Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...An Nisbah
Abstract: This study aims to determine the effect of the infation rate, interest rate (BI rate) and the rate of proftability of Islamic banks in Indonesia. The object of the research includes 11 Islamic banks and 24 Islamic business units. Proftability of Islamic banks is the dependent variables, while infation, the BI rate and the exchange rate is an independent variables. The analysis technique used in this study is multiple linear regression. The results showed that the rate of infation and exchange rate variables have a signifcant impact on the proftability of Islamic banks. While the BI rate variable has no signifcant effect.
Keywords: Infation, the BI rate, exchange rate, Islamic Bank
Proftability
Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...An Nisbah
Abstract: This study aims to determine the effect of the infation rate, interest rate (BI rate) and the rate of proftability of Islamic banks in Indonesia. The object of the research includes 11 Islamic banks and 24 Islamic business units. Proftability of Islamic banks is the dependent variables, while infation, the BI rate and the exchange rate is an independent variables. The analysis technique used in this study is multiple linear regression. The results showed that the rate of infation and exchange rate variables have a signifcant impact on the proftability of Islamic banks. While the BI rate variable has no signifcant effect.
Keywords: Infation, the BI rate, exchange rate, Islamic Bank
Proftability
Perbedaan dan persamaan bi dan ojk
Kapan Bank Indonesia didirikan?
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950, struktur perekonomian Indonesia, masih didominasi oleh struktur kolonial. Meskipun saat itu struktur perbankan Indonesia boleh dikatakan merupakan komponen sarana moneter yang tidak banyak berperan dalam operasi perbankan, tetapi kondisi semacam ini menimbulkan keinginan kuat masyarakat untuk memasukkan lebih banyak unsur nasional dalam struktur ekonomi Indonesia.
Perbedaan dan persamaan bi dan ojk
Kapan Bank Indonesia didirikan?
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950, struktur perekonomian Indonesia, masih didominasi oleh struktur kolonial. Meskipun saat itu struktur perbankan Indonesia boleh dikatakan merupakan komponen sarana moneter yang tidak banyak berperan dalam operasi perbankan, tetapi kondisi semacam ini menimbulkan keinginan kuat masyarakat untuk memasukkan lebih banyak unsur nasional dalam struktur ekonomi Indonesia.
ANALISIS PENGARUH PDB, INFLASI, TINGKAT BUNGA, DAN NILAI TUKAR TERHADAP DANA ...Abida Muttaqiena
Jurnal yang ditulis berdasarkan skripsi yang menganalisis pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat Bunga Bank Konvensional, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di Indonesia tahun 2008-2012
PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR DAN SUKU BUNGA BI TERHADAP JAKARTA ISLAMIC INDE...faisalpiliang1
The purpose of this study is to obtain empirical evidence regarding the problem under study, namely "The Effect of Inflation, Exchange Rates, and BI Interest Rates on the Jakarta Islamic Index (JII) Period (2014-2018)". The method used in this study was document recording and then analyzed using multiple linear analysis, the results showed that: Inflation, exchange rates, and interest rates simultaneously and partially affect the Jakarta Islamic Index in 2014 - 2018.
Sistem pembayaran sangat penting dalam mendukung perekonomian suatu negara. Sistem pembayaran ibarat kapiler yang membawa darah keseluruh tubuh. Jika sistem pembayaran tidak baik, sudah pasti perekonomian akan tersendat.
Thesis Journal - ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, ROA, DER DAN CAR TE...Yudy Yunardy
The result of this research shows inflation, exchange rate and Debt to Equity Ratio (DER) variables has a negative and significant influence to stock return, in other hand Return On Asset (ROA) and Capital Adequacy Ratio (CAR)
has a positive and significant influence to stock return on banking industry. This result is expected that inflation, exchange rate, Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER) and Capital Adequacy Ratio (CAR) variable can be made reference, either by company management and also by investors in determining investment strategy.
1. I-1
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank memiliki peran sebagai lembaga intermediasi antara nasabah yang
kelebihan dana (surplus unit) dengan nasabah yang kekurangan dana (defisit unit).
Tentu saja peran bank sebagai lembaga intermediasi ini akan berjalan apabila
kedua unit mempunyai kepercayaan terhadap bank, serta bank juga dapat menjaga
kepercayaan yang diberikan oleh nasabahnya, sehingga tidak berlebihan bahwa
bank dikatakan menjalankan bisnis kepercayaan.
Menurut Darmin Nasution (2010), 80% aset yang dimiliki oleh industri
keuangan di Indonesia masih dimiliki industri perbankan. Dengan demikian
perbankan mempunyai pangsa pasar sebesar 80% dari keseluruhan sistem
keuangan yang ada. Besarnya jumlah ini menunjukan bahwa sektor keuangan
khususnya perbankan memiliki perkembangan yang sangat pesat, namun sejalan
dengan perkembangannya yang pesat tersebut menjadikan perbankan juga
dianggap mempunyai peran besar sebagai faktor pemicu krisis moneter yang
melanda Indonesia (Abdurrohman, 2003).
Gejolak krisis keuangan 2008 sempat memberikan sentimen buruk pada
perekonomian Indonesia. Melemahnya daya beli masyarakat AS Akibat dari krisis
menyebabkan penurunan permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian
ekspor Indonesia pun menurun. Hal ini menyebabkan Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) menduduki posisi defisit (Siti Fatimah, 2014).
Tingginya suku bunga mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor
usaha. Hal ini telah mengakibatkan kredit dari bank turun secara drastis sementara
disisi lain sistem perbankan diwajibkan untuk memberikan imbalan kepada
depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Kondisi tersebut
mengakibatkan fungsi sistem perbankan sebagai lembaga intermediasi dalam
kegiatan investasi berkurang. Selain itu tingginya tingkat suku bunga juga
2. I-2
mengakibatkan fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan dengan optimal. Hal
ini terjadi karena dana perbankan banyak dialihkan pada instrumen moneter
seperti SUN, SBI dan instrumen lainnya daripada ke sektor riil sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Ali (2008), hal ini berbeda sekali
dengan perbankan syariah yang tidak ikut merasakan dampak dari krisis tersebut.
Hal ini disebabkan karena bank syariah tidak dibebani oleh nasabah untuk
membayar bunga simpanannya, melainkan bank syariah hanya membayar bagi
hasil yang jumlahnya sesuai dengan tingkat keuntungan yang diperoleh dalam
sistem pengelolaan bank syariah. Selain itu menurut Tobin (2009), hal ini berlaku
karena garis panduan yang ditetapkan oleh Islam menjadikan pendekatan investasi
yang digunakan lebih beretika dan kurang beresiko dibandingkan dengan bank
konvensional. Skenario ini telah membuka ruang penerimaan yang lebih baik
terhadap keuangan islam umumnya dan perbankan syariah khususnya dan
menjadikan alternatif kepada sistem konvensional (Smolo, 2009).
Perkembangan perbankan syariah dekade ini semakin nyata setelah
disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang
terbit pada tangal 16 juli 2008 yang telah diperbaharui kembali, dengan terbitnya
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/3/PBI/2009 yang memuat tentang
prosedur dan aturan dalam mendirikan kantor cabang. Dengan diberlakukannya
UU itu, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin
memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya
secara lebih cepat, tidak hanya menyangkut produk dan jasa yang ditransaksikan,
melainkan juga nilai transaksinya. Dukungan pemerintah dalam hal ini juga
ditandai dengan adanya Undang-undang No 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Nasional, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Perbankan
Syariah, dan adanya Forum Komunikasi Ekonomi Syariah, Masyarakat Ekonomi
Syariah dan penyelenggaraan berbagai Festival Ekonomi Syariah yang
diselenggarakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Kinerja perbankan syariah di Indonesia relatif baik yang dipacu oleh
populasi Muslim yang besar dan adanya dukungan pemerintah melalui peraturan
perbankan dan peranan ulama, cendekiawan Muslim dan organisasi-organisasi
islam telah menginspirasi tumbuh pesatnya lembaga perbankan syariah (Ismail,
3. I-3
2011). Jumlah perbankan syariah di Indonesia terus mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Peluang pengembangan perbankan syariah semakin besar pasca
penetapan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dengan besarnya kenaikan
jumlah perbankan syariah. Perkembangan jumlah kantor perbankan syariah
selama 7 tahun terakhir dari rentang tahun 2008-2014 dapat dilihat dalam tabel
1.1. Bank Indonesia mencatatkan jumlah peningkatan yang signifikan dimana
pada tahun 2014 Bank Umum Syariah (BUS) berjumlah 12 buah, dengan jumlah
kantor sebanyak 2.151 kantor dibandingkan dengan tahun 2008 dimana hanya
terdapat 5 BUS dengan jumlah kantor sebanyak 581 kantor, sedangkan untuk Unit
Usaha Syariah (UUS) mengalami penurunan dimana pada tahun 2008 terdapat 27
buah UUS dengan jumlah kantor sebanyak 241 kantor dibandingkan dengan tahun
2014 dimana hanya terdapat 22 buah UUS dengan jumlah kantor sebanyak 320
kantor.
Tabel 1.1
Perkembangan Jumlah dan Kantor Perbankan Syariah Nasinoal
Tahun 2008-2014
Indikator Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Bank Umum Syariah
jumlah Bank 5 6 11 11 11 11 12
jumlah Kantor 581 711 1.215 1.401 1.745 1.998 2.151
Unit Usaha Syariah
jumlah Bank Konvensional
yang memiliki UUS 27 25 23 24 24 23 22
jumlah Kantor 241 287 262 336 517 590 320
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
jumlah Bank 131 138 150 155 158 163 163
jumlah Kantor 202 225 286 364 401 402 439
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2014, data diolah.
Perkembangan kinerja perbankan syariah setelah dikeluarkannya berbagai
kebijakan termasuk API, juga terus mengalami peningkatan yang dilihat dari
indikator kenaikan jumlah aset, DPK, dan pembiayaan yang diberikan. Secara
spesifik kinerja pertumbuhan perbankan syariah nasional menunjukkan
pertumbuhan yang cukup pesat. Perkembangan bank syariah selama ini cukup
menggembirakan, yaitu rata-rata pertumbuhan bank syariah mencapai 30% per
4. I-4
tahun. Indikasi perkembangan perbankan syariah dari tahun 2008-2014 secara
lebih rinci dapat dilihat dari Tabel 1.2. Dari Tabel 1.2 dapat kita ketahui bahwa
perbankan syariah di Indonesia memiliki pertumbuhan yang cukup pesat. Hal itu
dapat dilihat dari jumlah aset perbankan syariah sebesar Rp. 49.555 miliar pada
tahun 2008, meningkat menjadi Rp. 272.343 miliar pada bulan desember 2014.
Sementara pertumbuhan jumlah DPK perbankan syariah sebesar Rp. 36.852
miliar pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 217.858 miliar. Tabel 1.2
menunjukkan bahwa FDR mencapai pertumbuhan sangat baik dengan rata-rata
94,83% pertahun, sedangkan untuk NPF perbankan syariah dalam tujuh tahun
terakhir rata-rata sebesar 2,88% tidak melebihi batas normal yaitu kurang dari
5%.
Tabel 1.2
Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia
Tahun 2008-2014
Indikator
Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Aset
(milyar) 49.555 66.090 97.519 145.467 195.018 242.276 272.343
DPK
(milyar) 36.852 52.271 76.036 115.415 147.512 183.534 217.858
Pembiayaan
(milyar) 38.195 46.886 102.655 147.505 184.122 181.398 199.330
Pendapatan
Operasional 5.093 6.620 8.757 1.790 16.939 23.251 32.615
Beban
Operasional 2.603 3.135 4.472 907 8.750 14.021 16.644
NPF 1,42% 4,01% 3,02% 2,52% 2,22% 2,62% 4,33%
FDR 103,65% 89,70% 89,67% 88,94% 100,00% 100,32% 91,50%
BOPO 81,75% 84,39% 80,54% 78,41% 74,97% 78,21% 79,28%
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2014, data diolah.
Keterangan: *) Data meliputi BUS dan UUS (Tidak termasuk BPRS).
Penetapan selanjutnya terkait dengan pengembangan perbankan syariah,
yaitu membuat program akselarasi pengembangan perbankan syariah di Indonesia
yang diperkenalkan sejak akhir tahun 2006. Kebijakan program akselarasi
pengembangan perbankan syariah 2007-2008 lebih difokuskan pada pencapaian
target kuantitatif melalui terobosan paket kebijakan dan program inisiatif yang
dapat memberikan perubahan pertumbuhan aset secara signifikan dalam jangka
pendek. Tujuan dari program ini adalah pencapaian market share perbankan
5. I-5
syariah sebesar 5 persen pada akhir tahun 2008 dengan tetap mempertahankan
prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah (Bank Indonesia,
2009).
Pada kenyataannya, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia hingga
akhir tahun 2014, market share perbankan syariah masih belum mencapai target 5
persen. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (2014) menunjukkan bahwa
jumlah aset hanya mencapai Rp. 272.343 miliar (4,85 persen dari total aset
perbankan nasional), sedangkan untuk pembiayaan mencapai Rp. 217.858 miliar
(5,29 persen dari total pembiayaan perbankan nasional), sementara untuk DPK
hanya mencapai Rp. 199.330 miliar (3,64 persen dari total DPK perbankan
nasional).
Tabel 1.3
Perbandingan Pangsa Pasar Perbankan Syariah Terhadap Total Bank
(Tahun 2011-2014)
bank syariah (2011)
Total Bank
bank syariah (2012)
Total
Bank
bank syariah (2013)
Total Bank
bank syariah (2014)
Total Bank
Nominal Share Nominal Share Nominal Share Nominal Share
Total
Assets
146.467 4,01% 3.652.832 195.018 4,58% 4.262.587 242.276 4,89% 4.954.467 272.343 4,85% 5.615.150
Deposit
Fund
115.415 4,14% 2.784.912 147.512 4,57% 3.225.198 183.534 5,01% 3.663.968 217.858 5,29% 4.114.420
Credit
Financial
Extended
102.655 3,01% 3.412.463 147.505 3,54% 4.172.672 184.122 3,82% 4.823.303 199.330 3,64% 5.468.910
FDR/LDR 78,41% - 78,77% 74,97% - 83,59% 78,21% - 89,70% 91,50% - 89,42%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia: 2011-2014,data diolah
Industri perbankan baik syariah maupun konvensional tidak lepas dari hal
kepercayaan dari konsumen atau masyarakat. Semakin bank itu dipercaya oleh
masyarakat, mencerminkan bank tersebut memiliki kinerja yang baik dan kredibel
dimata masyarakat. Kepercayaan dari masyarakat disini adalah masyarakat
merasa aman saat menyimpan dana yang diamanahkan kepada bank tersebut dan
mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak bank. Untuk mendapatkan
kepercayaan nasabah, bank harus mampu membuktikan melalui kinerja bank yang
baik. Selain itu perbankan sebagai lembaga intermediasi memegang fungsi
strategis dalam memajukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peran strategis
inilah yang menyebabkan kesinambungan usaha suatu bank perlu pertahankan.
6. I-6
Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka kesehatan suatu bank perlu
dijaga.
Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang
cukup populer, digunakan untuk menemukan jawaban atas kesulitan-kesulitan
dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja perbankan. Indikator efisiensi dapat
dilihat dengan memperhatikan besarnya rasio beban operasional terhadap
pendapatan operasional (BOPO) dan rasio Non Performing Financing (NPF).
Kinerja perbankan dapat dikatakan melakukan efisiensi apabila rasio BOPO
dan NPF mengalami penurunan (Hadad, dkk, 2003). Selain itu efisiensi juga dapat
dilihat dengan memperhatikan pertumbuhan tingkat indikator kinerja bank seperti
jumlah dana pihak ketiga, pembiayaan dan total aktiva. Semakin besar jumlah
dana pihak ketiga (simpanan), pembiayaan dan total aktiva menunjukkan semakin
baik dan produktif bank dalam kegiatan operasionalnya karena peningkatan yang
terjadi pada jumlah dana pihak ketiga, pembiayaan, dan total aktiva menunjukkan
tingkat kepercayaan masyarakat yang meningkat kepada pihak bank syariah
dengan memilih bank syariah sebagai lembaga yang dipercaya dalam mengelola
dana yang ia amanahkan.
Dengan paparan beberapa data tersebut, maka pengukuran tingkat efisiensi
semakin dibutuhkan. Hal tersebut dikarenakan dengan mengetahui tingkat
efisiensi suatu bank syariah, maka kita dapat mengetahui seberapa besar
kemampuan bank tersebut dalam mengoptimalkan seluruh sumber daya yang
dimilikinya dan memberikan manfaat yang lebih besar pada masyarakat sebagai
nasabahnya baik sebagai nasabah penabung maupun nasabah pembiayaan
(Muhammad F.F dan Muhammad N, 2013). Meningkatkan pangsa pasar
perbankan syariah sendiri diperlukan adanya pengukuran kinerja diantaranya
melalui ukuran efisiensi, sehingga pada akhirnya tujuan perbankan syariah dapat
tercapai (Ascarya, dkk, 2008)
Efisiensi sendiri dapat dikatakan sebagai suatu rasio antara keluaran
(output) dengan masukan (input). Suatu bank dapat dikatakan efisien apabila
menghasilkan output yang besar dengan input yang lebih kecil atau menghasilkan
output yang sama dengan nilai input yang lebih kecil (Iswardono S.P. dan
Darmawan, 2000). Pendekatan yang digunakan untuk mengukur efisiensi
7. I-7
mempunyai dua macam pendekatan, yaitu pendekatan parametrik dan non-
parametrik (Hadad, dkk, 2003). Pendekatan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah non-parametrik. Pendekatan parametrik meliputi Stochastic
Frontier Approach (SFA), Distribution Free Approach (DFA) dan Thick Frontier
Approach (TFA) sedangkan non-parametrik terdapat pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). Pendekatan DEA akan digunakan dalam penelitian
ini karena pendekatan non-parametrik memiliki kelebihan yaitu tidak
membutuhkan asumsi bentuk fungsi produksi dalam membentuk frontier
produksinya, oleh karena itu kesalahan dalam spesifikasi fungsi produksi dapat
dieliminasi (Ascarya, Diana Y. Dan Guruh S. R, 2008).
Dengan maraknya kehadiran bank berprinsip syariah, tentu saja memicu
adanya persaingan antar bank. Terutama bagi bank umum syariah (BUS),
persaingan tidak hanya dengan bank konvensional saja, tetapi juga dengan bank
konvensional yang mempunyai unit syariah serta bank lainnya. Keadaan tersebut
tentu menuntut bank umum syariah untuk ekstra keras dalam meningkatkan
efisiensinya. Penjabaran tersebut mengarahkan penelitian ini untuk mengukur
efisiensi dari perbankan syariah. Studi penelitian ini meliputi 10 bank umum
syariah di Indonesia, dimana sampel bank-bank yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan bank-bank yang memiliki progres perkembangan yang impresif,
yang mencapai rata-rata pertumbuhan nilai aset lebih dari 71% pertahun dari
kurun waktu tahun 2011 – 2014 dari jumlah seluruh aset Bank Umum Syariah di
seluruh indonesia.
8. I-8
Tabel 1.4
Perkembangan jumlah aset 10 Bank Umum Syariah di Indonesia
Tahun 2011-2014
Sumber: Laporan Keuangan 10 Bank Umum Syariah tahun 2011-2014 dan Statistik Perbankan
Syariah Indonesia Tahun 2014, data diolah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian
ini mengambil judul “ANALISIS EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH DI
INDONESIA MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT
ANALYSIS (DEA)”
1.2 Batasan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, maka akan dilakukan pembatasan
masalah dengan tujuan dalam pembahasan selanjutnya tidak mengalami
perluasan. Adapun batasan masalah tersebut adalah :
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada 10 Bank Umum Syariah di Indonesia
2. Penelitian hanya dilakukan mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2014,
penelitian ini menggunakan periode tahunan 2011 sampai 2014 karena
tahun ini merupakan penerbitkan laporan keuangan terbaru dan terlengkap
di Bank Indonesia.
Nama Bank
Periode
2011 2012 2013 2014
Bank Muammalat Indonesia (BMI) 32.479.500 44.205.554 53.723.979 62.413.310
Bank Syariah Mandiri (BSM) 48.672.568 54.229.567 63.965.361 66.942.422
Bank Mega Syariah (BMS) 5.564.662 8.163.668 9.121.576 7.042.486
Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah 8.466.887 10.645.313 14.708.504 19.492.112
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah 11.200.823 14.088.914 17.409.914 20.343.249
Bank Bukopin Syariah 2.730.026 3.616.108 4.343.069 5.161.300
Bank Victoria Syariah 642.046 939.472 1.323.396 1.439.983
Bank Central Asia (BCA) Syariah 381.908 442.994 496.305 552.424
Bank Jabar (Bjb) Syariah 2.849.451 4.239.449 4.695.088 6.090.945
Panin Bank Syariah 1.106.878 2.140.482 4.052.701 6.207.678
Jumlah Aset 10 Bank Umum Syariah 114.094.749 142.711.521 173.839.893 195.685.909
jumlah aset bank Umum syariah lainnya 32.373.159 52.306.479 68.436.107 76.657.091
Jumlah aset Bank Umum Syariah
(termasuk UUS)
146.467.908 195.018.000 242.276.000 272.343.000
9. I-9
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini memiliki rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat efisiensi Bank Umum Syariah di Indonesia periode
2011-2014?
2. Apakah faktor-faktor penyebab ketidakefisienan Bank Umum Syariah di
Indonesia periode 2011-2014?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, penelitian ini mempunyai
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis tingkat efisiensi Bank Umum Syariah di Indonesia
periode 2011-2014.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakefisienan Bank Umum
Syariah di Indonesia periode 2011-2014
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi Bank
Umum Syariah untuk meningkatkan efisiensi pada periode yang akan
datang.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak lain
sebagai referensi bagi penelitian yang lebih lanjut.