PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATAN BERAT
BADAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MALIGANO
KECAMATAN MALIGANO KABUPATEN MUNA
PERIODE JULI 2016
Karya Tulis
PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATAN BERAT
BADAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MALIGANO
KECAMATAN MALIGANO KABUPATEN MUNA
PERIODE JULI 2016
Karya Tulis
Di sekolah aku terkenal dengan siswi yang dingin, penyendiri dan susah bergaul. Aku sebenarnya biasa aja dengan itu, karena aku lebih suka.... Sepulang sekolah Gray nunggu aku pulang ngerjain tugas aku di perpustakaan...
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. Cerpen
KADO UNTUK IBU
Intan Risky S. (21)
Lidya Christina S. (22)
Marta Refila M. (23)
Nastiti Nur P. W. (24)
2. KADO UNTUK IBU
Kala sinar mentari menembus jendela kamarku, ku dengar seseorang
berkata dengan lembutnya.
“Bangun sayang….! Matahari pagi telah tersenyum menyambutmu.”
“Ahh mama, aku kan masih ngantuk. Lagian hari ini kan hari minggu!”.
Bentakku, tapi mama cuma tersenyum dan berkata.
“Loh, kok gitu sih anak mama? Ayo cepat mandi! Katanya mau ikut ke
mall?”.
“Iya, iya…. Huh…”. Gerutuku. Tapi mama tetap sabar. Eh iya kenalin
namaku Keisya. Kata teman-teman aku anak manja. Huh what ever!
Biarin aja, toh itu uangnya orangtuaku, bukan uang mereka.
Huh pagi ini mama benar-benar cerewet!
Malam hilang pagi pun datang, hari ini aku sekolah. Dari kecil aku selalu
diantar kemana-mana. Hidupku serba terbatas. Yaa.. tapi satu hal yang
aku tahu, papa dan mama melakukan ini karena aku anak tunggal. Eh aku
juga punya sahabat namanya Prita, dia temenku dari kecil.
Rupanya ada anak baru di kelasku, namanya Mella, anaknya pakai
kacamata, rambutnya panjang. Iih culun deh..
3. “Ini saatnya beraksi!” bisikku pada Prita.
Aku dan Prita mau ngerjain anak baru itu, kami menyiram Mella saat dia di
kamar mandi. Uhh kasihan… “Anak culun kayak kamu nggak pantes ada di
sekolah elit ini!” Itu ucapan setiap aku dan Prita ketemu sama Mella. Hingga
suatu siang Mella ketemu sama Rangga, anak paling keren di sekolah.
Mereka berdua akrab banget, membuat hatiku jengkel.
Waktu pulang sekolah aku mempermalukkan Mella di depan banyak teman
saat di lapangan basket, biar dia gak deketin Rangga lagi. Tapi Rangga datang
dan membela Mella, lalu aku di panggil BK. Orang tuaku pun di panggil.
Sepulang sekolah aku dimarahi habis-habisan sama papa, tapi mama tidak
memarahiku, karena mama sayang banget sama aku. Mama terus belain aku.
Aku tahu aku salah, tapi itu karena aku jengkel. Guru-guru tidak pernah
memperhatikanku lagi, Mella juga sering mendapat nilai ulangan lebih baik
daripada aku. Karna hal itu papa tidak memperbolehkan aku keluar selama
liburan tahun ini tanpa supir.
“Papa jahat!” Aku berteriak sambil berlari menuju kamar, dan mengunci
pintunya.
4. Tapi di rumahnya, aku menemukan hal lain yang membuatku merasa bersalah
menganggap dia tak berguna. Liburan kali ini dia gunakan untuk membantu ibunya
jualan sayuran keliling. Aku merasa iba saat dagangannya jatuh karena dia terpleset.
Aku mencoba membantunya, tapi dia seprti ketakutan melihatku.
“Tidak Mell, aku justru ingin minta maaf karena kesalahanku.. maaf, kamu mau kan
maafin aku?”
“Sebelum kamu minta maaf aku sudah memaafkanmu” katanya.
Lalu aku menuju ke rumahnya, di perjalanan kami saling tukar cerita. Dan kemudian
dia berhenti “Bukankah besok hari ibu?” kata Mella dengan nada sendu.
“Oh iya?” Tanyaku karena luapa, “Oh iya Mell apa kamu di suruh berjualan? Kok
tega……” Belum selesai aku bertanya lagi tapi Mella sudah menjawab “Tidak, ini
karena keinginanku sendiri, dan aku ingin nabung agar bisa beli kado buat hari ibu
besok”
Hatiku tergoyah mendengar jawabannya. Aku berpikir selama ini aku hanya menuntut
sesuatu dari mama dan papa. Aku salut sama Mella, dia rela jualan sayur keliling demi
ibu yang sangat dicintainya. Sedangkan aku hanya minta apa saja pada mama dan papa
tanpa berpikir panjang. Sejak saat itu aku dan Mella jadi sahabat.
Kata Mella, jika uangnya sudah terkumpul, dia ingin membelikan keranjang sepeda
untuk ibunya. Karena keranjang yang sekarang sudah tidak layak lagi padahal
keranjang itu untuk ibunya jualan sehari-hari.
5. Hari berganti. Aku minta antar supirku ke rumah Mella, aku mau beri pelajaran
padanya. Dan langsung ke rumahnya, aku berani karena Mella bisa sekolah akibat di
biayai papa. Aku melewati jalan yang becek di sebuah kampong,
“Aku udah duga dia anak kampung!”.
Hari itu juga, aku di ajak Mella ke Masjid untuk sholat dan mendengarkan ceramah
dari pak Ustadz. Ceramahnya tentang hari ibu, karena besok adalah hari ibu.
Pak Ustadz mengatakan bahwa menghormati ibu itu sangat penting, jasa ibu
sangatlah besar. Ibu rela mengorbankan nyawanya saat melahirkan seorang bayi. Ibu
rela kesakitan saat bayi tersebut keluar, dan ibu rela menggendong bayi itu dalam
kandungan selama 9 bulan 10 hari tanpa mengenal lelah.
“Maka dari itu, berbaktilah pada orangtua terutama ibu, karena surga berada di
bawah telapak kakinya. Ridha Alloh SWT terletak pada ridha orangtua, begitu pula
murka-Nya. Maka janganlah sekali-kali menyakiti hati oragtua terutama ibu.”
Hatiku tersentuh lagi, aku menyadari dosaku pada papa dan mama sangatlah besar.
Setelah pengajian selesai, aku bertanya pada Mella kado apa yang harus ku berikan
untuk mama besok.
“Buat aja puisi, pasti mama kamu senang.” Kata Mella.
Setelah seharian di rumah Mella aku unjuk diri. Setiba di rumah, aku membuat puisi
untuk ibu besok.
6. Hari pun berganti, pagi ini begitu cerah saat mama membangunkanku seperti biasa
dengan senyuman yang menyejukkan dari bibir lembutnya. Aku pun langsung
bergegas mandi, lalu sarapan bareng mama dan papa. Saat semua sudah selesai
sarapan aku pamitan untuk pergi ke sekolah dengan mencium tangan papa tak lupa
pula mama, aku juga mencium pipi kanan dan kiri mama. Dan saat itu pula tak ku
rasa air mataku menetes, oh iya aku mengulurkan tanganku dengan sepucuk kertas
berwarna merah. Aku lari menuju mobil, sambil berteriak…
“Selamat hari ibu, Mama.” Pak supir yang menungguku heran melihat wajahku,
“kenapa dek keisya? Kok nangis gitu? Kan jelek jadinya…”
“Tidak kenapa-napa pak, hanya lega saja karena melihat senyum ibu hari ini. Ayo
pak berangkat.” Jawabku.
Mobil pun melaju dengan tenang yang juga membawa lari air mataku.
Di rumah mama membaca suratku, isinya…
Mama, kau penerang dalam gelapnya hati.
Kau lentera hidupku.
Kau korbankan nyawamu, demi aku.
Kaulah bidadari hidupku.
Mama, maafkan aku..
Maafkan aku yang selama ini selalu menyakiti hatimu.
Tak pernah pula menuruti kata-kata manismu.
Mama, maafkan aku…
7. Tak kuasa air mata mama meleleh. Saat aku pulang dari sekolah mama
langsung memelukku, aku sontak kaget. Sesekali air mataku pun
menetes, saat itu aku langsung minta maaf pada mama, dan mama
menganggukkan kepala sambil mengusap air mataku. Setelah itu kami
saling tersenyum, oh iya aku enceritakan keadaan Mella juga saat itu.
Tanpa berpikir panjang aku dan mama langsung bergegas ke toko sepeda
untuk membelikan Mella sepeda baru.
Setiba di rumah Mella kami langsung dengan keramahan ibu Mella. Mella
dan ibunya sangat senang dengan sepeda baru itu. Aku dan mama saling
menatap mata dan tersenyum.
“Tahun ini adalah mama mendapat kado paling indah, terima kasih
anakku sayang.” Kata mama..
Mama mencium keningku, Mella menangis tersedu-sedu melihat kejadian
ini, begitu juga dengan ibunya.
“Mama, aku menyayangimu, seperti laut mencintai airnya… Tak mau
kurang selamanya.”
***
8. Nilai – nilai :
• Nilai Agama :
Surga di bawah telapak kaki ibu.
“Maka dari itu, berbaktilah pada orangtua
terutama ibu, karena surga berada di bawah
telapak kakinya. Ridha Alloh SWT terletak pada
ridha orangtua, begitu pula murka-Nya. Maka
janganlah sekali-kali menyakiti hati orangtua
terutama ibu.”
9. • Nilai Pendidikan :
Perubahan sikap tokoh Keisya dari buruk
menuju sikap yang lebih baik.
Hatiku tergoyah mendengar jawabannya. Aku
berpikir selama ini aku hanya menuntut sesuatu dari
mama dan papa. Aku salut sama Mella, dia rela
jualan sayur keliling demi ibu yang sangat
dicintainya. Sedangkan aku hanya minta apa saja
pada mama dan papa tanpa berpikir panjang. Sejak
saat itu aku dan Mella jadi sahabat.
10. • Nilai Psikologis:
Kita seharusnya tidak dendam hanya karena
teman baru di kelas kita dekat dengan seseorang
yang kita suka.
Waktu pulang sekolah aku mempermalukkan
Mella di depan banyak teman saat di lapangan
basket, biar dia gak deketin Rangga lagi.
11. • Nilai Moral:
Kita haruslah membantu teman jika kesusahan
jangan malah di tindas atau di ejek.
Aku dan Prita mau ngerjain anak baru itu,
kami menyiram Mella saat dia di kamar
mandi. Uhh kasihan… “Anak culun kayak
kamu nggak pantes ada di sekolah elit ini!”
12. • Nilai Sosial:
Pemberian hadiah dari tokoh Keisya kepada sahabat
barunya Mella.
Setiba di rumah Mella kami langsung dengan
keramahan ibu Mella. Mella dan ibunya sangat
senang dengan sepeda baru itu. Aku dan mama saling
menatap mata dan tersenyum.
13. • Nilai Estetika :
Sajak puisi untuk ibu.
Mama, kau penerang dalam gelapnya hati.
Kau lentera hidupku.
Kau korbankan nyawamu, demi aku.
Kaulah bidadari hidupku.
Mama, maafkan aku..
Maafkan aku yang selama ini selalu menyakiti hatimu.
Tak pernah pula menuruti kata-kata manismu.
Mama, maafkan aku.