Buku SPAK 2013 merupakan buku hasil survey perilaku anti korupsi tahun 2013 yang dilakukan oleh BPS dan Bappenas yang didukung oleh UNODC melalui pendanaan AIPJ-AUSAID
Buku SPAK 2013 merupakan buku yang memberikan laporan hasil Survey Perilaku Anti Korupsi 2013 yang dilaksanakan oleh BPS sebagai bagian dari pengukuran indikator yang ada pada Perpres 55 tahun 2012 tentang Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Buku SPAK 2013 merupakan buku yang memberikan laporan hasil Survey Perilaku Anti Korupsi 2013 yang dilaksanakan oleh BPS sebagai bagian dari pengukuran indikator yang ada pada Perpres 55 tahun 2012 tentang Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Korupsi adalah masalah serius di banyak negara-negara Asia; Perkembangan tindak pidana korupsi sudah begitu meluas dalam masyarakat; Pemberantasan korupsi telah menjadi strategi terpenting untuk mewujudkan kesejahteraan dan memperkuat demokrasi; Perang melawan korupsi, bukan hanya tugas penegak hukum, tapi menjadi agenda bersama; https://catatanbaihaqi.blogspot.com
Notulensi ini merupakan hasil kompilasi yang diambil dari sumber rekaman selama kegaitan rapat PSC dan telah disetujui oleh Bappenas, selaku fasilitator kegiatan
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
1. KATA PENGANTAR
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
Kerjasama
Katalog BPS : 4407001
Badan
Perencanaan
dan
Pembangunan
Nasional
dengan
Badan
Pusat
Statistik
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 i
2. KATA PENGANTAR
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
INDEKS
PERILAKU
ANTI
KORUPSI
(IPAK)
2013
ISBN
:
978-‐979-‐064-‐608-‐7
Nomor
Publikasi
:
04330.1301
Katalog
BPS
:
4407001
Ukuran
Buku
:
17
x
24
cm
Jumlah
Halaman
:
xxi
+105
Naskah:
Sub
Direktorat
Statistik
Politik
dan
Keamanan
Penyunting
:
Sub
Direktorat
Statistik
Politik
dan
Keamanan
Gambar
Kulit:
Sub
Direktorat
Statistik
Politik
dan
Keamanan
Diterbitkan
Oleh
:
Badan
Pusat
Statistik,
Jakarta-‐Indonesia
Boleh
dikutip
dengan
menyebutkan
sumbernya
ii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
3. KATA PENGANTAR
KATA
PENGANTAR
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
KEPALA
BADAN
PUSAT
STATISTIK
KATA
PENGANTAR
KEPALA
BADAN
PUSAT
STATISTIK
Pemberantasan
korupsi
menjadi
salah
satu
fokus
utama
pemerintah
Indonesia.
Berbagai
upaya
telah
dilakukan
pemerintah,
baik
yang
berupa
pencegahan
maupun
pemberantasan.
Dalam
rangka
mempercepat
upaya
pencegahan
dan
pemberantasan
korupsi,
pemerintah
telah
mengeluarkan
Peraturan
Presiden
Republik
Indonesia
Nomor
55
Tahun
2012
tentang
Strategi
Nasional
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Korupsi
(Stranas
PPK)
jangka
menengah
tahun
2012-‐2014
dan
jangka
panjang
tahun
2012-‐2025.
Visi
dan
Misi
Stranas
PPK
tersebut
diturunkan
ke
dalam
enam
strategi,
yakni:
(1)
melaksanakan
upaya-‐upaya
pencegahan;
(2)
melaksanakan
langkah-‐langkah
strategis
di
bidang
penegakan
hukum;
(3)
melaksanakan
upaya-‐upaya
harmonisasi
penyusunan
peraturan
perundang-‐undangan
di
bidang
pemberantasan
korupsi
dan
sektor
terkait
lain;
(4)
melaksanakan
kerjasama
internasional
dan
penyelamatan
aset
hasil
tipikor;
(5)
meningkatkan
upaya
pendidikan
dan
budaya
anti
korupsi;
dan
(6)
meningkatkan
koordinasi
dalam
rangka
mekanisme
pelaporan
pelaksanaan
upaya
pemberantasan
korupsi.
Presiden
RI
menugaskan
Badan
Pusat
Statistik
(BPS)
secara
eksplisit
untuk
mengukur
indikator
pada
strategi
5
yaitu
meningkatkan
upaya
pendidikan
dan
budaya
anti
korupsi.
Strategi
kelima
ini
dianggap
penting
karena
salah
satu
akar
penyebab
berkembangnya
praktik
korupsi
patut
diduga
berasal
dari
rendahnya
integritas
para
pelakunya
dan
masih
kentalnya
budaya
permisif
terhadap
tindakan
korupsi.
Untuk
mendukung
strategi
tersebut
diperlukan
dukungan
data
hasil
survei,
termasuk
publikasi
yang
dapat
memberikan
gambaran
tentang
perilaku
anti
korupsi.
Hasil
survei
diharapkan
dapat
memberikan
peta
permasalahan
dan
petunjuk
arah
bagi
penyusunan
program
transformasi
budaya
dari
yang
permisif
ke
anti
korupsi.
Untuk
memenuhi
kebutuhan
tersebut,
BPS
bekerjasama
dengan
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Bappenas)
menyelenggarakan
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK)
2013.
SPAK
2013
merupakan
kelanjutan
dari
survei
baseline
yang
telah
dilaksanakan
pada
tahun
2012.
Semoga
laporan
hasil
survei
ini
bermanfaat
bagi
pemerintah,
khususnya
untuk
menyusun
perencanaan
kebijakan
meningkatkan
upaya
pendidikan
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 iii
4. KATA PENGANTAR
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
dan
budaya
anti
korupsi
dan
juga
untuk
masyarakat
penggiat
anti
korupsi.
Ucapan
terima
kasih
disampaikan
kepada
semua
pihak
yang
terlibat
dalam
pelaksanaan
dan
penyusunan
laporan
ini.
Semoga
Allah
SWT,
Tuhan
Yang
Maha
Esa
meridhai
kita
semua.
iv INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Jakarta,
Januari
2014
Kepala
Badan
Pusat
Statistik
Dr.
Suryamin,
M.Sc
5. KATA
PENGANTAR
KATA PENGANTAR MENTERI PPN / KEPALA BAPPENAS
MENTERI
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
NASIONAL/
KEPALA
BADAN
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
NASIONAL
KATA
PENGANTAR
MENTERI
PPN
/
KEPALA
BAPPENAS
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 v
7. RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN
EKSEKUTIF
RINGKASAN
EKSEKUTIF
Perpres
No.
55
tahun
2012
tentang
Strategi
Nasional
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Korupsi
(Stranas
PPK),
menugaskan
BPS
untuk
melaksanakan
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK)
2013.
Survei
ini
dilakukan
antara
1-‐15
November
2013
di
33
provinsi,
170
kabupaten/kota
(49
kota
dan
121
kabupaten)
dengan
sampel
10.000
rumah
tangga
(response
rates:
90,3
persen).
Survei
yang
merupakan
kelanjutan
dari
survei
baseline
yang
telah
dilaksanakan
pada
tahun
2012
ini
mengukur
tingkat
permisifitas
masyarakat
Indonesia
terhadap
perilaku
korupsi.
Laporan
ini
menyajikan
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
dan
berbagai
indikator
tunggal
yang
menggambarkan
perilaku
anti
korupsi.
Indikator
tunggal
yang
dikumpulkan
mencakup
pengetahuan,
pendapat
dan
pengalaman
terhadap
kebiasaan
di
masyarakat
berhubungan
dengan
layanan
publik
dalam
hal
perilaku
penyuapan
(bribery),
pemerasan
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 vii
(extortion),
dan
nepotisme
(nepotism).
Berdasarkan
penghitungan
indeks
komposit,
IPAK
Indonesia
2013
sebesar
3,63
dalam
skala
0
sampai
5.
Angka
ini
naik
0,08
poin
dibandingkan
dengan
IPAK
2012
sebesar
3,55.
Meski
demikian
kenaikan
ini
belum
merubah
kategori
indeks,
karena
masih
dalam
kategori
yang
sama
yakni
anti
korupsi.
(catatan:
nilai
indeks
0–1,25
sangat
permisif
terhadap
korupsi,
1,26–2,50
permisif,
2,51–3,75
anti
korupsi,
3,76–5,00
sangat
anti
korupsi).
Laporan
ini
juga
memperlihatkan
IPAK
2013
untuk
masyarakat
yang
tinggal
di
wilayah
perkotaan
sedikit
lebih
tinggi
sebesar
3,71
dibanding
di
wilayah
perdesaan
sebesar
3,55.
Kemudian,
IPAK
2013
lebih
tinggi
pada
penduduk
usia
kurang
dari
60
tahun
dibanding
penduduk
usia
60
tahun
ke
atas.
IPAK
penduduk
usia
kurang
dari
40
tahun
sebesar
3,63,
usia
40
sampai
59
tahun
sebesar
3,65,
dan
usia
60
tahun
ke
atas
sebesar
3,55.
Pendidikan
berpengaruh
cukup
kuat
pada
semangat
anti
korupsi.
Semakin
tinggi
pendidikan
maka
semakin
tinggi
IPAK.
IPAK
2013
untuk
responden
berpendidikan
SLTP
ke
bawah
sebesar
3,55,
SLTA
sebesar
3,82
dan
di
atas
SLTA
sebesar
3,94.
Berdasarkan
indikator
tunggal
terlihat
walau
masih
ada
sebagian
masyarakat
yang
menyatakan
permisif
terhadap
penyuapan,
pemerasan
dan
nepostime
tetapi
masih
lebih
besar
persentase
masyarakat
yang
tidak
permisif.
9. DAFTAR
DAFTAR ISI
ISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 ix
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
KEPALA
BADAN
PUSAT
STATISTIK ................................ iii
KATA
PENGANTAR
MENTERI
PPN
/
KEPALA
BAPPENAS ............................... v
RINGKASAN
EKSEKUTIF ............................................................................... vii
DAFTAR
ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR
TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR
GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR
LAMPIRAN ..................................................................................... xxi
DAFTAR
SINGKATAN ................................................................................. xxiii
I.
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1.
Latar
Belakang
.................................................................................................................
1
1.2.
Maksud
dan
Tujuan
.......................................................................................................
2
1.3.
Ruang
Lingkup
.................................................................................................................
2
1.4.
Sistematika
Penulisan
..................................................................................................
2
II.
METODOLOGI
DAN
KONSEP
DEFINISI ........................................................ 5
2.1.
Metodologi
Survei
..........................................................................................................
5
2.1.1.
Kerangka
Sampel
...............................................................................................
5
2.1.2.
Desain
Sampel
.....................................................................................................
5
2.1.3.
Cakupan
dan
Jumlah
Sampel
.........................................................................
6
2.1.4.
Pembentukan
Paket
Sampel
Blok
Sensus
dan
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
....................................................................................
6
2.1.5.
Pemilihan
Sampel
Rumah
Tangga
..............................................................
7
2.1.6.
Penggantian
Sampel
..........................................................................................
7
2.1.7.
Teknik
Estimasi
..................................................................................................
8
2.2.
Metodologi
Perhitungan
Indeks
...........................................................................
10
2.3.
Konsep
dan
Definisi
...................................................................................................
12
III.
PROFIL
RESPONDEN ................................................................................ 15
3.1.
Response
Rate
Pencacahan
.....................................................................................
15
10. DAFTAR ISI
3.2.
Profil
Demografis
Responden
...............................................................................
17
3.3.
Tingkat
Pendidikan
Responden
...........................................................................
19
3.4.
Jenis
Kegiatan
Utama
Responden
.......................................................................
20
3.5.
Status
dalam
Pekerjaan
Utama
Responden
....................................................
21
3.6.
Tingkat
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan
Responden
......................
22
IV.
INDEKS
PERILAKU
ANTI
KORUPSI ........................................................... 25
4.1.
IPAK
Menurut
Jenis
Kelamin
..................................................................................
26
4.2.
IPAK
Menurut
Umur
..................................................................................................
27
4.3.
IPAK
Menurut
Pendidikan
.......................................................................................
28
4.5.
IPAK
Menurut
Hubungan
Kepala
Rumah
Tangga
.........................................
29
4.6.
IPAK
Menurut
Tingkat
Pengeluaran
Rumah
Tangga
...................................
30
4.7.
IPAK
Menurut
Urban
-‐
Rural
..................................................................................
31
4.8.
IPAK
Menurut
Zona
Waktu
.....................................................................................
32
V.
INDIKATOR
TUNGGAL
SPAK
2013 ............................................................ 33
5.1.
Pendapat
terhadap
Kebiasaan
di
Masyarakat
................................................
33
5.1.1.
Perilaku
di
Tingkat
Keluarga
.....................................................................
33
5.1.2.
Perilaku
di
Tingkat
Komunitas
..................................................................
40
5.1.3.
Perilaku
di
Tingkat
Publik
...........................................................................
46
5.2.
Pengalaman
Berhubungan
dengan
Layanan
Publik
....................................
64
5.2.1.
Akses
terhadap
Pelayanan
Publik
............................................................
65
5.2.2.
Pengetahuan
Masyarakat
akan
Prosedur
dan
Biaya
yang
Berlaku
................................................................................................................
68
5.2.3.
Pengalaman
Membayar
Melebihi
Ketentuan
......................................
69
5.2.4.
Waktu
Pembayaran
yang
Melebihi
Ketentuan
...................................
72
5.2.5.
Bentuk
Pembayaran
yang
Melebihi
Ketentuan
..................................
73
5.2.6.
Penyebab
Pembayaran
Melebihi
Ketentuan
.......................................
74
5.2.7.
Pola
Tanggapan
Ketika
Diminta
Membayar
Melebihi
Ketentuan
...........................................................................................................
75
5.2.8.
Alasan
Pembayaran
Melebihi
Ketentuan
..............................................
76
5.2.9.
Pelaporan
Kejadian
........................................................................................
77
5.3.
Pengalaman
Mendapatkan
Tawaran/Permintaan
Tertentu
....................
78
x INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
11. DAFTAR ISI
5.4.
Pengetahuan/Pemahaman
tentang
Perilaku
Korupsi
................................
81
5.5.
Media
Sosialisasi
Pengetahuan
Anti
Korupsi
..................................................
85
VI.
REKOMENDASI ........................................................................................ 89
LAMPIRAN .................................................................................................... 93
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xi
13. DAFTAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR
TABEL
Tabel
2.1.
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
dalam
Paket
Sampel
Blok
Sensus
...........................................................................................................
6
Tabel
2.1.
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
2012
-‐
2016
...................................
7
Tabel
3.1.
Persentase
Response
Rate
dan
Non
Response
Rate
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK)
2013
........................................................
16
Tabel
3.2.
Persentase
Responden
Menurut
Hubungan
dengan
Kepala
Rumah
Tangga
dan
Jenis
Kelamin,
2013
..............................................
17
Tabel
3.3.
Persentase
Responden
Menurut
Status
Perkawinan
dan
Jenis
Kelamin
Tahun
2013
.........................................................................
18
Tabel
3.4.
Persentase
Responden
Menurut
Tingkat
Pendidikan
yang
Ditamatkan
dan
Jenis
Kelamin,
2013
....................................................
20
Tabel
3.5.
Persentase
Responden
Menurut
Kegiatan
Utama
dan
Jenis
Kelamin,
2013
..................................................................................................
21
Tabel
3.6.
Persentase
Responden
Menurut
Status
Pekerjaan
Utama
dan
Jenis
Kelamin,
2013
..............................................................................
22
Tabel
5.1.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Sikap
Istri
yang
Menerima
Uang
Pemberian
Suami
di
Luar
Penghasilan
Suami
Tanpa
Mempertanyakan
Asal
Usul
Uang
Tersebut
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
........................
35
Tabel
5.2.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Pegawai
Negeri
yang
Bepergian
Bersama
Keluarga
dengan
Menggunakan
Kendaraan
Dinas
untuk
Keperluan
Pribadi
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
........................................................
36
Tabel
5.3.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Orang
Tua
yang
Mengajak
Anaknya
dalam
Kampanye
Pemilu/Pilkada
Demi
Mendapatkan
Uang
Saku
yang
Lebih
Banyak
Menurut
Wilayah
Domisili,
2012-‐2013
........
38
Tabel
5.4.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Mengetahui
Saudaranya
Mengambil
Uang
Orang
Tuanya
Tetapi
Tidak
Melaporkannya
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
......................................................................................
39
Tabel
5.5.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Tokoh
Informal
Ketika
Suatu
Keluarga
Melaksanakan
Hajatan
(Pernikahan,
Khitanan,
Kematian)
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
....................................................................
42
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xiii
14. DAFTAR TABEL
Tabel
5.6.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Memberi
Uang/Barang
Kepada
Tokoh
Formal
Ketika
Suatu
Keluarga
Melaksanakan
Hajatan
(Pernikahan,
Khitanan,
Kematian)
Menurut
Domisili
Wilayah.
2012-‐
2013
......................................................................................................................
43
Tabel
5.7.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Tokoh
Informal
Ketika
Menjelang
Hari
Raya
Keagamaan
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
................................................
44
Tabel
5.8.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Memberi
Uang/Barang
kepada
Tokoh
Formal
Ketika
Menjelang
Hari
Raya
Keagamaan
Menurut
Domisili
Wilayah.
2012-‐2013
......................................................................................
46
Tabel
5.9.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Menjamin
Keluarga/Saudara/Teman
agar
Diterima
Menjadi
Pegawai
Negeri/Swasta
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
................
48
Tabel
5.10.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
dalam
Proses
Penerimaan
Menjadi
Pegawai
Negeri/Swasta
Menurut
Domisili
Wilayah.
2012-‐2013
................................................
50
Tabel
5.11.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang
Lebih
kepada
Petugas
untuk
Mempercepat
Urusan
Administrasi
(KTP
Dan
KK)
Menurut
Domisili
Wilayah.
2012-‐2013
..............................
51
Tabel
5.12.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang
Lebih
kepada
Polisi
untuk
Mempercepat
Pengurusan
SIM
dan
STNK
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
................................................
52
Tabel
5.13.
Perkembangan
Persentasae
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang
Damai
kepada
Polisi
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
....................................
54
Tabel
5.14.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Petugas
KUA
yang
Meminta
Uang
Tambahan
untuk
Transpor
ke
Tempat
Acara
Akad
Nikah
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
...................................................................
55
Tabel
5.15.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
Guru
yang
Mendapatkan
Jaminan
(Jatah)
agar
Anaknya
Diterima
di
Sekolah
Tempatnya
Mengajar
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
...................................
57
xiv INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
15. DAFTAR TABEL
Tabel
5.16.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
tentang
Perilaku
Seseorang
Guru
yang
Meminta
Uang/Barang
dari
Orang
Tua
Murid
Ketika
Kenaikan
Kelas/Penerimaan
Rapor
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
........................................................
58
Tabel
5.17.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Pihak
Sekolah
agar
Anaknya
Diterima
di
Sekolah
Tersebut
Menurut
Jenis
Kelamin.
2012-‐2013
........................................................
59
Tabel
5.18.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
Pegawai
yang
Melakukan
Pekerjaan/Usaha
Sampingan
di
Luar
Tugasnya
pada
Saat
Jam
Kerja
Menurut
Domisili
Wilayah.
2012-‐2013
...........................
60
Tabel
5.19.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Membagikan
Uang/Barang
kepada
Calon
Pemilih
pada
Pelaksanaan
Pilkades/Pilkada/Pemilu
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
................................................
62
Tabel
5.20.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Mengharapkan
Uang/Barang
pada
Pelaksanaan
Pilkades/Pilkada/Pemilu
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012-‐2013
......................................................................................
63
Tabel
5.21.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
dengan
Petugas
Layanan
Publik
Selama
Setahun
Terakhir,
2012-‐
2013
......................................................................................................................
66
Tabel
5.22.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Mengetahui
Prosedur
dan
Biaya
Resmi
yang
Berlaku
..................................................................
69
Tabel
5.23.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
menurut
Pernah
atau
Tidaknya
Membayar
Melebihi
Ketentuan
............................................
70
Tabel
5.24.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Tidak
Pernah
Membayar
Melebihi
Ketentuan
menurut
Alasan,
2012-‐
2013
......................................................................................................................
71
Tabel
5.25.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Pernah
Membayar
Melebihi
Ketentuan
menurut
Waktu
Pembayaran
.........................
72
Tabel
5.26.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Pernah
Membayar
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xv
16. DAFTAR TABEL
Melebihi
Ketentuan
menurut
Bentuk
Pengeluaran
yang
Dilakukan,
2012-‐2013
..................................................................................
73
Tabel
5.27.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Pernah
Membayar
Melebihi
Ketentuan
menurut
Cara
Mengetahui
Bahwa
Harus
Membayar
Lebih
................................................................................
74
Tabel
5.28.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Pernah
Diminta
oleh
Petugas/Pihak
Ketiga
menurut
Tanggapan
Ketika
Dimintai
Tidak
Sesuai
Ketentuan
................................................................................
76
Tabel
5.29.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik
dan
Pernah
Membayar
Melebihi
Ketentuan
menurut
Tujuan,
2012-‐2013
...........................
77
Tabel
5.30.
Persentase
Masyarakat
yang
Membayar
Melebihi
Ketentuan
dan
Tidak
Melaporkan,
2012-‐2013
.................................
78
Tabel
5.31.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Mendapatkan
Tawaran
Tertentu
Selama
Setahun
Terakhir
....................................
79
Tabel
5.32.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Mendapatkan
Tawaran
Tertentu
Selama
Setahun
Terakhir
menurut
Tanggapannya,
2012-‐2013
.........................................................................
80
Tabel
5.33.
Persentase
Masyarakat
yang
Memberikan
Pendapat
tentang
Beberapa
Perilaku
Tertentu
di
Masyarakat
sebagai
Perilaku
Korupsi
.............................................................................................
82
Tabel
5.34.
Persentase
Masyarakat
yang
Memberikan
Pendapat
tentang
Beberapa
Perilaku
Tertentu
di
Masyarakat
sebagai
Tidak
Tahu
dan
Bukan
Perilaku
Korupsi
.............................................
83
Tabel
5.35.
Persentase
Masyarakat
yang
Memberikan
Pendapat
tentang
Beberapa
Perilaku
Tertentu
di
Masyarakat
sebagai
Perilaku
Korupsi
menurut
Domisili
Wilayah,
2012–2013
..........
84
xvi INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
17. DAFTAR
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xvii
DAFTAR
GAMBAR
Gambar
3.1.
Persentase
Non-‐Respon
SPAK
2013
Menurut
Alasannya
........
15
Gambar
3.2.
Persentase
Responden
menurut
Kelompok
Umur
(Tahun),
2013
..............................................................................................
19
Gambar
3.3.
Persentase
Responden
menurut
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan,
2013
..............................................................................
23
Gambar
4.1.
Perkembangan
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
Indonesia,
2012–2013
.............................................................................
26
Gambar
4.2.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Jenis
Kelamin.
2012–2013
....................................................................................................
27
Gambar
4.3.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Umur
(Tahun),
2012-‐2013
.....................................................................................................
28
Gambar
4.4.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Pendidikan
Tertinggi,
2012-‐2013
...............................................................................
29
Gambar
4.5.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Hubungan
dengan
Kepala
Rumah
Tangga,
2012–2013
...................................
29
Gambar
4.6.
IPAK
Indonesia
Menurut
Tingkat
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan
(dalam
jutaan
rupiah),
2013
..............................
30
Gambar
4.7.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012–2013
.................................................................................
31
Gambar
4.8.
IPAK
Indonesia
Menurut
Zona
Waktu,
2013
.................................
32
Gambar
5.1.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Sikap
Istri
yang
Menerima
Uang
Pemberian
Suami
di
Luar
Penghasilan
Suami
Tanpa
Mempertanyakan
Asal
Usul
Uang
Tersebut,
2012-‐2013
..........
34
Gambar
5.2.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Pegawai
Negeri
yang
Bepergian
Bersama
Keluarga
dengan
Menggunakan
Kendaraan
Dinas
untuk
Keperluan
Pribadi.
2012–2013
............................................................
36
Gambar
5.3.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Orang
Tua
yang
Mengajak
Anaknya
dalam
Kampanye
Pemilu/Pilkada
Demi
Mendapatkan
Uang
Saku
yang
Lebih
Banyak,
2012–2013
...................................
37
18. DAFTAR GAMBAR
Gambar
5.4.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Mengetahui
Saudaranya
Mengambil
Uang
Orang
Tuanya
tetapi
Tidak
Melaporkannya,
2012–2013
.................................................................
38
Gambar
5.5.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/
Barang
kepada
Tokoh
Informal
Ketika
Suatu
Keluarga
Melaksanakan
Hajatan
(Pernikahan,
Khitanan,
Kematian)
2012–2013
.............................................................................
41
Gambar
5.6.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Tokoh
Formal
Ketika
Suatu
Keluarga
Melaksanakan
Hajatan
(Pernikahan,
Khitanan,
Kematian),
2012–2013
............................................................................
42
Gambar
5.7.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Tokoh
Informal
Ketika
Menjelang
Hari
Raya
Keagamaan,
2012–2013
....................................................................................................
44
Gambar
5.8.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Tokoh
Formal
Ketika
Menjelang
Hari
Raya
Keagamaan,
2012–2013
..........................................................................
45
Gambar
5.9.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Menjamin
Keluarga/Saudara/Teman
agar
Diterima
Menjadi
Pegawai
Negeri/Swasta,
2012–2013
................................................
47
Gambar
5.10.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
dalam
Proses
Penerimaan
Menjadi
Pegawai
Negeri/Swasta,
2012–2013
....................................................................................................
49
Gambar
5.11.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang
Lebih
kepada
Petugas
untuk
Mempercepat
Urusan
Administrasi
(KTP
dan
KK),
2012–2013
.................................................................................
50
Gambar
5.12.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang
Lebih
Kepada
Polisi
Untuk
Mempercepat
Pengurusan
SIM
dan
STNK,
2012–2013
....................................................................................................
52
xviii INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
19. DAFTAR GAMBAR
Gambar
5.13.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang
Damai
kepada
Polisi,
2012-‐2013
.......................................................................................
53
Gambar
5.14.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Petugas
KUA
yang
Meminta
Uang
Tambahan
untuk
Transpor
ke
Tempat
Acara
Akad
Nikah,
2012–
2013
.................................................................................................................
55
Gambar
5.15.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
Guru
yang
Mendapatkan
Jaminan
(Jatah)
agar
Anaknya
Diterima
di
Sekolah
Tempatnya
Mengajar,
2012–2013
..............................................................................
56
Gambar
5.16.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
tentang
Perilaku
Seseorang
Guru
yang
Meminta
Uang/Barang
dari
Orang
Tua
Murid
Ketika
Kenaikan
Kelas/
Penerimaan
Rapor,
2012–2013
....................................................................................................
57
Gambar
5.17.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
yang
Memberi
Uang/Barang
kepada
Pihak
Sekolah
agar
Anaknya
Diterima
di
Sekolah
Tersebut,
2012–2013
...............................................................................
59
Gambar
5.18.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Seseorang
Pegawai
yang
Melakukan
Pekerjaan/Usaha
Sampingan
di
Luar
Tugasnya
Pada
Saat
Jam
Kerja,
2012–2013
....................................................................
60
Gambar
5.19.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Membagikan
Uang/Barang
kepada
Calon
Pemilih
pada
Pelaksanaan
Pilkades/Pilkada/Pemilu,
2012–2013
............................................
61
Gambar
5.20.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Mengharapkan
Uang/Barang
pada
Pelaksanaan
Pilkades/Pilkada/Pemilu,
2012–2013
..................
63
Gambar
5.21.
Persentase
Masyarakat
yang
Pernah
Berhubungan
Sendiri
dengan
Petugas
Layanan
Publik,
2012-‐2013
...............
67
Gambar
5.22.
Diagram
Alur
Pertanyaan
Pengalaman
Berhubungan
dengan
Layanan
Publik
...........................................................................
68
Gambar
5.23.
Persentase
Frekuensi
Masyarakat
Memperoleh
Pengetahuan
Anti
Korupsi
Selama
Setahun
Terakhir
Menurut
Sumber,
2012–2013
..............................................................
85
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xix
20. DAFTAR GAMBAR
Gambar
5.24.
Persentase
Sumber
Media
yang
Menurut
Masyarakat
Paling
Efektif
dalam
Memberikan
Pengetahuan
Anti
Korupsi,
2012–2013
.................................................................................
86
Gambar
5.25.
Persentase
Frekuensi
Masyarakat
Memperoleh
Pengetahuan
Anti
Korupsi
Selama
Setahun
Terakhir
Menurut
Jenis
Media,
2012–2013
.......................................................
87
Gambar
5.26.
Persentase
Jenis
Media
yang
Menurut
Masyarakat
Paling
Efektif
dalam
Memberikan
Pengetahuan
Anti
Korupsi,
2012–2013
....................................................................................................
88
xx INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
21. DAFTAR
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xxi
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran
1
:
Kuesioner
SPAK13.K
...................................................................................
93
Lampiran
2
:
Foto-‐Foto
Workshop
Instruktur
Nasional
.........................................
99
Lampiran
4
:
Foto-‐Foto
Pencacahan
.............................................................................
102
23. DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR
SINGKATAN
— SPAK
:
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
— IPAK
:
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
— PBAK
:
Pendidikan
dan
Budaya
Anti
Korupsi
— Stranas
PPK
:
Strategi
Nasional
Pencegahan
dan
Pemberantasan
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 xxiii
Korupsi
— EFA
:
Explanatory
Factor
Analysis
— PCA
:
Principal
Component
Analysis
— KRT
:
Kepala
Rumah
Tangga
— ART
:
Anggota
Rumah
Tangga
— RT
:
Rukun
Tetangga
— RW
:
Rukun
Warga
— KK
:
Kartu
Keluarga
— KTP
:
Kartu
Tanda
Pengenal
— KUA
:
Kantor
Urusan
Agama
— Pilkades
:
Pemilihan
Kepala
Desa
— Pilkada
:
Pemilihan
Kepala
Daerah
— Pemilu
:
Pemilihan
Umum
DAFTAR
SINGKATAN
25. I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
I.
PENDAHULUAN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 1
1.1.
Latar
Belakang
Korupsi
merupakan
masalah
semua
negara
di
dunia,
terutama
terkait
korupsi
di
lembaga
eksekutif,
legislatif,
dan
lembaga
publik
lainnya.
Indonesia
merupakan
salah
satu
negara
yang
juga
sedang
mengalami
masalah
terkait
perilaku
korupsi
yang
cenderung
terjadi
di
berbagai
lapisan
masyarakat.
Korupsi
di
kalangan
pemerintahan
telah
tumbuh
secara
vertikal
dan
horisontal
ke
daerah-‐daerah.
Korupsi
di
Indonesia
sudah
semakin
meluas,
tidak
hanya
terjadi
di
kalangan
penyelenggara
pemerintahan,
pejabat
publik,
wakil
rakyat
saja
tetapi
sudah
menyebar
ke
masyarakat
bawah.
Salah
satu
akar
penyebab
berkembangnya
praktik
korupsi
diduga
berasal
dari
rendahnya
integritas
para
pelakunya
dan
masih
kentalnya
budaya
permisif
terhadap
tindakan
korupsi.
Dalam
rangka
mempercepat
upaya
pencegahan
dan
pemberantasan
korupsi
pemerintah
telah
mengeluarkan
Peraturan
Presiden
Republik
Indonesia
Nomor
55
tahun
2012
tentang
Strategi
Nasional
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Korupsi
(Stranas
PPK)
jangka
panjang
tahun
2012-‐2025
dan
jangka
menengah
tahun
2012-‐2014.
Presiden
RI
menugaskan
BPS
secara
eksplisit
untuk
mengukur
indikator
pada
strategi
5
yaitu
meningkatkan
upaya
pendidikan
dan
budaya
anti
korupsi.
Strategi
ini
diukur
dengan
melaksanakan
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi.
Strategi
kelima
ini
dianggap
penting
karena
salah
satu
akar
penyebab
berkembangnya
praktik
korupsi
patut
diduga
berasal
dari
rendahnya
integritas
para
pelakunya
dan
masih
kentalnya
budaya
permisif
terhadap
tindakan
korupsi.
Untuk
mendukung
strategi
tersebut
diperlukan
sebuah
survei
yang
dapat
memberikan
gambaran
tentang
pendapat-‐pendapat
yang
berkembang
di
masyarakat
terkait
dengan
korupsi.
Hasil
survei
diharapkan
dapat
memberikan
peta
bagi
penyusunan
program-‐program
yang
dapat
meningkatkan
imunitas
masyarakat
terhadap
praktek-‐praktek
koruptif,
dan
peran
aktif
mereka
dalam
mendukung
tercapainya
kondisi
tersebut.
26. I. PENDAHULUAN
Dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan
tersebut,
Badan
Pusat
Statistik
menyelenggarakan
kegiatan
dalam
bentuk
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK)
2013
yang
merupakan
kelanjutan
dari
survei
yang
sama
pada
tahun
2012.
1.2.
Maksud
dan
Tujuan
Penyusunan
publikasi
ini
secara
umum
dimaksudkan
untuk
memperoleh
gambaran
secara
lengkap
mengenai
situasi
dan
kondisi
perilaku
anti
korupsi
masyarakat
terkini
dilihat
dari
pendapat,
pengetahuan,
perilaku,
dan
pengalaman
individu
terkait
perilaku
anti
korupsi
di
Indonesia.
Secara
khusus,
penyusunan
publikasi
ini
juga
ditujukan
untuk
memperoleh
gambaran
secara
lengkap
mengenai
sejauhmana
budaya
2 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
zero
tolerance
terhadap
perilaku
korupsi
terinternalisasi
dalam
setiap
individu
khususnya
terkait
dengan
strategi
kelima
STRANAS
PPK
yakni
pendidikan
dan
budaya
anti
korupsi.
1.3.
Ruang
Lingkup
Kegiatan
SPAK
2013
ini
dilaksanakan
di
seluruh
wilayah
Indonesia
yang
tersebar
di
170
Kabupaten/Kota
(49
kota
dan
121
kabupaten)
dan
di
33
provinsi.
Jumlah
sampel
seluruhnya
sebanyak
10.000
rumah
tangga.
Analisis
dan
kajian
mengenai
perilaku
anti
korupsi
penduduk
Indonesia
dalam
publikasi
ini
secara
keseluruhan
hanya
dilakukan
untuk
level
nasional.
1.4.
Sistematika
Penulisan
Publikasi
ini
disajikan
dalam
empat
bagian
(bab)
yang
disusun
secara
sistematis.
Bab
1
(Pendahuluan)
berisi
penjelasan
rinci
tentang
latar
belakang,
maksud
dan
tujuan,
ruang
lingkup
dan
sistematika
penulisan.
Bab
2
(Metodologi)
menjelaskan
tentang
metodologi
termasuk
metodologi
sampling
dan
konsep/definisi
yang
digunakan
dalam
penyusunan
publikasi
ini.
Bagian
berikutnya
atau
Bab
3
menyajikan
profil
responden
berdasarkan
berbagai
struktur
mulai
dari
pendidikan,
pekerjaan,
dan
pengeluaran
rumah
tangga.
Kemudian,
Bab
4
menyajikan
hasil
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
2013
dibandingkan
dengan
IPAK
2012.
Bab
5
menyajikan
data
indikator
27. I. PENDAHULUAN
tunggal
mengenai
penilaian
terhadap
perilaku
penduduk
Indonesia
dilihat
dari
tiga
aspek
yakni
kebiasaan
di
tingkat
keluarga,
komunitas,
dan
publik.
Analisis
dilanjutkan
dengan
pembahasan
mengenai
pengalaman
masyarakat
berhubungan
dengan
pelayanan
publik
dilihat
dari
aspek
perilaku
korupsi
dan
anti
korupsi
yang
terjadi.
Kemudian
bagian
berikutnya
menyajikan
pengetahuan
terkait
perilaku
korupsi
dan
anti
korupsi
penduduk
Indonesia.
Bab
6
menyajikan
rekomendasi
terkait
dengan
stranas
PPK
secara
umum
maupun
hasil
SPAK.
Bagian
terakhir
atau
(lampiran)
menyajikan
data-‐data
yang
kuesioner
dan
foto-‐foto
pencacahan.
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 3
29. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
II.
METODOLOGI
DAN
KONSEP
DEFINISI
II.
METODOLOGI
DAN
KONSEP
DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 5
2.1.
Metodologi
Survei
2.1.1.
Kerangka
Sampel
Kerangka
sampel
yang
digunakan
pada
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
2013
terdiri
dari
empat
jenis,
yaitu
:
1. Kerangka
sampel
penarikan
tahap
pertama
adalah
daftar
kabupaten/kota
di
masing-‐masing
provinsi
dilengkapi
jumlah
rumah
tangga
hasil
SP2010
menurut
klasifikasi
perkotaan
dan
pedesaan
2. Kerangka
sampel
penarikan
tahap
kedua
adalah
daftar
blok
sensus
susenas
triwulan
3
2012
di
masing-‐masing
kabupaten/kota
terpilih
3. Kerangka
sampel
penarikan
tahap
ketiga
adalah
daftar
rumah
tangga
hasil
pemutakhiran
di
blok
sensus
terpilih
susenas
triwulan
3
yang
terpilih
SPAK
2012
4. Kerangka
sampel
tahap
keempat
adalah
kepala
rumah
tangga
atau
suami/istrinya
di
setiap
rumah
tangga
terpilih.
2.1.2.
Desain
Sampel
Sampel
blok
sensus
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
2013
adalah
subsampel
dari
blok
sensus
terpilih
Susenas
2012
triwulan
3.
Pengambilan
sampel
adalah
Three
Stages
Two
Phase
Rotation
Sampling,
sebagai
berikut:
1. Pertama,
memilih
sejumlah
kabupaten/kota
dengan
metode
PPS
sistematik
with
replacement
size
jumlah
rumah
tangga
SP2010.
Dengan
metode
ini
kabupaten/kota
terpilih
lebih
dari
1
kali
akan
memiliki
alokasi
sampel
blok
sensus
lebih
banyak.
2. Kedua,
memilih
sejumlah
blok
sensus
dari
blok
sensus
terpilih
Susenas
triwulan
3
2012
di
kabupaten
terpilih
dengan
cara
sistematik.
Sampel
blok
sensus
dibedakan
atas
daerah
urban
(perkotaan)
dan
rural
(pedesaan).
3. Ketiga,
dari
sampel
blok
sensus
Susenas
triwulan
3,
dilakukan
penarikan
sampel
rumah
tangga
berdasarkan
hasil
pemutakhiran
30. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
sebanyak
10
rumah
tangga.
Penarikan
sampel
menggunakan
nilai
angka
random
pertama
(R1)
yang
berbeda
dengan
R1
Susenas.
4. Keempat,
dari
setiap
rumah
tangga
terpilih,
selanjutnya
dipilih
responden
kepala
rumah
tangga
atau
pasangannya
menggunakan
Tabel
Kish
2.1.3.
Cakupan
dan
Jumlah
Sampel
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
2013
dilaksanakan
di
seluruh
Indonesia.
Jumlah
sampel
blok
sensus
adalah
1000
blok
sensus
sehingga
jumlah
sampel
rumah
tangga
adalah
10.000
rumah
tangga.
Sampel
1000
blok
tersebut
adalah
sampel
pada
level
nasional
yang
selanjutnya
didistribusikan
ke
dalam
populasi
blok
sensus
di
kabupaten/kota
terpilih
2.1.4.
Pembentukan
Paket
Sampel
Blok
Sensus
dan
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
Untuk
keperluan
pelaksanaan
Panel
Survei
hingga
tahun
2016,
dilakukan
sampling
rotasi.
Dari
1.000
sampel
blok
sensus
terpilih
SPAK
2012
selanjutnya
dibagi
menjadi
4
paket
sampel,
yaitu:
paket
sampel
1,
paket
sampel
2,
paket
sampel
3,
dan
paket
sampel
4.
Setiap
paket
sampel
berukuran
250
blok
sensus
dan
antar
paket
sampel
tidak
saling
tumpang
tindih.
Pada
setiap
blok
sensus
dipilih
2
kelompok
sampel
rumah
tangga
yang
masing-‐masing
berukuran
10
rumah
tangga.
Antar
kelompok
sampel
rumah
tangga
tidak
saling
tumpang
tindih.
Tabel
2.1.
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
dalam
Paket
Sampel
Blok
Sensus
Paket
Sampel
Blok
Sensus
6 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
1
A
dan
E
2
B
dan
F
3
C
dan
G
4
D
dan
H
Setelah
dilakukan
pembagian
kelompok
sampel
maka
selanjutnya
dilakukan
pengaturan
rotasi
kelompok
sampel
setiap
tahun
pencacahan
sebagai
berikut
:
31. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
Tabel
2.2.
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
2012
-‐
2016
Paket
Sampel
Blok
Sensus
Kelompok
Sampel
Rumah
Tangga
2012
2013
2014
2015
2016
!
dan
푅!
!
dan
푅!
!
dan
푅!
!
dan
푅!
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 7
1
A
E
E
E
E
2
B
B
F
F
F
3
C
C
C
G
G
4
D
D
D
D
H
2.1.5.
Pemilihan
Sampel
Rumah
Tangga
Misalkan
jumlah
rumah
tangga
di
blok
sensus
ke-‐i
dari
hasil
pemutakhiran
adalah
푀!,
maka
interval
untuk
penarikan
sampel
sistematik
adalah
퐼 = !!
!".
Penentuan
sampel
rumah
tangga
ke-‐n
(n=2,3,…,10)
secara
sistematik
menggunakan
rumus:
푅! = 푅! + 푛 − 1 퐼
Sampel
rumah
tangga
yang
pertama
푅!
untuk
setiap
paket
sampel
ditentukan
dengan
rumus:
1. Paket
sampel
1:
퐴푅! = 푅!
! = 푅!
! + 1
atau
푅!
! = 푅!
! − 1
2. Paket
sampel
2:
퐴푅! = 푅!
! = 푅!
! + 1
atau
푅!
! = 푅!
! − 1
3. Paket
sampel
3:
퐴푅! = 푅!
! = 푅!
! + 1
atau
푅!
! = 푅!
! − 1
4. Paket
sampel
4:
퐴푅! = 푅!
! = 푅!
! + 1
atau
푅!
! = 푅!
! − 1
2.1.6.
Penggantian
Sampel
• Penggantian
sampel
blok
sensus
tidak
diperkenankan.
• Penggantian
sampel
rumah
tangga
diperkenankan
asalkan
penggantinya
adalah
rumah
tangga
yang
menghuni
bangunan
sensus
(dwelling)
rumah
tangga
yang
diganti.
32. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
2.1.7.
Teknik
Estimasi
2.1.7.1.
Design
Weight
Design
Weight
merupakan
kebalikan
dari
fraksi
sampling.
Sehingga
fraksi
sampling
untuk
blok
sensus
SPAK
dapat
dijabarkan
sebagai
berikut:
Sampel
kabupaten/kota
: b
p dipilih
secara
PPS
sistematik
dari
populasi
kabupaten/kota
di
suatu
propinsi
sehingga
fraksi
sampling
kabupaten/kota
ke-‐k
adalah:
p pk
b M
p pk
f = =
pk M
Sampel
blok
sensus
:
dipilih
secara
sistematik
dari
sampel
blok
sensus
Susenas
triwulan
3,
sehingga
fraksi
sampling
blok
sensus
ke-‐i
dibedakan
urban/rural
adalah:
hi
f h
= ʹ′
n M
h hi
n
hi M
Jumlah
sampel
ruta
blok
sensus
SPAK
2013
adalah
10,
sehingga
fraksi
sampling
rumah
tangga
ke-‐j
terpilih
dibedakan
urban/rural
adalah:
hj i M M
Overall
sampling
fraction
h
untuk
rumah
tangga
SPAK
2013
ke-‐j
blok
sensus
ke-‐i,
kabupaten
ke-‐p
dibedakan
urban/rural
adalah:
b M
. . 10
hpij pk hi hj i M M
8 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
p
N
k
pk
b M
M
= Σ1
nʹ′
0
1 Σ
h
h
h
Nh
i
hi
M
n
n
M
ʹ′
=
=
hi hi
f m
ʹ′
=
ʹ′
=
10
|
hi
h hi
h
p pk
p
n M
M
f f f f
ʹ′
= = ʹ′
0
|
33. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
M
M
1 0 hi
w p
ʹ′
ij ij x W Xˆ
h
ij ij y W Yˆ
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 9
Sehingga
design
weight
SPAK
2013
per
kabupaten/kota
ke-‐p
menurut
urban/rural
adalah
:
dimana
:
:
weight
rumah
tangga
ke-‐j,
blok
sensus
ke-‐i,
propinsi
ke-‐p
strata
ke-‐h
:
banyaknya
rumah
tangga
propinsi
ke-‐p
:
banyaknya
rumah
tangga
kabupaten/kota
ke-‐k,
propinsi
ke-‐p
:
banyaknya
populasi
rumah
tangga
propinsi
ke-‐p,
strata
ke-‐h
:
banyaknya
rumah
tangga
blok
sensus
ke-‐i,
strata
ke-‐h
:
banyaknya
rumah
tangga
hasil
pemutakhiran
blok
sensus
ke-‐i,
strata
ke-‐h
:
banyaknya
sampel
blok
sensus,
strata
ke-‐h
:
banyaknya
sampel
rumah
tangga
di
setiap
blok
sensus,
strata
ke-‐h
2.1.7.2.
Estimasi
Karakteristik
Misalkan
ij y
dan
ij x
masing-‐masing
merupakan
nilai
karakteristik
Y
dan
X
rumah
tangga
terpilih
ke-‐j
di
blok
sensus
terpilih
ke-‐i
di
suatu
propinsi
di
suatu
strata,
maka
estimasi
total
karakteristik
Y,
X,
dan
rasio
R
serta
varians
rasio
dirumuskan
sebagai
berikut:
a. Estimasi
total
nilai
karakteristik
X
ΣΣ
= =
=
n
i 1
m
j 1
b. Estimasi
total
nilai
karakteristik
Y:
ΣΣ
= =
=
n
i 1
m
j 1
10
h hi
p pk
hpij
hpij
M
n M
b M
f
ʹ′
= =
hpij w
p M
pk M
h0 M
hi M
hi Mʹ′
h nʹ′
h m
34. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
c. Estimasi
rasio
dan
varians
rasio:
W y
= = = = = n
10 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
ΣΣ
= =
ΣΣ
ΣΣ
ΣΣ
= =
= =
i 1
m
j 1
ij
n
i 1
m
j 1
ij
n
i 1
m
j 1
ij ij
n
i 1
m
j 1
ij ij
y
x
W x
Xˆ Yˆ
Rˆ
푣 푅 = !!!
!!
! − !!
!
!!! 푍!
!
!
!!
!!
푍! = 푌! − 푅 . 푋!
푍 = 푌 − 푅 . 푋
Dengan:
푛
:
jumlah
blok
sensus
terpilih
푌!
:
estimasi
total
karakteristik
Y
dalam
blok
sensus
ke-‐i
푋!
:
estimasi
total
karakteristik
X
dalam
blok
sensus
ke-‐i
푓
:
fraksi
penarikan
sampel
blok
sensus
2.2.
Metodologi
Perhitungan
Indeks
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
2013
adalah
indikator
komposit
yang
datanya
diperoleh
dari
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK).
SPAK
2013
mencakup
tiga
fenomena
utama
korupsi
yaitu
penyuapan
(bribery),
pemerasan
(extortion),
dan
nepotisme.
Variabel
penyusun
IPAK
dipilih
dari
sekumpulan
pertanyaan
pada
kuesioner
SPAK
2013
menggunakan
explanatory
factor
analysis
IPAK
disusun
berdasarkan
dua
substansi
utama
yakni
pendapat
tentang
kebiasaan
terkait
akar
dan
perilaku
anti
korupsi
di
masyarakat
serta
pengalaman
praktek
korupsi
terkait
pelayanan
publik
dalam
kurun
waktu
setahun
terakhir.
IPAK
sebagai
sebuah
indeks
komposit
dihitung
menggunakan
beberapa
variabel
interdependensi
yang
signifikan
secara
statistik.
Dibutuhkan
metode
analisis
statistik
yang
mampu
menangani
interdependensi
antar
variabel
dan
sekaligus
memberikan
besaran
bobot
(penimbang)
bagi
setiap
variabel
yang
signifikan
secara
statistik.
Exploratory
Factor
Analysis
merupakan
metode
analisis
statistik
yang
dianggap
paling
cocok
digunakan,
dengan
keterangan
sebagai
berikut
:
— Metode
ekstraksi:
Principal
Component
Analysis
(PCA)
35. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 11
— Model
Fit:
— Kaiser-‐Mayer-‐Olkin
Measure
of
Sampling
Adequacy
≥
0,5
— Eigenvalue
>
1
— Loading
Factor
≥
0,4
— Total
Variance
Explained
≥
60%
Berikut
adalah
tahapan
penghitungan
IPAK
:
• Pemilihan
variabel
analisis
dan
transformasi
data
(proses
recording
data)
• Pemilihan
variabel
penyusun
indeks
didasarkan
pada
hasil
Exploratory
Factor
Analysis
(Principal
Component
Analysis)
• Penghitungan
indeks
komposit
(Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi.
Penghitungan
IPAK
1. Penghitungan
Bobot
Setiap
Variabel
퐵표푏표푡 퐵! =
퐿표푎푑푖푛푔 퐹푎푐푡표푟
푇표푡푎푙 퐿표푎푑푖푛푔 퐹푎푐푡표푟
푑푎푙푎푚 1 푓푎푘푡표푟
×푇표푡푎푙 푉푎푟푖푎푠푖 푑푎푙푎푚 1 푓푎푘푡표푟
2. Penghitungan
Bobot
Terstandarisasi
Setiap
Variabel
퐵표푏표푡 푇푒푟푠푡푎푛푑푎푟푖푠푎푠푖 (푏!) =
퐵!
퐵!
3. Penghitungan
IPAK
IPAK
adalah
rata-‐rata
tertimbang
dari
seluruh
jawaban
pada
variabel
penyusun
indeks
dengan
penimbang
bobot
terstandardisasi
masing-‐
masing.
퐼푃퐴퐾 =
푏!푋!
푏!
bi
:
Bobot
Terstandarisasi;
Xi
:
Variabel
4.
Transformasi
indeks
ke
skala
5
(sesuai
Perpres)
퐼푛푑푒푘푠 (0 − 5) =
(5×퐼푛푑푒푘푠 1 − 4 − 5)
3
36. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
IPAK
memiliki
rentang
nilai
0–5.
Nilai
indeks
semakin
mendekati
5
menunjukkan
bahwa
masyarakat
berperilaku
semakin
anti
korupsi.
Dalam
memaknainya,
nilai
IPAK
bisa
dikelompokkan
ke
dalam
4
kategori,
sebagai
berikut
:
Nilai
IPAK
Makna
Indeks
0
–
1,25
Sangat
Permisif
1,26
–
2,50
Permisif
2,51
–
3,75
Anti
Korupsi
3,76
–
5
Sangat
Anti
Korupsi
2.3.
Konsep
dan
Definisi
Menurut
Wertheim
(1965)
ada
tiga
fenomena
utama
yang
tercakup
dalam
istilah
korupsi
pada
negara-‐negara
Asia
Tenggara
yaitu
— Penyuapan
(bribery),
yakni
apabila
seorang
pegawai
pemerintah
menerima
imbalan
yang
disodorkan
oleh
seorang
dengan
maksud
mempengaruhinya
agar
memberikan
perhatian
istimewa
pada
kepentingan
si
pemberi.
— Pemerasan
(extortion),
yakni
permintaan
pemberian-‐pemberian
atau
hadiah
dalam
pelaksanaan
tugas-‐tugas
publik,
termasuk
pejabat-‐pejabat
yang
menggunakan
dana
publik
yang
mereka
urus
bagi
keuntungan
mereka
sendiri
atau
mereka
yang
bersalah
melakukan
penggelapan
di
atas
harga
yang
harus
dibayar
oleh
publik.
— Nepotisme
(nepotism)
yaitu
pengangkatan
sanak
saudara,
teman-‐
teman
atau
rekan-‐rekan
politik
pada
jabatan-‐jabatan
publik
tanpa
memandang
kemampuan
mereka
atau
konsekuensinya
pada
kesejahteraan
publik.
Akar
Kultural
Korupsi
Menurut
Scott
(dalam
Mas’oed,
2008:
170)
dalam
setiap
masyarakat
terdapat
desakan
untuk
timbulnya
korupsi
disebabkan
karena
faktor
kultural
dan
struktural.
Dalam
masyarakat
seperti
Indonesia,
faktor
kultural
yang
umumnya
mendorong
timbulnya
korupsi,
misalnya
adalah
adanya
nilai
atau
kebiasaan
sebagai
berikut:
12 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
37. II. METODOLOGI DAN KONSEP DEFINISI
— Adanya
tradisi
pemberian
hadiah,
oleh-‐oleh
atau
semacam
itu
kepada
pejabat
pemerintah.
Tindakan
seperti
itu
di
Eropa
atau
Amerika
Utara
bisa
dianggap
korupsi
sebagai
bentuk
pemenuhan
kewajiban
oleh
kawula
kepada
gustinya.
— Ikatan
keluarga
dan
kesetiaan
parokial
di
masyarakat
ketimuran
seperti
Indonesia
masih
dipandang
sangat
penting.
Kewajiban
seseorang
pertama-‐tama
adalah
memperhatikan
saudara
terdekat,
kemudian
trah
atau
sesama
etniknya.
Pada
budaya
semacam
ini
apabila
ada
seseorang
yang
mendatangi
saudaranya
yang
pejabat
untuk
meminta
perlakuan
khusus
sulit
untuk
ditolak.
Penolakan
bisa
diartikan
sebagai
pengingkaran
terhadap
kewajiban
tradisional,
tetapi
menuruti
permintaan
berarti
mengingkari
norma-‐norma
hukum
formal
yang
berlaku.
Sehingga
selalu
terjadi
konflik
nilai,
yaitu
antara
norma
budaya
atau
norma
hukum
formal.
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 13
Hasil
diskusi
dengan
stakeholder
dan
para
ahli,
definisi
perilaku
korupsi
dan
anti
korupsi
dalam
SPAK
2013
:
Perilaku
korupsi
adalah
“Tindakan
meminta
(pemerasan)/
memperoleh/memberi
(penyuapan)
imbalan
uang,
barang,
atau
keistimewaan
(nepotisme)
bagi
layanan
yang
sudah
seharusnya
diberikan
atau
menggunakan
kekuasaan/wewenang
untuk
mencapai
tujuan
yang
tidak
sesuai
dengan
standar
etik/moral
atau
peraturan
perundang-‐undangan
bagi
kepentingan
pribadi
(personal,
keluarga
dekat,
kawan
dekat)”.
Perilaku
anti
korupsi
adalah
“tindakan
menolak/tidak
permisif
terhadap
segala
perilaku
baik
yang
secara
langsung
merupakan
korupsi,
maupun
perilaku
yang
menjadi
akar
atau
kebiasaan
pelanggengan
perilaku
korupsi
di
masyarakat
yang
terjadi
di
keluarga,
komunitas,
maupun
publik”.
39. III.
PROFIL
RESPONDEN
III. PROFIL RESPONDEN
III.
PROFIL
RESPONDEN
Pindah
54%
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 15
3.1.
Response
Rate
Pencacahan
Responden
terpilih
untuk
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
2013
ini
adalah
kepala
rumah
tangga
atau
pasangannya
(suami/isteri).
Penentuan
ini
didasarkan
pada
pertimbangan
bahwa
kepala
rumah
tangga
atau
pasangannya
selain
merupakan
orang
yang
bertanggung-‐jawab
atas
pengelolaan
rumah
tangganya,
juga
merupakan
informan
kunci
yang
paling
mengetahui
keadaan
rumah
tangganya
dan
banyak
berhubungan
dengan
pelayanan
publik.
Gambar
3.1.
Persentase
Non-‐Respon
SPAK
2013
Menurut
Alasannya
Gila/Sakit/
Menolak
6%
Tua/
lainnya
16%
Pergi
16%
Tidak
Ditemukan
8%
Dari
keseluruhan
sampel
yang
berjumlah
sebanyak
10.000
responden,
sebanyak
970
responden
sampai
batas
akhir
waktu
pencacahan
tidak
berhasil
dicacah
dikarenakan
berbagai
hal:
pindah
sebesar
54
persen,
tidak
dapat
ditemukan
sebesar
8
persen,
tidak
bersedia
dicacah
atau
menolak
sebesar
6
persen,
sedang
pergi
selama
periode
pencacahan
sebesar
16
persen),
dan
lainnya
sebesar
16
persen
tidak
dapat
didata
karena
berbagai
hal
seperti
sudah
terlalu
tua,
sakit,
dan
gila.
40. III. PROFIL RESPONDEN
Tingkat
respon
pencacahan
(response
rate)
16 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
SPAK
2013
ini
secara
keseluruhan
mencapai
sebesar
90,3
persen.
Secara
rinci
response
rate
setiap
provinsi
dapat
dilihat
pada
Tabel
3.1.
Tabel
3.1.
Persentase
Response
Rate
dan
Non
Response
Rate
Survei
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK)
2013
Provinsi
Respon
Rate
Non-‐Respon
Rate
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
Aceh
90,00
10,00
100,00
Sumatera
Utara
91,04
8,96
100,00
Sumatera
Barat
90,00
10,00
100,00
Riau
89,00
11,00
100,00
Jambi
93,33
6,67
100,00
Sumatera
Selatan
83,33
16,67
100,00
Bengkulu
85,00
15,00
100,00
Lampung
93,85
6,15
100,00
Kep.
Bangka
Belitung
90,00
10,00
100,00
Kep.
Riau
88,75
11,25
100,00
DKI
Jakarta
89,46
10,54
100,00
Jawa
Barat
88,68
11,32
100,00
Jawa
Tengah
93,24
6,76
100,00
DI
Yogyakarta
87,00
13,00
100,00
Jawa
Timur
92,26
7,74
100,00
Banten
89,36
10,64
100,00
Bali
92,35
7,65
100,00
Nusa
Tenggara
Barat
92,17
7,83
100,00
Nusa
Tenggara
Timur
93,64
6,36
100,00
Kalimantan
Barat
92,50
7,50
100,00
Kalimantan
Tengah
91,67
8,33
100,00
Kalimantan
Selatan
91,67
8,33
100,00
Kalimantan
Timur
88,13
11,88
100,00
Sulawesi
Utara
88,89
11,11
100,00
Sulawesi
Tengah
91,82
8,18
100,00
Sulawesi
Selatan
87,62
12,38
100,00
Sulawesi
Tenggara
95,00
5,00
100,00
Gorontalo
92,50
7,50
100,00
Sulawesi
Barat
90,00
10,00
100,00
Maluku
80,00
20,00
100,00
Maluku
Utara
76,00
24,00
100,00
Papua
Barat
85,00
15,00
100,00
Papua
82,22
17,78
100,00
INDONESIA
90,30
9,70
100,00
41. III. PROFIL RESPONDEN
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 17
3.2.
Profil
Demografis
Responden
Faktor-‐faktor
demografis
adalah
faktor
atau
atribut
yang
melekat
pada
seseorang,
variabel
demografis
yang
dikumpulkan
dalam
survei
ini
terbatas
pada
jenis
kelamin,
umur,
hubungan
dengan
kepala
rumah
tangga,
dan
status
perkawinan.
Faktor
demografis
ini
diduga
berpengaruh
terhadap
sikap,
pandangan
dan
perilaku
seseorang.
Faktor-‐faktor
lainnya
yang
juga
diduga
berpengaruh
adalah
tingkat
pendidikan,
status
dan
lapangan
pekerjaan
dibahas
pada
bagian
berikutnya.
Berdasarkan
Tabel
3.2
terlihat
bahwa
sebagian
besar
responden
yang
diwawancarai
adalah
kepala
rumah
tangga
(KRT).
Pada
2013
responden
berstatus
KRT
sebanyak
58,48
persen
dari
jumlah
responden
secara
keseluruhan,
sedangkan
41,52
persen
responden
lainnya
adalah
pasangan
atau
suami/isteri
dari
KRT.
Tabel
3.2.
Persentase
Responden
Menurut
Hubungan
dengan
Kepala
Rumah
Tangga
dan
Jenis
Kelamin,
2013
Hubungan
dengan
Kepala
Rumah
Tangga
Laki-‐
laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
KRT
99,91
26,26
58,48
Isteri/Suami
0,09
73,74
41,52
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Terdapat
pola
yang
sama
dengan
tahun
sebelumnya
yakni
responden
yang
berjenis
kelamin
laki-‐laki
berstatus
sebagai
kepala
rumah
tangga.
Sebanyak
99,91
persen
responden
yang
berjenis
kelamin
laki-‐laki
memiliki
status
sebagai
kepala
rumah
tangga.
Sedangkan
responden
yang
berjenis
kelamin
laki-‐laki
tetapi
berstatus
sebagai
pasangan
(suami/istri)
hanya
berjumlah
0,09
persen.
Selain
melihat
pola
status
responden
menurut
hubungan
dengan
KRT,
dalam
survei
ini
juga
menanyakan
mengenai
status
perkawinan
responden,
yang
terdapat
empat
kategori
yakni
tidak
kawin,
kawin,
cerai
hidup
dan
cerai
mati.
Tidak
kawin
berarti
responden
tersebut
belum
pernah
kawin.
Sementara
kawin
adalah
seseorang
mempunyai
istri
(bagi
laki-‐laki)
atau
suami
(bagi
perempuan)
pada
saat
pencacahan,
baik
tinggal
bersama
42. III. PROFIL RESPONDEN
maupun
terpisah.
Dalam
hal
ini
yang
dicakup
tidak
saja
mereka
yang
kawin
sah
secara
hukum
(adat,
agama,
negara,
dan
sebagainya),
tetapi
juga
mereka
yang
hidup
bersama
dan
oleh
masyarakat
sekelilingnya
dianggap
sebagai
suami-‐istri.
Cerai
hidup
adalah
seseorang
yang
telah
berpisah
sebagai
suami-‐istri
karena
bercerai
dan
belum
kawin
lagi.
Dalam
hal
ini
termasuk
mereka
yang
mengaku
cerai
walaupun
belum
resmi
secara
hukum.
Sebaliknya
tidak
termasuk
mereka
yang
hanya
hidup
terpisah
tetapi
masih
berstatus
kawin,
misalnya
suami/istri
ditinggalkan
oleh
istri/suami
ke
tempat
lain
karena
sekolah,
bekerja,
mencari
pekerjaan,
atau
untuk
keperluan
lain.
Wanita
yang
mengaku
belum
pernah
kawin
tetapi
pernah
hamil,
dianggap
cerai
hidup.
Selanjutnya
cerai
mati
adalah
seseorang
ditinggal
mati
oleh
suami
atau
istrinya
dan
belum
kawin
lagi.
Komposisi
responden
menurut
status
perkawinan
seperti
yang
disajikan
pada
Tabel
3.3,
menunjukkan
bahwa
mayoritas
dari
keseluruhan
responden
status
perkawinannya
adalah
kawin.
Lebih
dari
tiga
perempat
dari
keseluruhan
responden
atau
sebesar
82,08
persen
berstatus
kawin,
mempunyai
istri
bagi
laki-‐laki
atau
mempunyai
suami
bagi
yang
perempuan.
Responden
yang
memiliki
status
perkawinan
cerai
(mati
dan
hidup)
sebesar
15,65
persen.
Sedangkan
responden
yang
tidak
kawin
sebesar
2,27
persen.
Tabel
3.3.
Persentase
Responden
Menurut
Status
Perkawinan
dan
Jenis
Kelamin
Tahun
2013
Status
Perkawinan
Laki-‐Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
Tidak
Kawin
3,22
1,54
2,27
Kawin
88,74
76,90
82,08
Cerai
Hidup
2,30
3,25
2,84
Cerai
Mati
5,74
18,31
12,81
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Komposisi
responden
menurut
status
perkawinannya
untuk
setiap
jenis
kelamin
memiliki
polanya
serupa
secara
keseluruhan.
Persentase
responden
laki-‐laki
berstatus
kawin
90,31
persen
sementara
responden
perempuan
bersatus
kawin
persentasenya
mencapai
76,90
persen.
Proporsi
18 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
43. III. PROFIL RESPONDEN
responden
laki-‐laki
yang
berstatus
cerai
hidup
berjumlah
paling
sedikit,
yakni
hanya
2,3
persen.
Sementara
itu
proporsi
responden
tidak
kawin
paling
kecil
sebesar
1,54
persen.
Gambar
3.2.
Persentase
Responden
menurut
Kelompok
Umur
(Tahun),
2013
0.46
8.43
24.59
26.30
22.13
11.59
6.49
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
<
20
20-‐29
30-‐39
40-‐49
50-‐59
60-‐69
70
+
Kelompok
Umur
(Tahun)
Struktur
umur
responden
yang
diperlihatkan
pada
Gambar
3.2,
modus
umur
berkisar
antara
40
-‐
49
tahun
dengan
persentase
sebesar
26,30
persen.
Sebagian
besar
responden
merupakan
individu
dalam
usia
produktif
terlihat
dari
gabungan
kelompok
umur
20
-‐
29,
30
–
39
dan
40
–
49
tahun
yang
mencapai
59,32
persen
dari
keseluruhan.
Untuk
kelompok
dengan
jumlah
paling
kecil
adalah
penduduk
dibawah
20
tahun,
yakni
hanya
berjumlah
0,46
persen.
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 19
3.3.
Tingkat
Pendidikan
Responden
Seperti
dijelaskan
dalam
UU
No.
20
Tahun
2003
tentang
Sisdiknas,
pendidikan
nasional
diselenggarakan
pada
jalur
formal,
non
formal
dan
informal.
Pendidikan
formal
adalah
pendidikan
yang
terstruktur
dan
berjenjang
yang
terdiri
atas
pendidikan
dasar,
pendidikan
menengah
dan
pendidikan
tinggi.
Setiap
jenjang
pendidikan
ditetapkan
berdasarkan
tingkat
perkembangan
peserta
didik,
tujuan
yang
akan
dicapai
dan
kemampuan
yang
dikembangkan.
Sejalan
dengan
itu,
tingkat
pendidikan
seseorang
dapat
merefleksikan
tingkat
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kedewasaan
yang
dimilikinya.
44. III. PROFIL RESPONDEN
Dalam
survei
ini
yang
dimaksud
jenjang
pendidikan
tertinggi
yang
pernah
ditamatkan
adalah
jenjang
pendidikan
tertinggi
yang
pernah
ditamatkan
oleh
seseorang
yang
masih
atau
sudah
tidak
bersekolah
lagi.
Terdapat
delapan
kategori
jenjang
pendidikan
mulai
dari
tidak
pernah
sekolah
sampai
tamat
S2
atau
S3.
Tabel
3.4.
Persentase
Responden
Menurut
Tingkat
Pendidikan
yang
Ditamatkan
dan
Jenis
Kelamin,
2013
Tingkat
Pendidikan
yang
Ditamatkan
Laki-‐laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
Tidak
Pernah
Sekolah
7,47
11,48
9,72
Tidak
Tamat
SD/sedarajat
21,97
20,54
21,16
SD/Sederajat
29,77
31,15
30,55
SLTP/Sederajat
13,57
14,74
14,23
SLTA/Sederajat
19,31
16,37
17,66
DI/DII/DIII
1,92
2,02
1,98
S1
5,21
3,44
4,21
S2/S3
0,77
0,26
0,49
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Komposisi
responden
menurut
tingkat
pendidikan
yang
ditamatkan
secara
rinci
disajikan
pada
Tabel
3.4.
Persentase
yang
tertinggi
adalah
tamat
SD/sederajat
(30,55
persen),
berikutnya
berturut-‐turut
adalah
tidak
tamat
SD/sederajat
(21,16
persen),
tamat
SLTA
(17,66
persen),
dan
tamat
SLTP
(14,23
persen).
Sedangan
gabungan
responden
tamatan
Diploma,
S1,
S2/S3
persentasenya
sebesar
6,68
persen.
Struktur
tingkat
pendidikan
responden
pada
masing-‐masing
jenis
kelamin
serupa
dengan
struktur
tingkat
pendidikan
responden
secara
keseluruhan.
Persentase
tertinggi
pada
responden
laki-‐laki
adalah
tamatan
SD
mencapai
29,77
persen,
sementara
responden
perempuan
yang
tamatan
SD
sebesar
31,15
persen.
3.4.
Jenis
Kegiatan
Utama
Responden
Kegiatan
utama
sehari-‐hari
yang
dilakukan
seseorang
akan
membangun
suatu
komunitas
tersendiri
yang
juga
memiliki
pola
interaksi
sosial
tersendiri.
Kondisi
ini
pada
gilirannya
nanti
akan
mempengaruhi
sikap
20 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
45. III. PROFIL RESPONDEN
dan
perilakunya.
Sejalan
dengan
itu,
sikap,
wawasan
dan
perilaku
seseorang
yang
bekerja
akan
berbeda
dengan
orang
yang
mengurus
rumah
tangga
atau
sekolah
(tidak
bekerja).
Survei
menanyakan
apakah
responden
bekerja
atau
berusaha
dalam
seminggu
terakhir.
Konsep
bekerja
atau
berusaha
yang
dipakai
dalam
survei
ini
adalah
kegiatan
ekonomi
yang
dilakukan
seseorang
dengan
maksud
memperoleh
atau
membantu
memperoleh
pendapatan
atau
keuntungan
paling
sedikit
1
(satu)
jam
secara
tidak
terputus
selama
seminggu
yang
lalu.
Kegiatan
bekerja
ini
mencakup,
baik
yang
sedang
bekerja
maupun
yang
punya
pekerjaan
tetapi
dalam
seminggu
yang
lalu
sementara
tidak
bekerja,
misalnya
karena
cuti,
sakit,
dan
sejenisnya.
Tabel
3.5.
Persentase
Responden
Menurut
Kegiatan
Utama
dan
Jenis
Kelamin,
2013
Kegiatan
Utama
Laki-‐Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
Bekerja
89,82
60,88
73,54
Tidak
Bekerja
10,18
39,12
26,46
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Komposisi
responden
menurut
kegiatan
utama
sehari-‐hari
disajikan
pada
Tabel
3.5.
Kegiatan
utama
mayoritas
responden
adalah
bekerja
sebesar
73,54
persen,
sedangkan
responden
yang
tidak
bekerja
pada
saat
dilakukan
pencacahan
mencapai
26,46
persen.
Jika
dilihat
berdasarkan
jenis
kelamin
maka
untuk
responden
yang
berjenis
kelamin
laki-‐laki
yang
tidak
bekerja
ada
sebanyak
10,18
persen.
Berbeda
dengan
responden
perempuan
yang
tidak
bekerja
persentasenya
sebanyak
39,12
persen.
3.5.
Status
dalam
Pekerjaan
Utama
Responden
Status
dalam
pekerjaan
utama
adalah
kedudukan
seseorang
dalam
melakukan
pekerjaan
di
suatu
unit
usaha/kegiatan.
Komposisi
responden
menurut
status
dalam
pekerjaan
utama
dari
Tabel
3.6
terlihat
bahwa
persentase
tertinggi
adalah
berusaha
sendiri
sebesar
30,06
persen.
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 21
46. III. PROFIL RESPONDEN
Kelompok
mayoritas
responden
berikutnya
berturut-‐turut
adalah
mereka
yang
berusaha
dibantu
buruh
tidak
dibayar
(17,89
persen),
mereka
yang
merupakan
karyawan/pegawai
swasta
(16,21
persen),
dan
pekerja
bebas
(14,33
persen).
Sedangkan
untuk
responden
yang
berstatus
sebagai
pegawai
negeri
sipil
mencapai
4,63
persen.
Tabel
3.6.
Persentase
Responden
Menurut
Status
Pekerjaan
Utama
dan
Jenis
Kelamin,
2013
Status
dalam
Pekerjaan
Utama
22 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Laki-‐Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
Berusaha
sendiri
28,79
31,51
30,06
Berusaha
dibantu
buruh
tidak
dibayar
21,82
13,38
17,89
Berusaha
dibantu
buruh
dibayar
6,94
3,88
5,52
Karyawan/pegawai
swasta
19,23
12,73
16,21
Pegawai
Negeri
Sipil/
Pejabat
Pemerintah
4,54
4,73
4,63
TNI/POLRI
1,09
0,02
0,59
Pegawai
BUMD/BUMN
0,33
0,10
0,23
Pekerja
bebas
15,76
12,69
14,33
Pekerja
tidak
dibayar
0,75
20,13
9,77
Lainnya
0,73
0,83
0,78
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Bila
diklasifikasi
menjadi
tiga
kelompok
utama
yaitu:
1)
kelompok
pegawai
negeri
(PNS
dan
TNI/Polri),
2)
kelompok
pekerja/pegawai
swasta,
dan
3)
kelompok
berusaha
(wiraswasta)
maka
data
yang
dihasilkan
menunjukkan
mayoritas
responden
berada
dalam
kelompok
yang
memiliki
pekerjaan
berusaha
(wiraswasta)
mencapai
53,46
persen,
diikuti
kelompok
pekerja
pegawai
swasta
mencapai
41,32
persen
dan
kelompok
pegawai
negeri
(PNS
dan
TNI
Polri)
sebesar
5,22
persen
dari
keseluruhan
responden
yang
bekerja
pada
saat
pencacahan
dilaksanakan.
3.6.
Tingkat
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan
Responden
Pengeluaran
rumah
tangga
secara
umum
dapat
menggambarkan
tingkat
pendapatan.
Pendapatan
seseorang
merupakan
salah
satu
faktor
yang
turut
menentukan
tingkat
kesejahteraan
dalam
kehidupan
seseorang.
Secara
umum,
tingkat
kesejahteraan
memiliki
pengaruh
terhadap
pola
pikir
seseorang.
Dalam
kaitannya
dengan
perilaku
anti
korupsi,
pola
pikir
(mind
47. III. PROFIL RESPONDEN
12.28
1.24
0.16
0.09
3
-‐
5,9
juta
6
-‐
9,9
juta
10
-‐
14,9
juta
>
15
juta
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan
(Rp)
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 23
set)
dapat
membentuk
perilaku
permisif
atau
tidaknya
seseorang
dalam
menyikapi
petty
corruption
(korupsi
sehari-‐hari).
Tingkat
pendapatan
dalam
survei
ini
diukur
dengan
tingkat
pengeluaran.
Rata-‐rata
pengeluaran
rumah
tangga
per
bulan
merupakan
perkiraan
berapa
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
kebutuhan
hidup
seluruh
rumah
tangga
setiap
bulan.
Gambar
3.3.
Persentase
Responden
menurut
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan
,
2013
30.29
55.94
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
<
1
Juta
1
-‐
2,9
juta
Tingkat
pengeluaran
rumah
tangga
(sebulan)
responden
seperti
yang
perlihatkan
pada
Gambar
3.3
memperlihatkan
bahwa
mayoritas
responden
berada
pada
tingkat
pengeluaran
rumah
tangga
sebulan
berkisar
antara
Rp
1
juta
–
Rp
2,9
juta
mencapai
lebih
dari
separuh
(55,94
persen).
Kemudian
diikuti
dengan
responden
yang
memiliki
pengeluaran
rumah
tangga
dibawah
Rp
1
juta
sebesar
30,29
persen.
Sedangkan,
untuk
kelompok
dengan
jumlah
yang
paling
kecil
yakni
pengeluaran
rumah
tangga
diatas
Rp
15
juta
sebulan
hanya
berjumlah
0,09
persen
dari
keseluruhan.
49. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
IV.
INDEKS
PERILAKU
ANTI
KORUPSI
IV.
INDEKS
PERILAKU
ANTI
KORUPSI
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
Indonesia
merupakan
alat
ukur
yang
memiliki
fungsi
untuk
menggambarkan
dinamika
perilaku
masyarakat
apakah
berperilaku
anti
atau
permisif
terhadap
korupsi.
Selain
itu,
juga
untuk
mencerminkan
intensitas
dan
kecenderungan
perilaku
yang
mengambarkan
kondisi
perilaku
masyarakat
secara
umum
(secara
matematis
indeks
masyarakat
adalah
rata-‐rata
dari
indeks
seluruh
individu).
Visi
dari
strategi
nasional
pencegahan
dan
pemberantasan
korupsi
(Stranas
PPK)
yang
kelima,
terwujudnya
masyarakat
dengan
budaya
integritas
dalam
berbagai
lini
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
Strategi
ini
diukur
berdasarkan
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
dari
individu
di
Indonesia.
Semakin
tinggi
angka
indeks
ini,
maka
diyakini
nilai
budaya
anti
korupsi
semakin
terinternalisasi
dan
mewujud
dalam
perilaku
nyata
setiap
individu
untuk
memerangi
tindak
pidana
korupsi.
IPAK
2013
merupakan
kelanjutan
dari
baseline
IPAK
pada
tahun
2012
lalu.
IPAK
dihitung
secara
tahunan
dapat
untuk
menggambarkan
perkembangan
dinamika
perilaku
masyarakat.
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
Indonesia
2013
sebesar
3,63
dalam
skala
0
sampai
5.
Angka
ini
naik
0,08
poin
dibandingkan
IPAK
tahun
2012
(3,55)
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 25
IPAK
Indonesia
2013
sebesar
3,63
dalam
skala
0
sampai
5.
Angka
ini
naik
0,08
poin
dibandingkan
dengan
IPAK
2012
yang
besarnya
3,55.
Meski
demikian,
kenaikan
ini
belum
merubah
posisi
dalam
kategori
indeks,
karena
masih
dalam
kategori
yang
sama
yakni
anti
korupsi.
Kategori
IPAK
dibagi
ke
dalam
empat
kategori
yakni
“sangat
permisif
terhadap
korupsi“
dengan
nilai
indeks
0
sampai
1,25,
kategori
“permisif”
terhadap
korupsi
dengan
nilai
indeks
1,26
sampai
2,50,
kategori
“anti
korupsi”
dengan
nilai
indeks
2,51
sampai
3,75,
dan
kategori
”sangat
anti
korupsi”
dengan
nilai
indeks
3,76
sampai
5,00.
50. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Gambar
4.1.
Perkembangan
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(IPAK)
Indonesia,
2012–2013
Makna
nilai
IPAK
adalah
semakin
mendekati
angka
lima
menunjukkan
bahwa
masyarakat
berperilaku
semakin
anti
korupsi,
yang
bernilai
bahwa
budaya
zero
tolerance
terhadap
korupsi
semakin
mengikat
dan
mewujud
dalam
perilaku
di
masyarakat.
Dengan
demikian
akan
semakin
berkembang
persamaan
cara
pandang
bahwa
korupsi
sangat
merugikan
masyarakat
dan
setiap
manusia
Indonesia,
diharapkan
akan
muncul
perbaikan-‐perbaikan.
Pendidikan
dan
internalisasi
budaya
anti
korupsi
di
segenap
lapisan
masyarakat
merupakan
salah
satu
cari
untuk
menyamakan
cara
pandang
tersebut.
4.1.
IPAK
Menurut
Jenis
Kelamin
Secara
umum,
IPAK
2013
lebih
tinggi
pada
jenis
kelamin
laki-‐laki
dibanding
perempuan,
meski
perbedaannya
tidak
dapat
dikatakan
signifikan.
Berdasarkan
Gambar
4.2
IPAK
2013
untuk
jenis
kelamin
laki-‐laki
sedikit
lebih
tinggi
sebesar
3,66
dibanding
perempuan
sebesar
3,60.
Hal
ini
juga
terjadi
pada
IPAK
2012
dimana
IPAK
untuk
jenis
kelamin
laki-‐laki
sedikit
lebih
tinggi
dibandingkan
IPAK
untuk
jenis
kelamin
perempuan.
26 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Meski
tidak
berbeda
signifikan,
IPAK
laki-‐laki
relatif
lebih
tinggi
daripada
IPAK
perempuan
51. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Pada
setiap
kelompok
jenis
kelamin
terjadi
perubahan
IPAK
dari
2012
ke
2013.
Dibandingkan
dengan
IPAK
2012
terlihat
pola
yang
sama
antara
IPAK
laki-‐laki
dan
perempuan.
IPAK
untuk
laki-‐laki
maupun
IPAK
untuk
perempuan
masing-‐masing
naik
0,07
poin.
Gambar
4.2.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Jenis
Kelamin.
2012–2013
Lebih
tingginya
angka
IPAK
2013
untuk
laki-‐laki
dibandingkan
dengan
IPAK
untuk
perempuan
dari
hasil
survei
berbanding
lurus
dengan
tingkat
pengetahuan
terkait
dengan
perilaku
korupsi.
Hal
ini
terlihat
dari
lebih
banyak
laki-‐laki
dibandingkan
perempuan
yang
mengetahui/memahami
jenis-‐jenis
perilaku
yang
merupakan
perilaku
korupsi.
Hal
ini
mencerminkan
lebih
rendahnya
pengetahuan/pemahaman
perempuan
terkait
dengan
perilaku
korupsi
yang
berimplikasi
kepada
kecenderungan
semakin
permisifnya
perempuan
daripada
laki-‐laki.
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 27
4.2.
IPAK
Menurut
Umur
IPAK
2013
lebih
tinggi
pada
penduduk
usia
kurang
dari
60
tahun
dibanding
penduduk
usia
60
tahun
ke
atas.
IPAK
penduduk
usia
kurang
dari
40
tahun
sebesar
3,63,
usia
40
sampai
59
tahun
sebesar
3,65,
dan
usia
60
tahun
ke
atas
sebesar
3,55.
Seperti
yang
disajikan
pada
Gambar
4.3
memperlihatkan
pada
setiap
kelompok
umur
terjadi
kenaikan
IPAK
dari
2012
ke
2013.
Pada
kelompok
umur
di
bawah
40
tahun
terjadi
kenaikan
dari
3,57
menjadi
3,63.
Pada
kelompok
umur
40
sampai
60
tahun
terjadi
kenaikan
dari
3,58
menjadi
3,65.
52. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Hal
ini
juga
terjadi
pada
kelompok
umur
di
atas
60
tahun
yang
mengalami
kenaikan
dari
3,45
menjadi
3,55.
Gambar
4.3.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Umur
(Tahun),
2012-‐2013
4.3.
IPAK
Menurut
Pendidikan
Pendidikan
berpengaruh
cukup
kuat
pada
semangat
anti
korupsi.
Dari
Gambar
4.4
terlihat
bahwa
semakin
tinggi
pendidikan
maka
semakin
tinggi
IPAK.
IPAK
2013
untuk
responden
berpendidikan
SLTP
ke
bawah
sebesar
3,55,
SLTA
sebesar
3,82
dan
di
atas
SLTA
sebesar
3,94.
Bila
diliihat,
terjadi
peningkatan
pada
indeks
kategori
SLTP
ke
bawah,
dimana
pada
2013
skornya
naik
dibandingkan
angka
2012.
Sementara
itu,
pada
kategori
SLTA
pada
2012
sebesar
3,78
dan
pada
2013
sebesar
3,82.
Sementara
untuk
kategori
SLTA
ke
atas
pada
2012
sebesar
3,93
dan
pada
2013
sebesar
3,94
Secara
umum
tingkat
pendidikan
seseorang
dapat
merefleksikan
tingkat
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kedewasaan
yang
dimilikinya.
Pendidikan
dan
internalisasi
budaya
anti
korupsi
di
segenap
lapisan
masyarakat
merupakan
salah
satu
cara
untuk
meningkatkan
semangat
anti
korupsi.
28 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
Pendidikan
berpengaruh
cukup
kuat
pada
semangat
anti
korupsi
53. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Gambar
4.4.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Pendidikan
Tertinggi,
2012-‐2013
4.5.
IPAK
Menurut
Hubungan
Kepala
Rumah
Tangga
Secara
umum
tidak
terdapat
perbedaan
yang
signifkan
skor
indeks
bila
dilihat
berdasarkan
hubungan
dengan
kepala
rumah
tangga.
Pada
setiap
kategori
hubungan
dengan
kepala
rumah
tangga
terjadi
kenaikan
IPAK
dari
2012
ke
2013.
Gambar
4.5.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Hubungan
dengan
Kepala
Rumah
Tangga,
2012–2013
Berdasarkan
Gambar
4.5
terlihat
IPAK
2013
untuk
responden
yang
berstatus
KRT
naik
dari
3,56
menjadi
3,62
dan
IPAK
untuk
responden
yang
berstatus
pasangan
(suami/istri)
juga
naik
dari
3,54
menjadi
3,63
pada
2013.
Pola
ini
sejalan
dengan
pola
yang
terjadi
pada
IPAK
komposit.
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 29
54. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
4.6.
IPAK
Menurut
Tingkat
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Apabila
dilihat
berdasarkan
tingkat
pengeluaran
maka
secara
umum
terlihat
bahwa
tingkat
pengeluaran
paling
rendah
memiliki
IPAK
yang
paling
rendah
pula.
Secara
umum
terlihat
tingkat
pengeluaran
rendah
memiliki
IPAK
yang
cenderung
rendah
Gambar
4.6.
IPAK
Indonesia
Menurut
Tingkat
Pengeluaran
Rumah
Tangga
Sebulan
(dalam
jutaan
rupiah),
2013
1
–
2,9
5,0
3,75
2,50
1,25
Seperti
yang
disajikan
pada
Gambar
4.6.
terlihat
pada
2013,
IPAK
untuk
masyarakat
dengan
tingkat
pengeluaran
dibawah
1
juta
perbulan
sebesar
3,53
sementara
IPAK
untuk
masyarakat
dengan
tingkat
pengeluaran
diatass
15
juta
rupiah
sebesar
3,82.
Selanjutnya,
IPAK
2013
untuk
masyarakat
dengan
tingkat
pengeluaran
1
sampai
2,9
juta
perbulan
sebesar
3,64.
IPAK
2013
untuk
masyarakat
dengan
tingkat
pengeluaran
3
sampai
5,9
juta
perbulan
sebesar
3,78,
IPAK
2013
untuk
masyarakat
dengan
tingkat
pengeluaran
6
sampai
9,9
juta
perbulan
sebesar
3,69.
Kemudian,
IPAK
2013
untuk
masyarakat
dengan
tingkat
pengeluaran
10
sampai
14,9
juta
perbulan
sebesar
3,86.
30 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
3
–
5,9
6
–
9,9
10
–
14,9
>
15
0
3,64
<
1
2013
3,53
3,78
3,69
3,86
3,82
55. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Tingkat
kesejahteraan
yang
direfleksikan
dalam
tingkat
pengeluaran
memiliki
pengaruh
terhadap
pola
pikir
seseorang.
Dalam
kaitannya
dengan
perilaku
anti
korupsi,
pola
pikir
(mind
set)
dapat
membentuk
perilaku
permisif
atau
tidaknya
seseorang
terkait
dengan
petty
corruption
(korupsi
IPAK
masyarakat
di
wilayah
perkotaan
sedikit
lebih
tinggi
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 31
sehari-‐hari).
4.7.
IPAK
Menurut
Urban
-‐
Rural
Nilai
IPAK
berdasarkan
wilayah
urban
-‐
rural
memiliki
pola
yang
sama
dengan
IPAK
nasional.
Pada
Gambar
4.7
terlihat
IPAK
2013
untuk
perkotaan
cenderung
lebih
tinggi
sebesar
3,71
dibandingkan
IPAK
perdesaan
sebesar
3,55.
Perbandingan
serupa
juga
telah
nampak
pada
2012,
IPAK
perkotaan
sebesar
3,63
dibanding
perdesaan
sebesar
3,43.
Gambar
4.7.
Perkembangan
IPAK
Indonesia
Menurut
Domisili
Wilayah,
2012–2013
Secara
umum
pada
setiap
kelompok
wilayah,
baik
perkotaan
maupun
perdesaan
terjadi
peningkatan
IPAK
dari
2012
ke
2013..
IPAK
untuk
perkotaan
maupun
IPAK
untuk
perdesaan
masing-‐masing
naik
0,05
poin
dan
0,09
poin.
Lebih
rendahnya
IPAK
perdesaan
dapat
mencerminkan
kurangnya
dampak
internalisasi
budaya
anti
korupsi
disana
ketimbang
di
perkotaan.
Kesenjangan
tersebut
perlu
diantisipasi
sejak
dini
supaya
tidak
menjadi
semakin
lebar.
56. IV. INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI
Sosialisasi
untuk
meningkatkan
pengetahuan
terkait
dengan
perilaku-‐
perilaku
yang
termasuk
dalam
perilaku
korupsi
penting
untuk
dilakukan,
agar
masyarakat
perdesaan
menjadi
lebih
memahami/mengetahui
bahwa
perilaku
yang
sepertinya
sudah
biasa
dilakukan
di
masyarakat
merupakan
perilaku
korupsi
yang
tidak
sepatutnya
dilakukan.
4.8.
IPAK
Menurut
Zona
Waktu
IPAK
merupakan
indeks
dengan
level
estimasi
nasional
sehingga
merinci
nilai
IPAK
berdasarkan
provinsi
memang
tidak
didesain
dari
survei
perilaku
anti
korupsi
(SPAK)
untuk
sekarang
ini.
Namun,
sebagai
upaya
untuk
menjelaskan
IPAK
berbasis
lokasi/wilayah,
maka
dilakukan
penghitungan
IPAK
menurut
zona
waktu
Gambar
4.8.
IPAK
Indonesia
Menurut
Zona
Waktu,
2013
Secara
umum,
IPAK
2013
lebih
tinggi
pada
zona
waktu
Indonesia
Tengah
(WITA)
daripada
zona
waktu
lainnya,
meski
perbedaannya
tidak
dapat
dikatakan
signifikan.
Berdasarkan
Gambar
4.8.
terlihat
IPAK
untuk
zona
waktu
tengah
(WITA)
sebesar
3,76
cenderung
lebih
tinggi
dibandingkan
IPAK
zona
waktu
barat
(WIB)
sebesar
3,60
dan
IPAK
zona
waktu
timur
sebesar
3,71.
32 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
57. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
V.
INDIKATOR
TUNGGAL
SPAK
2013
V.
INDIKATOR
TUNGGAL
SPAK
2013
5.1.
Pendapat
terhadap
Kebiasaan
di
Masyarakat
Pertanyaan
didesain
untuk
mengatahui
bagaimana
pendapat
atau
penilaian
masyarakat
terhadap
beberapa
perilaku/kebiasaan
yang
diduga
merupakan
akar
kultural
berkembangnya
perilaku
korupsi.
Dalam
tatanan
sosial
perilaku/kebiasaan
baik
atau
buruk
dapat
membentuk
sebuah
kultur
dalam
kehidupan
sehari-‐hari.
Dalam
tatanan
inilah
pada
penetapan
variabel
dirancang
dalam
tiga
tingkatan
yakni
keluarga,
komunitas,
dan
publik.
Pendapat
dan
penilaian
merupakan
awal
yang
membentuk
perilaku
individu.
Perilaku
yang
dinilai
adalah
perilaku
sehari-‐hari
yang
merupakan
perilaku
korupsi
(everyday
corruption)
maupun
perilaku
yang
diduga
merupakan
akar
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 33
kebiasaan
perilaku
koruptif.
Dengan
kata
lain,
semakin
permisif
pendapat
masyarakat
terhadap
perilaku
korupsi
dapat
diduga
menggambarkan
perilaku
anti
korupsi
individu
yang
semakin
rendah
dan
sebaliknya.
Bagian
ini
diukur
dari
tiga
aspek
(level)
yaitu
keluarga,
komunitas,
dan
publik.
5.1.1.
Perilaku
di
Tingkat
Keluarga
Keluarga
adalah
level
yang
sangat
penting
dalam
kehidupan
sosial
setiap
individu.
Keluarga
merupakan
agen
sosialisasi
yang
memiliki
peranan
yang
sangat
besar.
Peranan
yang
sangat
besar
itu
didasarkan
sebuah
keyakinan
bahwa
keluarga
mempunyai
fungsi
yang
sangat
penting
didalam
menanamkan
nilai-‐nilai
dalam
proses
sosialisasi.
Sosialisasi
menjadi
penting
dalam
proses
belajar
dimana
anggota
masyarakat
mempelajari
norma-‐norma
dan
nilai-‐nilai
yang
berkembang
dalam
masyarakat.
Berger
mendefinisikan
sosialisasi
sebagai
proses
melalui
mana
seseorang
belajar
menjadi
seorang
anggota
yang
berpartisipasi
dalam
masyarakat
(Sunarto,
2004).
Dalam
pendidikan
dan
budaya
anti
korupsi
posisi
keluarga
dipandang
memiliki
peran
yang
sangat
penting
dalam
mengajarkan
nilai-‐nlai
luhur
yang
merupakan
dasar
perilaku
anti
korupsi.
Hal
ini
sejalan
dengan
sembilan
nilai
integritas
yang
disampaikan
oleh
KPK
(Komisi
Pemberantasan
58. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
Korupsi),
yaitu
jujur,
peduli,
mandiri,
disiplin,
tanggung
jawab,
kerja
keras,
sederhana,
berani
dan
adil.
Nilai-‐nilai
tersebut
diyakini
memiliki
kaitan
erat
dengan
fungsi
dan
peran
keluarga.
Dalam
survei
ini
di
level
keluarga
terdiri
dari
empat
variabel,
yaitu:
1. Pendapat
tentang
sikap
istri
yang
menerima
uang
pemberian
suami
di
luar
penghasilan
suami
tanpa
mempertanyakan
asal
usul
uang
tersebut
2. Pendapat
tentang
pegawai
negeri
yang
bepergian
bersama
keluarga
dengan
menggunakan
kendaraan
dinas
untuk
keperluan
pribadi
3. Pendapat
tentang
perilaku
orang
tua
yang
mengajak
anaknya
dalam
kampanye
Pemilu/Pilkada
demi
mendapatkan
uang
saku
yang
lebih
banyak
4. Pendapat
tentang
seseorang
mengetahui
saudaranya
mengambil
uang
orang
tuanya
tetapi
tidak
melaporkannya
Gambar
5.1.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Sikap
Istri
yang
Menerima
Uang
Pemberian
Suami
di
Luar
Penghasilan
Suami
Tanpa
Mempertanyakan
Asal
Usul
Uang
Tersebut,
2012-‐2013
60
50
40
30
20
10
0
1.20
30.03
Sangat
Wajar
Wajar
Kurang
Wajar
Tidak
Wajar
Hasil
SPAK
2013
seperti
yang
disajikan
pada
Gambar
5.1
menunjukkan
bahwa
masih
terdapat
76,43
persen
masyarakat
menyatakan
bahwa
perilaku
istri
yang
menerima
uang
pemberian
suami
di
luar
34 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
19.56
49.20
1.07
22.50
22.30
54.13
2012
2013
Tiga
dari
empat
responden
menganggap
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
seorang
istri
menerima
uang
yang
diberikan
suami
tanpa
harus
mempertanyakan
asal
usulnya
59. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
penghasilan
suami
tanpa
mempertanyakan
asal
usul
uang
tersebut
merupakan
hal
yang
kurang
wajar
atau
tidak
wajar.
Jika
dibandingkan
dengan
2012
sebesar
68,76
persen
mengalami
peningkatan
sebesar
7,67
persen.
Sedangkan
masyarakat
yang
menyatakan
perilaku
tersebut
merupakan
hal
yang
wajar
atau
sangat
wajar
sebesar
31,24
persen.
Artinya
tiga
dari
empat
masyarakat
menganggap
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
seorang
istri
menerima
uang
yang
diberikan
suami
tanpa
harus
mempertanyakan
asal
usulnya.
Hal
ini
cerminan
perilaku
yang
memiliki
nilai
integritas
untuk
menjadi
anti
korupsi.
Apabila
berdasarkan
jenis
kelamin,
Tabel
5.1
memperlihatkan
pola
yang
sama
dengan
tahun
sebelumnya.
Pada
tahun
2013
sebanyak
73,45
persen
laki-‐laki
menyatakan
bahwa
perilaku
istri
yang
menerima
uang
pemberian
suami
di
luar
penghasilan
suami
tanpa
mempertanyakan
asal
usul
uang
tersebut
adalah
hal
yang
kurang
wajar
atau
tidak
wajar.
Tabel
5.1.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Sikap
Istri
yang
Menerima
Uang
Pemberian
Suami
di
Luar
Penghasilan
Suami
Tanpa
Mempertanyakan
Asal
Usul
Uang
Tersebut
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 35
Pendapat
2012
2013
Laki-‐Laki
Perempuan
Laki-‐Laki
Perempuan
Sangat
Wajar
1,34
1,09
1,17
0,99
Wajar
32,35
28,11
25,39
20,26
Kurang
Wajar
20,12
19,10
23,15
21,64
Tidak
Wajar
46,19
51,69
50,30
57,11
Total
100,00
100,00
100,00
100,00
Sedangkan
perempuan
yang
menyatakan
perilaku
tersebut
adalah
hal
yang
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
lebih
besar
yakni
78,75
persen.
Persentase
perempuan
yang
tidak
permisif
terkait
perilaku
tersebut
lebih
tinggi
daripada
laki-‐laki.
Komposisi
masyarakat
yang
menilai
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
apabila
seorang
pegawai
negeri
bepergian
bersama
keluarga
dengan
menggunakan
kendaraan
dinas
untuk
keperluan
pribadi
mencapai
76,17
persen
atau
naik
3,13
persen
dibandingkan
tahun
2012
(73,04
persen).
Jumlah
ini
lebih
besar
daripada
persentase
masyarakat
yang
menyatakan
60. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
perilaku
tersebut
sebagai
hal
yang
wajar
atau
sangat
wajar
sebesar
23,83
persen.
Hampir
tiga
perempat
masyarakat
tidak
permisif
terkait
perilaku
ini.
Gambar
5.2.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Pegawai
Negeri
yang
Bepergian
Bersama
Keluarga
dengan
Menggunakan
Kendaraan
Dinas
untuk
Keperluan
Pribadi.
2012–2013
60
50
40
30
20
10
0
2.20
25.76
Sangat
Wajar
Wajar
Kurang
Wajar
Tidak
Wajar
Secara
umum
laki-‐laki
lebih
menganggap
perilaku
seorang
pegawai
negeri
yang
bepergian
bersama
keluarga
dengan
menggunakan
kendaraan
dinas
untuk
keperluan
pribadi
sebagai
hal
yang
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
sebesar
78,54
persen
atau
naik
3,85
persen
dari
tahun
2012
sebesar
74,69
persen.
Sementara
perempuan
yang
menilai
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
sebesar
74,31
persen.
Persentase
masyarakat
yang
tidak
permisif
(kurang
wajar
atau
tidak
wajar)
lebih
tinggi
pada
laki-‐laki
daripada
perempuan.
Tabel
5.2.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Pegawai
Negeri
yang
Bepergian
Bersama
Keluarga
dengan
Menggunakan
Kendaraan
Dinas
untuk
Keperluan
Pribadi
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
Pendapat
2012
2013
Laki-‐Laki
Perempuan
Laki-‐Laki
Perempuan
Sangat
Wajar
1,43
1,01
0,38
0,47
Wajar
23,89
27,32
21,08
25,22
Kurang
Wajar
20,47
20,89
21,18
20,00
Tidak
Wajar
54,22
50,78
57,36
54,31
Total
100,00
100,00
100,00
100,00
36 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
20.70
52.34
0.43
23.41
20.52
55.65
2012
2013
61. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
Berdasarkan
Gambar
5.3
terlihat
pada
tahun
2013,
sebesar
82,70
persen
masyarakat
menyatakan
bahwa
perilaku
orang
tua
mengajak
anaknya
dalam
kampanye
Pemilu/Pilkada
demi
mendapatkan
uang
saku
yang
lebih
banyak
merupakan
hal
yang
kurang
wajar
atau
tidak
wajar.
Angka
ini
mengalami
peningkatan
tipis
sebesar
2,48
persen
dibandingkan
dengan
tahun
2012
sebesar
80,22
persen
Sedangkan
masyarakat
yang
menyatakan
perilaku
tersebut
merupakan
hal
yang
wajar
atau
sangat
wajar
sebesar
17,30
persen.
Gambar
5.3.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Orang
Tua
yang
Mengajak
Anaknya
dalam
Kampanye
Pemilu/Pilkada
Demi
Mendapatkan
Uang
Saku
yang
Lebih
Banyak,
2012–2013
70
60
50
40
30
20
10
2.04
18.74
18.37
61.85
0.45
16.85
19.37
63.33
Meski
lebih
dari
tiga
perempat
masyarakat
menganggap
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
perilaku
orang
tua
mengajak
anaknya
dalam
kampanye
Pemilu/Pilkada
demi
mendapatkan
uang
saku
yang
lebih
banyak,
ternyata
masih
ada
masyarakat
yang
menyatakan
sebaliknya.
Hal
ini
merupakan
tantangan
untuk
mendorong
masyarakat
memiliki
nol
toleransi
(zero
tolerance)
terhadap
perilaku
yang
tidak
hanya
jelas
sebagai
perilaku
korupsi
namun
juga
perilaku
yang
dapat
dikategorikan
sebagai
akar
dari
perilaku
korupsi.
Apabila
dilihat
berdasarkan
wilayah,
dari
Tabel
5.3
nampak
pada
2013
persentase
masyarakat
yang
berdomisili
di
wilayah
perkotaan
lebih
tinggi
menyatakan
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
dibanding
masyarakat
di
perdesaan.
Sekitar
84,92
persen
masyarakat
di
perkotaan
mengatakan
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
apabila
ada
orang
tua
yang
mengajak
anaknya
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 37
0
Sangat
Wajar
Wajar
Kurang
Wajar
Tidak
Wajar
2012
2013
62. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
dalam
kampanye
Pemilu/Pilkada
demi
mendapatkan
uang
saku
yang
lebih
banyak
Sedangkan
masyarakat
yang
berdomisili
di
wilayah
pedesaan
yang
menyatakan
perilaku
tersebut
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
sebesar
80,69
persen
Tabel
5.3.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Perilaku
Orang
Tua
yang
Mengajak
Anaknya
dalam
Kampanye
Pemilu/Pilkada
Demi
Mendapatkan
Uang
Saku
yang
Lebih
Banyak
Menurut
Wilayah
Domisili,
2012-‐2013
Pendapat
2012
2013
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan
Perdesaan
Sangat
Wajar
0,72
1,33
0,27
0,62
Wajar
15,47
21,69
14,81
18,69
Kurang
Wajar
17,83
18,85
17,36
21,17
Tidak
Wajar
65,97
58,13
67,56
59,52
Total
100,00
100,00
100,00
100,00
Perilaku
korupsi
secara
umum
dapat
diduga
disebabkan
dari
perilaku
kecil
yang
mencerminkan
ketidakjujuran
mulai
dari
level
yang
paling
awal
yakni
keluarga.
Kejujuran
merupakan
salah
satu
nilai
intergritas
KPK
yang
dianggap
sebagai
salah
satu
cara
untuk
melawan
sikap
permisif
terhadap
perilaku
korupsi.
Gambar
5.4.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Mengetahui
Saudaranya
Mengambil
Uang
Orang
Tuanya
tetapi
Tidak
Melaporkannya,
2012–2013
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2.15
4.74
Sangat
Wajar
Wajar
Kurang
Wajar
Tidak
Wajar
38 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
15.15
79.97
0.07
3.37
14.19
82.37
2012
2013
63. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
Komposisi
masyarakat
yang
menilai
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
tentang
perilaku
seseorang
mengetahui
saudaranya
mengambil
uang
orang
tuanya
dan
tidak
melaporkannya
relatif
besar
mencapai
96,56
persen.
Apabila
dibandingkan
dengan
tahun
2012,
angka
ini
mengalami
peningkatan
tipis
sebesar
1,44
persen.
Sedangkan,
persentase
masyarakat
yang
menilai
wajar
atau
sangat
wajar
relatif
jauh
lebih
kecil
sebesar
3,44
persen
dari
keseluruhan
masyarakat.
Gambaran
yang
serupa
juga
secara
umum
ditemukan
baik
pada
laki-‐
laki
maupun
perempuan,
dimana
mayoritas
responden
cenderung
tidak
permisif.
Seperti
yang
disajikan
pada
Tabel
5.4
terlihat
pada
tahun
2013
perempuan
yang
berpendapat
tentang
perilaku
seseorang
yang
mengetahui
saudaranya
mengambil
uang
orang
tuanya
dan
tidak
melaporkannya
merupakan
hal
yang
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
sebesar
96,66
persen
jauh
lebih
besar
daripada
yang
menyatakan
wajar
atau
sangat
wajar
sebesar
3,34
persen.
Senada
dengan
penjelasan
tersebut,
pada
tahun
2013
laki-‐laki
yang
menyatakan
kurang
wajar
atau
tidak
wajar
sebesar
96,44
persen
atau
naik
1,50
persen
dibandingkan
tahun
2012
sebesar
94,94
persen.
Angka
tersebut
juga
jauh
lebih
besar
daripada
yang
menyatakan
wajar
atau
sangat
wajar
sebesar
3,56
persen.
Tidak
ada
perbedaan
pendapat
yang
signifikan
antara
laki-‐laki
dan
perempuan
terkait
perilaku
tersebut.
Tabel
5.4.
Perkembangan
Persentase
Pendapat
Masyarakat
tentang
Seseorang
yang
Mengetahui
Saudaranya
Mengambil
Uang
Orang
Tuanya
Tetapi
Tidak
Melaporkannya
Menurut
Jenis
Kelamin,
2012-‐2013
INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013 39
Pendapat
2012
2013
Laki-‐Laki
Perempuan
Laki-‐Laki
Perempuan
Sangat
Wajar
0,20
0,11
0,13
0,02
Wajar
4,86
4,63
3,43
3,32
Kurang
Wajar
15,97
14,47
14,31
14,10
Tidak
Wajar
78,97
80,79
82,13
82,56
Total
100,00
100,00
100,00
100,00
64. V. INDIKATOR TUNGGAL SPAK 2013
5.1.2.
Perilaku
di
Tingkat
Komunitas
Dalam
setiap
masyarakat
desakan
untuk
melakukan
perilaku
korupsi
bisa
disebabkan
karena
banyak
faktor,
diantaranya
faktor
kultural
dan
struktural.
Pada
masyarakat
patrimonial
seperti
Indonesia,
faktor
kultural
yang
mendorong
timbulnya
korupsi
bisa
karena
adanya
nilai
atau
kebiasaan,
tradisi
pemberian
hadiah,
oleh-‐oleh
atau
semacam
itu
kepada
tokoh
informal
maupun
tokoh
formal
dalam
sebuah
komunitas.
Budaya
upeti
sebagai
bentuk
pemenuhan
kewajiban
oleh
kawula
kepada
gustinya
sudah
lama
tertanam
sejak
jaman
kerajaan
di
Indonesia.
Dengan
kata
lain,
aliran
kekayaan
(wealth
flow)
40 INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI 2013
yang
berasal
dari
golongan
masyarakat
yang
memiliki
status
sosial
lebih
rendah
kepada
golongan
masyarakat
berstatus
sosial
lebih
tinggi
sudah
terinternalisasi
sejak
lama.
Interclass
wealth
flow
tersebut
meskipun
tidak
dapat
serta
merta
dikategorikan
sebagai
perilaku
korupsi,
namun
diyakini
kuat
merupakan
sebuah
akar
kultural
perilaku
korupsi.
Faktor
kultural
yang
sudah
terjadi
sejak
lama
seperti
itu
diduga
sebagai
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
internalisasi
budaya
yang
cenderung
koruptif.
Pada
level
komunitas
terdiri
dari
empat
variabel
yang
dikaji.,
yaitu:
• Pendapat
tentang
perilaku
seseorang
yang
memberi
uang/barang
kepada
tokoh
informal
(adat/agama/masyarakat)
ketika
suatu
keluarga
melaksanakan
hajatan
(pernikahan,
khitanan,
kematian)
• Pendapat
tentang
perilaku
seseorang
yang
memberi
uang/barang
kepada
tokoh
informal
(adat/agama/masyarakat)
ketika
menjelang
hari
raya
keagamaan.
• Pendapat
tentang
perilaku
seseorang
yang
memberi
uang/barang
kepada
tokoh
formal
(ketua
RT/RW/Kades/Lurah)
ketika
suatu
keluarga
melaksanakan
hajatan
(pernikahan,
khitanan,
kematian)
• Pendapat
tentang
perilaku
seseorang
yang
memberi
uang/barang
kepada
tokoh
formal
(ketua
RT/RW/Kades/Lurah)
ketika
menjelang
hari
raya
keagamaan
Secara
umum,
mayoritas
masyarakat
menyatakan
bahwa
perilaku
seseorang
yang
memberi
uang/barang
kepada
tokoh
informal
(tokoh
adat/
agama/masyarakat)
ketika
suatu
keluarga
melaksanakan
hajatan
(pernikahan,
khitanan,
kematian)
merupakan
hal
yang
wajar/sangat
wajar.