Pengaruh Penggunaan Gawai Terhadap Penerapan Nilai Pancasila Di Kalangan Gene...adminpancasilamanaje1
Â
JURNAL PANCASILA KELOMPOK 2 MANAJEMEN FEB UNS 2017 DI PUBLIKASIKAN DI https://pancasilamanajemena.com JIKA ANDA MENGINKAN SALINAN DARI FILE INI SILAHKAN KUNJUNGI WEBSITE KAMI DI https://pancasilamanajemena.com
KELOMPOK 1: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-1
KELOMPOK 2: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-2
KELOMPOK 3: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-3
KELOMPOK 4: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-4
KELOMPOK 5: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-5
KELOMPOK 6: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-6
KELOMPOK 7: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-7
Pengaruh Penggunaan Gawai Terhadap Penerapan Nilai Pancasila Di Kalangan Gene...adminpancasilamanaje1
Â
JURNAL PANCASILA KELOMPOK 2 MANAJEMEN FEB UNS 2017 DI PUBLIKASIKAN DI https://pancasilamanajemena.com JIKA ANDA MENGINKAN SALINAN DARI FILE INI SILAHKAN KUNJUNGI WEBSITE KAMI DI https://pancasilamanajemena.com
KELOMPOK 1: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-1
KELOMPOK 2: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-2
KELOMPOK 3: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-3
KELOMPOK 4: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-4
KELOMPOK 5: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-5
KELOMPOK 6: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-6
KELOMPOK 7: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-7
Gave a talk at StartCon about the future of Growth. I touch on viral marketing / referral marketing, fake news and social media, and marketplaces. Finally, the slides go through future technology platforms and how things might evolve there.
32 Ways a Digital Marketing Consultant Can Help Grow Your BusinessBarry Feldman
Â
How can a digital marketing consultant help your business? In this resource we'll count the ways. 24 additional marketing resources are bundled for free.
Kemajemukan bagaikan pisau tajam bermata dua. Jika diakomodir dengan baik, maka akan memperkaya inetgrasi nasional. Namun jika tidak dapat diakomodir dengan baik, maka dapat mengarah pada disintegrasi.
The difference and plurality are necessity condition that must and should be accepted by everyone in his life on earth as human beings. It is a true reality that we
know it clearly. How to manage this reality is a longlife problem.One of the efforts is
empowering the role of religion. The role of religion in realizing multiculturalism in
Indonesia can be reached by building mutual awarenes through the efforts of multiculturalism consciousness transformation into a national identity based on the reality of
plurality in Indonesia. The Unity in Diversity as an ideal text always need to be read at
any occasion because, in principle, the identity is never final. Likewise, efforts to build a
national integration based on multiculturalism by encouraging public awareness using
their constitutional rights to assembly, association, and expression in order to fight for
the rights of justice, liberty, equality, and actively participated in the development.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Â
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Â
Review Artikel Imaji Kebebasan Pluralitas
1. Critical Review mengenai “Imaji Kebebasan
Individu dalam keniscayaan pluralitas”
Ulina Christina Natalia
110610016
Dalam tulisan mengenai Imaji Kebebasan Individu dalam keniscayaan pluralitas
mempertanyakan beberapa hal seperti, Apa yang membuat kebebasan bernilai untuk
dikejar atau dimiliki, dan bagaimana kebebasan individu ternyata masih dapat dibela
dengan penuh komitmen tanpa harus terjatuh dalam doktrin purba tentang
universalisme dan keseragaman. Kemudian pernyataan-pernyataan selanjutnya
menjelaskan opini-opini mengenai kemungkinan-kemungkinan solusi atau akar
permasalahan dari pluralisme, universalisme, multikultural, dan beberapa hal lainnya.
Fakta yang menurut opini saya crusial adalah kenyataan bahwa masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat plural atau majemuk, namun selama ini tidak
diimbangi dengan kesadaran dan keinsyafan untuk mengelola pluralitas/kemajemukan
tersebut menjadi modal sosial pembangunan bangsa.
Seringkali kekuasaan (Orde Baru) menjadikan isu pluralitas/kemajemukan ini
sebagai ancaman dan kejahatan terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Orde baru berusaha membangun semangat kemanunggalan dalam perbedaan,
yaitu: (1) pendekatan asimilasionisme (minoritas membaur dalam mayoritas); dan (2)
pendekatan diferensialisme (mengurangi atau menghapus kontak minoritas dengan
mayoritas).
Semangat kemanunggalan atau ketunggalan sebagaimana yang ditunjukkan
Orde Baru sebagai resep untuk menyukseskan pembangunan telah menempatkan
peranan negara (state) yang lebih kuat vis-Ă -vis masyarakat. Konsep tersebut memang
cocok bila diaplikasikan terhadap masyarakat Indonesia yang seharusnya memiliki
kesatuan pikiran, meskipun terdiri dari beragam kultur, sehingga hal-hal seperti Timor-
Timur yang memisahkan diri, tentunya dapat dicegah. Namun, untuk mencapai kesatuan
pikiran tersebut, bukankah harus ada yang menjadi dasar, mungkin negara mengklaim,
semua prinsip atau konsep dasar dibentuk berdasarkan dasar negara sehingga
seharusnya dapat mewakilkan seluruh suku bangsa.
Namun pada prakteknya, pendekatan asimilasionisme dan pendekatan
diferensianisme bukannya membawa pluralisme ke arah positif, dimana alih-alih
pluralisme dapat membantu masyarakat mencapai ke-universal-an malah menimbulkan
1
Tugas Mata Kuliah Perubahan Sosial
2. Critical Review mengenai “Imaji Kebebasan
Individu dalam keniscayaan pluralitas”
Ulina Christina Natalia
110610016
politik identitas, karena masyarakat malah semakin memperjuangkan pengakuan atas
keseragaman budaya, orang berbicara atas nama satu kelompok budaya tertentu, dengan
identitas tertentu—yang mengacu pada etnisitas, ras, agama, atau daerah. Karena
perjuangan untuk mendapatkan hak terkait dengan identitas budaya tertentu, maka
dengan sendirinya muncul persoalan mengenai kepemilikan terhadap identitas tersebut:
siapa yang berhak bicara atas namanya.
Pendekatan asimilasionisme dan pendekatan difrensianisme yang menyatakan
bahwa minoritas membaur dengan mayoritas ataupun mengurangi kontak minoritas
dengan mayoritas, memicu kelompok untuk berjuang agar mendapatkan hak terkait
dengan identitas budayanya. Di Indonesia, dalam era otonomi daerah, misalnya, orang
mulai bicara tentang “putra daerah”, mulai mencari unsur-unsur daerah masing-masing
yang paling asli dan otentik untuk dihidupkan kembali atau diangkat untuk mewakili
kedaerahan tersebut. Penekanan yang berlebihan pada identitas budaya (daerah, agama,
suku, dan ras) yang esensialis justru akan memperkuat sekat interaksi budaya antar
kelompok dan memunculkan gesekan-gesekan antar kelompok yang ada di masyarakat.
Ekslusifisme kelompok dan “pengusiran” atau diskriminasi terhadap kelompok lain
menjadi eksesnya. Sehingga terkadang dalam beberapa kasus, hal tersebut seolah-olah
membentuk konsep dimana kelompok yang kuat bisa dikategorikan sebagai kelompok
yang dominan dan menjadi mayoritas, bisa secara kuantitas atau kekuasaan, dan
kelompok yang kurang “menang” bisa secara kuantitas atau kekuasaan dikategorikan
sebagai kelompok minoritas.
Furnivall menggambarkan masyarakat Indonesia sebagai gambaran masyarakat
majemuk yang menarik, dimana orang-orang bisa hidup berdampingan secara fisik,
tetapi karena perbedaan budaya sosial budaya mereka terpisah dan tidak tergabung
dalam suatu unit politik. Dimana menunjukkan bahwa pluralisme sebenarnya mungkin
saja bisa berjalan sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, pemahaman akan
multikulturalisme perlu diiringi dengan pemahaman akan konsep-konsep yang relevan,
seperti demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa,
2
Tugas Mata Kuliah Perubahan Sosial
3. Critical Review mengenai “Imaji Kebebasan
Individu dalam keniscayaan pluralitas”
Ulina Christina Natalia
110610016
keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM,
hak budaya komuniti, dan sebagainya
Will Kymlica (1995, dalam Burhanuddin, 2003) menyatakan bahwa konservasi
budaya tidak hanya menjadi hak individual, tetapi juga hak kolektif sebagai garansi
setiap kelompok untuk mengembangkan budayanya. Inilah maksud dari jargon
“bhinneka tunggal ika” yang seharusnya diletakkan dalam mosaik keberagaman yang
tidak menindas satu sama lain.
Kemudian muncul pemikiran yang menganggap multikulturalisme sebagai
Paradigma Baru Perayaan Pluralitas. Menurut Parsudi Suparlan (2002), acuan utama
untuk membangun Indonesia Baru dari hasil reformasi adalah multikulturalisme, yaitu
sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan,
baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga
masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat mempunyai sebuah kebudayaan yang
berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik (Fay,
1996; Jary & Jary, 1991; Watson, 2000; dalam Suparlan, 2002). Di dalam mosaic
tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat lebih kecil yang membentuk
terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah
mosaik tersebut (Reed, 1997, dalam Suparlan, 2002
Wacana tentang multikulturalisme tampaknya cukup menjawab perihal
bagaimana pluralisme itu “seharusnya” dirayakan. Multikulturalisme setidaknya mampu
membuka ruang baru bagi munculnya emansipasi dan partisipasi bagi semua aktor, baik
di tingkat individu maupun sosial, terutama bagi mereka yang selama ini dipinggirkan
dan bahkan ditindas identitas, eksistensinya, dan kepentingannya.
Dalam tulisan tersebut kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah
kita tidak bisa merayakan kebebasan individu dalam keniscayaan pluralisme? Apakah
imaji kebebasan individu memang benar-benar bagian dari proyek modernisme yang
kadaluarsa sehingga harus dikubur bersama imaji universalisme Pencerahan? Pada
posisi ini kita bisa sedikit menengok percikan pemikiran liberal Isaiah Berlin, sejarawan
3
Tugas Mata Kuliah Perubahan Sosial
4. Critical Review mengenai “Imaji Kebebasan
Individu dalam keniscayaan pluralitas”
Ulina Christina Natalia
110610016
ide dan filosof Inggris keturunan Rusia. Posisi liberal Berlin menarik untuk disimak
karena ia adalah pembela kebebasan individu yang gigih, tanpa harus mengurangi
kekritisannya dalam melucuti universalisme Pencerahan. Pijakan dasar pemikiran Berlin
(2004) ada dalam kesadarannya bahwa ternyata benih-benih totalitarianisme justru
berasal dari hasrat manusia untuk pembebasan. Tetapi pembebasan yang dimaksud
Berlin di sini adalah pembebasan yang bersandarkan pada keyakinan akan kebenaran
absolut dan universal, sebagaimana yang dianut kaum esensialisme. Pluralisme Berlin,
sebagaimana yang diungkap Ahmad Sahal dalam kata pengantarnya Empat Esai
Kebebasan, adalah pluralisme dengan tragic sense of life, karena mengharuskan
individu untuk selalu memilih tetapi pada saat yang sama menyadari selalu ada yang
hilang dan tak tergantikan di setiap pilihan kita. Tetapi itulah situasi tragis manusia yang
harus dijalani.
Bila diposisikan untuk memilih apakah sebenarnya pluralisme itu baik untuk
dilakukan. Saya tentunya akan setuju. Memang saat ini muncul berbagai pihak yang
terus mempromosikan pluralisme sebagai prinsip penting dalam berbangsa dan
bernegara, namun hal itu ternyata belum cukup untuk menghilangkan berbagai
pengingkaran terhadap pluralisme. Beberapa prinsip penting dalam pluralisme seperti
kebebasan dasar (fundamental freedom) terus dilanggar dan dibelenggu, ruang yang
memungkinkan hidupnya perbedaan dikekang, serta pengingkaran atas keberagaman
sosial berlangsung dimana-mana.
Namun sedikit koreksi untuk tulisan tersebut adalah kurangnya pembahasan
mengenai jawaban mengenai pertanyaan apa yang membuat kebebasan bernilai untuk
dikejar atau dimiliki, dan bagaimana kebebasan individu ternyata masih dapat dibela
dengan penuh komitmen tanpa harus terjatuh dalam doktrin purba tentang
universalisme dan keseragaman. Memang terdapat penjelasan ada pembebasan negatif.
Pembebasan yang dimaksud Berlin di sini adalah pembebasan yang bersandarkan pada
keyakinan akan kebenaran. Namun masih kurang detail dalam menjawab pertanyaan
tersebut. Dan kurang mengulas hal konkret apa yang seharusnya dilakukan, untuk
membangun
4
Tugas Mata Kuliah Perubahan Sosial
5. Critical Review mengenai “Imaji Kebebasan
Individu dalam keniscayaan pluralitas”
Ulina Christina Natalia
110610016
Pluralitas memang bertujuan untuk menyetarakan posisi setiap kelompok dalam
masyarakat. Yang diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan atau gap antar
kelompok masyarakat yang sebenarnya terhubung sebagai satu kesatuan sebagai warga
negara Indonesia.
Bagaimana kita bisa membangun multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual
maupun secara kebudayaan. Konsep masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk
menonjolkan dan mengutamakan kepentingan kelompoknya diatas kepentingan umum
secara nasionalis, menjadi suatu momok hambatan yang menggambarkan bahwa impian
membangun multikulturalisme yang mengharapkan masyarakat dapat mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, tentunya akan sangat sulit sekali
tercapai.
Bagaimana bisa membangun mindset masyarakat Indonesia, yang sejak dulu
sudah terbentuk dengan politik identitas, dimana individu sebagai anggota dari suatu
kelompok telah tertanam bahwa kelompoknya lebih baik dari kelompok lain, bahwa
kelompoknya lebih tinggi dari kelompok lain. Sehingga bagaimana mengubah mindset
individu atau dalam pembahasan kelompok tadi agar memiliki pemahaman
kesederajatan antar kelompok. Dimana pemahaman tersebut mengantarkan suatu
kelompok untuk memandang kelompok lain dengan menggunakan kacamata yang lebih
positif, yang tentunya akan menciptakan kesejahteraan nasional.
Namun, bagaimana memupuk pemikiran seperti itu, sedangkan perbedaan
kelompok yang biasanya memicu konflik secara kasat mata sudah mendarah daging di
dalam tubuh masyarakat Indonesia.
5
Tugas Mata Kuliah Perubahan Sosial