Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Terjadi pertengkaran antara Pak Bagus, penjual kambing dengan Pak Agung, warga setempat karena bau kambing yang mengganggu.
2. Para pelajar melerai namun tidak berhasil, lalu meminta bantuan ketua RT.
3. Ketua RT membawa kedua belah pihak untuk bermusyawarah dan menemukan kesepakatan bahwa Pak Bagus pindah lokasi jualan agar tidak mengganggu w
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Β
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Β
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
2. NAMA KELOMPOK : Sebagai :
1. AULIA SETYO A. (04) Warga
2. BAGUS GILANG R. (06) Penjual kambing
3. M. ALFIRAS A. (22) Ketua RT
4. NITA DEWI M. (24) Pelajar
5. RAMADHANA YOGA P. (30) Pelajar
6. RISA EKA I. (33) Pelajar
Tema : β Musyawarah di lingkungan masyarakat β
Ilustrasi :
Menjelang idhul adha, pengusaha ternak kambing telah siap menjual ternak-
ternaknya di pinggir jalan. Pak Bagus yang merupakan salah seorang pengusaha ternak kambing,
menjual kambing-kambingnya di sekitar pemukiman warga yang kebetulan letaknya berada
dekat dengan rumah salah seorang warga. Ialah keluarga Pak Agung, yang merasa terganggu
dengan penjualan kambing-kambing tersebut, hendak menemui Pak Bagus dengan maksud
menyampaikan semua keluhannya itu.
Karena Pak Bagus tidak terima dengan ucapan Pak Agung, mereka berdua saling
beradu mulut. Tidak lama kemudian, suasana menjadi semakin memanas. Mereka berdua saling
melempar kata-kata kasar satu sama lain. Kebetulan di dekat tempat itu ada beberapa pelajar
yang melintas, yaitu Yoga, Nita, dan Risa. Para pelajar yang mengetahui kejadian tersebut segera
saja melerai Pak Bagus dan Pak Agung. Suasana yang semakin memanas membuat mereka
bertiga merasa kewalahan untuk melerai dua orang dewasa itu. Nita mengambil inisiatif untuk
melaporkan kejadian itu kepada Pak Firas selaku ketua RT, untuk meminta bantuan dalam
menyelesaikan perkara tersebut.
3. Mendengar laporan dari Nita, Pak Firas bergegas menuju tempat penjualan ternak
Pak Bagus dengan tujuan membantu menyelesaikan perkara diantara Pak Bagus dan Pak Agung.
Sesampainya di tempat kejadian, Pak Firas melerai mereka berdua. Untuk mencari jalan keluar
dari permasalahan itu,Pak Firas membawa mereka ke rumahnya untuk membicarakan masalah
tersebut, beberapa orang yang menyaksikan hal tersebut pun juga diikutsertakan untuk menjadi
saksi. Setelah mereka bermusyawarah cukup lama, akhirnya diputuskan bahwa Pak Bagus akan
diberi tempat untuk berjualan, tetapi jauh dari pemukiman warga. Semua warga yang mengikuti
musyawarahpun menyetujuinya. Pak Bagus dan Pak Agung saling meminta maaf atas perlakuan
masing-masing dari mereka pada kejadian tersebut.
Dialog :
Menjelang idhul adha, pengusaha ternak kambing telah siap menjual ternak-
ternaknya di pinggir jalan. Pak Bagus yang merupakan salah seorang pengusaha ternak kambing,
menjual kambing-kambingnya di sekitar pemukiman warga yang kebetulan letaknya berada
dekat dengan rumah salah seorang warga. Ialah keluarga Pak Agung, yang merasa terganggu
dengan penjualan kambing-kambing tersebut, hendak menemui Pak Bagus dengan maksud
menyampaikan semua keluhannya itu.
Pak Agung : β Assalamualaikum, pak.β
Pak Bagus : β Waβalaikumsalam, mau beli kambing, Pak ? Atau ada yang bisa saya
bantu ?β
Pak Agung : β To the point ya Pak. Panjenengan sampun nggada izin kangge kulaan
wedhus ?β
Pak Bagus : β Sampun nggada izin, tapi mboten kula beto.β
Pak Agung : β Apa bisa diambil sekarang pak ?"
Pak Bagus : β Nggak bisa pak, lantas siapa yang menjaga kambing-kambing saya kalau
saya pulang ?β
Pak Agung : β Biar saya yang menjaga.β
Pak Bagus : β Memangnya kenapa Pak ? Ada masalah ?β
4. Pak Agung : β Bukan begitu, maksud saya baunya ini loh pak mengganggu warga. Apa
jualannya tidak bisa sedikit jauh dari pemukiman warga ?β
Pak Bagus : β Tidak bisa Pak, kalau tidak di tempat ini kambingnya nggak ada yang beli
dan kalau di tempat lain, sudah banyak yang menempati.β
Pak Agung : β Kenapa tidak ikut bergabung saja dengan para penjual yang lain ?β
Pak Bagus : β Nanti kambing saya tidak laku.β
Pak Agung : β Pasti laku lah. Kalau tidak laku berarti kambing-kambing Bapak
gelonggongan.β
Pak Bagus : β Loh, Pak. Kalau bicara hati-hati. Saya tidak pernah menjual kambing
dengan cara curang seperti itu.β
Kedua orang itu semakin keras beradu mulut. Muncul kata-kata kasar yang tidak
pantas dituliskan di dialog ini. Mendengar keributan, para pelajar yang kebetulan baru pulang
,langsung mengahampiri keduanya.
Yoga : β Sudah- sudah Pak, cukup. Kenapa bisa bertengkar begini ?β
Risa : β Iya Pak, ini kan di tempat umum, nanti banyak orang yang melihat, apa
bapak-bapak tidak malu ?β
Nita : β Apa tidak bisa diselesaikan dengan cara lain? tidak harus bertengkar
seperti ini kan, Pak ?β
Yoga : β Memang apa masalahnya sampai sampai bapak-bapak bertengkar ?β
Pak Bagus β Gini ya nak, saya jualan kambing di sini sudah dapat izin, tapi Bapak ini
malah menyuruh saya pindah.β
Pak Agung : β Soalnya bau kambingnya mengganggu warga di sini.β
Pak Bagus : β Terus saya mesti jualan dimana lagi ?β
Pak Agung : β Ya itu urusan Bapak, pokoknya kalau di sini meresahkan warga.β
Pak Bagus : β Selain di sini gak ada lagi, di tempat lain nggak laku nantiβ
5. Karena Pak Bagus dan Pak Agung masih terus bertengkar, Yoga menyuruh Nita
untuk memanggil RT setempat , yaitu Pak Firas.
Nita : β Assalamualaikum, Pak .β
Pak Firas : β Waalaikumsalam. Ada apa Nak ? kok tergesa-gesa seperti itu ?β
Nita : β Begini Pak, Pak Bagus menjual kambing di dekat pemukiman warga. Pak
Agung merasa terganggu dengan bau kambing-kambing itu, dan menegur
Pak Bagus. Mereka bertengkar di Pinggir Jalan. Saya dan teman-teman
sudah melerainya tapi tetap tidak bisa.β
Pak Firas : β Ya sudah, mari kita langsung kesana.β
Pak Firas dan Nita Langsung menuju tempat tersebut. Selanjutnya di sana Pak
Agung dan Pak Bagus masih bertengkar.
Pak Firas : β Sudah cukup. Tolong hentikan pertengkaran ini. Bapak-bapak kan sudah
dewasa, masih bertengkar juga . Seharusnya bapak-bapak ini malu !"
Pak Bagus : β Saya tidak terima Pak, masak saya di suruh pindah tempat. Kambing saya
juga dikatain gelonggongan.β
Pak Agung : β Bau kambing anda menyusahkan warga. Anda juga tidak berani pindah,
takut tidak laku?? Berarti gelonggongan !β
Pak Firas : β Sudah-sudah Pak, sekarang kita selesaikan masalah ini di Rumah saya
saja. Yoga, Nita, Risa juga ikut sebagai saksi."
Yoga : β Baik, Pak.β
Mereka pun berjalan ke Rumah Pak RT. Sesampainya di sana , musyawarah di lanjutkan.
Pak Firas : β Sudah cukup. Tolong hentikan pertengkaran ini. Bapak-bapak kan
sudah dewasa, masih bertengkar juga . Seharusnya bapak-bapak ini
malu !"
Pak Bagus : β Saya tidak terima Pak, masak saya di suruh pindah tempat.
Kambing saya juga dikatain gelonggongan.β
6. Pak Agung : β Bau kambing anda menyusahkan warga. Anda juga tidak berani
pindah, takut tidak laku?? Berarti gelonggongan !β
Pak Firas : β Sudah-sudah Pak, sekarang kita selesaikan masalah ini di Rumah
saya saja. Yoga, Nita, Risa juga ikut sebagai saksi."
Yoga : β Baik, Pak.β
Pak Firas : β Baik, sekarang tolong ceritakan ke saya apa masalahnya dengan
jelas. Mulai dari Pak Agung dulu.β
Pak Agung : β Begini Pak, bau kambing yang dijual Pak Bagus itu sangat
menyengat. Mengganggu kenyamanan warga, jadi saya minta Pak
Bagus untuk pindah tempat jualannyaβ
Pak Firas : β Hmmm. Lalu bagaimana dengan Pak Bagus ?β
Pak Bagus : β Maaf sebelumnya Pak, sebelum saya jualan di sini kan sudah
minta izin dulu dari Bapak. Jadi ya saya merasa punya hak untuk
jualan di sini."
Pak Firas : β Oh gitu, terus Pak Agung maunya bagaimana ?β
Pak Agung : β Ya mau saya agar Pak Bagus pindah tempat jualannya. β
pak Firas : β Hmm. Dari perbatasan RT, ada lapangan yang cocok untuk
jualan.β
Pak Bagus : β Tapi bagaimana kalau tidak laku Pak ? Apa di sana ada banyak
orang?β
Pak Firas β Tenang saja , banyak orang di sana. Tempat itu juga sering
dilewati kendaraan kalau perlu kita bisa membuat Papan penunjuk
tempat jual kambing yang baru, agar warga yang mau membeli bisa
datang. Bagaimana Pak ?β
Pak Bagus : β Baik, Pak. Kalau begitu saya setuju.β
Pak Agung : β Saya juga setuju usulan dari Pak Firas.β
Pak Firas : β Berarti masalah ini sudah selesai dan tidak ada pertengkaran lagi.
Alhamdulillah. β
Pak Agung : β Iya Pak. Pak Bagus , saya minta maaf. Dan terima kasih untuk
Pak RT karena bersedia membantu menyelesaikan persoalan ini. β
7. Pak Bagus : β Saya juga minta maaf Pak dan terima kasih juga untuk Pak RTβ
Pak Firas : β Sama-sama. Sudah jangan bertengkar lagi. Hidup damai dan
rukun itu lebih indahβ
Pak Bagus dan
Pak Agung
: β Iya Pak, terimakasih . kami permisi pulang, Assalamualaikum.β
Pak Firas : β Waβalaikumsalam.β
Setelah mereka bermusyawarah cukup lama, akhirnya diputuskan bahwa Pak
Bagus akan diberi tempat untuk berjualan, tetapi jauh dari pemukiman warga. Semua warga yang
mengikuti musyawarahpun menyetujuinya. Pak Bagus dan Pak Agung saling meminta maaf atas
perlakuan masing-masing dari mereka pada kejadian tersebut.
LAGU
Hey kamu, penjual kambing yang tidak tahu sopan santun
Baunya menusuk jantung, membuat nafas ku susahnya minta ampun
Lansung kutanyakan apa kau baik-baik saja ?
Memangnya kamu mau bagaimana ?
Reff :
Yok musyawarah tuk capai mufakat kita bersama eeaa
Yok musyawarah agar sejahtera tepat di hatiku eeaa
Kita masyarakat yang suka berdemokrasi eeaa 3x
Karena demokrasi buat kita saling mengerti eeaa 4x