SlideShare a Scribd company logo
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Waraohmatullahi Wabarakatuh Segala puji bagi Allah
SWT yang tekah memberi Kami kekuatan dan petunjuk untuk menyelesaikan tugas
makalah ini. Tanpa pertolonganNya Kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran
yang telah Kami terima di bidang studi Sejarah Hukum pada Universitas Bina
bangsa. Makalah ini memuat tentang Konsep dan sejarah Hukum di Indonesia sejak
awal masa Hindia Belanda, Masa Orde Lama, Masa Orde Baru, Masa Reformasi
hingga sekarang.
Kami selaku Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Pembimbing yaitu asnawi, SH,MH yang telah banyak membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Semoga makalah yang telah Kami buat ini dapat
membawa nilai dan manfaat yang baik oleh Pembaca. Namun terlepas dari itu,
Kami memahami bahwa makalah in masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih berkualitas dan lebih baik lagi. Akhir kata Kami
ucapkan Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
Serang, 8 November 2022
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang Sejarah.................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
2.1. Teori Sejarah Hukum ................................................................................... 4
2.2 Kegunaan Sejarah Hukum............................................................................ 5
2.3 Sejarah Hukum di Indonesia ........................................................................ 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 23
3.2 Saran............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejarah
Dalam setiap sudut dalam kehidupan ini pasti terkait dengan yang namanya
hukum, dimana merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk
membatasi tingkah laku manusia agar dapat bisa terkontrol. Hukum juga
merupakan alat yang dapat digunakan untuk menegakan dan mencari keadilan.
Oleh sebab itu setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pembelaan di depan
hukum sehingga bisa diartikan hukum merupakan ketentuan atau peraturan tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan
sangsi bagi yang melanggarnya. Dengan demikian perlu adanya kita mempelajari
awal sejarah berdirinya Hukum terutama yang berlaku di Indonesia. Hal inilah yang
menjadi alasan utama Penulis dalam membuat makalah ini. Dengan motivasi
tersebut tersebut diatas Penulis ingin mengetahui secara rinci awal terbentuknya
hukum di negara Indonesia sejak periode penjajahan bangsa Eropa hingga masa
sekarang. Sehingga dengan tersusunnya makalah ini,akan menjadi materi yang
penting untuk memperjelas secara runtun dan sistematis bagaimana awal
terbentuknya suatu hukum di Indonesia yang terjadi secara evaluatif.
1.2 Rumusan Masalah
Kajian permasalahan dalam makalah ini adalah yang pertama bagaimana
konsep awal hukum di Indonesia terbentuk dan berdiri dengan tahap – tahap evolusi
lahirnya hukum – hukum baru yang menggantikan hukum sebelumnya dalam setiap
periode selanjutnya yang kedua bagaimana mekanisme pelaksanaan hukum
tersebut berjalan dan berlaku di sendi kehidupan masyarakat dalam setiap periode
masa lampau hingga saat ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori Sejarah Hukum
Munculnya teori hukum tidak dapat dilepaskan dari lingkungan jaman yang
terus berkembang, karena teori hukum hadir sebagai salah satu jawaban yang
diberikan terhadap permasalahan hukum yang terjadi pada suatu masa.
Dalam perkembangannya, teori hukum memiliki berbagai macam aliran, dari aliran
teokrasi, madzhab hukum alam dan aliran positifisme sampai aliran hukum sejarah
yang masing- masing mempunyai pandangan perspektif masing-masing. Pada
makalah ini Penulis akan menguraikan tentang kajian teori sejarah hukum yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain sebagai berikut:1
a. Friedrich Carl Von Savigny (1770-1861)
Savigny adalah seorang yuridis (ahli hukum) Jerman yang sukses membuat
Jerman tidak mengkodifikasi hukum perdata selama hampir 100 tahun. Savigny
menganggap bahwa hukum kebiasaan sebagai sumber hukum formal. Hukum tidak
dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Pandangannya
bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa
memiliki “Volksgeist” jiwa rakyat. Savigny berpendapat bahwa semua hukum
berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan dari pembentukan undang-
undang. Penggagas teori ini melihat hukum sebagai entitas yang organis namun
dinamis. Hukum menurut teori ini dipandang sebagai suatu yang natural, tidak
dibuat, melainkan hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hukum
bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis karena akan senantiasa berubah
seiring dengan perubahan tata nilai di masyarakat.
b. Puchta (1798-1846)
Puchta berpendapat bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa yang
bersangkutan. Hukum menurut Puchta dapat berbentuk (1) langsung berupa adat
1
R.Moh.Ali,pengantar ilmu sejarah indonesia, hal 67
5
istiadat (2) melalui undang-undang, (3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya
para ahli hukum.
Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan
melalui kehendak umum masyarakat yang terorganisir dalam negara. Negara
mengesahkan hukum itu dengan membentuk undang-undang. Puchta
mengutamakan pembentukan hukum dalam negara sedemikian rupa sehingga pada
akhirnya tidak ada ruang lagi bagi sumber-sumber hukum yang lain yang dapat
dipraktekkan dalam adat istiadat bangsa dan diolah oleh ahli-ahli hukum kecuali
hukum yang dibentuk oleh negara itu sendiri.2
c. Henry Summer Maine (1822-1888)
Maine memiliki predikat sebagai pelopor Mazhab Sejarah di Inggris. Salah
satu penelitiannya yang terkenal adalah tentang studi perbandingan perkembangan
lembaga-lembaga hukum yang ada dan terbentuk pada masyarakat sederhana dan
masyarakat yang telah maju. Maine melakukan penelitian tersebut dengan dasar
pendekatan sejarah. Kesimpulan dari penelitian Maine kembali memperkuat
pemikiran Von Savigny yang membuktikan adanya evolusi pada berbagai
masyarakat dari masa ke masa.
2.2 Kegunaan Sejarah Hukum
Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pengetahuan yang
masih muda dan belum banyak dikenal bahkan di kalangan pakar hukum sendiri
sehingga pertumbuhan dan perkembangannya belum menggembirakan. Salah satu
penyebab hal itu terjadi karena belum disadarinya nilai penting disiplin ilmu baru
ini dalam menunjang dan memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum
positif.
Menurut John Gilisen dan Frist Gorle, ada beberapa kegunaan dalam
mempelajari sejarah hukum antara lain:
2
R.Moh.Ali,pengantar ilmu sejarah indonesia, hal 77
6
a. Sejarah Hukum mengajarkan bahwa hukum tidak hanya berubah dalam ruang
dan letak (Hukum Amerika, Hukum Indonesia, Hukum Belgia dan sebagainya),
melainkan hukum juga berubah dalam lintasan waktu
b. Dengan mempelajari sejarah hukum, kita dapat mengerti tentang norma-norma
hukum yang berlaku dewasa ini.
c. Merupakan suatu acuan dan pegangan bagi kaum yuridis untuk mengenal budaya
dan pranata hukum
d. Memahami bahwa dari sejarah diketahui bahwa hal ikhwal tujuan hukum dari
masa perkembangannya adalah semata-mata sebagai perlindungan hak asasi
manusia terhadap perbuatan semena-menaatau tidak sesuai dengan mestinya.3
2.3 Sejarah Hukum di Indonesia
a. Masa Penjajahan Bangsa Eropa sampai dengan Tahun 1942
(1) Pada Masa Penjajahan Belanda Pertama
Pengaruh kuat hukum di Indonesia sangat kuat pada saat ketika dijajah
Belanda yang terjadi selama kurun waktu 350 tahun yang secara massif menjadikan
Hukum Belanda sebagai hukum yang memiliki cengkeraman yang kuat terhadap
sistem hukum di Indonesia yang akhirnya menggeser berlakunya hukum asli
(hukum adat) yang pada waktu itu sudah ada dan berlaku di tengah-tengah
masyarakat di Indonesia, Momen penting pada masa penjajahan Belanda periode
ini adalah dengan diawali dari kedatangan Bangsa Belanda ke wilayah Indonesia
dengan mendirikan perkumpulan dagang De Verenigde Oosit Indische Compagnie
(selanjutnya disingkat V.O.C) yang saat itu dikenal dengan sebutan Kompeni oleh
kalangan Bumi Putera (bangsa Indonesia). Seiring waktu berjalan perkembangan
V.O.C yang awalnya hanya menduduki beberapa kota seperti Ambon, Jayakarta
(yang kemudian disebut Batavia dan sekarang bernama Jakarta), Surabaya, Tuban
dan Makassar kemudian memperluas wilayahnya. Hingga meliputi seluruh wilayah
Indonesia. Dengan demikian perluasan wilayah kekuasaan V.O.C mempengaruhi
perkembangan hukum V.O.C di wilayah kekuasaannya. Namun pada tahun 1978,
3
Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 80
7
4
V.O.C mengalami pailit akibat dari adanya korupsi dan perdagangan gelap oleh
pegawai-pegawainya. Hal itu disebabkan karena adanya mekanisme manajemen
V.O.C yang sangat buruk pada masa itu. Dikemukakan bahwa sejak awal berdiri,
pegawai V.O.C diperbolehkan mengadakan marshandel, yaitu berdagang barang-
barang rontokkan milik V.O.C seperti kopi, rempah-rempah, dan sebagainya.
Namun seiring waktu berjalan kebijaksanaan marshandel tersebut menjadi berubah
persentasenya yang semula hanya sekian persen meningkat tajam yang
menyebabkan adanya kerugian. Faktor lain bangkrutnya V.O.C adalah adanya
sistem kepegawaian yang buruk dalam organisasi. Perekrutan pegawai V.O.C tidak
didasarkan pada kompetensi pegawai itu sendiri namun berdasarkan sistem
kekeluargaan dan juga diperparah maraknya praktek suap di kala itu. Sementara itu
di Eropa sendiri terjadi pergolakan yang dipicu oleh adanya aliran-aliran baru di
bidang ekonomi, sosial dan politik yang mencapainya puncaknya dalam Revolusi
Industri di Perancis, Keadaan ini dikenal dengan semboyan Liberto (kemerdekaan),
egaliter (persamaan) dan fraternitas (persaudaraan) yang diinspirasi dari ajaran
Trias Politica dari Montesquiew dan J.J Rousseau melalui ajarannya yang dikenal
dengan nama kedaulatan rakyat yang akhirnya menggoncangkan sendi-sendi
pemerintahan raja-raja yang absolut, sehingga sejumlah negara kerajaan termasuk
Belanda berubah menjadi kerajaan konstitusional. Dengan era jatuhnya V.O.C.
pada tahun 1978, maka seluruh hutang-hutang dan kekayaan V.O.C beralih kepada
Kerajaan Belanda yang semula bentuk negara dari Republiek der Verenigde Zeven
Provinciean menjadi de Bataafscvhe Republiek yang berada di bawah kekuasaan
Lodewijk Napoleon, adik Kaisar terkenal Perancis, Napoleon Bonaparte. Setelah
Napoleon Bonaparte jatuh, Negeri Belanda di bawah kekuasaan Raja Willem van
Oranje, seorang keturunan dari pemberontak penjajahan Spanyol. Dan Raja atau
Ratu Belanda sekarang merupakan keturunan dari Willem van Oranje. Dengan
pembubaran V.O.C yang resmi tarcatat pada tanggal 1 Januari 1800, maka
Indonesia yang waktu itu bernama Hindia Belanda (Nederlansce Indie) otomatis
berada di bawah perintah langsung Pemerintah Belanda. Pada momen inilah yang
4
Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 85
8
sangat membawa pengaruh besar terhadap sistem hukum di Indonesia masa
sekarang karena pada era ini sistem kekuasaan pada negara jajahan Belanda yang
terpusat menyebabkan segala sistem pemerintahan Belanda diterapkan di wilayah
Hindia Belanda termasuk sistem Hukum. Lahirnya gagasan-gagasan yang cukup
penting adalah adanya lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif yang hingga kini
digunakan. Setelah berlakunya sistem Sentralisasi pada tanah jajahan Kerajaan
Belanda, maka Raja Belanda menunjuk W.H Daendels sebagai Gubernur Jenderal
di Indonesia. Pengangkatan Daendels menandai suatu jaman baru di Indonesia,
khususnya Pulau Jawa dalam artian, penguasa asing mulai melakukan campur
tangan dalam mengurus penduduk Indonesia. Daendels terkenal sebagai pendiri
sistem administrasi modern pada pemerintahan di dalam negeri yang teratur di
Hindia Belanda. Jika pada jaman V.O.C para Raja dan kepala tradisional terikat
pada Contracten Van Vernanda, maka pada pemerintahan Daendels diganti dengan
Achten Van Aanstelling (akta-akta pengangkatan). Pada dasarnya, Daendels
mencoba memperbaharui sistem administrasi dan pemerintahan dengan
modernisasi lapisan atau struktur pemerintahan yang berlaku di Eropa khusus bagi
aparat dari golongan bangsa Eropa, sementara itu bagi para penguasa Bumi Putera
(kaum pribumi) ditempatkan di bawah kekuasaannya yang dipusatkan di Batavia.
Meskipun Daendels cukup banyak mengintroduksi gagasan hukum Barat Hindia
Belanda namun hal ini belum cukup mengatasi berbagai masalah hukum yang
diwariskan oleh V.O.C. terutama manipulasi dan inefisiensi dalam pengelolaan
keuangan Negara. Di samping itu gaya kepemimpinan Daendels yang sedikit
otoriter dan masuknya kekuasaan Inggris menjadi kendala bagi upaya perubahan
yang dilakukan Daendels di Hindia Belanda. Masa pemerintahan Daendels berakhir
setelah Inggris menguasai Belanda, dengan demikian negara jajahan Belanda
termasuk Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Inggris.5
(2) Pada Masa Penjajahan Inggris
5
Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 92
9
Setelah Indonesia sebagai daerah jajahan oleh Pemerintah Belanda,
diserahkan kepada Inggris, maka Pemerintah Inggris memberikan perintah kepada
Gubernur Jenderal di India, Thomas Stamford Raflesh untuk memimpin
Pemerintah di Indonesia. Pada masa interegnum Inggris, Gubernur Jenderal
Thomas Stamford Raflesh mencoba menerapkan sistem eksploitasi yang baru yaitu
sistem Landrent dengan alasan bahwa sistem yang digunakan pada masa V.O.C.
dan Kerajaan Belanda adalah sistem yang kuno dan kolot. Masa pemerintahan
Thomas Raffless merupakan tonggak penting dalam sejarah ketatanegaraan
pemerintah colonial di Indonesia. Raffles menerapkan 3 aturan pokok selama
pemerntahannya di Indonesia yaitu:6
(a) Menghapus sistem verplichte leveranties (penyerahan wajib) dan herendiensten
(sistem kerja paksa)
(b) Pemerintah melaksanakan pengawasan secara langsung terhadap tanah dan
memungut hasilnya secara langsung dari rakyat tanpa perantara penguasa
pribumi/bupati.
(c) Menyewakan tanah kepada rakyat (land rent system)
Sistem baru land-rent system yang dirancang Raffles tersebut sebagi pajak
individual yang dibayar oleh setiap petani dalam bentuk uang, sedangkan
pemerintah hanya berkewajiban merangsang petani agar menanam ekspor yang
paling menguntungkan. Pada hakekatnya di satu pihak Raffles ingin memberikan
kepastian hukum dan kebebasan berusaha tanpa adanya unsur paksaan seperti
yangterdapat dalam sistem yang diterapkan V.O.C.. Sementara di sisi lain, sistem
landrent ini dianggap akan dapat menjamin arus pendapatan negara yang mantap,
Dalam sistem landrent ditekankan bahwa Pemerintah/Negara adalah pemilik tanah
dan rakyat hanya sebagai penggarap atau penyewa yang memiliki kewajiban
membayar sewa atau pajak atas tanah yang dikelola oleh rakyat.
Sebagian besar perubahan sistem dan kebijakan politik colonial yang dibuat
oleh Raffles tersebutnya pada akhirnya kandas atau dihapus sebelum waktu
berlakunya habis. Sebagian besar dari kegagalan-kegagalan tersebut terutama
6
Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 111
10
disebabkan oleh adanya perbedaan yang besar antara idealism liberal dan kondisi
sosio kultural dari masyarakat tradisional Jawa. Karena masyarakat Jawa sebagai
bagian dari feodalisme kerajaan pada masa sebelumnya sudah terbiasa memberikan
upeti kepada penguasa, sehingga mereka tidak siap menerima sistem baru (landrent)
yang diterapkan oleh pemerintahan Inggris. Rakyat Indonesia yang menguasai
tanah seperti sawah, tegalan atau tempat pemukiman dianggap tidak memiliki
tanah-tanah, karena tanah-tanah tersebut adalah menjadi milik negara Inggris.
Seluruh tanah di Indonesia adalah milik Kerajaan Inggris, sedangkan rakyat hanya
sekedar sebagai penyewa tanah saja. Dengan demikian rakyat yang menguasai
tanah-tanah tersebut harus membayar renta (sewa) kepada Pemerintah. Sistem
demikian dapat dipastikan menimbulkan penolakan dan gejolak di tengah rakyat,
sehingga mereka tidak melaksanakan sistem tersebut dengan sepenuh hati
Pada jaman Raflesh, juga ditiadakan hukuman mati dengan menusuk keris dan
membakar orang yang dijatuhi hukuman pidana mati seperti yang berlaku pada
masa sebelumnya, baik menurut Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Barat.
Jika pada masa penjajahan Belanda dibawa kekuasaan Daendels membentuk korp
Pamong Praja Bumiputera dan Korps Pamong Praja Eropa dianggap sebagai
defeodalisasi dalam pemerintahan, maka defeodalisasi tersebut dilanjutkan oleh
Raflesh sehingga kedudukan Korps Pamong Praja Eropa dan Bumi Putera makin
kuat, dengan demikian terjadinya perbedaan kelas-kelas sosial di masyarakat
semakin tampak dan kuat sebagai akibat diteruskannya kebijakan pembentukan
Korps Pamong Praja Eropa dan Korps Pamong Praja Bumiputera (lokal).7
3) Pada Masa Penjajahan Belanda Kedua
Pada tanggal 13 Agustus 1814, Pemerintah Inggris telah berakhir masa
pendudukannya di Indonesia oleh Conventie London. Hampir seluruh wilayah
nusantara dikembalikan kepada Belanda. Hindia Belanda (Indonesia) kemudian
diperintah kembali oleh Pemerintah Belanda di bawah kekuasaan pusat yang lebih
lengkap dan sentralistis. Tidak hanya pulau Jawa saja, tetapi seluruh kepulauan di
7
Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 171
11
luar Pulau Jawa yang diserahkan kepada Pemerintah Belanda juga dibawah
kekuasaan pusat pemerintahan di Batavia. Pemusatan pemerintahan di Batavia
tersebut akhirnya menjadi tonggak pertama menuju ke Kesatuan Nasional Bangsa
Indonesia yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).8
Setelah Indonesia diserahkan Inggris kepada pemerintah Belanda, terlihat
adanya keragu-raguan Pemerintah Belanda dalam memimpin rakyat Indonesia,
terutama pemberlakuan kembali hukum Belanda di negara jajahannya yaitu
Indonesia karena pengaruh pemerintahan sebelumnya yaitu Pemerintah Inggris
terhadap perkembangan dan pemberlakuan hukum di Indonesia.
Oleh karena itulah maka Pemerintah Belanda melakukan review terhadap
pemberlakuan kembali hukum Belanda di Indonesia, diantaranya yang menjadi
permasalahan adalah pertama penerapan sistem hukum Nederland yang merupakan
hukum tertulis yang diterapkan di Indonesia yang notabene mayoritas hukumnya
tidak dalam bentuk tertulis namun tetap dipatuhi oleh mayoritas rakyat. Masalah
kedua adalah adanya perbedaan sosial kultur di masyarakat Belanda yang
menganggap bahwa kedudukan semua orang adalah sama baik hak dan
kewajibannya sama sedangkan di masyarakat Indonesia terdapat perbedaan kelas
sosial berdasarkan kelas bangsawan dan kelas rakyat biasa. Yang mana prinsip
persamaan hak dan kewajiban di depan hukum (equality before the law) yang
berlaku di masyarakat Eropa tersebut jika diterapkan di masyarakat Indonesia kala
itu pasti akan menimbulkan gejolak dan penolakan terutama dari kalangan
bangsawan kerajaan yang berada pada strata sosial lebih tinggi dibanding rakyat
jelata. Masalah ketiga adalah sejauh mana hukum Nederland dapat atau tidaknya
diterapkan kepada bangsa Belanda yang ada di Indonesia dan juga terhadap rakyat
Indonesia yang mempunyai hukum asli (hukum Adat) yang jauh berbeda, belum
juga polemik penerapan hukum tersebut apakah juga diterapkan kepada penduduk
yang bukan orang Bumi Putera seperti orang Tionghoa, Timur Asing dan
Keturunan Arab yang sudah ada di Indonesia.
8
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 58
12
Pada masa ini, selain masalah tersebut diatas, Pemerintah Belanda
dihadapkan pada terjadinya perang Diponegoro di wilayah Jawa Tengah dan
disusul dengan perang Padri wilayah Sumatera Barat. Sedangkan di negaranya
sendiri juga terjadi perang saudara yang mengakibatkan pecahnya Kerajaan
Belanda menjadi Kerajaan Belanda dan Kerajaan Belgia. Peperangan tersebut
memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga pada tahun 1830, Badan Usaha
penggantu V.O.C. yaitu Nederlandsche Handels Maatschappij atau biasa disebut
factoriij (badan semi pemerintah) mengadakan sistem kerja paksa dan tanam paksa
(cultuurestelsel) guna membiayai perang yang terjadi di Belanda selain untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan di Hindia Belanda sendiri. Penerapan
sistem cultuurstelsel ini ternyata berhasil dan memberikan hasil yang sangat
berlimpah kepada Pemerintah Belanda. Di sisi lain, rakyat Indonesia sangat
menderita karena tidak dapat menikmati hasil tanamnya.9
Sementara itu Revolusi Perancis yang mengajarkan liberalisme dan
persamaan hak antara seluruh rakyat makin meluas di benua Eropa dan juga
semakin bergemanya tuntutan-tuntutan penghilangan sistem monopoli
perdagangan menyebabkan semakin meluasnya pengaruh revolusi tersebut hingga
terasa di Indonesia. Dengan demikian muncul adanya tuntutan rakyat agar sistem
ekploitasi terhadap rakyat melalui sistem cultuurstelsel segera diakhiri karena
menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Di era ini, Ilmu Pengetahuan Hukum di Eropa mulai berkembang pesat
dengan hasil yang dicapai adalah terbentuknya Kodifikasi Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek atau B.W), Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel atau
W.v.K), Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht atau W.v.S), Hukum Acara
Perdata dan Hukum Acara Pidana yang diberlakukan Nederland sebelum tahun
1840. Sehingga pada waktu itu juga dinyatakan berlakunya kodifikasi hukum
tersebut diatas di Indonesia berdasarkan asas konkordansi namun hanya berlaku
hanya untuk bangsa Eropa. Sementara itu, Algemene Bepalingen van Wetgeving
/A.B. (ketentuan-ketentuan umum mengenai peraturan perundang-undangan)
9
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 67-83
13
diberlakukan sebagai peraturan untuk mengatur penggolongan penduduk serta yang
berlaku bagi tiap golongan penduduk di Indonesia. Pada tahun 1940, Negeri
Belanda diduduki oleh Jerman, sehingga setelah perang Pasifik, akhirnya Hindia
Belanda enyaerah tanpa syarat kepada balatentara Jepang dansaejak saat itu
berakhirlah masa penjajahan Belanda di Indonesia. Selanjutnya pemerintahan di
Indonesia dijalankan oleh Jepang.10
b. Masa Tahun 1942 – 1945 (Periode Penjajahan Jepang)
Setelah Pemerintah Belanda di Indonesia ditaklukkan oleh Balatentara
Jepang, maka terjadi peralihan kekuasaan atas wilayah Indonesia dari Pemerintah
Belanda kepada Pemerintah (militer) Jepang. Untuk memudahkan penguasaan
wilayah Indonesia, Jepang membagi wilayah menjadi tiga bagian, yaitu (1) Jawa
dan Madura (2) Sumatera (3) Indonesia bagian Timur. Dalam bidang hukum,
balatentara Jepang memberlakukan Undang-Undang Balatentara Jepang (Osamu
Sirei) pada Tahun 1942. Osamu Sirei ini merupakan dasar bagi transisi
pemberlakukan hukum sebelumnya kepada hukum baru di bawah pemerintahan
balatentara Jepang.
Di dalam Osamu Sirei terdapat suatu yang menyatakan bahwa: “seluruh
wewenang badan-badan pemerintahan dan semua hukum serta semua peraturan
yang selama ini berlaku tetap dinyatakan berlaku kecuali apabila bertentangan
dengan peraturan-peraturan militer Jepang” Osamu Sirei diterbitkan disamping
sebagai dasar bagi pemberlakuan hukum dari pemerintahan lama kepada
pemerintahan baru, juga bertujuan untuk menghindari kekosongan hukum (vacuum
of law) akibat terjadinya pergantian kekuasaan.
Dari sisi perkembangan hukum, tidak ada perombakan hukum yang sangat
berarti karena masa pendudukan Jepang yang relatif singkat yaitu 3,5 Tahun. Selain
faktor waktu yang singkat, Pemerintah militer Jepang pada waktu itu hanya
berorientasi pada pemenangan perang melawan Sekutu yang dipimpin Amerika
Serikat, sehingga Jepang tidak sempat meluangkan waktu dan perhatian untuk
10
M uhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 67-83
14
memikirkan pembangunan hukum dan ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat di Indonesia. Hal ini membuat rakyat Indonesia makin sengsara ketika
berada di bawah penjajahan balatentara Jepang.
Dalam perkembangan hukum di masa pendudukan Jepang, telah diterbitkan
beberapa kebijakan baru yang isinya hanya meneruskan kebijakan sebelumnya
yaitu:11
1. Kitab Undang-Undang dan peraturan perundangan di bidang hukum Perdata
yang semula hanya berlaku bagi Golongan Eropa saja kemudian diberlakukan juga
bagi etnis lain seperti Orang Cina (Tionghoa) yang berada di Indonesia.
2. Hukum Adat dinyatakan berlaku bagi orang Pribumi
3. Peraturan perundang-undangan di bidang hukum Pidana ditambahkan dengan
peraturan hukum militer Jepang diberlakukan kepada semua golongan penduduk
tanpa kecuali
4. Penghapusan dualisme di bidang peradilan, sehingga hanya terdapat satu sistem
dan lembaga peradilan yang berlaku bagi seluruh penduduk di Indonesia
5. Dilakukannya penyatuan lembaga (Officieren Van Justitie) yang sebelumnya
berbeda antara golongan bangsa Eropa dan golongan Bumiputera kemudian
dilembur menjadi satu lembaga kejaksaan (Kensatku Kyoku) yang diorganisisr
dalam suatu sistem peradilan tiga tingkat.
Pada masa pendudukan Jepang inilah mulai adanya peningkatan rasa
Nasionalisme di tengah-tengah rakyat Indonesia untuk berusaha meraih
kemerdekaan. Hal ini ditandai dengan beberapa organisasi pemuda dan organisasi
lain yang bermunculan dan berjuang untuk meraih kemerdekaan. Semangat para
pemuda Indonesia semakin menguat dengan adanya janji-janji Pemerintah Militer
Jepang bahwa jika perang Asia Timur Raya telah selesai maka Indonesia akan
diberikan hak kemerdekaannya.
Dengan adanya janji-janji Pemerintah Militer Jepang tersebut, para tokoh-
tokoh perjuangan Indonesia telah menyiapkan perangkat hukum dan kelembagaan
11
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 83-90
15
jika Indonesia kelak merdeka. Namun sebelum janji kemerdekaan tersebut
diberikan oleh Jepang, ternyata Pemerintah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu
dengan adanya tragedi penjatuhan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki,
Pasca tragedi bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki tersebut telah
menyebabkan kekosongan kekuasaan di Indonesia. Momen ini tak disia-siakan oleh
para tokoh pemuda Indonesia, dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta,
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Proklamasi kemerdekaan tersebut merupakan tonggak sejarah awal bagi lahirnya
negara Indonesia dengan pemerintahan dan hukum yang baru.12
c. Masa Tahun 1945 –1950 (Periode Jaman Kemerdekaan)
Setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945, terjadi revolusi di bidang hukum, yang mana perubahan
pemberlakuan hukum dari sistem hukum kolonial kepada sistem hukum Nasional
dengan ditandai disyahkan UUD 1945. Berlakunya UUD 1945 disebut sebagai
dasar sistem hukum negara (status fundamental normal) yaitu dasar dari tata hukum
nasional yang berisi norma-norma yang mengatur proses pembentukan dan
kompetensi dai organ-organ legislatif,eksekutif dan yudikatif. UUD 1945 juga
sebagai dokumen nasional yang berisi perjanjian dan komitmen luhur yang memuat
kesepakatan di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia mulai dari politik, hukum
kebudayaan, pendidikan, ekonomi, sosial dan aspek fundamental lainnya yang
menjadi tujuan bernegara. UUD 1945 juga dikatakan sebagai suatu bukti kelahiran
dari sebuah negara baru dan juga sebagai piagam di mata dunia internasional untuk
memperoleh pengakuan atas lahirnya sebuah negara baru dan sebagai syarat untuk
menjadi anggota PBB.
Agar tidak terjadi kekosongan hukum di negara Republik Indonesia yang baru
lahir tersebut, maka diterbitkan suatu ketentuan peralihan dalam Pasal II Aturan
Peraturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala peraturan yang ada
sebelumnya dan badan-badan negara tetap dinyatakan berlaku sebelum diadakan
12
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 83-90
16
peraturan baru menurut ketentuan UUD 1945 dan sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
Salah satu alasan untuk sementara tetap mempertahankan berlakunya produk
hukum kolonial adalah karena hukum asli rakyat (hukum adat) masih bersifat
pluralistis dan tidak tertulis, sedangkan hukum kolonial dianggap telah memenuhi
unsur hukum modern yakni bentuknya tertulis dan beberapa sudah termodifikasi
kedalaman Kitab Undang-Undang (Wetboek). Disamping itu juga untuk
menghindari pemberlakuan hukum adat lain yang dominan yang dapat
menimbulkan perpecahan di dalam negara.13
d. Masa Tahun 1950 – 1966 (Periode Jaman Orde Lama)
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno terjadi dinamika perkembangan
hukum yang sangat pesat. Sejarah mencatat pada masa ini terjadi perubahan bentuk
negara dari negara kesatuan menjadi negara federal dan kemudian kembali lagi
menjadi negara kesatuan. Demikian juga Undang-Undang Dasar yang berlaku di
Indonesia mengalami pergantian sebanyak tiga kali, mulai dari UUD 1945 yang
kemudian diganti Konstitusi RIS 1949, lalu berubah menjadi dengan UUD
Sementara 1950 dan akhirnya dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 kembali
lagi ke UUD 1945 sampai sekarang,
Kita ketahui bersama bahwa UUD 1945 pada awal dibentuk dan disahkan
oleh PPKI dimaksudkan sebagai UUD yang bersifat sementara. Hal ini dapat
diketahui dari pidato Presiden Soekarno pada saat pemberlakuan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa: “Tuan-tuan tentu mengerti ini adalah sekedar Undang-Undang
Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar Kilat. Bahwa barangkali boleh dikatakan
pula inilah Revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang
lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh Tuan-Tuan, kita hari
ini bias selesai dengan Undang-Undang Dasar ini…”
Namun seiring berjalannya waktu, sifat kesementaraan berlakunya UUD
1945 perlahan-lahan berkurang oleh kenyataan bahwa UUD 1945 ternyata mampu
bertahan dan dapat mengiringi proses revolusi kemerdekaan Negara Republik
13
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 90-92
17
Indonesia hingga sekarang ini. Oleh kare itulah kemudian Revolutiegrondwet tidak
lagi dimaknai sebagai UUD yang bersifat sementara, akan tetapi sudah berkembang
menjadi makna yang sesungguhnya yaitu sebagai undang-undang yang berkarakter
revolusi Indonesia.14
Pada masa ini, meski bangsa Indonesia sudah merdeka, namun masih banyak
menghadapi gangguan dan cobaan salah satunya revolusi cicik dengan ingin
kembalinya Penjajah Belanda ke Indonesia. Disamping itu, di tengah Bangsa
Indonesia sendiri terjadi perbedaan pandangan antara pemimpin bangsa dengan
para tokoh-tokoh bangsa Indonesia sehingga timbul perbedaan mengani arah
pembangunan hukum dan penataan kelembagaan negara. Sehingga pada saat itu
dibentuklah Konstitusi RIS Tahun 1949 yang menghasilkan perubahan bentuk
negara kesatuan (NKRI) menjadi bentuk negara federal atau serikat (Republik
Indonesia Serikat) yang berlaku hanya 8 bulan kemudian diganti dengan UUD
Sementara 1950 yang berlaku sampai dengan Tahun 1959.
Dengan bentuk negara federal atau serikat dan bentuk pemerintahan
parlementer ternyata tidak cocok bagi bangsa Indonesia yang sejak awal menganut
sistem kesatuan, kebersamaan dan permusyawaratan. Pada masa pemerintahan
Parlementer menjadikan roda pemerintahan menjadi tidak efektif karena terjadinya
instabilitas politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh sistem pemerintahan itu
sendiri, dimana terjadi kabinet yang sering berganti dan jatuh bangun akibat
serangan pihak parlemen (DPR) melalui mosi tidak percaya. Sehingga pada tanggal
5 Juli 1959 terjadi peristiwa penting yang menentukan sistem ketatanegaraan
bangsa Indonesia dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden yang isinya
memberlakukan kembali UUD 1945 yang terus berlaku sampai sekarang.
Di momen pemberlakuan kembali UUD 1945 ini pula telah menjadi awal sejarah
kodifikasi hukum di Indonesia, seperti diketahui dengan diundangkannya Undang-
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengakhiri masa dualisme
hukum di bidang pertanahan. UUP Agraria ini menghapus berlakunya produk
14
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 92-95
18
hukum agraria kolonial salah satunya agrarische Wet yang di dalamnya terdapat
ketentuan Domein Verklaring yang sangat merugikan rakyat.15
Berikutnya adalah diberlakukannya Undang-Undang Pokok Kekuasaan
Kehakiman pada Tahun 1961 yang dijadikan dasar dalam mengatur lembaga
peradilan dan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Hanya saja ada beberapa masalah
dalam penerapan undang-undang kehakiman ini karena menempatkan kekuasaan
kehakiman masih berada di bawah kekuasaan eksekutif yang menyebabkan
kekuasaan kehakiman tidak mandiri. Di dalam Undang-Undang ini memuat
ketentuan diperbolehkannya intervensi eksekutif yakni Presiden atas yudikatif
untuk ikut campur dalam proses peradilan demi kepentigan revolusi. Padahal
ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Kehakiman ini jelas bertentangan
dengan prinsip yang diatur dalam UUD 1945 yang membagi kekuasaan menjadi
3m yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif yang mana kekuasaan yudikatif adalah
merdeka dan mandiri, bebas dari campur tangan dan intervensi kekuasaan manapun
termasuk Kepala Negara, Karen hal itu melanggar konstitusi.
Salah satu produk hukum yang penting dalam era ini adalah, dikeluarkannya
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang isinya agar para hakim
dalam mengadili suatu perkara agar dihimbau untuk menganulir beberapa pasal
tertentu dalam Burgerlijk Wetboek karena dinilai tidak sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia.
e. Masa Tahun 1966 – GBHN 1999 (Periode Jaman Orde Baru)
Pada Tahun 1965 terjadi gejolak politik di tengah-tengah Bangsa Indonesia
yang berkaitan adanya perebutan kekuasaan antara Presiden Soekarno dengan
kelompok lain yakni Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncak dari peristiwa ini
adalah terjadinya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 30
September 1965 yang menewaskan pahlawan Revolusi dan berlanjut
diselenggarakannya Sidang Istimewa MPR Sementara pada Tahun 1966 yang
melengserkan kekuasaan Presiden Soekarno dan menunjuk Jenderal Suharto
15
M uhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 95-111
19
sebagai Pejabat Presiden yang kemudian dikukuhkan menjadi Presiden Republik
Indonesia setelah masa kepemimpinan Soekarno.16
Dibawah pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan masa Orde
Baru, terdapat salah satu kebijakan penting yaitu melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pada masa
Orde Baru ini, terjadi masa dimana hukum bukan lagi sebagai kekuasaan namun
sebagai konstruksi pembangunan negara guna tercapainya cita-cita masyarakat
yang adil dan makmur. Hukum untuk pembangunan tersebut diterapkan dengan
mengacu pandangan Roscou Pound yakni “law as a a toll of social engineering”
(hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat) dan disempurnakan oleh
Mochtar Kusumaatmadja yang menurut pandangan Mochtar bahwa hukum dapat
berfungsi sebagai sarana pembangunan (law as a toll od development).
Pada tahun 1973 tersusunlah materi pembangunan hukum pada Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) yang isinya bahwa pembangunan hukum
diperuntukkan bagi terbentuknya sistem hukum nasional Indonesia yang
mengadopsi hukum asli dengan menerima materi dan unsur dari hukum asing.
Selama masa Orde Baru, hukum materiil yang berlaku masih tetap menggunakan
produk hukum kolonial. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih tetap
berlaku dan belum dilakukan pembaharuan.
Pada masa Orde Baru kembali terjadi dualisme hukum di bidang kehakiman,
yakni para hakim diatur oleh dua lembaga (Departemen Kehakiman dan Mahkamah
Agung) sehingga tidak bebas dan mandiri dalam menjalankan kekuasaan
kehakiman. Seringkali hakim diintervensi oleh penguasa ketika mengadili suatu
perkara yang melibatkan Pemerintah, baik dalam perkara perdata maupun pidana.
Penegakan hukum dilaksanakan secara represif, yakni hanya untuk melindungi
kepentingan penguasa. Segala perbuatan yang mengganggu dan merongrong
wibawa Pemerintah akan ditindak tegas secara represif dengan menggunakan
produk hukum yang sudah usang. Hukum dijadikan saran untuk mempertahankan
16
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 111-117
20
kekuasaan agar tidak diganggu oleh kelompok lain yang mencoba melakukan
pembaharuan. Sehingga pada masa Orde Baru, tidak ada pembaharuan di bidang
penegakan hukum, demokratisasi dan pemerintahan. Dengan terjadinya kekuasaan
yang represif seperti ini, keberadaan hukum tidak menjamin tegaknya keadilan,
apalagi keadilan substantif sehingga menimbulkan praktek penyalahgunaan
kekuasaan, pelanggaran HAM dan tindakan koruptif di semua lini pemerintahan.
Akibat penyelenggaraan negara dan penegakan hukum yang represif dan koruptif
tersebut maka terjadi gejolak di dalam negara, dimana puncak gejolak tersebut
munculnya gerakan reformasi untuk menurunkan rezim Orde Baru era
kepemimpinan Presiden Soeharto yang akhirnya berhasil dilengserkan pada bulan
Mei 1998.17
f. Masa 1999 – Sekarang (Periode Jaman Orde Reformasi)
Setelah berkuasa selama kurang lebih 30 Tahun, akhirnya rezim Soeharto
jatuh setelah adanya aksi reformasi yang dilakukan segenap komponen bangsa yang
dimotori oleh para mahasiswa dan aktifis pro demokrasi. Aksi tersebut berhasil
memaksa Presiden Soeharto mundur dari kursi Presiden dan menyerahkan
kepemimpinan negara kepada B.J Habibie yang waktu itu menjabat sebagai Wakil
Presiden. Agenda reformasi pertama yang dilakukan B.J Habibie adalah melakukan
amandemen UUD 1945 melalui Sidang Istimewa MPR Tahun 1998 yang
menghasilkan agenda ketatanegaraan yaitu melakukan pemilihan umum pada tahun
1999 untuk memilih pada wakil rakyat (anggota Dewan Perwakilan Rakyat). Dsari
hasil Pemilu 1999 tersebut kemudian dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) baru yang diketuai oleh Amien Rais selalu salah satu took dalam gerakan
reformasi pada tanggal 1998 yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto.
Pada Tahun 1999 Pemilihan Presiden masih dilakukan oleh MPR sebagai
lembaga tertinggi negara. Presiden yang dipilih waktu itu adalah Abdurrahman
Wahid yang menggandeng Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Wakil
Presiden Terpilih. Upaya penataan sistem dan lembaga ketatanegaraan dilakukan
17
Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 117-120
21
oleh Presiden Abdurrahman Wahid namun gebrakan yang dilakukan oleh Presiden
dinilai terlalu radikal sehingga menimbulkan resistensi di kalangan anggota DPR
dan MPR kala itu. Sehingga pada akhirnya Presiden diseret ke siding Istimewa
MPR karena diduga terlibat dalam kasus dana budget Bulog dan Hibah dari Brunei
yang berujung pada pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid oleh MPR yang
kemudian digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Dari forum Sidang Istimewa
MPR tersebut diangkat Hamsah Haz sebagai Wakil Presiden hingga menjabat
sampai pada Tahun 2004.18
Pada masa Presiden Megawati dilakukan penataan terhadap sistem
ketatanegaraan dan kelembagaan negara di Indonesia. Penataan sistem
ketatanegaraan yang sangat penting adalah merombak sistem pemilihan Presiden
dari pemilihan oleh MPR menjadi pemilihan secara langsung oleh Rakyat. Oleh
karena itulah pada tahun 2004 dilakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
pertama kali di Indonesia. Dari Pemilu Presiden pertama tersebut kemudian terpilih
Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden
periode 2004 – 2009. Model pemilihan secara langsung ini juga kemudian
diterapkan pada pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) sesuai
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 bahwa pemilihan Kepala
Daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat seperti hanya pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden.
Reformasi kelembagaan juga dilakukan dengan adanya pembentukan
beberapa lembaga di bidang kehakiman yaitu di samping Mahkamah Agung
dibentuk pula Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan mengadili perkara-
perkara terkait dengan masalah konstitusi khususnya mengenai uji materiil atas
undang-undang terhadap Undang Undang Dasar 1945. Di samping itu Mahkamah
Konstitusi juga diberi wewenang untuk menyelesaikan sengketa pemilihan umum.
Di samping Mahkamah Konstitusi, juga dibentuk lembaga negara khusus yang
bertugas mengawasi para hakim yaitu Komisi Yudisial.
18
M.Manullang,E Fernando.2016,sistem hukum di Indonesia hal 34-40
22
Reformasi hukum di bidang kekuasaan kehakiman telah menjadikan sistem
unifikasi kekuasaan kehakiman yang berada pada satu tangan yaitu Mahkamah
Agung sehingga memciptakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, bebas dari
intervensi kekuasaan lainnya. Seiring dengan waktu kemudian dilakukan
perombakan terhadap nama Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum
dan Perundang-undangan dan kemudian diubah menjadi Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia yang digunakan hingga sekarang.19
Restrukturisasi kelambagaan juga dilakukan dengan menempatkan MPR
bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara namun sebagai lembaga tinggi negara
yang sama kedudukannya dengan DPR, Presiden dan BPK. Reduksi kelembagaan
negara juga dilakukan dengan menghapus Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
guna efisiensi penyelenggaraan negara
Selanjutnya pada tahun 2014, tampuk kepemimpinan negara berganti
diemban oleh Ir. Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini
terlihat adanya peningkatan konsistensi dalam penegakan hukum. Salah satu contoh
adalah gebrakan tindakan tegas terhadap tindak pidana ilegal Fishing yang
dilakukan dengan penenggelaman terhadap kapal ikan yang tertangkap mencuri
ikan di wilayah NKRI. Konsistensi lain adalah dilaksanakan hukum pidana
eksekusi terhadap terpidana mati yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
19
M.Manullang,E Fernando.2016,sistem hukum di Indonesia hal 40-55
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjalanan panjang bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga masa
sekarang ternyata turut serta secara dominan menyumbang dan memberikan
pengaruh besar bagi perkembangan sistem hukum yang ada di negara Indonesia,
Baik dalam bentuk produk hukumnya maupun konsruksi kelembagaan hukum yang
ada dan berdiri di dalamnya. Hal itu terbukti dengan sangat lekatnya produk-produk
hukum kolonial yang secara eksis dan konsisten masih berlaku dalam sistem
ketatanegaraan dan hukum di negara Indonesia. Karena produk kolonial masa
lampau yang sudah mengakar kuat ini sedikit banyak memberikan peran bagi
sulitnya penetrasi yang oleh para tokoh-tokoh hukum yang ada saat ini untuk
melaksanakan perombakan dalam semua komponen produk hukum masa lampau
seperti halnya polemik upaya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
terjadi dan viral baru-baru ini menimbulkan gejolak di tengah masyarakat yang
mana KUHP merupakan produk murni masa lampau yang sudah berakar kuat dalam
ideologi hukum Indonesia yang menurut Penulis sudah layaknya disesuaikan
dengan kondisi perkembangan jaman sekarang. Namun dengan seiringnya waktu
berjalan perlu kita memahami dan kembali berpijak pada salah satu teori hukum
bahwa Hukum bersifat Statis dan juga Hukum Bersifat Dinamis. Yang artinya
bahwa Hukum bersifat Statis dimana hukum merupakan norma dan kaidah
peraturan yang berlaku di masyarakat yang harus tetap ditegakkan tanpa
24
memandang tempat dan kondisi jaman dan faktor lainnya apapun. Namun juga
Hukum Bersifat Dinamis dimana hukum merupakan perwujudan pranata sosial
yang penciptaannya bertujuan memberikan solusi atas kondisi jaman pada masa itu
yang selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang
ada saat ini.
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah tentang sejarah hukum ini, Penulis mencoba
memahami secara urut tentang masa lahirnya sebuah tatanan hukum pada sebuah
negara dari awal hingga masa sekarang. Dengan hasil pemahaman sejarah
perkembangan hukum Indonesia diatas, Penulis memiliki beberapa saran tentang
materi diatas. Yang pertama adalah besar harapan Penulis agar produk-produk
hukum yang saat ini berlaku memerlukan perbaikan yang bersifat kontinyu dan
serius dari para aparatur hukum di Indonesia demi terciptanya sistem hukum yang
kuat dan sesuai dengan kondisi dan tuntutan perkembangan jaman di era modern
saat ini.
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaa. Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
Demikianlah Materi pembahasan kali ini ,Semoga artikel ini dapat bermanfaat serta
dapat menambah pengetahuan kita semua.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ali. R. Mohammad. 2012. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta. LKIS
Printing Cemerlang
Murhaini, Suriansyah. 2017. Hukum dan Sejarah Hukum. Yogyakarta: Laksbang
M.Manullang, E Fernando. 2016. Selayang Pandang Sistem Hukum di Indonesia.
Jakarta: Kencana

More Related Content

Similar to PHI Kelompok 1.docx

Jenis Jenis lapangan Hukum
Jenis Jenis lapangan HukumJenis Jenis lapangan Hukum
Jenis Jenis lapangan Hukum
MohammadRioDzulIman
 
Fikih kel 8
Fikih kel 8Fikih kel 8
Fikih kel 8
Ltfltf
 
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraPengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
IWAN SUKMA NURICHT
 
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisiplinerKebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia
 
Sistem hukum dunia
Sistem hukum duniaSistem hukum dunia
Sistem hukum dunia
Vallen Hoven
 
Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdfPengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdfjampanx
 
Lembaga hukum Islam di indonesia
Lembaga hukum Islam di indonesiaLembaga hukum Islam di indonesia
Lembaga hukum Islam di indonesia
As Faizin
 
Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di IndonesiaHukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
Anindia Larasati
 
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia
 
Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...
Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...
Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...
Septian Muna Barakati
 
Pengantar ilmu hukum_tata_negara.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara.pdfPengantar ilmu hukum_tata_negara.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara.pdfjampanx
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaMuhamad Yogi
 
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakatHukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Amulilikawa
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vika
muel sihombing
 
Realitas Penegakan Hukum
Realitas Penegakan HukumRealitas Penegakan Hukum
Realitas Penegakan Hukum
Ir. Soekarno
 
Makalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politikMakalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politik
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCESOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Dian Oktavia
 
Negara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasionalNegara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasional
lutpimajidi
 
Dialektika hukum
Dialektika hukumDialektika hukum
Dialektika hukum
ebitasmana ebit
 

Similar to PHI Kelompok 1.docx (20)

Jenis Jenis lapangan Hukum
Jenis Jenis lapangan HukumJenis Jenis lapangan Hukum
Jenis Jenis lapangan Hukum
 
Fikih kel 8
Fikih kel 8Fikih kel 8
Fikih kel 8
 
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraPengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
 
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisiplinerKebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
 
Sistem hukum dunia
Sistem hukum duniaSistem hukum dunia
Sistem hukum dunia
 
Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdfPengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf
 
Lembaga hukum Islam di indonesia
Lembaga hukum Islam di indonesiaLembaga hukum Islam di indonesia
Lembaga hukum Islam di indonesia
 
Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di IndonesiaHukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
 
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
 
Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...
Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...
Dalam kesempatan kali ini kami berkesempatan untuk menyampaikan makalah denga...
 
Pengantar ilmu hukum_tata_negara.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara.pdfPengantar ilmu hukum_tata_negara.pdf
Pengantar ilmu hukum_tata_negara.pdf
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi Indonesia
 
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakatHukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vika
 
Realitas Penegakan Hukum
Realitas Penegakan HukumRealitas Penegakan Hukum
Realitas Penegakan Hukum
 
Makalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politikMakalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politik
 
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCESOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
 
Dasar negara & konstitusi
Dasar negara & konstitusiDasar negara & konstitusi
Dasar negara & konstitusi
 
Negara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasionalNegara ri belum memiliki hukum nasional
Negara ri belum memiliki hukum nasional
 
Dialektika hukum
Dialektika hukumDialektika hukum
Dialektika hukum
 

PHI Kelompok 1.docx

  • 1. 1 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Waraohmatullahi Wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang tekah memberi Kami kekuatan dan petunjuk untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolonganNya Kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah Kami terima di bidang studi Sejarah Hukum pada Universitas Bina bangsa. Makalah ini memuat tentang Konsep dan sejarah Hukum di Indonesia sejak awal masa Hindia Belanda, Masa Orde Lama, Masa Orde Baru, Masa Reformasi hingga sekarang. Kami selaku Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing yaitu asnawi, SH,MH yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah yang telah Kami buat ini dapat membawa nilai dan manfaat yang baik oleh Pembaca. Namun terlepas dari itu, Kami memahami bahwa makalah in masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih berkualitas dan lebih baik lagi. Akhir kata Kami ucapkan Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh. Serang, 8 November 2022
  • 2. 2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1 BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang Sejarah.................................................................................. 3 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4 2.1. Teori Sejarah Hukum ................................................................................... 4 2.2 Kegunaan Sejarah Hukum............................................................................ 5 2.3 Sejarah Hukum di Indonesia ........................................................................ 6 BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23 3.1 Kesimpulan................................................................................................. 23 3.2 Saran............................................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah Dalam setiap sudut dalam kehidupan ini pasti terkait dengan yang namanya hukum, dimana merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat bisa terkontrol. Hukum juga merupakan alat yang dapat digunakan untuk menegakan dan mencari keadilan. Oleh sebab itu setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pembelaan di depan hukum sehingga bisa diartikan hukum merupakan ketentuan atau peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi yang melanggarnya. Dengan demikian perlu adanya kita mempelajari awal sejarah berdirinya Hukum terutama yang berlaku di Indonesia. Hal inilah yang menjadi alasan utama Penulis dalam membuat makalah ini. Dengan motivasi tersebut tersebut diatas Penulis ingin mengetahui secara rinci awal terbentuknya hukum di negara Indonesia sejak periode penjajahan bangsa Eropa hingga masa sekarang. Sehingga dengan tersusunnya makalah ini,akan menjadi materi yang penting untuk memperjelas secara runtun dan sistematis bagaimana awal terbentuknya suatu hukum di Indonesia yang terjadi secara evaluatif. 1.2 Rumusan Masalah Kajian permasalahan dalam makalah ini adalah yang pertama bagaimana konsep awal hukum di Indonesia terbentuk dan berdiri dengan tahap – tahap evolusi lahirnya hukum – hukum baru yang menggantikan hukum sebelumnya dalam setiap periode selanjutnya yang kedua bagaimana mekanisme pelaksanaan hukum tersebut berjalan dan berlaku di sendi kehidupan masyarakat dalam setiap periode masa lampau hingga saat ini.
  • 4. 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Teori Sejarah Hukum Munculnya teori hukum tidak dapat dilepaskan dari lingkungan jaman yang terus berkembang, karena teori hukum hadir sebagai salah satu jawaban yang diberikan terhadap permasalahan hukum yang terjadi pada suatu masa. Dalam perkembangannya, teori hukum memiliki berbagai macam aliran, dari aliran teokrasi, madzhab hukum alam dan aliran positifisme sampai aliran hukum sejarah yang masing- masing mempunyai pandangan perspektif masing-masing. Pada makalah ini Penulis akan menguraikan tentang kajian teori sejarah hukum yang dikemukakan oleh para ahli antara lain sebagai berikut:1 a. Friedrich Carl Von Savigny (1770-1861) Savigny adalah seorang yuridis (ahli hukum) Jerman yang sukses membuat Jerman tidak mengkodifikasi hukum perdata selama hampir 100 tahun. Savigny menganggap bahwa hukum kebiasaan sebagai sumber hukum formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa memiliki “Volksgeist” jiwa rakyat. Savigny berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan dari pembentukan undang- undang. Penggagas teori ini melihat hukum sebagai entitas yang organis namun dinamis. Hukum menurut teori ini dipandang sebagai suatu yang natural, tidak dibuat, melainkan hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hukum bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis karena akan senantiasa berubah seiring dengan perubahan tata nilai di masyarakat. b. Puchta (1798-1846) Puchta berpendapat bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa yang bersangkutan. Hukum menurut Puchta dapat berbentuk (1) langsung berupa adat 1 R.Moh.Ali,pengantar ilmu sejarah indonesia, hal 67
  • 5. 5 istiadat (2) melalui undang-undang, (3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum. Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui kehendak umum masyarakat yang terorganisir dalam negara. Negara mengesahkan hukum itu dengan membentuk undang-undang. Puchta mengutamakan pembentukan hukum dalam negara sedemikian rupa sehingga pada akhirnya tidak ada ruang lagi bagi sumber-sumber hukum yang lain yang dapat dipraktekkan dalam adat istiadat bangsa dan diolah oleh ahli-ahli hukum kecuali hukum yang dibentuk oleh negara itu sendiri.2 c. Henry Summer Maine (1822-1888) Maine memiliki predikat sebagai pelopor Mazhab Sejarah di Inggris. Salah satu penelitiannya yang terkenal adalah tentang studi perbandingan perkembangan lembaga-lembaga hukum yang ada dan terbentuk pada masyarakat sederhana dan masyarakat yang telah maju. Maine melakukan penelitian tersebut dengan dasar pendekatan sejarah. Kesimpulan dari penelitian Maine kembali memperkuat pemikiran Von Savigny yang membuktikan adanya evolusi pada berbagai masyarakat dari masa ke masa. 2.2 Kegunaan Sejarah Hukum Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pengetahuan yang masih muda dan belum banyak dikenal bahkan di kalangan pakar hukum sendiri sehingga pertumbuhan dan perkembangannya belum menggembirakan. Salah satu penyebab hal itu terjadi karena belum disadarinya nilai penting disiplin ilmu baru ini dalam menunjang dan memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif. Menurut John Gilisen dan Frist Gorle, ada beberapa kegunaan dalam mempelajari sejarah hukum antara lain: 2 R.Moh.Ali,pengantar ilmu sejarah indonesia, hal 77
  • 6. 6 a. Sejarah Hukum mengajarkan bahwa hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Amerika, Hukum Indonesia, Hukum Belgia dan sebagainya), melainkan hukum juga berubah dalam lintasan waktu b. Dengan mempelajari sejarah hukum, kita dapat mengerti tentang norma-norma hukum yang berlaku dewasa ini. c. Merupakan suatu acuan dan pegangan bagi kaum yuridis untuk mengenal budaya dan pranata hukum d. Memahami bahwa dari sejarah diketahui bahwa hal ikhwal tujuan hukum dari masa perkembangannya adalah semata-mata sebagai perlindungan hak asasi manusia terhadap perbuatan semena-menaatau tidak sesuai dengan mestinya.3 2.3 Sejarah Hukum di Indonesia a. Masa Penjajahan Bangsa Eropa sampai dengan Tahun 1942 (1) Pada Masa Penjajahan Belanda Pertama Pengaruh kuat hukum di Indonesia sangat kuat pada saat ketika dijajah Belanda yang terjadi selama kurun waktu 350 tahun yang secara massif menjadikan Hukum Belanda sebagai hukum yang memiliki cengkeraman yang kuat terhadap sistem hukum di Indonesia yang akhirnya menggeser berlakunya hukum asli (hukum adat) yang pada waktu itu sudah ada dan berlaku di tengah-tengah masyarakat di Indonesia, Momen penting pada masa penjajahan Belanda periode ini adalah dengan diawali dari kedatangan Bangsa Belanda ke wilayah Indonesia dengan mendirikan perkumpulan dagang De Verenigde Oosit Indische Compagnie (selanjutnya disingkat V.O.C) yang saat itu dikenal dengan sebutan Kompeni oleh kalangan Bumi Putera (bangsa Indonesia). Seiring waktu berjalan perkembangan V.O.C yang awalnya hanya menduduki beberapa kota seperti Ambon, Jayakarta (yang kemudian disebut Batavia dan sekarang bernama Jakarta), Surabaya, Tuban dan Makassar kemudian memperluas wilayahnya. Hingga meliputi seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian perluasan wilayah kekuasaan V.O.C mempengaruhi perkembangan hukum V.O.C di wilayah kekuasaannya. Namun pada tahun 1978, 3 Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 80
  • 7. 7 4 V.O.C mengalami pailit akibat dari adanya korupsi dan perdagangan gelap oleh pegawai-pegawainya. Hal itu disebabkan karena adanya mekanisme manajemen V.O.C yang sangat buruk pada masa itu. Dikemukakan bahwa sejak awal berdiri, pegawai V.O.C diperbolehkan mengadakan marshandel, yaitu berdagang barang- barang rontokkan milik V.O.C seperti kopi, rempah-rempah, dan sebagainya. Namun seiring waktu berjalan kebijaksanaan marshandel tersebut menjadi berubah persentasenya yang semula hanya sekian persen meningkat tajam yang menyebabkan adanya kerugian. Faktor lain bangkrutnya V.O.C adalah adanya sistem kepegawaian yang buruk dalam organisasi. Perekrutan pegawai V.O.C tidak didasarkan pada kompetensi pegawai itu sendiri namun berdasarkan sistem kekeluargaan dan juga diperparah maraknya praktek suap di kala itu. Sementara itu di Eropa sendiri terjadi pergolakan yang dipicu oleh adanya aliran-aliran baru di bidang ekonomi, sosial dan politik yang mencapainya puncaknya dalam Revolusi Industri di Perancis, Keadaan ini dikenal dengan semboyan Liberto (kemerdekaan), egaliter (persamaan) dan fraternitas (persaudaraan) yang diinspirasi dari ajaran Trias Politica dari Montesquiew dan J.J Rousseau melalui ajarannya yang dikenal dengan nama kedaulatan rakyat yang akhirnya menggoncangkan sendi-sendi pemerintahan raja-raja yang absolut, sehingga sejumlah negara kerajaan termasuk Belanda berubah menjadi kerajaan konstitusional. Dengan era jatuhnya V.O.C. pada tahun 1978, maka seluruh hutang-hutang dan kekayaan V.O.C beralih kepada Kerajaan Belanda yang semula bentuk negara dari Republiek der Verenigde Zeven Provinciean menjadi de Bataafscvhe Republiek yang berada di bawah kekuasaan Lodewijk Napoleon, adik Kaisar terkenal Perancis, Napoleon Bonaparte. Setelah Napoleon Bonaparte jatuh, Negeri Belanda di bawah kekuasaan Raja Willem van Oranje, seorang keturunan dari pemberontak penjajahan Spanyol. Dan Raja atau Ratu Belanda sekarang merupakan keturunan dari Willem van Oranje. Dengan pembubaran V.O.C yang resmi tarcatat pada tanggal 1 Januari 1800, maka Indonesia yang waktu itu bernama Hindia Belanda (Nederlansce Indie) otomatis berada di bawah perintah langsung Pemerintah Belanda. Pada momen inilah yang 4 Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 85
  • 8. 8 sangat membawa pengaruh besar terhadap sistem hukum di Indonesia masa sekarang karena pada era ini sistem kekuasaan pada negara jajahan Belanda yang terpusat menyebabkan segala sistem pemerintahan Belanda diterapkan di wilayah Hindia Belanda termasuk sistem Hukum. Lahirnya gagasan-gagasan yang cukup penting adalah adanya lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif yang hingga kini digunakan. Setelah berlakunya sistem Sentralisasi pada tanah jajahan Kerajaan Belanda, maka Raja Belanda menunjuk W.H Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Pengangkatan Daendels menandai suatu jaman baru di Indonesia, khususnya Pulau Jawa dalam artian, penguasa asing mulai melakukan campur tangan dalam mengurus penduduk Indonesia. Daendels terkenal sebagai pendiri sistem administrasi modern pada pemerintahan di dalam negeri yang teratur di Hindia Belanda. Jika pada jaman V.O.C para Raja dan kepala tradisional terikat pada Contracten Van Vernanda, maka pada pemerintahan Daendels diganti dengan Achten Van Aanstelling (akta-akta pengangkatan). Pada dasarnya, Daendels mencoba memperbaharui sistem administrasi dan pemerintahan dengan modernisasi lapisan atau struktur pemerintahan yang berlaku di Eropa khusus bagi aparat dari golongan bangsa Eropa, sementara itu bagi para penguasa Bumi Putera (kaum pribumi) ditempatkan di bawah kekuasaannya yang dipusatkan di Batavia. Meskipun Daendels cukup banyak mengintroduksi gagasan hukum Barat Hindia Belanda namun hal ini belum cukup mengatasi berbagai masalah hukum yang diwariskan oleh V.O.C. terutama manipulasi dan inefisiensi dalam pengelolaan keuangan Negara. Di samping itu gaya kepemimpinan Daendels yang sedikit otoriter dan masuknya kekuasaan Inggris menjadi kendala bagi upaya perubahan yang dilakukan Daendels di Hindia Belanda. Masa pemerintahan Daendels berakhir setelah Inggris menguasai Belanda, dengan demikian negara jajahan Belanda termasuk Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Inggris.5 (2) Pada Masa Penjajahan Inggris 5 Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 92
  • 9. 9 Setelah Indonesia sebagai daerah jajahan oleh Pemerintah Belanda, diserahkan kepada Inggris, maka Pemerintah Inggris memberikan perintah kepada Gubernur Jenderal di India, Thomas Stamford Raflesh untuk memimpin Pemerintah di Indonesia. Pada masa interegnum Inggris, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raflesh mencoba menerapkan sistem eksploitasi yang baru yaitu sistem Landrent dengan alasan bahwa sistem yang digunakan pada masa V.O.C. dan Kerajaan Belanda adalah sistem yang kuno dan kolot. Masa pemerintahan Thomas Raffless merupakan tonggak penting dalam sejarah ketatanegaraan pemerintah colonial di Indonesia. Raffles menerapkan 3 aturan pokok selama pemerntahannya di Indonesia yaitu:6 (a) Menghapus sistem verplichte leveranties (penyerahan wajib) dan herendiensten (sistem kerja paksa) (b) Pemerintah melaksanakan pengawasan secara langsung terhadap tanah dan memungut hasilnya secara langsung dari rakyat tanpa perantara penguasa pribumi/bupati. (c) Menyewakan tanah kepada rakyat (land rent system) Sistem baru land-rent system yang dirancang Raffles tersebut sebagi pajak individual yang dibayar oleh setiap petani dalam bentuk uang, sedangkan pemerintah hanya berkewajiban merangsang petani agar menanam ekspor yang paling menguntungkan. Pada hakekatnya di satu pihak Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebebasan berusaha tanpa adanya unsur paksaan seperti yangterdapat dalam sistem yang diterapkan V.O.C.. Sementara di sisi lain, sistem landrent ini dianggap akan dapat menjamin arus pendapatan negara yang mantap, Dalam sistem landrent ditekankan bahwa Pemerintah/Negara adalah pemilik tanah dan rakyat hanya sebagai penggarap atau penyewa yang memiliki kewajiban membayar sewa atau pajak atas tanah yang dikelola oleh rakyat. Sebagian besar perubahan sistem dan kebijakan politik colonial yang dibuat oleh Raffles tersebutnya pada akhirnya kandas atau dihapus sebelum waktu berlakunya habis. Sebagian besar dari kegagalan-kegagalan tersebut terutama 6 Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 111
  • 10. 10 disebabkan oleh adanya perbedaan yang besar antara idealism liberal dan kondisi sosio kultural dari masyarakat tradisional Jawa. Karena masyarakat Jawa sebagai bagian dari feodalisme kerajaan pada masa sebelumnya sudah terbiasa memberikan upeti kepada penguasa, sehingga mereka tidak siap menerima sistem baru (landrent) yang diterapkan oleh pemerintahan Inggris. Rakyat Indonesia yang menguasai tanah seperti sawah, tegalan atau tempat pemukiman dianggap tidak memiliki tanah-tanah, karena tanah-tanah tersebut adalah menjadi milik negara Inggris. Seluruh tanah di Indonesia adalah milik Kerajaan Inggris, sedangkan rakyat hanya sekedar sebagai penyewa tanah saja. Dengan demikian rakyat yang menguasai tanah-tanah tersebut harus membayar renta (sewa) kepada Pemerintah. Sistem demikian dapat dipastikan menimbulkan penolakan dan gejolak di tengah rakyat, sehingga mereka tidak melaksanakan sistem tersebut dengan sepenuh hati Pada jaman Raflesh, juga ditiadakan hukuman mati dengan menusuk keris dan membakar orang yang dijatuhi hukuman pidana mati seperti yang berlaku pada masa sebelumnya, baik menurut Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Barat. Jika pada masa penjajahan Belanda dibawa kekuasaan Daendels membentuk korp Pamong Praja Bumiputera dan Korps Pamong Praja Eropa dianggap sebagai defeodalisasi dalam pemerintahan, maka defeodalisasi tersebut dilanjutkan oleh Raflesh sehingga kedudukan Korps Pamong Praja Eropa dan Bumi Putera makin kuat, dengan demikian terjadinya perbedaan kelas-kelas sosial di masyarakat semakin tampak dan kuat sebagai akibat diteruskannya kebijakan pembentukan Korps Pamong Praja Eropa dan Korps Pamong Praja Bumiputera (lokal).7 3) Pada Masa Penjajahan Belanda Kedua Pada tanggal 13 Agustus 1814, Pemerintah Inggris telah berakhir masa pendudukannya di Indonesia oleh Conventie London. Hampir seluruh wilayah nusantara dikembalikan kepada Belanda. Hindia Belanda (Indonesia) kemudian diperintah kembali oleh Pemerintah Belanda di bawah kekuasaan pusat yang lebih lengkap dan sentralistis. Tidak hanya pulau Jawa saja, tetapi seluruh kepulauan di 7 Ali.R .Mohammad,pengantar ilmu sejarah Indonesia,hal 171
  • 11. 11 luar Pulau Jawa yang diserahkan kepada Pemerintah Belanda juga dibawah kekuasaan pusat pemerintahan di Batavia. Pemusatan pemerintahan di Batavia tersebut akhirnya menjadi tonggak pertama menuju ke Kesatuan Nasional Bangsa Indonesia yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).8 Setelah Indonesia diserahkan Inggris kepada pemerintah Belanda, terlihat adanya keragu-raguan Pemerintah Belanda dalam memimpin rakyat Indonesia, terutama pemberlakuan kembali hukum Belanda di negara jajahannya yaitu Indonesia karena pengaruh pemerintahan sebelumnya yaitu Pemerintah Inggris terhadap perkembangan dan pemberlakuan hukum di Indonesia. Oleh karena itulah maka Pemerintah Belanda melakukan review terhadap pemberlakuan kembali hukum Belanda di Indonesia, diantaranya yang menjadi permasalahan adalah pertama penerapan sistem hukum Nederland yang merupakan hukum tertulis yang diterapkan di Indonesia yang notabene mayoritas hukumnya tidak dalam bentuk tertulis namun tetap dipatuhi oleh mayoritas rakyat. Masalah kedua adalah adanya perbedaan sosial kultur di masyarakat Belanda yang menganggap bahwa kedudukan semua orang adalah sama baik hak dan kewajibannya sama sedangkan di masyarakat Indonesia terdapat perbedaan kelas sosial berdasarkan kelas bangsawan dan kelas rakyat biasa. Yang mana prinsip persamaan hak dan kewajiban di depan hukum (equality before the law) yang berlaku di masyarakat Eropa tersebut jika diterapkan di masyarakat Indonesia kala itu pasti akan menimbulkan gejolak dan penolakan terutama dari kalangan bangsawan kerajaan yang berada pada strata sosial lebih tinggi dibanding rakyat jelata. Masalah ketiga adalah sejauh mana hukum Nederland dapat atau tidaknya diterapkan kepada bangsa Belanda yang ada di Indonesia dan juga terhadap rakyat Indonesia yang mempunyai hukum asli (hukum Adat) yang jauh berbeda, belum juga polemik penerapan hukum tersebut apakah juga diterapkan kepada penduduk yang bukan orang Bumi Putera seperti orang Tionghoa, Timur Asing dan Keturunan Arab yang sudah ada di Indonesia. 8 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 58
  • 12. 12 Pada masa ini, selain masalah tersebut diatas, Pemerintah Belanda dihadapkan pada terjadinya perang Diponegoro di wilayah Jawa Tengah dan disusul dengan perang Padri wilayah Sumatera Barat. Sedangkan di negaranya sendiri juga terjadi perang saudara yang mengakibatkan pecahnya Kerajaan Belanda menjadi Kerajaan Belanda dan Kerajaan Belgia. Peperangan tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga pada tahun 1830, Badan Usaha penggantu V.O.C. yaitu Nederlandsche Handels Maatschappij atau biasa disebut factoriij (badan semi pemerintah) mengadakan sistem kerja paksa dan tanam paksa (cultuurestelsel) guna membiayai perang yang terjadi di Belanda selain untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di Hindia Belanda sendiri. Penerapan sistem cultuurstelsel ini ternyata berhasil dan memberikan hasil yang sangat berlimpah kepada Pemerintah Belanda. Di sisi lain, rakyat Indonesia sangat menderita karena tidak dapat menikmati hasil tanamnya.9 Sementara itu Revolusi Perancis yang mengajarkan liberalisme dan persamaan hak antara seluruh rakyat makin meluas di benua Eropa dan juga semakin bergemanya tuntutan-tuntutan penghilangan sistem monopoli perdagangan menyebabkan semakin meluasnya pengaruh revolusi tersebut hingga terasa di Indonesia. Dengan demikian muncul adanya tuntutan rakyat agar sistem ekploitasi terhadap rakyat melalui sistem cultuurstelsel segera diakhiri karena menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia. Di era ini, Ilmu Pengetahuan Hukum di Eropa mulai berkembang pesat dengan hasil yang dicapai adalah terbentuknya Kodifikasi Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau B.W), Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel atau W.v.K), Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht atau W.v.S), Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana yang diberlakukan Nederland sebelum tahun 1840. Sehingga pada waktu itu juga dinyatakan berlakunya kodifikasi hukum tersebut diatas di Indonesia berdasarkan asas konkordansi namun hanya berlaku hanya untuk bangsa Eropa. Sementara itu, Algemene Bepalingen van Wetgeving /A.B. (ketentuan-ketentuan umum mengenai peraturan perundang-undangan) 9 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 67-83
  • 13. 13 diberlakukan sebagai peraturan untuk mengatur penggolongan penduduk serta yang berlaku bagi tiap golongan penduduk di Indonesia. Pada tahun 1940, Negeri Belanda diduduki oleh Jerman, sehingga setelah perang Pasifik, akhirnya Hindia Belanda enyaerah tanpa syarat kepada balatentara Jepang dansaejak saat itu berakhirlah masa penjajahan Belanda di Indonesia. Selanjutnya pemerintahan di Indonesia dijalankan oleh Jepang.10 b. Masa Tahun 1942 – 1945 (Periode Penjajahan Jepang) Setelah Pemerintah Belanda di Indonesia ditaklukkan oleh Balatentara Jepang, maka terjadi peralihan kekuasaan atas wilayah Indonesia dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah (militer) Jepang. Untuk memudahkan penguasaan wilayah Indonesia, Jepang membagi wilayah menjadi tiga bagian, yaitu (1) Jawa dan Madura (2) Sumatera (3) Indonesia bagian Timur. Dalam bidang hukum, balatentara Jepang memberlakukan Undang-Undang Balatentara Jepang (Osamu Sirei) pada Tahun 1942. Osamu Sirei ini merupakan dasar bagi transisi pemberlakukan hukum sebelumnya kepada hukum baru di bawah pemerintahan balatentara Jepang. Di dalam Osamu Sirei terdapat suatu yang menyatakan bahwa: “seluruh wewenang badan-badan pemerintahan dan semua hukum serta semua peraturan yang selama ini berlaku tetap dinyatakan berlaku kecuali apabila bertentangan dengan peraturan-peraturan militer Jepang” Osamu Sirei diterbitkan disamping sebagai dasar bagi pemberlakuan hukum dari pemerintahan lama kepada pemerintahan baru, juga bertujuan untuk menghindari kekosongan hukum (vacuum of law) akibat terjadinya pergantian kekuasaan. Dari sisi perkembangan hukum, tidak ada perombakan hukum yang sangat berarti karena masa pendudukan Jepang yang relatif singkat yaitu 3,5 Tahun. Selain faktor waktu yang singkat, Pemerintah militer Jepang pada waktu itu hanya berorientasi pada pemenangan perang melawan Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat, sehingga Jepang tidak sempat meluangkan waktu dan perhatian untuk 10 M uhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 67-83
  • 14. 14 memikirkan pembangunan hukum dan ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di Indonesia. Hal ini membuat rakyat Indonesia makin sengsara ketika berada di bawah penjajahan balatentara Jepang. Dalam perkembangan hukum di masa pendudukan Jepang, telah diterbitkan beberapa kebijakan baru yang isinya hanya meneruskan kebijakan sebelumnya yaitu:11 1. Kitab Undang-Undang dan peraturan perundangan di bidang hukum Perdata yang semula hanya berlaku bagi Golongan Eropa saja kemudian diberlakukan juga bagi etnis lain seperti Orang Cina (Tionghoa) yang berada di Indonesia. 2. Hukum Adat dinyatakan berlaku bagi orang Pribumi 3. Peraturan perundang-undangan di bidang hukum Pidana ditambahkan dengan peraturan hukum militer Jepang diberlakukan kepada semua golongan penduduk tanpa kecuali 4. Penghapusan dualisme di bidang peradilan, sehingga hanya terdapat satu sistem dan lembaga peradilan yang berlaku bagi seluruh penduduk di Indonesia 5. Dilakukannya penyatuan lembaga (Officieren Van Justitie) yang sebelumnya berbeda antara golongan bangsa Eropa dan golongan Bumiputera kemudian dilembur menjadi satu lembaga kejaksaan (Kensatku Kyoku) yang diorganisisr dalam suatu sistem peradilan tiga tingkat. Pada masa pendudukan Jepang inilah mulai adanya peningkatan rasa Nasionalisme di tengah-tengah rakyat Indonesia untuk berusaha meraih kemerdekaan. Hal ini ditandai dengan beberapa organisasi pemuda dan organisasi lain yang bermunculan dan berjuang untuk meraih kemerdekaan. Semangat para pemuda Indonesia semakin menguat dengan adanya janji-janji Pemerintah Militer Jepang bahwa jika perang Asia Timur Raya telah selesai maka Indonesia akan diberikan hak kemerdekaannya. Dengan adanya janji-janji Pemerintah Militer Jepang tersebut, para tokoh- tokoh perjuangan Indonesia telah menyiapkan perangkat hukum dan kelembagaan 11 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 83-90
  • 15. 15 jika Indonesia kelak merdeka. Namun sebelum janji kemerdekaan tersebut diberikan oleh Jepang, ternyata Pemerintah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu dengan adanya tragedi penjatuhan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Pasca tragedi bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki tersebut telah menyebabkan kekosongan kekuasaan di Indonesia. Momen ini tak disia-siakan oleh para tokoh pemuda Indonesia, dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan tersebut merupakan tonggak sejarah awal bagi lahirnya negara Indonesia dengan pemerintahan dan hukum yang baru.12 c. Masa Tahun 1945 –1950 (Periode Jaman Kemerdekaan) Setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, terjadi revolusi di bidang hukum, yang mana perubahan pemberlakuan hukum dari sistem hukum kolonial kepada sistem hukum Nasional dengan ditandai disyahkan UUD 1945. Berlakunya UUD 1945 disebut sebagai dasar sistem hukum negara (status fundamental normal) yaitu dasar dari tata hukum nasional yang berisi norma-norma yang mengatur proses pembentukan dan kompetensi dai organ-organ legislatif,eksekutif dan yudikatif. UUD 1945 juga sebagai dokumen nasional yang berisi perjanjian dan komitmen luhur yang memuat kesepakatan di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia mulai dari politik, hukum kebudayaan, pendidikan, ekonomi, sosial dan aspek fundamental lainnya yang menjadi tujuan bernegara. UUD 1945 juga dikatakan sebagai suatu bukti kelahiran dari sebuah negara baru dan juga sebagai piagam di mata dunia internasional untuk memperoleh pengakuan atas lahirnya sebuah negara baru dan sebagai syarat untuk menjadi anggota PBB. Agar tidak terjadi kekosongan hukum di negara Republik Indonesia yang baru lahir tersebut, maka diterbitkan suatu ketentuan peralihan dalam Pasal II Aturan Peraturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala peraturan yang ada sebelumnya dan badan-badan negara tetap dinyatakan berlaku sebelum diadakan 12 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 83-90
  • 16. 16 peraturan baru menurut ketentuan UUD 1945 dan sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Salah satu alasan untuk sementara tetap mempertahankan berlakunya produk hukum kolonial adalah karena hukum asli rakyat (hukum adat) masih bersifat pluralistis dan tidak tertulis, sedangkan hukum kolonial dianggap telah memenuhi unsur hukum modern yakni bentuknya tertulis dan beberapa sudah termodifikasi kedalaman Kitab Undang-Undang (Wetboek). Disamping itu juga untuk menghindari pemberlakuan hukum adat lain yang dominan yang dapat menimbulkan perpecahan di dalam negara.13 d. Masa Tahun 1950 – 1966 (Periode Jaman Orde Lama) Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno terjadi dinamika perkembangan hukum yang sangat pesat. Sejarah mencatat pada masa ini terjadi perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara federal dan kemudian kembali lagi menjadi negara kesatuan. Demikian juga Undang-Undang Dasar yang berlaku di Indonesia mengalami pergantian sebanyak tiga kali, mulai dari UUD 1945 yang kemudian diganti Konstitusi RIS 1949, lalu berubah menjadi dengan UUD Sementara 1950 dan akhirnya dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 kembali lagi ke UUD 1945 sampai sekarang, Kita ketahui bersama bahwa UUD 1945 pada awal dibentuk dan disahkan oleh PPKI dimaksudkan sebagai UUD yang bersifat sementara. Hal ini dapat diketahui dari pidato Presiden Soekarno pada saat pemberlakuan UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Tuan-tuan tentu mengerti ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar Kilat. Bahwa barangkali boleh dikatakan pula inilah Revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh Tuan-Tuan, kita hari ini bias selesai dengan Undang-Undang Dasar ini…” Namun seiring berjalannya waktu, sifat kesementaraan berlakunya UUD 1945 perlahan-lahan berkurang oleh kenyataan bahwa UUD 1945 ternyata mampu bertahan dan dapat mengiringi proses revolusi kemerdekaan Negara Republik 13 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 90-92
  • 17. 17 Indonesia hingga sekarang ini. Oleh kare itulah kemudian Revolutiegrondwet tidak lagi dimaknai sebagai UUD yang bersifat sementara, akan tetapi sudah berkembang menjadi makna yang sesungguhnya yaitu sebagai undang-undang yang berkarakter revolusi Indonesia.14 Pada masa ini, meski bangsa Indonesia sudah merdeka, namun masih banyak menghadapi gangguan dan cobaan salah satunya revolusi cicik dengan ingin kembalinya Penjajah Belanda ke Indonesia. Disamping itu, di tengah Bangsa Indonesia sendiri terjadi perbedaan pandangan antara pemimpin bangsa dengan para tokoh-tokoh bangsa Indonesia sehingga timbul perbedaan mengani arah pembangunan hukum dan penataan kelembagaan negara. Sehingga pada saat itu dibentuklah Konstitusi RIS Tahun 1949 yang menghasilkan perubahan bentuk negara kesatuan (NKRI) menjadi bentuk negara federal atau serikat (Republik Indonesia Serikat) yang berlaku hanya 8 bulan kemudian diganti dengan UUD Sementara 1950 yang berlaku sampai dengan Tahun 1959. Dengan bentuk negara federal atau serikat dan bentuk pemerintahan parlementer ternyata tidak cocok bagi bangsa Indonesia yang sejak awal menganut sistem kesatuan, kebersamaan dan permusyawaratan. Pada masa pemerintahan Parlementer menjadikan roda pemerintahan menjadi tidak efektif karena terjadinya instabilitas politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh sistem pemerintahan itu sendiri, dimana terjadi kabinet yang sering berganti dan jatuh bangun akibat serangan pihak parlemen (DPR) melalui mosi tidak percaya. Sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 terjadi peristiwa penting yang menentukan sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden yang isinya memberlakukan kembali UUD 1945 yang terus berlaku sampai sekarang. Di momen pemberlakuan kembali UUD 1945 ini pula telah menjadi awal sejarah kodifikasi hukum di Indonesia, seperti diketahui dengan diundangkannya Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengakhiri masa dualisme hukum di bidang pertanahan. UUP Agraria ini menghapus berlakunya produk 14 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 92-95
  • 18. 18 hukum agraria kolonial salah satunya agrarische Wet yang di dalamnya terdapat ketentuan Domein Verklaring yang sangat merugikan rakyat.15 Berikutnya adalah diberlakukannya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman pada Tahun 1961 yang dijadikan dasar dalam mengatur lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Hanya saja ada beberapa masalah dalam penerapan undang-undang kehakiman ini karena menempatkan kekuasaan kehakiman masih berada di bawah kekuasaan eksekutif yang menyebabkan kekuasaan kehakiman tidak mandiri. Di dalam Undang-Undang ini memuat ketentuan diperbolehkannya intervensi eksekutif yakni Presiden atas yudikatif untuk ikut campur dalam proses peradilan demi kepentigan revolusi. Padahal ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Kehakiman ini jelas bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam UUD 1945 yang membagi kekuasaan menjadi 3m yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif yang mana kekuasaan yudikatif adalah merdeka dan mandiri, bebas dari campur tangan dan intervensi kekuasaan manapun termasuk Kepala Negara, Karen hal itu melanggar konstitusi. Salah satu produk hukum yang penting dalam era ini adalah, dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang isinya agar para hakim dalam mengadili suatu perkara agar dihimbau untuk menganulir beberapa pasal tertentu dalam Burgerlijk Wetboek karena dinilai tidak sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. e. Masa Tahun 1966 – GBHN 1999 (Periode Jaman Orde Baru) Pada Tahun 1965 terjadi gejolak politik di tengah-tengah Bangsa Indonesia yang berkaitan adanya perebutan kekuasaan antara Presiden Soekarno dengan kelompok lain yakni Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncak dari peristiwa ini adalah terjadinya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 30 September 1965 yang menewaskan pahlawan Revolusi dan berlanjut diselenggarakannya Sidang Istimewa MPR Sementara pada Tahun 1966 yang melengserkan kekuasaan Presiden Soekarno dan menunjuk Jenderal Suharto 15 M uhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 95-111
  • 19. 19 sebagai Pejabat Presiden yang kemudian dikukuhkan menjadi Presiden Republik Indonesia setelah masa kepemimpinan Soekarno.16 Dibawah pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan masa Orde Baru, terdapat salah satu kebijakan penting yaitu melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pada masa Orde Baru ini, terjadi masa dimana hukum bukan lagi sebagai kekuasaan namun sebagai konstruksi pembangunan negara guna tercapainya cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Hukum untuk pembangunan tersebut diterapkan dengan mengacu pandangan Roscou Pound yakni “law as a a toll of social engineering” (hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat) dan disempurnakan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang menurut pandangan Mochtar bahwa hukum dapat berfungsi sebagai sarana pembangunan (law as a toll od development). Pada tahun 1973 tersusunlah materi pembangunan hukum pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang isinya bahwa pembangunan hukum diperuntukkan bagi terbentuknya sistem hukum nasional Indonesia yang mengadopsi hukum asli dengan menerima materi dan unsur dari hukum asing. Selama masa Orde Baru, hukum materiil yang berlaku masih tetap menggunakan produk hukum kolonial. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih tetap berlaku dan belum dilakukan pembaharuan. Pada masa Orde Baru kembali terjadi dualisme hukum di bidang kehakiman, yakni para hakim diatur oleh dua lembaga (Departemen Kehakiman dan Mahkamah Agung) sehingga tidak bebas dan mandiri dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. Seringkali hakim diintervensi oleh penguasa ketika mengadili suatu perkara yang melibatkan Pemerintah, baik dalam perkara perdata maupun pidana. Penegakan hukum dilaksanakan secara represif, yakni hanya untuk melindungi kepentingan penguasa. Segala perbuatan yang mengganggu dan merongrong wibawa Pemerintah akan ditindak tegas secara represif dengan menggunakan produk hukum yang sudah usang. Hukum dijadikan saran untuk mempertahankan 16 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 111-117
  • 20. 20 kekuasaan agar tidak diganggu oleh kelompok lain yang mencoba melakukan pembaharuan. Sehingga pada masa Orde Baru, tidak ada pembaharuan di bidang penegakan hukum, demokratisasi dan pemerintahan. Dengan terjadinya kekuasaan yang represif seperti ini, keberadaan hukum tidak menjamin tegaknya keadilan, apalagi keadilan substantif sehingga menimbulkan praktek penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM dan tindakan koruptif di semua lini pemerintahan. Akibat penyelenggaraan negara dan penegakan hukum yang represif dan koruptif tersebut maka terjadi gejolak di dalam negara, dimana puncak gejolak tersebut munculnya gerakan reformasi untuk menurunkan rezim Orde Baru era kepemimpinan Presiden Soeharto yang akhirnya berhasil dilengserkan pada bulan Mei 1998.17 f. Masa 1999 – Sekarang (Periode Jaman Orde Reformasi) Setelah berkuasa selama kurang lebih 30 Tahun, akhirnya rezim Soeharto jatuh setelah adanya aksi reformasi yang dilakukan segenap komponen bangsa yang dimotori oleh para mahasiswa dan aktifis pro demokrasi. Aksi tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto mundur dari kursi Presiden dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada B.J Habibie yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Agenda reformasi pertama yang dilakukan B.J Habibie adalah melakukan amandemen UUD 1945 melalui Sidang Istimewa MPR Tahun 1998 yang menghasilkan agenda ketatanegaraan yaitu melakukan pemilihan umum pada tahun 1999 untuk memilih pada wakil rakyat (anggota Dewan Perwakilan Rakyat). Dsari hasil Pemilu 1999 tersebut kemudian dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru yang diketuai oleh Amien Rais selalu salah satu took dalam gerakan reformasi pada tanggal 1998 yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto. Pada Tahun 1999 Pemilihan Presiden masih dilakukan oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Presiden yang dipilih waktu itu adalah Abdurrahman Wahid yang menggandeng Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih. Upaya penataan sistem dan lembaga ketatanegaraan dilakukan 17 Muhaini,Suriansyah.2017. Hukum dan Sejarah hukum, hal 117-120
  • 21. 21 oleh Presiden Abdurrahman Wahid namun gebrakan yang dilakukan oleh Presiden dinilai terlalu radikal sehingga menimbulkan resistensi di kalangan anggota DPR dan MPR kala itu. Sehingga pada akhirnya Presiden diseret ke siding Istimewa MPR karena diduga terlibat dalam kasus dana budget Bulog dan Hibah dari Brunei yang berujung pada pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid oleh MPR yang kemudian digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Dari forum Sidang Istimewa MPR tersebut diangkat Hamsah Haz sebagai Wakil Presiden hingga menjabat sampai pada Tahun 2004.18 Pada masa Presiden Megawati dilakukan penataan terhadap sistem ketatanegaraan dan kelembagaan negara di Indonesia. Penataan sistem ketatanegaraan yang sangat penting adalah merombak sistem pemilihan Presiden dari pemilihan oleh MPR menjadi pemilihan secara langsung oleh Rakyat. Oleh karena itulah pada tahun 2004 dilakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pertama kali di Indonesia. Dari Pemilu Presiden pertama tersebut kemudian terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2004 – 2009. Model pemilihan secara langsung ini juga kemudian diterapkan pada pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 bahwa pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat seperti hanya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Reformasi kelembagaan juga dilakukan dengan adanya pembentukan beberapa lembaga di bidang kehakiman yaitu di samping Mahkamah Agung dibentuk pula Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan mengadili perkara- perkara terkait dengan masalah konstitusi khususnya mengenai uji materiil atas undang-undang terhadap Undang Undang Dasar 1945. Di samping itu Mahkamah Konstitusi juga diberi wewenang untuk menyelesaikan sengketa pemilihan umum. Di samping Mahkamah Konstitusi, juga dibentuk lembaga negara khusus yang bertugas mengawasi para hakim yaitu Komisi Yudisial. 18 M.Manullang,E Fernando.2016,sistem hukum di Indonesia hal 34-40
  • 22. 22 Reformasi hukum di bidang kekuasaan kehakiman telah menjadikan sistem unifikasi kekuasaan kehakiman yang berada pada satu tangan yaitu Mahkamah Agung sehingga memciptakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, bebas dari intervensi kekuasaan lainnya. Seiring dengan waktu kemudian dilakukan perombakan terhadap nama Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan Perundang-undangan dan kemudian diubah menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang digunakan hingga sekarang.19 Restrukturisasi kelambagaan juga dilakukan dengan menempatkan MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara namun sebagai lembaga tinggi negara yang sama kedudukannya dengan DPR, Presiden dan BPK. Reduksi kelembagaan negara juga dilakukan dengan menghapus Dewan Pertimbangan Agung (DPA) guna efisiensi penyelenggaraan negara Selanjutnya pada tahun 2014, tampuk kepemimpinan negara berganti diemban oleh Ir. Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini terlihat adanya peningkatan konsistensi dalam penegakan hukum. Salah satu contoh adalah gebrakan tindakan tegas terhadap tindak pidana ilegal Fishing yang dilakukan dengan penenggelaman terhadap kapal ikan yang tertangkap mencuri ikan di wilayah NKRI. Konsistensi lain adalah dilaksanakan hukum pidana eksekusi terhadap terpidana mati yang sebelumnya belum pernah dilakukan. 19 M.Manullang,E Fernando.2016,sistem hukum di Indonesia hal 40-55
  • 23. 23 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Perjalanan panjang bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga masa sekarang ternyata turut serta secara dominan menyumbang dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan sistem hukum yang ada di negara Indonesia, Baik dalam bentuk produk hukumnya maupun konsruksi kelembagaan hukum yang ada dan berdiri di dalamnya. Hal itu terbukti dengan sangat lekatnya produk-produk hukum kolonial yang secara eksis dan konsisten masih berlaku dalam sistem ketatanegaraan dan hukum di negara Indonesia. Karena produk kolonial masa lampau yang sudah mengakar kuat ini sedikit banyak memberikan peran bagi sulitnya penetrasi yang oleh para tokoh-tokoh hukum yang ada saat ini untuk melaksanakan perombakan dalam semua komponen produk hukum masa lampau seperti halnya polemik upaya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terjadi dan viral baru-baru ini menimbulkan gejolak di tengah masyarakat yang mana KUHP merupakan produk murni masa lampau yang sudah berakar kuat dalam ideologi hukum Indonesia yang menurut Penulis sudah layaknya disesuaikan dengan kondisi perkembangan jaman sekarang. Namun dengan seiringnya waktu berjalan perlu kita memahami dan kembali berpijak pada salah satu teori hukum bahwa Hukum bersifat Statis dan juga Hukum Bersifat Dinamis. Yang artinya bahwa Hukum bersifat Statis dimana hukum merupakan norma dan kaidah peraturan yang berlaku di masyarakat yang harus tetap ditegakkan tanpa
  • 24. 24 memandang tempat dan kondisi jaman dan faktor lainnya apapun. Namun juga Hukum Bersifat Dinamis dimana hukum merupakan perwujudan pranata sosial yang penciptaannya bertujuan memberikan solusi atas kondisi jaman pada masa itu yang selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang ada saat ini. 3.2 Saran Dalam penyusunan makalah tentang sejarah hukum ini, Penulis mencoba memahami secara urut tentang masa lahirnya sebuah tatanan hukum pada sebuah negara dari awal hingga masa sekarang. Dengan hasil pemahaman sejarah perkembangan hukum Indonesia diatas, Penulis memiliki beberapa saran tentang materi diatas. Yang pertama adalah besar harapan Penulis agar produk-produk hukum yang saat ini berlaku memerlukan perbaikan yang bersifat kontinyu dan serius dari para aparatur hukum di Indonesia demi terciptanya sistem hukum yang kuat dan sesuai dengan kondisi dan tuntutan perkembangan jaman di era modern saat ini. Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaa. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas. Demikianlah Materi pembahasan kali ini ,Semoga artikel ini dapat bermanfaat serta dapat menambah pengetahuan kita semua.
  • 25. 25 DAFTAR PUSTAKA Ali. R. Mohammad. 2012. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta. LKIS Printing Cemerlang Murhaini, Suriansyah. 2017. Hukum dan Sejarah Hukum. Yogyakarta: Laksbang M.Manullang, E Fernando. 2016. Selayang Pandang Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Kencana