Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan. Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan sebagainya.
Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan. Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan sebagainya.
βANALYSIS TERJADINYA HYDRAULIC LOCK MENGGUNAKAN METODE WHY TREE ANALYSIS PADA...Heri Saputra
Β
Melakukan analisa terhadap kemungkinan terjadinya hydraulic lock menggunakan why tree analysis pada engine 3306 dengan bantuan manual book caterpillar engine 3306
1. EVALUASI KEGIATAN PENGEBORAN DAN PELEDAKAN
PADA AREA FASE 7 DINDING BARAT DI PT. AMMAN
MINERAL NUSA TENGGARA
LAPORAN KERJA PRAKTIK
OLEH:
STEFFY ZEFANIA
DBD 113 068 / STD 2027
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2017
2. ii
STUDENT REPORT
Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan Kerja Praktik
di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
Pada Tanggal:
(16 Januari s/d 16 Maret 2016)
Disetujui oleh:
Pembimbing Lapangan Gensupv. - Short Term Planning
Sr. Engineer Drill & Blast
HAZQIL ARAFI MASTONI ARMAN DAMANIK
NB 6075 NB 6069
Mengetahui,
Manager Departemen Training and Development
PT. Newmont Nusa Tenggara
SUNARTO SUWITO
NB 0889
3. iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik
dengan baik. Penulisan laporan kerja praktik ini berdasarkan penelitian lapangan
di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara pada tanggal 16 Januari 2017 β 16 Maret
2017 dengan judul yang diambil. βEvaluasi Kegiatan Pengeboran Dan Peledakan
Pada Area Fase 7 Dinding Barat Di PT. Amman Mineral Nusa Tenggaraβ.
Laporan ini merupakan hasil Kerja Praktik yang disusun sebagai salah satu syarat
yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Teknik
Pertambangan Universitas Palangka Raya.
Penulis menyadari dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini tidak lepas
dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Ir. Waluyo Suswantoro, MT. selaku Dekan Fakultas
TeknikUniversitas Palangka Raya.
2. BapakIr. Yulian Taruna, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Palangka Raya.
3. Bapak Aprind Pirantawan, ST selaku Koordinator Kerja Praktik serta selaku
Dosen Pembimbing Kerja Praktik.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta staf Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya.
4. iv
5. Bapak Hazqil Arafi selaku Sr. Drill & Blast Mining Department serta selaku
pembimbing selama Kerja Praktik. Terimakasih untuk arahan dan bimbingan
nya selama ini.
6. Bapak Mastoni Arman Damanik selaku Gensupv Short Term Planning.
7. Bapak Agus Sudarjat selaku Superintendent Mine Engineering. Terimakasih
penulis ucapkan karena telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan Kerja Praktek di Mine Engineering Departement.
8. Bapak Donalty Panjaitan selaku Superintendent Drill and Blast Operation.
9. Bapak Prasasta Anindita, Bapak Sukmawan, Bapak Frengky selaku Drill &
Blast Engineerdan seluruh engineer maupun foreman pada department drill
& blast. Terimakasih telah memberikan ilmu, arahan dan bimbingannya
selama ini.
10. Bapak Sunarto Suwito, selaku Manager Training yang telah menjadi sponsor
dalam pelaksanaan kerja praktik di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
11. Bapak Robin Panjaitan dan Bapak Untung Simarmata yang telah
merekomendasikan untuk melaksanakan kerja praktik di PT. Amman Mineral
Nusa Tenggara.
12. Bapak Alwi Yakub, ibu Devi Susanti serta seluruh elemen Training &
Development Department, yang telah memberikan pengarahan dan pelatihan.
13. Seluruh Staff/Karyawan Mining Department di PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara.
5. v
14. Kedua orangtua Benris Sumbayak, Rodearni Sipayung, adik saya Migel
Jeremi Sumbayak dan Roy Purba yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi selama melakukan kerja praktik ini.
15. Michael Stephen yang selalu menemani, mendengarkan segala keluh kesah,
memberikan arahan dan motivasi selama melakukan kerja praktik ini.
16. Kak Sukron, Rosalina dan Neman untuk kebersamaan dan dukungan selama
melakukan kerja praktik ini.
17. Teman-teman seperjuangan selama Kerja Praktik Fitri, Tika, Gumyar,
Wahyu, Kak Robbi, Kak Arman, Aufa, Kak Papank, Rival, Zain, Dicky,
Ayan, Erick, Ridha, Rifa, Yogi, Ryan, Virgha, Yayang, Ikhlas, Helen, dan
teman-teman angkatan 2013 Jurusan Teknik Pertambangan Universitas
Palangka Raya, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan Kerja Praktik ini.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Oleh Karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan dan proses pembelajaran selanjutnya.
Batu Hijau, Maret 2017
Penulis,
Steffy Zefania
6. vi
DAFTAR ISI
EVALUASI KEGIATAN PENGEBORAN DAN PELEDAKAN PADA AREA
FASE 7 DINDING BARAT DI PT. AMMAN MINERAL NUSA TENGGARA.. i
STUDENT REPORT .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah....................................................................................... 2
1.5. Metode Penelitian..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM .................................................................................. 4
2.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian...................................................... 4
2.1.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah........................................................ 5
2.2. Kondisi Geologi ....................................................................................... 7
2.2.1. Iklim dan Curah Hujan...................................................................... 7
7. vii
2.2.2. Keadaan Geologi dan Sumber Daya Alam ....................................... 8
2.3. Topografi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara .................................... 12
2.4. Cadangan Bijih Tambang Batu Hijau .................................................... 13
2.5. Tahapan Penambangan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara ........... 15
2.6. Pengeboran (Drilling) dan Peledakan (Blasting).................................... 18
2.6.1. Pengeboran (Drilling)...................................................................... 19
2.6.2. Peledakan (Blasting) ....................................................................... 20
2.6.3. Pemuatan dan Pengangkutan........................................................... 21
2.6.4. Pengolahan Bijih............................................................................. 23
2.6.5. Penghancuran / Peremukan (Crushing)........................................... 24
2.6.6. Penggerusahan (Grinding) .............................................................. 25
2.6.7. Flotasi.............................................................................................. 25
2.6.8. Pencucian Konsentrat...................................................................... 26
2.6.9. Konsentrat ....................................................................................... 26
2.6.10. Tailling............................................................................................ 27
2.6.11. Lingkungan ..................................................................................... 28
2.6.12. Reklamasi Tambang........................................................................ 28
BAB III KAJIAN PUSTAKA............................................................................... 30
3.1. Pengeboran (Drilling)............................................................................. 30
3.2. Geometri Pengeboran............................................................................. 32
8. viii
3.2.1. Diameter Lubang Ledak.................................................................. 32
3.2.2. Kedalaman Lubang Ledak .............................................................. 33
3.2.3. Kemiringan lubang ledak ................................................................ 33
3.2.4. Pola Pengeboran (Drill Pattern) ...................................................... 34
3.3. Komponen-Komponen Sistem Operasi.................................................. 36
3.4. Geometri Peledakan ............................................................................... 37
3.4.1. Burden............................................................................................. 38
3.4.2. Spacing............................................................................................ 39
3.4.3. Stemming (T) .................................................................................. 40
3.4.4. Subdrilling (J) ................................................................................. 41
3.4.5. Kedalaman Lubang Ledak (H)........................................................ 41
3.5. Panjang Kolom Isian (PC)...................................................................... 42
3.6. Bahan peledak (Explosive)..................................................................... 43
3.6.1. Definisi Bahan Peledak................................................................... 43
3.6.2. Reaksi peledakan............................................................................. 43
3.6.3. Bahan Peledak................................................................................. 44
3.6.4. Jenis Bahan Peledak........................................................................ 45
3.7. Powder Factor......................................................................................... 46
3.8. Definisi Fragment dan Fragmentasi ....................................................... 46
3.9. Fragmentasi Batuan................................................................................ 48
9. ix
3.10. Redrill ................................................................................................. 50
3.11. Extrahole............................................................................................. 50
3.12. Distance Collar ................................................................................... 50
BAB IV PENGOLAHAN DATA......................................................................... 52
4.1. Data Utama (Main Data)........................................................................ 52
4.2. Data Pendukung (Support Data) ............................................................ 58
BAB V ANALISIS DATA ................................................................................... 60
5.1. Aktifitas Pengeboran dan Peledakan di PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara Pada Area Dinding Barat Fase 7 ....................................................... 60
5.1.1. Pengeboran...................................................................................... 60
5.1.2. Peledakan ........................................................................................ 62
5.2. Perbandingan Aktual dan Plan Terkait Aktifitas Pengeboran dan
Peledakan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara............................................... 64
5.2.1. Deviasi Depth Hole......................................................................... 65
5.2.2. Redrill dan Extrahole ...................................................................... 72
5.2.3. Distance Collar................................................................................ 74
5.3. Parameter-Parameter yang Menentukan Kualitas Peledakan................. 75
5.3.1. Hardness Domain ........................................................................... 76
5.3.2. Geometri Peledakan ........................................................................ 76
5.3.3. Kedalaman Lubang (depth)............................................................. 77
10. x
5.3.4. Penggunaan Bahan Peledak (explosive) ......................................... 78
5.3.5. Redrill dan Extrahole ...................................................................... 78
5.3.6. Rekahan........................................................................................... 78
5.4. Evaluasi Kondisi Aktual Terkait Dengan Aktifitas Pengeboran dan
Peledakan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara........................................... 79
5.4.1. Evaluasi Kegiatan Peledakan Tanggal 2 Februari 2017 ................ 79
5.4.3. Evaluasi Kegiatan Peledakan Tanggal 10 Februari 2017 ............... 82
5.4.5. Evaluasi Kegiatan Peledakan Tanggal 18 Februari 2017 ............... 84
BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 88
6.1. Kesimpulan............................................................................................. 88
6.2. Saran....................................................................................................... 89
11. xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Curah Hujan di Lokasi Tambang Pit Batu Hijau ......................................8
Tabel 2.2. Estimasi Cadangan Pit Batu Hijau..........................................................13
Tabel 4.1. Drill Depth Hole Actual 2 Februari 2017 ...............................................53
Tabel 4.2. Drill Depth Hole Plan 2 Februari 2017..................................................53
Tabel 4.3. Blast Depth Hole Actual 2 Februari 2017..............................................54
Tabel 4.4. Blast Depth Hole Plan2 Februari 2017 ...................................................55
Tabel 4.10. Distance Collar......................................................................................57
12. xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Pengeboran Vertikal Dan Pengeboran Miring .................................. 34
Gambar 2.2.Pola Pengeboran Sejajar (Pararel).................................................... 35
Gambar 2.3.Pola Pengeboran Selang-seling (Staggered Pattern) ....................... 36
Gambar 2.4.Geometri Peledakan .......................................................................... 38
Gambar 2.5.ModelβRock Fracture Insituβ untuk Satu Lubang Tembak (Berta,
1990) ..................................................................................................................... 47
Gambar 3.1.Batasan Kontrak Karya PT. Amman Mineral Nusa Tenggara............ 5
Gambar 3.2. Peta Lokasi Tambang Pit Batu Hijau ................................................. 7
Gambar 3.3. Peta Geologi Lokasi Tambang Pit Batu Hijau(Mine Geology, PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)................................................................ 10
Gambar 3.4. Litho Section East-West(Ore Control, PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara, 2016) .................................................................................................... 10
Gambar 3.5. Peta Topografi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara ...................... 12
Gambar 3.6. Topografi Akhir 2015(Ore Control, PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara, 2015) .................................................................................................... 13
Gambar 3.7. Model Cebakan Mineral Tembaga di Pit Batu Hijau(Mine Geology
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)......................................................... 14
Gambar 3.8. Model Cebakan Mineral Emas di Pit Batu Hijau(Mine Geology PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)................................................................ 14
Gambar 3.9. Sistem Penambangan Open Pit pada Batu Hijau ............................. 16
13. xiii
Gambar 3.10. Bench Face Angle (BFA) dan Inter Ramp Angle (IRA)(Drill and
Blast, PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)............................................... 17
Gambar 3.11. Diagram Alir Proses Penambangan di Batu Hijau(Arsip PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)................................................................ 18
Gambar 3.12. Elektronik detonator, booster, dan non-electric detonator ............. 20
Gambar 3.13. Kegiatan Peledakan........................................................................ 21
Gambar 3.14. Kegiatan Pemuatan Material Oleh Electric Shovel P&H4100A.... 22
Gambar 3.15. Haul Truck CAT 793C................................................................... 23
Gambar 3.16. Pabrik Pengolahan Bijih PT. Amman Mineral Nusa Tenggara ..... 24
Gambar 3.17. Crusher ........................................................................................... 24
Gambar 3.18. Tempat Penampungan Air Asam Tambang ................................... 27
Gambar 3.19. Reklamasi oleh Divisi Dry Season................................................. 29
Gambar 5.1. Alat Bor Atlas Copco(Sumber: Arsip PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara, 2016) .................................................................................................... 61
Gambar 5.2. Elektronik detonator, booster, dan non-electric detonator............... 62
Gambar 5.3. Emulsion Truck Orica....................................................................... 63
Gambar 5.4. Pengisian Stemming oleh Stemming Truck ...................................... 63
Gambar 5.5. Kegiatan Peledakan.......................................................................... 64
Gambar 5.6. Grafik Data Deviasi Drill Depth Hole 2 Februari 2017 β 23 Februari
2017....................................................................................................................... 66
Gambar 5.7. Grafik Data Deviasi Drill Depth Hole 2 Februari 2017 β 23 Februari
2017....................................................................................................................... 67
14. xiv
Gambar 5.8. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017 68
Gambar 5.9. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017 68
Gambar 5.10. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017
............................................................................................................................... 69
Gambar 5.11. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017
............................................................................................................................... 69
Gambar 5.12. Data Waktu Tunda Antara End Drill Hingga Loading Explosive.. 70
Gambar 5.13. Grafik Data Deviasi Drill Depth Hole 2 Februari 2017 β 23
Februari 2017 ........................................................................................................ 72
Gambar 5.14. Grafik Data Distance Collar 2 Februari 2017 β 23 Februari 2017 75
Gambar 5.15. Penampakan Surface Peledakan 2 Februari 2017 .......................... 80
Gambar 5.16. Penampakan Surface Peledakan7 Februari 2017 ........................... 81
Gambar 5.17. Penampakan Surface Peledakan10 Februari 2017 ......................... 83
Gambar 5.18. Penampakan Surface Peledakan15 Februari 2017 ......................... 84
Gambar 5.19. Penampakan Surface Peledakan 18 Februari 2017 ........................ 85
Gambar 5.20. Penampakan Surface Peledakan23 Februari 2017 ........................ 86
16. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi batuan yang ada di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
diklasifikasikan sebagai material yang sulit dibongkar (very hard ripping
excavation class), sehingga PT. Amman Mineral Nusa Tenggara menggunakan
metode pengeboran dan peledakan. Tujuan dilakukan kegiatan pengeboran dan
peledakan adalah untuk proses pemberaian batuan sehingga memudahkan dalam
penanganan batuan tersebut ke proses selanjutnya.
Sering kali ditemukan kasus perbedaan deviasi depth hole plan dan actual
yang dapat mempengaruhi charge explosive, yang juga bepengaruh akan hasil
fragmentasi dimana menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan suatu kegiatan
peledakan dan penampakan permukaan (surface) setelah di loading oleh alat
shovel dimana akan membentuk hasil surfaceactual berada di elevasi yang
ditentukan (plan) atau diluar dari elevasi yang ditentukan (plan) Analisis dan
evaluasi mengenai kegiatan pengeboran dan peledakan ini dibutuhkan sebagai
parameter teknikal terhadap kualitas kegiatan tersebut, dan sebagai penunjang
kelancaran produksi pada kegiatan pertambangan di Batu Hijau.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aplikasi pengeboran dan peledakan yang dilakukan pada area
kerja PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
17. 2
2. Bagaimana perbandingan parameter-parameter kegiatan pengeboran dan
peledakan antara plan dan aktual terkait aktifitas pengeboran dan peledakan
di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
3. Apa pengaruh parameter-parameter kegiatan peledakan yang menentukan
kualitas peledakan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
4. Bagaimana hasil evaluasi kondisi actual terkait dengan aktifitas pengeboran
dan peledakan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari Kerja Praktik (KP) ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui aplikasi kegiatan pengeboran dan peledakan yang dilakukan pada
area kerja PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
2. Mengetahui perbandingan parameter-parameter kegiatan pengeboran dan
peledakan anatara plan dan aktual.
3. Mengetahui pengaruh parameter-parameter kegiatan peledakan yang
menentukan kualitas peledakan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
4. Mengetahui hasil evaluasi kondisi aktual terkait dengan aktifitas pengeboran
dan peledakan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
1.4. Batasan Masalah
1. Penelitian dilakukan pada area fase 7 dinding barat pit Batu Hijau PT. Amman
Mineral Nusa Tenggara
2. Penelitian dilakukan pada kegiatan peledakan dengan durasi waktu 2 Februari
2017 β 23 Februari 2017.
18. 3
3. Penelitian hanya dibatasi kegiatan pengeboran dan peledakan pada pattern
production, trim, dan ramp.
4. Penelitian hanya dibatasi pengamatan deviasi collar, deviasi drill and blast
depth hole dan variance explosive charge.
1.5. Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data ditempuh dengan prosedur penulisan yang
meliputi:
a. Studi literatur
Dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan
dengan kerja praktek yang antara lain berasal dari buku referensi dan hasil
penelitian sebelumnya di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara.
b. Pengamatan Lapangan
Pengamatan aktifitas pemboran di lapangan, analisis data MORS, dan
pengolahan data dengan Minesight 3D.
c. Wawancara
Dilakukan dengan interaksi tanya jawab dan diskusi dengan operator drill,
foreman, dan engineer drill and blast yang bertugas pada kegiatan pemboran.
19. 4
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang yang
berada dibawah PT. Amman Mineral International (PT. AMI). PT. AMI adalah
perusahaan Indonesia yang pemegang sahamnya adalah AP Invesment dan Medco
Energi. PT. AMI melakukan proses transaksi pengambilalihan kepemilikan saham
di PT. Newmont Nusa Tenggara. Dengan selesainya proses transaksi tersebut,
pemilik saham PT. Newmont Nusa Tenggara dan aset-aset terkait lainnya kini
sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan swasta, yakni PT. Amman Mineral
International (PT. AMI) yang menguasai 82,2% kepemilikan saham dan PT.
Pukuafu Indah (PT. PI) sebagai pemegang saham sebanyak 17,8%. Sebagai
Perusahaan Nasional, perusahaan Tambang bijih Tembaga dan Emas yang dahulu
bernama PT. Newmont Nusa Tenggara telah berganti nama menjadi PT. Amman
Mineral Nusa Tenggara (PT. AMNT) tertanggal 3 November 2016.
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang bijih
tembaga dengan mineral ikutan emas yang dulunya didirikan oleh PT. Newmont
Nusa Tenggara pada tahun 1986 dan mulai beroperasi secara penuh pada tahun
2000. PT. Newmont Nusa Tenggara menemukan cebakan Batu Hijau dan pada
bulan April 1986 telah selesai melakukan studi kelayakan, kemudian
menandatangani Kontrak Karya (KK) dengan pemerintah Republik Indonesia
pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas 1.127.134 Ha yang mencakup
wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau, dan Rinti di Pulau Sumbawa. PT.
20. 5
Newmont Nusa tenggara (Sekarang menjadi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara)
kemudian melakukan beberapa kali penciutan wilayah dan membagi wilayah
tersebut menjadi 4 blok, yaitu blok Batu Hijau dengan luas 40.372 Ha, blok
Lunyuk Utara dengan luas 2.722 Ha, blok Elang dengan luas 16.150 Ha, dan blok
Rinti dengan luas 6.817 Ha. Tahun 1990.
Gambar 3.1.Batasan Kontrak Karya PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(Presentasi Paparan Umum PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)
2.1.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi penambangan bijih tembaga dan emas yang dilakukan oleh PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara terletak di bagian Barat Daya Pulau Sumbawa,
tepatnya di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB). Secara geografis lokasi area penambangan terletak antara
116,40Β°BT β 116,55Β°BT dan 8,5Β°LS β 9,0Β°LS (Gambar 3.2). Lokasi
penambangan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara berbatasan dengan Kecamatan
Jereweh dan Kecamatan Taliwang di sebelah Utara, Kecamatan Jereweh di
21. 6
sebelah Timur, Samudera Hindia di sebelah Selatan dan Selat Alas di sebelah
Barat.
Lokasi penambangan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara dapat ditempuh
dengan perjalanan laut dan perjalanan darat dari Bandara Internasional Lombok
(LOP) yang terletak di Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Dari
Bandara Internasional Lombok, perjalanan dapat ditempuh melalui perjalanan
darat menuju ke Pelabuhan Kayangan yang berada di Kecamatan Pringgabaya,
Kabupaten Lombok Timur. Perjalanan dari Bandara Internasional Lombok
menuju Pelabuhan Kayangan dapat ditempuh dalam waktu selama dua jam.
Perjalanan selanjutnya dapat ditempuh melalui perjalanan laut dengan
menggunakan kapal berkecepatan tinggi milik PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara yang sering disebut sebagai Tenggara 1. Perjalanan laut menuju Benete
Port PT. Amman Mineral Nusa Tenggara ini dapat ditempuh dalam waktu satu
setengah jam. Perjalanan dari Benete Port menuju lokasi penambangan Pit Batu
Hijau dapat ditempuh dengan perjalanan darat dengan menggunakan mobil
perusahaan yang telah dilengkapi dengan rotary lamp dan tiang bendera selama
satu jam melalui Primary Access Road (PAR).
22. 7
Gambar 3.2. Peta Lokasi Tambang Pit Batu Hijau
(Arsip PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)
2.2. Kondisi Geologi
2.2.1. Iklim dan Curah Hujan
Lokasi proyek pertambangan Batu Hijau PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara memiliki iklim tropis dengan suhu udara antara 28ΛC - 37ΛC.Berikut
TIMOR
Kupang
SUMBA
FLORES
INDEKS PETA
SUMBAWA
LOMBOK
Mataram
Denpasar
BALI
SUMBAWA BARAT
PROJECT AREA
IN DIA N OCEAN
JAVA
117β30β E
LAUT FLORES
SELATALAS
KAB.LOMBOKTIMUR
KAB.SUMBAWA
LABUHAN
SEPAKAN
KECA MATA N
SETELUK
TEPA
TALIWANG
KECA MATA N
TA L IWA N G
BATUROTOK
PUNIK
KECA MATA N
BATUL A N TEH
KECA MATA N
A L A S
ALAS
KECA MATA N
UTHA N
UTAN
KECA MATA N
SUMBA WA
SUMBAWA BESAR
BATUBULAN
KECA MATA N
MOYOHULU
LAPE
AIMUAL
KECA MATA N
ROPPA N G
ROPPANG
KECA MATA N
LUN YUK
KONTRAK KARYA BLOK 5
PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
LUNYUK BESAR
KECA MATA N
JEREWEH
SEJORONG
JEREWEH
BATU HIJAU SAMUDERA HINDIA
9"00' S
116β45' E 117"00' E
PAPUA NEW
GUINEA
I N D O N E S I A
SUMATRA
MALAYSIA
SINGAP0RE
VIETNAM
CAMBOJA
THAILAND
MYANMAR
(BURMA)
LAOS
PHILIPPINES
SAMUDERA PASIFIK
BRUNEI
SULAWESI
LOKASI PENELITIAN
SAMUDERA INDIAN
KETERANGAN
Batas Kecamatan
LITOHLOWERAN
BATU HIJAU
8"50' S
9"04β S
Lokasi Penelitian
0 10 20
Batas Kontrak Karya
Endapan Batu Hijau
Kecamatan
Sungai
23. 8
merupakan data curah hujan selama beberapa tahun terakhir di Batu Hijau (Tabel
2.1).
Tabel 2.1.Curah Hujan di Lokasi Tambang Pit Batu Hijau
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bulan
CH
(mm)
CH
(mm)
CH
(mm)
CH
(mm)
CH
(mm)
CH
(mm)
CH
(mm)
Januari 584.2 348.4 902.8 538.6 578.8 451 386
Februari 355.6 293.2 394 390.9 152.6 246.8 494.6
Maret 254.6 242.2 518 269.6 175.8 265.2 174.2
April 576.4 331.2 177.3 326.8 310.6 171.2 251
Mei 499.6 77.8 283.2 210.5 103.6 92 113.8
Juni 148.4 16.8 11.8 119 19 27 243
Juli 70.4 26 71 25.8 103.6 9.2 139.2
Agustus 51.2 1.6 6.8 3.4 5.4 4.8 154.6
September 345.4 54.2 5.8 20.2 1.8 3.4 123.8
Oktober 181.2 316.6 29.2 58 0.8 0.8 350.8
November 224.8 166.2 317 145.4 99 50.2 -
Desember 522.2 481 428.8 618.6 466.8 - -
Total 3814 2355.2 3145.7 2726.8 2017.8 1321.6 2431
2.2.2. Keadaan Geologi dan Sumber Daya Alam
Berdasarkan keadaan geologinya, endapan bahan galian pada Batu Hijau
merupakan batuan porphiry muda yang mengandung tembaga dan emas yang
terjadi berkaitan dengan intrusi-intrusi kompleks tersier yang terdiri atas phaneric,
hornblende, laccolith, diorite, dike, dan tonalite dome.
Satuan batuan tertua disebut batuan metavolcanic, biasanya bertekstur halus
berwarna hijau keabu-abuan hingga andesitik lava bertekstur halus yang terjadi
diawal Tersier.Di daerah cebakan, plagioclase dan hornblende dari batuan
metavolcanic telah mengalami metasomasis dan perubahan unsur batuan (bitite
magnetite clorite).
24. 9
Diorite pada bagian timur-laut, cebakan berupa laccolithic dengan batuan
yang menyerupai lengan (slik-like arm) mengarah ke bagian tengah cebakan.
Dioritemengandung plagioclase phenocryst berukuran sedang dan hornblende
phenicrist yang teralterasi serta biotite primer dalam bentuk butiran halus. Pada
bagian inti dari cebakan muncul tonalite dalam bentuk subvertikal (sub-vertical
dike) yang menerobos pada zona kontak antara metevolcanic dan diorite.
Saat magma berevolusi, intrusi tonalite (dike) akan mengandung semakin
banyak kuarsa primer. Cebakan Batu Hijau sendiri terdapat 3 jenis tonalite, yaitu:
tonalit tua (old tonalite) merupakan batuan porphiritic berwarna abu-abu yang
banyak mengandung kuarsa dan plagioclase phenocrist dan batuan mafic yang
teralterasi serta tonalit menengah (intermediate tonalite) yang bertekstur lebih
kasar dengan kandungan kuarsa lebih banyak. Sedangkan tonalit muda (young
tonalite) adalah batuan yang secara mineralogi sama dengan tonalite yang
sebelumnya tetapi teksturnya berbeda yaitu berupa tekstur yang lebih kasar,
banyak mengandung quarts phenocriyst.
25. 10
Gambar 3.3. Peta Geologi Lokasi Tambang Pit Batu Hijau (Mine Geology, PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)
Gambar 3.4. Litho Section East-West(Ore Control, PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara, 2016)
26. 11
Massa dasar (bagian batu yang lebih halus) dari tonalite muda lebih kasar
dari massa dasar tonalite tua dimana tonalite tua lebih teralterasi dan
termineralisasi dibanding tonalite menengah dan tonalite muda. Bagian tengah
dari cebakan didominasi oleh mineral chalcophyrite, bornite, dan calcosite ke arah
luar cebakan chalcophyrite dan phyrite lebih dominan. Hasil study mineralogy
awal menunjukkan adanya hubungan kuat antara kuarsa, tembaga, dan emas.
Hasil studi difraksi sinar-X menunjukkan persentase kuarsa berkisar antara
40-50 % pada bagian yang berkadar tinggi, terutama di area dasar bagian tengah
cebakan. Dilihat melalui mikroskop diketahui bahwa kandungan emas
teridentifikasi sebagai inklusi kecil di dalam bornite, calcophyrite dan selebihnya
adalah partikel gangue.
Ada lima tahap mineralisasi dan alterasi di daerah penelitian (Steve Garwin,
2000) yaitu:
1. Tahap Awal, yaitu alterasi dari biotite, magnetite, kuarsa, dan mineralisasi
terdiri digenite, bornite, chalcosite.
2. Tahap Transisi, yaitu alterasi terdiri dari chlorit, calcite, albit, dan mineralisasi
terdiri dari bornite dan chalcopyrite.
3. Tahap Lanjut, yaitu alterasi terdiri dari cericite, smectite, chlorite, mineralisasi
terdiri dari chalcopyrite.
4. Tahap Sangat Lanjut, yaitu alterasi sama dengan tahap lanjut, sedangkan
mineralisasi terdiri dari sphalerite, galena, pyrite, chalcopyrite.
27. 12
5. Tahap Akhir, yaitu alterasi terdiri atas mineral zeolite dan calcite, sedangkan
mineralisasi berupa pyrite.
2.3. Topografi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara terletak di sebelah Barat Daya Pulau
Sumbawa, berjarak sekitar 15 km dari pantai barat dan 10 km dari Pantai Selatan,
tepatnya di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB). Lokasi proyek pertambangan Batu Hijau terdiri atas perbukitan-
perbukitan dengan elevasi antara 300-600 meter di atas permukaan laut yang
sebagian besarnya masih berupa hutan lebat. Hingga pertengahan November
2016, kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara berada pada elevasi -255 mRL pada bottom pit (lantai dasar pit).
Kedalaman ini diperkirakan akan terus bertambah hingga -300 mRL pada batas
akhir phase 6.
Gambar 3.5. Peta Topografi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
28. 13
(Sumber: Mine Geology, PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)
Gambar 3.6. Topografi Akhir 2015(Ore Control, PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara, 2015)
2.4. Cadangan Bijih Tambang Batu Hijau
Jumlah cadangan di Batu Hijau sebesar 827.000 kiloton dengan kadar rata-
rata Cu 0,41% dan Au 0,009 oz/ton (Tabel 2.2).Data ini didapatkan berdasarkan
Paparan Publik Tahunan PT. Bumi Resources Mineral Tbk. pada bulan Desember
2014.Model cebakan tembaga dan emas dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan 2.8.
Tabel 2.2.Estimasi Cadangan Pit Batu Hijau
Proven Provable
Jumlah 245.000 kilo tons 582.000 kilo tons
Cu (%) 0,49 0,38
Au ( oz/ton ) 0,014 0,006
Kandungan Cu ( mm lb s ) 2.392 4.412
Kandungan Au (kilo onz ) 3.423 3.650
29. 14
Gambar 3.7. Model Cebakan Mineral Tembaga di Pit Batu Hijau(Mine Geology
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)
Gambar 3.8. Model Cebakan Mineral Emas di Pit Batu Hijau(Mine Geology PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)
30. 15
Tambang Batu Hijau mengelompokkan material-material yang ada menjadi
tujuh jenis, berdasarkan data rencana tahunan terakhir bulan Desember 2015:
a. Acid waste, merupakan material yang dapat menyebabkan air asam tambang
(nilai Net Carbonate Value (NCV) negatif) dengan nilai revenue<cost.
Material ini ditimbun di Tongoloka Waste Dump.
b. Neutral Waste (NW), material yang memiliki nilai revenue <cost dan
mempunyai nilai NCV positif. Material ini ditimbun di Tongoloka
WasteDump.
c. Low Grade (LG), material yang memiliki nilai revenue antara US$14,03/ton.
Material ini disimpan pada LG Stockpile.
d. Medium Grade (MG), material yang mempunyai nilai revenue antara
US$17,20/ton. Material ini disimpan di MG Stockpile.
e. High Grade (HG), material yang memiliki nilai revenue US$ 27,00/ton.
Material disimpan di HG Stockpile.
f. Mill Feed (ROM), material yang memiliki nilai revenue > US$ 27,0/ton,
material ini langsung di kirim ke Crusher.
g. Top Soil (TS) adalah tanah lapisan atas (tanah humus) dan Sub Soil (SS) adalah
tanah lapisan bawah yang akan digunakan untuk penutupan tambang dan
sebagian akan digunakan untuk kegiatan reklamasi. Top Soil dan Sub Soil ini
disimpan di Top Soil/Sub Soil Stockpile di Tongoloka dan East Dump.
2.5. Tahapan Penambangan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
Sistem penambangan yang diterapkan di PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara adalah tambang terbuka dengan metode Open Pit (Gambar
31. 16
3.9).OpenPitadalah bukaan yang dibuat di permukaan tanah, bertujuan untuk
mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun kembali)
selama pengambilan bijih masih berlangsung. Tujuan utama dari operasi
penambangan adalah menambang dengan biaya serendah mungkin sehingga
dicapai keuntungan yang maksimal. Pemilihan berbagai parameter desain dan
penjadwalan dalam pengambilan bijih melibatkan pertimbangan teknik dan
ekonomi yang rumit. Dibutuhkan suatu pengambilan keputusan yang optimal
antara memaksimalkan perhitungan ekonomis dengan adanya parameter pembatas
karena faktor geologi dan pertimbangan teknik lain.
Gambar 3.9. Sistem Penambangan Open Pit pada Batu Hijau
Hingga akhir agustus 2016, penambangan pada Pit Batu Hijau sudah
mencapai elevasi -225 mRL dengan diameter bukaan Pit sebesar 2.325 m dan
direncanakan akan mencapai -300 mRL pada akhir phase 6. Jenjang (bench) pada
Pit Batu Hijau dibuat dengan ketinggian 15 m, dengan kemiringan jenjang (Bench
Face Angle) berkisar dari 650
sampai 700
sertaInter Ramp Angle berkisar antara
32. 17
370
sampai 640
. Nilai BFA(Bench Face Angle) dan IRA (Inter Ramp Angle)
ditentukan berdasarkan geotechnical domain pada tiap area tertentu yang memiliki
karakteristik geoteknis yang sama (gambar 3.10). Aktifitas penambangan
dilakukan 2 shift setiap harinya selama 24 jam dengan rata-rata produksi sebesar
6000-9000 ton/jam.
Gambar 3.10. Bench Face Angle (BFA) dan Inter Ramp Angle (IRA)(Drill and
Blast, PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2014)
Kegiatan utama penambangan yang dilakukan di Batu Hijau meliputi
kegiatan pembersihan area (land clearing), pengeboran lubang untuk peledakan
(drilling), pemberaian batuan dengan peledakan (blasting), pemuatan batuan
(loading) dan pengangkutan batuan (hauling), penimbunan (dumping), dan
peremukan (crushing) (gambar 3.11).
33. 18
Gambar 3.11. Diagram Alir Proses Penambangan di Batu Hijau(Arsip PT.
Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)
2.6. Pengeboran (Drilling) dan Peledakan (Blasting)
Kondisi batuan di tambang Batu Hijau dikategorikan dalam material yang
sulit untuk dibongkar (very hard ripping) dengan demikian dibutuhkan
pengeboran dan peledakan untuk proses pemberaian. Pemberaian batuan
dilakukan untuk membongkar batuan dari lokasi asalnya agar dapat dilakukan
34. 19
pemuatan dan pengangkutan oleh alat mekanis. Sebelum melakukan kegiatan
pengeboran dan peledakan pada areal tertentu, drill and blast engineering
bertugas untuk mencari dan mempersiapkan areal tersebut sehingga siap
digunakan. Kegiatan mempersiapkan areal pengeboran dan peledakan ini sering di
sebut dengan land clearing.
Land clearing merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan
suatu area yang akan dilakukan kegiatan pengeboran dan peledakan. Dalam
melakukan land clearing, drill and blast engineering mempersiapkan area
tersebut dengan sangat matang dan sesuai dengan sekuen tambang yang telah
direncanakan, sehingga alat bor dapat digunakan secara optimal.
2.6.1. Pengeboran (Drilling)
Kegiatan pengeboran dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu pembuatan pre-
split pada batas - batas jenjang tambang, pembuatan lubang ledak untuk
peledakan produksi, dan pembuatan drain hole pada horizontal drilling untuk
membuat saluran air pada dinding tambang, selain itu pengeboran juga dilakukan
untuk pengambilan sampel untuk perhitungan kadar endapan.
Pengeboran dilakukan oleh Drill Operation dengan panduan titik kontrol
yang telah ditentukan berdasarkan drill pattern yang telah direncanakan oleh Drill
and Blast Engineering menggunakan software MineSight.Kedalaman lubang
tembak ditentukan berdasarkandomain area-nya (soft domain, medium domain,
hard domain). Ketentuan tersebut ditentukan berdasarkan acuan berupacook
35. 20
bookyang dibuat berdasarkan historical data trail yang mulai digunakan pada
tahun 2004 (Lampiran 1)
2.6.2. Peledakan (Blasting)
Peledakan bertujuan untuk memberaikan batuan dari batuan induknya yang
nantinya menghasilkan broken material yang memilih fragmentasi yang sesuai
untuk diumpankan ke primarycrusher.
Setelah selesai dilakukan pengeboran (drilling), tahap selanjutnya yang
akan dilakukan untuk persiapan peledakan adalah charging (pengisian bahan
peledak). Sebelum dilakukan pengisian bahan peledak, lubang ledak terlebih
dahulu diisi dengan bahan peledak peka detonator (booster) yang berfungsi
menginisiasi bahan peledak. Booster yang digunakan adalah Pentex PPP DUO
Orica yang memiliki 2 slot untuk detonator.
Gambar 3.12. Elektronik detonator, booster, dan non-electric detonator
36. 21
Peledakan akan dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Setelah
persiapan peledakan selesai, seluruh alat dan pekerja yang berada di sekitar
wilayah peledakan akan dievakuasi ke zona aman, dengan radius 300m untuk alat,
dan 500m untuk bekerja dari wilayah peledakan.
Gambar 3.13. Kegiatan Peledakan
Setelah kegiatan peledakan selesai, selanjutnya dilakukan pembatasan
release poligon pada area broken muck, hal ini bertujuan untuk membatasi daerah
yang tergolong sebagai high grade, medium grade, low grade, acid waste, dan
neutral waste. Adanya batasan tersebut membuat brokenmuckdapat diangkut ke
tempat penimbunan (dumping) yang telah ditentukan.
2.6.3. Pemuatan dan Pengangkutan
Setelah dilakukan pengeboran dan peledakan, material hasil peledakan akan
dimuat dengan beberapa alat muat. PT. Amman Mineral Nusa Tenggara memiliki
beberapa alat muat, yaitu:
1. Electric Shovel P&H 4100A dengan kapasitas bucket 47,4 m3
(6 unit).
37. 22
2. Electric Shovel P&H 2800XPA dengan kapasitas bucket 24,4 m3
(1 unit).
3. Wheel Loader CAT 994D dengan kapasitas bucket 19 m3
(2 unit).
4. Excavator HITACHI EX5500 dengan kapasitas bucket 29 m3
(2 unit).
5. Excavator HITACHI EX3600 dengan kapasitas bucket 22m3
.
Gambar 3.14. Kegiatan Pemuatan Material Oleh Electric Shovel P&H4100A
Setelah kegiatan pemuatan maka material diangkut menuju lokasi dumping,
crusher, dan stockpile dengan menggunakan alat angkut.PT. Amman Mineral
Nusa Tenggara mempunyai beberapa jenis haul truck yaitu :
1. Truck CAT type 793 C, dengan kapasitas muat 262 ton (111 unit).
2. Truck CAT type 777 D, dengan kapsasitas muat 57,7 ton (8 unit).
Material hasil peledakan diangkut menuju lokasi yang berbeda-beda,
tergantung dari jenis material yang dibawa oleh haul truck diantaranya material
bijih highgrade diangkut ke crusher, bijih medium grade dan low
38. 23
gradediangkutke stockpile, sedangkan material subgrade(waste) diangkut ke
waste dump.
Sistem penggalian, pemuatan dan pengangkutan diatur oleh dispatcher yang
menggunakan sistem dispatch monitoring dan GPS secara otomatis, sehingga
semua kegiatan lalu lintas dan operasional dapat diawasi dari ruang kontrol
dispatch. Alat muat dan alat angkut yang lebih dominan digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan operasional pemuatan dan pengangkutan di PT. Amman
Mineral Nusa Tenggara adalah electric shovel P&H 4100A dan truck CAT793C.
Gambar 3.15. Haul Truck CAT 793C
2.6.4. Pengolahan Bijih
Pengolahan bijih pada PT. Amman Mineral Nusa Tenggaradirancang untuk
mengolah antara 120.000-180.000 ton bijih per hari. Tahapan pengolahan bijih di
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara adalah sebagai berikut:
39. 24
Gambar 3.16. Pabrik Pengolahan Bijih PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(Sumber : Arsip PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)
2.6.5. Penghancuran / Peremukan (Crushing)
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara memiliki dua unit primary crusher
dengan kapasitas 6.000 β 9.000 ton per jam dengan kesediaan alat 80%.Crusher
ini menerima material berukuran 95 cm lalu material dihancurkan menjadi 17,5
cm. Selanjutnya material yang telah dihancurkan akan dibawa ke konsentrator
dengan belt conveyor.
Gambar 3.17. Crusher
(Sumber : Arsip PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2015)
40. 25
2.6.6. Penggerusahan (Grinding)
Mineral berharga yang telah dibawa belt conveyor selanjutnya dilakukan
pelepasan dari batuan pengotor yang diawali dengan SAG mill (semi autogeneus
grinding) yang memiliki bola baja dengan diameter 175 mm dan kapasitas alat
sebesar 6.000 β 9.000 ton/jam. Ukuran mineral diperkecil kembali dari 175 mm
sampai 6 mm. Hasil dari SAG mill berupa bubuk bijih berukuran 6 mm yang
tercampur air (slurry), kemudian slurry ini dialirkan ke cyclone hingga terbentuk
underflow dan overflow, kemudian material underflow akan digerus lagi dengan 4
unit ball mill dengan ukuran diameter bola baja 140 mm. Ukuran bijih digerus
dari ukuran 6 mm menjadi bijih berukuran 0,2 mm. Slurry kemudian dipompakan
ke tangki cyclone yang terletak di sebelah ball mill untuk memisahkan partikel
bijih yang berukuran lebih besar yang kemudian digerus ulang di dalam ball mill.
2.6.7. Flotasi
Dalam proses flotasiada dua jenis tahapan yang dilakukan yaitu:
1. Tahapan Rougher Scavenger
Dalam tahapan scavenger terdapat 5 row rougher scavenger dan setiap row
nya mempunyai 10 cell flotasi.
2. Tahapan Cleaning
Tahapan ini merupakan kelanjutan dari tahapan sebelumnya dimana tahapan
ini merupakan upaya untuk meningkatan kadar atau grade konsentrator setinggi
mungkin. Tahapan yang dilakukan adalah 1st
cleaner dan cleaner scavenger,
2nd
cleaner dan 3rd
cleaner. Ada juga pembilasan konsentrator dilakukan pada
column untuk membebaskan konsentrator dari mineral hydrophylic.Dalam cell
41. 26
flotasi, slurry dicampur dengan sejumlah reagen untuk memisahkan mineral
berharga dari batuan dasar. Ada 4 jenis reagen yang digunakan pada proses
flotasi:
ο· Primary Collector (Hydrocarbon C314)
ο· Secondary Collector (Potassium Amyl Xanthate)
ο· Conditioning (Hydrated Lime dan Quick Lime)
ο· Frother (F 583 Hydrocarbon)
Konsentrat yang dihasilkan mengandung 30%-40% solid yang kemudian
dilakukan pengeringan dengan cara thickening. Disini konsentrat mengandung
60%-70% solid yang selanjutnya disalurkan melalui pipa sepanjang 17,6 km
menuju ke instalasi filtrasi di Port Benete.
2.6.8. Pencucian Konsentrat
Pencucian konsentrat atau thickening dilakukan dengan cara mengalirkan
konsentrat berlawanan arah dengan aliran air pencuci yang merupakan air tawar.
Proses ini dilakukan dalam tangki CCD yang berdiameter 25 m sebanyak tiga
tangki. Dalam tangki CCD konsentrat dicuci menggunakan air laut yang
digunakan dalam proses flotasi.
2.6.9. Konsentrat
Produk hasil pencucian ini berupa lumpur (slurry) yang dikirim ke
Pelabuhan Benete untuk dikeringkan. Hasil akhir berupa konsentrat yang
mengandung campuran logam emas, tembaga, dan perak.
42. 27
2.6.10. Tailling
Tailing yang dihasilkan dalam bentuk 24%-40% padatan. Air biasanya
ditambahkan hingga tailing mengandung kurang lebih 30% padatan. Larutan
kapur juga dapat ditambahkan untuk mengendapkan tembaga atau logam lainnya
yang mungkin larut dalam slurry. Dari konsentrator, tailing diproses terlebih
dahulu untuk menghilangkan kandungan udara pada tailing, sehingga ketika
ditempatkan di laut dalam, tidak terjadi pergerakan - pergerakan tailing ke atas
akibat dorongan udara tersebut. Setelah itu tailing ditempatkan di palung laut
dengan kedalaman 3-4 km dari lepas pantai Sejorong. Cara ini disebut
penempatan tailing laut dalam (deep sea tailing placement). Sistem DSTP
menggunakan pipa berdiameter 1,12 m (44 inch) untuk pipa di darat dan pipa di
laut. Panjang pipa tailing di darat sekitar 6 km, terbuat dari baja yang dilapisi
karet setebal 19 mm untuk mengurangi abrasi dan korosi.
Gambar 3.18. Tempat Penampungan Air Asam Tambang
(Arsip Environment PT. Amman Mineral Nusa Tenggara, 2016)
43. 28
2.6.11. Lingkungan
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara bertekad untuk memenuhi standar
perlindungan lingkungan yang berlaku di Indonesia maupun Internasional. Selama
tahap perencanaan proyek berlangsung, suatu tim yang terdiri dari spesialis
lingkungan telah melakukan survey lingkungan yang meliputi flora, fauna dan
batas air (water shed) disekeliling lokasi tambang. Data yang diperoleh dari studi
ini digunakan untuk mengevaluasi keadaan lingkungan disekitar proyek Batu
Hijau, yang berkaitan dengan kondisi awal yang dibangun pada tahap
perencanaan.
2.6.12. Reklamasi Tambang
Program reklamasi telah dikembangkan untuk membangun ulang vegetasi
setempat yang pada akhirnya akan memiliki struktur dan keragaman yang sama
dengan masa sebelum kegitan penambangan berlangsung. Tempat pembibitan dan
persemaian telah didirikan untuk membudidayakan dan mengembangbiakkan
spesies pohon dan tanaman setempat yang digunakan pada proses ini. Instalasi
pengolahan limbah yang didirikan di Tongoloka dan Sejorong dapat menghapus
potensi degradasi air permukaan oleh limbah asam dari batuan limbah tambang.
45. 30
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
Kegiatan peledakan bertujuan untuk pemeraian batuan dengan menggunakan
bahan peledak. Kegiatan peledakan diawali dengan pengeboran untuk membuat
lubang ledak pada suatu massa batuan, selanjutnya lubang ledak diisi dengan
bahan peledak kemudian diledakkan. Pembongkaran masa batuan dengan metode
peledakan, ukuran/fragmentasi material hasil peledakan menjadi salah satu
parameter keberhasilan kegiatan peledakan.
3.1. Pengeboran (Drilling)
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara melakukan pembongkaran ore dan
waste dengan cara pengeboran dan peledakan. Pengeboran erat kaitannya dengan
peledakan, sehingga dalam kegiatan pengeboran harus memperhitungkan juga
pola peledakan yang akan digunakan. Pengeboran itu sendiri merupakan langkah
awal dimana lubang-lubang ledak yang dibuat akan digunakan sebagai tempat
untuk memasukkan bahan peledak.
Prinsip dari pengeboran adalah didapatkannya kualitas lubang ledak yang
bagus. Pelaksanaannya sendiri harus melalui proses yang cepat dan dalam posisi
tepat, sesuai dengan kebutuhan peledakan agar didapatkan hasil yang optimal.
Alat bor dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan prinsip pengeborannya, yaitu :
2. Top Hammer Drilling
3. Rotary Drilling
4. Down The Hole Drilling
46. 31
Dalam pemilihan alat bor, faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain
geometri peledakan yang akan dipakai, jumlah batuan yang akan diledakkan, jenis
batuan dan kondisi lapangan. Pada saat melakukan pengeboran lubang ledak,
untuk mengangkat cutting hasil pengeboran diperlukan suatu tekanan udara dari
kompresor. Udara ditekan ke dalam lubang ledak melalui lubang flushing dalam
mata bor dan dinding bor. Serpihan batu bercampur udara bertekanan tinggi
ditekan melalui ruang antara batang bor dengan dinding bor. Dalam memilih jenis
kompresor yang dibutuhkan, harus diperhatikan kapasitas aliran udara rata-rata
yang diperlukan, akses menuju tempat pengeboran serta jenis alat bor itu sendiri.
Guna mendapatkan hasil peledakan yang baik, yaitu volume bongkaran
lapisan tanah penutup yang besar dengan fragmentasi yang sesuai untuk proses
selanjutnya serta biaya seminimal mungkin, maka dalam pengeboran lapisan
tanah penutup harus memperhatikan beberapa faktor berikut ini :
1. Kondisi lapangan
Penggunaan alat bor yang berukuran besar dan berat lebih memungkinkan
apabila dipakai pada tambang terbuka karena cukup mudah dalam
pengoperasianya apabila dibandingkan dengan tambang dalam.
2. Jenis batuan yang akan di bor
Jenis batuan ini akan menentukan pemilihan alat bor yang akan dipakai. Pada
batuan keras lebih baik jika menggunakan alat bor yang menggabungkan gaya
tumbukan (percussive) dengan gaya putar (rotary). Alat bor dengan prinsip
47. 32
rotarycutting baik digunakan pada batuan yang relatif lebih lunak.
3. Peraturan atau undang-undang yang berlaku
Peledakan di daerah yang dekat dengan bangunan atau pemukiman akan
dibatasi oleh peraturan yang ada akibat adanya efek-efek yang ditimbulkan oleh
kegiatan ini. Hal tersebut akan membatasi pula pada pemakaian jumlah muatan
per lubang ledak.
4. Fragmentasi yang diinginkan
Fragmentasi adalah ukuran dari pecahan batuan yang dihasilkan dalam suatu
proses peledakan. Besar kecilnya fragmentasi batuan yang dihasilkan akan
mempengaruhi proses selanjutnya dan alat-alat yang akan dipakai pada kegiatan
selanjutnya.
3.2. Geometri Pengeboran
Geometri pengeboran meliputi : diameter lubang ledak, kedalaman lubang
ledak, kemiringan lubang ledak dan pola pengeboran.
3.2.1. Diameter Lubang Ledak
Penentuan lubang ledak yang ideal tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Volume massa batuan yang akan dibongkar
2. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
3. Tingkat fragmentasi yang diinginkan
4. Mesin bor yang tersedia
5. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan
48. 33
3.2.2. Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak pengeboran (drill depth hole) disesuaikan dengan
ketinggian jenjang yang direncanakan. Pada prinsipnya kedalaman lubang ledak
pengeboran harus lebih besar dari tinggi jenjang. Adanya kelebihan lubang ledak
(subdrilling) dimaksudkan untuk mendapatkan lantai jenjang yang relatif rata.
Kedalaman lubang ledak pengeboran(drill depth hole) yang telah ditentukan oleh
engineer drill and blast disebut drill depth hole plan, sedangkan kedalaman
lubang ledak pengeboran (drill depth hole) yang diukur setelah kegiatan
pengeboran menggunakan alat drill disebut drill depth hole actual. Terdapat
perbedaan antara kedalaman lubang bor yang direncanakan (plan) dengan
kedalaman sebenarnya (actual) yang disebut dengan drill depth hole deviation.
Drill depth hole deviation dinyatakan dengan persamaan:
Dev = Dact β Ddgn
Keterangan :
Dev = Depth deviation ( m)
Ddgn = Kedalaman lubang bor design ( m)
Dact = Kedalaman lubang bor actual (m)
3.2.3. Kemiringan lubang ledak
Arah lubang ledak dapat miring maupun tegak seperti pada Gambar 2.1.
Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin
keseragaman burden dan spasi dalam geometri peledakan. Keuntungan lubang
ledak tegak antara lain:
49. 34
1. Untuk tinggi jenjang yang sama, panjang lubang ledak lebih pendek jika
dibandingkan dengan lubang ledak miring
2. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih kecil
3. Lebih mudah dalam pengerjaannya. Ini dikarenakan tidak perlu lagi mengatur
kemiringan derrick drill.
Sedangkan kerugian lubang ledak tegak antara lain:
1. Penghancuran sepanjang lubang ledak tidak merata
2. Lebih banyak menghasilkan bongkahan pada daerah stemming
3. Menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang (toe)
4. Menimbulkan retakan kebelakang (back break)
(Sumber: Koesnaryo S, 2001)
Gambar 2.1.Pengeboran Vertikal Dan Pengeboran Miring
3.2.4. Pola Pengeboran (Drill Pattern)
Pola pengeboran adalah suatu susunan letak lubang ledak dimana
50. 35
pengaturan disesuaikan dengan ukuran burden dan spacing dari geometri
peledakan yang sudah direncanakan. Ada beberapa macam pola pengeboran yang
biasa diterapkan pada suatu tambang terbuka, yaitu:
1. Pola pengeboran paralel (Parallel pattern)
Pola pengeboran paralel ini dibagi menjadi dua jenis (Gambar 2.2), yaitu:
a) Pola bujur sangkar (Square pattern)
Bentuk prinsip pola ini adalah jarak antara burden dan spacing adalah sama.
b) Pola persegi panjang (Rectangular pattern)
Bentuk prinsip pola ini adalah jarak spacing dalam satu baris lebih besar
daripada jarak burden.
(Sumber: Jimeno C. l. and Jimeno E. L., 1995)
Gambar 2.2.Pola Pengeboran Sejajar (Pararel)
2. Pola pengeboran selang-seling (Stagerred pattern)
Bentuk pola pengeboran ini adalah letak baris pertama dan baris kedua tidak
sejajar, akan tetapi selang-seling dan baris ketiga sejajar dengan baris pertama.
Pola pengeboran selang-seling ini akan menghasilkan fragmentasi peledakan yang
lebih baik karena penyebaran energi peledakan berjalan lebih merata dan optimal.
51. 36
(Sumber: Jimeno C. l. and Jimeno E. L., 1995)
Gambar 2.3.Pola Pengeboran Selang-seling (Staggered Pattern)
3.3. Komponen-Komponen Sistem Operasi
Terdapat 4 komponen fungsional utama dalam suatu sistem pengeboran,
yaitu:
1. Alat bor/drill (sumber energi)
2. Batang bor/rod (energy transmitter)
3. Mata bor/bit (energi applicator)
4. Sirkulasi fluida
Komponen-komponen ini berhubungan dan pemakaian energi dari system
pengeboran dalam penrusakan batuan dengan urutan sebagai berikut:
1. Alat bor adalah penggerak utama, mengkonversikan energi dari bentuk awal
(fluida, listrik, pneumatic, atau motor bakar) menjadi energi mekanik untuk
menggerakkan sistem.
52. 37
2. Batang bor (atau drill steel, batang, atau pipa), mentransmisikan energi dari
penggerak utama atau sumber energi ke bit/mata bor atau applicator.
3. Mata bor adalah pemakai energi dalam sistem, merusak batuan secara
mekanik untuk mencapai suatu penetrasi .
4. Fluida membersihkan lubang, mengontrol debu, mendinginkan bit/ mata bor,
dan sewaktu-waktu menstabilkan lubang.
Dalam mesin bor komersial, perhatian harus difokuskan terhadap tingkat
kehilangan energi dalam transmisi. Hal ini menyebabkan diperkenalkannya
downhole (in the hole) drill dan roller bit rotary. Alat ini menggantikan transmisi
energi dengan transmisi fluida atau secara elektrik, yang biasanya akan
meningkatkan energi pada mata bor/bit dan pengeboran akan lebh cepat.
3.4. Geometri Peledakan
Peledakan merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan
menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya ledakan.Geometri peledakan
merupakan suatu cara perhitungan mengenai kegiatan peledakan yang ditujukan
supaya kegiatan peledakan dapat bekerja secara optimum. Perhitungan tersebut
didapat berdasarkan percobaan-percobaan kegiatan peledakan. Perhitungan
geometri peledakan diperkenalkan oleh berbagai ahli diantaranya Anderson
(1952), Pearse (1955), R.L Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi
(1980), Olofsson (1990) dan Rustan (1990).
53. 38
Gambar 2.4.Geometri Peledakan
Dari gambar 2.4 dapat dijelaskan bagian-bagian dari geometri peledakan
dengan menggunakan sistem jenjang. Dimana:
B : Burden L : Tinggi Jenjang
J : Subdrilling PC : Powder Column
T : Stemming Bβ : Burden Semu
S : Spacing
H : Depth Hole
3.4.1. Burden
Burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak
dengan bidang bebas terdekat kemana arah perpindahan material akan terjadi.
Pada penentuan jarak burden ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan
seperti diameter lubang ledak, densitas batuan, densitas bahan peledak yang
dipakai dan kondisi geologi pada daerah tersebut.
54. 39
Semakin besar diameter lubang ledak yang digunakan maka jarak burden akan
semakin besar karena bahan peledak yang digunakan semakin banyak tiap
lubangnya sehingga energi ledakan yang ditimbulkan semakin besar. Sedangkan
jika densitas batuan semakin besar maka diperlukan jarak burden yang semakin
kecil agar energi ledakan dapat berkontraksi secara maksimal. Struktur geologi
daerah juga diperlukan sebagai faktor koreksi terhadap burden.
Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan
batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi
yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan
terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang. Untuk
menghitung burden, dapat dihitung menggunakan teori Konya. Konya(1972),
mengusulkan suatu persamaan untuk menghitung besarnya burden (B) :
B = 3,15 x De x(
ππΊπ
ππΊπ
)0,33
.................................................. (2.1)
Keterangan:
B = Burden (feet)
De = Diameter of explosive (inches)
SGe = Spesific gravity of explosive
SGr = Spesific gravity of rock
3.4.2. Spacing
Spasi merupakan jarak antara lubang ledak dalam satu baris yang sejajar
dengan bidang bebas. Spasi yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan
ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spasi lebih besar dari
ketentuan akan banyak menyebabkan terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan
55. 40
diantara dua lubang ledak setelah peledakan. Untuk menghitung besarnya spasi
dapat digunakan beberapa persamaan berikut:
Menurut konya besarnya spasi dihitung berdasarkan pada perbandingan
antara tinggi jenjang dengan burden (L/B) dan delay yang digunakan. Besarnya
spasi dapat dihitung berdasarkan pada persamaan berikut:
I. Untuk tinggi jenjang rendah (L/B<4)
a. Intantaneus initiation
S = (L + 2B)/8 ............................................................. (2.2)
b. Delayed initiation
S = (L + 7B)/8 ............................................................. (2.3)
2. Untuk tinggi jenjang tinggi (L/B>4)
a. Intantaneus initiation
S = 2B ......................................................................... (2.4)
b. Delayed initiation
S = 1,4B ..................................................................... (2.5)
Keterangan:
S = Jarak spasi (feet)
L = Tinggi jenjang (feet)
B = Jarak burden (feet)
3.4.3. Stemming (T)
Stemming merupakan panjang kolom antara permukaan lubang ledak
dengan permukaan bahan peledak yang terdapat dalam lubang ledak yang diisi
oleh material penyumbat. Fungsi dari stemming tersebut adalah:
56. 41
a. Meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil peledakan.
b. Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming
Besarnya stemming dapat ditentukan dengan persamaan konya, berikut:
T = 0,7B .................................................................................. (2.6)
Keterangan:
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
3.4.4. Subdrilling (J)
Subdrilllingmerupakan panjang lubang ledak yang berada dibawah lantai
jenjang. Subdrilling diperlukan agar batuan dapat meledak secara keseluruhan dan
mengurangi timbulnya tonjolan pada lantai jenjang atau membuat lantai jenjang
relatif rata setelah peledakan.
Besarnya subdrilling dapat ditentukan dengan persamaan konya :
J = 0,3 B ................................................................... (2.7)
Keterangan :
J = Subdrilling (feet)
B = Burden (feet)
3.4.5. Kedalaman Lubang Ledak (H)
Kedalaman lubang ledak dapat ditentukan berdasarkan produksi yang
diinginkan dan tinggi jenjang yang ada. Kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih
kecil dari ukuran burden untuk menghindari terjadinya overbreak dan cratering.
Kedalaman lubang ledak yang telah ditentukan oleh engineer drill and blast
57. 42
disebut juga blast depth hole plan, sedangkan kedalaman lubang ledak yang
diukur sebelum memasukan bahan peledak (explosive) disebut blast depth hole
actual. Terdapat perbedaan antara kedalaman lubang ledak yang direncanakan
(plan) dengan kedalaman lubang ledak sebenarnya (actual) yang biasa disebut
blast depth hole deviation. Blast depth hole deviation dinyatakan dengan
persamaan:
Dev = Dact β Ddgn
Keterangan :
Dev = Depth deviation (m)
Ddgn = Kedalaman lubang bor design (m)
Dact = Kedalaman lubang bor actual (m)
Kedalamanlubang ledak dapat dicari dengan menggunakan persamaanR.L. Ash
sebagai berikut
H = Kh . B............................................................................... (2.8)
Keterangan :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
Kh = Hole depth ratio (1,5 β 4)
B = Burden (m)
3.5. Panjang Kolom Isian (PC)
Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan
diisi oleh bahan peledak. Panjang kolom isian ini merupakan kedalaman lubang
ledak dikurangi panjang stemming yang digunakan.
PC = H-T .................................................................................. (2.9)
Keterangan :
PC = Panjang kolom isian (PC)
58. 43
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
3.6. Bahan peledak (Explosive)
3.6.1. Definisi Bahan Peledak
Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa campuran berbentuk
padat, cair atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan
atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan
hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan
sangat tinggi.
Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000β. Adapun
tekanannya, menurut Langerfors dan kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari
100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cmΒ² atau 9.850 Mpa dengan energi per
satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/detik.
Perlu dipahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan
jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahn peledak begitu besar,
namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar
antara 2500-7500 meter per detik (m/detik).
Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja yang
lambat laun berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan batuan.
3.6.2. Reaksi peledakan
Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan
karena bergantung pada kondisi eksternal saat di lapangan yang mempengaruhi
kualitas bahan kimia pembentuk bahan peledak tersebut.
59. 44
Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia
pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan dengan
deflagrasi dan terkahir detonasi.
Proses dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut:
1. Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga
keberlangsungannya oleh panas yang dihailkan dari reaksi itu sendiridan
produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi pembakaran memerlukan unsur
oksigen baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan
atau material yang terbakar.
2. Deflagrasi adalah proses reaksi permukaan yang reaksinya meningkat
menjadi ledakan dan menimbulkan gelommbang kejut (shock wave) dngan
kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300-1000 m/s atau lebih rendah dari
kecep suara (subsonic).
3. Ledakan menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas
menjadi bervolume lebih besar dari sebelumya diiringi suara keras dan efek
mekanis yang merusak.
4. Detonasi adalah kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut menyebarkan
tekanan panas keseluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang tekann kejut
(shock compression wave) keceptan rambat reaksi pada proses detonasi ini
berkisar antarta 3000-7500 m/s.
3.6.3. Bahan Peledak
Sifat-sifat fisik bahan peledak adalah suatu kenampakan nyata dari sifat
bahan peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya,
60. 45
antara lain:
a. Denistas yaitu angka yang menyatakan perbandingan berat per volume
b. Sensitifitas adalah sifat yang menunjukan kemudahan inisiasi bahanpeledak
atau ukuran minimal booster yang diperlukan.
c. Ketahanan terhadap air (water resistence)
d. Kestabilan kimia (chemical stability)
e. Karakteristik gas (fumes characteristic)
3.6.4. Jenis Bahan Peledak
Pembagian jenis bahan peledak menurut R.L.Ash adalah:
a. Bahan peledak kuat (high explosive) bersifat menghancurkan dengan
kecepatan detonasi 5.000-24.000 fps, kekuatan 50.000 β 40.000 psi. Untuk
jenis bahan peledak contohnya produk DANFO.
b. Bahan peledak lemah (low explosive) bersifat mendorong atau mengangkat
dengan kecepatan detonasi < 5000 fps, kekuatan <50.000 psi.
Sedangkan pembagian bahan peledak menurut keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26M.PE/1995, yaitu:
a. Bahan peledak peka detonator, adalah bahan peledak yang dapat meledak
dengan detonator no.8.
b. Bahan peledak peka primer, adalah bahan peledak yang hanya dapat meledak
dengan menggunakan primer atau booster dengan detonator no.8.
c. Bahan peledak ramuan, adalah bahan baku yang apabila dicampur dengan
bahan tertentu akan menjadi bahan peledak peka primer.
61. 46
3.7. Powder Factor
Powder factor adalah hubungan matematis antara berat bahan peledak yang
digunakan dengan jumlah batuan yang dapat dibongkar. Berat bahan peledak
dinyatakan dalam kg dan jumlah batuan yang terbongkar dapat dinyatakan dalam
volume (mΒ³) atau berat (ton). Jika volume batuan yang diledakkan telah diketahui,
maka perhitungan powder factor adalah sebgai berikut:
1. Berat batuan yang diledakan (W)
W = V x bobot isi batuan (ton/mΒ³)
2. Berat bahan peledak yang digunakan (E)
E= de x PC x n
Dengan:
De = Loading Density (kg/m) = 0.508 x Sge x DeΒ²
PC= panjang kolom bahan peledak perlubang ledak (m)
n = Jumlah lubang ledak yang diledakkan.
3. Powder Factor
Pf =
πΈ
π
Dimana:
PF = Powder Factor (πΎπ π3
)
E = Jumlah peledak yang digunakan (Kg)
V = Volume batuan yang akan diledakan (π3
)
3.8. Definisi Fragment dan Fragmentasi
Fragment merupakan suatu ukuran setiap bongkah batuan hasil peledakan.
Sedangkan fragmentasi adalah suatu proses yang menghasilkan fragment atau
62. 47
ukuran setiap bongkah batuan setelah peledakan. Pemecahan batuan yang
menghasilkan fragment batuan pada peledakan dimulai sebelum massa batuan
mengalami pergerakan. Fragmentasi pada peledakan akibat hal-hal berikut :
1. Gelombang kejut tarik yang dihasilkan dan pemantulan gelombang kejut
tekan pada bidang bebas. Periode lamanya efek pertamanya berlangsung
tergantung pada waktu tunda antar inisiasi (delay) dengan pemantulan pada
bidang bebas.
2. Tegangan tarik yang dihasilkan dalam massa batuan di sekeliling lubang
tembak oleh tekanan gas-gas peledakan. Efek kedua umumnya berlangsung
lebih lama dibandingkan efek pertama. Lamanya efek kedua tergantung pada
pengungkungan gas dalam lubang tembak. Parameter yang berpengaruh dalam
hal ini yaitu pemampat.
3. Benturan antara fragment batuan yang terlempar dan antara fragment di
dinding batuan. Efek yang ketiga berlangsung paling lama disbanding kedua
efek sebelumnya, akan tetapi efeknya paling kecil.
Gambar 2.5.ModelβRock Fracture Insituβ untuk Satu Lubang Tembak
(Berta, 1990)
63. 48
Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan sangat penting dalam menilai
keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, bongkaran batuan yang memiliki
ukuran seragam lebih diharapkan daripada bongkaran batuan yang banyak
berukuran bongkah. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau
bongkah terkadang diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier)
ditepi jalan tambang. Tingkat fragmentasi yang seragam akan menambah
produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga menurunkan
biaya pemuatan, pengangkutan, dan proses selanjutnya, dalam beberapa pekerjaan
juga akan mengurangi secondary blasting.
Oleh karena tingginya biaya dan kebutuhan waktu untuk memperoleh
evaluasi fragmentasi yang sempurna, maka dalam kegiatan penambangan,
metode-metode pendekatan yang biasa digunakan (Jimeno, 1995), anatara lain :
1. Metode fotografi
2. Metode fotogrametri
3. Analisis gambar dengan computer
4. Analisis kenampakan kualitatif
5. Analisis ayakan
6. Analisis produktivitas alat peremuk
7. Analisis volume material pada secondary blasting
8. Analisis produktivitas alat muat (loading time, digging time, trip outs)
3.9. Fragmentasi Batuan
Fragmentasi batauan hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk untuk
dapat mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder factor. Karena
64. 49
apabila dalam suatu peledakan, powder factor tercapai teteapi tidak menghasilkan
fragmentasi batauan yang diinginkan, maka peledakan tersebut belum bisa
dikatakan berhasil. Hubungan antara ukuran rata-rata fragmentasi batuan dan
penggunaan bahan peledak pervolume batuan terbongkar telah dikemukakan oleh
Kuznetsov (1973), persamaannya sebagai berikut :
π = π΄ .
π
π
0.8
. π0.17
πΈ
115
β0.63
Dimana : X = Ukuran rata-rata materian (cm)
A = Faktor batuan
V = Volume batuan terbongkar per lubung (m3
)
Q = Jumlah bahan peledak per lubang (m3
)
E = Relatif weight strength ANFO (100)
Untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi, yang dipergunakan adalah
persamaan Kuznetsov oleh Claude Cunningham yang dikenal sebagai persamaan
Kuz-Ram yaitu :
π = 2,2 β 14
π΅
π·
π₯ 1 β
π
π΅
π₯ 1 +
π΄ β 1
2
ππΆ
πΏ
ππ =
π
0,693
1
π
π = 100 π
π
ππ
π
Dimana : R = Persentase passing (%)
Xc = Ukuran fragmentasi yang diprediksi (cm)
65. 50
X = Ukuran rata-rata fragmentasi (cm)
n = Konstanta keseragaman Rossin-Rammler
B = Burden (m)
D = Diameter lubang ledak (mm)
W = Standar deviasi pemboran (m)
A = Ratio spacing terhadap burden (S/B)
PC = Panjang isian peledak per lubang (m)
L = Tinggi jenjang (m)
3.10. Redrill
Redrill merupakan kegiatan pengeboran ulang pada lubang yang collaps
atau gagal, salah satu faktor yang menyebabkan lubang tersebut collaps adalah
cuaca, apabila curah hujan meningkat maka kemungkinan besar lubang tersebut
tergenang air hujan yang mengakibatkan lubang tersebut collaps.
3.11. Extrahole
Extrahole merupakan penambahan jumlah lubang diluar yang direncanakan
(plan) oleh pihak engineer drill and blast. Daerah yang kemungkinan adanya
extrahole ialah daerah yang biasanya terletak di pinggir bench. Apabila suatu
daerah tersebut tidak menambahkan lubang ledak diluar plan, maka kemungkinan
terjadinya bongkahan besar (boulder) dapat terjadi karna tidak meratanya energy
peledakan.
3.12. Distance Collar
Distance adalah nilai dari deviasi collar pengeboran, yaitu jarak antara titik
bor actual dengan koordinat titik plan pengeborang yang dituju. Contoh pada layar
66. 51
jigsaw Distancenya adalah 1.5 meter. Maksudnya adalah alat bor perlu bergerak
2.77 meter lagi agar mencapai titik bor yang direncanakan. Jika alat bor langsung
mengebor pada saat kondisi diatas, berarti telah terjadi deviasi (Penyimpangan)
titik pengeboran aktual dengan titik plan pengeboran yang dinyatakan dalam
meter. Divisi drill and blast memberikan acuan deviasi pengeboran maksimal 0.3
meter. Artinya adalah jarak antara titik rencana pengeboran dengan titik aktual
hole tidak boleh lebih dari 0.3 meter.
67. 52
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Penambangan di Pit Batu Hijau menerapkan metode pengeboran dan
peledakan untuk proses pemberaian batuannya. Keberhasilan proses pemberaian
batuannya dipengerahui berbagai aspek, diantaranya aspek geometri peledakan
yang diterapkan, kedalaman lubang ledak, varian jumlah lubang ledak, isian
bahan peledak, ukuran fragmentasi dan aspek-aspek penunjang lainnya. Pada
kesempatan ini pengamatan data difokuskan pada perbandingan parameter-
parameter antara rancangan dari pihak engineer dan yang terjadi
dilapangan(actual), pengukuran kedalaman lubang ledak sebagai data utama dan
parameter-parameter yang mempengaruhi pengeboran dan peledakan sebagai data
pendukung. Pengamatan ini dimulai pada tanggal peledakan 2 Februari 2017
hingga 23 Februari 2017. Penentuan pengelompokkan data ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil perbandingan yang sesuai dengan tema kerja praktik yang
lebih akurat.
4.1. Data Utama (Main Data)
Data utama merupakan data yang menunjukkan hasil utama dari pokok
permasalahan yang diteliti, dengan kata lain merupakan data primer yang menjadi
titik acuan perbandingan yang digunakan. Berikut yang merupakan data utama :
1. Drill Depth Hole Actual
Drill depth hole actual merupakan kedalaman lubang ledak yang diukur
kedalamannya setelah selesai kegiatan pengeboran (drilling)
68. 53
Tabel 4.1. Drill Depth Hole Actual 2 Februari 2017
PATTERN ID PATTERN TYPE NO. HOLE H (PLAN) H(ACTUAL)
450D-321 Trim 1 14,79 14,79
450D-321 Trim 2 14,777 14,77
450D-321 Trim 3 14,68 14,77
450D-321 Trim 4 14,675 14,69
450D-321 Trim 5 14,655 14,7
450D-321 Trim 6 14,62 14,51
450D-321 Trim 7 14,748 14,74
450D-321 Trim 8 14,909 14,9
450D-321 Trim 9 14,932 14,96
450D-321 Trim 10 14,9249 14,89
Tabel 4.1 di atas merupakan contoh Drill depth hole actual yang didapatkan
pada tanggal 2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada
Lampiran 2 .
2. Drill Depth Hole Plan
drill depth hole plan merupakan kedalaman lubang ledak yang di rencanakan
oleh engineer drill and blast dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan.
Tabel 4.2. Drill Depth Hole Plan 2 Februari 2017
PATTERN ID PATTERN TYPE NO. HOLE H (PLAN)
450D-321 Trim 1 14,79
450D-321 Trim 2 14,777
450D-321 trim 3 14,68
450D-321 trim 4 14,675
450D-321 trim 5 14,655
450D-321 trim 6 14,62
450D-321 trim 7 14,748
450D-321 trim 8 14,909
69. 54
450D-321 trim 9 14,932
450D-321 trim 10 14,9249
Tabel 4.2 di atas merupakan contoh Drill depth hole plan yang didapatkan
pada tanggal 2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada
Lampiran 2 .
3. Blast Depth Hole Actual
Blast depth hole actual merupakan kedalaman lubang ledak yang diukur
sebelum memasukan isian bahan peledak (loading explosive) kedalam lubang
ledak.
Tabel 4.3. Blast Depth Hole Actual 2 Februari 2017
PATTERN ID PAATTERN TYPE NO HOLE ACTUAL
450D-321 trim 1 15
450D-321 trim 2 14
450D-321 trim 3 15
450D-321 trim 4 14
450D-321 trim 5 14
450D-321 trim 6 14
450D-321 trim 7 15
450D-321 trim 8 14
450D-321 trim 9 14
450D-321 trim 10 11
Tabel 4.3 di atas merupakan contoh Blast depth hole Actual yang
didapatkan pada tanggal 2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat
pada Lampiran 3 .
70. 55
4. Blast Depth Hole Plan
Blast depth hole plan merupakan kedalaman lubang ledak yang telah di
rencanakan oleh engineer drill and blast dalam jangka waktu yang sudah di
tetapkan.
Tabel 4.4. Blast Depth Hole Plan2 Februari 2017
PATTERN ID PAATTERN TYPE NO HOLE PLAN
450D-321 trim 1 14,79
450D-321 trim 2 14,777
450D-321 trim 3 14,68
450D-321 trim 4 14,675
450D-321 trim 5 14,655
450D-321 trim 6 14,62
450D-321 trim 7 14,748
450D-321 trim 8 14,909
450D-321 trim 9 14,932
450D-321 trim 10 14,925
Tabel 4.4. di atas merupakan contoh Blast Depth Hole Plan yang
didapatkan pada tanggal 2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat
pada Lampiran 3.
5. Geometri Peledakan
Geometri peledakan merupakan suatu cara perhitungan mengenai kegiatan
peledakan yang ditujukan supaya kegiatan peledakan dapat bekerja secara
optimum.
71. 56
Tabel 4.5. Data Geometri Peledakan Pada Peledakan Tanggal 2 Februari 2017
GEOMETRI PELEDAKAN
PATTE
RN
POLA
PELEDAKAN
BURDE
N(B) (m)
SPASI(S)
(m)
PF PC(m)
STEMMING
(m)
450-321 ECHELON CUT 6.7 6.7 0.2 5.8 8.59
450-322 ECHELON CUT 10.5 11.5 0.2 10.29 4.8
450-323 ECHELON CUT 6.7 6.9 0.2 5.5 8.8
450-324 ECHELON CUT 8 9 0.1 5.4 9.6
Tabel 4.5. di atas merupakan contoh geometri peledakan yang didapatkan pada
tanggal 2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Lampiran 4.
6. Redrill
Redrill merupakan kegiatan pengeboran ulang pada lubang yang mengalami
pendangkalan atau collaps, salah satu faktor yang menyebabkan lubang tersebut
collaps adalah cuaca, apabila curah hujan meningkat maka kemungkinan besar
lubang tersebut tergenang air hujan yang mengakibatkan lubang tersebut collaps
Tabel 4.7. Redrill
Pattern Id No Hole Hole Type Depth
450-321 53 Redrill 15,2
450-321 64 Redrill 15,5
450-321 67 Redrill 15,0
450-321 72 Redrill 15,8
450-321 73 Redrill 20,1
450-321 122 Redrill 15,7
450-321 129 Redrill 16,0
Total 7 lubang
Tabel 4.7 di atas merupakan contoh Redrill yang didapatkan pada tanggal 2
Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Lampiran 5.
7. Extrahole
72. 57
Extrahole merupakan penambahan jumlah lubang diluar yang direncanakan
(plan) oleh pihak engineer drill and blast. Penambahan jumlah lubang ledak
dipengaruhi oleh adanya daerah yang tidak terjangkau
Tabel 4.8. Extrahole
pattern id no hole hole type depth
450-321 900 Extrahole 15,0
450-321 901 Extrahole 15,0
450-321 902 Extrahole 15,3
450-321 903 Extrahole 16,5
Total 4 Lubang
Tabel 4.8 di atas merupakan contoh Extrahole yang didapatkan pada tanggal
2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Lampiran 5.
8. Distance Collar
Distance adalah nilai dari deviasi collar pengeboran, yaitu jarak antara titik
bor actual dengan koordinat titik plan pengeborang yang dituju. Divisi drill and
blast memberikan acuan deviasi pengeboran maksimal 0.3 meter
Tabel 4.9. Distance Collar
PATTERN ID NO HOLE DISTANCE
435D-326 1 0,12
435D-327 2 0,1
435D-328 3 0,22
435D-329 4 0,22
435D-330 5 0,24
435D-331 6 0,23
435D-332 7 0,34
435D-333 8 0,24
435D-334 9 0,19
435D-335 10 0,22
Tabel 4.9 di atas merupakan contoh Distance Collar yang didapatkan pada
tanggal 2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Lampiran6.
73. 58
Data utama (main data) yang diteliti pada penelitian di PT. Amman
Mineral Mineral Nusa Tenggara, akan diolah untuk mencari deviasi antara plan
dan actual.
4.2. Data Pendukung (Support Data)
Support data merupakan data yang digunakan sebagai pelengkap data utama.
Fungsi support data adalah untuk lebih mempertegas dan meningkatkan
kebenaran dari penelitian. Pada umumnya support data terdiri sub-data yang
berhubungan langsung dengan data utama. Dengan adanya support data yang
diberikan, diharapkan dapat memberikan kebenaran yang lebih meyakinkan
mengenai parameter-parameter yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu
kegiatan pengeboran dan peledakan.
1. Distribusi hardness
Distribusi hardness merupakan gambaran dari tingkat kekerasan batuan pada
area lingkungan kerja.Dustribusi hardness diperoleh dari data base geologi yang
sudah diinput kedalam software MineSight pada komputer kantor PT. Newmont
Nusa Tenggara. Distribusi hardness di PT.NNT dikelompokkan dalam tiga
kelompok, yaitu soft, moderate dan hard domain.Pengelompokkan ini
berdasarkan data dari RQD dan PLI
Tabel 4.10. Hardness
domain type 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rock O O HA HA V&D V&D T T T
Tabel 4.10 di atas merupakan contoh hardness yang didapatkan pada tanggal
2 Ferbruari 2017, untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Lampiran 1.
74. 59
2. Deviasi Waktu Antara Enddrill Dengan Loading Explosive
Deviasi waktu antara end drill dengan loading explosive merupakan data
waktu setelah selesai dilakukan pengeboran dengan waktu dimasukan bahan
peledak. Data tersebut akan menguatkan data penyebab terjadinya deviasi
kedalaman lubang ledak pengeborandan kedalaman lubang peledakan (Lampiran
7)
75. 60
BAB V
ANALISIS DATA
5.1. Aktifitas Pengeboran dan Peledakan di PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara Pada Area Dinding Barat Fase 7
Kondisi batuan di tambang Batu Hijau dikategorikan dalam material yang
sulit untuk dibongkar (very hard ripping) dengan demikian dibutuhkan
pengeboran dan peledakan untuk proses pemberaian. Pemberaian batuan
dilakukan untuk membongkar batuan dari lokasi asalnya agar dapat dilakukan
pemuatan dan pengangkutan oleh alat mekanis. Kegiatan pengeboran di Pit Batu
Hijau PT. Amman Mineral Nusa Tenggara bertujuan untuk membuat lubang ledak
untuk pattern production, trim dan ramp. Pola pengeboran yang diterapkan adalah
pola pengeboran selang-seling (staggered pattern), arah lubang ledak tegak
(vertical). Kegiatan mempersiapkan areal pengeboran dan peledakan ini sering di
sebut dengan land clearing. Land clearing merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mempersiapkan suatu area yang akan dilakukan kegiatan pengeboran dan
peledakan.
5.1.1. Pengeboran
Kegiatan pengeboran dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu pembuatan pre-
split pada batas - batas jenjang tambang, pembuatan lubang ledak untuk
peledakan produksi, pembuatan lubang ledak untuk peledakan trim, pembuatan
lubang ledak untuk peledakan rampgrade. PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
menggunakan beberapa jenis alat bor (gambar 5.1), diantaranya:
76. 61
a. Alat bor besar, yaitu5 unitAtlas Copco PV351 dengan diameter 311 mm
(12 1/4 inchi) digunakan untuk pengeboran lubang ledak produksi. Alat bor
medium,diantaranya 2 unit PV 235, dengan diameter 251 mm (9 7/8
Inch),digunakan untuk pengeboran lubang ledak pada area trim bersama dengan
PV 351.
b. Alat bor kecil, 2 unit tipe T45 diameter 140mm 5, 7/8 inch, digunakan
untuk pengeboran lubang ledak pre-split.
Gambar 5.1. Alat Bor Atlas Copco(Sumber: Arsip PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara, 2016)
Kedalaman lubang tembak ditentukan berdasarkandomain area-nya (soft
domain, medium domain, hard domain). Ketentuan tersebut ditentukan
berdasarkan acuan berupacook book yang dibuat berdasarkan historical data trail
yang mulai digunakan pada tahun 2004 (Lampiran 1)
77. 62
5.1.2. Peledakan
Peledakan bertujuan untuk memberaikan batuan dari batuan induknya.
Setelah selesai dilakukan pengeboran (drilling), tahap selanjutnya yang akan
dilakukan untuk persiapan peledakan adalah charging (pengisian bahan peledak).
Sebelum dilakukan pengisian bahan peledak, lubang ledak terlebih dahulu diisi
dengan bahan peledak peka detonator (booster) yang berfungsi menginisiasi
bahan peledak.Booster yang digunakan adalah Pentex PPP DUO Orica yang
memiliki 2 slot untuk detonator. Slot tersebut disambungkan pada non-
electricdetonator sepanjang 18m dengan in-hole delay 500ms dan pada elektronik
detonator i-Kon II dengan panjang 65 ft. (Gambar 3.13.)
Gambar 5.2. Elektronik detonator, booster, dan non-electric detonator
Bahan peledak diisi pada lubang menggunakan Emulsion Truck(Gambar
2.14), kemudian ditutup menggunakan stemming berupa aggregate yang dibawa
menggunakan stemmingtruck(Gambar 5.2.).
78. 63
Gambar 5.3. Emulsion Truck Orica
Gambar 5.4. Pengisian Stemming oleh Stemming Truck
Peledakan akan dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Setelah
persiapan peledakan selesai, seluruh alat dan pekerja yang berada di sekitar
wilayah peledakan akan dievakuasi ke zona aman, dengan radius 300m untuk alat,
dan 500m untuk bekerja dari wilayah peledakan.
79. 64
Gambar 5.5. Kegiatan Peledakan
5.2. Perbandingan Aktual dan Plan Terkait Aktifitas Pengeboran dan
Peledakan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
Parameter-parameter yang menjadi salah satu faktor keberhasilan sutau
kegiatan pengeboran dan peledakan pada dasarnya sudah melalui kajian yang
dianggap sangat mempengaruhi pencapaiannya secara aktual. Dari hasil kajian
tersebut diharapkan bahwa aktual yang terjadi sesuai dengan yang telah di
rencanakan, namun dewasa ini yang terjadi antara aktual dan yang telah
direncanakan memiliki deviasi yang besar. Maka dari itu divisi drill and blast
menetapkan toleransi dengan harapan menjadi acuan deviasi antara aktual dan
yang terjadi dilapangan. Berikut ini perbandingan antara aktual dan plan tiap
parameter yang diteliti pada kegiatan peledakan tanggal 2 Februari 2017 hingga
23 Februari 2017.
80. 65
5.2.1. Deviasi Depth Hole
Deviasi depth hole atau biasa disebut deviasi kedalaman lubang ledak
merupakan selisih antara kedalaman lubang ledak plan (depth hole plan) yang
telah dirancangkan oleh engineer dan kedalaman lubang ledak yang terjadi
dilapangan (depth hole actual). Divisi drill and blast memberikan toleransi acuan
untuk maksimal terjadi deviasi depth hole yaitu sebesar 0.5 meter. Namun yang
biasa terjadi dilapangan terdapat deviasi depth hole melebihi toleransi yang telah
ditetapkan. Deviasi yang diamati adalah deviasi drill depth hole actual dan blast
depth hole actual. Deviasi drill depth hole merupakan selisih perbedaan antara
depth hole plan dan actual yang diukur kedalamannya setelah dilakukan kegiatan
pengeboran (drilling), sedangkan deviasi blast depth hole merupakan selisih
perbedaan antara depth hole plan dan deviasi depth hole actual yang diukur
kedalamannya sebelum dimasukan isian bahan peledak (explosive).
a. Deviasi Drill Depth Hole
Deviasi drill depth hole dapat diketahui dengan melakukan perbandingan
antara drill depth hole plan dan drill depth hole actual. Berikut data hasil deviasi
drill depth hole pada kegiatan peledakan tanggal 2 Februari 2017 hingga 23
Februari 2017
81. 66
Gambar 5.6.Grafik Data Deviasi Drill Depth Hole 2 Februari 2017 β 23 Februari
2017
b. Deviasi Blast Depth Hole
Deviasi blast depth hole dapat diketahui dengan melakukan perbandingan
antara blast depth hole plan dan drill depth hole actual. Berikut data hasil deviasi
blast depth hole pada kegiatan peledakan tanggal 2 Februari 2017 hingga 23
Februari 2017.
2-Feb-17 7-Feb-17
10-Feb-
17
15-Feb-
17
18-Feb-
17
23-Feb-
17
DEVIASI DRILL DEPTH HOLE > 0.5
(Overdrill)
57 65 27 19 36 43
DEVIASI DRILL DEPTH HOLE β₯ 0 β
0.5
156 205 110 188 66 187
DEVIASI DRILL DEPTH HOLE β₯ -0.5
β 0,72
72 8 101 11 37 23
DEVIASI DRILL DEPTH HOLE < -0.5
(Underdrill)
18 6 3 2 5 11
DEVIASI DRILL DEPTH HOLE Total 303 284 241 220 144 264
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
DEVIASI DRILL DEPTH HOLE
82. 67
Gambar 5.7. Grafik Data Deviasi Drill Depth Hole 2 Februari 2017 β 23 Februari
2017
Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa pendangkalan (underdrill) pada
setiap tanggal meningkat secara signifikan. Pada tanggal 2 Februari data drill
depth hole mengalami pendangkalan (underdrill) atau collaps sebesar 6%
sedangkan pada data blast depth hole meningkat menjadi 51%. Pada tanggal 7
Februari 2017 data drill depth hole mengalami pendangkalan (underdrill) atau
collaps sebesar 2% sedangkan pada data blast depth hole meningkat menjadi
30%. Pada tanggal 10 Februari 2017 data drill depth hole mengalami
pendangkalan (underdrill) atau collaps sebesar 1% sedangkan pada data blast
depth hole meningkat menjadi 59%. Pada tanggal 15 Februari 2017 data drill
depth hole mengalami pendangkalan (underdrill) atau collaps sebesar 2%
sedangkan pada data blast depth hole meningkat menjadi 76%. Pada tanggal 18
Februari 2017 data drill depth hole mengalami pendangkalan (underdrill) atau
2-Feb-17 7-Feb-17
10-Feb-
17
15-Feb-
17
18-Feb-
17
23-Feb-
17
DEVIASI BLAST DEPTH HOLE > 0.5
(Overdrill)
38 64 14 15 49 27
DEVIASI BLAST DEPTH HOLE β₯ 0 β
0.5
61 70 28 16 20 35
DEVIASI BLAST DEPTH HOLE β₯ -0.5
β 0,72
45 56 36 22 36 52
DEVIASI BLAST DEPTH HOLE < -0.5
(Underdrill)
149 89 111 164 34 80
DEVIASI BLAST DEPTH HOLE Total 293 279 189 217 139 194
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
DEVIASI BLAST DEPTH HOLE
83. 68
collaps sebesar 3% sedangkan pada data blast depth hole meningkat menjadi
25%. Pada tanggal 23 Februari 2017 data drill depth hole mengalami
pendangkalan (underdrill) atau collaps sebesar 4% sedangkan pada data blast
depth hole meningkat menjadi 41%. Berikut grafik perbandingan antara drill
depth hole dengan blast depth hole:
Gambar 5.8. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017
Gambar 5.9. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017
18
6 3 2 5 11
149
89
111
164
34
80
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
2- F E B-
17
7- F E B-
17
10 - F E B-
17
15 - F E B-
17
18 - F E B-
17
23 - F E B-
17
< -0.5 (UNDERDRILL)
57
65
27
19
36
43
38
64
14 15
49
27
0
10
20
30
40
50
60
70
2- F E B-
17
7- F E B-
17
10 - F E B-
17
15 - F E B-
17
18 - F E B-
17
23 - F E B-
17
> 0.5 (OVERDRILL)
84. 69
Gambar 5.10. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017
Gambar 5.11. Grafik Data Deviasi Underdrill Februari 2017 β 23 Februari 2017
faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan lubang ledak yang
mengalami pendangkalan antara drill depth hole dengan blast depth hole:
1. Blast Domain
Wilayah kekerasan batuan menjadi salah satu factor yang mempengaruhi
peningkatan pendangkalan lubang ledak. Pada penelitian kegiatan pengeboran dan
peledakan tanggal 2 Februari 2017 hingga 23 Februari 2017, rata-rata wilayah
pengeboran dan peledakan berada pada domain 9, dimana domain 9 merupakan
wilayah batuan keras.
72
8
101
11
37
23
45
56
36
22
36
52
0
20
40
60
80
100
120
2- F E B-
17
7- F E B-
17
10 - F E B-
17
15 - F E B-
17
18 - F E B-
17
23 - F E B-
17
β₯ -0.5 β 0
156
205
110
188
66
187
61 70
28
16 20
35
0
50
100
150
200
250
2- F E B-
17
7- F E B-
17
10 - F E B-
17
15 - F E B-
17
18 - F E B-
17
23 - F E B-
17
β₯ 0 β 0.5
85. 70
2. Waktu Tunda Antara End Drill hingga Loading Explosive.
Divisi drill and blast memberikan toleransi waktu antara end drill hingga
loading explosive maksimal satu hari. Berikut data waktu antara end drill hingga
loading explosive.
Gambar 5.12. Data Waktu Tunda Antara End Drill Hingga Loading Explosive
Dari grafik diatas Waktu tunda sejak pengeboran berakhir sampai dengan
pengisian bahan peledak memiliki beberapa varisi dalam satu hari peledakan.
Peledakan yang dilakukan pada tanggal 2 Februari 2017, 9% diantaranya telah
selesai dilakukan pengeboran dihari yang sama. 24% peledakan yang dilakukan
mengalami waktu tunda sebanyak 1 hari. Waktu tunda dua hari untuk peledakan
ditanggal 2 Februari 2016 terdapat sebanyak 57%. 10% dari seluruh peledakan
pada tanggal 2 Februari pengeborannya diakhiri 8 hari sebelumnya.Pada tanggal 7
Februari 2017 dilakukan peledakan pada pattern 435D 316-318 dengan total 240
8
122442
30
20
30
33 9
9
3040 5 43
3
22
22
32
7 3325
11
29
2
2245 4
28
46
5
4
5347
27
17
7
15
2
6
14
3 2
6
20
34
4
9
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
450D-321
450D-323
435D-316
435D-318
435D-317
435D-316
435D-320
435D-321
435D-321
435D-326
435D-326
435D-326
435D-321
31-Jan02-Feb05-Feb 06-Feb07-Feb08-Feb09-Feb12-Feb13-Feb14-Feb16-Feb17-Feb18-Feb21-Feb22-Feb
0 1 2
86. 71
peledakan. 53 % diantaranya melami waktu tunda 0 hari. Sebesar 40 peledakan
mengalami penundaan sebesar 40%. 6% dari peledakan di tanggal 7 Februari
2017 mengalami waktu tunda selama 2 hari.Peledakan ditanggal 10 Februari 2017
131 peledakan atau senilai 62% diantaranya mengalami waktu tunda selama 0
hari sebanyak 62%, 32% megalami waktu tunda selama 1 hari, dan 6% mengalmi
waktu tunda selama 2 hari. Peledakan ada 10 Februari 2017 tidak ada yang meiliki
waktu tunda diatas 2 hari. Peledakan pada tanggal 15 Februari 2017 38%
mengalami waktu tunda selama 0 hari. Waktu tunda 1 hari sebanyak 45% dari
total lubang yang diledakkan. 17 % dari 468 lubang megnalami waktu tunda 2
hari. Hanya 1% dari total lubang mengalami waktu tunda 3 hari.Waktu tunda
selama 0 hari pada peledakan ditanggal 18 Februari 2017 sebesar 28%. Waktu
tunda 1 hari sebesar 61% dari 337 lubang yang 143 lubang. 6% sisanya
merupakan lubang-lubang yang mengalam waktu tunda selama 2 hari. Tidak ada
lubang yang diledakkan pada 18 Februari 2017 yang mengalami waktu tunda
diatas 2 hari.Total peledakan pada tanggal 23 Februari 2017 sebanyak 337 lubang
28% diantrannya memiliki wakt tunda selama 0 hari. Sebesar 50% dari lubang
yang ada memiliki waktu tunda selama 1 hari. Waktu tunda 2 hari sebanyak 21%
dan waktu tunda 3 hari sebesar 1%. Peledakan pada tanggal 23 Februari 2017 ini
tidak ada yang memiliki waktu tunda lebih dari 3 hari.
3. Inisiatif operator
Setelah melakukan pengamatan dan wawancara kepada operator drilling,
operator drilling memiliki inisiatif menambahkan kedalaman lubang bor dengan
pertimbangan apabila lokasi permukaan tanah yang tidak rata maupun apabila
87. 72
kondisi cuaca hujan, dengan alasan mengantisipasi apabila lubang bor terendam
air hujan.
5.2.2. Redrill dan Extrahole
Total banyaknya redrill dan extrahole dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi
dilapangan. Redrill dilakukan pada lubang yang mengalami pendangkalan
sedangkan extrahole dilakukan pada wilayah yang tidak terdapat pada pattern
design yang telah dilakukan. Toleransi jumlah redrill yang diberikan oleh divisi
drill and blast adalah 10% dari jumlah total lubang untuk pattern trim, dan 8%
dari jumlah total lubang untuk pattern produksi. Toleransi jumlah explosive yang
diberikan adalah sebesar 5%, dengan harapan mengurangi distribusi energi
peledakan yang tidak merata. Berikut hasil analisa redrill dan extrahole pada
peledakan tanggal 2 Februari 2017 hingga 23 Februari 2017.
Gambar 5.13. Grafik Data Deviasi Drill Depth Hole 2 Februari 2017 β 23
Februari 2017
450-
321
450-
322
450-
323
450-
324
435-
316
435-
317
435-
318
435-
319
435-
320
435-
320
435-
321
435-
326
435-
328
435-
321
435-
323
2-Feb-17 7-Feb-17
10-Feb-
17
15-Feb-
17
18-Feb-
17
23-Feb-
17
Redrill 7 2 3 0 17 0 5 0 0 0 10 12 4 11 57
Extrahole 4 20 1 6 0 0 0 0 2 2 1 1 2 4 11
0
10
20
30
40
50
60
Redrill & Extrahole
Redrill Extrahole
88. 73
Dari grafik diatas, pada tanggal 2 Februari 2017 total lubang trim 247
lubang ledak dengan total redrill 10 lubang, sedangkan total lubang produksi 46
lubang ledak dengan total redrill 2 lubang. Total extrahole pada peledakan 2
Februari 2017 adalah sebesar 293 lubang dengan total extrahole 31lubang.
Dimana dapat dismpulkan bahwa peledakan tanggal 2 Februari 2017 masuk
kedalam toleransi jumlah redrill yang ditetapkan, namun tidak termasuk kedalam
toleransi jumlah explosive. Pada tanggal 7 Februari 2017 total lubang produksi
176 lubang ledak dengan total redrill 17 lubang, sedangkan total lubang ramp 108
lubang ledak dengan total redrill 5 lubang. Total extrahole pada peledakan 7
Februari 2017 adalah sebesar 284 lubang dengan total extrahole 0 lubang. Dimana
dapat dismpulkan bahwa peledakan tanggal 7 Februari 2017 tidak termasuk
kedalam toleransi jumlah redrill yang ditetapkan, namun masuk kedalam toleransi
jumlah explosive. Pada tanggal 10 Februari 2017 total lubang produksi 105 lubang
ledak dengan total redrill 0 lubang. Total extrahole pada peledakan 10 Februari
2017 adalah sebesar 204 lubang dengan total extrahole 2 lubang. Dimana dapat
dismpulkan bahwa peledakan tanggal 10 Februari 2017 termasuk kedalam
toleransi jumlah redrill yang ditetapkan, dan termasuk kedalam toleransi jumlah
explosive. Pada tanggal 15 Februari 2017 total lubang produksi 220 lubang ledak
dengan total redrill 10 lubang. Total extrahole pada peledakan 15 Februari 2017
adalah sebesar 220 lubang dengan total extrahole 3 lubang. Dimana dapat
dismpulkan bahwa peledakan tanggal 15 Februari 2017 termasuk kedalam
toleransi jumlah redrill yang ditetapkan, dan termasuk kedalam toleransi jumlah
explosive. Pada tanggal 18 Februari 2017 total lubang produksi 39 lubang ledak
89. 74
dengan total redrill 4 lubang, sedangkan total lubang trim 144 lubang ledak
dengan total redrill 12 lubang. Total extrahole pada peledakan 7 Februari 2017
adalah sebesar 144 lubang dengan total extrahole 3 lubang. Dimana dapat
dismpulkan bahwa peledakan tanggal 18 Februari 2017 pattern trim termasuk
kedalam toleransi jumlah redrill yang ditetapkan, sedangkan pattern production
tidak termasuk kedalam toleransi jumlah redrillI yang ditetapkan dan termasuk
kedalam toleransi jumlah explosive. Pada tanggal 23 Februari 2017 total lubang
produksi 264 lubang ledak dengan total redrill 67 lubang. Total extrahole pada
peledakan 23 Februari 2017 adalah sebesar 264 lubang dengan total extrahole 15
lubang. Dimana dapat dismpulkan bahwa peledakan tanggal 23 Februari 2017
tidak termasuk kedalam toleransi jumlah redrill yang ditetapkan, dan tidak
termasuk kedalam toleransi jumlah explosive.
5.2.3. Distance Collar
Distance Collar yaitu jarak antara titik bor actual dengan koordinat titik
plan pengeborang yang dituju. Divisi drill and blast menetapkan toleransi deviasi
antara titik bor actual dengan titik bor plan yaitu 0.3m. Berikut hasil analia
distance collar pada peledakan tanggal 2 Februari 2017 hingga 23 Februari 2017.
90. 75
Gambar 5.14. Grafik Data Distance Collar 2 Februari 2017 β 23 Februari 2017
Dari grafik diatas, pada tanggal 2 Februari 2017 sebanyak 154 lubang yang
termasuk kedalam deviasi distance collar. Pada tanggal 7 Februari 2017 sebanyak
95 lubang yang termasuk kedalam deviasi distance collar. Pada tanggal 10
Februari 2017 sebanyak 41 lubang yang termasuk kedalam deviasi distance
collar. Pada tanggal 15 Februari 2017 sebanyak 112 lubang yang termasuk
kedalam deviasi distance collar. Pada tanggal 18 Februari 2017 sebanyak 81
lubang yang termasuk kedalam deviasi distance collar. Pada tanggal 23 Februari
2017 sebanyak 111 lubang yang termasuk kedalam deviasi distance collar.
5.3. Parameter-Parameter yang Menentukan Kualitas Peledakan
Parameter-parameter yang menentukan kualitas peledakan diharapkan dapat
menghasilkan fragmentasi yang baik atau seragam sehingga Target produksi
terpenuhi, dan diharapkan hasil surface actual sesuai dengan hasil surface yang
2-Feb-17 7-Feb-17 10-Feb-17 15-Feb-17 18-Feb-17 23-Feb-17
>0,3 125 169 207 165 79 109
0-0,3 154 95 41 112 81 111
Total 279 264 248 277 160 220
0
50
100
150
200
250
300
Distance Collar
>0,3 0-0,3
91. 76
direncanakan (plan). Berikut parameter-parameter yang menentukan kualitas
peledakan.
5.3.1. Hardness Domain
Wilayah kekerasan batuan menjadi salah satu factor yang menentukan
kualitas peledakan. Apabila wilayah tersebut adalah wilayah dengan kekerasan
keras maka kemungkinan terjadinya lubang gagal yang diakibatkan oleh kondisi
batuan sekitar kecil.
5.3.2. Geometri Peledakan
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Dibawah ini merupakan pengaruh geometri
peledakan terhadap kualitas peledakan
1. Burden
Apabila Burden terlalu kecil maka bongkaran terlalu hancur dan tergeser dari
dinding jenjang serta kemungkinan terjadinya batu terbang sangat besar.
Sedangkan apabila Burden terlalu besar fragmentasi kurang baik ( gelombang
tekan yang mencapai bidang bebas menghasilkan gelombang tarik yang sangat
lemah di bawah kuat tarik batuan).Besarnya burden tergantung dari karakteristik
batuan, karakteristik bahan peledak dan diameter lubang ledak.
2. Spasi
Apabila spasi terlalu besar, maka fragmentasi yang dihasilkan tidak baik
karena energi yang dihasilkan tidak merata, sedangkan apabilaspasi terlalu