1. Studi ini meneliti pengembangan dan hilirisasi bahan pewarna alam dari tumbuhan dan hewan untuk aplikasi pada sel surya, tekstil, dan coating.
2. Telah dilakukan riset dasar, skala produksi, uji pasar, dan pra-komersialisasi yang berhasil membentuk perusahaan baru bernama CV. Indigo Biru Baru.
3. Pengembangan dan hilirisasi bahan pewarna alam perlu dilakukan secara simultan pada ketersediaan bahan b
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan sebuah program bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi yang diperoleh di bangku kuliah dalam mengkaji, mengembangkan dan menerapkan IPTEK di masyarakat. Program yang disupport penuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ini dapat diikuti oleh semua mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi baik PTS maupun PTN.
Mengembangkan industri berwawasan lingkungan pada hakekatnya adalah membangun
industri sehingga industri itu menguntungkan kehidupan rakyat banyak , meningkatkan
pemerataan kesejahteraan ekonomi penduduk , meningkatkan kualitas budaya bangsa, dan
membuat lingkungan hidup semakin sehat serta menjamin kelangsungan pembangunan di
masa mendatang.
Dr.Ir.Gatot Trimulyadi
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya kritik. Sampah plastik dalam poster di akun twiter UNEP 13 Januari 2019 saya kritisi karena banyak hal yang menimbulkan tanda tanya dari perspektif Indonesia
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan sebuah program bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi yang diperoleh di bangku kuliah dalam mengkaji, mengembangkan dan menerapkan IPTEK di masyarakat. Program yang disupport penuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ini dapat diikuti oleh semua mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi baik PTS maupun PTN.
Mengembangkan industri berwawasan lingkungan pada hakekatnya adalah membangun
industri sehingga industri itu menguntungkan kehidupan rakyat banyak , meningkatkan
pemerataan kesejahteraan ekonomi penduduk , meningkatkan kualitas budaya bangsa, dan
membuat lingkungan hidup semakin sehat serta menjamin kelangsungan pembangunan di
masa mendatang.
Dr.Ir.Gatot Trimulyadi
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya kritik. Sampah plastik dalam poster di akun twiter UNEP 13 Januari 2019 saya kritisi karena banyak hal yang menimbulkan tanda tanya dari perspektif Indonesia
Tak ada jalan bagi kalangan industri plastik untuk mengatakan tidak perlu berhijau ria. Naah… Saat ini salah satu karya anak bangsa yang sudah mengindustrikan dan memasarkan plastik ramah lingkungan dinamakan generiknya adalah plastik-hayati atau #bioplastic dengan brand, nama dagang #ecoplas
MANAJEMEN LIMBAH PABRIK KARET DALAM RANGKA PENURUNAN KADAR BOD (BIOLOGICAL OX...Asramid Yasin
Asramid Yasin
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
DOI: https://doi.org/10.21009/jgg.071.02
Abstract
The research is aimed at gaining a description of waste rubber factory management, Perkebunan Nusantara VIII Company Kebun Cikumpay in Purwakarta Province of West Java to Reduction of Rate BOD (Biological Oxygen Demand). The research used a theoretical descriptive method. Data have been collected by observation, interview and documents. The results showed that the reduction of rate BOD caused by the factory carried out the wastewater management by applying clean production concept for example: (1) minimizing waste with lessening wastewater volume, using of the ditch through a closed pipe, rubber trap, chemicals raw materials namely New Nicola (liquid smoke) and Food Grade with lower of hazard, more efficient and more cheap. (2) reusing of waste for sale as by products and (3) wastewater treatment with using of IPAL the consisted of 2 anaerobic and 3 facultative ponds.
Keywords: wastewater management of rubber and reduction of rate BOD
Analisis Ketahanan Nasional Indonesia dalam Aspek Produksi Barang dan Jasa. Ppt ini membahas mengenai deskripsi ketahanan nasional serta realitas ketahanan nasional dalam aspek produksi barang dan jasa. Ketahanan nasional terbagi menjadi beberapa yaitu ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan budaya ketahanan ideologi dan lain-lain. Unsur-unsur ketahanan nasional diesbut juga astragatra yang terdiri dari pancagatra dan trigatra.
Business Plan "NanoChitosan - ronatekAGRO" - CHITOS Corp.Andreas Prathama
Business Plan tentang produk pengawet makanan alami dari pengolahan limbah makanan berupa kulit crustachea (kepiting, udang) dengan daya tahan yang lebih lama :)
Tak ada jalan bagi kalangan industri plastik untuk mengatakan tidak perlu berhijau ria. Naah… Saat ini salah satu karya anak bangsa yang sudah mengindustrikan dan memasarkan plastik ramah lingkungan dinamakan generiknya adalah plastik-hayati atau #bioplastic dengan brand, nama dagang #ecoplas
MANAJEMEN LIMBAH PABRIK KARET DALAM RANGKA PENURUNAN KADAR BOD (BIOLOGICAL OX...Asramid Yasin
Asramid Yasin
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
DOI: https://doi.org/10.21009/jgg.071.02
Abstract
The research is aimed at gaining a description of waste rubber factory management, Perkebunan Nusantara VIII Company Kebun Cikumpay in Purwakarta Province of West Java to Reduction of Rate BOD (Biological Oxygen Demand). The research used a theoretical descriptive method. Data have been collected by observation, interview and documents. The results showed that the reduction of rate BOD caused by the factory carried out the wastewater management by applying clean production concept for example: (1) minimizing waste with lessening wastewater volume, using of the ditch through a closed pipe, rubber trap, chemicals raw materials namely New Nicola (liquid smoke) and Food Grade with lower of hazard, more efficient and more cheap. (2) reusing of waste for sale as by products and (3) wastewater treatment with using of IPAL the consisted of 2 anaerobic and 3 facultative ponds.
Keywords: wastewater management of rubber and reduction of rate BOD
Analisis Ketahanan Nasional Indonesia dalam Aspek Produksi Barang dan Jasa. Ppt ini membahas mengenai deskripsi ketahanan nasional serta realitas ketahanan nasional dalam aspek produksi barang dan jasa. Ketahanan nasional terbagi menjadi beberapa yaitu ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan budaya ketahanan ideologi dan lain-lain. Unsur-unsur ketahanan nasional diesbut juga astragatra yang terdiri dari pancagatra dan trigatra.
Business Plan "NanoChitosan - ronatekAGRO" - CHITOS Corp.Andreas Prathama
Business Plan tentang produk pengawet makanan alami dari pengolahan limbah makanan berupa kulit crustachea (kepiting, udang) dengan daya tahan yang lebih lama :)
1. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/318030286
PENGEMBANGAN PRRODUK RISET DAN HILIRISASI BAHAN PEWARNA ALAM
UNTUK SEL SURYA, TEKSTIL, DAN COATING
Technical Report · May 2017
CITATIONS
2
READS
1,703
1 author:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Developing Natural Dyes for Coating and Painting View project
Performance Enhancement of Dye-Sensitized Solar Cells Using a Natural Sensitizer View project
Suyitno Suyitno
Universitas Sebelas Maret
87 PUBLICATIONS 370 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Suyitno Suyitno on 30 June 2017.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
2. Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 1
PENGEMBANGAN PRODUK RISET DAN HILIRISASI BAHAN PEWARNA ALAM
UNTUK SEL SURYA, TEKSTIL, DAN COATING
Suyitno1
, Didin Mujahidin2
, Atmanto Heru Wibowo3
, Dian Widiawati4
, Zainal Arifin1
,
Riyanti Puji Astuti5
, Muh Thoyib5
1
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A
Surakarta
2
Program Studi Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung
3
Program Studi Kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta
4
Program Studi Kriya Tekstil, FSRD, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung
5
CV. Indigo Biru Baru, Jl. Patimura, Bulu, Sukoharjo, Indonesia
Email: suyitno@uns.ac.id
Abstrak
Bahan pewarna merupakan komponen terpenting dalam industri food, beverage, tekstil, seni, coating,
painting, dan sel surya tersensitisasi pewarna. Konsumsi global bahan pewarna saat ini mencapai
700.000 ton atau setara dengan 44 trilyun rupiah. Sedangkan di Indonesia sendiri, lebih dari 95%
bahan pewarna tersebut diperoleh dari luar negeri, sehingga substitusi bahan pewarna penting untuk
dilakukan. Oleh karena itu, tujuan utama dari studi ini adalah mendapatkan konsep pengembangan
dan hilirisasi bahan pewarna alam pada bidang sel surya, tekstil, dan coating. Studi dilakukan sejak
tahun 2007 sampai sekarang, dimana dapat dibagi menjadi empat fase. Fase pertama (2007-2012)
adalah riset dasar untuk meningkatkan knowhow. Pada fase kedua (2012-2015) adalah scale up
proses produksi, formulasi, dan uji pasar pada kapasitas 50 L/hari. Fase ketiga (2015-2016) adalah
pra-komersialisasi. Sedangkan fase keempat (2017-sekarang) adalah pembentukan badan usaha dan
ekspansi pasar. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa pengembangan dan hilirisasi bahan pewarna
alam harus dilakukan secara simultan setidaknya pada tiga hal, yaitu ketersediaan baha baku,
standarisasi proses produksi, dan ekspansi pasar. Kegiatan riset telah berhasil melakukan
screening bahan pewarna alam untuk sel surya, coating, dan tekstil. Kegiatan pra-komersialisasi, uji
pasar, dan hilirisasi telah berhasil membentuk perusahaan baru dibawah koordinasi Badan Pengelola
Usaha UNS, yaitu CV. Indigo Biru Baru dimana pada tahun 2016 sudah mempunyai tenaga kerja 17
orang. Produk utama perusahaan adalah pewarna alam (ekstrak cair, pasta, dan serbuk), politur air,
dan batik warna alam yang dipasarkan ke Jawa Tengah, Jakarta, Bali, Jawa Timur, Kalimantan,
Malaysia, dan Jepang. Ekspansi pasar terus diupayakan dengan tetap memperhatikan kapasitas bahan
baku dan kapasitas produksi. Keberadaan CV. Indigo Biru Baru juga telah mengaktifkan kembali
berbagai kluster batik tulis, cap, dan lurik di wilayah Sukoharjo, Sragen, dan Klaten.
Kata kunci: bahan pewarna alam, komersialisasi, hilirisasi, sel surya, coating, tekstil, politur, batik.
1. Pendahuluan
Industri coating dan painting baik dalam maupun luar negeri mengalami peningkatan
baik dari sisi jumlah industrinya maupun varian produknya. Hal ini dipicu selain karena
pentingnya fungsi cat dalam memberi warna dan dekoratif dari suatu permukaan, juga
disebabkan oleh kebutuhan masyarakat yang semakin spesifik, misalnya terkait dengan
kualitas, ketahanan, variasi warna, dan keramahan terhadap lingkungan. Perkembangan ini
3. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 2
juga dialami oleh industri food, beverage, tekstil, seni, dan coating. Pada skala yang masih
terbatas, perkembangan juga dialami oleh industri sel surya tersensitisasi pewarna.
Menurut hasil survey PT Mars Indonesia, perkembangan nilai pasar cat Indonesia
mencapai Rp 10,47 triliun pada 2010 dan mengalami peningkatan sebesar 8,6% pada tahun
2011 atau Rp 11,37 triliun. Pada tahun 2012 dan 2014, peningkatan pasar cat rata-rata adalah
10% atau setara dengan Rp 12,57 triliun dan Rp 18,32 triliun. Sedangkan jika dilihat dari sisi
volume, produksi cat pertahun dari tahun 2010 sampai 2014 mengalami kenaikan dari
688.770 ton menjadi 822.804 ton (Mars 2012). Dari total produksi cat, kebutuhan akan cat
yang lebih ramah lingkungan dan berbasis air (water-based) juga mengalami peningkatan.
Selain di bidang cat, industri non migas di Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang
besar sampai 4,84% pada tahun 2013, dimana untuk kategori industri tekstil, barang kulit &
alas kaki sendiri mempunyai tingkat pertumbuhan sebesar 7,62% (BPS 2013). Sedangkan
jumlah industri batik skala kecil-menengah mencapai 48.300 unit dengan tenaga kerja
sebanyak 792.300 dan nilai ekspor sebanyak US$ 110 juta (Dirjen 2011).
Sementara itu, sebagian besar bahan pewarna yang ada dipasaran dihasilkan melalui
sitesis kimia yang membutuhkan energi yang sangat besar dan menghasilkan limbah kimia
yang perlu penanganan yang sangat sulit (Gambar 1). Di samping itu, sintesis bahan pewarna
sering kali membutuhkan tahapan proses yang panjang serta pereaksi–pereaksi kimia yang
berbahaya seperti penggunaan asam nitrat, reduktor kuat seperti senyawa–senyawa hidrida,
dan pereaksi halogenasi yang sangat korosif. Akan tetapi sampai saat ini pasokan bahan
pewarna cat dan tekstil masih didominasi oleh pewarna sintetis dan berasal dari luar negeri.
(a) (b)
Gambar 1. Proses sintesis: (a) bahan pewarna sintetis; (b) BPA
Bahan pewarna juga dapat dihasilkan secara alamiah baik dari tumbuhan maupun dari
hewan. Keragaman warna yang dihasilkan oleh alam sebenarnya merupakan inspirasi sintesis
kimia berbagai zat warna yang sekarang ada. Perkembangan teknologi kimia yang sangat
pesat telah menggeser penggunaan zat alami dalam industri pewarnaan. Dalam beberapa
dekade terakhir kepedulian masyarakat berkaitan dengan produk yang aman dan berbagai
macam dampak buruk dari produk sintetis telah mendorong perhatian masyarakat dan
pemerintah dalam hal penggunaan bahan pewarna alam (BPA). Meningkatnya kesadaran
konsumen dalam penggunaan produk-produk yang ―green‖ yang berdampak pada perbaikan
PRODUKSI
ZAT WARNA
ZAT
WARNA
PEREAKSI
ENERGI
MASYARAKAT
BAHAN BAKU
(MINYAK BUMI)
LIMBAH
KIMIA
EKSTRAKSI
ZAT
WARNA
FUNCTIONAL
CHEMICALS
GREEN ARTS/
GREEN ENERGY
PELARUT
ENERGI
BAHAN BAKU
LIMBAH
PAINTING
MATAHARI
4. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 3
kualitas lingkungan merupakan penyebab berkembangnya kembali penggunaan dan
pemanfaatan BPA sekarang ini. Bahan yang terbarukan dan berasal dari alam menjadi
kenggulan tersendiri. Tahapan yang singkat dan kemudahan dalam proses pengolahan juga
menjadi nilai tambah dari BPA. Limbah yang dihasilkan dapat diolah kembali menjadi bahan
yang dimanfaatkan contohnya komposit dinding aromatik dan pupuk kompos (Gambar 1).
Beberapa peneliti di Universitas Sebelas Maret bekerjasama dengan peneliti di Institut
Teknologi Bandung sedang mengembangkan pewarna alam (natural dye) dari berbagai bahan
alam dan tumbuhan. Awalnya, pewarna alam ini digunakan sebagai pewarna makanan
tradisional dan kemudian berkembang untuk pewarna tekstil dan sel surya tersensitisasi
pewarna (dye-sensitized solar cell, DSSC) (Suyitno, Rachmad et al. 2014; Suyitno, Saputra et
al. 2015; Agustia, Suyitno et al. 2016; Mulyanto, Suyitno et al. 2016; Arifin, Soeparman et al.
2017). Pada pewarnaan tekstil dan pewarna sel surya, bahan pewarna harus dapat menempel
pada photoanode atau fabric secara langsung. Sedangkan pada cat, penempelan bahan
pewarna pada permukaan menggunakan suatu resin dimana pada cat berbasis air, resin yang
digunakan adalah resin acrylic. Resin akrilik ini bersifat larut dengan air.
Sementara itu untuk BPA juga mempunyai sifat ada yang larut dalam air dan ada yang
tidak larut dalam air. Pewarna kuning dari ekstrak kayu tegeran dan pewarna merah dari
ekstrak tingi atau secang (Mulyanto, Suyitno et al. 2016) mempunyai sifat larut dalam air.
Sebaliknya pewarna biru dari Indigofera tidak dapat larut dalam air. Sayangnya, tanaman
sumber BPA belum banyak yang dibudidayakan dalam kapasitas yang memadai. Ketersediaan
BPA dalam jumlah yang cukup sangat penting bagi sehatnya proses hilirisasi BPA. Tetapi
menariknya, beberapa jenis BPA merupakan produk samping dari suatu pengolahan kayu,
misalnya kulit kayu mahoni dan kulit kayu tingi. Sehingga untuk proses hilirisasi BPA, tiga
hal utama dipelajari dan dikembangkan secara spesifik dari mulai ketersediaan bahan baku,
proses produksi dan formulasi yang terstandar, dan ekspansi pasar.
2. Tujuan
Tujuan utama dari studi ini adalah mendapatkan konsep pengembangan dan hilirisasi BPA
pada bidang sel surya, tekstil, dan coating. Untuk mencapai tujuan utama studi tersebut dapat
diturunkan menjadi tujuan khusus, yaitu:
1. Mendapatkan kesinambungan bahan baku BPA dengan tanaman yang berkualitas dalam
jumlah yang mencukupi.
2. Mendapatkan parameterisasi, formulasi, dan standarisasi proses produksi BPA dan
turunannya pada skala laboratorium sampai skala produksi.
3. Menghasilkan standarisasi baku mutu produk dan uji coba pasar produk BPA dan
turunannya baik di dalam maupun ke luar negeri.
5. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 4
3. Landasan Teori/Kajian Pustaka
3.1. Sumber dan Jenis Bahan Pewarna Alam
BPA dapat dihasilkan secara alamiah baik dari tumbuhan maupun dari hewan.
Keragaman warna yang dihasilkan oleh alam sebenarnya merupakan inspirasi sintesis kimia
berbagai zat warna yang sekarang ada. Di Indonesia telah terdapat sekitar 150 jenis tanaman
yang menghasilkan pewarna alam. Warna yang dihasilkan meliputi warna dasar (merah, biru,
kuning) dan warna-warna kombinasi seperti coklat, jingga, dan nila (Heyne 1988). Para
pengrajin batik di Indonesia telah banyak mengenal beberapa tanaman yang dapat mewarnai
batik beberapa diantaranya adalah: daun indigo (Indigofera Tictoria L), kayu tegeran
(Cudraina javanensis), kayu secang (Caesalpinia Sappan Linn), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kunyit (Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia),
kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), dan kesumba (Bixa orelana). Dari keseluruhan
jenis tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil BPA, belum banyak studi yang menguji
ketahanan dari pewarna tersebut. BPA yang diaplikasikan pada fabric juga masih terkesan
kusam dengan harga yang belum kompetitif.
BPA yang diekstrak dari daun pepaya (PL) yang diteliti sebagai sensitizer di DSSCs
berbasis TiO2 dan dievaluasi telah dibandingkan dengan pewarna sintetis N719. Keasaman
ekstrak pewarna daun papaya yang kaya Mg-klorofil diatur dengan asam bensoat. Pada
penggunaan untuk merendam DSSC dilakukan pada konsentrasi 8 g/100 mL dan diperoleh
efisiensi tertinggi 0,28% pada pH 3,5 (Suyitno, Saputra et al. 2015). Namun, penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk meningkatkan kepadatan arus dan stabilitas DSSCs berbasis pewarna
alami, termasuk penyelidikan rute ekstraksi pewarna alternatif, seperti mengisolasi klorofil
murni dari daun pepaya dan menstabilkan itu.
Selain jenis klorofil, BPA yang biasa ditemui dan digunakan sebagai sensitizer DSSC
adalah kurkumin, karoten, xantofil, dan antosianin. Curcumin adalah pigmen berwarna kuning
yang terdapat dalam tanaman jenis rhizome seperti temulawak dan kunyit. Pada semua
tanaman jenis akar-akaran, sebagian besar terdapat curcumin dibandingkan pigmen yang lain.
Curcumin mempunyai warna kuning karena menyerap secara kuat pada panjang gelombang
420-580 nm dari spektrum cahaya tampak (Gross 1991). Rumus empiris curcumin adalah
C21H20O6. Pigmen tersebut merupakan suatu gabungan dari berbagai unsur membentuk ikatan
benzene dimana warna kuning berasal dari ikatan rangkap (Kim, Kim et al. 2013).
Selain Curcumin, kandidat sensitizer sel surya yang lain adalah senyawa Fisetin.
Fisetin adalah senyawa flavonoid yang banyak terdapat pada buah-buahan. Senyawa ini
memberikan warna kuning seperti umumnya senyawa flavonoid. Struktur resonansi dari
fisetin memberikan gambaran bahwa fisetin dapat dijadikan sebagai zat warna untuk aplikasi
DSSC. Berdasarkan kajian dari struktur fisetin, gugus pendorong electron (Donor) adalah
gugus fenol pada C-4 dan C-7. Kerangka flavonoid (C6-C3-C6) berfungsi sebagai unit phi,
6. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 5
sedangkan gugus ortho dihidroksi pada cincin B berfungsi sebagai penarik electron
(Acceptor). Selanjutnya, review terhadap BPA yang lain disajikan pada Tabel 1.
Beberapa faktor bahan pewarna yang berpengaruh pada kualitas sensitizer sel surya
adalah jenis pelarut, perbandingan pewarna dengan pelarut, temperatur ekstraksi
(Wongcharee, Meeyoo et al. 2007), dan pH dari pelarut (Changa, Wub et al. 2010). Perbedaan
pelarut (solvent) dalam proses ekstraksi dapat menyebabkan perubahan efisiensi dari DSSC.
Pelarut air dianjurkan digunakan sebagai pelarut untuk ekstrak antosianin, walaupun
kenyataannya dengan menggunakan ethanol didapatkan efisiensi yang lebih tinggi. Hal ini
karena pelarut air untuk antosianin dapat meningkatkan ketahanan/stabilitas DSSC
dibandingkan pelarut alkohol karena penggunaan alkohol menyebabkan dekomposisi
fotokatalitik antosianin oleh semikonduktor. Dekomposisi fotokatalitik adalah perubahan
gugus pewarna antosianain karena terkena foton, sehingga sel surya dengan pelarut etanol
menghasilkan efisiensi yang menurun drastis setelah tiga jam (Wongcharee, Meeyoo et al.
2007). Perubahan gugus ini bisa diamati pada warna photoanode yang menjadi pucat setelah
disinari dengan simulasi cahaya matahari.
Tabel 1. Review bahan pewarna pada sel surya DSSC
No Jenis Pewarna Komponen Semikonduktor
Isc
(mA/cm2
)
Voc
(mV)
FF
η
(%)
Ref
1
Buah murbei Antosianin TiO2 1.89 555 0.49 0.548
(Chang and Lo
2010; Chang, Wu
et al. 2010)
Daun delima Klorofil TiO2 2.05 560 0.52 0.597
Buah murbei : Daun
delima = 1:1
Antosianin :
Klorofil
TiO2 2.8 530 0.49 0.722
2
Bunga Rosella
Cyanidin and
delphinidin
TiO2
1.63 404 0.57 0.37
(Wongcharee,
Meeyoo et al.
2007)
2.06 433 0.59 0.52
2.06 433 0.59 0.52
2.51 488 0.59 0.71
2.72 408 0.63 0.70
Bunga kacang biru Tertanin TiO2 0.37 372 0.33 0.05
Bunga Rosella : Bunga
kacang biru = 1:1
TiO2 0.82 382 0.47 0.15
3
Kulit buah terung TiO2 3.40 350 0.40 - (Calogero and
Marco 2008)
Jus jeruk TiO2 3.84 340 0.50 0.66
4
Bunga K. Japonoca Karotenoid
TiO2 0.5597 5839 0.67750.22
(Hemalatha,
Karthick et al.
2012)
TiO2 0.7509 5526 0.70450.29
Bunga R. Chinensis Antosianin
TiO2 0.8017 5433 0.664 0.29
TiO2 0.7025 5373 0.69380.27
5
Buah labu Β-carotene TiO2 0.24 644 0.49 0.076 (Shanmugam,
Manoharan et al.
2013)
Bunga kamboja merah Antosianin TiO2 0.94 495 0.65 0.301
6
Ixora coccinea ZnO 2.65 210 0.29 0.33 (Thambidurai,
Muthukumarasamy
et al. 2011)
Buah Mulberry ZnO 2.90 230 0.30 0.41
Umbi Beet ZnO 2.90 230 0.30 0.28
7
Umbi Black carrot 1.302 400 0.47 0.25
(Tekerek, Kudret
et al. 2011)
Buah Black raspberry 0.672 400 0.59 0.16
Bunga Rosella juice 0.79 428 0.47 0.16
8
Daun Kubis merah Cyanidin 4.38 470 0.36 0.73 (Gokilamani,
Muthukumarasamy
Biji Kacang biru Tertanin 4.16 450 0.35 0.67
7. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 6
No Jenis Pewarna Komponen Semikonduktor
Isc
(mA/cm2
)
Voc
(mV)
FF
η
(%)
Ref
et al. 2013)
9 Daun pepaya Klorofil Efisiensi DSSC = 0.28%,
Jsc = 1.190 mA/cm2,
Voc = 0.460 V, dan FF = 0.52
(Suyitno, Saputra
et al. 2015)
10 Kunyit Kurkumin Efisiensi DSSC = 0.36%,
Jsc = 1.0055 mA/cm2,
Voc = 0.563 V, dan FF = 64%
(Kim, Kim et al.
2013)
Selain perbedaan jenis pelarut di atas, temperatur ekstraksi dan tingkat keasaman (pH)
dari zat pewarna alami juga mempengaruhi kualitas dari zat pewarna alami. Ekstrak bunga
rosella mampu memberikan efisiensi DSSC terbaik pada saat ekstraksi dengan suhu 50ºC dan
pH pewarna sebesar 1,0. Dengan kondisi ini, efisiensi sel surya dengan ekstrak bunga Rosella
naik dari 0,37 menjadi 0,7% (Wongcharee, Meeyoo et al. 2007). Pada penelitian lain
disebutkan bahwa efisiensi photoelektrik DSSC dengan pewarna dari daun Ipomea naik dari
0,278% menjadi 0,318% ketika suhu ekstraksi dan pH dikontrol 50ºC dan 1,0.
Selain eksplorasi untuk sel surya DSSC, BPA juga dilakukan untuk tekstil dan
coating. Pada prinsipnya, BPA untuk tekstil dan coating akrilik hampir sama. Setelah
dilakukan seleksi, BPA biru diperoleh dari fermentasi daun Indigo. BPA merah diperoleh dari
ekstraksi kayu Secang dan kayu Tingi. Sedangkan, BPA kuning diperoleh dari ekstraksi kayu
Tegeran. BPA merah yang berasal dari kayu secang (Caesalpinia Sappan L) diambil dari
batang kayunya. Ekstrak kayu secang ini memiliki warna merah. Namun dalam kenyataannya
menunjukkan bahwa kondisi pH mempengaruhi warna merah dari ekstrak kayu secang.
Sehingga pada kondisi pH tertentu ekstrak kayu secang juga dapat memberikan warna selain
merah, seperti warna ungu dan kuning.
Warna merah secang ditimbulkan oleh senyawa kimia yang bernama brazilein yang
merupakan hasil oksidasi dari senyawa yang bernama brazilin. Brazilin yang semula
berwarna kuning akan menjadi warna merah dan larut dalam air jika teroksidasi (Min, Wei et
al. 2006). Kedua komponen brazilin dan brazilein merupakan tetrasiklik dengan dua cincin
aromatik (Luiz F.C. de Oliveiraa 2002). Warna kuning brazilin yang berubah menjadi
brazilein kemerahan disebabkan karena adanya peningkatan delokalisasi elektron karena
keberadaan gugus karbonil. Warna merah brazilien pada kayu secang baik digunakan untuk
pewarna katun atau wol (Ghobadian 2007).
BPA biru yang dikembangkan dalam studi ini adalah dari daun Indigofera. Indigo
memiliki sifat afinitas kimia yang rendah terhadap kain katun pada saat dicelup dan dapat
ditingkatkan ikatan dengan kain pada saat dipapar di udara bebas. Faktor yang paling penting
adalah pada pH pewarna indigo. Pewarna indigo memiliki empat warna yang berbeda
tergantung pada kondisi pH, bentuk keempat struktur tersebut dapat dijelaskan, yaitu a.
indigotin (pH basa sangat rendah), b. Bentuk reduced non ionic (pH : agak basa/sedang
<10,5), c. bentuk mono-fenolat (pH relatif lebih tinggi 10,5 - 11,5), d. bentuk bi-fenolat (pH
8. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 7
sangat tinggi > 11,5) (Broadbent 2001). Indigotin dan bentuk reduced non ionic berada pada
pH di bawah 9-9,5, fraksi relatifnya tergantung pada pH yang tepat pada larutan. Dengan cara
meningkatkan pH perlahan-lahan, struktur indigotin lama-lama akan menjadi struktur reduced
non ionic atau bentuk mono-fenolat atau mungkin campuran dari keduanya. Kemudian
meningkatkan pH >10 perlahan-lahan mengubah semua leuco pada struktur reduced non ionic
menjadi bentuk mono-fenolat. Hampir semua molekul indigo akan membentuk mono-fenolat
pada pH sekitar 11,5. Pada setiap penambahan alkali melebihi pH 11,5 perlahan menangkap C
= O yang memiliki banyak Na₂S₂O₄, sehingga terjadi perubahan bentuk struktur dari bentuk
mono-fenolat menjadi bentuk bi-fenolat. Indigo dalam bentuk bi-fenolat memiliki sifat
afinitas yang rendah pada bahan kapas yang disebabkan oleh rendahnya penyerapan warna.
Bentuk mono-fenolat merupakan bentuk yang diinginkan karena memiliki afinitas tinggi serta
memiliki serapan pewarna yang lebih tinggi dan membatasi permukaan yang menghambat
penyebaran molekul zat warna. Kapas akan mendapatkan muatan negatif ketika dicelupkan ke
dalam larutan basa, pH yang tinggi, semakin tinggi muatan anionik pada serat dengan
penolakan tinggi antara pewarna dan serat sehingga mengurangi penyerapan zat warna. Dari
dua bentuk larutan indigo, mono-fenolat menunjukkan kelarutan terhadap air yang relatif
lebih rendah, penangkapan yang lebih tinggi dan mengurangi penyebaran.
Kemudahan dalam melakukan proses pewarnaan dipengaruhi oleh pH juga. Mono-
fenolat memiliki sifat larut dalam air yang rendah, hal ini menyebabkan keterserapan warna
ke dalam katun menjadi terhambat, sehingga pewarnaan yang terjadi hanya pada permukaan
katun yang disebut “ring dyeing” di mana beberapa lapisan permukaan yang dicelup dan
bagian dalam benang tidak terwarnai karena untuk membutuhkan waktu untuk keterserapan
warna terhadap katun secara menyeluruh.
3.2. Formulasi dan Kualitas Cat berbasis Air Berpewarna Alam
Selanjutnya, pada proses formulasi cat dan coating, dikenal dengan dua macam jenis
pelarut. Pelarut pertama adalah pelarut minyak atau solvent based coating or painting. Pelarut
kedua adalah pelarut air atau water based coating or painting. Kelebihan pelarut minyak
adalah kecepatan dalam pengeringan. Namun demikian, seiring dengan kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan, maka cat berbasis air sudah mulai berkembang. Bahan dasar
dalam cat berbasis air adalah resin akrilik yang berfungsi sebagai vehicle. Peran bahan
pewarna sendiri sekitar 3-10% saja tergantung dari kebutuhan. Pada proses formulasi, untuk
mendapatkan campuran yang baik diperlukan surfaktan dimana pada proses formulasinya
harus dihindari adanya cacat-cacat pada cat. Di Indonesia, untuk cat terdapat SNI dengan
nomor 3564:2009.
BPA yang ramah lingkungan telah berkembang dan telah dikenal dengan baik dalam
beberapa waktu yang lalu untuk pewarnaan tekstil (Baid 2009; Erkan, Şengül et al. 2014;
Sachdev 2014; Alkan, Torgan et al. 2015). Saat ini, pewarna alami juga telah berhasil
dikembangkan untuk sel surya yang peka terhadap pewarna (dye-sensitized solar cells,
9. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 8
DSSCs) (Zhou, Wu et al. 2011; Attanayake, De Silva et al. 2013; Shahid, Shahid ul et al.
2013). Berbagai BPA seperti indigofera (Erkan, Şengül et al. 2014), coumarin (Elgemeie,
Ahmed et al. 2016), Caesalpinia sappan L. (Mulyanto, Suyitno et al. 2016), neem, dan
ekstrak holy brazil (Sachdev 2014) sudah dikenal dan digunakan untuk mewarnai kain
melalui pembentukan ikatan kovalen.
Menariknya, BPA mulai dikembangkan di bidang formulasi cat (Pawlak, Puchalska et
al. 2006; Abidin, Nasir et al. 2013; Abidin, Naziron et al. 2013; Shahid, Shahid ul et al. 2013;
Usop, Abidin et al. 2016) dan BPA yang sering dieksplorasi untuk produksi cat meliputi
kurkumin untuk merah (Abidin, Naziron et al. 2013), antosianin untuk warna merah, ungu,
dan biru (Lee, Hadi et al. 2015), dan Streptomyces untuk coklat, merah, kuning, dan hitam
(Sastry, Prabhakar et al. 2016); Thymus serpyllum (Çakmakçi, Deveoglu et al. 2013) dan
lawsone juga telah dieksplorasi untuk warna kecoklatan (Abidin, Nasir et al. 2013). Masalah
utama dengan BPA saat diformulasikan dalam cat adalah kesesuaian dengan komponen lain
pada cat. Namun, banyak komponen untuk cat tersedia di pasaran, dan di satu sisi ini
menawarkan alternatif dalam formulasi namun di sisi lain mereka mungkin akan
menghasilkan cacat jika diformulasi dengan kurang tepat. Cacat yang mungkin timbul pada
permukaan cat adalah cissing, checking, cratering, bubbling, dan pinholes (Fitzsimons and
Parry 2010), seperti dapat dilihat pada Gambar 2.
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 2. Jenis cacat pada lapisan cat; (a) Cissing, (b) Checking, (c) Cratering, (d) Bubbling, dan (e) Pinholes
Pada cat, cacat yang sering muncul adalah cratering. Fenomena cratering dapat terjadi
karena pencampuran beberapa bahan cat yang mempunyai sifat yang berbeda-beda. Secara
umum cratering adalah kawah yang terbentuk pada permukan cat yang sudah mengering dan
bentuknya melingkar dimana terkadang ada tonjolan di pusatnya. Crater dapat terjadi karena
gerakan dari bahan-bahan cat yang masih cair yang diakibatkan oleh perbedaan tegangan
permukaan atau oleh bahan-bahan yang tidak bercampur sempurna. Bahan cat yang masih
cair akan mengalir dari daerah yang memiliki tegangan permukaan rendah untuk menutupi
luasan dengan tegangan permukaan yang lebih tinggi sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Fenomena terbentuknya crater
Bahan dengan rendah
10. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 9
Sementara itu, fenomena crater dapat dilihat bahwa faktor yang berpengaruh
utamanya adalah sifat-sifat dari bahan cat khususnya viskositas, tegangan permukaan, dan
kecepatan pengeringan. Tegangan permukaan suatu cairan adalah gaya yang menyebabkan
molekul pada permukaan cairan terdorong bersama dan membentuk sebuah lapisan.
3.3. Proses dan Kualitas Pewarnaan pada Fabric
Fabric yang cocok untuk pewarna alam terdapat dua jenis, yaitu katun dan sutera.
Komposisi selulosa pada fabric jenis katun menunjulkan persentase yang tinggi, artinya
bahwa selulosa sangat stabil dalam kondisi basa dan dalam keadaan tanpa oksigen meskipun
pada suhu yang tinggi. Namun sebaliknya pada kondisi asam selulosa sangat sensitif. Hal
tersebut merupakan proses hidrolisis katalis antar ikatan glukosa dan menyebabkan
depolimerisasi yang mengarah pada monomer glukosa.
Selulosa merupakan karbohidrat, meskipun stabilitas alkalinya tinggi, ini adalah
biopolimer sensitif. Pada suhu diatas 150°C serat akan mengeras dan kelamaan menjadi
kecoklatan. Serat selulosa menyerap sebagian besar air (25-30% pada 100% kelembaban
relatif dan 25°C). Namun, selulosa memiliki sebagian besar gugus hidroksil yang tidak larut
dalam air, seperti glukosa. Meskipun molekulnya besar seperti pada pewarna katun, namun
mudah terserap sampai ke bagian dalam dan daerah amorf serat. Besar molekul dan
kristalinitas dari selulosa menentukan baik atau tidaknya sifat mekanik, struktur serat, daerah
amorf untuk karakter dan absorptivitas yang larut dalam air (Broadbent 2001).
Pewarna komersial khususnya yang berbentuk serbuk terdiri tidak hanya zat warna
melainkan juga beberapa zat lain seperti garam, pati, pembasah, pendispersi, anti-debu, buffer
(natrium karbonat atau fosfat), stabilisator, dan pelindung warna. Sedangkan tujuan dari
pewarnaan adalah untuk menghasilkan warna padat dan seragam pada substrat. Terdapat tiga
metode pewarnaan yang umum dipakai oleh para ahli tekstil, yaitu pewarnaan exhaust
(batch), kontinu (padding), dan cetak (printing). Pada pewarnaan system batch, pewarna
berada di dalam larutan dan dicelup bersama dengan kain yang kemudian serat-serat kain
akan menyerap zat warna secara perlahan. Pada proses ini perlu dikontrol temperatur, pH, dan
konsentrasi pelarut. Dalam system pewarnaan kontinu, kain melewati bak kecil yang berisi
larutan zat warna dan kemudian dua rol yang tertutup karet memeras larutan zat warna dari
kain. Proses ini disebut padding. Tekanan rol merupakan faktor penting selain temperatur,
pH, dan konsentrasi larutan zat warna. Setelah padding, pewarna harus berdifusi ke dalam
serat (proses fiksasi) yang dilakukan dengan menggulung kain berulang-ulang baik dengan
udara/uap panas maupun tidak.
Setelah proses pewarnaan selesai, maka masih diperlukan proses akhir yaitu,
pencucian (soaping) dalam detergent pada temperatur hampir mendidih untuk menghilangkan
pewarna/kontaminan yang tidak menempel pada kain. Terdakang proses akhir juga dapat
dilanjutkan dengan perlakuan kimia untuk meningkatkan kerekatan zat warna pada kain atau
perlakuan perlakuan dengan bahan softener (Broadbent 2001).
11. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 10
Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi
(fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar
warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Terdapat tiga jenis fixer yang sering dipakai
dalam proses pewarnaan dengan BPA, yaitu kapur (basa), tawas (asam rendah), dan tunjung
(asam kuat). Perubahan warna yang dihasilkan dari ketiga zat fixer tersebut juga berbeda-
beda. Hal ini disebabkan karena terjadi reaksi antara kain dengan logam pada fixer sehingga
menggeser puncak serapan UV-Vis. Oleh karena itu, kualitas pewarnaan BPA pada fabric
sangat dipengaruhi oleh BPA, jenis kain, jenis pelarut, dan jenis fixer yang digunakan.
4. Metode
Metode yang dikembangkan dalam studi ini terdiri dari empat fase, yaitu penyiapan
bahan baku, formulasi dan standarisasi proses produksi BPA, prakomersialisasi, dan ekspansi
pasar. Gambaran skema kegiatan dan capaian dari studi BPA pada ketiga bidang tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada tahap studi ketersediaan bahan baku BPA, dilakukan melalui dua jenis kegiatan,
yaitu budidaya tanaman BPA dan kerjasama dengan pedagang atau supplier BPA. Budidaya
bahan baku BPA yang awalnya di screening sudah dilakukan pada lahan seluas 3 ha dan
kedepan perlu ditingkatkan menjadi lebih dari 20 ha dengan melalui strategi kerjasama
dengan kelompok tani, SKPD kabupaten/kota, dan system tumpangsari. Selain itu perlu
dilakukan pula strategi teknis yang matang mulai dari pembibitan, zonafikasi area bahan
baku, perawatan, dan pasca panen, mengingat kualitas produk sangatlah tergantung pada
bahan baku tersebut.
Gambar 4. Kegiatan penelitian yang sudah dilakukan pada fase pertama
ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung
UNS
Jl. Ir. Sutami 36 A Solo
PT. INDACO
Kebak Kramat Karanganyar
Kelompok Tani
ATMI Surakarta
Lab. Mesin FT UNS & Lab Pusat UNS
Unit Pengembangan Usaha/
UPU UNS
· Formulasi cat akrilik warna kuning,
merah, dan biru
· Sintesis dan isolasi senyawa Fisetin
· Aplikasi pewarna alam merah, kuning, dan
biru untuk serat kain – katalog warna
· Aplikasi cat akrilikpada
lukisan – lukisan cat air di
media kanvas
· Pra-Komersialisasi ZWA untuk tekstil di
PUSDIKLAT UNS
ZWA untuk sensitizer sel surya ZWA untuk Tekstil
· Uji konsistensi ZWA hasil ekstraksi/
Pengrajin Batik Bayat & Tancep
· Uji ketahanan luntur/BBKB Jogya
· Hitungan ongkos produksi dan
harga jual
· Sintesis Fe dan Mg-klorofil
· Sintesis Cu-Curcumin
Publikasi di Spectochimia ACTA
Vol. 148, 5 September 2015, Pages 99-104
Draft Paten Pewarna Alam Batik
· Kelompok Tani Karanganyar
· Kelompok Tani Sri Rejeki
Sukoharjo
· Suplai bahan baku ZWA
· Budidaya secang dan Indigo
seluas 1,8 ha
· Mesin Prekolasi
· Mesin Pengering
· Simulasi Packaging
· Uji formulasi cat akrilik untuk warna merah
· Uji formulasi cat akrilik untuk warna kuning
· Uji formulasi cat akrilik untuk warna biru
BAHAN
BAKU
TOKO UTAMA
SUPPLIER BAHAN ALAM
PRODUKSI
MARKET
· Kemampuan penyediaan bahan
baku > 5 ton per bulan
RISET
Kemampuan Produksi:
ü Ekstrak 50-75 L/d
ü Daun indigo 1,4 ton/bulan
P3HKI UNS
PT. Sekar Lima Pratama
12. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 11
Dalam hal ini kami akan menggandeng SMK Pertanian di lingkup eks karisidenan
Surakarta sebagai mitra pendukung sekaligus proses edukasi tak langsung kepada masyarakat
dan akan bersinergi dengan tiga kelompok tani sebagai Mitra utama. Sedangkan bahan baku
untuk ekstraksi secang dan tegeran masih dalam masa penanaman dan untuk sementara
pemenuhan kebutuhan bahan baku didapatkan dari hasil kerjasama dengan pihak perhutani se-
eks karisidenan Surakarta dan kedepan juga dapat dilakukan kerjasama dengan supplier bahan
alam di Solo yaitu Toko warna alam UTAMA atau Toko Putra Agung.
Dalam seksi produksi, selain pengembangan standard operating procedure juga perlu
dilakukan pelatihan manpower untuk meningkatkan kompetensi dan supaya memahami alur
standardisasi produksi yang merunut pada Total Quality Management(TQM) yang telah kami
susun di tahap formulasi dan parametirisasi.
Gambar 5. Studi fase I: Peningkatan kapasitas produksi BPA
Peta kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan, sedang dilakukan, dan hasil yang
diharapkan dari fase I dengan topik peningkatan kapasitas produksi BPA merah, biru, dan
kuning dapat dilihat pada Gambar 5. Selain uji formulasi pada skala yang lebih besar juga
akan diperhitungkan kembali biaya produksi nyata dalam skala ratusan liter per hari.
Gambar 6. Penelitian fase II: standarisasi
produk BPA
Gambar 7. Penelitian fase III: Pra Spin Off produksi
BPA
Untuk menjamin kualitas dan konsistensi dari BPA supaya dapat diterima oleh pasar,
maka fase kedua studi adalah standarisasi produk BPA yang dilakukan baik laboratorium
UNS dan ITB, juga di Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 6.
Tahap 1 : Peningkatan kapasitas produksi ZWA untuk warna Biru, Kuning dan Merah
Perluasan lahan budidaya,
dari 1,8 menjadi 20 ha
untuk Tanaman
Indigofera, Tegeran/
Sisir dan Secang
Production Capacity
Tanam, Panen,
Cacah, dan
Fermentasi.
SECANG
150 L/hari
TEGERAN
150 L/hari
INDIGOFERA
TINCTORIA
5-6,75 kg/hari
Peningkatan Kapasitas
Produksi
SECANG
200-250 L/hari
TEGERAN
200-250 L/hari
INDIGOFERA TINCTORIA
Pasta 25-37,5 kg/Hari
Powder 2-2,5 kg/hari
Penambahan
Mesin Produksi
Pengadaan alat
press hidrolik
Penambahan
mesin ekstraksi
Sudah dilakukan
Proses
Hasil
Tahap 2 : Standardisasi produksi ZWA untuk warna Biru, Kuning dan Merah
Quality Test
Balai Besar Kerajinan dan Batik
metode uji Standar SNI
Standardisasi
proses produksi
ZWA
Katalog
Warna
Persamaan
persepsi warna
dengan pelanggan
Tahap 3 : Pra Spin Off produksi ZWA untuk warna Biru, Kuning dan Merah
DISTRIBUTION MARKET RESEARCH SALES TRAINING
CUSTOMER
SERVICE
PRA SPIN OFF
13. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 12
Standardisasi yang terakhir mengacu pada segi warna yang dihasilkan dari produksi
BPA. Warna alam yang memiliki kepekatan warna yang berbeda–beda serta warna campuran
yang dihasilkan dari penggabungan warna dasar dari produksi BPA perlu distandardisasi.
Pembuatan standar warna dari zat warna alami akan ditampung dalam katalog warna sehingga
mempermudah untuk mengelompokkan warna serta untuk menganalisa warna yang akan
dikaji ulang guna memperoleh warna yang sesuai standar.
Dengan kapasitas produksi yang ditingkatkan, maka pra-komersialisasi baik dalam
bentuk spin off ataupun dalam bentuk lisensi teknologi perlu secara serius dikonsep dan
dilaksanakan. Beberapa kegiatan yang diusulkan pada tahap ketiga penelitian (tahap pra-
komersialisasi) dapat dilihat pada Gambar 7.
Dari sisi pra-komersialisasi dalam segmen target pasar, tahap pemasaran dilakukan
dengan berbagai strategi untuk melihat efektivitas dari setiap strategi tersebut. Strategi yang
diuji meliputi strategi pasar langsung dengan mendatangi konsumen langsung. Adapun
strategi pasar online dilakukan dalam bentuk pengembangan online market dalam bentuk
solonature.id dan pewarnaalam.com, walaupun tidak dilanjutkan pada tahun 2017 dan
digantikan dengan facebook dan twitter. Strategi ketiga yang akan diuji adalah pameran-
pameran dan strategi yang lain adalah pengembangan komunitas BPA.
Pengembangan dan penjajagan pasar BPA dengan system online dirasa sangat penting
karena saat ini system online sudah menjadi hal yang tidak asing dalam bisnis komersil
Indonesia dan internasional. Hampir setiap hari semua orang di dunia menggunakan sarana
online untuk membeli dan menjual barang yang diinginkan. Hal inilah yang menjadi nilai
tambah dalam memperkenalkan dan membuka pasar baru BPA. Di dalam website ini
dijelaskan secara menyeluruh tentang BPA yang diproduksi sehingga masyarakat yang
mengakses web ini dapat mengetahui keunggulan-keunggulan dari BPA ini. Sedangkan uji
strategi pasar dengan pengembangan komunitas BPA disasar pada komunitas pecinta fashion
yang dimulai melalui social media. Aspirasi dari anggota komunitas dan perkembangan mode
terbaru dapat dievaluasi dengan cepat juga tepat sasaran.
Pada fase keempat, studi dilakukan dengan membentuk badan usaha formal atas
dukungan Badan Pengelola Usaha (BPU) UNS. Dengan badan usaha formal ini, tahap
ekspansi pasar dapat lebih formal dilakukan. Selain itu, ekspansi pasar dilakukan dengan cara
mengikuti pameran produk BPA dimana pameran ini memiliki peran penting dalam
memperkenalkan produk baru BPA dengan kualitas yang lebih baik. Mengadakan pameran
untuk BPA dapat menjadi tempat bertemunya secara langsung dengan konsumen sehingga
respon konsumen terhadap produk BPA dapat diketahui dengan lebih baik. Pameran juga
memiliki fungsi meningkatkan citra BPA sehingga sangat bagus untuk menunjang
komersialitas dari BPA. Target pameran akan dilakukan di INACRAFT, SoloBatik Carnival,
Gebyar Batik Nasional, Pameran di Bali dan Pameran di Surabaya.
14. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 13
5. Pembahasan
5.1. Peta Jalan Riset dan Hilirisasi Produk Riset
Pengembangan dan hilirisasi produk riset BPA UNS merupakan hasil dari salah satu
kegiatan riset panjang yang tertuang dalam roadmap riset sebagai arah/aturan dari
pengembangan riset di Kelompok Riset Konversi Energi Terapan dan Teknologi Nano
Fakultas Teknik UNS sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4. Eksplorasi riset pada awal
dilakukan sangat tersebar mulai dari penelitian berbagai sumber energi yang utama di bumi
seperti energi matahari, air, angin, dan biomasa. Terdapat dua macam penggunaan teknologi
energi matahari, yaitu: energi surya panas dan energi surya fotovoltaik. Energi surya panas
sudah pernah kami teliti untuk proses pengeringan, solar water heater (Juwana and Istanto
2009), dan mesin Stirling (Hissen). Sedangkan pengembangan teknologi energi surya
fotovoltaik telah dikembangkan dalam penelitian sel surya disensitisasi pewarna (DSSC, dye-
sensitized solar cell). Pada pengembangan sel surya DSSC, peran ilmu material diperlukan
sebagai semikondutor dalam mengkonversikan energi matahari (photon) menjadi energi listrik
(Gratzel 2003).
Gambar 4. Roadmap penelitian Kelompok Riset Konversi Energi Terapan dan Teknologi
Nano Fakultas Teknik UNS
RG: Konversi Energi Terapan dan Nanoteknologi (KonvEnTer Nano)
2001-2013
Sekam Padi Gasifikasi Pembangkit 10
kWel
Pirolisis
Minyak Pirolisis
Arang
Material Adsorber
Briket
Hydrothermal
Liquefaction
Biofuel Engine test
Abu
ZSM-Catalyst
Nanoteknologi
Bahan
Termoelektrik/
Piezoelektrik
Bahan Sel Surya
Material nano dan oksida nano
Semiconductor
Konductor
Insulator
Polimer
2014-2020
Bahan Pewarna Nano fluid
Heat Transfer
Enhancement
Mesin
Stirling
Agenda #1: Pengembangan Bahan
Pewarna (alami dan sintetis)
· Diperoleh light fuel untuk engine
· Diperoleh prototipe pembangkit listrik sekam 10 kWel
· Pendaftaran paten metode pengayaan hidrogen dari proses gasifikasi
· Diperoleh sel surya berbasis pewarna sintesis dan alami,
menggunakan semikonduktor ZnO dan TiO2
· 1 teknologi zat warna alam – inisiasi spin off/komersialisasi
· Diperoleh prototipe conductivity meter (transient dan steady)
· Diperoleh sel termoelektrik (figure of merit)
· Diperoleh sel piezoelektrik (nanogenerator, repeatability & reproducibility,
durability, etc…)
· Diperoleh nanofluid
· Diperoleh model pembakaran
Sensor
Hasil
s.d.
2014
Agenda #2: Pengembangan Modul termo
dan piezoelektrik yang lebih efisien
Agenda #3: Pengembangan
Teknologi Cat Berpelarut Air
Agenda #4: Sel Surya DSSC
dengan efisiensi > 3%
Sel Hibrid
Agenda #5: Bahan Polimer
untuk industri
Agenda #6: Hibrid Sel Surya
dan Renewable Fuel pada
Otomotiv
Agenda #7: Nanofluid dan two-phase flow
Agenda #8: Efficient Wind Turbine
Agenda #9: Pengembangan Biofuel &
Bioenergy
Target Luaran
10 Paper di Jurnal Internasional
9 Paper di
Seminarkan
5 Draft Paten
3 Lisensi Teknologi
Rencana
2014-2020
Agenda #10: Pengembangan
Kendaraan Hybrid
2020-2025
Agenda #1: Pengembangan Fine
chemicals, fine dyes, surfactan,
etc… from natural resources
Agenda #2: Pengembangan Modul
termo dan piezoelektrik
Agenda #3: Pengembangan Teknologi
Cat Berpelarut Air dengan pewarna alami
Agenda #4: Sel Surya
Agenda #5: Bahan Polimer
Agenda #6: Hibrid modul
Surya dan Renewable Fuel
pada Otomotiv
Agenda #7: Nanofluid dan two-
phase flow yang lebih efisien
Agenda #8: Efficient Combustion
System – industry partner
Agenda #9: Pengembangan Biofuel &
Bioenergy – Isolasi molekuler yang hemat
Target Luaran
10 Paper di Jurnal Internasional
9 Paper di Seminarkan
5 Draft Paten
3 Lisensi Teknologi
Rencana
2020-2025
Agenda #10: Pengembangan Sensors
Terdapat 1 teknologi yang siap dilakukan spin off/komersialisasi
Terdapat 1 spin off yang berhasil
Terdapat 1 lagi teknologi lain yang siap dilakukan spin off/komersialisasi
Fact 2012-2016:
- 52 Paper (65% terindeks
scopus)
- 5 Pengajuan Paten
- 2 Buku
- 1 inisiasi spin off
Agenda #11: Magnetorheology
Agenda #11: Magnetorheology
Engine
Magnetorheology
15. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 14
Selain penelitian-penelitian tersebut di atas, beberapa penelitian lain yang mendasari
baik langsung atau tidak langsung pada pengembangan BPA adalah penelitian bahan batubara
dan biomassa. Riset terkait batubara dan biomasa ini telah kami lakukan dalam hal coal
upgrading (Suyitno 2001), pembriketan (Istanto, Suyitno et al. 2006), pirolisis (Suyitno and
Lettner 2005; Suyitno, Lettner et al. 2005; Suyitno 2007; Suyitno, Hidayat et al. 2008),
hydrothermal liquefaction (HTL) (Hadi, Suyitno et al. 2014), gasifikasi (Haselbacher, Lettner
et al. 2005; Suyitno, Lettner et al. 2005; Suyitno, Lettner et al. 2005; Istanto, Suyitno et al.
2006; Suyitno, Lettner et al. 2006; Lettner, Haselbacher et al. 2007; Suyitno 2007; Suyitno
2008; Suyitno, Juwana et al. 2009; Suyitno, Wibowo et al. 2011), dan biogas (Suyitno, Nizam
et al. 2010). Hasil utama, manfaat, hasil samping, kendala dan peluang dari penelitian dari
tahun 2001-2013 khususnya dalam pengembangan BPA dan beberapa penelitian lain yang
terkait dapat diringkas pada Tabel 2.
Beberapa penelitian yang kami lakukan, kami akui banyak yang berhenti pada
manuscript yang dipublikasi pada jurnal, seminar, paten, dan buku. Beberapa kendala untuk
hilirisasi produk riset sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2, utamanya adalah pada
ketersediaan bahan baku yang minim, harga produksi yang mahal karena belum sampai pada
skala pilot, keterulangan yang masih rendah, belum terstandarisasinya proses pada skala yang
besar, dan pasar yang belum berpihak dimana kondisi perdagangan Indonesia saat ini sangat
bebas sekali.
Tabel 2. Hasil, kendala, dan peluang penelitian yang berkaitan dengan BPA
No Teknologi Hasil Utama
Penelitian
Manfaat Utama Hasil Samping Kendala Peluang
1 Teknologi
Pengering
an
Konsep
fluidized bed &
spray dryer
(testing 1920
hours)
Selain
mengeringkan
BPA juga dapat
mengeringkan
biji-bijian, padi,
jagung, dst
- Diaplikasikan untuk
menghasilkan serbuk
pewarna alam,
capacity: 20-50 L/hari
- Harga competitive:
serbuk pewarna Rp
300-600 rb/kg
dibandingkan sintetis
200-800 rb/kg
- High fastness: 4-5
Perlu scale up
capacity: 500-5000
L/hari
- Siap hilirisasi
- Investasi
peralatan/pabrik: 3/15
M
2 Teknologi
Pirolisis
dan
Pembriket
an
Teknologi briket Parametrisasi
pembriketan
biomassa
Karbon aktif LG (low
grade)
- Demand ada pada
level HG (high
grade)
- Harga belum
kompetitif
- Biaya riset HG
pada capacity yang
middle—mahal.
- Advanced bio-based
material di bidang
kimia, purifikasi,
filter, kosmetik, obat,
dan lainnya
- High demand on nano
material and
nanotechnology
- Kaca konduktif
- Pembriketan atau
pirolisis sampah kayu
hasil ekstraksi BPA
Spray Pirolysys Nanopartikel
coating and
production
TiO₂
ZnO
- Purity
- Capacity
production untuk
pilot plant—
investasinya mahal
3 Teknologi
Gasifikasi/
Biogas
Teknologi
Pembangkit
Listrik
biogas/gasifikasi
- Capacity 1 kW
(engine
modificatio)
- Capacity 10
- Gas CH4
- Gas H₂
- Modeling perancangan
dengan
- Investasi peralatan
mahal
- Suku cadang
terbatas
- PKS antara Pemkot
Surakarta dengan PT
Citra Metro Jaya
tahun 2016 tentang
16. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 15
No Teknologi Hasil Utama
Penelitian
Manfaat Utama Hasil Samping Kendala Peluang
Petent No:
P00201201175
kW (engine
modifation)
- Capacity 300
kW (gas engine
Kohlbach)
ANSYS/FLUENT
- Buku Biogas-Penerbit
PT. Graha Ilmu
- Buku Gasifikasi-
Penerbit UNS Press
kontrak Pengelolaan
sampah Putri Cempo
- Biogas dari sampah
fermentasi BPA
indigofera
4 Teknologi
Nano-Sel
Surya
Berpewarn
a alam
DSSC
berefisiensi 3%
dengan pewarna
sintetis dan
0,6% untuk alam
- Know-how
fabrikasi DSSC
dan komponen-
komponennya
- Kendala bahan baku—
agricultural, 3 ha
- Efisiensi DSSC <
5%
- Fabrikasi manual,
jika otomatis
berbiaya > 25 M
- Paten dan
komersialisasi Kaca
konduktif
Ekstraksi
pewarna alam
untuk Sel surya
Meningkatkan
efisiensi sel
surya DSSC
- Teknologi ekstraksi dan
formulasi pewarna
alam; Patent No:
P00201508269
- Scale up mesin
ekstraksi kapasitas
50 L/hari
- Investasi 3 M
- Paten dan
komersialisasi
pewarna alam, ada
kebutuhan di fabric
colouring dan wood
coating
Dari pengalaman penelitian-penelitian terdahulu menginspirasi peneliti untuk act
locally think globally dimana terdapat produk riset lain yang justru menarik. Pada tahun 2010-
an, penelitian ilmu konversi energi kami gerakkan kearah riset nanomaterial untuk energi
seperti pengembangan kaca transparan konduktif, material nano ZnO/TiO2, produksi zat
warna alam, formula pewarnaan kain batik dengan pewarna alam, formula coating/politur
kayu dengan pewarna alam, dan lainnya. Beberapa produk riset sampingan ini justru
mempunyai daya tarik untuk dilakukan hilirisasi.
Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian tersebut, hasil dari studi kami memang
masih jauh, karena baru mampu menghasilkan efisiensi DSSC sekitar 3,4% sehingga DSSC
hasil produksi kami masih belum layak untuk dikomersialisasi atau masih mempunyai TRL
(technology readiness level) 4 dari skala 9.
5.2. Penelitian Bidang BPA
Pada tahap awal, tim UNS dan ITB melakukan screening dari berbagai jenis BPA
untuk kesesuaian dengan teknologi sel surya, coating, dan tekstil. Selain sifat ketahanan
pewarna (fastness), dasar screening adalah ketersediaan bahan baku dan kecocokan dengan
aplikasi yang dituju. Beberapa BPA hasil screening adalah biru dari tanaman indigofera,
merah dari tanaman secang (Caesalpinia sappan), merah dari tingi (Ceriops condolleana),
merah dari bixa, kuning dari tanaman tegeran (Cudraina), kuning dari kunyit, dan hijau dari
daun pepaya. Berbagai gugus fungsi dari BPA dapat dilihat pada Gambar 8.
BPA tekstil ini telah melewati tahapan standardisasi SNI di Balai Besar Kerajinan dan
Batik (BBKB) Yogyakarta (2014-2015) dengan parameter uji ketahanan luntur terhadap
pencucian, terhadap gosokan dan terhadap sinar matahari dengan nilai rata-rata pada skala 4-5
yang tergolong baik untuk kelas zat warna alam seperti terlihat pada Gambar 9.
17. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 16
(a) (b) (c)
(d) (e)
(f)
Gambar 8. Berbagai gugus fungsi BPA; (a) curcumin bentuk Keto (Kim, Kim et al. 2013), (b) curcumin bentuk
Enol (Kim, Kim et al. 2013), (c) senyawa ficetin, (d) skema anchoring ficetion pada semikonduktor TiO₂, (e)
Struktur kimia brazilin dan brazilein (Wongsookin, Saowanee et al. 2008), (f) bentuk indigo (Broadbent 2001)
Gambar 9. Hasil uji kualitas pewarnaan BPA oleh BBKB Yogyakarta
Selanjutnya, pada aplikasi coating, BPA telah diformulasi dan menghasilkan coating
yang memenuhi standar SNI 3564:2009. Berdasarkan sifat fisik, coating hasil penelitian
memiliki viskositas 3583,3 mPas, daya tutup 8,40 m2
/kg, total solid 53,9%, waktu kering
sentuh 25,41 menit, kering keras 48,56 menit, dan tingkat glossy 75,3 GU. Untuk cacat yang
terdapat pada coating utamanya adalah crater. Formulasi coating dengan tingkat cacat crater
terendah yaitu dengan penambahan antifoam 4%. Dengan hasil daya tutup, padatan total,
waktu kering dan viskositas memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI 3564:2009).
Bahkan dibandingkan dengan produk pasaran, cat hasil penelitian sudah mampu bersaing dan
lebih baik ditandai dengan tingkat cacat crater, waktu kering, viskositas, tingkat glossy,
padatan total, dan daya tutup yang lebih baik. Beberapa data formulasi coating menggunakan
pewarna alam dapat dilihat pada Gambar 10.
indigotin bentuk reduced non-ionic bentuk mono-fenolat bentuk bi-fenolat
18. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 17
(a) (b) (c)
Gambar 10. Uji kualitas coating; (a) persentase cacat crater, (b) daya tutup, (c) waktu kering
5.3. Hilirisasi BPA
Hilirisasi BPA dapat dimanfaatkan dalam industri tekstil, seni, coating, dan painting.
Sedangkan hilirisasi BPA pada sel surya belum bisa dilakukan karena dari sisi teknologi
masih terdapat banyak masalah yang belum terselesaikan khususnya efisiensi dan kestabilan.
Dalam proses pengembangan dan hilirisasi produk riset ini, maka kami berusaha
menggandeng mitra-mitra penelitian dari program studi lain di UNS, ITB, dan ATMI.
Pengalaman dari Industri seperti PT. Sekar Lima Pratama, PT. Indaco, PT. Airvindo Abadi,
UMKM Batik, Kelompok Tani, dan juga pengalaman dari pihak pemerintah sangat berperan
besar dalam proses maturity dari produk zat warna alam UNS. Beberapa produk yang siap
dilakukan hilirisasi dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) Kaca transparan konduktif
(Suyitno, Arifin et al. 2014)
(b) BPA serbuk (c) Produk kain berpewarna
alam
(d) BPA ekstrak (e) Coating
Gambar 11. Produk riset yang dapat dilakukan hilirisasi
Gambar 12. Milestone hilirisasi pewarna alam
0
10
20
30
0 1 2 3 4 5
Hiding
Power
(m²/L)
Antifoam Concentration (%)
0
20
40
60
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Drying
Time
(minute)
Antifoam Concentration (%)
Touch Dry
Hard Dry
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
10
13.6
18.4
25
34
46.2
62.7
85.2
115.7
157.2
213.5
289.9
393.7
534.7
726.2
986.2
1339.3
1819
2470.3
3354.9
4556.3
6187.9
8403.8
11413.2
15500.2
f(%)
Diameter (nm)
Ceriops candolleana
0
5
10
15
20
25
30
152.2
176.9
205.6
238.9
277.7
322.7
375.1
435.9
506.7
588.8
684.4
795.4
924.4
1074.3
1248.6
1451.2
1686.6
1960.2
2278.1
2647.7
3077.2
f(%)
Diameter (nm)
Cudraina javanensis
Caesalpinia sappan L.
Ceriops candolleana
0
5
10
15
20
25
30
98.7
114.5
132.9
154.2
179
207.7
241
279.7
324.6
376.7
437.1
507.3
588.7
683.1
792.8
920
1067.7
1239
1437.8
1668.6
1936.3
f(%)
Diameter (nm)
ü Tebal 3 mm
ü R < 25 ohm/cm2
ü Transmitansi > 78%
D_avg = 378.7 nm
SD = 105.1 nm
Serbuk Pewarna Alam
19. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 18
Proses hilirisasi produk riset BPA sendiri dapat digambarkan tahapannya seperti pada
Gambar 12. Pada tahap awal adalah dilakukan penelitian dasar khususnya untuk
memperdalam know how secara komprehensif dan memberikan keunggulan yang spesifik dari
suatu produk riset. Pada tahap selanjutnya adalah skala pilot dimana proses mini scale up dan
standarisasi proses maupun prosedur dilakukan pada tahap ini sehingga diperoleh konsistensi
kualitas produk. Pada tahap ketiga dilakukan produksi massal untuk kemudian dilakukan uji
pasar. Setelah tahap uji pasar telah dilampaui, maka yang dilakukan selanjutnya adalah lisensi
teknologi atau spin off yang dikelola oleh profesional. Pada produk BPA ini pilihan yang
dilakukan adalah spin off dan kemudian membuat start up company pada tahun 2017.
Dari analisis studi pada tahap pertama, proses pra-komersialisasi dapat berjalan
dengan baik jika prasyarat baik dalam hal bahan baku, kapasitas produksi, dan pasar dapat
dipenuhi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 juga menunjukkan berbagai
kegiatan yang telah dilakukan untuk mendukung komersialisasi BPA.
Gambar 13. Komponen penting penelitian tahun kedua yang mengarah pada
komersialisasi BPA
Dari sisi bahan baku sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 14, diperlukan luasan
lahan pertanian sampai 20 ha dimana yang dapat dipenuhi sampai akhir tahun 2016 baru 3 ha.
Untuk budidaya tanaman BPA juga diperlukan pupun sebanyak 60 kg dan 218 ribu bibit
tanaman. Dengan tanaman sebanyak itu, maka ditahap spin off dapat diproduksi pasta indigo
sebanyak 25-37,5 kg/hari, serbuk indigo 2-2,5 kg/hari, pewarna merah 200-250 L/hari, dan
pewarna kuning sebanyak 200-250 L/hari.
Gambar 14. Kapasitas produksi BPA
Pada fase kedua, untuk formulasi dan standarisasi proses produksi telah dilakukan
baik untuk BPA tekstil maupun BPA coating. Untuk BPA tekstil, standarisasi dilakukan
dengan mengujikan kualitas BPA pada kain dalam kurun 2014-2015 di BBKB Yogyakarta.
Selain itu, formulasi dan standarisasi proses dilakukan untuk menghasilkan katalog warna
Product Terstandar
Pada Kapasitas
ratusan liter/hari
BAHAN
BAKU STANDARDIZATION
SPIN OFF
PRA-KOMERSIALISASI
QUALITY TEST
MARKET RESEARCH
DISTRIBUTION
SALES TRAINING
CUSTOMER SERVICE
MACHINE
PROCESS
EXHIBITION
DIRECT
DEVELOP WEB
COMMUNITY
PRODUCTION METHOD
MAN POWER TRAINING
COLOURS
CATALOGUE
IT SYSTEM
MATERIALS
PRODUCTION
LAHAN
BIBIT
PUPUK
TEKNIK BUDIDAYA
LISENSI TEKNOLOGI
Commersialization
PATEN
PERJANJIAN LISENSI
1. Perluasan Lahan 20 ha.
2. Penambahan Pupuk 60,6 kg.
3. Penambahan 218.160 unit
Bibit tanaman indigofera.
1. Pasta indigo 5-6,75 kg/hari.
2. Powder indigo 300-400 gr/
hari.
3. Pewarna merah 150 L/hari.
4. Pewarna kuning 150 L/hari.
1. Penambahan 25 unit reaktor
fermentasi.
2. Penambahan 13 unit bak penggebur.
3. Penambahan 1 unit mesin pres
hidraulik kapasitas 1 ton/hari.
4. Penambahan 1 unit reaktor spray dryer.
1. Pasta indigo 25-37,5 kg/hari.
2. Powder indigo 2-2,5 kg/hari.
3. Pewarna merah 200-250 L/hari.
4. Pewarna kuning 200-250 L/hari.
1. Indigo kapasitas 50 L.
2. Merah kapasitas 50 L.
3. Kuning kapasitas 50 L.
1. SCC warna kuning 2 L.
2. SCC warna hijau 2 L.
1. Penambahan 1 unit
Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR).
2. Penambahan 1 unit RGB color
Analyzer H500 Anaheim.
1. Penambahan 1 unit Column
Chromatography.
2. Penambahan 3 unit Buchner Funnel.
3. Penambahan 1 unit Vacuum Pump.
4. Penambahan 1 unit Refrigerator.
1. Indigo 50 L.
2. Merah 50 L.
3. Kuning 50 L.
1. SCC warna kuning 2 L.
2. SCC warna hijau 2 L.
Pemenuhan kebutuhan Bahan
Baku agar memenuhi target
pra spin-off diperlukan:
Formulasi produksi Zat Warna Tekstil
agar memenuhi target pra spin-off
diperlukan :
Produksi saat ini: Pra spin-off
Target Kapasitas Produksi:
Formulasi produksi Acrylic
Paint (AP) agar sesuai target
pra komersialisasi diperlukan : Produksi cat akrilik:
Pra komersialisasi
Target Kapasitas Produksi:
Formulasi produksi Semi Conductor
Coating (SCC) agar sesuai target pra
komersialisasi diperlukan:
Produksi SCC:
Pra komersialisasi
Target Kapasitas Produksi:
Penguatan dalam bidang:
1. Riset pasar
2. Survei demand
Penguatan dalam bidang:
1. IT system
2. Distribusi manajemen
3. Training manajemen
PRA SPIN OFF
PRA
KOMERSIALISASI
2016
2017
20. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 19
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 15. Katalog warna yang dibuat akan menunjang
dalam memudahkan proses komersialisasi ke instansi yang tertarik untuk menggunakan BPA,
sehingga memperkecil kemungkinan adanya perbedaan persepsi warna dengan pihak atau
instansi yang ingin menggunakan BPA. Selain itu, tim peneliti juga sudah mendaftarkan paten
pewarnaan alam dengan nomor pendaftaran paten P00201508269.
Gambar 15. Katalogisasi warna
Fase ketiga studi adalah fase pra-komersialisasi yang dilakukan tahun 2015-2016.
Sedangkan fase keempat adalah pembentukan badan usaha dan ekspansi pasar yang dimulai tahun
2017. Pada fase pra-komersialisasi atau uji pasar dilakukan dengan cara (1) langsung, (2) website:
pewarnaalam.com [discontinued], (3) twitter: https://twitter.com/nahecho, (4) facebook: rafnahecho,
(5) pameran seperti inacraft, Jogya fashion week, dan Solo batik carnival, dan (6) outlet di
pusdiklat/UNS inn.
Pada fase pra-komersialisasi ini selain untuk menguji kemampuan produksi juga untuk
menguji keinginan pasar. Hasilnya adalah kemampuan produksi perlu dibenahi dengan cara
membuat workshop yang lebih besar dan tenaga kerja yang direkrut. Sampai dengan akhir 2016,
sudah mempunyai workshop seluas 700 m² baik untuk produksi pasta indigo dan produksi
pewarnaan kain, seperti dapat dilihat pada https://goo.gl/maps/oMXooZNiyjH2. Jumlah tenaga
kerja yang diserap sampai 2016 adalah 17 orang.
Dari sisi branding, tim pra komersialisasi sudah membuat branding dimana sampai dengan
tahun 2016 adalah B3 (Batik Biru Biru) untuk produk fashion, Nahecho (natural herbal cloth)
untuk produk kain batik, Polar untuk produk politur, dan Colorant untuk produk pewarna alam.
Branding-branding tersebut secara umum belum mampu diterima pasar, kecuali Colorant. Selain
itu, branding-branding tersebut belum didaftarkan ke ditjen HKI sehingga kedepan juga perlu segera
didaftarkan.
Pada fase keempat yaitu pembentukan badan usaha dan ekspansi pasar. Karena UNS masih
berstatus badan layanan umum (BLU), maka pendirian badan usaha ini scara struktur masih terlepas
21. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 20
dari UNS namun dalam koordinasi dengan Badan Pengelola Usaha (BPU) UNS. Badan usaha yang
dibentuk sudah resmi mendapat ijin Pendirian Perseroan Komanditer bernama CV. Indigo Biru
Baru pada tanggal 13 Februari 2017. Dasar pendirian adalah akta notaris Eko Budi Prasetyo, SH
(SK. Men Keh & HAM RI Nomor: C-1372 HT.03.01-TH.2002).
CV. Indigo Biru Baru berkedudukan di Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. Maksud dan
Tujuan dari perseroan adalah Menjalankan usaha di bidang perdagangan umum, impor dan antar
pulau/daerah serta lokal dan interinsulair, meliputi segala jenis barang-barang dagangan antara lain:
(1) Perdagangan bahan-bahan pewarna, cat, politur; (2) Perdagangan hasil bumi serta kegiatan
usaha lain yang terkait; (3) Agrobisnis (perdagangan hasil-hasil pertanian); (4) Perdagangan
kebutuhan sehari-hari/sembako; (5) Perdagangan tepung serta kegiatan usaha lain yang terkait; (6)
Perdagangan pakaian jadi/garment dan pakaian meliputi perdagangan pakaian jadi, konveksi
(garment), craft, kain/bahan, kebaya dan pakaian adat beserta aksesorisnya, pakaian keagamaan
serta kegiatan usaha lain yang terkait; (7) Perdagangan tekstil serta usaha lain yang terkait; (8)
Perdagangan hasil hutan tanaman industri untuk perusahaan industri pengelolaan kayu serta
kegiatan usaha terkait.
Visi dari CV. Indigo Biru Baru adalah menjadi perusahaan modern penyedia jasa dan
produk fashion, dyeing, dan coating bahan organik yang terkemuka di Indonesia. Adapun misi
perusahaan yaitu: (1) Mengembangkan dan menyediakan jasa dan produk batik dari bahan organik
yang eksklusif; (2) Mengembangkan dan menyediakan jasa dan produk fashion dari bahan organik
yang stylish, modern, dan limited; (3) Mengembangkan dan menyediakan jasa dyeing dari bahan
organik yang jumlahnya banyak, bervariasi, berkualitas, terstandar, stabil, dan harga terjangkau; (4)
Mengembangkan dan menyediakan produk pewarna dari bahan organik yang jumlahnya banyak,
bervariasi, berkualitas, terstandar, stabil, dan harga terjangkau. Adapun konsep produk dari CV.
Indigo Biru Baru dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Konsep produk CV. Indigo Biru Baru
Kapasitas produksi CV. Indigo Biru Baru pada akhir tahun 2016 adalah 3 ton daun
indigo per bulan atau mengalami peningkatan sebesar 2 kali dari tauhn 2014. Untuk produksi
fashion juga mengalami peningkatan dari pewarnaan 500 m kain pada tahun 2016 menjadi
2500 m kain per bulan atau meningkat 5 kalinya. Kegiatan ini menunjukkan potensi pasar
yang besar dimana sebaran pasar pewarna masih terbatas di Klaten, Surakarta, Pacitan,
Trenggalek, Kediri, Bali, dan Jakarta. Sedangkan untuk produk fashion sudah memasok
22. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 21
kebutuhan batik dan fashion di Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Jakarta. Untuk pasar
luar negeri sudah mulai ada pesaana beberapa pcs dari Jepang dan Malaysia.
Sampai akhir 2016, selain telah mampu mempekerjakan 17 karyawan, kegiatan
produksi CV. Indigo Biru Baru telah memberikan juga peningkatan ekonomi bagi
masyarakat sekitar, 50 pecanting yang tersebar pada 4 kluster batik (Klaten, Sukoharjo,
Sragen, dan Surakarta), 10 pencolet, 3 kluster batik cap, dua kluster batik malam, dan tiga
kelompok tani. Untuk produk fashion juga telah meningkatkan ekonomi bagi showroom
batik dan boutiqe yang secara rutin telah melakukan kerjasama dengan CV. Indigo Biru Baru.
Jika ditilik lebih jauh sebenarnya masih terdapat sekitar 101 sentra batik di Indonesia dimana
90% nya adalah menggunakan pewarna sintetis, sehingga BPA UNS ini diharapkan dapat
diterima pasar yang lebih luas.
Gambar 17. Konsep dan lingkup perkembangan dan peran masing-masing pihak dalam proses
riset sampai hilirisasi produk riset
Dari pembahasan di atas, konsep hilirisasi BPA yang ideal sebenarnya dapat
digambarkan pada Gambar 17. Selain peneliti, peran universitas, perbankan, pemerintah, dan
swasta termauk media sangat penting. Media mempunyai peran dalam menyampaikan
informasi inovasi dengan baik. Sedangkan masyarakat adalah pasar atau pemakai dari produk
riset tersebut. Pemerintah penting dalam hal dukungan pendanaan, lahan, sumber daya alam,
dan perizinan. Perbankan penting dalam hal pemodalan dan resiko bisnis. Sedangkan
universitas sebagai pemilik produk riset perlu secara aktif menyakinkan akan readiness level
dari produk risetnya dan kalau perlu juga sharing pendanaan dan fasilitas jika bentuk hilirisasi
yang dipilih adalah start up. Pada tahap penumbuhan kompetensi, invention/model, dan
proven prototype, peran dari tim peneliti sangatlah besar. Sebaliknya, pada tahap uji coba
produksi, pasar, dan tahap produksi komersial, peran tim peneliti menjadi minim dan
digantikan dengan peran dari para professional sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 17.
6. Kesimpulan
Pengembangan dan hilirisasi suatu produk riset sejatinya bukan perkara yang mudah
tetapi juga bukan sulit sekali. Peran dan kerjasama kepemimpinan pada lembaga professional,
universitas, industri, STP (science techno park), perbankan, pemerintah, media, dan
masyarakat menjadi kunci untuk tumbuhnya industri-industri berbasiskan riset termasuk BPA
23. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 22
UNS. Selanjutnya pengembangan dan hilirisasi BPA harus dilakukan secara simultan setidaknya
pada tiga hal, yaitu ketersediaan baha baku, standarisasi proses produksi, dan ekspansi pasar.
Dalam hal bahan baku telah dikembangkan dua model, yaitu model kerjasama dengan distributor
(pedagang) dan kerjasama dengan kelompok tani untuk budidaya tanaman BPA. Dalam hal
formulasi untuk bahan pewarna sel surya DSSC (dye-sensitized solar cell) telah dihasilkan
formulasi proses produksi Mg-klorofil, Fe-klorofil, dan sintesis senyawa fisetin. Untuk formulasi
bahan pewarna coating telah dilakukan formulasi warna merah-tingi, kuning-tegeran, biru-indigo,
putih-kapur, dan hitam-kombinasi dan sudah diujicobakan ke para pengrajin dan pelukis. Untuk
formulasi bahan pewarna tekstil khususnya batik sudah dilakukan pra-komersialisasi bersama
Badan Pengelola Usaha UNS dengan membentuk CV. Indigo Biru Baru dengan produk utama
pewarna alam (ekstrak cair, pasta, dan serbuk), politur air, dan batik warna alam. Pasar utama CV.
Indigo Biru Baru adalah ke Jawa Tengah, Jakarta, Bali, Jawa Timur, Kalimantan, Malaysia, dan
Jepang. Ekspansi pasar terus diupayakan dengan tetap memperhatikan kapasitas bahan baku dan
kapasitas produksi.
7. Daftar Pustaka
Abidin, Z. H. Z., K. M. Nasir, et al. (2013). "The characteristics of a coating system containing lawsone dye
colorant and PMMA‐acrylic polyol blended resin." Pigment & Resin Technology 42(2): 128-136.
Abidin, Z. H. Z., N. N. Naziron, et al. (2013). "Influence of curcumin natural dye colorant with PMMA‐acrylic polyol
blended polymer." Pigment & Resin Technology 42(2): 95-102.
Agustia, Y. V., Suyitno, et al. (2016). "Effect of acidity on the energy level of curcumin dye extracted from
Curcuma longa L." AIP Conference Proceedings 1717(1): 040005.
Alkan, R., E. Torgan, et al. (2015). "Determination of Antimicrobial Activity of the Dyed Silk Fabrics with Some
Natural Dyes." Journal of Textiles and Engineer 22(97).
Arifin, Z., S. Soeparman, et al. (2017). "Performance Enhancement of Dye-Sensitized Solar Cells Using a Natural
Sensitizer." International Journal of Photoenergy 2017: 5.
Attanayake, C., C. De Silva, et al. (2013). Dye–Sensitized Solar Cells: Using Over 100 Natural Dyes As
Sensitizers. AICHE.
Baid, A. M. (2009). Method of dyeing the textile article from medicinally rich herbs. U. Patent. India. US 7,485,158
B2.
BPS (2013). Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Triwulan I Tahun 2013. B. P. Statistik: 1-13.
Broadbent, A. D. (2001). Basic Principles of Textile Coloration, Society of Dyers and Colourists.
Çakmakçi, E., O. Deveoglu, et al. (2013). "HPLC-DAD analysis of Thymus serpyllum based natural pigments and
investigation of their antimicrobial properties." Pigment & Resin Technology 43(1): 19-25.
Calogero, G. and G. D. Marco (2008). "Red Sicilian orange and purple eggplant fruits as natural sensitizers for
dye-sensitized solar cells." Solar Energy Materials & Solar Cells 92: 1341-1346.
Chang, H. and Y. J. Lo (2010). "Pomegranate leaves and mulberry fruit as natural sensitizers for dye-sensitized
solar cells." Solar Energy 84(10): 1833–1837.
Chang, H., H. M. Wu, et al. (2010). "Dye-sensitized solar cell using natural dyes extracted from spinach and
ipomoea." Journal of Alloys and Compounds 495: 606-610.
Changa, H., H. M. Wub, et al. (2010). "Dye-sensitized solar cell using natural dyes extracted from spinach and
ipomoea." Journal of Alloys and Compounds 495: 606–610.
Dirjen, I. K. M. (2011). Media Informasi & Promosi Industri Kecil Menengah. Gema Industri Kecil & Menengah,
Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah. XXXII.
Elgemeie, G. H., K. A. Ahmed, et al. (2016). "A simple approach for the synthesis of coumarin fluorescent dyes
under microwave irradiation and their application in textile printing." Pigment & Resin Technology 45(4):
217-224.
Erkan, G., K. Şengül, et al. (2014). "Dyeing of white and indigo dyed cotton fabrics with Mimosa tenuiflora
extract." Journal of Saudi Chemical Society 18(2): 139-148.
24. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 23
Fitzsimons, B. and T. Parry (2010). Paint and Coating Failures and Defects, Elsevier.
Ghobadian, G. R. C. a. B. (2007). "Spray Dryer Parameters for Fruit Juice Drying." World Journal of Agricultural
Sciences 3.
Gokilamani, N., N. Muthukumarasamy, et al. (2013). "Utilization of natural anthocyanin pigments as
photosensitizers for dye-sensitized solar cells." J Sol-Gel Sci Technol.
Gratzel, M. (2003). "Review Dye Sensitized Solar Cell." J. Photo. Chem. Rev 4: 145-153.
Gross, J. (1991). "Pigments in Vegetable, Chlorophylls, and Carotenoids."
Hadi, S., Suyitno, et al. (2014). "Biofuels Produced from Hydrothermal Liquefaction of Rice Husk." Applied
Mechanics and Materials 575(2014): 628-634.
Haselbacher, P., F. Lettner, et al. (2005). Experimental Gas Quality Results from Staged Gasification. 14th
European Conference & Exhibition: Biomass for Energy, Industry and Climate Protection, Paris, France.
Hemalatha, K. V., S. N. Karthick, et al. (2012). "Performance of Kerria japonica and Rosa chinensis flower dyes
as sensitizers for dye-sensitized solar cells." Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular
Spectroscopy 96: 305–309.
Heyne, K. (1988). Tumbuhan berguna Indonesia, Yayasan Sarana Wana Jaya : Diedarkan oleh Koperasi
Karyawan, Departemen Kehutanan.
Hissen, A. "Effects of Working Fluids on the Performance of Stirling Engine."
Istanto, T., Suyitno, et al. (2006). "Pengaruh Ukuran Partikel, Kadar Air Awal dan Temperatur Pembriketan
terhadap Sifat Fisik Briket Batubara." Gema Teknik 2: 47-53.
Juwana, W. E. and T. Istanto (2009). "Pengaruh Water Storage Volume Terhadap Unjuk Kerja Solar Assisted
Heat Pump Water Heater (Sahpwh) Menggunakan HFC-134a." Mekanika 7(2).
Kim, H.-J., D.-J. Kim, et al. (2013). "Curcumin Dye Extracted from Curcuma longa L. Used as Sensitizers for
Efficient Dye-Sensitized Solar Cells." International Journal of Electrochemical Science 8: 8320 - 8328.
Lee, S. V., A. N. Hadi, et al. (2015). "Thermal and UV degradation of roselle anthocyanin extract and its mixtures
with poly(vinyl alcohol) in different acid." Pigment & Resin Technology 44(2): 109-115.
Lettner, F., P. Haselbacher, et al. (2007). Latest Results of "CleanStGas" - Staged Biomass Gasification CHP.
15th European Biomass Conference & Exhibition - From Research to Market Deployment - Biomass for
Energy, Industry and Climate Protection, Berlin, Germany.
Luiz F.C. de Oliveiraa, H. G. M. E., Eudes S. Velozoc, M. Nesbittd (2002). "Vibrational spectroscopic study of
brazilin and brazilein, the main constituents of brazilwood from Brazil." Vibrational Spectroscopy 28(2).
Mars (2012). Perkembangan Cat Nasional. Perkembangan Cat Nasional.
Min, Y., D. X. Wei, et al. (2006). "Brazilin an important immunosuppresive componen from Caesalpinia sappan
L." Journal International Immunopharm 6.
Mulyanto, S., Suyitno, et al. (2016). "Synthesis and characterization of natural red dye from Caesalpinia sappan
linn." AIP Conference Proceedings 1717(1): 040032.
Pawlak, K., M. Puchalska, et al. (2006). "Blue natural organic dyestuffs—from textile dyeing to mural painting.
Separation and characterization of coloring matters present in elderberry, logwood and indigo." Journal
of Mass Spectrometry 41(5): 613-622.
Sachdev, R. R. (2014). Method for dyeing a textile product using Neem and Holy brasil extraxt. U. Patent. India.
US 8,697,429 B2.
Sastry, D. N., T. Prabhakar, et al. (2016). "Studies on preparation of Bio-Paints using fungal bio-colors." Pigment
& Resin Technology 45(2): 79-85.
Shahid, M., I. Shahid ul, et al. (2013). "Recent advancements in natural dye applications: a review." Journal of
Cleaner Production 53: 310-331.
Shanmugam, V., S. Manoharan, et al. (2013). "Performance of dye-sensitized solar cells fabricated with extracts
from fruits of ivy gourd and flowers of red frangipani as sensitizers." Spectrochimica Acta Part A:
Molecular and Biomolecular Spectroscopy 104(3): 35-40.
Suyitno (2001). Dynamic Modelling and Experimental Study of Indonesian Low Rank Coal Drying in a Fluidized
Bed Using Superheated Steam. Mechanical Engineering. Bandung, Indonesia, Bandung Institute of
Technology. Master.
Suyitno (2007). Pengembangan Gasifikasi Biomasa Sebagai Alternatif Energi Ramah Lingkungan. National
Seminar on ―Tactics and Environmental Friendly Solutions in Fulfilling the National Electricity
Necessitate‖, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Indonesia.
Suyitno (2007). Process Simulation of Wood Pyrolysis, Char Reduction and Partial Oxidation of Staged
Gasification Using CFD. Institute of Thermal Engineering. Graz, Austria, TU Graz. Doctoral
Dissertation.
25. Pengembangan Riset dan Hilirisasi Bahan Pewarna Alam...
Prof. Dr. techn. Suyitno, S.T., M.T. | 24
Suyitno (2008). Teknologi Gasifikasi Biomasa untuk Penyediaan Listrik dan Panas Skala Kecil Menengah.
Surakarta, Indonesia, UNS Press.
Suyitno, Z. Arifin, et al. (2014). "Optimization Parameters and Synthesis of Fluorine Doped Tin Oxide for Dye-
Sensitized Solar Cells." Applied Mechanics and Materials 575(2014): 689-695.
Suyitno, Y. Hidayat, et al. (2008). Karakteristik Bahan Bakar Alternatif Hasil Pirolisis Lambat Sekam Padi
Surakarta, Indonesia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Sebelas
Maret.
Suyitno, W. Juwana, E., et al. (2009). Prototipe Pembangkit Listrik 10 kW Tenaga Gasifikasi Bertingkat FLexi
Biomass yang DIlengkapi Plasm Tar Reduction. Surakarta, Indonesia, Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat, Universitas Sebelas Maret.
Suyitno and F. Lettner (2005). CFD Modelling of External Heated Pyrolysis of Wood Chips. 14th European
Biomass Conference, Paris, France.
Suyitno, F. Lettner, et al. (2006). Process Simulation of Char Reduction in a Multistage Gasifier. Conference of
Fluid and Thermal Energy Conversion 2006, Jakarta, Indonesia.
Suyitno, F. Lettner, et al. (2005). Devolatilization in Biomass Pyrolysis: Influence of Solid Size, Moisture Content
and Heat Radiation. International Energy Conference, Jakarta, Indonesia.
Suyitno, F. Lettner, et al. (2005). Research and Progress in Biomass Gasification CHP and Related Issues at the
Institute of Thermal Engineering, Graz University of Technology. International Energy Conference,
Jakarta, Indonesia.
Suyitno, F. Lettner, et al. (2005). Working and Research Programme: Biomass Gasification CHP and Related
Issues at the Institute of Thermal Engineering, Graz University of Technology. International Energy
Conference, Jakarta 5-7 August 2005.
Suyitno, M. Nizam, et al. (2010). Teknologi Biogas; Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan. Yogyakarta,
Indonesia, Graha Ilmu.
Suyitno, D. N. Rachmad, et al. (2014). "Effect of Natural and Synthetic Dyes on the Performance of Dye-
Sensitized Solar Cells Based on ZnO Nanorods Semiconductor." Applied Mechanics and Materials 699:
577-582.
Suyitno, A. H. Wibowo, et al. (2011). Metode Pengayaan Kandungan Hidrogen dalam Producer Gas Sekam Padi
untuk Produksi Bahan Bakar Cair dan Pembangkit Listrik Berefisiensi Tinggi. Surakarta, Indonesia,
LPPM UNS.
Suyitno, S., T. J. Saputra, et al. (2015). "Stability and Efficiency of Dye-Sensitized Solar Cells Based on Papaya-
Leaf Dye." Spectrochimica Acta - Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy 148(5 September
2015): 99-104.
Tekerek, S., A. Kudret, et al. (2011). "Dye-sensitized solar cells fabricated with black raspberry, black carrot and
rosella juice." Indian J. Phys 85: 1469-1476.
Thambidurai, M., N. Muthukumarasamy, et al. (2011). "Dye-sensitized ZnO nanorod based photoelectrochemical
solar cells with natural dyes extracted from Ixora coccinea, Mulberry and Beetroot." Mater Electron 22:
1662-1666.
Usop, R., Z. H. Z. Abidin, et al. (2016). "The colour stability of natural dye coating films consisting of chlorophyll
after exposed to UV-A." Pigment & Resin Technology 45(3): 149-157.
Wongcharee, K., V. Meeyoo, et al. (2007). "Dye-sensitized solar cell using natural dyes extracted from rosella
and blue pea flowers." Solar Energy Materials and Solar Cells 91: 566-571.
Wongsookin, K., R. Saowanee, et al. (2008). "Study of an Al(III) complex with the plant dye brazilein from
Caesalpinia sappan Linn." Journal Science Technology 15.
Zhou, H., L. Wu, et al. (2011). "Dye-Sensitized Solar Cell Using 20 Natural Dyes as Sensitizer." Journal of
Photochemistry and Photobiology A: Chemistry 219(2-3): 188–194.
View publication stats
View publication stats