Dokumen tersebut membahas tentang klasifikasi derajat dehidrasi, diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien diare, serta faktor-faktor penyebab dan pencegahan terjadinya diare.
Upaya Penurunan AKI dan AKB di Provinsi Sulawesi BaratMuh Saleh
Â
Upaya Penurunan AKI dan AKB di Provinsi Sulawesi Barat. Disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan pada acara Workshop Multi Stakeholder mendorong lahirnya Perda KIBBLA yang diinisiasi oleh Yasmbi Sulselbar
Stunting merupakan persoalan serius yang mengancam generesai penerus bangsa dan masih banyak terjadi di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 mencatat bahwa terdapat ± 9 juta atau 37,2% dari jumlah balita di Indonesia menderita stunting. Dengan angka yang demikian, Indonesia tercatat sebagai negara peringkat kelima di dunia dengan angka kasus stunting terbanyak. Parahnya di Indonesia, stunting tak hanya dialami oleh keluarga kurang mampu saja, tetapi juga dialami oleh balita dari keluarga yang mampu karena penerapan pola asuh yang tidak tepat.
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018Muh Saleh
Â
Disain dan Lokasi
Survei potong lintang menggunakan kerangka sampel Blok
Sensus (BS) Susenas bulan Maret 2018 dari BPSPopulasi adalah rumah tangga mencakup seluruh provinsi dan
kabupaten/kota (34 Provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota) di
Indonesia
Sumber : Bahan Paparan Litbangkes Kemenkes RI
Upaya Penurunan AKI dan AKB di Provinsi Sulawesi BaratMuh Saleh
Â
Upaya Penurunan AKI dan AKB di Provinsi Sulawesi Barat. Disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan pada acara Workshop Multi Stakeholder mendorong lahirnya Perda KIBBLA yang diinisiasi oleh Yasmbi Sulselbar
Stunting merupakan persoalan serius yang mengancam generesai penerus bangsa dan masih banyak terjadi di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 mencatat bahwa terdapat ± 9 juta atau 37,2% dari jumlah balita di Indonesia menderita stunting. Dengan angka yang demikian, Indonesia tercatat sebagai negara peringkat kelima di dunia dengan angka kasus stunting terbanyak. Parahnya di Indonesia, stunting tak hanya dialami oleh keluarga kurang mampu saja, tetapi juga dialami oleh balita dari keluarga yang mampu karena penerapan pola asuh yang tidak tepat.
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018Muh Saleh
Â
Disain dan Lokasi
Survei potong lintang menggunakan kerangka sampel Blok
Sensus (BS) Susenas bulan Maret 2018 dari BPSPopulasi adalah rumah tangga mencakup seluruh provinsi dan
kabupaten/kota (34 Provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota) di
Indonesia
Sumber : Bahan Paparan Litbangkes Kemenkes RI
1. Klasifikasi derajat dehidrasi :
Menurut Lekasana (2015) derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air
dari berat badan :
1) Dehidrasi Ringan : kehilangan air 5% dari berat badan
2) Dehidrasi Sedang : kehilangan air 10% dari berat badan
3) Dehidrasi Berat : kehilangan air 15% dari berat badan
Diare adalah keadaan ketika frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi,dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer,dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah / lendir saja (Mardalena,2017:121)
Faktor risiko terjadinya dehidrasi
Menurut Leksana (2015) ada 3 faktor risiko terjadinya dehidrasi dengan
diare yaitu, penanganan diare di rumah yang tidak tepat, muntah yang berlebih saat
diare, dan demam. Diare di definisikan sebagai feses cair lebih dari 3 kali dalam
sehari disertai kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feses
(Sodikin,2011:225).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) Penularan diare biasanya karena
infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui
makan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ptahogen yang berasal dari
tinja manusia atau hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat melalui
udara atau melalui aktifitas seksual kontak oral-anal.
Menurut penelitian factor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya diare
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi factor penyebab
terjadinya diare,terdiri dari beberapa factor yaitu, agent, penjamu, lingkungan, dan
perilaku manusia . Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan
terhadap diare,diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahunkurang gizi atau
gizi buruk, penyakit campak, dan imuno defisiensi. Faktor lingkungan yang paling
dominan yang dapat menyebabkan terjadinya diare yaitu sarana penyediaan air
bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
beakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan dia
2. dengan mudah dapat terjadi (Jurnal keperawatan dan kesehatan Medisina akper
YPIB,vol 2 (3) 2016)
Konsumsi makanan jajanan dapat beresiko terhadap satus kesehatan anak
usia sekolah. Faktor penyebabnya adalah penggunaan bahan pangan tambahan yang
tidak di izinkan.Bahan pangan tersebut yang di tambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk produk makanan, seperti pemanis, pewarna,
pengawet, dan perasa yang dapat membahayakan kesehatan anak
sekolah.Penggunaan zat-zat yang berbahaya dapat menyebabkan terjadinya
penyakit yang menyerang sistem pencernaan seperti, diare dan keracunan makanan,
sementara dalam jangka waktu yang panjang keracunan makanan bisa
menyebabkan kematian (e-journal keperawatan (e-kp) vol 6 (1) 2018).
Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul menurut Nurarif dan Kusuma (2015) :
a. Gangguan pertukan gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
b. Diare berhubungan dengan proses infeksi
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari berhubungan dengan penurunan
intake makanan
f. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan dan
elektrolit
g. Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
Klasifikasi Derajat Dehidrasi :
Menurut Lekasana (2015) derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air
dari berat badan :
a Dehidrasi Ringan : kehilangan air 5% dari berat badan
b Dehidrasi Sedang : kehilangan air 10% dari berat badan
c Dehidrasi Berat : kehilangan air 15% dari berat badan
Sedangkan menurut manajemen terpadu balita sakit MTBS (2015) gejala
diare terbagi 3 golongan yaitu:
3. a. Diare dehidrasi berat: letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak bias minum
atau malas minum, cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
b. Diare dehidrasi ringan/ sedang: gelisah, rewel/muda marah, mata cekung, haus,
minun dengan lahap, cubitan perut kembali lambat.
c. Diare tanpa dehidrasi: tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai
diare dehidrasi berat atau ringan/ sedang.
Faktor Risiko Terjadinya Dehidrasi :
Menurut Leksana (2015) ada 3 faktor risiko terjadinya dehidrasi dengan
diare yaitu, penanganan diare di rumah yang tidak tepat, muntah yang berlebih saat
diare, dan demam.
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian
pada bayi dan anak balita (Kemenkes RI, 2015). Diare adalah buang air besar
sebanyak tiga kali atau lebih dalam satu hari dengan konsistensi cair (Brandt, et al,
2015). Diare saat ini masih menjadi masalah yang sulit untuk ditanggulangi
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, angka
kematian akibat diare pada balita di Nigeria dan India sebanyak 42% dan angka
kesakitan balita dengan diare sebanyak 39%. Menurut WHO, Penyakit diare adalah
penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah lima tahun, dan bertanggung
jawab untuk membunuh sekitar 525.000 anak setiap tahun. Penyakit diare adalah
penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, dan sebagian besar hasil
dari makanan dan sumber air yang terkontaminasi. Di seluruh dunia, 780 juta orang
tidak memiliki akses ke air minum yang lebih baik dan 2,5 miliar tidak memiliki
sanitasi yang lebih baik.
Diare akibat infeksi tersebar luas di seluruh negara berkembang (WHO,
2017). Mayoritas kematian ini 15% disebabkan oleh pneumonia diikuti dengan
diare sebanyak 9% (UNICEF, 2016). Perkiraan angka kematian anak-anak akibat
diare di Nigeria adalah sekitar 151, 700–175.000 per tahun (Dairo dalam Omele,
2019).
Faktor yang menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas balita
di Pakistan adalah kurangnya antisipasi dalam penatalaksanaan diare, pendidikan
yang rendah dan ketidaktahuan ibu merawat diare (Radlovic et al, 2015).
4. Menurut Brandt et al (2015), penyebab diare yaitu faktor Infeksi (Bakteri,
virus, parasit), gangguan penyerapan makanan dan minuman di usus seperti
penyerapan karbohidrat, lemak dan protein, faktor makanan seperti makanan basi,
beracun, alergi terhadap makanan, faktor psikologis seperti cemas, takut dan
terkejut. Penyebab lain dari diare adalah rotavirus, kualitas air minum, kebersihan
dan sanitasi (Gul R, Hussain, Ali W,et al, 2017).
Faktor ibu berperan dalam kejadian diare pada balita. Ibu adalah sosok yang
paling dekat dengan balita, jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang
ibu ambil akan menentukan perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi
berbagai hal, salah satunya adalah pengetahuan. Salah satu pengetahuan ibu yang
sangat penting adalah bagaimana praktek perawatan anak dengan diare yaitu
dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi, pemberian cairan pengganti
(IDAI, 2015).
Akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, penyakit Crohn, Irritable Bowel
Syndrome (IBS), kanker kolon dan infeksi-HIV. Juga akibat gangguan-gangguan
seperti aler gi terhadap makanan/minuman, pro tein susu sapi dan gluten (coeliakie)
serta intoleransi untuk laktosa karena defi siensi enzim laktase.
Akibat obat, yaitu digoksin, kiniding ram Mg dan garam litium, sorbitol,
beta blocker, perintang ACE, reserpin, sitos tatika dan antibiotik berspektrum luas
(ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klin damisin, tetrasiklin). Semua obat ini
dapat menimbulkan diare "baik" tanpa kejang perut dan perdarahan. Adakala nya
juga akibat penyalahgunaan lak sansia dan penyinaran dengan sinar-X (radioterapi).
Akibat keracunan makanan sering ter jadi, misalnya pada waktu perhelatan
anak-anak sekolah atau karyawan peru sahaan dan biasanya disertai pula de ngan
muntah-muntah. Keracunan ma kanan didefinisikan sebagai penyakit yang bersifat
infeksi atau toksik dan diperkirakan atau disebabkan oleh me ngonsumsi makanan
atau minuman yang tercemar. Penyebab utamanya adalah tidak memadainya
kebersihan pada wak tu pengolahan, penyimpanan dan dis tribusi
makanan/minuman dengan aki bat pencemaran meluas. Kuman-kuman Gram-
negatif yang biasanya menyebab kan keracunan makanan dengan tok sinnya adalah
seperti yang tercantum da lam tabel berikut ini.
5. Dehidrasi :
Pada diare hebat yang sering kali disertai muntah-muntah tubuh kehilangan
banyak air dengan garam garamnya, terutama u trium dan kalium Hal ini
mengakibatkan tubuh kekeringan (dehidrasi), kekurangan kalium (upokaliemia)
dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam) yang tidak jarang berakhir dengan
shock dan kematian Bahaya ini sangat besar khususnya bagi bayi dan anak-anak
karena organismenya memiliki cadangan cairan intra-sel yang hanya kecil
sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah dilepaskan dibanding tubuh orang
dewasa.
Gejala pertama dari dehidrasi adalah pera saan haus, mulut dan bibir kering,
kulit menjadi keriput (hilang kekenyalannya), ber kurangnya air seni dan
menurunnya berat badan, gelisah, asidosis, hipokalemia dan kolaps. Kekurangan
kalium terutama meme ngaruhi sistem neuromuskuler dengan gejala mengantuk
(letargi), lemah otot dan sesak napas (dyspnoea).
Pencegahan, tindakan umum :
Pencegahan diare pada dasarnya harus di tujukan pada tindakan higiene
yang cermat mengenai kebersihan, khususnya cuci tangan dengan bersih sebelum
makan atau mengolah makanan. Begitu pula dengan alat-alat dapur (talenan,
handuk) dan bahan-bahan makanan, misalnya sayuran/lalap supaya dicuci de ngan
baik. Daging/ikan, bistik/barbecue hendaknya dimasak sampai matang dan
hidangan perlu disimpan tertutup (lalat) serta pada suhu rendah (lemari es, di bawah
7°C) untuk mencegah tumbuhnya kuman Air minum di lokasi yang meragukan
penting sekali untuk dimasak terlebih dahulu.
Diare wisatawan (travellers' diarrhoea), Masalah medis yang paling sering
(insidensi +30%) dijumpai oleh wisatawan ke daerah tropik adalah diare untuk
jangka waktu singkat atau lebih lama. Biasanya disebabkan oleh infeksi (a.l. oleh
sejenis E. coli atau giardiasis) dari makanan atau minuman dan terutama menyerang
anak-anak.
6. Diare jenis ini pada dasarnya dapat di cegah dengan tindakan-tindakan preventif
yang sama. Semboyan untuk wisatawan ke negara-negara berkembang harus
berbunyi "Boil it, cook it, peel it or forget it". Jadi, segala sesuatu yang tidak
dimasak (air minum, makanan) atau dikupas (buah-buahan) janganlah dimakan!
Pada umumnya gangguan ini tidak se us dan akan sembuh dengan spontan
(25 hari, self-limiting). Bila juga timbul demam perlu diobati dengan antibiotika
(misst profloksasin, kotrimoksazol), untuk mengurangi gejala dan mempercepat
penyembuhan. Bila tidak terdapat penyebab-penyebab infeksi lainnya (lih di atas),
gangguan i mungkin disebabkan oleh gangguan yang sebut "tropical sprue."
Penyakit diare kronis didefinisikan sebagai gangguan yang aperoleh di daerah
tropik (khususnya Asia) pa diketahui dengan jelas penyebabnya." Tanpa Gejalanya
adalah kejang-kejang perut dan dare, kadangkala dengan demam dan ma Iraise,
malabsorpsi dan timbulnya kelainan kelainan mukosa selaput lendir usus halus
Yang mengakibatkan berbagai kekurangan seperti defisiensi vitamin B, dan asam
folat. Akibat selanjutnya adalah turunnya berat badan, timbulnya glossitis (radang
lidah). domatifis aphthosa (radang seriawan rongga ut) dan anemi. Pengobatannya
terdiri dari pemberian vitamin B, asam folat dan ediaan besi, juga antibiotik.
* Profilaksis. Pencegahan dengan antibiotika pada prinsipnya tidak dianjurkan
berhubung risiko terjadinya resistensi. Pengecualian adalah bagi wisatawan
wisatawan di daerah berisiko infeksi tinggi, di mana makanan dan minuman yang
"aman" tidak terjamin, juga bagi lansia atau orang yang kekurangan produksi asam
lambung serta pasien jantung, bronchitis dan penyakit berisiko tinggi lain nya Obat
yang layak digunakan adalah doksisiklin 100 mg, yang harus diminum setiap hari
selama berada di daerah rawan
Vaksinasi dapat dilakukan untuk tifus dengan vaksin oral (Vivotif, yang
mengandung basil hidup yang tidak patogen lagi dan memberikan imunitas selama
minimal 3 tahun) atau parenteral (Typhim Vi, dari basil mati). Untuk kolera tidak
dianjurkan (lagi) karena menghasilkan imunitas ringan pada hanya 50% dari orang
yang disuntik, lagi pula efektivitasnya sangat singkat Hal yang Sama berlaku bagi
vaksin disentri.
7. Pengobatan Rehidrasi oral. Setiap tahun lebih kurang 5 juta anak-anak di bawah
usia 5 tahun mening gal akibat diare, ± 65% di antaranya karena dehidrasi, terutama
di negara-negara dengan
Iklim panas Oleh karena itu penting sekali untuk pertama-tama melakukan
tindakan untuk mencegah atau mengatasi keadaan dehidrasi dan kehilangan garam,
terutama pada bayi dan anak anak (sampai usia lebih kurang 3 tahun) dan lansia (di
atas 65 tahun) Untuk tujuan ini WHO menganjurkan ORS ( oral relydration
solution) yang berfungsi mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit pada diare akut
* Garam rehidrasi oral. ORS adalah suatu larutan dari campuran NaCl 35 g, KCI
1,5 g. Na-trisitrat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (Oralit). Dasar
ilmiah dari penggunaan ORS ini adalah penemuan + 25 tahun lalu bahwa glukosa
menstimulasi secara aktif transpor Na dan air melalui dinding usus. Dengan
demikian resorpsi air dalam usus halus meningkat dengan 25 kali Sladen &
Dawson). Begitu pula bahan gizi lainnya (asam amino, peptida) memperlancar
penyerapan air
* ORS beras, Beberapa tahun lalu telah ditemukan bahwa tepung beras (atau tepung
jagung, sorghum dan kentang) sebagai peng ganti glukosa dalam campuran ORS
mem berikan beberapa keuntungan penting Da lam usus tepung beras yang terutama
berisi pati dicernakan dan menghasilkan dua kali lebih banyak glukosa daripada
dalam ORS biasa
Efeknya ialah bertambahnya penyerapan (kembali) air dan elektrolit.
Mungkin asam amino dari protein beras memegang peranan adıtif pada resorpsi Na
dan air tersebut Karena osmolaritasnya lebih rendah (hipotonis) daripada darah
(masing-masing 220 dan 290 mmol/l), maka air dari ORS akan diabsorpsi dengan
pesat sampai osmolaritas cairan usus sama dengan darah. Hal ini tidak terjadi
dengan ORS biasa yang bersifat hipertonis ringan (331 mmol/l). Selain itu rasanya
lebih enak dan kerjanya lebih cepat, ORS beras juga mengurangi kuantitas tinja dan
lamanya fase diare dengan rata-rata 20% pada kolera malah sampai 30% lebih.
8. Kendala ORS beras adalah bahwa larutan ini harus dimasak (lebih kurang 7-10
menit)
Pada anak-anak larutan ORS sebaiknya diberikan sendok demi sendok (teh)
sepanjang hari untuk mencegah mual dan muntah. Air susu ibu biasanya tidak
memperburuk diare dan dapat diberikan bersamaan dengan ORS. Pasien dengan
dehidrasi berat yang disertai muntah-muntah hebat perlu diberikan la rutan
elektrolit secara intravena (larutan laktat Ringer, WHO).
Tindakan umum :
Untuk mencegah terbukanya luka pada usus dan perdarahan, sebaiknya
pasien diare ha rus istirahat lengkap (bedrest). Perlu pula dilakukan diet dengan
bahan makanan yang tidak merangsang dan mudah dicerna Diet yang baik adalah
sebagai berikut pada hari pertama bubur encer dengan beberapa tetes kecap dan
minuman air teh agak pekat, pada hari 2-5 nasi tim dengan kaldu ayam, sayur yang
dihaluskan, garam dan beberapa tetes kecap. Menurut laporan diet ini dapat
mempercepat penyembuhan diare.
Penanganan :
Diare akut merupakan mekanisme pelin dungan alamiah dari tubuh untuk
menge luarkan zat-zat yang merugikan dari saluran pencernaan dan kebanyakan
berlangsung selewat (maksimal 1-2 minggu). Bila gejala ini disertai demam
dan/atau darah dalam feses janganlah ditangani dengan obat diare.
Pada umumnya diare akut disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, atau
dapat pula akibat efek samping obat atau gejala dari gangguan saluran cerna
(perubahan pola makan) dan bisa juga disebabkan oleh aktivitas fisik berlebihan.
Umumnya gang guan ini bersifat self-limiting dan bila tanpa komplikasi tidak perlu
ditangani dengan obat, kecuali rehidrasi oral bila ada bahaya dehidrasi. Hanya pada
bentuk diare bak teriil yang sangat serius perlu dilakukan terapi dengan antibiotik.
Pilihan utama ada lah amoksisilin, kotrimoksazol dan senyawa fluorkinolon.
Loperamida banyak digunakan untuk mengurangi frekuensi defekasi pada diare
viral dan akut tanpa demam atau tanpa darah dalam tinja.
9. Diare akut pada balita selain dapat dise babkan oleh gastro-enteritis, dapat
pula di akibatkan oleh infeksi non-enteral, misalnya infeksi telinga tengah (otitis
media) atau me ningitis. Bisa juga disebabkan oleh peng gunaan antibiotika.
Diare kronis. Diare yang bertahan lebih dari 2 minggu (terus-menerus atau
berse lang-seling) umumnya disebut kronis dan harus selalu diselidiki penyebabnya
al me lalui sigmoidoscopy dan biopsi rektal karena kemungkinan adanya tumor di
usus besar atau penyakit usus beradang kronis (Crohn, colitis ulcerosa). Penyebab
lain adalah into leransi laktosa, radioterapi, penyakit infeksi, insufisiensi pankreas
(diare lemak), Irritable Bowel syndrome (IBS) dan penggunaan lak sansia yang
berkelanjutan.
Untuk diare kronis ringan tanpa infeksi atau peradangan usus yang parah,
dapat digunakan loperamida, terkecuali bila ter dapat infeksi oleh mikroba invasif
atau pe radangan usus parah (darah dalam feses, demam).
Diare kronis pada anak-anak dapat pula diakibatkan oleh intoleransi atau
alergi ter hadap bahan makanan (misalnya susu sapi, gluten), cystic fibrosis dan
IBS.
Diare pada bayi dan anak-anak kecil pada umumnya tidak ditangani dengan
obat, tetapi yang utama adalah pemberian cairan dan elektrolit disertai diet.
Obat-obat diare :
Diare viral dan diare akibat enterotoksin pada hakikatnya sembuh dengan
sendirinya sesudah lebih kurang 5 hari, setelah sel sel epitel mukosa yang rusak
diganti oleh sel sel baru. Maka pada dasarnya tidak perlu diberikan obat, hanya bila
mencretnya hebat dapat digunakan obat (simtomatik) untuk menguranginya,
misalnya dengan asam sa mak (tannalbin), aluminiumhidroksida dan karbo
adsorbens (arang halus yang sudah diaktifkan). Zat-zat yang menekan peristal tik
sebetulnya tidak begitu layak untuk di gunakan karena pada waktu diare perge rakan
usus sudah banyak berkurang, lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat
mungkin dari tubuh. Dari zat-zat ini mungkin loperamida adalah pengecualian
karena berfungsi menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa.
10. Antibiotik pada diare jenis ini tidak berguna, karena tidak mempercepat sembuhnya
penyakit
Hanya pada infeksi oleh bakteri invasif perlu diberikan suatu obat
kemoterapeutik yang bersifat mempenetrasi baik ke dalam ja ringan, seperti
amoksisiklin, tetrasiklin dan sulfa usus. Obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan
lebih dari 7-10 hari, kecuali bila se telah sembuh diarenya, pasien masih tetap
mengeluarkan bakteri dalam tinja. Pembawa basil demikian perlu terus diobati
hingga tinjanya bebas kuman pada dua penelitian berturut-turut, terutama bilamana
yang ber sangkutan bekerja di rumah makan, industri bahan makanan atau sebagai
tukang daging! Zat pencahar laktulosa dapat mempersingkat jangka waktu
“membawa" basil dengan be berapa minggu.
Kontra-indikasi :
Penekanan diare dapat merugikan penderita bila diare disebabkan oleh zat
beracun karena penghambatan pengeluaran zat tersebut. dapat memperparah
penyakit
Penggolongan :
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:
1. kemoterapeutika untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare,
seperti antibiotika, sulfonamida dan senyawa kinolon.
2. obstipansia untuk terapi simtornatis, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara, yaitu:
a). zat-zat penekan peristaltik sehingga membe rikan lebih banyak waktu untuk
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, yaitu candu dan alkaloidanya, derivat
petidin (loperamida) dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).
b). adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bisnut dan aluminium.
c). Adsorbensia, misalnya karbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau yang
adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga
11. mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya
dengan suatu lapisan pelindung, misalnya kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang
terdapat a.l dalam bu ah apel) dan garam-garam bismut serta aluminium.
3. spasmolitika, yaitu zat-zat yang dapat me lepaskan kejang-kejang otot yang
sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, al papaverin.
Di bawah ini akan dibicarakan obat-obat khusus untuk mengobati penyakit
infeksi usus terpenting yang sering kali menyebab kan diare, yaitu obat kolera,
disentri basiler, tifus, paratifus dan campylobacteriosis. Begitu pula pengobatan
dari infeksi protozoa pen ting, yaitu Giardiasis.
Pengobatan disentri amuba telah dibicara kan tersendiri dalam Bab 12,
Obat-Obat Ame biasis. Selanjutnya akan dibahas obat-obat untuk menghentikan
diare secara simtomatis (obstipansia).
1. Obat kolera
Kolera (Yun. chole=empedu dan rhein= menga lir) disebabkan oleh basil
Gram-negatif Vibrio cholerae, yang berbentuk koma dan berge rak dengan benang
cambuk (flagellat). Biotipe El Tor (= suatu tempat karantina di Saudi Arabia) telah
mendesak suku klasik (asiaticae) sebagai penyebab utama dari epidemi kolera.
Sebabnya ialah karena El Tor lebih ulet, se dangkan infeksinya sering berlangsung
tak kentara berhubung gejalanya lebih lunak. Infeksi terutama terjadi melalui air
yang ter kontaminasi dengan tinja, terutama pada orang yang produksi asam
lambungnya ter ganggu (lihat Seksi III, Obat-Obat Gangguan Saluran Cerna). Masa
inkubasinya beberapa jam sampai 6 hari.
Gejalanya sering kali demikian ringan dan umum sehingga tidak dapat
dibedakan dari infeksi lainnya. Yang khas adalah diare 'air beras' (riceunter stool;
adanya jonjot jon jot lendir yang mengambang dalam feses cair), yang disertai
muntah-muntah hebat. Bila tidak diobati akan timbul apati, ganggu an sirkulasi
(kulit dingin dan lengket, tachy. cardia, hipotensi dan cyanosis), juga dehidrasi
(pengeluaran kemih berkurang, kulit hilang kelenturannya) dan kejang-kejang otot
(he- bat). Akhirnya terjadi gagal ginjal fatal.
12. Pengobatan. Rehidrasi pada kolera sa ngat penting. Karena tubuh
kehilangan ba nyak cairan, maka pasien harus selalu diberi larutan ORS (-beras)
sampai diare berhenti Dengan rehidrasi layak angka kematian ki ni sudah menurun
sampai 1%. Antibiotik sangat efektif untuk memusnahkan kuman, mengurangi
diare dan mempersingkat lama nya keluhan. Yang dapat digunakan adalah
tetrasiklin 4 dd 250 mg atau doksisiklin 2 dd i 100 mg selama 3 hari. Sebagai
profilaksis da pat pula digunakan tetrasiklin 2 dd 500 mg selama 3 hari, sedangkan
vaksin kolera tidak dianjurkan karena kurang efektif.
2. Obat disentri basiler
Disentri basiler atau shigellosis (enteritis Shi gella) adalah penyakit infeksi
usus yang di akibatkan oleh beberapa jenis basil Gram = negatif dari genus Shigella
(Yun. days buruk, dikacau; enteron = usus; -itis = radang), Penye- = baran
diperlancar karena banyak infeksi sering berlangsung ringan dan tak kentara, lagi
pula sesudahnya pasien menjadi pem bawa-basil untuk jangka waktu lama dan tetap
mengekskresi kuman. Masa inkubasinya 1-7 hari.
Gejalanya adalah demam sampai 39-40°C, menggigil, radang mukosa,
terutama dari usus besar, dengan kejang-kejang dan nyeri perut, mulas hajat
(tenesmus) serta diare ber lendir dengan darah.
Terapi :
Kebanyakan disentri bersifat self limiting dan sembuh dengan sendirinya se
sudah 2-7 hari. Pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan lansia infeksi dapat
berakhir fatal bila terjadi dehidrasi. Tanpa pengobatan infeksi tidak jarang kambuh
lagi (pada 10% dari penderita). Obat yang digunakan adalah tetrasiklin 4 dd 250
mg, kotrimoksazol 2 dd 960 mg atau siprofloksazin 2 dd 500 mg, semuanya selama
3-5 hari.
3. Obat tifus
Tifus perut (Typlius abdominalis, typhoid fever) disebabkan oleh a.l.
Salmonella typhi, yang sering kali ditularkan pada manusia oleh basil ternak (telur
itik). Tifus sebetulnya termasuk dalam golongan penyakit demam berhubung
adanya beberapa gejala, seperti demam tinggi (dengan bradycardia) dan kepala
13. sangat nyeri. Tetapi penyakit ini dibicarakan juga di sini karena infeksi pertama
terjadi di usus. Kuman-kuman memperbanyak diri di situ, lalu menyebar melalui
limfe dan darah ke sirkulasi besar dan hati. Melalui saluran empedu basil tiba lagi
dalam usus, dengan demikian infeksi dipertahankan. Diagnosis dilakukan melalui
persemaian darah.
Gejalanya dapat sangat bervariasi. Semula terjadi demam dengan kenaikan
suhu secara bertahap dalam tiga hari pertama, nyeri ke pala terus-menerus yang
menghebat, perut kembung dan nyeri, anoreksia, mual dan obstipasi. Kemudian
sering kali disusul de ngan diare sangat cair, juga bronchitis, per darahan hidung,
apati dan gejala psikis. Komplikasi berbahaya dapat terjadi, misal nya perdarahan
usus dan perforasi usus akibat peritonitis.
Terapi :
Sebagai pilihan pertama digunakan kotrimoksazol 2 dd 3 tablet (1440 mg),
pi lihan kedua adalah amoksisilin 6 dd 1 g selama 2 minggu, juga kloramfenikol 4
dd 750 mg sampai demam hilang, lalu 4 dd 500 mg, total juga 2 minggu. Pada kasus
yang parah dengan shock dan kegelisahan dianjur kan penambahan prednisolon
untuk mem bantu turunnya demam lebih cepat serta memberikan perasaan segar
dan sembuh pada pasien. Pemberian ini maksimal selama 3 hari agar jangan
memperbesar risiko per darahan usus. Pada obstipasi tidak boleh diberikan
laksansia berhubung bahaya per forasi dan perdarahan.
* Pembawa-basil.
Meskipun semua gejala infeksi sudah lenyap, namun pasien baru dinyatakan
sembuh tuntas bila selama tiga minggu tinjanya bebas basil. Bila sesudah enam
bulan tinja masih tetap positif, pasien dianggap sebagai pembawa basil kronis.
Orang demikian tidak boleh bekerja di dapur maupun industri makanan. Menurut
laporan pengobatan dengan jangka waktu yang cu kup lama dengan kotrimoksazol
atau sipro floksasin adalah efektif untuk membuat pen derita bebas basil.
14. * Paratifus (salmonellosis).
Paratifus adalah nama kuno untuk suatu bentuk gastro-en teritis akibat
infeksi dengan salah satu dari ratusan jenis Salmonella lain, a.l.S. paratyphi B.
Bersifat kurang ganas dari tifus (yang pada hakikatnya merupakan peracunan darah
masal dengan Salmonella), tetapi jauh lebih sering terjadi, + 80% dari semua infeksi
Salmonella. Penularan terjadi lewat makanan yang terinfeksi seperti daging,
makanan hewani lainnya atau oleh orang pembawa basil. Masa inkubasinya 8-48
jam. Perbanyakan juga terjadi dalam usus dengan siklus enterohepatik.
Gejala akibat radang mukosa usus yang dimulai akut dengan nausea,
muntah, nyeri perut mirip kolik, diare dan jarang demam. Biasanya penyakit ini
sembuh dengan spontan (self-limiting) sesudah 2-5 hari, jarang diare dan demam
ringan yang bertahan sampai dua minggu.
Terapi cukup dengan pantangan makan dan hanya minum teh (atau ORS
pada bayi dan lansia), pada diare hebat dapat diberikan loperamida. Pada kasus
parah perlu diberikan antibiotik: kotrimoksazol, amoksisilin atau kloramfenikol,
lihat di atas.
4. Obat infeksi campylobacter
Campylobacter jejuni adalah kuman Gram negatif yang ditemukan di
Inggris pada tahun 1976 dan khusus ditularkan melalui daging (ayam, kalkun) yang
tidak dimasak cukup matang. Di negara-negara Barat infek si ini terjadi tiga kali
lebih sering daripada salmonellosis. Di negara-negara berkembang anak-anak kecil
sering kali merupakan pem bawa kuman asimtomatik. Masa inkubasinya 1-7 hari.
Gejalanya lebih hebat daripada infeksi Sal monella dan berupa demam
tinggi, nyeri kepala dan perut, diare berkolik dengan sering kali terdapat darah
dalam tinja. Khusus nya anak-anak kecil dan lansia peka terhadap basil ini.
Pengobatan. Campylobacteriosis juga ber sifat "self-limiting" dan sembuh sendiri
da lam 5-7 hari. Maka pengobatannya hanya simtomatis dengan tan i * n / (tan n) *
a tannalbumin atau adsorbensia. Sebaiknya jangan menggunakan loperamida.
Hanya pada kasus yang parah atau yang berlangsung lama, ataupun pada anak-anak
kecil sekali dan orang-orang yang sangat tua dapat diberikan antibiotik. Pilihan
15. pertama adalah eritromisin 2 dd 500 mg, pilihan kedua doksisiklin 2 dd 100 mg atau
kotrimoksazol 2 dd 960 mg selama 6-10 hari. Setelah gejala infeksi sembuh,
ekskresi basil dalam tinja masih bisa berlangsung terus selama tiga minggu sampai
tiga bulan.
5. Obat infeksi protozoa
Giardiasis Giardia lamblia adalah protozoa dari kelom pok Flagellata
(memiliki benang-cambuk) seperti penyebab infeksi vaginal Trichomonas,
penyebab penyakit tidur Trypanosoma dan Leishmania (Kala-azar). Paling sering
menim bulkan infeksi di daerah tropik, terutama pada anak-anak melalui makanan
dan tangan yang kotor. Berhubung dengan berkem bangnya kepariwisataan dan
transmigrasi global dari banyak orang Asia-Afrika, kini di banyak negara Barat juga
sudah sering terdapat penyakit ini dan di beberapa negara bahkan sudah menjadi
endemis, a.l. di negeri Belanda. Penyakit ini merupakan penyebab penting dari
'traveller's diarrhoea'. Di AS bi natang liar beaver adalah pembawa kista (cyste) dari
Giardia. Seperti juga Entamoeba histolytica, parasit ini terdapat dalam bentuk-
bentuk trofozoit dan kista. Penyebaran terjadi melalui kista, yang dapat dideteksi
dalam tinja dengan cara pewarnaan khusus. Dalam usus halus protozoa
memperbanyak diri dan dapat bermukim di lokasi ini tanpa menimbulkan gejala.
Akhirnya jonjot-jonjot mukosa usus (villi) dirusak olehnya dengan berakibat diare
dan malabsorpsi, yaitu terganggunya pen cernaan dan penyerapan bahan-bahan
gizi.
Gejala-gejala lain adalah anoreksia, nyeri perut dengan banyak gas,
perasaan seperti terserang flu dengan mal / n * y otot dan keluhan kelenjar limfe.
Pada fase lanjut timbul keletihan kronis badan, sedangkan pertumbuhan anak-anak
dan menurunnya berat dapat terhambat Terapi. Paling efektif adalah mepakrin 3 dd
100 mg selama 5 hari, sebagai alternatif juga dapat digunakan metronidazol
(Flagyl) 1 dd 2 g selama 3 hari berturut-turut atau dosis tunggal tinidazol (Fasigyn)
1 dd 2 g. Bila tinja belum bebas parasit maka kur harus diulang. Untuk uraian kedua
obat tersebut, lihat Bab 12, Obat-Obat Amebiasis dan Trichomoniasis.
16. MONOGRAFI
1. ZAT PENGHAMBAT PERISTALTIK
a. Candu : opium, Pulvis opii
Candu bekerja melalui otot-otot licin dan menekan peristaltik. Oleh karena
itu berguna sebagai obstipan pada pengobatan disen tri dan kolera. Berhubung daya
kerjanya terhadap SSP dan risiko adiksi, candu tidak boleh digunakan
sembarangan. Dosis lazim: 3 dd 50-100 mg.
b. Loperamida :
Imodium Zat ini (1974) memiliki kesamaan mengenai rumus kimianya
dengan opiat petidin dan berkhasiat obstipasi kuat dengan me ngurangi peristaltik.
Berbeda dengan peti din, loperamida tidak bekerja terhadap SSP, sehingga tidak
mengakibatkan ketergantung an. Lagi pula zat ini mampu menormalisasi
keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang
berada dalam keadaan hipersekresi ke ke adaan resorpsi normal kembali. Maka ba
nyak digunakan pada diare akut dan diare wisatawan bila tidak ada demam atau
darah dalam tinja. Secara oral diabsorpsi untuk 65%, tetapi karena FPE besar BA-
nya hanya 1 %, masa paruhnya 7-15 jam. Dalam hati dirombak hampir tuntas
melalui proses ko nyugasi, metabolitnya diekskresi dengan em pedu, secara utuh
melalui feses.
Efek sampingnya berupa mual, muntah, pu- sing, mulut kering dan
eksantem kulit.
Dosis: pada diare akut dan kronis per- mulaan 2 tablet dari 2 mg, lalu setiap
2 jam 1 tablet sampai maks. 8 tablet seharinya. Anak anak sampai 8 tahun: 2-3 dd
0,1 mg setiap kg bobot badan, anak-anak 8-12 tahun pertama kali 2 mg, maks. 8-12
mg sehari. Tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi
hatinya, khusus kemampuan konyugasi, belum berkembang dengan sem purna
untuk dapat menguraikan obat ini.
Loperamida-oksida (Arestal) adalah prodrug (1996) yang dalam usus besar
dirombak oleh kuman menjadi loperamida. Dalam usus hanya diserap untuk 20%
17. (loperamida untuk 65%), t%-nya 1 jam. Menimbulkan lebih jarang konstipasi
(Kok-Visser AS. Pharma Selecta 1998; 14: 8-10).
Dosisnya: permulaan 2 mg, lalu 1 mg setelah setiap buang air encer, maks.
8 mg sehari.
2. ANTIBIOTIKA
Disini hanya dibicarakan secara singkat zat zat yang dapat digunakan pada
diare parah. Untuk data lebih lanjut lihat Bab 5, Anti- biotika
a. Ampisilin dan amoksisilin
Bekerja agak lambat, setelah 5-6 hari de mam hilang dibandingkan rata-rata
3 hari dengan kloramfenikol, juga menghasilkan "pembawa-basil". Dosis: oral 3-4
dd 1 g.
b. Kotrimoksazol : Bactrim, Sul fonamida.
Mampu menghilangkan demam dalam 4 hari. Setelah terapi tinja tidak
mengandung basil tifus, sehingga juga efektif untuk me ngobati pembawa basil.
Berhubung baha ya gangguan darah sebaiknya jangan digu nakan lebih dari dua
minggu. Dosis: 2 dd 3 tablet à 480 mg sampai bebas demam, kemudian 2 dd 2 tablet
selama 7 hari.
c. Kloramfenikol
Obat ini merupakan obat yang paling unggul terhadap basil tifus.
Keberatannya adalah tidak berkhasiat mematikan kuman, sehingga sering kali
timbul pembay juga dapat mengakibatkan anemia aplastis fatal Resistensi sudah
sering kali dilaporkan. Dosis biasa adalah 50 mg setiap kg bobot badan sehari.
Setelah demam hilang (3-4 han), pengobatan dilanjutkan selama 8-10 hari dengan
dosis yang lebih rendah untuk menghindari kambuhnya penyakit. Pengo batan
maksimal 14 hari atau total 30 g kloramfenikol
d. Tetrasiklin dan turunannya
Obat ini kurang berkhasiat terhadap Sal monella; walaupun basil tersebut
akan hi lang dari darah dan tinja, namun penyakit berlangsung terus tanpa
perubahan Obat ini juga tidak begitu efektif terhadap disentri basiler Dosis: 4-6 dd
250-500 mg.
18. 3. OBAT LAINNYA
a. Tanin (F.D.).
asam samak, acidum tannicum Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur
dan berkhasiat adstringens, yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan sela
put lendir usus. Oleh karena merangsang lambung (rasa mual, muntah-muntah),
maka tanin hanya digunakan sebagai senyawanya yang tidak melarut, yaitu
tannalbumin. Zat ini lebih efektif dan tidak memberikan efek-efek sam n ping
tersebut di atas Tannalbumin (Tannalbire) adalah persenya waan sukar-larut antara
tanin dan albumin yang dalam saluran lambung-usus secara berangsur-angsur
melepaskan tanin. Sering kali obat ini diberikan pada anak-anak seba gai obat
tambahan pada pengobatan infeksi usus Dosis: 3 dd 0,5-1 g, anak-anak sesuai berat
badan
b. Karbo adsorbens
(F.: arang aktif. Norit, Bekarbon Karbo adalah arang halus (nabati atau
hewani) yang telah diaktifkan melalui suatu proses tertentu Obat ini memiliki daya
serap pada permukaannya (adsorpsi) yang kuat terutama terhadap zat-zat yang
molekulnya besar, seperti alkaloida, toksin bakteri atau zat-zat beracun yang berasal
dari makanan. Begitu pula banyak obat dapat diadsorpsi pada karbo in vivo, a.l.
asetosal, parasetamol, fenobarbital, glutetimida, fenotiazin, antide presiva trisiklis,
digoksin, amfetamin, fero sulfat, propantelin dan alkohol. Oleh karena itu obat-obat
ini jangan diberikan bersama an waktu, tetapi 2-3 jam setelah pemberian karbo.
Dosis biasa: 3-4 dd 0,5-1 g.
c. Kaolin: Bolus alba (F.I.), argilla, *Kaopectate
Kaolin (Cina: kao ling = bukit tinggi) adalah sebetulnya bahan untuk
membuat por selin. Sejak dahulu aluminium silikat yang mengandung air ini, sudah
digunakan sebagai adsorbens toksin pada diare. Dosis biasa: 3 dd 50-100 g sebagai
suspensi dalam air, biasanya dikombinasi dengan kar bo adsorbens atau dengan
pektin.
19. d. Attapulgit: Biodiar
Attapulgit berbentuk sebagai serbuk ta nah lempung dan terdiri dari
magnesium aluminiumsilikat. Digunakan dalam bentuk tablet atau suspensi sebagai
absorbens ku man dan toksin yang menyebabkan diare,berfungsi mengurangi
kehilangan cairan tu buh, mengurangi frekuensi diare dan mem perbaiki konsistensi
feses. Wanita hamil dan selama laktasi dapat menggunakan obat ini karena tidak
diabson bsi. Efek sampingnya yang umum adalah sembelit. Dosis: 1,2-1,5 g setelah
tiap kali buang air dengan maks. 9 g sehari.
*Entrostop: attapulgit 650 + pektin 50 mg
e. Bismut subkarbonat
Selain berkhasiat obstipasi, juga dapat membentuk suatu lapisan pelindung
untuk menutupi luka-luka di dinding usus akibat peradangan. Senyawa bismut
lainnya juga digunakan dalam pengobatan, misalnya bis mut subsalisilat. Lihat juga
Bab 16, Obat obat Lambung, Antasida. Dosis biasa: 3 dd 0,5-1 g.