksi dini, manajemen pra-rumah sakit, evaluasi dan stabilisasi di ruang gawat darurat, serta rujukan ke fasilitas tingkat
Dokumen tersebut membahas penatalaksanaan trauma tulang belakang, mulai dari anatomi, mekanisme cedera, tanda-tanda klinis, penilaian awal, hingga penanganan darurat untuk mencegah penyakit sekunder. Hal kunci yang disarankan adalah evaluasi mekanisme cedera, imobilisasi tulang belakang secara komplit menggunakan log roll, uji primer dengan fokus pada saluran napas, pernapasan, dan sirkul
Kecederaan spinal atau tulang belakang boleh berlaku akibat trauma seperti kemalangan kenderaan, kecederaan sukan, atau serangan. Ia menyebabkan kehilangan fungsi saraf tunjang yang mengawal pergerakan dan deria. Gejala klinikal termasuk kelumpuhan, kesukaran bernafas, dan gangguan sensori. Rawatan tumpuan kepada menstabilkan tulang belakang, mengawal komplikasi seperti pneumonia, dan pemulihan melalui f
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas penelitian mengenai dampak waktu operasi dekompresi terhadap hasil klinis pasien cedera sumsum tulang belakang.
2. Penelitian dilakukan dengan metode studi prospektif multi pusat yang membandingkan hasil antara kelompok operasi dini dan operasi tertunda.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi dini dapat mengurangi kerusakan neuro
Manajemen Dasar Stroke di Fasilitas Kesehatan Primer untuk Luaran Klinis yang...MiaAriesanti
1. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia dan Indonesia.
2. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik dan hemoragik, masing-masing memiliki faktor risiko dan penatalaksanaan yang berbeda.
3. Penatalaksanaan stroke di fasilitas kesehatan primer meliputi deteksi dini, manajemen pra-rumah sakit, evaluasi dan stabilisasi di ruang gawat darurat, serta rujukan ke fasilitas tingkat
Dokumen tersebut membahas penatalaksanaan trauma tulang belakang, mulai dari anatomi, mekanisme cedera, tanda-tanda klinis, penilaian awal, hingga penanganan darurat untuk mencegah penyakit sekunder. Hal kunci yang disarankan adalah evaluasi mekanisme cedera, imobilisasi tulang belakang secara komplit menggunakan log roll, uji primer dengan fokus pada saluran napas, pernapasan, dan sirkul
Kecederaan spinal atau tulang belakang boleh berlaku akibat trauma seperti kemalangan kenderaan, kecederaan sukan, atau serangan. Ia menyebabkan kehilangan fungsi saraf tunjang yang mengawal pergerakan dan deria. Gejala klinikal termasuk kelumpuhan, kesukaran bernafas, dan gangguan sensori. Rawatan tumpuan kepada menstabilkan tulang belakang, mengawal komplikasi seperti pneumonia, dan pemulihan melalui f
2. PREHOSPITAL MANAGEMENT
• Pentingnya layanan pra-rumah sakit yang membandingkan angka kematian
keseluruhan pasien cidera kepala traumatis berat dan sedang di dua lingkungan
berbeda
• Pengenalan layanan medis darurat helikopter (HEMS) telah merevolusi perawatan
trauma dan telah terbukti meningkatkan hasil kelangsungan hidup
3. • Semua pasien dengan skor GCS 8 atau kurang harus diintubasi dan diberikan
ventilasi terkontrol
• Mencegah hipoksemia dan hiperkapnia merupakan langkah penting dalam
manajemen pra-rumah sakit
• Sebuah studi di Harborview Medical Center menunjukkan penurunan angka
kematian di antara pasien TBI setelah intubasi pra-rumah sakit dini, meskipun
tingkat hiperkapnia parah adalah 18%.
4. • GENERAL TRAUMA RESUSCITATION AND THE TRAUMA TEAM
– Tujuan kelompok ini adalah untuk menerima pasien di unit gawat darurat,
merawat cedera primer, dan mencegah cedera tambahan
5.
6. PRIMARY SURVEY
• Jalan napas harus dievaluasi terlebih dahulu, memastikan bahwa pasien memiliki
jalan napas yang tidak terhalang yang bebas dari benda asing, isi lambung, darah,
atau jaringan lunak.
• Jika ada kekhawatiran akan fraktur fasial atau sinus, intubasi nasal harus dihindari
karena berisiko cedera intrakranial
7. B (Breathing)
• Dinding dada diamati untuk gerakan simetris dan diauskultasi untuk
mengkonfirmasi adanya udara. Jika flail chest, pneumotoraks, hemotoraks, atau
kelainan lainnya teridentifikasi, maka harus segera di tatalaksana
• CBF meningkat sebesar 2% sampai 4% untuk setiap unit peningkatan CO2
8. C (Circulation)
• Di antara pasien cedera kepala, terjadi kehilangan autoregulasi pada sirkulasi
serebral pada 30% sampai 50% kasus
9. D (Disability)
• Pasien trauma harus dievaluasi untuk setiap defisit neurologis.
• Skor GCS harus segera diperoleh dan dicatat. Pemeriksaan neurologis yang
disederhanakan harus dilakukan, dengan memperhatikan fungsi saraf kranial dasar
(penglihatan, motilitas okular/refleks okular, simetri wajah, pendengaran dan
penonjolan lidah) dan pemeriksaan motorik dan sensorik sederhana
10. E (Exposure)
• mengidentifikasi luka, kelainan bentuk, atau kelainan lainnya. Ini termasuk
pemeriksaan langsung untuk mengidentifikasi area yang menyakitkan di tengkorak,
wajah, atau tulang belakang yang mungkin menunjukkan masalah mendasar
11. SECONDARY SURVEY AND NEUROLOGICAL
• ASSESSMENT
– Tinjauan cedera yang terjadi bersamaan dengan trauma kepala menunjukkan
fraktur panggul atau tulang panjang pada 32%, cedera dada mayor pada 23%,
fraktur wajah pada 22%, cedera visceral perut pada 7%, dan cedera tulang
belakang pada 2% pasien
– Bagian pertama dari survei adalah memperoleh riwayat menggunakan
mnemonik AMPLE:
• alergi, obat-obatan, riwayat medis masa lalu (termasuk kehamilan),
makanan terakhir, dan kejadian yang berkaitan dengan cedera
12. History
• Informasi trauma umum memberikan data berharga selain riwayat neurologis
dalam mendiagnosis cedera otak akut
– mekanisme trauma, kecepatan, kerusakan yang dialami kendaraan, cedera
pada orang lain, lokasi pasien dalam kaitannya dengan kendaraan, dan adanya
fitur keselamatan (misalnya, kantong udara, sabuk pengaman)
13. RADIOGRAPHIC EVALUATION
• Computed Tomography
– Pedoman ATLS menyarankan tujuan 30 menit antara penilaian awal dan CT scan
– Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memberikan rekomendasi level A dan
level B mengenai indikasi CT kepala setelah trauma
– Setiap pasien dengan TBI sedang atau berat harus menjalani CT kepala
14. Untuk pasien dengan TBI ringan, rekomendasinya adalah sebagai
berikut:
Level A: CT kepala non kontras diindikasikan pada pasien trauma kepala dengan
kehilangan kesadaran atau amnesia pasca trauma hanya jika terdapat satu atau lebih
hal berikut ini:
• Sakit kepala
• Muntah
• Usia >60 tahun
• Keracunan obat atau alkohol
• Defisit dalam memori jangka pendek
• Bukti fisik adanya trauma di atas klavikula
• Kejang pasca trauma
• Nilai GCS <15
• Defisit neurologis fokal
• Koagulopati
15. • Level B: CT kepala nonkontras harus dipertimbangkan di kepala pasien trauma
tanpa kehilangan kesadaran atau pasca trauma amnesia jika satu atau lebih dari
yang berikut ini hadir:
• Sakit kepala hebat
• Muntah
• Usia >65 tahun
• Tanda-tanda fisik fraktur Basis Cranii
• Nilai GCS <15
• Defisit neurologis fokal
• Koagulopati
• Mekanisme cedera yang berbahaya (kecelakaan kendaraan bermotor, pe-
destrian tertabrak, jatuh dari >3 kaki atau 5 langkah)
16. ACUTE TRAUMA MANAGEMENT
• Mild Traumatic Brain Injury Management
pedoman umum untuk membantu klinisi mendiagnosis TBI ringan:
• 1. Setiap periode kebingungan sementara yang diamati atau dilaporkan sendiri,
disorientasi, atau gangguan kesadaran
• 2. Setiap periode disfungsi memori yang diamati atau dilaporkan sendiri (amnesia)
sekitar waktu cedera
• 3. Tanda-tanda disfungsi neurologis atau neuropsikologis yang diamati
17. • Moderate and Severe Traumatic Brain Injury Management
– Hipoksia (tekanan parsial oksigen arteri [PaO2] <60 mm Hg) setelah cedera kepala
berkorelasi dengan hasil pasien yang buruk
– Selama resusitasi akut, tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100 mm Hg
– Kontrol TIK tetap menjadi landasan manajemen perawatan trauma akut, dan
penempatan monitor TIK saat ini direkomendasikan pada pasien dengan GCS 8 atau
kurang.
18. KESIMPULAN
Tujuan utama dari resusitasi trauma pada TBI berat adalah
(1) mencegah hipotensi
(2) mencegah hipoksia
(3) mempertahankan eucapnia atau hipokapnia ringan
(4) mengendalikan TIK
(5) mendiagnosa dan mendekompresi massa lesi dengan cepat
Editor's Notes
Pemeriksaan dimulai di kepala dengan palpasi dekat kulit kepala dan kepala untuk fraktur, laserasi, dan memar. Mata diperiksa untuk ketajaman visual, ukuran dan reaktivitas pupil, motilitas okular, perdarahan, dan untuk melepas lensa kontak. Wajah diperiksa untuk area ekimosis atau kebocoran CSF dari telinga atau hidung. Konfirmasi jalan napas yang sesuai juga dilakukan saat ini.