SlideShare a Scribd company logo
PENYEGARAN UU PPH
Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Peraturan Perpajakan II
18 Januari 2022
Rp
Matching Cost
Against Revenue
Asas Realisasi
Historical Cost
Prinsip Dasar
Pemajakan
UU PPh
Rule Based  Positivisme, sesuai dengan norma hukum positif
 Legalitas, didasarkan pada dokumentasi hukum
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara luas (UU PPH Pasal 4 ayat
(1) UU PPh)
 Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih dan memelihara
Penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
 Dimungkinkan juga untuk melakukan pengenaan pajak atas unrealized gain/loss.
 Pengeluaran diukur berdasarkan harga jual yang sesungguhnya dikeluarkan
kecuali transaksi afiliasi (Pasal 10 ayat (1) UU PPh)
 Beban diukur juga berdasarkan nilai pembayaran/pengeluaran (Pasal 6 ayat (1)
UU PPh)
 Pembebanan melalui alokasi: penyusutan dan amortisasi (Pasal 11 dan Pasal
11A UU PPh)
 Mekanisme penghitungan penghasilan neto dengan mengurangkan penghasilan
bruto (Pasal 4 ayat (1) UU PPh dengan Biaya (Pasal 6, 9, 11, 11A UU PPh)
 Mekanisme penghitungan melalui norma atau rezim khusus.
Konstruksi Hukum
UU PPh
SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1), ayat (1a)
Yang menjadi
Subjek Pajak:
1. Orang Pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
Badan
Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung
kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah
kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; orang atau badan yang bertindak selaku
agen yang kedudukannya tidak bebas; agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan komputer, agen
elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Termasuk subjek pajak dalam negeri
adalah orang pribadi,
Warga
baik yang
merupakan
Indonesia
asing yang:
di Indonesia;
Negara
negara
maupun warga
1.
2.
3.
bertempat tinggal
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
Aturan sebelumnya
Hanya menyebutkan kriteria orang pribadi, tanpa menyebutkan status
kewarganegaraan.
UU CIPTA KERJA
PASAL
111
Subjek Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri
Termasuk subjek pajak luar negeri yaitu:
a.
b.
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia
c.
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
memenuhi persyaratan:
serta
1.
2.
3.
4.
5.
tempat tinggal;
pusat kegiatan utama;
tempat menjalankan kebiasan;
status subjek pajak; dan/atau
persyaratan tertentu lainnya
yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Catatan:
Memperjelas penentuan status subjek pajak bagi WNI yang berada di luar Indonesia > 183
hari.
UU CIPTA KERJA
PASAL
111
Subjek Pajak Orang Pribadi Luar
Negeri
Bukan Subjek Pajak Orang Pribadi
(Pasal 3 UU PPh)
• pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka dengan syarat:
a. bukan warga negara Indonesia;
b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
c. serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
• pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dimana
Indonesia menjadi anggotanya dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatana lain, dengan syarat:
a. bukan warga negara Indonesia;
b. tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
warga negara asing yang telah menjadi subjek
pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
hanya atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan:
WNA
4TAHUN
PERTAMA a.
b.
memiliki keahlian tertentu; dan
berlaku selama 4 tahun pajak yang dihitung sejak
menjadi subjek pajak dalam negeri.
Aturan sebelumnya
Dikenakan PPh atas
Indonesia.
penghasilan baik berasal dari Indonesia maupun luar
▪ Termasuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan di Indonesia yang dibayarkan di luar Indonesia.
▪ Tidak berlaku terhadap WNA yang memanfaatkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda.
UU CIPTA KERJA
PASAL
111
Asas Territorial Income
Perseroan Terbatas (PT),
perseroan komanditer (CV),
perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara
(BUMN),
Badan Usaha Milik Dearah
(BUMD),
firma,
kongsi,
koperasi,
dana pensiun,
Subjek Pajak Badan
Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan/tidak melakukan usaha
meliputi :
persekutuan,
perkumpulan,
yayasan,
organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan
lainnya
termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap
(BUT).
Mulai dan Berakhirnya Kewajiban
Perpajakan Subjektif (Pasal 2A UU PPh)
Kewajiban Pajak
Subjektif Dimulai Berakhir
orang pribadi • Saat dilahirkan;
• berada; atau
• berniat,
untuk bertempat tinggal di
Indonesia
• Saat meninggal dunia;
atau
• meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya
Badan • Saat didirikan; atau
• bertempat kedudukan,
di Indonesia
• Saat dibubarkan; atau
• saat tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia
Orang pribadi atau
badan yang tidak
berada di Indonesia
saat orang pribadi atau badan
tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari
Indonesia
saat tidak lagi menerima
atau memperoleh
penghasilan
Warisan yang belum
terbagi
saat timbulnya warisan yang
belum terbagi
Saat warisan selesai dibagi
OBJEK PAJAK
Penghasilan (Pasal 4 ayat (1))
PENGHASILAN
Tambahan kemampuan ekonomis
Diterima atau
diperoleh Wajib
Pajak
Berasal dari
Indonesia maupun
dari luar Indonesia
Dapat dipakai untuk
konsumsi maupun
untuk menambah
kekayaaan WP
Dengan nama dan dalam bentuk apapun
PENGHASILAN
Objek Pajak
Dikenakan Pajak
tidak final (tarif
umum/Pasal 17)
Dikenakan Pajak
bersifat final
Dikecualikan
dari Objek Pajak
Tidak digabung
dengan penghasilan
yang dikenakan Pajak
dengan tarif umum
gaji
Ph. lain
honor
OBJEK PAJAK
Penghasilan (Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (3))
OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)
 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
 Laba Usaha, Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan jaminan pengembalian utang
 Deviden, Royalti, Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
 Keuntungan karena pembebasan utang, Keuntungan selisih kurs mata uang asing
 Selisih lebih penilaian kembali aktiva
 Premi Asuransi, Iurang yang diterima atau diperoleh perkumpulan atau anggota
 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak
 Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah
 Imbalan bunga berdasarkan UU KUP
 Surplus Bank Indonesia
OBJEK PAJAK Penghasilan Final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh)
• Bunga deposito, Tabungan lainnya, bunga obligasi dan SUN, bunga atau diskonto surat
berharga jangka pendek, dan bunga simpanan koperasi
• Penghasilan berupa hadiah undian
• Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
• Transaksi penjualan saham dan pengalihan penyertaan modal perusahaan pasangan
modal ventura
• Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
• Usaha Jasa Konstruksi
• Usaha Real Estate
• Persewaan tanah dan bangunan
• Penghasilan tertentu yang diatur berdasarkan PP
BUKAN OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)
 Bantuan atau Sumbangan yang diatur berdasarkan PP
 Harta Hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan Pendidikan, badan sosial termasuk Yayasan, koperasi, atau OP yang
menjalankan usaha mikro dan kecil
 Warisan
 Harta, termasuk setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
 Penggantian/Imbalan atau dalam bentuk natura/kenikmatan*
 Pembayaran yang diterima orang pribadi sehubungan dengan asuransi karena kecelakaan, sakit,
meninggal, dan asuransi beasiswa
 Dividen*
 Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun
 Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh Dapen dalam bidang tertentu
 Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan komanditer non saham
 Penghasilan yang diterima/diperoleh Modal Ventura
 Beasiswa
 Sisa lebih yang diterima atau diperoleh nirlabapendidikan atau litbang
 Bantuan /santunan yang dibayarkan oleh BPJS
 Dana setoran BPIH, BPIH Khusus, BPKH
 Sisa lebih Lembaga sosial/keagamaan yang ditanamkan Kembali atau ditempatkan dalam dana
abadi.
Natura dan/atau Kenikmatan BUKAN OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal
4 ayat (3) huruf d. UU PPh)
 makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai
 Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu
 Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan
 Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber dari APBN, APBD, dan APBDes
 Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu
OBJEK PAJAK BUT
Penghasilan (Pasal 5)
Penghasilan BUT
Penghasilan Kantor Pusat
dari Usaha atau Kegiatan:
Pemberian
jasa
Penjualan
Barang
Yang dilakukan di Indonesia
Penghasilan dari
usaha/kegiatan
BUT dan dari
harta yg
dimiliki/dikuasai
Penghasilan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 26
Sepanjang terdapat
hubungan efektif
antara BUT dengan
harta atau kegiatan
yang memberikan
penghasilan
BIAYA FISKAL
Pengurang dan Bukan Pengurang Penghasilan Bruto (Pasal 6 dan Pasal 9)
Pengeluaran/Biaya
Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto (Pasal 6)
Masa Manfaat <= 1 Tahun
Dibebankan sekaligus
Masa Manfaat > 1 Tahun
Dibebankan melalui Penyusutan dan
Amortisasi
Tidak Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto (Pasal 9)
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(UU 36/2008, PMK-101/2016, PMK 252/2008, PER-16/2016)
Keterangan Nilai PTKP (Per 1 Jan 2016)
Untuk Diri WP OP Rp54.000.000
Tambahan untuk WP Kawin Rp4.500.000
Tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan
suami
Rp54.000.000
Tambahan untuk tanggungan* Rp.4.500.000
*) setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga
Pemajakan atas Penghasilan Keluarga
(Pasal 8 UU PPh)
• Seluruh penghasilan/kerugian Wanita
kawinpenghasilan/kerugian suami, kecuali penghasilan istri
semata-mata diperoleh dari 1 pemberi kerja dan telah dipotong
PPh Pasal 21
• Suami Istri dikenai pajak secara terpisah:
 Hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
 Perjanjian pisah harta & penghasilan
 Dikehendaki oleh istri yang memilih menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan terpisah
• Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan
penghasilan orang tuanya.
• Anak yang belum dewasa: belum berumur 18 tahun dan belum
pernah menikah.
Peta Konsep Penghitungan Pajak
Penghasilan
Pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
atau Kegiatan yang diterima Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri
Bentuk Pemotongan PPh Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal 21 tidak final
• Atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan (umum)
• Berdasarkan PMK-252/PMK.03/2008 dan PER-16/PJ/2016
Pemotongan PPh Pasal 21 final
• Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus  PP No. 68 Tahun 2009
• Atas penghasilan yang menjadi beban APBN/APBD yang
diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI,
dan pensiunannya berupa penghasilan selain penghasilan
yang bersifat tetap dan teratur tiap bulan  PP No.80
Tahun 2010
1
2
Pemotong
PMK-252/2008, PER-16/2016
PEMOTONG
PPh PASAL
21
PEMBERI KERJA yang terdiri dari:
a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan
sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut.
Bendahara atau Pemegang Kas Pemerintah
(Instansi Pemerintah)
Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Tenaga Kerja dan Badan-badan Lain
ORANG PRIBADI yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas serta BADAN yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan penyerahan jasa
Penyelenggara Kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong
Kantor Perwakilan
Negara Asing
Organisasi-Organisasi
Internasional
sebagaimana
dimaksud dalam
Peraturan Menteri
Keuangan yang
mengatur mengenai
penetapan Organisasi-
Organisasi
Internasional yang
tidak termasuk subjek
Pajak Penghasilan
Organisasi-Organisasi
Internasional yang
ketentuan Pajak
Penghasilannya
didasarkan pada
ketentuan perjanjian
internasional dan
dalam perjanjian
internasional tersebut
mengecualikan
kewajiban
pemotongan pajak,
serta organisasi-
organisasi dimaksud
telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan
Pemberi kerja orang
pribadi yang tidak
melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-
mata memperkerjakan
orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan
rumah tangga atau
pekerjaan bukan
dalam rangka
melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan
bebas
Penerima Penghasilan
PEGAWAI
PENERIMA UANG
PESANGON,
PENSIUN atau
UANG MANFAAT
PENSIUN, THT,
JHT, termasuk AHLI
WARISNYA
BUKAN
PEGAWAI
MANTAN
PEGAWAI
ANGGOTA DEWAN
KOMISARIS/PENGAWAS
yang tidak merangkap
sebagai pegawai
PESERTA KEGIATAN:
• Peserta Perlombaan
• Peserta Rapat,
Konferensi, Sidang,
Pertemuan,
Kunjungan Kerja
• Peserta/Anggota
Kepanitiaan
• Peserta Pendidikan,
Pelatihan
• Peserta Kegiatan
Lainnya
TETAP
TIDAK
TETAP
Objek PPh Pasal 21
Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur
Penghasilan penerima pensiun secara teratur
Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus,
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
Imbalan kepada bukan pegawai
Imbalan kepada peserta kegiatan
Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama
Imbalan kepada mantan pegawai
Penarikan dana pensiun oleh pegawai
Natura/kenikmatan yang diterima dari Wajib Pajak PPh final atau Wajib
Pajak dengan Norma Penghitungan Khusus
Perhitungan PPh Pasal 21
PPh 21 terutang = DPP x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf aUU PPh
Lapisan Penghasilan Kena
Pajak
Tarif
≤ Rp60 Juta 5%
Rp60 Juta < x ≤ Rp250 Juta 15%
Rp250 Juta < x ≤ Rp500Juta 25%
Rp500 Juta < x ≤ Rp5M 30%
>5M 35%
Perhitungan PPh Pasal 21
(PER-16/PJ/2016)
PEGAWAI
PENSIUNAN
BUKAN PEGAWAI
KOMISARIS, MANTAN
PEGAWAI,
PENARIKAN DAPEN O/
PEGAWAI
PESERTA KEGIATAN
TETAP
TIDAK TETAP
BERKALA
BERKESINAMBUNGAN
BERKESINAMBUNGAN
ex Pasal 13 ayat (1)
TIDAK
BERKESINAMBUNGAN
BULANAN
HARIAN
Ph NETO – PTKP
Ph BRUTO – PTKP
Ph BRUTO – 450ribu
Ph BRUTO (>4,5jt s.d. 10,2jt) – PTKP
Harian
Ph BRUTO(>10,2jt) – PTKP
Ph NETO – PTKP
((50% X Ph BRUTO) – PTKP BULANAN)
KUMULATIF
(50% X Ph BRUTO) KUMULATIF
50% X Ph BRUTO
Ph BRUTO KUMULATIF
Ph BRUTO
PPh Pasal 23
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa Bunga,
Royalti, Hadiah, Penghargaan, Bonus dan
penghasilan dari Sewa dan Imbalan atas Jasa
Pemotong, Wajib Pajak Dipotong, dan Saat Terutang
PEMOTONG
• Badan pemerintah/Instansi Pemerintah
• Subjek pajak badan dalam negeri
• Penyelenggara kegiatan dalam negeri
• Bentuk Usaha Tetap (BUT)
• Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu
WAJIB PAJAK YANG DIPOTONG
• Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang
menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23
dari Pemotong PPh Pasal 23.
SAAT TERUTANG
• pada saat pembayaran;
• saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen); dan
• Saat jatuh tempo.
Objek dan Tarif PPh Pasal 23
(Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008)
15% x jumlah bruto 2% x jumlah bruto
Objek PPh Pasal 23
(Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008)
• Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f
UU PPh. Dalam pengertian bunga termasuk juga premium,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
• Royalti yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan hak
atas harta tak berwujud, harta berwujud, atau informasi
• Hadiah, Penghargaan, Bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21
• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta selain yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
• Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
PPh Pasal 21
Pengecualian Objek PPh Pasal 23
Penghasilan yang dibayar atau
terutang kepada bank
Sewa yang dibayarkan atau terutang
sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
dividen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c)
bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak kolektif
sisa hasil usaha koperasi yang
dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya
penghasilan yang dibayar atau terutang
kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur
pinjaman dan/atau pembiayaan yang
diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pajak
Penghasilan
Pasal 22
Pemungutan Pajak
Penghasilan Sehubungan
Dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor
atau Kegiatan Usaha di
Bidang Lain
PPh Pasal 22
(PMK-34/PMK.010/2017 jo. PMK-110/PMK.010/2018)
Pemungut Objek Pungut
a. Impor barang
b. Ekspor batubara, mineral
logam, dan mineral bukan
logam yang dilakukan oleh
eksportir, kecuali oleh WP
yang terikat PKP2B dan KK
Pembelian barang
Pembelian barang dan/atau
bahan untuk keperluan
usahanya
Bank Devisa &
Ditjen Bea Cukai
1
Bendahara pemerintah,
bendahara pengeluaran, Kuasa
Pengguna Anggaran/Pejabat
Penerbit SPM
2
Badan usaha
tertentu
3
a. BUMN;
b. Badan Usaha dan BUMN hasil restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah;
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN
Impor:
a. 10%  Lamp A PMK-110
b. 7,5%  Lamp B PMK-110
c. 0,5%  Lamp C PMK-110
d. 2,5%  selain a,b,c dengan API
e. 7.5%  selain a,b,c tanpa API
DPP: Nilai Impor
Ekspor:
1.5%  lamp D PMK-110
DPP: Nilai Ekspor
Tarif
1,5%* harga pembelian
(tdk termasuk PPN)
1,5%* harga pembelian
(tdk termasuk PPN)
Instansi Pemerintah (PMK-231/2019)
Impor Barang Kiriman (PMK-199/PMK.010/2019)
PPh Pasal 22
(PMK-34/PMK.010/2017 jo. PMK-110/PMK.010/2018)
Pemungut
Penjualan hasil produksi kepada
distributor di dalam negeri
Penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri
Penjualan BBM, BBG, dan
pelumas
Badan usaha industri semen,
industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan
industri farmasi
4
ATPM, APM, dan
importir umum
kendaraan bermotor
5
Produsen /importir
BBM, BBG, dan pelumas
6
Objek Pungut
0.3%  baja
0.45%  kendaraan bermotor
0.25%  semen
0.1%  kertas
0.3%  obat
DPP: DPP PPN
Tarif
0.45%* DPP PPN
0.25%  kpd SPBU Pertamina
0.30%  kpd SPBU bukan
pertamina atau selain SPBU,
penjualan BBG dan pelumas
DPP: Nilai Penjualan
Penjualan BBM dan BBG kepada:
a. Agen (final)
b.Non agen (non final)
PPh Pasal 22
(PMK-34/PMK.010/2017; PMK-110/PMK.10/2018)
Pemungut Objek Pungut
Pembelian bahan-bahan hasil
kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang
belum melalui proses industri
manufaktur, untuk keperluan
industrinya atau ekspornya
Pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, dari badan
atau OP pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP)
Penjualan emas batangan di
dalam negeri
Badan usaha industri
atau eksportir
7
Badan usaha
8
Badan usaha yang
menjual emas batangan
9
0.25%* harga pembelian
(tidak termasuk PPN)
Tarif
1.5%* harga pembelian
(tidak termasuk PPN)
0.45%* harga jual emas
batangan
PPh Pasal 22
Barang Sangat Mewah
Pemungutan PPh atas Penjualan
Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
PPh Pasal 22 Penjualan Barang Sangat Mewah
(PMK-253/2008 jo. PMK-92/2019)
Pemungut Objek Pungut
a. pesawat terbang pribadi &
helikopter
b.kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
c. kendaraan bermotor roda empat
pengangkutan orang < 10 orang,
harga jual > Rp 2 Miliar / dengan
kapasitas silinder > 3.000cc
d.kendaraan bermotor roda dua dan
tiga, dengan harga jual > Rp300 juta
atau kapasitas silinder >250cc
a. rumah beserta tanahnya, dengan
harga jual > Rp 30 Miliar / luas
bangunan >400m2
b.apartemen, kondominium, dan
sejenisnya, dengan harga jual > Rp30
miliar atau luas bangunan > 150m2
WP Badan yang
Menjual Barang
Sangat Mewah
1
5% dari harga jual (tidak
termasuk PPn dan
PPnBM)
Tarif
1% dari harga jual
(tidak termasuk PPn dan
PPnBM)
PPh Pasal 22 Penjualan Pulsa dan Kartu Perdana
PMK-6/2021 dan PER-18/2021
Pemungut Objek Pungut
penjualan Pulsa dan Kartu Perdana,
kecuali:
a. Pembelian maks. Rp2 juta
(deposit khusus pulsa) atau
akumulasi maks. Rp60 juta
(deposit campuran)
b. WP bank
c. WP menyerahkan Suket PP
23/18
d. WP menyerahkan SKB Potput
PPh Pasal 22
Penyelenggara
Distribusi Tingkat
Kedua (WP badan)
1  0,5% dari nilai yang
ditagih Penyelenggara
Dist. Tk. Kedua/ Harga
Jual
 Bersifat Non final
Tarif
Saat terutang:
a. Saat diterima pembayaran, termasuk penerimaan deposit
b. Jika deposit juga untuk transaksi selain pulsa, terutang saat deposit
digunakan untuk pembayaran pulsa
Pajak atas Penghasilan dengan
Perlakuan Tersendiri yang Diatur
Melalui Peraturan Pemerintah
(PPh Final)
Objek Pajak Penghasilan Final
 Dividen yang diterima WP orang
pribadi
 Bunga Deposito, Tabungan/Jasa
Giro, dan SBI
 Bunga Obligasi dan Surat Utang
Negara dan Diskonto SPN
 Bunga Simpanan Koperasi bagi
Orang Pribadi
 Hadiah Undian
 Penghasilan Transaksi Saham di
Bursa Efek
 Penghasilan Pengalihan Hak
Atas Tanah Dan Bangunan
 Penghasilan Persewaan Tanah
dan Bangunan
 Penghasilan Usaha Jasa
Konstruksi
 Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
 Bunga atau Diskonto Surat
Berharga Jangka Pendek yang
diperdagangkan di Pasar Uang
Dividen yang Diterima atau Diperoleh WP OP DN
Objek Pemotongan Tarif PPh Pemotong Pajak Pengecualian
Dividen yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri
yang bukan dividen dari
RUPS atau dividen interim
10% Pihak yang
membayar atau
pihak lain yang
ditunjuk selaku
pembayar
 Dividen dari dalam negeri
yang diterima atau diperoleh
oleh WP orang pribadi dalam
negeri sepanjang
diinvestasikan di Indonesia
dalam jangka waktu tertentu
 Berdasarkan RUPS atau
dividen interim
1. UU No. 7 Tahun 2021 (UU HPP)
2. PP 19 Tahun 2009
3. PMK-111/2010, PMK-18/2021
Pengecualian Dividen dan Penghasilan Lain
Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP)
PMK-18/PMK.03/2021
Penghasilan
dari luar negeri
tidak melalui
BUT
Dividen dari
Dalam Negeri
Dividen dari
Luar Negeri
Penghasilan
setelah pajak
dari BUT di
luar negeri
 Syarat: Diinvestasikan paling
sedikit 30% dari laba setelah
pajak
 Diinvestasikan di NKRI dalam
waktu tertentu
 Penghasilan berasal dari
usaha aktif di luar negeri
 bukan penghasilan dari
perusahaan yang dimiliki di
luar negeri
 WP OP
Dikecualikan dengan
syarat diinvestasikan
di NKRI dalam waktu
tertentu
 WP badan
Tanpa syarat
 Dividen di Bursa
dikecualikan sebesar
dividen yang diinvestasikan
di wilayah NKRI
 Dividen Non bursa
Diinvestasikan paling sedikit
30% dari laba setelah pajak
atau sebelum diterbitkan
SKP Pasal 18 ayat (2) UU
PPh
 Dividen yang dikecualikan: berdasarkan RUPS atau
pembagian dividen interim
 Dividen dari dalam negeri: tidak dilakukan pemotongan
PPh, tanpa SKB
 Atas dividen dari dalam negeri diterima WP OP tidak
memenuhi investasi, wajib setor sendiri tarif 10% final
Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro dan Diskonto SBI
Objek Pemotongan Tarif PPh Deposito DHE Pemotong
Pajak
Pengecualian
Bunga dari Deposito
DHE dalam mata uang
dolar AS yang
ditempatkan di dalam
negeri
10% 1 bulan • Bank
• BI
1. jumlah Deposito dan
Tabungan serta SBI yang
tidak melebihi Rp7,5 juta
2. bunga dan Diskonto SBI
yang diterima atau
diperoleh bank
3. bunga Deposito dan
Tabungan serta Diskonto
SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun
(menggunakan SKB
berdasar PER-3/PJ/2020)
4. bunga tabungan pada
bank yang ditunjuk
Pemerintah dalam rangka
pemilikan RS dan RSS
7,5% 3 bulan
2,5% 6 bulan
0% > 6 bulan
Bunga dari Deposito
DHE dalam mata uang
dolar Rupiah yang
ditempatkan di dalam
negeri
7,5% 1 bulan
5% 3 bulan
0% 6 bulan
0% > 6 bulan
Bunga dari Tabungan
dan Diskonto SBI, serta
bunga dari Deposito
20% Badan, BUT
20%/P3B WPLN
1. PP 131 Tahun 2000 jo. PP 123 Tahun 2015
2. PMK 212/PMK.03/2018
Bunga/Diskonto Obligasi (lebih dari 12 bulan)
1. PP 9 Tahun 2021 (WPLN non BUT) dan PP 91 Tahun 2021 (WPDN dan BUT)
2. PMK-85/PMK.03/2011 jo. PMK-07/PMK.11/2012
0bjek PPh Tarif Subjek Pajak Pemotong
Bunga Obligasi
(dan/atau diskonto),
termasuk yang
berdasarkan prinsip
syariah
10% WPDN dan BUT a. Penerbit atau custodian
b. Pedagang perantara
atau pembeli (sekunder)
c. Setor sendiri (obligasi
diterbitkan pemerintah
melalui BI-SSSS)
10%/P3B
(untuk PPh
Pasal 26)
WPLN selain
BUT
Pengecualian pemotongan:
a. WP dana pensiun yang pendiriannya disahkan OJK
b. WP bank (dikenai PPh umum)
Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
1. PP Nomor 27 Tahun 2008
2. PMK-63/PMK.03/2008
Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak Pengecualian
Diskonto SPN (Surat
Utang Negara jangka
waktu maks. 12 bulan
dengan pembayaran
bunga secara
diskonto)
20%
(WPDN dan
BUT)
20%
(WPLN)
Diskonto
SPN
Penerbit SPN atau
perusahaan efek
(broker)
1. Bank di
Indonesia
2. Dana Pensiun
3. Reksadana
Penghasilan atas Penjualan Saham di Bursa Efek
Objek
Pemotongan
Tarif DPP Pemotong Pajak
Penyetoran Tambahan
PPh Atas Saham
Pendiri
Transaksi
Penjualan
Saham di
Bursa Efek
0,1% Jumlah
bruto
penjualan
Penyelenggara
bursa efek melalui
perantara pedagang
efek pada saat
pelunasan transaksi
penjualan saham
• Paling lambat 1
bulan setelah
diperdagangkan di
bursa efek.
• Apabila pemilik
saham pendiri tidak
memilih 0,5%, akan
dikenakan PPh
sesuai ketentuan
umum.
Nilai Saham
pada saat
IPO (Saham
Pendiri)
Tambahan
0,5%
Jumlah
bruto
penjualan
Emiten a.n. pemilik
saham pendiri
1. PP Nomor 41 Tahun 1994 s.t.d.t.d. PP Nomor 14 Tahun 1997
2. KMK-282/KMK.04/1997
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
1. PP Nomor 34 Tahun 2016
2. PMK-261/PMK.03/2016
0bjek PPh Tarif DPP Pemotong
Pengalihan hak
atas tanah
dan/atau
bangunan
0% Kepada pemerintah,
BUMN/BUMD
penugasan untuk kep.
umum
(UU 2 Tahun 2012)
a. Nilai berdasarkan kep.
Pejabat
b. Nilai risalah lelang
c. Nilai yang seharusnya
(hubungan istimewa)
d. Nilai yang
sesungguhnya (bukan
hub. Istimewa)
e. Nilai yang seharusnya
berdasarkan harga
pasar (tukar, hibah, dll)
• Setor sendiri
sebelum akta
ditandatangani
• SSP harus
divalidasi oleh
KPP atau melalui
ePHTB
Perjanjian
pengikatan jual
beli atas tanah
dan/atau
bangunan
beserta
perubahannya
(PPJB)
1% Pengalihan RS dan RSS
oleh WP developer
2,5% Selain di atas
Validasi Online melalui www.pajak.go.id/ ePHTB (PER-21/PJ/2019):
a. Menggunakan tarif tunggal
b. Pembayaran dengan SSP/NTPN
c. Pembayaran maks. 10 SSP/NTPN
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
1. PP Nomor 34 Tahun 2017
2. KMK-394/KMK.04/1996 jo. KMK-120/KMK.03/2002
0bjek PPh Tarif DPP Pemotongan Saat Penyetoran
Sewa Tanah
dan/atau
Bangunan
10% semua jumlah yang
dibayarkan/ diakui sebagai
utang oleh Penyewa
dengan nama dan dalam
bentuk apapun, yang
berkaitan dengan tanah
dan/atau Bangunan yang
disewa termasuk biaya
perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya
keamanan, biaya layanan,
dan biaya fasilitas lainnya,
baik yang perjanjiannya
dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan
Dipotong
(jika lawan
transaksi
pemotong pajak)
saat pembayaran
atau terutangnya
sewa, tergantung
peristiwa mana lebih
dahulu terjadi
penghasilan yang
diterima
pemegang hak
atas tanah dari
Investor terkait
perjanjian Bangun
Guna Serah (BGS)
Setor sendiri
(jika lawan
transaksi bukan
pemotong pajak)
Usaha Jasa Konstruksi
Bentuk jasa Kualifikasi Usaha Tarif Pemotongan Saat Terutang
Pelaksanaan
Konstruksi
Memiliki kualifikasi
usaha Kecil
2 % • Dipotong
(jika lawan transaksi
pemotong pajak)
• Setor sendiri
(jika lawan transaksi
bukan pemotong pajak)
• Jika ada selisih nilai
kontrak dengan PPh
yang dipotong, maka
kekurangannya
disetor sendiri
Saat terutangnya
PPh adalah
pada saat
pembayaran
Pelaksanaan
Konstruksi
Memiliki kualifikasi
Usaha Menengah atau
Besar
3 %
Pelaksanaan
Konstruksi
Tidak memiliki
kualifikasi
4 %
Perencanaan
/Pengawasan
Konstruksi
Memiliki kualifikasi 4 %
Perencanaan
/Pengawasan
Konstruksi
Tidak memiliki
kualifikasi
6 %
1. PP Nomor 51 Tahun 2008 s.t.d.t.d PP Nomor 40 Tahun 2009
2. PMK-187/PMK.03/2008 s.t.d.t.d. PMK-153/PMK.03/2009
Kualifikasi usaha dan jenis jasa konstruksi sesuai dengan PER-
LPJK Nomor 3/2017 dan PER-LPJK Nomor 4/2017
Hadiah Undian
1.PP Nomor 123 Tahun 2000
2. PER-11/PJ/2015
Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak
Hadiah Undian dengan nama
dan dalam bentuk apapun
25% Jumlah bruto
hadiah undian
Penyelenggara undian
Bunga Simpanan Koperasi kepada Anggota Orang Pribadi
1.PP Nomor 15 Tahun 2009
2. PMK-112/PMK.03/2010
Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak
bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi
orang pribadi
0% (bunga simpanan
s.d. Rp240 ribu)
10% (bunga simpanan
> Rp240 ribu)
Jumlah bruto
bunga
simpanan
Koperasi yang membayar
bunga simpanan
koperasi, pada saat
pembayaran
Pajak Penghasilan Final
Pasal 15
Pajak atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri,
Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri, dan
Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
PPh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
KMK-416/KMK.04/1996 dan SE-29/PJ.4/1996
 Objek Pajak: Penghasilan yang diterima/diperoleh WP pelayaran Dalam Negeri (SIUPAL)
dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal dari :
 pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
 pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
 pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
 pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
 Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto: 4% dari peredaran bruto.
 Pajak Terutang: 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
 Cara Pelunasan:
 penghasilan dari charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar wajib
memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan.
 penghasilan selain di atas, maka WP pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri
PPh yang terutang.
PPh Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri
KMK-417/KMK.04/1996 dan SE-32/PJ.4/1996
 WP Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri adalah WP yang bertempat kedudukan di
luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia .
 Objek Pajak: Semua nilai pengganti/imbalan berupa uang dari pengangkutan orang
dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia
dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
 Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto : 6% dari peredaran bruto.
 Pajak Terutang: 2,64 % dari peredaran bruto dan bersifat final.
 Cara Pelunasan:
 penghasilan dari charter, maka pihak yang membayar wajib memotong PPh
yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti
 penghasilan selain di atas, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
PPh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
KMK-475/KMK.04/1996 dan SE-35/PJ.4/1996
 WP Penerbangan Dalam Negeri: WP perusahaan penerbangan yang bertempat
kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
charter.
 Objek Pajak: Semua nlai pengganti/imbalan berupa uang yang diterima/
diperoleh WP berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia
dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
 Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto: 6% dari peredaran bruto.
 Pajak Terutang: 1,8 % dari peredaran bruto dan bersifat tidak final (pembayaran
PPh Pasal 23)
 Cara Pelunasan: pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut
adalah pemotong pajak
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Cara Biasa
Norma
Penghitungan
Norma
Penghitungan
Khusus
(Pasal 15)
WP LN
Melalui BUT
WP LN
Lainnya
WPDN WP Tertentu WPLN
CARA MENGHITUNG PAJAK
Pasal 16
TAX
CARA MENGHITUNG PAJAK
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan
Pasal 4 ayat (1)
Biaya
Pasal 6 dan
Pasal 9 ayat
(1) d, e, f
Penghasilan
Neto
Penghasilan
Neto
Kompensasi
Kerugian
Pasal 6 ayat (2)
Penghasilan
Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak WP Badan DN
(Pasal 16 ayat (1))
CARA MENGHITUNG PAJAK
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan
Pasal 5 ayat (1),
Pasal 4 ayat (1)
Biaya
Pasal 5 ayat (2)
dan (3), Pasal 6,
dan Pasal 9
ayat (1) d, e, f
Penghasilan
Neto
Penghasilan
Neto
Kompensasi
Kerugian
Pasal 6 ayat
(2)
Penghasilan
Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak BUT
(Pasal 16 ayat (3))
CARA MENGHITUNG PAJAK
Tarif Pajak
Tarif Pajak
Tarif Umum
Pasal 17
OP = (5%, 15%, 25%,
30% (Progresif)
Badan= 22% / 20%
Tarif
Khusus/tersendiri
(Final)
Pasal 4 ayat (2)
Pasal 15
%
Pasal 5 ayat (2) UU 2/2020
• Penurunan Tarif PPh sebesar 3% bagi
Wajib Pajak DN berbentuk Perseroan
Terbuka (saham diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia)
Fasilitas Pasal 31E
• Pengurangan 50% Tarif PPh Bagi
Wajib Pajak Badan dengan peredaran
bruto sampai dengan 50 Miliar
PPh terutang
CARA MENGHITUNG PAJAK
PPh
terutang
Dikurangi kredit
pajak
(PPh 21, PPh 22, PPh
23, PPh 24, PPh 25,
PPh 26(5))
Pasal 28A
PPh Lebih
Bayar
Pasal 29
PPh kurang
bayar
ANGSURAN TAHUN BERJALAN
PPh Pasal 25
12 Atau Banyaknya Bulan
Dalam Bagian Tahun Pajak
DIKURANGI
PPh Yang
Dipotong Atau
Dipungut :
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Yang
Terutang atau dibayar
di ln
Yang boleh
Dikreditkan
(PPh Pasal 24)
Dibagi
PPh Terutang Menurut
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Sebelumnya
PPh Pasal 25 untuk bulan
sebelum SPT PPh
disampaikan sblm batas
waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh =
PPh Pasal 25 bulan
terakhir dari tahun
pajak yang lalu
(Desember)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak
Pasal 25 ayat (6) dan (7) UU PPh
Pasal 25 ayat (7) UU PPh
PMK 215/PMK.03/2018
Menteri Keuangan menetapkan
penghitungan besarnya angsuran bagi:
a. Wajib Pajak baru;
b. Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak
masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya
yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan harus membuat
laporan keuangan berkala;
c. WP OPPT
Pasal 25 ayat (6) UU PPh
KEP-537/PJ/2000
Dirjen Pajak berwenang untuk
menetapkan penghitungan besarnya
angsuran dalam hal Wajib Pajak:
a. berhak atas kompensasi kerugian;
b. memperoleh penghasilan tidak teratur
c. SPT Tahunan disampaikan setelah
lewat batas waktu
d. diberikan perpanjangan waktu
penyampaian SPT Tahunan
e. membetulkan SPT Tahunan yang
mengakibatkan angsuran lebih besar
f. terjadi perubahan keadaan usaha
1
•Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Sebagaimana telah beberapa kali diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
2
•SE-02/PJ/2015 tentang Penegasan atas Pelaksanaan
Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Sebagaimana telah beberapa kali diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Fasilitas Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
PASAL 31E AYAT (1) UU PPh
SE-02/PJ/2015
(9 Jan 2015)
Mencabut
SE-66/PJ/2010 Self
Assessment
Subjek
Pajak DN,
kecuali BUT
Batasan
peredaran
bruto Rp
50M
Bukan
pilihan
Untuk
penghitungan
PPh terutang
atas Ph Kena
Pajak yang
bersifat tidak
final
Angsuran
PPh 25 =
Tarif Ps 31E
ayat (1)
Lembar
Penghitungan
fasilitas Ps 31E
ayat (1) dapat
dilampirkan
dalam SPT
Tahunan PPh
Badan
Semua penghasilan:
a. kegiatan usaha dan luar
kegiatan usaha
b. setelah dikurangi dengan
retur dan pengurangan
penjualan serta potongan
tunai dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan,
c. sebelum dikurangi biaya
untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara
penghasilan (dari Indonesia
dan luar Indonesia), meliputi:
1) penghasilan yang dikenai
PPh bersifat final;
2) penghasilan yang dikenai
PPh tidak bersifat final;
dan
3) penghasilan yang
dikecualikan dari objek
pajak.
Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) UU PPh
70
TERIMA KASIH
Direktorat Peraturan Perpajakan II

More Related Content

What's hot

Auditing bahan kuliah revisi 10mei11
Auditing bahan kuliah revisi 10mei11Auditing bahan kuliah revisi 10mei11
Auditing bahan kuliah revisi 10mei11
Sidik Abdullah
 
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
DIANA LESTARI
 
Akuntansi Bank_SKBDN
Akuntansi Bank_SKBDNAkuntansi Bank_SKBDN
Akuntansi Bank_SKBDN
Iim Hilman
 
Modal kerja
Modal kerjaModal kerja
Modal kerja
yy rahmat
 
JASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAK
JASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAKJASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAK
JASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAK
Deni Luckyman
 
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantu
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantuSISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantu
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantu
Indah Dwi Lestari
 
Pembukuan sederhana untuk usaha kecil
Pembukuan sederhana untuk usaha kecilPembukuan sederhana untuk usaha kecil
Pembukuan sederhana untuk usaha kecil
robertlambey
 
Bab 18 PEMERIKSAAN EKUITAS
Bab 18 PEMERIKSAAN EKUITASBab 18 PEMERIKSAAN EKUITAS
Bab 18 PEMERIKSAAN EKUITAS
AndiErwinGhozali
 
soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013
soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013
soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013heri baskoro
 
Tugas pengauditan audit internal
Tugas pengauditan audit internalTugas pengauditan audit internal
Tugas pengauditan audit internal
Mhd. Abdullah Hamid
 
Presentasi mengelola jurnal
Presentasi  mengelola jurnalPresentasi  mengelola jurnal
Presentasi mengelola jurnal
achmadkhoir
 
Go Modern - Umkm Naik Kelas Dengan Pembukuan
Go Modern - Umkm Naik Kelas Dengan PembukuanGo Modern - Umkm Naik Kelas Dengan Pembukuan
Go Modern - Umkm Naik Kelas Dengan Pembukuan
PeterPakpahan1
 
Audit terhadap siklus pendapatan
Audit terhadap siklus pendapatanAudit terhadap siklus pendapatan
Audit terhadap siklus pendapatan
Ajeng Pipit
 
audit kas
audit kasaudit kas
audit kas
putri ismaida
 
Akuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujud
Akuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujudAkuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujud
Akuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujud
John Narith
 
Bahan ajar rekonsiliasi bank
Bahan ajar rekonsiliasi bankBahan ajar rekonsiliasi bank
Bahan ajar rekonsiliasi bank
Gendhuk Nugroho
 
MENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.Pd
MENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.PdMENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.Pd
MENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.Pd
SMK Negeri 4 Gorontalo
 
Ppt.sia.11
Ppt.sia.11Ppt.sia.11
Ppt.sia.11
Faiz Faizah
 
Bahan kuliah pengantar akuntansi ii utang obligasi
Bahan kuliah pengantar akuntansi ii  utang obligasiBahan kuliah pengantar akuntansi ii  utang obligasi
Bahan kuliah pengantar akuntansi ii utang obligasi
Magdalena - Nommensen university
 

What's hot (20)

Auditing bahan kuliah revisi 10mei11
Auditing bahan kuliah revisi 10mei11Auditing bahan kuliah revisi 10mei11
Auditing bahan kuliah revisi 10mei11
 
Pph 21
Pph 21Pph 21
Pph 21
 
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
UTANG WESEL JANGKA PANJANG. akuntansi keuangan menengah 2
 
Akuntansi Bank_SKBDN
Akuntansi Bank_SKBDNAkuntansi Bank_SKBDN
Akuntansi Bank_SKBDN
 
Modal kerja
Modal kerjaModal kerja
Modal kerja
 
JASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAK
JASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAKJASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAK
JASA KONSULTAN KEUANGAN DAN PAJAK
 
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantu
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantuSISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantu
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI : buku besar dan buku pembantu
 
Pembukuan sederhana untuk usaha kecil
Pembukuan sederhana untuk usaha kecilPembukuan sederhana untuk usaha kecil
Pembukuan sederhana untuk usaha kecil
 
Bab 18 PEMERIKSAAN EKUITAS
Bab 18 PEMERIKSAAN EKUITASBab 18 PEMERIKSAAN EKUITAS
Bab 18 PEMERIKSAAN EKUITAS
 
soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013
soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013
soal ujian kompetensi Akuntansi th 2013
 
Tugas pengauditan audit internal
Tugas pengauditan audit internalTugas pengauditan audit internal
Tugas pengauditan audit internal
 
Presentasi mengelola jurnal
Presentasi  mengelola jurnalPresentasi  mengelola jurnal
Presentasi mengelola jurnal
 
Go Modern - Umkm Naik Kelas Dengan Pembukuan
Go Modern - Umkm Naik Kelas Dengan PembukuanGo Modern - Umkm Naik Kelas Dengan Pembukuan
Go Modern - Umkm Naik Kelas Dengan Pembukuan
 
Audit terhadap siklus pendapatan
Audit terhadap siklus pendapatanAudit terhadap siklus pendapatan
Audit terhadap siklus pendapatan
 
audit kas
audit kasaudit kas
audit kas
 
Akuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujud
Akuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujudAkuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujud
Akuntansi Keuangan menengah - Aktiva tak berwujud
 
Bahan ajar rekonsiliasi bank
Bahan ajar rekonsiliasi bankBahan ajar rekonsiliasi bank
Bahan ajar rekonsiliasi bank
 
MENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.Pd
MENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.PdMENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.Pd
MENGELOLA DANA KAS KECIL - Yunniastati Baderan, S.Pd
 
Ppt.sia.11
Ppt.sia.11Ppt.sia.11
Ppt.sia.11
 
Bahan kuliah pengantar akuntansi ii utang obligasi
Bahan kuliah pengantar akuntansi ii  utang obligasiBahan kuliah pengantar akuntansi ii  utang obligasi
Bahan kuliah pengantar akuntansi ii utang obligasi
 

Similar to IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx

PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdfPPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
NathaniaAprillya
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakan
kristina105
 
Bab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baruBab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baru
Sebastianus Virgio
 
3. pajak-p ph-badan
3. pajak-p ph-badan3. pajak-p ph-badan
3. pajak-p ph-badanana razma
 
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptxINISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
YudhiAprianto3
 
Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...
Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...
Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...
Rizky Aisyah Al-asturlabi
 
Pph op
Pph opPph op
Pph op
nalakero
 
Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912
Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912
Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912dewimita
 
Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilan
22091993GS
 
Slide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiSlide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadi
Naila Karima
 
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskalRek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Muhammad Madridista
 
P.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptx
P.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptxP.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptx
P.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptx
HeniAgustina6
 
Pajak Penghasilan
Pajak PenghasilanPajak Penghasilan
Pajak Penghasilan
Fair Nurfachrizi
 
Spt op
Spt opSpt op
Spt op
Kppkp Bangil
 
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
AlleAldine
 
iai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- abiai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- ab
Fajri A
 
pajak penghasilan umum
pajak penghasilan umumpajak penghasilan umum
pajak penghasilan umum
Septiana Ulum
 

Similar to IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx (20)

PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdfPPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakan
 
Bab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baruBab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baru
 
3. pajak-p ph-badan
3. pajak-p ph-badan3. pajak-p ph-badan
3. pajak-p ph-badan
 
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptxINISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
 
Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...
Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...
Pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya ...
 
Pajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umumPajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umum
 
PPh 21,22.23.26
PPh 21,22.23.26PPh 21,22.23.26
PPh 21,22.23.26
 
Pph op
Pph opPph op
Pph op
 
Pertemuan 7
Pertemuan 7Pertemuan 7
Pertemuan 7
 
Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912
Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912
Pajak 1-konsep pajak-penghasilan_100912
 
Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilan
 
Slide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiSlide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadi
 
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskalRek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
 
P.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptx
P.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptxP.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptx
P.5-PAJAK PENGHASILAN UMUM-Heni.pptx
 
Pajak Penghasilan
Pajak PenghasilanPajak Penghasilan
Pajak Penghasilan
 
Spt op
Spt opSpt op
Spt op
 
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
 
iai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- abiai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- ab
 
pajak penghasilan umum
pajak penghasilan umumpajak penghasilan umum
pajak penghasilan umum
 

IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx

  • 1. PENYEGARAN UU PPH Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Peraturan Perpajakan II 18 Januari 2022 Rp
  • 2. Matching Cost Against Revenue Asas Realisasi Historical Cost Prinsip Dasar Pemajakan UU PPh Rule Based  Positivisme, sesuai dengan norma hukum positif  Legalitas, didasarkan pada dokumentasi hukum  Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara luas (UU PPH Pasal 4 ayat (1) UU PPh)  Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih dan memelihara Penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)  Dimungkinkan juga untuk melakukan pengenaan pajak atas unrealized gain/loss.  Pengeluaran diukur berdasarkan harga jual yang sesungguhnya dikeluarkan kecuali transaksi afiliasi (Pasal 10 ayat (1) UU PPh)  Beban diukur juga berdasarkan nilai pembayaran/pengeluaran (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)  Pembebanan melalui alokasi: penyusutan dan amortisasi (Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh)  Mekanisme penghitungan penghasilan neto dengan mengurangkan penghasilan bruto (Pasal 4 ayat (1) UU PPh dengan Biaya (Pasal 6, 9, 11, 11A UU PPh)  Mekanisme penghitungan melalui norma atau rezim khusus. Konstruksi Hukum UU PPh
  • 3. SUBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (1), ayat (1a) Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Badan Bentuk Usaha Tetap Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
  • 4. Termasuk subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi, Warga baik yang merupakan Indonesia asing yang: di Indonesia; Negara negara maupun warga 1. 2. 3. bertempat tinggal berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Aturan sebelumnya Hanya menyebutkan kriteria orang pribadi, tanpa menyebutkan status kewarganegaraan. UU CIPTA KERJA PASAL 111 Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
  • 5. Termasuk subjek pajak luar negeri yaitu: a. b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia c. lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan memenuhi persyaratan: serta 1. 2. 3. 4. 5. tempat tinggal; pusat kegiatan utama; tempat menjalankan kebiasan; status subjek pajak; dan/atau persyaratan tertentu lainnya yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Catatan: Memperjelas penentuan status subjek pajak bagi WNI yang berada di luar Indonesia > 183 hari. UU CIPTA KERJA PASAL 111 Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri
  • 6. Bukan Subjek Pajak Orang Pribadi (Pasal 3 UU PPh) • pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat- pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat: a. bukan warga negara Indonesia; b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut c. serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik • pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dimana Indonesia menjadi anggotanya dan tidak menjalankan usaha atau kegiatana lain, dengan syarat: a. bukan warga negara Indonesia; b. tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
  • 7. warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan: WNA 4TAHUN PERTAMA a. b. memiliki keahlian tertentu; dan berlaku selama 4 tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri. Aturan sebelumnya Dikenakan PPh atas Indonesia. penghasilan baik berasal dari Indonesia maupun luar ▪ Termasuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia yang dibayarkan di luar Indonesia. ▪ Tidak berlaku terhadap WNA yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. UU CIPTA KERJA PASAL 111 Asas Territorial Income
  • 8. Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Dearah (BUMD), firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, Subjek Pajak Badan Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan/tidak melakukan usaha meliputi : persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (BUT).
  • 9. Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Perpajakan Subjektif (Pasal 2A UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif Dimulai Berakhir orang pribadi • Saat dilahirkan; • berada; atau • berniat, untuk bertempat tinggal di Indonesia • Saat meninggal dunia; atau • meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya Badan • Saat didirikan; atau • bertempat kedudukan, di Indonesia • Saat dibubarkan; atau • saat tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia Orang pribadi atau badan yang tidak berada di Indonesia saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan Warisan yang belum terbagi saat timbulnya warisan yang belum terbagi Saat warisan selesai dibagi
  • 10. OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (1)) PENGHASILAN Tambahan kemampuan ekonomis Diterima atau diperoleh Wajib Pajak Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia Dapat dipakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaaan WP Dengan nama dan dalam bentuk apapun
  • 11. PENGHASILAN Objek Pajak Dikenakan Pajak tidak final (tarif umum/Pasal 17) Dikenakan Pajak bersifat final Dikecualikan dari Objek Pajak Tidak digabung dengan penghasilan yang dikenakan Pajak dengan tarif umum gaji Ph. lain honor OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (3))
  • 12. OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)  Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa  Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan  Laba Usaha, Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta  Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya  Bunga termasuk premium, diskonto, dan jaminan pengembalian utang  Deviden, Royalti, Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta  Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala  Keuntungan karena pembebasan utang, Keuntungan selisih kurs mata uang asing  Selisih lebih penilaian kembali aktiva  Premi Asuransi, Iurang yang diterima atau diperoleh perkumpulan atau anggota  Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak  Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah  Imbalan bunga berdasarkan UU KUP  Surplus Bank Indonesia
  • 13. OBJEK PAJAK Penghasilan Final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh) • Bunga deposito, Tabungan lainnya, bunga obligasi dan SUN, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek, dan bunga simpanan koperasi • Penghasilan berupa hadiah undian • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya • Transaksi penjualan saham dan pengalihan penyertaan modal perusahaan pasangan modal ventura • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan • Usaha Jasa Konstruksi • Usaha Real Estate • Persewaan tanah dan bangunan • Penghasilan tertentu yang diatur berdasarkan PP
  • 14. BUKAN OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)  Bantuan atau Sumbangan yang diatur berdasarkan PP  Harta Hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan Pendidikan, badan sosial termasuk Yayasan, koperasi, atau OP yang menjalankan usaha mikro dan kecil  Warisan  Harta, termasuk setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal  Penggantian/Imbalan atau dalam bentuk natura/kenikmatan*  Pembayaran yang diterima orang pribadi sehubungan dengan asuransi karena kecelakaan, sakit, meninggal, dan asuransi beasiswa  Dividen*  Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun  Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh Dapen dalam bidang tertentu  Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan komanditer non saham  Penghasilan yang diterima/diperoleh Modal Ventura  Beasiswa  Sisa lebih yang diterima atau diperoleh nirlabapendidikan atau litbang  Bantuan /santunan yang dibayarkan oleh BPJS  Dana setoran BPIH, BPIH Khusus, BPKH  Sisa lebih Lembaga sosial/keagamaan yang ditanamkan Kembali atau ditempatkan dalam dana abadi.
  • 15. Natura dan/atau Kenikmatan BUKAN OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (3) huruf d. UU PPh)  makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai  Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu  Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan  Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber dari APBN, APBD, dan APBDes  Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu
  • 16. OBJEK PAJAK BUT Penghasilan (Pasal 5) Penghasilan BUT Penghasilan Kantor Pusat dari Usaha atau Kegiatan: Pemberian jasa Penjualan Barang Yang dilakukan di Indonesia Penghasilan dari usaha/kegiatan BUT dan dari harta yg dimiliki/dikuasai Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
  • 17. BIAYA FISKAL Pengurang dan Bukan Pengurang Penghasilan Bruto (Pasal 6 dan Pasal 9) Pengeluaran/Biaya Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (Pasal 6) Masa Manfaat <= 1 Tahun Dibebankan sekaligus Masa Manfaat > 1 Tahun Dibebankan melalui Penyusutan dan Amortisasi Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (Pasal 9)
  • 18. Penghasilan Tidak Kena Pajak (UU 36/2008, PMK-101/2016, PMK 252/2008, PER-16/2016) Keterangan Nilai PTKP (Per 1 Jan 2016) Untuk Diri WP OP Rp54.000.000 Tambahan untuk WP Kawin Rp4.500.000 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami Rp54.000.000 Tambahan untuk tanggungan* Rp.4.500.000 *) setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
  • 19. Pemajakan atas Penghasilan Keluarga (Pasal 8 UU PPh) • Seluruh penghasilan/kerugian Wanita kawinpenghasilan/kerugian suami, kecuali penghasilan istri semata-mata diperoleh dari 1 pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 • Suami Istri dikenai pajak secara terpisah:  Hidup berpisah berdasarkan putusan hakim  Perjanjian pisah harta & penghasilan  Dikehendaki oleh istri yang memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah • Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya. • Anak yang belum dewasa: belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah.
  • 20. Peta Konsep Penghitungan Pajak Penghasilan
  • 21. Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
  • 22. Bentuk Pemotongan PPh Pasal 21 Pemotongan PPh Pasal 21 tidak final • Atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan (umum) • Berdasarkan PMK-252/PMK.03/2008 dan PER-16/PJ/2016 Pemotongan PPh Pasal 21 final • Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus  PP No. 68 Tahun 2009 • Atas penghasilan yang menjadi beban APBN/APBD yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI, dan pensiunannya berupa penghasilan selain penghasilan yang bersifat tetap dan teratur tiap bulan  PP No.80 Tahun 2010 1 2
  • 23. Pemotong PMK-252/2008, PER-16/2016 PEMOTONG PPh PASAL 21 PEMBERI KERJA yang terdiri dari: a. orang pribadi dan badan; b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut. Bendahara atau Pemegang Kas Pemerintah (Instansi Pemerintah) Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Badan-badan Lain ORANG PRIBADI yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta BADAN yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa Penyelenggara Kegiatan
  • 24. Pemberi Kerja Bukan Pemotong Kantor Perwakilan Negara Asing Organisasi-Organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan Organisasi- Organisasi Internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan Organisasi-Organisasi Internasional yang ketentuan Pajak Penghasilannya didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan dalam perjanjian internasional tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, serta organisasi- organisasi dimaksud telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata- mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
  • 25. Penerima Penghasilan PEGAWAI PENERIMA UANG PESANGON, PENSIUN atau UANG MANFAAT PENSIUN, THT, JHT, termasuk AHLI WARISNYA BUKAN PEGAWAI MANTAN PEGAWAI ANGGOTA DEWAN KOMISARIS/PENGAWAS yang tidak merangkap sebagai pegawai PESERTA KEGIATAN: • Peserta Perlombaan • Peserta Rapat, Konferensi, Sidang, Pertemuan, Kunjungan Kerja • Peserta/Anggota Kepanitiaan • Peserta Pendidikan, Pelatihan • Peserta Kegiatan Lainnya TETAP TIDAK TETAP
  • 26. Objek PPh Pasal 21 Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur Penghasilan penerima pensiun secara teratur Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas Imbalan kepada bukan pegawai Imbalan kepada peserta kegiatan Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama Imbalan kepada mantan pegawai Penarikan dana pensiun oleh pegawai Natura/kenikmatan yang diterima dari Wajib Pajak PPh final atau Wajib Pajak dengan Norma Penghitungan Khusus
  • 27. Perhitungan PPh Pasal 21 PPh 21 terutang = DPP x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf aUU PPh Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif ≤ Rp60 Juta 5% Rp60 Juta < x ≤ Rp250 Juta 15% Rp250 Juta < x ≤ Rp500Juta 25% Rp500 Juta < x ≤ Rp5M 30% >5M 35%
  • 28. Perhitungan PPh Pasal 21 (PER-16/PJ/2016) PEGAWAI PENSIUNAN BUKAN PEGAWAI KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI PESERTA KEGIATAN TETAP TIDAK TETAP BERKALA BERKESINAMBUNGAN BERKESINAMBUNGAN ex Pasal 13 ayat (1) TIDAK BERKESINAMBUNGAN BULANAN HARIAN Ph NETO – PTKP Ph BRUTO – PTKP Ph BRUTO – 450ribu Ph BRUTO (>4,5jt s.d. 10,2jt) – PTKP Harian Ph BRUTO(>10,2jt) – PTKP Ph NETO – PTKP ((50% X Ph BRUTO) – PTKP BULANAN) KUMULATIF (50% X Ph BRUTO) KUMULATIF 50% X Ph BRUTO Ph BRUTO KUMULATIF Ph BRUTO
  • 29. PPh Pasal 23 Pemotongan pajak atas penghasilan berupa Bunga, Royalti, Hadiah, Penghargaan, Bonus dan penghasilan dari Sewa dan Imbalan atas Jasa
  • 30. Pemotong, Wajib Pajak Dipotong, dan Saat Terutang PEMOTONG • Badan pemerintah/Instansi Pemerintah • Subjek pajak badan dalam negeri • Penyelenggara kegiatan dalam negeri • Bentuk Usaha Tetap (BUT) • Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu WAJIB PAJAK YANG DIPOTONG • Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23 dari Pemotong PPh Pasal 23. SAAT TERUTANG • pada saat pembayaran; • saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen); dan • Saat jatuh tempo.
  • 31. Objek dan Tarif PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008) 15% x jumlah bruto 2% x jumlah bruto
  • 32. Objek PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008) • Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh. Dalam pengertian bunga termasuk juga premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang • Royalti yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan hak atas harta tak berwujud, harta berwujud, atau informasi • Hadiah, Penghargaan, Bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) • Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
  • 33. Pengecualian Objek PPh Pasal 23 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak kolektif sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
  • 34. Pajak Penghasilan Pasal 22 Pemungutan Pajak Penghasilan Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
  • 35. PPh Pasal 22 (PMK-34/PMK.010/2017 jo. PMK-110/PMK.010/2018) Pemungut Objek Pungut a. Impor barang b. Ekspor batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali oleh WP yang terikat PKP2B dan KK Pembelian barang Pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya Bank Devisa & Ditjen Bea Cukai 1 Bendahara pemerintah, bendahara pengeluaran, Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Penerbit SPM 2 Badan usaha tertentu 3 a. BUMN; b. Badan Usaha dan BUMN hasil restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah; c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN Impor: a. 10%  Lamp A PMK-110 b. 7,5%  Lamp B PMK-110 c. 0,5%  Lamp C PMK-110 d. 2,5%  selain a,b,c dengan API e. 7.5%  selain a,b,c tanpa API DPP: Nilai Impor Ekspor: 1.5%  lamp D PMK-110 DPP: Nilai Ekspor Tarif 1,5%* harga pembelian (tdk termasuk PPN) 1,5%* harga pembelian (tdk termasuk PPN) Instansi Pemerintah (PMK-231/2019)
  • 36. Impor Barang Kiriman (PMK-199/PMK.010/2019)
  • 37.
  • 38. PPh Pasal 22 (PMK-34/PMK.010/2017 jo. PMK-110/PMK.010/2018) Pemungut Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri Penjualan BBM, BBG, dan pelumas Badan usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi 4 ATPM, APM, dan importir umum kendaraan bermotor 5 Produsen /importir BBM, BBG, dan pelumas 6 Objek Pungut 0.3%  baja 0.45%  kendaraan bermotor 0.25%  semen 0.1%  kertas 0.3%  obat DPP: DPP PPN Tarif 0.45%* DPP PPN 0.25%  kpd SPBU Pertamina 0.30%  kpd SPBU bukan pertamina atau selain SPBU, penjualan BBG dan pelumas DPP: Nilai Penjualan Penjualan BBM dan BBG kepada: a. Agen (final) b.Non agen (non final)
  • 39. PPh Pasal 22 (PMK-34/PMK.010/2017; PMK-110/PMK.10/2018) Pemungut Objek Pungut Pembelian bahan-bahan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya Pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau OP pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Penjualan emas batangan di dalam negeri Badan usaha industri atau eksportir 7 Badan usaha 8 Badan usaha yang menjual emas batangan 9 0.25%* harga pembelian (tidak termasuk PPN) Tarif 1.5%* harga pembelian (tidak termasuk PPN) 0.45%* harga jual emas batangan
  • 40. PPh Pasal 22 Barang Sangat Mewah Pemungutan PPh atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
  • 41. PPh Pasal 22 Penjualan Barang Sangat Mewah (PMK-253/2008 jo. PMK-92/2019) Pemungut Objek Pungut a. pesawat terbang pribadi & helikopter b.kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya c. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang < 10 orang, harga jual > Rp 2 Miliar / dengan kapasitas silinder > 3.000cc d.kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual > Rp300 juta atau kapasitas silinder >250cc a. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual > Rp 30 Miliar / luas bangunan >400m2 b.apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual > Rp30 miliar atau luas bangunan > 150m2 WP Badan yang Menjual Barang Sangat Mewah 1 5% dari harga jual (tidak termasuk PPn dan PPnBM) Tarif 1% dari harga jual (tidak termasuk PPn dan PPnBM)
  • 42. PPh Pasal 22 Penjualan Pulsa dan Kartu Perdana PMK-6/2021 dan PER-18/2021 Pemungut Objek Pungut penjualan Pulsa dan Kartu Perdana, kecuali: a. Pembelian maks. Rp2 juta (deposit khusus pulsa) atau akumulasi maks. Rp60 juta (deposit campuran) b. WP bank c. WP menyerahkan Suket PP 23/18 d. WP menyerahkan SKB Potput PPh Pasal 22 Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua (WP badan) 1  0,5% dari nilai yang ditagih Penyelenggara Dist. Tk. Kedua/ Harga Jual  Bersifat Non final Tarif Saat terutang: a. Saat diterima pembayaran, termasuk penerimaan deposit b. Jika deposit juga untuk transaksi selain pulsa, terutang saat deposit digunakan untuk pembayaran pulsa
  • 43. Pajak atas Penghasilan dengan Perlakuan Tersendiri yang Diatur Melalui Peraturan Pemerintah (PPh Final)
  • 44. Objek Pajak Penghasilan Final  Dividen yang diterima WP orang pribadi  Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro, dan SBI  Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara dan Diskonto SPN  Bunga Simpanan Koperasi bagi Orang Pribadi  Hadiah Undian  Penghasilan Transaksi Saham di Bursa Efek  Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan  Penghasilan Persewaan Tanah dan Bangunan  Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi  Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu  Bunga atau Diskonto Surat Berharga Jangka Pendek yang diperdagangkan di Pasar Uang
  • 45. Dividen yang Diterima atau Diperoleh WP OP DN Objek Pemotongan Tarif PPh Pemotong Pajak Pengecualian Dividen yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang bukan dividen dari RUPS atau dividen interim 10% Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar  Dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh oleh WP orang pribadi dalam negeri sepanjang diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu  Berdasarkan RUPS atau dividen interim 1. UU No. 7 Tahun 2021 (UU HPP) 2. PP 19 Tahun 2009 3. PMK-111/2010, PMK-18/2021
  • 46. Pengecualian Dividen dan Penghasilan Lain Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP) PMK-18/PMK.03/2021 Penghasilan dari luar negeri tidak melalui BUT Dividen dari Dalam Negeri Dividen dari Luar Negeri Penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri  Syarat: Diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak  Diinvestasikan di NKRI dalam waktu tertentu  Penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri  bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri  WP OP Dikecualikan dengan syarat diinvestasikan di NKRI dalam waktu tertentu  WP badan Tanpa syarat  Dividen di Bursa dikecualikan sebesar dividen yang diinvestasikan di wilayah NKRI  Dividen Non bursa Diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak atau sebelum diterbitkan SKP Pasal 18 ayat (2) UU PPh  Dividen yang dikecualikan: berdasarkan RUPS atau pembagian dividen interim  Dividen dari dalam negeri: tidak dilakukan pemotongan PPh, tanpa SKB  Atas dividen dari dalam negeri diterima WP OP tidak memenuhi investasi, wajib setor sendiri tarif 10% final
  • 47. Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro dan Diskonto SBI Objek Pemotongan Tarif PPh Deposito DHE Pemotong Pajak Pengecualian Bunga dari Deposito DHE dalam mata uang dolar AS yang ditempatkan di dalam negeri 10% 1 bulan • Bank • BI 1. jumlah Deposito dan Tabungan serta SBI yang tidak melebihi Rp7,5 juta 2. bunga dan Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bank 3. bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun (menggunakan SKB berdasar PER-3/PJ/2020) 4. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan RS dan RSS 7,5% 3 bulan 2,5% 6 bulan 0% > 6 bulan Bunga dari Deposito DHE dalam mata uang dolar Rupiah yang ditempatkan di dalam negeri 7,5% 1 bulan 5% 3 bulan 0% 6 bulan 0% > 6 bulan Bunga dari Tabungan dan Diskonto SBI, serta bunga dari Deposito 20% Badan, BUT 20%/P3B WPLN 1. PP 131 Tahun 2000 jo. PP 123 Tahun 2015 2. PMK 212/PMK.03/2018
  • 48. Bunga/Diskonto Obligasi (lebih dari 12 bulan) 1. PP 9 Tahun 2021 (WPLN non BUT) dan PP 91 Tahun 2021 (WPDN dan BUT) 2. PMK-85/PMK.03/2011 jo. PMK-07/PMK.11/2012 0bjek PPh Tarif Subjek Pajak Pemotong Bunga Obligasi (dan/atau diskonto), termasuk yang berdasarkan prinsip syariah 10% WPDN dan BUT a. Penerbit atau custodian b. Pedagang perantara atau pembeli (sekunder) c. Setor sendiri (obligasi diterbitkan pemerintah melalui BI-SSSS) 10%/P3B (untuk PPh Pasal 26) WPLN selain BUT Pengecualian pemotongan: a. WP dana pensiun yang pendiriannya disahkan OJK b. WP bank (dikenai PPh umum)
  • 49. Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 1. PP Nomor 27 Tahun 2008 2. PMK-63/PMK.03/2008 Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak Pengecualian Diskonto SPN (Surat Utang Negara jangka waktu maks. 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto) 20% (WPDN dan BUT) 20% (WPLN) Diskonto SPN Penerbit SPN atau perusahaan efek (broker) 1. Bank di Indonesia 2. Dana Pensiun 3. Reksadana
  • 50. Penghasilan atas Penjualan Saham di Bursa Efek Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak Penyetoran Tambahan PPh Atas Saham Pendiri Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek 0,1% Jumlah bruto penjualan Penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham • Paling lambat 1 bulan setelah diperdagangkan di bursa efek. • Apabila pemilik saham pendiri tidak memilih 0,5%, akan dikenakan PPh sesuai ketentuan umum. Nilai Saham pada saat IPO (Saham Pendiri) Tambahan 0,5% Jumlah bruto penjualan Emiten a.n. pemilik saham pendiri 1. PP Nomor 41 Tahun 1994 s.t.d.t.d. PP Nomor 14 Tahun 1997 2. KMK-282/KMK.04/1997
  • 51. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 1. PP Nomor 34 Tahun 2016 2. PMK-261/PMK.03/2016 0bjek PPh Tarif DPP Pemotong Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan 0% Kepada pemerintah, BUMN/BUMD penugasan untuk kep. umum (UU 2 Tahun 2012) a. Nilai berdasarkan kep. Pejabat b. Nilai risalah lelang c. Nilai yang seharusnya (hubungan istimewa) d. Nilai yang sesungguhnya (bukan hub. Istimewa) e. Nilai yang seharusnya berdasarkan harga pasar (tukar, hibah, dll) • Setor sendiri sebelum akta ditandatangani • SSP harus divalidasi oleh KPP atau melalui ePHTB Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya (PPJB) 1% Pengalihan RS dan RSS oleh WP developer 2,5% Selain di atas Validasi Online melalui www.pajak.go.id/ ePHTB (PER-21/PJ/2019): a. Menggunakan tarif tunggal b. Pembayaran dengan SSP/NTPN c. Pembayaran maks. 10 SSP/NTPN
  • 52. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 1. PP Nomor 34 Tahun 2017 2. KMK-394/KMK.04/1996 jo. KMK-120/KMK.03/2002 0bjek PPh Tarif DPP Pemotongan Saat Penyetoran Sewa Tanah dan/atau Bangunan 10% semua jumlah yang dibayarkan/ diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang berkaitan dengan tanah dan/atau Bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan Dipotong (jika lawan transaksi pemotong pajak) saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi penghasilan yang diterima pemegang hak atas tanah dari Investor terkait perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) Setor sendiri (jika lawan transaksi bukan pemotong pajak)
  • 53. Usaha Jasa Konstruksi Bentuk jasa Kualifikasi Usaha Tarif Pemotongan Saat Terutang Pelaksanaan Konstruksi Memiliki kualifikasi usaha Kecil 2 % • Dipotong (jika lawan transaksi pemotong pajak) • Setor sendiri (jika lawan transaksi bukan pemotong pajak) • Jika ada selisih nilai kontrak dengan PPh yang dipotong, maka kekurangannya disetor sendiri Saat terutangnya PPh adalah pada saat pembayaran Pelaksanaan Konstruksi Memiliki kualifikasi Usaha Menengah atau Besar 3 % Pelaksanaan Konstruksi Tidak memiliki kualifikasi 4 % Perencanaan /Pengawasan Konstruksi Memiliki kualifikasi 4 % Perencanaan /Pengawasan Konstruksi Tidak memiliki kualifikasi 6 % 1. PP Nomor 51 Tahun 2008 s.t.d.t.d PP Nomor 40 Tahun 2009 2. PMK-187/PMK.03/2008 s.t.d.t.d. PMK-153/PMK.03/2009 Kualifikasi usaha dan jenis jasa konstruksi sesuai dengan PER- LPJK Nomor 3/2017 dan PER-LPJK Nomor 4/2017
  • 54. Hadiah Undian 1.PP Nomor 123 Tahun 2000 2. PER-11/PJ/2015 Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak Hadiah Undian dengan nama dan dalam bentuk apapun 25% Jumlah bruto hadiah undian Penyelenggara undian
  • 55. Bunga Simpanan Koperasi kepada Anggota Orang Pribadi 1.PP Nomor 15 Tahun 2009 2. PMK-112/PMK.03/2010 Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi 0% (bunga simpanan s.d. Rp240 ribu) 10% (bunga simpanan > Rp240 ribu) Jumlah bruto bunga simpanan Koperasi yang membayar bunga simpanan koperasi, pada saat pembayaran
  • 56. Pajak Penghasilan Final Pasal 15 Pajak atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri, dan Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
  • 57. PPh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri KMK-416/KMK.04/1996 dan SE-29/PJ.4/1996  Objek Pajak: Penghasilan yang diterima/diperoleh WP pelayaran Dalam Negeri (SIUPAL) dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal dari :  pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;  pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;  pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan  pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.  Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto: 4% dari peredaran bruto.  Pajak Terutang: 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.  Cara Pelunasan:  penghasilan dari charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar wajib memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan.  penghasilan selain di atas, maka WP pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang.
  • 58. PPh Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri KMK-417/KMK.04/1996 dan SE-32/PJ.4/1996  WP Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri adalah WP yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia .  Objek Pajak: Semua nilai pengganti/imbalan berupa uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.  Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto : 6% dari peredaran bruto.  Pajak Terutang: 2,64 % dari peredaran bruto dan bersifat final.  Cara Pelunasan:  penghasilan dari charter, maka pihak yang membayar wajib memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti  penghasilan selain di atas, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
  • 59. PPh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri KMK-475/KMK.04/1996 dan SE-35/PJ.4/1996  WP Penerbangan Dalam Negeri: WP perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter.  Objek Pajak: Semua nlai pengganti/imbalan berupa uang yang diterima/ diperoleh WP berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.  Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto: 6% dari peredaran bruto.  Pajak Terutang: 1,8 % dari peredaran bruto dan bersifat tidak final (pembayaran PPh Pasal 23)  Cara Pelunasan: pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah pemotong pajak
  • 60. Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak Cara Biasa Norma Penghitungan Norma Penghitungan Khusus (Pasal 15) WP LN Melalui BUT WP LN Lainnya WPDN WP Tertentu WPLN CARA MENGHITUNG PAJAK Pasal 16 TAX
  • 61. CARA MENGHITUNG PAJAK Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) Biaya Pasal 6 dan Pasal 9 ayat (1) d, e, f Penghasilan Neto Penghasilan Neto Kompensasi Kerugian Pasal 6 ayat (2) Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak WP Badan DN (Pasal 16 ayat (1))
  • 62. CARA MENGHITUNG PAJAK Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Pasal 5 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) Biaya Pasal 5 ayat (2) dan (3), Pasal 6, dan Pasal 9 ayat (1) d, e, f Penghasilan Neto Penghasilan Neto Kompensasi Kerugian Pasal 6 ayat (2) Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak BUT (Pasal 16 ayat (3))
  • 63. CARA MENGHITUNG PAJAK Tarif Pajak Tarif Pajak Tarif Umum Pasal 17 OP = (5%, 15%, 25%, 30% (Progresif) Badan= 22% / 20% Tarif Khusus/tersendiri (Final) Pasal 4 ayat (2) Pasal 15 % Pasal 5 ayat (2) UU 2/2020 • Penurunan Tarif PPh sebesar 3% bagi Wajib Pajak DN berbentuk Perseroan Terbuka (saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia) Fasilitas Pasal 31E • Pengurangan 50% Tarif PPh Bagi Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto sampai dengan 50 Miliar PPh terutang
  • 64. CARA MENGHITUNG PAJAK PPh terutang Dikurangi kredit pajak (PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, PPh 26(5)) Pasal 28A PPh Lebih Bayar Pasal 29 PPh kurang bayar
  • 65. ANGSURAN TAHUN BERJALAN PPh Pasal 25 12 Atau Banyaknya Bulan Dalam Bagian Tahun Pajak DIKURANGI PPh Yang Dipotong Atau Dipungut : PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Yang Terutang atau dibayar di ln Yang boleh Dikreditkan (PPh Pasal 24) Dibagi PPh Terutang Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Sebelumnya PPh Pasal 25 untuk bulan sebelum SPT PPh disampaikan sblm batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh = PPh Pasal 25 bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu (Desember)
  • 66. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pasal 25 ayat (6) dan (7) UU PPh Pasal 25 ayat (7) UU PPh PMK 215/PMK.03/2018 Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran bagi: a. Wajib Pajak baru; b. Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; c. WP OPPT Pasal 25 ayat (6) UU PPh KEP-537/PJ/2000 Dirjen Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran dalam hal Wajib Pajak: a. berhak atas kompensasi kerugian; b. memperoleh penghasilan tidak teratur c. SPT Tahunan disampaikan setelah lewat batas waktu d. diberikan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan e. membetulkan SPT Tahunan yang mengakibatkan angsuran lebih besar f. terjadi perubahan keadaan usaha
  • 67. 1 •Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 2 •SE-02/PJ/2015 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Fasilitas Pasal 31E
  • 68. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). PASAL 31E AYAT (1) UU PPh
  • 69. SE-02/PJ/2015 (9 Jan 2015) Mencabut SE-66/PJ/2010 Self Assessment Subjek Pajak DN, kecuali BUT Batasan peredaran bruto Rp 50M Bukan pilihan Untuk penghitungan PPh terutang atas Ph Kena Pajak yang bersifat tidak final Angsuran PPh 25 = Tarif Ps 31E ayat (1) Lembar Penghitungan fasilitas Ps 31E ayat (1) dapat dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Semua penghasilan: a. kegiatan usaha dan luar kegiatan usaha b. setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, c. sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (dari Indonesia dan luar Indonesia), meliputi: 1) penghasilan yang dikenai PPh bersifat final; 2) penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final; dan 3) penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) UU PPh

Editor's Notes

  1. Yang dikenai tarif 15% x Jumlah Bruto adalah: Bunga, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh: bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian hutang Dividen, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh: dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan SHU koperasi Royalti (UU No.28 Tahun 2004 tentang Hak Cipta): imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait Hadiah, penghargaan, bonus selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e Yang dikenai tarif 2% x Jumlah Bruto adalah: Sewa, terkait penggunaan harta kecuali sewa yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) – selain sewa atas tanah dan/atau bangunan Jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan, dan jasa lain (sesuai PMK-141/PMK.03/2015) selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
  2. Yang dikenai tarif 15% x Jumlah Bruto adalah: Bunga, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh: bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian hutang Dividen, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh: dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan SHU koperasi Royalti (UU No.28 Tahun 2004 tentang Hak Cipta): imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait Hadiah, penghargaan, bonus selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e Yang dikenai tarif 2% x Jumlah Bruto adalah: Sewa, terkait penggunaan harta kecuali sewa yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) – selain sewa atas tanah dan/atau bangunan Jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan, dan jasa lain (sesuai PMK-141/PMK.03/2015) selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
  3. Latar belakang perubahan PMK-90: Dalam rangka untuk semakin mendorong pertumbuhan sektor properti, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak atas pembelian barang yang tergolong sangat mewah.
  4. Peraturan Terkait: Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 Tahun 2002 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 Tahun 2009 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Keputusan Menteri Keuangan 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/ KMK.03/2002 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002
  5. Tambahin definisi => khususnya FQR, diambil dari Financial Budget and Reporting Procedures Manual of Production Sharing Contract (PSC) 1993 (Revision 1999) Section III Financial Reporting Procedures