Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum perdagangan di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti belum jelasnya peraturan mengenai bentuk usaha dan belum adanya hukum tertulis mengenai perikatan dan perdagangan. Dokumen ini juga menjelaskan bahwa masalah tersebut diperburuk oleh proses penerjemahan ganda dari hukum Belanda ke bahasa Indonesia sehingga terjadi berbagai interpretasi yang menimbulkan ketidak
Dokumen tersebut membahas tentang sejarah hukum agraria Indonesia sebelum dan sesudah tahun 1960. Pada masa kolonial, hukum agraria didasarkan pada hukum barat, adat, dan hukum antar golongan. Pasal pentingnya adalah Pasal 51 tahun 1870 yang memberikan hak atas tanah kepada pemerintah kolonial. Setelah kemerdekaan, UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 menyatakan bahwa sumber daya alam dipergunakan
Makalah ini membahas tentang jenis-jenis lapangan hukum di Indonesia yang terdiri dari 14 bidang, yaitu hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum perburuhan, hukum agraria, hukum pajak, hukum antar golongan, hukum perdata internasional, hukum internasional, hukum acara pidana dan perdata, hukum Islam, dan hukum adat. Makalah ini
[Ringkasan]
Kompilasi Hukum Islam adalah kumpulan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum Islam yang terkait dengan tiga buku Kompilasi Hukum Islam yaitu Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum Wakaf. Buku ini bertujuan untuk memudahkan hakim memperoleh bahan hukum yang relevan dengan hukum Islam.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Makalah ini membahas tentang konsep hukum perdata Indonesia, mulai dari pengertian hukum perdata, sejarahnya, sumber-sumber hukum perdata, asas-asasnya, sistematika hukum perdata, dan penerapannya di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang sejarah hukum agraria Indonesia sebelum dan sesudah tahun 1960. Pada masa kolonial, hukum agraria didasarkan pada hukum barat, adat, dan hukum antar golongan. Pasal pentingnya adalah Pasal 51 tahun 1870 yang memberikan hak atas tanah kepada pemerintah kolonial. Setelah kemerdekaan, UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 menyatakan bahwa sumber daya alam dipergunakan
Makalah ini membahas tentang jenis-jenis lapangan hukum di Indonesia yang terdiri dari 14 bidang, yaitu hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum perburuhan, hukum agraria, hukum pajak, hukum antar golongan, hukum perdata internasional, hukum internasional, hukum acara pidana dan perdata, hukum Islam, dan hukum adat. Makalah ini
[Ringkasan]
Kompilasi Hukum Islam adalah kumpulan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum Islam yang terkait dengan tiga buku Kompilasi Hukum Islam yaitu Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum Wakaf. Buku ini bertujuan untuk memudahkan hakim memperoleh bahan hukum yang relevan dengan hukum Islam.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Makalah ini membahas tentang konsep hukum perdata Indonesia, mulai dari pengertian hukum perdata, sejarahnya, sumber-sumber hukum perdata, asas-asasnya, sistematika hukum perdata, dan penerapannya di Indonesia.
Makalah ini membahas aspek hukum dalam bisnis di Indonesia. Ia menjelaskan pengertian hukum bisnis, sistem hukum di Indonesia yang merupakan campuran hukum Eropa, agama dan adat, serta klasifikasi benda menurut hukum perdata Indonesia seperti benda tetap dan tidak tetap beserta akibat hukumnya.
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"Syifa Nadia
Essai ini membahas tentang sistem hukum di Indonesia yang dianggap belum dewasa karena masih bergantung pada berbagai sumber hukum yang berbeda seperti hukum Eropa (terutama Belanda), hukum adat, dan hukum agama. Indonesia juga belum menetapkan sumber hukum utama meski Pancasila dan UUD 1945 seharusnya menjadi pedoman. Untuk mematangkan sistem hukum, dibutuhkan kontribusi dari lulusan perguruan tinggi huk
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesiaanisamaryadi
1. Mengerti arti dari qanun, dustur, perundang-undangan
2. Memahami hirarki perundang-undangan di Indonesia
3. Mengetahui penjelasan Hukum Islam sebagai sumber pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia
4. Mengerti maksud dan tujuan perundang-undangan di indonesia
5. Hubungn hukum islam dan konstutisionalisme
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya sosiologi hukum dalam pengambilan keputusan para penegak hukum di Indonesia agar tercipta keadilan bagi masyarakat.
2) Dokumen tersebut juga membahas tentang tiga jenis hukum menurut Nonet dan Selznick yaitu hukum represif, hukum otonom, dan hukum responsif dalam konteks penegakan hukum di
Modul ini membahas latar belakang ilmu perundang-undangan, perkembangannya di Indonesia dan dunia, serta perbedaan pengertian istilah-istilah terkait seperti perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan."
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomiRosita Dewi
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penulisan makalah yang membahas hubungan antara hukum, politik, dan ekonomi. Dokumen tersebut juga membahas pengertian hukum, unsur-unsur hukum, hubungan antara hukum dan ekonomi, serta sejarah awal perkembangan hukum ekonomi.
Dokumen tersebut membahas tentang penegakan hukum oleh hakim dengan pendekatan positivistik yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat. Dokumen ini menjelaskan latar belakang masalah tersebut dan kerangka teori positivisme hukum serta penegakan hukum. Dibahas pula permasalahan utama yaitu bagaimana penegakan hukum oleh hakim dalam berpikir positivistik terhadap nilai-nilai
Awal memahami hukum teori hukum dan filsafat hukumgreghendy
Buku ini membahas pengertian hukum dari berbagai perspektif. Pertama, hukum memiliki makna yang berbeda di setiap masyarakat tergantung tingkat perkembangannya. Kedua, definisi hukum juga berbeda bergantung sudut pandang yang digunakan. Ketiga, sulit memberikan definisi hukum yang tetap berlaku di sepanjang masa karena perkembangan ilmu dan masyarakat. Secara umum, hukum diartikan sebagai undang-
Hbl,anindia putri,hapzi ali, hukum perdagangan international dan implementasi...anindiaputri762
Modul ini membahas tentang hukum perdagangan internasional dan implementasinya. Modul ini menjelaskan prinsip-prinsip dasar hukum perdagangan internasional, tujuan hukum perdagangan internasional, sumber hukum perdagangan internasional, dan subyek hukum dalam hukum perdagangan internasional. Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang hukum perdagangan internasional.
Hbl,7, fariz satiano, hapzi ali,hukum perburuhan, universitas mercu buanafarizsatiano32
1. Modul ini membahas tentang hukum bisnis dan lingkungan, khususnya hukum perburuhan.
2. Hukum perburuhan mengatur hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, mencakup hukum hubungan kerja individual, hukum perburuhan kolektif, dan hukum jaminan sosial.
3. Sumber hukum perburuhan terpenting di Indonesia adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Serikat Pekerja/Bur
1. Hukum Islam menetapkan beberapa penghalang mewarisi harta peninggalan, antara lain berbeda agama, perbudakan, dan pembunuhan terhadap pewaris.
2. Selain itu, murtad dan ketidakjelasan waktu kematian juga dianggap sebagai penghalang oleh beberapa ulama, meskipun masih diperdebatkan.
3. Status budak dianggap tidak memiliki hak waris karena dianggap tidak memiliki kemampuan untuk
Teks tersebut membahas tentang teori hukum murni menurut Hans Kelsen, yang menekankan analisis struktur hukum positif secara objektif dan bebas dari nilai-nilai ideologis. Teori ini memisahkan hukum dari keadilan transendental dan menolak menganggap hukum sebagai manifestasi otoritas gaib.
Makalah ini membahas aspek hukum dalam bisnis di Indonesia. Ia menjelaskan pengertian hukum bisnis, sistem hukum di Indonesia yang merupakan campuran hukum Eropa, agama dan adat, serta klasifikasi benda menurut hukum perdata Indonesia seperti benda tetap dan tidak tetap beserta akibat hukumnya.
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"Syifa Nadia
Essai ini membahas tentang sistem hukum di Indonesia yang dianggap belum dewasa karena masih bergantung pada berbagai sumber hukum yang berbeda seperti hukum Eropa (terutama Belanda), hukum adat, dan hukum agama. Indonesia juga belum menetapkan sumber hukum utama meski Pancasila dan UUD 1945 seharusnya menjadi pedoman. Untuk mematangkan sistem hukum, dibutuhkan kontribusi dari lulusan perguruan tinggi huk
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesiaanisamaryadi
1. Mengerti arti dari qanun, dustur, perundang-undangan
2. Memahami hirarki perundang-undangan di Indonesia
3. Mengetahui penjelasan Hukum Islam sebagai sumber pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia
4. Mengerti maksud dan tujuan perundang-undangan di indonesia
5. Hubungn hukum islam dan konstutisionalisme
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya sosiologi hukum dalam pengambilan keputusan para penegak hukum di Indonesia agar tercipta keadilan bagi masyarakat.
2) Dokumen tersebut juga membahas tentang tiga jenis hukum menurut Nonet dan Selznick yaitu hukum represif, hukum otonom, dan hukum responsif dalam konteks penegakan hukum di
Modul ini membahas latar belakang ilmu perundang-undangan, perkembangannya di Indonesia dan dunia, serta perbedaan pengertian istilah-istilah terkait seperti perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan."
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomiRosita Dewi
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penulisan makalah yang membahas hubungan antara hukum, politik, dan ekonomi. Dokumen tersebut juga membahas pengertian hukum, unsur-unsur hukum, hubungan antara hukum dan ekonomi, serta sejarah awal perkembangan hukum ekonomi.
Dokumen tersebut membahas tentang penegakan hukum oleh hakim dengan pendekatan positivistik yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat. Dokumen ini menjelaskan latar belakang masalah tersebut dan kerangka teori positivisme hukum serta penegakan hukum. Dibahas pula permasalahan utama yaitu bagaimana penegakan hukum oleh hakim dalam berpikir positivistik terhadap nilai-nilai
Awal memahami hukum teori hukum dan filsafat hukumgreghendy
Buku ini membahas pengertian hukum dari berbagai perspektif. Pertama, hukum memiliki makna yang berbeda di setiap masyarakat tergantung tingkat perkembangannya. Kedua, definisi hukum juga berbeda bergantung sudut pandang yang digunakan. Ketiga, sulit memberikan definisi hukum yang tetap berlaku di sepanjang masa karena perkembangan ilmu dan masyarakat. Secara umum, hukum diartikan sebagai undang-
Hbl,anindia putri,hapzi ali, hukum perdagangan international dan implementasi...anindiaputri762
Modul ini membahas tentang hukum perdagangan internasional dan implementasinya. Modul ini menjelaskan prinsip-prinsip dasar hukum perdagangan internasional, tujuan hukum perdagangan internasional, sumber hukum perdagangan internasional, dan subyek hukum dalam hukum perdagangan internasional. Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang hukum perdagangan internasional.
Hbl,7, fariz satiano, hapzi ali,hukum perburuhan, universitas mercu buanafarizsatiano32
1. Modul ini membahas tentang hukum bisnis dan lingkungan, khususnya hukum perburuhan.
2. Hukum perburuhan mengatur hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, mencakup hukum hubungan kerja individual, hukum perburuhan kolektif, dan hukum jaminan sosial.
3. Sumber hukum perburuhan terpenting di Indonesia adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Serikat Pekerja/Bur
1. Hukum Islam menetapkan beberapa penghalang mewarisi harta peninggalan, antara lain berbeda agama, perbudakan, dan pembunuhan terhadap pewaris.
2. Selain itu, murtad dan ketidakjelasan waktu kematian juga dianggap sebagai penghalang oleh beberapa ulama, meskipun masih diperdebatkan.
3. Status budak dianggap tidak memiliki hak waris karena dianggap tidak memiliki kemampuan untuk
Teks tersebut membahas tentang teori hukum murni menurut Hans Kelsen, yang menekankan analisis struktur hukum positif secara objektif dan bebas dari nilai-nilai ideologis. Teori ini memisahkan hukum dari keadilan transendental dan menolak menganggap hukum sebagai manifestasi otoritas gaib.
Tiga peristiwa penting dalam sejarah hukum kepailitan di Indonesia yaitu:
1. Berlakunya Faillissementsverordening pada 1906 sebagai peraturan kepailitan pertama di Indonesia
2. Keluarnya Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU Kepailitan untuk mengatasi krisis moneter 1997
3. Penetapan Perpu tersebut menjadi UU No. 4 Tahun 1998 sebagai payung hukum kepailitan saat ini
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur bahwa seluruh wilayah Indonesia dan sumber daya alamnya dimiliki oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Undang-undang ini mengatur berbagai hak atas tanah, air, dan ruang angkasa seperti hak milik, hak guna usaha, dan lain-lain serta pendaftaran tanah.
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024Kanaidi ken
Dlm wktu dekat, Pelatihan/WORKSHOP ”CSR/TJSL & Community Development (ISO 26000)” akn diselenggarakan di Swiss-BelHotel – BALI (26-28 Juni 2024)...
Dgn materi yg mupuni & Narasumber yg kompeten...akn banyak manfaat dan keuntungan yg didpt mengikuti Pelatihan menarik ini.
Boleh jga info ini👆 utk dishare_kan lgi kpda tmn2 lain/sanak keluarga yg sekiranya membutuhkan training tsb.
Smga Bermanfaat
Thanks Ken Kanaidi
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
Paper ini bertujuan untuk menganalisis pencemaran udara akibat pabrik aspal. Analisis ini akan fokus pada emisi udara yang dihasilkan oleh pabrik aspal, dampak kesehatan dan lingkungan dari emisi tersebut, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara
1. Hukum Perdagangan Indonesia: Quo Vadis?<br />Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional 10 tahun yang lalu, Mochtar Kusumaatmadja mengungkapkan adanya sebuah kendala besar dalam pengembangan hukum perdagangan di Indonesia.<br />Kendala tersebut antara lain sehubungan dengan belum adanya kejelasan akan peraturan-peraturan mengenai bentuk-bentuk usaha.<br /> <br />“Kesulitan lain dalam mengembangkan hukum perdagangan di Indonesia adalah belum adanya undang-undang atau hukum tertulis yang mengatur hal ihwal hukum perdata dan dagang sebagai soal yang mendasar seperti misalnya hukum yang mengatur perikatan atau kontrak ataupun bentuk usaha lain selain perseroan terbatas.”<br /> <br />Bentuk-bentuk atau badan-badan usaha yang dikenal saat ini (dengan perkecualian PT dan Koperasi), diadaptasi dalam praktek hukum di Indonesia melalui proses penerimaan (resepsi) hukum perdata yang berlaku di masa penjajahan Belanda.<br /> <br />“Dapat dikatakan bahwa hukum perdata dan dagang yang tadinya berlaku bagi golongan Eropa, melalui proses (hukum) resepsi sudah menjadi bagian dari hukum Indonesia sebagai hukum yang nyata diterima (hukum yang hidup).”<br /> <br />Sumber hukum persekutuan (maatschap) dan perseroan (vennootschap) misalnya, tidak lain dari peraturan-peraturan yang termaktub di dalam KUH Perdata yang merupakan terjemahan dari BW (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD sebagai terjemahan dari WvK (Wetboek van Koophandel). Sebagai sebuah terjemahan, maka dengan sendirinya pendapat hukum yang berkembang berdasar pada kedua sumber hukum tersebut amatlah beragam. Keberagaman ini terjadi akibat adanya keberagaman interpretasi dalam memahami isi teks yang berasal dari teks berbahasa Belanda. <br /> <br />Dalam kesempatan ini penulis tidak akan membahas lebih lanjut keberagaman pendapat tersebut secara khusus. Setidaknya satu buku tersendiri barulah cukup untuk, misalnya, membicarakan perkembangan hukum tentang perkumpulan di Indonesia. Yang ingin penulis bahas lebih lanjut adalah bagaimana keberagaman pemahaman akan ikon-ikon hukum dari masa penjajahan Belanda tersebut berkembang dan mengakibatkan lahirnya ketidakpastian hukum.<br /> <br /> <br />Penerjemahan Ganda<br />Seperti telah dituturkan di atas, mau tak mau kita hatus mengakui bahwa telah terjadi proses penerimaan (resepsi) hukum Eropa di dalam sistem hukum Indonesia, dalam hal ini berkaitan dengan pengaturan hukum perikatan dan hukum perdagangan. Sedang untuk pengaturan hukum waris, hukum perkawinan, serta hukum keluarga, hukum adat dan hukum Islamlah yang berperan. <br /> <br />Namun begitu, masa sekarang ini setidaknya telah jauh berbeda dari masa prakemerdekaan, di mana di masa itu masih banyak terdapat sarjana hukum Indonesia yang menguasai bahasa hukum Belanda. Sarjana-sarjana hukum yang lahir belakangan, tidak lagi mendapatkan pengetahuan tentang hukum dagang Eropa yang dibawa Belanda dari sumber pertama. Telah terjadi proses pemindahan dan perpindahan pengetahuan yang bisa disebut sebagai proses penerjemahan ganda. <br /> <br />Penerjemahan ganda, karena terjadi dua kali proses interpretasi dalam memahami satu masalah hukum yang bersumber dari BW atau WvK. Akibatnya, apa yang diterima oleh sarjana-sarjana hukum Indonesia saat ini, lebih dipengaruhi oleh bagaimana sarjana-sarjana hukum sebelumnya menginterpretasikan isi BW atau WvK. Proses penerimaan yang terjadi, pada kenyataannya telah diikuti dengan proses pengembanan dan pengembangan hukum yang dilakukan sarjana-sarjana hukum Indonesia sendiri. <br /> <br />Proses penerjemahan ganda tersebut, bukannya tidak menimbulkan masalah. Sebab, seperti sudah penulis singgung sebelumnya, sarjana-sarjana hukum Indonesia yang lahir belakangan tidak lagi menguasai bahasa Belanda. Sehingga yang mereka lihat hanyalah adanya beragam interpretasi akan satu pengertian tertentu, tanpa lagi bisa menyelami lebih dalam esensi dari perbedaan pendapat yang timbul akan satu pengertian hukum. <br /> <br />Sebuah ilustrasi menarik penulis temukan dalam disertasi yang ditulis oleh A.W.H. Massier berjudul ‘Van Recht Naar Hukum: Indonesische juristen en hun taal 1915-2000’ (Dari ‘Recht’ Ke ‘Hukum’: Sarjana-sarjana hukum Indonesia dan bahasa mereka 1915-2000). Dalam ilustrasi tersebut, ditunjukkan bagaimana sulitnya mahasiswa-mahasiswa seorang guru besar pada Universitas Gajah Mada mencoba memahami pengertian ‘overeenkomst’ yang diterima di dalam sistem hukum Indonesia dengan terjemahan ‘perjanjian’. Saat ditanyakan apa pengertian ‘perjanjian’, maka para mahasiswa tersebut dengan sigap memberikan definisi yang mereka ketahui melalui kuliah-kuliah maupun diktat-diktat perkuliahan. Namun, saat ditanyakan bagaimana KUH Perdata (BW) mendefinisikan hal tersebut, mereka diam seribu bahasa. <br /> <br />Hal tersebut terjadi, karena dalam KUH Perdata terjemahan Subekti dan Tjitrosudibio pada waktu itu, kata ‘overeenkomst’ diterjemahkan sebagai ‘persetujuan’. Baru pada cetakan ke 25 yang dikeluarkan di tahun 1992, Subekti dan Tjitrosudibio mencantumkan kata ‘perjanjian’ sebagai ganti kata ‘persetujuan’. <br /> <br /> <br />Bukan Hanya Masalah Bahasa<br />Dari apa yang penulis ketahui sampai sejauh ini, adanya keterbatasan pemahaman oleh sarjana-sarjana hukum Indonesia saat ini akan hukum dagang Eropa yang diterima menjadi bagian dalam sistem hukum Indonesia, tidak hanya pada tataran pemahaman literal yang bersumber pada terjadinya proses penerjemahan ganda. Memang adanya keberagaman pemahaman literal tersebutlah yang menjadi tantangan awal dalam membangun sistem hukum dagang Indonesia. Namun, bagaimanapun juga, pengembanan dan pengembangan hukum dagang Indonesia sendiri terus berjalan dan bukannya hanya jalan di tempat. <br /> <br />Pengembanan dan pengembangan hukum, seperti kita ketahui bersama, juga tak lepas dari peran sarjana-sarjana hukum dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep hukum. Di sisi lain, imbas dari adanya keterbatasan pemahaman literal sarjana-sarjana hukum Indonesia adalah terbatasnya pemahaman mereka akan konsep-konsep tersebut. Akibatnya, di dalam praktek hukum Indonesia, fungsi keilmuan dari sarjana-sarjana hukum dagang pada khususnya belumlah berjalan sebagaimana mestinya. <br /> <br />Fungsi keilmuan yang penulis maksud di sini, adalah peran aktif sarjana-sarjana hukum dalam proses pengembanan dan pengembangan hukum berdasar atas wacana teoretis yang mereka kuasai. Yang masih terjadi sampai sejauh ini, dari pengamatan penulis, adalah bagaimana peran sarjana-sarjana hukum yang tak lebih dari juru undang-undang. Sehingga, tulisan-tulisan mengenai bagaimana cara mendirikan PT atau Koperasi, misalnya, lebih mengemuka daripada tulisan tentang posisi PT atau Koperasi di dalam sebuah sistematika hukum dagang Indonesia, berdampingan dengan ‘pemain-pemain’ lain, seperti bentuk usaha persekutuan, firma, ataupun perusahaan perseorangan. <br /> <br />Seperti kita ketahui bersama, kedua bentuk badan hukum tersebut (PT dan Koperasi) telah diatur keberadaannya dengan undang-undang. Dan memang itu pokok persoalannya. Bahwa mahasiswa-mahasiswa hukum memang lebih terarah untuk hanya sebatas melihat aturan yang ada di dalam undang-undang, ketimbang memahami konsep-konsep yang menjadi pondasi undang-undang itu sendiri. Akibatnya, setiap masalah hukum baru akan coba dipecahkan dengan membuat aturan perundangan baru. <br /> <br />Sementara di sisi lain, masih banyak aturan-aturan perundangan berkaitan dengan hukum dagang, terutama yang bersumber dari BW dan WvK yang masih bisa digali lagi, untuk memperjelas sistematika hukum dagang yang dibangun oleh konsep-konsep hukum. <br /> <br /> <br />Sistem Hukum: Sebuah Sistematika<br />Dalam praktek hukum dagang Indonesia permasalahan ini bukannya tidak penting. Sudah lazim seseorang atau satu pihak yang ingin memulai berkecimpung di dunia usaha menanyakan bentuk usaha seperti apakah yang cocok bagi mereka. Sarjana hukum tentu saja dituntut untuk dapat menjelaskan sistematika hukum dagang Indonesia kepada mereka. Dalam bahasa yang sederhana tentunya. Begitu juga apabila timbul pertanyaan akan keberadaan badan-badan hukum lain yang diakui oleh sistem hukum Indonesia. <br /> <br />Dalam klinik sebuah situs hukum terkemuka (www.hukumonline.com), pernah ditanyakan akan perbedaan perkumpulan dan yayasan. Pihak yang kompeten menjawab pertanyaan tersebut--tanpa mencantumkan sumber--menjawab bahwa perkumpulan, antara lain, bersifat dan bertujuan komersial, serta mementingkan keuntungan (profit oriented). Menurut pemahaman sarjana hukum tersebut, menurut hemat penulis, tidak ada perbedaan antara bentuk persekutuan (maatschap) dari pasal 1618 KUH Perdata dengan bentuk perkumpulan (vereniging) dari pasal 1653 KUH Perdata. <br /> <br />Pertanyaan yang timbul dalam benak penulis ketika membaca jawaban tersebut adalah dari mana pendapat tersebut bersumber. Lebih serius lagi, apakah pendapat bahwa perkumpulan bersifat dan bertujuan komersial, serta mementingkan keuntungan (profit oriented) merupakan pendapat hukum yang diterima di Indonesia? Yang jelas, tak ada ketentuan KUH Perdata yang mencantumkan pendapat tentang perkumpulan (vereniging) tersebut. Juga penulis kira bukan perkumpulan yang diakui sebagai subyek hukum dalam Stb. 1870 No. 64. Masalahnya sekarang, perkumpulan yang dimaksud di sini adalah perkumpulan yang mana? Kalaupun tidak ada beda antara persekutuan (maatschap) dan perkumpulan (vereniging), mengapa si pembuat BW yang diterjemahkan sebagai KUH Perdata tersebut mesti menetapkan dua pokok aturan yang berbeda? <br /> <br />Contoh di atas menunjukkan bagaimana pentingnya memahami sistem hukum sebagai sebuah sistematika. Satu aspek dalam sistem hukum tidak akan lepas dari aspek yang lain. Akibatnya, keterbatasan pemahaman yang bersumber pada tidak tuntasnya proses penerimaan hukum Eropa yang juga membuat beberapa aspek hukum tidak jelas, akan membawa hukum dagang Indonesia ke arah ketidakpastian. Ini terjadi karena timpangnya sistematika yang dipakai. Sehingga, pemahaman akan konsep hukum dagang pun menjadi sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh. <br /> <br /> <br />Kepastian Hukum<br />Kembali pada pembuka tulisan ini, 10 tahun yang lalu Mochtar Kusumaatmadja dalam makalahnya juga memberikan jalan keluar untuk masalah ketidakpastian di dalam hukum perdagangan di Indonesia. <br /> <br />“Pedoman yang dapat digunakan dalam membangun hukum nasional adalah untuk mengusahakan kesatuan apabila mungkin, membolehkan keanekaragaman bila keadaan menghendakinya, tetapi bagaimanapun juga mengutamakan kepastian.”<br /> <br />Kunci pokok dari pembaharuan hukum, menurut beliau, adalah menjamin adanya satu kepastian hukum atau tertib hukum. Bagaimana tertib hukum itu dapat terwujud?<br /> <br />“Soalnya demi kepastian hukum kesemuanya ini sebaiknya diberi bentuk hukum tertulis atau undang-undang.”<br /> <br />Kepastian hukum atau tertib hukum tersebut hanya dapat terwujud apabila ada hukum tertulis atau undang-undang yang mengaturnya. Hanya saja, menurut beliau penyusunan kitab undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum dagang akan memakan waktu yang sangat lama. Untuk itu, ujarnya lebih lanjut, pilihan terbaik adalah dengan penyusunan produk perundangan secara sebagian demi sebagian, menurut urgensi masing-masing.<br /> <br />Penyusunan produk perundangan secara sebagian demi sebagian bukannya tidak mengandung risiko. Pertama, seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa bukan tidak mungkin penyusunan secara sebagian demi sebagian tanpa pemahaman sistematik akan melahirkan ketidakjelasan baru. Mengapa? Karena produk perundangan yang satu semestinya berkesinambungan dengan produk perundangan yang lain. Dengan kata lain produk-produk perundangan tersebut ada dalam satu sistem hukum yang sama. Pada penyusunan secara sebagian demi sebagian, bagaimanapun hal tersebut mesti dicermati dengan sungguh-sungguh. <br /> <br />Permasalahan kedua, adanya kecenderungan untuk menyusun produk perundangan secara reaktif, artinya melimpahkan segala permasalahan hukum pada proses pengaturan semata. Seolah-olah suatu masalah hukum sudahlah terpecahkan begitu undang-undang ditetapkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, mau tak mau peran keilmuan sarjana-sarjana hukum Indonesia mesti dioptimalkan lagi. Yaitu dengan mencermati sekaligus mengkritisi setiap peraturan perundangan yang baru ditetapkan. Sebab, dengan adanya keterkaitan satu produk hukum dengan produk hukum lainnya, bukan tidak mungkin satu undang-undang baru akan menimbulkan suatu masalah hukum baru. Sehingga, adanya pemahaman sistematik, untuk sebuah konstruksi sistem hukum paling abstrak sekalipun, menjadi kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan. <br /> <br />Sebagai contoh produk perundangan yang penulis anggap masih kurang didasari oleh proses pemahaman sistematik adalah pengertian yayasan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan tahun 2001. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”<br /> <br />Apakah ini juga berarti bahwa di Indonesia ada badan hukum yang tidak terdiri atas kekayaan yang dipisahkan? Bukankah suatu badan hukum adalah juga merupakan subyek hukum mandiri yang dengan sendirinya mengandung pengertian memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan si pendiri? Kalaupun ada, badan hukum yang manakah itu?<br /> <br />Pada tingkat peraturan yang lebih rendah, kerancuan seperti ini terlihat lebih parah lagi. Apabila pembaca mencoba mencari tahu konsep badan hukum yang diterima di daerah, maka pada Pasal 1 ayat(7) Perda Kab. Jayapura No. 3 tahun 2000 barangkali dapat disebutkan sebagai contoh kerancuan yang cukup mencolok. Pengertian badan hukum menurut peraturan daerah tersebut dapat dilihat di dalam teks di bawah ini. <br /> <br />“Badan Hukum adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;”<br /> <br />Bukankah isi peraturan ini sendiri sudah merupakan pengingkaran dari prinsip sistem tertutup badan hukum (het gesloten systeem van het rechtspersonenrecht) yang melalui literatur diterima sebagai konsep yang berlaku di Indonesia? Fenomena tersebut menunjukkan seolah-olah tidak ada keseriusan untuk menata hukum perdagangan di Indonesia dengan sistematis. Pengaturan normatif dengan karakter ‘top down’ menjadi kata kunci dalam proses pengembangan hukum di Indonesia selama ini. Akibatnya, politik hukum menjadi lebih dominan ketimbang pengembanan hukum. Kepastian hukum pun pada gilirannya tak lebih menjadi kepastian akan hukum kekuasaan. <br /> <br />Pertanyaan selanjutnya adalah: Masih adakah gairah dari sarjana-sarjana hukum di Indonesia sendiri untuk mengoptimalkan fungsi keilmuannya dengan menanggapi kondisi tersebut?<br /> <br /> <br />Quo Vadis? <br /> <br />Sampailah kita pada penutup dari tulisan ini, dengan satu pertanyaan mendasar: Ke mana arah pengembangan hukum perdagangan Indonesia? Quo Vadis? Apabila kita konsisten dengan apa yang dilontarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja 10 tahun yang lalu, yaitu dengan proses kodifikasi secara sebagian demi sebagian, sepatutnya kita juga mesti mengevaluasi kembali produk perundangan yang telah lahir 10 tahun terakhir ini. Sudahkah ada kesinambungan antara produk-produk hukum yang ada? Sudahkah masalah-masalah hukum yang ditinggalkan oleh produk hukum klasik, dalam hal ini peninggalan pemerintah kolonial Belanda, dapat kita antisipasi? <br /> <br />Undang-undang tentang PT dan undang-undang tentang yayasan telah ditetapkan dalam jangka waktu satu dasawarsa. Sebaliknya, bentuk-bentuk usaha yang diatur di dalam KUH Perdata dan atau di dalam KUHD masih meninggalkan banyak pertanyaan. Undang-Undang Yayasan 2001 sendiri, seperti penulis tuturkan di atas, bukannya tidak membuka satu tanda tanya baru. Belum lagi apabila kita telusuri kembali UU Perkoperasian tahun 1992, penulis yakin masih banyak hal yang masih diperdebatkan lagi. Salah satu contoh adalah tentang jatidiri koperasi sendiri. Benarkah koperasi, seperti dituturkan oleh Abdulkadir Muhammad, adalah varian dari perkumpulan? Lalu di mana bisa kita temukan sumber hukum yang memberi kejelasan akan pengertian perkumpulan itu sendiri? KUH Perdata? Benarkah koperasi pada kenyataannya memang sebuah perkumpulan yang marupakan akumulasi orang dan bukan (semata) akumulasi modal?<br /> <br />Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja mesti dijawab berdasar atas asas-asas maupun konsep-konsep hukum yang dikuasai oleh sarjana-sarjana hukum. Meminjam jalan keluar yang ditawarkan oleh A.W.H. Massier, kesadaran hukum dan inisiatif atas proses penyadaran hukum ini memang semestinya timbul dari mereka yang memang berkecimpung di bidang hukum dan bukan merupakan proses pengaturan ‘top down’ dari penguasa. Peran penguasa sendiri, menurut hemat penulis, tentu tak lebih dari peran untuk mendorong kesadaran dan penyadaran tersebut, di antaranya dengan memberi perhatian lebih besar, serta menyediakan fasilitas yang kondusif bagi perkembangan dunia akademik di Indonesia. <br />